amandaayu507.files.wordpress.com file · Web viewTingginya frekuensi tingkat kriminalitas...
Transcript of amandaayu507.files.wordpress.com file · Web viewTingginya frekuensi tingkat kriminalitas...
MENINGKATNYA KRIMINALITAS ANAK DI WILAYAH SURABAYA
DISUSUN OLEH :
AMANDA AYU C 104 704 011
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PMPKN
S1 ILMU HUKUM
2012
MENINGKATNYA KRIMINALITAS ANAK DI WILAYAH SURABAYA
DISUSUN OLEH :
AMANDA AYU C 104 704 011
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PMPKN
S1 ILMU HUKUM
2012
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………… i
HALAMAN SAMPUL ………………………………. ii
DAFTAR ISI ………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ………………………………. 1
1.2 Fokus Penelitian ………………………………. 4
1.3 Rumusan Masalah ………………………………. 4
1.4 Tujuan Penelitian ………………………………. 5
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………. 5
1.6 Metode Penelitian ………………………………. 5
1.6.1 Pendekatan Penelitian ………………………………. 5
1.6.2 Subjek Penelitian ………………………………. 6
1.6.3 Tehnik Pengumpulan Data ………………………………. 6
1.6.4 Analisa Data ………………………………. 6
1.6.5 Lokasi Penelitian ………………………………. 6
1.7 Sistematika Pembahasan ………………………………. 6
BAB II TELAAH PUSTAKA 8
2.1 Pengertian Anak ………………………………. 8
2.2 Pengertian Kriminalitas ………………………………. 9
BAB III METODE PENELITIAN 13
DAFTAR PUSTAKA 15
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tren kejahatan anak di Kota Surabaya tidak hanya meningkat dalam hal jumlah, jenis
kejahatan yang mereka lakukan pun semakin berani dan berisiko tinggi. Jika kita
membandingkan dengan keadaan sebelum sekarang, perilaku menyimpang anak-anak tidak
terlalu meresahkan masyarakat luas. Dalam artian, perilaku menyimpang yang mereka lakukan
hanya pencurian kecil atau kenakalan yang dilakukan oleh mereka karena kurang sentuhan
pendidikan serta perhatian dari lingkungan mereka. Namun, kini kecenderungan semacam itu
sudah jauh berubah. Keinginan untuk melakukan tindakan kriminal bisa cepat merambah anak-
anak dengan berbagai latar belakang. Sebagai kota besar, angka kejahatan anak di Surabaya
memang jauh lebih tinggi daripada kota lain di Jawa Timur. Hal ini dapat terlihat dari tingginya
frekuensi tingkat kriminalitas dari tahun ke tahun. Tingginya frekuensi tingkat kriminalitas
disebabkan dari keadaan anak itu sendiri,fisik dan sosial. Keadaan ini semakin diperkuat dengan
teori Enrico Ferri (2011 : 51) yang menyatakan :
Tiap-tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu,fisik, dan sosial yang dapat digambarkan sebagai berikut: kejahatan = individu + sosial + fisik. Individu dapat dipecah menjadi bakat dan lingkungan, sedangkan sosial adalah lingkungan manusia dan fisik adalah lingkungan alam, sehingga penggambarannya menjadi: kejahatan = bakat + lingkungan + lingkungan. Oleh Ferri bakat diartikan sebagai bakat jahat. Meskipun ferri mengakui pengaruh lingkungan terhadap kejahatan, namun bagi Ferri faktor yang menentukan terjadinya kejahatan adalah tetap bakat, sedangkan lingkungan hanyalah memberikan bentuk kejahatan.
Tingginya frekuensi tingkat kriminalitas di Surabaya dapat terlihat dari data yang dimiliki Polda
Jawa Timur. Selama tahun 2011 tercatat 132 anak di Jawa Timur yang harus berhadapan dengan
hukum. Dari jumlah tersebut, Surabaya mendominasi dengan 62 kasus. Kasus terbanyak adalah
kasus persetubuhan (44 kasus), kemudian diikuti pencurian dengan pemberatan (29 kasus), serta
pencurian biasa (12 kasus). Berdasar keterangan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP
Farman, untuk kejahatan anak dilihat dari sisi kuantitas maupun kualitas memang terjadi
2
peningkatan. Beliau mengatakan bahwa faktor utama yang mendorong anak-anak tersebut
terlibat dalam kriminalitas adalah dorongan dari lingkungan pertemanannya.1 Motivasi mereka
untuk berbuat kejahatan hanyalah untuk bersenang-senang. Padahal, perbuatan mereka telah
meresahkan masyarakat luas dan mereka dapat disebut sebagai anak yang berkonflik dengan
hukum. Dikatakan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum apabila perbuatan mereka telah
sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum
berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Di Jawa Timur, khususnya Surabaya, anak yang berkonflik dengan hukum sangat
memprihatinkan. Angka kejahatan seperti pencurian yang dilakukan anak-anak di Surabaya
setiap tahun berjumlah sekitar 7.000 anak. Sembilan dari sepuluh anak-anak ini akhirnya
menginap di hotel prodeo (penjara atau rumah tahanan) karena pada umumnya anak yang
berhadapan dengan hukum tidak mendapat dukungan dari pengacara maupun pemerintah (dalam
hal ini dinas sosial).2
Dalam hukum positif Indonesia, masalah anak di bawah umur yang melakukan tindakan
kriminal tidak begitu tegas diatur. Dalam artian, apa yang seharusnya diperlakukan bagi mereka
dan bagaimana sistem penahanan serta penyidikan yang diberikan kepada anak-anak juga belum
diatur dalam hukum. Dalam KUHP hanya ada 3 pasal yang mengatur bila seseorang dibawah
umur melakukan tindak pidana. Namun, apa yang tercantum dalam KUHP hanyalah berupa
proses penghukuman bila seorang anak telah melakukan tindak pidana, sedangkan proses
penyidikannya tidak diatur sama sekali. Maka itulah lahir Undang-Undang No 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak yang nantinya akan memberikan payung hukum bagi mereka yang telah melakukan
tindak pidana (dalam hal ini adalah kriminalitas).
1 Dite Surendra. 6 Februari 2012. Kriminalitas Anak Surabaya Yang Semakin Berani. Metropolis. Hlm.352 Supeno, Hadi. 2010. Kriminalisasi Anak. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Meningkatnya frekuensi kriminalitas pada anak-anak di Surabaya disebabkan karena tidak
adanya kesadaran secara maksimal pada aparat penegak hukum untuk melaksanakan aturan
3
mengenai perlindungan anak sehingga tidak lahir kepastian hukum bagi mereka apakah mereka
harus berurusan dengan hukum atau tidak. Selain itu, tidak adanya kesadaran pada orangtua serta
masyarakat untuk memberi peringatan tentang resiko yang harus mereka hadapi setelah
melakukan tindakan tersebut. Sehingga anak-anak tersebut mampu melakukan tindakan kriminal
kembali.
Berdasar pernyataan yang dikemukakan oleh Henny Handriati selaku Kepala Bidang Hak Asasi
Manusia Kementerian Hukum dan Ham Kanwil Jawa Timur, meningkatnya frekuensi
kriminalitas anak di Surabaya juga disebabkan karena tidak adanya proporsionalitas perlakuan
aparat penegak hukum kepada mereka. Aparat penegak hukum memberikan perlakuan yang
sama layaknya orang dewasa yang sedang dipenjarakan. Padahal, anak-anak tersebut seharusnya
diberi perlakuan khusus untuk memberikan penyadaran agar perbuatan mereka tidak terulang
kembali. Dengan adanya tindakan seperti itu, jelaslah tidak ada payung hukum bagi anak-anak
yang melakukan perbuatan kriminal. Sehingga, mereka dapat bebas mengulangi perbuatannya
kembali. 3
Perbuatan kriminal yang dilakukan oleh anak-anak itu juga dapat didasarkan bahwa mereka
dengan sengaja ingin melanggar norma hukum yang telah berlaku. Hal ini juga sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh Sutherland (Soedjono Dirdjosisworo, 1994: 108-143):
bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.
Berikut adalah salah satu bukti adanya tindak kriminalitas pada anak yang tanpa melihat status
sosial di masyarakat: GA (nama disamarkan) semasa bersekolah di SMPN 29 Surabaya, ia mulai
brutal dan tidak pernah pulang ke rumah. Ia bersama kawan-kawannya sering mencuri uang di
3 Syahid Latif, Tudji Martudji. 2012. Kriminalitas Anak di Jatim Kategori Tinggi (online).http:viva news-kriminalitas-anak-di-jatim-kategori-tinggi.htm.(diakses 24 Desember 2012 pk 2:49 pm)
kantin sekolah saat kantin telah sepi. Kemudian uang tersebut mereka gunakan untuk membeli
sabu-sabu di salah satu
4
Bandar narkoba. Mereka berkenalan dengan Bandar narkoba tersebut saat mereka membolos
sekolah yang mana sekolah mereka tak jauh dari tempat kolong jembatan. Akhirnya, GA
bersama kawan-kawannya ketagihan untuk membeli “barang haram” tersebut dan membuat
mereka tidak pernah pulang ke rumah. GA melakukan tindak kriminal tersebut dikarenakan ia
merasa kesepian di rumah (karena GA adalah anak tunggal). Ia selalu dituntut untuk menjadi
“yang terbaik” di sekolahnya. Selain itu, GA selalu menjadi obyek pembanding dengan kakak
sepupunya yang berhasil masuk STAN. GA juga tidak diperbolehkan pacaran. Orangtua GA
ingin GA selalu menomorsatukan sekolah. Namun, keadaan itu membuat GA menjadi tertekan
dan akhirnya bersikap brutal. Padahal, apabila melihat kehidupan perekonomian GA, GA
merupakan anak yang tergolong berada di sekolahnya.
Melihat kasus diatas, maka penting bagi orangtua, masyarakat maupun aparat penegak hukum
untuk turut serta meminimalisir tingkat kriminalitas pada anak-anak. Penelitian ini diangkat
karena untuk meminimalisir tingkat kriminalitas anak-anak di Surabaya. Dimana yang
diperlukan seorang anak untuk menjauhkan dirinya dari tindakan kriminal adalah penyediaan
lingkungan yang kondusif yang memungkinkan seorang anak dapat berkembang secara wajar.
Selain itu, apabila merujuk pada kasus yang dialami oleh GA dan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Carl Rogers (2010 : 170) bahwa pendidikan bukanlah proses pembentukan,
tetapi suatu proses menjadi, yaitu proses menjadi manusia yang berpribadi.
1.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini akan memfokuskan pada penyebab meningkatnya kriminalitas anak di
wilayah Surabaya.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan, rumasan masalah yang diajukan adalah :
1. Bagaimana peran serta orangtua dalam meminimalisir peningkatan kriminalitas anak?
2. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota beserta aparat penegak hukum
dalam menekan frekuensi kriminalitas pada anak-anak di wilayah Surabaya?
5
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui peran serta orangtua dalam meminimalisir peningkatan kriminalitas
anak.
2. Untuk mengetahui upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota beserta aparat
penegak hukum dalam menekan frekuensi kriminalitas pada anak-anak di wilayah
Surabaya.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara teoritis dapat memberikan pengetahuan tentang upaya yang akan dilakukan oleh
Pemerintah Kota, aparat penegak hukum, serta orangtua dalam menekan frekuensi
kriminalitas pada anak-anak di wilayah Surabaya.
b. Secara praktis dapat memberikan masukan serta evaluasi pada Undang-Undang No 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang No 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak dalam pelaksanaannya menekan kriminalitas pada
anak-anak di wilayah Surabaya.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Pendekatan Penelitian
Dalam hal ini penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus, yaitu suatu
penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara mendalam tentang latar belakang judul yang
diangkat menjadi obyek penelitian, serta keadaan dilingkungan sekitarnya. Dimana dalam
penelitian ini akan mempelajari apa sebab-akibat meningkatnya kriminalitas anak di wilayah
Surabaya serta peran Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak didalam pelaksanaannya
pada kasus ini.
6
1.6.2 Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah informan. Dimana didalam menguak
kebenaran penelitian ini, yang menjadi salah satu informan adalah GA (nama disamarkan karena
permintaan informan). GA adalah seorang mahasiswa PTN di wilayah Surabaya yang masih
berstatus sebagai mahasiswa baru.
1.6.3 Tehnik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan mempergunakan tehnik wawancara
sebagai tehnik utamanya. Selain itu, juga mengambil berbagai macam data pendukung dari
berbagai sumber seperti koran, buku teks, Peraturan PerUndang-Undangan, serta hasil browsing.
1.6.4 Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif model
interaktif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
1.6.5 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Surabaya.
1.7 Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan dari penelitian ini bertujuan agar penulisan dapat terarah dan
sistematis sehingga dalam penulisan penelitian, pendahuluan saya tempatkan pada Bab I, karena
sebelum sampai pada pembahasan materi pokok perlu adanya Bab yang mendahuluinya.
Bab I Pendahuluan. Membahas tentang : Latar belakang, fokus penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II Telaah Pustaka. Membahas tentang : Pengertian dari Anak serta kriminalitas.
Bab III Metode Penelitian. Membahas tentang : obyek penelitian yaitu kriminalitas anak
di wilayah Surabaya yang menggunakan tehnik wawancara kepada salah satu informan
(digunakan sebagai sumber pengumpulan data).
7
Bab IV Hasil dan Pembahasan. Membahas tentang :
a. Permasalahan yang pertama yaitu peran serta orangtua dalam meminimalisir
peningkatan kriminalitas anak.
b. Permasalahan yang kedua yaitu upaya Pemerintah Kota beserta aparat penegak
hukum dalam menekan frekuensi kriminalitas pada anak-anak di wilayah
Surabaya.
Bab V Penutup. Dalam bab ini penulis menyimpulkan hasil penelitian serta pembahasan
dan memberikan saran sebagai sarana evaluasi terutama terhadap temuan-temuan selama
penelitian yang menurut penulis memerlukan perbaikan.
8
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Pengertian Anak
2.1.1 Nilai Anak
Nilai anak dalam masyarakat sangat beragam, bergantung lingkungan sosial budaya
masyarakat. Pemahaman akan nilai anak sangat penting karena persepsi nilai anak akan
memengaruhi pola asuh orangtua dan masyarakat terhadap anak. Secara umum dalam rentang
sejarah kehidupan manusia ada dua jenis nilai anak yang dominan dalam masyarakat kita:
a. Anak sebagai nilai sejarah. Dalam artian, anak harus meneruskan sejarah garis keturunan.
Pada pengertian ini, anak semata-mata menjadi obyek untuk melampiaskan keinginan
orangtuanya. Anak sejak awal dikondisikan untuk menjadi sesuai dengan keinginan
orangtuanya yang mengakibatkan dia kehilangan hak pengasuhan wajar serta berakibat
terjadinya praktik kekerasan dan diskriminasi.
b. Anak sebagai nilai ekonomi. Dalam artian, anak dipandang sebagai nilai ekonomi karena
dapat membantu kehidupan perekonomian keluarga, apalagi bila orangtua sudah beranjak
tua.
2.1.1.2 Definisi Anak
Setiap Negara bahkan setiap orang memiliki definisi yang tidak sama tentang anak.
Berikut beberapa definisi tentang anak:
1. Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Convention on the Right of the Child (CRC) atau
KHA menetapkan definisi anak “anak berarti setiap manusia dibawah umur 18 tahun,
kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih
awal.”
9
2. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
memberikan definisi anak sebagai berikut “anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
3. Anak adalah individu yang dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai
dari bayi hingga remaja. Dalam proses perkembangan, anak memiliki beberapa ciri yaitu
ciri fisik, kognitif, konsep diri, serta perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak
mungkin mempunyai pertmbuhan fisik yang sama, akan tetapi, mempunyai perbedaan
dalam pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif. Adakalanya anak
mengalami perkembangan kognitif secara cepat dan juga secara lambat. Hal ini terjadi
karena dipengaruhi oleh latar belakang si anak. Sedangkan pada konsep diri serta
perilaku sosial akan cepat berkembang seiring dengan perkembangan usia si anak
(Azis,2005).
4. Menurut pendapat Hadi Supeno (2010 : 168) anak adalah manusia yang masih dalam
proses menemukan kedewasaannya. Semua yang dilakukan untuk sampai pada tataran
kedewasaan adalah proses belajar.
5. Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang terjadi di setiap
tahap masa kanak-kanak dan masa remaja. Selain itu, anak juga secara fisiologis lebih
rentan dibandingkan orang dewasa dan memiliki pengalaman yang terbatas, sehingga
memengaruhi pemahaman serta persepsi mereka tentang dunia (Slepin,2006).
2.2 Pengertian Kriminalitas
2.2.1 Menurut Beberapa Para Ahli
1. Menurut M.v.T Kejahatan (rechtdeliten) yaitu perbuatan yang meskipun tidak ditentukan
dalam undang-undang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagi onrecht sebagai
perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.
2. R. Susilo
a. Secara yuridis mengartikan kejahatan adalah sebagai suatu perbuatan atau tingkah
laku yang bertentangan dengan undang-undang.
10
b. Secara sosiologis mengartikan kejahatan adalah sebagai perbuatan atau tingkah
laku yang selain merugikan penderita atau korban juga sangat merugikan
masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan ketentraman dan ketertiban.
3. M. A. Elliat : Kejahatan adalah problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku
yang gagal dan melanggar hukum dan dapat dijatuhi hukuman yang bisa berupa hukuman
penjara, hukuman mati, hukuman denda dan lain-lain.
4. Dr. J.E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro : Kejahatan adalah setiap perbuatan
(termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan
diberi sanksi berupa pidana oleh Negara. Perbuatan tersebut dihukum karena melanggar
norma-norma sosial masyarakat, yaitu adanya tingkah laku yang patut dari seorang warga
negaranya
5. Mr. W. A. Bonger : Kejahatan adalah perbuatan yang sangat antisosial yang memperoleh
tantangan dengan sadar dari Negara berupa pemberian penderitaan.
6. Teori Labelling´ (Edwin M. Lemert).Seseorang menyimpang karena adanya proses labelling´
(pemberian julukan,cap, etiket, atau merek) yang diberikan masyarakat kepada seseorang.
2.2.1.2 Penyebab Timbulnya Kriminalitas
Adapun penyebab timbulnya kriminalitas menurut beberapa ahli antara lain sebagai
berikut :
1. Menurut Aristoteles : kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi serta kriminalitas.
2. Menurut Sir Francis Bacon : Adanya kesempatan untuk melakukan tindakan kriminal.
3. Menurut Voltaire dan Rousseau : kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan
kegagalan dalam melakukan kontrak sosial.
4. Menurut Cesare Lombroso : sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku
kriminal.
5. Menurut Teoritisi Klasik Lain : hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional,
sehingga tidak menimbulkan efek jera.
11
2.2.1.2.3 Hubungan Kriminalitas dengan Berbagai Gejala
a. Kriminalitas dengan jenis kelamin
Angka statistik menunjukkan bahwa jumlah wanita yang dijatuhi pidana lebih
rendah daripada pria. Angka statistik ini menunjuk pada perbuatan delik secara
umum. Namun bila perbuatan delik sudah dikhususkanm kemungkinan angka
statistik perbandingan pelaku delik wanita dengan pria akan bertambah porsi bagi
wanitanya. Misalnya saja dalam delik abortus.
Telah banyak penjelasan mengenai kenyataan ini dan dapat dikelompokkan dalam
tiga kategori antara lain:
a. Sebenarnya kriminalitas yang dilakukan oleh wanita jauh lebih tinggi dari angka
yang ada. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya dark number yaitu angka
kejahatan yang tidak dicatat karena sesuatu hal. Contohnya dalam kasus abortus,
kasus ini kebanyakan akan ditutup-tutupi dan disembunyikan baik oleh korban
maupun keluarganya. Selain hal tersebut, kaum pria cenderung memiliki sifat
gentleman yaitu berusaha melindungi wanita. Ketika terdapat wanita yang
melakukan kejahatan, pria merasa perlu melindunginya.
b. Kondisi lingkungan bagi wanita ditinjau dari segi kriminologi lebih
menguntungkan daripada kondisi bagi pria.
c. Jika dibandingkan dengan pria, partisipasi wanita lebih sedikit dalam kegiatan
masyarakat sehingga dapat mengurangi konflik yang dapat mengarah pada
kriminalitas. Sifat wanita sendiri membawa pengaruh rendahnya kriminalitas.
b. Kriminalitas dengan Umur
a) Di masa anak-anak, statistik kriminalitas tidak dapat diikuti dengan tegas, karena
banyak kejahatan yang dilakukan oleh anak tidak dipidana namun hanya
diberitahukan kepada orang tua. Jenisnya bisanya berupa pencurian sederhana,
perusakan barang, atau pencurian karena disuruh oleh orang lain.
b) Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Di masa ini
frekensi kejahatan tinggi terjadi konflik antara harapan dan kenyataan. Macam
kejahatannya dapat berawal dari pencurian biasa sampai dengan pencurian dengan
kekerasan.
12
c) Awal masa dewasa adalah lanjutan dari masa remaja. Frekuensi kriminalitas
masih tetap tinggi walaupun sedikit lebih rendah jika dibandingkan pada masa
remaja.Macam kriminalitas berupa pencurian yang lebih canggih, penggelapan,
dan seksualitas.
d) Pada Masa Dewasa Penuh kejahatan yang dilakukan cenderung pada yang lebih
menggunakan akal dan pikiran dari pada kekuatan fisik. Frekuensinya menurun
namun kualitasnya meningkat. Macam kriminalitasnya banyak ditujukan pada
kekayaan seperti penggelapan, pemalsuan, dan penipuan.
e) Pada masa usia lanjut, kekuatan fisik maupun psikis sudah mulai menurun.
Produktivitas juga menurun. Karena penghasilan menurun, dorongan untuk
melakukan delik terhadap kekayaan ada kecenderungan meningkatnamun dengan
cara anak-anak.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Dalam hal ini penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus, yaitu suatu
penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara mendalam tentang latar belakang judul yang
diangkat menjadi obyek penelitian, serta keadaan dilingkungan sekitarnya. Dimana dalam
penelitian ini akan mempelajari apa sebab-akibat meningkatnya kriminalitas anak di wilayah
Surabaya serta peran Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak didalam pelaksanaannya
pada kasus ini.
3.2 Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah informan. Dimana didalam menguak
kebenaran penelitian ini, yang menjadi salah satu informan adalah GA (nama disamarkan karena
permintaan informan). GA adalah seorang mahasiswa PTN di wilayah Surabaya yang masih
berstatus sebagai mahasiswa baru.
3.3 Tehnik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan mempergunakan tehnik wawancara
sebagai tehnik utamanya. Selain itu, juga mengambil berbagai macam data pendukung dari
berbagai sumber seperti koran, buku teks, Peraturan PerUndang-Undangan, serta hasil browsing.
3.4 Analisa data
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan yang bernama GA pada
tanggal 3 Desember 2012. Maka, apa yang dialami GA semasa SMP benar menunjukkan adanya
tindakan kriminalitas yang dilakukan seorang anak tanpa melihat status sosialnya di masyarakat
pada saat itu. Meningkatnya frekuensi kriminalitas pada anak-anak di wilayah Surabaya karena
tidak adanya kepedulian dari Pemerintah Kota, aparat penegak hukum, orangtua serta
masyarakat untuk meminimalisir tindakan kriminal yang dilakukan anak-anak mereka. Dimana
anak-anak tersebut seharusnya menjadi Anak Bangsa yang berguna untuk kemajuan Negara
14
Indonesia. Tindakan nyata yang telah dilakukan GA termasuk dalam tindakan kriminal anak
Surabaya yang telah merajalela hingga sekarang.
Berdasar data pendukung yang didapat dari salah satu Koran Metropolis yang terbit pada tanggal
6 Februari 2012, berikut tingkat kriminalitas anak-anak di Surabaya :
Tahun Curat Curas Curanmor Trafficking / Pencabulan
Penganiayaan Perjudian Narkoba Lain-lain Total
2010 6 4 2 9 7 1 30 2 612011 8 4 4 17 5 2 33 2 75
Dengan melihat serta mengamati tabel diatas, maka tak heran bahwa Surabaya merupakan kota
dengan tingkat kriminalitas tinggi dalam usia anak-anak. Rendahnya perlindungan hukum dari
Pemerintah Kota beserta aparat penegak hukum membuat anak-anak tidak takut untuk
melakukan tindakan kriminal, walaupun sudah lahir aturan khusus yang menangani perbuatan
anak-anak tersebut. Seharusnya Pemerintah Kota beserta aparat penegak hukum memanfaatkan
waktu untuk mensosialisasikan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
serta Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai alat
untuk melaksanakan perlindungan hukum bagi anak-anak yang telah melakukan tindakan
kriminal. Kasus yang dialami GA seharusnya mendapat perhatian dari Pemerintah Kota beserta
aparat penegak hukum untuk memberikan kesadaran bagi GA bahwa apa yang dilakukannya
telah merugikan masyarakat sekitarnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Teks Book
Sofian, Ahmad. 2012. Perlindungan Anak Di Indonesia. PT.Sofmedia. Jakarta.
Supeno, Hadi. 2010. Kriminalisasi Anak. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Susanto, I.S. 2011. Kriminologi. Genta Publishing. Yogyakarta.
Majalah
Dite Surendra. 6 Februari 2012. Kriminalitas Anak Surabaya Yang Semakin Berani. Metropolis. Hlm.35
Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak & Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2012. Citra Umbara.Bandung.
Bahan Unduhan
Syahid Latif, Tudji Martudji. 2012. Kriminalitas Anak di Jatim Kategori Tinggi (online).http:viva news-kriminalitas-anak-di-jatim-kategori-tinggi.htm.(diakses 24 Desember 2012 pk 2:49 pm)
Fajar Nugraha. 2010. Pengertian Kriminalitas Secara Umum (online). Fajarnugraha06061996.blogspot.com/2012/09/pengertian-kriminalitas-secara-umum-html. (diakses 24 Desember 2012 pk 10:10 am)
Pengertian Anak. http://repository.usu.ac.id. (diakses 24 Desember 2012 pk 09.00 am)