rhmimamunnes.files.wordpress.com · Web viewBAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN PUTUSAN...
Transcript of rhmimamunnes.files.wordpress.com · Web viewBAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN PUTUSAN...
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA TERORISME
DI INDONESIA
Beberapa aksi teror yang telah terjadi di Indonesia adalah :
1. Peledakan digedung Atrium Senen tanggal 1 Desember 1998
2. Peledakan di Plaza Hayam Wuruk tanggal 15 April 1999
3. Peledakan di Masjid Istiqlal 1999
4. Peledakan di Gereja (GKPI) Medan tanggal 28 Mei 2000
5. Peledakan di Gereja Katolik Medan tanggal 18 Mei 2000
6. Peledakan di Rumah Dubes Filipina tanggal 1 Agustus 2000
7. Peledakan di Gedung Atrium Senen (tanggal 1 Agustus 2001 dan tanggal
23 April 2001)
8. Peledakan di beberapa Gereja di Malam Natal (2000 dan 2001)
9. Peledakan di Kuta-Bali tanggal 12 Oktober 2002
10. Peledakan di Menado, November 2002
11. Peledakan di Mc Donald Makasar tanggal 5 Desember 2002
12. Peledakan di Hotel JW Marriot Jakarta, tanggal 5 Agustus 2003
13. Peledakan di depan Kedubes Australia di Jakarta tanggal 9 September
2004
14. Peledakan Bom Bali II tanggal 1 Oktober 200559.
59 KH. Ma’ruf Amin, 2007, Melawan Terorisme dengan Iman, Tim Penanggulangan Terorisme, hal 70
76
Berdasarkan data di atas, jelas bahwa tidak bisa kasus-kasus terorisme
hanya Islamlah yang menjadi faktor utama munculnya tindakan teror. Semua
harus diletakkan dalam konteks yang benar baik dari perspektif doktriner, historis,
kultural, maupun ekonomi politik. Artinya, berbagai indikator itu harus
dipertimbangkan. Setelah itu, barulah kita bisa melihat dimanakah “letak agama”
dalam kasus terorisme.dengan demikian maka kita bisa menilai benarkah islam
sebagai agama harus bertanggung jawab sepenuhnya terkait kasus-kasus terorisme
di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Putusan-putusan Hakim terhadap pelaku Tindak Pidana Terorisme di
Indonesia, pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1: putusan pengadilan pada terdakwa pelaku terorisme
No Terdakwa Kasus Pengadilan Vonis1 Subkhan Kasus BEJ PN Bandung 13 tahun2 Muhammad Ali Kasus BEJ PN Bandung 14 tahun3 Aceng Suhari Bom Natal PN Bandung 8 tahun4 Iqbal Alias Didin Bom Natal PN Bandung 15 tahun5 Elisse Mariatuahatu TMII PN Jakarta
Timur10 tahun
6 Edy Sugiharto Bom Natal Pn Medan 11 tahun7 M.Udin Kedubes
MalaysiaPN Jakarta Selatan
12 tahun 6 bulan
8 Saifan Nurdin Kedubes Malaysia
PN Jakarta Selatan
12 tahun 6 bulan
9 Iwan Setiawan Kedubes Malaysia
PN Jakarta Selatan
15 tahun
10 Tengku Ismuhadi Kasus BEJ PN Jakarta Selatan
20 tahun
11 Nuryadin Alias Nadin Kasus BEJ PN Jakarta Selatan
20 tahun
12 Kopka Irwan bin Ilyas Kasus BEJ PN Jakarta Selatan
seumur hidup
13 Kopda Ibrahim Hasan Kasus BEJ PN Jakarta Selatan
seumur hidup
14 Taufik Abdullah Asrama Mahasiswa
PN Jakarta Selatan
1 tahun
15 Taufin bin Abdullah aliad Dani
Bom Atrium PN Jakarta Pusat
8 tahun
77
16 Amrozi Bom Bali I PN Denpasar Mati17 Andi Hidayat dan
JunaediBom Bali I PN Denpasar 15 tahun
18 Abdu Rauf Bom Bali I PN Denpasar 16 tahun19 Imam Samudra Bom Bali I PN Denpasar Mati20 Andi Oktavia Bom Bali I PN Denpasar 16 tahun21 Makmuri Bom Bali I PN Denpasar 7 tahun22 Najib Nawawi Bom Bali I PN Denpasar 7 tahun23 Ali Imron Bom Bali I PN Denpasar Seumur
hidup24 Herlambang dan Ahmad
Budi WibowoBom Bali I PN Denpasar 6 tahun
25 Ali Ghufron Bom Bali I PN Denpasar Mati26 Sofyan Hadi Bom Bali I PN Denpasar 6 tahun27 Mujarod Bom Bali I PN Denpasar 5 tahun28 Imam Susanto Bom Bali I PN Denpasar 4 tahun29 Syamsul Arifin Bom Bali I PN Denpasar 3 tahun30 Mubarok Bom Bali I PN Denpasar Seumur
hidup31 Muhajir bin Amin Bom Bali I PN Denpasar 4 tahun32 Subur Sugianto Bom Bali I PN Semarang seumur
hidup33 Ardi Wibowo Bom Bali I PN Semarang 6 tahun34 Abu Sayyaf Bom Bali I PN Semarang belum
vonis35 Wawan Suprihatin Bom Bali I PN Semarang belum
vonis36 Joko Suroso Bom Bali I PN Semarang belum
vonis37 Aditya Triyoga Bom Bali I PN Semarang belum
vonis38 Harry Setya Rahmadi Bom Bali I PN Semarang belum
vonis39 Sri Pudji Mulyosiswanto Bom Bali I PN Semarang belum
vonis40 Mustaghfirin Bom Bali I PN Semarang belum
vonis41 M. Cholili Bom Bali I PN Denpasar 18 tahun42 Anif Solahudin Bom Bali I PN Denpasar 15 tahun43 Abdul Aziz Bom Bali I PN Denpasar 8 tahun44 Dwi Widiarto Bom Bali I PN Denpasar 8 tahun
Sumber : Hasil Pengolahan dari berbagai media.
Berdasarkan Data di atas, terdakwa yang divonis mati ada 3 orang. Adapun
proses perkara ketiga terdakwa tersebut, berdasar data dari Kejaksaan Tinggi
78
Denpasar telah memperoleh putusan yang berkekuatan tetap. Tiga terpidana adalah
sebagaimana tabel dibawah ini:
Tabel 2. daftar nama terpidana mati pelaku terorisme
NO
NAMA TUNTUT-AN
PUTUSAN PN
DENPASAR
PUTUSAN PT
DENPASAR
PUTUSAN MA
UH LUAR BIASA
1 Amrozi bin Nurhasyim
Mati, 30-6-2003
Mati, 07-08-2003
Mati, 12-09- 003
Mati, 06-04- 2004
PK, 6/12/2006
2 Abdul Azis alias Imam Samudra
Mati 28-7-2003
Mati 08-9-2003
Mati 06-10-2003
Mati 23-3-2004
PK, 6/12/2006
3 Ali Ghufron alias Muklas
Mati 28-8-2003
Mati 2-10-2003
Mati 9-12-2003
Mati 24-09-2004
PK,6/12/2006
Sumber : Hasil pengolahan dari berbagai media dalam penelitian Martitah dkk, PKK Unnes.
Tiga terpidana mati benar-benar telah mempunyai kekuatan tetap, dari
perjalanan kasus mereka, pengadilan tetap memvonis mati, baik Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi, Makhkamah, sampai pada Pengajuan Kembali ditolak
dan tetap di Pidana Mati. Salah satu contoh salah satu kasus Ali Ghufron alias
Muklas: tanggal 3 Desember 2002 Muklas ditangkap di Klaten Jawa Tengah,
tanggal 13 Desember 2002 Muklas mulai diperiksa tim Penyidik di Polda Bali
bersama Amrozi dan Imam Samudra, tanggal 17 Pebruari 2003 tim penyidik
melimpahkan dua berkas atas tersangka Muklas ke Kejaksaan Tinggi. Muklas
diduga sebagai perencana dan pelaku, termasuk koordinator pelaksana di
lapangan, dia disangkakan melanggar pasal 6, 11, 13 (a), 14, 15 Perpu Nomor 2
Tahun 2002 dengan ancaman pidana mati.
79
Sidang Muklas selanjutnya tanggal 16 Juni 2003 di gelar di Denpasar,
Dia didakwa terlibat permufakatan jahat dan menyediakan dana untuk tindak
pidana terorisme dan dijerat melanggar pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun
1951 tentang Senjata api dan bahan peledak, terdakwa memiliki dan menyimpan
senjata api tanpa izin yaitu pistol jenis FN US Army dan delapan butir peluru.
Tanggal 25 Agustus 2003 Muklas dituntut pidana mati, dengan dakwaan
telah secara sah dan meyakinkan terlibat dalam peledakan bom bali 12 Oktober
2002, dia juga terlibat jaringan internasional Jamaah Islamiyah kawasan Asia
Tenggara melanggar pasal 6, 14 dan 15 Perpu Nomor 2 Tahun 2002. Tanggal 2
Oktober Pengadilan Tinggi Denpasar menvonis Muklas dengan pidana Mati,
pengajuan Banding Muklas ke Pengadilan Tinggi tanggal 9 Desember 2003
ditolak oleh Jaksa, kemudian terdakwa dengan kuasa hukumnya mengajukan
kasasi ke MA, namun tanggal 24 September 2004 MA menolaknya, Muklas
ditetapkan Terpidana Mati.
Berdasar perjalanan kasus Muklas tersebut, maka keputusan PN, PT dan
Mahkamah Agung dalam menvonis Muklas sudah didasar pada pelanggaran
terhadap Pasal 6, 14 dan 15 Perpu Nomor 2 Tahun 2002 dan pasal 1 ayat (1) UU
Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata api dan bahan peledak.
Dengan kasus-kasus tersebut disinyalir faktor penyebab munculya tindak
pidana terorisme, diantaranya :
1. Dimensi internasional. Para teroris memandang pihak Barat, terutama Amerika
Serikat, selalu berpihak kepada Israel dalam konflik Timur Tengah. Kemudian
diperburuk perang Afganistan dan Irak. Barat dan AS akan terus menjadi
sasaran kelompok radikal kecuali jika mereka mengubah kebijakkannya
80
terhadap Timur Tengah.. Hal ini membentuk karakteristik psikologis teroris
sebagai berikut : (a) Bahwa Teroris umunya mempunyai persepsi tentang
kondisi yang menindas terus-menerus oleh pihak Barat pimpinan AS pada
Islam; (b) Para teroris menganggap bahwa kondisi tersebut adalah
ketidakadilan yang harus diubah; (c) Para teroris menganggap bahwa proses
damai untuk mendapatkan perubahan tidak akan diperoleh; (d) Dan oleh
karenanya cara kekerasan sah dilakukan, yang penting tujuan tercapai; (e)
Pilihan tindakan pada hakekatnya berkaitan dengan ideologi yang dianut dan
tujuan yang oleh pelaku dirasakan sebagai kewajiban
2. Masalah internal, salah satu faktor penting yang mendorong terorisme adalah
kesalahan penafsiran dan pemahaman ajaran agama Islam. Ideologi dan mind
set para teroris memandang bahwa tindakan mereka dapat dibenarkan agama,
oleh sebab itu resiko apapun akan mereka hadapi. Tindakan ini tidaklah
mengenal batas negara. Ideologi kelompok radikal telah menjadi prinsip
perjuangannya.
Perang melawan teror harus dilihat sebagai perang gagasan yang
mengarah pada memenangkan pikiran dan hati mereka yang bersimpati atau
mendukung gagasan para teroris. Hal ini harus dilaksanakan secara serempak
dengan memusatkan pada faktor-faktor yang terkait seperti kemiskinan,
pendidikan dan masalah sosial-politik, karena tindak kekerasan dalam masyarakat
bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karena persoalan politik dan karena
kekecewaan terhadap kesenjangan sosial yang tidak sejalan dengan harapannya,
baik dalam masalah ekonomi, politik, hukum maupun budaya ditambah lagi
pemahaman sepihak terhadap ajaran keagamaan yang mendorong bertindak dan
81
berperilaku ekstrim tanpa mempertimbangkan maslahat dan madharatnya bagi
kehidupan masyarakat yang sangat beragam, baik dari segi suku, agama, maupun
golongan60.
Dasar Pertimbangan suatu perbuatan dikategorikan Terorisme, setiap
kejahatan identik dengan kekerasan, karena memang memperkosa hak-hak orang
lain. Tindak Pidana terorismepun dilakukan tidak luput dari kekerasan. Namun
demikian tidak semua kekerasan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
terorisme. Terorisme merupakan tindak kekerasan dengan karakteristik tersendiri.
Pendapat yang mengatakan bahwa terorisme memiliki ciri-ciri dan
karaktersitik sebagai berikut61 : (a) aksi yang digunakan menggunakan cara-cara
kekerasan dan ancaman untuk menciptakan ketakutan publik; (b) ditujukan kepada
negara, masyarakat atau individu atau kelompok masyarakat tertentu; (c)
memerintahkan setiap anggotanya dengan cara teror juga; (d) melakukan
kekerasan dengan maksud untuk mendapat dukungan dengan cara yang sistematis
dan terorganisir.
Meskipun tanpa mengurai lebih jauh, Loudewijk F. Paulus62
mengemukakan pendapat bahwa karakteristik terorisme dapat ditinjau dari empat
macam :
a) karakteristik organisasi yang meliputi: pengorganisasian, rekruitmen,
pendanaan dan hubungan internasional;
b) karakteristik operasi meliputi : perencanaan, waktu, taktik dan kolusi;
60 KH. Ma’ruf Amin, 2007, Melawan Terorisme dengan Iman, Tim Penanggulangan Terorisme, hal 75-77
61 Abdul Wahid dkk., 2004, Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, Refika Aditama, Bandung, hal. 32
62 Abdul Wahid dkk, Ibid, hal 33
82
c) karakteristik perilaku yang meliputi: motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan
membunuh;
d.) karakteristisk sumberdaya yang meliputi : latihan.kemampuan, pengala- man
perorangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi
Melihat ciri dan karakter terorisme di atas, penentuan perbuatan (tindak
pidana) apa saja yang perlu dianggap berkaitan dengan terorisme merupakan
permasalahan tersendiri yang tiap negara memiliki fokus penanggulangan sendiri-
sendiri. Adapun perbuatan yang dianggap sebagai tindakan teror di Indonesia
dirumuskan dalam Pasal 6 – 16 Undang-undang Terorisme. Ciri-ciri kejahatan
yang dikategorikan sebagai terorisme menurut Undang-undang Terorisme adalah
kejahatan yang : a) menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan; b)
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
menimbulkan korban yang bersifat massal; c) dengan cara merampas kemerde-
kaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain; d) mengakibatkan/untuk
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Selain itu, dipandang melakukan tindak pidana terorisme, perbuatan
sebagai berikut (a) tindak pidana penerbangan dan kejahatan terhadap
sarana/prasarana penerbangan; (b) kejahatan berkaitan denan senjata api, amunisi
atau bahan peledak dan bahan berbahaya lain untuk melakukan tindakan
terorisme; (c) kejahatan berkaitan dengan senjata kimia, biologis, radiologi,
mikroorganisme, radioaktif atau komponennya; (d) penyediaan dana yang
menunjang terorisme;
83
a. merencanakan, mencoba, membantu, bermufakat untuk melakukan
terorisme63.
Penyelesaian Tindak Pidana Terorisme di Indonesia dalam RUU KUHP
2005 diatur pada Pasal 242-251, Pasal 242 berbunyi bahwa Setiap orang yang
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta
benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-
objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas umum atau fasilitas
internasional, dipidana karena terorisme dengan pidana mati atau penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun. Pasal 243 dinyatakan bahwa Setiap orang yang menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk melakukan terorisme
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun .
Terorisme dengan menggunakan bahan-bahan kimia di atur Pasal 244
RUU KUHP 2006 Setiap orang yang menggunakan bahan-bahan kimia, senjata
biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya untuk
melakukan terorisme dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Penghimpunan dana atau harta untuk Terorisme dinyatakan dalam Pasal 245
Setiap orang yang menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan
digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk
melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242,
63 Ali Masyhar, Op.cit, hal.122-123.
84
Pasal 243, dan Pasal 253 RUU KUHP 2006, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 246 RUU KUHP 2006 berisi tentang “ Dipidana karena melakukan
tindak pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun, setiap orang yang menyediakan atau
mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan atau patut
diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk: a)melakukan
tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, menggunakan,
menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, bahan kimia, senjata biologis,
radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya yang mengakibatkan
atau dapat mengakibatkan kematian atau luka berat atau menimbulkan kerusakan
harta benda; b) mencuri atau merampas bahan nuklir, bahan kimia, senjata
biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya; c) menggelap-
kan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir, senjata kimia, senjata
biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya; d) meminta
bahan nuklir, bahan kimia, senjata biologis, radiologi, mikro organisme,
radioaktif, atau komponennya secara paksa atau ancaman kekerasan atau dengan
segala bentuk intimidasi; e) mengancam: (1) menggunakan bahan nuklir, bahan
kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya
untuk menimbulkan kematian atau luka berat atau kerusakan harta benda; atau (2)
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada huruf b dengan tujuan
untuk memaksa orang lain, organisasi internasional, atau negara lain untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Penggerakan, Pemberian Bantuan dan
Kemudahan untuk Terorisme di atur dalam Pasal 247 di mana Setiap orang yang
85
merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana
terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 sampai dengan
Pasal 244, Pasal 245, dan Pasal 246 dipidana dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun. Selanjutnya Pasal 248 berbunyi “ Dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun,
setiap orang yang mem- berikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak
pidana terorisme, dengan:
a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya
kepada pelaku tindak pidana terorisme;
b. menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau
c. menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme “.
Pasal 249 RUU KUHP 2006 dinyatakan bahwa setiap orang di luar
wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan,
sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana terorisme, dipidana dengan
pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 242 sampai dengan Pasal 244, Pasal 245, dan Pasal 246 RUU tersebut..
Perluasan Pidana Terorisme diatur dalam Pasal 250 RUU KUHP 2006
yaitu :
(1) Dipidana karena terorisme setiap orang yang melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 dan Pasal 257 dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun, dan Pasal 258 dengan pidana mati, pidana penjara
86
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun.
(2) Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 252, Pasal 255, Pasal 260, Pasal 261 dan Pasal 262 dipidana karena
teorisme dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, jika perbuatan
tersebut dilakukan dengan tujuan atau maksud untuk melakukan terorisme
ancaman pidana
Pasal 251 RUU KUHP 2006 dinyatakan bahwa Permufakatan jahat,
persiapan, atau percobaan dan pembantuan melakukan terorisme sebagai
dimaksud Pasal 242, Pasal 243 dan Pasal 244 dan Pasal 250 dipidana sesuai
dengan ketentuan pasal-pasal tersebut64.
Beberapa prinsip dalam menangani terorisme ini merupakan syarat bagi
suksesnya pelaksanaan operasi, dengan:
1) Tujuan. Tujuan utama dari program memerangi terorisme adalah
menetralisir kelompok teroris. Netralisir dalam konteks ini tidak harus
membunuh teroris tetapi dengan meniadakan sumber ancaman.
2) Legitimasi. Pasukan keamanan yang menangani terorisme harus
mendapat legitimasi dan payung hukum dalam menjalankan tugasnya
3) Kesabaran dan keteguhan. Sangat diperlukan khususnya bagi
negosiator dalam rangka menyelesaikan permasalahan tanpa menimbulkan
banyak korban yang tidak perlu sambil memberi waktu kepada Tim
Penanggulangan Teror untuk menyiapkan diri.
64 Rancangan Undang-undang KUHP, 2006.
87
4) Menahan diri. Seluruh satuan yang terlibat dalam mekanisme
penanggulangan teror harus bisa menahan diri semaksimal mungkin terhadap
teroris dari bentuk ancaman, tuntutan dan bentuk intimidasi lainnya dalam
rang-ka pencapaian tugas secara keseluruhan.
5) Keamanan. Keamanan adalah syarat utama dalam kegiatan pe-nanganan
terorisme.
6) Kesatuan usaha. Kerjasama antar instansi yang terkait sangat
menentukan keberhasilan pe- nanganan terhadap terorisme untuk itu sangat
diperlukan kesatuan usaha.
Tindakan Preventif. Kegiatan penanggulangan anti teror ditujukan
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aksi teror. Kegiatan ini meliputi tehnik
pencegahan kejahatan murni yang ditujukan untuk memperkuat target serta
prosedur untuk mendeteksi aksi teror yang terencana. Perencanaan dan latihan
adalah unsur penting dalam program penanggulangan teror. Kegiatan preventif
meliputi perencanaan, tindakan pencegahan, persiapan dan latihan sebelum
insiden terjadi. Selama tahap ini pertimbangan diberikan kepada penelitian,
pengumpulan informasi dan intelijen, tindakan pen-cegahan, perencanaan yang
mendalam serta latihan yang intensif. Pengalaman membuktikan bahwa
pencegahan adalah cara terbaik untuk melawan terorisme.
Terdapat 8 langkah dalam tahap pencegahan meliputi :
a. Intelijen. Pengumpulan kete-rangan/intelijen mengenai teroris adalah
hal terpenting dalam memerangi teroris. Siapa teroris, kapan, dimana dan
bagaimana ia akan melancarkan aksinya ada-lah pertanyaan yang harus
88
terjawab dalam pengumpulan intelijen ini. Informasi yang dikumpulkan
meliputi bidang sosial, ekonomi dan politik dari suatu daerah.
b. Analisa ancaman. Idealnya langkah ini dilaksanakan secara terus
menerus. Analisa terhadap ancaman ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kemungkinan ancaman yang dapat terjadi. Dalam
melakukan analisa ini kita harus berfikir dari sudut pandang seorang teroris.
Bagaimana kita akan melancarkan aksi teror terhadap sasaran? Daerah mana
yang memiliki titik lemah dan kerawanan? Strategi dan taktik apa yang akan
digunakan.
c. Pengamanan Operasi. Penga-manan operasi atau kegiatan
merupakan hal penting dalam pencegahan terjadinya aksi teror. Dalam
pelaksanaan aksinya teroris akan mengeksploitasi data intelijen dari sasaran.
Data intelijen ini diperoleh dari menggunakan agen, penyadapan dengan alat
komunikasi dan penggunaan foto intelijen. Hal ini dapat kita cegah dengan
kegiatan lawan intelijen serta dengan meningkatkan kesiap-siagaan terutama
apa-rat keamanan. Dasar dari pengamanan kegiatan ini adalah rasa
kepedulian dan latihan.
d. Pengamanan Personil. Tidak seorangpun yang kebal terhadap
serangan dari teroris. Dalam memilih sasarannya teroris tidak pernah
memandang bulu. Target dapat berupaya kantor pemerintah, instalasi atau
tempat-tempat umum. Orang-orang yang berada di tempat tersebut menjadi
sasaran teroris semata-mata karena mereka berada di tempat tersebut saat
serangan teroris. Seringkali teroris juga memilih orang-orang tertentu
sebagai sasaran untuk penculikan, penyanderaan dan pembunuhan.
89
e. Pengamanan Fisik. Pengaman-an fisik mencakup pengamanan
terhadap berita, materi serta pencegahan tindak kejahatan. Meskipun tindak
kejahatan termasuk dalam kegiatan teroris namun terdapat beberapa
perbedaan yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan pengamanan fisik.
Teroris biasanya lebih terorganisir, terlatih, dan lebih me-miliki motivasi
dibanding kriminal biasa.
f. Wewenang dan Yuridiksi. Dalam menghadapi aksi teror harus
jelas batas wewenang dan wilayah tanggung jawab dari setiap satuan yang
terlibat, sehingga dapat tercipta satu kesatuan komando.
g. Pembentukan Manajemen Krisis. Merespon dari insiden terorisme
dibutuhkan suatu keahlian khusus dan banyak pertimbangan. Tindakan yang
pa-ling awal adalah insiden yang terjadi harus dipastikan aksi teroris bukan
hanya sekedar tindak kejahatan. Langkah selanjutnya adalah rencana operasi
harus segera dibentuk untuk menghadapi aksi teroris tersebut. Karena aksi
teroris tidak me-ngenal batas wilayah, maka penanganannya pasti
melibatkan banyak unsur, baik itu Kepolisian, Militer maupun Peme-rintah,
untuk itu dibutuhkan suatu Badan yang mengkoordinasikannya.
h. Manajemen Krisis agar setiap tindakan dapat terarah dan terpadu
secara efektif dalam menangani terorisme.
Tindakan Represif. Segala usaha dan tindakan untuk menggunakan
segala daya yang ada meliputi penggunaan alat utama sistim senjata dan sistim
sosial yang ada untuk menghancurkan aksi teror. Dalam pelaksanaan
penanggulangan teror pembuat keputusan harus memahami benar kemampuan
dari Tim aksi khusus dan hanya menggunakan tim ini dalam peran yang berada
90
dalam koridor kemampuannya. Penggelaran dari kekuatan Tim aksi khusus ini
akan tergantung pada situasi yang terjadi. Dalam manajemen penanggulangan
teror ini pelaksanaan operasi, organisasi disusun sebagai berikut :
a. Tim Aksi Khusus. Tergantung dari besarnya insiden yang terjadi kekuatan
pasukan dapat dikerahkan dari unit hingga detasemen.
b. Tim Negosiator. Tim ini senantiasa berinteraksi dengan teroris dengan
melaksanakan negosiasi sambil mengulur waktu bagi tim aksi khusus agar
dapat lebih mempersiapkan diri. Seringkali dalam penanganan teror situasi
dapat teratasi dengan proses negosiasi tanpa harus penanganan dari tim aksi
khusus.
c. Unsur Ring dalam. Unsur ini bertugas mengendalikan secara fisik daerah
sekitar sasaran. Tim ini bertugas mengisolasi sekaligus berfungsi untuk me-
ngumpulkan keterangan menge-nai teroris dan situasi di sasaran. Unsur dari
Tim aksi khusus atau tim sniper dapat ditugaskan sebagai unsur ring dalam.
d. Unsur Ring luar. Tugas dari tim ini antara lain mengontrol akses keluar
masuk daerah insiden dan mengosongkan bangunan di sekitar tempat
insiden.65.
Terorisme berkembang seiring dengan perkembangan peradaban
manusia dan teknologi. Teroris akan selalu memanfaatkan perkembangan
teknologi terakhir sebagai sarana untuk mencapai tujuan. teror masih akan
digunakan oleh golongan radikal sebagai sarana untuk mencapai tujuan baik yang
datangnya dari golongan frustasi luar negeri maupun dalam negeri. Operasi
penanggulangan teror membutuhkan koordinasi yang baik antar instansi yang
65
? Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, Kopassus, Terorisme, www. Geoogle.co.id.
91
terkait untuk dapat melaksanakan operasi secara terpadu. Untuk itu perlu
sosialisasi tentang masalah terorisme kepada masya-rakat, sehingga terdapat
pemahaman yang sama tentang terorisme, dan perlu pembentukan suatu lembaga
yang menangani terorisme secara nasional yang bersifat tetap (tidak temporer)66.
B. PANDANGAN ISLAM TERHADAP PIDANA MATI DALAM TINDAK
PIDANA TERORISME DI INDONESIA
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: (1)
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut. (2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dapat
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. (3) Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah
disangka melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 2002: 1).
Sedangkan Hukum Pidana Indonesia adalah Hukum Pidana yang berlaku
di Indonesia, yakni yang bersumber dari Kitab Undang undang Hukum Pidana
(KUHP) maupun peraturan perundang undangan hukum pidana di luar KUHP.
Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau
jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak
pidana. Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti
yang diungkapkan oleh Abdul Qodir bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang
66 buletinlitbang.dephan.go.id
92
oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya (Munajad,
2004: 2). Kata jinayat untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota
badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya. Dengan demikian istilah
fiqh jinayat sama dengan hukum pidana.
Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam dikenal empat macam jarimah
(kejahatan), yaitu hudud, qishosh diyat, dan ta'zir. Kejahatan Hudud adalah
kejahatan yang paling serius dan berat dalam Hukum Pidana Islam. Ia adalah
kejahatan terhadap kepentingan publik, tetapi bukan berarti tidak mempengaruhi
kepentingan pribadi sama sekali, namun terutama sekali berkaitan dengan hak Allah.
Kejahatan ini diancam dengan pidana hadd. Kategori berikutnya adalah qishosh
yang berada pada posisi di antara hudud dan ta'zir dalam hal beratnya pidana.
Kategori terakhir adalah ta'zir yang merupakan pidana paling ringan di antara jenis-
jenis pidana yang lain (Santoso, 2003: 22).
Jenis-jenis pidana baik dalam Hukum Pidana Indonesia maupun Hukum
Pidana Islam, kedua-duanya memberlakukan pidana mati dalam delik-delik pidana
(jarimah) tertentu. Berbicara tentang pidana tentunya tidak bisa terlepas dari tujuan
diberlakukan hukum pidana sendiri. Pembuat hukum tidak menyusun ketentuan-
ketentuan hukum dari syari'at tanpa tujuan apa-apa, melainkan di sana ada tujuan
tertentu yang luas. Dengan demikian, untuk memahami pentingnya suatu ketentuan,
mutlak perlu diketahui apa tujuan dari ketentuan itu (Santoso, 2003: 18).
Dalam perspektif teori tentang aliran-aliran pemikiran hukum pidana, tiga
konsep mengenai tujuan diadakannya hukum pidana sebenarnya termanifestasi
dalam tiga aliran pokok yang pernah berkembang dalam hukum pidana. Tiga aliran
tersebut adalah Aliran Hukum Pidana Klasik (Daad Strafrecht), Aliran Hukum
93
Pidana Modern (Daader Strafrecht), dan Aliran Hukum Pidana Neo Klasik/ Neo
Modern (Daad-Daader Strafrecht).
Dalam hukum Islam, para ahli hukum mengklasifikasikan tujuan-tujuan
yang luas dari syari'at untuk menciptakan kemaslahatan, yaitu menjamin keamanan
dari kelima kebutuhan hidup yang primer (dhorurot), menjamin keperluan hidup
(keperluan sekunder) atau disebut hajiyat, membuat berbagai kebaikan atau
menjadikan hal-hal yang dapat menghiasi kehidupan sosial dan menjadikan manusia
mampu berbuat dan mengatur urusan hidup lebih baik (keperluan tersier) atau
disebut tahsiniyat (Khollaf, 1990: 197).
Dalam studinya, Al-Raisuni mengemukakan bahwa al-maqôsid Syatibi
berdiri atas dua asas, pertama, kausasai atau enumerasi syari'ah (ta'lil) dengan
menarik maslahah dan menolak mafsadah. Kedua, al-maqôsid sebagai produk
induksi menjadi dasar ijtihad terhadap kasus-kasus yang belum tersentuh oleh nash
dan qiyas (Raisuni, 1992: 143).
Menurut Syatibi al-ushul atau kaidah-kaidah fundamental
pengembangan Hukum Islam terfokus pada kulliyât al-syari'ah yang meliputi
daruriyât, hajiyât dan tahsiniyât. Ketiga tingkatan al-masâlih yang menjadi
kulliyât al-syari'ah ini bersifat qoth'i karena beberapa alasan :1. Bahwa sebagian
kulliyât mengacu kepada prinsip rasional (ushul aqliyah); 2. Kulliyât itu
merupakan hasil dari induktif secara menyeluruh (istiqro' kulli) dari dalil-dalil
syari'ah. Baik ushul aqliyah maupun kulliyat sama-sama melahirkan pengetahuan
yang selalu pasti (al-ma'rifah al-yaqiniyah). 3. Perpaduan antara prinsip rasional dan
induksi menyeluruh yang bersifat qath'i tersebut melahirkan kaidah yang qath'i pula.
Inilah yang disebut ushul al-fiqh (Syatibi, 1415 H/1994: 29-30).
94
Teori kemaslahatan (istislah) sendiri yang sering digunakan dalam
ijtihad pada era sekarang kalau dikembalikan pada konsep yang dikemukakan
Ramadlan al-Buthi (1986: 142) harus memenuhi lima kriteria. Memprioritaskan
tujuan syara'; Tidak bertantangan dengan Al-Quran; tidak bertentangan dengan As-
Sunnah; Tidak bertentangan dengan prinsip qiyas; dan memperhatikan kemaslahatan
yang lebih penting (besar).
Hukum Pidana Islam berbeda dengan Hukum Pidana Indonesia. Jika
Hukum Pidana Indonesia bersumber dari aturan-aturan yang dibuat manusia yang
memungkinkan untuk dirubah, sedangkan Hukum Pidana Islam bersumber dari
kitab suci yang tidak bisa dirubah. Oleh karena itu agar Islam selalu baik kapanpun
dan dimanapun (Sholihun fi Kulli Zaman wa Makan) maka perlu kiranya untuk
memahami kaidah La Yunkiru Taghoyyurul Ahkam bi Taghoyyuril Azminah wal
Amkinah, yang artinya tidak bisa dipungkiri perubahan hukum sesuai dengan
perubahan tempat dan zaman (Sadhlan, 1417 H: 107).
Kejahatan membunuh diatur dalam Al Qur’an sebagai berikut:
a. Hukum membunuh
1) Kekejian membunuh: 17:33
2) Membunuh adalah dosa besar: 2:84, 4:29, 4:30, 4:92, 4:93, 5:32
3) Ancaman terhadap pembunuhan: 2:85, 4:92, 4:93, 5:32
4) Membunuh diharamkan
a) Membunuh anak: 6:137, 6:140, 6:151, 16:58, 16:59,
25:68, 60:12, 81:8, 81:9
b) Orang yang pertama membunuh: 5:27, 5:28, 5:29, 5:30
b. Jenis-jenis pembunuhan
95
1) Pembunuhan dengan sengaja: 2:178, 4:93
2) Pembunuhan tidak sengaja: 4:92
c. Sanksi membunuh
1) Kisas (hukuman balasan)
a) Diwajibkannya kisas: 2:178, 2:179, 5:45, 6:151, 17:33
b) Hikmah pelaksanaan kisas: 2:179
c) Kisas di kalangan Bani Israel: 5:45
d) Memaafkan kisas: 2:178, 5:45
e) Pilihan dalam kisas: 2:178
f) Kisas antara laki-laki dan wanita: 2:178
g) Membunuh hamba dibalas dengan hamba: 2:178
h) Wali si mayit yang menentukan kisas: 5:45, 17:33
i) Menuntut kisas dengan cara yang tidak benar: 6:151, 17:33, 25:68
2) Diat (denda) pembunuhan
a) Diwajibakannya diat: 2:178, 4:92
b) Membunuh setelah menerima diat: 2:178
3) Kafarat membunuh: 4:92
4) Penyesalan si pembunuh dan taubatnya: 4:92
Ancaman pidana mati dalam hukum Islam, dikenal dengan istilah
Qishash. Pandangan Islam terhadap pidana mati tercantum dalam Al Qur’an sebagai
berikut :
a. Surat Al Baqarah ayat 178 yang artinya “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atasmu Qishash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba
96
sahaya, wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu
pemaafan dari saudara terbunuh, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyah
kepada pihak yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah satu keringanan hukuman yang telah disyaratkan
Tuhanmu, sementara untukmu adalah menjadi rahmat pula. Siapa yang
melanggar sesudah itu akan memperoleh siksa yang pedih. Namun jika
keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan
memaafkan), qishash tidak dilaksanakan.
Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat
(tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan, dengan ketentuan diyat untuk
pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam
keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki,
1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang
perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar
= 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1
dirham = 2,975 gram perak).
b. Surat Al Baqarah ayat 179 artinya: ” Dalam hukum Qishash itu ada
(jaminan) kelangsungan hidup, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertaqwa.
c. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-
An’aam : 151)
97
d. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (alasan) yang benar.” (QS Al-Israa:
33)
e. “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29)
f. “Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
g. “dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.. (QS
Yunus: 40).
Sesungguhnya pidana mati diundangkan Allah S.W.T. dalam hukumnya
yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan kelangsungan hidup manusia secara
umum. Dalam hukum qishash terdapat jaminan yang cukup besar bagi perlindungan
terhadap Hak Azasi Manusia. Adapun dalam keadaan di mana hukum syari’at tidak
dijalannkan, maka nyawa manusia lebih murah dari nyawa seekor ayam. Kemudian
hukum harus sesuai dengan rasa keadilan. Rasa keadilan di sini yang dijadikan
sebagai parameter adalah rasa keadilan Tuhan.
Dalam pandangan Islam, menghilangkan nyawa orang lain hanya boleh
karena dua faktor : 1) Kehendak Allah S.W.T., 2) Konsekuensi penegakan
hukumnya (eksekusi atas putusan hakim). Sedangkan ancaman pidana mati dalam
Hukum Pidana Islam mencakup empat kejahatan : 1) perbuatan zina, 2)
perampokan, 3) pembunuhan dan subversi, 4) pengkhianatan terhadap agama
(murtad). Dengan demikian sasaran yang ingin dicapai di balik penerapan hukum
Islam adalah terwujudnya keamanan, ketenteraman dan kebahagiaan dalam
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat67.
67 Syahruddin Husein, Ibid, hal, 5.
98
”Terorisme” merupakan masalah moral yang sangat sulit, sehingga
mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam mendefinisikannya. Definisi umum
”terorisme” yang populer adalah, ”Setiap tindakan kekerasan politik yang tidak
memliki justifikasi moral dan hukum, apakah tindakan kekerasan itu dilakukan
oleh suatu kelompok revolusioner atau pemerintah/negara (Richard Falk, 1998).
Tetapi terdapat perbedaan diantara berbagai kalangan ahli dan pemerintahan
tentang kekerasan politik (political violence) yang justifiable dan unjustifiable,
tergantung pada siapa yang menilainya. Kekerasan politik yang ”unjustifiable”
bagi sebagian orang atau kelompok sangat boleh jadi ”justifiable” bagi pihak
lainnya.
Terorisme sebagai kekerasan politik sepenuhnya bertentangan dengan
etos kemanusiaan Islam. Islam mengajarkan etos kemanusiaan yang sangat
menekankan kemanusiaan universal (ukhuwwah al-insaniyyah). Islam
menganjurkan umatnya untuk berjuang mewujudkan perdamaian, keadilan dan
kehormatan. Tetapi, perjuangan itu haruslah tidak dilakukan dengan cara-cara
kekerasan atau terorisme.
Hukum Pidana Islam berbeda dengan Hukum Pidana Indonesia. Jika
Hukum Pidana Indonesia bersumber dari aturan-aturan yang dibuat manusia yang
memungkinkan untuk dirubah.
Hukum Pidana Islam bersumber dari kitab suci yang tidak bisa dirubah.
Oleh karena itu agar Islam selalu baik kapanpun dan dimanapun (Sholihun fi Kulli
Zaman wa Makan) maka perlu kiranya untuk memahami kaidah La Yunkiru
Taghoyyurul Ahkam bi Taghoyyuril Azminah wal Amkinah, yang artinya tidak bisa
99
dipungkiri perubahan hukum sesuai dengan perubahan tempat dan zaman
(Sadhlan, 1417 H: 107).
Setiap perjuangan untuk keadilan harus dimulai dengan premis, bahwa
keadilan adalah konsep universal yang harus diperjuangkan dan dibela setiap
manusia.Islam menganjurkan dan memberikan justifikasi kepada muslim untuk
berjuang, berperang (harb) dan menggunakan kekerasan (qital) terhadap para
penindas, musuh-musuh Islam dan pihak luar yang menunjukan sikap bermusuhan
dan tidak mau hidup berdamai dengan Islam dan kaum Muslimin (lihat QS Al-
Hajj 22:39-40; Al-Baqarah 2:190-191; Al-Tawbah 9:36, 38; Al-Anfal 8:59-60; Al-
Hujurat 49;9-10; Al-Ahzab 33:60-62; Al-Baqarah 2:216-217). Ayat-ayat ini
mengacu pada kelompok, bukan individu. Kaum muslimin dipandang sebagai
suatu kesatuan kelompok (ummat), bukan perorangan muslim. Begitu juga musuh-
musuh Islam dan muslim disebut sebagai ”kelompok” bukan individu.
Dengan demikian, dalam pandangan Islam, tindakan kekerasan seperti
terorisme merupakan tindakan kekerasan yang tidak sah dan tidak bermoral.
Termasuk dalam pengertian ini adalah sweeping terhadap individu-individu yang
diasumsikan sebagai ”representasi” musuh-musuh kalangan muslim. Adalah
kewajiban muslimin untuk menegakkan kebajikan dan melawan kemungkaran
(amar ma’ruf nahy al-munkar). Banyak cara untuk melakukan kewajiban ini.
Tetapi jelas menurut ajaran Islam, bahwa penggunaan kekerasan apalagi teror
merupakan tindakan kriminal.
Bahkan tindakan-tindakan kekerasan dalam menegakkan kebajikan dan
menumpas kemungkaran merupakan suatu bentuk ketidakadilan dan kezaliman
(zhulm). Terdapat cukup banyak ayat Al-Qur’an yang menggambarkan tentang
100
individu-individu dan kelompok-kelompok yang ditindas masyarakat dan para
penguasa (QS Ibrahim 14:12; Yunus 10:108-109; Al-Ahqaf 46:35; Al-A’raf
7:123-126).
Menghadapi situasi seperti itu, orang-orang beriman dianjurkan untuk
tetap mempertahankan keimanan mereka agar selalu berada dalam jalan yang
benar, dan sekaligus sabar menghadapi penindasan, ketidakadilan dan kekerasan
yang mereka derita. Dalam kasus-kasus seperti ini, Al-Qur’an tidak menganjurkan
penggunaan kekerasan pembalasan dan peperangan. Sebaliknya, Al-Qur’an tetap
menganjurkan usaha-usaha pembelaan diri yang mungkin melibatkan penggunaan
kekerasan.Dalam konteks terakhir, Al-Qur’an memang akhirnya menganjurkan
kaum muslimin untuk berperang (jihad) melawan musuh-musuh Islam dan kaum
muslimin yang tidak mau berdamai (QS Al-Tawbah 9:41; Al-Mumtahinah 60:1-3;
Al-Haj 22:39-40: Al-Baqarah 2:190-193; 216-217).
Tetapi penting dikemukakan, dalam ayat-ayat ini Al-Qur’an berbicara
tentang orang-orang yang tertindas, yang terusir dari tanah air mereka, dan Al-
Qur-an menganjurkan mereka untuk mengorganisasikan diri mereka untuk
membela diri guna mencapai pembebasan diri dari penindasan dan untuk
mencapai kehormatan/harkat diri dan agama (izzul Islam wa al-Muslimin).
Terdapat dua aspek dalam ayat-ayat ini, internasl dan eksternal. Secara
internal Al-Qur’an meminta mereka yang tertindak untuk tetap sabar dalam
perjuangan mereka guna mempertahankan eksistensi dan keimanan mereka.
Secara eksternal adalah bahwa ketika sebuah masyarakat membela dan
mempertahankan diri atau kelompok masyarakat lain dari agresi luar, maka
sesungguhnya semua itu merupakan perjuangan bagi keadilan dan per-damaian.
101
”Jihad” dalam pengertian perang, dengan demikian, merupakan tindakan
pembelaan diri (defensif), bukan agresif. Jihad dalam konsep Islam merupakan
bellum justum (perang untuk keadilan) bukan bellum pium (perang untuk
kesalehan). Jihad dalam pengertian perang sering diasosiasikan atau bahkan
diidentikkan pihak Barat dengan ”teror” dan ”terorisme”.
Sejauh mana jihad dapat berubah menjadi ”teror” dan ”terorisme”,
sebenarnya dapat dilihat dari justifikasi moral tindakan jihad itu, serta kesesuaian
atau ketidaksesuaiannya dengan aspek-aspek lain ajaran Islam. Jihad juga
mengandung pengertian yang sangat luas. Secara sederhana, jihad terbagi dua:
jihad akbar, yakni jihad melawan hawa nafsu yang bisa tidak terkendali didalam
diri setiap muslim; dan jihad asghar yakni perang melawan musuh-musuh Islam
dan muslimin.
Jihad juga mengandung pengertian ”setiap usaha sungguh-sungguh yang
dilakukan dalam amal perbuatan baik apa saja (fi sabilillah), yang diniatkan
sebagai ibadah kepada Allah SWT”. Dan orang yang meniggal dalam setiap usaha
baik (ibadah) ini dapat disebut pula sebagai telah syahid (martyr), sebagaimana
mereka yang tewas dalam jihad membela diri dari musuh-musuh muslim dan
Islam.
Dalam semua perspektif itu, harus diakui, terdapat individu dan
kelompok-kelompok muslim yang melakukan kekerasan politik, yang
mengandung sejumlah elemen justifikasi moral Tindakan kekerasan politik
(terorisme) yang dilakukan para pejuang dan kelompok-kelompok Palestina
melawan terorisme (state terorism) yang dilakukan negara Zionis Israel, misalnya,
memiliki justifikasi moral dari ketertindasan yang mereka derita dalam waktu
102
yang panjang; bangsa Palestina telah dirampas hak-haknya oleh Israel yang
didukung hampir tanpa reserve oleh Amerika Serikat dan banyak negara Barat lain
untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.
Tetapi juga sulit ditolak, terdapat orang-orang dan kelompok pejuang
Palestina dan juga orang-orang memiliki nama muslim yang menyerang WTC
New York dan Pentagon yang tidak memiliki justifikasi moral sama sekali dengan
menyerang dan membunuh orang-orang sipil yang tidak memiliki kaitan apa-apa
dengan persoalan ketidakadilan dan penindasan.
Para pejuang Palestina, seperti PLO, seyogyanya tetap mengupayakan
pencarian dan pengembangan cara-cara lain (damai) untuk melawan penindasan
dan ketidakadilan. Hal ini penting, karena perjuangan melawan ketidakadilan dan
penindasan yang dilakukan kelompok-kelompok Muslim itu terlanjur
distigmatisasikan sebagai ”muslim terrorism” atau bahkan ”Islamic terrorism”,
yang pada gilirannya merusak dan menghancurkan citra Islam sebagai agama
damai dan perdamaian (Islam, salam).
Usaha-usaha memerangi terorisme dalam bentuk apa pun seharusnya
tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan pula, seperti yang terjadi dalam krisis
AS-Afghanistan. Cara-cara kekerasan itu bukan hanya merupakan suatu bentuk
teror pula khususnya terhadap warga sipil yang tidak tahu apa-apa bahkan hanya
akan menciptakan circle of terrorism dan dengan demikian, akan gagal
melenyapkan teror dan terorisme.
Usaha memerangi terorisme harus berangkat dari penyelesaian terhadap
akar atau sumber masalah (core of the problems). Salah satu akar terpenting
terorisme sekarang adalah ketidakadilan dan kepincangan dalam tata hubungan
103
internasional, yang pada gilirannya menumbuhkan sikap standar ganda (double
standard) pada pihak pemegang dominasi dan hegemoni internasional, yakni AS
dan sekutu-sekutu Baratnya. Hanya dengan terciptanya tata internasional baru
yang adil dan dengan demikian akan menciptakan perdamaian yang menghormati
hak-hak setiap masyarakat dan bangsa, yang menjunjung tinggi pluralitas dan
multikulturalisme, maka teror dan terorisme dapat dikurangi, jika tidak bisa
dihabisi sama sekali68.
Orang yang memang dikusai oleh nafsu angkara murka dan telah
ditetapkan di dalam Lauhul Mahfudz sebagai orang yang sesat. Sesungguhnya hal
ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-
orang yang mau menerima petunjuk” [Al-Qashash : 56]
Wahai orang-orang yang mencintai kebaikan untuk orang lain
bahwasanya solusi satu-satunya untuk penyakit terorisme di negeri-negeri Islam
berada di tangan orang-orang yang mempunyai aqidah shahihah yang bersih dan
murni di bawah naungan wahyu ilahi yang dibawa dan disampaikan oleh orang
yang mau memahami maknanya dan yang baik penyampaiannya, dan sungguh
para dokter mereka itu adalah waliyul amri dari kalangan ulama rabbani dan para
pemimpin yang shalih kemudian masyarakat dengan segala lapisannya, kecil atau
besar dalam dan luar yang tersifati dengan sifat yang disebutkan terdahulu. Firman
Allah Ta’ala. “Artinya : Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah
yang mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan maka kamu tak akan
68 Azyumardi Azra, Terorisme dalam Perspektif Islam, www.sinarharapan.co.id
104
mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya”
(Al-Kahfi : 17)
Solusi terorisme di negeri-negeri kafir, maka pijakannya kepada apa
yang mereka ridhai untuk diri mereka sendiri yaitu Undang-undang Dasar (negeri
tersebut) jika diwujudkan sesuatu untuk menolak kemudharatan maka haruslah ia
mempunyai kekurangan, terutama akan bertambah parahnya penyakit terorisme di
negeri mereka serta semakin meluas dan saling mewarisinya dengan terang-
terangan karena mereka tidak percaya akan kebesaran Allah dan Dia yang telah
menciptakan mereka dalam beberapa tingkatan kejadian.
Perkara yang amat sangat disayangkan bahwa mayoritas negeri Islam
telah mengikuti jejak negeri-negeri kafir dalam penegakkan hukum Undang-
undang Dasarnya yaitu dalam menyelesaikan berbagai macam problematikanya,
yang tidak diperkenankan untuk berhukum dengan Undang-undang Dasar (yang
dibuat oleh manusia), bahkan wajib menggunakan hukum syari’at Allah yang
sempurna lagi suci ini.
Dikarenakan negeri-negeri Islam itu berintimaa (menyandarkan dirinya)
kepada Islam dan berbangga diri dengannya hanya dalam syiar-syiarnya, akan
tetapi kenyataan dari pelaksanaan hukum-hukumnya dalam menyelesaikan
berbagai problem meniru dan mengadopsi dari orang-orang kafir69.
Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di tanah air selama ini, bukanlah
jihad, dan karenanya para pelakukanya bukanlah syahid (martir) yang
69 Disalin dari kitab Al-Irhab Wa Atsaruhu Alal Afrad Wal Umam, Edisi Indonesia Terorisme Dalam Tinjauan Islam, Penulis Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly, Penerjemah Hannan Hoesin Bahanan, Penerbit Maktabah Salafy Press
105
mendapatkan ganjaran surga. Sebaliknya, para pelaku bom bunuh diri itu adalah
penjahat yang harus dikecam.
Pelaku peledakan bom di Indonesia tak sesuai dengan hukum Islam,
sebab aksi-aksi itu hanya menyengsarakan rakyat sipil. Menurut dia, dalam Islam,
para pelaku teroris yang tertangkap harus dihukum potong tangan atau disalib
untuk mempermalukan para pelakunya. Pandangan semacam Ath Thayyibi itu
penting, karena selama ini para tokoh Islam cenderung ragu-ragu dalam
mengambil sikap terhadap terorisme dan bom bunuh diri. Bahkan sebagian di
antara mereka tampak mendukung, khususnya jika obyek pengeboman adalah
tempat-tempat yang dianggap musuh Islam, seperti pengeboman WTC di Amerika
atau pengeboman kafe dan diskotek di Bali.
Konsep kabur Jihad adalah sebuah konsep Islam yang sangat kabur
karena telah menjadi topik wacana berbagai kelompok Islam. Oleh kalangan
moderat, jihad diartikan bukan hanya perang, tapi juga berbagai aktivitas yang
mengarah kepada kebaikan. Pendidikan, pengobatan, serta kegiatan-kegiatan
sosial lainnya yang dapat memberikan maslahat bagi masyarakat juga bisa
dianggap sebagai jihad.
Sementara itu, oleh sebagian aktivis Islam, jihad diartikan sebagai
perjuangan fisik bersenjata melawan musuh-musuh Allah. Tidak jelas benar apa
yang mereka maksudkan dengan “musuh-musuh Allah.” Tapi, dalam prakteknya,
“musuh-musuh Allah” yang mereka maksudkan adalah tempat-tempat publik yang
secara langsung maupun tak langsung berkaitan dengan dunia Barat dan
kemaksiatan, seperti kedutaan besar asing (milik orang-orang Barat kafir), kafe-
kafe dan bar (berkaitan dengan maksiat).
106
Bagi kelompok yang terakhir ini, melakukan perusakan dengan
mengebom, termasuk dengan meledakkan diri, adalah bagian dari jihad.
Pengakuan para pelaku bom Bali I seperti Imam Samudra dan Amrozi, sangat
terang-benderang bahwa mereka melakukan hal itu karena panggilan jihad.
Dualisme makna jihad memang bukan persoalan baru. Dalam wacana pemikiran
Islam, ada dua makna jihad yang selalu dipertentangkan, yakni antara jihad
dengan cara-cara damai (silmi) dan jihad lewat peperangan (harbi). Sepanjang
sejarah Islam, kaum Muslim bersaing dalam memperebutkan kedua makna ini.
Sementara kaum “Muslim moderat” berusaha memberikan citra positif terhadap
istilah jihad, kaum “Muslim radikal” memberikan citra keras dan cenderung
negatif terhadap konsep ini.
Jihad Negatif. Menarik untuk dicatat bahwa sejak 50 tahun terakhir, jihad
dalam maknanya yang negatif, yakni peperangan, kekerasan, dan terorisme,
mendominasi wacana dan pentas politik kehidupan kaum Muslim di seluruh
dunia. Dari Mesir hingga Indonesia, kata “jihad” selalu digunakan dan
diasosiasikan dengan kelompok atau organisasi radikal.
Di Mesir ada kelompok “al-Jihad al-Islami” yang dikenal, salah satunya,
karena berhasil membunuh presiden Anwar Sadat; di Pakistan ada “Harakat ul-
Jihad-i-Islami” yang populer karena aksi-aksi kekerasannya; di Indonesia ada
“Laskar Jihad” yang dikenal karena keterlibatannya dalam konflik agama di
Ambon.Di dunia Barat dan di dunia luar Islam secara umum, jihad dalam
pengertian negatif lebih sering ditemukan ketimbang yang positif. Bagi sebagian
orang-orang non-Muslim, jihad bahkan identik dengan perang dan kekerasan.
107
Kelompok-kelompok Islam keras yang menggunakan nama “jihad” pada
organisasi mereka tentu saja sangat berperan penting dalam mendistorsi makna
jihad. Tapi, pada hemat saya, mereka bukan satu-satunya elemen dalam
menyumbangkan makna pejoratif terhadap jihad. Para tokoh Islam garis keras
secara umum juga turut menyumbangkan citra negatif terhadap konsep ini.
Sebelum polisi menggrebek dan menembak mati gembong teroris
Azahari, misalnya, kita hampir tak pernah mendengar ada tokoh Islam garis keras
yang secara terbuka mengecam terorisme. Mereka bahkan cenderung mendukung
atau paling tidak menyetujui tindakan-tindakan pengeboman yang terjadi.
Sebagian dari mereka bahkan menyatakan bahwa itu adalah salah satu bentuk
jihad dalam melawan Amerika dan Barat.
Pertemuan kelompok-kelompok radikal dengan keputusan mereka
menyatakan bahwa terorisme dan bom bunuh diri bukan bagian dari jihad
merupakan sebuah langkah maju, meski sangat terlambat. Saya katakan terlambat
karena pernyataan ini dikeluarkan setelah begitu banyak peristiwa kekerasan dan
terorisme yang mengatasnamakan jihad70.
Meski bukan kosakata baru dalam ilmu politik dan kriminologi,
"terorisme" menjadi kosakata paling populer di media massa menyusul Tragedi 11
September 2001. Dan meski populer, kata ini jarang ditelusuri makna dan
pengertiannya, bahkan oleh banyak wartawan yang memproduksi ribuan berita
terorisme dalam beberapa tahun terakhir.Apa sih terorisme itu? Sejauh ini, tidak
ada satu definisi yang disepakati, bahkan di lingkungan badan dunia seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena ada unsur subyektifitas di dalamnya.
70 Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly, 2007, Solusi Terorisme Menurut Pandangan Islam. www.Geogle.co.id
108
Tergantung siapa yang memakai. Oxford Concise Dictionary of Politics menulis:
"In short, one person's terrorist is another person's freedom fighter."
Contoh: Collins adalah panglima gerilyawan Irlandia melawan
penjajahan Inggris. Kita bisa melihat aksinya dalam film "Michael Collins" yang
dibintangi Liam Neeson dan Julia Robert. Oleh Pemerintah Inggris,Collins disebut
teroris pada 1920. Namun, oleh kaum Katolik Irlandia Utara, dia dipuja sebagai
pahlawan.Sama halnya, Che Guevara adalah teroris bagi Rezim Kolombia dan
Pemerintah AS yang mendukung rezim itu. Tapi, dia dipuja sebagai pahlawan oleh
jutaan orang hingga kini71.
Hal yang sama berlaku pula pada kekerasan di Srilanka, Palestina,
Mindanau, Afghanistan dan Irak sekarang. Bahkan pada masa kemerdekaan dulu,
para pendiri bangsa Indonesia, yang kita kenal sebagai pahlawan, disebut oleh
Pemerintah Hindia Belanda sebagai teroris.
Karena mengandung unsur subyektifitas, beberapa media internasional,
seperti Reuters misalnya, cenderung menghindarinya dan menggantinya dengan
istilah yang lebih netral: "kaum militan" atau "kelompok bersenjata". Meski kita
tahu, dalam beberapa tahun terakhir, Reuters banyak memakai kata "teroris" pula.
Meski mengandung subyektifitas, para akademisi umumnya sepakat ada
dua elemen utama dalam kata "terorisme": kekerasan dan motif politik/ideologis.
Motif inilah yang membedakan "terorisme" dari kekerasan biasa--kejahatan
sehari-hari seperti membunuh dan merampok. The American Heritage, misalnya,
mendefinisikan terorisme sebagai: "The unlawful use or threatened use of force or
violence by a person or an organized group against people or property with the
71 http://fgaban.wordpress.com/.
109
intention of intimidating or coercing societies or governments, often for
ideological or political reasons."
Dalam pengertian ini, setiap kekerasan yang bermotif politik/ideologis
bisa disebut terorisme. Kekerasan itu bisa dilakukan individu atau kelompok, dan
bisa dilakukan pula oleh negara serta dikenal dengan "state terrorism". Diwilayah
pendudukan Palestina, kekerasan dipakai oleh Hamas maupun Pemerintah Israel,
dan keduanya bisa disebut terorisme. Di Amerika Latin masa lalu, taktik terorisme
dpakai baik gerilyawan maupun pasukan pemerintah Nicaragua, Kolombia, dan
Chile yang didukungAmerika Serikat.
Berkat dominasi dan hegemoni media, terorisme cenderung hanya
dipakai menyudutkan kelompok yang lebih lemah, seperti Hamas di Palestina,
Tamil di Srilanka, Moro di Mindanau, GAM di Aceh masa lalu, Sandinista di
Nicaragua, atau Tentara Pembebasan Irlandia (IRA) diIrlandia.Terorisme adalah
kekerasan dan ada motif politik/ideologis. Terorisme yang dilakukan aktor bukan-
negara (non-state terrorism) muncul umumnya di kawasan yang kental konflik
politik; ketika sebagian masyarakat merasa ditindas aspirasi politiknya. Mereka
juga sering merupakan reaksi dari state-terrorism, penindasan dan kekerasan yang
dilakukan oleh negera resmi.
Dalam situasi ini, kekerasan merupakan bagian tak terpisahkan dari
gerakan politik/ideologis. Kekerasan umumnya dipakai sebagai bentuk unjuk
kekuatan yang diperlukan dalam negosiasi politik. Tak mengherankan jika pelaku
terorisme umumnya merupakan sayap militer bawah tanah yang sebenarnya
bekerja sama dengan gerakan politik terbuka, yang akan memakai unjuk kekuatan
itu sebagai modal untuk negosiasi politik.
110
Di Irlandia misalnya, IRA berhubungan dengan Sinn Fein, gerakan
politik terbuka. Di Aceh masa lalu, GAM berhubungan dengan para aktivis politik
Aceh di Swedia. Dalam terorisme jenis ini, kekerasan dipakai sebagai alat tawar-
menawar politik. Kekerasan itu sendiri kadang tidak benar-benar dilakukan,
melainkan sebagai ancaman untuk mencapai tuntutan tertentu. Kita sering
mendengar, misalnya, sebuah kelompok mengancam akan meledakkan sebuah
gedung atau sasaran sipil lain dengan tuntutan politik tertentu.
Kekerasan sering benar-benar diwujudkan untuk menunjukkan kekuatan.
Dan karena tujuannya memang "show of force", beberapa kelompok teroris
dengan segera mengklaim sebagai pelakunya untuk mendapatkan publikasi di
media, untuk menunjukkan pada publik luas bahwa mereka memang benar-benar
layak diperhitungkan. Kekerasan yang tidak jelas siapa pelakunya, atau tidak ada
yang mengklaim melakukannya dengan motif tuntutan politik, tertentu sulit
dipahami sebagai terorisme.
Dan dari segi inilah, ada satu misteri besar menyangkut Jemaah
Islamiyah, kelompok yang dituding sebagai biang teror, dengan "hasil karya" yang
demikian fantastis kebrutalannya dan dengan korban kematian yang demikian
jahat: Bom Bali, Bom Mariott, Bom Kedubes Australia, dan Bom Natal tahun
2000.
Hal lain yang absen dalam kasus Jemaah Islamiyah adalah tiadanya
gerakan politik terbuka yang bisa menangguk kekuatan politik dari aksi teror itu.
Motif politik, jika ada, bukan diberikan oleh para pelaku atau mereka yang
dituding melakukannya (seperti Abu Bakar Baasyir yang bahkan menolak disebut
pemimpin gerakan), melainkan oleh Pemerintah Amerika dan kalangan intelijen
111
serta polisi Indonesia yang menyebut Jemaah slamiyah bertujuan "mendirikan
kekhalifahan Islam di Asia Tenggara." Tanpa ada motif politik, kekerasan sebesar
apapun tidak ada artinya, kecuali sebuah keisengan yang benar-benar laknat,
bahkan jika gerakan Jemaah Islamiyah ini benar-benar ada.
Ini berbeda dengan kekerasan yang dilakukan Front Pembela Islam
(FPI). Kita tahu organisasi ini memiliki "sayap militer" Lasykar Pembela Islam
yang sering berbuat kekerasan di ruang publik. Kekerasan mereka memang tidak
bersifat letal (mematikan), melainkan hanya terbatas pada perusakan, razia dan
pemukulan, seperti yang terjadi di Monas beberapa waktu lalu. Tapi, itu tetap
kekerasan. Kita bisa melihat bagaimana mereka melakukan unjuk kekuatan lewat
kekerasan; mereka sadar tentang kekuatan media yang bisa menggaungkan kesan
betapa digdayanya mereka.
Dan mereka punya motif politik/ideologis, yang dikemukakan secara
terbuka dan diulang-ulang oleh pemimpin FPI Rizieq Shihab. Dalam kasus
Monas, kita bisa melihat bagaimana Munarman, pemimpin lasykar, juga sesumbar
"hanya akan menyerahkan diri jika Ahmadiyah dibubarkan."
"Pembubaran Ahmadiyah" adalah motif politik. Kekerasan di Monas
adalah alat penekan politik baik kepada pemerintah maupun kepada publik yang
menentang keinginannya. Jadi, meski tidak mematikan, kekerasan FPI di Monas
per definisi lebih tepat disebut terorisme. Kekerasan dengan motif politik.
Hal semacam itu tidak nampak dalam kasus Jemaah Islamiyah. Bahkan
tidak juga dalam kasus Al Qaedah yang dituding melakukan Teror 11 September.
Tidak ada klaim baik sebelum maupun setelah kejadian dari Al Qaedah. Dalam
wawancara televisi setelah 11 September, bahkan Usamah bin Ladin menolak
112
tudingan keterlibatan dalam aksi itu. Padahal, inilah orang yang, jika benar-benar
teroris, akan menangguk kekuatan besar dari "hasil karya" yang demikian
fantastis: teror yang menewaskan ribuan orang di jantung Amerika sendiri.
Di Indonesia setelah Reformasi, semua kelompok masyarakat, termasuk
kelompok Islam, menemukan kebebasan dalam mengartikulasikan tujuan politik
mereka. Berbeda dengan masa lalu, beberapa kelompok Islam kini bisa sangat
terbuka mengungkapkan keinginan mendirikan negara Islam dan sistem khilafah,
yang mustahil dilakukan di masa Orde Baru.
Keinginan politik seperti itu sah adanya. Tapi, kebebasan dan
keterbukaan politik dengan sendirinya telah menghilangkan dasar moral untuk
melakukan teror, kekerasan politik dengan dalih penindasan. Siapa yang menindas
FPI secara politik? Sebaliknya dari itu, FPI justru meminta pemerintah untuk
menindas secara politik kelompok lain: Ahmadiyah. Dan jika logika ini bisa
diterima, kita harus membenarkan secara moral teror yang mungkin dilakukan
Ahmadiyah di masa mendatang (meski kita tahu gerakan ini tidak memiliki
sejarah kekerasan).
Bahkan kita bisa juga bertanya: siapa menindas Jemaah Islamiyah?
Bukankah jika kelompok ini benar ada dan ingin mendirikan kekhalifahan Islam di
Asia Tenggara, penghinaan dan pelecehan Islam yang terjadi berulang-ulang
hanyalah menunjukkan kebencian mereka kepada Islam. Itu lahiriahnya. Apa yang
ada di dalam hatinya sungguh lebih besar daripada itu. Allah SWT berfirman:
أكبر صدورهم تخفي وما أفواههم من البغضاء بدت قد
Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati
mereka lebih besar lagi. (QS Ali ‘Imran :118).
113
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat tersebut, menyatakan
bahwakebencian telah tampak dari wajah, sikap mereka serta ucapan mereka;
namun apa yang mereka tunjukkan tidak mencakup semua kebencian yang adadi
dalam dada mereka. Karenanya, jangan heran bila kebencian mereka berulang-
ulang dan tidak akan berhenti hingga ada yang menghenti- kannya. Realitas
menunjukkan negara-negara yang ada tidak dapat menghentikan. Aksi, protes dan
kutukan pada pelakunya berlalu begitu saja. Hanya khilafah yang dapat
menghentikan para penghina Nabi SAW., Al-Quran dan Islam secara keseluruhan.
Banyak yang sepakat bahwa tidak ada agama yang mengajarkan
kekerasan apalagi teror. Namun fakta berbicara betapa banyak aksi teror terjadi
karena pemahaman keagamaan atau mengatasnamakan agama. Melacak latar
belakang terorisme sangatlah rumit karena melibatkan banyak faktor. Ada
sejumlah prediksi mengapa aksi terorisme itu terjadi:
1. Wujud perlawanan terhadap kezaliman
Manusia mempunyai harga diri yang ingin dipertahankan atau
dimunculkan dalam kehidupan. Namun, harga diri tersebut kadang diinjak-
injak oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sementara orang terzalimi
tidak punya kuasa untuk melawan secara terang-terangan atau secara langsung,
maka ditempuhlah jalan teror. Teror diyakini bisa menjadi pembalasan atau
pemberontakan atas perilaku zalim, bahkan menjadi bagian dari patriotisme.
2. Ekspresi Keputusasaan
Aksi teror dilakukan bisa jadi merupakan wujud keputusasaan karena
lawan dinilai terlalu tangguh untuk dikalahkan. Pendekatan yang elegan dinilai
114
tidak akan bisa mengalahkan lawan, akhirnya tindakan teror dinilai paling
efektif untuk melumpuhkan lawan.
3. Pemahaman keagamaan yang parsial
Aksi teror boleh jadi merupakan pengejewantahan dari pemahaman
keagamaan yang parsial. Agama selalu memiliki dua sisi, sisi lembut dan sisi
kasar. Agama bisa menciptakan kedamaian, namun tidak jarang peperangan
juga karena agama. Ada orang yang melakukan aksi teror dengan merujuk
pada ayat berikut, ”Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menjumpai
mereka... ” (Q.S. Al Baqarah 2:191). Padahal kalau dibaca ayat sebelumnya
akan terlihat kalau hal ini dilakukan pada saat sedang terjadi peperangan (lihat
Q.S. Al Baqarah 2: 190), bukan untuk melakukan teror. Setiap Rasulullah
SAW. memberangkatkan tentara, beliau selalu berpesan, ”Janganlah kalian
membunuh anak-anak, wanita, orang jompo, dan siapa saja yang tidak
terlibat peperangan. Janganlah kalian merusak pasar, pertanian, dan
peternakan”72.
Jadi, secara prinsip Islam mengharamkan segala bentuk aksi terorisme
walaupun sedang dalam peperangan, apalagi kalau dilakukan tidak sedang dalam
peperangan. Namun kenyataannya tidak sedikit orang yang melakukan aksi
terorisme dengan berkedok agama, hal ini bisa jadi karena pemahaman yang salah
terhadap ajaran-ajaran agama. Di sinilah pentingnya setiap muslim menghiasi diri
dengan nilai-nilai agama yang benar dan komprehensif supaya tidak terjerumus
pada pemahaman yang salah
Pokok-pokok syaria't, dan itu semua dilihat dari beberapa segi yaitu :
72 Rahmah @ e-mail
115
1. Bahwasanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan berbuat adil dan
dengan keadilan inilah Dia menegakkan langit dan bumi, mengutus para
Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman. "Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran" (An-Nahl : 90) Dan juga firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala .
"Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya menusia dapat melaksanakan keadilan"
(Al-Hadiid : 25) Dan Allah menetapkan bahwa setiap jiwa yang berdosa tidak
dibebani menanggung dosa yang lain karena keadilan-Nya Subhanahu Wa
Ta'ala yang semmpurna. Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala "Artinya : Dan
orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain" (Faathir : 18)
2. Sesungguhnya Allah mengharamkan kezhaliman bagi diri-Nya dan juga
menjadikannya keharaman bagi hamba-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam
hadit qudsi. "Artinya : Wahai hamba-Ku sungguh Aku telah mengharamkan
kedhaliman terhadap diri-Ku dan menjadikannya keharaman di antara kalian,
maka janganlah kalian saling berbuat dhalim" [HR Muslim] Perintah ini
bersifat umum bagi seluruh hamba Allah baik yang muslim mupun non
muslim.
Maka tidak diperbolehkan bagi salah satu di antara mereka untuk
melakukan tindak kedhaliman atau penganiayaan terhadap sebagian yang lain
116
walaupun hanya permusuhan dan kebencian. Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman. "Artinya : Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil lebih
dekat kepada takwa" (Al-Maidah : 8).
Berdasarkan penjelasan di atas diwajibkan untuk seluruh bangsa dan
negeri muslim atau non muslim untuk mengetahui beberapa hal yaitu :
(1). Bahwasannya peristiwa yang telah terjadi di wilayah Amerika Serikat
seperti pembajakan pesawat terbang, mengancam keamanan penduduk
(teror) dan membunuh jiwa tanpa ada alasan yang benar tidak lain
hanyalah tindak kedhaliman, penindasan dan penganiayaan yang sama
sekali tidak pernah dibenarkan dalam syariat Islam, bahkan tindakan
tersebut adalah haram serta termasuk dosa besar.
(2) Hendaklah seorang muslim yang paham akan ajaran agamanya serta
berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu
'alaihi wasallam hendaknya menjauhkan dirinya dari keterjerumusan
kepada perbuatan tersebut (peledakan dan lainnya), karena perbuatan
tersebut dapat menyebabkan kemurkaan Allah dan mengakibatkan
tersebarnya malapetaka dan kerusakan.
(3) Wajib bagi ulama kaum muslimin untuk menjelaskan kebenaran tentang
kejadian seperti ini (tragedi WTC) dan menjelaskan kepada orang yang
berilmu yang mengamalkan syari'at Allah bahwa agama Islam sama
sekali tidak membenarkan perbuatan tersebut.
117
(4) Kepada seluruh media (baik cetak maupun elektronik) dan kepada siapa
saja yang berperan dibelakangnya dalam melemparkan tudingan miring
terhadap umat Islam dan berupaya menikam agama yang lurus ini
dengan tufuhan keji yang bertujuan menyebarkan fitnah dan merobek-
robek kehormatan Islam dan muslimin yang menyakitkan hati dan
menyesakkan dada, untuk segera menghentikan kekeliruannya dan
menyadari bahwa setiap orang adil dan berakal yang paham ajaran
agama Islam tidak mungkin mensifati agamanya dengan sifat yang
tercela.
Demikianlah peristiwa (tragedi WTC) dalam upaya untuk menegakkan
kebenaran dan menghilangkan segala bentuk keraguan. Akhirnya saya memohon
kepada Allah supaya membimbing kita kejalan yang benar dan menunjukkan kita
menuju jalan keselamatan, memuliakan agamaNya seta meninggikan kalimat-
kalimatnya karena sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pemberi lagi Maha Pemurah,
shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad beserta seluruh
kerabat dan sahabatnya73.
Maka apa makna teror (al-irhab) itu sesungguhnya, apa yang mendorong
dilaksanakan hal itu, dan apa kemudharatan yang besar yang dihasilkan dari
praktek gerakan teror yang dzalim pelaku-pelakunya itu. Al-Irhab (teror) adalah
sebuah kalimat yang terbangun di atasnya makna yang mempunyai bentuk
(modus) beraneka ragam, yang intinya adalah gerakan intimidasi atau teror atau
gerakan yang menebarkan rasa takut kepada individu ataupun masyarakat yang
sudah dalam keadaan aman dan tentram.
73 Majalah Ad-Dakwah edisi 1810, Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 1/No. 61424H/2003M, Penerbit Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya, Alamat Perpustakaan Bahasa Arab Ma'had Ali-Al-Irsyad, Jl Sultan Iskandar Muda Surabaya
118
Dan gerakan intimidasi/teror ini telah mencapai pada tingkat pelenyapan
jiwa seseorang yang tidak bersalah, merampas harta orang lain, bahkan
menggagahi kerhormatan yang dilindungi, serta memecah persatuan, terutama
merubah kenikamatan menjadi kesengsaraan serta berbagai macam fitnah. Dan
juga membuat kerusakan dimuka bumi dan mewariskan kepada penduduk bumi
bau busuk serta memperluas rasa takut yang mencekam. Maka jika demikian
keadannya.:
1). Apa yang dapat dipetik hasilnya bagi manusia di dalam pesawat udara
atau mobil, atau para pengguna jalan di jalan-jalan raya, atau penculikan
dan pembunuhan para pemimpin, peledakan (teror bom) di berbagai fasilitas
pemerintahan dan umum untuk menghancurkan kemaslahatan mereka, tiada
lain hal ini merupakan salah satu modus teror yang penuh dengan kebusukan.
2). Apa program (master plan) untuk menggulingkan kekuasaan negeri-negeri
dan kerajaan, membunuh pengawal serta pengamanan negara mereka (polisi
dan tentara) dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syari'at bahkan dengan
cara yang ngawur (asal-asalan/anarkis) bid'ah, tiada lain suatu bentuk
kemungkaran teror yang didatangkan oleh para setan dari golongan jin dan
manusia kepada para teroris tersebut dan dikemas dengan kemasan yang indah
oleh mereka (para setan) di dalam hati-hati mereka, sehingga mereka
terjerembab dalam perbuatan dosa yang mengerikan (perbuatan dosa teror)
tanpa aturan dasar agama, atau perasaan takut kepada penguasa atau malu
kepada Allah atau sikap rahmah (kasih sayang) kepada sesamanya, hal ini
semua dilakukan oleh mereka dikarenakan mereka telah menjual diri dan jiwa
mereka kepada setan padahal setan dan iblis itu musuh bagi manusia dan jin,
119
sangat jelek jual beli mereka dan sungguh menjijikan perbuatan mereka yakni
mereka telah benar-benar membeli kesesatan dengan petunjuk, adzab dengan
ampunan (maghfirah).
Dan setiap perbuatan keji dan dosa itu pasti ada balasannya di sisi Allah
sebagaimana firman Allah. "Artinya : Balasan yang sesuai"(An-Naba : 26), dan
firman-Nya yang lain. "Artinya : Dan Tuhan mu tidak mendzalimi siapa pun juga"
[Al-Kahfi : 49]
Seperti seorang faqih dari seorang yang bodoh dan seorang yang zuhud
dalam haknya ini dan ini lebih zuhud darinya dalam haknya. Sesungguhnya aku
berkata dan aku berlindung kepada Allah dari ucapan yang jelek. Andai semua
orang yang menyeru kepada Allah meniti jalannya para ulama Salaf yang mana
mereka telah menapak tilasi jejak para nabi dan rasul di dalam dakwah mereka
pastilah Allah akan membukakan bagi dakwahnya hati kebanyakan orang di alam
semesta ini dan pastilah mereka (umat) akan mendengarkan dengan penuh
kerelaan, firman Allah Ta'ala. "Artinya : Fitrah Allah yang telah fitrahkan manusia
atasnya" (Ar-Ruum : 30)
Dan Allah maha tahu tentang rahasia tujuan-tujuan yang mana Allah
merupakan Dzat yang mengetahui semua maksud dan tujuan dari para hambanya.
Di sana terdapat ucapan seseorang yang maknanya tidak jauh dari apa yang telah
terjadi pada mereka74. Demikianlah pandangan Hukum Islam tentang terorisme.
Berdasar pada Alqur’an mengenai hukum membunuh dan berbagai pemahaman
mengenai pidana mati pelaku Terorisme, maka pidana mati bagi pelaku terorisme
di Indonesia sesuai dengan kandungan ayat-ayat Alqur’an, selama pengadilan
74 Disalin dari kitab Al-Irhab Wa Atsaruhu Alal Afrad Wal Umam, Edisi Terorisme Dampaknya Terhadap Individu Dan Umat Penulis Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly, Penerjemah Hannan Hoesin Bahanan, Penerbit Maktabah Salafy Press
120
benar-benar telah menyatakan memiliki kekuatan hukum yang tetap dan telah
divonis dieksekusi mati.
121