03 Laporan Mkp Pusvetma Kita Kel.d

43
LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Kerja Praktis Untuk meningkatkan perkembangan teknologi khususnya di bidang kesehatan sebagai seorang ahli madya tenaga analis medis, dituntut mempunyai pengalaman dan keterampilan. Oleh karena itu, dilaksanakan Masa Kerja Praktis (MKP). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta keterampilan bagi mahasiswa analis medis. Setiap mahasiswa yang melakukan Masa Kerja Praktis di Pusat Veteriner Farma (PUSVETMA) Surabaya, diharapkan dapat memperoleh pengalaman kerja sehingga mahasiswa dapat memperoleh bekal dan ilmu yang berguna ke depannya. 1.2 Tujuan Masa Kerja Praktis Membekali mahasiswa untuk menjadi tenaga analis medis yang terampil dan penuh tanggung jawab. PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 1

description

Pusat veterinaria farma, Surabaya

Transcript of 03 Laporan Mkp Pusvetma Kita Kel.d

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masa Kerja Praktis

Untuk meningkatkan perkembangan teknologi khususnya di bidang

kesehatan sebagai seorang ahli madya tenaga analis medis, dituntut

mempunyai pengalaman dan keterampilan. Oleh karena itu, dilaksanakan

Masa Kerja Praktis (MKP). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan wawasan serta keterampilan bagi mahasiswa analis medis.

Setiap mahasiswa yang melakukan Masa Kerja Praktis di Pusat

Veteriner Farma (PUSVETMA) Surabaya, diharapkan dapat memperoleh

pengalaman kerja sehingga mahasiswa dapat memperoleh bekal dan ilmu

yang berguna ke depannya.

1.2 Tujuan Masa Kerja Praktis

Membekali mahasiswa untuk menjadi tenaga analis medis yang terampil dan

penuh tanggung jawab.

1.3 Manfaat Masa Kerja Praktis

1. Dapat mengaplikasikan secara langsung teori dan praktikum yang

dilakukan ketika kuliah.

2. Menambah keterampilan dan wawasan tentang laboratorium dengan

pemeriksaan-pemeriksaan yang dilaksanakan di PUSVETMA Surabaya.

3. Memberikan berbagai pengalaman sebagai pedoman ketika menghadapi

dunia kerja secara langsung.

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah PUSVETMA

Pusat Veteriner Farma (PUSVETMA) adalah unit pelaksanaan teknis

(UPT) dibidang produksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologi lain

dalam lingkungan Departemen Pertanian yang ada dibawah dan pertanggung

jawaban kepala Direktur Jendral Peternakan. Lembaga ini didirikan pada

tahun 1952 dengan nama Balai Penyelidikan Penyakit Mulut dan Kuku

(BPPMK) berlokasi di Jakarta, kemudian pada tahun 1955, berubah menjadi

Lembaga Penyakit Mulut dan Kuku dan berpindah lokasi di surabaya.

Awalnya lembaga ini bertugas menghasilkan vaksin penyakit mulut dan

Kuku (PMK). Kemudian pada tahun 1966 mengalami perubahan nama

menjadi Lembaga Virologi Kehewanan (LVK) yang tugasnya diperluas

menjadi penelitian diagnosa penyakit – penyakit virus sehingga tidak hanya

menangani PMK saja. Pada tahun 1987di tetapkan menjadi unit pelaksanaan

teknis (UPT) di lingkungan Departemen Pertanian bertanggung jawab kepada

Direktorat Jendral Peternakan dan berganti nama menjadi Pusat Veteriner

Farma (PUSVETMA) sampai sekarang dengan SK Menteri Pertanian

No/Kpts/org/1978 tanggal 28 Mei 1978.

Peranan lembaga ini sangat menentukan dalam pembangunan karena

dengan produksi yang telah dihasilkan telah mengurangi wabah penyakit

hewan, dengan jasa dari lembaga ini, indonesia bebas dari Penyakit Mulut

dan Kuku (PMK) sejak tahun 1990 dengan pengakuan interanasional.

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

Dalam perjalanannya Balai Penyelidikan Penyakit Mulut dan Kuku

(BPPMK) berubah nama menjadi Lembaga Penyakit Mulut dan Kuku

(LPMK) yang oleh pemerintah ditetapkan sebagai suatu Laboratorium

Rujukan Nasional Penyakit Mulut dan Kuku yang berkewajiban memberikan

masukan kepada pemerintah dalam hal PMK dan penanggulangannya di

Indonesia, disamping penelitian dan produksi vaksin PMK.

LPM menurut pola bangunannya dapat dikembangkan menjadi pusat

produksi vaksin PMK tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk Negara

Asia tenggara, sehingga dapat menambah devisa negara. Pada tahun 1964

diusulkan kepada pemerintah untuk dapat meningkatkan daya guna (potensi)

yang ada dengan dijadikannya lembaga ini menjadi lembaga penelitian dan

produksi vaksin viral serta diagnostik guna pencegahan atau pemberantasan

penyakit – penyakit virus hewani yang terdapat di Indonesia, yaitu dengan

surat keputusan Menteri Pertanian tanggal 10 Desember 1966 No.

Kep/30/12/66 usulan tersebut diterima, sehingga LPMK berubah nama

menjadi Lembaga Virologi Kehewanan (LVK) dan diresmikan pada tanggal

10 April 1967.

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan penyakit hewan,

dipandang perlu untuk merumuskan kembali tugas pokok, fungsi, susunan

organisasi dan tata kerja lembaga ini, karena tugas produksi vaksin tidak

hanya vaksin virus saja tetapi juga produksi vaksin bakteri, bahan

diagnostika, dan bahan biologis lainnya. Sehingga pada tahun 1978 dirubah

namanya menjadi Pusat Veteriner Farma melalui Surat Keputusan Menteri

Pertanian No. 317/kpts/org/tahun1978.

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 55/KMK.05/2010

tanggal 5 Februari 2010, Pusvetma ditetapkan sebagai institusi yang

menerapkan Pengolahan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU).

Dimana pada Kementerian Pertanian saat ini baru ada 2 Unit Pelaksanaan

Teknis (UPT) yang ditetapkan sebagai PK BLU dan salah satunya adalah

PUSVETMA.

Moto Pusvetma "HEWAN SEHAT RAKYAT SELAMAT NEGARA

KUAT", Sedangkan janji pelayanan yang merupakan kode etik pegawai

Pusvetma adalah adalah SIAP : Semangat, Inovatif, Amanah, Produktif serta

5 TEPAT : Tepat Mutu, Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Harga dan Tepat

Guna.

2.2 Tugas Pokok PUSVETMA

Melaksanakan pengadaan dan penyaluran vaksin, antisera, diagnostika

dan bahan biologis lain dalam rangka penanggulangan, pengendalian dan

pemberantasan penyakit hewan berdasarkan peraturan dan perundangan yang

berlaku.

2.3 Fungsi PUSVETMA

Fungsi secara umum Pusat Veteriner Farma ( PUSVETMA ) adalah :

1. Memproduksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologis lain.

2. Menguji mutu hasil produksi.

3. Melaksanakan penyediaan dan pemeliharaan ssaran produksi serta

distribusi hasil produksi.

4. Melakukan penyidikan guna meningkatkan mutu hasil produksi dan

identifikasi penyakit.

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

2.4 Visi PUSVETMA

Terwujudnya suatu industri biofarma veteriner yang berbasis teknologi

modern berorientasi agribisnis dan berdaya asing.

2.5 Misi PUSVETMA

1. Menghasilkan produksi biofarma veterina yang mampu menumbuhkan

kembangkan industri peternakan nasional dan penemuan kebutuhan

ekspor.

2. Mengembangkan penerapan Teknologi Mutahir.

3. Mengembangkan sumber daya manusia ( SDM ) yang inovatif dan

berperan dalam persaingan global.

4. Mengembangkan jaringan kerja sama internasional dengan instasi yang

terkait dan sejenisnya.

2.6 Sarana dan Prasarana PUSVETMA

Kompleks Pusat Veteriner Farma ( PUSVETMA ) terletak di jalan

Jendral Ahmad Yani No 68 – 70 Surabaya, meliputi areal seluas 130.280 M2

dengan bangunan diatasnya :

1. Laboratorium Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku

2. Laboratorium Vaksin Unggas

3. Laboratorium Vaksin Mamalia

4. Laboratorium Vaksin Zoonosis Antigen

5. Laboratorium Pengujian Mutu Produksi

6. Laboratorium Peningkatan Mutu dan Pengembangan Produksi

7. Gedung Administrasi

8. Bangunan untuk sarana Pelayanan Produksi dan Distribusi

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

9. Krematorium

10. Kandang hewan percobaan

11. Perumahan karyawan

12. Poliklinik

13. Tempat ibadah (masjid)

14. Perpustakaan dan sekretariat akreditasi

2.7 Kegiatan PUSVETMA

Bentuk kegiatan yang dilakukan di PUSVETMA meliputi :

1. Produksi Vaksin, antisera, dan bahan biologis lain

2. Pengkajian dalam rangka peningkatan mutu produksi

3. Pengkajian dalam rangka pengembangan produksi – produksi baru

4. Pemantauan mutu produk lapangan

5. Pemantauan PMK

6. Pengujian mutu produk

7. Pengiriman Vaksin, bahan diagnostika ke daerah – daerah.

2.8 Hasil Produksi PUSVETMA

Vaksin Antigen Diagnostikaa. Vaksin Anthravetb. Vaksin Besavet c. Vaksin Brusalvetd. Vaksin Hydrovete. Vaksin Kolravetf. Vaksin Komavetg. Vaksin Koriveth. Vaksin Koksivet Supra 95i. Vaksin Lasovetj. Vaksin Lentovetk. Vaksin Orivetl. Vaksin Rabivet Supra 92

a. Antigen Brucella Bengalb. Antigen Brucella SATc. Antigen Brucella MRTd. Antigen Fasciolae. Antigen Mycoplasmaf. Anttigen NDg. Antigen Pullorumh. Antigen AIi. Kit Elisa Rabiesj. Kit Elisa Jembrana

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

6

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

m. Vaksin Septivetn. Vaksin Teloveto. Vaksin Vibriop. Vaksin Gumboro E104q. Vaksin Afluvetr. Vaksin JD Vet

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

BAB III

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS

3.1 Telur Ayam Berembrio

a. Tujuan : Untuk identifiksasi virus dan pembuatan vaksin.

b. Metode-metode :

1) Allantoic (umur 10 hari)

2) Amniotic (umur 11 hari)

3) CAM / Corio Allantoic Membran (umur 10 hari)

4) Yolk sac (umur 6 hari)

c. Syarat telur yang digunakan untuk inokulasi virus :

1) Rongga udara dan pembuluh darah terlihat jelas

2) Berembrio dan tidak terkontaminasi

3) Bebas vaksin

4) Berat ± 5,5 gram

5) Sehat

d. Macam-macam antibiotic yang digunakan :

1) Streptomycin

2) Kanamycin

3) Penicillin

Dalam 1 ampul antibiotic (10 ml) mengandung 1 juta unit.

Pemberian antibiotik pada telur harus dihitung (membutuhkan berapa

unit) agar embrio tidak mati setelah disuntik antibiotik.

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

8

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

e. Persiapan Telur (dilakukan 4 hari sebelum hari pemeriksaan):

1) Belilah telur yang berumur kurang dari 9 hari (4-5 hari)

2) Nyalakan inkubator

3) Amati bagian-bagian telur dalam ruang gelap menggunakan senter

khusus

4) Bila sudah menemukan ruang hawa, tandai dengan menggunakan

pensil agar memudahkan saat melakukan pemeriksaan

5) Inkubasi telur-telur yang sudah selesai ditandai sampai hari

pemeriksaan.

f. Persiapan Alat dan Bahan (dilakuakan 1 hari sebelum pemeriksaan):

Alat dan bahan :

1. Spuit steril

2. Kapas + alkohol

3. PZ steril

4. Bunsen

Nyalakan kotak UV semalam sampai pada hari

pemeriksaan. Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan terlebih

dahulu dilumuri alkohol, setelah itu dimasukkan ke dalam kotak

UV.

g. Inokulasi Virus:

1) Campuran antibiotik dan virus diinkubasi selama 30 menit, bila

waktu inkubasi lebih dari itu maka antibiotic tidak bekerja dan titer

virus menurun

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

9

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

2) Ambil 0,1-0,2 cc campuran antibiotic dan virus lalu suntikkan ke

dalam telur dengan cara :

a) Lubangi telur tepat di atas ruang hawa

b) Suntikkan suspense campuran tersebut ke dinding telur yang

letaknya berseberangan dengan embrio telur melalui ruang

hawa

c) Tutup lubang pada telur dengan menggunakan paraffin lalu

inkubasi telur secara vertical selama 5 hari

3) Melihat hasil Penanaman:

a) Terlebih dahulu masukkan telur ke dalam freezer, agar

pembuluh darah beku tetapi cairan tidak ikut beku, sehingga

saat dikeluarkan cairan tetap bening, tidak tercampur pembuluh

darah

b) Pecahkan kulit telur tepat di atas ruang hawa saja

c) Pindahkan cairan di dalam telur dengan menggunakan spuit,

tampung dalam Erlenmeyer

d) Posisi spuit saat pengambilan harus miring agar tidak

tercampur dengan kuning telur

Setelah alantois diambil, dilakukan formulasi dengan

bahan-bahan dan perbandingan tertentu hingga tercipta sebuah

vaksin. Vaksin kemudian dimasukkan dalam vial, ditutup

dengan tutup karet yang tidak terlalu rapat. Kemudian vial

berisi vaksin ini dimasukkan ke dalam alat freeze dry selama 2

x 24 jam. Setelah itu dilakukan proses vaccum agar cairan yang

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

10

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

tersisa keluar melalui tutup karet yang tidak terlalu rapat tadi.

Setelah proses tersebut, tutup karet di tekan hingga rapat dan

dilakukkan proses capping (tutup dilapisi aluminium tipis).

Sebelum vaksin dikirimkan ke PMP, terlebih dahulu

dilakukan uji sterilitas. Caranya, hasil formulasi dituang ke

plate agar, diinkubasi, lalu keesokkan harinya lihat ada atau

tidaknya pertumbuhan kuman atau jamur. Bila hasilnya plate

agar tetap bersih, maka vaksin yang diproduksi sudah steril.

Hasil produksi laboratorium vaksin unggas antara lain vaksin ND,

vaksin AI, antigen ND, antigen AI, vaksin hok kolera, dan lainnya.

Vaksin ND yang diproduksi meliputi :

a) Strain F = untuk vaksin ayam yang berusia dua minggu hingga dua

bulan, sifatnya tidak ganas.

b) Strain komarof = untuk vaksin ayam yang berusia lebih dari dua

bulan, sifatnya lebih ganas.

c) Untuk pembuatan vaksin ND, dibutuhkan bahan baku berupa telur

ayam bertunas yang berumur 9-11 hari. Apabila umut telur kurang

dari 9 hari, maka embrio tidak terlalu kuat untuk melawan virus

karena embrio masih terlalu kecil. Namun apabila bahan baku telur

berembrio berusia lebih dari 11 hari, maka panen cairan alantois

akan lebih sedikit karena embrio sudah besar sehingga jumlah

cairan alantois menipis.

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

3.2 Vaksinasi Rabies pada Mencit

Penyuntikan Intracerebral pada Mencit

Di tempat ini dikembangbiakkan mencit atau tikus putih secara manual.

Indukan jantan dan betina yang telah matang ditaruh pada sebuah kandang

berukuran 30 x 20 cm dengan perbandingan jantan : betina = 1: 3. Indukan

betina yang telah dibuahi oleh pejantan dipisahkan dari kandang dan

dikumpulkan dengan sesama indukan betina lain yang telah bunting. Anak

mencit yang telah lahir biasanya akan dirawat sendiri oleh induknya hingga

berusia beberapa puluh hari.

Cara inokulasi antigen intracerebral pada mencit :

a) Alat dan Bahan :

1) Spuit 3 cc

2) Tabung reaksi

3) Antigen

4) Kapas

5) Alkohol 70 %

6) Ember/kandang tikus

7) Mencit

b) Langkah Kerja :

1) Ambil PZ(NaCl 0,85%) yang telah disiapkan dengan spiut 3 cc

untuk disuntikkan pada mencit

2) Pegang mencit dengan cara memegang ekor terlebih dahulu,

kemudian pegang pada bagian belakang leher

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

12

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

3) Disenfeksi pada daerah kepala (antara dua telinga) mencit dengan

kapas yang sudah dibasahi alkohol 70 %

4) Lakukan injeksi PZ dengan spuit 3 cc tersebut

5) Disenfeksi pada daerah yang sudah diinjeksi

6) Kelompokkan mencit yang sudah diinjeksi dengan PZ.

3.3 Panen Vaksin Rabies pada Anjing

Anjing yang divaksinasi dalam kondisi sehat dan tidak terpapar virus

apapun setelah melalui pemeriksaan. Selama masa vaksinasi, anjing diberi

makan nasi dan dogfood yang berprotein tinggi, untuk merangsang antibody.

Setelah divaksin rabies 2x secara berkala (dalam periode waktu

tertentu), anjing diambil darah sebanyak-banyaknya, untuk menguji

vaksinnya. Jika berhasil, maka akan didapatkan serum dari darah tersebut

yang kebal terhadap rabies, biasa disebut SERUM KEBAL. Serum ini yang

dipakai untuk memproduksi vaksin.

a) Langkah sampling darah anjing :

1. Menyiapkan alat dan bahan (spuit, tabung roux, tabung venoject, rak

tabung, desinfektan dan ketamine, kain untuk mengikat moncong

anjing)

2. Dalam praktikum ini diperlukan 7 orang ( 1 sebagai penyampling, dan

6 orang lainnya membantu memegang dibagian kepala, keempat kaki,

badan)

3. Menyuntikkan vitamin 0,5 atau 0,1 per berat badan anjing pada bagin

gluteus (vena femuralis)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

4. Anjing dibiarkan selama 5 menit sampai bereaksi

5. Lalu menyuntikkan ketamine untuk anastesi

6. Memposisikan anjing pada tempat sampling

7. Mengambil darah sebanyak-banyaknya pada bagian cardiacnya

(Cardiac Puncture)

8. Sekitar 20 – 25 ml tiap spuit lalu dipindah ke tabung Roux. Lalu

tabung diletakkan mendatar (ditidurkan) agar serum yang didapatkan

banyak.

9. Anjing dan peralatan vaksinasi yang telah digunakan dimasukkan

kedalam KREMATORIUM

Krematorium adalah tempat untuk mengkremasi hewan-hewan selesai

penelitian/uji vaksinasi, serta bahan percobaan lain. Dibakar sampai

berabu, lalu dibuang.

3.4 Tissue Culture

I. Pembuatan Media

1. Campur 1 shacet RPMI dan 1 shacet Du Bechos

2. Tambahkan aquabidest 2 L + Antibiotik + antijamur,aduk sampai rata

3. Saring dengan filter 0,22 um

4. Uji sterilitas

5. Media siap digunakan

II. Pembuatan PBS

1. Larutkan 1 tablet atau 1 sachet PBS dalam 100ml aquadest

2. Sterilkan pada autoclave suhu 121 C selama 20 menit

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

III. Pembuatan VT 0,25 %

1. Buat larutan versene tripsin 0,25 dalam aquadest

2. Saring dengan filter 0,22 um

3. Uji sterilitas

IV. Cara mendapatkan bovine serum

1. Darah sapi diinkubasi 1 malam

2. Sentrifus 3500 rpm selama 30 menit

3. Ambil serumnya

4. Filtrasi untuk mensterilkan serum dengan filter 0,22um

V. Pembiakan sel

1. Dilakukan pada sel yang sudah penuh

2. Buang media penumbuh lama

3. Cucu PBS 3x,

4. Tambahkan VT, tunggu sampai sel rontok

5. Tambahkan media penumbuh media yang baru, semprot-semprot ke

dinding botol agar sel homogen terpisah satu-satu

6. Sel dibagikan pada botol roux yang baru

7. Tambahkan media baru sampai permukaan botol terendam

8. Inkubasi 2x48 jam suhu 37oC

VI. Penyimpanan sel

1. Dilakukan pada sel 80-90% penuh

2. Buang media penumbh lama

3. Cuci PBS 3x

4. Tambahkan VT 0,25%, tunggu sampai sel rontok

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

5. Tambahkan media penyimpanan (serum 90% + DMSO 10%)

6. Semprot-semprot pada dinding botol agar sel homogen dan sel

terpisah

7. Sel dibagikan pada botol pemyimpanan

8. Simpan sel secara bertahap dari 4oC, -20oC, dan terakhir penyimpanan

pada -85oC atau liquid nitrogen

9. Lakukan revival sel secara berkala untuk mempertahankan sel agar

tetap pada keadaan baik

VII. Revival sel

1. Thawing sel dari -85oC ke 37ºC

2. Sentrifus 2000 – 3000 rpm selama 10 menit

3. Buang media penyimpanan

4. Tambahkan media penumbuh

5. Inkubasi 48 jam pada suhu 37oC

6. Lakukan pengecekan pH selama inkubasi untuk mempertahankan pH 7

VIII. Penanaman virus pada sel

1. Dilakukan pada sel 80 – 90 %

2. Buang media penumbuh lama

3. Cuci dengan PBS 3x

4. Tambah suspensi virus sesuai yang diperlukan

5. Inkubasi 30 – 60 menit

6. Tambahkan media penumbuh virus (media + 2-3% FBS)

7. Inkubasi 33oC selama 4-7 hari

8. Cek pertumbuhan CPE tiap hari atau lakukan titrasi virus pada

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

media lain atau host apabila tidak terjadi CPE

9. Panen virus

10. Simpan pada -85oC atau liquid nitrogen

3.5 Penyimpanan Hasil Produksi

Terdapat sebuah ruangan besar bersuhu 8ºC sebagai tempat

penyimpanan vaksin Rabies, antigen New Castle Disease, vaksin Anthrax,

dan vaksin lain yang suhu penyimpanannya 8ºC. Kemudian di dalam

ruangan ini juga terdapat ruang beku yang bersuhu 4ºC. Ruang beku ini

digunakan untuk menyimpan vaksin dan antigen yang suhu penyimpanannya

4ºC, misalnya vaksin SE, vaksin AI, antigen AI, dan lainnya.

Diruangan ini, vial-vial vaksin dikemas dalam sebuah boks plastik kecil

dimana tiap boks berisi 35 vial vaksin. Bila vaksin akan didistribusikan, maka

boks ini dimasukkan dalam sebuah kontainer yang penuh dengan es. Jumlah

es harus dihitung agar suhu vaksin tetap terjaga dingin sampai di tempat

tujuan. Tiap kontainer memuat masing-masing 4 boks.

Sebelum dikirim, tiap kontainer diberi label dan lampiran yang berisi

alamat tujuan, jenis vaksin/antigen, suhu awal pengiriman, dan data lainnya

yang dianggap penting. Vaksin dikirim melalui jasa pengiriman barang dan

harus sampai di tempat tujuan maksimal 2 x 24 jam. Jika vaksin telah

diterima oleh dinas yang dituju, maka dinas harus segera menghubungi

PUSVETMA, melaporkan bahwa vaksin telah diterima, suhu vaksin ketika

sampai di tempat tujuan, dan berapa jumlah vial vaksin yang pecah/rusak.

Cara penyimpanan vaksin di pusvetma terbagi atas 2 macam berdasarkan

wujud vaksin hasil produksi, yaitu:

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

a. Vaksin cair disimpan pada suhu 2 - 8°C

b. Vaksin kering beku disimpan pada freezer

Yang termasuk vaksin cair antara lain:

a. Vaksin JD-Vet untuk anti penyakit jembrana pada sapi Bali

b. Vaksin Ag ND untuk anti penyakit tetolo pada ayam

c. Vaksin Ag ND untuk anti penyakit tetelo pada ayam

d. Vaksin Ag mycoplasma untuk anti penyakit cronic respiratory desease

pada ayam

e. Komavet untuk anti penyakit tetelo pada ayam

f. Vaksin AI untuk antivirus terhadap avian influenza

g. Vaksin Rabivet untuk anti rabies

h. Vaksin Septivet untuk anti SE pada sapi. Kerbau, dan babi.

i. Vaksin Kit Elisa Rabies.

Yang termasuk vaksin kering beku antara lain:

a. Ag ND

b. Komavet

c. Ag Avian Influenza

3.6 HA/HI Test

3.6.1 HAEMAGLUTININ TEST (HA TEST)

a. Definisi

Suatu pengenceran antigen tertentu dalam suspensi 0,025 ml yang

masih dapat mengaglutinasi RBC 0,5% secara sempurna.

b. Tujuan

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

18

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

1. Untuk mengetahui ada tidaknya antigen (virus), khususnya virus

yang berenvelope di dalam bahan sampel.

2. Untuk mengetahui titer antigen (virus) yang mampu

mengaglutinasi sel darah merah (RBC).

c. Prinsip

1. Ag / virus (+ / - ) + RBC 0,5% → Aglutinasi (+ / -).

2. Ag (+) + RBC 0,5% → Aglutinasi positif (ditandai dengan

butiran halus yang homogen).

3. Ag (-) + RBC 0,5% → Aglutinasi negatif (ditandai dengan

terbentuknya RBC menyerupai cincin atau titik).

4. Pengenceran (-) + RBC 0,5% → Aglutinasi negatif (ditandai

dengan terbentuknya RBC menyerupai cincin atau titik)

d. Alat dan Bahan

1. Mikroplate

2. Mikrodiluter dengan volume (0,05 ml atau 0,025 ml)

3. Mikrodroper dengan volume (0,05 ml atau 0,025 ml)

4. PZ dengan pH 7,4 – 7,6 (dengan ditambahkan NaOH)

5. Antigen

6. Suspensi eritrosit (RBC 0,5%)

7. Reading mirror

e. Langkah Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

2. Meletakkan mikroplate di atas meja secara memanjang.

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

19

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

3. Mengisi 0,025 ml PZ dengan menggunakan mikrodroper ke

dalam 1 deret pada masing-masing sumuran (12 sumuran).

4. Membuat pengenceran Ag dengan cara:

Mengambil PZ steril 1 ml dengan menggunakan spluit. Kemudian

memasukkan ke dalam botol Ag virus secara steril, mencampur

hingga homogen. Mengambil 0,1 Ag yang telah diencerkan lalu

menambahkan PZ sebanyak 0,9 ml. Mencampur hingga homogen

dengan cara membilas spuit yang dipakai dengan PZ tersebut.

5. Menambahkan Ag sebanyak 0,025 ml dengan menggunakan

mikrodiluter pada sumur 1 sehingga terjadi pengenceran 1 : 2,

campur hingga merata.

6. Mengambil 0,025 ml dari sumuran 1 dengan menggunakan

mikrodiluter dengan cara memutar-mutar mikrodiluter lalu

masukkan ke dalam sumur 2 campur hingga rata, lakukan hal

yang sama sampai sumur 11, lalu buang 0,025 ml.

7. Menambahkan 0,05 ml suspensi sel eritrosit (RBC 0,5%) ke

dalam tiap-tiap sumuran menggunakan mikrodropper. Pada sumur

12 digunakan sebagai kontrol negatif (0,05 ml RBC 0,5% + 0,025

ml PZ).

8. Mencampur dan kocok dengan menggunakan rotator mesin

sampai 10 detik.

9. Inkubasi dalam suhu ruangan selama 30 menit.

10. Amati adanya aglutinasi dengan reading mirror.

f. Interpretasi Hasil

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

20

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

1. Aglutinasi (+) = Pada dasar mikroplate terdapat lapisan eritrosit

(bintik-bintik halus homogen, tepi tidak rata).

2. Aglutinasi (-) = Pada dasar mikroplate terdapat endapan eritrosit

yang berbentuk seperti cincin. Bila dasar mikroplate berbentuk

“U” dan endapan berbentuk seperti titik bila dasar mikroplate

berbentuk “V”

g. Hasil Akhir

Titer Ag 1 : 32 pada mikroplate sumur ke 5

3.6.2 HAEMAGLUTINATION INHIBITION TEST (HI TEST)

a. Definisi

Suatu pengenceran antibodi tertentu dalam suspensi 0,5 cc

yang masih mampu menghambat reaksi aglutinasi secara sempurna.

b. Tujuan

1. Untuk mengetahui tipe virus (identifikasi virus)

2. Untuk mengetahui tipe antibodi terhadap antigen yang homolog

c. Prinsip

1. Ag + Ab (Homolog) → 10’ suhu ruangan (inkubasi) + RBC 0,5%

→ Inkubasi 30’ → Terbentuk cincin

2. Ag + Ab (Non homolog) → 10’ suhu ruangan (inkubasi) + RBC

0,5% → Inkubasi 30’ suhu ruangan →Terbentuk butiran pasir

halus (Aglutinasi)

d. Alat dan Bahan

1. Mikroplate

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

2. Mikrodiluter yang bervolume 0,025 ml

3. Mikrodropper yang bervolume 0,025 ml

4. PZ pH 7,4-7,6

5. RBC 0,5%

6. Ab (kuning telur ayam)

7. Ag 4 unit HA test yaitu :

Hasil titer Ag pada HA test = 1/32

Ag 4 unit = 1/32 x 4 = 1/8

Jadi untuk membuat 10 unit Ag = 1 : 7

= 0,1 Ag +0,9 PZ + 7 PZ

= 0,1 Ag + 7,9 PZ

e. Langkah Kerja

1. Mengisi 0,025 ml PZ dengan mikrodropper dalam satu deret

sumur (12 sumur) pada mikroplate

2. Menambahkan antibody 0,025 ml dengan mikrodiluter pada

sumur 1, campur rata

3. Mengambil dan memindahkan 0,025 ml dengan mikrodiluter dari

sumur 1, lalu masukkan ke dalam sumur 2, kocok rata dan

lakukan pengenceran

4. Menambahkan Ag 4 HA unit pada semua sumur masing-masing

0,025 ml

5. Inkubasi pada suhu kamar selama 10 menit

6. Tambahkan RBC 0,5% pada semua sumur masing-masing 0,025

ml

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

7. Kocok rata dengan menggunakan rotator mesin selama 10 detik

8. Inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit

9. Untuk control PZ, tabung ke 13 → berisi PZ 0,025 ml + RBC

0,5% 0,025 ml

Untuk control Ab, tabung ke 14 → berisi Ab 0,025 ml + RBC 0,5%

0,025 ml

Untuk control Ag, tabung ke 15 → berisi Ag 0,025 ml + RBC 0,5%

0,025 ml

f. Interpretasi Hasil

Jika (Ag-Ab) homolog + RBC 0,5% → Hambatan Aglutinasi positif

→ Terbentuk cincin

Jika (Ag-Ab) non homolog + RBC 0,5% → Hambatan Aglutinasi

negatif

→ Terbentuk butiran pasir halus yang homogen

g. Hasil

Titer Ab : 1/512 pada mikroplate ke 9

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

23

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan :

Berdasarkan Masa Kerja Praktis (MKP) di Pusat Veteriner Farma

(PUSVETMA) Surabaya yang telah kami laksanakan pada tanggal 10-18

Maret 2014, kami dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang :

1. Sejarah dan informasi umum PUSVETMA Surabaya

2. Telur Ayam Bertunas untuk media perbenihan virus

3. Vaksinasi rabies pada mencit dan anjing

4. Tissue Culture (Proses Pembiakan, Penggantian Media, dan Penyimpanan

Sel)

5. HA/HI Tes pada Ayam terhadap Virus New Castle Disease

6. Materi Vaksin dan Vaksinasi, Dasar Imunologi, PCR, Bio Security dan

Bio Safety

4.2 Saran :

Kerja sama antara D3 Analis Medis Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga dengan Instasi Pusat Veteriner Farma (PUSVETMA) Surabaya

diharapkan tetap terjalin dengan baik, sehingga dapat memberikan manfaat

bagi kedua belah pihak.

4.3 Kesan :

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

24

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

1. Semua pengetahuan dan praktikum yang kami lakukan di PUSVETMA

Surabaya memberikan banyak manfaat dan wawasan yang belum pernah

kami dapatkan sebelumnya.

2. Seluruh warga PUSVETMA ramah dalam memberikan bimbingan dan

pelayanan yang baik kepada kami

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

LAMPIRAN

SEL BABY HAMSTER KIDNEY

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

26

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

SEL VERO (KERA HIJAU)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

27

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

PENGAMBILAN DARAH ANJING (VAKSIN RABIES)

BOTOL ROUX (PENAMPUNGAN DARAH ANJING)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

28

LAPORAN MASA KERJA PRAKTIS VIROLOGI PUSAT VETERINER FARMA SURABAYA

KREMATORIUM

HAEMAGLUTINASI INHIBITION TEST

PROGRAM STUDI DIII ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

29