03-widiasih

9

Click here to load reader

Transcript of 03-widiasih

Page 1: 03-widiasih

PENGGUNAAN PERALATAN DARI LINGKUNGAN SEKITAR UNTUK PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

Widiasih ([email protected])

FKIP-Universitas Terbuka

ABSTRACT This paper is written based on the result of observation on science teaching and learning in elementary school which mostly done verbally without the use of teaching media. Teaching science without the use of teaching media and the environment will lead to the lower quality of outcome because the students learn mainly by memorizing rather than giving them opportunities to observe their own findings. The reasons of why the teachers do not use the teaching media in the process of teaching and learning are partly because they consider the limited provisions of science kits. Moreover, they do not understand that the environment is the effective source of science teaching. Based on this condition, this paper will present the importance of using the teaching media that can be easily assessed from the surroundings and from the wastes such as plastics and the wastes of the bottles of mineral water. A bottle of mineral water, for instance, can be used as a medium for explaining the characteristics of liquid. If the teaching and learning science at the elementary schools makes use of the tools and the media, the quality of teaching and learning would be more effective and the students are motivated to learn. Thereby, they will be easier to understand the concepts of science. This type of teaching is in relation with the theory of learning by constructivism. Key words: concepts, elementary school, media, science, teaching, tools. Mutu pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih harus diperbaiki agar ketertinggalan

dengan bangsa-bangsa lain tidak semakin jauh. Lebih penting lagi adalah agar bangsa Indonesia mampu mengatasi persaingan ketat dalam era globalisasi yang sedang dan akan dirasakan pengaruhnya (Djojonegoro, 1992).

Berbicara tentang perbaikan mutu pendidikan, menurut Dahar (1985) hendaknya perbaikan dimulai dari tingkat dasar yaitu dari sekolah dasar (SD). Hal ini dimaksudkan agar lebih banyak orang yang dapat menikmati kegunaannya. Bagi mereka yang akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, merasa diuntungkan karena memperoleh ilmu dan pengetahuan yang lebih baik untuk dasar selanjutnya di tingkat SLTP sampai perguruan tinggi.

Alasan lain mengapa perbaikan pendidikan dimulai dari tingkat SD karena menurut Ormond dan Duckworth (dalam Dahar, 1985) bahwa usia kritis yang dapat dipengaruhi dalam hal sikap anak berada di antara 8 - 13 tahun. Usia ini setara dengan usia anak SD, karena masa rentang usia SD tersebut harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menanamkan sikap dan motivasi anak agar senang mempelajari ilmu dan memperoleh pengetahuan, sehingga pada akhirnya terjadi peningkatan kualitas pembelajaran.

Salah satu mata pelajaran SD yang perlu mendapat perhatian khusus adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains. IPA adalah serangkaian hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari

Page 2: 03-widiasih

Widiasih, Penggunaan Peralatan dari Lingkungan Sekitar untuk Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

93

pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan (Depdiknas, 2004). Dari pengertian di atas jelaslah bahwa IPA bukan hanya produk tetapi juga proses seperti juga dikemukakan oleh Newton (1992), bahwa IPA diajarkan sebagai pengetahuan dan cara kerjanya yaitu merupakan proses dan produk. Adapun tujuan pembelajaran IPA khususnya di SD adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, pembelajaran IPA juga bertujuan agar siswa mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2004). Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA di SD tersebut disarankan pembelajaran berlangsung sebagai berikut: (1) dari konkrit menuju yang abstrak; (2) dari yang mudah menuju yang sulit; (3) dari yang sederhana menuju yang rumit; (4) menyiapkan kegiatan yang bersifat permainan (Depdiknas, 2004). Agar tujuan pembelajaran IPA di SD berhasil, guru perlu menciptakan suasana belajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri anak, mengembangkan sikap serta perilaku kreatif dan inovatif pada siswa. Suasana belajar seperti tersebut dapat diperoleh melalui belajar penemuan konsep yang ditunjang dengan adanya sumber belajar, antara lain berupa peralatan IPA untuk melakukan kegiatan percobaan ataupun pengamatan. Untuk menjelaskan bahwa IPA sebagai produk yang terdiri dari konsep, prinsip, hukum, dan teori yang sebagian merupakan sesuatu yang abstrak, diperlukan peralatan sebagai media pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan percobaan atau demonstrasi. Kegiatan percobaan sangatlah penting dalam pembelajaran IPA di SD yaitu untuk memberi pengalaman nyata sehingga pembelajaran bukan hanya mendengar atau melihat seperti yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Hinduan, 1990). Penggunaan peralatan IPA selain memberikan pengalaman nyata bagi siswa, juga dimaksudkan untuk menghindari verbalisme. Menurut Piaget (dalam Gage & Berliner, 1978) anak SD berusia sekitar 7-12 tahun pada umumnya berada pada taraf perkembangan intelektual operasional konkret. Sehubungan dengan hal tersebut dalam pembelajarannyapun sebaiknya dihadirkan benda nyata atau benda tiruannya agar siswa berkesempatan menyentuh, melakukan tindakan, melihat, dan menggunakannya sebagai media pengamatan atau percobaan sehingga membantu siswa memahami konsep. Peralatan IPA di sebagian besar SD sesungguhnya telah disediakan oleh pemerintah yang berupa seperangkat peralatan yang dapat digunakan untuk berbagai macam percobaan IPA di SD. Seperangkat peralatan tersebut dinamakan KIT IPA SD. Hampir tiap SD diberi 1 set KIT IPA. Namun tidak semua peralatan IPA disediakan oleh pemerintah. Banyak alat IPA yang dapat dibuat dengan menggunakan bahan yang tersedia di lingkungan sekolah. Dengan memanfaatkan peralatan sederhana dari lingkungan berarti pembelajaran IPA lebih didasarkan pada lingkungan sehingga sesuai dengan keadaan siswa sehari-hari.

Apabila pembelajaran IPA di SD menggunakan peralatan IPA maka diharapkan pembelajaran menjadi lebih efektif, menarik dan memotivasi siswa sehingga siswa lebih cepat dan mudah memahami konsep. Selain itu pembelajaran dengan menggunakan peralatan IPA dapat membantu siswa menemukan konsep dan konsep yang diperoleh tertanam dengan kuat dalam struktur kognitif siswa.

Penelitian tindakan kelas tentang Penggunaan Peralatan Sederhana dari Lingkungan Sekitar sebagai Sumber Belajar IPA dalam Pembelajaran Konsep Udara telah dilakukan di SD Pamulang Timur II pada tahun 1997. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peralatan sederhana dari lingkungan sekitar dapat meningkatkan hasil belajar IPA (Widiasih, 1997). Penelitian lain yang

Page 3: 03-widiasih

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, September 2007, 92-100

94

relevan dilakukan oleh Jiyono (1992) yang menyatakan bahwa 98,5% SD telah menerima KIT IPA namun kurang dirawat dan dimanfaatkan oleh sekolah/guru. Tidak dimanfaatkannya KIT IPA dikarenakan guru tidak mengenali alat-alat yang sangat sederhana, seperti bingkai, baut, pasak (Jiyono, 1992).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tulisan ini merupakan studi literatur bertujuan untuk memaparkan pentingnya penggunaan peralatan dari lingkungan sekitar untuk pembelajaran IPA di SD. Pemaparan dimulai dari pendidikan IPA di SD dikaitkan dengan kompetensi yang harus dicapai siswa SD, pembentukan konsep dalam pembelajaran IPA, peralatan IPA dari lingkungan sekitar sebagai sumber belajar serta implementasi pembelajaran IPA dengan menggunakan peralatan dari lingkungan sekitar.

Tulisan ini diharapkan akan bermanfaat bagi guru SD, dosen FKIP-UT, serta institusi atau lembaga pendidikan guru lainnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di SD melalui penggunaan peralatan sederhana dari lingkungan sekitar. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar

Pada Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004), dituliskan bahwa tujuan mata pelajaran IPA antara lain: mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; serta memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Sejalan dengan tujuan pembelajaran IPA yang tersurat dalam kurikulum pendidikan dasar maka Association for Science Education (Watts, 1994) mengemukakan bahwa Sains memberikan pemahaman terhadap fenomena fisik pada kehidupan sehari-hari dan digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan aktivitas. Tujuan pembelajaran IPA merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui proses pengolahan informasi yang bertahap mulai dari bentuk yang paling sederhana sampai ke bentuk yang lebih kompleks (Gagne, 1985). Mengingat usia anak SD umumnya berada pada taraf perkembangan operasional konkrit (Gage & Berliner, 1978; Lefrancois, 1986), maka pembelajaran yang diberikan tidak terlalu verbalistik tetapi dengan menggunakan benda konkrit. Selain itu untuk menghadapi era globalisasi yang penuh dengan perkembangan IPTEK, maka pembelajaran IPA di SD dijadikan mata pelajaran dasar dan ditujukan menjadikan warga negara melek Sains. Usaha untuk menghasilkan warga negara yang melek Sains adalah dengan melibatkan siswa sejak dini pada kegiatan-kegiatan Sains.

Bila dilihat dari kurikulum 2004, maka ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek makhluk hidup dan proses kehidupan; benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya; energi dan perubahannya; serta bumi dan alam semesta. Pada kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004) pembelajaran IPA diberikan mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas VI dengan mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah tertera pada kurikulum tersebut. Guru menjabarkan kompetensi tersebut ke dalam hasil belajar, indikator, dan materi pokok. Berikut adalah contoh penjabaran standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator untuk kelas IV semester 1 (Tabel 1).

Page 4: 03-widiasih

Widiasih, Penggunaan Peralatan dari Lingkungan Sekitar untuk Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

95

Tabel 1. Penjabaran Standar Kompetensi Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Hasil Belajar Indikator Materi Pokok

1. Mengiden-tifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu dan dapat mengalami perubahan.

1.1 Mendeskripsikan sifat-sifat benda padat, cair, dan gas. 1.2 Mendeskripsikan berbagai perubahan wujud benda.

• Mengidentifikasi sifat benda padat, cair, dan gas.

• Mengelompokkan benda-benda berdasarkan wujudnya.

• Mengidentifikasi perubahan wujud benda

yang dapat kembali ke wujud semula. • Menjelaskan faktor yang mempengaruhi

perubahan wujud benda. • Memberikan contoh perubahan wujud

benda.

Benda padat, cair, dan gas serta perubahan wujudnya

Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya.

2. Menjelaskan hubungan antara sifat bahan dengan kegunaan-nya.

2.1 Menjelaskan hubungan antara sifat bahan dan kegunaannya. 2.2 Mengumpulkan informasi mengenai hubungan sifat bahan dan kegunaanya.

• Membandingkan bahan tertentu sesuai sifat dan kegunaanya, misalnya penyerapan air pada berbagai jenis kertas.

• Membuat daftar berbagai bahan

kemasan suatu produk makanan yang dikaitkan dengan sifatnya, misalnya pembungkus permen dari plastik.

• Membuat daftar berbagai alat rumah tangga yang dihubungkan dengan sifat bahan dan kegunaannya.

Sifat bahan dan kegunaannya

Kontruktivisme dalam Pembelajaran IPA Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak atau pebelajar (Dahar, 1989; Yager, 1996). Pebelajar menyusun pengertian dan merefleksikan apa yang diberitahukan atau apa yang yang dibacanya. Pebelajar akan mencari makna dan akan mencoba untuk menemukan pola dan urutan di dalam kejadian-kejadian di alam dalam keadaan di mana informasi-informasinya tidak lengkap. Pandangan konstruktivis juga menyatakan bahwa semua pengetahuan ilmiah merupakan suatu seleksi dari penjelasan-penjelasan temuan yang mencoba untuk menjelaskan suatu persepsi terhadap realita. Seleksi dilakukan dengan dasar bahwa pengetahuan harus cocok dengan pengalaman yang telah dimiliki (Bodner, 1986).

Ada 4 prinsip dasar dalam konstruktivisme (Yager, 1996; Driver & Leach, 1993) seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

Prinsip pertama, pengetahuan terdiri dari past constructions. Bahwa seseorang mengkonstruksi pengalaman tentang dunia objek dengan memandangnya melalui suatu kerangka logis yang menstranformasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi pengalamannya. Struktur-struktur logis itu berkembang melalui suatu proses regulasi diri yang analog dengan perkembangan biologis. Prinsip kedua, pengkonstruksian pengetahuan. Pengkonstruksian pengetahuan terjadi melalui assimilasi dan akomodasi. Assimilasi digunakan sebagai suatu kerangka logis dalam rangka

Page 5: 03-widiasih

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, September 2007, 92-100

96

menginterpretasi informasi baru, dan akomodasi digunakan dalam rangka memecahkan kontradiksi-kontradiksi sebagai bagian dari proses regulasi diri yang lebih luas. Prinsip ketiga, mengacu kepada pebelajar sebagai suatu proses organik dari penemuan. Pebelajar harus mendapat pengalaman berhipotesis dan memprediksi, memanipulasi objek, mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, berimajinasi, meneliti dan menemukan, dalam upaya mengembangkan konstruksi-konstruksi baru. Dari prinsip ini terlihat diperlukan proses pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (learner-centered) sehingga pebelajar membangun pengetahuannya secara aktif dan guru berperan sebagai mediator yang kreatif. Prinsip keempat, mengacu pada mekanisme yang dapat menciptakan berlangsungnya perkembangan kognitif. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi dan resolusi dari konflik kognitif. Konflik kognitif terjadi hanya jika pebelajar mengalami ketidaksesuaian antara dua skemata yang kontradiksi. Peralatan IPA dari Lingkungan Sekitar sebagai Sumber Belajar

Peralatan IPA dari lingkungan sekitar adalah alat dan bahan yang dapat dibuat sendiri oleh guru dan/atau siswa yang bersumber dari bahan-bahan yang murah dan mudah diperoleh (Hendro Darmodjo & Kaligis, 1991). Peralatan IPA merupakan alat dan bahan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan pengamatan, percobaan ataupun demonstrasi. Bila ditinjau dari proses pembuatan dan perolehannya, maka peralatan IPA terdiri dari peralatan IPA yang canggih (sophisticated) buatan pabrik sampai dengan peralatan sederhana yang berasal dari lingkungan sekitar. Peralatan sederhana yang berasal dari lingkungan sekitar dapat dibuat sendiri atau dimodifikasi dari bahan bekas, seperti alat botol plastik bening bekas air mineral serta gelas plastik bekas air minum. Contoh-contoh peralatan lain yang dapat digunakan sebagai peralatan IPA adalah pensil, pulpen, penghapus pensil, tempat pensil, plastisin, air, tisu, balon, dan kantong plastik Untuk memilih alat-alat IPA yang berasal dari lingkungan sekitar sesuai dengan kepentingan pendidikan tidaklah mudah. Untuk itu perlu beberapa pertimbangan yang dapat diterima oleh azas-azas pendidikan, yaitu: (1) sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) terjangkau oleh kemampuan siswa, (3) tidak membahayakan keselamatan siswa dan guru, (4) mudah digunakan, (5) sifat alat sesuai dengan pemakai, serta (6) bentuk menarik dan memiliki nilai pedagogis (Semiawan, 1986). Tim ahli IPA dari Unesco (Darmodjo & Kaligis, 1991) mengemukakan tentang peralatan dari lingkungan sekitar dan pertimbangan penggunaannya yang bukan saja karena murah tetapi juga telah dikenal siswa secara pedagogis sehingga siswa belajar lebih efektif. Implementasi Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Peralatan dari Lingkungan Sekitar

Contoh pembelajaran IPA menggunakan peralatan dari lingkungan sekitar yang disampaikan pada tulisan ini adalah berupa langkah-langkah pembelajaran disertai lembar kegiatan siswa (LKS) yang bertujuan untuk memandu siswa menemukan konsep melalui kegiatan pengamatan dan percobaan. Langkah-langkah pembelajaran tersebut dijabarkan dari standar kompetensi, kompetensi dasar, dan hasil belajar seperti yang tertera pada Tabel 1. Indikator yang dicontohkan dalam pembelajaran tersebut hanyalah satu dari beberapa indikator yang harus dicapai. Adapun kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator yang dicontohkan dalam langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut. Kompetensi dasar: mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu dan dapat mengalami perubahan. Hasil belajar: mendeskripsikan sifat-sifat benda padat, cair, dan gas. Indikator: mengidentifikasi sifat benda padat, cair, dan gas.

Page 6: 03-widiasih

Widiasih, Penggunaan Peralatan dari Lingkungan Sekitar untuk Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

97

Langkah-langkah pembelajaran IPA sesuai dengan kompetensi di atas, diuraikan berikut ini. Kegiatan awal 1. Guru melakukan tanya jawab untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang sifat-sifat benda

padat, cair, gas yang telah dipelajari di kelas III. 2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 3. Guru menuliskan topik yang akan dipelajari. 4. Guru mengaitkan topik yang akan dipelajari dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa

menyadari manfaat topik yang dipelajarinya. Kegiatan inti 1. Guru memberikan pertanyaan “Apa sajakah sifat-sifat benda padat, cair, dan gas?” 2. Siswa melakukan percobaan untuk menjawab sifat-sifat benda padat, cair, dan gas secara

berkelompok. 3. Siswa menuliskan hasil pengamatan secara berkelompok pada LKS. 4. Tiap wakil kelompok melaporkan hasil pengamatan di depan kelas, kelompok lain dan guru

menanggapi. 5. Guru menjelaskan konsep berdasarkan hasil pengamatan. Kegiatan akhir 1. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran. 2. Guru memberikan tes formatif secara tertulis. 3. Guru memberikan tugas rumah untuk mengerjakan soal-soal latihan sebagai pengayaan dan

tugas mempelajari konsep selanjutnya. Untuk melakukan percobaan dan pengamatan pada pembelajaran diperlukan LKS dan

peralatan yang dapat diperoleh dari lingkungan sekitar antara lain: pensil, pulpen, penghapus pensil, plastisin, timbangan kue (timbangan lain), air, botol plastik bening (bekas air mineral), tisue, balon (bulat, lonjong), tempat pensil, kantong plastik, karet gelang, gelas transparan, gula, garam dapur, benang, tali rafia atau tali kasur, batang kayu lurus panjang 0,5 meter.

Adapun contoh LKS untuk tujuan percobaan mengamati sifat benda padat, cair, dan gas adalah sebagai berikut.

Percobaan sifat benda padat 1. Timbanglah benda-benda padat di sekitarmu seperti penghapus papan tulis, plastisin, dan

pulpen dengan timbangan kue atau timbangan lain. Apakah skala jarum timbangan menyimpang ke kanan? ................ Apakah benda-benda tersebut memiliki massa?................. Kesimpulan: ..................

2. Perhatikan bentuk-bentuk alat-alat yang telah disediakan yaitu: pensil, pulpen, penghapus pensil. Masukkan alat-alat tersebut ke dalam tempat pensil atau kantong plastik. Berubahkah bentuk alat-alat tersebut? .................

Kesimpulan: ..................

Page 7: 03-widiasih

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, September 2007, 92-100

98

3. Perhatikan bentuk plastisin yang diletakan di atas meja. Tekan plastisin dengan jari. Apakah plastisin berubah bentuk dari semula? ..................

Kesimpulan: ................. Percobaan sifat benda cair 4. Tuangkan air ke dalam botol plastik bening sampai penuh. Perhatikan bentuk air dalam botol.

Bagaiman bentuk air dalam botol? ………….. Tuangkan air ke dalam gelas sampai penuh. Perhatikan bentuk air. Bagaimana bentuk air dalam gelas? ..................

Kesimpulan: ............... 5. Tuangkan air ke dalam gelas sampai setengah penuh. Biarkan air sampai tenang. Amati bentuk

permukaannya. Bagaimanakah bentuk permukaan air dalam gelas tegak?................ Letakkan penghapus pensil di bawah gelas sehingga gelas menjadi miring. Biarkan air sampai tenang. Bagaimanakah bentuk permukaan air dalam gelas yang dimiringkan? .................. Kesimpulan: ................

6. Buatlah kertas menjadi bentuk talang. Tuangkan sedikit air. Ke mana air mengalir? ...................

Letakkan ujung salah satu talang di atas penghapus. Tuangkan sedikit air. Ke mana air mengalir? ……………

Kesimpulan: …………… 7. Lakukan kegiatan berikut di luar kelas. Buatlah empat lubang berderet ke bawah pada dinding

salah satu botol plastik dengan paku. Tutuplah lubang dengan jari-jari. Isi botol sampai penuh air. Lepaskan jari-jari. Dari lubang manakah air memancar paling jauh? …………… Buatlah empat lubang secara melingkar pada dinding salah satu botol plastik yang lain dengan paku. Tutuplah lubang dengan jari-jari. Isi botol sampai penuh air. Lepaskan jari-jari. Dari lubang manakah air memancar paling jauh? ……………

Kesimpulan: ………..… 8. Tuangkan sedikit air ke atas meja. Laplah tumpahan air dengan tisue. Apa yang terjadi dengan

air tersebut? ……………. Kesimpulan: …………… 9. Tempatkan air ke dalam kantong plastik, ikatlah dengan karet gelang. Timbanglah air dengan

timbangan kue. Apakah jarum timbangan menyimpang ke kanan? ………..Apakah air memiliki massa? ………..….

Kesimpulan: ……..……. 10. Tuangkan satu sendok gula ke dalam gelas yang berisi air. Aduklah dengan sendok perlahan-

lahan sambil diamati. Masih terlihatkah butiran-butiran gula atau garam dapur tersebut? ............... Apa yang terjadi dengan gula atau garam dapur tersebut?................

Kesimpulan: ………….. Percobaan sifat benda gas

Page 8: 03-widiasih

Widiasih, Penggunaan Peralatan dari Lingkungan Sekitar untuk Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

99

11. Tiuplah balon karet berbagai ukuran (panjang, bulat). Bagaimana bentuknya?................. Kesimpulan: ...............

12. Pilihlah 2 balon kosong yang ukurannya sama. Tiuplah salah satu balon, ikatlah dengan karet.

Gantungkan ke dua balon tersebut menggunakan tali atau benang pada masing-masing ujung batang kayu lurus. Bagian tengah batang diikat dengan seutas tali, kemudian pegang ujung tali, amati apa yang terjadi?..............

Kesimpulan: .................... 13. Tiuplah balon. Udara yang ditiupkan akan menekan ke arah manakah?................ Kesimpulan: ..................

KESIMPULAN DAN SARAN IPA bukan hanya produk namun merupakan serangkaian proses yang antara lain diperoleh

baik melalui pengamatan maupun percobaan. Tujuan pengamatan dan percobaan dalam IPA adalah agar siswa membangun sendiri konsep dalam struktur kognitifnya sesuai dengan prinsip pembelajaran konstruktivis. Pengamatan dan percobaan IPA dilakukan menggunakan peralatan dari lingkungan sekitar karena murah, mudah diperoleh, dan mudah dimodifikasi sesuai keperluan. Dengan demikian, penggunaan peralatan dari lingkungan sekitar dapat memotivasi siswa sehingga konsep lebih cepat dipahami.

Dalam pembelajaran IPA sebaiknya guru perlu meluangkan waktu untuk merencanakan pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan percobaan dengan menggunakan peralatan yang berasal dari lingkungan sekitar. REFERENSI Dahar, R.W. (1985). Kesiapan guru mengajarkan sains di sekolah dasar ditinjau dari segi

pengembangan keterampilan proses sains. Disertasi. Program Pasca Sarjana Intitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung: Tidak dipublikasikan.

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori belajar. Jakarta: Airlangga. Darmodjo, H & Kaligis, J.R.E. (1991). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam 2. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Djojonegoro, W. (1992). Pengajaran MIPA di sekolah dasar dan menengah, menyongsong keperluan

IPTEK di masa depan: Sebuah Sumbangan Pikiran. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum sekolah dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Driver, R & Leach, J. (1993). A constructivist view of learning: children’s conceptions and nature of science. What reseach says to the science teacher - the science, technology, society movement. Journal NSTA, 7 (1), 103-112.

Gage, N. L. & Berliner, D. C. (1978). Educational psychology (2nd ed.). London: Palo Alto. Gagne, R.M. (1985). The condition of learning (4th ed.). Japan: Holt Saunders.

Page 9: 03-widiasih

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, September 2007, 92-100

100

Hinduan, A.A. (1990). Model-model mengajar dalam ilmu pengetahuan alam. Makalah dipresentasikan dalam Penataran Calon Penatar I Cisarua. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka.

Jiyono. (1992). Kemampuan/pemahaman guru tentang ilmu pengetahuan alam (IPA) dan sarana pelajaran IPA di sekolah dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.

Lefrancois. (1986). Of children: An introduction to the developmment (5th Ed.). California: Wadsworth Publishing Company.

Newton, L.D. (1992). Primary science: The challenge of the 1990s. Cleveden: Multilingual Matters Ltd.

Semiawan, Conny, R. (1986). Pendekatan keterampilan proses. Jakarta: Gramedia. Watts, M. (1994). Constructivism, re-contructivism and task oriented problem solving. Dalam

Fensham, P. et al. (ed) (1994). The Content of science: A constructivist approach to its teaching and learning. London: The Falmer Fred.

Widiasih. (1997). Penggunaan peralatan sederhana dari lingkungan sekitar sebagai sumber belajar IPA dalam pembelajaran konsep udara. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung: Tidak dipublikasikan.

Yager, R.E. (1996). Science/technology/society as reform in science education. Albany: State University of New York Press.