kimiakimi.files.wordpress.com · Web viewPengujian terhadap pereaksi iod dihentikan ketika sudah...

17
Laporan Praktikum Hari/ tanggal : Selasa/ 26 November 2013 Biokimia Waktu : 13.00-14.40 WIB PJP : Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc. Asisten : Resti Siti Muthmainah, S. Si. Lusianawati, S. Si. ENZIM II Kelompok 7 Ayu Septra Wulandari J3L112029 Yaya Nugraha J3L112089 Diana Agustini Raharja J3L112168

Transcript of kimiakimi.files.wordpress.com · Web viewPengujian terhadap pereaksi iod dihentikan ketika sudah...

Laporan Praktikum Hari/ tanggal : Selasa/ 26 November 2013Biokimia Waktu : 13.00-14.40 WIB

PJP : Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc.Asisten : Resti Siti Muthmainah, S. Si.

Lusianawati, S. Si.

ENZIM II

Kelompok 7Ayu Septra Wulandari J3L112029Yaya Nugraha J3L112089Diana Agustini Raharja J3L112168

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIAPROGAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2013

Pendahuluan

Enzim merupakan katalis dalam sistem biologi atau biokatalisator. Katalis

adalah molekul yang berfungsi mempercepat reaksi kimia (Maryati 2000). Enzim

berbeda dengan katalisator anorganik dan organik sederhana yang umumnya dapat

mengkatalisis berbagai reaksi kimia. Enzim memiliki spesifitas yang sangat

tinggi, baik terhadap reaktan (substrat) maupun jenis reaksi yang dikatalisiskan.

Suatu enzim pada umumnya hanya mengkatalisis satu jenis reaksi dan bekerja

pada suatu substrat tertentu (Hawab 2003). Penamaan dan klasifikasi enzim secara

sistematik telah ditentukan oleh Commision on Enzymes of the International

Union of Biochemistry (CEIUB). Enzim dalam sistem yang baru ini dibagi

menjadi enam golongan utama dan setiap golongan dibagi lagi menjadi sub-

golongan. Penggolongan enzim terdiri atas 6 golongan utama di antaranya

oksido-reduktase yang berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi, transferase yang

berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu, hidrolase yang berperan dalam

reaksi hidrolisis, liase yang berperan mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan

ikatan rangkap dua, isomerasi yang berperan mengkatalisis reaksi isomerisasi,

serta ligase yang berperan mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan dengan

bantuan pemecahan ikatan dalam ATP (Wirahadikusumah 1985).

Enzim amilase merupakan enzim yang berperan dalam menghidrolisis ppati

menjadi dekstrin-dekstrin dan maltosa. Enzim amilase termasuk dalam golongan

enzim hidrolase. Enzim amilase terbagi menjadi tiga yaitu α-amilase, β-amilase,

dan γ-amilase. Nomor kelas α-amilase yaitu 3.2.1.1, β-amilase 3.2.1.2, sedangkan

γ-amilase 3.2.1.3. Sumber utama amilase adalah pankreas yang mensekresikan

amilase dan enzim lain ke dalam duodenum. Amilase juga terdapat dalam air liur

yang memulai proses pencernaan saat makanan masuk ke dalam mulut. Amilase

pada saliva (air liur) berasal dari kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual.

Kelenjar ini terbentuk dari unit lebih kecil yang disebut asinus yang dilapisi oleh

sel-sel yang menghasilkan amilase. Suhu optimum enzim amilase yang terdapat

pada saliva ialah 37°C dan pH optimumnya sekitar 6,8 yang mendekati pH mulut

(Amerongen 1991).

Tujuan

Percobaan dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh suhu terhadap

aktivitas amilase air liur, pengaruh pH terhadap aktivitas amilase air liur,

hidrolisis pati matang oleh amilase air liur, serta hidrolisis pati mentah oleh

amilase air liur.

Metode

Bahan-bahan yang digunakan, yaitu air liur, akuadess, kanji 1%, pereaksi

iod, pereaksi Benedict, HCl, asam asetat, dan Na-karbonat 0,1%. Alat-alat yang

digunakan, yaitu penangas air, penangas es, serta alat-alat gelas.

Pengaruh suhu terhadap aktivitas amilase air liur. Setiap tabung dari 4

buah tabung reaksi diisi dengan 2 mL air liur dan 2 mL akuades. Campuran

dikocok dengan baik dan tabung pertama diletakkan pada penangas es yang

bersuhu 10°C, tabung kedua pada suhu kamar, tabung ketiga pada penangas air

bersuhu 37°C, dan tabung keempat pada penangas air bersuhu 80°C elama 15

menit. Setelah itu, setiap tabung ditambahkan dengan 2 mL larutan kanji 1% dan

dikocok dengan baik. Setiap tabung diletakkan kembali pada masing-masing

kondisi suhu selama 10 menit. Isi tabung diuji dengan pereaksi iod dan Benedict.

Uji iod dilakukan dengan cara satu tetes sampel dimasukkan ke dalam papan uji

dan ditambahkan satu tetes larutan iod encer. Uji Benedict dilakukan dengan cara

sebanyak 5 mL pereaksi Benedict dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian,

sebanyak 8 tetes sampel ditambahkan ke dalam tabung reaksi dan dididihkan

selama 5 menit. Setelah itu, larutan dibiarkan sampai menjadi dingin. Perubahan

warna yang terjadi diamati dan terbentuk atau tidaknya endapan dilihat.

Pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur. Masing-masing dari empat

tabung reaksi diisi dengan 2 mL HCl, 2 mL asam asetat, 2 mL akuades, dan 2 mL

Na-karbonat 0,1%. Masing-masing nilai pH dari setiap tabung adalah 1, 5, 7, dan

9. Setiap tabung ditambahkan dengan 2 mL larutan kanji 1% dan 2 mL air liur.

Campuran dikocok dengan baik dan diletakkan pada penangas air 37°C selama 15

menit. Isi tabung diuji dengan pereaksi iod dan Benedict.

Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur. Sebanyak 10 tetes air liur

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 mL larutan pati matang,

dikocok, dan dikondisikan pada suhu 37°C. Sebanyak 1 tetes isi tabung

dipindahkan ke papan uji dan diteteskan dengan pereaksi iod setiap selang waktu

1 menit. Perubahan warna yang terjadi pada setiap menitnya dicatat dari warna

biru, kecoklat-coklatan sampai tidak memperlihatkan perubahan warna lagi. Saat

pereaksi iod tidak lagi positif disebut titik akromatik. Pengujian terhadap pereaksi

iod dihentikan ketika sudah tercapai titik akromatik. Sisa larutan diuji dengan

pereaksi Benedict.

Hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur. Larutan pati 1% dibuat

dengan cara mencampurkan 0,05 gram pati mentah dengan 5 mL akuades.

Kemudian sebanyak 10 tetes air liur ditambahkan ke dalam larutan pati tersebut

dan dikondisikan pada suhu 37°C. Sebanyak 1 tetes isi tabung dipindahkan ke

papan uji dan diteteskan dengan pereaksi iod setiap selang waktu 1 menit.

Perubahan warna yang terjadi pada setiap menitnya dicatat dari warna biru,

kecoklat-coklatan sampai tidak memperlihatkan perubahan warna lagi. Saat

pereaksi iod tidak lagi positif disebut titik akromatik. Pengujian terhadap pereaksi

iod dihentikan ketika sudah tercapai titik akromatik. Sisa larutan diuji dengan

pereaksi Benedict. Hasil percobaan hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur

dibandingkan dengan hasil percobaan hidrolisis pati matang oleh amilase air liur.

Hasil

Berikut ini hasil yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan.

Tabel 1 Data hasil pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase saliva

Suhu Hasil pengamatan Perbahan warna Iod Benedict Iod Benedict

10°C - + Kuning Biru kehijauanSuhu kamar - + Kuning Biru kehijauan37°C - + Kuning Biru kehijauan80°C + - Biru Biru

Keterangan: + : mengandung- : tidak mengandung

Tabel 2 Data hasil pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilse saliva

pH Hasil pengamatan Perbahan warna

Iod Benedict Iod BenedictHCl (1) + + Biru kehitaman Biru kehijauanAsam asetat (5) - + Coklat Biru kehijauanAkuades (7) - + Kuning Biru kehijauanNa2CO3 (9) - + Kuning Biru kehijauan

Keterangan: + : mengandung- : tidak mengandung

Tabel 3 Data hasil hidrolisis pati matang dan pati mentah oleh amilase saliva

Bahan Waktu (menit ke-)

Hasil pengamatan Perubahan warna

Iod Benedict Iod BenedictPati matang 1 -

-

Kuning pudar

Biru

2 - Kuning3 - Kuning terang4 - Kuning5 - Kuning pekat10 - Kuning lebih pekat

Pati mentah 1-5 +

+

BiruBiru

kehijauan6-10 + Biru15-20 + Biru25 - Kuning

Keterangan: + : mengandung- : tidak mengandung

Gambar 1 Hasil uji iod pada suhu 10°C (a), suhu kamar (b), dan 37°C (c) terhadap aktivitas enzim amilase saliva

Gambar 2 Hasil uji Benedict pada suhu 10°C (a), suhu kamar (b), dan 37°C (c)

terhadap aktivitas enzim amilase saliva

Gambar 3 Hasil uji iod pada pH 1 (a), 5 (b), 7 (c), dan 9 (d) terhadap aktivitas enzim amilse saliva

Gambar 4 Hasil uji Benedict pada pH 1 (a), 5 (b), 7 (c), dan 9 (d) terhadap aktivitas enzim amilse saliva

Gambar 5 Hasil uji iod pada menit ke-1 (a), ke-2 (b), ke-3 (c), ke-4 (d), ke-5 (e), dan ke-10 (f) terhadap hidrolisis pati matang oleh amilase saliva

Gambar 6 Hasil uji Benedict pada terhadap hidrolisis pati matang oleh amilase saliva

Gambar 7 Hasil uji iod pada menit ke-1 (a), ke-2 (b), ke-3 (c), ke-4 (d). ke-5 (e), ke-10 (f), ke-20 (g), dan ke-25 (h) terhadap hidrolisis pati mentah oleh amilase

saliva

Gambar 8 Hasil uji Benedict terhadap hidrolisis pati mentah oleh amilase saliva

Pembahasan

Amilum dapat tehidrolisis menjadi disakarida yaitu maltosa oleh peran

enzim α-amilase air liur yang mampu membuat pati dan glikogen dihidrolisis

menjadi maltosa dengan cara menyerang ikatan glikosidik α-(1→4). Hidrolisis

akhir maltosa berupa monosakarida yaitu glukosa. Mekanisme hidrolisis pati

dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9 Hidrolisis pati oleh enzim α-amilase (Lehninger 1982)

Faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas enzim di antaranya suhu, pH,

konsentrasi substrat, kofaktor, dan inhibitor. Setiap enzim mempunyai suhu

optimum yaitu suhu di mana enzim memiliki aktivitas maksimal. Enzim di dalam

tubuh manusia mempunyai suhu optimal sekitar 37°C. Aktivitas enzim di bawah

atau di atas suhu optimum menurun. Suhu mendekati titik beku tidak merusak

enzim, tetapi enzim tidak aktif. Jika suhu dinaikkan, maka aktivitas enzim

meningkat. Kenaikan suhu yang cukup besar dapat menyebabkan enzim

mengalami denaturasi dan mematikan aktivitas katalisnya. Sebagian besar enzim

mengalami denaturasi pada suhu di atas 37°C. Pengaruh suhu terhadap aktivitas

enzim dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim (Poedjiadi 1994)

Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada pH sekitar 6-8. Setiap

enzim mempunyai pH optimum yang khas. Enzim memiliki pH optimum pada

umumnya sekitar pH jaringan di mana enzim berada. Beberapa enzim ada yang

aktivitasnya pada pH tinggi dan ada pula yang pada pH rendah. Ketika pH jauh di

atas pH optimum, enzim akan mengalami dentarurasi. Pengaruh pH terhadap

aktivitas enzim dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim (Poedjiadi 1994)

Peningkatan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi

enzimatis sampai mencapai kecepatam maksimum yang tepat pada konsentrasi

enzim yang tetap. Semua enzim pada titik maksimum telah jenuh dengan substrat

sehingga penambahan substrat sudah tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi

enzimatis. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim dapat dilihat

pada gambar 12.

Gambar 12 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzimatis (Poedjiadi 1994)

Semua enzim pada hakikatnya adalah protein, namun kebanyakan enzim

baru berfungsi sebagai katalis apabila disertai zat lain yang bukan protein, yang

disebut kofaktor. Suatu kofaktor dapat berupa ion logam sederhana seperti Fe2+

atau Cu2+, tetapi dapat pula berupa molekul organik kompleks yang disebut

koenzim. Faktor lainnya yang memengaruhi aktivitas enzim ialah inhibitor.

Inhibitor merupakan molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi. Hambatan

terhadap aktivitas enzim dalam suatu reaksi kimia ini mempuunyai arti yang

penting, karena hambatan tersebut juga merupakan mekanisme pengaturan reaksi-

reaksi yang terjadi dalam tubuh. Hambatan ini juga dapat memberikan gambaran

lebih jelas tentang mekanisme kerja enzim. Hambatan yang dilakukan oleh

inhibitor dapat berupa hambatak tidak reversibel atau hambatan reversibel.

Hambatan tidak reversibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses

destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada

molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing atau

hambatan tidak bersaing (Poedjiadi 1994).

Setiap uji yang dilakukan pada amilase air liur menggunakan uji iod dan uji

Benedict. Uji iod digunakan untuk menentukan ada tidaknya pati, karena pati

dengan iod dapat membentuk suatu ikatan kompleks yang berwarna biru.

Komponen pati yang berperan yaitu amilosa. Uji Benedict digunakan untuk

menentukan adanya gula pereduksi, seperti maltosa dan glukosa dalam sampel.

Larutan tembaga yang basa jika direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai

gugus aldehida atau keton bebas akan membentuk kupro oksida. Pembentukan

senyawa ini dapat dilihat pada pembentukan warna hasil reaksi. Salah satu

pereaksi yang mengandung termbaga dan basa ialah pereaksi Benedict yang

mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat.

Pengaruh suhu terhadap aktivitas amilase air liur dilakukan untuk

menentukan seberapa besar suhu ketika enzim amilase masih dapat menghidrolisis

pati. Enzim amilase dapat menghidrolisis pati menjadi maltosa kemudian

hidrolisis akhir maltosa menjadi glukosa. Maltosa dan glukosa yang merupakan

gula pereduksi akan memberikan hasil positif pada uji Benedict, sedangkan pada

uji iod akan memberikan hasil negatif. Hasil negatif pada uji iod, karena sudah

tidak adanya pati akibat terhidrolisis oleh enzim amilase. Berdasarkan percobaan

yang dilakukan, enzim amilase bekerja pada suhu 10°C, suhu kamar, dan 37°C

sedangkan pada suhu 80°C enzim amilase tidak lagi dapat menghidrolisis pati.

Menurut Gilvery (1996), enzim amilase bersifat nonaktif pada suhu rendah seperti

suhu 10°C dan pada suhu tinggi seperti 80°C enzim amilase dapat rusak. Enzim

amilase pada suhu kamar dapat menghidrolisis pati tetapi tidak bekerja secara

optimum. Hal yang memengaruhi ketidaksesuaian dengan literatur ini salah

satunya ialah suhu yang digunakan lebih dari 10°C sehingga enzim amilase masih

dapat menghidrolisis pati. Enzim amilase juga masih dapat menghidrolisis pati

pada suhu ruang, akan tetapi enzim amilase ini menghidrolisis pati secara

optimum pada suhu 37°C.

Pengaruh pH terhadap aktivitas amilase air liur dilakukan untuk menentukan

seberapa besar pH ketika enzim amilase masih dapat menghidrolisis pati. Menurut

Gilvery (1996), enzim amilase tidak bekerja pada pH rendah seperti pH 1 dan juga

rusak pada pH tinggi seperti pH 9. Enzim amilase pada pH 1 positif untuk uji iod

dan juga uji Benedict. Enzim amilase seharusnya memberikan hasil positif untuk

uji iod tetapi negatif untuk uji Benedict. Enzim amilase pada percobaan juga

bekerja pada pH tinggi yang mana seharusnya enzim ini tidak mampu

menghidrolisis pati lagi. Enzim amilase pada percobaan bekerja pada pH 5 dan 7

yang pada umumnya enzim tersebut bekerja pada sekitar pH tersebut. Enzim

amilase menghidrolisis pati secara optimum pada pH mendekati 7.

Hidrolisis pati matang dan pati mentah oleh amilase air liur untuk

meentukan kemampuan hidrolisis enzim amilase. Berdasarkan hasil percobaan,

pati matang menunjukkan hasil negatif pada uji iod begitu pula pada uji Benedict.

Hasil negatif pada uji iod menunjukkan bahwa enzim amilase telah menghidrolisis

pati menjadi dekstrin maupun glukosa. Hasil negatif pada uji Benedict

dikarenakan enzim amilase belum menghidrolisis pati secara sempurna. Enzim

amilase baru dapat menghidrolisis pati matang pada menit ke-25 yang ditunjukkan

dengan hasil negatif pada uji iod dan positif pada uji Benedict. Kemampuan

hidrolisis enzim amilase lebih cepat pada pati matang dibandingkan dengan pati

mentah, karena pati mentah memiliki struktur yang saling berikatan lebih kuat

dibandingkan dengan pati matang sehingga memerlukan waktu yang lebih lama

untuk enzim amilase agar dapat menghidrolisis pati mentah. Titik akromatik

merupakan suatu keadaan yang mana peraksi iod tidak lagi memperlihatkan

perubahan warna, karena enzim amilase telah menghidrolisis pati menjadi maltosa

maupun glukosa. Titik akromatik untuk hidrolisis pati matang yaitu pada menit

ke-10 sedangkan untuk hidrolisis pati mentah yaitu pada menit ke-25.

Simpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

Enzim amilase air liur bekerja pada suhu kamar dan 37°C. Enzim amilase pada

percobaan juga bekerja pada pH 5 dan 7. Enzim amilase menghidrolisis pati

matang lebih cepat dibandingkan pati mentah dengan titik akromatik pati matang

pada menit ke-10 sedangkan pati mentah pada menit ke-25.

Daftar Pustaka

Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti Bagi Kesehatan Gigi. Surabaya: UGM Press.

Gilvery G. 1996. Biokimia: Suatu Pendekatan Fungsional. Surabaya: Universitas Airlangga Press. Ed. ke-3.

Hawab HM. 2003. Pengantar Biokimia. Malang: Bayumedia.

Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 3. Maggy Thenawijaya, Penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

Maryati S. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga.

Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Wirahadikusumah M. 1985. Biokimia: Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung: ITB Press.