fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewHukum sebagai suatu produk penguasa yang sah disuatu...
Transcript of fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewHukum sebagai suatu produk penguasa yang sah disuatu...
MAZHAB HUKUM
A. PENDAHULUANIstilah Disiplin Hukum dalam tulisan ini merupakan
istilah pengganti dari istilah “Legal Theory” nya Wolfgang
Friedmann (Disiplin Hukum, hal. vii). Disiplin Hukum dapat
pula di istilahkan dengan “Philosophy of Law”,
“Jurisprudence” (Anglo Saxon), Teori Hukum, Ilmu Hukum.
1. Dasar Disiplin Hukum Ajaran tentang hukum (Disiplin Hukum)
dikelompokkan ke dalam mazhab/aliran hukum yang
membicarakan antara lain mengenai isi hukum dan bentuk
hukum yang diungkapkan dalam teori-teori hukum.
Ciri-ciri mazhab:
- Merupakan pandangan hukum sekelompok orang (ahli
hukum).
- Terdapat pemimpin (pelopor) atau sekelompok pemimpin.
- Dianut dalam jangka waktu cukup lama (berabad atau
ratusan tahun).
- Membentuk tradisi:
Tradisi dalam berfikir/mengkaji;
Tradisi dalam bersikap tindak.
- Di dalam intern mazhab dikenal perbedaan.
Jadi bicara mazhab: mempelajari pandangan mengenai
hukum, termasuk situasi/budaya pada masa pandangan
hukum tersebut muncul.
Ajaran tentang hukum tidak terlepas dari ajaran
filsafat yang berhubungan dengan metode berfikir
mengenai isi (kualitatif) dan mengenai bentuk
(kuantitatif).
Misal apabila membicarakan manusia terdiri dari: Jiwa
(isi) dan raga (bentuk).
1
Laki-laki : bertanggung jawab, melindungi (isi) kaya,
kekar (bentuk).
Wanita : baik, lemah lembut (isi)
molek, seksi (bentuk).
Ajaran/teori tentang hukum dari berbagai aliran hukum
sesungguhnya mencerminkan asumsi dasar/ideologi hukum
yang disebut nilai.
Nilai (disini) merupakan konsepsi paling abstrak
sebagai hasil abstraksi dari konsepsi di bawahnya
maupun dari kenyataan hidup manusia. Konsepsi di
bawah nilai dapat berupa asas, kaedah dan fakta yang
berasal dari kenyataan hidup.
Ideologi hukum dalam ajaran/teori tentang hukum,
biasanya tersirat dan tidak tersurat, misal:
a. Hukum Kodrat/Natural Law (isi hukum)
Membicarakan mengenai keadilan dalam hukum,
bersifat idealisme, universal, abstrak.
b. Positivisme (bentuk hukum)
Membicarakan hukum sebagai hasil dari
perkembangan suatu bangsa, hukum merupakan
hasil dari hubungan sosial, hukum merupakan
perintah penguasa yang berwenang.
Bersifat empirisme, realitivisme, konkrit.
Disiplin Hukum sebagian berhubungan dengan Filsafat
sebagian lagi berhubungan dengan politik. Bagian
Disiplin Hukum yang berhubungan dengan filsafat
dinamakan Filsafat Hukum, yang berfungsi untuk
menemukan atau menentukan sifat-sifat keadilan dari
hukum. Sedangkan bagian dari disiplin hukum yang
berhubungan dengan politik disebut Politik Hukum yang
berfungsi dalam memilih dan menerapkan prinsip-
prinsip hukum dalam perundang-undangan atau kaedah
2
konkrit. Bagian lain dari Disiplin Hukum yang tidak
termasuk Filsafat Hukum dan Politik Hukum disebut
Ilmu-ilmu Hukum, berfungsi mengungkap hukum dalam
kehidupan masyarakat merumuskan prinsip-prinsip hukum
dan menggarap kaedah hukum.
2. Macam Disiplin Hukuma. Natural Law (Hukum Kodrat)
Asumsi dasar/ideologi Hukum Kodrat:
Hukum positif tergantung/berdasarkan tertib yang
lebih tinggi/supranatural, yaitu dipengaruhi
oleh:
1) Pengaruh ajaran Tuhan;
2) Alasan yang suci;
3) Kodrat manusia (misalnya pikiran manusia
dimanapun, kapanpun adalah sama).
Jadi hukum dimana saja, kapan saja, bagi siapa
saja berlaku sama (universal).
Penguasa yang tidak mensejahterakan warganya
dianggap tidak adil dan dianggap tidak
mencerminkan hukum yang baik.
Hukum dipengaruhi/tidak terpisah dari moral
(sebagai landasan dari keadilan).
Hukum Kodrat dipengaruhi juga oleh ajaran
Filsafat, Etika dan Agama.
Prinsip Hukum Kodrat: Hukum Positif berlaku
berdasarkan (perwujudan dari) suatu
sistem/tertib yang lebih tinggi yang ditetapkan
oleh Tuhan/Dewa, alasan yang suci dan sifat-
sifat kondrat manusia.
Pandangan tentang hukum yang dianut oleh mazhab
Hukum Kodrat berjalan sangat panjang dan penuh
dengan perubahan-perubahan (sejak zaman Yunani
3
Kuno sampai dengan sekarang), mazhab hukum
Kodrat mempunyai peranan yang sangat penting dan
menentukan dalam hubungannya dengan pandangan
agama/ideologi politik, bentuk
negara/pemerintahan, budaya dan hukum.
Pelopor aliran Hukum Kodrat adalah Plato dan
muridnya Aristoteles (keduanya merupakan
penasehat raja pada zaman Yunani Kuno).
b. PositivismeAsumsi dasar/Ideologi Hukum Positivisme: bahwa
hukum positif tidak tergantung/tidak berdasarkan
tertib yang lebih tinggi/supranatural.
1) Pengaruh terhadap Positivisme
a) pengaruh (perkembangan) ilmu-ilmu sosial;
b) Penelitian empiris.
Hukum terpisah dari moral (sesuai dengan
anggapan masa itu bahwa ilmu pengetahuan
terpisah dari moral).
Positivisme berasal dari kata posite yang
artinya menentukan, yaitu apa yang dapat
diterima oleh panca indera manusia diyakini
benar adanya, metode menerima/menangkap sesuatu
hal/obyek dengan panca indera hanya dapat
dilakukan oleh ilmu-ilmu sosial dengan metode
penelitian empiris.
Positivisme mengutamakan fakta yang dapat
diamati dan walaupun tidak menolak abtraksi-
absrtaksi data hasil pengamatan, dan tidak
mencari atau tidak menerima suatu realitas yang
lebih tinggi diatas dunia indrawi. Oleh karena
itu cenderung sekuler, empiris dan relativis.
4
Positivisme muncul awal abad XIX, merupakan
mazhab yang menentang mazhab hukum kodrat.
Positivis klasik bertujuan mencari suatu
pengertian yang menyeluruh tentang dunia dan
hidup dengan menggunakan metode ilmu-ilmu
sosial.
2). Prinsip Positivisme:
a). Hukum disuatu masa/waktu berbeda dengan
hukum dimasa yang lain, hukum selalu
berkembang sesuai dengan perkembangan
bangsa yang bersangkutan, yang berbeda
dengan perkembangan bangsa lain
(tempolisme).
b). Hukum yang tercipta di dalam satu
masyarakat berbeda dengan hukum yang
tercipta di masyarakat yang lain, hal
itu disebabkan perbedaan kebudayaan
(lokalisme).
c). Hukum sebagai suatu produk penguasa yang
sah disuatu negara berbeda dengan hukum
sebagai produk penguasa yang sah di
negara lain, hal itu disebabkan
perbedaan politik.
Ketiga prinsip itu disebut relativisme dan
dasar dari aliran positivisme dengan
menggunakan rasio melalui penelitian empiris,
untuk menemukan fakta-fakta hukum dan
selanjutnya merumuskan prinsip-prinsip
hukumnya.
Mazhab positivisme dipengaruhi oleh: ilmu
sejarah, sosiologi, antropologi, politik,
ekonomi dan lain-lain.
5
Kesimpulan hukum positif tidak tergantung/ tidak
berdasarkan dari tertib yang lebih tinggi,
tetapi hukum positif adanya karena ditentukan
oleh para ahli hukum.
Beberapa ahli mazhab positivisme adalah:
F.C. von Savigny, Sir Henry Maine, Auguste
Comte,H. Spencer, dan lain-lain.
3. Titik Tolak Disiplin Hukum1
a. Titik tolak filsafat (ahli metafisika atau
Neokantian).
b. Titik tolak ideologi politik (Disiplin Hukum
Sosialisme dan Fasisme).
c. Titik tolak Ilmu Pengetahuan, yaitu teori
pengetahuan dan ideologi politik dijalin dalam
satu sistem yang bulat (sistem Skolastik dan
Hegel).
4. Tugas Disiplin Hukum (Radbruch)2.Menjelaskan nilai-nilai hukum, postulat-postulat
(dugaan-dugaan), sampai pada dasar-dasar filsafatnya
yang terakhir.
5. Perkembangan Disiplin Hukum3
a. Sebelum abad XIX (disiplin hukum jaman dahulu)
hasil sampingan dari pada, agama, etika dan
ajaran politik, oleh karena itu ahli-ahlinya
sebelumnya adalah sebagai filosof, gerejawan,
politikus.
1 ? Purnadi Purbacaraka dan M Chidir Ali, Disiplin Hukum, cetakan ke empat, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990), Hal. 1.
2 ? Ibid, hal. 2
3 ? Ibid, hal.3
6
b. Setelah abad XIX (disiplin hukum modern)
pergeseran dari filsafat hukum para ahli
filsafat dan politikus kepada filsafat hukum
para ahli hukum (Juris).
B.HUKUM KODRAT PLATO4
Pendekatannya: metafisis.
1.KeadilanDari Ilham
Yang merupakan keadaan seimbang di dalam bathin
manusia, yang tidak dapat dianalisa oleh akal.
2. “Republic” (Politeia)a.Negara harus dipimpin oleh raja yang ahli filsafat
dan bijaksana agar terjamin pemerintah yang adil.
b.Tugas penguasa mengawasi supaya manusia melakukan
pekerjaannya.
c.Tidak ada tempat bagi hukum, sebagai suatu sistem
peraturan yang disusun dan dirumuskan untuk
mengikat masyarakat.
3. “The Laws” (Nomoi)a.Membahas tentang prinsip-prinsip dan isi hukum
dalam negara (hukum sebagai proses/tata cara).
b.Pengetahuan tentang keadilan yang mempedomani
ketentuan Hukum Negara adalah tetap merupakan
ilham mistik (ghaib).
Konsepsi Keadilan: sebagai pengungkapan tentang kebaikan
yang diterima oleh hanya beberapa orang yang terpilih
lalu meneruskannya kepada masyarakat sebagai hukum.
4 ? Ibid, hal. 4-11.
7
ARISTOTELES5
Pendekatan: rasional
1. Pengertian Keadilan:Suatu hal yang dipertengahkan antara dua ekstrem yang
dideduksikan menurut ilmu pasti semu dari suatu
jalinan dari bentuk-bentuk ekstrem dalam pemerintahan
dan hubungan antar manusia.
2. Sumbangan Aristoteles Bagi Disiplin Hukuma. Sumbangan 1
Sifat ganda tabiat manusia sebagai bagian dari
alam (manusia takhluk kepada hukum jasmaniah dan
segenap penciptaan-Nya) dan sebagai penguasa alam
(dengan akalnya manusia menguasai alam, yang
memberikan kehendak bebas kepadanya dan
memungkinkan untuk membedakan apa yang baik dari
yang jahat).
b. Sumbangan 2: Perbedaan Keadilan 1.
1) Keadilan yang “Distributif” (memberi bagian)
pembagian barang-barang dan penghargaan
kepada, tiap orang sesuai dengan
kedudukannya/statusnya dalam masyarakat, serta
menghendaki perlakuan yang sama bagi mereka
yang berstatus sama, menurut hukum positif,
berdasarkan prinsip-prinsip etika dan politik
tertentu.
2) Keadilan yang “Korektif” (perbaikan) atau
“Remedial” (pengobatan):
Ukuran dari prinsip-prinsip teknis yang
menguasai administrasi dari pada hukum
(pelaksanaan UU). Oleh karena itu dalam
5 ? Ibid, hal. 11-17
8
mengatur hubungan hukum, perlu ditemukan
ukuran umum untuk menanggulangi akibat-akibat
perbuatan, tanpa memandang siapapun orangnya,
dan maksudnya harus dapat dinilai menurut
ukuran obyektif.
Misalnya:
- Hukum harus memperbaiki kejahatan;
- Ganti rugi harus memperbaiki kesalahan
perdata.
c. Sumbangan 3: Pembedaan Keadilan 2:
1. Keadilan UU/Hukum Positif;
Mendapat kekuatannya dari penetapan sebagai
hukum.
2. Keadilan alam/Hukum Alam.
Mendapatkan kekuatannya dari apa yang
didasarkan pada tabiat manusia dimana saja dan
kapan saja, adalah sama.
d. Sumbangan 4: Pembedaan Keadilan 3.
1. Keadilan Abstrak:
Siapapun yang salah harus ditindak/dihukum,
oleh karena itu hukum sifatnya adalah umum dan
sering kali ketat.
2. Keadilan Equity (Kesebandingan)
Bila hukum tersebut dilaksanakan terhadap suatu
perkara yang khusus, maka Equity dapat mengubah
dan memperlunak keketatan dalam
mempertimbangkan perkara yang khusus tersebut.
e. Sumbangan 5: Definisi Hukum.
Suatu kumpulan peraturan yang mengikat baik
pejabat-pejabat maupun rakyat.
3. Peranan Hukum
9
Membimbing tingkah laku para pejabat dalam
melaksanakan tugasnya atau untuk menghukum para
pelanggar; oleh karena itu hukum tidak sama dengan
ketentuan-ketentuan yang mengatur dan mengungkapkan
bentuk konstitusi.
4. Bukunya “Rethoric” (Pedoman Proses Berperkara) Menasehati pihak-pihak untuk memilih hukum universal,
bila hukum tertulis (positif) menentang mereka; tetapi
menuntut keunggulan hukum positif terhadap hukum yang
tidak tertulis (universal/alam), bilamana suatu hukum
positif mendukung suatu pihak.
5. Bukunya “Politics”Ia menyamakan kedadilan dengan hukum positif, karena
keadilan merupakan kebijaksanaan politik, negara
diatur menurut ketentuannya, dan ketentuan itu
merupakan ukuran tantang apa yang adil (jadi keadilan
yang legal/positif, lebih diutamakan dari pada prinsip
kebaikan abadi manapun).
C. MAZHAB POSITIVE HISTORISF.C. von SAVIGNY6
1. Inti Ajaran (Ideologi Hukum) SavignyKesadaran sebangsa karena kebutuhan bathiniah,
mengeksklusifkan (beda) dengan bangsa lain, yang
tidak mempunyai asal-usul yang sama, hukum tumbuh
bersama pertumbuhan bangsa/rakyat dan menjadi kuat
bersama dengan kekuatan bangsa dan akhirnya mati
ketika suatu bangsa kehilangan kebangsaannya.
2. Doktrin-doktrin dari Mazhab Sejaraha. Hukum itu ditemukan bukan dibuat, pertumbuhan
hukum merupakan proses yang tidak disadari dan
6 ? Ibid, hal. 18-24
10
organis; maka dari itu perundang-undangan adalah
tidak begitu penting dibandingkan dengan
kebiasaan.
b. Hukum yang mulai tumbuh sebagai hubungan
hukum/sikap tindak yang sudah dipahami dalam
masyarakat-masyarakat primitif kearah hukum yang
lebih kompleks dalam peradaban modern, menyebabkan
kesadaran hukum rakyat tidak dapat lagi menjelma
secara langsung, tetapi diwakili oleh sarjana
hukum, yang merumuskan prinsip-prinsip hukum
secara teknis. Pembentukan Undang-undang adalah
tahap akhir.
c. Hukum tidak mempunyai daya laku universil. Tiap
bangsa memperkembangkan kebiasaan hukumnya
sendiri; Hal tersebut dikarenakan “Volkgeist”
(jiwa bangsa) menjelmakan dirinya pada hukum
rakyat.
3. Pandangan Savigny Terhadap KodifikasiIa memandang rendah kekaguman pada kodifikasi hukum,
yang modern di Prusia, Austria dan Perancis (yang
meniru Kodifikasi Romawi). Menurutnya perlu studi
ilmiah tentang system hukum tertentu, dalam
perkembangan yang kontinyu dan tiap-tiap generasi
mengadaptasikan hukum itu sesuai dengan kebutuhannya
(contoh: “corpus juris” di Romawi sebelum terbentuk
disesuaikan dengan kebutuhannya).
4. Keyakinan Savignya. Ilmu Hukum lebih baik dari pembaharuan hukum.
b. Kesadaran (hukum) rakyat adalah sumber bagi segala
hukum dan dalam peradaban yang termaju. Oleh
karena itu sarjana hukumlah yang merumuskan
11
kesadaran hukum rakyat menjadi prinsip-prinsip
hukum.
5. Penentang Ajaran SavignyBesseler, Eichorn dan Gierke (Rationel Positivisem)
menolak konsepsi romantisem Savigny tentang paranan
sejarah hukum sebagai penggarap kesadaran hukum
rakyat, karena hukum yang hidup dikalangan rakyat
berbeda dengan ilmu pengetahuan yang teknis dan
artifisil (asli) dari sarjana hukum.
6. Kelemahan Ajaran SavignyAdalah suatu aspek yang ironis dari ajaran Savigny dan
Puchta, bahwa sementara menekankan “watak kebangsaan
dari segala hukum”, mereka sendiri mengambil inspirasi
dari hukum Romawi dan dalam karya-karya utamanya
menyesuaikan (hukum Romawi) dengan kondisi modern.
7. KesimpulanAjaran aliran ini dalam keseluruhannya, mengunggulkan
naluri melawan ratio dan evolusi graduel melawan
tindakan yang sengaja, mazhab aliran sejarah tidak
memajukan energi kreatif dan pembaruan hukum.
NOTE: HISTORICAL JURISPRUDENCE (MAZHAB HUKUM HISTORIS)¤ Melihat hukum sebagai kekhasan suatu bangsa.
¤ Hukum sebagai suatu proses (sejarah), yaitu
perkembangan hukum sebagai (sesuai dengan)
perkembangan (suatu) bangsa yang berbeda dengan
perkembangan hukum bangsa lain.
¤ Menggambarkan hukum sebagai bersifat mistik, karena
menerima perkembangan hukum sebagai apa adanya
(naluriah) yang tidak dapat direkayasa oleh
pikiran manusia.
¤ Pelopor Historical Jurisprudence adalah F.C. von
Savigny, pandangannya:
12
- Asumsi: “bahwa setiap bangsa dalam hal-Hal
tertentu merupakan satu kesatuan”
- Hukum bersumber pada “volkgeist” (Jiwa Bangsa).
- Aliran ini bersifat romantis, menekankan pada
perasaan dan kebudayaan yang bersifat mistis.
- Penganut mazhab ini menganggap hukum bukanlah
sebagai aturan pengikat yang abstrak (norma),
tetapi sebagai bagian yang integral dari
masyarakat yang berasal dari kebiasaan sosial
dan ekonomi dan menghubungkan masa lalu dengan
masa kini dari anggotanya.
- Toleransi ajaran ini: nilai-nilai budaya asing
disaring agar sesuai dengan nilai-nilai budaya
bangsa sendiri dan apabila pemerintah Jerman
hendak membuat kodifikasi Hukum Perdata,
haruslah bersumber pada hukum kebiasaan
masyarakat/bangsa Jerman (yang memerlukan
bantuan para ahli hukum untuk merumuskan
prinsip-prinsip hukum kebiasaan tersebut).
Mazhab Positivis Historis :Menentang aliran hukum alam/hukum kodrat yang
prinsipnya dimana saja, kapan saja, untuk siapa saja hukum
berlaku sama.
Aliran ini prinsipnya hukum di suatu masa berbeda
dengan hukum di masa yang lain.
Contoh :
13
a. Misal: Undang – undang PT; sebelum tahun 1995
berbeda dengan Undang – undang PT setelah tahun
1995.
b. Dalam hukum perkawinan; sebelum tahun 1974, hukum
perkawinan diatur dalam BW, Hukum Islam, dan Hukum
Adat. Dan setelah tahun 1974 diatur di dalam
Undang – undang No.1 Tahun 1974 sehingga ketentuan
– ketentuan yang diatur dalam BW, Hukum
Adat/kebiasaan, Hukum Islam dianggap tidak berlaku
sepanjang bertentangan dengan Undang – undang No.1
Tahun 1974.
Pendapat/ajaran Savigny ini muncul (awal abad 19)
karena pada masa itu pemerintah Jerman (sebelum perang Dunia
Kedua), akan membuat kodifikasi hukum Perdata Jerman yang
bersumber dari Code Civil Perancis. Code Civil Perancis
sebenarnya bersumber dari kode Romawi. Oleh karena itu
Savigny mengatakan bahwa hukum Jerman tentulah tidak sama
dengan hukum bangsa lain, sehingga apabila hendak membuat
kodifikasi hukum haruslah bersumber pada hukum kebiasaan
masyarakat/bangsa Jerman yang melalui bantuan para ahli
hukum untuk merumuskan prinsip – prinsip hukum dari hukum
kebiasaan tersebut.
Contohnya di Indonesia terjadi dalam pembuatan Undang –
undang Pokok Agraria No.5 tahun 1960 dan Undang-undang
Perkawinan No.1 Tahun 1974 (yang bersumber dari hukum
kebiasaan). Namun di dalam Undang – undang Pokok
Agraria dan Undang – Undang Perkawinan tidak seluruhnya
bersumber pada hukum kebiasaan, contohnya :
a. Dalam Undang – undang Pokok Agraria mengenai :
~ Sertifikat Tanah
~ Pendaftaran Tanah
~ PPAT
14
bersumber pada hukum Barat.
b. Dalam Undang – undang Perkawinan mengenai :
~ Buku Nikah
~ Persamaan Hak
Masih bersumber pada Hukum Barat (Buku Nikah),
persamaan hak bersumber pada prinsip hukum
Internasional (Prinsip Hak Asasi Manusia).
D. POSITIVIS SOSIOLOGIS7
Mencari Pengertian kehidupan manusia dan hidup bersama manusia dengan menggunakan metode ilmiah (sosiologi).
Pelopornya Auguste Comte (1798 – 1857) dan H.Spencer (1820–
1903).
Auguste Comte :Menyelidiki masyarakat Liberal (di Perancis) untuk
mencari pengertian tentang masyarakat dengan menemukan
Hukum – hukum yang menguasai kehidupan sosial dan yang
bersifat menentukan bagi hubungan – hubungan antara
orang dalam negara.
E. POSITIVIS YURIDIS8
Dalam pandangan Positivis Yuridis, hukum hanya berlaku
oleh karena mendapat bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang. Hukum hanya ada hubungan dengan bentuk formalnya dengan ini bentuk yuridis hukum dipisahkan dari
kaedah–kaedah hukum material.
Kaedah–kaedah hukum material atau disebut juga isi
hukum tergantung dari situasi etis dan politik suatu negara,
7 ? Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius : 1995), Cet. Kedelapan,8 ? Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius : 1995), Cet. Kedelapan,
15
maka harus dipelajari dalam suatu ilmu pengetahuan/ ajaran
lain, bukan dalam ilmu pengetahuan hukum.
Hukum positif dianggap tetap berlaku walaupun
bertentangan dengan hukum kodrat asal saja berguna demi
kepentingan negara.
Positivis Yuridis ide–idenya tentang kedaulatan rakyat
yang satu–satunya sumber hukum adalah pembentukannya oleh
negara.
F. HANS KELSEN9
KELSEN mengemukakan “Pure Theory of Law” yang
terjemahannya teori murni tentang hukum (yang murni bukan
hukumnya tetapi teorinya), ajarannya yaitu: dalam membuat
teori hukum haruslah bersih/murni dari pengaruh unsur-unsur
lain.Murni di sini dimaksudkan tidak dipengaruhi oleh ilmu –
ilmu lain, unsur/ajaran–ajaran lain misalnya agama filsafat, sejarah, sosiologi, antropologi, ekonomi dan sebagainya.
Untuk mendukung teori murni tentang hukumnya, Kelsen
mengemukakan teori Stufenbau yaitu mengenai keberlakuan
kaidah hukum.
Stufenbau teori maksudnya :Keberadaan kaidah yang lebih rendah ditentukan oleh
kaidah lebih tinggi dengan demikian kaidah konkrit
berlaku berdasarkan kaidah abstrak, sedangkan kaidah
abstrak berlaku berdasarkan kaidah dasar atau grund
norm.
Kaidah Konkrit (Individual Norm)Adalah suatu kaidah yang berlaku/mengatur bagi subyek
hukum yang ditentukan dengan konkrit.
Contohnya :
9 ? Purnadi Purbacaraka dan M Chidir Ali, Disiplin Hukum, Opcit. Hal 58 – 71
16
~ Surat keputusan pengangkatan/pemberhentian pejabat,
~ Surat putusan pengadilan,
~ Surat penetapan/fatwa waris, surat ijin usaha.
Ketiga macam surat tersebut di dalamnya ditentukan
dengan konkrit siapa nama subyek hukum (subyek – subyek
hukum), berapa umurnya/kapan berdirinya, apa pangkat
golongannya, apa pekerjaannya, dimana alamat tempat
tinggalnya (semuanya itu merupakan identitas subyek
hukum tersebut) dan apa yang harus dilakukannya, apa
hukumnya/berapa lama hukumannya.
Kaidah Abstrak (General Norm)Adalah suatu kaidah yang berlaku/mengatur bagi subyek
hukum yang ditentukan secara umum. (baik berlakubagi
suatu masyarakat atau hanya golongan tertentu).
Contohnya Undang–undang perkawinan; dimana setiap WNI
maupun WNA (Perkawinan Campuran) yang menikah di
Indonesia berlaku Undang–undang tersebut.
Contohnya PP No.10 tahun 1983 (hanya berlaku bagi
golongan Pegawai Negeri Sipil), Peraturan Daerah
mengenai pemilikan KTP berlaku hanya untuk warga disuatu
tempat biasanya propinsi/kabupaten atau kotamadya.
Kaidah Dasar (Grund Norm)Adalah suatu kaidah yang sangat abstrak dan terdiri
hanya satu kaidah saja yang berlaku serta mengatur
kaidah-kaidah di bawahnya, kaidah dasar di Indonesia
bukanlah Pancasila atau UUD 1945 karena Pancasila
merupakan asas, dan UUD 1945 tidak terdiri dari satu
kaidah saja.
Kesalahan/tidak konsisten teori murni Kelsen terletak pada kaidah dasarnya yang diterangkan oleh Kelsen, yaitu
tidak ada norma dasar/kaidah dasar dapat diakui tanpa
17
keefektifan yang minimal yang menjurus pada
pentaatan/kepatuhan hingga taraf tertentu.
Untuk mengetahui dan mengukur kepatuhan/pentaatan dari
warga masyarakat tersebut hanya dapat dilakukan dengan
(ilmu) sosiologi.
Jadi kesalahan/tidak konsisten teori murni Kelsen
terletak pada kaidah dasar/norma dasar yang tidak murni
lagi karena dipengaruhi oleh sosiologi.
BAGAN:Kesalahan tidak konsisten teori murni Kelsen.
Kaidah dasar : dapat berlaku kalau ditaati dipatuhi Oleh masyarakat,
untuk mengukurnya harus dianalisis
dengan ilmu yang namanya sosiologi.
(mengukur kepatuhan warga
masyarakat)
Kaidah Abstrak / umum
Kaidah Konkrit / khusus
NOTE:Menurut Kelsen, Pemilihan mengenai norma dasar tidak
bersifat sewenang – wenang sebaliknya pilihan tersebut harus
dilakukan oleh ahli ilmu hukum pada prinsip–prinsip
keberlakuan, yaitu bahwa tertib hukum secara keseluruhan
harus bersandar pada asumsi yaitu keberlakuan secara luas,
dalam arti bahwa secara umum warga berprilaku sesuai dengan
asumsi itu.
Norma dasar bukanlah hukum positif dan maka tidak
berkaitan dengan ilmu hukum, tetapi sepenuhnya formal dalam
memberikan kesatuan terhadap system hukum dan membuat batas–
batas akan norma – norma itu yang dipelajari ilmu hukum.
18
G. NEO POSITIVISME10
David Hume, menolak semua pengetahuan yang bukan
empiris, pengetahuan semacam itu dianggapnya sebagai
khayalan, jadi tidak mungkin ide-ide metafisika sebagai
pembawa kebenaran.
Positivisme mengunggulkan pengetahuan ilmiah yang
berpangkal pada empirisme.
Filsuf-filsuf utilitarisme mengutamakan prinsip kegunaan
dalam hidup sosial manusia; apa yang ternyata berguna bagi
perkembangan manusia dianggap baik dan benar (abad XX).
Mereka berusaha menghindari semua “ucapan” yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu mereka
mengambil alih metode empiris dan analisis sebagai satu-
satunya metode yang sah.
Dalam abad XX munculah kritik terhadap ilmu pengetahuan,
yang meragukan tentang kebenaran ucapan ilmiah. Dalam
situasi dilema ini aliran-aliran filsafat baru muncul,
filsuf-filsuf aliran ini menyelidiki isi pengertian dan
bahasa secara mendalam, inilah yang disebut aliran “Neo positivisme”.
Jadi Neopositivisme memberi perhatian lebih besar kepada
logika dan kepada hubungan yang erat antara logika dan
bahasa.
REALISME HUKUM AMERIKA11
Realisme Hukum Amerika bersifat Pragmatisme, yang
pemikir-pemikirannya tidak memberi perhatian lagi kepada
masalah-masalah teoritis tentang hukum dan tidak
mengindahkan lagi aspek normative dari hukum. Bagi mereka 10 ? Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah,Opcit., hal. 174 – 175
11 ? Ibid, Hal 178 - 179
19
yang penting adalah yang diperlukan oleh hukum secara
aktual misalnya orang-orang yang menjalankan hukum seperti
para hakim dan pegawai-pegawai pengadilan lainnya, merekalah
yang membuat hukum. Ilmu Pengetahuan hukum harus pertama-
tama berpedoman kepada kelakuan hakim.
O.W. Holmes (1841-1935)Menurutnya kelakuan para hakim pertama-tama ditentukan
oleh kaedah-kaedah hukum. Berdasarkan tafsiran lazim
kaedah-kaedah hukum itu dapat diduga, bagaimana kelakuan
hakim di kemudian hari. Di samping kaedah-kaedah hukum
bersama sifatnya, moral hidup pribadi dan kepentingan
sosial ikut menentukan putusan para hakim juga.
Jerome Frank (1889-1957)Menurut Frank seorang modern tidak mau lagi ditipu oleh
ilusi-ilusi dari suatu teori yang bersifat abstrak.
Manusia sekarang tahu bahwa hukum sebenarnya hanya
terdiri dari putusan-putusan pengadilan, dan putusan-
putusan itu tergantung dari banyak faktor:
- Kaedah-kaedah hukum yang berlaku;
- Prasangka politik;
- Prasangka ekonomi
- Dan moral.
Kesemua faktor tersebut ikut menentukan putusan para
hakim bahkan juga simpati dan antipati pribadi berperan
dalam putusan tersebut.
20
DAFTAR PUSTAKA
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta, Penerbit Kanisius : 1995.
Purbacaraka, Purnadi dan M Chidir Ali, Disiplin Hukum, cetakan ke empat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990.
21