dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web...

36
A. Peneliti Sebagai Instrumen Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (1995 : 177) instrument penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian agar penelitian dapat berjalan dengan baik.Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara melakukan pengukuran (Widoyoko, 2015: 51). Ada juga yang menyatakan bahwa instrument penelitian merupakan pedoman tertulis tentang wawancara, atau pengamatan, atau daftar pertanyaan yang disiapkan untuk mendapatkan informasi dari responden (Gulo, 2005: 123). Menurut Sugiyono (2010 : 102) instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun social yang diamati (Sugiyono, 2010: 102). Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen pertama dari penelitian. Dimana peneliti sekaligus sebagai perencana yang menetapkan fokus, memilih informasi, sebagai pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data, menarik kesimpulan data dilapangan sekaligus menganalisis data di lapangan yang alami tanpa dibuat-buat. Peneliti sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif mengandung arti bahwa peneliti melakukan kerja lapangan secara langsung dan bersama beraktivitas dengan orang orang yang diteliti untuk mengumpulkan data. Konsekuensi peneliti sebagai instrumen penelitian adalah peneliti harus memahami masalah yang akan diteliti, memahami teknik pengumpulan data penelitian tersirat dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh karena itu dibutuhkan kepandaian dalam memahami masalah. Peneliti harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang akan diteliti. Untuk itu dibutuhkan sikap yang toleran, sabar, serta menjadi pendengaryang baik. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu dengan teori, tetapi di pandu oleh fakta-fakta

Transcript of dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web...

Page 1: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

A. Peneliti Sebagai Instrumen PenelitianMenurut Suharsimi Arikunto (1995 : 177) instrument penelitian merupakan

alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian agar penelitian dapat berjalan dengan baik.Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara melakukan pengukuran (Widoyoko, 2015: 51). Ada juga yang menyatakan bahwa instrument penelitian merupakan pedoman tertulis tentang wawancara, atau pengamatan, atau daftar pertanyaan yang disiapkan untuk mendapatkan informasi dari responden (Gulo, 2005: 123).

Menurut Sugiyono (2010 : 102) instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun social yang diamati (Sugiyono, 2010: 102). Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen pertama dari penelitian. Dimana peneliti sekaligus sebagai perencana yang menetapkan fokus, memilih informasi, sebagai pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data, menarik kesimpulan data dilapangan sekaligus menganalisis data di lapangan yang alami tanpa dibuat-buat. Peneliti sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif mengandung arti bahwa peneliti melakukan kerja lapangan secara langsung dan bersama beraktivitas dengan orang orang yang diteliti untuk mengumpulkan data. Konsekuensi peneliti sebagai instrumen penelitian adalah peneliti harus memahami masalah yang akan diteliti, memahami teknik pengumpulan data penelitian tersirat dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh karena itu dibutuhkan kepandaian dalam memahami masalah. Peneliti harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang akan diteliti. Untuk itu dibutuhkan sikap yang toleran, sabar, serta menjadi pendengaryang baik.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu dengan teori, tetapi di pandu oleh fakta-fakta yang ditemukan dilapangan pada saat penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan intrumen utama penelitian, di mana peneliti sekaligus sebagai perencana yang menetapkan fokus, memilih informan, sebagai pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data, menarik kesimpulan sementara di lapang dan menganalisis data di lapangan yang alami tanpa dibuat-buat. Sudarwin (2002) menyatakan bahwa peneliti sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif mengandung arti bahwa peneliti melakukan kerja lapangan secara langsung dan bersama beraktivitas dengan orang-orang yang diteliti untuk mengumpulkan data.

Instrument sebagai alat pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data yang empiris sebagaimana adanya. Data yang salah atau tidak menggambarkan data empiris dapat menyesatkan peneliti sehingga kesimpulan peneliti yang ditarik atau dibuat peneliti bisa keliru (Zuriah, 2009: 168). Dengan melakukan pengukuran akan diperoleh data yang objektif yang diperlukan untuk menghasilkan kesimpulan penelitian yang objektif pula. Selain diperoleh data yang objektif, dengan menggunakan instrument dalam pengumpulan data, maka pekerjaan pengumpulan data menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah untuk diolah (Widoyoko, 2015: 51).

Page 2: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

Objektivitas data hasil pengukuran dapat dicapai karena pengumpulan data dengan alat ukur yang baik dapat menutup kesempatan peneliti memasukkan unsur-unsur subjektivitas dalam pengumpulan data. Alat indera manusia mempunyai kemampuan yang terbatas dalam memahami berbagai gejala maupun fenomena sehingga memerlukan alat bantu pengukuran agar pemahaman terhadap gejala maupun fenomena yang ada tidak didasarkan atas subjektivitasnya. Namun dalam suatu penelitian manusia atau alat indera manusia menjadi instrument penelitian yang wajib, salah satunya pada penelitian naturalistik. Dalam penelitian naturalistik/ Kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument peneliti utama (Nasution, 2002: 55). Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, focus penelitian, prosedur penelitian, data yang akan dikumpulkan, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tak pasti dan jelas itu tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri satu-satunya alat yang dapat menghadapinya. Ada tiga hal yang dibahas disini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981: 128-150), yaitu mencakup ciri-ciri umum, kualitas yang diharapkan, dan kemungkinan peningkatan manusia sebagai instrumen.

Menurut Nasution (2002: 55-56), peneliti sebagai instrument penelitian serasi untuk penelitian serupa ini karena mempunyai ciri-ciri yang berikut.1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat beeaksi terhadap segala stimulus dari

lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. Tidak ada instrument lain yang dapat bereaksi terhadap demikian banyak factor dalam situasi yang senantiasa berubah-ubah.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. Tidak ada alat penelitian lain, seperti yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, yang dapat menyesuaikan diri dengan bermacam-maca situasi serupa itu.

3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahaminya perlu merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghanyatan.

5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Peneliti dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentes hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

Dalam penelitian menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat dioalh secara sttistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai

Page 3: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

instrument, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diselidiki.

B. Macam-Macam WawancaraWawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan

oleh dua pihak, pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985:266), antara lain: menkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain.-lain.

Menurut Emzir (2010 : 50) wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010: 50). Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.

Menurut Moleong ( 2012: 187-188) ada bermacam-macam cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam kepustakaan. Dua diantaranya dikemukakan disini. Cara pembagian pertama dikemukakan oleh Patton (1980: 197) sebagai berikut: (a) wawancara pembicaraan informal, (b) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (c) wawancara baku terbuka. Pembagian wawancara yang dilakukan oleh Patton didasarkan atas perencanaan pertanyaannya. Ketiganya dijelaskan secara singkat dibawah ini.

a. Wawancara Pembicaraan InformalPada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung

pada pewanwancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaannya dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pendekatan Menggunakan Petunjuk Umum WawancaraJenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka

dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Demikian pula penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya.

c. Wawancara Baku TerbukaJenis wawancara ini menggunakan seperangkat pertanyaan baku.

Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan pendalaman

Page 4: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

(probing) terbatas, dan hal itu bergantung pada situasi wawancara dan kecakapan pewawancara.

Pembagian lain dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981: 160-170). Pembagian mereka adalah (a) wawancara oleh tim atau panel, (b) wawancara tertutup dan wawancara terbuka, (c) wawancara riwayat secara lisan, (d) wawancara tersrtuktur dan tak terstruktur. Berturut-turut hal itu diurakan berikut ini.

a. Wawancara oleh tim atau panelWawancara oleh tim berarti wawancara dilakukan tidak hanya satu

orang, tetapi oleh duaa orang atau lebih terhadap seseorang yang diwawancarai. Jika cara ini digunakan, hendaknya pada awalnya sudah dimintakan kesepakatan dan persetujuan dari terwawancara, apakah ia tidak keberatan diwawancarai oleh dua orang. Dipihak lain, seorang pewawancara dapat saja memperhadapkan dua orang atau lebih yang diwawancarai sekaligus, yang dalam hal ini dinamakan panel.

b. Wawancara tertutup dan wawancara terbuka (covert and overt interview)

Pada wawancara ini tertutup biasanya yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka diwawancarai. Mereka tidak mengetahui tujuan wawancara. Cara demikian tidak sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka. Jadi, dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara itu.

c. Wawancara Riwayat secara LisanJenis ini adalah wawancara terhadap orang-orang yang pernah

membuat sejarah atau yang membuat karya ilmiah besar, sosial, pembangunan, perdamaian, dan sebagainya. Maksud wawancara ini adalah untuk mengungkapkan riwayat hidup, pekerjaannya, kesenangannya, ketekunannya, pergaulannya, dan lain-lain.

d. Wawancara Terstruktur dan Wawancara Tak TerstrukturWawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Peneliti yang menggunakan jenis wawancara ini bertujuan mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Jenis wawancara ini tampaknya bersamaan dengan apa yang dinamakan wawancara baku terbuka menurut Patton seperti yang dijelaskan diatas. Biasanya dalam wawancara terstruktur, survei didasarkan pada logika penelitian yang sama seperti kuesioner (cara standar mengajukan pertanyaan yang dipikirkan untuk menghasilkan jawaban yang dapat dibandingkan di antara peserta dan mungkin kuantitatif) (Brinkmann, 2013:20).

Format wawancara yang digunakan bisa bermacam-macam, dan format itu dinamakan protokol wawancara. Protokol wawancara itu dapat juga

Page 5: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

berbentuk terbuka. Pertanyaanpertanyyan ini disusun sebekumnya dan disarankan atas masalah dalam rancangan penelitian. Keuntungan wawancara terstruktur ialah jarang mengadakan pendalaman pertanyaan yang dapat mengarahkan terwawancara agar sampai berdusta. Dedy Mulyana (2004: 180) menyebutkan bahwa wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku ( standardized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang sudah disediakan.

Di sisi lain Sugiyono (2012: 194-195), berpendapat bahwa wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data oleh peneliti atau pengumpul data bila mereka mengetahui dengan pasti tentang apa yang akan diperoleh. Sehingga dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini, setiap responden diberikan pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatat setiap jawabannya. Dalam melakukan wawancara, selain harus mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman, pengumpul data atau peneliti juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, grafik dan hal lain sebagainya yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.

Sedangkan menurut Nasution (2006: 119) wawancara berstruktur mempunyai sejumlah keuntungan antar lain : (1) tujuan wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebih dahulu sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan menyimpang dari tujuan, (2) jawaban-jawaban mudah dicatat dan diberi kode, dan karena itu, (3) data itu lebih mudah diolah dan saling membandingkan.

Wawancara Tak TerstrukturWawancara tak terstruktur merupakan wawancara yang berbeda

dengan yang terstruktur. Cirinya kurang diinterupsi dan arbitrer. Pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih dahulu malah disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari responden. Menurut Moleong (2014: 186-191) Pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Wawancara tak terstruktur dilakukan pada keadaan-keadaan berikut :

a) Bila pewawancara berhubungan dengan orang penting. b) Jika pewawancara ingin menayaakan sesuatu secara lebih mendalam lagi pada seorang subyek tertentu.c) Apabila pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat penemuan. d) Jika ia tertarik untuk mempersoalkan bagian –bagian tertentu yang tak normal.e) Jika ia tertarik untuk berhubungan langsung dengan salah seorang responder.f) Apabila ia tertarik untuk mengukapkaan motivasi, maksud ,atau penjelasan dari responden.

Page 6: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

g) Apabila ia mau mencoba mengukapkaan pengertian suatu peristiwa, situasi, atau keadaan tertentu.

Selanjutnya, Koentjaraningrat (1986:136) membagi wawancara ke dalam dua hal golongan besar, yaitu: (1) wawancara berencana atau stand ardized interview dan (2) wawancara tak berencana atau unstand dardized interview. Perbedaan terletak pada perlu tidaknya peneliti meyusun daftar pertanyaan yang diperlukan sebagai pedoman untuk mewawancarai informen. Sedangkan dari sudut bentuk pertanyaan wawancara dapat dibedakan antara lain: (1) wawancara tertutup atau closed interview dan (2) wawancara terbuka atau open interview. Perbedaan terletak pada jawaban yang dikehendaki terbatas maka wawancara tersebut tertutup, sedangkan apabila jawaban yang dikehendaki tidak terbatas maka termasuk wawancara cara terbuka.

Menurut Sugiyono (2012: 197-199), wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti atau pengumpul data tidak menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan secara sistematis dan lengkap yang digunakan dalam pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan oleh peneliti atau pengumpul data hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka bisanya digunakan dalam penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Dalam penelitian pendahuluan, peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur untuk berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus di teliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap dan jelas, maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan atau bagian yang ada dalam obyek.

Selain itu wawancara tidak terstruktur juga digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisa terhadap setiap jawaban dari koresponden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi. Oleh karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat, kapan dan di mana harus melakukan wawancara. Pada saat koresponden sedang sibuk bekerja atau sedang menganggur, sedang mempunyai masalah berat atau sedang tidak bermasalah, sedang mulai istirahat, sedang makan, sedang tidak sehat,

Page 7: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

atau sedang marah, maka harus hati-hati dalam melakukan wawancara. Bila dipaksakan wawancara dalam kondisi tersebut, data yang dihasilkan tidak valid dan akurat. Informasi atau data yang biasa di peroleh dari wawancara seringkali bias, dimana pengertian bias adalah menyimpang dari seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasan data dipengaruhi oleh pewawancara, yang di wawancarai (responden) dan situasi dan kondisi pada saat wawancara.

Menurut Dedy Mulyana (2004: 183), diantara kedua jenis wawancara ini, wawancara tak terstruktur atau wawancara mendalam adalah metode yang selaras dengan perspektif interaksionisme simbolik, karena hal tersebut memungkan pihak yang diwawancarai untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan. Maka peneliti memang harus mendorong subjek penelitian agar jawabannya bukan hanya secara jujur tetapi juga cukup lengkapatau terjabarkan. Maka dalam konteks ini tujuan wawancara mendalam sebenarnya sejajar dengan tujuan pengamatan berperan-serta

C. Langkah-langkah WawancaraPelaksanaan wawancara terjadi ketika pewawancara dengan terwawancara

saling berhubungan mengadakan percakapan. Tata aturan dan kesopanan harus dipenuhi pewawancara antara lain:1. Pewawancara hendaknya berpakaian sepantasnya2. Pewawancara senantiasa menepati janji waktu yang telah disepakati3. Setelah bertemu, pertama kali memperkenalkan diri dulu4. Persiapan tempat dan lingkungan sekitar pelaksanaan wawancara senyaman

mungkin dan menyenangkan.Moleong (2009: 169-172) menyatakan bahwa untuk melakukan wawancara

melalui empat langkah sebagai berikut :1. Menetapkan tujuan wawancara

Sebelum wawancara dilakukan, perlu ditetapkan tujuan wawancara. Penetapan tujuan ini dilakukan agar pertanyaan yang kalian ajukan kepada narasumber bisa terarah pada informasi yang kita butuhkan sehingga wawancara akan berhasil.

2. Menyiapkan daftar pertanyaanWawancara adalah proses dialog antara orang yang mencari informasi dengan

orang yang memberikan informasi. Dalam dialog terjadi karena adanya pertanyaan dari pewawancara dan jawaban dari narasumber. Berikut adalah petunjuk penyusunan daftar pertanyaan dalam wawancara.

a. Pertanyaan disusun berdasarkan tujuan wawancara. b. Upayakan satu pertanyaan untuk menggali satu informasi. c. Kalimat tanya disusun dengan singkat dan jelas. d. Daftar pertanyaan dibicarakan dulu dengan orang yang lebih mengerti.

3. Melakukan wawancara

Page 8: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

Proses melakukan wawancara dilakukan dengan beberapa tahapan. Meskipun tahapan itu bukan merupakan tahapan baku, paling tidak tahapan-tahapan itu bisa menjadi pemandu kalian dalam berwawancara agar bisa berhasil.

a. PendahuluanPewawancara membuat janji dulu dengan narasumber, kapan dan dimana narasumber bersedia diwawancarai. Jangan lupa sampaikan tujuan wawancara kepada narasumber.

b. PembukaanAwalilah dengan pembicaraan ringan, seperti menanyakan kabardan kondisi narasumberserta tunjukkan sikap yang ramah dan bersahabat.

c. Tahap intiAjukan pertanyaan secara urut, singkat, dan jelas. Lakukan perekaman selain pencatatan. Hindarilah pertanyaan yang memojokkan atau menginterogasi.

d. PenutupAkhiri wawancara dengan kesan yang baik dan menyenangkan. Jangan lupa ucapkan terima kasih atas waktu dan kesediaan narasumberdiwawancarai.

4. Melaporkan hasil wawancaraHasil wawancara dituliskan sebagai bentuk laporan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun laporan hasil wawancara.a. Perhatikan kaidah penulisan laporan. b. Jangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri.c. Pilihlah data yang relevan dengan permasalahan.d. Jaga nama baik narasumber dan bila perlu jaga kerahasiaan identitas

narasumber

Langkah-langkah dalam melakukan wawancara menurut Guba & Lincoln (1985: 270-271) adalah:1. Menentukan kepada siapa wawancara dilakukan. Langkah ini “menentukan

dimana dan dari siapa data akan dikumpulkan”. Bahan yang akan dinegosiasikan sepenuhnya tentang pernyataan yang diinformasikan dan pengidentifikasian serta menggunakan informan-informan juga sesuai dengan tugas ini.

2. Mempersiapkan diri untuk mewawancarai. Langkah ini meliputi melakukan pekerjaan rumah dalam hubungannya dengan responden (semakin elite respondennya, dalam arti istilah tersebut seperti yang digunakan oleh Dexter, 1970, semakin pentinglah bagi pewawancara sepenuhnya mendapatkan informasi tentang responden); mempraktikkan wawancara dengan peranan “berada di tempat” yang tepat; menentukan urutan yang tepat tentang pertanyaan-pertanyaan (meskipun jika wawancara tidak terstruktur); dan menentukan peranan, pakaian, tingkat formalitas yang dimiliki oleh pewawancara itu sendiri, dan sebagainya. Konfirmasi dengan responden waktu dan tempat wawancara juga tindakan yang bijaksana.

Page 9: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

3. Gerakan-gerakan awal. Meskipun responden telah diberikan briefing secara meyakinkan berkenaan dengan hakikat dan tujuan wawancara sebagai bagian dari prosedur pemberian izin yang diinformasikan, suatu hal yang bijaksana untuk mengingat kembali rincian pada awalnya. Responden harus diberi kesempatan untuk “melakukan pemanasan” dengan diberi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum, misalnya “Betapa spesialnya sepertinya hari ini?” “Bagaimana anda sampai masuk ke pekerjaan ini?” yang memberikan kepada responden latihan dalam berbicara dengan pewawancara dengan suatu iklim yang santai sambil pada saat yang sama memberikan informasi yang bermanfaat tentang bagaimana responden menguraikan karakteristik umum dari konteks tersebut. Responden juga dapat diberikan kesempatan untuk “mengatur pikiran” dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan umum lainnya. Ini mengarahkan kepada persoalan-persoalan yang diinginkan oleh pewawancara untuk dibahas secara terperinci selanjutnya.

4. Membuat dan mempertahankan tahapan wawancara agar tetap produktif: pertanyaan-pertanyaan semakin spesifik ketika pewawancara beralih dan mulai merasakan apa yang kelihatan menonjol tentang informasi yang diberikan oleh responden. Penting untuk menjaga irama yang mudah, dan sebanyak mungkin, menjaga “berbicara bergantian” dengan responden atau (pewawancara jarang belajar sesuatu ketika dia berbicara). Menjaga fleksibilitas sehingga pewawancara ini dapat mengikuti pengarahan yang menjadikan atau kembali ke poin-poin seelumnya yang sepertinya memerlukan pengembangan penting selanjutnya. Pewawancara yang telah terampil adalah ahli dalam menggunakan penelitian mengarahkan isyarat untuk lebih banyak informasi dan informasi yang lebih berkembang. Penelitian mendalam bisa mengambil bentuk diam (para responden tidak menyukai suatu kekosongan pendengaran, tetapi harus jelas bahwa “giliran berbicara” adalah dengan resonden); “pumps” suarasuara seperti “uh-huuh” atau “umm” atau memberikan dorongan berupa lambaian tangan; harus lebih banyak diadakan (“Dapatkah anda menceritakan kepada saya lebih banyak lagi dalam hal tersebut?”); mengambil contoh-contoh; mengambil reaksi-reaksi pada perumusan kembali pewawancara yang telah dikatakan (“Apakah saya mengerti kamu untuk mengatakan hal itu”; atau “jika saya memahamimu secara benar. Anda sepertinya mengatakan bahwa...”), atau hanya bertanya secara khusus yang dirumuskan oleh pewawancara untuk membumbui atau mengembangkan sesuatu apa yang telah dikatakan oleh responden.

5. Menghentikan pewawancara dan memperoleh penjelasan: jika pewawancara telah di hentikan dianggap produktif (informasi diulang; baik pewawancara ataupun responden menunjukkan kepenatannya; respons sepertinya perlu diarahkan; dan sebagainya) ini waktunya untuk menghentikannya. Pada poin ini pewawancara harus merangkum dan “memutar kembali” untuk apa yang telah dikatakan oleh responden (“Saya percaya poin-poin utama yang telah anda buat adalah X, Y dan Z; apakah itu sepertinya benar bagi anda?”) porses ini mempunyai beberapa keuntungan bagi pewawancara. Pertama, ini mengundang responden untuk bereaksimengecek anggota-validitas dari bentukan-bentukan yang telah dibuat

Page 10: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

oleh pewawancara. Kedua, seringkali menggoda responden untuk menambahkan materi-materi baru, dimana dia diingatkan untuk mendengarkan rangkuman. Terakhir, itu menempatkan responden pada catatan sehingga dia kurang ada kecenderungan untuk menunda atau menolak informasi selanjutnya (sudah tentu penolakan mutlak tidak mungkin jika pernyataan telah dicatat dan jika bentuk pernyataan yang diinformasikan telah diberikan).

Agar bisa dipersiapkan dengan baik selama wawancara, peneliti harus waspada dengan beberapa hal yang harus diperhatikan selama setiap tahap wawancara yang terdiri dari: pra wawancara, wawancara, dan post-wawancara. Berikut ini adalah tahapan dalam wawancara menurut Wahyuni, (2012: 59-63).1. Pra-wawancara

a. Menganalisis masalah penelitian dan fokus pada pertanyaan Anda (pertanyaan penelitian). Ini adalah isu penting yang harus diputuskan sebelumnya sehingga wawancaranya tidakakan ke mana-mana.

b. Mengerti informasi apa yang anda butuhkan. Ini termasuk mengetahui tentang apa yang ingin Anda pelajari dari orang yang Anda ajak bicara, seberapa banyak Anda sudah tahu tentang pertanyaan Anda, dan bagaimana mengelola pengetahuan ini. Di sini, Anda harus mempertimbangkan dimensi pengumpulan data, bagaimana Anda akan menggunakan tanggapan untuk analisis dalam laporan Anda dan bagaimana Anda ingin menyajikan informasi yang Anda kumpulkan.

c. Lihatlah siapa yang bisa memberikannya. Kebenaran wawancara kualitatif Anda tergantung pada siapa Anda diwawancarai dan mengapa, apakah dia tetap fokus dan jika Anda mempercayai ceritanya. Juga, hal lain yang penting diidentifikasi siapa lagi yang mungkin ingin diwawancarai yang masih terbuka terhadap kemungkinan bahwa orang yang diwawancarai dapat mengidentifikasi informan yang perlu diwawancarai oleh peneliti.

d. Pilot study sebagian besar waktu diperlukan karena alasan berikut: (1) menilai pertanyaan dan waktu yang dibutuhkan untuk wawancara; (2) mendapatkan wawasan tentang variabel yang mungkin tidak diketahui pada awal penelitian; (3) menarik perhatian dan meyakinkan kandidat responden untuk berpartisipasi lebih lanjut dalam penelitian Anda.

e. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutupi keseluruhan variabel penelitian Anda harus menjadi aset sejak awal sehingga kita tidak akan kehilangan momentum. Saat kita wawancara, mintalah peserta tentang batasan waktu yang mereka miliki. Bila kita mengetahui ketersediaan waktu, kita bisa mempercepat wawancara untuk mencakup semua pertanyaan dalam panduan ini. J ika waktu yang disepakati sebelum pukul 14.00-15.30, sangat mungkin bahwa pada jam 15.30 responden harus pergi menemui dan berhenti berbicara dan meminta Anda untuk berhenti. J adi, kita harus mengajukan pertanyaan yang paling penting terlebih dahulu sebelum beralih ke pertanyaan lainnya.

f. Sosial konvensi. Ini termasuk bagaimana Anda berperilaku dalam wawancara, jenis kain apa yang harus Anda pakai dan sebagainya. Kuncinya di sini adalah

Page 11: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

untuk mengetahui siapa yang akan diwawancarai. Kita harus sadar bahwa presentasi diri akan mempengaruhi hubungan lapangan sampai tingkat tertentu. Kode berpakaian yang berbeda mungkin diperlukan untuk tipe responden yang berbeda misalnya, ketika kita mewawancarai seorang eksekutif kita harus berdandan dengan baik untuk menghormatinya, tapi ketika mewawancarai seorang pedagang kaki lima maka sebaiknya kita berpakaian santai sehingga tidak ada celah besarantara pewawancara. dan orang yang diwawancarai.

g. Buat alasan atau imbalan bagi responden. Reward tidak selalu berhubungan dengan hal materi, kado, cinderamata, dll., Tapi bisa juga menjadi insentif bagi responden untuk berpartisipasi dalam penelitian Anda. Orang yang diwawancarai harus termotivasi. Mengapa mereka menjawab pertanyaan Anda? Apa keuntungan bagi mereka? Anda dapat menyebutkan bahwa hasil penelitian ini akan membantu perusahaan mereka untuk melihat posisi kompetitif mereka di antara kompetisi lain atau akan membantu pembuat kebijakan mengembangkan kebijakan yang tepat untuk memperkuat industri ini.

h. Siapkan semua sumber daya yang terkait dengan wawancara, ini termasuk menyiapkan metode untuk merekam data, tempat wawancara (dalam hal ini Anda harus memilih setting dengan sedikit gangguan), biaya perjalanan wawancara secara keseluruhan, dll.

2. Wawancara Selama proses wawancara, ada beberapa variabel yang harus diketahui oleh peneliti.a. Mengorientasikan responden. Pada awal wawancara, kami harus memberikan

pengenalan yang baik kepada responden dengan memberikan informasi yang diperlukan yang mencakup: 1) Sebuah tujuan wawancara dan keuntungan responden untuk disertakan

dalam penelitian, 2) alamat kerahasiaan, 3) jelaskan format wawancara, 4) menunjukkan berapa lama wawancaranya biasanya berlangsung,5) berikan informasi kontak pewawancara, dan6) izinkan orang yang diwawancarai untuk memperjelas keraguan tentang

wawancara tersebut.b. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Penting untuk

diketahui bahwa pewawancara harus menjadi pendengar yang baik, dan yang terbaik adalah apa yang responsif - pada saat ini - terhadap apa yang orang yang diwawancarai katakan. Mengidentifikasi adalah isyarat (tampilan khawatir) atau komentar singkat untuk mendapatkan penjelasan tentang kejadian tertentu. Untuk mengeksplorasi ketegangan, tanyakan tentang contoh kejadian serupa atau sebaliknya untuk menentukan kondisi atau sebab suatu peristiwa.

Page 12: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

c. Harus menunda informan sepenuhnya untuk memberikan jawaban atas pertanyaan. Dengan kata lain, pertanyaan tidak boleh diajukan dengan cara yang terdepan atau direktif, karena ini menekan responden untuk menjawab dengan satu cara atau acara tertentu untuk memberikan jawaban yang menurut Anda ingin Anda dengar. Misalnya, jangan mengajukan pertanyaan seperti: "Anda pasti sudah menyadari itu ...," atau "Bagaimana Anda bisa ...".

d. Kembangkan hubungan dengan orang yang diwawancarai. Bukan hanya pada awal wawancara tetapi juga sampai akhir pelajaran Anda karena Anda tidak pernah tahu bahwa suatu hari Anda mungkin perlu memiliki izin untuk publikasi Anda (catatan: beberapa perusahaan meminta izin untuk setiap publikasi yang terkait dengan perusahaan mereka dan beberapa jurnal juga meminta bukti kesepakatan persetujuan dari perusahaan untuk publikasi studi kasus). Karena itu, mulai dari awal wawancara, kita harus memperhatikan wawancara dengan baik. Pewawancara harus bisa memberi kesan orang yang serius, dapat dipercaya dan ramah. Hubungan tersebut juga dapat dikembangkan dengan menyatakan ketertarikan pada posisi dan pendapat pewawancara dan dengan menghargai sudut pandangnya. Hubungan yang lebih baik antara pewawancara dan orang yang diwawancarai lebih banyak membuka respons dan semakin bermanfaatnya informasi yang Anda dapatkan. Ini juga penting jika kita ingin memiliki beberapa informasi tambahan di kemudian hari. Jika orang yang diwawancarai senang berbicara dengan Anda, dia pasti tidakkeberatan bertemu dengan Anda lagi.

e. Hati-hati soal pertanyaan sensitif. Sering kali, ini hanya pertanyaan ungkapan atau penggunaan bahasa yang tepat untuk membuat pertanyaan menjadi kurang sensitif. Terkadang, pertanyaannya bersifat sensitif, tapi tetap harus ditanyakan. Di sini, orang yang diwawancarai tidak boleh tertekan untuk memberikan pertanyaan jawaban ya atau tidak pasti mengapa strategi atau rencana tertentu gagal, tentang konflik dalam organisasinya dapat menjadi sensitif bagi orang yang diwawancarai. Misalnya, saat mewawancarai seorang manajer bank, pertanyaan berikut bisa menjadi sensitif: "Siapa yang bertanggung jawab atas semua hutang buruk yang dilaporkan oleh cabang / kantor Anda?" Pertanyaan yang sama dapat diajukan dengan cara lain, misalnya "Apa, menurut pendapat Anda , apakah faktor yang menyebabkan kredit macet dilaporkan oleh kantor cabang anda?". Dianjurkan untuk menghindari pertanyaan langsung tentang siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan atau kesalahan perhitungan tertentu. Pertanyaan mengenai konflik intra-organisasi harus ditanyakan dengan hati-hati dan dengan bahasa tidak langsung. Kita harus melihat jenis pembicaraan atau diskusi apa yang muncul saat pertanyaan diajukan, mengidentifikasi pertanyaan yang mungkin perlu disempurnakan. Ini juga termasuk mengidentifikasi pengalaman baru yang dimiliki oleh orang yang diwawancarai yang perlu diselidiki dalam wawancara berikutnya.

f. Gesturing. Menggunakan tangan Anda dengan cara yang positif selama wawancara menunjukkan bahwa Anda dinamis dan bersemangat dengan apa

Page 13: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

yang Anda katakan. Hati-hati dengan beberapa sinyal negatif yang bisa memberi isyarat sekalipun. Juga, waspadalah terhadap perilaku berulang yang dapat menarik perhatian terlalu banyak, seperti memutar-mutar rambut, menggaruk, menyentuh wajah Anda terlalu banyak, bermain dengan telinga Anda, dan lain-lain.

g. Kontak Mata. Sebuah studi yang sangat menarik baru-baru ini membandingkan orang yang diwawancarai yang memberi banyak kontak mata dengan mereka yang kurang memberi kontak mata. Orang yang melihat wawancara di video tape diminta untuk menilai kandidat berdasarkan perilaku saja. Mereka yang lebih banyak melakukan kontak mata dengan pewawancara dinilai lebih tulus, dapat dipercaya, profesional, tertarik dan percaya diri. Inti belajar dari penelitian ini adalah untuk "melihat mereka di mata".

h. Rekaman wawancara. Cobalah untuk merekam setiap wawancara yang Anda buat, tentu saja, dengan izin dari orang yang diwawancarai. Menggunakan tape recorder memiliki keuntungan bahwa laporan wawancara lebih akurat daripada menulis catatan. Tapi, rekaman juga membawa bahaya tidak mencatat apapun selama wawancara. Membuat catatan selama wawancara penting bagi pewawancara, bahkan jika wawancara direkam: (1) memeriksa apakah semua pertanyaan telah terjawab; (2) jika terjadi kerusakan pada alat perekam; dan (3) dalam kasus "tidak berfungsinya pewawancara".

3. Post WawancaraPada akhir wawancara, tugas peneliti belum selesai, setidaknya ada tiga kewajiban yang harus kita lakukan, seperti di bawah ini.a. Tuliskan poin penting yang harus dilakukan segera setelah kita kembali dari

wawancara untuk menghindari hilangnya ingatan dari peneliti. Ini termasuk rincian praktis seperti beberapa pendapat tentang responden (misalnya orang yang sangat terbuka atau pendiam) dan juga Anda persepsi interaksi dan hubungan dengan orang yang diwawancarai. Semua detail akan membantu Anda nanti saat Anda mendengarkan rekaman rekaman atau saat Anda duduk untukmenuliskan informasi yang Anda kumpulkan.

b. Kirimkan surat terima kasih dan pertahankan hubungan. Beberapa hari setelah wawancara pastikan untuk mengirim pewawancara Anda sebuah surat yang mengekspresikan antusiasme dan kesan positif Anda terhadap perusahaan. Peneliti harus terus menjaga hubungan dan berusaha agar responden tetap mengetahui perkembangan studi karena kemungkinan besar Anda memerlukan informasi tambahan atau persetujuan publikasi di kemudian hari.

c. Lewati catatan wawancara Anda dengan benar. Tuliskan hasil wawancara dan terus menerus periksa apakah ada kontradiksi atau kemiripan kutipan dan lihat apakah semua informasi yang diperlukan sudah terisi. Anda juga dapat mengirimkan draf wawancara dan meminta masukan dari orang yang diwawancarai. Ini juga tergantung pada hubungan Anda dengan orang yang diwawancarai, mereka mungkin ingin melihat apa yang mereka katakan, dan seringkali, mereka memberikan informasi tambahan atau mengklarifikasi pesan mereka secara sukarela. Sebenarnya, berkali-kali, mereka menuntut

Page 14: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

laporan sebelum Anda bisa menggunakannya. Hal ini juga penting untuk membangun kepercayaan dan memastikan kerahasiaan atau kepekaan bahwa orang yang diwawancarai memiliki kesempatan untuk melihat informasi apa yang Anda yakini akan Anda gunakan dalam studi Anda dan laporan akhir.

Menurut Creswell (1998 : 123 – 124), bahwa wawancara merupakan proses yang mengikuti prosedur dengan serangkaian langkah-langkah sebagai berikut:1. Mengidentifikasi responden yang diwawancarai dengan sampel yang diambil

secara purposif sampling.2. Menentukan jenis wawancara yang dapat menghasilkan informasi yangsangat

bermanfaat dalam menjawab pertanyaan penelitian.3. Dalam melakukan wawancara satu-satu atau fokus pada kelompok,sebaiknya

menggunakan prosedur pencatatan yang memadai, sepertimikrofon kerah untuk pewawancara dan responden atau mike yangcukup peka terhadap akustik ruangan.

4. Menggunakan bentuk desain protokol wawancara, yaitu desainpedoman wawancara dengan panjang sekitar 4 sampai 5 halaman yang20berisi 5 pertanyaan open-ended, dan menyediakan tempat (ruang) untukmencatat tanggapan terhadap komentar-komentar responden.

5. Menentukan tempat untuk melaksanakan wawancara.6. Pada saat akan melakukan wawancara, harus mendapat persetujuan dahulu dari

orang yang akan diwawancarai untuk berpartisipasi dalam penelitian.Selama wawancara, pertanyaan-pertanyaan harus dikuasai oleh pewawancara,

bila pertanyaan-pertanyaan telah selesai dijawab dalamwaktu tertentu, dengan hormat dan sopan, pewawancara menawarkan beberapa pertanyaan lanjutan atau memberikan beberapa saran.

D. Jenis-Jenis WawancaraMenyiapkan daftar pertanyaan sangatlah penting saat ingin melakukan

wawancara, karena daftar pertanyaan tersebut merupakan pedoman dalam melakukan wawancara. Selain itu peneliti atau orang yang akan melakukan wawancara hendaknya membawa buku catatan, tape recorder, kamera, atau alat lainnya untuk membantu lancarnya saat wawancara.

Jika pewawancara telah menyiapkan daftar pertanyaan berarti telah membuat keputusan berkenaan dengan pertanyaan apa yang perlu ditanyakan, bagaimana mengurutkannya, sejauh mana kekhususan pertanyaan itu, berapa lama waktu yang dibutuhkan, dan bagaimana memformulasikan pertanyaan itu. Menurut Patton (1991: 199-203) memberikan enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara akan terkait dengan satu pertanyaan lainnya.

a) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilakuPertanyaan ini berkaitan dengan apa yang dibuat dan telah diperbuat

seseorang. Pertanyaan demikian ditujukan untuk medeskripsikan pengalaman, perilaku, tindakan, dan kegiatan yang dapat diamati pada waktu kehadiran pewawancara. Contohnya: “jika saya berada dalam program itu bersama saudara, apakah yang kiranya dapat saya saksikan apa yang saudara lakukan?”. “jika saya

Page 15: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

mengikuti saudara pada hari-hari tertentu itu, apa kiranya yang dapat saya saksikan dari yang saudara lakukan, pengalaman-pengalaman apakah yang dapat saya amati dari saudara?”

b) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilaiPertanyaan jenis ini ditujukan untuk memahami proses kognitif dan

interpretatif dari subjek. Jawaban terhadap pertanyaan ini memberikan gambaran kepada kita mengenai apa yang dipikirkan tentang dunia atau tentang suatu program khusus. Pertanyaan itu menceriterakan tujuan, keinginan, harapan, dan nilai . "Apa yang saudara percaya?” apa yang saudara pikirkan tentang....?” “apa yang saudara inginkan terjadi?” “Apa pendapat Saudara tentang....?”

c) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaanPertanyaan demikian ditujukan untuk dapat memahami respon emosional

seseorang sehubungan dengan pengalaman dan pemikirannya. Ada seperangkat asumsi tentang spontanitas respon emosional itu. Perasaan terjadi dalam diri orang; perasaan itu adalah respon alamiah atau emosional tentang apa yang terjadi disekitarnya. Perasaan menjaring dimensi afektif dari kehidupan manusia.

Sewaktu pewawancara mengajukan pertanyaan, pada dasarnya ia hendak mencari respons afektif. Misalnya: “Apakah saudara merasa khawatir, senang, takut, terancam percaya diri...?". Biasanya pertanyaan demikian memperoleh jawaban yang tidak langsung, dan setelah dianalisis dapat dipastikan.

d) Pertanyaan tentang pengetahuanPertanyaan tentang pengetahuan diajukan untuk memperoleh pengetahuan

faktual yang dimiliki responden dengan asumsi bahwa suatu hal dipandang dapat diketahui. Hal-hal itu bukan pendapat atau perasaan, atau merupakan hal-hal yang diketahui seseorang, melainkan fakta dari kasus itu.

Pengetahuan tentang suatu program terdiri dari laporan tentang pelayanan yang tersedia, siapa yang pantas, ciri-ciri langganan, siapa yang dilayani oleh program itu, berapa lama tenaga kerjanya bekerja, apa peraturan dan ketentuan program itu, bagaimana cara mendaftar sebagai tenaga kerjadalam program tersebut.

e) Pertanyaan yang berkaitan dengan inderaPertanyaan ini berkenaan dengan apa yang dilihat, didengar,diraba, dirasakan,

dan dicium. Maksud pertanyaan ini ialah memberikan kesempatan kepada pewawancara untuk memasuki perangkat indera responden. “Jika Saudara berjalan melalui pintu suatu program, apa yang Saudara lihat?” “Uraikanlah kepada saya apa yang akan saya lihat jika saya berjalan melalui pintu itu ke dalam program” “Apa yang ditanyakan oleh konselor jika Saudara menemuinya? "Apa yang sesungguhnya dikatakannya?"

f) Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografiPertanyaan ini berusaha menemukan ciri-ciri yang diwawancarai. Jawaban

terhadap pertanyaan-pertanyaan itu membantu pewawancara menemukan hubungan responden dengan orang lain. Pertanyaan-pertanyaan baku berkaitan dengan usia, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal atau mobilitas, dan sebagainya.

Page 16: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat juga diajukan ialah tentang perilaku, perasaan, pengetahuan, perasaanberkesan, dan pertanyaan-pertanyaan demografis. Pertanyaan lainnya yang dapat pula ditanyakan dalam wawancara dapat ditarik dari salah satu di antara kategori di atas.

Ada cara lain untuk mengklasifikasikan pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara. Hal itu dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:178), seperti berikut ini.1) Pertanyaan hipotesis atau pertanyaan bagaimana bila ...2) Pertanyaan yang mempersoalkan sesuatu yang ideal dan responden ditanya agar

memberikan respons tentang hipotesisal ternatif mengenai masa yang lalu, sekarang,atau yang akan datang;

3) Pertanyaan yang menanyakan dan menantang responden untuk merespons dengan cara memberikan hipotesis alternatif atau penjelasan;

4) Pertanyaan interpretatif yang menyarankan kepada responden agar memberikan interpretasinya tentang kejadian atau peristiwa;

5) Pertanyaan yang memberikan saran;6) Pertanyaan tentang alasan mengapa yang mengarahkan agar responden

memberikan penjelasan tentang kejadian atau perasaan;7) Pertanyaan tipe argumen yang berusaha mengajar responden untuk menyatakan

perasaan atau menunjukkan sikap yang apabila pewawancara tidak berada disitu, tidak akan tampak;

8) Pertanyaan tentang sumber yang berusaha mengungkapkan sumber tambahan, informasi asli, dan data atau dokumen tambahan;

9) Pertanyaan yang mengharapkan jawabanya-tidak, yaitu pertanyaan yang berusaha menutupi intensitas perasaan atau kepercayaan tentang sesuatu sedangkan pewawancaranya belum yakin;

10) Pertanyaan yang mengarahkan, dalam hal ini responden diminta untuk memberikan keterangan tambahan pada informasi yang disediakan.Cara pembagian lainnya yang tampaknya perlu dikemukakan ialah pertanyaan

luaran atau yang kurang mendalam (peripheral) dan pertanyaan pendalaman (probing). Pertanyaan luaran berarti pertanyaan diajukan tetapi tidak menggali sesuatu secara mendalam.

Pertanyaan pendalaman, sesuai dengan namanya, bermaksud menggali lebih dalam lagi tentang hal yang dipersoalkan. Suatu topik tertentu yang sedang dipersoalkan dalam proses wawancara digali lebih dalam melalui pertanyaan pendalaman. Pertanyaan pendalaman secara langsung menurut Guba dan Lincoln (1981:179), bermaksud menggali lebih dalam untuk keperluan:1) Klarifikasi jika pewawancara memerlukan lagi informasi tentang hal yang

dipersoalkan sebelumnya;2) Kesadaran kritis jika responden ditanyakan untuk memutuskan atau lebih kritis

lagi, menanggapi sesuatu, menilai atau memberikan contoh tentang sesuatu. Kata tanya dalam hal ini ialah mengapa, dalam hal apa.

Page 17: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

3) Penjelasan jika pewawancara memerlukan informasi mengenai berbagai aspek atau dimensi dari suatu pertanyaan;

4) Refokus jika responden ditanyai mengaitkan, membandingkan, atau mempertentangkan jawabannya dengan topik atau ide, atau jika ditanyai untuk memikirkan alternatif pemecahan atau hubungan sebab-akibat;

Informasi tentang intensitas perasaan responden; pertanyaan yang diajukan berkisar pada bentuk “pertanyaan pribadi”, pertanyaan “alasan-mengapa”, sampaipada “pertanyaan intensitas”.

E. Membuat Daftar PertanyaanNasution (2003) dalam bukunya menyebutkan bahwa sebenarnya tidak ada urutan

yang pasti mengenai urutan pertanyaan atau topik yang akan kita bicarakan. Namun dapat diberi beberapa saran.

1. Jangan mulai dengan hal-hal yang kontroversial atau sensitif yang dapat menimbulkan pertentangan.

2. Mulailah dengan hal-hal masa sekarang seperti pekerjaan, pengalaman atau tindakan.

3. Langsung menanyakan hal-hal mengenai pengetahuan atas keterampilan dapat dipandang sebagai ujian dan merusak kesantaian suasana. Pengetahuan dan keterampilan sebaiknya ditanyakan dalam konteks tertentu yang telah dibicarakan sebelumnya.

4. Jangan segera ditanya mengenai masa lampau responden. Sebagian orang tidak suka bila masa lalunya dibngkar orang dan karena itu harus dibatasi dan hanya diselipkan di antara peranyaan lain dalam kontekstopik yang dibicarakanDalam memberikan pertanyaan kepada responden juga diperlukan adanya

rumusan pertanyaan. Rumusan pertanyaan sangat penting. Bagaimana kita menyampaikan pertanyaan menentukan jawaban yang akan diterima. Pertanyaan merupakan stimulus yang membangkitkan respons, dalam hal ini jawaban yang berisi informasi yang kita perlukan.

Pertanyaan hendaknya dirumuskan dalam bentuk terbuka sehingga kita sedikit mungkin mempengaruhi jawabannya. Dengan pertanyaan tertutup kita terlampau mengarahan dan mengatur jawabannya. Misalnya kita elakkan pertanyaan seperti “Bagaimana perasaan Sdr. setelah anak Sdr. lulus sipenmaru, senang, sangat senang, atau justru cemas memikirkan biaya studi selanjutnya?” Pertanyaan serupa itu sangat mengatur jawaban responden. Kebebasannya menjawab sangat dibatasi. Hendaknya alternatif jawaban ditiadakan saja agar responden bebas mengemukakan pendapat dan perasaannya yang mungkin tidak kita duga sebelumnya. (Nasution, 2003)

Demikian pula jangan kita ajukan pertanyaan yang tidak dikotomis, seperti “Apakah Sdr. merasa senang? Ya atau tidak” Jadi dalam wawancara ada sejumlah jenis pertanyaan yang sebaiknya kita hindari antara lain:1) Mengajukan pertanyaan dikotomis (ya - tidak)2) Mengajukan pertanyaan yang terlampau mempengaruhi, membatasi, mengikat

atau mengatu jawaban responden

Page 18: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

3) Mengajukan pertanyaan yang memojokkan responden, karena sukar dijawab, sensitif, atau dapat memalukanya

4) Mengajukan pertanyaan yang menimbulkan sikap defensif pada responden5) Mengajukan pertanyaan majemuk, yakni berisi dua soal dalam satu pertanyaan,

misalnya, “Bagaimana hubungan Sdr. dengan majikan dan teman pekerja lainnya?”

6) Mengajukan pertanyaan yang ambiguos, yang menimbulkan tafsiran yang berbeda beda

Selain itu dalam wawancara hendaknya peneliti jangan memborong percakapan. Peneliti harus dapat menahan diri dan membiarkan responden berbicara sebanyak mungkin, agar dapat diperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya. Yang justru harus diusahakan ialah bagaimana mendorong responden agar terus berbicara.

Sedangkan menurut Guba & Lincoln ( 1981 : 180-183) ada tiga cara penata-urutan pertanyaan, yaitu (a) bentuk cerobong, (b) kebalikan bentuk cerobong, dan (c) rencana kuintamensional. Pada tata urutan bentuk cerobong pertanyaan-pertanyaan dimulai dari segi yang umum mengarah kepada yang khusus. Setiap pertanyaan berikutnya berkaitan dengan yang sebelumnya dengan bentuk yang semakin menyempit dan makin mengkhusus. Contoh: (1) Menurut Anda, bagaimana hubungan negara kita dengan negara-negara Asia lainnya? (2) Bagaimana pula pendapat Anda tentang hubungan negara kita dengan RRC? (3) Menurut pendapat Anda, apakah hubungan kita sekarang perlu diperbaiki? (4) Jika ya, apa yang seharusnya kita perbuat? (5) Ada yang berpendapat bahwa kita seharusnya lebih aktif memperbaiki hubungan itu, yang lainnya berpendapat bahwa biar RC saja yang mencari kita. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal itu?

Tata urutan bentuk kebalikan dari cerobong adalah yang cara penyusunan pertanyaannya terbalik jika dibandingkan dengan bentuk cerobong. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dimulai dengan pertanyaan yang khusus terlebih dahulu, kemudian makin umum. Tata urutan bentuk ini terutama bermanfaat dalam memotivasi responden yang enggan menjawab atau untuk membuat responden yang pada mulanya malu-malu makin menjadi berani dan akhirnya terbiasa. Hal ini dapat pula diterapkan sewaktu yang terwawancara seperti terancam oleh pertanyaan- pertanyaan yang cukup sensitif. Mulailah bertanya dengan pertanyaan yang mendiskusikan perilaku yang kongkret atau contoh-contoh khusus yang nantinya membuat responden merasa lebih terbiasa untuk menjawab pertanyaan umum, yang mempribadi, atau pertanyaan- pertanyaan afektif. Contoh: (1) Apa yang sebenarnya terjadi antara teman Anda, Ali, dan Jono? (2) Apakah perselisihan mereka telah lama berlangsung? (3) Sudah berapa lamakah hal itu terjadi? (4) Apakah mereka mempunyai persoalan yang sama dengan teman-teman yang lain?

Cara penata-urutan kuintamensional adalah cara memfokuskan pertanyaan dari dimensi kesadaran deskriptif menuju dimensi-dimensi afektif, perilaku, perasaan, atau sikap. Jadi, pertanyaan pertama hendaknya mulai dengan sesuatu yang menentukan kesadaran, misalnya “Apakah Anda menyaksikan pertengkaran yang terjadi antara Ali dan Jono di halaman sekolah?” Pertanyaan kedua harus berupa pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan pertanyaan umum: “Apakah pertengkaran

Page 19: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

mereka tampaknya menyebabkan perasaan kasihan pada teman-teman lainnya?” Pertanyaan ketiga harus memfokus pada bagian-bagian khusus tentang suatu isu: “Apakah Anda benar-benar tahu tentang perkelahian itu? Dapatkah Anda menceritakan asal mulanya?” Pertanyaan keempat harus dimulai dengan pertanyaan mengapa. “Apakah perselisihan mereka sudah lama terjadi? Ataukah pertengkaran mereka baru dimulai? Apakah Anda mengetahui mengapa pertengkaran itu pada waktu pertama kali terjadi?” Terakhir, pewawancara harus menanyakan intensitasnya, yaitu pertanyaan yang bermaksud mendalami intensitas dari akibatnya di sekitar peristiwa itu: “Sebagai ketua kelas, bagaimana perasaan Anda dan pada hubungan mereka dengan teman-teman sekelas lainnya? Menurut perasaan Anda, apakah kerja sama dalam kelas terganggu oleh peristiwa itu? Apakah Anda berkepentingan untuk mendamaikan mereka berdua? Menurut perasaan Anda, apakah pertengkaran itu ada akibatnya terhadap kepemimpinan Anda dan terhadap mereka berdua”

Penata-urutan seperti ini adalah bentuk bergulir dan jatuh. Jika hal itu dilakukan dengan tepat, responden akan jatuh dari yang lebih deskriptif dan kurang mempribadi ke dalam yang lebih afektif, emosional, atau yang mempribadi.

Selain penata-urutan pertanyaan, cara memformulasikan pertanyaan merupakan segi lain yang tidak kalah pentingnya dalam wawancara. Gatz dan Hoagland (1978 dalam Guba dan Lincoln, 1981:177) menyajikan pertimbangan-pertimbangan yang dapat dimanfaatkan oleh pewawancara dalam memformulasikan pertanyaan sebagai berikut: (1) Apakah pertanyaan ini perlu? Bagaimana caranya agar jawaban itu dapat dimanfaatkan? Bagaimana menganalisisnya? (2) Apakah pertanyaan ini mencakup topik yang dicari? Apakah diperlukan pertanyaan tambahan lainnya? (3) Apakah pertanyaan ini dapat ditafsirkan? Apakah pewawancara memerlukan fakta lainnya sehubungan dengan yang dipersoalkan sebelum jawabannya memberi makna? Apakah pewawancara memerlukan atau menginginkan pengetahuan tentang sikap responden (kesukaan, nilai, kepercayaan) tentang hal yang dipersoalkan? Dimensi apakah yang berharga untuk dijaring? Jika ya, perlukah pewawancara mengajukan pertanyaan pendalaman yang menanyakan konten, intensitas, stabilitas, atau kedalaman sikap, nilai, dan perasaan? Dimensi apakah yang bermanfaat untuk diperoleh? (4) Apakah responden memiliki informasi untuk menjawab pertanyaan? Apakah pewawancara diberi kemungkinan untuk membedakannya? Bagaimanakah tingkat kepercayaan jawaban yang diperoleh? (5) Sejauh manakah kesahihan jawaban yang dijaring? Apakah pertanyaan mengarah? Apakah pertanyaan itu diformulasikan atas dasar istilah yang bebas nilai? Apakah pertanyaan itu merupakan bagian dari keseluruhan perangkat pertanyaan? Apakah jawaban yang diharapkan diperoleh nantinya mencukupi? Apakah terwawancara mau memberikan informasi? Dalam situasi bagaimana? Asumsi apakah yang ada dalam pertanyaan? Apa yang dipertimbangkan oleh pewawancara? Kerangka berpikir bagaimanakah yang diemban oleh pertanyaan itu?

F. Mencatat Hasil WawancaraHasil wawancara harus segera dicatat setelah selesai melakukan wawancara.

Karena wawancara dilakukan secara terbuka dan tidak berstruktur, maka peniliti harus

Page 20: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

mampu membuat rangkuman yang sistematis terhadap hasil wawancara (Sugiyono, 2012:329). Untuk dapat mengolah data dari hasil wawancara, peneliti harus mengorganisasikannya sehingga mudah untuk digunakan (Iriving Seidman, 2002:112). Setelah mendapatkan sumber data, perlu dicatat mana data yang dianggap penting, dan data yang tidak penting, data yang sama dikelompokkan. Hubungan satu data dengan data yang lan perlu dikonstruksikan, sehingga menghasilkan pola dan makna tertentu. Data yang masih diragukan perlu ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh ketuntasan dan kepastian. Dalam mencatat hasil wawancara dapat digunakan alat-alat sebagai berikut.1. Buku catatan berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data. 2. Tape recorder berfungsi sebagai alat perekam suara saat berlangsungnya

wawancara. 3. Kamera berfungsi sebagai alat dokumentasi saat peneliti melakukan wawancara.

Dengan adanya foto, dapat menguatkan bukti bahwa peneliti telah melakukan penelitian dengan wawancara.

Di sisi lain, Irving Seidman (2002) mengemukakan bahwa penggunaan tape recorder dapat menjadi pilihan alat yang tepat dalam melakukan wawancara. Karena, dengan menggunakan tape recorder mampu merekam seluruh perkataan dari informan atau narasumber sebagai sumber datanya. Dengan merekam seluruh perkataan dari narasumber, maka peneliti akan mendapatkan data yang lebih original.

Pencatatan data selama wawancara penting sekali karena data yang akan dianalisis didasarkan atas kutipan hasil wawancara. Oleh karena itu pencatatan data itu perlu dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat mungkin. Ada pencatatan data yang dilakukan melalui tape-recorder dan ada pula yang dilakukan melalui pencatatan pewawancara sendiri. (Moleong. 2007 : 206)

Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai melakukan wawancara agar tidak lupa bahkan hilang. Karena wawancara dilakukan secara terbuka dan tidak berstruktur, maka peneliti perlu membuat rangkuman yang lebih sistematis terhadap hasil wawancara. Dari berbagai sumber data, perlu dicatat mana data yang dianggap penting, yang tidak penting, data yang sama dikelompokkan. Hubungan satu data dengan data yang lain perlu dikontruksikan, sehingga menghasilkan pola dan makna tertentu. Data yang masih diragukan perlu ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh ketuntasan dan kepastian. (Sugiyono. 2015 : 329)

Perekaman data melalui tape recorder hendaknya dilakukan dengan memperoleh persetujuan perwawancara terlebih dahulu. Disamping itu, selain perekaman dengan tape recorder, sebaiknya pewawancara juga membuat catatan. Catatan dimaksudkan untuk : 1) membantu pewawancara agar dapat merencanakan pertanyaan baru berikutnya, 2) membantu pewawancara untuk mencari pokok-pokok penting dalam pita suara sehingga mempermudah analisis. Sebaiknya peneliti menyalin hasil wawancara ke dalam catatan lapangan karena hal itu akan sangat memudahkan. (Moleong. 2007 : 206)

Setelah atau selama wawancara dilakukan, pewawancara cukup mencatat frasa-frasa pokok saja sehingga akhirnya menjadi sebuah daftar butir pokok yang

Page 21: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

berupa kata-kata kunci dari yang dikemukakakan oleh terwawancara. Lebih baik lagi apabila pewawancara dapat menulis steno. Pewawancara terlebih dahulu perlu mengembangkan singkatan- singkatan yang digunakan untuk mencatat itu. Misalkan untuk kutipan pembicaraan ada tandanya, untuk ide, pikiran, pendapat ada tanda khususnya, dan seterusnya.

Jika dalam keadaan tertentu tape recorder tidak dapat digunakan karena rusak atau karena tidak dikehendaki oleh terwawancara, catatan lapangan menjadi alat utama. Jika terwawancara mengatakan sesuatu yang sangat penting dan pencatatan tidak sempurna, pewawancara membacakannya dan meminta persetujuan kepada terwawancara untuk mengecek kebenaran.

Dengan latihan berulang, cara menyingkat kata-kata dalam wawancara dapat ditingkatkan. Hal itu tampak dalam catatan yang dibuat dalam wawancara. Satu hal yang perlu diingay oleh pewawancara ialah setelah selesai wawancara dan pewawancara tiba di rumah atau tempat tinggal, ia haru secepatnya membuat catatan lapangan lengkap dan memberikan tanggapan pada bagian-bagian penting. Hal itu hendaknya dilakukan secepat mungkin selama pikiran masih segar bugar. Persoalan tentang catatan lapangan diuraikan sendiri. (Moleong. 2007 : 206-207)

Page 22: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1995. Manajemen Penelitian . Jakarta: Rineka Cipta.

Brinkmann, S. 2013. Qualitative Interviewing. United States of America: Oxford University Press.

Cresswell, J. W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design (5th Ed.). New Delhi: Sage Publications.

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Gulo, W. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Guba, Egon G, & Yvonna S. Lincoln. 1981. Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers

Irving Seidman. 2006. Interviewing as Qualitative Reseacrh. New York. Teachers College Press

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antopologi. Jakarta: Rineka Cipta

Lincoln, Yvona S., & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.

Moleong, Lexy J . 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Moleong, L.J., 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (Cetakan ke-26). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya

Moleong, J. L. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Mulyana, Dedy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nasution, S. 2002. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito bandung.

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nasution. 2006. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Patton, M. Q. 1980. Qualitative Evaluation Methods. London : Sage Publications, Inc

Patton, Quin Michael. 1991. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sudarwin, D. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Penerbit Pustaka.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta

Page 23: dianmayasaputri.blogs.uny.ac.iddianmayasaputri.blogs.uny.ac.id/.../15433/2018/04/week3.docx · Web viewJangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri. Pilihlah data yang

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif , R dan D. Bandung. Alfabeta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Wahyuni, Sari. 2012. Qualitative Research Method: Theory and Practice. Jakarta: Salemba Empat

Widoyoko, Eko Putro. 2015. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.