0. MPT Skenario 3 - Rona Merah Di Pipi

24
Nama: M. Muchlis Ismail Taufik NPM: 1102013160 Kelompok: A-10 1. Menjelaskan dan memahami Autoimun 1.1. Definisi Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun. 1.2. Etiologi Faktor Penyebab Penyakit Autoimun 1. Genetik Beberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5. Peneliti lain menemukan bahwa penderita penyakit LES yang mempunyai epitop antigen HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita penyakit LES dengan epitop- epitop HLA-DR4 dan HLA-DR5 memproduksi autoantibodi anti-Sm dan anti-RNP. 2. Defisiensi komplemen Pada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemen C3 dan atau C4, yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal. Defisiensi komplemen C3 dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakit LES dengan manifestasi pada kulit dan susunan saraf pusat. Individu yang mengalami defek pada komponen-komponen komplemennya, seperti Clq, Clr, Cls mempunyai predisposisi menderita penyakit LES dan nefritis lupus. Defisiensi komplemen C3 akan menyebabkan kepekaan 1

description

MPT Skenario 3 - Rona Merah di Pipi.docx

Transcript of 0. MPT Skenario 3 - Rona Merah Di Pipi

Nama: M. Muchlis Ismail TaufikNPM: 1102013160Kelompok: A-101. Menjelaskan dan memahami Autoimun1.1. DefinisiAutoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun.

1.2. EtiologiFaktor Penyebab Penyakit Autoimun1. GenetikBeberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5. Peneliti lain menemukan bahwa penderita penyakit LES yang mempunyai epitop antigen HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita penyakit LES dengan epitop-epitop HLA-DR4 dan HLA-DR5 memproduksi autoantibodi anti-Sm dan anti-RNP.2. Defisiensi komplemenPada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemen C3 dan atau C4, yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal. Defisiensi komplemen C3 dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakit LES dengan manifestasi pada kulit dan susunan saraf pusat. Individu yang mengalami defek pada komponen-komponen komplemennya, seperti Clq, Clr, Cls mempunyai predisposisi menderita penyakit LES dan nefritis lupus. Defisiensi komplemen C3 akan menyebabkan kepekaan terhadap infeksi meningkat, keadaan ini merupakan predisposisi untuk timbulnya penyakit kompleks imun. Penyakit kompleks imun selain disebabkan karena defisiensi C3, juga dapat disebabkan karena defisiensi komplemen C2 dan C4 yang terletak pada MHC kelas II yang bertugas mengawasi interaksi sel-sel imunokompeten yaitu sel Th dan sel B. Komplemen berperan dalam sistem pertahanan tubuh, antara lain melalui proses opsonisasi, untuk memudahkan eliminasi kompleks imun oleh sel karier atau makrofag. Kompleks imun akan diikat oleh reseptor komplemen (Complement receptor = C-R) yang terdapat pada permukaan sel karier atau sel makrofag. Pada defisiensi komplemen, eliminasi kompleks imun terhambat, sehingga jumlah kompleks imun menjadi berlebihan dan berada dalam sirkulasi lebih lama.3. HormonPada individu normal, testosteron berfungsi mensupresi sistem imuns sedangkan estrogen memperkuat sistem imun. Predominan lupus pada wanita dibandingkan pria memperlihatkan adanya pengaruh hormon seks dalam patogenesis lupus. Pada percobaan di tikus dengan pemberian testosteron mengurangi lupus-like syndrome dan pemberian estrogen memperberat penyakit.4. Lingkungan Pengaruh fisik (sinar matahari), infeksi (bakteri, virus, protozoa), dan obat-obatan dapat mencetuskan atau memperberat penyakit autoimun. Mekanismenya dapat melalui aktivasi sel B poliklonal atau dengan meningkatkan ekspresi MHC kelas I atau II.

1.3. Klasifikasia. Kompleks imun alergi: Reaksi artus, reaksi serum sickness, alergik bronco-alveolaris.b. Kompleks imun non alergi: Lupus eritomatosus sistemik (SLE), vaskulitis, glomerulonephritis, artritis rematoid (RA), dan demam reumatik. (Sudoyo, 2009)

PenyakitOrganAntibodi terhadapTes diagnosis

Organ spesifikT. hashimotoTiroidtiroglobulinRIA

Grave D.TiroidTSH recepImmunofluorescen

Pernisious anemiaDel darah merahIntrinsik faktorImmunofluorescen

IDDMPankreasSel beta

Infertilitas lakispermaSpermaAglutinasi immunofluorescen

Non-organ spesifikVirtiligoKulitpersendianMelanositImmunofluorescen

Rheumatoid arthritisKulitGinjalSendiIgGIgG-latex Aglutination

SLESendiOrganDNARNAnucleiproteinDNARNAlatex Aglutination

Tabel 2. Klasifikasi penyakit autoimunOrgan spesifik melibatkan respon autoimun terutama terhadap organ tunggal atau kelenjar. Organ sistemik diarah kan ke jaringan dengan spectrum luas.1.4. MekanismeDasar patofisiologi penyakit kompleks imun adalah reaksi Hipersinsitifitas III menurut Gell dan Comb. Reaksi yang terjadi disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan / sirkulasi / dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen. Biasanya antibodi berupa IgG dan IgM yang mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik,sedangkan IgA melalui jalur alternatif.Pada penyakit kompleks imun alaergik seperti Aspergilosis Bronkopulmonari Alergik IgE juga berperan melalui reaksi Hipersensitifitas Tipe I Gell dan Comb. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepas Macrophage Chemotactic Factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut melepas enzim proteaso dan enzim lain yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Makrofag juga melepas bahan toksik yang berasal dari metabolism oksigen dan arginine (Oksigen radikal bebas) yang menyebabkan kerusakan jaringan lebih parah.Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi yang efektif.Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuclear, terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut ukuran kompleks merupakan factor yang penting. Pada umumnya kompleks yang besar dapat dengan mudah dan cepat dimusnahkan oleh makrofag falam hati, sedangkan kompleks kecil sulit untuk dimusnahkan karena itu dapat lebih lama berada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit merupakan penyebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan.Meskipun kompleks imun berada di dalam sirkulasi untuk jangka waktu lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahannya akan timbul bila kompleks imun tersebut mengendap di jaringan.Hal yang memungkinkan terjadinya pengendapan kompleks imun dalam jaringan ialah, ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vascular yang meninggi, antara lain karena histamine yang dilepas.Komplemen, mastosit dan trombosit ikut berperan pada pengelepasan histamine tersebut. Histamin dilepas dari mastosit atas pengaruh anafilaktosin (C3a dan C5a) yang dilepas pada aktivasi komplemen.Kompleks imun lebih mudah diendapkan misalnya dalam kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, pleksus koroid dan ciliary body mata. Pada Luspus Eitomatosus Sistemik (LES), ginjal merupakan tempat endapan kompleks imun. Pada artritis rheumatoid, sel plasma dalam sinovium membentuk anti IgG (factor rheumatoid berupa IgM) dan menimbulkan kompleks imun di sendi.Muatan listrik komleks imun ikut pula berperanm, Kompleks imun bermuatan positif cenderung lebih mudah mengendap terutama di glomeruli. Hal ini diduga karena Glomeruli bermuatan negative. (Sudoyo, 2009)

1.5. Macam- macam autoimuna. Penyakit sistemik lupus eritematosusb. Antibody antifosfolipidc. Arthritis rheumatoidd. Sclerodermae. Sindrom vaskulitisf. Dermatomiositis atau polimiositis

2. Menjelaskan dan memahami SLE2.1. DefinisiSistemik Lupus Eritematosus adalah penyakit yang penyakitnya tidak diketahui, dengan terjadinya kerusakan jaringan atau sel akibat autoantibody atau imun kompleks langsung terhadap satu atau lebih Komponen inti. (buku ajar patologi obstetric. )Penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh seperti ginjal,kulit,sel darah, dan sistem saraf, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat,bersifat ; 1. Penyakit episodic: adanya riwayat gejala interminten, seperti artritis ,pleuritis, dan dermatitis, dapat mendahului selama beberapa bulan atau tahun 1. Penyakit multisiste: pada anak anak biasanya tanda dan gejala sering muncul melibatkan lebih dari satu macam organ 1. Ditandai dengan adanya antibodi antinuklear (khususnya terhadap dsDNA) dan antibodi lainnya (Buku ajar imunologi dan alergi anak. UI)

2.2. EtiologiDalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun. Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab dari lupus tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:a. Infeksi b. Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)

c. Sinar ultraviolet d. Stres yang berlebihan e. Obat-obatan tertentu f. Hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini. Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui. Kadang-kadang obat jantung tertentu (hidralazin, prokainamid dan beta-bloker) dapat menyebabkan sindroma mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan.

2.3. Petogenesis dan patofisiologiDiduga terbentuknya komplek imun (DNA dan anti-DNA) merupakan ciri imunopatologis lupus. Antibodi yang mengikat nukleosum (DNA dan histon) dapat terjadi di ginjal dan membentuk kompleks imun in situ. Baik komplek imun yang dibentuk dalam sirkulasi atau insitu berperan dalam terjadinya kerusakan ginjal, kulit, pleksus koroid di otak dan jaringan lainnya.4-6 SLE ditandai oleh terjadinya penyimpangan sistem imun yang melibatkan sel T, sel B dan sel-sel monosit. Akibatnya terjadi aktivasi sel B poliklonal, meningkatnya jumlah sel yang menghasilkan antibodi, hypergammaglobulinemia, produksi autoantibodi dan terbentuknya kompleks imun. Aktivasi sel B poliklonal tersebut akan membentuk antibodi yang tidak spesifik yang dapat bereaksi terhadap berbagai jenis antigen termasuk antigen tubuh sendiri.Sintesis dan sekresi autoantibodi pada pasien SLE diperantarai oleh interaksi antara CD4+ dan CD8+ sel T helper, dan duoble negative T cells (CD4- CD8-) dengan sel B. Terjadi kegagalan fungsi dari aktivitas supresi CD8+ sel T suppressor dan sel NK terhadap aktivitas sel B. CD8+ sel T dan sel NK pada pasien SLE tidak mampu mengatur sintesis dari imunoglobulin poliklonal dan produksi autoantibodi. Gagalnya supresi terhadap sel B mungkin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyakit berlangsung terus.Pada pasien SLE juga ditemukan defek pada produksi sitokin. Penurunan produksi IL-1 dan IL-2 dapat berpengaruh terhadap fungsi sel T dan sel B. Di samping itu ditemukan pula penurunan respon sel Ts terhadap IL-2 yang mengakibatkan fungsinya menurun sehingga fungsi sel Th seakan lebih meningkat. Sebaliknya hiperreaktivitas sel B dapat disebabkan oleh hipersensitivitas sel Th terhadap IL-2

2.4. Menifestasi klinisManifestasi LES bervariasi antara penyakit kronik dengan riwayat keluhan dan gejala intermiten sampai pada fase akut yang fatal. Gejala konsyiyusional dapat berupa demam yang menetap atau intermiten, kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia. Satu system organ dapat terkena, meskipun penyakit multisystem lebih khas.2. Otot dan kerangka tubuh Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut. 2. Kulit Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari. 2. Ginjal Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal. 2. Sistem saraf Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi. 2. Darah Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun. 2. Jantung Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut. 2. Paru-paru Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunancairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

Gejala dari penyakit lupus: a. Demamb. Lelah c. Merasa tidak enak badan d. penurunan berat badan e. ruam kulit f. ruam kupu-kupu g. ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari h. sensitif terhadap sinar mataharii. pembengkakan dan nyeri persendian j. pembengkakan kelenjar k. nyeri otot l. mual dan muntah m. nyeri dada pleuritik n. kejang o. psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: a. hematuria (air kemih mengandung darah)b. batuk darah c. mimisan d. gangguan menelan e. bercak kulit f. bintik merah di kulitg. perubahan warna jari tangan bila ditekanh. mati rasa dan kesemutani. luka di mulut j. kerontokan rambut k. nyeri perutSistem Klinis

Konstitusional Demam, malaise, penurunan berat badan

Kulit Ruam kupu kupu(butterfly rash), lupus diskoid, eritema periungual, fotosensitivitas, alopesia,ulserasi mukosa

MuskuloskletalPoliartalgia dan artritis,tenosinovitis, miopati, nekrosis aseptik

VaskularFenomena raynaud, retikularis livedo,trombosis,eritomelalgia,lupus profundus

JantungPerikarditis dan efusi, miokarditis,endokarditis libman-sacks

ParuPleuritis,pneumonitis basilar,atelektasis,pendarahan

GastrointestinalPeritonitis,disfungsi esofagus,kolitis

Hati, limpa,kelenjarHepatomegali,splenomegali,limfadenopati

NeurologiSeizure,psikosis,polineuritis,neuropati perifer

MataEksudat,papiledema,retinopati

RenalGlomerulonefritis,sindrom nefriotik,hipertensi

2.5. PemeriksaanPemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.

Pemeriksaan AutoantibodiAntibodyPrevalensi, %Antigen yang DikenaliClinical Utility

Antinuclear antibodies98Multiple nuclearPemeriksaan skrining terbaik; hasil negative berulang menyingkirkan SLE

Anti-dsDNA70DNA (double-stranded)Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE dan pada beberapa pasien berhubunfan dengan aktivitas penyakit, nephritis, dan vasculitis.

Anti-Sm25Kompleks protein pada 6 jenis U1 RNA Spesifik untuk SLE; tidak ada korelasi klinis; kebanyakan pasien juga memiliki RNP; umum pada African American dan Asia dibanding Kaukasia.

Anti-RNP40Kompleks protein pada U1 RNATidak spesifik untuk SLE; jumlah besar berkaitan dengan gejala yang overlap dengan gejala rematik termasuk SLE.

Anti-Ro (SS-A)30Kompleks Protein pada hY RNA, terutama 60 kDa dan 52 kDaTidak spesifik SLE; berkaitan dengan sindrom Sicca, subcutaneous lupus subakut, dan lupus neonatus disertai blok jantung congenital; berkaitan dengan penurunan resiko nephritis.

Anti-La (SS-B)1047-kDa protein pada hY RNABiasanya terkait dengan anti-Ro; berkaitan dengan menurunnya resiko nephritis

Antihistone70Histones terkait dengan DNA (pada nucleosome, chromatin)Lebih sering pada lupus akibat obat daripada SLE.

Antiphospholipid50Phospholipids,2 glycoprotein 1 cofactor, prothrombin

Tiga tes tersedia ELISA untuk cardiolipin dan 2G1, sensitive prothrombin time (DRVVT); merupakan predisposisi pembekuan, kematian janin, dan trombositopenia.

Antierythrocyte60Membran eritrositDiukur sebagai tes Coombs langsung; terbentuk pada hemolysis.

Antiplatelet30Permukaan dan perubahan antigen sitoplasmik pada platelet. Terkait dengan trombositopenia namun sensitivitas dan spesifitas kurang baik; secara klinis tidak terlalu berarti untuk SLE

Antineuronal (termasuk anti-glutamate receptor)60Neuronal dan permukaan antigen limfosit Pada beberapa hasil positif terkait dengan lupus CNS aktif.

Antiribosomal P20Protein pada ribosomePada beberapa hasil positif terkait dengan depresi atau psikosis akibat lupus CNS

Catatan: CNS, central nervous system; CSF, cerebrospinal fluid; DRVVT, dilute Russell viper venom time; ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay.Tabel 4 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)Sangat berguna untuk mengikuti hasil pemeriksaan yang mengindikasikan status dari keterlibatan organ yang diketahui keberadaannya saat serangan SLE berlangsung. Pemeriksaan mencakup kadar hemoglobin, platelet, urinalysis, dan kadar kreatinin atau albumin serum. Terdapat minat yang tinggi dari identifikasi marker tambahan lainnya untuk menilai aktivitas penyakit. Kandidat marker termasuk kadar antibody anti-DNA, beberapa komponen komplemen (C3 tersedia luas), produk komplemen teraktifasi (termasuk yang berikatan dengan reseptor C4d pada eritrosit), gen penginduksi IFN, IL-2, dan adiponektin urin atau monosit kemotaktik protein.1. Tidak ada yang disetujui sebagai indikator terpercaya pada serangan atau respon dari intervensi. Dokter sebaiknya menginformasikan kepada tiap pasien pemeriksaan laboratorium yang berubah dapat memprediksi serangan. Jika terjadi, perubahan terapi berespon dengan perubahan hasil laboratorium dapat mencegah suatu serangan. Sebagai tambahan, karena meningkatnya prevalensi atherosclerosis pada SLE, dianjurkan untuk mengikuti rekomendasi dari National Cholesterol Education Program untuk memeriksa dan menangani, termasuk menilai SLE sebagai faktor resiko independent, seperti diabetes mellitus.Autoantibodi merupakan bagian integral dari proses klasifikasi dan deteksi beberapa penyakit yang diperantarai oleh autoimun. ANA adalah antibodi terhadap inti sel baik membran inti maupun DNA. ANA tes merupakan penapisan awal yang efektif pada pasien dengan gambaran klinis SLE. Lebih lanjut pada pasien dengan ANA positif perlu dilakukan pemeriksaan jenis autoantibodi yang lebih spesifik seperti anti-dsDNA. Apabila ANA negatif maka kemungkinan SLE sangat kecil. ANA negative didapatkan pada 2% pasien SLE dengan metode pemeriksaan yang saat ini ada yaitu yang menggunakan human tissue culture cell sebagai subtrat, sedang apabila dengan menggunakan rodent tissue subrate, SLE dengan ANA negatif bisa sampai 5%. Metode pemeriksaan yang sering digunakan untuk pemeriksaan ANA adalah indirect immunofluorescence dan ELISA. ANA yang paling memiliki makna klinis adalah IgG.

a. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)Tes ANA adalah pemeriksaan untuk menentukan apakah auto-antibodi terhadap inti sel sering muncul di dalam darah. Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifitas yang rendah.b. Tes Anti dsDNA (double stranded)Tes ini sangat spesifik untuk SLE, biasanya titernya akan meningkat sebelumSLE kambuh.Dilakukan untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap materi genetik di dalam sel.Antibodi anti DNA merupakan antibody klasik pada SLE. IgG anti dsDNA berperan pentingterhadap terjadinya manifestasi klinik SLE terutama lupus nefritis dan relatif spesifik serta digunakan sebagai petanda untuk aktivitas penyakit. Pemeriksaan anti dsDNA sangat penting untuk diagnosis SLE, 50-70% pasien SLE memiliki anti dsDNA. Seperti ANA anti dsDNA juga merupakan salah satu kriteria diagnosis SLE.pemeriksaan anti dsDNA memiliki dua kegunaan klinis penting yaitu pertama untuk diagnosis (titer tinggi anti dsDNA memiliki spesifisitas lebih dari 90% pada SLE), yang kedua untuk kewaspadaan terhadap terjadinya kekambuhan apabila terjadi peningkatan titer dan meningkatnya risiko lupus nefritis bila didapatkan anti dsDNA kadar tinggi terutama bila disertai kadar komplemen serum yang rendah.c. Pemeriksaan Antibodi anti-Sm dan anti RNPPemeriksaan ntuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang ditemukan dalam sel protein inti).Antibodi anti-SM merupakan petanda diagnostik penting dari SLE. Anti-SM jarang ditemukantanpa anti-RNP. Anti RNP lebih sering ditemukan tetapi kurang spesifik pada SLE. Hingga saat ini belum ada bukti yang signifikan kaitan antara antibodi anti-Sm dan anti-RNP dengan gambaran klinik dan perjalanan penyakit SLE.

d. Anti Ro/SSA dan anti La/SSBRelevansi klinik terutama untuk anti Ro, sedang anti La belum banyak bukti meskipun antibodi ini juga penting pada SLE. Anti Ro pada SLE berkaitan dengan ruam kulit fotosensitif, interstisiilpneumonitis dan trombositopenia. Anti Ro juga berkaitan dengan neonatal lupus dermatitis, subacute cutaneus lupus dan complete congenitalheart block. Dilaporkan bahwa dari pasien-pasien SLE dengan anti Ro positif, kelainan ginjal akan terjadi hanya pada pasien yang tanpa disertai anti La.e. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep) Pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain pemeriksaan ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep.f. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di dalam darah g. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini.h. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit. i. Ruam kulit atau lesi yang khas j. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis k. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung l. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein m. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darahn. Biopsi ginjalo. Pemeriksaan saraf.

2.6. Diagnosis dan diagnosis bandingBerbagai criteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang paling banyak dianut adalah criteria menurut American College of Rheumatology (ACR). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR tersebut :0. Bercak malar ( butterfly rash )0. Bercak discoid0. Fotosensitif0. Ulkus mulut0. Arthritis0. Serositif0. Gangguan ginjal0. Gangguan saraf0. Gangguan darah0. Gangguan imunologi0. Antibody antinuclear

2.7. TatalaksanaTerapi yang diberikan tidak mungkin akan menyembuhkan secara total, tetapi hanya memperpanjang hidup. Pengobatan umum yang diberikan adalah : Aspirin dengan dosis 80 mg/hari Kortikosteroid Anti-immudepresan ( azatioprin, siklofosfamid ) Obat antiinflamasi non-steroid ( OAINS )Peran OAINS adalah mengatasi keluhan muskoskeletal, seperti mialgia, artralgia atau arthritis. HidrosiklorokuinDigunakan sebagai tambahan bersamaan dengan glukokortikoid atau pengobatan lupus discoid. Pada suatu studi obat ini dapat mengurangi frekuensi dan keparahan LES (flares) dibandingkan placebo. GlukokortikoidMerupakan terapi farmakologi utama dan sebagian besar anak memerlukan prednison oral atau prednisolon atau metilprednisolon intravena pada fase tertentu di LES. Dosis rendah cukup untuk mengatasi demam, dermatitis, arthritis dan serositis, sedangkan dosis tinggi dapat mengatasi anemia hemolitik akut, gangguan SSP, penyakit paru dan lupus neftitis. Agen imunosupresfiSering diperlukan untuk mengontrol LES dan memperbaiki kualitas hidup. 2.8. Komplikasi

2.9. PrognosisAkhir akhir ini berbagai bentuk penyakit lupus telah membaik dengan angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus yaitu karena gagal ginjal,hipertensi maligna,kerusakan SSP, perikarditis,sitopenia autoimun. Namun kematian ini semakin menurun akibat perbaikan obat,diagnosis lebih dini, dan pengobatan paliatif seperti hemodialisis yang luas. Penyebab kematian lain akibat efek samping pengobatan misalnya pada penyakit ateromatosa(infark miokard, gagal jantung, aksiden vaskular serebral iskemik), akibat kortikoterapi, atau neoplasma (kanker, hemopati) akibat pemakaian imunosupresan atau keadaan defisiensi imun akibat penyakit lupus. Infeksi dan sepsis merupakan penyebab kematian utama pada lupus. Jadi secara skematis evolusi penyakit lupus memperlihatkan 2 puncak kejadian kematian yaitu akibat komplikasi viseral yang tidak terkontrol dan komplikasi kortikoterapi (Buku ajar imunologi dan alergi anak. UI dan www.medicastore.com)

2.10. EpidemiologiDalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di dunia.Prevalensi SLE diberbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi yangberbeda-beda bervariasi antara 2.9/100.000 - 400/100.000. SLE lebih sering ditemukan pada rastertentu seperti bangsa Negro, Cina, dan mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial.Faktor ekonomi dan geografik tidak mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia , tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi).Frekuensi pada wanita dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara (5,5-9):1. Padalupus eritamatosus yang disebabkan obat (drug induced LE), rasio ini lebih rendah, yaitu 3:2. Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari pasien yang dirawat di rumah sakit.Dari 3 peneliti di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta yang melakukan penelitian pada periode yang berbedadiperoleh data sebagai berikut: antara tahun 1969-1970 ditemukan 5 kasus SLE; selama periode 5tahun (1972-1976) ditemukan 1 kasus SLE dari setiap 666 kasus yang dirawat ( insidensi sebesar15 per 10.000 perawatan); antara tahun 1988-1990 (3 tahun) insidensi rata-rata ialah sebesar 37,7per 10.000 perawatan. Ketiganya menggunakan kriteria yang berbeda-beda, yaitu berturut-turutkriteria Dubois, kriteria pendahuluan ARA dan kriteria ARA yang telah diperbaiki. (Sudoyo,2009)

3. Menjelaskan dan memahami sikap dalam menghadapi cobaan3.1. Menjelaskan definisi sabar dan ikhlasSabar secara bahasa berarti al-habsu ( menahan ) dan al-manu ( mencegah ), yaitu lawan kata dari al-jazu ( keluh kesah ). Dikatakan: shabara shabran ( ,( maksudnya : tegar dan tidak berkeluh kesah.Shabara berarti: menunggu, shabara nafsahu berarti: menahan diri dan mengekangnya,shabara fulan: menahannya, shabartu shabran : aku menahan diriku dari berkeluh kesah.(www.tanbihun.com)Ikhlas adalah selalu taat menjalankan perintah agama dan menjauhi segala hal yang menjadi larangan dengan alas an sebagai wujud cinta kepada Allah tanpa mengharapkan imbalan apapun juga kecuali ridha-Nya.

3.2. Menjelaskan Hadist sabar dan ikhlasKetika seorang muslim mendapat musibah dalam kehidupannya, maka kita sebagai umat yang beriman harus tetap bertawakal kepada Allah, dan selalu mengingatnya, seperti firman allah dalam al-quran :(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" (Q.S.Al-baqarah :156)Kata "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" yang artinya sesungguhnya kami adalah milik allah dan hanya kepadanyalah kami kembali, merupakan suatu pernyataan atas ketaatan kita kepada yang maha kuasa atas kejadian yang menimpa kitaDi dalam al-quran pun disebutkan pula bahwa musibah tersebut diakibatkan oleh kelakuan yang dilakukian oleh tangan2 manusia, sepertihalnya dalam al quran disebutkan Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.S. Asyuura (42) : 30)

Tetapi jika musibah ini diterima dengan tawakal dan sabar, sesungguhnya hal itu merupakan suatu cobaan bagi kita

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,(Q.S. Al-baqarah(2) :155)

Jikala musibah ini datang maka sebagai orang yang beriman, yang harus kita lakukan adalah dengan sabar dan tawakal, seperti yang ter tulis dalam firman allah:

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Q.S.Al-baqarah (2):45)

Maka jika kita telah bisa menghadapi musibah ini, dengan tawakal dan sabar maka, pahala dan ampunanlah yang akan didapat, seperti dalam firman-Nya:

kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shaleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besa (Q.S.Huud(11):11)

Barangsiapa memberi krn Allah menolak krn Allah mencintai krn Allah membenci karena Allah dan menikah krn Allah maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang selalu ikhlas (QS. Shaad: 82-83)

Baratawidjaja.( 2012). Imunologi Dasar. Ed. 10. Jakarta : FKUIBuku ajar imunologi dan alergi anak. Jakarta : Balai penerbit FKUIhttp://blog.re.or.id/keutamaan-ikhlas.html Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I.dkk. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 5.Jilid III. Jakarta : Interna Publishing Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I.dkk. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 5.Jilid I . Jakarta : Interna Publishing

16