jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/.../2017/02/SKRIPSI-JURNAL.docx · Web view8.Bapak Imam Yudhi...
Transcript of jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/.../2017/02/SKRIPSI-JURNAL.docx · Web view8.Bapak Imam Yudhi...
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DANA PENGEMBANGAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (DPPM) OLEH PEMERINTAH
KABUPATEN BINTAN DI KELURAHAN GUNUNG LENGKUAS
KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN BINTAN TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh :
RENOLD SAGITA DARISMAN080565201073
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DANA PENGEMBANGAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (DPPM) OLEH PEMERINTAH
KABUPATEN BINTAN DI KELURAHAN GUNUNG LENGKUAS
KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN BINTAN TAHUN 2014
Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana dalam Bidang Ilmu Pemerintahan
SKRIPSI
Oleh :
RENOLD SAGITA DARISMAN080565201073
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
MOTTO
SELALU ADA HARAPAN BAGI MEREKA YANG SERING BERDOA
SELALU ADA JALAN BAGI MEREKA YANG SERING BERUSAHA
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:Kedua Orangtua, Istri dan Anakku, Para Dosen serta Teman-teman Sekalian
KATA PENGANTAR
i
Assalammualaikum WR. WB,
Puji dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tak lupa pula, penulis kirimkan salam dan salawat kepada junjungan kita semua,
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Penulisan skripsi yang berjudul: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN
DANA PENGEMBANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (DPPM)
OLEH PEMERINTAH KABUPATEN BINTAN DI KELURAHAN GUNUNG
LENGKUAS KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN BINTAN
TAHUN 2014, ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
kesarjanaan di bidang ilmu Sosial pada Universitas Maritim Raja Ali Haji, jurusan
Ilmu Pemerintahan.
Penulis mengucapkan rasa terimasih yang sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama
penyusunan skripsi ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut saya
sampaikan kepada:
1. Kedua orang tuaku , anak dan istriku serta seluruh keluargaku yang selalu
memberikan doa dan yang tak pernah lelah memberi dukungan moril dan
materil dalam segala aktifitas penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Syafsir Akhlus, M.Sc selaku Rektor Universitas Maritim Raja
Ali Haji.
ii
3. Bapak Drs. Sonhaji, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
4. Bapak Bismar Arianto, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
5. Bapak Afrizal, S.IP, M.Si selaku Ka. Prodi Ilmu pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
6. Bapak Kustiawan, M.Pol.Sc selaku Sekjur Ilmu pemerintahan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
7. Bapak Yudhanto S.A, S.Ip.,MA selaku Kepala Labor Ilmu pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
8. Bapak Imam Yudhi Prastya, S.Ip., MPA selaku Pembimbing Utama yang telah
bersedia meluangkan waktunya dalam membantu penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
9. Bapak Nazaki, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia
meluangkan waktunya dalam membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
10. Bapak dan Ibu Dosen serta staf bidang Prodi Ilmu Pemerintahan fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
11. Rekan-rekan mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji yang selalu
memberikan motivasi kepada penulis.
iii
12. Kepada Lurah, staf dan warga kelurahan Gunung Lengkuas yang telah
memberikan waktu dan kerjasama sehingga penelitian ini selesai seperti yang
diharapkan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna, baik dari segi materi
meupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.
Terakhir penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.
Tanjungpinang, 9 Agustus 2016
RENOLD SAGITA DARISMAN
iv
ABSTRAK
Program DPPM merupakan wujud perhatian dan tanggungjawab pihak perusahaan kepada masyarakat disekitar wilayah tambang berupa pemberian bantuan pembangunan infrastruktur dan beasiswa pendidikan untuk masyarakat yang ada di kelurahan Gunung Lengkuas. Namun pada kenyataannya, keinginan perusahaan tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat desa tersebut. Mereka lebih memilih mendapatkan bantuan dalam bentuk materi (uang). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Implementasi Pengelolaan Dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (Dppm) Oleh Pemerintah Kabupaten Bintan Di Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan Tahun 2014”.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memantau apakah implementasi dari pengelolaan program kegiatan DPPM perusahaan sudah berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan format penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penulis berusaha untuk menyelidiki, mempelajari dan selanjutnya menggambarkan atau melukiskan objek penelitian. Data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara penulis kepada informan sebanyak 14 orang informan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, 1)Pelaksanaan DPPM oleh perusahaan bukan hanya menguntungkan masyarakat disekitar perusahaan, akan tetapi juga menguntungkan perusahaan itu sendiri baik jangka pendek maupun jangka panjang, 2)Membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan, 3)Pelaku usaha sadar bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat dimana mereka beroperasi dan mereka harus turut serta dalam gerak pertumbuhan bersama masyarakat, 4)Kegiatan DPPM oleh perusahaan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang lebih baik, 5) Pengembangan masyarakat dalam berbagai bentuk seharusnya merupakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Kata Kunci : Pemberdayaan, Partisipasi Masyarakat, Kebijakan Publik
v
ABSTRACT
DPPM program represented concern and responsibility of the company to the community around the mine area in the form of provision of infrastructure and educational scholarships for the people in the village of Mount galangal. But in fact, the company's desire is not in line with what is desired by the people of the village. They prefer to get help in the form of material (money). Based on these descriptions, researchers interested in conducting research with the title "Implementation Of Community Development Funds Management (Dppm) Bintan By Local Governments In Gunung Lengkuas Village East Bintan Sub District Bintan 2014".
The purpose of this research is to monitor whether the implementation of the program management activities DPPM company has been running according to predefined rules.
This study is a qualitative descriptive study format with a qualitative approach. The author sought to investigate, learn and further illustrate or describe the object of research. Data obtained from the proceeds of an author interview to the informant as much as 14 informants.
From the results of this study concluded that, 1) The DPPM by companies not only benefit people around the company, but also benefits the company itself both short term and long term, 2) Assist the government in improving the welfare of the community on an ongoing basis, 3) Actors conscious effort that they are part of the communities in which they operate and they have to participate in the movement of growth with the community, 4) Activity DPPM by the company intended to expand community access to achieve social, economic and culture better, 5) development of society in various forms should be a corporate social responsibility.
Keywords: Empowerment, Community Participation, Public Policy
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL LUAR........................................................................
HALAMAN JUDUL DALAM....................................................................
HALAMAN PERNYATAAN.....................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................i
HALAMAN TANDA TANGAN PENGUJI............................................ii
HALAMAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI..................................iii
HALAMAN MOTTO...............................................................................iv
KATA PENGANTAR................................................................................v
ABSTRAK BAHASA INDONESIA.......................................................vi
ABSTRAK BAHASA INGGRIS............................................................vii
DAFTAR ISI...........................................................................................viii
DAFTAR TABEL.....................................................................................ix
DAFTAR BAGAN.....................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................................10
D. KERANGKA TEORITIS..............................................................11
1. Kebijkan Publik.........................................................................11
2. DPPM.........................................................................................13
3. Implementasi Kebijakan............................................................16
E. KERANGKA PEMIKIRAN..........................................................19
vii
F. METODE PENELITIAN...............................................................22
1. Jenis Penelitian..........................................................................22
2. Lokasi Penelitian.......................................................................23
3. Informan....................................................................................23
4. Sumber dan Jenis Data..............................................................24
5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data.........................................25
6. Teknik Analisis Data.................................................................26
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................28
A. Pemberdayaan.................................................................................28
B. Partisipasi Masyarakat.....................................................................31
C. Kebijakan Publik.............................................................................33
1. Implementasi Kebijakan............................................................35
2. Tugas Dan Pelaksanaan DPPM.................................................42
3. Dasar Hukum.............................................................................45
4. Pedoman Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batuan Di Kabupaten Bintan................................46
a. Pengelolaan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM)..............................46
b. Realisasi Pelaksanaan DPPM di Kabupaten Bintan..............48c. Mekanisme Pencairan Dana
Pengembangan dan PemberdayaanMasyarakat (DPPM)..............................................................49
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN....................56
A. Keadaan Geografis.....................................................................56
B. Struktur Organisasi............................................................................57
C. Visi dan Misi.....................................................................................60
D. Jenis-jenis Pelayanan di Gunung Lengkuas......................................60
viii
BAB IV ANALISA DATA......................................................................65
A. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.........................................................67
B. Sumber daya.....................................................................................70
C. Karakteristik Organisasi Pelaksana..................................................79
D. Komunikasi Antar Organisasi Terkait Dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan...............................................82
E. Disposisi Atau Sikap Para Pelaksana...............................................86
F. Lingkungan Sosial, Ekonomi Dan Politik........................................89
BAB V PENUTUP..................................................................................92
A. Kesimpulan.......................................................................................92
B. Saran.................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.1 Perusahaan Bauksit di Kabupaten Bintan.................................8
Tabel I.2 Teori Implementasi Kebijakan................................................17
Tabel I.3 Informan..................................................................................24
Tabel II.1 Perusahaan Bauksit di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.............................................47
Tabel II.2 Realisasi Program DPPM Perusahaan Bauksit di Kurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan Tahun 2014..............................................................................54
Tabel III.1 Pembagian Wilayah Rukun Tetangga.....................................63
Tabel III.2 Pemeluk Agama Masyarakat Kelurahan Gunung Lengkuas..................................................64
Tabel III.3 Pekerjaan Masyarakat Kelurahan Gunung Lengkuas..............64
x
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan I.1 Kerangka Pemikiran..............................................................20
Bagan II.1 Mekanisme Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat.............................................51
Bagan III.1 Struktur Organisasi................................................................62
Bagan IV.1 Mekanisme Penyaluran Dana Pengembangan Dan Pemberdayaan Masyarakat..................77
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Lembar Revisi Ujian Skripsi
Lampiran II Lembar Pedoman Wawancara
Lampiran III Surat Keputusan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji tentang Penetapan Komisi Pembimbing Skripsi
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMRAH.
Lampiran IV Surat Keputusan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji tentang Dosen Penelaah Seminar Usulan
Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMRAH .
Lampiran V Surat Rekomendasi Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Lampiran VI Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan bangsa,
Politik dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bintan.
Lampiran VII Lembar Konsultasi
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cita-cita pembangunan yang mengisyaratkan pemerataan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia wajib dijalankan oleh seluruh elemen, baik elemen
pemerintah maupun elemen masyarakat. Pembangunan yang selama ini bertumpu
pada pemerintah sebagai penggerak roda pemerintahan tentu memerlukan dukungan
pihak swasta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam bagian pemangku
kepentingan (Stakeholder) yang memiliki peran.
Sektor swasta dalam hal ini perseroan terbatas dapat memberikan kontribusi
yang sangat besar dalam menjalankan pembangunan, baik itu secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung tentu berkaitan dengan kegiatan usaha yang
dijalankannya sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan melaui kegiatan sosial
atau sering juga disebut dengan kegiatan Community Social Responsibility (CSR).
CSR merupakan kewajiban Perseroan untuk menjalankan pengembangan sosial
bagi masyarakat di sekitar tempatnya berkegiatan usaha sebagaimana diatur dalam
Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan PP No. 47 Tahun
2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas yang
menyebutkan bahwa setiap perseroan terbatas selaku subjek hukum mempunyai
Tanggungjawab Sosial dan lingkungan.
1
2
Salah satu bentuk CSR adalah kegiatan pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat (DPPM), yang apabila dilakukan secara massive (banyak) dan
berkesinambungan (terus-menerus) dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara signifikan. Melalui kegiatan ini banyak hal dapat dilakakukan dari
pembangunan infrastruktur hingga pemberiaan beasiswa bagi masyarakat tidak
mampu sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Kabupaten Bintan yang merupakan elemen pemerintah yang mendapatkan
mandat dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi untuk menjalankan fungsi
pemerintahan di wilayah administrasi Kabupaten Bintan tentu harus berperan aktif
dalam mewujudkan CSR bagi masyarakat Kabupaten Bintan, terlebih lagi sering
kita dengar adanya program Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
(DPPM) perusahaan pertambangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Kabupaten Bintan.
Pertambangan merupakan salah satu sektor yang menonjol di Kabupaten
Bintan mengingat daerah ini merupakan penghasil bauksit terbesar di Indonesia
pada masanya. Setelah PT Antam, Tbk tidak lagi menjalankan kegiatan usaha
pertambangannya, di wilayah Kabupaten Bintan muncul perusahaan-perusahaan
lokal yang menjalankan kegiatan usaha pertambangan mineral logam (bauksit)
dan batuan (granit dan pasir) yang apabila dikelola dengan baik dapat
berkontribusi bagi masyarakat.
Di Kabupaten Bintan kewajiban perusahaan pertambangan untuk
melaksanakan CSR dalam menjalankan kegiatan usaha pertambangan di fasilitasi
3
oleh pemerintah Kabupaten Bintan dalam mempertemukan dan memenuhi
kebutuhan masyarakat sekitar pertambangan dengan perusahaan pertambangan.
Melihat dampak yang ditimbulkan sehingga dapat memastikan masing-masing
perusahaan melaksanakan kewajiban CSR nya dan masyarakat terbantu sesuai
dengan yang di harapkan. Hal ini biasa disebut dengan pelaksanaan program Dana
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) dimana perusahaan
pertambangan diwajibkan untuk menjaminkan sejumlah uang pada rekening
masing-masing perusahaan dengan cq. Bupati Bintan untuk mengawasi
pelaksanaan CSR perusahaan pertambangan. Salah satu wilayah di kabupaten
Bintan yang telah terlaksana kewajiban Pengembangan dan Pemberdayaan
Masyarakatnya oleh perusahaan pertambangan adalah wilayah kelurahan Gunung
Lengkuas.
Melihat hal-hal tersebut diatas, atas keunikan yang tidak terdapat pada
Kabupaten/Kota di luar Provinsi Kepulauan Riau ini penulis tertarik untuk
melakukan penelitian guna mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan atas
pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan perusahaan pertambangan dengan di fasilitasi oleh pemerintah daerah
Kabupaten Bintan dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan yang
mengisyaratkan pemerataan kesejahteraan.
Salah satu pemerintah daerah di Indonesia yang menjalankan fungsi
melaksanakan urusan pemerintahan adalah daerah yang mempunyai Sumber Daya
Alam yang sangat melimpah dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Salah
satu Kekayaan Sumber Daya Alam Indonesia adalah pertambangan yang sangat
4
potensial untuk kebutuhan dalam negeri maupun yang dapat dimanfaatkan untuk
dunia internasioanal. Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kandungan
mineral. Secara regional Indonesia berada pada posisi tumbukan dua lempeng
besar,yaitu Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan dari kedua
lempeng tersebut menyebabkan pembentukan mineralisasi berbagai mineral atau
bahan galian berharga. Akan tetapi, hasil dari pertambangan tersebut tidak dapat
diperbaharui. Oleh karena itu,kegiatan pertambangan harus berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Salah satu Provinsi yang memiliki potensi pertambangan yang potensial
yaitu Provinsi Kepri, yang terletak di Kabupaten Bintan kecamatan Bintan Timur.
Bahan galian yang dimiliki oleh daerah ini yang berpotensi untuk dikembangkan
adalah pertambangan bauksit. Struktur tanah di kelurahan Gunung Lengkuas yang
sebagian besar mengandung mineral bauksit menghasilkan bahan galian bauksit
yang memiliki kadar mineral yang sangat tinggi. Pemanfaatan yang baik terhadap
bahan galian bauksit tersebut dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD),sehingga kesejahteraan masyarakatnya dapat meningkat.
Sesuai dengan Undang-Undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah, maka setiap daerah memiliki kewenangan utuk mengelola dan
memanfaatkan segala sumber daya yang ada di daerahnya termasuk pemanfaatan
dan pengelolaan pertambangan. Semua hal yang berkaitan dengan pertambangan,
mulai dari penerbitan izin sampai dengan pengawasan dan pengendalian berada
ditangan pemerintah daerah kabupaten atau kota. Adanya penyerahan urusan
5
pertambangan kepada daerah di satu sisi telah mendorong tumbuh kembang dan
bergairahnya investasi di bidang pertambangan.
Dari hasil pertambangan tersebut masyarakat juga sedikit terbantu dengan
adanya CSR (Corporate Social Responcibility) sebagai bentuk tanggung jawab
perusahaan terhadap masyarakat yang ada di sekitar wilayah pertambangan.
Untuk merealisasikan CSR tersebut, maka pemerintah daerah mengeluarkan suatu
kebijakan yang disebut dengan program DPPM ( Dana Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat) yang harus disetor pihak perusahaan untuk
pengembangan program pembangunan masyarakat (Community Development).
Pada mulanya, DPPM disebut dengan istilah DKTM (Dana Kepedulian Terhadap
Masyarakat) yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Bupati Nomor 34 tahun
2009 tentang Pedoman Tata cara Pencairan Serta Pengelolaan Lingkungan dan
Dana Kepedulian Terhadap Masyarakat (DKTM) Untuk Mineral Bukan Logam
dan Mineral Logam di Wilayah Pertambangan. Namun setelah terbitnya Peraturan
Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Pertambangan Mineral maka istilah DKTM diubah menjadi DPPM (Dana
Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat) yang bertujuan untuk menyampaikan
persepsi tentang kegiatan CSR (Coorporate Social Responsibility) perusahaan
pertambangan di Kabupaten Bintan untuk menigkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya masyarakat disekitar wilayah tambang, masih memerlukan
pelayanan-pelayanan penguatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan pendapatan, pelayanan kesehatan, dan pelayan pendidikan. Mereka
6
berhak menerima pelayanan-pelayanan dan pemberdayaan itu karena perusahaan
telah mendapatkan keuntungan secara ekonomis sehingga sudah sewajarnya
perusahaan mendistribusikan sebagian kepada mereka.
Mencermati tentang pendekatan antara perusahaan dan masyarakat perlu
adanya kajian dalam membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraannya. Ini
terkait dengan kepentingan masyarakat terlibat dalam program DPPM (Dana
Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat). Sebagian besar masyarakat yang
hidup disekitar perusahaan pertambangan adalah masyarakat ekonomi menengah
kebawah yang masih memerlukan pelayanan-pelayanan penguatan kapasitas
untuk meningkatkan pendapatan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan.
Mereka merasa berhak mendapatkan pelayanan-pelayanan itu karena perusahaan
sudah mendapatkan banyak keuntungan secara ekonomis sehingga sudah
sewajarnya kalau perusahaan meredistribusikan sebagian kepada mereka. Selain
itu, masyarakat merupakan bagian yang terkena terhadap dampak kegiatan
penambangan melalui pencemaran yang mungkin muncul sehingga wajar kalau
mereka mendapatkan fasilitas program DPPM yang diarahkan oleh Pemerintah
Daerah.
Pengalokasian dari DPPM direncanakan dan dilaksanakan selaras dengan
program Pemerintah Daerah. Dalam menjalankan program ini, Pemerintah
Daerah membantu pihak pengusaha pertambangan dalam menyusun program
pemberdayaan masyarakat agar tepat sasaran dan sejalan dengan program
pemerintah sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Hal ini dilakukan demi
7
tercapainya tujuan dari program DPPM yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berada di sekitar wilayah tambang.
Guna tercapainya tujuan dari pemerintah tersebut maka Pemerintah
Kabupaten Bintan melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan
pada tahun 2014 membuat suatu kegiatan yang menangani pelayanan-pelayan
tersebut agar tepat sasaran. Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas
Pertambangan dan Energi Tahun 2014 membuat suatu Program yaitu Kegiatan
DPPM (Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat) sesuai dengan
Peraturan Bupati Bintan No.37 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara
Pengelolaan dan Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batuan di Kabupaten Bintan.
Berikut tata cara penyetoran dan pencairan Dana Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat dan besarnya ditetapkan sebagai berikut :
a. Dana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat merupakan kewajiban
dari perusahaan terhadap masyarakat disekitar lokasi tambang yang
terkena dampak langsung, besarannya sesuai dengan surat Keputusan
Bupati Bintan Nomor 501/X/2013 tentang Penetapan Besaran Dana
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan
Pertambangan Mineral Logam.
b. Dana tersebut disimpan pada rekening masing-masing perusahaan.
8
c. Peruntukan dan penanggungjawaban dana tersebut diatas dilakukan secara
terbuka dan transparan, dimana mekanisme pengawasannya dilakukan oleh
tim yang di bentuk.
d. Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program Pengembangan
dan Pemberdayaan Masyarakat. Program tersebut dikonsultasikan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan.
e. Dana pengembangan pemberdayaan masyarakat dapat diajukan oleh
masyarakat kepada Bupati Bintan Cq.Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Bintan untuk diteruskan kepada pemegang IUP atau IUPK.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
Kabupaten Bintan melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I.1Perusahaan Bauksit di Kabupaten Bintan
No Nama Perusahaan Lokasi
1. PT. Wahana Karya Suksesindo Utama Kecamatan Bintan Timur
2. PT. Bina Dompak Indah Kecamatan Mantang dan
Kecamatan Bintan Timur
3. PT. Bintang Cahaya Terang Kecamatan Bintan Timur
4. PT. Lobindo Nusa Persada Kecamatan Mantang dan
Kecamatan Bintan TimurSumber Data : Dinas Pertambangan dan Energi Kab.Bintan
Pembagian DPPM dapat dibagi menjadi dua wilayah untuk masyarakat yang
terkena dampak yaitu:
9
1. Ring I adalah masyarakat yang ada di wilayah blok penambangan (1–
2km) dan mendapat 70% dari keselurahan DPPM yang tersedia;
2. Ring II adalah masyarakat yang ada di sekitar wilayah penambangan
yang terkena dampak tidak langsung (>2km) dan mendapat sekitar 30%
dari keseluruhan DPPM yang tersedia.
Program DPPM merupakan wujud perhatian dan tanggung jawab pihak
perusahaan kepada masyarakat disekitar wilayah tambang, baik dalam bentuk
program fisik maupun program non fisik kepada masyarakat. Adapun bentuk
bantuan yang diberikan dari program DPPM tersebut adalah berupa pembangunan
infrastruktur dan Beasiswa Pendidikan untuk masyarakat yang ada di kelurahan
Gunung Lengkuas. Namun pada kenyataannya, keinginan perusahaan tidak
sejalan dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat desa tersebut. Mereka lebih
memilih mendapatkan bantuan dalam bentuk materi (uang). Bagi mereka, bantuan
berupa materi lebih bermanfaat dan efektif untuk mereka daripada digunakan
untuk pembangunan infrastruktur desa. Uang tersebut dapat mereka gunakan
untuk membiayai kehidupan sehari-hari karena masyarakat di sana rata-rata
merupakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Keinginan yang tidak sejalan antara perusahaan dan masyarakat Gunung
Lengkuas ini lah yang menjadi permasalahan utama dalam pencapaian tujuan
program DPPM sehingga dibutuhkan solusi yang tepat guna menyelesaikan
masalah tersebut agar tidak terjadinya penyimpangan dari tujuan awal program
DPPM tersebut.
10
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tergerak untuk melakukan
penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DANA
PENGEMBANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (DPPM) OLEH
PEMERINTAH KABUPATEN BINTAN DI KELURAHAN GUNUNG
LENGKUAS KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN BINTAN
TAHUN 2014”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi pengelolaan dana pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat (DPPM) yang terdapat di Kabupaten Bintan
apakah sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memantau apakah implementasi
dari pengelolaan program kegiatan DPPM perusahaan sudah berjalan
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
2. Kegunaan dari penelitian
a. Dari sudut pandang teoritis, diharapkan penelitian ini dapat membuka
cakrawala berfikir akademis dalam memahami, mengerti dan
mendalami tentang implementasi pengelolaan DPPM oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Bintan.
11
b. Dari sudut pandang praktis, diharapkan hasil penelitian mampu
memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan khususnya
Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan serta Pemerintah Daerah
(Pemda) lain pada umumnya dalam upaya meningkatkan program
DPPM dalam perencanaan pembangunan di kelurahan Gunung Lengkuas
kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan tahun2014.
D. Kerangka Teoritis
1. Kebijakan Publik
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup
berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan
sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat bersifat
nasional, regional maupun lokal seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah Daerah/Provinsi,
Keputusan Gubernur, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, Dan Keputusan
Bupati/Walikota.
Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu ternyata
banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Easton
memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of
values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa
kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga mengartikan
kebijakan publik sebagai a projected program of goal, value, and practice atau
sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang
12
terarah. Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-
kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan. Kebijakan publik itu harus
dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta.
Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah.
Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008 : 6)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan antara unit pemerintah dengan
lingkungannya. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu
luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat
mencakup banyak hal.James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17)
mengungkapkan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Menurut Nugroho (2003:164), ada dua karakteristik dari kebijakan publik,
yaitu:
a. kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena
maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan
nasional;
b. kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, karena
ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita
sudah ditempuh.
13
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna
memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan
untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau
peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat
yang mengikat dan memaksa.
2. DPPM (Dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat)
Pertama kali istilah DKTM (Dana Kepedulian Terhadap Masyarakat)
dituangkan dalam bentuk Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2009 tentang
Pedoman Tata cara Pencairan Serta Pengelolaan Lingkungan dan Dana
Kepedulian Terhadap Masyarakat (DKTM) Untuk Mineral Bukan Logam dan
Mineral Logam di Wilayah Pertambangan. Setelah terbitnya Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pertambangan
Mineral maka istilah DKTM diubah menjadi DPPM (Dana Pengembangan
Pemberdayaan Masyarakat) yang bertujuan untuk menyampaikan persepsi
tentang kegiatan CSR (Coorporate Social Responsibility) perusahaan
pertambangan di Kabupaten Bintan.
Kepentingan diantara stakeholders dan motif perusahaan merealisasi
program DPPM tidak terlepas dari substansi program serta pendekatan yang
diadopsi perusahaan dalam merealisasi program. Beberapa program untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat disekitar wilayah tambang namun
14
secara umum realisasi program lebih berorientasi pada kegiatan-kegiatan sosial
berupa pendirian infrastruktur dalam bentuk pembangunan fasilitas pendidikan,
kesehatan, transportasi, sarana dan prasarana air bersih, fasilitas olah raga, dan
tempat peribadatan. Pendirian fasilitas transportasi berupa jalan misalnya
diwilayah tempat tinggal masyarakat yang berada disekitar wilayah tambang
masih kurang memadai sehingga perlu perhatian dari perusahaan yang berada di
lokasi tambang. Dengan demikian diharapkan bahwa dari program DPPM dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Secara faktual kondisi masyarakat yang hidup disekitar perusahaan
pertambangan menunjukkan bahwa mereka masih tergolong masyarakat ekonomi
menengah kebawah dan sarat dengan masalah-masalah tingkat pendidikan yang
rendah, keterbatasan layanan kesehatan, dan menghadapi masalah pengangguran.
Kalau diperhatikan secara lebih detail program-program tersebut belum
mencakup aspek lain yang juga penting, yaitu program penyelesaian masalah
lingkungan yang melibatkan peran serta masyarakat.
Mencermati tentang pendekatan antara perusahaan dan masyarakat perlu
adanya kajian dalam membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraannya. Ini
terkait dengan kepentingan masyarakat terlibat dalam program DPPM (Dana
Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat). Sebagian besar masyarakat yang
hidup disekitar perusahaan pertambangan adalah masyarakat ekonomi menengah
kebawah yang masih memerlukan pelayanan-pelayanan penguatan kapasitas
untuk meningkatkan pendapatan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan.
Mereka merasa berhak mendapatkan pelayanan-pelayanan itu karena perusahaan
15
sudah mendapatkan banyak keuntungan secara ekonomis sehingga sudah
sewajarnya kalau perusahaan meredistribusikan sebagian kepada mereka. Selain
itu, masyarakat merupakan bagian yang terkena terhadap dampak kegiatan
penambangan melalui pencemaran yang mungkin muncul sehingga wajar kalau
mereka mendapatkan fasilitas program DPPM yang diarahkan oleh Pemerintah
Daerah.
Bertemunya kepentingan-kepentingan itu menimbulkan masalah yang
cukup serius. Motif perusahaan merealisasi program turut menentukan model
realisasi program. Program yang tidak didasarkan pada semangat untuk melayani
masyarakat lokal menjadi sebab perusahaan tidak melibatkan masyarakat dan
pemerintah daerah. Realisasi program cenderung dilakukan secara tertutup dan
didesain oleh perusahaan. Sementara itu pemerintah daerah mengharapkan
program DPPM bisa diintegralisasi dengan program-programnya dalam kerangka
pembangunan regional. Di pihak lain masyarakat juga mengharapkan bahwa
program tersebut mampu memberdayakan mereka. Oleh karena itu,DPPM bukan
hanya sekedar program yang dibuat saja,akan tetapi perlu dilakukannya realisasi
implementasi terhadap program DPPM tersebut. Hal ini dilakukan agar tujuan
dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai
dengan semestinya.
3. Implementasi Kebijakan
16
Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102)
mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai “Tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-
tindakan ini mencakup usaha-
usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan
operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-
usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan”.Berikut beberapa teori implementasi kebijakan
publik menurut para ahli yaitu :
Tabel I.2Teori Implementasi Kebijakan
17
George C.Edward III Ripleydan FranklinDonald Van Metter dan Carl
Van Horn
KomunikasiTingkat kepatuhan pada
ketentuan yang berlaku
Ukuran dan Tujuan
Kebijakan
Sumber dayaLancarnya pelaksanaan
rutinitas fungsiSumberdaya
DisposisiTerwujudnya kinerja dan
dampak yang dikehendaki
Karakteristik Agen
Pelaksana
Struktur birokrasiSikap/Kecenderungan
(Disposition) para pelaksana
Komunikasi Antarorganisasi
dan Aktivitas Pelaksana
Lingkungan Ekonomi,
Sosial, dan Politik
Sumber : George C. Edward III. Edward III (dalam Agustino, 2008 : 149-154) Policy Implementasi and Bureacracy, Randall B. Repley and Grace A. Franklin(1986 : 232-33) (dalam Alfatih, 2010:51-52) Wahab,Abdul, 1991:66.
Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-
tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana
telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Berdasarkan pemahaman diatas konklusi dari implementasi jelasmengarah
kepada pelaksaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta rangkaian
yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut. Dalam konsep
implementasi terdapat kata “rangkaian terstruktur” yang memiliki makna bahwa
18
dalam prosesnya implmentasi pasti melibatkan berbagai komponen dan
instrumen.
Pemerintah dalam hal ini adalah yang membuat dan melaksanakan
peraturan daerah merupakan pion penting dalam penyelengaraan pemerintahan.
Pelayanan dan pengaturan berkenaan dengan nilai dasar yang dijelaskan pada
konsep tentang masarakat yaitu mengenai hak dan kewajiban masyarakat. Yang
pertama mengenai tugas pengaturan, jika yang bertugas mengatur adalah
pemerintah maka yang diatur adalah yangdiperintah dalam hal ini masyarakat.
Berarti pemerintah memiliki hak untuk mengatur dan masyarakat memiliki
kewajiban untuk diatur. Hal ini terkait dengan konsep implementasi kebijakan.
Dalam aturan peraturan Bupati BintanNomor 37 tahun 2013 tentang
Pedoman Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan DPPM untuk Kegiatan
Pertambangan Mineral dan Batuan, Pemerintah Daerah yang dimaksud penulis
dalam melaksanakan Peraturan Daerah tersebut adalah aparatur dari Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan.
Penjelasan mengenai peraturan Bupati Bintan Nomor 37 tahun
2013tentangKonsep Pengelolaan Dan Tata Cara pencairan DPPM adalah segala
upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang berkaitan
dengan implementasi Dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM)
dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
E, Kerangka Pemikiran
19
Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011 : 60) mengemukakan
bahwa Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang
penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman
yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang
paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk
proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.
Bagan I.1Kerangka Pemikiran
Kebijakan Publik
DPPM
Implementasi DPPM
Peraturan Bupati
Bintan No.37 Tahun
2013
Donald Van Metter dan Carl
Van Horn
1.Ukurandan TujuanKebijakan
2.Sumberdaya
3. Karakteristik Agen Pelaksana
4.Sikap/Kecenderungan
(Disposition) para pelaksana
5.Komunikasi Antarorganisasi
dan Aktivitas Pelaksana
6.LingkunganEkonomi, Sosial,
dan Politik
Berhasil /
Tidak
Berhasil
20
Dari rangkaian gambar di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa kebijakan
publik yang dibuat oleh pemerintah guna mensejahterakan masyarakatnya adalah
dengan membuat program DPPM (Dana Pengembangan dan Pemberdayaan
Masyarakat). Setelah program tersebut dibuat, maka selanjutnya dilakukan tahap
implementasi dari kebijakan yang telah dibuat yang mencakup bagaimana tata
cara dari tahap pengelolaan sampai dengan tahap pencairan program DPPM
tersebut sesuai dengan Peraturan Bupati Bintan Nomor 37 Tahun 2013. Tahap
implementasi kebijakan tersebut tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran
ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah
undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi
kebijakan tersebut. Agar dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi
kebijakan publik, pemerintah juga perlu mengetahui variabel atau faktor-faktor
penentunya. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor-faktor yang
berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna
penyederhanaan pemahaman. Sehingga dapat diketahui apakah proses
pengelolaan DPPM tersebut berhasil dilaksanakan atau malah mengalami
kegagalan yang membuat program pemerintah tersebut tidak berjalan sesuai
dengan yang telah ditetapkan dan diharapkan guna mensejahterakan masyarakat.
21
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiono (2001:6) penelitian
deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap atau menggabungkan dengan
variabel lain. Sedangkan metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang atau prilaku yang dapat diamati. Bodgan dan Taylor (Meloeng; 2007: 3).
Menurut Nawawi (1995:44) bahwa metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang
lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya. Adapun ciri-ciri pokok metode deskriptif
menurut Nawawi (1995:64) adalah sebagai berikut:
a. Memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian
dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual.
b. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana
adanya diiringi dengan interprestasi rasional yang adequet.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian
kualitatif ialah penelitian yang bertujuan memahami fenomena yang sedang
terjadi. Penulis berusaha untuk menyelidiki, mempelajari dan selanjutnya
menggambarkan atau melukiskan objek penelitian, yaitu Implementasi
22
Pengelolaan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat ( DPPM ) di
Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan Tahun
2014.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan
Bintan Timur Kabupaten Bintan Tahun 2014. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan:
a. Kelurahan Gunung Lengkuas merupakan Kelurahan Terbaik di Kabupaten
Bintan dan no. 6 se Indonesia.
b. Pada dasarnya Kelurahan, berperan sebagai perpanjangan tangan dari
Pemerintah Kabupaten Bintan yaitu dalam mewujudkan Pembangunan
Jangka Panjang Kelurahan (PJPK). Hal ini menjadi tantangan bagi
Pegawai Kelurahan dalam menjalanan visi, misi dan tugasnya untuk
menciptakan masyarakat yang peduli dalam pembangunan, kreatif, serta
mampu meningkatkan kesejateraan perekonomian dan keamanan di
tingkat Kelurahan.
3. Informan
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong
2000:97). Adapun kriteria yang dijadikan sebagai informan adalah dari pegawai
yang bekerja di Kantor Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Timur
Kabupaten Bintan yang cukup lama bekerja yaitu selama 5 tahun, dan warga
23
yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan DPPM di Kelurahan Kelurahan Gunung
Lengkuas. Yang dijadikan informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel I.3
Informan
No Informan Jumlah
1. Lurah Gunung Lengkuas 1 orang
2. Karyawan Perusahaan 2 orang
3.Pegawai Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Bintan4 orang
4.Kepala Seksi Pembangunan Kelurahan Gunung
Lengkuas1 orang
5. Ketua RW 1 orang
6. Ketua RT 1 orang
7. Ketua Karang Taruna 1 orang
8. Warga yang menerima bantuan 3 orang
Jumlah 14 orang
4. Sumber dan Jenis Data
Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu obyek penelitian yang lebih
menekankan pada aspek materi, segala sesuatu yang hanya berhubungan dengan
keterangan tentang suatu fakta yang ditemui peneliti di daerah penelitian (Bungin,
2001:123).
Data dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan
sumber utama Implementasi Pengelolaan DPPM Pemerintah Kabupaten
24
Bintan terhadap Masyarakat Lokal di Kelurahan Gunung Lengkuas
Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan Tahun 2014.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumbernya, yakni melalui pengumpulan dokumen-dokumen atau catatan
tertulis lainnya seperti data mengenai lokasi penelitian, struktur organisasi
serta data lainnya yang dipandang perlu melalui Kelurahan Gunung
Lengkuas Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan Tahun 2014.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk menghimpun data yang diperjelas maka digunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara yaitu cara pengumpulan data yang langsung dilakukan penulis
kepada petugas yang berwenang melalui tanya jawab. Dalam penelitian
ini, penulis menggunakan informan sebagai media dalam pengumpulan
data. Informan yaitu orang-orang yang dapat diamati serta memberikan
data dan informasi baik berupa kata-kata atau tindakan serta mengetahui
dan memahami berbagai masalah yang diteliti.
b. Observasi
yaitu cara pengambilan data dengan cara mengamati/turun langsung ke
lapangan guna membandingkan keterangan-keterangan yang diperoleh
dengan kenyataan.
25
c. Dokumentasi
yaitu pengumpulan data penelitian lain berupa dokumen-dokumen tertulis
seperti buku, skripsi, jurnal, artikel, internet yang relevan dengan
penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Dalam rangka memberikan gambaran yang jelas, logis dan akurat
mengenai hasil pengumpulan data. Data yang diperoleh dihimpun menurut jenis
dan kelompoknya, maka selanjutnya dilaksanakan pengelolaan dan analisis data
yang dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu mengemukakan masalah
menurut apa adanya. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain.
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif yaitu berdasarkan pandangan-pandangan informan sehingga dapat
menjawab permasalahan dari penulis ini. Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah
dalam teknik analisa data pada penelitian ini meliputi:
a. Pengumpulan data, peneliti mencatat semua data secara objektif sesuai
dengan hasil observasi dan wawancara dilapangan.
b. Reduksi data, pemilihan data sesuai dengan fokus penelitian, dalam bentuk
pengarahan, penggolongan, menajamkan.
c. Penyajian data, sekumpulan informasi yang telah tersusun dan memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
26
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pemberdayaan
Empowerment yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
berarti pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat utamanya Eropa.
Untuk memahami konsep empowerment secara tepat dan jernih memerlukan
upaya pemahaman latar belakang konseptual yang melahirkannya.
Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment)
berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaaan), karena ide utama
pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan
seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain
melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan niat mereka. Ilmu
sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan
kontrol.
Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak
berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan senantiasa tercipta dan hadir dalam
konteks relasi sosial antar manusia. Karena itu kekuasaan dan hubungan
kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti itu,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang
bermakna.
Pemberdayaan menurut Suhendra (2006:74-75) adalah suatu kegiatan
yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan semua
27
potensi yang ada secara evolutif dengan keterlibatan semua potensi. Selanjutnya
pemberdayaan menurut Ife (dalam Suhendra, 2006:77) adalah meningkatkan
kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims to increase
the power of disadvantage).
Sedangkan menurut Widjaja (2003:169) pemberdayaan masyarakat adalah
upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga
masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal
untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik di bidang ekonomi,
sosial, agama dan budaya. Lebih lanjut Kartasasmita (1995:95) mengemukakan
bahwa upaya memberdayakan rakyat harus dilakukan melalui tiga cara yakni :
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap
individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan rakyat
adalah keyakinan dan potensi kemandirian tiap
individu perlu untuk diberdayakan. Proses pemberdayaan
masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian tiap individu,
yang kemungkinan meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik
ditingkat lokal maupun nasional.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan
menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan,
menyediakan prasarana dan sasaran yang baik fisik (irigasi, jalan, dan
listrik), maupun sosial (sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang
28
dapat diakses oleh masyarakat lapisan paling bawah. Terbentuknya
akses pada berbagai peluang akan membuat rakyat makin berdaya,
seperti tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan
pemasaran. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat ini yang
penting antara lain adalah peningkatan mutu dan perbaikan
sarana pendidikan dan kesehatan, serta akses pada sumber- sumber
kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan
kerja, dan pasar.
3. Memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela
kepentingan masyarakat yang lemah. Dalam proses pemberdayaan harus
dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau
mungkin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh
karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.
Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
merupakan suatu kegiatan meningkatkan kekuasaan kepada masyarakat yang
kurang beruntung secara berkesinambungan, dinamis, serta berupaya untuk
membangun daya itu untuk mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran masyarakat agar ikut serta terlibat dalam mengelola semua potensi
yang ada secara evolutif.
29
Pemberdayaan ini memiliki tujuan dua arah, yaitu melepaskan belenggu
kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat
dalam struktur kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau
hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang
berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi
maupun sosial seperti memiliki kepecayaan diri, mampu menyampaikan
aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial,
dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
B. Partisipasi Masyarakat
Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan
sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi
tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan
dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan
orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan
tanggungjawab bersama.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
30
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian,
yaitu:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan;
2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi
proyek- proyek pembangunan;
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri;
4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu;
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan
para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar
supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan
dampak-dampak sosial;
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
31
Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat
dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau
sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela
dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring sampai pada tahap evaluasi.
C. Kebijakan Publik
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan
hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya
suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan
hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang
diinginkan.Kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang
ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah
atau suatu perubahan(kamus hukum, 2008).
Menurut Friedrich (1969) dalam Agustino (2008:7) kebijakan publik
adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-
hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-
kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam
mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
32
Sedangkan kebijakan menurut Anderson (1984) dalam Agustino (2008:7)
mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai
maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau
sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal
yang diperhatikan.
Sementara itu, Chandier & Piano (1988) berpendapat bahwa kebijakan
publik adalah pemanfaatan yang srategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang
ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam
kenyataannya, kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada
tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-
masalah publik. (Tangkilisan, 2003:1).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah
dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa pada hakekatnya studi tentang policy (kebijakan) mencakup pertanyaan :
what, why, who, where, dan how. Semua pertanyaan itu menyangkut tentang
masalah yang dihadapi lembaga lembaga yang mengambil keputusan yang
menyangkut isi, cara atau prosedur yang ditentukan, strategi, waktu keputusan itu
diambil dan dilaksanakan.
Disamping kesimpulan tentang pengertian kebijakan dimaksud, pada
dewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam
kaitannya dengan tindakan-tindakan pemerintah serta perilaku negara pada
umumnya (Charles O. Jones dalam Agustino 2008:8).
33
1. Implementasi Kebijakan
Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102)
mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-
tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan
menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun
dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Proses
implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan
publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana telah
dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Adapun implementasi
kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu sebagai berikut :
1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan
2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan
3. Adanya hasil kegiatan
Menurut Anderson (dalam Fadillah Putra, 2003:82) Implementasi
kebijakan dapat dilihat dari empat aspek yaitu sebagai berikut:
1. Who is involved in policy implementation
Yang berarti siapa yang mengimplementasikan kebijakan
2. The nature of the administrative process
Yang berarti hakekat dari proses administrasi
3. Compliance with policy content
34
Yang berarti kepatuhan kepada kebijakan
4. Impact
Yang berarti efek dan dampak dari implementasi kebijakan
Sementara itu, menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab,
2001:68) arti implementasi kebijakan adalah pelaksana keputusan kebijakan
dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang. Namun dapat pula berbentuk
perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan
lainnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin di capai dengan
berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya.
Sedengkan menurut Lester dan Stewart (2000:104) mendefinisikan
implementasi kebijakan sebagai: “The stage of the policy process imadiately after
the passage of a law. Implementation viewed most broadly, means administration
of the law in which various actors, organizations, procedures, and techniques
work together to put adopted policies into effect in an effort to attain policy or
program goals”. (Tahap penyelenggaran kebijakan segera setelah ditetapkan
menjadi undang-undang. Dalam pandangan luas implementasi diartikan sebagai
pengadministrasian undang-undang kedalam berbagai faktor, organisasi,
prosedur, dan teknik-teknik yang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai
tujuan dan dampak yang ingin diupayakan oleh kebijakan tersebut).
Pada akhirnya, berbicara mengenai implementasi menjadi belum lengkap
tanpa membahas mengenai model-model implementasi dari suatu kebijakan.
35
Menurut Parson (dalam Putra, 2003:233) secara garis besar model implementasi
kebijakan dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1. Model Analisis Kegagalan.
Model ini dapat dipahami dari definisi implementasi yang dikemukakan
sebagai berikut: implementasi sebagai proses interaksi penyusunan
tujuan dengan tindakan (Pressman dan Wildavsky, 1973:211);
implementasi sebagai politik adaptasi saling menguntungkan
(McLaughlin, 1975:134); dan implementasi sebagai bentuk
permainan (Bardach,1977:89) (Putra,2003:212).
2. Model Rasional (Top-Down).
Model ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana yang
membuat implementasi sukses. Pemahaman terhadap model ini
dikemukakan oleh beberapa ahli kebijakan sebagaimana dikemukakan
diantaranya oleh Van Meter dan Van Horn (1975:127) yang
memakai pandangan bahwa implementasi perlu
mempertimbangkan isi atau tipe kebijakan; Hood (1976:322)
memandang implementasi sebagai administrasi yang sempurna;
Gun (1978:45) memandang beberapa syarat untuk mengimplementasikan
kebijakan secara sempurna; Grindle (1980:98) lebih memandang
implementasi sebagai proses politik dan Administrasi. Sedangkan,
Sebatier dan Mazmanian (1979:89) melihat implementasi dari
kerangka analisisnya. Posisi model top- down yang diambil oleh
Sabatier dan Mazmanian terpusat pada hubungan antara
36
keputusan-keputusan dengan pencapaiannya, formulasidengan
implementasinya, dan potensi hirarki dengan batas-batasnya, serta
kesungguhan implementers untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam kebijakan tersebut.
3. Model Bottom-Up.
Model ini merupakan kritikan terhadap model pendekatan top-down terkait
dengan pentingnya faktor-faktor lain dan interaksi organisasi. Misalnya
implementasi harus memperhatikan interaksi antara pemerintah dengan
warga negara (Lipsky,1971:34). Implementasi dalam konteks model ini
dapat dipahami dari beberapa definisi diantaranya: implementasi
sebagai proses yang disusun melalui konflik dan tawar menawar
(Wetherley dan Lipsky, 1977:189); implementasi harus memakai
multiple frameworks (Elmor, 1978,1979:45); implementasi
harus dianalisis dalam institusional structures (Hjern et
al,1978:67); implementasi kebijakan merupakan proses alur (Smith,1973:129)
(Putra,2003:234).
4. Model Teori-Teori Hasil Sintesis (Hybrid Theories)
Model ini dapat dipahami dari definisi implementasi yang dikemukakan
sebagai berikut: implementasi sebagai evolusi (Majone dan
Wildavsky,1984:96); implementasi sebagai pembelajaran (Browne
dan Wildavsky,1984:223); implementasi sebagai policy action
continuum (Lewis dan Flynn,1978,1979:94 Barret dan
Fudge,1981:102); implementasi sebagai sirkuler leadership
37
(Nakamura dan Smallwood,1980:189); implementasi
sebagai hubungan inter-organisasi (Hjern dan Porter,1981:289); implementasi
dan tipe-tipe kebijakan (Ripley dan Franklin, 1982:133); implementasi
sebagai hubungan antarorganisasi (Toole dan Montjoy,1984);
implementasi sebagai teori kontingensi (Alexander,1985:145);
implementasi sebagai analisis kasus (Pressman dan
Wildavsky,1973:233; Bullock dan M.Lamb,1986:167);
implementasi sebagai bagan subsistem kebijakan
(Sabatier,1986:189); dan implementasi sebagai manajemen sektor publik
(Hughes,1994:156).
Menurut Syaukani dkk (2004 : 295) Implementasi adalah pelaksanaan
serangkaian kegiatan dalam rangka untuk memberikan kebijakan publik sehingga
kebijakan dapat membawa hasil, seperti yang diharapkan. Mereka termasuk
serangkaian kegiatan, persiapan pertama menetapkan aturan yang merupakan
interpretasi dari kebijakan tersebut. Kedua, mempersiapkan sumber daya untuk
mendorong pelaksanaan kegiatan termasuk infrastruktur, sumber daya keuangan
dan tentu saja penentuan siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
kebijakan ini. Ketiga, bagaimana mengantarkan kebijaksanaan konkret untuk
umum.
Berdasarkan pandangan ini diketahui bahwa proses pelaksanaan
kekhawatiran kebijakan yang sebenarnya tidak hanya perilaku badan administratif
bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan
38
kepada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut jaringan kekuatan politik,
ekonomi, sosial dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku
dari semua pihak yang terlibat untuk menetapkan arah yang tujuan kebijakan
publik dapat terwujud sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.
Dari berbagai pendapat mengenai implementasi diatas, pada akhirnya
dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi merupakan proses melaksanakan
keputusan yang dihasilkan dari pernyataan kebijakan (policy statement) kedalam
aksi kebijakan (policy action). Implementasi dimaksudkan untuk memahami apa
yang senyatanya terjadi setelah suatu kebijakan dirumuskan dan berlaku merujuk
pada kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh berbagai aktor yang mengikuti
arahan tertentu untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.
Berdasarkan pemahaman diatas konklusi dari implementasi jelasmengarah
kepada pelaksaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta rangkaian
yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut. Dalam konsep
implementasi terdapat kata “rangkaian terstruktur” yang memiliki makna bahwa
dalam prosesnya implmentasi pasti melibatkan berbagai komponen dan
instrumen. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi
keputusan adalah:
1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program
kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program
ke dalam tujuan kebijakan.
39
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
upah, dan lain-lainnya. (Tangkilisan, 2003:18)
Pemerintah dalam hal ini adalah yang membuat dan melaksanakan
peraturan daerah merupakan pion penting dalam penyelengaraan pemerintahan.
Pelayanan dan pengaturan berkenaan dengan nilai dasar yang dijelaskan pada
konsep tentang masarakat yaitu mengenai hak dan kewajiban masyarakat. Yang
pertama mengenai tugas pengaturan, jika yang bertugas mengatur adalah
pemerintah maka yang diatur adalah yangdiperintah yaitu masyarakat. Berarti
pemerintah memiliki hak untuk mengatur dan masyarakat memiliki kewajiban
untuk diatur. Hal ini terkait dengan konsep implementasi kebijakan.
Melihat dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa pemerintah daerah
memiliki peranan penting dalam menjalankan implementasi kebijakan. Hal
tersebut dapat dilihat di dalam aturan Peraturan Bupati Bintan Nomor 37 tahun
2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan DPPM untuk
Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batuan. Pemerintah Daerah yang dimaksud
penulis dalam melaksanakan Peraturan Daerah tersebut adalah aparatur dari Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan.
Penjelasan mengenai Peraturan Bupati Bintan Nomor 37 Tahun 2013
tentang Konsep Pengelolaan Dan Tata Cara Pencairan DPPM adalah segala upaya
atau kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan
implementasi Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) dapat
berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
40
2. Tugas Dan Pelaksanaan DPPM
Kepentingan diantara stakeholders dan motif perusahaan merealisasi
program DPPM tidak terlepas dari substansi program serta pendekatan yang
diadopsi perusahaan dalam merealisasi program. Beberapa program untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat disekitar wilayah tambang namun
secara umum realisasi program lebih berorientasi pada kegiatan-kegiatan berupa
pendirian infrastruktur dalam bentuk pembangunan fasilitas pendidikan,
kesehatan, transportasi, sarana dan prasarana air bersih, fasilitas olah raga, dan
tempat peribadatan. Pendirian fasilitas transportasi berupa jalan misalnya
diwilayah tempat tinggal masyarakat yang berada disekitar wilayah tambang
masih kurang memadai sehingga perlu perhatian dari perusahaan yang berada di
lokasi tambang. Dengan demikian diharapkan bahwa dari program DPPM dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Secara faktual kondisi masyarakat yang hidup disekitar perusahaan
pertambangan menunjukkan bahwa mereka masih tergolong masyarakat ekonomi
menengah kebawah dan sarat dengan masalah-masalah tingkat pendidikan yang
rendah, keterbatasan layanan kesehatan, dan menghadapi masalah pengangguran.
Kalau diperhatikan secara lebih detail program-program tersebut belum
mencakup aspek lain yang juga penting, yaitu program penyelesaian masalah
lingkungan yang melibatkan peran serta masyarakat.
Dalam pelaksanaan program DPPM dapat disusun langsung oleh pihak
perusahaan dan bisa juga diajukan oleh masyarakat setempat berbentuk proposal
41
permohonan. Pengajuan tersebut akan di evaluasi oleh tim evaluasi DPPM.
Berdasarkan Keputusan Bupati Bintan Nomor: 331/XI/2007 tentang Tim Evaluasi
dan Tata Cara Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
(DPPM), maka susunan Tim Evaluasi terdiri dari:
1. Pengarah : 1. Bupati Bintan 2. Wakil Bupati Bintan 3. AsistenPerekonomian dan
PembangunanKabupatenBintan
2. Ketua : Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan
3. Wakil Ketua : Kepala BPLH Kabupaten Bintan
4. Sekretaris : Sekretaris Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan
5. Anggota Tetap : 1. BAPPEDA Kabupaten Bintan 2. BPMP & KB Kabupaten Bintan
6. Anggota Tidak tetap: Camat, Lurah/Kades setempat.
Adapun tujuan dari program DPPM tersebut adalah :
a. Mewujudkan pembangunan masyarakat lokal yang berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi
komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya.
b. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan daerah, serta menciptakan
lapangan kerja bagi masyarakat sekitar wilayah tambang.
c. Mendukung terjalinnya hubungan antara pemegang Izin Usaha Pertambangan
(IUP) dengan masyarakat yang serasi, seimbang dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat.
42
Berdasarkan uraian di atas, adapun kaitannya dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah peneliti ingin melihat sejauh mana program dari
implementasi DPPM itu berjalan. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Budi
Winarno (2005:102) implementasi kebijakan publik sebagaitindakan-tindakan
yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-
tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan
menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun
dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Proses
implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan
publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana telah
dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah
undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi
kebijakan tersebut. Agar dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi
kebijakan publik,pemerintah juga perlu mengetahui variabel atau faktor-faktor
penentunya. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor-faktor yang
berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna
penyederhanaan pemahaman. Sehingga dapat diketahui apakah proses
pengelolaan DPPM tersebut berhasil dilaksanakan atau malah mengalami
kegagalan yang membuat program pemerintah tersebut tidak berjalan sesuai
dengan yang telah ditetapkan dan diharapkan guna mensejahterakan masyarakat.
43
3. Dasar Hukum
Dasar hukum dari program pemberdayaan masyarakat termuat dalam :
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012
tentang Tanggungjawab Ssosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
c. Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Pertambangan Mineral Bab VII Ps 11.
d. Peraturan Bupati Bintan Nomor 37 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata
caraPengelolaan dan Pencairan Dana Pengembangan dan Pemerdayaan
Masyarakat untuk Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batuan di
Kabupaten Bintan.
e. Keputusan Bupati Bintan Nomor 501/X/2013 tentang Penetapan
Besaran Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk
Kegiatan Pertambangan Mineral Logam.
4. Pedoman Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan Pertambangan
Mineral dan Batuan Di Kabupaten Bintan
a. Pengelolaan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM)
Dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) merupakan dana
yang harus disetor pihak perusahaan untuk pengembangan program pembangunan
masyarakat (Community Development). Adapun tata cara penyetoran dan
44
pencairan Dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat dan besarnya
ditetapkan sebagai berikut :
a. Dana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat merupakan
kewajiban dari perusahaan terhadap masyarakat disekitar lokasi
tambang yang terkena dampak langsung, besarannya sesuai dengan surat
Keputusan Bupati Bintan Nomor 501/X/2013 tentang Penetapan
Besaran Dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan
Pertambangan Mineral Logam.
b. Dana tersebut disimpan pada rekening masing-masing perusahaan.
c. Peruntukan dan pertanggungjawaban dana tersebut diatas dilakukan
secara terbuka dan transparan, dimana mekanisme pengawasannya
dilakukan oleh tim yang di bentuk.
d. Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Program tersebut dikonsultasikan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan.
e. Dana pengembangan pemberdayaan masyarakat dapat diajukan oleh
masyarakat kepada Bupati Bintan Cq. Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Bintan untuk diteruskan kepada pemegang IUP atau IUPK.
Program DPPM merupakan wujud perhatian dan tanggung jawab pihak
perusahaan kepada masyarakat di sekitar wilayah tambang, baik dalam bentuk
program fisik maupun program non fisik kepada masyarakat. Izin Usaha
Pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Bintan
45
melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel II.1Perusahaan Bauksit di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan
No Nama Perusahaan Lokasi1. PT. Wahana Karya Suksesindo Utama Kecamatan Bintan Timur
2. PT. Bina Dompak Indah Kecamatan Bintan Timur
3. PT. Bintang Cahaya Terang Kecamatan Bintan Timur
4. PT. Lobindo Nusa Persada Kecamatan Bintan Timur
Sumber Data : Dinas Pertambangan dan Energi Kab.Bintan
b. Realisasi Pelaksanaan DPPM di Kabupaten Bintan
Tahun 2014 Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat yang
menjadi salah satu perhatian pemerintah Kabupaten Bintan melalui Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan, merupakan program unggulan
sebagaimana Visi dan Misi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
Kabupaten Bintan. Pembagian DPPM dapat dibagi menjadi dua wilayah untuk
masyarakat yang terkena dampak yaitu:
1. Ring I adalah masyarakat yang ada di wilayah blok penambangan (1–2km)
dan mendapat 70% dari keselurahan DPPM yang tersedia;
46
2. Ring II adalah masyarakat yang ada di sekitar wilayah penambangan yang
terkena dampak tidak langsung (>2km) dan mendapat sekitar 30% dari
keseluruhan DPPM yang tersedia.
Pencairan DPPM diajukan oleh Perusahaan pertambangan yang
berdasarkan program utama pengembangan pemberdayaan masyarakat dan
masyarakat melalui Lurah atau Kades setempat dikoordinir oleh Camat kepada
perusahaan pertambangan dan dapat dicairkan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Bupati Cq. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan.
Adapun besaran Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
(DDPM) oleh perusahaan pertambnagan menurut Keputusan Bupati Bintan
Nomor 501/X/2013 tentang Penetapan Besaran Dana Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat untuk Kegiatan Pertambangan dan Mineral Logam
adalah sebagai berikut :
1. Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) merupakan
kewajiban pihak perusahaan pertambangan yang harus dijaminkan dan
disetorkan ke rekening masing-masing perusahaan, dengan dana yang
disepakati sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) per Ton.
2. Penyetoran DPPM dilakukan sebelum atau pada saat penjualan
(lokal/ekspor).
3. Peruntukkan dan pertanggungjawaban dana dilakukan secara terbuka dan
transparan dimana mekanisme pelaksanaannya diawasi oleh tim yang
dibentuk untuk itu.
47
c. Mekanisme Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM)
Pencairan DPPM diajukan oleh Perusahaan pertambangan yang
berdasarkan program utama pengembangan pemberdayaan masyarakat dan dapat
dicairkan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Bupati Cq. Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan melalui rekomendasi dari tim
evaluasi DPPM, Cq. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan.
Pencairan DPPM dapat diajukan oleh masyarakat melalui Lurah atau
Kades setempat di kelurahan atau desa setempat dikoordinir oleh Camat kepada
perusahaan pertambangan dan dapat dicairkan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Bupati, melalui rekomendasi dari tim evaluasi DPPM.
Adapun tugas dari tim evaluasi DPPM adalah sebagai berikut :
1. Menerima, mengevaluasi dan merekomendasi permohonan pencairan DPPM
dari masyarakat sekitar lokasi tambang dan area proyek kepada Bupati.
2. Memproses DPPM yang diajukan masyarakat yang telah disetujui pihak
perusahaan yang disesuaikan dengan ketersediaan DPPM pada rekening
perusahaan.
3. Membuat berita acara evaluasi dan konsep surat persetujuan pencairan
DPPM yang ditandatangani oleh Bupati.
4. Memonitor dan mengawasi pelaksanaan dan penggunaan DPPM yang telah
dicairkan dan menyelesaikan permasalahan yang timbul di lapangan.
48
Bagan II.1
Mekanisme Pencairan Dana Pengembangan Dan Pemberdayaan Masyarakat
Sumber Data : Dinas Pertambangan dan Energi Kab.Bintan
PERUSAHAAN
HAAN
MASYARAKAT
AKAT
BUPATI BINTAN
BINTAN
PERUSAHAAN
HAAN
- Proposal diajukan ke Bupati Bintan cq.Dinas
Pertambangan dan Energi Kab.Bintan sesuai
dengan dana yang ada
- Laporan Pertanggungjawaban
dengan dana yang ada
- Proposal diajukan ke perusahaan melalui
Kepala Desa/Lurah setempat
- Dikoordinir oleh Camat setempat
- Laporan Pertanggungjawaban
- Persetujuan pencairan yang disesuaikan
dengan dana yang ada
- Mengajukan kepada Bupati Bintan Cq.Dinas
Pertambangan dan Energi Kab.Bintan
- Evaluasi permohonan oleh tim
- Sinkronisasi ketersediaan dana
- Berita acara
- Surat pencairan DPPM kepada perusahaan
- Pencairan DPPM oleh perusahaan
- Pendistribusian / penyerahan DPPM
- Laporan Pertanggungjawaban
49
Di dalam pengajuan proposal DPPM, hal yang pertama kali dilakukan adalah :
1. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa atau kelurahan perihal
bantuan yang akan diusulkan untuk pemberdayaan dan pengembangan
masyarakatnya.
2. Merumuskan proposal untuk diajukan ke kelurahan atau desa melalui RT / RW
/ LPM setempat.
3. Setelah mendapatkan persetujuan dari Lurah atau Kades setempat,maka
proposal tersebut diteruskan kepada kecamatan untuk meminta persetujuan
Camat.
4. Kemudian proposal yang telah disetujui oleh Lurah dan Camat, diberikan
kepada perusahaan melalui Kepala Desa atau Lurah setempat.
5. Pihak perusahaan selaku pemilik dana, memeriksa kembali proposal apakah
sudah sesuai dengan tujuan awal dari program DPPM tersebut.
6. Setelah diperiksa oleh pihak perusahaan dan pihak perusahaan menyetujuinya
maka pihak perusahaan mengeluarkan surat permohonan pencairan DPPM
kepada BUPATI BINTAN cq. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
Bintan.
7. Proposal yang telah diterima oleh Distamben Kabupaten Bintan akan
diverifikasi oleh tim Evaluasi yang terdiri dari :
a. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan Selaku Ketua
Tim evaluasi
b. Kepala BPLH Kabupaten Bintan selaku wakil ketua
c. Sekretaris Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan
d. BAPPEDA Kabupaten Bintan selaku anggota tetap
50
e. BPMP& KB Kabupaten Bintan selaku anggota tetap
f. Camat, Lurah/Kades setempat selaku anggota tidak tetap
8. Proposal yang telah di evaluasi dan di setujui oleh tim evaluasi maka pihak
DISTAMBEN selaku pelaksana evaluasi kegiatan DPPM akan mengajukan
surat rekomendasi persetujuan pencairan DPPM bersama berita acara rapat
evaluasi tim evaluasi DPPM dan proposal DPPM kepada Bupati Bintan untuk
disetujui.
8. Selanjutnya surat rekomendasi pencairan DPPM yang telah disetujui dan
ditandatangani oleh Bupati Bintan akan diserahkan kepada perusahaan dan
Bank dimana dana DPPM di simpan untuk dicairkan.
9. Kemudian dana yang telah di cairkan oleh pihak perusahaan diserahkan kepada
pihak kelurahan selaku penanggungjawab laporan untuk dikoordinasikan
dengan masyarakat.
51
Tabel II.2Realisasi Program DPPM Perusahaan Bauksit di Kurahan Gunung
Lengkuas Kecamatan Bintan Timur Kabupaten BintanTahun 2014
NO NAMA PERUSAHAANDAN BANTUAN KELURAHAN/DESA
1 2 31 PT. LOBINDO NUSA PERSADA
Bantuan kegiatan pembangunan Surau Pintu Hidayah di Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Timur.
Rp. 68.000.000,-
2 PT. BINTANG CAHAYA TERANGBantuan kegiatan program perusahaan untuk pembangunan di Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Timur:Pembangunan Sarana dan Prasarana Kp.Batu Licin Laut:
1. Pagar keliling TPU samping Masjid Al-Azhar;2. Pagar keliling TPU samping Jl. SD N 018 Bintim;3. Rehab atap dan plafon posyandu Wijaya Kusuma;4. Rehab Lapangan Volly dan Takraw;5. Penimbunan tanah batumiring dibibir pantai;6. Pengadaan tenda set ukuran 4x6m;7. Pembuatan sani tasi air bersih dan towetr kapasitan 3
ton; 8. Pembangunan jaringan tiang listrik Kp.Wacopek: 9. Bantuan pengadaan jaringan dan tiang listrikBiaya perencaaan dan pengendalian
TOTAL
Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.
Rp.Rp.
Rp.
36.830.000,-36.830.000,-15.000.000,-40.010.000,-45.000.000,-30.000.000,-40.000.000,-
358.250.000,- 30.096.000,-
632.016.000,-
3 PT. BINTANG CAHAYA TERANG
1. Bantuan beasiswa pendidikan Strata-1 (S1) Tahap III Tahun ke-3 untuk Mahasiswa/i Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Timur sejumlah 8 (delapan) orang.
Rp. 64.000.000,-
Sumber Data : Dinas Pertambangan dan Energi Kab.Bintan
52
TATA CARA PEMBUATAN SURAT PERTANGGUNGJAWABAN
Bab I Pendahuluan
Bab II Kegiatan Serah Terima
- Uraian Kegiatan
- Dokumentasi
- Berita Acara Serah Terima
Bab III Kegiatan Pelaksanaan DPPM : (Keterangan Per Item yang
dilengkapi dengan) :
- Uraian Kegiatan dan mengenai bantuan DPPM tersebut
(Lokasi, Kampung, Dusun, RW, RT dan ukuran-
ukuran Bangunan, tentang Pengadaan barang, dll)
- Dokumentasi Awal (sebelum Pelaksanaan)
- Dokumentasi Akhir ( setelah Pelaksanaan)
- Keterangan Pelimpahan / Penyerahan Pekerjaan dan
Bukti Penyerahan Dana
- Rincian Pemakaian Dana (Bon Pembelian, kwitansi, dll)
Bab IV Penutup yang ditandatangani oleh perusahaan, Lurah /
Kepala Desa yang bersangkutan.
53
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Geografis
Kelurahan Gunung Lengkuas adalah bagian dari salah satu kelurahan di
wilayah Kecamatan BintanTimur, Kabupaten Bintan. Kelurahan Gunung
Lengkuas sebagai suatu pemerintahan terkecil yang dipimpin oleh Lurah yang
diangkat oleh Pemerintah Daerah. Kelurahan Gunung Lengkuas mempunyai 4
Rukun Warga (RW) dan 19 Rukun Tetangga (RT).
Kelurahan Gunung Lengkuas merupakan hasil pemekaran dari Kelurahan
Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 23
Tahun 2004 tanggal 29 September 2004 yang terdiri dari:
1. Kelurahan Kijang Kota
2. Kelurahan Sungai Lekop
3. Kelurahan Gunung Lengkuas
4. Kelurahan Sei Enam
Secara Geografis wilayah kelurahan Gunung Lengkuas berada di atas
permukaan laut 157 meter dengan curah hujan pertahun 149,3 cm serta suhu
berkisar rata-rata 28°C - 31°C. Adapun luas wilayah secara keseluruhan adalah =
81,5 km² dengan batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Lekop dan Desa
Toapaya
54
2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Enam dan Laut
3. SebelahTimur : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Lekop dan
Kelurahan Kijang Kota dan Kelurahan Sei Enam
4. Sebelah Barat :Berbatasan dengan Kecamatan Tanjungpinang Timur Kota
Tanjungpinang
Dari Luas 81,5 km² tersebut terdiri dari Hutan Lindung ( Hutan Lindung
Gunung Lengkuas dan Sungai Pulai ), beberapa perusahaan ( seperti PT. Multi
Dwi Makmur) tanah perkebunan, pertanian, tambak, pertambangan bauksit,
fasilitas umum serta perkarangan masyarakat dan lain-lain.
Mayoritas usaha masyarakat adalah pertanian dan perkebunan yang cukup
menjanjikan apabila tetap dikelola dengan baik seperti palawija yang telah dijual
ke beberapa daerah di luar Kabupaten Bintan bahkan ada juga yang di ekspor
keluar negeri.
B. Struktur Organisasi
Untuk memfungsikan struktur organisasi dan tata kerja dalam
melaksanakan tugas pokoknya kelurahan Gunung Lengkuas melaksanakan azas
Desentralisasi dan Tugas pembantuan. Beban tugas pemerintahan khususnya
Kelurahan Gunung Lengkuas semakin berat seiring dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah.
55
Untuk Melaksanakan tugas pokoknya, Lurah Gunung Lengkuas harus
didukung oleh pegawai yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi. Dalam
hal ini semuanya tertuang dalam Struktur Organisasi Kelurahan Gunung
Lengkuas dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut :
1. Sekretaris
a. Melakukan Pembinaan dan Pelayanan Administrasi kepada seluruh
kesatuan Organisasi.
b. Penyusunan Rencana, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaanya.
c. Penyelengaraan Administrasi Keuangan.
d. Pengelolaan Urusan umun.
2. Seksi Pemerintahan
a. Melaksanakan urusan Pemerintahan Umum.
b. Melaksanakan Pembinaan Pemerintahan Kelurahan.
3. Seksi Ketentraman dan Ketertiban
a. Melakukan pembinaan ketentraman dan ketertiban daerah, pembinaan
ideologi politik dalam negeri dan pembinaan polisi pamong praja
b. Menyusun program dan penyelengaraan ketentraman dan ketertiban
daerah, Pembinaan ideologi politik dalam negeri dan pembinaan polisi
pamong praja
56
4. Seksi Pembangunan
a. Melakukan perencanaan penyusunan program serta melakukan
pengendaliandan pembinaan pembangunan.
b. Menyusun program dan pembinaan pembangunan sarana dan prasarana
fisik, perekonomian dan produksi.
c. Menyusun program dan pembinaan pembangunan pada umumnya serta
pembinaan lingkungan hidup.
5. Seksi Kesejahteraan Masyarakat
a. Mengkoordinasikan penyusunan program dan melakukan pembinaan
kesejahteraan masyarakat, pembinaan kependudukan, peranan wanita
dan olahraga.
b. Menyusun program di bidang pembinaan keagamaan, pendidikan,
kebudayaan dan kesejahteraan masyarakat.
C. Visi dan Misi
Kelurahan Gunung Lengkuas mempunyai Visi : Menjadi model pelayanan
masyarakat dengan menerapkan pelayanan yang prima, yang dapat dibanggakan
masyarakat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Makna yang terkandung dalam visi tersebut berarti setiap pemberian
pelayanan kepada masyarakat mengedepankan ketepatan waktu penyelesaian,
tepat sasaran dan menekan biaya administrasi ( efektif dan efesien ) dengan
57
mengikuti prosedur atau persyaratan yang disesuaikan pada setiap urusan
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
Adapun misi Kelurahan Gunung Lengkuas adalah:
a. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan, pembangunan serta pelayanan
masyarakat dengan tingkat aktifitas dan efesiensi yang tinggi.
b. Penyajian dan pengelolaan data yang akurat di bidang kependudukan dan data
pendukung lainnya.
D. Jenis-Jenis Pelayanan Di Kelurahan Gunung Lengkuas
1. Pelayanan Pengaduan masyarakat yang meliputi :
a. Pengaduan masyarakat bidang pemerintahan.
b. Pengaduan masyarakat bidang kependudukan.
c. Pengaduan masyarakat bidang kesra.
d. Pengaduan masyarakat bidang pendidikan.
e. Pengaduan masyarakat bidang kesehatan.
f. Pengaduan masyarakat bidang keagamaan dan ketertiban.
2. Pelayanan Administrasi Kependudukan
a. Pengurusan Pembuatan KTP.
b. Pengurusan Pembuatan KK.
c. Surat Pengantar Akte Kelahiran.
d. Surat Keterangan Kematian.
e. Surat Keterangan Pindah-Datang.
58
f. Surat Keterangan Identitas Diri.
g. Surat Keterangan Pengantar Nikah.
h. Surat Keterangan Tidak Mampu.
i. Surat Keterangan Pindah Datang orang asing.
j. Surat Keterangan SKCK.
k. Surat Keterangan Lainnya.
3. Pelayanan Administrasi Pertanian
a. Pengurusan Surat Keterangan Riwayat Pemilikan Tanah (Alas Hak ).
b. Pengurusan Surat Keterangan Penggarapan Tanah.
c. Pengurusan Surat Keterangan Hibah.
d. Pengurusan Pembayaran PBB.
59
Bagan III.1Struktur Organisasi
Sumber Data : Kelurahan Gunung Lengkuas
LURAHIVAN GOLAR RIADY, S.Sos
IVAN
PERANGKAT KELURAHAN SEKRETARIS LURAH
KASI PEMERINTAHANRUDI ANDATAMA, SE
RUDI
KASI PEMBANGUNANPRADITO SONY WIDAGDO, S. IP
KASI KESOSROSDUALITA SUZANTY
ROSDUALIT
KASI TRANTIBANDI ASRISAL, S.Sos
ANDI
STAFFFIRMANSYAH
STAFFSUPRAPNO
SUPRANO
STAFFJALALUDDIN
STAFFSUNARDI
STAFFRIA HELDAWATI
STAFFRONEY
STAFFNURSAH
NURSAH
STAFFBUDI PURNOMO
60
Tabel III.1Pembagian Wilayah Rukun Tetangga
NO
RUKUN TETANGGA LOKASI
1 RW I KM 16 – KM 152 RT 01 / RW I KAMPUNG SEI JATI3 RT 02 / RW I KAMPUNG TELAGA BIRU4 RT 03 / RW I KAMPUNG TERATAI5 RT 04 / RW I KAMPUNG SUKA DAMAI6 RT 05 / RW I GANG MAWAR7 RW II KM 18 – KM 198 RT 01 / RW II KAMPUNG BANGUN REJO9 RT 02 / RW II GANG PERKUTUT10 RT 03 / RW II KAMPUNG BANGUN REJO11 RT 04 / RW II GANG MAKMUR12 RW III JL. NUSANTARA – KM 2013 RT 01 / RW III JL. NUSANTARA – KM 2014 RT 02 / RW III JL. NUSANTARA – KM 2015 RT 03 / RW III GANG MELATI16 RT 04 / RW III JL. LINGKAR WACOPEK17 RW IV WACOPEK18 RT 01 / RW IV KAMPUNG WACOPEK19 RT 02 / RW IV KAMPUNG WACOPEK20 RT 03 / RW IV KAMPUNG WACOPEK21 RT 04 / RW IV KAMPUNG BATU LICIN22 RT 05 / RW IV KAMPUNG WACOPEK23 RT 06 / RW IV KAMPUNG BATU LICIN
Sumber Data : Kelurahan Gunung Lengkuas
1. Laporan Jumlah Penduduk, Pemeluk Agama dan Pekerjaan
1. Jumlahpenduduk :
1. Laki – laki : 3442 Jiwa
2. Perempuan : 3047 Jiwa
Jumlah 6489 Jiwa
Terdiridari : 1932 KK
2. Pemeluk Agama Tabel III.2
61
Pemeluk Agama Masyarakat Kelurahan Gunung Lengkuas
Perincian Laki-laki Perempuan Jumlah1. Islam 3071 Jiwa 2680 Jiwa 5751 Jiwa2. Kristen Katolik 66 Jiwa 63 Jiwa 129 Jiwa3. Kristen Protestan 169 Jiwa 155 Jiwa 324 Jiwa4. Budha 133 Jiwa 145 Jiwa 278 Jiwa5. Hindu 3 Jiwa 4 Jiwa 7 Jiwa6. Lain- lain 0 Jiwa 0 Jiwa 0 Jiwa
Jumlah 3442 Jiwa 3047 Jiwa 6489 JiwaSumber Data : Kelurahan Gunung Lengkuas
3. Pekerjaan
Tabel III.3Pekerjaan Masyarakat Kelurahan Gunung Lengkuas
Perincian Jumlah1. Instansi Pemerintah 77 Orang2. Karyawan / Swasta 1573 Orang3. ABRI 5 Orang4. Pedagang 275 Orang5. Nelayan 172 Orang6. Buruh 1119 Orang7. Pensiunan 21 Orang8. Pertukangan 103 Orang9. Pengangguran 584 Orang10.Petani 405 Orang11.IRT 742 Orang12.Pelajar 576 Orang13.Belum bekerja ( 0-6 thn ) 837 OrangSumber Data : Kelurahan Gunung Lengkuas
BAB IV
Implementasi Pengelolaan DPPM Oleh Pemerintah Kabupaten Bintan di Kelurahan Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan
Timur Kabupaten Bintan Tahun 2014
62
Implementasi merupakan suatu keputusan untuk mencapai sasaran
tertentu, maka untuk merealisasikan pencapaian sasaran tersebut diperlukan
serangkaian aktivitas pelaksanaannya. Mengingat bahwa implementasi suatu
program merupakan suatu hal yang kompleks karena banyaknya faktor yang
saling mempengaruhi dan terkait, maka untuk memahami adanya perbedaan
antara apa yang diharapkan tercapai dengan yang terjadi kemudian menimbulkan
kesadaran mengenai pentingnya studi-studi implementasi.
Implementasi juga diartikan sebagai realisasi dari rencana yang ditetapkan
sebelumnya. Lebih lanjut Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno
(2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.
Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-
keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu
maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-
perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan
kebijakan. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa segala sumber dalam
usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat
kebijakan, didalamnya mencakup : manusia, dana, dan kemampuan organisasi
yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta serta individu atau
kelompok.
Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi
suatu kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih
63
kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan
berbagai variabel. Penjelasan di atas menggambarkan bahwa implementasi
kebijakan berjalan secara linear dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja
kebijakan publik. Di dalam implementasi kebijakan, kinerja kebijakan
dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan, variabel-variabel
tersebut yaitu:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan
2. Sumber daya
3. Karakteristik organisasi pelaksana
4. Sikap para pelaksana
5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Adapun indikator yang peneliti lakukan adalah dengan menggunakan
pedoman wawancara terhadap target informan yang akan diteliti yaitu :
A. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari
ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada
di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu
64
ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006:154). Van Meter
dan Van Horn (dalam Sulaeman, 1998:222) mengemukakan untuk mengukur
kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu
yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada
dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran
tersebut.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan adalah penting.Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi
gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari
terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki
hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). Arah disposisi
para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga
merupakan hal yang “crucial”.
Tahapan implementasi suatu kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan
dan sasaran direncanakan terlebih dahulu yang dilakukan dalam tahap formulasi
kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah
undang-undang tentang suatu kebijakan dikeluarkan dan dana yang disediakan
untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut telah tersedia. Standar dan
sasaran kebijakan sebaiknya harus jelas dan terukur, sehingga tidak menimbulkan
interpretasi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik di antara para agen
implementasi.
Di Kabupaten Bintan pada tahap formulasi kebijakan sesuai dengan yang
disampaikan oleh informan pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
65
Bintan yang merupakan seorang PNS Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Bintan berinisial Rwz Sarjana Pertambangan sebagai Kasi Bimbingan
Pengusahaan Pertambangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Mineral yang
bertugas melaksanakan program DPPM di Kabupaten Bintan mengatakan :
“Pelaksanaan DPPM tertuang didalam PERDA Kabupaten Bintan No. 1 Tahun 2012 Tentang Pengolaan Pertambangan Mineral. Ukuran
keberhasilan pelaksanaan DPPM adalah tercapainya kesejahteraan dan berdaya gunanya masyarakat sekitar tempat dilaksanakannya kegiatan pertambangan oleh perusahaan pertambangan, sedangkan tujuannya adalah untuk mewujudkan Visi dan Misi Bupati Bintan dalam mensejahterakan masyakarat Kabupaten Bintan secara luas yang tidak terakomodir oleh pembiayaan APBD
Kabupaten Bintan”. (sumber hasil wawancara hari Rabu tanggal 8 Juni 2016)
Rwz ditetapkan sebagai PPTK Kegiatan Evaluasi DPPM melalui
keputusan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan Nomor
136/IV/2013 seperti pada lampiran.
Apa yang dikemukakan oleh informan berinisial Rwz juga di dukung oleh
seorang Pegawai yang juga merupakan staf Rwz berinisial Hd Sarjana Teknik
yang bertugas membantu Rwz memproses proposal DPPM perusahaan
pertambangan yang masuk dari kelurahan maupun perusahaan pertambangan
untuk selanjutnya dilakukan evaluasi dan dibuat rancangan surat persetujuan
pencairan DPPM oleh Bupati Bintan menyatakan bahwa :
“DPPM ini dilaksanakan untuk melaksanakan hasil musrenbang yang
tidak terakomodir oleh APBD Kabupaten Bintan “. (sumber hasil wawancara
hari Rabu tanggal 8 Juni 2016).
Apa yang disampaikan oleh informan Rwz dan Hd ditambahkan oleh
seorang pegawai Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan berinisial
66
RaSarjana Pertambangan sebagai Kepala Seksi Penataan dan Konservasi
Pertambangan yang bertugas melaksanakan Penataan dan Konservasi menyatakan
bahwa :
“ Pelaksanaan DPPM di Kabupaten Bintan ini merupakan inovasi daerah Kabupaten Bintan, dimana dalam otonomi daerah diberikan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan inovasi kebijakan dalam membangun daerahnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan pemerintah tentang CSR pada saat penyusunan PERDA memang belum terbit tetapi dalam undang-undang perusahaan pelaku usaha diwajibkan untuk melaksanakan CSR. Dalam
hal ini Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan invosi kebijakan untuk menetapkan masing-masing perusahaan menjaminkan dana pada rekening masing-masing perusahaan untuk digunakan dalam mensejahaterakan dan memberdayakan masyarakat sekitanya sesuai kemampuan perusahaan pertambangan”. (sumber hasil wawancara hari Rabu tanggal 8 Juni 2016)
Dari beberapa pendapat informan diatas terlihat bahwa pelaksanaan
DPPM merupakan niat baik perusahaan pertambangan yang disalurkan melalui
kegiatan CSR yang difasilitasi pemerintah daerah Kabupaten Bintan untuk
masyarakat melalui kegiatan yang disebut Dana Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Dalam hal ini, menurut penulis kegiatan DPPM
merupakan salah satu wujud kebijakan pro rakyat yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan, yang dilaksanakan dengan kreatifitas
untuk menciptakan tata aturan pelaksanaaan dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat walaupun pemerintah pusat belum menyusun petunjuk teknis
pelaksanaan.
Selain itu, ukuran keberhasilan program DPPM yang dilaksanakan oleh
pemerintah Kabupaten Bintan ini adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat
sekitar wilayah dilakukannya kegiatan pertambangan melalui pengembangan dan
67
pemberdayaan masyarakat sekitar, sehingga ukuran keberhasilan
penyelenggaraaan DPPM di Kabupaten Bintan dapat dilihat dari tingkat
kesejahteraan masyarakat sebelum adanya kegiatan pertambangan dan sesudah
adanya kegiatan pertambangan, dalam hal ini masyarakat pada Kelurahan Gunung
Lengkuas.
B. Sumber Daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang
terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap
tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas
sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan
secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu
menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
Van Mater dan Van Horn (dalam Widodo 1974:123) menegaskan bahwa
“sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan
komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk
memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri
atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan
(implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif
lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap
gagalnya implementasi kebijakan.
68
Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat
digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya
ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan
kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Sumber Daya Manusia (Staff)
Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari
sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas
sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikasi, profesionalitas,
dan kompetensi di bidangnya. Sedangkan kuantitas berkaitan dengan
jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh
kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang
kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan
lambat.
2. Anggaran (Budgetary)
Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal
atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya
kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadai, kebijakan tidak
akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.
3. Fasilitas (facility)
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak,
69
seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam
keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.
4. Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)
Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama
informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan
suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk
meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan
yang dikehendaki.
Sebelum penulis mengulas lebih dalam tentang sumber daya yang paling
penting yaitu sumber daya manusia, penulis ingin mengetahui terlebih dahulu
sumber daya lain dalam pelaksanaan kegiatan DPPM yaitu mengenai darimana
dana untuk kegiatan DPPM ini berasal. Menurut salah seorang karyawan PT BCT
yang merupakan Kepala Teknik Tambang berinisial Ry mengatakan bahwa :
“Kegiatan DPPM ini sumber dananya berasal dari Dana Jaminan yang di
tabungkan di Bank dengan rekening atas nama Direktur PT BCT “.
(sumber hasil wawancara hari Kamis tanggal 9 Juni 2016)
Hal senada juga disampaikan oleh pegawai Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Bintan yang berinisial Jm Sarjana Ekonomi yang merupakan
salah satu staf di bagian Pertambangan Umum yang bertugas menerima dan
mencatat bukti setor pembayaran DPPM dari pihak perusahan mengatakan
bahwa :
“Berdasarkan Keputusan Bupati Bintan No. 500/X/2013 perusahaan diwajibkan untuk menyisihkan sebagian hasil produksinya di bank pada rekening masing-masing perusahaan untuk melaksanakan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar tempat perusahaan
70
pertambangan melakukan kegiatan usaha pertambangan “. (sumber hasil wawancara hari Kamis tanggal 9 Juni 2016)
Dari dua pendapat diatas dapat dilihat bahwa kegiatan pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat ini sumber dananya berasal dari dana jaminan yang di
jaminkan perusahaan pada bank tertentu. Penempatan dana jaminan DPPM
perusahaan pertambangan dapat dilihat pada bukti setor pembayaran sebagaimana
terlampir.
Setelah kita mengetahui kegiatan ini sumber dananya berasal darimana
tentu selanjutnya kita perlu mengetahui bagaimana penyaluran dana tersebut.
Untuk itu, menurut pendapat Informan Rwz Sarjana Pertambangan sebagai Kasi
Bimbingan Pengusahaan Pertambangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Mineral
yang bertugas melaksanakan program DPPM di Kabupaten Bintan mengatakan
bahwa :
“Mekanisme penyaluran dana sesuai denganPeraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan
Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batuan di Kabupaten Bintan”. (sumber hasil wawancara hari Kamis tanggal 9 Juni 2016).
Untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang dana DPPM ini, penulis juga
bertanya langsung kepada perusahaan pertambangan apakah pengelolaan dana
yang dikeluarkan oleh perusahaan pertambangan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah sudah sesuai atau belum. Seorang karyawan perusahaan pertambangan
berinisial Az menyatakan bahwa :
“ Selama ini penyaluran DPPM dilaksanakan sudah sesuai dengan mekanisme yang di atur dalam Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2013. Proses tersebut sudah kami jalankan sesuai dengan taat
71
aturan.Alhamdulillah masyarakat sudah merasa terbantu ekonominya dan kami perusahaan pun dapat membangun citra melalui kegiatan ini “. (sumber
hasil wawancara hari Kamis tanggal 9 Juni 2016)
Hal ini juga didukung oleh pendapat informan berinisial Rs yang
merupakan Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial pada Kelurahan Gunung Lengkuas
yang menyatakan bahwa :
“ Tidak semua kebutuhan yang tertuang dalam musrenbang untuk kelurahan Gunung Lengkuas dalam menjalankan pembangunan dapat diakomodir seluruhnya oleh APBD Kabupaten Bintan. Kami sangat terbantu dengan adanya program ini, sehingga kami dapat membangun Gunung Lengkuas dengan menggunakan Dana bantuan dari perusahaan pertambangan”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016)
Hal-hal terkait informasi-informasi yang telah disampaikan diatas perlu
penulis tanyakan secara langsung kepada masyarakat. Salah seorang masyarakat
Gunung Lengkuas yang penulis tanyakan yang merupakan ketua RT 04 berinisial
Wn menyebutkan bahwa :
“ Kami sangat senang dengan adanya DPPM ini. Kami tahu karena pasal ni dah dibualkan orang di mana-mana namanya dulu DKTM, banyak fasilitas di kampong ni yang dibangun menggunakan DPPM ini. Tapi kami sebenarnya lebih senang lagi kalau bantuan tu berupa duit aje, jadi senang nak
digunakan”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016)
Hal senada diungkap juga oleh seorang warga Gunung Lengkuas yang
berinisial Ar yang mengatakan bahwa :
“Bantuan DPPM ni, bagus. Tapi kami warga sini lebih memilih bantuan
macam langsung macam dulu. Kayak uang debu yang langsung dibagikan
perbulan ke setiap KK. Kalo sekarang takde lagi. Ganti dengan bangun
72
fasilitas ni lah”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni
2016)
Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh seorang warga Gunung
lengkuas berinisial Zm yang menyebutkan bahwa:
“ Dulu mesjid kami ni buruk kurang nyaman kalau nak sembayang,
sekarang dah sejuk, cantik dah nyaman untuk sembahyang”. (sumber hasil
wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016).
Menurut salah seorang penerima bantuan Beasiswa berinisial Ms yang
merupakan Mahasiswa STAI semester enam mengatakan bahwa :
“ Menurut saya pribadi bantuan ini sangat membantu karna masih banyak di luar sana mahasiswa-mahasiswa kekurangan biaya dan mungkin ada yg putus kuliah karena kekurangan biaya. Jadi apalagi bantuan ini berjalan setiap tahun sehingga setiap semester ada juga bantuan yang biasa itu kan setiap bulan ini untuk jangka waktu satu tahun jadi setiap tahun sampai semester akhir tetap dapat, apalagi yang orang tuanya kerjanya tidak memadai jadi saya sangat
terbantu sekali”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016).
Seorang ibu rumah tangga di kelurahan Gunung Lengkuas yang berinisial
Lz menyebutkan bahwa :
“Kami senang dengan program DPPM ni, dah tebangun TPA untuk anak-
anak belajar mengaji, sekarang anak saya balek sekolah ngaji di TPA tu”.
(sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016)
73
Melihat penjelasan dari informan-informan diatas dan Peraturan Bupati
No. 37 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan Dana
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan Pertambangan
Mineral dan Batuan Di Kabupaten Bintan dapat penulis gambarkan mekanisme
penyaluran DPPM di Kabupaten Bintan sebagai berikut :
Bagan IV.1Mekanisme Penyaluran Dana Pengembangan Dan Pemberdayaan
Masyarakat
PERUSAHAAN
MASYARAKAT
- Proposal diajukan ke Bupati Bintan cq.Dinas
Pertambangan dan Energi Kab.Bintan sesuai
dengan dana yang ada
- Laporan Pertanggungjawaban
- Proposal diajukan ke perusahaan melalui
Kepala Desa/Lurah setempat
- Dikoordinir oleh Camat setempat
- Persetujuan pencairan yang disesuaikan
dengan dana yang ada
74
Sumber Data : Dinas Pertambnagan dan Energi Kab.Bintan
Melihat pendapat yang disampaikan oleh informan-informan diatas, dapat
penulis lihat bahwa masyarakat Gunung Lengkuas merasa senang dan terbantu
dengan adanya kegiatan program DPPM ini, namun ada juga sebagian dari
masyarakat di kelurahan Gunung Lengkuas yang menganggap bahwa bantuan
dalam bentuk uang langsung lebih bermanfaat daripada bantuan berupa
pembangunan sarana dan prasarana. Sehingga dapat penulis gambarkan bahwa
program DPPM ini belum sepenuhnya sesuai dengan keinginan masyarakat. Oleh
karena itu, perlu adanya pemahaman yang disampaikan kepada masyarakat
- Persetujuan pencairan yang disesuaikan
dengan dana yang ada
75
sehingga masyarakat tidak berfikiran bahwa bantuan langsung berupa uang lebih
bermanfaat daripada bantuan berupa pembangunan sarana dan prasaran di
kelurahan Gunung Lengkuas. Di dalam suatu kebijakan, hendaknya apa yang
diinginkan oleh masyarakat dan perusahaan bisa sejalan. Hal ini dikarenakan
masyarakat bukan hanya sebagai subjek implementasi kebijakan tetapi juga
termasuk objek kebijakan publik.
Namun dari keseluruhan proses yang ada, dapat penulis gambarkan bahwa
manusia yang merupakan sumber daya terpenting dalam menentukan
keberhasilan suatu implementasi kebijakan oleh Pemerintah Kabupaten Bintan
telah dapat melaksanakan penyaluran dana yang merupakan sumber daya
finansial dalam kurun waktu yang tidak telalu lama dalam melaksanakan suatu
implementasi kebijakan.
C. Karakteristik Organisasi Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal
ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh
ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan
dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan yang
menuntut pelaksanaan kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain
76
diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan
atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen
pelaksana kebijakan.
Dalam pelaksanaan program DPPM oleh Pemerintah Kabupaten Bintan
melibatkan organisasi formal yaitu elemen Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan
yang terdiri dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan, Kelurahan
Gunung Lengkuas, Perusahaan Pertambangan dan RT/RW.Sedangkan organisasi
informal yaitu masyarakat dapat penulis gambarkan :
1. Karakteristik Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan.
Menurut informan yang merupakan pegawai Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Bintan yang berinisial Am yang merupakan staf
dibagian Sekretariat mengatakan bahwa :
“ Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Pelayanan pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan menyatakan bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang Pertambangan Umum dan Ketenagalistrikan agar dapat berjalan efektif, efesien, dan tepat waktu khususnya pelayanan umum bidang pertambangan dan energi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bintan. Sehingga tata kerja pegawai Dinas Pertambangan dan Energi tentu mengacu pada Peraturan Bupati yang
dimaksud. Untuk SOP pelaksanaan program DPPM dilakukan sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batuan di Kabupaten Bintan”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016)
2. Karakteristik Kelurahan Gunung Lengkuas
Menurut informan yang merupakan pegawai Kelurahan Gunung Lengkuas
yang berinisial Rs sebagai Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial yang
77
melaksanakan tugas dalam memproses permohonan DPPM dari masyarakat
pada Kelurahan Gunung Lengkuas menyatakan bahwa :
“ Sesuai Peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 41 Tahun 2011 Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi Kelurahan Kabupaten Bintan, Kelurahan Gunung Lengkuas merupakan badan pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dalam hal kegiatan DPPM ini, kelurahan mempunyai peranan dalam penyampaian pengajuan proposal bantuan kepada pihak perusahaan pertambangan”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016).
3. Perusahaan Pertambangan
Menurut informan yang merupakan karyawan perusahan pertambangan
yang berinisial Sp Sarjana Ekonomi sebagai karyawan bagian Comunnity
Development di PT BCT yang menyebutkan :
“Perusahaan kami merupakan Badan Hukun yang berbentuk perseroan terbatasyang di tuangkan melalui AKTA NOTARIS, untuk melakukan kegiatan usahapertambangan persereoan terbatas ini wajib memiliki ijin yang disebut dengan Izin Usaha Pertambangan ( IUP )”. (sumber hasil wawancara hariJumattanggal 10 Juni 2016)
4. RT/RW
Menurut informan yang merupakan pegawai Kelurahan Gunung Lengkuas
yang berinisial Jl menyatakan bahwa :
“ Sesuai dengan Peraturan Bupati Bintan Nomor 67 Tahun 2011 Tentang Rukun Tetangga (RT) Dan Rukun Warga (RW) di Kabupaten Bintan
bahwa salah satu tugas RT adalah pembuatan gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat. Sedangkan tugas dari RW adalah fasilitator dalam hubungan antar RW dan antar masyarakat dengan Pemerintahan Desa atau
kelurahan dan daerah”. Dari isi Perbup tersebut dapat kita ketahui bahwa RT /RW memiliki peranan dalam menyampaikan aspirasi ataupun pendapatnya yang kemudian akan disampaikan oleh RT /RW kepada kelurahan setempat”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016)
78
Selain organisasi pelaksana formal dalam hal ini juga terdapat organisasi
pelaksana informal yaitu masyarakat. Peran masyarakat disini berdasarkan
Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2013 dapat berperan serta aktif baik dalam
pengajuan permohonan sebuah kegiatan / bantuan maupun pelaksanaan kegiatan.
Melihat kararteristik-karakteristik organisasi pelaksana diatas, dalam
pelaksanaan program DPPM oleh Pemerintah Kabupaten Bintan di Gunung
Lengkuas dapat dilihat bahwa perlunya keterbukaan oleh semua pihak. Hal
tersebut terkait dengan keterbukaan perusahaaan akan kesanggupan dana dalam
memberikan bantuan, keterbukaan elemen pemerintah daerah dalam memfasilitasi
antara perusahaan pertambangan dan masyarakat juga mengawasi serta peran
aktif masyarakat dalam melihat pelaksanaan program DPPM hingga mendapatkan
hasil yang diharapkan.
D. Komunikasi Antar Organisasi Terkait dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van
Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974:135) apa yang menjadi standar tujuan
harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas
pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus
dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka
penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa yang
menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and
uniformity) dari berbagai sumber informasi.
79
Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu
standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan
sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat
mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.
Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering
merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita kebawah di
dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator
lain, sering mengalami ganguan(distortion) baik yang disengaja maupun tidak.
Jika sumber komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak
sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber informasi
sama memberikan interprestasi yang penuh dengan pertentangan (conflicting),
maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang
lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan secara intensif.
Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat
ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan
konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam Widodo
1974:135). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-
pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin
kecil, demikian sebaliknya.
Untuk melaksanakan program DPPM oleh Pemerintah Kabupaten Bintan
tentu membutuhkan kerjasama yang berkesinambungan antara organisasi
pelaksana sesuai dengan SOP yang telah di tetapkan. Untuk itu penulis menggali
80
komunikasi yang di bangun antara para pihak yang merupakan organisasi
pelaksana. Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Tata Cara Pengelolaan dan Pencairan Dana Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batuan di
Kabupaten Bintanyang merupakan SOP dalam melaksanakan kegiatan DPPM
dapat dilihat bahwa menurut Rwz Sarjana Pertambangan sebagai Kasi Bimbingan
Pengusahaan Pertambangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Mineral yang
bertugas melaksanakan program DPPM di Kabupaten Bintan mengatakan :
“ Kami akan segera memproses proposal kegiatan DPPM yang masuk baik dari perusahaan maupun masyarakat melalui kelurahan Gunung Lengkuas
untuk dapat dievalusi dan dibuatkan persetujuan Bupati untuk mencairkan dana yang dijaminkan perusahan untuk melaksanakan kegiatan yang di mohonkan karena rekening perusahan tersebut cq Bupati. Cq tersebut dimaksudkan untuk melihat dan mengawasi penggunaan dana jaminan
DPPM tersebut.” (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016).
Proses dalam mencairkan DPPM PT BCT untuk masyarakat Gunung
Lengkuas dapat dilihat pada Surat Masuk dan Surat Keluar, Nota dinas dari
Kadistamben ke Bupati Bintan, Berita acara rapat tim evaluasi, Surat Persetujuan
Pencairan DPPM PT BCT oleh Bupati Bintan seperti terdapat pada lampiran. Hal
tersebut juga disampaikan oleh karyawan perusahan berinisial Az bahwa :
“ Setiap proposal yang kami ajukan selalu tidak terlalu lama menunggu
proses pencairannya, karena dana tersebut merupakan dana kami,
pemerintah daerah hanya menfasilitasi. Komunikasi juga kita bangun untuk
mempercepat proses itu .“ (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni
2016)
81
Pernyataan yang disampaikan karyawan berinisial Rz diatas diperkuat dengan
bukti dokumen sebagaimana terlampir.
Kepada pihak kelurahan Gunung Lengkuas juga penulis tanyakan apakah
setiap proposal kegiatan masyarakat yang diajukan melalui kelurahan Gunung
Lengkuas segera di tindak lanjuti oleh Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Bintan. Seorang pegawai Gunung Lengkuas yang biasa melakukan
pengurusan program DPPM untuk masyarakat yang berinisial Rs ini
menyebutkan bahwa :
“ Setiap proposal dari masyarakat yang masuk ke kelurahan Gunung Lengkuas akan segera kami sampaikan ke Dinas Pertambangan dan
Energi untuk ditindak lanjuti.Komunikasi kita bangun untuk menyesuaikan kemampuan perusahaan dan hal ihwal yang dimohonkan masyarakat
untuk di bantu”. (sumber hasil wawancara hari Jumat tanggal 10 Juni 2016).
Pernyataan yang disampaikan pegawai Kelurahan Gunung Lengkuas
berinisial Rs yang merupakan Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial diatas diperkuat
dengan bukti Surat masuk dan Surat Keluar dari Kelurahan Gunung Lengkuas
sebagaimana terlampir.
Proses dalam mencairkan DPPM PT BCT untuk masyarakat Gunung
Lengkuas dapat dilihat pada Berita Acara Hasil Evalusi, Nota Dinas dari
Kadistamben ke Bupati Bintan dan Surat Persetujuan Pencairan DPPM PT BCT
oleh Bupati Bintan sebagai Terlampir.
Dari penjelasan masing-masing diatas terlihat komunikasi yang dibangun
antara organisasi pelaksana sudah berjalan dengan baik, dapat dilihat juga bahwa
82
kepentingan masyarakat di kedepankan. Namun demikian, komunikasi yang telah
dibangun dengan baik ini perlu dijaga keberlangsungannya, karena organisasi
pelaksana formal merupakan jabatan yang sewaktu-waktu dapat berganti orang
yang melaksanakannya.
E. Disposisi Atau Sikap Para Pelaksana
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006:54)
sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat
mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu
menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu
kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-
kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Mater
dan Van Horn (1974:137) menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan
diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari
pelaksana(implementors)dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat
83
tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan
kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari
pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman (comprehension
and understanding) terhadap kebijakan. Kedua, arah respon mereka apakah
menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection).Dan
ketiga, intensitas terhadap kebijakan.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan
yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak
sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan.Arah disposisi para
pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan
hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan
kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan
(Van Mater dan Van Horn, 1974:138).
Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar
dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggungjawab untuk
melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang besar
terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van Mater dan
Van Horn, 1974:212).Pada akhirnya, intesitas disposisi para
pelaksana (implementors) dapat mempengaruhi
pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas
disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan.
84
Salah satu indikator berhasil atau tidaknya suatu implementasi kebijakan
di laksanakan dalam hal ini pelaksanaaan program DPPM adalah sikap para
pelaksana, sikap tersebut dapat penulis gambarkan sesuai dengan pendapat yang
di berikan oleh informan antara lain PNS Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Bintan berinisial Rwz Sarjana Pertambangan sebagai Kasi Bimbingan
Pengusahaan Pertambangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Mineral yang
bertugas melaksanakan program DPPM di Kabupaten Bintan mengatakan :
“ Setiap proposal yang masuk dan dicairkan tidak kami pungut dana, hal tersebut tentu dapat memberatkan masyarakat dan perusahaan. Untuk melakukan monitoring pelaksanaan kegiatan DPPM kami memiliki
anggaran kegiatan yang bersumber dari APBD Kabupaten Bintan.” (sumber hasil wawancara hari Senin tanggal 13 Juni 2016)
Pernyataan tersebut diatas dikuatkan dengan melihat Anggaran kegiatan
Pembinaan Usaha Pertambangan Umum dan Sumberdaya Mineral yang terdapat
pada lampiran. Karyawan PT BCT yang berinisial Ry mengatakan bahwa :
“ Dalam melakukan pengurusan permohonana pencairan dana DPPM kami selalu diawasi oleh pimpinan perusahaan terkait akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan kegiatan yang harus dilaporkan secara berkala sebagai
pertanggungjawaban keberhasilan pelaksanaan tugas.” (sumber hasil wawancara hari Senin tanggal 13 Juni 2016)
Penyataan yang disampaikan karyawan PT BCT di atas diperkuat dengan
bukti surat pertanggungjawaban ( SPJ) sebagaimana terlampir dalam lampiran.
Sama halnya dengan yang disampaikan oleh pegawai Kelurahan yang berinisial
Rs bahwa :
“ Dalam memproses setiap proposal permohonan bantuan / kegiatan dari masyarakat tidak kami pungut biaya, pelaksanaanya pun harus sesuai
rencana karena setelah kegiatan selesai dilaksanakan kami wajib melaporkan ke perusahaan dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
85
Bintan untuk membuktikan kesesuaian pelaksanaan kegiatan.” (sumber hasil wawancara hari Senin tanggal 13 Juni 2016)
Begitu juga yang disampaikan oleh Zk yang merupakan masyarakat
kelurahan Gunung Lengkuas :
“ Biasanya setiap akan mengajukan permohonan bantuan atau kegiatan warga sini selalu musyawarah terlebih dahulu, sehingga masyarakat sudah tahu apa yang diminta dan apa yg dapat dikabulkan. Pelaksanaannya pun kami awasi bersama, bahkan dalam berbagai kegiatan masyarakat yang berperan langsung dalam pelaksanaannya .” (sumber hasil wawancara
hari Senin tanggal 13 Juni 2016)Pernyataan dari Zk tersebut juga diperkuat oleh Sd yang menyatakan bahwa :
“Setahu saya tidak terdapat penyelewengan dana karna hasil yang dapat
kami lihat sudah sesuai dengan yang di harapkan.” (sumber hasil wawancara
hari Senin tanggal 13 Juni 2016)
Begitu juga pernyataan yang dikeluarkan oleh Hs :
“ Tidaksemua permohonan bantuan / kegiatan yang kami ajukan dapat di penuhi, setahu saya itu disesuaikan dengan kemampuan perusahaan,
namun demikian biasanya bantuan / kegiatan dilakukan pada hal-hal yang merupakan prioritas utama.” (sumber hasil wawancara hari Senin tanggal
13 Juni 2016).
Pernyataan Zk, Sd dan Hs diperkuat dengan berita acara rapat musyawarah RT
yang terdapat pada lampiran.
Melihat sikap para pelaksana dari pendapat yang disampaikan oleh para
masyarakat, penulis dapat melihat bahwa sikap para pelaksana tidak menyimpang
sehingga tidakterpengaruh oleh kepentingan-kepentingan organisasi dan
kepentingan pribadi yang dapat menyebabkan kurangnya atau terbatasnya
intensitas disposisi yang dapat mengakibatkan gagalnya implementasi kebijakan.
F. Lingkungan Sosial, Ekonomi Dan Politik
86
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif
dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan
eksternal yang kondusif.
Masyarakat Gunung Lengkuas yang rata-rata berprofesi sebagai petani
kebun yang tingkat pendidikannya tidak terlalu tinggi tentu tidak terlalu
memahami aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah melalui peraturan perundang–undangan. Hal ini tidak berlaku bagi
pelaksanaan DPPM khususnya di kelurahan Gunung Lengkuas. Hal ini dapat di
lihat dari pendapat masyarakat, seperti yang disampaikan oleh ketua Karang
Taruna Gunung Lengkuas yang berinisial Mm :
“ Kami sudah tahu bahwa ada kegiatan DPPM di kelurahan Gunung
Lengkuas karena sudah mendapat sosialisasi dari Kelurahan Gunung
Lengkuas dan menjadi bahan perbincangan di masyarakat.” (sumber hasil
wawancara hari Senin tanggal 13 Juni 2016).
Secara ekonomi masyarakat Gunung Lengkuas merupakan masyarakat
kelas menengah ke bawah yang pemenuhan kebutuhannya adalah dari hari ke
hari, namun hal tersebut tidak menjadikan masyarakat Gunung Lengkuas manja
dan bergantung sepenuhnya kepada dana bantuan yang di salurkan melalui
kegiatan DPPM. Hal tersebut disampaikan oleh masyarakat Gunung Lengkuas
yang berinisial Bj bahwa :
87
“ Kami memang orang susah, tapi untuk makan sehari-hari cukuplah,
apabila kami minta bantuan ke perusahaan pertambangan dikasih kami
bersukur, tak dikasih pun tak masalah.” (sumber hasil wawancara hari Senin
tanggal 13 Juni 2016)
Faktor ekonomi ini tentu mempengaruhi upaya dalam
mengimplementasikan kebijakan karena apabila masyarakat dengan ekonomi
lemah yang dalam kondisi minta bantuan tidak diberikan marah, tentu
menimbulkan gejolak di dalam masyarakat.
Kehidupan politik masyarakat Gunung Lengkuas karena dipimpin oleh
seorang Lurah tentu tidak terpengaruh langsung terhadap upaya yang diambil
Lurah dalam koridor politis. Hal tersebut berbeda apabila masyarakat yang di
pimpin oleh seorang Kepala Desa karena Kepala Desa dapat mempengaruhi
warganya untuk melakukan tindakan yang bersifat negatif dan massive yang dapat
mempengaruhi suhu politik di daerah tersebut. Hal ini di ungkapkan oleh seorang
warga Gunung Lengkuas berinisial Aj bahwa :
“ Kami hidup di kampung ni aman damai aja, kami tak terlalu memikirkan
masalah yang rumit-rumit lah apalagi masalah politik yang penting
kampong ni aman dan kesejahteraan kami pun diperhatikan oleh
pemerintah.” (sumber hasil wawancara hari Senin tanggal 13 Juni 2016).
Dari pendapat-pendapat diatas dapat penulis lihat bahwa faktor sosial,
ekonomi dan politik masyarakat Gunung Lengkuas secara umum tidak terlalu
mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebijakan pelaksanaan DPPM di
kelurahan Gunung Lengkuas.
88
Kondisi lingkungan yang mendukung ini tentu dapat memudahkan
masing-masing organisasi pelaksana kebijakan dalam melaksanakan kewajiban
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing sehingga tidak terlalu rumit
dan menyulitkan.
3
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Program Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) yang telah
dilaksanakan melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan
bertujuan agar masyarakat yang berada di sekitar perusahaan dapat membangun
dirinya sendiri dan membantu meningkatkan kemandirian baik secara material
maupun spiritual, sehingga dapat disimpulkan diantaranya :
a. Pengajuan proposal DPPM memakan waktu yang cukup lama hingga
berbulan-bulan.
b. Pencairan Dana Pengembangan dan Pemberdayaan masyarakat tidak sejalan
dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat sekitar yaitu antara dana yang
dikeluarkan perusahaan untuk membangun infrastruktur desa dan pemberian
beasiswa dengan keinginan masyarakat yang menginginkan bantuan itu
diberikan secara langsung dalam bentuk uang.
B. Saran
4
Adapun saran dari peneliti setelah melakukan penelitian di keluran
Gunung Lengkuas kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan adalah sebagai
berikut :
a. Pencairan dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat oleh perusahaan
perusahaan pertambangan hendaknya dilaksanakan dalam waktu yang
sesingkat- singkatnya sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh
masyarakat disekitarnya.
b. Pengajuan proposal bantuan DPPM harusnya lebih mudah dan tidak memakan
waktu yang lama.
c. Hendaknya perusahaan memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yaitu bantuan secara langsung dalam bentuk uang yang dapat
mereka gunakan untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan juga dapat
digunakan sebagai modal usaha ataupun untuk mengembangkan usahanya
sehingga kehidupan ekonomi mereka bisa menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
5
Referensi Buku :
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Al Fatih, Andy. 2010. Implementasi Kebijakan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Bandung: UNPAD Press.
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana.
. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif.
Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi
Aksara: Jakarta
Margono. 2004. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong, L. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda karya.
. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Nawawi, Hadari. 1995 Metode Penelitian Bidang Sosial, Cetakan 6 Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nugroho, D.Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.
Rivai, Veithzal. 2007.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Edisi Kedua.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
6
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
.2007. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Thoha, Miftah. 2009. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT.RajaGrafindo
Persada.
Wahab, Silichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan Negara. Jakarta: PT.Elex Media
Komputindo.
. 2005. Analisis Kebijakan Negaradari Formulasi ke
Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi
Aksara
Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun 2012 tentang “Pengelolaan Pertambangan Mineral.”
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 7 Tahun 2008 tentang “Pembentukan Dinas Daerah Kabupaten Bintan.”
7
Peraturan Bupati Bintan Nomor 37 Tahun 2013 tentang “Pedoman Tata Cara Pengelolaan Dan Pencairan Dana Pengembangan Dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batuan Di Kabupaten Bintan.”
Peraturan Bupati Bintan Nomor 32 Tahun 2011 tentang “Standar Operasi Pelayanan Pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan.”
Keputusan Bupati Bintan Nomor 500/X/2013 tentang “Penetapan Besaran Jaminan Reklamasi untuk Kegiatan Pertambangan Mineral Logam.
Website
http://milmanyusdi.blogspot.co.id/2009/11/metodologi-penelitian-bab-iii.html
https://iyosrosmana.wordpress.com/2009/06/19/populasi-dan-sampel/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik
https://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasi-kebijakan-publik/