· Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden...

21
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN PASIEN BPJS DI RUANG CHRYSANT RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CIKARANG TAHUN 2015 Rini Astuti Program S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medika Cikarang ABSTRAK Kepuasan pasien merupakan penilaian pasien setelah merasakan pelayanan rawat inap yang diberikan oleh petugas kesehatan dibandingkan dengan harapan pasien. Kualitas pelayanan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menciptakan kepuasaan konsumen. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia nomor 129/Menkes/SK/II/2008 menyebutkan bahwa standar kepuasan pelanggan rawat inap yaitu ≥ 90%. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa masih ditemukan adanya keluhan tentang ketidakpuasan pasien yaitu sebesar 67%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien dengan kepuasan pasien selama dirawat di Ruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang Tahun 2015. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dan selajutnya dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk dikaji lebih dalam. Methode penelitian ini adalah Penelitian analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang Tahun 2015. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik menggunakan Chi Square. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015, data diperoleh dari responden dengan cara mengisi kuesioner. Dari 60 responden didapatkan data bahwa pasien yang tidak puas dengan pelayanan rumah sakit 8 (13,3%) responden dan pasien yang puas ada 52 (86,7%) responden. Terdapat hubungan yang signifikan antara kenyaman dengan kepuasan pasien (p=0,009 < α=0,05), interaksi pasien dengan petugas (perawat) (p=0,007 < α=0,05), kompetensi tehnis (p=0,021 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yang dirawat diruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang Tahun 2015 adalah kenyaman, interaksi pasien dengan petugas (perawat) dan kompetensi tehnis. Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberi masukan dan informasi serta menambah pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kepuasan pasien dan bahan evaluasi bagi mahasiswa, pendidik, tenaga kesehatan dan institusi rumah sakit untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan selama proses pemberian asuhan keperawatan.

Transcript of  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden...

Page 1:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN PASIEN BPJS DI RUANG CHRYSANT RUMAH SAKIT SENTRA

MEDIKA CIKARANG

TAHUN 2015

Rini Astuti

Program S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medika Cikarang

ABSTRAK

Kepuasan pasien merupakan penilaian pasien setelah merasakan pelayanan rawat inap yang diberikan oleh petugas kesehatan dibandingkan dengan harapan pasien. Kualitas pelayanan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menciptakan kepuasaan konsumen. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia nomor 129/Menkes/SK/II/2008 menyebutkan bahwa standar kepuasan pelanggan rawat inap yaitu ≥ 90%. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa masih ditemukan adanya keluhan tentang ketidakpuasan pasien yaitu sebesar 67%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien dengan kepuasan pasien selama dirawat di Ruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang Tahun 2015. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dan selajutnya dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk dikaji lebih dalam.

Methode penelitian ini adalah Penelitian analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang Tahun 2015. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik menggunakan Chi Square.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015, data diperoleh dari responden dengan cara mengisi kuesioner. Dari 60 responden didapatkan data bahwa pasien yang tidak puas dengan pelayanan rumah sakit 8 (13,3%) responden dan pasien yang puas ada 52 (86,7%) responden. Terdapat hubungan yang signifikan antara kenyaman dengan kepuasan pasien (p=0,009 < α=0,05), interaksi pasien dengan petugas (perawat) (p=0,007 < α=0,05), kompetensi tehnis (p=0,021 < α=0,05).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yang dirawat diruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang Tahun 2015 adalah kenyaman, interaksi pasien dengan petugas (perawat) dan kompetensi tehnis. Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberi masukan dan informasi serta menambah pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kepuasan pasien dan bahan evaluasi bagi mahasiswa, pendidik, tenaga kesehatan dan institusi rumah sakit untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan selama proses pemberian asuhan keperawatan.

Kata kunci : kenyamanan,interaksi pasien dengan petugas (perawat), kompetensi tehnis

Page 2:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

FACTORS THAT INFLUENCE THE LEVEL OF PATIENT SATISFACTION AT CHRYSANT WARD OF SENTRA MEDIKA

HOSPITAL CIKARANG YEARS 2015

ABSTRACT

Patient satisfaction is an assessment of patients after sensing inpatient services provided by health workers compared with patient expectations. Good quality service is one of the key factor is creating customer satisfaction. According to the Ministry of Health of the Republic of Indonesia Number 129 / Menkes / SK / II / 2008 states that the standard of customer satisfaction hospitalization is ≥ 90%. Ministry of Health of the Republic of Indonesia in 2005 showed that the remains found any complaints about the dissatisfaction of patients by 67%. The purpose of this reseach is to determine the factors influence the level of patien satisfaction during receiving care at Chrysant wards of Sentra Medika Hospital Cikarang in 2015. The result of this research are expected to contribute in the development of science, and then can be used as a comparison to be studied more deeply.

This research method is quantitative analytical research with cross sectional approach. The subjects were patients who were treated in the Chrysant ward of Sentra Medika Hospital Cikarang 2015. The sampling technique using accidental sampling the number of respondents was 60 client. Measuring instrument used was a questionnaire and the statistical test using the Chi-Square.

Of the 60 respondents obtained the data that patients who are not satisfied with the hospital service 8 patients (13,3%) of respondents were satisfied and there are 52 (86,7%) respondents. There is a significant correlation between the comfort with satisfaction (p = 0,009 <α = 0,05), patients correlation with official (nurses) (p = 0,007 <α = 0,05), tehnical competence (p = 0,021 <α = 0,05).

Factors influence the level of satisfaction patients treated in the of Sentra Medika Hospital Cikarang in 2015 is the comfort, interaction between patients ad official (nurses), tehnical competence. It is hoped that through this research can provide input and information as well as increase knowledge on factor related to patient satisfaction and evaluation of learning materials for students, educators, health professionals, hospital and institutions to further improve the quality of care for the provision of nursing care.

Keywords : comfort, interaction between patients and official (nurses), tehnical competence

Page 3:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

PendahuluanJaminan kesehatan nasional (JKN) telah

di jalankan oleh pemerintah Indonesia mulai tanggal 1 Januari 2014. Program JKN ini adalah salah satu program khusus yang berasal dari pemerintah Indonesia yang akan membawa angin segar bagi seluruh lapisan masyarakat dan rakyat Indonesia. Dan tentunya tujuan serta manfaat dari program ini adalah bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan. (Herman, 2013)

Jaminan Kesehatan Nasional JKN ini adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang di berikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iuran di bayar oleh pemerintah. Sedangkan Badan Penyelanggaraan Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang di bentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Dan BPJS kesehatan sudah mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014 (Herman, 2013)

Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi informasi saat ini, masyarakat tentunya dapat memilah dan memilih tempat atau sarana pelayanan kesehatan yang dianggapnya memiliki kualitas yang baik Selain memiliki kualitas dan sarana kesehatan yang baik, tentunya tidak akan terlepas dari biaya pengeluaran yang terjangkau. Dalam memberikan jasa kesehatan, tidak akan terlepas dari pengaruh petugas kesehatan dalam memberikan dan memfasilitasi sarana dan prasarana yang ada kepada konsumen atau masyarakat yang akan memberikan pandangan kepada suatu instansi pemberi layanan kesehatan. Dalam hal ini pasien akan memberikan pandangan apakah jasa sarana pelayanan kesehatan tersebut memuaskan atau tidak. Kepuasan pasien sangat penting dalam kemajuan rumah sakit.

Rumah Sakit merupakan salah satu lembaga yang menyediakan barang dan jasa yang di butuhkan konsumen dalam hal ini pasien. Menurut WHO rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), pemyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah Sakit juga merupakan

pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang di maksud dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Di Indonesia perkembangan Rumah Sakit dari tahun ketahun semakin meningkat yaitu terjadi peningkatan jumlah Rumah Sakit sebesar 13,1% dan peningkatan jumlah tempat tidur sebesar 9,8% dalam waktu tujuh tahun. Di sisi lain masalah yang dihadapi rumah sakit semakin komplek termasuk masalah yang berkaitan dengan sumber daya manusia, lebih khusus lagi tenaga keperawatan utamanya berkaitan dengan pelayanan pada pasien. Pelayanan pada pasien khususnya dalam komunikasi antara perawat dengan pasien dapat menyebabkan kepuasan pada pasien (Depkes RI, 2007).

Penelitian Wirawan (2007) mengatakan puas terhadap asuhan keperawatan yang diterima, sedangkan 83% mengatakan tidak puas terhadap asuhan keperawatan yang diterima. Penelitian tersebut juga memberikan informasi bahwa keluhan utama adalah terhadap pelayanan perawat yakni tidak mau berkomunikasi dengan pasien 80%, kurang perhatian 66,7% dan tidak ramah 33,3%.

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia nomor 129/Menkes/SK/II/2008 menyebutkan bahwa standar kepuasan standar rawat inap yaitu >90%. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa masih ditemukan adanya keluhan tentang ketidak puasan pasien. Rata-rata hasil didapatkan dari beberapa Rumah Sakit di Indonesia menunjukan 67% pasien yang mengeluh adanya ketidakpuasan dalam penerimaan pelayanan kesehatan (Depkes RI 2008).

Kepuasan pelanggan atau pasien adalah perasaan atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Jika kinerja yang berada di bawah harapan maka pelanggang tidak puas, jika kinerja memenuhi harapan pelanggang maka puas dan jika kinerja melebihi harapan pelanggan amat puas atau senang (Kotler, 2009).

Page 4:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

Pelayanan di Rumah Sakit akan tercapai jika SDM Rumah Sakit mempunyai pengalaman yang baik dan keterampilan khusus, di antaranya memahami produk secara mendalam, berpenampilan menarik, bersikap ramah dan bersahabat, responsif (peka) terhadap pasien, menguasai pekerjaan, berkomunikasi secara efektif dan mampu menanggapi keluhan pasien secara profesional. Strategi pelayanan prima bahwa setiap Rumah Sakit melakukan pendekatan mutu paripurna yang berorientasi pada kepuasan pasien, agar Rumah Sakit tetap eksis ditengah pertumbuhan industri pelayanan yang kesehatan yang semakin kuat (Haryati, 2000).

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen antara lain adalah komunikasi, yaitu tata cara penyampaian informasi yang di berikan pihak penyedia jasa dan menanggapi keluhan-keluhan klien dan bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dapat cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan respon terhadap keluhan klien (Haryati, 2000).

Hasil penelitian di ruang rawat inap di instalasi RSU PKU Muhamadiyah Temanggung terhadap 184 pasien, sebagian besar pasien mempunyai kepuasan sedang tentang komunikasi terapeutik perawat yaitu 51,6%, sedangkan yang mempunyai kepuasan tinggi terhadap komunikasi terapeutik sebesar 46,8% (Dwi Ujiyanto, 2005).

Berdasarkan penelitian Muhamad Fandisal, (2008) yang berjudul “Hubungan Sikap dan Tehnik Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kepuasan Klien di Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Soekanto Jati jakarta Timur”, menujukkan bahwa dari 65 responden terdapat 42 responden (64,6%) puas terhadap perawat yang menunjukkan sikap positif terhadap komunikasi terapeutik, sedangkan dari 114 responden terdapat 88 responden (61,1%) mengatakan tidak puas terhadap komunikasi terapeutik yang di berikan perawat.

Kinerja tenaga kesehatan adalah perilaku atau penampilan tenaga kesehatan dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pasien. Kinerja tenaga kesehatan merupakan masalah yang harus dikaji untuk mempertahankan dan meningkatkan pelayanan, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Suryadi, 2009)

Hasil survei kepuasan pasien pengguna jasa pelayanan kesehatan di RS Sanglah Denpasar yang dilakukan oleh Muninjaya (2004), 84,96% menyatakan belum puas terhadap kinerja pelayanan yang dirasakan (Jon Hardi, 2010). Berdasarkan penelitian Khairani (2010), hasil penelitian tersebut menunjukkan 67,4% responden menyatakan kinerja petugas kesehatan baik, dan 32,6% tidak baik.

Selain ketidakpuasan terhadap kinerja petugas kesehatan, fasilitas sarana dan prasarana pun cukup mempengaruhi terhadap faktor-faktor kepuasaan pasien.Kepuasan pasien adalah merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan ( Sabarguna 2005 ). Menurut Sabarguna (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah kenyamanan, hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit, kompetensi/keterampilan tehnis petugas dan pembiayaan.

Menurut Utama (2003) dalam penelitian Henny (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah kinerja petugas kesehatan, kondisi fisik di sarana pelayanan kesehatan, sistem administrasi dan sistem pembayaran.

Pelayanan kesehatan dituntut untuk lebih memfokuskan pada kebutuhan pelanggan sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang lebih baik dan perkembangan teknologi. Rumah Sakit sebagai salah satu unit pelaksana pelayanan kesehatan harus bisa memberikan rasa aman dan nyaman kepada para pengguna jasa pelayanan. Karena pelayanan yang berkualitas sangat diharapkan oleh para pengguna jasa pelayanan. Kualitas pelayanan Rumah Sakit dapat diketahui dari penampilan profesional Rumah Sakit, efesiensi, dan efektifitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien ditentukan oleh keseluruhan pelayanan yang diberikan dalam pengalaman sehari-hari. Ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap, dan perilaku petugas rumah sakit antara lain keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informative, lamanya proses masuk, maupun cara pembayaran yang dilakukan ( Sabarguna, 2005).

Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya tanpa membedakan kelas

Page 5:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

pelayanan. Hal ini terlihat dari perbagai perbaikan yang di lakukan oleh pihak managemen mulai dari perbaikan fasilitas kesehatan sampai pada penambahan tenaga medis, non medis, pengadaan seminar-seminar kesehatan dan pemberian ijin belajar bagi SDM rumah sakit.

Berdasarkan hasil angket kepuasan pasien di ruang Chrysant yang di dapat dari pihak Marketing Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang pada tahun 2014 total 530 pasien rawat inap ruang chrysant terdapat 220 angket, yang menyatakan sangat puas dengan pelayanan keperawatan ada 34%, puas dengan pelayanan keperawatan ada 30%, kurang puas dengan pelayanan keperawatan 15% dan abstain 21% (Marketing RSSM, 2014).

Berdasarkan BOR data kunjungan pasien BPJS di ruang Chrysant yang saya terima dari data Rekam Medis untuk 3 bulan terakhir yaitu pada bulan Oktober 2014 total rawat inap sebanyak 200 pasien (51,53%), bulan November 150 pasien (50,53%), bulan Desember 120 pasien (38,58%).

Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara pada 15 pasien peserta BPJS yang sedang menjalani perawatan di ruang chrysant, dimana 7 (46%) mengatakan puas dengan pelayanan yang diberikan sedangkan 8 (54%) menyatakan kurang puas dengan pelayanan yang diberikan. Dari 15 responden yang diwawancara 3 orang mengeluh terhadap sikap perawat yang kurang tanggap, 2 responden mengatakan perawat jarang mengucapkan salam jika masuk kamar perawatan, 6 responden mengatakan suhu ruangan panas dan 4 orang responden mengeluh dengan perawatan yang tidak tepat waktu jika dibutuhkan pasien.

Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada teori Sabarguna yang mengungkapkan bahwa kepuasan pasien berhubungan dengan kenyamanan pasien, hubungan interaksi perawat dan pasien, kompetensi teknis petugas dan sistem pembiayaan. Dalam penelitian ini kenyamanan pasien, hbungan interaksi antara parawat dan pasien dan kompetensi tehnik petugas rumah sakit menjadi variabel independen, sedangkan kapuasan pasien menjadi variabel dependennya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan kenyamanan pasien, interaksi perawat dan pasien dan kompetensi tehnis petugas Rumah Sakit

dengan tingkat kepuasan pasien BPJS di ruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang Tahun 2015Metode

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel, dengan pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap suatu karakter atau variabel subyek pada saat penelitian.

Sebagai variabel bebas yaitu tingkat kepuasan pasien BPJS di ruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang, sedangkan variabel terkait yaitu kenyamanan pasien, hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, kompetensi teknis petugas, akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan. Keuntungan metode cross sectional adalah kemudahan dalam melakukan penelitian, sederhana, ekonomis dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Penelitian ini dilakukan melalui tahap penyebaran kuesioner kepada pasien rawat inap di Rumah Sakit.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 selama 3 minggu. Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah Ruang Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang, dari pengamatan penulis karena banyaknya pasien peserta BPJS yang melakukan rawat inap berdasarkan data dari Rekam Medis.

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti yang ada didalam suatu wilayah penelitian (Notoatmojo, 2005). Populasi dalam penelitian adalah subyek (manusia dan pasien) yang memenuhi kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2008)

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien BPJS yang dirawat di ruang rawat inap Chrysant Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang. Jumlah populasi rawat inap bulan Oktober berjumlah 200 orang, bulan November berjumlah 150 orang, bulan Desember 120 orang. Jumlah secara keseluruhan dalam tiga bulan terakhir 470

Page 6:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

orang, yang mana bila diambil total rata-rata dalam satu bulan kurang lebih 156 orang.

Sampel adalah sebagian dari seluruh objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2012). Pemilihan atau pengambilan sampel secara aksidental (Accidental) waktu yang ditentukan selama kurang lebih 3 minggu dilakukan dengan mengambil responden yang berada di ruang Chrysant yang telah melakukan perawatan lebih dari 3 hari dan yang akan rencana pulang. Adapun jumlah total sampel yang didapatkan yaitu sebanyak 60 responden. Pemilihan elemen untuk kriteria inklusi sebagai berikut: Seluruh pasien rawat inap yang dirawat di ruang Chrysant di Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang, Seluruh pasien yang dirawat di ruang Chrysant dapat membaca dan menulis dan bersedia menjadi responden, Pasien rawat inap di ruang Chrysant yang tidak dapat membaca dan menulis tetapi bersedia menjadi responden dan pengisian kuesionernya diwakili oleh keluarganya.

Dalam penelitian ini data yang didapat langsung dari hasil jawaban kuisioner yang telah diisi oleh masing-masing responden.Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner dan chek list sebagai alat ukur.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada para responden yang telah ditentukan oleh peneliti dalam waktu bersamaan. Sebagai uji kelayakan instrumen kuisioner yang dibuat dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Uji coba dilakukan terhadap 30 orang pasien BPJS di Ruang Jasmine Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang yang bukan merupakan sampel penelitian.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari jawaban kuesioner yang telah diisi oleh masing-masing responden yaitu berupa data primer. Langkah pengumpulan data dapat dilakukan meliputi : Menyerahkan surat ijin penelitian kepada responden, memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan penelitian tersebut, Peneliti mempersilahkan responden untuk menandatangani surat perjanjian, Responden diberi penjelasan tentang cara pengisian kuesioner dan dipersilahkan bertanya apabila ada yang kurang jelas, Waktu yang diberikan untuk

mengisi kuesioner kurang lebih 10 menit, Setelah semua pertanyaan diisi, kuesioner diambil dan dikumpulkan oleh peneliti sebagai bahan penelitian, Peneliti mengakhiri dengan responden.

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur tersebut dapat dipercaya dan diandalkan (Notoatmodjo, 2005).

Menguji validitas dan reliabilitas alat, maka dilakukan uji coba dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang memenuhi kriteria sampel yang telah ditetapkan. Uji coba tersebut bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner dan validitas pertanyaaan dari kuesioner yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Reliabilitas adalah ideks yang menunjukan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap absah bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2005).

Menguji reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Alpha Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel atau tidaknya instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan dari nilai r hitung diwakili dengan alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarka skala 0-1.

Setelah pengumpulan data kuisioner, tahap selanjutnya adalah pengolahan data agar analisis yang dihasilkan memberikan informasi yang benar, terhadap pengolahan data yang dilakukan adalah : Editing, Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data, pemeriksa daftar pertanyaan yang telah selesai saat ini dilakukan terhadap kelengkapan jawaban. Coding, Adalah mengklasifikasikan jawaban dari para responden kedalam kategori. Dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada setiap masing-masing jawaban. Sorting, Mengsortir data dengan memilih satu mengklasifikasikan data menurut jenis yang dihendaki misalnya menurut daerah sampel, menurut tanggal dan sebagainya. Entry,

Page 7:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

Jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan kedalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data, memasukkan data, boleh dengan cara manual atau pengolahan komputer.Tabulasi, Memindahkan jawaban dalam bentuk kode ke dalam master tabel dengan menggunakan komputer.

Analisis data dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen melalui analisa univariat dan bivariat menggunakan uji statistik. Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan besarnya proporsi dari masing-masing variabel. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis yang digunakan disesuaikan dengan rancangan penelitian yang digunakan dan skala data dari variabel yang diteliti karena variabel bebas dan variabel terikat berskala ordinal dan ordinal maka analisis bivariat yang digunakan adalah analisis chi-square (kai-kuadrat).

Adapun rumusnya sebagai berikut :

X2 hitung=∑i=1

(Oi−Ei )2

E iConfidence interval (CI) Yang digunakan

adalah 95% maka alpha yang didapatkan adalah 5% (0,05). Ini adalah tingkat kepercayan terhadap penelitian dibidang kesehatan khususnya keperawatan. Menurut Hastono (2007) menyatakan bahwa untuk melihat kesimpulan dari nilai P- value dengan nilai tingkat kepercayaan terhadap penelitian ini adalah: Jika nilai P-value lebih kecil dari α (P < 0,05) maka hipotesis nol ditolak artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel yang diteliti. Jika nilai P-value lebih besar dari α (P ≥ 0,05) maka hipotesis nol gagal ditolak menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan tidak bermakna, berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel yang di teliti.HasilTabel 1 Analisa UnivariatVariabel F %Kepuasan pasienTidak puas 8 13,3Puas 52 86,7Kenyamanan pasienKurang 26 43,3Nyaman 34 56,7Hubungan pasien

dengan perawatKurang 25 41,7Baik 35 58,3Kompetensi tehnis petugasKurang 29 48,3Tanggap 31 51,7

Dari hasil tabel 1 diketahui hasil distribusi data dari 60 responden pasien BPJS yang diteliti terbanyak mengatakan puas berjumlah 52 orang (86,7%) dan mengatakan tidak puas berjumlah 8 orang (13,3%). Hasil distribusi data dari 60 responden pasien BPJS yang diteliti paling banyak menyatakan nyaman sebanyak 34 responden (56,7%) sedangkan responden yang menyatakan kurang nyaman yaitu sebesar 26 responden (43,3%). Dari 60 responden pasien BPJS paling banyak menyatakan baik terhadap hubungan interaksi perawat dan pasien sebanyak 35 responden (58,3%), sedangkan yang menyatakan kurang baik terhadap hubungan dengan perawat sebanyak 25 responden (41,7%). Hasil data responden pasien BPJS dari 60 responden yang diteliti, paling banyak menyatakan tanggap terhadap kompetensi tehnis petugas sebesar 31 responden (51,7%), sedangkan yang menyatakan kurang tanggap terhadap kompetensi tehnis petugas sebesar 29 orang (48,3%).

Page 8:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

Tabel 2 Analisa Bivariat‘

Variabel Kurang puas Puas ∑ P Value OR CI

9,5%F % F % F %KenyamananKurang 7 26,9 19 73,1 26 100

0,009 12,1561,388-106,481Nyaman 1 2,9 33 97,1 34 100

Hubungan interaksi antara perawat dan pasienKurang 7 28,0 18 72 25 100

0,007 13,2221,507-116,01

1Baik 1 2,9 34 97,1 35 100

Kompetensi tehnis petugasKurang 7 24,1 22 75,9 29 100 0,021 9,545 1,094-

83,294Tanggap 1 12,5 30 96,8 31 100

Berdasarkan tabel 2 dari 60 responden pasien BPJS menunjukan bahwa kenyamanan yang kurang nyaman membuat pasien kurang puas presentasenya lebih tinggi (26,9%) di bandingkan dengan kenyaman yang nyaman dan pasien merasa kurang puas yaitu presentasenya sebesar (2,9%). Hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,009 (p < 0,05), sehingga H0 ditolak, maka di simpulkan ada hubungan yang signifikan antara kenyamanan dengan kepuasan pasien. Sedangkan nilai OR adalah 12,158 (CI 95% = 1,388-106,481) yang artinya kenyamanan yang kurang baik beresiko 12,158 kali lebih besar menyebabkan pasien kurang puas dibandingkan dengan kenyamanan yang nyaman.

Dari 60 responden pasien BPJS menunjukan bahwa hubungan interaksi antara perawat dan pasien yang kurang baik membuat pasien kurang puas presentasenya lebih tinggi (28,0%) dibandingkan dengan hubungan interaksi antara perawat dan pasien yang baik membuat pasien kurang puas yaitu presentasenya (2,9%). Hasil uji statistik

dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,007 (p < 0,05), sehingga H0 ditolak, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara interaksi perawat dan pasien dengan kepuasan pasien. Sedangkan nilai OR adalah 13,222 (CI 95% =1,507-116,011) yang artinya hubungan interaksi perawat dan pasien yang kurang baik beresiko 13,222 kali lebih besar menyebabkan pasien BPJS kurang puas di bandingkan dengan hubungan interaksi perawat dan pasien yang baik.

Dari 60 responden pasien BPJS menunjukan bahwa kompetensi tehnis yang kurang tanggap membuat pasien kurang puas presentasenya lebih tinggi (24,1%) dibandingkan dengan kompentensi tehnis petugas yang tanggap dan pasien kurang puas presentasenya (12,5%). Hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,021 (p < 0,05), sehingga H0 di tolak. Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kompetensi tehnis petugas dengan kepuasan pasien. Sedangkan nilai OR adalah 9,545 (CI 95% = 1,094-83,294) yang artinya kompetensi tehnis petugas yang kurang

Page 9:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

tanggap beresiko 9,545 kali lebih besar menyebabkan pasien kurang puas dibandingkan dengan kompetensi tehnis petugas yang tanggap.

Kenyamanan

Variabel kenyaman diukur dengan 10 pertanyaan yang di ajukan kepada responden dari 60 responden pasien BPJS menunjukan bahwa kenyamanan yang kurang nyaman membuat pasien kurang puas presentasenya lebih tinggi (26,9%) di bandingkan dengan kenyaman yang nyaman dan pasien merasa kurang puas yaitu presentasenya sebesar (2,9%). Hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,009 (p < 0,05), sehingga H0 ditolak, maka disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kenyamanan dengan kepuasan pasien.

Sedangkan nilai OR adalah 12,158 (CI 95% = 1,388-106,481) yang artinya kenyamanan yang kurang baik beresiko 12,158 kali lebih besar menyebabkan pasien kurang puas dibandingkan dengan kenyamanan yang nyaman.

Kenyamanan adalah rasa nyaman yang di miliki oleh pasien terhadap lokasi dari rumah sakit jauh atau dekat, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, penyajian makanan, peralatan yang baik saat digunakan sesuai dengan standar (Sabarguna, 2005). Seperti yang dikatakan Moison, Walter & White dalam Haryanto (2000) suasana yang tenang, nyaman sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasaan pasien dalam proses penyembuhan. Selain itu tidak hanya bagi pasien yang menikmati itu akan tetapi bagi orang lain yang berkunjung akan sangat senang dan memberikan pendapat positif sehingga terkesan bagi pengunjung.

Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu :

a. Fisik yang berhubungan dengan sensasi tubuh

b. Sosial yang berhubungan dengan interpersonal keluarga dan sosial

c. Psikospiritual yang berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri, seksualitas dan makna kehidupan

d. Lingkungan yang berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alami lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman perawat telah memberikan kekuatan, harapan, dukungan dorongan dan bantu untuk pasien agar segera pulih.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kiki Miranty (2013), menujukan bahwa dari total 79 responden yang menyatakan nyaman sebanyak 76 (97,4%), sedangkan yang menyatakan kurang nyaman sebanyak 2 orang (2,6%). Sehingga didapat hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,026 (p = 0,05), dengan demikian H0 ditolak artinya ada hubungan bermakna antara kenyamanan dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Rantepao Toraja Utara Tahun 2013.

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Rachmadi Hamid di Puskesmas Batua Kota Makasar Tahun 2013, dari 93 responden yang menyatakan kenyamanan cukup 7 orang (7,5%) diantaranya menyatakan tidak puas, dan 86 orang (92,5%) menyatakan puas. Nilai p = 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kenyamanan dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Batua Kota Makasar.

Dengan demikian dapat diperoleh kesimpulan bahwa kenyaman yang membuat perasaan pasien senang dengan apa yang diinginkan dapat terpenuhi akan membuat pasien merasa puas.

Interaksi antara perawat dan pasien

Variabel hubungan interaksi antara perawat dan pasien yang diukur dengan 8 pertanyaan dari 60 responden pasien BPJS menunjukan bahwa hubungan interaksi antara perawat dan pasien yang kurang baik membuat pasien kurang puas presentasenya lebih tinggi (28,0%) dibandingkan dengan hubungan interaksi antara perawat dan pasien yang baik membuat pasien kurang puas yaitu presentasenya (2,9%). Hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,007 (p < 0,05), sehingga H0 ditolak, maka dapat

Page 10:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara interaksi perawat dan pasien pasien dengan kepuasan. Sedangkan nilai OR adalah 13,222 (CI 95% =1,507-116,011) yang artinya hubungan interaksi antara perawat dan pasien yang kurang baik beresiko 13,222 kali lebih besar menyebabkan pasien BPJS kurang puas di bandingkan dengan hubungan interaksi antara perawat dan pasien yang baik.

Hubungan pasien dengan petugas (perawat) menurut Sabarguna (2005) merupakan kejelasan informasi yang diberikan oleh perawat tidak berbelit-belit mudah dimengerti dan dipahami serta tanggap terhadap keluhan yang dirasakan oleh pasien dalam hal ini komunikasi. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang di sampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan dengan maksud mencapai kebersamaan ( Muninjaya, 2012).

Communication artinya memberikan informasi kepada pelanggang dalam bahasa yang dapat mereka pahami, selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan (Zeithaml dan Fornel C 1985). Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Komunikasi terapeutik juga termasuk komunikasi interpersonaldengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003).

Ada beberapa karakteristik seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik yaitu : kejujuran, tidak membingungkan dan cukup ekspresif saat berkomunikasi, bersikap positif, bersikap empati, mampu melihat permasalahan dari kacamata klien, menerima klien apa adanya, sensitif terhadap perasaan klien dan tidak terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.

Interaksi antara perawat dan pasien mengacu pada hubungan antara perawat dengan seseorang yang menderita sakit dan dikarakteristikan oleh fakta bahwa antara kedua individu merasa dipenanggulangan klise yang lain. Hubungan antara perawat dan klien adalahberupa perilaku, pikiran dan perasaan. Juga penting untuk membedakan antara dukungan sosial dan dukungan profesional (Hupcey & Morse, 1997).

Ada 4 fase dalam melakukan hubungan antara perawat dan klien yaitu :

a. Fase Prainteraksi merupakan awal dimulainya kontak pertama dengan klien.

b. Fase Orientasi merupakan pertemuan pertama antara perawat dan klien.

c. Fase Kerja, perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan meningkatkan wawasan perkembangan dari klien dengan menyamakan persepsi, pikiran, perasaaan dan tindakan.

d. Fase Terminasi. Beberapa klien, terminasi merupakan penampilan terapeutik yang sangat kritis karena hubungan sebelumnya baik dan terminasi menjadi negatif dan akan timbul perasaan tidk ingin ditinggal, takut dan marah.

Page 11:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudian (2012), menunjukan bahwa dari 39 responden yang berkomunikasi secara efektif terhadap 27 orang (69,2%) responden mengalami kepuasan dan dari 21 responden yang berkomunikasi kurang efektif ternyata 13 orang (61,9%) kurang puas terhadap mutu pelayanan di Rumah Sakit Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara. Selanjutnya hasil uji statistik dengan uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (df 0,05) menghasilkan nilai p = 0,040, artinya ada hubungan yang bermakna antara komunikasi dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna (2009) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien di RSUD Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Jawa Tengah dengan nilai p value adalah 0,005.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pasien dengan perawat yang memiliki komunikasi baik cenderung membuat pasien meras puas di bandingakan dengan petugas (perawat) yang memiliki komunikasi kurang baik. Komunikasi perawat yang baik sangat erat dengan kepuasaan pasien karena pasien akan merasa lebih mudah mendapatkan informasi tentang kesehatannya selama proses perawatan berlangsung.

Kompetensi Tehnis Petugas

Variabel kompetensi tehnis petugas diukur dengan 8 pertanyaan yang di ajukan kepada responden, 60 responden pasien BPJS menunjukan bahwa kompetensi tehnis yang kurang tanggap membuat pasien kurang puas presentasenya lebih tinggi (24,1%) dibandingkan dengan kompentensi tehnis petugas yang tanggap dan pasien kurang puas presentasenya (12,5%). Hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,021 (p < 0,05), sehingga H0 di tolak.

Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kompetensi tehnis petugas dengan kepuasan pasien. Sedangkan nilai OR adalah 9,545 (CI 95% = 1,094-83,294) yang artinya kompetensi tehnis petugas yang kurang tanggap beresiko 9,545 kali lebih besar menyebabkan pasien kurang puas dibandingkan dengan kompetensi tehnis petugas yang tanggap.

Kompetensi tehnis adalah penampilan personal baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Hasibuan (2001) mengemukan kinerja adalah suatu hasil kinerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya berdasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan. Menurut Sabarguna (2005) kompetensi tehnis petugas adalah keberanian bertindak secara cepat dan tepat terhadap keluhan pasien berdasarkan pengalaman, latar belakang pendidikan, pelatihan atau kursus-kursus yang diikuti oleh petugas kesehatan.

Dimensi kompetensi tehnis menurut Brown LD et al. (1992) menyangkut keterampilan, kemampuan dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi kompetensi tehnis itu berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi. Tidak terpenuhinya dimensi kompetensi dapat mengakibatkan berbagai hal mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan sampai pada kesalahan fatal yang dapat membahayakan jiwa.

Salah satu contoh dari kompetensi tehnis petugas yaitu bagaimana cara pemasangan infus yang baik dan benar. Kompetensi pemasangan infus di delegasikan kepada perawat sehingga setiap perawat dituntut mengetahui bagaimana terapi intra vena, cara memberikan cairan intra vena dengan tepat dan mempertahankan sistem intra vena. Perawat dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan mengenai pemasangan infus yang sesuai dengan Standar Prosedur Opersional (SPO). Semua tindakan keperawatan yang dilakukan memang harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO).

Menurut teori yang dikemukan oleh Oliver (1988) mendefinisiakan kepuasan pelanggan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa.

Bila kinerja sesuai harapan maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila

Page 12:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat di bentuknya oleh pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan informasi dari berbagai media, pelanggan yang puas akan setia lebih lama.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Wibawani (2013) di Rs. Woodward Kota Palu menujukan bahwa 8 (44,4%) responden menyatakan tidak puas terhadap petugas yang kurang berkompetensi, sedangkan responden yang menyatakan puas terhadap petugas yang tidak berkompetensi sebanyak 10 orang (55,6%). Adapun responden yang puas terhadap petugas yang berkompetensi sebanyak 65 orang (83,3%). Hasil uji statistik Chi Square p = 0,023 (p = 0,05) yang artinya ada hubungan yang bermakna antara kompetensi tehnis petugas dengan kepuasaan pasien.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gusti Hidayatullah (2002) di Rumah Sakit Swasta Samarinda menujukan bahwa 46% responden mengatakan tidak puas terhadap kinerja perawat (kompetensi tehnis) yang kurang baik dalam memberikan pelayanan dan 53% mengatakan puas terhadap kinerja (kompetensi tehnis) pelayanan perawat yang baik. Hasil dengan uji statistik Chi-Square menghasilkan nilai p = 0,029 artinya ada hubungan bermakna antara kinerja (kompetensi tehnis) dengan kepuasan pasien. Khusus terhadap kinerja keluhan terbesar adalah perawat jarang menengok pasien bila tidak diminta dan bila di panggil tidak segera datang.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa semakin baik kinerja (kompetensi tehnis) perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien maka pasien akan semakin merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Begitupun sebaliknya, semakin kurang baik kinerja (kompetensi tehnis) perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien maka pasien pun akan semakin merasa tidak puas dengan pelayanan itu.

Page 13:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

DAFTAR PUSTAKA

Anjaryani, Wike Diah 2009. Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat Di RSUD Tugu Rejo Semarang. Tesis, Fakultas Studi Magister Promosi Kesehatan Kajian Sumber Daya Manusia Program Pasca Sarjana. Universitas Diponogoro. Semarang

Adikoesoemo, Suparto, 2003. Manajemen Rumah Sakit, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Budiarto, 2012. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta

Dwi Ujiyanto, 2005. Hubungan Komunikasi Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di RS. PKU Muhamadiyah Yogyakarta. (http://publikasi.umy.ac.id/files/journal/3/articel/3134/public/3134-3233-1-PB.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2014)

Fatima, Desta, 2012. Perbandingan Kepuasaan Antara Pasien Pasien ASKES (BPJS) di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Karyadi Semarang.(http:/eprints.undip.ac.id/37461/I/DESTAFATIMA, G2A008047, Laporan Akhir KTI.pdf. Diakses Tanggal 15 Desember 2014

Gibson, dkk. 1987. Organisasi:Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Kelima Jilid I, Alih Bahasa Djarkasih, Erlangga, Jakarta

Herman, 2013. Program JKN. www. Jamsosindo. Com, dikutip 13/01/15, Jakarta

Hardiana Sosilawati, 2012. Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kepuasan pasien rawat Inap di RSU Daya Makasar. ( http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/sI keperawatan09/205312053/bab2.pdf akses tanggal 15 Mei 2015).

Jon Rahardi, 2010. analisa tingkat kepuasaan pasien umum dan pasien jamkesmas terhadap mutu pelayanan rawat inap di rsud pasam barat tahun 2010. (htt://repastory.unand.ac.id/17291/1/AN

ALISA TINGKAT KEPUASAN PASIEN UMUM DAN.pdf. Diakses tanggal 15 Desember 2014

Kotler, Phillip dan Kevin Lane Keller, 2009. Manajemen Pemasaran, edisi 13. Pearson Education Inc. Upper Saddle Rivever, New Jersey

Khairani Laila, 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasaan Pasien Rawat Jalan RSUD Pasaman Barat 2010. (http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/JURNAL-TESIS_LAILA.pdf. Diakses tanggal 24 Desember 2014

Fandisal Muhamad, 2008. Hubungan Sikap dan Tehnik Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kepuasan Klien di Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Soekanto Kramat Jati Jakarta Timur. ( http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/sI keperawatan09/205312053/bab2.pdf akses tanggal 10 Desember 2014)

Michael Leboeuf, 2010. Rahasia Sukses Bisnis Sepanjang Masa, Memenangi dan Memelihara Pelanggan Seumur Hidup. PT Tangga Pustaka. Jakarta

Muninjaya, Gde, 2012, Manajemen Kesehatan Edisi 3, Jakarta:EGC

Notoatmojo, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Nursalam, 2003. Konsep Dan Penerapan Metoologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta. Salemba Medika

Supranto, 2012. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Rineka Cipta, Jakarta

Sabarguna, Boy, 2005. Analisa Pemasaran Rumah Sakit, KONSORSIUM Rumah Sakit Islam Jawa Tengan – DIY

Satrianegara, M Faiz, 2009. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan, Jakarta : Salemba Medika

Simamorang, Raymond, 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan, Jakarta:EGC

Page 14:  · Web viewTehnik pengambilan sampel dengan menggunakan acidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah keusioner dan uji statistik

Sugiyono, 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Afabeta

Suryadi, 2009 Manajemen Mutu Berbasis Sekolah : Konsep dan Aplikasi. Bandung:PT Sarana Karya Nusa

Silalahi, 2008. Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung:Sinar Batu Algesindo

Tjiptono, F, 2004. Perspektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer,Jogjakarta Penerbit Andi

Sutanto Priyo Hastono, 2007 Analisa Data Kesehatan,Fakultas Ilmu Kesehatan UI

Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4, Jakarta:EGC

htt://putrasaputra78.blogspot.com/2012/12/gambaran-kepuasan-pasien-terhadap.html(diakses tanggal 10 November 2014)

htt/kti-skripsi-keperawatan.blogspot.com/2011/11/hubungan-antara-pelayanan-keperawatan 10.html(diakses tanggal 12 November 2014)

http://lapan88.blogspot.com/2011/08/interaksi-perawat-n-pasien.html(diakses tanggal 12 Juni 2015)