01-gdl-juanggayuh-669-1-karyatu-g.pdf

97
PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSUD SUKOHARJO DI SUSUN OLEH: JUANG GAYUH GEMILANG NIM. P.11032 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014

Transcript of 01-gdl-juanggayuh-669-1-karyatu-g.pdf

  • PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT

    TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN

    KEPERAWATAN NY.S DENGAN CONGESTIVE HEART

    FAILURE (CHF) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

    RSUD SUKOHARJO

    DI SUSUN OLEH:

    JUANG GAYUH GEMILANG

    NIM. P.11032

    PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2014

  • PEMBERIAN POSISI TIDUR SUDUT 45 DERAJAT

    TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN

    KEPERAWATAN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART

    FAILURE (CHF) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

    RSUD SUKOHARJO

    Karya Tulis Ilmiah

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

    Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

    DI SUSUN OLEH:

    JUANG GAYUH GEMILANG

    NIM. P.11032

    PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2014

    i

  • SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertandatangan di bawah ini:

    Nama : Juang Gayuh Gemilang

    NIM : P.11032

    Program Studi : DIII Keperawatan

    Judul Karya Tulis Ilmiah : PEMBERIAN POSISI TIDUR SUDUT 45

    DERAJAT TERHADAP KUALITAS TIDUR

    PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S

    DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE

    (CHF) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

    RSUD. SUKOHARJO.

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

    benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan

    atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pemikiran saya sendiri.

    Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah

    hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

    dengan ketentuan akademik yang berlaku.

    Surakarta, Mei 2014

    Yang Membuat Pernyataan

    JUANG GAYUH GEMILANG

    NIM. P.11032

    ii

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

    Nama : Juang Gayuh Gemilang

    NIM : P.11032

    Program Studi : DIII Keperawatan

    Judul : PEMBERIAN POSISI TIDUR SUDUT 45 DERAJAT

    TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN

    KEPERAWATAN NY.S DENGAN CONGESTIVE

    HEART FAILURE (CHF) DI RUANG INTENSIVE CARE

    UNIT RSUD. SUKOHARJO

    Telah disetujui untuk diujikan diharapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

    Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

    Ditetapkan di : Surakarta

    Hari/ Tanggal : Kamis, 8 Mei 2014

    Pembimbing : S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. ( ........... )

    NIK : 200984041

    iii

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

    Nama : Juang Gayuh Gemilang

    NIM : P.11032

    Program Studi : DIII Keperawatan

    Judul : PEMBERIAN POSISI TIDUR SUDUT 45 DERAJAT

    TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN

    KEPERAWATAN NY.S DENGAN CONGESTIVE

    HEART FAILURE (CHF) DI RUANG INTENSIVE CARE

    UNIT RSUD. SUKOHARJO

    Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

    Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

    Ditetapkan di : Surakarta

    Hari/ Tanggal : Senin, 19 Mei 2014

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing : S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. ( ..... )

    NIK . 200984041

    Penguji I : Atiek Murhayati S.Kep.,Ns.,M.Kep. ( ..... )

    NIK. 200680021

    Penguji II : Amalia Agustin S.Kep.,Ns ( ..... )

    NIK.201289111

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi DIII Keperawatan

    STIKes Kusuma Husada Surakarta

    Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep

    NIK. 200680021

    iv

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

    berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

    Tulis Ilmiah dengan judul PEMBERIAN POSISI TIDUR SUDUT 45 DERAJAT

    TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S

    DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG INTENSIVE

    CARE UNIT RSUD. SUKOHARJO.

    Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

    bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

    penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

    kepada yang terhormat:

    1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII

    Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba

    ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

    2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi

    DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat

    menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

    3. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing

    sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan

    masukkan-masukkan, insprirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta

    memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

    v

  • 4. Atiek Murhayati S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah

    membimbing dengan cermat, memberikan masukkan-masukkan, inspirasi,

    perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

    studi kasus ini.

    5. Amalia Agustin S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing

    dengan cermat, memberikan masukkan-masukkan, inspirasi, perasaan

    nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi

    kasus ini.

    6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

    Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan

    wawasannya serta ilmu bermanfaat.

    7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan

    semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

    8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes

    Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan

    satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

    Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

    keperawatan dan kesehatan. Amin.

    Surakarta, April 2014

    Penulis

    vi

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

    PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ............................................ ii

    LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... . iii

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... . iv

    KATA PENGANTAR ............................................................................ . v

    DAFTAR ISI ........................................................................................... . vi

    DAFTAR TABEL ................................................................................... . vii

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................. . viii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... . ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang............................................................... . 1

    B. Tujuan Penulisan ........................................................... 6

    C. Manfaat Penulisan ......................................................... 7

    BAB II TINJAUAN TEORI

    A. Congestive Heart Failure (CHF) ................................... 9

    B. Asuhan Keperawatan ..................................................... 21

    C. Posisi fowler sudut 45 derajat........................................ 36

    D. Kualitas tidur ................................................................. 38

    vii

  • E. Hubungan pemberian posisi tidur sudut 45 derajat terhadap

    kualitas tidur .................................................................... 38

    BAB III LAPORAN KASUS

    A. Identitas Klien ............................................................. 40

    B. Pengkajian .................................................................... 40

    C. Perumusan Masalah Keperawatan ............................... 48

    D. Perencanaan Keperawatan ........................................... 49

    E. Implementasi Keperawatan .......................................... 53

    F. Evaluasi Keperawatan .................................................. 55

    BAB IV PEMBAHASAN

    A. Pembahasan .................................................................. 59

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan ................................................................... 78

    B. Saran ............................................................................. 83

    Daftar Pustaka

    Lampiran

    Daftar Riwayat Hidup

    viii

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

    Lampiran 2 : Jurnal Aplikatif dan Pendukung

    Lampiran 3 : Log Book Kegiatan Harian

    Lampiran 4 : Lembar Pendelegasian Pasien

    Lampiran 5 : Asuhan Keperawatan

    ix

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular masih

    menduduki peringkat yang tinggi. Menurut data WHO dilaporkan bahwa

    sekitar 3000 penduduk Amerika menderita Congestive Heart Failure

    (CHF). Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada 1,5% sampai 2%

    orang dewasa di Amerika Serikat menderita Congestive Heart Failure

    (CHF) terjadi 700.000 perawatan dirumah sakit per-tahun (Brashers,

    Valentina, 2008).

    Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif

    adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh

    jaringan dan keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak

    mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan

    (Ardiansyah, M, 2012).

    Menurut Dipiro (2008), dalam jurnal Melanie (2014) gagal jantung

    juga merupakan sindrom dengan gejala unik yang terkadang kurang

    disadari oleh penderita dan sering menyebabkan ketidakmampuan dan

    penurunan kualitas jantung penderitanya dan juga merupakan masalah

    epidemik kesehatan masyarakat dan merupakan penyakit nomor satu yang

    memicu terjadinya kematian.

    1

  • 2

    Penyebab Congestive Heart Failure (CHF) pada lansia adalah

    peningkatan kolagen miokard akibat proses penuaan (Ardiansyah, M,

    2012). Menurut Israel (2008), dalam jurnal Melanie (2014) hasil studi

    literatur menunjukan bahwa usia memegang peranan terjadinya gagal

    jantung, hal ini dikarenakan pada usia tua fungsi jantung mengalami

    penurunan. Salah satu penyebab terjadinya gagal jantung yang terjadi pada

    usia tua adalah karena hipertensi. Akibatnya akan timbul gejala gagal

    jantung kongestif atau jantung tidak mampu memompa darah sesuai

    kebutuhan tubuh. Gagal jantung kongestif lebih sering terjadi pada rentang

    umur 60 sampai 90 tahun.

    Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan

    akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik.

    Manifestasi klinis dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal

    jantung akut dan kronik yang meliputi : anoreksia, asites, nokturia,

    intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi, penurunan urine

    output dan Congestive Heart Failure (CHF) ini dapat menjadi kronik

    apabila disertai penyakit-penyakit lain, seperti: hipertensi, penyakit katup

    jantung, kardiomiopati, dan lain-lain (Ardiansyah, M, 2012).

    Tanda dan gejala yang penting dan sering terjadi dari gagal jantung

    yaitu sesak napas, batuk, mudah lelah, kelisahan yang diakibatkan

    gangguan gangguan oksigenasi, disfungsi ventrikel atau gagal jantung

    kanan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama definisi gagal

    adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua penekanan arti

  • 3

    gagal di tujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan

    (Ardiansyah, M, 2012).

    Gangguan kebutuhan dasar pada pasien Congestive Heart Failure

    (CHF) akan menimbulkan masalah keperawatan, salah satunya adalah

    gangguan kebutuhan istirahat atau gangguan pola tidur berhubungan

    dengan nocturia (banyak kencing) atau perubahan posisi tidur yang

    menyebabkan sesak napas (Bare, 2002). Tindakan yang tepat dapat

    mengatasi gangguan tidur pada pasien Congestive Heart Failure (CHF)

    gagal jantung karena sesak napas saat berbaring adalah dengan

    mempertahankan tirah baring dengan memberi posisi tidur 45 derajat dan

    hal ini sesuai dengan hasil analisis hubungan antara posisi tidur dengan

    kualitas tidur diperoleh hasil bahwa sudut posisi tidur 45 derajat kualitas

    tidurnya jauh lebih optimal daripada sudut posisi tidur 30 derajat (Melanie,

    2014). Kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang

    mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur,

    kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan

    medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi

    hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata

    lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup

    sehat semua orang (Bare, 2002).

    Menurut Wartono (2006) menjelaskan gangguan pola tidur

    merupakan keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami

    suatu perubahan dalam kuantitas dan kualitas polaa istirahatnya yang

  • 4

    menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang

    diinginkan. Faktor yang berhubungan gangguan pola tidur diantara lain :

    sering terbangun karena kerusakan transport oksigen, angina,

    arteriosklerosis, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi karena

    kerusakan eliminasi usus dan urine, diare, konstipasi, retensi urine, disuria,

    nyeri, terapi obat, ansietas.

    Menurut Alimul (2006) menjelaskan istirahat merupakan keadaan

    rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak

    beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Tidur

    merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relatif tenang disertai

    peningkatan ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus dari luar.

    Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan terjaga

    (bangun), dan mudah dibangunkan, namun pendapat lain menyebutkan

    bahwa tidur merupakan suatu keadaan istirahat yang terjadi didalam waktu

    tertentu, berkurangnya kesadaran membantu memperbaiki sistem tubuh

    dan memulihkan energi.

    Menurut Dochterman dan Bulechek (2002), dalam jurnal Melanie

    (2014) positioning adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk

    memberikan posisi tubuh dalam meningkatkan kesejahteraan atau

    kenyamanan fisik dan psikologis. Aktivitas intervensi keperawatan yang

    dilakukan untuk pasien gagal jantung diantaranya menempatkan tempat

    tidur yang terapeutik, mendorong pasien meliputi perubahan posisi,

    memonitor status oksigen sebelum dan sesudah perubahan posisi,

  • 5

    tempatkan dalam posisi terapeutik, posisikan pasien dalam kondisi body

    alignment, posisikan untuk mengurangi dyspnea seperti posisi semi fowler,

    tinggikan 20 derajat atau lebih diatas jantung untuk memperbaiki aliran

    darah.

    Menurut Doenges (2002) dan Talwar (2008), dalam jurnal Melanie

    (2014) tujuan dari tindakan memberikan posisi tidur adalah untuk

    menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang

    maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan pertukaran gas yang

    berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveous. Memperoleh

    kualitas tidur terbaik adalah penting untuk peningkatkan kesehatan yang

    baik dan pemulihan pasien yang sakit.

    Menurut Israel (2008), dalam jurnal Melanie (2014) Posisi tidur

    pasien mempengaruhi keadaan curah jantung pasien gagal jantung bahwa

    posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur kurang lebih 45 derajat

    akan mempertahankan curah jantung sehingga sesak nafas berkurang yang

    pada akhirnya akan mengoptimalkan kualitas tidur pasien.

    Mengatur pasien dalam posisi tidur dengan sudut 45 derajat akan

    membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi

    paru-paru maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang

    berhubungan dengan perubahan membran alveolus. Dengan sudut posisi

    tidur 45 derajat, sesak nafas berkurang dan sekaligus akan meningkatkan

    durasi dan kualitas tidur pasien. Pengaturan posisi tidur dengan

    meninggikan punggung bahu dan kepala memungkinkan rongga dada

  • 6

    dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat.

    Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses

    respirasi kembali normal. Perubahan posisi berbaring dengan berbagai

    ukuran sudut tidak berpengaruh besar terhadap perubahan tanda vital

    (tekan darah, nadi, dan respirasi) hanya saja sudut posisi tidur 45 derajat

    dapat menghasilkan kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan

    posisi tidur dengan sudut 30 derajat (Melanie, 2014).

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

    mengaplikasikan hasil riset tentang posisi tidur tersebut dalam pengelolaan

    kasus yang dituangkan dalam karya tulis ilmiah dengan judul Pemberian

    Sudut Posisi Tidur 45 Derajat terhadap Kualitas Tidur pada Asuhan

    keperawatan Ny.S dengan Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang

    Intensif Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo.

    B. Tujuan Penulisan

    1. Tujuan Umum

    Melaporkan hasil pemberian sudut posisi tidur 45 derajat

    terhadap kualitas tidur pada asuhan keperawatan Ny.S dengan

    Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang Intensif Care Unit Rumah

    Sakit Umum Daerah Sukoharjo.

  • 7

    2. Tujuan Khusus

    a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien

    dengan gangguan sistem kardiovaskuler: Congestive Heart Failure.

    b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

    dengan gangguan sistem kardiovaskuler: Congestive Heart Failure.

    c. Penulis mampu membuat rencana keperawatan pada pasien dengan

    gangguan sistem kardiovaskuler: Congestive Heart Failure.

    d. Penulis mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien

    dengan gangguan sistem kardiovaskuler: Congestive Heart Failure.

    e. Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah

    dilakukan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler:

    Congestive Heart Failure.

    f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian sudut posisi tidur 45

    derajat terhadap kualitas tidur pada asuhan keperawatan Ny. S

    dengan Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang Intensif Care

    Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo.

    C. Manfaat Penulisan

    1. Bagi penulis

    Bahan dan masukkan dalam melaksanakan asuhan keperawatan

    secara langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan, dan

    sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis. Memperoleh dan memperluas

  • 8

    wawasan untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan tindakan

    pemberian sudut posisi tidur 45 derajat terhadap kualitas tidur pada

    pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF).

    2. Bagi pendidikan

    Memberikan kontribusi laporan kasus sebagai bentuk laporan

    aplikasi hasil riset, khususnya pada pasien dengan Congestive Heart

    Failure (CHF), sehingga dapat digunakan sebagai sumber bagi praktek

    mahasiswa keperawatan.

    3. Bagi Profesi Keperawatan

    Memberikan kontribusi laporan kasus sebagai bentuk laporan

    aplikasi hasil riset tentang tindakan pemberian sudut posisi tidur 45

    derajat terhadap kualitas tidur pada pasien dengan Congestive Heart

    Failure (CHF) yang akan bermanfaat bagi pemecahan masalah dalam

    profesi keperawatan.

    4. Bagi Rumah Sakit

    Bahan masukkan bagi rumah sakit tentang tindakan pemberian

    sudut posisi tidur 45 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien dengan

    Congestive Heart Failure (CHF), sehingga rumah sakit dapat

    menambahkan dan membuat SOP tentang tindakan keperawatan

    terhadap peningkatan kualitas tidur pada pasien Congestive Heart

    Failure (CHF) dengan pengaturan sudut posisi tidur 45 derajat.

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Congestive Heart Failure (CHF)

    1. Pengertian

    Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana

    jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi

    kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat

    (Udjianti, 2010).

    Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu kondisi

    patofisiologis dicirikan oleh adanya bendungan (kongesti) diparu atau

    sirkulasi sistemik yang disebabkan karena jantung tidak mampu

    memompa darah yang beroksigen secara cukup untuk memenuhi

    kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra, 2008)

    Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan patofisiologis

    yaitu jantung tidak stabil untuk menghasilkan curah jantung yang

    adekuat sehingga perfusi jaringan tidak adekuat, dan/atau peningkatan

    tekanan pengisian diastolik pada ventrikel kiri, sehingga tekanan kapiler

    paru meningkat. Congestive Heart Failure (CHF) merujuk pada

    disfungsi primer ventrikel kiri (LV), bisa sistolik, diastolik, atau

    keduanya. Disfungsi primer pada ventrikel kanan paling sering

    9

  • 10

    berhubungan dengan penyakit paru dan tidak dianggap sebagai gagal

    jantung kongestif (Brashers, 2007).

    Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan

    gagal jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka

    panjang dapat diikuti gagal jantung kiri. Bila mana kedua jantung

    tersebut terjadi pada saat yang sama maka keadaan ini disebut gagal

    jantung kongestif. Secara klinis hal ini tampak sebagai suatu keadaan

    dimana penderita sesak nafas disertai gejala-gejala bendungan cairan di

    vena jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites dan edema perifer.

    Gagal jantung kongestif biasanya dimulai lebih dulu oleh jantung kiri

    dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan (Sitompul dan Sugeng,

    2004).

    2. Etiologi

    Etiologi terjadinya gagal jantung antara lain (Ardiansyah, M, 2012) :

    a. Kelainan otot jantung

    Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan

    otot jantung, yang berdampak pada menurunnya kontraktilitas

    jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan funsi otot

    mencangkup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit

    otot degeneratif atau inflamasi.

    b. Aterosklerosis koroner

    Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena

    terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan

  • 11

    asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium

    biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

    c. Hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal

    Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja

    jantung dan pada gilira nnya juga turut mengakibatkan hipertrofi

    serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai

    mekanisme kompensasi, karena akan meningkatkan kontraktilitas

    jantung.

    d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

    Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung

    karena kondisi ini secara langsung dapat merusak serabut jantung

    dan menyebabkan kontraktilitas menurun.

    e. Penyakit jantung yang lain

    Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung

    yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi organ

    jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencangkup gangguan

    aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup semiluner)

    serta ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya

    tamponade perikardium, perikarditas, konstriktif, atau stenosis katup

    siensi katup AV)

    3. Tanda dan Gejala

    a. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang

    mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat

  • 12

    istirahat ataupun beraktivitas (gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas

    gerak yang minimal atau sedang)

    b. Ortopnea, yakni kesulitan bernapas saat penderita berbaring.

    c. Paroximal, yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi

    setelah pasien pasien duduk lama dengan posisi kaki dan tangan

    dibawah atau setelah pergi berbaring ke tempat tidur.

    d. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak/

    lender (sputum) berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai

    darah dalam jumlah banyak.

    e. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang

    kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen

    yang normal, disamping menurunnya pembuangan sisa hasil

    katabolisme.

    f. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat

    munculnya rasa sesak saat bernapas, dan karena pasien mengetahui

    bahwa jantungnya tidak berfungsi dengan baik.

    g. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda

    dan gejala berikut :

    1) Edema ekstermitas bawah atau edema dependen;

    2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan abtas

    abdomen;

    3) Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan

    status vena didalam rongga abdomen;

  • 13

    4) Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi

    renal dan didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring;

    serta

    5) Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung,

    gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme

    yang tidak adekuat dari jaringan (Ardiansyah. M, 2012).

    4. Klasifikasi

    a. Gagal jantung akut-kronik

    1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan

    penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan.

    Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.

    2) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan

    penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal

    jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel

    sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi

    dan hipertrofi.

    b. Gagal jantung kanan-kiri

    1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal jantung untuk

    memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti

    pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral.

    2) Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo

    akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga

  • 14

    cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik dikaki,

    asites, hepatomegali, efusi pleura, dan lain-lain.

    c. Gagal jantung sistolik-diastolik

    1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri

    sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya

    kardiak outout menurun dan ventrikel hipertrofi.

    2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian

    darah akibatnya stroke volume cardiac output turun (Kasron,

    2012).

    5. Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat

    bergantung pada etiologinya. Namun, manifestasi tersebut dapat

    digambarkan sebagai berikut:

    a. Meningkatnya volume intraveskuler.

    b. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.

    c. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga

    cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang di manifestasikan

    dengan batuk dan nafas pendek.

    d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan

    sistematik.

    e. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan

    organ.

  • 15

    f. Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya

    pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan

    sekresi aldosteron, retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan

    volume intravaskuler.

    g. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misal

    disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri (Ardiansyah, M, 2012)

    6. Patofisiologi

    Kekuatan jantung untuk merespon stres tidak mencukupi dalam

    memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk me

    lakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadilah yang

    namanya gagal jantung. Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa

    dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami

    payah dan kegagalan respons fisiologis tertentu pada penurunan curah

    jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh

    untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.

    Sebagai respons terhadap gagal jantung jantung, ada tiga

    mekanisme respons primer, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik

    simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon, dan

    hipertrofi ventrikel. Ketiga respons ini mencerminkan usaha untuk

    mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin

    memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau

    hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal (Ardiansyah,

    M, 2012).

  • 16

    7. Mekanisme Kompensasi

    Menurut Kasron (2012) Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi

    untuk mengatasi gagal jantung :

    Mekanisme respons darurat yang pertama berlaku untuk jangka

    pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi fight-or-flight.

    Reaksi ini terjadi sebagai akibat dari pelepasan adrenalin (epinefrin) dan

    norodrenalin (norepinefrin) dari kelenjar adrenal kedalam aliran darah;

    noradrenalin juga dilepaskan dari saraf. Adrenalin dan noradrenalin adalah

    system pertahanan tubuh yang pertama muncul setiap kali terjadi stres

    mendadak. Pada gagal jantung, adrenalin dan noradrenalin menyebabkan

    jantung bekerja lebih keras, untuk membantu meningkatkan curah jantung

    dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai derajat tertentu. Curah

    jantung bisa kembali normal, tetapi biasanya disertai dengan

    meningkatnya denyut jantung dan bertambah kuatnya denyut jantung.

    Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan

    peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respons seperti ini sangat

    menguntungkan. Tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respons ini

    bisa menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap system

    kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan. Lama-lama

    peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunnya fungsi jantung.

    Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahanan garam (natrium)

    oleh ginjal. Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh

    secara bersamaan menahan air. Penambahan air ini menyebabkan

  • 17

    bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya

    memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari penimbunan cairan ini

    adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya volume darah. Otot

    yang teregang berkontraksi lebih kuat. Hal ini merupakan mekanisme

    jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal jantung.

    Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan akan

    dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul diberbagai bagian tubuh,

    menyebabkan pembengkakan (edema). Lokasi penimbunan cairan ini

    tergantung kepada banyaknya cairan didalam tubuh dan pengaruh gaya

    gravitasi. Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul ditungkai dan kaki

    jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul dipunggung atau perut.

    Sering terjadi penambahan berat badan sebagai akibat dari penimbunan air

    dan garam.

    Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung

    (hipertrofi). Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang

    lebih besar, tetapi pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan

    menyebabkan semakin memburuknya gagal jantung.

    8. Pemeriksaan Diagnostik

    Menurut Kasron (2012) pemeriksaan penunjang atau diagnostik meliputi :

    a. EKG

    Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikel, infark, penyimpanan aksis,

    iskemia, dan kerusakan pola.

    b. Tes Laboraturium Darah

  • 18

    Enzyim hepar : meningkat dalam gagal jantung/

    kongesti

    Elektrolit : kemungkinan berubah karena

    perpindahan cairan, penurunan fungsi

    ginjal.

    Oksimetri nadi : kemungkinan situasi oksigen rendah.

    AGD (Analisa Gas Darah) : gagal ventrikel kiri ditandai dengan

    alkalosis respiratorik ringan atau

    hipoksia dengan peningkatan PCO2

    Albumin : mungkin menurun sebagai akibat

    penurunan masukan protein.

    c. Radiologis

    Senogram Ekokardiografi, dapat menunjukkan pembesaran balik

    perubahan dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas

    ventrikel.

    d. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan

    dinding.

    e. Rontgen dada : menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan

    mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam

    pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.

    9. Komplikasi

    Menurut Kasron (2012) komplikasi Congestive Heart Failure

    (CHF) sebagai berikut :

  • 19

    a. Syok kardiogenik

    b. Episode tromboli karena pembentukan bekuan vena karena statis darah.

    c. Efusi dan tamponade perikardium

    d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis

    10. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF), meliputi (Kasron,

    2012):

    a. Non Farmakologis

    1) Congestive Heart Failure (CHF) Kronik

    a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan

    menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau

    pembatasan aktivitas.

    b) Diet pembatasan natrium (< 4 gr/ hari) untuk menurunkan

    edema

    c) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs

    karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air

    dan natrium.

    d) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/ hari)

    e) Olahraga secara teratur

    2) Congestive Heart Failure (CHF) Akut

    a) Oksigenasi (ventilasi mekanik)

    b) Pembatasan cairan (< 1,5 liter/ hari)

    b. Farmakologis

  • 20

    Tujuan : untuk mengurasi afterload dan preload

    1) First line drugs : diuretic

    Tujuan : mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan

    mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi

    diastolic.

    Obatnya : thiazide diuretics untuk Congestive Heart Failure

    (CHF) sedang, loop diuretic, matolazon (kombinasi

    dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran

    cairan), kalium-sparing diuretic.

    2) Second line drugs ; ACE inhibitor

    Tujuan : membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja

    jantung. Obatnya adalah :

    a) Digoxin : meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan

    untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan

    ventrikel untuk relaksasi

    b) Hidralazin : menurunkan afterload pada fungsi sistolik.

    c) Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk

    disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

    d) Calsium channel blocker : untuk kegagalan diastolik,

    meningkatkan relaksasi dan pengisian ventrikel (jangan dipakai

    pada gagal jantung kronik).

    e) Beta blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan

    respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolik untuk

  • 21

    mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan

    tekanan darah, hipertrofi ventrikel kiri.

    B. Asuhan Keperawatan

    Asuhan keperawatan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF)

    menurut Brunner & Suddart (2002) :

    1. Pengkajian

    Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibatkan

    ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi

    kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal

    dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlanjut. GJK

    selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

    a. Aktivitas/istirahat

    1) Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

    insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat

    istirahat.

    2) Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya : letargi,

    tanda vital berubah pada aktivitas.

    b. Sirkulasi

    1) Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,

    penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok

    septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

    2) Tanda :

  • 22

    a) TD : mungkin rendah (gagal pemompaan).

    b) Tekanan Nadi : mungkin sempit.

    c) Irama Jantung : Disritmia.

    d) Frekuensi jantung : Takikardia.

    e) Nadi apical : PMI mungkin menyebar dan merubah posisi

    secara inferior ke kiri.

    f) Bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

    terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

    g) Murmur sistolik dan diastolic.

    h) Warna : kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

    i) Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler

    lambat.

    j) Hepar : pembesaran/dapat teraba.

    k) Bunyi napas : krekels, ronkhi.

    l) Edema : mungkin dependen, umum atau pitting khususnya

    pada ekstremitas.

    c. Integritas ego

    1) Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan

    dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya

    perawatan medis)

    2) Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas,

    marah, ketakutan dan mudah tersinggung.

    d. Eliminasi

  • 23

    1) Gejala : Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih

    malam hari (nokturia), diare/konstipasi.

    e. Makanan/cairan

    1) Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan

    berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,

    pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang

    telah diproses dan penggunaan diuretik.

    2) Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen

    (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).

    f. Higiene

    1) Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas

    perawatan diri.

    2) Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

    g. Neurosensori

    1) Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

    2) Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan

    mudah tersinggung.

    h. Nyeri/Kenyamanan

    1) Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen

    kanan atas dan sakit pada otot.

    2) Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit dan perilaku

    melindungi diri.

    i. Pernapasan

  • 24

    1) Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan

    beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,

    riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

    2) Tanda :

    a) Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori

    pernapasan.

    b) Batuk : kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus

    menerus dengan/tanpa pembentukan sputum.

    c) Sputum : mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih

    (edema pulmonal)

    d) Bunyi napas : mungkin tidak terdengar.

    e) Fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

    f) Warna kulit : pucat dan sianosis.

    j. Keamanan

    1) Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan

    kekuatan/tonus otot, kulit lecet.

    k. Interaksi sosial

    1) Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang

    biasa dilakukan.

    l. Pembelajaran/pengajaran

    1) Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung,

    misalnya : penyekat saluran kalsium.

    2) Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan

  • 25

    (Doenges, 2000).

    2. Diagnosa Keperawatan

    a. Aktual/resiko tinggi pola nafas tidak efektif yang berhubungan

    dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan diparu

    sekunder pada edema paru akut.

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

    diharapkan tidak terjadi perubahan pola nafas.

    Kriteria : pasien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20

    x/ menit, respons batuk berkurang.

    Intervensi:

    1) Auskultasi bunyi nafas

    2) Kaji adanya edema

    3) Ukur intake dan output

    4) Timbang berat badan

    5) Pertahankan pemasukan total cairan 2.000 ml/ 24 jam dalam

    toleransi kardiovaskuler.

    6) Kolaborasi:

    a) Diet tanpa garam

    b) Berikan diuretik, contoh : furosemide, sprinolaton, dan

    hidronolakton.

    c) Pantau data laboraturium, elektrolit, kalium.

    Rasional :

    1) Indikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.

  • 26

    2) Curiga gagal kongesti/kelebihan volume cairan.

    3) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi

    ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan pengeluaran urine.

    4) Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan

    keseimbangan cairan.

    5) Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi

    memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.

    6) Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume

    plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja

    jantung dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat.

    7) Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan

    menurunkan retensi cairan dijaringan, sehingga menurunkan

    resiko terjadinya edema paru.

    8) Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

    b. Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan

    dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi,

    irama, konduksi elektrikal.

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

    3x24 jam diharapkan penurunan curah jantung

    dapat teratasi dan tanda vital dalam batas normal,

    dan bebas dari gejala gagal jantung, output urine

    adekuat.

    Kriteria hasil : pasien akan melaporkan penurunan episode

  • 27

    dispnea, berperan dalam aktivitas yang dapat

    mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah

    dalam batas normal, tidak terjadi aritmia, denyut

    jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari

    tiga detik, produksi urine >30 ml/ jam.

    Intervensi :

    1) Kaji dan lapor tanda penurunan curah jantung

    2) Periksa keadaan klien dengan mengauskultasi nadi apikal : kaji

    frekuensi, irama jantung (dokumentasi disritmia, bila tersedia

    telemetri)

    3) Catat bunyi jantung

    4) Atur posisi tirah baring yang ideal, kepala tempat tidur harus

    dinaikan 20 sampai 30 cm atau klien didudukkan dikursi.

    5) Kolaborasi untuk pemberian obat.

    Rasional :

    1) Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang

    lebih dari 24 jam pertama.

    2) Biasanya terjadi takikardi meskipun pada saat istirahat untuk

    mengompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel, KAP, PAT,

    MAT, PVC, dan AF disritmia umum berkenan dengan GJK

    meskipun lainnya juga terjadi.

    3) S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa,

    irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah

  • 28

    yang mengalir dalam serambi yang mengalami distensi, murmur

    dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.

    4) Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring untuk

    mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah

    yang kembali ke jantung, yang dapat mengurangi kongesti paru.

    5) Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume

    sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan

    kongesti.

    c. Aktual/resiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan

    dengan perembesan cairan kongesti paru sekunder, perubahan

    membran kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial.

    Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam

    diharapkan tidak ada keluhan sesak nafas atau

    terdapat penurunan respons sesak nafas

    Kriteria hasil : secara subyektif klien menyatakan penurunan sesak

    nafas secara objektif didapatkan TTV dalam batas

    normal, tidak ada penggunaan otot bantu nafas,

    analisis gas darah dalam batas normal.

    Intervensi :

    1) Berikan tambahan O2 5 lpm/menit

    2) Pantau saturasi (oksimetri) Ph, BE, HCO3 (dengan BGA).

    3) Koreksi keseimbangan asam basa

    4) Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam.

  • 29

    5) Kolaborasi :

    a) RL 500 cc/24 jam

    b) Digoksin 1-0-0

    c) Furosemide 2-1-0

    Rasional :

    1) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran

    gas.

    2) Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai

    dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas.

    3) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.

    4) Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas

    sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.

    5) Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat

    mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan

    pertukaran gas.

    6) Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan

    menghambat ADH.

    d. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan

    antara suplai oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dan

    penurunan curah jantung.

    Tujuan : setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam

    diharapkan aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan

    meningkatnya kemampuan beraktivitas.

  • 30

    Kriteria hasil : klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa

    gejala-gejala yang berat terutama mobilitas ditempat

    tidur.

    Intervensi :

    1) Catat frekuensi jantung : irama, perubahan TD selama dan

    sesudah beraktivitas.

    2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas

    senggang yang tidak berat.

    3) Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan

    abdomen. Misal : mengejan saat defekasi.

    4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh

    : bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri lakukan ambulasi,

    kemudian istirahat selama 1 jam setelah makan.

    5) Pertahankan klien pada posisi tirah baring sementara sakit akut.

    6) Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.

    7) Pertahankan penambahan O2 sesuai kebutuhan.

    Rasional :

    1) Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya

    penurunan oksigen miokard

    2) Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen

    3) Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan

    curah jantung dan takikardi, serta peningkatan TD.

    4) Aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan

  • 31

    regangan, dan mencegah aktivitas berlebihan.

    5) Untuk mengurangi beban jantung

    6) Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh, dan

    jangan terlalu memaksa kerja jantung

    7) Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan

    e. Perubahan gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan

    lingkungan, proses penyakit.

    Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam

    diharapkan gangguan pola tidur pasien kembali

    optimal dengan kuantitas dan kualitas tidur yang

    baik.

    Kriteria hasil : klien tidak terbangun, kuantitas dan kualitas tidur

    pasien tercukupi dengan keterangan jumlah jam

    tidur meningkat 7-8 jam, perasaan segar nyaman

    setelah bangun tidur, gangguan tidur tidak ada.

    Intervensi :

    1) Batasi Masukan makanan / minuman yang mengandung kafein

    2) Dukung melanjutkan kebiasaan ritual sebelum tidur

    3) Berikan posisi tidur yang membuat klien nyaman

    4) Atur pencahayaan

    5) Batasi pengunjung pada malam hari .

    Rasional :

    1) Kafein dapat memperlambat pasien untuk tidur dan

  • 32

    mempengarahui tidur pasien

    2) Meningkatkan reaksasi dan kesiapan untuk tidur

    3) Meningkatkan kualitas tidur pasien saat tidur

    4) Agar membantu klien untuk memudahkan tidur klien dengan

    cepat.

    5) Jumlah pengunjung yang datang pada malam hari akan

    mengganggu tidur konsentrasi pasien saat tidur

    f. Aktual/resiko kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan

    kelebihan cairan sistemik, perembesan cairan interstisial disistemik

    sebagai dampak sekunder dari penurunan curah jantung, gagal

    jantung.

    Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam

    diharapkan tidak terjadi kelebihan volume cairan

    sistemik

    Kriteria hasil : klien tidak sesak nafas, edema ekstermitas

    berkurang pitting edema (-), produksi urine > 600

    ml/hr.

    Intervensi :

    1) Kaji adanya edema ekstermitas

    2) Kaji tekanan darah

    3) Timbang berat badan

    4) Beri posisi yang membantu drainase ektermitas, lakukan latihan

    gerak pasif

  • 33

    5) Kolaborasi :

    a) Berikan diet garam

    b) Berikan diuretic, contoh : furosemide, sprinolakton,

    hidronolakton.

    c) Pantau data laboratorium elektrolit kalium.

    Rasional :

    1) Curiga gagal kongesti/ kelebihan volume cairan

    2) Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah

    cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja

    jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.

    3) Perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan

    keseimbangan cairan.

    4) Meningkatkan various return dan mendorong berkurangnya

    edema perifer.

    5) Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume

    plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja

    jantung dan akan membuat kebutuhan miokardium maningkat.

    6) Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan

    menurunkan retensi cairan dijaringan sehingga menurunkan

    resiko terjadinya edema paru.

    7) Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

    g. Resiko kekambuhan/ketidakpatuhan program perawatan diri yang

    berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang program

  • 34

    pengobatan, aturan penanganan, dan kontrol proses penyakit.

    Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam

    diharapkan tidak terjadinya peningkatan tekanan

    darah dan terpenuhinya pengetahuan tentang

    program pengobatan dan kontrol penyakit.

    Kriteria hasil : klien mampu dalam menjelaskan faktor-faktor

    yang meningkatkan tekanan darah.

    Intervensi :

    1) Diskusikan dengan klien mengenai tekanan darah normal

    2) Diskusikan farmakokinetik dan farmakodinamik obat-obatan

    hipertensi yang dimiliki klien.

    3) Jelaskan mengenai manfaat diet rendah garam, rendah lemak,

    dan cara mempertahankan berat yang ideal.

    4) Diskusikan dengan klien mengenai jenis makanan rendah garam

    dan rendah lemak.

    5) Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai faktor-faktor yang

    dapat meningkatkan resiko kambuh seperti rokok, konsumsi

    garam yang berlebihan, stres.

    6) Berikan dukungan pada klien dan keluarga tentang pentingnya

    program pemeliharaan tekanan darah.

    7) Jelaskan kepada klien bila berat badan meningkat, edema

    ekstermitas agar segera memeriksakan diri.

    8) Menyarankan kepada keluarga agar memanfaatkan sarana

  • 35

    kesehatan dimasyarakat.

    9) Setelah meminum obat antihipertensi maka pantau tanda vital

    terutama tekanan darah dan denyut nadi.

    Rasional :

    1) Diharapkan dapat mempermudah menerangkan penyakitnya.

    2) Pemahaman yang baik tentang fungsi setiap obat dapat

    membantu proses interaksi obat-obatan yang diminum.

    3) Rendah garam untuk mengurangi retensi cairan, rendah lemak

    untuk mengurangi kolesterol, dan berat badan ideal untuk

    mengurangi badan krja jantung.

    4) Diharapkan agar klien dapat mengurangi konsumsi makanan

    tersebut untuk mengurangi resiko kambuh.

    5) Agar klien dapat menghindari faktor-faktor yang meningkatkan

    resiko kambuh dan keluarga memberikan lingkungan yang

    mendukung penyembuhan.

    6) Dukungan yang baik akan meningkatkan kemauan klien dan

    keluarga untuk mendukung pemeliharaan tekanan darah.

    7) Berat badan meningkat, merupakan indikasi yang

    memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan darah kembali.

    8) Untuk memnudahkan klien dalam memonitor status

    kesehatannya.

    9) Efektivitas terapi obat ditentukan dengan terpeliharanya tekanan

    darah dan denyut nadi yang diinginkan (Muttaqin, A, 2009).

  • 36

    C. Posisi Fowler Sudut 45 Derajat

    1. Pengertian

    Posisi fowler merupakan posisi tempat tidur dengan menaikkan kepala

    dan dada setinggi 450-90

    0 tanpa fleksi lutut.

    2. Tujuan

    a. Membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan dan

    kardiovaskuler.

    b. Melakukan aktivitas tertentu (makan, membaca, menonton televisi).

    3. Persiapan alat

    a. Tempat tidur

    b. Bantal kecil

    c. Gulungan handuk

    d. Footboard (bantalan kaki)

    e. Sarung bantal (jika diperlukan)

    4. Prosedur pelaksanaan

    a. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan jika diperlukan.

    Menurunkan transmisi mikroorganisme.

    b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan.

    Mencegah klien melorot kebawah saat kepala dinaikkan.

    c. Naikkan kepala tempat tidur 450-90

    0 sesuai kebutuhan. Fowler

    rendah atau semi fowler (150-45

    0), fowler tinggi 90

    0

    d. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal, jika ada

    celah disana. Bantal akan menyangga kurva lumbal dan mencegah

  • 37

    terjadinya fleksi lumbal.

    e. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangga

    kurva servikal dari kolumna vertebra. Sebagai alternative, kepala

    kien dapat diletakkan di atas kasur tanpa bantal. Terlalu banyak

    bantal dibawah kepala akan mengakibatkan fleksi kontraktur dari

    leher.

    f. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit.

    Memberikan landasan yang lebar, lembut dan fleksibel; mencegah

    ketidaknyamanan akibat adanya hiperrekstensi lutut dan tekanan

    pada tumit.

    g. Pastikan tidak terdapat tekanan pada area popliteal dan lutut dalam

    keadaan fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan

    dan dinding vena. Fleksi lutut membantu kien untuk tidak melorot

    kebawah.

    h. Letakkan trochanter roll (gulungan handuk) disampung masing-

    masing paha. Mencegah eksternal dari pinggul.

    i. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan bantalan kaki.

    Mencegah fleksi plantar.

    j. Letakkan bantal untuk menompang kedua lengan dan tangan, jika

    klien memiliki kelemahan pada kedua tangan tersebut.

    k. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

    l. Dokumentasikan tindakan (Kusyati, dkk, 2006).

  • 38

    D. Kualitas tidur

    Menurut Rahayu (2009), dalam jurnal Melanie (2014) menyatakan

    kualitas tidur merupakan aspek penting dari tidur yang meliputi lama

    tertidur, waktu bangun dan kenyenyakkan dalam tidur. Pasien yang sakit

    sering kali membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat daripada pasien

    yang sehat. Sifat alamiah dari penyakit akan mengurangi pasien

    mendapatkan istirahat dan tidur yang cukup. Kualitas tidur yang buruk

    pada pasien dengan gangguan penyakit jantung dapat disebabkan oleh

    dyspnea, disritmia, dan batuk.

    E. Hubungan pemberian posisi tidur sudut 45 derajat terhadap kualitas

    tidur

    Menurut Juli (2004), dalam jurnal Melanie (2014) bahwa sudut

    posisi tidur pasien mempengaruhi keadaan curah jantung pasien gagal

    jantung. Hasil ini menyebutkan bahwa posisi kepala dielevasikan dengan

    tempat tidur kurang lebih 45 derajat akan mempertahankan curah jantung

    sehingga sesak nafas berkurang yang pada akhirnya akan mengoptimalkan

    kualitas tidur pasien.

    Sedangkan menurut Doengoes (1999), dalam jurnal Melanie,

    (2014) mengatakan mengantur pasien dalam sudut posisi tidur 45 derajat

    akan lebih membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan

    ekspansi paru-paru maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas

    yang berhubungan dengan perubahan membrane alveolus. Dengan sudut

  • 39

    posisi tidur 45 derajat, sesak nafas berkurang dan sekaligus akan

    meningkatkan durasi tidur pasien.

    Pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan

    kepala memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan

    pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan

    oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal. Secara teori,

    posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap perubahan denyut nadi dan

    tekanan darah, hal ini karena efek gaya gravitasi bumi. Pada saat berbaring

    gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena arah peredaran

    tersebut horizontal sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak

    terlalu memompa.

  • 40

    BAB III

    LAPORAN KASUS

    A. Identitas Pasien

    Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 April 2014 jam 09.45 WIB

    didapatkan hasil identitas pasien sebagai berikut pasien bernama Ny.S,

    beralamat Sukoharjo, pasien berumur 44 tahun, jenis kelamin pasien

    perempuan, pekerjaan buruh, tingkat pendidikan SD, tanggal masuk pasien

    04 April 2014. Dokter mendiagnosa bahwa Ny.S menderita Congestive

    Heart Failure (CHF) atau gagal jantung. Penanggung jawab terhadap

    Ny.S adalah Tn.S berumur 45 tahun, hubungan Tn.S dengan pasien adalah

    Suami.

    B. Pengkajian

    1. Riwayat kesehatan keluarga

    Pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesa atau

    pengkajian yang dilakukan secara langsung kepada pasien dan

    alloanamnesa atau pengkajian yang melihat didasarkan data dalam status

    pasien dan dari keluarga.

    Pengkajian dilakukan dengan, keluhan utama pasien mengeluh

    sesak napas. Riwayat kesehatan sekarang, pasien mengatakan 1

    minggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan sesak nafas,

    kepala pusing dada seperti tertekan, apabila saat aktivitas tambah sesak

    nafas, jika tidur selalu menggunakan bantal lebih dari 2. Kemudian pihak

    40

  • 41

    keluarga membawa pasien ke IGD RSUD SUKOHARJO. di IGD di

    lakukan pemeriksaan TD : 140/90 mmHg, N : 100 x/menit reguler, RR :

    25 x/menit, S : 36,5 oC didapatkan perawatan infuse RL 16 tpm,

    pemasangan nasal kanul O2 5 liter, Captopryl 25 mg.

    Saat pengkajian 07 April 2014, pasien mengatakan sesak nafas,

    lemas, jantung berdebar kencang, kepala pusing dada seperti tertekan.

    TD 130/80 mmHg, N 102 x/ menit, RR 26 x/ menit, terpasang infuse RL

    16 tpm, terpasang nasal kanul O2 5 lpm.

    Riwayat kesehatan dahulu, pasien menyatakan sebelumnya

    belum pernah opname dengan penyakit Congestive Heart Failure

    (CHF), pasien mengatakan tidak mempunyai alergi baik makanan, obat-

    obatan, imunisasi lengkap, tidak ada riwayat operasi.

    Riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan tidak ada

    keluarga yang memiliki penyakit menurun dan menular seperti Diabetus

    Militus, Hipertensi, Hepatitis, HIV. Riwayat kesehatan lingkungan,

    pasien mengatakan tinggal di daerah yang bersih jauh dari jalan raya,

    tempat pembuangan sampah akhir, saluran air bersih, jauh dari pabrik.

    2. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional menurut Gordon.

    Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, sebelum sakit pasien

    mengatakan sehat itu jika badannya terasa segar, dan bisa beraktivitas

    dengan baik, jika sakit minum obat dan periksa ke dokter atau tempat

    kesehatan lainnya. Selama sakit pasien mengatakan jika sakit yang

  • 42

    diderita ini adalah cobaan, kesehatan sangat penting bagi keluarganya,

    pasien berharap cepat sembuh.

    Pola Nutrisi dan Metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan

    makan 3 kali sehari dengan menu nasi dan lauk, sayur, habis 1 porsi dan

    tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari

    dengan diit rendah garam dari rumah sakit tetapi hanya menghabiskan

    porsi, selebihnya makan makanan bawaan keluarga dari rumah.

    Pengkajian nutrisi dilanjutkan dengan pengkajian Antropometri,

    Biochemical data, Clinical sigh, Dietary (ABCD). Antropometri

    antaranya berat badan sebelum sakit 46 Kg, berat badan selama sakit 45

    Kg, tinggi badan 150 cm, tugor kulit elastis, kunjungtiva tidak anemis.

    Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1-2 kali

    sehari, konsistensi lunak, berbau khas, warna kuning kecoklatan, ketika

    BAB pasien tidak ada keluhan , BAK pasien mengatakan 6-8 kali

    sehari, bau amoniak, warna kuning jernih. Selama sakit pasien

    mengatakan belum BAB, BAK terpasang kateter 500 ml/hari, bau

    amoniak, warna kuning jernih, tidak ada keluhan.

    Pola aktivitas dan latihan , sebelum sakit pasien mengatakan

    dapat beraktivitas secara mandiri. Selama sakit aktivitas pasien seperti

    makan dan minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur,

    berpindah, ambulasi ROM di bantu oleh keluarga dengan nilai scoring 2

    (dibantu orang lain).

  • 43

    Pola istirahat dan tidur sebelum sakit pasien mengatakan dapat

    tidur 7-8 jam, tanpa penggunaan obat tidur, tidak ada gangguan tidur.

    Selama sakit pasien mengatakan dapat tidur 5-6 jam, tanpa

    penggunaan obat tidur, gangguan tidur terganggu karena perubahan

    lingkungan dan pasien masih terasa sesak.

    Pola kognitif dan perceptual sebelum sakit pasien mengatakan

    dapat berbicara dengan lancar, menjawab pertanyaan keluarga dengan

    tepat saat diajak berbincang-bincang, penglihatan dan penciuman tidak

    ada gangguan, pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran dan

    penglihatan. Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan pada

    kelima indranya, sadar penuh, dapat menjawab pertanyaan dari tenaga

    kesehatan dan keluarga dengan tepat.

    Pola persepsi dan konsep diri, Body image pasien mengatakan

    tidak ada cacat tubuh, pasien mengatakan menyukai semua anggota

    tubuhnya. Ideal diri pasien mengatakan berharap segera sembuh, segara

    ingin pulang, dan berkumpul bersama keluarga. Peran diri pasien

    mengatakan selama ini melakukan apapun bisa mandiri karena selama

    sakit diharuskan bedrest pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti

    biasa bekerja, pasien sebagai istri sekaligus ibu dari anak-anaknya.

    Identitas diri pasien mengatakan seorang wanita berumur 44 tahun,

    mempunyai 2 anak dan seorang ibu karier. Harga diri pasien

    mengatakan menerima keadaannya saat ini apa adanya dan tetap

  • 44

    bersyukur menerima keadaannya begitu juga keluarga dan

    lingkungannya.

    Pola hubungan dan Peran sebelum sakit pasien mengatakan

    memiliki hubungan baik dengan keluarga dan orang lain. Selama sakit

    pasien mengatakan hubungan dengan tenaga kesehatan, pengunjung

    serta keluarga dan orang lain baik.

    Pola seksualitas dan Reproduksi sebelum sakit pasien

    mengatakan seorang istri, mempunyai dua anak, hubungan seksualitas

    dengan suami harmonis, tidak ada gangguan reproduksi. Selama sakit

    pasien mengatakan seorang istri, mempunyai dua anak cukup dan tidak

    ada rencana menambah momongan, hubungan seksualitas dengan suami

    berjalan harmonis, tidak ada gangguan reproduksi.

    Pola Mekanisme Koping sebelum sakit pasien mengatakan jika

    ada masalah selalu berdiskusi dengan keluarganya. Selama sakit pasien

    mengatakan jika ada masalah selalu berdiskusi dengan keluarganya.

    Pola Nilai dan Keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan

    beragama islam, pasien menjalankan sholat lima waktu dan selalu

    berdoa. Selama sakit pasien mengatakan beragama islam, pasien selalu

    berdoa.

    3. Pengkajian dilakukan dengan pemeriksaan fisik

    Hasil dari pemeriksaan didapatkan hasil klien datang dengan

    keadaan composmentis/sadar penuh, GCS : 15, E4 M6 V5. Tekanan

    darah 130/80 mmHg, Nadi 102 kali permenit, RR 26 kali permenit,

  • 45

    Suhu 37 0C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan hasil keadaan bentuk

    kepala mesocepal, kulit kepala bersih bersih dan tidak ada ketombe,

    warna rambut hitam sedikit beruban. Pada pemeriksaan muka klien

    dengan hasil pada mata cekung, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak

    anemis, pupil isokor dengan rangsang cahaya positif, diameter pupil 3/3

    kanan kiri sama, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada

    hidung klien tidak ada sekret dan tidak ada polip serta berbentuk

    simetris, klien menggunakan alat bantu napas nasal kanul oksigen 5

    lpm. Pemeriksaan mulut klien mulut tidak ada stomatitis, bersih.

    Pemeriksaan telinga klien bersih tidak ada serumen, pada pemeriksaan

    leher tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, vena jugularis, dan tidak

    ada kaku kuduk.

    Pada pemeriksaan dada (paru-paru) didapatkan hasil dengan

    cara inspeksi bentuk paru simetris kanan kiri sama, pergerakan dan

    pengembangan paru kanan kiri sama, pernapasa 26 kali permenit,

    palpasi tidak ada nyeri tekan dan vocal premitus teraba kanan kiri sama,

    perkusi sonor pada seluruh lapang paru, auskultasi terdapat hasil

    vesikuler seluruh lapang paru. Pemeriksaan jantung dengan cara

    inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di ICS 5

    mid clavikula, perkusi suara jantung pekak dan ada kesan pembesaran

    jantung sebelah kanan dengan lebar lenih dari 1 cm persegi, auskultasi

    bunyi jantung I-II murni reguler. Pemeriksaan abdomen dengan cara

    inspeksi bentuk datar dan tidak ada jejas, auskultasi bising usus 16 kali

  • 46

    permenit, perkusi bunyi timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan pada

    semua kuadran. Pemeriksaan genetalia bersih dan terpasang kateter,

    rectum bersih tidak ada hemoroid.

    Pada hasil pengkajian ekstermitas didapatkan hasil selama sakit

    pada bagian ekstermitas atas memiliki kekuatan otot 5/5, tangan kanan

    terpasang infuse RL 16 tpm dan saturasi, gerakan terbatas, tangan kiri

    terpasang set monitor tensi. Ekstermitas bawah kekuatan otot 5/5, kaki

    kanan menekuk, kaki kiri bebas, tidak ada oedema, ROM ekstermitas

    fleksi dan ekstensi, capillary refill < 2 detik, perubahan bentuk tulang

    tidak ada, akral dingin.

    Pemeriksaan penunjang pada tanggal 04 April 2014 didapatkan

    hasil pemeriksaan laboraturium WBC = 13.54 103/UL (Normal 4,1-

    10,9 103/UL), RBC = 4.74 10

    6/UL (Normal 4,20 6,30 10

    6/UL) ,

    HGB = 14.0 g/dl (Normal 12,0 18,0 g/dl) , HCT = 42.4% (Normal

    37,0 51,0 %) , MCV = 89.5 FL (Normal 80,0 97,0 FL) , MCHC =

    33.0 g/dl (Normal 31,0 36,0 g/dl) , PLT = 232 103/UL (Normal 140

    440 103/UL) , RDW = 47,5 FL (Normal 11,5 14,5 FL) , MCH =

    29,5 pg (Normal 25,0 32,0 pg ) , MPV = 9,7 FL (Normal 0,0 99,8 ),

    Natrium 131,9 % (Normal 135-155), Kalium 45 FL (Normal 3,6-5.5),

    Clorida 99,8 FL (Normal 95-108).

    Tanggal 05 April 2014 didapatkan hasil pemeriksaan

    laboraturium Cholesterol total 138 % (Normal 45), LDL Cholesterol 106 mmol/l (Normal

  • 47

    Trigliserida 73 mmol/l (Normal

  • 48

    supraventrikuler. Spironolacton diberikan melalui intravena. Dosis

    100mg/ 12 jam. Berfungsi mengobati keadaan edematosa Congestive

    Heart Failure (CHF). Antalgin diberikan melalui intravena. Dosis 500-

    1000 mg/ 12 jam. Berfungsi mengurangi nyeri hebat akut atau kronik.

    Asetosal diberikan melalui intravena. Dosis 60-80 mg/ 8 jam. Berfungsi

    mencegah serangan iskemik otak sepintas.

    C. Daftar Perumusan Masalah

    Pada kasus Ny.S dihari senin tanggal 07 April 2014 hasil

    pengkajian didapatkan data subyektif dan data obyektif, data subyektif

    pasien mengatakan mengeluh sesak napas. Data obyektif pasien tampak

    lemas, lesu, terpasang O2 5 lpm, TD 130/80 mmHg, Nadi 102 kali

    permenit, RR : 26 kali permenit. Berdasarkan data fokus tersebut penulis

    melakukan analisa data dan merumuskan prioritas keperawatan yaitu pola

    napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.

    Pada kasus Ny.S dihari senin tanggal 07 April 2014 hasil

    pengkajian didapatkan data subyektif dan data obyektif, data subyektif

    pasien mengatakan sesak napas dada terasa tertekan, ketika melakukan

    aktivitas sehari-hari bertambah sesak. Data obyektif pasien tampak lemah,

    TD : 130/80 mmHg, Nadi : 102 kali permenit, RR : 26 kali permenit. Pada

    pemeriksaan EKG didapatkan hasil kesan Rate 77 kali permenit, Axis

    1320, interprestasi Sinus Rhytme (SR) dan Right Axist Deviation (RAD).

    Berdasarkan data fokus tersebut penulis melakukan analisa data dan

  • 49

    merumuskan prioritas keperawatan yaitu penurunan curah jantung

    berhubungan dengan penurunan kontraktilitas.

    Pada kasus Ny.S dihari senin tanggal 07 April 2014 hasil

    pengkajian didapatkan data subyektif dan data obyektif, data subyektif

    pasien mengatakan sesak napas ketika melakukan aktivitas. Data obyektif

    pasien tampak lemas, akral dingin, terpasang O2 5 lpm, TD 130/80 mmHg,

    Nadi 102 kali permenit, RR : 26 kali permenit. Berdasarkan data fokus

    tersebut penulis melakukan analisa data dan merumuskan prioritas

    keperawatan yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan

    ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

    Pada kasus Ny.S dihari senin tanggal 07 April 2014 hasil

    pengkajian didapatkan data subyektif dan data obyektif, data subyektif

    pasien mengatakan susah tidur karena sesak napas dan perubahan

    lingkungan yang ada dirumah sakit. Data obyektif pasien tampak lemah,

    pasien tampak menguap, pasien terlihat mata panda, jumlah tidur 5-6 jam

    tidur malam dan 1-2 jam tidur siang, kualitas tidur pasien kurang

    nyenyak. Berdasarkan data fokus tersebut penulis melakukan analisa data

    dan merumuskan prioritas keperawatan yaitu gangguan pola tidur

    berhubungan dengan sesak napas, perubahan sesak napas atau menurunnya

    supali oksigen.

    D. Intervensi Keperawatan

    Berdasarkan tujuan dari diagnosa pola napas tidak efektif

    berhubungan dengan hiperventilasi adalah setelah dilakukan tindkan

  • 50

    keperawatan pada Ny.S dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah

    dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam, diharapkan pola

    napas dapat efektif dalam batas normal dengan kriteria hasil yaitu tanda-

    tanda vital dalam batas normal, RR : 16-24 kali permenit, pasien

    menyatakan tidak sesak napas, irama teratur, wajah rileks.

    Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

    keperawatan pada Ny.S antara lain kaji tanda-tanda vital terutama

    pernapasan pasien untuk mengetahui keadaan pasien, atur sudut posisi

    tidur pasien 45 derajat untuk memberikan posisi nyaman pada pasien,

    ajarkan napas dalam dan batuk efektif apabila perlu agar jalan napas

    pasien terbebaskan dari secret, kolaboratif pemberian O2 dengan dokter

    untuk memberikan kenyamanan pasien dan memberikan suplai oksigen

    dalam tubuh.

    Berdasarakan tujuan dari diagnosa penurunan curah jantung

    berhubungan dengan kontraktilitas adalah setelah dilakukan tindakan

    keperawatan pada Ny.S dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah

    dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam, diharapkan kondisi

    pasien pada penurunan curah jantung dapat teratasi dengan criteria hasil

    tanda-tanda vital dalam batas normal, capillary refill < 2 detik.

    Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

    keperawatan pada Ny.S antara lain observasi nadi, kaji frekuensi irama

    jantung untuk mengetahui terjadinya takikardia meskipun pada saat

    istirahat dan mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel, catat

  • 51

    bunyi jantung untuk mengetahui S1 dan S2 mungkin lemah karena

    menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum S3 dan S4 dihasil sebagai

    aliran darah serambi yang distensi. Mur-mur dapat menunjukkan

    inkompentensi atau stenosis katup, palpasi nadi perifer untuk mengetahui

    penburunan curah jantung yang menunjukkan menurunnya nadi radial,

    popliteal dorsalis, pedis posttibia. Observasi TD untuk mengetahui GJK

    dini, sedang atau kronis tekanan darah meningkat. Beri tambahan oksigen

    nasal kanul atau masker dan obat sesuai indikasi kolaboratif untuk

    meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard dan melawan

    efek iskemik.

    Berdasarkan tujuan dari diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan

    dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen adalah

    setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Ny.S dengan tujuan dan

    kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali

    24 jam, di harapkan intoleransi aktivitas pasien dapat teratasi dengan

    kriteria hasil tanda-tanda vital dalam batas normal, pasien mampu

    mendemonstrasikan aktivitas dan self care, keseimbangan antara aktivitas

    dan istirahat, pasien dapat beraktivitas secara bertahap, pasien menyatakan

    tidak sesak napas, berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi

    kebutuhan perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas

    yang dapat diukur, dibuktikan dengan menurunnya kelemahan, kelelahan

    dan tanda-tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.

  • 52

    Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

    keperawatan pada Ny.S antara lain periksa tanda-tanda vital dan segera

    setelah aktivitas untuk mengetahui potensi ortostatik dapat terjadi dengan

    aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) atau

    pengaruh fungsi jantung. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas

    cacat takikardi, distritmia, dispnea berkeringat dingin dan pucat untuk

    mengetahui penurunan ketidakmampuan miokardium untuk mengetahui

    meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan

    peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga

    peningkatan kelelahan dan kelemahan. Evaluasi peningkatan intoleran

    aktivitas untuk dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung

    daripada kelebihan aktivitas. Implementasi program rehabilitasi jantung

    atau aktivitas (kolaborasi) untuk mengetahui peningkatan bertahap pada

    aktivitas menghindari kerja jantung atau oksigen berlebihan, penguatan

    dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress bila fungsi jantung tidak

    dapat membaik kembali.

    Berdasarkan tujuan dari diagnosa gangguan pola tidur

    berhubungan dengan perubahan lingkungan dan hiperventilasi adalah

    setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Ny.S dengan tujuan dan

    kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali

    24 jam, diharapkan gangguan tidur pasien dapat teratasi dengan kriteria

    hasil jumlah jam tidur 6-8 jam per 24 jam, pasien mudah memulai tidur,

  • 53

    tidak ada keluhan dan tidak sering terbangun, pasien bangun tidur badan

    terasa segar.

    Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

    keperawatan pada Ny.S antara lain kaji ulang pola tidur pasien untuk

    mengetahui kuantitas dan kualitas tidur pasien, identifikasi faktor

    penyebab gangguan tidur untuk mengetahui penyebab terjadinya

    perubahan pola tidur, ciptakan lingkungan tenang dan nyaman agar

    memberikan suasana nyaman ketika pasien tidur, batasi jumlah

    pengunjung agar pasien dapat tidur dengan kualitas tidur yang diinginkan.

    E. Implementasi Keperawatan

    Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari senin tanggal 07

    April 2014 yaitu pukul 08.35 WIB memonitor tanda-tanda vital pasien,

    didapatkan data subyektif pasien mengatakan mau di cek dan kooperatif,

    data obyektif takanan darah 130/80 mmHg, Suhu 37oC, frekuensi nadi 102

    kali permenit, frekuensi pernafasan 26 kali permenit. Pukul 08.40 WIB

    memberikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker

    didapatkan data subyektif pasien mengatakan sesak napas. Data obyektif

    pasien tampak menggunakan alat bantu napas, pasien diberikan O2

    sebanyak 5 lpm.

    Pada pukul 08.49 WIB memonitor frekuensi dan irama pernapasan

    didapatkan data subyektif pasien masih sesak napas dan lemas. Data

    obyektif pasien tampak lemah, RR 26 kali permenit, irama cepat, pasien

    terlihat menggunakan alat bantu napas nasal kanul. Pada pukul 09.30 WIB

  • 54

    mengajarkan teknik batuk efektif, didapatkan data subyektif pasien

    mengatakan mau diajari teknik batuk efektif. Data obyektif pasien tampak

    kooperatif dan mau diajarkan. Pukul 10.00 WIB menciptakan suasana

    tenang dan nyaman dan menjelaskan kegunaan posisi tidur dengan sudut

    45 derajat untuk meningkatkan kualitas tidur didapatkan data subyektif

    pasien mengatakan lebih dapat menikmati istirahat. Data obyektif pasien

    tampak rileks, pasien tampak memperhatikan apa yang dijelaskan perawat.

    Pukul 11.00 WIB memberikan makanan sesuai diet rendah garam

    yang diberikan didapatkan data subyektif pasien mengatakan mau makan

    bubur yang diberikan. Data obyektif pasien mau makan bubur. Pukul

    11.05 WIB menganjurkan pasien makan dalam keadaan hangat didapatkan

    data subyektif pasien mengatakan mau makan dalam keadaan hangat. Data

    obyektif pasien tampak mengikuti saran yang diberikan.

    Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari selasa tanggal 08

    April 2014 pukul 07.30 WIB memonitor tanda-tanda vital didapatkan data

    subyektif pasien mengatakan mau di cek dan kooperatif. Data obyektif

    tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 360C , frekuensi pernafasan 24 kali

    permenit, frekuensi nadi 100 kali permenit. Pukul 08.00 WIB

    mengaulkultasi bunyi jantung didapatkan data subyektif pasien

    mengatakan masih lemas dan pasien bersedia di cek. Data obyektif bunyi

    jantung pasien I-II regular, irama sinus.

    Pukul 08.30 WIB menganjurkan pasien untuk melakukan teknik

    batuk efektif didapatkan data subyektif pasien mengatakan masih ingat

  • 55

    cara batuk efektif untuk menghilangkan atau mengurangi secret dan pasien

    mau melakukannya. Data obyektif pasien tampak melakukannya. Pukul

    09.00 WIB memberikan terapi oksigen didapatkan data subyektif pasien

    mengatakan sudah sedikit dapat bernapas lega jika tidak terlalu banyak

    aktivitas bergerak. Data obyektif pasien tampak lebih rileks. Pada pukul

    10.00 WIB memposisikan pasien tidur pasien dengan sudut 45 derajat

    didapatkan data subyektif pasien mengatakan merasa nyaman. Data

    obyektif pasien tampak rileks.

    Pukul 10.30 WIB memberikan makanan sesuai diet rendah garam

    dan lemak didapatkan data subyektif pasien mengatakan makan bubur dan

    roti. Data obyektif pasien tampak makan dengan lahap. Pukul 12.00 WIB

    mengkaji tanda-tanda vital didapatkan data subyektif pasien mengatakan

    mau di cek dan kooperatif. Data obyektif TD : 120/80 mmHg, Nadi 100

    kali permenit, Suhu 36 0C, RR : 24 kali permenit, pasien tampak lebih

    rileks. Pukul 12.15 WIB membatasi pengunjung dan menganjurkan pasien

    untuk mengurangi jam tidur siang serta menjelaskan kembali pentingnya

    posisi tidur dengan sudut 45 derajat untuk kualitas tidur didapatkan hasil

    data subyektif pasien mengatakan bersedia. Data obyektif pasien tampak

    memperhatikan, pasien dapat tidur pulas, pasien tampak segar saat bangun.

    F. Evaluasi Keperawatan

    Pada hari senin tanggal 07 April 2014 pukul 12.00 WIB didapatkan

    hasil evaluasi sebagai berikut : subyektif pasien mengatakan masih terasa

    sesak napas. Obyektif, frekuensi pernafasan 26 kali permenit, pasien

  • 56

    tampak gelisah, pasien terlihat menggunakan otot bantu dada dan

    terpasang nasal kanul O2 5 lpm. Analisa yang dapat diambil masalah

    keperawatan pola napas tidak efektif belum teratasi. Intervensi dilanjutkan

    kaji pernapasan pasien, ajarkan teknik batuk efektif. Pukul 12.10 WIB

    didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut : subyektif pasien mengatakan

    masih sedikit pusing dan sesak napas. Obyektif, pasien tampak lemas, TD

    130/80 mmHg, Nadi 102 kali permenit, RR 26 kali permenit. Analisa yang

    dapat diambil masalah keperawatan penurunan curah jantung belum

    teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji tanda-tanda vital, pantau keadaan

    umum pasien.

    Pukul 13.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut :

    subyektif pasien mengatakan masih lemas dan masih memerlukan bantuan

    dari keluarga. Obyektif, pasien tampak lemas, TD 130/80 mmHg, Nadi

    102 kali permenit regular, RR 26 kali permenit, Suhu 370C. analisa yang

    dapat diambil masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi.

    Intervensi dilanjutkan pantau aktivitas pasien, anjurkan pasien mengurangi

    aktivitas dan lebih lebih beristirahat. Pukul 13.30 WIB didapatkan hasil

    evaluasi sebagai berikut : subyektif pasien mengatakan tidurnya tidak

    nyenyak dan masih terasa sesak napas. Obyektif, pasien tampak lemas,

    jumlah tidur pasien 5-6 jam tidur malam dan 1-2 jam tidur siang, terihat

    mata panda, pasien tampak suka menguap. Analisa yang dapat diambil

    masalah keperawatan gangguan pola tidur belum teratasi. Intervensi

  • 57

    dilanjutkan pantau kuaalitas dan kuantitas tidur pasien, batasi jumlah

    pengunjung yang masuk keruangan, ciptakan suasana tenang dan nyaman.

    Pada hari selasa tanggal 08 April 2014 pukul 12.00 WIB

    didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut : subyektif pasien mengatakan

    sesak napas sudah mulai berkurang. Obyektif pasien tampak rileks, RR 24

    kali permenit, pasien masih menggunakan atau terpasang nasal kanul O2 5

    lpm, pasien menggunakan posisi tidur dengan sudut 45 derajat. Analisa

    yang dapat diambil masalah keperawatan pola napas tidak efektif teratasi

    sebagian. Intervensi dipertahankan ajarkan batuk efektif bila perlu, pantau

    frekuensi dan irama pernapasan, pantau pemberian terapi O2, posisikan

    pasien posisi nyaman dengan sudut 45 derajat. Pukul 12.15 WIB

    didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut : subyektif pasien mengatakan

    masih sedikit pusing, obyektif pasien tampak lemas, TD 120/80 mmHg,

    Nadi 100 kali permenit. Analisa yang dapat diambil masalah keperawatan

    penurunan curah jantung teratasi sebagian. Intervensi dipertahankan

    pantau keadaan umum pasien, pantau pemberian terapi O2, observasi

    tanda-tanda vital.

    Pukul 13.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut :

    subyektif pasien mengatakan badannya masih lemas dan masih butuh

    bantuan aktivitas dari keluarga. Obyektif pasien terlihat masih

    menggunakan alat bantu nasal kanul O2 5 lpm, pasien tampak lemas.

    Analisa yang dapat diambil masalah keperawatan intoleransi aktivitas

    teratasi sebagian. Intervensi dipertahankan pantau aktivitas pasien,

  • 58

    anjurkan pasien mengurangi aktivitas yang berlebih, anjurkan pasien

    istirahat selama penyembuhan. Pukul 13.30 WIB didapatkan hasil evaluasi

    sebagai berikut : subyektif pasien mengatakan sudah sedikit bisa tidur

    dengan nyenyak, badannya masih lemas. Obyektif pasien terlihat mata

    panda, pasien tampak rileks, jumlah tidur pasien meningkat menjadi 6-8

    jam untuk tidur malam dan 1-2 jam untuk tidur siang. Analisa yang dapat

    diambil masalah keperawatan gangguan pola tidur teratasi sebagian.

    Intervensi dipertahankan pantau kualitas dan kuantitas tidur pasien, batasi

    jumlah pengunjung yang msuk ruangan, ciptakan suasana tenang dan

    nyaman saat pasien tidur, anjurkan pasien menghidari tidur siang.

  • 59

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pada pembahasan ini, penulis menuliskan asuhan keperawatan

    pada bab III yaitu pada Ny.S dengan Congestive Heart Failure (CHF)

    yang dilaksanakan selama 2 hari, mulai dari tanggal 07 April 2014 sampai

    dengan 08 April 2014 di ruang Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit

    Umum Daerah Sukoharjo. Pembahasan meliputi : pelaksanaan asuhan

    keperawatan pada pasien Ny.S dengan Congestive Heart Failure (CHF) di

    ruang Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo

    sesuai tahapan dalam proses keperawatan yang meliputi : pengkajian

    diagnosa keperawatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta dilengkapi

    pembahasan dokumentasi keperawatan.

    A. Pengkajian

    Pengkajian dilakukan pada pasien Ny.S pada tanggal 07 April

    2014 dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF).

    Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan dimana jantung tidak

    lagi mampu memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan

    metabolisme tubuh, walaupun darah balik masih normal (Sitompul dan

    Sugeng, 2004).

    Keluhan utama yang dirasakan Ny.S adalah sesak napas. Sesak

    napas merupakan bagian dari sindrom dekompensasi yang

    59

  • 60

    manifestasinya dapat berupa takipneu (frekuensi napas lebih cepat dari

    biasa), dispneu (bernapas harus dengan usaha), optopneu (kesukaran

    posisi berbaring) (Rachman, 2004). Sesak napas yang dikeluhkan

    pasien akhirnya mengakibatkan pasien kesulitan untuk tidur dengan

    nyenyak, gangguan pola tidur adalah keadaan dimana individu

    mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas

    atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman

    atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan (Wartono, 2006).

    Hasil pengkajian riwayat kesehatan dahulu pada Ny.S

    ditemukan adanya tekanan darah yang tinggi. Pasien tidak begitu

    memahami masalah kesehatannya karena kurangnya infomasi dan

    pendidikan mengenai tekanan darah tinggi atau hipeetensi. Hal tersebut

    sesuai dengan