0 Laporan Kasus 4

42
LAPORAN KASUS MODUL ORGAN MATA TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN “Seorang Laki-Laki Dewasa dengan Keluhan Hidung Tersumbat” KELOMPOK 8 030.08.059 Bhastiyan D W 030.08.063 Cahyarani Wulansari 030.08.083 Dina Putri Damayanti 030.09.210 Riyan Santosa 030.09.211 Rizcha Octaviani 030.09.212 Rizky Fauzi 030.09.214 Ronald Aditya Prasetya B 030.09.215 Ruhmana Firah Fadilla R 030.09.216 Runy Dyaksani 030.09.217 Ruri Eka Putri 030.09.219 Ratriazqi Rachmayanti

description

fdsff

Transcript of 0 Laporan Kasus 4

Page 1: 0 Laporan Kasus 4

LAPORAN KASUS

MODUL ORGAN MATA TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

“Seorang Laki-Laki Dewasa dengan Keluhan Hidung Tersumbat”

KELOMPOK 8

030.08.059 Bhastiyan D W

030.08.063 Cahyarani Wulansari

030.08.083 Dina Putri Damayanti

030.09.210 Riyan Santosa

030.09.211 Rizcha Octaviani

030.09.212 Rizky Fauzi

030.09.214 Ronald Aditya Prasetya B

030.09.215 Ruhmana Firah Fadilla R

030.09.216 Runy Dyaksani

030.09.217 Ruri Eka Putri

030.09.219 Ratriazqi Rachmayanti

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 2011

Page 2: 0 Laporan Kasus 4

BAB I

PENDAHULUAN

Polip hidung merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung dan

tenggorok (THT) yang sudah umum didengar di masyarakat. Sebagian orang sering

menyebutnya sebagai tumbuh daging dalam hidung. Sebagian orang juga

menamainya tumor hidung. Polip Hidung sebenarnya adalah suatu pertumbuhan dari

selaput lendir hidung yang bersifat jinak.

Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya

sangat terkait erat dengan berbagai problem THT lainnya seperti rinitis alergi, asma,

radang kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis, intoleransi pada

aspirin.

Sampai saat ini para pakar belum mendapatkan jawaban secara pasti apa yang

mendasari munculnya benjolan putih keabu-abuan bertangkai itu. Namun dari studi

dan pengamatan medis, baru ditemukan ada sejumlah faktor yang “memudahkan”

pemunculan benjolan itu. Antara lain radang kronis yang berulang pada mukosa

hidung dan sinus paranasal, gangguan keseimbangan vasomotor, peningkatan cairan

interstitial serta oedema (pembengkakan) mukosa hidung.

2

Page 3: 0 Laporan Kasus 4

BAB II

LAPORAN KASUS

KASUS : Seorang laki-laki dewasa dengan keluhan hidung tersumbat

Bapak Tono, usia 45 tahun, pekerjaan guru SMA, datang dengan keluhan kedua

lubang hidung terasa tersumbat. Sumbatan ini terasa menetap dan makin lama makin

berat sehingga mengganggu kenyamanna hidupnya sehari-hari. Karena bernafas

dengan hidung sulit, pasien bernafas lewat mulut, kemudian memutuskan datang ke

RS tempat anda jaga.

Dari anamnesis yang anda kembangkan selanjutnya diketahui bahwa keluhan

dirasakan sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu, mula-mula menetap sepanjang hari

dan makin lama makin bertambah berat. Tiga tahun yang lalu pasien pernah sakit

serupa dan sudah dioperasi. Pada waktu muda pasien pernah makan udang, kemudian

badannya terasa gatal, timbul bercak-bercak merah dan bentol pada kulit. Sejak itu

setiap kali makan udang selalu gatal sehingga pasien tidak mau makan udang lagi.

Sebulan terakhir ini pasien merasa badannya agak demam kemudian sering pusing

kepala. Sejak dua minggu yang lalu terasa ada massa menganjal di tenggorokan yang

sangat mengganggu pada waktu makan. Benjolan terasa bisa bergerak, tidak pernah

berdarah dan tidak ada rasa nyeri kalau digerakan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Status generalis

Keadaan umum : Sakit sedang

Tanda vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 75/ menit

- Pernafasan : 18/menit

3

Page 4: 0 Laporan Kasus 4

- Suhu : 38° C

Kesadaran : Compos mentis

Mata : pupil bulat, isocore

Leher : JVP 5 cm

Thorax : C/P dbn

Abdomen : Soepel, H/L tak teraba

Ekstermitas : Hangat

Status Lokalis

Telinga :

Auris Dextra dan Sinistra

Liang telinga lapang tenang

Membran tympani intak tenang

Hidung :

Hidung luar tenang, simetris

Rongga hidung kanan/kiri terlihat masa bening berwarna sedikit abu-

abu kemerahan berbentuk bulat licin, bisa digerakkan, tidak rasa nyeri.

Septum dan concha belum bisa dinilai karena tertutup masa.

Tenggorokan :

Tonsil besar T1/T1, tenang

Dinding faring granuler, PND+

Terlihat masa sebesar kacang mede, menggantung di belakang arcus

faring kiri, berwarna putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakan

dan tidak nyeri

Pemeriksaan Laboratorium

4

Page 5: 0 Laporan Kasus 4

- Hemoglobin : 15 g%

- Leukosit : 11.000/ml

- GDS : 130 mg%

- Ureum : 25 mg%

- Creatinin : 1,1 mg%

- Basofil : 0

- Eosinofil : 5

- Netrofil batang : 5

- Netrofil segmen : 60

- Limfosit : 24

- Monosit : 6

Pemeriksaan Radiologi

Foto Polos

- Sinus paranasal tampak perselubungan pada kedua sinus maxilla

- Sinus-sinus yang lain cerah

- Septum lurus di tengah

- Concha membesar/ rongga hidung sempit

Kesan : sinusitis maksilaris bilateral, suspek polip nasi

CT-Scan

- Sinusitis maksila bilateral

- Osteomeatal kompleks kanan/kiri terbuka

- Massa di hidung dan tenggorokan suspek polip nasi

Pemeriksaan test kulit cukit ( prick test)

- Tungau debu rumah : +

- Udang dan makanan laut : +

5

Page 6: 0 Laporan Kasus 4

BAB III

PEMBAHASAN

I. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Tn. Tono

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : guru SMA

Keluhan Utama

Kedua lubang hidung terasa tersumbat

Keluhan Tambahan

Demam sejak sebulan terakhir

Ada massa mengganjal di tenggorokan sejak dua minggu yang lalu,

Alergi udang (gatal, bercak-bercak merah dan bentol pada kulit)

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan kurang lebih 6 bulan yang lalu, menetap dan semakin berat

Menjadi sulit bernafas melalui hidung

Riwayat Pengobatan

Pernah sakit yang sama dan di operasi

Masalah

1. Sumbatan hidung

2. Massa di tenggorokan

3. Demam

Hipotesis

1. Polip hidung

6

Page 7: 0 Laporan Kasus 4

Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama

kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak yang

bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya

licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan

multipel. Polip merupakan manifestasi dari berbagai penyakit dan sering

dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi, asma, dan lain-lain. Etiologi polip

hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada 3 faktor yang berperan dalam

terjadinya polip nasi, yaitu :

Peradangan . Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan

berulang.

Vasomotor. Gangguan keseimbangan vasomotor.

Edema. Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa

hidung.

Polip koana (polip antrum koana) adalah polip yang besar dalam nasofaring

danberasal dari antrum sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium sinus maksila

dan ostium asesorisnya lalu masuk ke dalam rongga hidung kemudian lanjut ke koana

dan membesar dalam nasofaring.(1)

Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang

ringan sampai berat , rinore mulai yang jernih sampai purulen , hiposmia atau

anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin , rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala

di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan

rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut,

suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu harus

ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma , intoleransi terhadap aspirin atau alergi obat

lainnya serta alergi makanan. (2)

2. Rhinitis AlergiRhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama

serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan 7

Page 8: 0 Laporan Kasus 4

alergi spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Gejala yang khas ialah terdapatnya

serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan

banyak , hidung tersumbat, hidung dan mata gatal , yang kadang – kadang disertai

dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). (2)

3. Rhinitis VasomotorRhinitis vasomotor adalah suatu keadaan gangguan mukosa hidung yang

disebabkan bertambahnya aktivitas parasimpatis atau gangguan keseimbangan

fungsi vasomotor. Fungsi vasomotor dapat dipengaruhi oleh berbagai factor antara

lain obat-obatan , faktor fisik ( iritasi asap rokok, dingin, bau menyengat, minuman

beralkohol, perubahan suhu luar, kelelahan) , endokrin dan psikis ( cemas, tegang

dan emosi).

Gejala yang muncul ialah gejala yang dicetuskan oleh berbagai rangsangan

yang telah disebutkan sebelumnya .Gejala ini hampir mirip dengan gejala pada

rhinitis alergi, namun gejala yang dominant adalah hidung tersumbat, bergantian

kiri dan kanan , tergantung posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid

atau serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata. Gejala dapat memburuk

pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang

ekstrim, udara lembab dan asap rokok dan sebagainya.(2)

4. Common cold

Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput

hidung, sinus dan saluran udara yang besar. Penyebabnya adalah virus , contohnya

Rhinovirus dan virus Influenza .Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah

terinfeksi. Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan.

Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan.

Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada saat

terjadinya gejala. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-

hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita. Selanjutnya

sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya tidak

terlalu banyak. Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun

batuk dengan atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.

5. Deviasi Septum

8

Page 9: 0 Laporan Kasus 4

Penyebab yang paling sering adalah trauma. Penyebab lainnya adalah ketidak

seimbangan pertumbuhan yaitu tulang rawan septum nasi terus tumbuh , meskipun

batas superior dan inferior telah menetap. Keluhan yang paling sering pada deviasi

septum ialah sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral , dapat pula bilateral ,sebab

pada sisi deviasi terdapat konka hipertrofi,sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi

konka yang hipertrofi ,sebagai akibat mekanisme kompensasi.

Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain itu

penciuman bias terganggu, apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum.

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor

predisposisi terjadinya sinusitis. (2)

6. Hematom Septum

Sebagai akibat trauma , pembuluh darah submukosa akan pecah dan darah

akan kumpul diantara perikondrium dan tulang rawan septum , dan membentuk

hematoma pada septum. Bila terjadi fraktur tulang rawan, maka darah akan masuk

ke sisi lain, sehingga terbentuk hematoma septum bilateral. Gejala yang menonjol

pada hematoma septum ialah sumbatan hidung dan rasa nyeri.

Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan unilateral atau bilateral pada

septum bagian depan , berbentuk bulat , licin dan berwarna merah. Pembengkakan

dapat meluas sampai ke dinding lateral hidung , sehingga menyebabkan obstruksi

total.(2)

7. Sinusitis

Sinusitis merupakan inflamasi sinus paranasal. Umunya disertai atau dipicu

oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah

selesma ( common cold ) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat

diikuti oleh infeksi bakteri. Yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan

etmoid. Banyak faktor penyebab sinusitis selain infeksi virus seperti kelainan

anatomi , hipertrofi adenoid pada anak , riwayat alergi , infeksi dari benda asing ,

ataupun dari lingkungan yang berpolusi. Keluhan utama rinosinusitis akut adalah

9

Page 10: 0 Laporan Kasus 4

hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang

seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik

seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri pada daerah sinus merupakan ciri khas

sinusitis atau kadang-kadang juga nyeri terasa ditempat lain ( referred pain ). Gejala

lain adalah sakit kepala , hiposmia / anosmia , halitosis , post nasal drip yang

menyebabkan batuk atau sesak . keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit

didiagnosis.

II. ANAMNESIS TAMBAHAN

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

o Apakah pernah ada trauma?

o Apakah sumbatannya kedua hidung, atau salah satunya?

o Apakah ada gangguan penciuman?

o Apakah sering bersin?

o Apakah disertai nyeri pada hidung atau daerah sinus?

o Apakah ada sekret?

o Apakah rasa tersumbatnya memberat dipagi hari?

o Apakah ada rasa gatal pada hidung atau mata?

o Apakah ada sakit kepala, tekanan pada hidung atau mata?

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

o Apakah pernah mengalami hal yang sama sebelumnya?

o Apakah ada riwayat alergi?

RIWAYAT PENGOBATAN

o Apakah pernah meminum obat sebelumnya? Obat apa?

o Apakah pernah menjalani operasi disekitar hidung, telinga, atau

tenggorokan?

RIWAYAT KELUARGA

o Apakah ada anggota keluarga lain yang menderita hal yang sama?

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

10

Page 11: 0 Laporan Kasus 4

Keadaan umum : Sakit sedang

Tanda vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 75/ menit

- Pernafasan : 18/menit

- Suhu : 38° C

Kesadaran : Compos mentis

Mata : pupil bulat, isocor

Telinga : (lihat status lokalis)

Hidung : (lihat status lokalis)

Tenggorokan : (lihat status lokalis)

Leher : JVP 5 cm

Thorax : C/P dbn

Abdomen : Soepel, H/L tak teraba

Ekstermitas : Hangat

Pada status generalis pasien didapatkan keadaan umum dengan sakit sedang

dengan kesdaran yang masih baik (compos mentis). Dari pemeriksaan tanda vital

pasien didapatkan tekanan darah pasien 120/80 mmHg yang menunjukan masih dalam

batas normal, frekuensi nadi pada pasien ini 75/menit menunjukan dalam batas

normal (nilai normal : 60-100/menit), Respiration rate pada pasien ini didapatkan

18/menit menunjukan dalam batas normal ( nilai normal : 16-20/menit), dan suhu

pada pasien ini didapatkan 38°C yang menunjukan peningkatan yang relatif sedikit

(subfebris)

Kesimpulan : Status generalis pasien ini pada umumnya masih dalam batas normal,

namun suhu tubuh pasien ini subfebris yang kemungkinan adanya infeksi pada pasien

ini.

11

Page 12: 0 Laporan Kasus 4

Status Lokalis

Telinga :

Auris Dextra dan Sinistra

Liang telinga lapang tenang

Membran tympani intak tenang

Hidung :

Hidung luar tenang, simetris

Rongga hidung kanan/kiri terlihat masa bening berwarna sedikit abu-

abu kemerahan berbentuk bulat licin, bisa digerakkan, tidak rasa nyeri.

Septum dan concha belum bisa dinilai karena tertutup masa.

Tenggorokan :

Tonsil besar T1/T1, tenang

Dinding faring granuler, PND+

Terlihat masa sebesar kacang mede, menggantung di belakang arcus

faring kiri, berwarna putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakan

dan tidak nyeri

Interpretasi :

- Pada pemeriksaan mata didapatkan pupil bulat dan isocore yang menunjukan

tidak ada kelainan pada mata

- Pada pemeriksaan leher didapatkan nilai JVP masih dalam batas normal yang

menunjukan tidak ada gangguan cardiovascular

- Pada pemeriksaan thorax didapatkan jantung dan paru dalam batas normal

- Pada pemeriksaan abdomen didapatkan bahwa abdomen dalam batas normal

dan tidak terdapat hepatomegali ataupun pembesaran pada lien

- Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan bahwa ekstermitas terasa hangat

yang menunjukan masih dalam batas normal

12

Page 13: 0 Laporan Kasus 4

- Pemeriksaan pada auris dextra dan sinistra dapat disimpulkan masih dalam

batas normal karena didapatkan liang telinga lapang tenang dan membrane

tympani intak tenang

- Pemeriksaan hidung luar tenang dan simetris yang menandakan tidak terdapat

deviasi pada hidung, pada rongga kanan/kiri terlihat masa bening berwarna

sedikit abu-abu kemerahan berbentuk licin, bisa digerakan dan tidak ada rasa

nyeri yang kami perkirakan masa tersebut adalah polip nasi yang telah ada

infeksi sekunder karena sudah adanya warna kemerahan . Septum dan concha

belum bisa dinilai karena tertutup masa.

- Pada pemeriksaan tenggorokan diketahui tonsil besar T1/T1 yang menunjukan

bahwa tonsil belum berada pertengahan uvula (masih batas normal) dan

keadaan tonsil tenang yang menunjukan tidak adanya inflamasi. Dinding

faring granuler (tidak rata) biasanya terdapat pada faringitis kronis yang

timbul dengan rhinitis alergi. Pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan

adanya post nasal drip yaitu akibat secret berlebih dari hidung yang ke

tenggorokan yang biasanya didapatkan pada sinusitis. Selain itu terlihat masa

sebesar kacang mede, menggantung di belakang arcus faring kiri, berwarna

putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakan dan tidak nyeri yang kami

perkirakan adalah polip antero-choana yang biasanya di ostium maxilla dan

sifatnya bilobular, yaitu polip ini terdapat dua lobus dengan lobus yang berada

di ostium sinus dan lobus yang satunya lagi mengarah dari bidung ke

belakang(faring)

Kesimpulan : Pada pemeriksaan lokalis disimpulkan bahwa pasien ini kemungkinan

terdapat polip anterochoana, pada polip ini terdapat dua lobus, lobus yang pertama

berada di ostium sinus sehingga menghambat proses pernafasan dan pasien merasakan

seperti hidungnya tersumbat, lobus yang kedua meluasdari hidung ke daerah belakang

(faring) sehingga pasien merasa ada masa di tenggorokan ketika menelan. Adanya

post nasal drip menunjukan kemungkinan ada gangguan pada sinus (sinusitis).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

- Hemoglobin : 15 g%

13

Page 14: 0 Laporan Kasus 4

Menunjukan bahwa pasien ini masih dalam batas normal karena nilai normal

hemoglobin untuk pria dewasa sekitar 14-18 g%.

- Leukosit : 11.000/ml

Menunjukan adanya peningkatan kadar leukosit karena nilai normal leukosit

sekitar 5000-10.000. Peningkatan nilai leukosit menunjukan adanya infeksi

akut pada pasien ini.

- GDS : 130 mg%

Gula darah sewaktu pasien ini masih dalam batas normal, karena nilai

normalnya adalah < 150 mg%. Kemungkinan pasien ini tidak mempunyai

riwayat diabetes

- Ureum : 25 mg%

Kadar ureum pasien ini masih dalam batas normal (nilai normalnya 15-40 mg

%). Dapat disimpulkan bahwa ginjal pasien masih dalam batas normal

- Creatinin : 1,1 mg%

Kadar creatinin pasien ini masih dalam batas normal (nilai normal : 0,5-1,5 mg

%). Dapat disimpulkan keadaan ginjal pasien masih dalam batas normal

- Basofil : 0

Nilai normal basofil 0-1, pada pasien ini dapat disimpulkan nilai basofil masih

dalam batas normal

- Eosinofil : 5

Nilai normal eosinofil adalah 0-3, pada pasien ini terdapat peningkatan nilai

eosinofil yang menunjukan adanya proses alergi

- Netrofil batang : 5

Nilai normal netrofil batang 2-6,pada pasien ini nilai netrofil batangnya masih

dalam batas normal

- Netrofil segmen : 60

Nilai normal netrofil segmen 50-70, nilai netrofil segmen pasien ini masih

dalam batas normal

- Limfosit : 24

Nilai normal limfosit adalah 20-40, nilai limfosit pasien ini masih dalam batas

normal

- Monosit : 6

14

Page 15: 0 Laporan Kasus 4

Nilai normal monosit adalah 2-8, nilai monosit pasien ini masih dalam batas

normal

Pemeriksaan Radiologi

Foto Polos

- Sinus paranasal tampak perselubungan pada kedua sinus maxilla

- Sinus-sinus yang lain cerah

- Septum lurus di tengah

- Concha membesar/ rongga hidung sempit

Kesan : sinusitis maksilaris bilateral, suspek polip nasi

Kesimpulan : kemungkinan pada pasien ini terdapat polip pada hidung yang

membuat concha membesar yang kemunggkinan karena ukuran polip yang

relative besar. Selain itu dapat diperkirakan juga telah terjadi sinusitis pada kedua

sinus maxilla pasien ini

CT-Scan

- Sinusitis maksila bilateral

- Osteomeatal kompleks kanan/kiri terbuka

- Massa di hidung dan tenggorokan suspek polip nasi

Kesimpulan : pada pasien ini terdapat sinusitis pada kedua sinus maxilla pasien

dan juga terdapat polip antro-choana yang lobusnya berada di ostium sinus hidung

dengan lobus yang satunya lagi meluas ke daerah belakang (farynx)

Pemeriksaan Prick test

- Tungau debu rumah : +

- Udang dan makanan laut : + +

Kesimpulan : pasien ini kemungkinan alergi terhadap tungau debu dan makanan

laut seperti udang misalnya. Dari hasil anmnesis juga didapatkan bahwa pasien

badannya terasa gatal, timbul bercak-bercak merah dan bentol pada kulit setelah

makan udang , hal tersebut terjadi karena proses alergi.

15

Page 16: 0 Laporan Kasus 4

Pemeriksaan Anjuran

- Nasoendoskopi

Pada kasus polip antero-choana dapat terlihat tangkai polip yang berasal

ostium assesorius sinus maksila.

- CT-Scan

Untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada

proses peradangan, kelainan anatomi, polip ataupun sumbatan pada komplek

osteomeatal.

- Kultur dan uji resistensi

Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan dari secret hidung (polip)

dan untuk menentukan jenis antibiotic yang nanti digunakan untuk terapi pada

pasien ini.

V. DIAGNOSIS KERJA

VI. PATOFISIOLOGI

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, dsifungsi

saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan

mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di

daerah sempit di kompleks ostio-meatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh

reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan

natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang

mengakibatkan dilepasnya sitokin dari sel mast yang akan menyebabkan edema dan

lama-lama menjadi polip.

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi

polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai. Polip

bisa disebabkan oleh karena adanya alergi, infeksi dan vasomotor (pengaruh saraf

16

Page 17: 0 Laporan Kasus 4

simpatis dan parasimpatis), ketiga etiologi ini bisa menyebabkan oedema, terbentuk

mukosa yang polipoid (tebal dan sembab), adanya fenomena Bernstein “aliran udara

yang cepat membuat tekanan dipinggir menjadi rendah mukosa tertarik sehingga

mukosa semakin menebal” dan kemudian terbentuk polip.

Adanya sumbatan yang menetap membuat aliran udara berkurang, sehingga

udara yang masuk tidak bisa sampai ke organ penghidu (2/3 atas) sehingga timbul

gejala hiposmia – anosmia. Selain itu, sumbatan yang menetap juga akan

mengganggu drenase, sehingga sekret menumpuk, media yang baik untuk

pertumbuhan kuman, sehingga bisa timbul sinusitis.

VII. PENATALAKSANAAN

Non-medika mentosa

1. Mengatur alergi

2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal=hal yang mungkin untuk memberikan

kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus, seperti allergen, polusi udara, dan

bahan kimia

3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan secara teratur dan menyeluruh, untuk melindungi

terhadap infeksi bakteri danvirus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung

dan sinus

4. Usahakan hidung tetap lembab untuk meningkatkan aliran lendir dari sinus dan dapat

membantu mencegah sumbatan dan peradangan.

VIII. KOMPLIKASI

IX. PROGNOSIS

17

Page 18: 0 Laporan Kasus 4

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI

Hidung merupakan suatu bagian dari traktus respiratorius terletak superior dari

palatum durum. Hidung mengandung organ perifer dari penciuman, selain itu hidung

terbagi menjadi hidung eksternal dan kavum hidung.

18

Page 19: 0 Laporan Kasus 4

Hidung, atau nasi,eksternal memiliki bentuk seperti piramid. Nasi eksternal ini

terbagi-bagi menjadi apeks nasi atau puncak hidung, dorsum nasi atau batang hidung,

radiks atau pangkal hidung, nares anterior atau lubang hidung, kolumela, dan alae

nasi.

Hidung luar terbentuk oleh kerangka tulang serta tulang rawan yang dilapisi

kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot yang berperan pada pergerakan hidung.

Kerangka tulang pada hidung terdiri dari os. Nasalis, prosesus frontalis os. Maksila,

dan prosesus nasalis os. Frontalis. Sedangkan kerangka tulang rawan hidung terdiri

dari kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor, kartilago alaris minor, dan

kartilago septi nasi. Otot-otot yang terdapat pada hidung antara lain adalah m.

Procerus, m. Levator labii superior alae nasi, m. Nasalis pars transversa, dan m.

Nasalis pars alaris.

Kavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang

terpisah menjadi kanan dan kiri yang oleh septum nasi. Terbuka pada bagian depan

melalui nares anterior dan pada bagian belakang melalui nares posterior atau koana.

Koana ini akan menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Mukosa melapisi

kavum nasi terkecuali pada bagian vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit.

Regio kavum nasi terdiri atas vestibulum nasi, regio respiratori, dan regio

olfaktori. Vestibulum nasi merupakan bagian yang letaknya sesuai dengan alae nasi

dan tepan di belakang nares anterior, dilapisis oleh kelenjar sebasea dan rambut-

rambut panjang disebut vibrise. Regio respiratori terletak 2/3 inferior dari kavum nasi

dan regio olfaktori 1/3 superior dari kavum nasi.

19

Page 20: 0 Laporan Kasus 4

Setiap kavum nasi memiliki empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

superior, dan inferior. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum nasi

terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulangnya adalah lamina

perpendikularis os. Etmoid, vomer, Krista nasalis os. Maksila, dan Krista nasalis os.

Palatina. Sedangkan bagian tulang rawannya terdiri dari kartilago septum dan

kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi mukosa hidung.

Pada dinding lateral terdapat konka. Terdiri atas konka inferior, konka media,

konka superior, dan konka suprema. Di antara konka-konka inilah terdapat rongga

sempit yang disebut sebagai meatus. Sesuai dengan letaknya terdapay tiga meatus

yaitu, meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior berada di antara konka

inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral kavum nasi. Di sini terdapat muara

atau ostium duktus nasolakrimalis. Meatus medius berada di antara konka media dan

dinding lateral kavum nasi, terdapat muara sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sinus

etmoidalis anterior. Meatus superior merupakan ruang yang berada di antara konka

superior dan konka media, terdapat muara sinus etmoidalis posterior dan sinus

sfenoidalis.

Kavum nasi juga memiliki batas-batas. Dinding inferior merupakan dasar

kavum nasi dan dibentuk oleh os. Maksila dan os. Palatum. Dinding superior dibentuk

oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.

Lamina kribriformis ini merupakan lempeng tulang yang berasal dari os. Etmoid dan

berlubang-lubang sebagai tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Pada

bagian posterior atap rongga hidung dibentuk oleh os. Sfenoid.

20

Page 21: 0 Laporan Kasus 4

Pendarahan

Untuk bagian atas rongga hidung, darah disuplai oleh a. etmoid anterior dan

posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna. Sedangkan

untuk bagian bawah rongga hidung darah disuplai oleh cabang a. maksilaris interna,

yang di antaranya adalah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar

dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di

belakang ujung posterior konka media.

Suplai darah bagian depan hidung didapat dari cabang-cabang a. fasialis. Pada

bagian depan deptum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a.

etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor. Anastomosis dari cabang-

cabang arteri ini dinamakan sebagai pleksus Kiesselbach dan terletak superfisial.

Vena-vena pada hidung memiliki nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Pada vena di vestibulum dan struktur luar hidung akan bermuara ke

v. oftalmika.

Innervasi

Untuk fungsi olfaktori atau penghidu persarafan dilakukan oleh n. olfaltorius.

Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dan akan berakhir pada mukosa olfaltorius.

Bagian atas dan depan rongga hidung mendapatkan persarafan sensoris dari n.

etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.

oftalmikus. Untuk rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan 21

Page 22: 0 Laporan Kasus 4

sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina. Selain itu, ganglion

sfenopalatina juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa

hidung.

Sinus Paranasal

Sinus paranasal terdiri atas:

1. Sinus frontalis

2. Sinus etmoidalis

- Sinus etmoidalis anterior

- Sinus etmoidalis media

- Sinus etmoidalis posterior

3. Sinus maksilaris

4. Sinus sfenoidalis

II. FISIOLOGIS

Fungsi fisiologis hidung dan sinus-sinus paranasalnya adalah:

1. Fungsi respirasi

Guna untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, humidifikasi,

penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal. Udara

22

Page 23: 0 Laporan Kasus 4

masuk ke hidung dan menuju system respirasi melalui nares anterior, lalu ke atas

setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring. Aliran

udara pada hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Penguapan

udara oleh palut lendir ini disesuaikan dengan keadaan suhu di sekitar. Suhu udara

yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat acelsius. Fungsi pengatur

suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan

adanya permukaan konka dan septum yang luas.

Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang masuk ke dalam hidung bersama

udara akan disaring di hidung oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia,

dan palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-

partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.

2. Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung

stimulus penghidu. Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,

konka superior dan sepertiga bagian atas septum ini, hidung bekerja sebagai indra

penghidu dan pengecap.

Partikel bau dapat mencapai daerah-daerah tersebut dengan cara difusi dengan

palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu

indra pengecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai

macam bahan.

3. Fungsi fonetik

Berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang. Resonansi sangat penting untuk

kualitas suara. Sumbatan pada hidung akan menyebabkan resonansi berkurang

atau hilang, sehinga suara akan terdengar sengau atau rinolalia.

Selain itu, hidung juga membantu proses pembentukan kata-kata. Kata-kata

dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal

23

Page 24: 0 Laporan Kasus 4

seperti m, n, ng, rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun

untuk aliran udara.

4. Fungsi statik dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung

panas.

5. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan

refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan

sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

III. POLIP

Definisi

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam

rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.

Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak

sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan

kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya rhinitis alergi atau

penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori

dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum

diketahui dengan pasti.

Patogenesa

24

Page 25: 0 Laporan Kasus 4

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi

saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Barnstein, terjadi perubahan

mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama

didaerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti

oleh reepitealisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan

penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga

terbentuk polip.

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang

mengakibatkan dilepaskannya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan

adanya edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa

yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga

hidung dengan membentuk tangkai.

Makroskopi

Secara makroskopi polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan

licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular,

dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitive (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa

sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak

cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses

peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang

sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak

mengandung jaringan ikat.

25

Page 26: 0 Laporan Kasus 4

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di meatus medius

dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat

asal tangkai polip dapat dilihat.

Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring, disebut

polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut

juga polip antrokoana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus

etmoid.

Mikroskopi

Secara mikroskopi tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung

normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-

selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa

mengandung sel-sel goblet, pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip

yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran

udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu

polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang

alergi dan Polip Neutrofilik biasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya.

Diagnosis polip nasi

Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang

ringan sampai yang berat, rinore dari yang jernih sampai purulen, hipoosmia atau

anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai sakit kepala

didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan

rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut,

suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan

mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.

Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin

dan alergi obat lainya serta alergi makanan. 26

Page 27: 0 Laporan Kasus 4

Pemeriksaan fisik

Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga

hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi

anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius

dan mudah digerakkan.

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997)

a. Stadium 1: polip masih terbatas dimeatus medius

b. Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak dirongga hidung

tapi

belum memenuhi rongga hidung

c. Stadium 3: polip yang massif

Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang

baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi

anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari

ostium asesorius sinus maksila.

Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, aldwell dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus,

tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer sangat

bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah

ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks

osteomeatal. CT terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan

medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan

bedah terutama bedah endoskopi.

27

Page 28: 0 Laporan Kasus 4

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-

keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga

polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe

eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid

intranasal dibanding polip tipe neutrofilik.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang

sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip

(polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal,

etmoidektomi intra nasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi

Caldwell_Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik adalah apabila tersedia fasilitas

endoskopi maka dapat dilakukan fasilitas endoskopi maka dapat dilakukan tindakan

BSEF.

Pencegahan

1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan dokter rekomendasi untuk

mengelola asma dan alergi. Jika gejala tidak mudah dan secara teratur di

bawah kendali, konsultasi dengan dokter Anda tentang perubahan rencana

pengobatan Anda.

2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk

memberikan kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus Anda, seperti

alergen, polusi udara dan bahan kimia.

3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan Anda secara teratur dan menyeluruh. Ini

adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi bakteri dan

virus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan sinus.

4. Melembabkan rumah Anda. Gunakan pelembab ruangan jika Anda memiliki

udara kering di rumah Anda. Hal ini dapat membantu meningkatkan aliran

lendir dari sinus Anda dan dapat membantu mencegah sumbatan dan

peradangan.

28

Page 29: 0 Laporan Kasus 4

5. Gunakan bilasan hidung atau nasal lavage. Gunakan air garam (saline) spray

atau nasal lavage untuk membilas hidung Anda. Hal ini dapat meningkatkan

aliran dan menghilangkan lendir penyebab alergi dan iritasi. Anda dapat

membeli semprotan saline atau lavage nasal dengan perangkat, seperti

sedotan, untuk mngantarkan bilasan. Anda dapat membuat solusi sendiri

dengan mencampurkan 1 / 4 sendok teh (1.2 ml) garam

dengan 2 cangkir (0,5 liter) air hangat. Hindari air garam semprot yang

mengandung zat aditif yang dapat membakar lapisan mukosa hidung Anda.

BAB V

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

29