0 Laporan Kasus 4
-
Upload
rizky-fauzi -
Category
Documents
-
view
26 -
download
0
description
Transcript of 0 Laporan Kasus 4
LAPORAN KASUS
MODUL ORGAN MATA TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN
“Seorang Laki-Laki Dewasa dengan Keluhan Hidung Tersumbat”
KELOMPOK 8
030.08.059 Bhastiyan D W
030.08.063 Cahyarani Wulansari
030.08.083 Dina Putri Damayanti
030.09.210 Riyan Santosa
030.09.211 Rizcha Octaviani
030.09.212 Rizky Fauzi
030.09.214 Ronald Aditya Prasetya B
030.09.215 Ruhmana Firah Fadilla R
030.09.216 Runy Dyaksani
030.09.217 Ruri Eka Putri
030.09.219 Ratriazqi Rachmayanti
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta, 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Polip hidung merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung dan
tenggorok (THT) yang sudah umum didengar di masyarakat. Sebagian orang sering
menyebutnya sebagai tumbuh daging dalam hidung. Sebagian orang juga
menamainya tumor hidung. Polip Hidung sebenarnya adalah suatu pertumbuhan dari
selaput lendir hidung yang bersifat jinak.
Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya
sangat terkait erat dengan berbagai problem THT lainnya seperti rinitis alergi, asma,
radang kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis, intoleransi pada
aspirin.
Sampai saat ini para pakar belum mendapatkan jawaban secara pasti apa yang
mendasari munculnya benjolan putih keabu-abuan bertangkai itu. Namun dari studi
dan pengamatan medis, baru ditemukan ada sejumlah faktor yang “memudahkan”
pemunculan benjolan itu. Antara lain radang kronis yang berulang pada mukosa
hidung dan sinus paranasal, gangguan keseimbangan vasomotor, peningkatan cairan
interstitial serta oedema (pembengkakan) mukosa hidung.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
KASUS : Seorang laki-laki dewasa dengan keluhan hidung tersumbat
Bapak Tono, usia 45 tahun, pekerjaan guru SMA, datang dengan keluhan kedua
lubang hidung terasa tersumbat. Sumbatan ini terasa menetap dan makin lama makin
berat sehingga mengganggu kenyamanna hidupnya sehari-hari. Karena bernafas
dengan hidung sulit, pasien bernafas lewat mulut, kemudian memutuskan datang ke
RS tempat anda jaga.
Dari anamnesis yang anda kembangkan selanjutnya diketahui bahwa keluhan
dirasakan sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu, mula-mula menetap sepanjang hari
dan makin lama makin bertambah berat. Tiga tahun yang lalu pasien pernah sakit
serupa dan sudah dioperasi. Pada waktu muda pasien pernah makan udang, kemudian
badannya terasa gatal, timbul bercak-bercak merah dan bentol pada kulit. Sejak itu
setiap kali makan udang selalu gatal sehingga pasien tidak mau makan udang lagi.
Sebulan terakhir ini pasien merasa badannya agak demam kemudian sering pusing
kepala. Sejak dua minggu yang lalu terasa ada massa menganjal di tenggorokan yang
sangat mengganggu pada waktu makan. Benjolan terasa bisa bergerak, tidak pernah
berdarah dan tidak ada rasa nyeri kalau digerakan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Status generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 75/ menit
- Pernafasan : 18/menit
3
- Suhu : 38° C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : pupil bulat, isocore
Leher : JVP 5 cm
Thorax : C/P dbn
Abdomen : Soepel, H/L tak teraba
Ekstermitas : Hangat
Status Lokalis
Telinga :
Auris Dextra dan Sinistra
Liang telinga lapang tenang
Membran tympani intak tenang
Hidung :
Hidung luar tenang, simetris
Rongga hidung kanan/kiri terlihat masa bening berwarna sedikit abu-
abu kemerahan berbentuk bulat licin, bisa digerakkan, tidak rasa nyeri.
Septum dan concha belum bisa dinilai karena tertutup masa.
Tenggorokan :
Tonsil besar T1/T1, tenang
Dinding faring granuler, PND+
Terlihat masa sebesar kacang mede, menggantung di belakang arcus
faring kiri, berwarna putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakan
dan tidak nyeri
Pemeriksaan Laboratorium
4
- Hemoglobin : 15 g%
- Leukosit : 11.000/ml
- GDS : 130 mg%
- Ureum : 25 mg%
- Creatinin : 1,1 mg%
- Basofil : 0
- Eosinofil : 5
- Netrofil batang : 5
- Netrofil segmen : 60
- Limfosit : 24
- Monosit : 6
Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos
- Sinus paranasal tampak perselubungan pada kedua sinus maxilla
- Sinus-sinus yang lain cerah
- Septum lurus di tengah
- Concha membesar/ rongga hidung sempit
Kesan : sinusitis maksilaris bilateral, suspek polip nasi
CT-Scan
- Sinusitis maksila bilateral
- Osteomeatal kompleks kanan/kiri terbuka
- Massa di hidung dan tenggorokan suspek polip nasi
Pemeriksaan test kulit cukit ( prick test)
- Tungau debu rumah : +
- Udang dan makanan laut : +
5
BAB III
PEMBAHASAN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. Tono
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : guru SMA
Keluhan Utama
Kedua lubang hidung terasa tersumbat
Keluhan Tambahan
Demam sejak sebulan terakhir
Ada massa mengganjal di tenggorokan sejak dua minggu yang lalu,
Alergi udang (gatal, bercak-bercak merah dan bentol pada kulit)
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan kurang lebih 6 bulan yang lalu, menetap dan semakin berat
Menjadi sulit bernafas melalui hidung
Riwayat Pengobatan
Pernah sakit yang sama dan di operasi
Masalah
1. Sumbatan hidung
2. Massa di tenggorokan
3. Demam
Hipotesis
1. Polip hidung
6
Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama
kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak yang
bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya
licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan
multipel. Polip merupakan manifestasi dari berbagai penyakit dan sering
dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi, asma, dan lain-lain. Etiologi polip
hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada 3 faktor yang berperan dalam
terjadinya polip nasi, yaitu :
Peradangan . Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan
berulang.
Vasomotor. Gangguan keseimbangan vasomotor.
Edema. Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa
hidung.
Polip koana (polip antrum koana) adalah polip yang besar dalam nasofaring
danberasal dari antrum sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium sinus maksila
dan ostium asesorisnya lalu masuk ke dalam rongga hidung kemudian lanjut ke koana
dan membesar dalam nasofaring.(1)
Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang
ringan sampai berat , rinore mulai yang jernih sampai purulen , hiposmia atau
anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin , rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala
di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan
rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut,
suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu harus
ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma , intoleransi terhadap aspirin atau alergi obat
lainnya serta alergi makanan. (2)
2. Rhinitis AlergiRhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan 7
alergi spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Gejala yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan
banyak , hidung tersumbat, hidung dan mata gatal , yang kadang – kadang disertai
dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). (2)
3. Rhinitis VasomotorRhinitis vasomotor adalah suatu keadaan gangguan mukosa hidung yang
disebabkan bertambahnya aktivitas parasimpatis atau gangguan keseimbangan
fungsi vasomotor. Fungsi vasomotor dapat dipengaruhi oleh berbagai factor antara
lain obat-obatan , faktor fisik ( iritasi asap rokok, dingin, bau menyengat, minuman
beralkohol, perubahan suhu luar, kelelahan) , endokrin dan psikis ( cemas, tegang
dan emosi).
Gejala yang muncul ialah gejala yang dicetuskan oleh berbagai rangsangan
yang telah disebutkan sebelumnya .Gejala ini hampir mirip dengan gejala pada
rhinitis alergi, namun gejala yang dominant adalah hidung tersumbat, bergantian
kiri dan kanan , tergantung posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid
atau serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata. Gejala dapat memburuk
pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab dan asap rokok dan sebagainya.(2)
4. Common cold
Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput
hidung, sinus dan saluran udara yang besar. Penyebabnya adalah virus , contohnya
Rhinovirus dan virus Influenza .Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah
terinfeksi. Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan.
Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan.
Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada saat
terjadinya gejala. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-
hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita. Selanjutnya
sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya tidak
terlalu banyak. Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun
batuk dengan atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.
5. Deviasi Septum
8
Penyebab yang paling sering adalah trauma. Penyebab lainnya adalah ketidak
seimbangan pertumbuhan yaitu tulang rawan septum nasi terus tumbuh , meskipun
batas superior dan inferior telah menetap. Keluhan yang paling sering pada deviasi
septum ialah sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral , dapat pula bilateral ,sebab
pada sisi deviasi terdapat konka hipertrofi,sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi
konka yang hipertrofi ,sebagai akibat mekanisme kompensasi.
Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain itu
penciuman bias terganggu, apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum.
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis. (2)
6. Hematom Septum
Sebagai akibat trauma , pembuluh darah submukosa akan pecah dan darah
akan kumpul diantara perikondrium dan tulang rawan septum , dan membentuk
hematoma pada septum. Bila terjadi fraktur tulang rawan, maka darah akan masuk
ke sisi lain, sehingga terbentuk hematoma septum bilateral. Gejala yang menonjol
pada hematoma septum ialah sumbatan hidung dan rasa nyeri.
Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan unilateral atau bilateral pada
septum bagian depan , berbentuk bulat , licin dan berwarna merah. Pembengkakan
dapat meluas sampai ke dinding lateral hidung , sehingga menyebabkan obstruksi
total.(2)
7. Sinusitis
Sinusitis merupakan inflamasi sinus paranasal. Umunya disertai atau dipicu
oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma ( common cold ) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat
diikuti oleh infeksi bakteri. Yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan
etmoid. Banyak faktor penyebab sinusitis selain infeksi virus seperti kelainan
anatomi , hipertrofi adenoid pada anak , riwayat alergi , infeksi dari benda asing ,
ataupun dari lingkungan yang berpolusi. Keluhan utama rinosinusitis akut adalah
9
hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang
seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik
seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri pada daerah sinus merupakan ciri khas
sinusitis atau kadang-kadang juga nyeri terasa ditempat lain ( referred pain ). Gejala
lain adalah sakit kepala , hiposmia / anosmia , halitosis , post nasal drip yang
menyebabkan batuk atau sesak . keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit
didiagnosis.
II. ANAMNESIS TAMBAHAN
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
o Apakah pernah ada trauma?
o Apakah sumbatannya kedua hidung, atau salah satunya?
o Apakah ada gangguan penciuman?
o Apakah sering bersin?
o Apakah disertai nyeri pada hidung atau daerah sinus?
o Apakah ada sekret?
o Apakah rasa tersumbatnya memberat dipagi hari?
o Apakah ada rasa gatal pada hidung atau mata?
o Apakah ada sakit kepala, tekanan pada hidung atau mata?
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
o Apakah pernah mengalami hal yang sama sebelumnya?
o Apakah ada riwayat alergi?
RIWAYAT PENGOBATAN
o Apakah pernah meminum obat sebelumnya? Obat apa?
o Apakah pernah menjalani operasi disekitar hidung, telinga, atau
tenggorokan?
RIWAYAT KELUARGA
o Apakah ada anggota keluarga lain yang menderita hal yang sama?
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
10
Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 75/ menit
- Pernafasan : 18/menit
- Suhu : 38° C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : pupil bulat, isocor
Telinga : (lihat status lokalis)
Hidung : (lihat status lokalis)
Tenggorokan : (lihat status lokalis)
Leher : JVP 5 cm
Thorax : C/P dbn
Abdomen : Soepel, H/L tak teraba
Ekstermitas : Hangat
Pada status generalis pasien didapatkan keadaan umum dengan sakit sedang
dengan kesdaran yang masih baik (compos mentis). Dari pemeriksaan tanda vital
pasien didapatkan tekanan darah pasien 120/80 mmHg yang menunjukan masih dalam
batas normal, frekuensi nadi pada pasien ini 75/menit menunjukan dalam batas
normal (nilai normal : 60-100/menit), Respiration rate pada pasien ini didapatkan
18/menit menunjukan dalam batas normal ( nilai normal : 16-20/menit), dan suhu
pada pasien ini didapatkan 38°C yang menunjukan peningkatan yang relatif sedikit
(subfebris)
Kesimpulan : Status generalis pasien ini pada umumnya masih dalam batas normal,
namun suhu tubuh pasien ini subfebris yang kemungkinan adanya infeksi pada pasien
ini.
11
Status Lokalis
Telinga :
Auris Dextra dan Sinistra
Liang telinga lapang tenang
Membran tympani intak tenang
Hidung :
Hidung luar tenang, simetris
Rongga hidung kanan/kiri terlihat masa bening berwarna sedikit abu-
abu kemerahan berbentuk bulat licin, bisa digerakkan, tidak rasa nyeri.
Septum dan concha belum bisa dinilai karena tertutup masa.
Tenggorokan :
Tonsil besar T1/T1, tenang
Dinding faring granuler, PND+
Terlihat masa sebesar kacang mede, menggantung di belakang arcus
faring kiri, berwarna putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakan
dan tidak nyeri
Interpretasi :
- Pada pemeriksaan mata didapatkan pupil bulat dan isocore yang menunjukan
tidak ada kelainan pada mata
- Pada pemeriksaan leher didapatkan nilai JVP masih dalam batas normal yang
menunjukan tidak ada gangguan cardiovascular
- Pada pemeriksaan thorax didapatkan jantung dan paru dalam batas normal
- Pada pemeriksaan abdomen didapatkan bahwa abdomen dalam batas normal
dan tidak terdapat hepatomegali ataupun pembesaran pada lien
- Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan bahwa ekstermitas terasa hangat
yang menunjukan masih dalam batas normal
12
- Pemeriksaan pada auris dextra dan sinistra dapat disimpulkan masih dalam
batas normal karena didapatkan liang telinga lapang tenang dan membrane
tympani intak tenang
- Pemeriksaan hidung luar tenang dan simetris yang menandakan tidak terdapat
deviasi pada hidung, pada rongga kanan/kiri terlihat masa bening berwarna
sedikit abu-abu kemerahan berbentuk licin, bisa digerakan dan tidak ada rasa
nyeri yang kami perkirakan masa tersebut adalah polip nasi yang telah ada
infeksi sekunder karena sudah adanya warna kemerahan . Septum dan concha
belum bisa dinilai karena tertutup masa.
- Pada pemeriksaan tenggorokan diketahui tonsil besar T1/T1 yang menunjukan
bahwa tonsil belum berada pertengahan uvula (masih batas normal) dan
keadaan tonsil tenang yang menunjukan tidak adanya inflamasi. Dinding
faring granuler (tidak rata) biasanya terdapat pada faringitis kronis yang
timbul dengan rhinitis alergi. Pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan
adanya post nasal drip yaitu akibat secret berlebih dari hidung yang ke
tenggorokan yang biasanya didapatkan pada sinusitis. Selain itu terlihat masa
sebesar kacang mede, menggantung di belakang arcus faring kiri, berwarna
putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakan dan tidak nyeri yang kami
perkirakan adalah polip antero-choana yang biasanya di ostium maxilla dan
sifatnya bilobular, yaitu polip ini terdapat dua lobus dengan lobus yang berada
di ostium sinus dan lobus yang satunya lagi mengarah dari bidung ke
belakang(faring)
Kesimpulan : Pada pemeriksaan lokalis disimpulkan bahwa pasien ini kemungkinan
terdapat polip anterochoana, pada polip ini terdapat dua lobus, lobus yang pertama
berada di ostium sinus sehingga menghambat proses pernafasan dan pasien merasakan
seperti hidungnya tersumbat, lobus yang kedua meluasdari hidung ke daerah belakang
(faring) sehingga pasien merasa ada masa di tenggorokan ketika menelan. Adanya
post nasal drip menunjukan kemungkinan ada gangguan pada sinus (sinusitis).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
- Hemoglobin : 15 g%
13
Menunjukan bahwa pasien ini masih dalam batas normal karena nilai normal
hemoglobin untuk pria dewasa sekitar 14-18 g%.
- Leukosit : 11.000/ml
Menunjukan adanya peningkatan kadar leukosit karena nilai normal leukosit
sekitar 5000-10.000. Peningkatan nilai leukosit menunjukan adanya infeksi
akut pada pasien ini.
- GDS : 130 mg%
Gula darah sewaktu pasien ini masih dalam batas normal, karena nilai
normalnya adalah < 150 mg%. Kemungkinan pasien ini tidak mempunyai
riwayat diabetes
- Ureum : 25 mg%
Kadar ureum pasien ini masih dalam batas normal (nilai normalnya 15-40 mg
%). Dapat disimpulkan bahwa ginjal pasien masih dalam batas normal
- Creatinin : 1,1 mg%
Kadar creatinin pasien ini masih dalam batas normal (nilai normal : 0,5-1,5 mg
%). Dapat disimpulkan keadaan ginjal pasien masih dalam batas normal
- Basofil : 0
Nilai normal basofil 0-1, pada pasien ini dapat disimpulkan nilai basofil masih
dalam batas normal
- Eosinofil : 5
Nilai normal eosinofil adalah 0-3, pada pasien ini terdapat peningkatan nilai
eosinofil yang menunjukan adanya proses alergi
- Netrofil batang : 5
Nilai normal netrofil batang 2-6,pada pasien ini nilai netrofil batangnya masih
dalam batas normal
- Netrofil segmen : 60
Nilai normal netrofil segmen 50-70, nilai netrofil segmen pasien ini masih
dalam batas normal
- Limfosit : 24
Nilai normal limfosit adalah 20-40, nilai limfosit pasien ini masih dalam batas
normal
- Monosit : 6
14
Nilai normal monosit adalah 2-8, nilai monosit pasien ini masih dalam batas
normal
Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos
- Sinus paranasal tampak perselubungan pada kedua sinus maxilla
- Sinus-sinus yang lain cerah
- Septum lurus di tengah
- Concha membesar/ rongga hidung sempit
Kesan : sinusitis maksilaris bilateral, suspek polip nasi
Kesimpulan : kemungkinan pada pasien ini terdapat polip pada hidung yang
membuat concha membesar yang kemunggkinan karena ukuran polip yang
relative besar. Selain itu dapat diperkirakan juga telah terjadi sinusitis pada kedua
sinus maxilla pasien ini
CT-Scan
- Sinusitis maksila bilateral
- Osteomeatal kompleks kanan/kiri terbuka
- Massa di hidung dan tenggorokan suspek polip nasi
Kesimpulan : pada pasien ini terdapat sinusitis pada kedua sinus maxilla pasien
dan juga terdapat polip antro-choana yang lobusnya berada di ostium sinus hidung
dengan lobus yang satunya lagi meluas ke daerah belakang (farynx)
Pemeriksaan Prick test
- Tungau debu rumah : +
- Udang dan makanan laut : + +
Kesimpulan : pasien ini kemungkinan alergi terhadap tungau debu dan makanan
laut seperti udang misalnya. Dari hasil anmnesis juga didapatkan bahwa pasien
badannya terasa gatal, timbul bercak-bercak merah dan bentol pada kulit setelah
makan udang , hal tersebut terjadi karena proses alergi.
15
Pemeriksaan Anjuran
- Nasoendoskopi
Pada kasus polip antero-choana dapat terlihat tangkai polip yang berasal
ostium assesorius sinus maksila.
- CT-Scan
Untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada
proses peradangan, kelainan anatomi, polip ataupun sumbatan pada komplek
osteomeatal.
- Kultur dan uji resistensi
Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan dari secret hidung (polip)
dan untuk menentukan jenis antibiotic yang nanti digunakan untuk terapi pada
pasien ini.
V. DIAGNOSIS KERJA
VI. PATOFISIOLOGI
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, dsifungsi
saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan
mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di
daerah sempit di kompleks ostio-meatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh
reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan
natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang
mengakibatkan dilepasnya sitokin dari sel mast yang akan menyebabkan edema dan
lama-lama menjadi polip.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi
polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai. Polip
bisa disebabkan oleh karena adanya alergi, infeksi dan vasomotor (pengaruh saraf
16
simpatis dan parasimpatis), ketiga etiologi ini bisa menyebabkan oedema, terbentuk
mukosa yang polipoid (tebal dan sembab), adanya fenomena Bernstein “aliran udara
yang cepat membuat tekanan dipinggir menjadi rendah mukosa tertarik sehingga
mukosa semakin menebal” dan kemudian terbentuk polip.
Adanya sumbatan yang menetap membuat aliran udara berkurang, sehingga
udara yang masuk tidak bisa sampai ke organ penghidu (2/3 atas) sehingga timbul
gejala hiposmia – anosmia. Selain itu, sumbatan yang menetap juga akan
mengganggu drenase, sehingga sekret menumpuk, media yang baik untuk
pertumbuhan kuman, sehingga bisa timbul sinusitis.
VII. PENATALAKSANAAN
Non-medika mentosa
1. Mengatur alergi
2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal=hal yang mungkin untuk memberikan
kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus, seperti allergen, polusi udara, dan
bahan kimia
3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan secara teratur dan menyeluruh, untuk melindungi
terhadap infeksi bakteri danvirus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung
dan sinus
4. Usahakan hidung tetap lembab untuk meningkatkan aliran lendir dari sinus dan dapat
membantu mencegah sumbatan dan peradangan.
VIII. KOMPLIKASI
IX. PROGNOSIS
17
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
Hidung merupakan suatu bagian dari traktus respiratorius terletak superior dari
palatum durum. Hidung mengandung organ perifer dari penciuman, selain itu hidung
terbagi menjadi hidung eksternal dan kavum hidung.
18
Hidung, atau nasi,eksternal memiliki bentuk seperti piramid. Nasi eksternal ini
terbagi-bagi menjadi apeks nasi atau puncak hidung, dorsum nasi atau batang hidung,
radiks atau pangkal hidung, nares anterior atau lubang hidung, kolumela, dan alae
nasi.
Hidung luar terbentuk oleh kerangka tulang serta tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot yang berperan pada pergerakan hidung.
Kerangka tulang pada hidung terdiri dari os. Nasalis, prosesus frontalis os. Maksila,
dan prosesus nasalis os. Frontalis. Sedangkan kerangka tulang rawan hidung terdiri
dari kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor, kartilago alaris minor, dan
kartilago septi nasi. Otot-otot yang terdapat pada hidung antara lain adalah m.
Procerus, m. Levator labii superior alae nasi, m. Nasalis pars transversa, dan m.
Nasalis pars alaris.
Kavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang
terpisah menjadi kanan dan kiri yang oleh septum nasi. Terbuka pada bagian depan
melalui nares anterior dan pada bagian belakang melalui nares posterior atau koana.
Koana ini akan menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Mukosa melapisi
kavum nasi terkecuali pada bagian vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit.
Regio kavum nasi terdiri atas vestibulum nasi, regio respiratori, dan regio
olfaktori. Vestibulum nasi merupakan bagian yang letaknya sesuai dengan alae nasi
dan tepan di belakang nares anterior, dilapisis oleh kelenjar sebasea dan rambut-
rambut panjang disebut vibrise. Regio respiratori terletak 2/3 inferior dari kavum nasi
dan regio olfaktori 1/3 superior dari kavum nasi.
19
Setiap kavum nasi memiliki empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
superior, dan inferior. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum nasi
terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulangnya adalah lamina
perpendikularis os. Etmoid, vomer, Krista nasalis os. Maksila, dan Krista nasalis os.
Palatina. Sedangkan bagian tulang rawannya terdiri dari kartilago septum dan
kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi mukosa hidung.
Pada dinding lateral terdapat konka. Terdiri atas konka inferior, konka media,
konka superior, dan konka suprema. Di antara konka-konka inilah terdapat rongga
sempit yang disebut sebagai meatus. Sesuai dengan letaknya terdapay tiga meatus
yaitu, meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior berada di antara konka
inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral kavum nasi. Di sini terdapat muara
atau ostium duktus nasolakrimalis. Meatus medius berada di antara konka media dan
dinding lateral kavum nasi, terdapat muara sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sinus
etmoidalis anterior. Meatus superior merupakan ruang yang berada di antara konka
superior dan konka media, terdapat muara sinus etmoidalis posterior dan sinus
sfenoidalis.
Kavum nasi juga memiliki batas-batas. Dinding inferior merupakan dasar
kavum nasi dan dibentuk oleh os. Maksila dan os. Palatum. Dinding superior dibentuk
oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
Lamina kribriformis ini merupakan lempeng tulang yang berasal dari os. Etmoid dan
berlubang-lubang sebagai tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Pada
bagian posterior atap rongga hidung dibentuk oleh os. Sfenoid.
20
Pendarahan
Untuk bagian atas rongga hidung, darah disuplai oleh a. etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna. Sedangkan
untuk bagian bawah rongga hidung darah disuplai oleh cabang a. maksilaris interna,
yang di antaranya adalah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar
dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di
belakang ujung posterior konka media.
Suplai darah bagian depan hidung didapat dari cabang-cabang a. fasialis. Pada
bagian depan deptum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a.
etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor. Anastomosis dari cabang-
cabang arteri ini dinamakan sebagai pleksus Kiesselbach dan terletak superfisial.
Vena-vena pada hidung memiliki nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Pada vena di vestibulum dan struktur luar hidung akan bermuara ke
v. oftalmika.
Innervasi
Untuk fungsi olfaktori atau penghidu persarafan dilakukan oleh n. olfaltorius.
Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dan akan berakhir pada mukosa olfaltorius.
Bagian atas dan depan rongga hidung mendapatkan persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.
oftalmikus. Untuk rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan 21
sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina. Selain itu, ganglion
sfenopalatina juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung.
Sinus Paranasal
Sinus paranasal terdiri atas:
1. Sinus frontalis
2. Sinus etmoidalis
- Sinus etmoidalis anterior
- Sinus etmoidalis media
- Sinus etmoidalis posterior
3. Sinus maksilaris
4. Sinus sfenoidalis
II. FISIOLOGIS
Fungsi fisiologis hidung dan sinus-sinus paranasalnya adalah:
1. Fungsi respirasi
Guna untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal. Udara
22
masuk ke hidung dan menuju system respirasi melalui nares anterior, lalu ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring. Aliran
udara pada hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Penguapan
udara oleh palut lendir ini disesuaikan dengan keadaan suhu di sekitar. Suhu udara
yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat acelsius. Fungsi pengatur
suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan
adanya permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang masuk ke dalam hidung bersama
udara akan disaring di hidung oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia,
dan palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-
partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.
2. Fungsi penghidu
Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung
stimulus penghidu. Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,
konka superior dan sepertiga bagian atas septum ini, hidung bekerja sebagai indra
penghidu dan pengecap.
Partikel bau dapat mencapai daerah-daerah tersebut dengan cara difusi dengan
palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu
indra pengecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai
macam bahan.
3. Fungsi fonetik
Berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah
hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang. Resonansi sangat penting untuk
kualitas suara. Sumbatan pada hidung akan menyebabkan resonansi berkurang
atau hilang, sehinga suara akan terdengar sengau atau rinolalia.
Selain itu, hidung juga membantu proses pembentukan kata-kata. Kata-kata
dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal
23
seperti m, n, ng, rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun
untuk aliran udara.
4. Fungsi statik dan mekanik
Untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung
panas.
5. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan
refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan
sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
III. POLIP
Definisi
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak
sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan
kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya rhinitis alergi atau
penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori
dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum
diketahui dengan pasti.
Patogenesa
24
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi
saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Barnstein, terjadi perubahan
mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama
didaerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti
oleh reepitealisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan
penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga
terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang
mengakibatkan dilepaskannya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan
adanya edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa
yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga
hidung dengan membentuk tangkai.
Makroskopi
Secara makroskopi polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan
licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular,
dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitive (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa
sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak
cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses
peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang
sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak
mengandung jaringan ikat.
25
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di meatus medius
dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat
asal tangkai polip dapat dilihat.
Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring, disebut
polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut
juga polip antrokoana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus
etmoid.
Mikroskopi
Secara mikroskopi tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung
normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-
selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa
mengandung sel-sel goblet, pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip
yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran
udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu
polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang
alergi dan Polip Neutrofilik biasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya.
Diagnosis polip nasi
Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang
ringan sampai yang berat, rinore dari yang jernih sampai purulen, hipoosmia atau
anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai sakit kepala
didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan
rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut,
suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan
mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.
Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin
dan alergi obat lainya serta alergi makanan. 26
Pemeriksaan fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius
dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997)
a. Stadium 1: polip masih terbatas dimeatus medius
b. Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak dirongga hidung
tapi
belum memenuhi rongga hidung
c. Stadium 3: polip yang massif
Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskop akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang
baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.
Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari
ostium asesorius sinus maksila.
Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, aldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus,
tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah
ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks
osteomeatal. CT terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan
bedah terutama bedah endoskopi.
27
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-
keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe
eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid
intranasal dibanding polip tipe neutrofilik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang
sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip
(polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal,
etmoidektomi intra nasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi
Caldwell_Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik adalah apabila tersedia fasilitas
endoskopi maka dapat dilakukan fasilitas endoskopi maka dapat dilakukan tindakan
BSEF.
Pencegahan
1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan dokter rekomendasi untuk
mengelola asma dan alergi. Jika gejala tidak mudah dan secara teratur di
bawah kendali, konsultasi dengan dokter Anda tentang perubahan rencana
pengobatan Anda.
2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk
memberikan kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus Anda, seperti
alergen, polusi udara dan bahan kimia.
3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan Anda secara teratur dan menyeluruh. Ini
adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi bakteri dan
virus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan sinus.
4. Melembabkan rumah Anda. Gunakan pelembab ruangan jika Anda memiliki
udara kering di rumah Anda. Hal ini dapat membantu meningkatkan aliran
lendir dari sinus Anda dan dapat membantu mencegah sumbatan dan
peradangan.
28
5. Gunakan bilasan hidung atau nasal lavage. Gunakan air garam (saline) spray
atau nasal lavage untuk membilas hidung Anda. Hal ini dapat meningkatkan
aliran dan menghilangkan lendir penyebab alergi dan iritasi. Anda dapat
membeli semprotan saline atau lavage nasal dengan perangkat, seperti
sedotan, untuk mngantarkan bilasan. Anda dapat membuat solusi sendiri
dengan mencampurkan 1 / 4 sendok teh (1.2 ml) garam
dengan 2 cangkir (0,5 liter) air hangat. Hindari air garam semprot yang
mengandung zat aditif yang dapat membakar lapisan mukosa hidung Anda.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
29