library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBerdasarkan...
Transcript of library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBerdasarkan...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pemasaran
Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2007:6) adalah suatu proses sosial
yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler dan Keller (2007:6)
mendefinisikan pemasaran sebagai satu fungsi organisasi dan seperangkat proses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan
dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan
para pemilik sahamnya.
Definisi pemasaran menurut Boyd, Walker dan Larreche dalam Ardani
(2007:176) adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting
yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk
mengembangkan hubungan pertukaran.
Dari definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa pemasaran adalah proses
menciptakan dan mengkomunikasikan produk untuk memuaskan kebutuhan baik
kepada individu maupun perusahaan.
10
11
2.1.1.1 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran merupakan dasar dari kegiatan pemasaran. Bauran
pemasaran dalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk
mengejar tujuan pemasarannya. Menurut Kotler dan Arm Strong dalam Ardani
(2007:178) bauran pemasaran terdiri dari :
1) Produk : menurut Sunu dalam Ardani (2007:178) produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk dapat diperhatikan, dibeli, atau
dikonsumsi.
2) Harga : harga adalah nilai suatu barang dan jasa yang diukur dengan sejumlah
uang. Berdasarkan nilai tersebut seseoarag atau perusahaan bersedia
melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain. Dalam
perusahaan, harga barang atau jasa merupakan penentuan bagi permintaan
pasar. Harga dapat mempengaruhi posisi persaingan perusahaan. Keputusan
tentang harga tidak pernah boleh secara kebetulan. Pada produk yang umum,
penurunan harga dapat menaikkan penjuaan, sedangkan pada produk yang
membawa citra bergengsi, kenaikan harga akan menaikkan penjualan karena
produk dengan harga tinggi akan menunjukkan prestasi seseorang.
3) Tempat : tempat mencerminkan kegiatan perusahaan yang membuat produk
tersedia untuk konsumen sasaran.
4) Promosi : mencerminkan kegiatan yang mengkomunikasikan keunggulan
produk dan membujuk konsumen untuk membelinya. Jadi, promosi ini
merupakan komponen yang dipakai untuk memberikan dan mempengaruhi
12
pasar bagi produk perusahaan. Adapun yang termasuk promosi adalah
periklanan, promosi penjualan, personal selling, dan publisitas.
2.1.2 Merek
2.1.2.1 Definisi Merek
Menurut Kotler dan Keller (2007:332) merek adalah produk atau jasa
penambah dimensi yang dengan cara tertentu mendiferensiasikannya dari produk atau
jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama.
Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 dalam Tjiptono
(2005:2) merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Sedangkan Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Tjiptono (2005:2)
mendefinisikan merek sebagai pengidentifikasi produk atau jasa dan pembeda dengan
pesaing. Dengan demikian, merek dapat disimpulkan sebagai tanda yang dimiliki
oleh produk atau jasa untuk mengidentifikasi produknya dan membedakannya dengan
produk pesaing.
Merek telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan
organisasi. Sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang
diproduksi dipabrik, sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen.
Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan produk atau jasa tertentu, namun
sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek spesifik.
13
Rangkuti dalam Tambrin (2010:60) mengatakan bahwa merek merupakan
janji penjual secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada
pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas.
2.1.2.2 Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen (Keller dalam Tjiptono,
2005:20). Bagi produsen, merek bermanfaat sebagai berikut :
1) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses pelacakan produk bagi
perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan
akuntansi.
2) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual.
3) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa
dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.
4) Makna unik yang membedakan produk dari pesaing.
5) Sumber keunggulan kompetitif,terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra yang terbentuk dalam benak konsumen.
Sedangkan bagi konsumen, manfaat merek seperti :
1) Identifikasi sumber produk.
2) Penempatan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu.
3) Pengurang resiko.
4) Penekan biaya pencarian.
14
5) Signal kualitas.
6) Alat simbolis yang memproyeksikan citra.
7) Janji atau ikatan khusus dengan produsen.
2.1.3 Ekuitas Merek
Kotler dan Keller (2007:334) mendefinisikasn merek sebagai nilai tambah
yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini dapat dicerminkan dalam cara
konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud
yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan.
Sedangkan Aaker dalam Kotler dan Keller (2007:339) memandang ekuitas
merek sabagai satu perangkat dari lima kategori aset dan liabilitas merek yang
berkaitan dengan merek yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan
sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan.
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:4) ekuitas merek adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol,
yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan produk atau jasa baik
pada perusahaan maupun pelanggan.
Dari definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa ekuitas merek adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang dapat memberikan nilai tambah produk
atau jasa.
15
Menurut Aaker dalam Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:4) ekuitas merek
dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu :
1) Kesadaran Merek : menunjukkan kesanggupan calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa merek merupakan bagian dari
kategori produk tertentu.
2) Asosiasi Merek : mencerminkan pencitraan merek terhadap suatu kesan
tertentu.
3) Persepsi Kualitas : mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas / keunggulan suatu produk.
4) Loyalitas Merek : mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan merek
produk.
5) Aset-Aset kepemilikan merek lainnya.
16
Gambar 2.1 Konsep Ekuitas Merek
Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:5)
Ekuitas Merek(Nama, Simbol)
Kesadaran Merek
Loyalitas Merek
Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat :
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat :
Aset Kepemilikan Merek Lainnya
Persepsi Kualitas
Asosiasi Merek
- Interpretasi/proses informasi
- Rasa percaya diri dalam pembelian
- Pencapaian kepuasan dari pelanggan
- Efisiensi dan efektivitas dari program pemasaran
- Loyalitas merek- Harga/laba- Perluasan merek- Peningkatan
perdagangan- Keuntungan
kompetitif
17
2.1.4 Persepsi Kualitas
2.1.4.1 Definisi Persepsi
Menurut Setiadi (2003:159) persepsi merupakan suatu proses yang timbul
akibat adanya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau
penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi dapat didefinisikan juga
sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima kita terhadap stimuli dasar seperti
cahaya, warna, dan suara. Ferrinadewi (2008:42) mendefinisikan persepsi sebagai
proses dimana berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasi menjadi
informasi yang bermakna.
Sedangkan Webster dalam Setiadi (2003:160) mendefinisikan persepsi adalah
proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan.
Dari definisi tersebut diatas, penulis menyimpulkan persepsi adalah hasil stimuli yang
diterima sehingga menimbulkan suatu sensasi.
Stimuli/stimulus (rangsangan) adalah setiap bentuk fisik, visual atau
komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu. Orang tidak dapat
menerima seluruh rangsangan yang ada di lingkungan mereka. Seorang konsumen
diberi lebih dari 250 iklan setiap harinya tapi hanya memperhatikan sekitar 11 sampai
20 iklan saja.
2.1.4.2 Definisi Persepsi Kualitas
Tjiptono (2005:40) mengatakan bahwa perceived quality merupakan penilaian
pelanggan terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh
18
sebab itu, perceived quality didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan
manajer atau pakar) terhadap kualitas produk. Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak
(2004:96) mengemukakan bahwa persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan produk. Menurut
Simamora dalam Pane dan Rini (2011:119) persepsi kualitas (perceived quality) yang
dimaksud adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain.
Sedangkan menurut Ferrinadewi (2008:172) perceived quality adalah
bagaimana keunggulan produk secara keseluruhan didasarkan pada evaluasi subyektif
konsumen. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perceived quality
adalah penilaian pelanggan terhadap kualitas produk secara keseluruhan.
Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena
setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda terhadap produk atau jasa.
2.1.4.3 Dimensi Persepsi Kualitas
Menurut David A.Garvin dalam Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:pp.98-
99), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu :
1) Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama yang
dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang, misalnya karakteristik
operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta
kenyamanan. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain,
seringkali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai kinerja.
19
Kecepatan akan diberi nilai tinggi oleh sebagian pelanggan, namun dinilai
rendah oleh sebagian pelanggan lain yang lebih mementingkan kenyamanan.
2) Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk
tersebut. Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan
atau service mobil 24 jam di seluruh mobil.
3) Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misalkan
mobil merek tersebut yang memposisikan dirinya sebagai mobil yang tahan
lama walau telah berumur 12 tahun tetapi masih berfungsi dengan baik.
4) Kehandalan : konsistensi dan kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu
pembelian ke pembelian berikutnya.
5) Karakteristik Produk : bagian tambahan dari produk (fitur), sebagai remote
control sebuah video, atau tape deck. Penambahan ini biasanya digunakan
sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama.
Bagian-bagian tambahan ini memberikan penekanan bahwa perusahaan
memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.
6) Kesesuaian Dengan Spesifikasi : merupakan pandangan mengenai kualitas
proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditentukan dan teruji. Misalnya sebuah mobil ada kelas tertentu dengan
spesifikasi yang telah ditentukan seperti jenis dan kekuatan mesin, pintu,
material untuk pintu mobil, dan ban.
20
2.1.4.4 Membangun Persepsi Kualitas Yang Kuat
Sedemikian pentingnya peran persepsi kualitas bagi suatu merek sehingga
upaya membangun persepsi kualitas yang kuat harus dapat merebut dan menaklukkan
pasar di setiap kategori produk. Membangun persepsi kualitas harus diikuti
peningkatan kualitas nyata dari produknya karena akan sia-sia meyakinkan pelanggan
bahwa kualitas merek produknya adalah tinggi bilamana kenyataan menunjukkan
kebalikannya. Hal ini karena pelanggan yang pada tahap awal memutuskan untuk
membeli produk karena persepsi kualitasnya, pada gilirannya akan sampai pada tahap
evaluasi yang menghantarkan pada rasa puas atau tidak (Durianto, Sugiarto, dan
Sitinjak,2004:103).
Menurut Aaker dalam Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:104) terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun perceived quality, seperti :
1) Komitmen terhadap kualitas : perusahaan harus mempunyai komitmen
terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya
memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan.
2) Budaya kualitas : komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya
perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan
dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus
dimenangkan.
3) Informasi masukan dari pelanggan : pada akhirnya dalam membangun
persepsi kualitas, pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Seringkali para
pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh
21
pelanggannya. Untuk mesin cuci, misalnya para pimpinan memperkirakan
bahwa proses pencucian dan tambahan aksesoris lainnya adalah hal yang
dipedulikan pelanggan, padahal mereka lebih peduli pada aspek kemudahan
membersihkan dan penampilan mesin.
4) Sasaran/standar yang jelas : sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu
umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak
bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami,
dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan
membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri.
5) Kembangkan karyawan yang berinisiatif : karyawan harus dimotivasi dan
diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah
yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga
secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas pelayanan.
2.1.5 Citra Merek
2.1.5.1 Definisi Citra
Huddleston dalam Satria (2011) mendefinisikan citra sebagai serangkaian
kepercayaan yang dihubungkan dengan sebuah gambaran yang dimiliki atau didapat.
Alma dalam Satria (2011) mendefinisikan citra sebagai konsepsi yang ada pada
public mengenai perusahaan, mengenai suatu objek, orang atau mengenai lembaga.
22
Citra adalah seperangkat keyakinan, dan ide yang dimiliki oleh seseorang
terhadap suatu objek (Kotler dalam Satria:2011). Citra adalah bagaimana konsumen,
calon konsumen, dan pesaing melihat anda, reputasi anda adalah apa yang orang-
orang katakan kepada pihak lain (Gerson dalam Satria:2011). Dari beberapa definisi
diatas, penulis menyimpulkan bahwa citra adalah bagaimana seseorang memandang
suatu objek atas gambaran yang dimilikinya.
2.1.5.2 Definisi Citra Merek
Menurut Shimp dalam Radji (2009:18) citra merek adalah asosiasi yang
muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Menurut Kotler
dalam Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3) mendefinisikan citra merek sebagai
sejumlah keyakinan tentang merek. Sedangkan Dobni dan Zinkhan dalam
Ferrinadewi (2008:165) citra merek adalah konsep yang diciptakan konsumen karena
alasan subyektif dan emosi pribadinya.
Citra merek menurut Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3) adalah apa
yang konsumen pelajari tentang merek. Dari beberapa definisi tersebut, penulis
menyimpulkan citra merek adalah hal yang ada dibenak konsumen mengenai merek
berdasarkan apa yang konsumen ketahui tentang merek tersebut.
2.1.5.3 Citra Merek Yang Efektif
Menurut Kotler dalam Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3)citra merek
merupakan syarat dari merek yang kuat. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki
23
keunggulan bila dibandingkan dengan pesaing. Saat perbedaan dan keunggulan
merek dihadapkan dengan merek lain, dan muncullah posisi merek. Citra yang efektif
dapat mencerminkan tiga hal, yaitu :
1) Membangun karakter produk dan memberikan value proposition.
2) Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan para
pesaingnya.
3) Memberi kekuatan emosional dari kekuatan rasional.
Setiap perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk yang positif agar
produknya tersebut dikenal dan diterima baik oleh pelanggan sehingga dapat
memiliki citra merek yang positif juga. Dengan melakukan berbagai cara tersebut,
citra merek suatu produk dapat meningkat dimata pelanggan.
2.1.5.4 Komponen Citra Merek
Sebuah biro riset (www.benchmarkresearch.co.uk) dalam Ferrinadewi
(2008:167) berpendapat bahwa terdapat tiga komponen penting dalam konsep citra
merek, yaitu :
1) Brand association, merupakan tindakan konsumen untuk membuat asosiasi
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka akan merek, baik itu
pengetahuan yang sifatnya faktual maupun yang bersumber dari pengalaman.
Harga menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen dalam memilih produk
karena ini dapat mencerminkan citra merek produk tersebut. Asosiasi merek
24
juga dapat terbentuk seiring penampakan merek tersebut dalam
komunikasinya (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak,2004:69).
2) Brand values, adalah tindakan konsumen dalam memilih merek. Seringkali
tindakan konsumen ini lebih karena dikaitkan dengan nilai-nilai yang mereka
yakini. Menurut Aaker dalam Setiawan (2009) ada tiga nilai yang dijanjikan
merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional, dan nilai ekspresi diri. Nilai
fungsional yaitu nilai yang berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan
kepada konsumen. Saat konsumen menggunakan produk dan mengalami
perasaan positif, hal ini dinamakan nilai emosional. Sedangkan nilai ekspresi
diri merupakan bagian dari nilai emosional, berbicara mengenai bagaimana ia
dimata orang lain dan diri sendiri.
3) Brand positioning, yaitu tindakan yang dilakukan pemasar dalam membuat
citra dan hal yang ingin ditawarkan kepada pasarnya agar berhasil
memperoleh posisi yang jelas dan mengandung arti dalam benak sasaran.
Menurut Ariestonandri (2006:58), positioning adalah cara menempatkan
produk di benak konsumen.
2.1.6 Kepuasan Pelanggan
2.1.6.1 Definisi Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler dan Keller (2007:177) secara umum kepuasan adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja
(hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika
25
kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi
harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas.
Kepuasan pelanggan adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan
sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir dalam Tambrin, 2010:64).
Sedangkan Supranto dalam Tambrin (2010:63) mendefinisikan kepuasan pelanggan
merupakan label yang digunakan oleh pelanggan untuk meringkas suatu himpunan
aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan produk atau jasa.
Kepuasan pelanggan juga dapat dianggap sebagai evaluasi purna beli dimana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberi hasil (outcome) yang sama atau
melampaui harapan pelanggan (Engel dalam Ardhani,2007:157).
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan
adalah hal yang dirasakan pelanggan setelah mendapatkan hasil yang dicapai dari
produk atas harapan pelanggan pada produk tersebut.
2.1.6.2 Konsep Kepuasan Pelanggan
Menurut Johnson et. al. dalam Ardhani (2007:157) terdapat dua konsep
kepuasan pelanggan, seperti :
1) Transaction – specific. Konsep ini adalah konsep kepuasan yang dihasilkan
dari proses penilaian setelah konsumen membeli produk tersebut. Pelanggan
pasti segera mengevaluasi produk yang ia beli setelah melakukan pembelian.
2) Overall satisfaction. Konsep ini disebut juga dengan general – overall
merupakan konsep kepuasan yang dihasilkan dengan evaluasi keseluruhan
26
yang didasarkan pada pengalaman konsumen. Menjadi lebih penting karena
mencerminkan kinerja masa lalu, saat ini, dan yang akan datang.
2.1.6.3 Dampak Kepuasan Pelanggan
Pelanggan dihadapkan pada dua kondisi, yaitu puas atau tidak puas. Ketika
pelanggan merasa puas atau tidak puas dapat memberikan dampak bagi perusahaan.
Jika pelanggan mengalami kepuasan, maka akan memberikan manfaat, seperti
(Hartini,2011:9) :
1) Hubungan antara pelanggan dan perusahaan akan menjadi harmonis.
2) Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
3) Dapat mendorong terciptanya loyalitas.
4) Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan
perusahaan.
5) Reputasi perusahaan akan menjadi baik dimata pelanggan.
6) Laba yang diperoleh meningkat.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Hartini (2011:8) dalam menyikapi
ketidakpuasan ada beberapa hal yang dilakukan pelanggan, seperti :
1) Berhenti membeli produk atau jasa pada toko yang sama.
2) Negative word of mouth.
3) Mengeluh (komplain) pada penjual, agen swasta atau pemerintah.
4) Meminta ganti rugi dari penjual.
5) Melakukan penuntutan resmi untuk mendapat ganti rugi.
27
2.1.6.4 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler dalam Budiman (2008:146) ada empat metode yang
digunakan perusahaan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
1) Sistem Keluhan dan Saran. Perusahaan memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan
mereka.
2) Survei Kepuasan Pelanggan. Dilakukan melalui pos, telepon, maupun
wawancara pribadi sebagai bentuk perhatian yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan untuk mendapat tanggapannya dan umpan balik secara
langsung.
3) Ghost Shopping (Pembeli Bayangan). Metode ini dilakukan beberapa orang
untuk berperan sebagai pelanggan produk perusahaan atau pesaing sehingga
didapat laporan mengenai kelebihan dan kelemahannya.
4) Lost Customer Analysis (Analisis Kehilangan Pelanggan). Perusahan berusaha
menghubungi pelanggannya yang berhenti membeli produk perusahaan. Yang
diharapkan adalah memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut.
2.1.7 Pembelian Ulang
2.1.7.1 Definisi Pembelian Ulang
Menurut Ndubisi dan Moi dalam Usman dan Arnando (2007:181) pembelian
ulang dapat diartikan sebagai tindakan membeli lagi setelah pembelian pertama atau
28
trial. Pembelian ulang adalah perilaku yang merupakan hasil dari pembelian produk
atau jasa yang sama yang terjadi lebih dari satu peristiwa (Curtis et. al., 2011:4).
Pembelian ulang merupakan pembelian yang pernah dilakukan oleh individu
terhadap suatu produk yang sama, dan akan membeli lagi untuk kedua atau ketiga
kalinya (Dharmmesta dan Handoko dalam Hartini, 2011:2). Menurut Taylor dan Baker
dalam Hartini (2011:5) pembelian ulang adalah membeli kembali produk atau jasa
yang sama pada waktu yang akan datang ketika konsumen merasakan kepuasan saat
mengkonsumsi produk maupun jasa tersebut.
Dari berbagai pengertian tersebut, disimpulkan bahwa pembelian ulang adalah
kesediaan untuk melakukan pembelian kembali setelah pembelian sebelumnya pada
produk dan merek yang sama.
Thomas dalam Usman dan Arnando (2007:183) mengatakan bahwa
pembelian ulang hanya akan terjadi bila konsumen telah melakukan trial. Oleh
karena itu penting bagi pengecer untuk meyakinkan konsumen bahwa trial yang telah
dilakukan memberikan manfaat bagi dirinya sehingga konsumen tersebut merasa
senang dan memiliki keinginan untuk melakukan pembelian ulang pada masa yang
akan datang. Selain itu, konsumen melakukan trial karena tertarik dengan promosi
penjualan yang ada (Kempf dan Smith dalam Usman dan Arnando,2007:182). Trial
yang dimaksud disini adalah pembelian pertama yang dilakukan oleh konsumen, dan
menjadi dasar evaluasi singkat untuk pengambilan keputusan selanjutnya.
29
Gambar 2.2 Pelanggan Yang Berkomitmen
Sumber : Supranto dan Limakrisna (2007:244)
Gambar 2.2 tersebut mengilustrasikan komposisi pembeli sejenis merek pada
suatu waktu tertentu. Dari seluruh pembeli, beberapa persen akan dipuaskan dalam
pembelian. Tetapi banyak konsumen yang puas akan beralih/berganti merek,
konsumen yang puas kemungkinan besar akan tetap tinggal atau melakukan
pembelian berulang daripada konsumen yang tidak puas. Pembeli yang berulang-
ulang melanjutkan membeli merek yang sama walaupun mereka tidak mempunyai
keterkaitan emosional dengan pembelian itu. Sementara, konsumen yang
berkomitmen memiliki keterkaitan emosional dengan merek tersebut. Mereka akan
selalu mengkonsumsi merek tersebut dalam berbagai situasi.
Pembeli yang berulang-ulang memang diinginkan, akan tetapi hanya sekadar
menjadi pembeli yang berulang akan sangat rentan terhadap tindakan persaingan.
Mereka membeli mungkin karena kebiasaan, barangnya tersedia sewaktu berbelanja
Total Buyers
Satisfied Buyers
Repeat Purchasers
Comitted Customers
30
atau karena harga barangnya murah. Konsumen ini tidak mempunyai komitmen
terhadap merek, mereka tidak loyal kepada merek.
31
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis (2012)
PT. Swa Media Investindo
Majalah Mix
Persepsi Kualitas (X1) :
Kinerja Ketahanan Keandalan Karakteristik Produk Kesesuaian Dengan
Spesifikasi
Kepuasan Pelanggan (Y) :
Transaction-specific Overall satisfaction
Pembelian Ulang (Z) :
Trial
Citra Merek (X2) :
Brand Association Brand Value Brand Positioning
32
2.2.1 Hubungan Antar Variabel
1) Hubungan antara Persepsi Kualitas dengan Kepuasan Pelanggan
Dalam jurnal yang berjudul Pengaruh Perceived Quality, Perceived Value,
Brand Preference, Consumer Satisfaction, Dan Consumer Loyalty Pada
Repurchase Intention (Vol 9, No 1, 75-90, tahun 2009) disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi kualitas dengan
kepuasan pelanggan. Jurnal ini juga menerangkan bahwa semakin tinggi
persepsi kualitas maka semakin tinggi pula kepuasannya. Selanjutnya, semakin
baik persepsi kualitas yang dimiliki konsumen, semakin tinggi kecenderungan
yang dimiliki konsumen untuk membeli ulang.
2) Hubungan antara Citra Merek dengan Kepuasan Pelanggan
Dalam jurnal yang berjudul Pengaruh Brand Image Pelanggan Kartu Simpati
Terhadap Kepuasan Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (Vol 4, No 1,
58-67, tahun 2010) kepuasan mahasiswa terhadap kartu seluler Simpati
dipengaruhi oleh citra merek yang dibangun oleh provider Telkomsel.
3) Hubungan antara Kepuasan Pelanggan dengan Pembelian Ulang
Dalam jurnal yang berjudul Analisis Hubungan Antara Kepuasan Dan
Kesenangan Konsumen Terhadap Pembelian Ulang : Pengetahuan Konsumen
Sebagai Variabel Moderasi, (Vol 13, No 2, 337-346, tahun 2008) menunjukan
bahwa adanya hubungan antara kepuasan dengan pembelian ulang.
Jurnal ini mengatakan bahwa kepuasan merupakan hal yang sangat penting
bagi perusahaan karena dengan tercapainya kepuasan, maka akan terjadi
33
kesetiaan, merekomendasikan perusahaan serta produk yang ditawarkan, dan
terjadi pembelian ulang.
4) Hubungan antara Citra Merek dengan Pembelian Ulang
Dalam jurnal yang berjudul Study of Antecedents of Customer Repurchase
Behaviors in Chain Store Supermarkets, (Volume 6, Nomor 3, 1-11, tahun
2011) menunjukkan bahwa citra merek akan mempengaruhi pembelian ulang
pelanggan. Jika perusahaan memperhatikan citra merek, maka pelanggan akan
tidak segan-segan untuk melakukan pembelian ulang pada produknya.
Selain itu, jurnal ini mengatakan bahwa persepsi kualitas akan berdampak pada
hubungan antara konsumen dengan merek yang ditandai dengan adanya
pembelian ulang.
2.3 Hipotesis
Menurut Sekaran (2006:135) hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan
berdasarkan pada jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan
perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
Menurut Sugiyono (2010:93) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian
34
biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Sesuai dengan tujuan penelitian, hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti
adalah sebagai berikut :
1) Hipotesis pengujian pengaruh Persepsi Kualitas terhadap Kepuasan Pelanggan
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Persepsi Kualitas terhadap
Kepuasan Pelanggan pada Majalah Mix.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Persepsi Kualitas terhadap Kepuasan
Pelanggan pada Majalah Mix.
2) Hipotesis pengujian pengaruh Citra Merek terhadap Kepuasan Pelanggan
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Citra Merek terhadap Kepuasan
Pelanggan pada Majalah Mix.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Citra Merek terhadap Kepuasan
Pelanggan pada Majalah Mix.
3) Hipotesis pengujian secara simultan pengaruh Persepsi Kualitas dan Citra Merek
terhadap Kepuasan Pelanggan
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan antara Persepsi Kualitas
dan Citra Merek terhadap Kepuasan Pelanggan pada Majalah Mix.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan secara simultan antara Persepsi Kualitas dan
Citra Merek terhadap Kepuasan Pelanggan pada Majalah Mix.
4) Hipotesis pengujian pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Pembelian Ulang
35
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Pelanggan terhadap
Pembelian Ulang pada Majalah Mix.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Pelanggan terhadap
Pembelian Ulang pada Majalah Mix.
5) Hipotesis pengujian pengaruh Persepsi Kualitas terhadap Pembelian Ulang
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Persepsi Kualitas terhadap
Pembelian Ulang pada Majalah Mix.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Persepsi Kualitas terhadap Pembelian
Ulang pada Majalah Mix.
6) Hipotesis pengujian pengaruh Citra Merek terhadap Pembelian Ulang
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Citra Merek terhadap Pembelian
Ulang pada Majalah Mix.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Citra Merek terhadap Pembelian Ulang
pada Majalah Mix.
7) Hipotesis pengujian secara simultan pengaruh antara Persepsi Kualitas, Citra
Merek dan Kepuasan Pelanggan terhadap Pembelian Ulang
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan antara Persepsi Kualitas,
Citra Merek dan Kepuasan Pelanggan terhadap Pembelian Ulang pada Majalah
Mix.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan secara simultan antara Persepsi Kualitas, Citra
Merek dan Kepuasan Pelanggan terhadap Pembelian Ulang pada Majalah Mix.