· Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun...

138
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Transcript of  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun...

Page 1:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

TRIWULAN I-2008

KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Page 2:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326

Page 3:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Mewujudkan Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya melalui peningkatan perannya sebagai economic intelligence dan unit penelitian. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Berperan aktif dalam pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pelaksanaan kegiatan operasional di bidang ekonomi, moneter, perbankan, sistem pembayaran secara efektif dan efisien dan peningkatan kajian ekonomi regional serta koordinasi dengan pemerintah daerah serta lembaga terkait. Sasaran Strategis Bank Indonesia Bandung 1. Informasi yang berkualitas dalam rangka mendukung kebijakan Kantor Pusat dan Pengembangan

ekonomi di wilayah kerja. 2. Peningkatan sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi

daerah. 3. Kelancaran dan keamanan sistem pembayaran di wilayah kerja. 4. Pengeleloaan keuangan satker secara efektif dan efisien. 5. Mengoptimalkan hasil kajian penyediaan informasi ekonomi di wilayah kerja. 6. Meningkatkan pengawasan bank yang efektif yang mendukung pengembangan ekonomi di

wilayah kerja. 7. Meningkatkan pelayanan dan prasarana sistem pembayaran. 8. Meningkatkan kemitraan strategis dengan stakeholders. 9. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan Good Governance. 10. Memperkuat organisasi dan mengembangkan SDM yang berkompetensi tinggi dengan dukungan

budaya kerja yang berbasis pengetahuan.

Page 4:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 5:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas perkenan dan karunia-Nya,

buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2008” ini akhirnya selesai disusun. Hasil

kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan tersebut memberi

gambaran bahwa di tengah kondisi perekonomian global yang kurang kondusif, kondisi ekonomi

regional di Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang cukup baik.

Perekonomian Jawa Barat selama triwulan I-2008 menunjukkan perkembangan yang relatif

lebih baik dibandingkan triwulan I-2007. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I-2008

diperkirakan sekitar 6,62% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2007 yang

sebesar 5,72% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat didorong oleh konsumsi

rumah tangga, yang tumbuh 5,55%. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini

didominasi oleh sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan. Sektor pertanian tumbuh

21,59% dan menyumbang 2,54% terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Tingginya

pertumbuhan tersebut karena produksi padi pada panen raya awal tahun ini lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama pada tahun 2007.

Perkembangan inflasi di Jawa Barat mendapatkan tekanan yang cukup besar dari sisi eksternal

terutama sebagai dampak dari kenaikan harga berbagai komoditas pangan dan energi di pasar

internasional. Hal ini mengakibatkan harga beberapa barang kebutuhan pokok masyarakat, khususnya

bahan makanan yang harganya berfluktuasi (volatile food), mengalami peningkatan signifikan,

sehingga mendorong peningkatan laju inflasi di Jawa Barat. Tingkat inflasi gabungan tujuh kota di

Jawa Barat (meliputi Kota Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Banjar)

selama triwulan I-2008 tercatat 3,17% (qtq) atau 6,88% (yoy), lebih tinggi daripada inflasi pada

triwulan sebelumnya. Namun demikian, inflasi Jawa Barat tersebut masih lebih rendah dibandingkan

inflasi nasional (3,41% (qtq) atau 8,17% (yoy)).

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat antara lain juga didukung oleh peningkatan fungsi

intermediasi perbankan. Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan oleh bank

umum konvensional sebesar 1,77% (qtq) atau 20,99% (yoy) menjadi Rp70,98 triliun. Di sisi lain, dana

pihak ketiga yang dihimpun bank umum konvensional menurun 3,61% (qtq), sedangkan secara

tahunan tetap tumbuh 10,32% menjadi Rp101,76 triliun. Kenaikan pertumbuhan kredit yang disertai

dengan penurunan pertumbuhan DPK mengakibatkan LDR bank umum di Jawa Barat naik dari

66,06% menjadi 69,75% pada triuwlan I-2008.

Perekonomian Jawa Barat juga tidak terlepas dari sumber pembiayaan yang berasal dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada APBD Tahun 2008, anggaran untuk belanja

daerah, yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, mengalami peningkatan sebesar

Rp280,84 miliar menjadi Rp6,05 triliun, atau naik sekitar 4,87% dibandingkan APBD Perubahan Tahun

Page 6:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

ii

2007 (Rp5,77 triliun). Namun demikian, sampai dengan triwulan I-2008, realisasi belanja langsung

diperkirakan masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh terlambatnya penetapan APBD, yang

berdampak kepada tertundanya berbagai belanja pemerintah dan kegiatan pembangunan daerah

pada triwulan I-2008.

Sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat, kondisi ketenagakerjaan di

Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Jumlah penduduk yang bekerja naik 5,7%

(yoy) menjadi 17,19 juta orang tahun 2007. Angka pengangguran turun 7,03% (yoy) menjadi 2,38

juta orang. Namun demikian, indikator kesejahteraan masyarakat lainnya relatif tidak banyak

mengalami perubahan. Hal ini diindikasikan antara lain oleh nilai tukar petani yang menurun serta

persentase statistik angka kemiskinan yang meningkat.

Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain

berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei

yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat,

Badan Pusat Statistik, Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat. Sehubungan

dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankan kiranya kami mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.

Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku

ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat

baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.

Bandung, 2 Mei 2008

Yang Ahmad Rizal Pemimpin

Page 7:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

iii

DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................................................. iii Daftar Tabel ......................................................................................................................... v Daftar Grafik........................................................................................................................ vii Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat ..................................................................................... xi RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ............................................................................. 7

1. Sisi Permintaan..................................................................................................................... 9 1.1. Konsumsi.................................................................................................................... 10 1.2. Investasi...................................................................................................................... 13 1.3. Ekspor-Impor.............................................................................................................. 15

2. Sisi Penawaran............ ......................................................................................................... 16 2.1. Sektor Pertanian ........................................................................................................... 17 2.2. Sektor Industri Pengolahan ........................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran...................................................................... 20 2.4. Sektor Keuangan .......................................................................................................... 21 2.5. Sektor Bangunan .......................................................................................................... 22 2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.......................................................................... 23 2.7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih................................................................................... 24 2.8. Sektor Jasa-jasa............................................................................................................. 25

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH.......................................................................... 27

1. Inflasi Triwulanan ................................................................................................................ 29 1.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 30

a. Inflasi Inti............................................................................................................. 30 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 32 c. Inflasi Administered Prices ................................................................................... 33

1.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................ 34 a. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 35 b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau................................ 37 c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .................................... 38 d. Kelompok Kesehatan .......................................................................................... 38 e. Kelompok Sandang............................................................................................. 39 f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga .................................................... 39 g. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan ......................................... 40

1.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 41 2. Inflasi Tahunan .................................................................................................................... 42

2.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 42 a. Inflasi Inti............................................................................................................. 43 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 44 c. Inflasi Administered Prices .................................................................................. 45

2.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................ 46 a. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 47 b. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .................................... 48 c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau................................ 48 d. Kelompok Sandang............................................................................................. 49 e. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga .................................................. 50 f. Kelompok Kesehatan .......................................................................................... 51 g. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan ......................................... 51

2.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 52

Page 8:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

iv

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH ................................................................. 53 1. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 55

1.1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional...................................... 57 1.2. Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional .............................................................. 58

1.2.1. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Bank Pelapor ............................. 58 1.2.2. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Lokasi Proyek ............................. 60 1.2.3. Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional .................................... 62 1.2.4. NPL/Risiko Kredit ................................................................................................ 62 1.2.5. Perkembangan Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) ............................... 63

2. Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung ................................. 66 3. Bank Umum Syariah ............................................................................................................ 67 4. Bank Perkreditan Rakyat ..................................................................................................... 68 Boks 1. Arahan Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Perbankan 2008

(inisiatif-Inisiatif Pengawal Pencapaian Pembangunan Ekonomi) ................................ 69 Boks 2. Penyempurnaan Kerangka Operasional Kebijakan Moneter ....................................... 74 Boks 3. Tahun Edukasi Perbankan “Ayo ke Bank”.................................................................. 76 Boks 4. Kredit Usaha Rakyat (KUR) ......................................................................................... 78

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH .................................................................. 79

1. Pendapatan Daerah ......................................................................................................... 81 2. Belanja Daerah .................................................................................................................... 83 Boks 5.Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008. 85

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................................ 89 1. Pengedaran Uang Kartal.................................................................................................... 90

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow).................................................... 90 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar........................................................................... 92 1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil ................................................................................. 92 1.4. Uang Palsu ................................................................................................................ 93

2. Lalu Lintas Pembayaran Non Tunai .................................................................................... 93 2.1. Kliring Lokal .............................................................................................................. 94 2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) ........................................................................... 94

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH ......... 97

1. Ketenagakerjaan................................................................................................................ 99 2. Kesejahteraan.................................................................................................................... 101

Kesejahteraan Petani ......................................................................................................... 101 Kemiskinan........................................................................................................................ 102 Boks 6. Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat .......................................................... 104 Boks 7. Gambaran Pekerja di Jawa Barat: Meningkatnya Daya Serap di Sektor Formal...... 107

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH......................................................................................... 109

1. Prospek Ekonomi Makro.................................................................................................... 110 2. Prakiraan Inflasi ................................................................................................................. 111

LAMPIRAN............................................................................................................................................... 113 DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................... 119

Page 9:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (%)................... 9 Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi

Jawa Barat (%) .................................................................................................................. 9 Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%) ....................................... 16 Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat

(%) .................................................................................................................................... 16 Tabel 1.5. Produksi dan Luas Panen Padi di Jawa Barat ...................................................................... 17 Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat............................................................... 17 Tabel 1.7. Luas Panen Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat........................................................... 17 Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat ............................................................... 18 Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat............................................................... 18 Tabel 1.10. Indikator Perhotelan di Jawa Barat..................................................................................... 20 Tabel 1.11. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta) ............................................................. 21 Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial ................................................................................... 22 Tabel 1.13. Jumlah Kendaraan (Golongan IIA/III) yang Masuk dan Keluar dari Gerbang Tol ................. 23 Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon)(Juta Rupiah) .... 23 Tabel 1.15. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 24 Tabel 1.16. Jumlah Angkutan Barang (Kargo) Domestik di Bandara Husein Sastranegara .................... 24 Tabel 1.17. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (tidak termasuk Banten)(Juta Kwh)................................... 25 Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan I-2008 .................. 29 Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan I-2008.......... 29 Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan I-2008 ............ 31 Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan I-2008.... 31 Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan I-

2008.................................................................................................................................. 33 Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan

I-2008 ............................................................................................................................... 33 Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa

Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................................ 34 Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan Terbesar di

Jawa Barat Triwulan I-2008................................................................................................ 34 Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)......................... 34 Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .......................................................... 41 Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008............................ 42 Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat Maret 2008 ................... 42 Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008...................... 44 Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat Maret 2008 ............. 44 Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008 ...... 44 Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat Maret

2008....................................................................................................................... ......... 44 Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret

2008......................... ........................................................................................................ 45 Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat

Maret 2008 ....................................................................................................................... 45 Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ................................ 46 Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .............................................................. 52 Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi......................... ................................ 62 Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah......................................................... 63 Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008 (Rp Miliar) ....................................... 81 Tabel 4.2. Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008 (Rp Miliar)........................ 82

Page 10:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

vi

Tabel 4.3. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2008.............. 82 Tabel 4.4. Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008................................................ 83 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui Bank Indonesia Bandung 91 Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan I-2008 ................ 93 Tabel 5.3. Perkembangan Penyelesaian Transaksi Pembayaran Non-Tunai Melalui Kliring Lokal KBI

dan RTGS di Jawa Barat (Rata-Rata Per-Bulan)................................................................... 93 Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun) ........ 94 Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata Per Bulan di Jawa Barat ..................................... 95 Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat ......................................................................................... 102 Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat Tahun 2003 – 2007 ............................................. 103 Tabel 6.3. Indikator Makro Ekonomi Regional Jawa Barat.................................................................. 104 Tabel 6.4. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan di Jawa Barat Tahun 2003 – 2007 ..... 107 Tabel 6.5. Jumlah Tenaga Kerja Per Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2003 – 2007 .................... 108

Page 11:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat........................................................ 8 Grafik 1.2. Situasi Bisnis...................................................................................................................... 8 Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen ............................................................................................. 10 Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini ................................................................................ 10 Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi............................................................................................. 11 Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (Tidak Termasuk Bekasi) ......................................... 11 Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Penjualan Pedagang Besar dan Eceran............................................... 11 Grafik 1.8. Konsumsi BBM (Premium).................................................................................................. 12 Grafik 1.9. Penjualan Makanan dan Tembakau ................................................................................... 12 Grafik 1.10. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga ............................................................................ 12 Grafik 1.11. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya ........................................................................... 12 Grafik 1.12. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ................................... 13 Grafik 1.13. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ...... 13 Grafik 1.14. Penjualan Semen di Jawa Barat.......................................................................................... 13 Grafik 1.15. Penjualan Perlengkapan Konstruksi ................................................................................... 13 Grafik 1.16. Impor Barang Modal.......................................................................................................... 14 Grafik 1.17. Impor Barang Modal Utama .............................................................................................. 14 Grafik 1.18. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat ..................................... 14 Grafik 1.19. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat.......... 14 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat .................................................................................. 15 Grafik 1.21. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat ................................................................................... 15 Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian ............................. 18 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Bermotor.................................................................. 19 Grafik 1.24. Nilai dan Volume Ekspor Produk TPT ................................................................................. 19 Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan ............. 20 Grafik 1.26. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran........................... ................................................................................................. 21 Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi .... 22 Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan

Komunikasi ........................................................................................................................ 24 Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ... 25 Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-jasa............................... 26 Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional........................................................................ 28 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional ........................................................................... 28 Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional ............................................................................ 29 Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food

di Jawa Barat Triwulan I-2008............................................................................................ 30 Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat..... 30 Grafik 2.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ..................................................................................... 31 Grafik 2.7. Ekspektasi Dunia Usaha terhadap Harga Barang dan Jasa.................................................. 31 Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa .......................................... 32 Grafik 2.9. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa..................................................... 32 Grafik 2.10. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa

Triwulan I-2008................................................................................................................ 35 Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat.............................................. 35 Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Beberapa Komoditas Bahan Makanan di Jawa Barat ....................... 35 Grafik 2.13. Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional, IHK Minyak Goreng dan Margarine di

Jawa Barat ......................................................................................................................... 36 Grafik 2.14. Perkembangan Harga Kedelai di Pasar Internasional, IHK Tahu dan Tempe di Jawa Barat . 36 Grafik 2.15. Perkembangan Harga Gandum di Pasar Internasional, IHK Tepung Terigu dan Mie Instan

di Jawa Barat ..................................................................................................................... 36 Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas di Pasar Internasional dan IHK Emas Perhiasan di Jawa Barat . 36

Page 12:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

viii

Grafik 2.17. Inflasi beras di Jawa Barat.................................................................................................. 36 Grafik 2.18. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di

Jawa Barat Triwulan I-2008 ............................................................................................... 37 Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa

Barat.................................................................................................................................. 37 Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau menurut

Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008 ..................................................................... 37 Grafik 2.21. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Jawa Barat 38 Grafik 2.22. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Menurut

Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008 ..................................................................... 38 Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat....................................................... 39 Grafik 2.24. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa

Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................................ 39 Grafik 2.25. Inflasi Triwulanan Kelompok sandang di Jawa Barat......................................................... 39 Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa

Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................................ 39 Grafik 2.27. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat................. 40 Grafik 2.28. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok

di Jawa Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................... 40 Grafik 2.29. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat ..... 40 Grafik 2.30. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008 ...................................................... 40 Grafik 2.31. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di jawa Barat Menurut Kota Triwulan I-2008............... 41 Grafik 2.32. Inflasi dan Andil inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di

Jawa Barat Maret 2008 ..................................................................................................... 43 Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat ........ 43 Grafik 2.34. Prakiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi ................................................................ 43 Grafik 2.35. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Maret 2008 ............... 46 Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat ................................................. 47 Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret

2008.................................................................................................................................. 47 Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar di Jawa Barat ... 48 Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar Menurut

Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 ........................................................................... 48 Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa Barat 49 Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan TembakauMenurut

Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 ........................................................................... 49 Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat ............................................................. 49 Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 .... 49 Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat .................... 50 Grafik 2.45. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Menurut Subkelompok di

Jawa Barat Maret 2008 ..................................................................................................... 50 Grafik 2.46. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat .......................................................... 51 Grafik 2.47. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008.. 51 Grafik 2.48. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat.......... 51 Grafik 2.49. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Menurut

Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 ........................................................................... 51 Grafik 2.50. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota Maret 2008........................ 52 Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional....................................... 56 Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional ................................................... 56 Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis

Simpanan .......................................................................................................................... 57 Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok Bank

Triwulan I-2008 ................................................................................................................. 57 Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik Triwulan I-2008... 58 Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik ................ 58

Page 13:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

ix

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat ............................................................. 59 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ...................................... 59 Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan

Triwulan I-2008 ......................................................................................... 59 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan. ............ 59 Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor

Ekonomi Triwulan I-2008................................................................................................... 60 Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan

Sektor Ekonomi ................................................................................................................. 60 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek ...................................................... 61 Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan I-2008 .................... 61 Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek .............................. 61 Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan

I-2008................................... ............................................................................................ 61 Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional ........................... 62 Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank ............ 63 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis

Penggunaan..................................................................................................................... 64 Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon .......................... 64 Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan

I-2008 ............................................................................................................................... 64 Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan

I-2008 ............................................................................................................................... 64 Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum

Konvensional...................................................... .............................................................. 64 Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Lokasi Proyek di Jawa Barat ................. ............ 65 Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung........ 66 Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ...................................................................... 67 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat.......................................... 91 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Bank Indonesia Bandung.................................................................. 92 Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat ....................................... 99 Grafik 6.2. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan ............................. 99 Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan ........................ 99 Grafik 6.4. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan................................... 100 Grafik 6.5. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan .............................. 100 Grafik 6.6. Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita

Sebulan di Jawa Barat (Rp)................................................................................................. 105 Grafik 6.7. Proporsi Inflasi di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa .................................... 105 Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis ..................................................................................................... 110 Grafik 7.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha.......................................................................................... 110 Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ........................ 111 Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga..................................................................... 112 Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ............................ 112

Page 14:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 15:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

xi

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO

2007 2008 INDIKATOR

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I*

PDRB - harga konstan (Rp Miliar)* 65,561.59 68,159.54 69,633.52 70,680 69,900

- Pertanian 7,713.54 9,553.28 9,181.74 9,090 10,531

- Pertambangan & Penggalian 1,692.94 1,652.36 1,651.36 1,510 1,453

- Industri Pengolahan 29,115.73 29,592.55 30,289.27 30,890 30,147

- Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,492.53 1,478.04 1,521.32 1,570 1,569

- Bangunan 2,139.49 2,184.42 2,249.30 2,130 2,221

- Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,678.50 13,876.64 14,807.26 15,710 14,362

- Pengangkutan dan Komunikasi 3,021.01 3,015.66 3,048.01 3,040 3,012

- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 2,069.30 2,121.46 2,174.84 2,050 2,068

- Jasa 4,638.55 4,685.14 4,710.44 4,690 4,712

Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5.72 6.19 6.42 7.27 6.62

Ekspor-Impor** 2,590.81 2,181.47 1,618.57 1,768.92 1,247

Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4,385.68 4,397.07 3,130.51 3,077.29 3,152

Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 2,454.91 2,301.76 1,333.44 1,568.05 1,329

Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1,794.87 2,215.60 1,511.94 1,308.37 1,905

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 647.60 693.45 466.09 377.79 596

Indeks Harga Konsumen: 150.29 149.97 153.48 155.69 160.63

- Kota Bandung 151.77 151.38 155.13 157.96 162.40

- Kota Bekasi 147.88 147.48 151.39 152.62 157.67

- Kota Bogor 152.43 152.48 154.98 156.38 162.46

- Kota Sukabumi 145.65 144.37 147.09 151.81 155.98

- Kota Cirebon 142.85 143.07 146.25 149.62 154.52

- Kota Tasikmalaya 158.98 158.92 161.54 165.09 169.34

- Kota Banjar 152.85 153.11 157.19 160.26 167.78

Laju Inflasi Tahunan (yoy %): 5.72 4.82 6.08 5.10 6.88

- Kota Bandung 4.91 4.06 5.30 5.25 7.70

- Kota Bekasi 5.47 4.49 6.47 4.65 3.31

- Kota Bogor 6.77 5.84 6.19 4.50 6.58

- Kota Sukabumi 5.31 4.05 4.16 4.34 7.09

- Kota Cirebon 8.15 8.44 10.16 7.87 8.17

- Kota Tasikmalaya 10.88 9.75 9.13 7.72 6.52

- Kota Banjar 8.45 7.72 9.66 8.23 9.77

Keterangan: * Proyeksi KBI Bandung ** Data Ekspor-Impor Triwulan I-2008 adalah data bulan Januari s.d. Februari 2008

Page 16:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

xii

II. PERBANKAN

2008

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

Bank Umum

Total Aset (Rp Triliun) 118.19 118.82 122.65 124.99 136.39 133.59

DPK (Rp Triliun) 93.76 92.24 95.8 95.91 105.57 101.76

- Tabungan (Rp Triliun) 30.14 30.1 31.81 33.56 37.78 36.58

- Giro (Rp Triliun) 17.93 18.19 20.15 21.32 22.03 22.25

- Deposito (Rp Triliun) 45.69 43.94 43.84 41.03 45.77 42.93

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek *) 100.70 102.05 109.46 115.50 122.52 124.25

- Modal Kerja 46.10 46.52 50.19 52.08 56.22 56.43

- Investasi 15.98 16.03 17.06 18.54 19.19 19.70

- Konsumsi 38.62 39.50 42.20 44.88 47.11 48.12

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 57.77 58.67 62.39 66.03 69.74 70.98

- Modal Kerja 24.51 24.47 26.15 27.73 29.98 30.36

- Investasi 5.62 5.63 6.12 6.75 7.3 7.39

- Konsumsi 27.64 28.56 30.12 31.55 32.46 33.22

- LDR 61.61 63.6 65.13 68.85 66.06 69.75

Rasio NPL Gross (%) 4.01 4.31 4.13 3.81 3.44 3.78

Rasio NPL Net (%) 2.38 2.36 2.08 1.82 1.66 2.06

Kredit MKM (triliun Rp) 46.53 47.43 50.18 52.84 54.76 55.82

Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 23.02 22.82 23.21 23.97 24.16 24.18

- Kredit Modal Kerja 2.71 2.68 2.88 2.99 2.99 3.27

- Kredit Investasi 0.48 0.52 0.47 0.62 0.59 0.41

- Kredit Konsumsi 19.82 19.63 19.86 20.36 20.58 20.50

Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 11.67 12.57 14.05 15.13 15.56 16.38

- Kredit Modal Kerja 4.53 4.56 4.81 5.15 5.17 5.31

- Kredit Investasi 0.74 0.77 0.81 0.85 0.87 0.82

- Kredit Konsumsi 6.4 7.24 8.43 9.13 9.52 10.25

Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.Rp5 miliar) (triliun Rp) 11.84 12.04 12.92 13.74 15.04 15.26

- Kredit Modal Kerja 8.69 8.64 9.29 9.79 10.78 10.84

- Kredit Investasi 1.79 1.84 1.95 2.06 2.16 2.22

- Kredit Konsumsi 1.36 1.57 1.68 1.88 2.1 2.20

Total Kredit MKM (triliun Rp) 46.53 47.43 50.18 52.84 54.76 55.82

Rasio NPL MKM gross (%) 3.59 3.94 3.91 3.65 3.41 3.71

Bank Umum Syariah *)

Total Aset (Rp Triliun) 3.3 3.32 3.41 3.55 4.07 4.05

DPK (Rp Triliun) 2.43 2.46 2.5 2.59 3.14 3.19

- Tabungan (Rp Triliun) 0.95 1.09 1.09 1.25 1.52 1.46

- Giro (Rp Triliun) 0.25 0.21 0.19 0.26 0.28 0.26

- Deposito (Rp Triliun) 1.23 1.16 1.22 1.08 1.35 1.47

Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 2.34 2.39 2.56 2.76 2.84 2.95

- Modal Kerja 1.27 1.2 1.38 1.56 1.65 1.67

- Konsumsi 0.51 0.56 0.6 0.56 0.56 0.75

- Investasi 0.56 0.62 0.58 0.64 0.63 0.57

- FDR 96.08 96.97 102.21 106.77 90.34 92.34

BPR *)

Total Aset (Rp Triliun) 4.16 3.91 4.27 4.34 3.95 4.09

DPK (Rp Triliun) 2.53 2.42 2.54 2.69 2.86 3.01

- Tabungan (Rp Triliun) 0.51 0.52 0.53 0.6 0.66 0.70

- Deposito (Rp Triliun) 1.95 1.92 1.99 2.09 2.20 2.31

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 2.46 2.41 2.62 2.72 2.86 2.93

- Modal Kerja 1.44 1.43 1.51 1.56 1.62 1.62

- Investasi 0.17 0.13 0.15 0.15 0.15 0.14

- Konsumsi 0.85 0.84 0.96 1.01 1.10 1.18

Kredit MKM (triliun Rp) 2.46 2.41 2.62 2.72 2.86 2.93

*) Posisi bulan Februari 2008

Indikator2006

2007

Page 17:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

xiii

III. SISTEM PEMBAYARAN

2006 2008

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

Transaksi Tunai

Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5.54 4.7 3.18 4.51 4.74 3.93

Inflow (Rp Triliun) 10.02 4.28 1.92 2.68 5.85 1.43

Outflow (Rp Triliun) 6.01 3.22 0.6 0.76 3.75 3.66

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 179.88 162.39 104.03 91.67 114.93 146.69

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 96.79 83.7 92.14 118.39 104.68 89.14

Volume Transaksi BI-RTGS 89,178 81,428 86,529 101,273 132,209 113,012

Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 1.51 1.31 1.44 1.85 1.77 1.51

Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 1,393 1,272 1,352 1,582 2,241 1,915

Kliring

Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 20.94 20.34 20.77 22.35 22.41 22.92

Volume Perputaran Kliring 1,068,777 1,100,628 1,092,647 1,159,654 1,096,667 1,167,549

Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0.33 0.32 0.32 0.35 0.38 0.39

Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 16,700 17,197 17,073 18,120 18,588 19,789

Indikator2007

Page 18:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 20:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

RINGKASAN EKSEKUTIF

2

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

Perekonomian Jawa Barat triwulan I-2008

diperkirakan tumbuh 6,62% (yoy).

Ditengah potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi Nasional, perekonomian Jawa Barat triwulan I-2008 diperkirakan masih mengalami perkembangan yang cukup baik. Perekonomian Jawa Barat triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh sekitar 6,62% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2007 yang sebesar 5,72% (yoy).

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh pertumbuhan konsumsi

rumah tangga.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan I-2008 terutama ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Kegiatan konsumsi rumah tangga tumbuh cukup tinggi yang didorong oleh adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), membaiknya ekspektasi konsumen, dan meningkatnya dukungan pembiayaan perbankan. Kegiatan investasi meningkat seiring dengan membaiknya persepsi pelaku usaha dan semakin luasnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) di Jawa Barat. Sejalan dengan hal tersebut, impor Jawa Barat mengalami peningkatan yang signifikan, baik dilihat dari nilai maupun volume. Di sisi lain, nilai ekspor Jawa Barat masih tetap tumbuh walaupun kondisi perekonomian global belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Sementara itu, stimulus fiskal pemerintah daerah belum menunjukkan perkembangan yang berarti.

Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh

membaiknya kinerja sektor pertanian tanaman

pangan.

Perkembangan sisi permintaan direspon dengan memadai oleh sisi penawarannya. Hal ini ditandai oleh meningkatnya kinerja sektor ekonomi dominan, khususnya sektor pertanian. Kinerja sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, mengalami peningkatan seiring dengan adanya panen raya padi pada triwulan I-2008. Sektor industri pengolahan dan sektor PHR, masih tetap tumbuh walaupun melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kinerja sektor industri pengolahan mengalami peningkatan didorong oleh perbaikan kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya, sedangkan sektor PHR terutama ditopang oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran.

PERKEMBANGAN INFLASI

Tekanan terhadap inflasi di Jawa Barat meningkat

pada triwulan I- 2008.

Berlanjutnya peningkatan harga komoditas pangan dunia memberikan dampak signifikan terhadap inflasi selama triwulan I-2008. Inflasi IHK pada Maret 2008 secara triwulanan tercatat 3,17% (qtq) atau secara tahunan mencapai 6,88% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pada Desember 2007 yang sebesar 1,44% (qtq) atau 5,10% (yoy). Namun demikian, inflasi Jawa Barat tersebut masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 3,41% (qtq) atau 8,17% (yoy).

Kenaikan laju inflasi terutama terjadi pada

komoditas volatile food.

Kenaikan harga terutama terjadi pada komponen makanan yang harganya bergejolak (volatile food) yang mencatat inflasi tertinggi yaitu sebesar 6,56% (qtq) atau 11,85% (yoy) dan diikuti oleh komponen inflasi inti sebesar 2,49% (qtq) atau 6,20% (yoy).

Sumber utama tekanan inflasi berasal dari faktor

eksternal.

Perkembangan inflasi selama setahun terakhir didominasi oleh sisi penawaran, khususnya faktor eksternal. Kenaikan harga komoditas pangan dan energi dunia yang merupakan bahan baku beberapa komoditas domestik (imported inflation) memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan harga bahan makanan dan makanan jadi. Kenaikan harga komoditas dunia juga mendorong kenaikan harga emas perhiasan. Khusus harga minyak tanah dan gas elpiji, kenaikannya terutama disebabkan masalah distribusi dan disparitas harga yang menyebabkan kelangkaan di beberapa daerah.

Page 21:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

RINGKASAN EKSEKUTIF

3

PERKEMBANGAN PERBANKAN

Perkembangan perbankan di Jawa Barat relatif

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara keseluruhan, perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan I-2008 relatif menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sedangkan jika dibandingkan dengan posisi triwulan yang sama tahun 2007 tetap mengalami pertumbuhan meski melambat. Hal ini terlihat dari menurunnya beberapa indikator utama seperti aset dan DPK. Di lain pihak, kredit yang disalurkan masih tetap meningkat. Penurunan terjadi pada bank umum konvensional, sementara untuk bank umum syariah dan BPR/S masih mengalami peningkatan.

DPK bank umum menurun, kredit tetap

meningkat.

Perkembangan bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2008 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun tetap meningkat dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulanan, Aset dan DPK menurun masing-masing 2,05% dan 3,61%, di lain pihak, kredit yang disalurkan masih tetap meningkat 1,77%. Secara tahunan, aset, DPK dan kredit tumbuh masing-masing 12,44%, 10,32% dan 20,99%. Kondisi tersebut, menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) naik dari 66,06% di triwulan IV-2007 menjadi 69,75% pada triwulan I-2008. Sementara itu, risiko kredit meningkat meski tetap terkendali. Persentase kredit bermasalah kotor (gross NPL) meningkat dari 3,44% menjadi 3,78% dari total kredit.

Kinerja bank umum syariah di Jawa Barat tetap

meningkat

Perkembangan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan I-2008 tetap mengalami peningkatan, baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun trwulan yang sama tahun 2007. Total aset, dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang disalurkan (PYD) tetap meningkat, meski pertumbuhannya relatif melambat. Kualitas pembiayaan terus membaik, hal ini tercermin dari rasio pembiayaan bermasalah kotor (gross non performing financing atau gross NPF) yang turun dari 5,83% menjadi 5,75%.

Perkembangan tujuh bank umum yang berkantor

pusat di Bandung terus menunjukkan peningkatan.

Perkembangan tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Bandung terus menunjukkan peningkatan. Penyaluran kredit tumbuh 1,63% (qtq) atau 21,96% (yoy) menjadi Rp24,55 triliun, sementara DPK tumbuh 6,93% (qtq) atau 18,92% (yoy) menjadi Rp32,51 triliun. Demikian pula, beberapa indikator kinerja bank BOPO, NII dan ROA untuk bank-bank tersebut menunjukkan perkembangan yang baik dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Perkembangan BPR/S di Jawa Barat tetap

meningkat.

Sementara itu, kinerja bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/S) pada triwulan laporan tetap mengalami peningkatan. Total aset, penghimpunan DPK dan penyaluran kredit/pembiayaan, secara triwulanan masing-masing tumbuh 3,35%, 4,94% dan 2,34%, sementara secara tahunan (yoy) masing-masing tumbuh 4,41%, 24,19% dan 21,77%. Kondisi tersebut menyebabkan LDR menjadi 98,40%. Di lain pihak risiko kredit/pembiayaan BPR/S masih cukup tingi. Hal ini terlihat dari gross NPL/F pada Februari 2008 yang mencapai 10,91%

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi sistem pembayaran menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya

Transaksi sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai di Jawa Barat pada triwulan I-2008 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Aliran uang masuk (inflow) dan aliran uang keluar (outflow) dari KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi sejalan dengan pola musiman paska berakhirnya hari raya keagamaan pada triwulan sebelumnya dan tahun baru 2008. Begitu juga dengan transaksi melalui RTGS turun

Page 22:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

RINGKASAN EKSEKUTIF

4

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, transaksi melalui kliring mengalami peningkatan meski tidak terlalu signifikan.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Volume APBD Jabar tahun 2008 sedikit menurun dibandingkan volume

APBD 2007.

Volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp6,185 triliun, sedikit menurun dibandingkan volume APBD Perubahan tahun 2007 yang sebesar Rp6,202 triliun. Namun demikian, sisi pendapatan maupun belanja daerah tetap mengalami peningkatan. Pendapatan daerah mengalami peningkatan sebesar 8,63% dibandingkan APBD Perubahan tahun 2007, atau naik sebesar Rp452,5 miliar. Sementara itu belanja daerah, yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, naik 4,87%, atau sebesar Rp280,84 miliar.

Realisasi APBD pada tw I-2008 diperkirakan masih

sangat rendah.

Sampai dengan triwulan I-2008, realisasi APBD tahun 2008 diperkirakan masih sangat rendah. Hal ini disebabkan terlambatnya penetapan APBD Jawa Barat. Keterlambatan ini berdampak kepada tertundanya berbagai belanja pemerintah dan kegiatan pembangunan daerah pada triwulan I-2008. Realisasi belanja pemerintah selama triwulan I-2008 hanya dialokasikan untuk belanja rutin, terutama gaji pegawai. Adapun belanja program, yang terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, belum dapat terlaksana.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan

perkembangan yang membaik.

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat periode tahun 2005 – 2007 menunjukkan perkembangan yang membaik. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja serta semakin menurunnya jumlah pengangguran.

Namun demikian,statistik angka kemiskinan dan

NTP Jawa Barat tidak kunjung membaik.

Namun demikian, turunnya jumlah pengangguran tidak diikuti oleh menurunnya statistik angka kemiskinan di Jawa Barat. Dibandingkan dengan angka pada tahun 2006, statistik angka kemiskinan tahun 2007 di Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 938.569 orang, menjadi sekitar 12.772.840 orang, atau sekitar 30,79% dari total jumlah penduduk Jawa Barat yang sebesar 41.483.729 orang. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Barat, yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani, menunjukkan penurunan, yaitu dari 124,71 pada bulan Januari 2007 menjadi 118,68 pada bulan Januari 2008.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Jawa Barat triwulan II-2008

diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,70%-7,10%

(yoy).

Perekonomian Jawa Barat triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,70%-7,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2007 yang sebesar 6,19% (yoy).

Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan. Kegiatan investasi diperkirakan semakin meningkat, sejalan dengan membaiknya ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi perekonomian Jawa Barat. Kegiatan impor khususnya untuk impor barang modal diperkirakan masih tetap tumbuh tinggi. Di sisi lain, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan. Sementara itu, stimulus fiskal diperkirakan meningkat sejalan dengan dimulainya proyek-proyek pemerintah daerah.

Respon di sisi penawaran ditandai dengan meningkatnya kinerja sektor-sektor dominan di Jawa Barat. Sektor industri pengolahan diperkirakan

Page 23:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

RINGKASAN EKSEKUTIF

5

masih menjadi penopang utama pertumbuhan. Sektor PHR, khususnya subsektor perdagangan, diperkirakan mengalami peningkatan sejalan dengan pelaksanaan program promosi wisata yang dilakukan pada triwulan II-2008. Sementara itu, sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan, masih akan tumbuh walaupun tidak setinggi periode sebelumnya.

Pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4%-6,8% (yoy).

Secara keseluruhan, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2008 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4%-6,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2007 yang mencapai 6,40% (yoy). Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2008 antara lain adalah dana pilkada, meluasnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP), meningkatnya anggaran belanja pemerintah di tahun 2008, dan pencanangan program West Java Tourism Board 2008.

Inflasi pada triwulan II-2008 diperkirakan lebih

tinggi daripada triwulan I-2008.

Inflasi IHK di Jawa Barat pada triwulan II-2008 diperkirakan masih akan mengalami tekanan berat, sehingga inflasi pada triwulan tersebut akan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, di atas target inflasi nasional 2008 yang sebesar 5%±1% (yoy).

Faktor eksternal masih menjadi sumber utama

inflasi.

Tekanan utama masih bersumber dari faktor eksternal berupa tingginya harga komoditas internasional. Di samping itu, ekspektasi inflasi yang semakin meningkat juga akan turut mendorong inflasi.

Peran pemerintah dan dukungan masyarakat sangat penting dalam pengendalian inflasi.

Melihat potensi tekanan inflasi yang semakin meningkat, peran strategis pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, menjadi semakin diperlukan dalam pengendalian inflasi. Pelaku usaha dan masyarakat juga seyogyanya mendukung langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Page 24:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 25:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Page 26:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

8

Kondisi makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan Nasional hingga triwulan I-2008 tetap

terjaga walaupun kondisi perekonomian global belum menunjukkan kestabilan. Stabilitas

makroekonomi Nasional antara lain tercermin dari terjaganya volatilitas nilai tukar Rupiah dan Neraca

Pembayaran Indonesia (NPI). Volatilitas nilai tukar Rupiah terjaga pada kisaran Rp9.200,00, sedangkan

NPI diperkirakan masih mengalami surplus. Namun demikian, kinerja perekonomian Nasional masih

dibayangi oleh dampak kenaikan harga energi dan komoditas pangan di pasar internasional, sehingga

pertumbuhan ekonomi Nasional diperkirakan tidak sebesar perkiraan sebelumnya.

Ditengah potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi Nasional tersebut, perekonomian

Jawa Barat triwulan I-2008 masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik.

Perekonomian Jawa Barat triwulan ini diperkirakan tumbuh sekitar 6,62% (yoy)1, lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2007 (lihat Grafik 1.1.). Beberapa indikator makroekonomi dan

hasil survei menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian Jawa Barat triwulan ini mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu.

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat

5.72 6.19 6.427.21

6.62

0

2

4

6

8

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I*)

2007 2008

(%)

*) Proyeksi KBI Bandung

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Grafik 1.2. Situasi Bisnis

0

10

20

30

Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I

2006 2007 2008

(%)

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan I-2008 terutama ditopang

oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, konsumsi pemerintah belum

menunjukkan perkembangan yang berarti. Kegiatan investasi mengalami peningkatan seiring dengan

membaiknya persepsi pelaku usaha terhadap situasi bisnis di Jawa Barat. Persepsi pelaku usaha pada

triwulan I-2008, yang tercermin dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT), mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan I-2007 (lihat Grafik 1.2.). Ekspor diperkirakan masih tumbuh walaupun

melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di sisi lain, impor mengalami peningkatan

cukup signifikan sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi dan untuk pemenuhan kebutuhan

konsumsi serta kebutuhan bahan baku industri di Jawa Barat.

1 Proyeksi Bank Indonesia Bandung.

Page 27:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

9

Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh pertumbuhan sektor

pertanian. Kinerja sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan, mengalami peningkatan

signifikan seiring dengan adanya panen raya padi pada triwulan I-2008. Sementara itu, kinerja dua

sektor ekonomi dominan lainnya, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan

restoran (PHR) masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik.

1. SISI PERMINTAAN

Perekonomian Jawa Barat triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh 6,62% (yoy), terutama

ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga (lihat Tabel 1.1.). Kegiatan konsumsi

rumah tangga tumbuh cukup tinggi yang didorong oleh adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi

(UMP), membaiknya ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian Jawa Barat, dan

meningkatnya dukungan pembiayaan perbankan.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%)

2008Tw.I Tw.II Tw.III*) Tw.IV Tw.I**)

Konsumsi Rumah Tangga 4.56 5.21 8.13 5.16 6.33 6.20 5.55 Konsumsi Pemerintah 15.90 (12.46) 5.85 (3.15) 25.92 5.47 0.93 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4.47 5.96 4.86 9.98 8.06 8.13 7.49 Perubahan Inventori (6.19) 3.72 (20.61) 6.50 (13.56) (7.01) 3.04 Ekspor Barang dan Jasa (5.02) 8.22 3.02 2.71 (10.51) 0.52 3.60 Dikurangi Impor (10.76) (6.00) 3.35 9.28 (6.00) (0.12) 12.55

PDRB 6.01 5.72 6.19 6.41 7.27 6.40 6.62 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Angka sementara.

**) Proyeksi KBI Bandung.

JENIS PENGGUNAAN 20062007

2007*)

Kegiatan investasi pada triwulan I-2008 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang

sama tahun lalu. Kegiatan investasi meningkat seiring dengan membaiknya persepsi pelaku usaha

terhadap situasi bisnis dan semakin luasnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu

(PPTSP) di Jawa Barat. Sejalan dengan hal tersebut, impor Jawa Barat mengalami peningkatan yang

signifikan, baik dilihat dari nilai maupun volume. Di sisi lain, nilai ekspor Jawa Barat masih tetap

tumbuh walaupun kondisi perekonomian global belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Sementara itu, sebagaimana pola triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, realisasi APBD pada

awal tahun belum mengalami perkembangan yang berarti.

Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)

2008Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I**)

Konsumsi Rumah Tangga 3.00 3.41 5.19 3.34 4.16 4.03 3.62 Konsumsi Pemerintah 0.97 (0.78) 0.38 (0.21) 1.84 0.37 0.05 Pembentukan Modal Tetap Bruto 0.78 1.02 0.83 1.71 1.40 1.40 1.28 Perubahan Inventori (0.21) 0.10 (0.72) 0.18 (0.40) (0.21) 0.08 Ekspor Barang dan Jasa (3.04) 4.39 1.64 1.42 (6.03) 0.28 1.97 Dikurangi Impor (5.79) (2.80) 1.48 3.89 (2.90) (0.06) 5.20

PDRB 6.01 5.72 6.19 6.41 7.27 6.40 6.62 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Angka sementara.

**) Proyeksi KBI Bandung.

JENIS PENGGUNAAN 20062007

2007*)

Page 28:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

10

1.1. Konsumsi

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh 5,55% (yoy), dan

memberikan kontribusi terbesar (3,62%) terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat (lihat

Tabel 1.1.). Peningkatan konsumsi rumah tangga antara lain tercermin dari menguatnya Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK). Hasil Survei Konsumen (SK) menunjukkan bahwa rata-rata IKK selama

triwulan I-2008 (sebesar 88%) meningkat dibandingkan rata-rata IKK pada triwulan I-2007 (sebesar

82%) (lihat Grafik 1.3.). Sementara itu, penguatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari hasil

Survei Penjualan Eceran (SPE) yang menunjukkan tren peningkatan nilai penjualan di tingkat pedagang

besar dan eceran (lihat Grafik 1.7.).

Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

06 07 08

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat ini

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

06 07 08

Penghasilan saat ini Pembelian durable goods

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Dilihat dari komponennya, menguatnya indeks keyakinan konsumen didorong oleh

membaiknya nilai indeks penghasilan dan indeks pembelian barang tahan lama. Rata-rata

indeks penghasilan mengalami peningkatan menjadi sebesar 105%, sedangkan rata-rata indeks

pembelian barang tahan lama meningkat menjadi sebesar 66% (lihat Grafik 1.4.). Perbaikan kedua

indeks ini mencerminkan membaiknya level of confidence konsumen pada triwulan I-2008. Dilihat dari

komponen indeks ekspektasi, konsumen masih optimis akan terjadi peningkatan pendapatan. Di sisi

lain, optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian cenderung mengalami penurunan.

Page 29:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

11

Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

06 07 08

Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (tidak termasuk Bekasi)

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

06 07 08

(Unit)

-100

-60

-20

20

60

100

(%)

Pendaftaran mobil baru Pertumbuhan (y-o-y)

Beberapa prompt indikator konsumsi mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi rumah

tangga. Konsumsi rumah tangga baik untuk durable maupun non durable goods mengalami

peningkatan sejalan dengan membaiknya optimisme konsumen dan dukungan kenaikan pendapatan.

Peningkatan konsumsi durable goods antara lain tercermin dari penjualan mobil di Jawa Barat pada

triwulan I-2008 yang mencapai 16.957 unit, atau tumbuh 36% (yoy) (lihat Grafik 1.6.). Tingginya

pertumbuhan penjualan mobil mengindikasikan membaiknya industri otomotif di Jawa Barat paska

kenaikan harga BBM tahun 2005.

Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Penjualan Pedagang Besar dan Eceran

0

25

50

75

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3

06 07 08

(Rp/Miliar)

Penjualan Pedagang Besar dan Eceran Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Page 30:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

12

Grafik 1.8. Konsumsi BB M (Premium)

0

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

06 07 08

(Rp/Miliar)

Konsumsi BBM (Premium)

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.9. Penjualan Makanan dan Tembakau

0

5

10

15

20

3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

06 07 08

(Rp/Miliar)

Penjualan Makanan dan Tembakau

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Sementara itu, konsumsi non durable goods yang tercermin dari nilai penjualan BBM,

penjualan makanan dan minuman, penjualan perlengkapan rumah tangga, serta penjualan

pakaian dan perlengkapannya, juga mengalami peningkatan dibandingkan periode yang

sama tahun lalu (lihat Grafik 1.8.-1.11.). Fenomena yang menarik adalah laju pertumbuhan

konsumsi non makanan lebih tinggi dibandingkan konsumsi makanan2. Hal ini menunjukkan bahwa

kebutuhan masyarakat Jawa Barat terhadap konsumsi barang-barang sekunder cenderung mengalami

peningkatan.

Grafik 1.10. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga

-

1

2

3

4

5

3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

06 07 08

(Rp/Miliar)

Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.11. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya

-

5

10

15

20

25

30

3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

06 07 08

(Rp/Miliar)

Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Dari sisi pembiayaan, peningkatan konsumsi rumah tangga antara lain ditopang oleh

penyaluran kredit konsumsi bank umum di Jawa Barat. Penyaluran kredit baru untuk jenis

penggunaan konsumsi selama triwulan I-2008 mencapai Rp4,34 triliun (lihat Grafik 1.12.). Sementara

itu, total outstanding penyaluran kredit konsumsi bank umum pada akhir Maret 2008 mencapai

Rp33,22 triliun, atau tumbuh 16,32% (yoy) (lihat Grafik 1.13.).

2 Sumber: Survei Indikator Ekonomi (SIE) BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 31:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

13

Grafik 1.12. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsioleh Bank Umum di Jawa Barat

-

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

06 07 08

(Rp/Triliun)

Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.13. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di

Jawa Barat

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

06 07 08

(Rp/Triliun)

Penyaluran Kredit Baru Konsumsi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

1.2. Investasi

Kegiatan investasi yang tercermin dari nilai tambah pembentukan modal tetap bruto (PMTB)

diperkirakan tumbuh 7,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode yang

sama tahun lalu yang mencapai 5,96% (yoy) (lihat Tabel 1.1.). Pertumbuhan investasi pada

triwulan I-2008 terutama didorong oleh meningkatnya investasi di sektor mesin, transportasi, dan

perlengkapannya.

Grafik 1.14. Penjualan Semen di Jawa Barat

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

06 07 08

(Ribu Ton)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

(%)

Penjualan Semen Pertumbuhan (y-o-y)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.

Grafik 1.15. Penjualan Perlengkapan Konstruksi

Penjualan Perlengkapan Konstruksi

-

250

500

750

1,000

3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2006 2007 08

(Rp Juta)

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Investasi sektor bangunan yang tercermin dari penjualan semen dan penjualan konstruksi

mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualan semen dan

konstruksi mengalami peningkatan seiring dengan maraknya pembangunan sektor swasta di awal

tahun 2008. Penjualan semen selama triwulan I-2008 mencapai 1.221 ton, atau tumbuh 18,25%

(yoy), sedangkan nilai penjualan konstruksi mencapai Rp1,30 miliar, atau tumbuh 9,41% (yoy) (lihat

Grafik 1.14.-1.15.).

Page 32:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

14

Grafik 1.16. Impor Barang Modal

Impor Barang Modal

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2

06 07 08

(Juta USD)

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Grafik 1.17. Impor Barang Modal Utama

-

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2

06 07 08

(Juta USD)

Mesin Industri & Perlengkapannya Mesin Industri Tertentu

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Investasi non bangunan yang tercermin antara lain dari nilai impor barang modal dan impor

mesin industri tertentu mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Kebijakan insentif

investasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2007 yang lalu, yaitu Peraturan

Pemerintah No.1 tahun 2007, dan Peraturan Menteri Keuangan No.16/PMK.03/2007 tentang

Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu

dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, mendorong peningkatan investasi non bangunan di Jawa Barat.

Nilai impor barang modal selama bulan Januari s.d. Februari 2008 tumbuh sebesar 25,14% (yoy),

dengan nilai mencapai USD661,65 juta (lihat Grafik 1.16.). Sementara itu, nilai impor mesin industri

tertentu yang merupakan kontributor utama impor barang modal, tumbuh signifikan sebesar 69%

(yoy), dengan nilai mencapai USD45,07 juta (lihat Grafik 1.17.).

Grafik 1.18. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat

-

2

4

6

8

2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

07 08

(Rp/Triliun)

Posisi Penyaluran Kredit Investasi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.19. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di

Jawa Barat

-

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

06 07 08

(Rp/Triliun)

Penyaluran Kredit Baru Investasi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan investasi antara lain ditopang oleh tingginya penyaluran

kredit bank umum untuk jenis penggunaan investasi. Penyaluran kredit investasi hingga triwulan

I-2008 masih berada dalam level yang cukup tinggi. Total penyaluran kredit baru mencapai Rp1,29

triliun, atau tumbuh signifikan sebesar 45,83% (yoy) (Grafik 1.19.). Sementara itu, posisi kredit

investasi pada akhir Maret 2008 mencapai Rp7,39 triliun, atau tumbuh 31,29% (yoy) (Grafik 1.18.).

Page 33:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

15

1.3. Ekspor-Impor

Kinerja ekspor Jawa Barat yang tercermin dari nilai tambah PDRB ekspor barang dan jasa

diperkirakan tumbuh 3,60% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan periode yang sama

tahun lalu (lihat Tabel 1.1.). Tingginya harga energi dan komoditas pangan internasional serta

perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global mulai terasa dampaknya terhadap kinerja ekspor Jawa

Barat. Hal ini tercermin dari volume ekspor luar negeri yang mengalami penurunan sebesar 18,65%

(yoy). Namun demikian, nilai ekspor luar negeri Jawa Barat masih mengalami peningkatan sejalan

dengan tingginya harga komoditas internasional.

Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat

-

500

1,000

1,500

2,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

06 07 08

(Juta USD)

-

250

500

750

1,000Ton

Nilai Ekspor Volume Ekpor

Sumber: SEKDA KBI Bandung.

Grafik 1.21. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2

06 07 08

(Juta USD)

-50100150200250300350400450

(Ribu Ton)

Nilai Impor Volume Impor

Sumber: SEKDA KBI Bandung.

Nilai ekspor luar negeri Jawa Barat pada bulan Januari s.d. Februari 2008 mencapai USD3,15

miliar, atau tumbuh 14,15% (yoy) (lihat Grafik 1.20). Kontribusi ekspor terbesar disumbangkan

oleh ekspor komoditas pakaian, yaitu mencapai 14% dari total ekspor Jawa Barat. Nilai ekspor

komoditas pakaian mencapai USD410,10 juta, atau tumbuh 11,92% (yoy). Sementara itu, ekspor

komoditas yang juga mengalami pertumbuhan cukup tinggi antara lain adalah ekspor benang tenun,

kain, dan hasil-hasilnya (tumbuh 12% (yoy)), serta ekspor mesin listrik dan alat-alatnya (tumbuh 10%

(yoy)).

Kinerja impor Jawa Barat yang tercermin dari nilai tambah PDRB impor barang dan jasa

diperkirakan tumbuh 12,55% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode yang

sama tahun lalu (lihat Tabel 1.1.). Impor Jawa Barat tumbuh sejalan dengan meningkatnya

permintaan dalam negeri, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan investasi dan konsumsi.

Nilai impor Jawa Barat mencapai USD1,90 miliar, atau tumbuh signifikan sebesar 42,80%

(yoy) (lihat Grafik 1.21.). Impor Jawa Barat didominasi (34% dari total impor) oleh impor barang

modal dengan nilai mencapai USD661,65 juta. Sementara itu, nilai impor bahan baku industri TPT

mencapai USD213,17 juta, atau tumbuh 42,30% (yoy).

Page 34:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

16

2. SISI PENAWARAN

Perkembangan sisi permintaan direspon dengan memadai oleh sisi penawarannya. Hal ini

tercermin dari peningkatan kinerja sektor ekonomi dominan, khususnya sektor pertanian (lihat Tabel

1.3.). Kinerja sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, mengalami peningkatan seiring

dengan adanya panen raya padi pada triwulan I-2008. Sektor ekonomi dominan lainnya, yaitu sektor

industri pengolahan dan sektor PHR, masih tetap tumbuh walaupun melambat dibandingkan periode

yang sama tahun lalu. Kinerja sektor industri pengolahan mengalami peningkatan didorong oleh

perbaikan kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Sementara itu, pertumbuhan

sektor PHR terutama ditopang oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran.

. Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)

2008Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV) Tw.I**)

Pertanian -0.66 -16.01 -0.45 2.40 35.44 3.12 21.59Pertambangan & Penggalian -2.46 -2.34 -6.21 -5.54 -14.64 -7.29 -14.11Industri Pengolahan 8.51 7.08 4.79 3.64 4.19 4.89 6.89Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.87 7.15 4.87 2.66 6.69 5.30 4.25Bangunan/Konstruksi 4.26 8.57 10.08 10.53 0.19 7.29 3.82Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7.09 17.13 15.81 18.06 9.05 14.75 4.53Pengangkutan dan Komunikasi 7.89 14.93 12.06 8.59 -0.78 8.41 -0.27Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.04 15.56 12.87 10.10 1.24 9.62 3.62Jasa-Jasa 7.96 4.31 0.89 1.20 0.38 1.64 1.59

PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 7.27 6.40 6.62Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Angka sementara.

**) Proyeksi KBI Bandung.

2007*)2007SEKTOR EKONOMI 2006

Kinerja sektor ekonomi non dominan di Jawa Barat masih tumbuh positif, kecuali sektor

pertambangan dan penggalian serta sektor pengangkutan dan komunikasi (lihat Tabel 1.3.).

Pertumbuhan terbesar dialami oleh sektor LGA, terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor listrik

dan gas kota. Sementara itu, sektor bangunan dan konstruksi tumbuh seiring dengan membaiknya

persepsi pelaku usaha terhadap kondisi perekonomian di Jawa Barat.

Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)

2008Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I**)

Pertanian -0.09 -1.88 -0.06 0.32 3.61 0.42 2.54Pertambangan & Penggalian -0.07 -0.06 -0.15 -0.13 -0.39 -0.20 -0.36Industri Pengolahan 3.65 2.66 2.08 1.58 1.89 2.17 3.06Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.04 0.16 0.11 0.06 0.15 0.12 0.10Bangunan/Konstruksi 0.13 0.28 0.32 0.34 0.01 0.23 0.12Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.39 3.08 2.90 3.51 1.98 2.90 0.94Pengangkutan dan Komunikasi 0.34 0.69 0.53 0.35 -0.04 0.37 -0.01Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.03 0.49 0.40 0.32 0.04 0.29 0.11Jasa-Jasa 0.57 0.30 0.06 0.08 0.03 0.12 0.11

PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 7.27 6.40 6.62Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Angka sementara.

**) Proyeksi KBI Bandung.

2007*)SEKTOR EKONOMI 20062007

Page 35:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

17

2.1. Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian mengalami peningkatan yang signifikan dan diperkirakan tumbuh

21,59% (yoy) (lihat Tabel 1.3.). Pertumbuhan sektor pertanian terutama didorong oleh membaiknya

produktivitas subsektor pertanian tanaman bahan makanan khususnya padi, yaitu seiring dengan

panen raya padi pada triwulan I-2008. Produksi padi di Jawa Barat selama bulan Januari s.d. April

2008 diperkirakan mencapai 4,5 juta ton, atau tumbuh 35,69% (yoy). Sementara itu, luas panen padi

diperkirakan mencapai 871 ribu hektar, atau meningkat 36,16% (yoy) (Tabel 1.5.).

Tabel 1.5. Produksi dan Luas Panen Padi di Jawa Barat

Produksi Luas Panen Produksi Luas Panen Produksi Luas Panen

Januari-April 3,349,159 640,201 4,544,351 871,705 35.69 36.16

Januari-Desember 9,914,019 1,829,085 10,046,877 1,870,334 1.34 2.26

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka sementara.**) Angka ramalan I.

2008**) Pertumbuhan (%)Periode Tanam

2007*)

Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat

Gabah Beras Gabah Beras Gabah BerasPadi Sawah 9,562,990 6,043,810 9,716,650 6,140,923 1.61 1.61 Padi Ladang 351,029 221,850 330,227 208,703 (5.93) (5.93)

Total 9,914,019 6,265,660 10,046,877 6,349,626 1.34 1.34 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka sementara.**) Angka ramalan I.

Produksi 2007*) 2008**) Pertumbuhan (%)

Selama tahun 2008, produktivitas padi diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan

tahun sebelumnya (lihat Tabel 1.6.-1.7.). Produksi padi diperkirakan mencapai 9,71 ton, atau

tumbuh 1,34% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan produksi padi sawah

(1,61%), sedangkan produksi padi ladang diperkirakan mengalami penurunan (5,93%). Luas panen

padi selama tahun 2008 diperkirakan mencapai 1,87 juta hektar, atau tumbuh 2,26% (yoy).

Tabel 1.7. Luas Panen Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat

Padi Sawah 1,715,466 1,756,866 2.41 Padi Ladang 113,619 113,468 (0.13)

Total 1,829,085 1,870,334 2.26 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka sementara.**) Angka ramalan I.

Luas Panen 2007*) 2008**) Pertumbuhan (%)

Produktivitas jagung pada tahun 2008 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan

dibandingkan tahun 2007 (lihat Tabel 1.8.). Total produksi jagung diperkirakan mencapai 34,71

ribu ton, atau tumbuh 2,55% (yoy). Sementara itu, luas panen jagung diperkirakan mencapai 115,73

ribu hektar, atau tumbuh 2,09% (yoy)

Page 36:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

18

Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat

Produksi (Ton) 579,533 594,299 2.55 Luas Panen (Ha) 113,373 115,737 2.09Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka sementara.**) Angka ramalan I.

Komoditas Jagung 2007*) 2008**) Pertumbuhan (%)

Produktivitas kedelai di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan

(lihat Tabel 1.9.). Total produksi kedelai selama tahun 2008 diperkirakan mencapai 34,71 ribu ton,

atau tumbuh 99% (yoy). Kenaikan produksi tersebut didukung oleh peningkatan luas lahan kedelai

yang tumbuh 94,29% (yoy), yaitu mencapai 24,14 ribu hektar.

Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat

Produksi (Ton) 17,438 34,715 99.08Luas Panen (Ha) 12,429 24,148 94.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka sementara.**) Angka ramalan I.

Komoditas Kedelai 2007*) 2008**) Pertumbuhan (%)

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor pertanian tumbuh 17,87%

(yoy) (lihat Grafik 1.22). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp1,43 triliun, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,21 triliun. Penyaluran kredit sektor pertanian

terutama didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor tanaman perkebunan.

Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian

-

0.40

0.80

1.20

1.60

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2006 2007 2008

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Page 37:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

19

2.2. Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh 6,89% (yoy), dan memberikan kontribusi

terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat (lihat Tabel 1.3.). Kenaikan harga BBM

industri dan harga bahan baku mulai terasa dampaknya terhadap kinerja sektor industri pengolahan,

khususnya industri tekstil, dan produk tekstil (TPT) serta industri kecil dan menengah (IKM). Kinerja

industri TPT dan IKM relatif stagnan dan cenderung mengalami penurunan. Namun demikian, secara

keseluruhan, kinerja sektor industri pengolahan masih terselamatkan oleh membaiknya kinerja

subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya.

Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Bermotor

0

30

60

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

06 07 08

Juta $

0

5

10

15Ton

Nilai Ekspor Kendaraan Bermotor

Volume Ekspor Kendaraan Bermotor

Sumber: SEKDA KBI Bandung.

Grafik 1.24. Nilai dan Volume Ekspor Produk TPT

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

06 07 08

Juta $

0

20

40

60

80

100Ton

Nilai Ekspor TPT Volume Ekspor TPT

Sumber: SEKDA KBI Bandung.

Kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya diperkirakan tumbuh 21,95%(yoy).

Peningkatan kinerja subsektor ini sejalan dengan menguatnya permintaan domestik dan luar negeri

terhadap produk kendaraan bermotor. Di pasar domestik, penjualan mobil di Jawa Barat mengalami

pertumbuhan yang signifikan, yaitu mencapai 36% (yoy) (lihat Grafik 1.6.). Sementara itu, permintaan

luar negeri yang tercermin dari ekspor kendaraan bermotor selama bulan Januari s.d. Februari 2008,

mengalami peningkatan sebesar 47% (yoy) (lihat Grafik 1.23.).

Kinerja subsektor TPT diperkirakan mengalami penurunan sebesar 5,12%(yoy). Perlambatan

laju pertumbuhan global, sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat, mulai terasa dampaknya

terhadap volume ekspor TPT Jawa Barat. Volume ekspor TPT Jawa Barat selama bulan Januari s.d.

Februari 2008 turun sebesar 2,21% (yoy). Namun demikian, jika dilihat dari nilainya, ekspor TPT Jawa

Barat masih tetap tumbuh (11,61% (yoy)) (lihat Grafik 1.24.).

Page 38:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

20

Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2006 2007 2008

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor industri pengolahan tumbuh

22,86% (yoy) (lihat Grafik 1.25.). Nilai kredit ke sektor industri pengolahan mencapai Rp13,73

triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp11,17 triliun. Penyaluran

kredit ke sektor industri pengolahan didominasi (55%) oleh kredit subsektor tekstil, sandang, dan

kulit.

2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh 4,53% (yoy), lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun lalu (lihat Tabel 1.3.). Kinerja sektor ini

terutama ditopang oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran. Sementara itu,

kinerja subsektor hotel dan restoran tumbuh signifikan sejalan dengan adanya libur panjang selama

triwulan I-2008.

Kinerja subsektor perdagangan mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya.

Indikator Survei Penjualan Eceran (SPE) menunjukkan bahwa nilai penjualan pedagang besar dan

eceran mengalami peningkatan, khususnya untuk penjualan makanan dan tembakau serta penjualan

perlengkapan rumah tangga. Nilai penjualan makanan dan tembakau selama triwulan I-2008 tumbuh

31,17% (yoy), sedangkan nilai penjualan perlengkapan rumah tangga tumbuh 34,22% (yoy) (lihat

Grafik. 1.9.-1.10.).

Tabel 1.10. Indikator Perhotelan di Jawa Barat

Okt Nov Des Okt Nov Des

Hotel Berbintang (%) 32.11 38.35 56.14 40.88 48.36 53.29

Hotel Non Bintang (%) 22.10 24.90 25.92 22.96 23.03 25.88Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tingkat Hunian Kamar2006 2007

Page 39:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

21

Kinerja subsektor hotel dan restoran pada triwulan I-2008 diperkirakan mengalami

perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata tingkat hunian kamar

hotel di beberapa daerah wisata di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan sejalan dengan

libur panjang selama triwulan I-2008. Nilai tambah PDRB subsektor hotel diperkirakan tumbuh

15,94% (yoy), sedangkan nilai tambah PDRB subsektor restoran diperkirakan tumbuh 13,97% (yoy).

Grafik 1.26. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

-

4

8

12

16

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2006 2007 2008

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh

27,31% (yoy). Nilai kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencapai Rp15,17 triliun, lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp11,91 triliun (Grafik 1.26.). Kredit

di sektor perdagangan, hotel, dan restoran didominasi oleh kredit ke subsektor perdagangan eceran.

2.4. Sektor Keuangan

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa dunia usaha diperkirakan tumbuh 3,62% (yoy),

terutama didorong oleh membaiknya kinerja subsektor keuangan (lihat Tabel 1.3.). Kinerja

subsektor keuangan selama triwulan I-2008, yang tercermin dari nilai tambah bank umum di Jawa

Barat, mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu (lihat Tabel 1.11.). Nilai

tambah bank umum di Jawa Barat pada akhir triwulan I-2008 mencapai Rp1,45 miliar, atau tumbuh

36,95% (yoy). Hal ini sejalan dengan meningkatnya perolehan pendapatan bunga bank umum di Jawa

Barat.

Tabel 1.11. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta)

Bank Umum Pemerintah 634 870 37.35Bank Swasta Nasional 394 544 38.21Bank Asing dan Campuran 33 37 13.75

Total 1,060 1,452 36.95Sumber: LBU KBI Bandung.

Nilai Tambah Tw.I-07 Tw.I-08Pertumbuhan

(%)

Page 40:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

22

Dilihat berdasarkan kelompok bank, bank umum pemerintah dan bank swasta nasional

mencatatkan pertumbuhan nilai tambah yang signifikan (lihat Tabel 1.11.). Nilai tambah bank

umum pemerintah tumbuh 37,35% (yoy), sedangkan bank swasta nasional tumbuh 38,21% (yoy).

Sementara itu, nilai tambah bank asing dan campuran tumbuh 13,75% (yoy).

2.5. Sektor Bangunan

Sektor bangunan dan konstruksi diperkirakan tumbuh 3,82% (yoy), terutama didorong oleh

peningkatan kegiatan di sektor bangunan dan konstruksi yang dilakukan oleh sektor swasta

(lihat Tabel 1.3.). Pertumbuhan sektor bangunan dan konstruksi terindikasi antara lain dari nilai

penjualan perlengkapan konstruksi dan pembangunan properti komersial. Nilai penjualan

perlengkapan konstruksi diperkirakan tumbuh 9,41% (yoy) (lihat Grafik 1.15). Sementara itu,

pembangunan properti komersial juga mengalami peningkatan. Dilihat dari jenis properti, peningkatan

terbesar terjadi pada jenis properti perkantoran sewa, yaitu tumbuh 8,16% (yoy) (lihat Tabel 1.12.).

Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial

2008Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I

Perkantoran Sewa (m2) 17,271 18,216 18,216 18,230 18,680 8.16

Pusat Perbelanjaan Sewa dan Jual (m2) 104,836 101,926 103,617 104,693 106,260 1.36Apartemen Jual (unit) 393 393 393 403 408 3.82Hotel Bintang 3,4, dan 5 (jumlah kamar) 1,251 1,364 1,266 1,261 1,274 1.87Sumber: Survei Properti Komersial Kota Bandung.

Jenis PropertiPertumbuhan (%) Tw I-08 - Tw I-07

2007

Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi

-

1

2

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2006 2007 2008

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor bangunan dan konstruksi tumbuh 16,32%

(yoy)) (Grafik 1.27). Penyaluran kredit sektor ini mencapai Rp1,57 triliun, lebih tinggi dibandingkan

periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,35 triliun. Sebagian besar kredit diberikan ke subsektor

konstruksi lainnnya.

Page 41:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

23

2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh -0,27% (yoy) (lihat Tabel 1.3.).

Kinerja subsektor di sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tidak mengalami

perkembangan yang berarti dan cenderung mengalami penurunan. Subsektor angkutan jalan raya,

yang merupakan kontributor terbesar di sektor pengangkutan dan komunikasi, diperkirakan tumbuh

-11,46% (yoy). Indikator subsektor jalan raya yang tercermin antara lain dari jumlah kendaraan

(golongan IIA/III) yang masuk/keluar di beberapa gerbang tol menunjukkan penurunan yang signifikan

(lihat Tabel 1.13.).

Tabel 1.13. Jumlah Kendaraan (Golongan IIA/III) yang Masuk dan Keluar dari Gerbang Tol

Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk KeluarPadalarang 151,594 110,129 38,782 31,504 (74.42) (71.39) Baros 1 2,777 22,851 6,707 23,132 141.52 1.23 Baros 2 22,874 2,350 22,874 6,190 - 163.40 Sadang 39,628 29,164 13,884 8,127 (64.96) (72.13) Jatiluhur 41,697 48,508 35,886 30,930 (13.94) (36.24) Padalarang Barat 77,495 116,573 19,958 33,522 (74.25) (71.24) Moh. Toha 33,909 41,095 18,349 20,908 (45.89) (49.12) Buah Batu 29,831 28,660 18,854 15,516 (36.80) (45.86) Cileunyi 122,178 118,659 50,556 48,760 (58.62) (58.91) Pasteur 21,914 22,914 12,557 11,774 (42.70) (48.62) Pasir Koja 102,654 90,736 21,326 16,417 (79.23) (81.91) Kopo 19,474 23,956 10,061 11,987 (48.34) (49.96) Sumber: PT. Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi.

Golongan IIA/III: Truk dengan 2/3 Gandar.

Gerbang TolTw. I-2007 Tw. I-2008 Pertumbuhan (%)

Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta Penumpang)

2008Tw I

Eksekutif 1.08 0.91 0.23 Bisnis 0.93 0.76 0.20 Ekonomi 1.41 1.43 0.37 Lokal Bisnis 1.09 1.21 0.25 Lokal Ekonomi 6.56 6.77 1.72

Total 11.07 11.08 2.77Sumber: PT. Kereta Api DAOP Jawa Barat.

Kelas 2006 2007

Sementara itu, kinerja subsektor angkutan rel dan angkutan udara diperkirakan tidak

berbeda jauh dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (lihat Tabel 1.13.-1.14.). Di

sisi lain, subsektor komunikasi diperkirakan tumbuh signifikan sebesar 21,59% (yoy). Namun

demikian, kontribusi pertumbuhan subsektor komunikasi relatif kecil sehingga pertumbuhan di

subsektor tersebut tidak dapat mendorong pertumbuhan di sektor pengangkutan dan komunikasi.

Page 42:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

24

Tabel 1.15. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara

2008Tw I

Keberangkatan (orang) 145,806 136,536 29,819 Kedatangan (orang) 135,289 127,835 27,548

2008Tw I

Keberangkatan (orang) 47,588 45,850 17,688 Kedatangan (orang) 52,892 49,380 19,577 Sumber: PT. Persero Angkasa Pura II.

Internasional 2006 2007

Domestik 2006 2007

Tabel 1.16. Jumlah Angkutan Barang (Kargo) Domestik di Bandara Husein Sastranegara

2008Tw I

Keberangkatan (kg) 188,398 413,457 112,526 Kedatangan (kg) 76,838 157,281 27,623 Sumber: PT. Persero Angkasa Pura II.

Domestik 2006 2007

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh

2,36% (yoy) (Grafik 1.28.). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp806,33 miliar, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp772,27 miliar. Penyaluran kredit terbesar

terutama terjadi di subsektor angkutan umum.

Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

-

250

500

750

1,000

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2006 2007 2008

(Rp Miliar)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA) diperkirakan tumbuh 4,25% (yoy), terutama didorong

oleh peningkatan kinerja subsektor listrik (lihat Tabel 1.3.). Subsektor listrik diperkirakan tumbuh

6,03% (yoy), dan menjadi penopang utama pertumbuhan sektor LGA. Kinerja subsektor listrik, yang

tercermin dari pemakaian listrik (rumah tangga dan industri) di Jawa Barat, diperkirakan mengalami

peningkatan. Total pemakaian listrik di Jawa Barat pada triwulan I-2008 yang mencapai 6.002 juta

kwh, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pemakaian listrik setiap triwulan pada tahun 2007 (lihat Tabel

1.16.).

Page 43:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

25

Tabel 1.17. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (tidak termasuk Banten) (Juta Kwh)

2008Tw I

Rumah Tangga 9,343 7,448 2,381 Industri 17,761 14,160 3,621

Total 27,104 21,608 6,002 Sumber: PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten

2007Pengguna 2006

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor listrik, gas, dan air bersih meningkat tajam

(353% (yoy)) (lihat Grafik 1.29). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp128,11 miliar, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp28,23 miliar. Penyaluran kredit ke sektor LGA

didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor listrik.

Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

-

50

100

150

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2006 2007 2008

(Rp Miliar)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

2.8. Sektor Jasa-Jasa

Kinerja sektor jasa-jasa pada triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh 1,59% (yoy) (lihat Tabel

1.3.). Perkembangan sektor jasa-jasa di awal tahun 2008 diperkirakan belum mengalami peningkatan

yang berarti, dan cenderung mengalami penurunan. Sejalan dengan hal tersebut, kontribusi sektor

jasa-jasa pada triwulan I-2008 yang mencapai 0,11% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang

sama tahun lalu yang mencapai 0,30% (yoy) (lihat Tabel 1.4.).

Page 44:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

26

Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-Jasa

-

500

1,000

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2006 2007 2008

(Rp Miliar)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa meningkat 16,02% dibandingkan periode yang sama

tahun lalu (lihat Grafik 1.30.). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp1.107 miliar, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp954 miliar. Dilihat dari penyaluran kredit per

subsektor, pertumbuhan kredit sektor ini terutama didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor

kesehatan.

Page 45:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Page 46:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

28

Tekanan inflasi pada triwulan I-2008 mengalami peningkatan. Inflasi gabungan tujuh kota

Indeks Harga Konsumen (IHK) di Jawa Barat1 pada triwulan I-2008, baik secara triwulanan maupun

tahunan, jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Perkembangan ini berbeda dengan pola inflasi triwulan I pada dua tahun terakhir, yang

selalu lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun sebelumnya. Namun demikian, inflasi Jawa Barat

masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional (Grafik 2.1 dan 2.2).

Secara triwulanan, inflasi Jawa Barat tercatat sebesar 3,17% (qtq) (Grafik 2.1). Angka tersebut

lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2007 (1,44%) dan triwulan I-2007

(2,40%), tetapi lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 3,41%.

Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional

-1

0

1

2

3

4% (qtq)

Jabar 1.86 0.64 1.13 2.40 1.44 -0.21 2.34 1.44 3.17

Nasional 1.98 0.87 1.16 2.44 1.91 0.17 2.28 2.09 3.41

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional

0

5

10

15

20% (yoy)

Jabar 16.6215.8715.04 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10 6.88

Nasional 15.7415.5314.55 6.60 6.52 5.77 6.95 6.59 8.17

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Faktor determinan inflasi selama tiga bulan pertama di tahun 2008 adalah faktor eksternal.

Kenaikan harga energi dan berbagai komoditas pangan dunia telah memberikan dampak signifikan

terhadap berbagai harga kebutuhan pokok masyarakat, khususnya bahan makanan dan makanan jadi.

Secara tahunan, inflasi Jawa Barat mencapai 6,88% (yoy) pada Maret 2008, atau berada di

atas kisaran sasaran inflasi IHK nasional tahun 2008 yang ditetapkan Pemerintah sebesar

5%±1% (Grafik 2.2). Angka inflasi tersebut lebih tinggi daripada inflasi tahunan pada Desember

2007 yang sebesar 5,10% dan inflasi pada Maret 2007 yang sebesar 5,72%. Apabila dibandingkan

inflasi tahunan nasional yang mencapai 8,17%, inflasi Jawa Barat relatif lebih rendah.

Peningkatan laju inflasi tahunan di Jawa Barat juga tidak terlepas dari faktor eksternal yang

cukup mendominasi inflasi beberapa bulan terakhir. Kenaikan harga komoditas di pasar

internasional, seperti CPO, gandum, dan emas, yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun

2007, ternyata terus berlanjut hingga awal tahun 2008, dan berdampak lebih besar pada triwulan I-

2008. Di samping ketiga komoditas tersebut, kali ini kenaikan harga kedelai impor juga berdampak

signifikan terhadap kenaikan harga produk turunannya, yaitu tempe dan tahu.

5 Gabungan tujuh kota: Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Banjar.

Page 47:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

29

1. INFLASI TRIWULANAN

Secara triwulanan, laju inflasi di Jawa Barat selama triwulan I-2008 mencapai 3,17% (qtq).

Pendorong utama inflasi selama periode tersebut adalah peningkatan harga berbagai komoditas di

pasar dunia, yang menyebabkan kenaikan harga barang domestik di daerah.

Secara bulanan (mtm), laju inflasi tertinggi

terjadi pada bulan Januari 2008, sedangkan

pada bulan-bulan berikutnya relatif lebih

rendah (Grafik 2.3). Pada bulan Januari 2008,

inflasi mencapai 1,31% (mtm), terutama akibat

kenaikan harga minyak tanah dan berbagai

bahan makanan. Selanjutnya, inflasi pada

bulan Februari 2007 tercatat 1,09%, lebih

rendah dibandingkan inflasi pada bulan

sebelumnya. Pada bulan Februari, harga tahu,

tempe, serta cabe merah naik signifikan. Pada

bulan Maret 2008, inflasi lebih rendah

dibandingkan Januari dan Februari 2008, yakni tercatat 0,68%. Inflasi di bulan ini terutama karena

kenaikan harga minyak goreng, daging dan telur ayam ras. Perlambatan inflasi pada bulan Februari

dan Maret 2008 ditunjang terutama oleh penurunan harga beras.

Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat

Triwulan I-2008

No. Komoditas Inflasi

(%, qtq) 1 Cabe Rawit 61.07 2 Tahu Mentah 43.66

3 Tepung Terigu 40.82

4 Tempe 36.62 5 Terong Panjang 30.03

6 Tarif Rumah Sakit 23.51

7 Buncis 20.81

8 Cabe Merah 20.36

9 Ketumbar 20.08

10 Kartu ATM 19.65

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar

di Jawa Barat Triwulan I-2008

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq) 1 Minyak Goreng 0.32 2 Tahu Mentah 0.31 3 Minyak Tanah 0.28 4 Emas Perhiasan 0.17 5 Telur Ayam Ras 0.16 6 Tempe 0.16 7 Daging Ayam Ras 0.14 8 Tarif Rumah Sakit 0.12 9 Mie siap makan 0.11

10 Kue Kering Berminyak 0.10

Total 1.86 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Apabila diurutkan berdasarkan komoditas, inflasi tertinggi dan penyumbang inflasi terbesar

selama triwulan I-2008 didominasi berbagai jenis bahan makanan, seperti minyak goreng,

tahu, tempe, telur dan daging ayam (Tabel 2.1 dan 2.2). Sepuluh komoditas penyumbang

terbesar inflasi memberikan andil yang cukup signifikan, yakni sebesar 1,86% terhadap inflasi Jawa

Barat, sehingga membentuk 59% inflasi Jawa Barat pada triwulan I-2008.

Grafik 2.3. Inflasi BulananJawa Barat dan Nasional

-0.8

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

2.4

2.8

3.2

3.6% (mtm)

Jabar 0.56 0.36 0.51 -0.3 -0.1 0.27 0.57 0.90 0.85 0.72 0.13 0.58 1.37 1.09 0.68

Nasional 1.04 0.62 0.24 -0.1 0.10 0.23 0.72 0.75 0.80 0.79 0.18 1.10 1.77 0.65 0.95

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 48:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

30

1.1. DISAGREGASI INFLASI

Inflasi di Jawa Barat pada triwulan I-2008 terutama didominasi oleh inflasi volatile food

(Grafik 2.4). Dibandingkan dengan triwulan IV-2007, baik inflasi inti, inflasi volatile food maupun

inflasi administered pricess mengalami peningkatan (Grafik 2.5).

Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat

Triwulan I-2008

1.38

2.49

6.56

0.37

1.43

3.17

1.61

3.17

-1 0 1 2 3 4 5 6 7

TOTAL

Inti

Administeredprices

Volatile food

Jen

is in

flas

i

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan

Volatile Food di Jawa Barat

-4

-2

0

2

4

6

8

10% (qtq)

Inti 1.21 0.91 1.10 1.17 1.39 0.43 1.46 1.69 2.49

Adm. Prices 0.84 0.24 0.35 0.33 0.09 0.56 1.85 -0.14 1.61

Volatile food 5.06 0.35 2.16 8.35 3.09 -2.72 5.22 2.54 6.56

Total 1.86 0.64 1.13 2.40 1.44 -0.21 2.34 1.44 3.17

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I

2006 2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

a. Inflasi Inti

Inflasi inti2 pada triwulan I-2008 mencapai 2,49%, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-

2007 yang sebesar 1,69% (qtq) (Grafik 2.5). Andil inflasi inti terhadap inflasi Jawa Barat

adalah sebesar 1,38%, atau membentuk 43,53% inflasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2007

(Grafik 2.5). Komoditas inti dengan inflasi tertinggi adalah tepung terigu (inflasi 40,82%),

sedangkan penyumbang terbesar inflasi adalah emas perhiasan (andil 0,17%) (Tabel 2.3 dan 2.4).

Kenaikan laju inflasi inti triwulan ini terutama disebabkan oleh faktor eksternal.

Peningkatan harga berbagai komoditas di pasar internasional yang merupakan bahan baku

beberapa komoditas pangan domestik telah mendorong beberapa komoditas inti (Tabel 2.3 dan

2.4), seperti harga gandum (mendorong kenaikan harga terigu, mie instan, mie telor, roti,

makanan gorengan), harga susu (mendorong kenaikan harga mentega/butter), emas (mendorong

kenaikan harga emas perhiasan), dan baja (mendorong kenaikan harga besi beton).

6 Inflasi inti adalah inflasi IHK yang telah mengeluarkan komoditas administered (harganya ditetapkan oleh pemerintah) dan volatile foods (komoditas bahan makanan yang pergerakan harganya sangat berfluktuasi) (lihat buku PEKDA Provinsi Jabar Tw III-2005).

Page 49:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

31

Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat

Triwulan I-2008

No. Komoditas Inflasi (%, qtq)

1 Tepung Terigu 40.82 2 Tarif Rumah Sakit 23.51 3 Ketumbar 20.08 4 Kartu ATM 19.65 5 Mentega (Butter) 19.18 6 Besi Beton 17.58 7 Roti Manis 16.15 8 Kaso 15.84 9 Mie Telor 14.73

10 Terong Bulat 13.71 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat

Triwulan I-2008

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq)

1 Emas Perhiasan 0.17 2 Tarif Rumah Sakit 0.12 3 Mie 0.11 4 Kue Kering Berminyak 0.10 5 Roti Manis 0.06 6 Tepung Terigu 0.06 7 Nasi 0.05 8 Besi Beton 0.05 9 Batu Bata/Batu Tela 0.04

10 Cat Tembok 0.03

Total 0.79 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Di samping harga komoditas di pasar internasional, faktor-faktor lain yang

mempengaruhi inflasi inti adalah perkembangan nilai tukar Rupiah dan ekspektasi publik

terhadap inflasi. Nilai tukar Rupiah secara rata-rata bulanan pada triwulan I-2008 menunjukkan

tren penguatan dibandingkan dengan triwulan IV-2007, meskipun secara triwulanan sedikit

melemah akibat adanya pelemahan pada bulan Januari 2008 (Grafik 2.6.). Di sisi ekspektasi, para

pelaku ekonomi (antara lain pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen) pada bulan-bulan

sebelumnya berekspektasi bahwa akan terjadinya peningkatan harga barang dan jasa pada awal

tahun 2008. Hal tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei yang dilakukan oleh KBI

Bandung, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Penjualan Eceran (SPE), dan Survei

Konsumen (SK).

Grafik 2.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

8,800

9,000

9,200

9,400

9,600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2006 2007 2008

Rp/USD

rata2 bulanan rata2 triwulanan

Sumber: Bank Indonesia.

Grafik 2.7. Ekspektasi Dunia Usaha Terhadap Harga Barang dan Jasa

-1

0

1

2

3

4

5

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

2007 2008

% (inflasi)

0

5

10

15

20

25SBT

SBT hasil SKDU Inflasi gab. 7 kota (qtq) Sumber: SKDU-KBI Bandung; BPS Prov. Jawa Barat.

Hasil SKDU menunjukkan bahwa para pengusaha responden SKDU telah memperkirakan

akan terjadi peningkatan harga jual/tarif barang/jasa di tingkat pengusaha pada

triwulan I-2008. Sedikit berbeda dengan perkembangan inflasi triwulanan pada triwulan I-2008

yang lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2007, para responden memperkirakan kenaikan harga

tidak sebesar kenaikan pada triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari perlambatan SBT dari

triwulan IV-2007 ke triwulan I-2008. (Grafik 2.7). Kenaikan harga jual/tarif oleh pengusaha

Page 50:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

32

terutama terjadi pada sektor industri pengolahan; sektor bangunan serta sektor perdagangan,

hotel, dan restoran (khususnya perdagangan). Sumber utama pendorong kenaikan harga tersebut

adalah kenaikan biaya bahan baku/material.

Ekspektasi pedagang eceran responden SPE terhadap harga barang dan jasa

menunjukkan arah yang sama dengan perkembangan inflasi bulanan pada Januari

hingga Maret 2008. Mereka memperkirakan bahwa kenaikan harga eceran pada triwulan I-2008

lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada triwulan IV-2007, dengan kecenderungan melambat

pada bulan Februari dan Maret. Hal ini diindikasikan oleh nilai indeks SB yang lebih besar dari 100,

dengan kecenderungan menurun (Grafik 2.8).

Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008

% (inflasi)

70

80

90

100

110

120

130

140

150SB

SPE* SPE** SPE*** Inflasi Gab.7 Kota (mtm)

Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb hasil SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb hasil SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada tahun berjalan pada SPE bulan ybs.

Grafik 2.9. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa

-0.5

-0.3-0.1

0.10.3

0.5

0.70.9

1.11.3

1.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008

% (inflasi)

100

110120

130140

150

160170

180190

200

SB

SK* SK** Inflasi Gab.7 Kota (mtm)

Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 6 bulan sebelumnya.

Hasil Survei Konsumen mengindikasikan ekspektasi konsumen terhadap harga barang

dan jasa sejalan dengan pergerakan inflasi bulanan sepanjang triwulan I-2008. Inflasi

bulanan mulai melambat setelah Januari 2008 (Grafik 2.9). Sebagian besar responden

berpendapat bahwa harga kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau; serta kelompok perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar diperkirakan

berpeluang paling besar mengalami kenaikan.

b. Inflasi Volatile Food

Inflasi volatile food mengalami lonjakan dari 2,54% pada triwulan IV-2007 menjadi

6,56% pada triwulan I-2008 (Grafik 2.5). Sumbangan inflasi volatile food menyumbang 1,43%,

atau membentuk 45% inflasi Jawa Barat. Kenaikan harga cabe rawit adalah yang tertinggi

dibandingkan volatile food lainnya mencapai 61,07%, sementara penyumbang terbesar inflasi

terbesar adalah minyak goreng sebesar 0,32% (Tabel 2.5 dan Tabel 2.6).

Page 51:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

33

Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat

Triwulan I-2008

No. Komoditas Inflasi (%, qtq)

1 Cabe Rawit 61.07 2 Tahu Mentah 43.66 3 Tempe 36.62 4 Terong Panjang 30.03 5 Buncis 20.81 6 Cabe Merah 20.36 7 Anggur 19.28 8 Minyak Goreng 18.20 9 Mie Kering Instan 16.90

10 Nangka Muda 16.89 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar

di Jawa Barat Triwulan I-2008

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq)

1 Minyak Goreng 0.32 2 Tahu Mentah 0.31 3 Minyak Goreng 0.32 4 Tahu Mentah 0.31 5 Telur Ayam Ras 0.16 6 Tempe 0.16 7 Daging Ayam Ras 0.14 8 Mie Kering Instan 0.09 9 Cabe Merah 0.08

10 Ikan Mas 0.07

Total 1.95 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Pada triwulan ini, kenaikan harga komoditas di pasar internasional ternyata telah

berdampak signifikan terhadap harga volatile food di daerah, yaitu kenaikan harga

minyak goreng (akibat CPO), tahu dan tempe (kedelai), dan mie instan (gandum dan

CPO). Sementara itu, kenaikan harga cabe dan berbagai sayuran, disebabkan oleh kurang

maksimalnya produksi akibat musim hujan yang masih berlanjut hingga triwulan I-2008.

c. Inflasi Administered Prices

Setelah pada triwulan IV-2008 mengalami deflasi 0,14%, pada triwulan I-2008 komoditas

administered prices mengalami inflasi 1,61% (Grafik 2.5). Kelompok administered prices

menyumbang hanya 0,37% terhadap total inflasi Jawa Barat triwulan I-2008, atau hanya 12%

dari 3,17%.

Komoditas administered dengan inflasi tertinggi dan penyumbang inflasi terbesar adalah

minyak tanah (Tabel 2.7 dan 2.8). Jika pada triwulan IV-2007 minyak tanah mengalami deflasi,

pada triwulan I-2008 mengalami inflasi 11% dan menyumbang inflasi sebesar 0,28%. Meskipun

pemerintah tidak menaikkan harga eceran tertinggi (HET) minyak tanah, di tingkat konsumen

rumah tangga harga yang dibayarkan lebih tinggi daripada HET. Penyebab perbedaan tersebut

antara lain adalah adanya biaya pengangkutan dari pangkalan agen minyak tanah ke tempat

pengecer, yang harus ditanggung oleh pengecer. Di samping itu, sejak diberlakukannya konversi

minyak tanah ke gas elpiji di beberapa daerah, Pertamina mengurangi pasokan minyak tanah

hingga 60%. Di sisi lain sebagian besar konsumen rumah tangga masih menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompornya, meskipun telah menerima kompor gas dan tabung elpiji

dari pemerintah. Konsumen berpendapatan kecil, khususnya yang berpendapatan harian, hanya

mampu membeli minyak tanah eceran dibandingkan gas elpiji yang relatif lebih mahal.

Page 52:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

34

Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan

Tertinggi di Jawa Barat Triwulan I-2008

No. Komoditas Inflasi

(%, qtq)

1 Minyak Tanah 11.00 2 Rokok Putih 2.68 3 Rokok Kretek Filter 2.19 4 Rokok Kretek 1.80 5 Biaya Kirim Surat 1.36 6 Bensin 0.16 7 Gas Elpiji 0.05

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan

Terbesar di Jawa Barat Triwulan I-2008

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq)

1 Minyak Tanah 0.28 2 Rokok Kretek Filter 0.05 3 Rokok Kretek 0.03 4 Rokok Putih 0.01 5 Bensin 0.0044 6 Gas Elpiji 0.0004 7 Biaya Kirim Surat 0.0002

Total 0,37 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

1.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Pada triwulan I-2007 seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi. Inflasi lima

kelompok lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hanya kelompok sandang dan kelompok

transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami perlambatan. Kelompok barang dan jasa

dengan inflasi tertinggi adalah kelompok bahan makanan (6,30%) sedangkan terendah adalah

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan (0,18%) (Tabel 2.9).

Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2007 2008 No. Kelompok 2006

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan makanan 7,66 3,00 -2,41 4,74 2.65 6.30 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,88 2,23 0,70 0,85 0.62 2.80 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,39 0,34 0,28 2,19 0.45 2.27 4 Sandang 1,84 1,42 0,72 1,07 8.14 3.35 5 Kesehatan 2,80 1,65 1,13 0,64 1.20 6.18 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 2,14 0,24 0,13 6,20 0.67 0.82 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,07 0,19 0,53 0,06 0.32 0.18

Umum 2,40 1,44 -0,21 2,34 1.44 3.17

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 53:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

35

Berdasarkan sumbangannya terhadap

inflasi, kelompok bahan makanan adalah

penyumbang terbesar inflasi di Jawa

Barat, yaitu sebesar 1,58% (Grafik 2.10).

Adapun kelompok sandang yang inflasinya

mencapai 6,18%, hanya menyumbang 0,22%.

Sementara itu penyumbang inflasi kedua

terbesar adalah kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau. Uraian lebih

lanjut mengenai inflasi di Jawa Barat menurut

kelompok barang dan jasa ada pada uraian di

bawah ini, secara berurutan mulai dari

kelompok yang memberikan andil inflasi

terbesar.

Grafik 2.10. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut

Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I-2008

0.57

0.54

0.18

0.22

0.055

0.028

6.30

2.80

2.27

3.35

6.18

0.82

0.18

3.17

1.58

3.17

0 1 2 3 4 5 6 7 8

TOTAL

Bahanmakanan

Makananjadi,dsb

Perumahan,dsb

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,dsb

Transpor,dsb

Kel

om

pok

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: nama kelompok disingkat.

a. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan I-2008 mencapai 6,30%, jauh lebih tinggi

daripada inflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,65% (Grafik 2.11). Kelompok ini

menyumbang inflasi 1,58% atau membentuk 50% dari inflasi Jawa Barat yang sebesar 3,17% .

Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat

2.65

6.30

7.66

2.04

4.74

-2.41

3.00

0.51

4.48

-4

-2

0

2

4

6

8

10

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Beberapa Komoditas Bahan Makanan di Jawa Barat

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008

% (mtm)Tahu

Tempe

Minyak goreng

Tepung terigu

Mie instan

Mentega/butter

Margarine

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Peningkatan harga bahan makanan selama triwulan I-2008 terutama disebabkan oleh

kenaikan harga bahan pangan impor, terutama CPO, kedelai, gandum, dan susu. Kenaikan

harga komoditas tersebut telah mendorong peningkatan harga yang signifikan pada harga tepung

terigu, tahu, tempe, mentega (butter), margarine, dan mie instan (Grafik 2.13- 2.16).

Page 54:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

36

Grafik 2.13. Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional, IHK Minyak Goreng dan

Margarine di Jawa Barat

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1/2

00

62

/20

06

3/2

00

64

/20

06

5/2

00

66

/20

06

7/2

00

68

/20

06

9/2

00

61

0/2

00

61

1/2

00

61

2/2

00

61

/20

07

2/2

00

73

/20

07

4/2

00

75

/20

07

6/2

00

77

/20

07

8/2

00

79

/20

07

10

/20

07

11

/20

07

12

/20

07

1/2

00

82

/20

08

3/2

00

8

CPO (USD/metric ton)

100

120

140

160

180

200

220

240

260

IHK

harga CPO dunia

IHK minyak goreng

IHk margarine

Sumber: Bloomberg, BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.14. Perkembangan Harga Kedelai di Pasar Internasional, IHK Tahu dan Tempe

di Jawa Barat

4

6

8

10

12

14

16

1/2

00

62

/20

06

3/2

00

64

/20

06

5/2

00

66

/20

06

7/2

00

68

/20

06

9/2

00

61

0/2

00

11

/20

01

2/2

00

1/2

00

72

/20

07

3/2

00

74

/20

07

5/2

00

76

/20

07

7/2

00

78

/20

07

9/2

00

71

0/2

00

11

/20

01

2/2

00

1/2

00

82

/20

08

3/2

00

8

USD/bushel

100

120

140

160

180

200

220

240

260

280

IHK

harga kedelai

IHK tahu

IHK tempe

Sumber: Bloomberg, BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.15. Perkembangan Harga Gandum di Pasar Internasional, IHK tepung Terigu

dan Mie Instan di Jawa Barat

2

4

6

8

10

12

1/20

062/

2006

3/20

064/

2006

5/20

066/

2006

7/20

068/

2006

9/20

0610

/200

11/2

0012

/200

1/20

072/

2007

3/20

074/

2007

5/20

076/

2007

7/20

078/

2007

9/20

0710

/200

11/2

0012

/200

1/20

082/

2008

3/20

08

USD/bushel

100

120

140

160

180

200

220

240

260

280IHK

harga gandum

IHK terigu

IHK mie instan

Sumber: Bloomberg, BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas di Pasar Internasional dan IHK Emas Perhiasan

di Jawa Barat

2

4

6

8

10

12

1/20

062/

2006

3/20

064/

2006

5/20

066/

2006

7/20

068/

2006

9/20

0610

/200

11/2

0012

/200

1/20

072/

2007

3/20

074/

2007

5/20

076/

2007

7/20

078/

2007

9/20

0710

/200

11/2

0012

/200

1/20

082/

2008

3/20

08

USD/ons

200

250

300

350

400

450

500IHK

harga emas

IHK emasperhiasan

Sumber: Bloomberg, BPS Provinsi Jawa Barat.

Selain faktor eksternal, faktor cuaca cukup

besar pengaruhnya terhadap produksi

tanaman pangan. Musim penghujan yang

masih berlangsung hingga awal tahun 2008,

menyebabkan kuantitas dan kualitas cabe

merah, cabe rawit, dan sayuran di sentra

produksi kurang baik. Khusus untuk komoditas

beras, sesuai pola musimannya pada awal 2008

mulai mengalami penurunan harga, khususnya

pada bulan Februari dan Maret 2008 (Grafik

2.17). Setelah pada triwulan IV-2007 harga beras naik sebesar 2,87% (qtq), selama triwulan I-

2008 mengalami penurunan 0,80%.

Grafik 2.17. Inflasi Beras di Jawa Barat

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008

% (mtm)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 55:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

37

Berdasarkan subkelompok, sepuluh dari

sebelas subkelompok dalam kelompok

bahan makanan mengalami inflasi (Grafik

2.18). Deflasi hanya terjadi pada subkelompok

sayuran. Inflasi tertinggi terdapat pada

subkelompok kacang-kacangan, yakni

mencapai 29,76%, sekaligus memberikan

sumbangan inflasi terbesar, yaitu 0,47%. Pada

subkelompok tersebut kenaikan harga tahu,

tempe, dan oncom memberikan sumbangan

inflasi terbesar.

Grafik 2.18. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di Jawa Barat

Triwulan I-2008

0.10

0.05

0.20

-0.06

0.47

0.11

0.34

0.000

6.30

1.56

9.12

6.27

29.76

4.56

16.55

0.07

1.58

0.11

0.19

-2.73

10.01

4.92

0.13

3.51

-5 0 5 10 15 20 25 30

KEL.BAHAN MAKANAN

Padi-padian

Daging & hasilnya

Ikan segar

Ikan diawetkan

Telur,susu & hasilnya

Sayuran

Kacang-kacangan

Buah-buahan

Bumbu-bumbuan

Lemak & minyak

Lainnya

Sub

kelo

mpo

k

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I-2008

mencapai 2,80%, melonjak dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya 0,62% (Grafik

2.19). Kelompok ini memberikan andil inflasi terbesar kedua stelah kelompok bahan makanan,

yakni sebesar 0,57% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.20).

Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan

Tembakau di Jawa Barat

2.80

0.62

0.85

0.70

2.23

0.88

1.08

0.68

1.93

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008

0.57

0.45

0.03

0.09

2.80

3.33

1.35

2.07

0 1 2 3 4

KEL.MAKANANJADI,DSB

Makanan jadi

Min. tdkberalkohol

Tembakau &min. beralkohol

Subk

elom

pok

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Dari tiga subkelompok, subkelompok makanan jadi mendominasi inflasi kelompok

makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (Grafik 2.20). Dengan inflasi sebesar 3,33%,

subkelompok ini menyumbang 0,45%. Kenaikan harga makanan jadi, seperti gorengan, mie siap

Page 56:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

38

saji, aneka roti, aneka kue dan biskuit, terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakunya,

seperti tepung terigu, telur, mentega, dan minyak goreng.

c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya, yakni dari 0,45% menjadi 2,27% (Grafik 2.21). Kelompok ini

menyumbang 0,54% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.22).

Grafik 2.21. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar di Jawa Barat

1.06

0.45

2.272.19

0.280.34

0.390.310.25

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I

2006 2007 2008

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.22. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar Menurut Subkelompok di Jawa BaratTriwulan I-2008

0.54

0.20

0.28

0.00

0.05

2.27

1.50

0.36

2.47

4.01

0 1 2 3 4 5

KEL.PERUMAHAN,DSB

Biaya tempat tinggal

Bhn bkr, penerangan& air

Perlengkapan RT

Penyelenggaraan RT

Subk

elom

pok

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Subkelompok penyumbang inflasi terbesar adalah subkelompok bahan bakar,

penerangan, dan air (Grafik 2.22). Pada subkelompok tersebut sumbangan inflasi terbesar

berasal dari kenaikan harga minyak tanah, yang naik 11% dan menyumbang inflasi 0,28%. Selain

itu harga berbagai bahan bangunan, seperti besi beton, batu bata, dan cat tembok, yang

termasuk ke dalam subkelompok biaya tempat tinggal juga meningkat.

d. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya,

dari 1,20% menjadi 6,18% (Grafik 2.23). Kelompok ini memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,22% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.24).

Subkelompok jasa kesehatan adalah penyumbang terbesar inflasi kelompok kesehatan

(Grafik 2.24). Pada kedua subkelompok tersebut, kenaikan tertinggi terjadi pada tarif perawatan

pasien di rumah sakit, sebesar 23,51%. Selain itu, tarif dokter umum dan dokter spesialis juga

masih mengalami kenaikan seperti pada triwulan sebelumnya.

Page 57:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

39

Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan

di Jawa Barat

1.20

6.1

0.641.131.65

2.80

0.880.560.50

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.24. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan Menurut

Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008

0.22

0.163

0.017

0.005

0.034

6.18

14.74

3.24

1.58

2.13

0 2 4 6 8 10 12 14 16

KEL.KESEHATAN

Jasa kesehatan

Obat-obatan

Jasa prwtnjasmani

Prwtn jasmani &kosmetik

subk

elom

pok

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

e. Kelompok Sandang

Setelah mengalami inflasi hingga 8,14% pada triwulan IV-2007, inflasi kelompok

sandang pada triwulan I-2008, melambat menjadi 3,35% (Grafik 2.25). Kelompok ini

memberikan andil inflasi sebesar 0,18% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.26).

Grafik 2.25. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Jawa Barat

3.35

8.14

1.07

0.721.42

1.84

-0.43

4.88

2.31

-10123456789

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008

0.18

0.00

0.00

0.01

0.17

3.35

0.07

0.18

0.64

9.82

0 2 4 6 8 10

KEL.SANDANG

Sandang laki-laki

Sandang wanita

Sandang anak-anak

Barang pribadi &sandang lainnya

Subk

elom

pok

% (qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Sama dengan beberapa triwulan sebelumnya, kenaikan harga emas perhiasan pada

subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya merupakan pendorong utama inflasi

kelompok sandang (Grafik 2.26). Kenaikan harga emas perhiasan mencapai 11,81%, namun

masih lebih kecil dibandingkan peningkatan pada triwulan sebelumnya, yang sebesar 27,18%.

f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Pada triwulan I-2008, inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sedikit lebih

tinggi dibandingkan triwulan IV-2007 (Grafik 2.27). Inflasi kelompok ini naik dari 0,67%

menjadi 0,82%, namun menyumbang hanya 0,05% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.28).

Page 58:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

40

Grafik 2.27. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olahraga di Jawa Barat

0.820.67

6.20

0.130.24

2.14

5.70

0.10

0.160

1

2

3

4

5

6

7

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.28. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008

0.05

0.04

0.00

0.00

0.01

0.00

0.82

0.81

0.50

0.72

0.66

0.91

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

KEL.PENDIDIKAN,DSB

Jasa pendidikan

Kursus/Pelatihan

PerlengkapanPendidikan

Rekreasi

Olahraga

Sub

kelo

mp

ok

% (qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Kali ini pendorong utama inflasi kelompok pendidikan adalah subkelompok jasa

pendidikan (Grafik 2.28). Kenaikan biaya pendidikan tercatat pada tingkat SLTP, SLTA, dan

perguruan tinggi di Kota Bogor. Selain biaya pendidikan, harga beberapa komoditas pada

subkelompok rekreasi juga mengalami peningkatan, seperti TV dan sepeda anak.

g. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan relatih kecil hanya 0,18%, lebih

rendah dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 0,32% (Grafik 2.29).

Inflasi kelompok tersebut menyumbang 0,03% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.30).

Grafik 2.29. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi

dan Jasa Keuangan di Jawa Barat

0.32

0.18

0.06

0.53

0.190.07

-0.05

0.30

0.26

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I

2006 2007 2008

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.30. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor,

Komunikasi, dan Jasa Keuangan Menurut Subkelompok di Jawa Barat

Triwulan I-2008

0.03

0.00

0.01

0.18

0.19

2.75

0.02

0.000.02

0.17

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

KEL.TRANSPOR,DSB

Transpor

Komunikasi &Pengiriman

Sarana &PenunjangTranspor

Jasa Keuangan

Subk

elom

pok

% (qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Inflasi subkelompok jasa keuangan, yang tercatat 2,75%, merupakan yang tertinggi,

namun hanya memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,04% (Grafik 2.30). Penyebab

utama inflasi subkelompok ini adalah kenaikan biaya administrasi kartu ATM yang ditetapkan

Page 59:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

41

perbankan. Adapun inflasi kelompok transpor yang hanya sebesar 0,17% memberikan

sumbangan inflasi 0,02%. Beberapa barang dan jasa yang mengalami kenaikan pada

subkelompok transpor adalah tarif becak, harga oli, dan harga premium.

1.3. INFLASI MENURUT KOTA

Inflasi di enam dari tujuh kota mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya,

dengan rata-rata di atas 3%. Hanya Kota Sukabumi yang mengalami perlambatan inflasi, akibat

perlambatan inflasi pada kelompok bahan makanan. Kota dengan inflasi tertinggi adalah Kota Banjar

(4,69%), sedangkan terendah di Kota Tasikmalaya (2,57%) (Tabel 2.10).

Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%)

2007 2008 No. Kota Bobot 2006

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bandung 39.82 1.87 1.13 -0.26 2.48 1.82 2.81 2 Bekasi 29.23 2.57 1.40 -0.27 2.65 0.81 3.31 3 Bogor 15.33 2.54 1.86 0.03 1.64 0.90 3.89 4 Sukabumi 5.40 3.04 0.10 -0.88 1.88 3.21 2.75 5 Cirebon 4.60 4.23 3.24 0.15 2.22 2.06 3.52 6 Tasikmalaya 3.71 3.53 3.73 -0.04 1.65 2.20 2.57 7 Banjar 1.92 3.31 3.22 0.17 2.66 1.95 4.69 Gabungan 100 2.40 1.44 -0.21 2.34 1.44 3.17

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan sumbangannya (andil3) terhadap

inflasi Jawa Barat, tiga kota penyumbang

terbesar inflasi di Jawa Barat pada triwulan I-

2008 adalah Bandung (dengan andil inflasi

1,12%), Bekasi (0,97%), dan Bogor (0,60%)

(Grafik 2.31). Ketiga kota tersebut menyumbang

inflasi sebesar 1,14% terhadap inflasi di Jawa

Barat atau membentuk 85% total inflasi

triwulanan Jawa Barat pada triwulan I-2008.

Grafik 2.31. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat

Menurut Kota Triwulan I-2008

0.15

0.10

2.75

2.57

3.17

0.09

3.17

0.16

0.60

0.97

1.12

4.69

3.52

3.89

3.31

2.81

0 1 2 3 4 5

Bd

Bks

Bgr

Skb

Cn

Tsm

Bjr

Gab

Kot

a

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

10 Andil inflasi=bobot x laju inflasi

Page 60:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

42

2. INFLASI TAHUNAN

Secara tahunan, inflasi Jawa Barat pada Maret 2008 mengalami peningkatan dibandingkan

Desember 2007, yaitu dari 5,10% (yoy) menjadi 6,88% (Grafik 2.2). Namun demikian, inflasi

Jawa Barat pada Maret 2008 masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,17%

(yoy).

Inflasi Jawa Barat selama periode April 2007 hingga Maret 2008 didominasi oleh kenaikan

harga bahan makanan, emas perhiasan, dan makanan jadi. Barang-barang tersebut termasuk ke

dalam sepuluh komoditas dengan inflasi tertinggi sekaligus penyumbang terbesar inflasi secara

tahunan (yoy) pada Maret 2008 (Tabel 2.11 dan Tabel 2.12). Kesepuluh komoditas penyumbang

terbesar inflasi tersebut menyumbang 3,79% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat, atau membentuk 55%

inflasi Jawa Barat (6,88% (yoy)). Sama dengan Desember 2007, minyak goreng juga memberikan

sumbangan inflasi terbesar, yaitu 0,85% (yoy).

Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008

No. Komoditas Inflasi

(%,yoy) 1 Cabe Rawit 61.07 2 Tahu Mentah 43.66

3 Tepung Terigu 40.82

4 Tempe 36.62 5 Terong Panjang 30.03

6 Tarif Rumah Sakit 23.51

7 Buncis 20.81

8 Cabe Merah 20.36

9 Ketumbar 20.08

10 Kartu ATM 19.65

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat Maret 2008

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, yoy) 1 Minyak Goreng 0.85 2 Emas Perhiasan 0.58 3 Daging Ayam Ras 0.48 4 Tahu Mentah 0.40 5 Telur Ayam Ras 0.39 6 Minyak Tanah 0.37 7 Bawang Merah 0.24 8 Tempe 0.20 9 Kue Kering Berminyak 0.15

10 Rokok Kretek Filter 0.14

Total 3.79 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tekanan eksternal cukup mendominasi inflasi selama setahun terakhir. Kenaikan harga

komoditas di pasar internasional, terutama minyak bumi, CPO, emas, kedelai, jagung, gandum,

memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan harga berbagai bahan makanan dan emas

perhiasan. Ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor merupakan salah satu faktor utama

tingginya pengaruh kenaikan harga komoditas di pasar internasional terhadap harga produk nasional.

2.1. DISAGREGASI INFLASI

Inflasi inti masih mendominasi inflasi di Jawa Barat sepanjang dua belas bulan terakhir

(Grafik 2.32). Meskipun laju inflasi inti lebih rendah daripada inflasi volatile food, sumbangannya lebih

tinggi, yakni sebesar 3,42%. Apabila dilihat berdasarkan perkembangannya dibandingkan Desember

2007, baik inflasi inti, inflasi volatile food maupun inflasi administered prices menunjukkan

peningkatan (Grafik 2.33).

Page 61:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

43

Grafik 2.32. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat Maret 2008

6.88

3.42

0.92

2.54

6.88

6.20

3.93

11.85

0 2 4 6 8 10 12

TOTAL

Inti

Administeredprices

Volatile foodJe

nis

infl

asi

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di

Jawa Barat

0

5

10

15

20% (yoy)

Inti 4.47 4.65 4.15 4.52 5.06 6.20

Adm. Prices 1.77 1.02 1.34 2.85 2.37 3.93

Volatile food 16.70 14.52 11.02 14.35 8.21 11.85

Total 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10 6.88

2006 Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

a. Inflasi Inti

Inflasi inti meningkat, dari 5,06% (yoy) pada Desember 2007 menjadi 6,02% (yoy) Maret

2008. Dengan andilnya yang sebesar 3,42% (yoy), inflasi inti membentuk 50% inflasi di Jawa

Barat. Peningkatan inflasi inti disebabkan tekanan imported inflation, akibat kenaikan harga

berbagai komoditas strategis internasional. Kenaikan harga bahan baku impor mendorong

kenaikan harga produk akhir.

Perkembangan inflasi inti juga

dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi. Hasil

SKDU pada triwulan I-2008 menunjukkan

bahwa prakiraan pengusaha terhadap inflasi

sepanjang 2008 akan lebih tinggi

dibandingkan akhir tahun 2007 (Grafik 2.34).

Ekspektasi inflasi inti diperkirakan sebagai

akibat meningkatnya harga komoditas di

pasar internasional yang dikhawatirkan akan

menaikkan biaya produksi, yang selanjutnya

kan ditransmisikan ke harga branag domestik.

Selian itu masih tingginya ekspektasi inflasi

juga terkait dengan masih dominannya karakter ekspektasi masyarakat yang bersifat backward

looking (memperkirakan inflasi pada masa yang akan datang berdasarkan perkembangan inflasi di

masa lalu).

Bila dilihat berdasarkan komoditasnya, komoditas inti dengan inflasi tertinggi adalah

bahan makanan, makanan jadi, tarif rumah sakit, kartu ATM, dan bahan bangunan

(Tabel 2.13). Adapun sumbangan inflasi terbesar berasal dari emas perhiasan (Tabel 2.14).

Kenaikan harga emas perhiasan sebesar 41,91% (yoy) terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga

emas dunia (imported inflation).

Grafik 2.34. Prakiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi

4

5

6

7

8

9

10

11

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

2007 2008

% (yoy)

Inflasi gab. 7 kota (yoy) Perkiraan inflasi (SKDU)

Sumber: SKDU-KBI Bandung;BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 62:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

44

Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008

No. Komoditas Inflasi (%, yoy)

1 Tepung Terigu 40.82 2 Tarif Rumah Sakit 23.51 3 Ketumbar 20.08 4 Kartu ATM 19.65 5 Mentega (Butter) 19.18 6 Besi Beton 17.58 7 Roti Manis 16.15 8 Kaso 15.84 9 Mie Telor 14.73

10 Terong Bulat 13.71 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat Maret 2008

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, yoy)

1 Emas Perhiasan 0.58 2 Kue Kering Berminyak 0.15 3 Tukang non Mandor 0.14 4 SLTP 0.14 5 SLTA 0.14 6 Tarif Rumah Sakit 0.13 7 Mie 0.13 8 Sekolah Dasar 0.11 9 Tepung Terigu 0.10

10 Besi Beton 0.09

Total 1.69 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

b. Inflasi Volatile Food

Inflasi volatile food meningkat dari 8,21% (yoy) pada Desember 2007 menjadi 11,85%

pada Maret 2008. Inflasi volatile food menyumbang 2,54% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat,

atau membentuk 37% inflasi Jawa Barat selma setahun terakhir.

Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008

No. Barang Inflasi

(%, yoy)

1 Cabe Rawit 61.07 2 Tahu Mentah 43.66 3 Tempe 36.62 4 Terong Panjang 30.03 5 Buncis 20.81 6 Cabe Merah 20.36 7 Anggur 19.28 8 Minyak Goreng 18.20 9 Mie Kering Instan 16.90

10 Nangka Muda 16.89 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat Maret 2008

No. Barang Andil Inflasi

(%, yoy)

1 Minyak Goreng 0.85 2 Daging Ayam Ras 0.48 3 Tahu Mentah 0.40 4 Telur Ayam Ras 0.39 5 Bawang Merah 0.24 6 Tempe 0.20 7 Mie Kering Instan 0.13 8 Pisang 0.08 9 Ikan Mas 0.08

10 Kelapa 0.07

Total 2.90 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Komoditas volatile food dengan inflasi tertinggi adalah cabe rawit, sebesar 61,07% (yoy)

(Tabel 2.15). Sementara itu, penyumbang terbesar inflasi volatile food adalah minyak goreng,

sama dengan kondisi Desember 2007 (Tabel 2.16). Kenaikan harga minyak goreng 18,02% (yoy)

memberi andil inflasi sebesar 0,85% (yoy). Harga minyak goreng di beberapa daerah di Jawa Barat

pada bulan April 2007 rata-rata berada pada kisaran Rp5.000-6.000/kg dan terus-menerus

meningkat, hingga mencapai Rp11.000-12.000/kg pada bulan Maret 2008.

Page 63:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

45

c. Inflasi Administered Prices

Inflasi administered prices meningkat dari 1,77% (yoy) pada Desember 2007 menjadi

3,93% pada Maret 2008. Kontribusi kelompok administered prices terhadap inflasi Jawa Barat,

juga meningkat dari 0,56% (yoy) menjadi 0,92%, atau 13% dari total inflasi tahunan Jawa Barat

pada Maret 2008.

Di antara berbagai komoditas administered, kenaikan harga tertinggi terjadi pada

minyak tanah, yang juga memberikan sumbangan inflasi terbesar (Tabel 2.17 dan 2.18).

Kenaikan harga minyak tanah sebesar 11% menyumbang inflasi sebesar 0,37% atau 40% dari

inflasi administered prices di Jawa Barat. Komoditas administered lainnya yang mengalami

kenaikan harga adalah rokok, pertamax, tarif air PAM dan gas elpiji.

Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi

di Jawa Barat Maret 2008

No. Komoditas Inflasi

(%, yoy)

1 Minyak Tanah 11.00 2 Rokok Putih 2.68 3 Rokok Kretek Filter 2.19 4 Rokok Kretek 1.80 5 Biaya Kirim Surat 1.36 6 Bensin 0.16 7 Gas Elpiji 0.05

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat Maret 2008

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, yoy)

1 Minyak Tanah 0.37 2 Rokok Kretek Filter 0.14 3 Rokok Kretek 0.13 4 Tarip Air Minum PAM 0.13 5 Bensin 0.1077 6 Gas Elpiji 0.0151 7 Rokok Putih 0.0150

Total 0.92 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Meskipun pemerintah tidak menaikkan HET minyak tanah, harga eceran di tingkat

konsumen lebih tinggi dan cenderung naik. Penyebab kenaikan kedua bahan bakar tersebut

adalah kelangkaan. Untuk minyak tanah, kelangkaan disebabkan oleh program konversi bahan

bakar untuk keperluan rumah tangga dari minyak tanah ke gas elpiji yang tidak berjalan dengan

baik. Masyarakat di daerah konversi yang sudah menerima kompor dan tabung gas, ternyata

masih menggunakan minyak tanah untuk keperluan sehari-hari, sementara di sisi lain pemerintah

melakukan pembatasan minyak tanah. Di samping itu, kelangkaan terjadi akibat tindakan

penimbunan oleh para spekulan. HET minyak tanah yang ditetapkan Pertamina adalah sebesar

Rp2.000/liter, namun di pasaran harga ecerannya bisa mencapai Rp8.000/liter, seperti yang terjadi

di Bekasi. Untuk memperoleh harga yang lebih murah, masyarakat harus antre berjam-jam di

pangkalan-pangkalan minyak tanah.

Untuk gas elpiji, kenaikan harga disebabkan oleh terjadinya disparitas harga elpiji untuk

industri dengan untuk rumah tangga. Pada 7 Januari 2008, Pertamina menaikkan harga elpiji

kemasan 50 kg (untuk pelanggan komersial seperti hotel, restoran, dan kafe) sebesar 35,5% dari

Rp5.852/kg menjadi Rp7.932/kg; harga elpiji curah (untuk industri) naik 25,2% dari Rp5.882/kg

menjadi Rp7.329/kg, sementara harga elpiji kemasan 12 kg tetap Rp4.250/kg (untuk rumah

tangga, disubsidi). Perbedaan harga tersebut mendorong pelanggan komersial untuk

Page 64:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

46

menggunakan gas elpji untuk rumah tangga. Akibatnya, terjadi peningkatan permintaan elpiji

tabung 12 kg, sementara pasokan tetap. Pada akhirnya terjadilah kelangkaan gas elpiji ukuran 12

kg untuk rumah tangga di beberapa daerah, sehingga mendorong kenaikan harga.

2.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Selama periode April 2007 hingga Maret 2008, seluruh kelompok barang dan jasa di Jawa

Barat mengalami inflasi. Dua kelompok barang dan jasa dengan inflasi tahunan (yoy) di atas dua

digit adalah kelompok sandang (13,76%) dan kelompok bahan makanan (11,53%) (Tabel 2.19).

Dibandingkan laju inflasi tahunan pada periode Desember 2007, peningkatan inflasi yang signifikan

terjadi pada kelompok bahan makanan.

Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2007 2008 No. Kelompok 2006

Mar Jun Sep Des Mar 1 Bahan makanan 15.36 13.72 10.42 13.34 8.07 11.53 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4.66 4.96 4.98 4.73 4.46 5.05 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2.02 1.29 1.32 3.22 3.35 5.27 4 Sandang 8.80 7.85 3.57 5.13 11.63 13.76 5 Kesehatan 4.80 6.00 6.60 6.35 4.70 9.37 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8.23 8.32 8.36 8.88 7.31 7.94 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.59 0.51 0.75 0.86 1.10 1.10

Umum 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10 6.88

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi

Jawa Barat, kelompok barang dan jasa

penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat

adalah kelompok bahan makanan. Kelompok

ini menyumbang 2,85% (yoy) atau membentuk

41% inflasi Jawa Barat pada Maret 2008 (Grafik

2.35). Dua kelompok lainnya yang menyumbang

di atas 1% adalah kelompok perumahan, air,

listrik, gas, dan bahan bakar (1,27%) serta

kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan

tembakau (1,04%). Tiga kelompok penyumbang

terbesar inflasi membentuk 75% inflasi tahunan

di Jawa Barat. Pembahasan lebih lanjut tentang

inflasi per kelompok barang dan jasa diuraikan di

bawah ini, secara berurutan dari kelompok

penyumbang terbesar inflasi.

Grafik 2.35. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa

Maret 2008

6.88

2.85

1.04

1.27

0.70

0.33

0.51

0.17

6.88

11.53

5.05

5.27

13.76

9.37

7.94

1.10

0 2 4 6 8 10 12 14

TOTAL

Bahanmakanan

Makananjadi,dsb

Perumahan,dsb

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,dsb

Transpor,dsb

Kel

om

po

k

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah Keterangan: nama kelompok disingkat.

Page 65:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

47

a. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi tahunan kelompok bahan makanan

mencapai 11,53% (yoy) pada Maret 2008,

lebih tinggi dibandingkan Desember 2007,

yang sebesar 8,07% (Grafik 2.36).

Kelompok ini pun merupakan penyumbang

terbesar inflasi di Jawa Barat, yaitu sebesar

2,85% atau 41% dari angka inflasi Jawa Barat

yang sebesar 6,88% (yoy).

Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat

8.07

13.34

10.42

11.5313.72

15.3616.33

17.73

15.62

6

8

10

12

14

16

18

20

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Di antara sebelas subkelompok pada

kelompok bahan makanan, subkelompok

lemak dan minyak adalah penyumbang

inflasi terbesar, yaitu 0,92% (yoy) (Grafik

2.37). Kenaikan harga dan sumbangan inflasi

terbesar pada subkelompok ini terjadi pada

minyak goreng, dengan kenaikan 18,20%

menyumbang inflasi 0,32%. Kenaikan harga

CPO tidak hanya menyebabkan naiknya harga

minyak goreng, pada subkelompok yang sama

harga margarine yang berbahan baku CPO

juga meningkat 13,57%.

Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di

Jawa Barat Maret 20008

2.85

-0.50

0.13

0.05

0.52

0.11

0.65

0.19

0.16

0.92

0.00

11.53

11.01

5.57

44.11

8.06

7.85

0.62-6.60

17.01

6.57

30.07

-0.93

59.60

-10 0 10 20 30 40 50 60

KEL.BAHAN MAKANAN

Padi-padian

Daging &hasilnya

Ikan segar

Ikan diawetkan

Telur,susu & hasilnya

Sayuran

Kacang-kacangan

Buah-buahan

Bumbu-bumbuan

Lemak & minyak

Lainnya

Sub

kelo

mp

ok

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Subkelompok kacang-kacangan yang mengalami inflasi 29,76% memberikan sumbangan

inflasi kedua terbesar, yaitu 0,47%. Di dalamnya, sumbangan inflasi terbesar berasal dari

kenaikan harga tahu dan tempe, sebagai akibat peningkatan harga bahan baku utamanya, yakni

kedelai. Subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya dengabn inflasi 10,00% memberikan

sumbangan inflasi 0,20%. Pada subkelompok ini, sumbangan inflasi terbesar berasal dari kenaikan

harga telur ayam ras, susu bubuk dan susu kental manis.

Page 66:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

48

b. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan bakar

Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar meningkat dari 3,35% (yoy)

pada Desember 2007 menjadi 5,27% pada Maret 2008 (Grafik 2.38). Kelompok ini

menyumbang inflasi sebesar 1,27% (yoy) atau 18,46% dari total inflasi Jawa Barat (Grafik 2.39).

Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,

dan Bahan Bakar di Jawa Barat

5.273.35

3.221.32

12.22

1.292.02

11.4511.76

0

3

6

9

12

15

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008

1.27

0.64

0.53

0.02

0.09

5.27

4.65

7.41

1.28

4.45

0 1 2 3 4 5 6 7 8

KEL.PERUMAHAN,DSB

Biaya tempat tinggal

Bhn bkr, penerangan& air

Perlengkapan RT

Penyelenggaraan RT

Sub

kelo

mp

ok

%(yoy)

Inflasi

Andi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Subkelompok penyumbang inflasi terbesar pada kelompok perumahan adalah biaya

tempat tinggal (Grafik 2.39). Dengan laju inflasi 4,65%, subkelompok ini menyumbang inflasi

0,64%. Kenaikan upah tukang bukan mandor (buruh bangunan), biaya kontrak rumah, dan

beberapa bahan bangunan (besi beton, cat tembok) merupakan komponen dari subkelompok

biaya tempat tinggal yang mendorong kenaikan harga.

Inflasi kelompok perumahan juga diorong oleh kenaikan harga beberapa komoditas

administered prices, yaitu minyak tanah dan elpiji, yang termasuk ke dalam

subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Seperti telah diuraikan pada inflasi

administered prices, kenaikan harga kedua jenis bahan bakar tersebut adalah masalah kelangkaan.

Pada minyak tanah, kelangkaan disebabkan oleh pembatasan pasokan oleh Pertamina yang tidak

diikuti oleh penurunan permintaan, sementara pada kasus gas elpiji kelangkaan terjadi karena

meningkatnya permintaan dari pengguna komersial (non rumah tangga) terhadap gas elpiji yang

seharusnya diperuntukkan bagi rumah tangga.

c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada Maret 2008 tercatat

5,05%, lebih tinggi dibandingkan Desember 2007, yang 4,46% (yoy) (Grafik 2.40). Angka

tersebut merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak November 2006. Kelompok ini menyumbang

1,04% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat atau membentuk 20,59% inflasi Jawa Barat (Grafik 2.37).

Page 67:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

49

Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan

Tembakau di Jawa Barat

16.05

4.46 5.054.734.984.964.66

18.5216.63

4

8

12

16

20

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008

1.04

0.68

0.07

0.29

5.05

4.95

2.76

6.81

0 1 2 3 4 5 6 7

KEL.MAKANANJADI,DSB

Makanan jadi

Min. tdkberalkohol

Tembakau &min.

beralkohol

Sub

kelo

mpo

k

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Di antara tiga subkelompok, subkelompok makanan jadi adalah penyumbang terbesar

(Grafik 2.41). Sumbangan inflasinya yang sebesar 0,68%, membentuk 65,38% inflasi kelompok

makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Beberapa makanan jadi yang mengalami kenaikan

harga selama setahun terakhir adalah kue kering berminyak (gorengan), mie siap makan (mie

bakso), roti, ayam goreng, dan nasi rames. Kenaikan harga bahan makanan, seperti tepung terigu,

minyak goreng, telur, dan daging ayam, telah mendorong kenaikan harga makanan jadi.

Berdasarkan laju inflasi, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau dan

minuman beralkohol, yakni sebesar 6,81%. Pada subkelompok ini, kenaikan harga terutama

terjadi pada berbagai rokok (rokok kretek, kretek filter, dan putih), karena adanya kebijakan

pemerintah menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 7% sejak 1 Maret 2007, serta

kenaikan tarif cukai spesifik rokok sejak 1 Juli 2007.

d. Kelompok Sandang

Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat

13.76

11.63

5.13

3.57

7.858.809.21

12.33

8.04

0

2

4

6

8

10

12

14

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok

di Jawa Barat Maret 2008

0.70

0.04

0.04

0.02

0.60

13.76

3.00

2.78

2.87

42.34

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

KEL.SANDANG

Sandang laki-laki

Sandang wanita

Sandang anak-anak

Barang pribadi & sandanglainnya

Sub

kelo

mp

ok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 68:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

50

Inflasi kelompok sandang sejak November 2007 selalu tercatat dua digit dan

menunjukkan tren meningkat. Pada Maret 2008, inflasi kelompok ini mencapai 13,76% , lebih

tinggi dibandingkan Desember 2007 (Grafik 2.42). Sumbangan kelompok ini relatif kecil, yakni

sebesar 0,70% (yoy), atau hanya membentuk 10,17% inflasi tahunan Jawa Barat pada Maret

2008.

Sejak tahun 2004, sumbangan terbesar terhadap inflasi kelompok sandang berasal dari

subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Pada Maret 2008, inflasi subkelompok ini

mencapai 42,34% dan menyumbang 0,60% atau 85,71% dari inflasi kelompok sandang (Grafik

2.43). Tingginya peranan subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya, terkait dengan tren

kenaikan harga emas perhiasan. Kenaikan harga emas perhiasan selama setahun terakhir tercatat

51,77% (yoy) dan menyumbang 0,58% terhadap inflasi kelompok sandang.

e. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga meningkat dibandingkan tiga bulan

sebelumnya. Pada Maret 2008 inflasi kelompok tersebut tercatat 7,94% (yoy), lebih tinggi

rendah dibandingkan Desember 2007, yang sebesar 7,31% (Grafik 2.44). Adapun sumbangannya

terhadap inflasi Jawa Barat adalah sebesar 0,51% (yoy) (Grafik 2.45).

Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

di Jawa Barat

7.94

7.31

8.888.36

8.328.23

7.44

6.97

7.71

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.45. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008

0.51

0.46

0.00

0.01

0.03

0.00

7.94

1.33

1.36

3.68

1.73

10.51

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

KEL.PENDIDIKAN,DSB

Jasa pendidikan

Kursus/Pelatihan

PerlengkapanPendidikan

Rekreasi

Olahraga

Subk

elom

pok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Seperti biasanya, pendorong utama inflasi kelompok pendidikan adalah peningkatan

biaya jasa pendidikan pada setiap tahun ajaran baru (Grafik 2.45). Kali ini inflasi

subkelompok jasa pendidikan mencapai 10,51% dan menyumbang 0,46% terhadap total inflasi

kelompok pendidikan. Sama dengan Desember 2007, dari berbagai tingkat pendidikan, inflasi

tertinggi terjadi pada biaya pendidikan di tingkat SD yang sebesar 21,14% (yoy).

Page 69:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

51

f. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan mengalami lonjakan cukup besar pada Maret 2008

dibandingkan Desember 2007, dari 4,70% (yoy) menjadi 9,37% (Grafik 2.46). Kelompok

tersebut menyumbang 0,33% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.47).

Grafik 2.46. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan

di Jawa Barat

6.35

4.70

9.37

6.606.00

4.804.61

7.178.49

2

4

6

8

10

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.47. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok

di Jawa Barat 2007

0.33

0.21

0.04

0.01

0.08

9.37

18.68

7.04

4.46

4.70

0 4 8 12 16 20

KEL.KESEHATAN

Jasa kesehatan

Obat-obatan

Jasa prwtnjasmani

Prwtn jasmani &kosmetik

sub

kelo

mp

ok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Sama dengan Desember 2007, penyumbang terbesar inflasi kelompok kesehatan selama

setahun terakhir adalah subkelompok jasa kesehatan (Grafik 2.47). Inflasi subkelompok ini

mencapai 18,68% (yoy), dan menyumbang 0,21% terhadap inflasi kelompok kesehatan.

Kenaikan biaya perawatan di rumah sakit dan tarif dokter (baik dokter umum, dokter gigi,

maupun dokter spesialis) merupakan faktor penyebab inflasi subkelompok jasa kesehatan.

g. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Inflasi tahunan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan pada Maret 2008

sama dengan Desember 2008, yakni stabil pada 1,10% (yoy) (Grafik 2.48). Andil inflasi

kelompok ini pun masih sama terhadap inflasi Jawa Barat, yaitu sebesar 0,17% (yoy) (Grafik 2.49).

Grafik 2.48. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa

Keuangan di Jawa Barat

1.101.100.860.750.510.59

27.7529.2629.55

0

5

10

15

20

25

30

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2006 2007 2008

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.49. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008

0.17

0.12

0.00

0.04

0.01

1.10

0.01

4.62

2.75

1.04

0 1 2 3 4 5 6

KEL.TRANSPOR,DSB

Transpor

Komunikasi &Pengiriman

Sarana &Penunjang Transpor

Jasa Keuangan

Sub

kelo

mp

ok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 70:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

52

Subkelompok yang memberikan andil inflasi terbesar masih subkelompok transpor,

dengan sumbangan sebesar 0,12% (yoy) (Grafik 2.49). Beberapa barang dan jasa yang

mengalami kenaikan dalam subkelompok transpor adalah pertamax, kendaraan (sepeda dan

sepeda motor), oli, dan tarif naik kendaraan (becak dan travel).

2.3. INFLASI MENURUT KOTA

Berdasarkan tujuh kota dalam perhitungan inflasi Jawa Barat, inflasi tahunan pada Maret

2008 secara umum mengalami kenaikan di masing-masing kota dibandingkan tahun 2006

(Tabel 2.20). Hanya di Kota Tasikmalaya terjadi perlambatan inflasi. Inflasi tertinggi tercatat di Kota

Banjar dan Kota Cirebon, masing-masing 9,77% (yoy) dan 8,17%, atau di atas inflasi dan sama

dengan nasional yang sebesar 8,17%. Tingginya inflasi di Banjar disebabkan oleh kenaikan harga

berbagai makanan jadi yang lebih tinggi dibandingkan di daerah lain, sementara di Cirebon karena

relatif tingginya inflasi kelompok bahan makanan.

Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) 2007 2008

No. Kota Bobot 2006 Mar Jun Sep Des Mar

1 Bandung 39,82 5,33 4,91 4,06 5,30 5,25 7.00 2 Bekasi 29,23 6,53 5,47 4,49 6,47 4,65 6.62 3 Bogor 15,33 6,62 6,77 5,84 6,19 4,50 6.58 4 Sukabumi 5,4 7,30 5,31 4,05 4,16 4,34 7.09 5 Cirebon 4,6 6,31 8,15 8,44 10,16 7,87 8.17 6 Tasikmalaya 3,71 8,44 10,88 9,75 9,13 7,72 6.52 7 Banjar 1,92 7,66 8,45 7,72 9,66 8,23 9.77 Gabungan 100 6,15 5,72 4,82 6,08 5,10 6.88

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Inflasi di Jawa Barat didominasi oleh

sumbangan inflasi di tiga kota. Penyumbang

terbesar inflasi di Jawa Barat pada 2007 adalah

Bandung (dengan andil inflasi 2,79%), Bekasi

(1,93%), dan Bogor (2,79%) (Grafik 2.50).

Ketiga kota tersebut menyumbang inflasi sebesar

4,14% terhadap inflasi di Jawa Barat atau

membentuk 83% total inflasi Jawa Barat pada

tahun 2007.

Grafik 2.50. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota

Maret 2008

0.38

0.24

7.09

6.52

6.88

2.79

1.93

1.01

0.38

6.88

0.19

7.00

6.62

6.58

8.17

9.77

0 2 4 6 8 10 12

Bd

Bks

Bgr

Skbm

Cn

Tsm

Bjr

Gab.

Kot

a

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 71:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Page 72:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

54

Perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan I-2008 relatif mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan triwulan yang

sama tahun 2007, tetap mengalami pertumbuhan meski melambat. Hal ini tercermin dari

menurunnya beberapa indikator seperti aset, DPK dan meningkatnya risiko kredit, sedangkan

kredit/pembiayaan yang disalurkan masih tetap menunjukkan pertumbuhan. Kondisi turunnya DPK

dan sementara di sisi lain kredit tetap tumbuh mengakibatkan LDR perbankan meningkat jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sebagian besar aset perbankan (94%) di Jawa Barat merupakan aset bank umum

konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 6% berasal dari aset bank umum syariah dan BPR/S

dengan porsi masing-masing 3%. Perkembangan bank umum konvensional pada triwulan I-2008

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun secara tahunan masih tetap

menunjukkan pertumbuhan meski melambat. Sementara itu, perkembangan bank umum syariah dan

BPR/S di Jawa Barat sampai dengan triwulan I-2008, tetap mengalami pertumbuhan, baik secara

triwulanan maupun tahunan.

Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat mengalami

penurunan dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Perkembangan ini didorong oleh

penurunan jenis simpanan deposito dan tabungan, sedangkan giro tetap naik. Faktor yang

mempengaruhi penurunan tersebut diperkirakan antara lain oleh semakin beragamnya produk

investasi yang ditawarkan sehingga masyarakat penabung lebih memilih produk investasi yang lain.

Sebaliknya, outstanding kredit yang disalurkan sampai dengan triwulan I-2008 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, laju pertumbuhan

outstanding kredit secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy) pada periode triwulan laporan masih

lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, penyaluran kredit masih tetap

tumbuh didorong oleh tingginya kebutuhan pembiayaan dari dunia usaha.

Kenaikan pertumbuhan kredit yang disertai dengan menurunnya pertumbuhan DPK

mengakibatkan LDR bank umum di Jawa Barat naik dari 66,06% di triwulan IV menjadi

69,75% pada triwulan I-2008. Sementara itu risiko kredit pada triwulan laporan meningkat. Hal ini

tercermin dari meningkatnya persentase jumlah kredit bermasalah.

Perkembangan bank umum syariah di Jawa Barat masih tetap tumbuh meski belum

sebagaimana yang diharapkan. Secara triwulanan maupun beberapa indikator utama tetap

mengalami kenaikan (kecuali aset dibandingkan triwulan sebelumnya). Program akselerasi perbankan

syariah masih belum mampu meningkatkan perkembangan perbankan syariah secara signifikan.

Perkembangan bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/S) di Jawa Barat tetap mengalami

peningkatan, baik secara tahunan maupun triwulanan. Hal ini dicerminkan oleh meningkatnya

total aset, DPK maupun penyaluran kredit/pembiayaan. Kegiatan intermediasi yang tercermin dari rasio

Page 73:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

55

LDR masih cukup baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di lain pihak, risiko

kredit/pembiayaan BPR/S di Jawa Barat masih cukup tinggi.

Sebagaimana telah rutin dilaksanakan pada setiap awal tahun, Bank Indonesia memberikan

arah kebijakan bagi dunia perbankan dalam rangka mengoptimalkan peran perbankan

dalam menjawab berbagai tantangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Tiga langkah

strategis yang akan ditempuh di bidang perbankan meliputi: kelanjutan dari proses konsolidasi industri

perbankan, arah pengembangan industri BPR ke depan serta langkah-langkah mempercepat

pertumbuhan perbankan syariah. (lihat Boks 1 Arahan Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan

Tahunan Perbankan 2008). Sejalan dengan upaya tersebut di atas, Bank Indonesia melakukan

penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter dalam rangka lebih memperkuat efektivitas

penerapan Inflation Targeting Framework (ITF). Melalui upaya penyempurnaan ini diharapkan dapat

memperlancar transmisi kebijakan moneter dan sekaligus dapat mendorong peningkatan peran pasar

keuangan dan industri perbankan dalam perekonomian. (Lihat Boks 2 Penyempurnaan Kerangka

Operasional Moneter).

Sementara itu, sebagai salah satu program prioritas Arsitektur Perbankan Indonesia (API) serta dalam

rangka meningkatkan pemahaman kepada masyarakat mengenai fungsi dan kegiatan usaha bank,

serta produk dan jasa yang ditawarkan bank, Bank Indonesia beserta perbankan Indonesia pada

tanggal 27 Januari 2008 mencanangkan tahun 2008 sebagai tahun edukasi perbankan.

Pencanangan dipusatkan di Monumen Nasional Jakarta dan diselenggarakan di seluruh KBI di

Indonesia. Edukasi masyarakat di bidang perbankan diharapkan dapat menjadi jembatan untuk

membangun dan mewujudkan masyarakat yang mengerti dan paham terhadap berbagai kegiatan dan

produk serta jasa perbankan sehingga setiap pilihan yang dibuat oleh masyarakat dalam

memanfaatkan produk dan jasa bank sudah melalui pertimbangan yang matang berdasarkan

informasi yang jelas dan memadai. (Lihat Boks 3 Tahun Edukasi Perbankan 2008 “Ayo ke Bank”)

1. BANK UMUM KONVENSIONAL

Perkembangan bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan laporan menunjukkan

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya beberapa

indikator seperti turunnya total aset dan DPK serta naiknya persentase kredit bermasalah. Jika

dibandingkan triwulan sebelumnya, total aset bank umum konvensional pada triwulan I-2008 turun

2,05% (qtq) mencapai posisi Rp133,59 triliun. Namun demikian, secara tahunan (yoy) total aset pada

periode triwulan I-2008, tetap tumbuh sebesar 12,44%. Pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan

dengan periode triwulan sebelumnya.

Penurunan aset bank umum konvensional terutama disebabkan turunnya dana pihak ketiga

(DPK). Perkembangan DPK selama periode triwulan I-2008, menunjukkan pertumbuhan yang negatif

(turun sebesar 3,61%) dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya. Hal ini berbeda dengan

periode triwulan IV-2007 dimana DPK masih tumbuh sebesar 10,08% (qtq). Secara tahunan,

Page 74:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

56

pertumbuhan DPK tercatat sebesar 10,32% (yoy) atau lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya

yaitu sebesar 15,40%.

Di sisi lain, outstanding kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat

mengalami peningkatan. Pada periode triwulan I-2008, outstanding kredit tumbuh 1,77% (qtq)

atau 20,99% (yoy) mencapai posisi Rp70,98 triliun. Sementara itu, outstanding kredit berdasarkan

lokasi proyek, tumbuh 1,42% (qtq) atau 21,76% (yoy) menjadi Rp124,25 triliun. Meski tidak setinggi

triwulan sebelumnya, peningkatan penyaluran kredit selama periode triwulan ini mencerminkan masih

tingginya kebutuhan pembiayaan bagi dunia usaha.

Outstanding kredit Mikro Kecil dan Menengah (MKM) yang disalurkan perbankan di Jawa

Barat tumbuh 1,94% (qtq) atau 17,68% (yoy) menjadi Rp55,82 triliun. Sementara itu,

outstanding kredit MKM yang disalurkan bank umum konvensional berdasarkan lokasi proyek (posisi

bulan Februari 2008) tumbuh sebesar 1,15% (qtq) atau 22,14% (yoy) mencapai posisi Rp78,48 triliun.

Pertumbuhan outstanding kredit yang disertai penurunan DPK selama triwulan I-2008,

mengakibatkan loan to deposit ratio (LDR) meningkat dari 66,06% menjadi 69,75% (Grafik

3.2). Risiko kredit bank umum konvensional pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari kredit bermasalah kotor (Gross NPL)

yang menunjukkan peningkatan baik secara nominal maupun persentasenya. Nominal kredit

bermasalah naik dari Rp2,40 triliun menjadi Rp2,68 triliun, begitu pula dengan persentasenya naik dari

3,44% menjadi 3,78%.

Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional

Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional

118.19 118.82122.65 124.99

136.39 133.59

93.76 92.24 95.80 95.91

105.57101.76

57.77 58.6762.39 66.03 69.74 70.98

-

20

40

60

80

100

120

140

160

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

Trili

un R

p

Aset DPK Kredit

61.6165.13

68.85 66.0669.7563.60

4.133.92 3.78

2.38 2.362.08

1.82 1.662.06

3.44

4.314.01

-

10

20

30

40

50

60

70

80

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

-0.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0

LDR (%) NPL Kredit(%) Gross NPL Kredit(%) Net

Sumber : LBU KBI Bandung

Page 75:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

57

1.1. PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA BANK UMUM KONVENSIONAL

Pada posisi triwulan I-2008, bank umum

konvensional di Jawa Barat berhasil

menghimpun dana masyarakat sebesar

Rp101,76 triliun. Jumlah ini menurun 3,61%

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

namun masih tetap tumbuh 10,32% jika

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

2007. Secara triwulanan, jenis simpanan deposito

dan tabungan mengalami penurunan masing-ma-

Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional

Berdasarkan Jenis Simpanan

17.93 18.1920.15 21.32 22.03 22.25

30.14 30.1031.81

33.56

37.78 36.58

45.6943.94 43.84

41.03

45.7742.93

-5

101520253035404550

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

Trili

un R

p

Giro Tabungan Deposito Sumber: LBU KBI Bandung

sing 6,20% menjadi Rp42,93 triliun dan 3,17% menjadi Rp36,58 triliun, sedangkan jenis simpanan

giro tumbuh 1,01% menjadi Rp22,25 triliun. Secara tahunan, jenis simpanan giro dan tabungan tetap

tumbuh masing-masing 22,30% dan 21,51%, sedangkan jenis simpanan deposito mengalami

penurunan sebesar 2,31%(Grafik 3.3).

Selama satu tahun terakhir, porsi jenis simpanan deposito dalam pangsa DPK bank umum

konvensional terus berkurang. Di lain pihak porsi jenis simpanan tabungan dan giro terus

menunjukkan peningkatan. Pada triwulan I-2008, porsi deposito turun dari 47,64% (triwulan I-2007)

menjadi 42,19%. Sebaliknya, porsi jenis simpanan tabungan naik dari 32,64% (triwulan I-2007)

menjadi 35,95%, dan porsi jenis simpanan giro naik dari 19,72% (triwulan I-2007) menjadi 21,86%.

Hal ini diperkirakan disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah semakin kecilnya suku bunga

deposito seiring dengan menurunnya BI rate sehingga para deposan menempatkan dananya pada

instrumen investasi lain yang lebih menguntungkan. Di lain pihak, perbankan berlomba-lomba

menjaring dana murah (tabungan) serta pelayanan yang terbaik kepada nasabah melalui promosi

berhadiah.

Berdasarkan kelompok bank, 96% DPK

dihimpun oleh kelompok bank

pemerintah dan bank swasta. Adapun

pangsa DPK kelompok bank asing dan

campuran hanya 4% dari total DPK (Grafik

3.4). Dibandingkan dengan triwulan IV-2007,

DPK bank pemerintah mengalami penurunan

Rp2,18 triliun atau 4,21%, kelompok bank

swasta turun Rp1,68 triliun atau 3,36%,

sedangkan kelompok bank swasta asing justru

Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok

Bank Triwulan I-2008

4%

49%47%

Bank Pemerintah Bank Swasta NasionalBank Swasta Asing

Sumber: LBU KBI Bandung

naik Rp42,87 miliar atau 1,12%. Penurunan terbesar terjadi pada deposito di bank pemerintah yang

turun Rp2,11 triliun atau 2,07%.

Page 76:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

58

Nasabah perorangan masih mendominasi DPK yang dihimpun oleh bank umum konvensional

di Jawa Barat, meskipun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami penurunan

Rp2,38 triliun menjadi Rp69,33 triliun. Hampir semua golongan nasabah mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya kecuali golongan Pemerintah Daerah dan perusahaan

asuransi. Penurunan terbesar terjadi pada golongan pemilik BUMN yang turun Rp3,95 triliun sehingga

porsinya menjadi 7,89%. Di sisi lain, golongan Pemda mengalami peningkatan Rp2,90 triliun menjadi

Rp7,81 triliun. Hal ini diperkirakan sebagai akibat dari belum maksimalnya penggunaan anggaran

belanja program, mengingat terlambatnya persetujuan APBD di tingkat Provinsi maupun Kabupaten

dan Kota di Jawa Barat (Grafik 3.5).

Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan

Pemilik Triwulan I-2008

Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik

67%

10%

8%

8% 3% 4%

Perorangan Perusahaan Swasta Badan Usaha Milik Negara Pemerintah Daerah Yayasan dan Badan Sosial Lainnya

-

10

20

30

40

50

60

70

80

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007

Trili

un R

p

Perorangan Perusahaan Swasta BUMN

Pemda Yys & Bd Sosial Lainnya

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

1.2. PENYALURAN KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL

1.2.1. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN BANK PELAPOR 1

Perkembangan kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat terus

menunjukkan peningkatan. Outstanding kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di

Jawa Barat pada posisi triwulan I-2008 mencapai Rp70,98 triliun. Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya tumbuh 1,77%, sedangkan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2007

tumbuh 20,99%. Kondisi perekonomian selama setahun terakhir yang relatif baik merupakan salah

satu faktor pendorong pertumbuhan kredit. Di lain pihak, pada tahun 2008 perbankan dihadapkan

kepada tantangan yang cukup berat menghadapi dampak dari kenaikan harga minyak dan komoditi di

pasar internasional. (Grafik 3.7).

1 Kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional yang berada di Jawa Barat

Page 77:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

59

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat

57.77 58.6762.39

66.0369.74 70.98

4.84%

1.55%

6.36% 5.83%

1.77%

14.34%

17.77%

19.84%20.73% 20.99%

5.61%

15.22%

-

10

20

30

40

50

60

70

80

Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2006 2007 2008

Tril

iun

Rp

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Kredit qtq yoy

Sumber LBU KBI Bandung

Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank

29.90 30.4632.69

34.3235.72 36.59

25.49 25.7927.32

29.1531.23 31.51

2.37 2.42 2.39 2.56 2.79 2.88

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2006 2007 2008

Triliu

n Rp

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing/Campuran

Sumber LBU KBI Bandung

Berdasarkan kelompok bank, pangsa penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh

kelompok bank umum milik pemerintah dengan pangsa mencapai 51,54% naik dari triwulan

sebelumnya 51,22%. Demikian pula halnya dengan kelompok bank swasta asing campuran

mengalami peningkatan pangsa kredit dari 3,99% menjadi 4,06%. Sebaliknya, pangsa kredit yang

disalurkan kelompok BUSN turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari 44,79% menjadi

44,39%. (Grafik 3.8).

Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa

Barat disalurkan untuk kegiatan produktif (modal kerja dan investasi). Posisi kredit modal kerja

(KMK) tercatat sebesar Rp30,36 triliun (42,78% dari total kredit), sementara posisi kredit investasi (KI)

mencapai Rp7,39 trililun (10,41% dari total kredit) dan kredit konsumsi (KK) mencapai Rp33,22 triliun

(46,81% dari total kredit) (Grafik 3.9). Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kredit modal kerja,

kredit investasi dan kredit konsumsi tumbuh masing-masing sebesar Rp0,38 triliun (1,26%), Rp0,09

miliar (1,26%) dan Rp0,77 triliun (2,36%).

Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis

Penggunaan Triwulan I-2008

Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan

43%

10%

47%

Modal Kerja Investasi Konsumsi

5.62 5.63 6.12 6.75 7.30 7.39

24.51 24.4726.15

27.7329.98 30.36

27.64 28.5630.12

31.55 32.46 33.22

-

5

10

15

20

25

30

35

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

Trili

un R

p

Investasi Modal Kerja Konsumsi

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

Page 78:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

60

Berdasarkan sektor ekonomi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran paling besar

menyerap kredit, yakni mencapai Rp15,17 triliun, atau tumbuh 3,77% (qtq) atau 27,31%

(yoy). Sektor industri merupakan penyerap kredit terbesar kedua yakni sebesar Rp13,73 triliun atau

19,35% terhadap total kredit. Pada posisi triwulan laporan sektor industri mengalami penurunan

0,59% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun bila dibandingkan dengan triwulan I-2007

tetap tumbuh 22,86%.

Outstanding kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat pada sektor

listrik, gas dan air, tumbuh 104,97% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sampai

dengan posisi triwulan I-2008 outstanding kredit kepada sektor ini mencapai Rp128,11 miliar. Namun

demikian pertumbuhan yang tinggi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit total

mengingat pangsa sektor ini hanya sebesar 0,18%. Tingginya pertumbuhan sektor ini disebabkan

adanya pembiayaan perbankan kepada pembangunan pembangkit listrik di Jawa Barat terkait

program pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi listrik nasional.

Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan

Sektor Ekonomi Triwulan I-2008

Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar

Berdasarkan Sektor Ekonomi

19,3%

0,2%

2,2%

21,4%

47,1%

1,1%5,0%

1,6%

2,0%0,1%

Pertanian PertambanganPerindustrian Listrik, Gas & AirKonstruksi Perdag., Rest & HotelPengktn, Gudg& Kmnks Jasa Dunia UsahaJasa Sosial Lain-lain

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2006 2007 2008

Triliu

n Rp

Perdag., Rest & Hotel Perindustrian Jasa Dunia Usaha Konstruksi Pertanian

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

1.2.2. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN LOKASI PROYEK2

Seperti halnya kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Barat, kredit yang disalurkan

perbankan nasional untuk kebutuhan pembiayaan di Jawa Barat juga mengalami

pertumbuhan. Outstanding kredit berdasarkan lokasi proyek pada posisi bulan Februari 2008 tumbuh

1,42% (qtq) atau 21,76% (yoy). Jumlah kredit yang disalurkan berdasarkan lokasi proyek lebih besar

dibandingkan dengan kredit berdasarkan bank pelapor. Kredit yang disalurkan ke Jawa Barat sampai

dengan bulan Februari mencapai Rp124,25 triliun. Dari total kredit tersebut, 88% dibiayai dari

bank umum konvensional di Jawa Barat, sedangkan 12% dibiayai dari bank umum konvensional yang

beroperasi di luar Jawa Barat (Grafik 3.13).

2 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Jawa Barat yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kredit di Jawa Barat

Page 79:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

61

Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek

-

20

40

60

80

100

120

140

Trili

un R

p

Kredit bank pelapor 50,52 57,77 58,67 62,39 66,03 69,74 70,98

Kredit Lokasi Proyek 91,16 100,70 102,05 109,46 115,50 122,52 124,25

Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1

2005 2006 2007 2008

Sumber: LBU dan SEKDA KBI Bandung

Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan

Triwulan I-2008

16%

45%

39%

Investasi Modal Kerja Konsumsi

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Sebagian besar (61%) kredit yang diserap di wilayah Jawa Barat merupakan kredit produktif,

meliputi kredit modal kerja sebesar Rp56,43 triliun dan kredit investasi sebesar Rp19,70

triliun. Adapun kredit konsumsi mencapai Rp48,12 triliun (Grafik 3.14). Berdasarkan sektor ekonomi,

penyaluran kredit ke Jawa Barat terkonsentrasi pada sektor industri dan sektor PHR, dengan pangsa

31,52% dari total kredit. Penyaluran kredit ke sektor industri dan sektor PHR masing-masing mencapai

Rp39,17 triliun dan Rp19,28 triliun. Sementara itu, sektor yang mengalami pertumbuhan kredit ter-

Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

-

10

20

30

40

50

60

Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1

2005 2006 2007 2008

Trili

un R

p

Pertambangan Pertanian Jasa-jasa Perdagangan Perindustrian Lain-lain

Sumber: SEKDA KBI Bandung

besar adalah sektor pertambangan yang tumbuh

12,72% (qtq) atau 241,14% (yoy) menjadi

sebesar Rp0,77 triliun (Grafik 3.15).

Meningkatnya kebutuhan harga energi dunia

menyebabkan meningkatnya kebutuhan

pembiayaan di sektor pertambangan.

Berdasarkan kabupaten/kota penerima

kredit, Kota Bandung sebagai ibukota

Provinsi Jawa Barat merupakan daerah

penyerap kredit terbesar, yakni sekitar 20%

dari total kredit yang tersalur di Jawa Barat.

Daerah lainnya yang menyerap kredit cukup

besar adalah daerah perkotaan atau daerah yang

terdapat kawasan industri seperti Kabupaten

Bekasi 18%, Kabupaten Bandung 12%,

Kabupaten Bogor 9%, Kabupaten Karawang

6%, serta Kota Bekasi dan Kota Depok masing-

masing 4% dan (Grafik 3.16).

Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota

Triwulan I-2008

20%

18%

12%9%

6%

4%4%

27%

Kota Bandung Kab. Bekasi Kab. Bandung Kab. Bogor Kab. Karawang Kota Depok Kota Bekasi 19 Kab. Kota Lainnya

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Page 80:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

62

1.2.3. PERSETUJUAN KREDIT BARU OLEH BANK UMUM KONVENSIONAL

Persetujuan kredit baru oleh bank umum

konvensional di Jawa Barat pada triwulan

I-2008 mencapai Rp13,62 triliun. Hal ini

menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan

dunia usaha di Jawa Barat masih cukup tinggi,

meskipun jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, persetujuan kredit baru turun

Rp0,48 triliun atau 3,39%.

Sekitar 70,71% dari total kredit baru me-

Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru Oleh Bank Umum Konvensional

6,28

8,39 8,869,81 9,68

11,88 12,1914,10 13,62

-6,18%

33,57%

5,54%10,81%

-1,35%2,61%

15,63%

-3,39%

22,76%

-

24

6

8

1012

14

16

Tw. I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008

Trirl

iun

Rp

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

Realisasi Kredit Baru Growth qtq

Sumber: LBU KBI Bandung

rupakan kredit produktif, yaitu kredit modal kerja Rp8,34 triliun dan kredit investasi Rp1,29

triliun. Adapun sisanya sebesar 29,29% merupakan kredit konsumsi, yaitu mencapai Rp3,99 triliun.

1.2.4. NPL/RISIKO KREDIT

Risiko kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2008 meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun relatif masih terkendali. Hal ini

dicerminkan oleh meningkatnya jumlah kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) baik secara

nominal maupun persentasenya. Nominal kredit bermasalah kotor (gross NPL) pada triwulan laporan

meningkat dari Rp2,40 triliun menjadi Rp2,68 triliun atau persentasenya meningkat dari 3,44%

menjadi 3,78%. Sementara itu, persentase kredit bermasalah bersih (net NPL) atau gross NPL setelah

dikurangi dengan jumlah PPAP (penyisihan penghapusan aktiva produktif) perbankan, meningkat dari

1,66% menjadi 2,06%. Persentase NPL bank umum konvensional masih di bawah batas maksimal

yang ditentukan Bank Indonesia sebesar 5%.

Kenaikan harga minyak dan beberapa harga komoditi utama di pasar internasional

diperkirakan akan membawa dampak yang cukup berat terhadap dunia perbankan. Tekanan

kenaikan harga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan debitur perusahaan maupun

perseorangan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Situasi ini diperkirakan masih akan

mewarnai perekonomian di tahun 2008 dan dapat berpotensi untuk meningkatkan risiko kredit bagi

dunia perbankan.

Berdasarkan wilayah kabupaten/ kota,

sebagian besar rasio Gross NPL di

kabupaten/kota di Jawa Barat berada

dibawah target indikatif Bank Indonesia

yang sebesar 5%, dan hanya satu daerah

dengan gross NPL di atas target indikatif,

yaitu Kota Bogor (5,38%) (Tabel 3.1.).

Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi

Rasio NPL (%) Wilayah

Tw. IV-2007 Tw.I-2008 Kab. Bandung 4.41 4.38 Kota Bogor 5.12 5.38 Kota Tasikmalaya 4.55 4.56 Kab. Cianjur 3.59 4.43

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 81:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

63

Sembilan belas dari dua puluh lima kabupaten/kota di Jawa Barat mengalami peningkatan

jumlah kredit bermasalah. Peningkatan kredit bermasalah terbesar dialami oleh Kota Bandung

yaitu mencapai Rp158,74 miliar, dan Kota Bekasi mengalami peningkatan kredit bermasalah sebesar

Rp44,64 miliar.

Rasio NPL di Kabupaten Majalengka

(0,16%) merupakan yang terendah

dibandingkan dengan kabupaten/kota

lainnya (Tabel 3.2). Tiga daerah

terendah selanjutnya adalah Kabupaten

Kuningan (0,75%), Kota Cimahi (0,95%)

dan kota Depok (1,66%).

Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah

Rasio NPL (%) Wilayah Tw.III-2007 Tw.IV-2007

Kab. Majalengka 0.14 0.16 Kab. Kuningan 0.71 0.75 Kota Cimahi 0.95 0.95 Kota Depok 1.38 1.66

Sumber : LBU KBI Bandung

1.2.5. PERKEMBANGAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM)

Penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) oleh bank umum konvensional di Jawa

Barat pada triwulan I-2008, tumbuh 1,94% (qtq) atau tumbuh 17,68%(yoy) menjadi Rp55,82

triliun. Peningkatan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan total penyaluran kredit

bank umum konvensional, sehingga porsi kredit MKM terhadap total kredit mengalami sedikit

peningkatan dari 78,52% pada triwulan IV-2007 menjadi 78,65% pada triwulan I-2008.

Bank pemerintah di Jawa Barat

menyalurkan lebih dari setengah total

kredit MKM (55%), sedangkan bank

swasta dan bank asing campuran

menyalurkan masing-masing sebesar

44% dan 2% (grafik 3.18). Sekitar 41%

dari posisi kredit MKM tersebut

merupakan kredit modal kerja (35%) dan

investasi (7%), sedangkan 58% dari posisi

Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank

25,43 25,8527,75

29,09 29,75 30,49

20,32 20,77 21,6022,87 24,04 24,33

0,79 0,81 0,83 0,88 0,97 1,00

-

5

10

15

20

25

30

35

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

Trili

un R

p

Bank Umum Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

Sumber : LBU KBI Bandung

kredit MKM merupakan kredit konsumsi (Grafik 3.19). Menurut skala kreditnya, 44% kredit MKM

disalurkan dalam bentuk kredit mikro tumbuh 0,09% (qtq) atau 5,94% (yoy) mencapai Rp24,18

triliun, sedangkan untuk kredit kecil dengan pangsa 28%, tumbuh 5,26% (qtq) atau 30,34% (yoy)

menjadi Rp16,38 triliun dan kredit menengah dengan pangsa 28%, tumbuh 1,50% (qtq) atau

26,73% (yoy) menjadi Rp15,26 triliun (Grafik 3.20)

Page 82:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

64

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis

Penggunaan

Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon

15,93 15,87 16,98 17,93 18,94 19,43

3,01 3,13 3,23 3,54 3,62 3,44

27,58 28,44 29,98 31,37 32,20 32,95

-

10

20

30

40

50

60

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

Trili

un

Rp

- Modal Kerja - Investasi - Konsumsi

23,02 22,83 23,21 23,97 24,16 24,18

11,67 12,56 14,05 15,13 15,56 16,38

11,84 12,04 12,92 13,74 15,04 15,26

-

10

20

30

40

50

60

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

Trili

un

Rp

Mikro Kecil Menegah

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

Sektor PHR adalah penyerap kredit MKM

terbesar, yakni mencapai Rp12,15 triliun atau

23% dari total kredit MKM (Grafik 3.21).

Selanjutnya, sektor industri pengolahan adalah

penyerap kredit MKM terbesar kedua, mencapai

Rp5,18 triliun (9%), yang sebagian besar diserap

oleh subsektor industri tekstil, sandang, dan kulit.

Di urutan ketiga adalah sektor jasa dunia usaha

yang menyerap sekitar 4% dari total kredit MKM

atau sebesar Rp1,92 triliun.

Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor

Ekonomi Triwulan I-2008

60%

23%

9%

4%

1%1%

1%1%

0%

0%

Lain-lain Perdag., Rest & HotelPerindustrian Jasa Dunia UsahaKonstruksi PertanianJasa Sosial Pengktn, Gudg& KmnksPertambangan Listrik, Gas & Air

Sumber : LBU KBI Bandung

Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan I-2008

30%

6%

5%3%

51%

5%

Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Tasikmalaya Kab Kota Lainnya

Sumber : LBU KBI Bandung

Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL

Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum Konvensional

3,593,94 3,91 3,79

3,413,71

4,014,31

4,133,92

3,443,78

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

Pers

en

NPL Kredit MKM NPL Bank Umum

Sumber : LBU KBI Bandung

Penyebaran kredit MKM di Jawa Barat masih terpusat di kota-kota besar dan pusat industri.

Kota Bandung merupakan penyerap kredit MKM terbesar dengan pangsa sebesar 30% atau Rp22,49

triliun. Di urutan kedua Kota Bekasi menyerap 6% atau Rp4,62 triliun, selanjutnya Kota Bogor dan

Page 83:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

65

Kota Cirebon masing-masing dengan pangsa 5%, Kota Tasikmalaya dengan pangsa 3% serta sisanya

sebesar 51% terbagi atas 20 kabupaten dan kota lainnya di Jawa Barat.

Seperti halnya yang terjadi pada total kredit, risiko kredit MKM bank umum konvensional di

Jawa Barat pada triwulan I-2008 mengalami peningkatan. Rasio kredit MKM bermasalah masih

di bawah batas toleransi Bank Indonesia yakni dengan rasio Gross NPL sebesar 3,71%. Rasio ini lebih

rendah dibandingkan rasio gross NPL total kredit yang sebesar 3,78%(Grafik 3.23).

Berbeda dengan penyaluran kredit MKM berdasarkan lokasi bank, outstanding kredit MKM

posisi Februari 2008 berdasarkan lokasi proyek menunjukkan angka penyaluran yang lebih

tinggi. Outstanding kredit MKM berdasarkan lokasi proyek mencapai Rp78,48 triliun atau lebih besar

Rp22,66 triliun dibandingkan dengan outstanding kredit MKM berdasarkan bank pelapor. Hal ini

menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memilki potensi pengembangan

UMKM yang cukup menarik bagi perbankan nasional.

Sampai dengan bulan Februari 2008, kredit

MKM bank umum konvensional di Jawa Barat

tumbuh 1,15% (qtq) atau 22,14% (yoy).

Secara nasional, porsi kredit MKM

berdasarkan lokasi proyek di Jawa Barat

menempati urutan kedua setelah Jakarta,

dengan porsi sebesar 15,59% terhadap

total kredit MKM Nasional yang berjumlah

Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM berdasarkan lokasi Proyek di Jawa Barat

2004 s.d. Des 2006 termasuk Provinsi BantenSumber: Statistik Perbankan Indonesia

0102030405060708090

2004

2005 Ags

Sep

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Ags

Sept

Okt

Nov

Dec Jan

Feb

2006 2007 2008

Trili

un

Rp

Rp503,31 triliun. Hal ini cukup beralasan mengingat Jawa Barat memang termasuk daerah yang

mempunyai jumlah UMKM terbesar selain lokasinya sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi

nasional, Jakarta.

Sementara itu, dalam rangka implementasi Inpres No. 6 tahun 2007 tentang kebijakan

percepatan pengembangan sektor riil dan pembedayaan usaha mikro, kecil dan menengah,

pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang

diluncurkan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada bulan November 2007 menunjukkan

perkembangan yang cukup pesat. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Maret 2008 secara

Nasional mencapai total Rp3,26 triliun melalui enam perbankan yang ditunjuk serta PT. Askrindo dan

PT. Sarana Pengembangan Usaha sebagai penjamin kredit. Skema penjaminan kredit adalah 30%

bank dan 70% pemerintah melalui lembaga penjamin kredit. Program ini diperkirakan akan terus

meningkat mengingat KUR memiliki berbagai kemudahan antara lain agunan yang dipermudah, suku

bunga yang menarik (maksimal 16% per tahun efektif) serta penurunan risiko ATMR (lihat Boks 4

Kredit Usaha Rakyat).

Page 84:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

66

2. KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG BERKANTOR PUSAT DI BANDUNG

Sampai dengan triwulan I-2008 (posisi

bulan Februari 2008), perkembangan

kinerja tujuh bank umum

konvensional yang berkantor pusat di

Bandung menunjukkan perkembangan

positif. Beberapa indikator seperti total

aset, DPK yang dihimpun maupun kredit

yang disalurkan terus mengalami

peningkatan (Grafik 3.25). Total aset tujuh

Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung

32.8835.76 36.91

39.37 39.91 40.52

24.9927.91

29.7831.58 30.40

32.51

19.42 20.5222.37

24.08 24.16 24.55

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Tw 4-06 Tw 1-07 Tw 2-07 TW 3-07 Tw 4-07 Tw 1-08

Trili

un R

p

Aset DPK Kredit Sumber : LBU-KBI Bandung

bank umum konvensional yang berkantor pusat di Bandung pada triwulan I-2008, secara triwulanan

tumbuh 1,53% (qtq) atau secara tahunan 15,63% (yoy) mencapai Rp40,52 triliun.

DPK bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung mengalami peningkatan

selama periode triwulan laporan. Secara triwulanan DPK tumbuh 6,93% (qtq) dan secara tahunan

tumbuh 18,92% (yoy) menjadi Rp32,51 triliun. Sebagian besar DPK (63%) berupa deposito Rp20,48

triliun, sementara porsi giro dan tabungan masing-masing sebesar 26% (Rp8,44 triliun) dan 11%

(Rp3,59 triliun). Nilai DPK yang dihimpun ketujuh bank tersebut mencapai 31,95% dari total DPK yang

dihimpun perbankan di Jawa Barat.

Sementara itu, outstanding kredit sampai dengan triwulan I-2008 tercatat sebesar Rp24,55

triliun atau secara triwulanan tumbuh 1,63% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 21,96% (yoy).

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit untuk konsumsi mempunyai porsi terbesar yakni 85,61%.

Kondisi ini sejalan dengan data penyaluran kredit yang didasarkan atas sektor ekonomi, dimana untuk

sektor “lain-lain” memiliki porsi terbesar yaitu 85,64%. Sementara itu, porsi penyaluran kredit untuk

kebutuhan modal kerja dan investasi masing-masing tercatat hanya sebesar 11,55% dan 2,83%.

Selanjutnya, porsi penyaluran kredit untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran tercatat sebesar

6,39%, sektor perindustrian 2,87%, sektor jasa dunia usaha 2,47%, sementara lima sektor lainnya

tercatat sebesar 2,64%.

Perkembangan LDR untuk bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung

menunjukkan arah yang berbeda dengan perkembangan LDR bank umum konvensional di

Jawa Barat. Dengan kondisi pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit

mengakibatkan LDR untuk bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung mengalami

penurunan dari 79,45% pada triwulan IV-2007 menjadi 75,52 % pada triwulan I-2008.

Pada awal tahun 2008, tujuh bank umum yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung

menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari laba yang berhasil diperoleh dalam

dua bulan pertama maupun tingkat efisiensi bank. Sampai dengan bulan Februari 2008 Net Interest

Page 85:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

67

Income (NII) tercatat sebesar Rp506,57 miliar atau 1,66%. Sementara itu, rasio Return on Asset (ROA)

sampai dengan bulan Februari 2008 tercatat sebesar 0,53%, sedangkan rasio efisiensi antara Biaya

Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) 77,43%.

Risiko kredit bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat tetap rendah dan terkendali.

Hal ini terlihat dari persentase kredit bermasalah kotor (gross NPL) yang hanya 0,85% atau jauh di

bawah batas yang ditentukan BI maksimal 5%. Hal ini cukup beralasan mengingat sebagian besar

kredit merupakan kredit konsumsi yang sebagian besar merupakan kredit kepada PNS maupun

pensiunan. Jenis kredit ini memiliki risiko yang kecil karena angsuran kredit dipotong langsung dari gaji

pegawai.

3. BANK UMUM SYARIAH

Sedikit berbeda dengan perkembangan bank

umum konvensional, perkembangan bank

umum syariah pada triwulan I-2008 (Februari

2008) menunjukkan perkembangan yang

positip baik secara triwulanan (kecuali aset)

maupun secara tahunan. Hal ini terlihat dari

meningkatnya indikator seperti meningkatnya

aset, DPK dan pembiayaan yang diberikan (PYD)

(Grafik 3.26)

Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah

3.30 3.32 3.41 3.55

4.07 4.05

2.43 2.46 2.50 2.59

3.14 3.192.952.842.76

2.562.34 2.39

-

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Tw 4-06 Tw 1-07 Tw 2-07 Tw 3-07 Tw 4-07 Tw 1-08

Triliu

n Rp

Aset DPK Pembiayaan Sumber: LBU KBI Bandung

Secara triwulanan, total aset turun 0,51% (qtq) sedangkan secara tahunan aset tumbuh

24,53% (yoy) menjadi Rp4,05 triliun. DPK yang tumbuh 1,50% (qtq) dan secara tahunan tumbuh

33,89% (yoy) menjadi Rp3,19 triliun, serta pembiayaan yang diberikan (PYD) tumbuh 3,75% (qtq)

atau secara tahunan tumbuh 29,26% menjadi Rp2,95 triliun. PYD yang tumbuh lebih cepat

dibandingkan dengan pertumbuhan DPK, mengakibatkan rasio PYD terhadap DPK atau FDR bank

umum syariah pada triwulan I-2008 naik, dari 90,34% pada triwulan sebelumnya menjadi 92,34%.

Sementara itu, kualitas pembiayaan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan I-2008

terus menunjukkan perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh rasio non performing financing (NPF) yang

semakin menurun. Persentase Gross NPF pada triwulan I-2008 tercatat sebesar 5,75% atau lebih

rendah dibandingkan dengan gross NPF triwulan sebelumnya yang sebesar 5,83%. Hal ini merupakan

salah satu hasil dari upaya perbankan syariah dalam rangka menurunkan NPF dengan cara

penyelesaian pembiayaan bermasalah secara lebih intensif serta tetap menerapkan prinsip kehati-

hatian dalam menyalurkan pembiayaan.

Page 86:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

68

4. BANK PERKREDITAN RAKYAT

Seperti halnya bank umum syariah, perkembangan kegiatan intermediasi baik oleh BPR

konvensional maupun syariah (BPR/S) di Jawa Barat pada triwulan I-2008 (Februari 2008)

tetap mengalami peningkatan. Membaiknya kondisi usaha terutama usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) yang merupakan target BPR/S tetap menjadi pendorong utama meningkatnya

intermediasi BPR/S di Jawa Barat.

Total aset, secara triwulanan tumbuh 3,35% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 4,41%

menjadi Rp4,09 triliun. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan DPK sebesar 4,94% (qtq)

atau 24,19% (yoy) menjadi Rp3,01 triliun serta peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan yang

tumbuh 2,34% (qtq) dan 21,77% (yoy) menjadi Rp2,93 triliun. Sebagian besar kredit/pembiayaan

yang disalurkan merupakan kredit produktif, mencapai sekitar 60% dari total kredit/pembiayaan

BPR/S, sedangkan sisanya merupakan kredit konsumsi. Lebih dari 55% kredit/pembiayaan BPR/S

disalurkan untuk penggunaan modal kerja, yaitu mencapai Rp1,62 triliun atau tumbuh 0,33% (qtq)

atau 13,64% (yoy). Adapun untuk penggunaan konsumsi mencapai Rp1,06 triliun atau tumbuh

7,04% (qtq) atau 39,60% (yoy), sedangkan kredit investasi turun 4,84% (qtq) menjadi Rp0,14 triliun.

Penghimpunan DPK oleh BPR/S mencapai Rp3,01 triliun atau tumbuh 4,94% (qtq) dan

24,19% (yoy). Pada triwulan laporan, jenis simpanan tabungan tumbuh 5,75% (qtq) atau 34,91%

(yoy) dan simpanan deposito tumbuh 4,70% (qtq) atau 20,02% (yoy). Dari dua jenis simpanan di

BPR/S, 77% diantaranya berupa simpanan deposito, sedangkan sisanya berupa tabungan.

Rasio antara kredit/pembiayaan dengan DPK (LDR) pada triwulan laporan sebesar 98,40%,

lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun 2007 sebesar 100,03%. Penurunan ini terutama

karena adanya peningkatan jumlah kredit/pembiayaan yang disalurkan lebih tinggi dibandingkan

dengan DPK yang dihimpun. Sementara itu, risiko kredit BPR/S di Jawa Barat masih cukup tinggi. Hal

ini terlihat dari jumlah kredit/pembiayaan bermasalah (Gross NPL/F) yang sebesar 10,91% atau jauh

dari target indikatif BI yang hanya sebesar 5%.

Page 87:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

69

Boks 1

Arahan Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Perbankan 2008

Inisiatif-Inisiatif Pengawal Pencapaian Pembangunan Ekonomi

Pada tanggal 18 Januari 2008, bertempat di Bale Pasundan Kantor Bank Indonesia Bandung, diselenggarakan pertemuan tahunan perbankan 2008 wilayah Jawa Barat. Pada kesempatan tersebut hadir Muspida Provinsi Jawa Barat, instansi dan dinas terkait, Kadinda serta perbankan Jawa Barat. Agenda pertemuan tersebut adalah memberikan informasi mengenai arahan Gubernur Bank Indonesia pada tahun 2008 serta perkembangan ekonomi di Jawa Barat yang disampaikan oleh Pemimpin Bank Indonesia Bandung.

Adapun arahan tahunan Gubernur Bank Indonesia adalah sebagai berikut : dimulai dengan refleksi perjalanan Bank Indonesia selama 5 tahun terakhir di dalam melaksanakan tugas menjaga stabilitas moneter, perbankan, dan sistem pembayaran, serta mendukung pengembangan dan pemberdayaan sektor riil. Selanjutnya, disampaikan pula pandangan-pandangan tentang prospek dan tantangan perekonomian ke depan serta implikasinya bagi kerja Bank Indonesia. Dan sebagaimana biasa, arahan ini ditutup dengan penyampaian inisiatif dan langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan untuk mengawal pencapaian pembangunan ekonomi nasional ke depan.

1. Inisiatif di Bidang Moneter

Terdapat 3 inisiatif yang akan diambil oleh Bank Indonesia di bidang ini yaitu: a. Memperdalam pasar keuangan domestik; b. Memperkuat efektifitas penerapan Inflation Targeting Framework (ITF), dan c. Membangun perangkat analisa kebijakan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Penjelasan secara lebih rinci dari ketiga inisiatif tersebut adalah sebagai berikut:

1.1. Memperdalam pasar keuangan domestik:

Untuk dapat meningkatkan daya tahan dan stabilitas sistem keuangan serta meminimalisir potensi gejolak dari pasar keuangan global, diperlukan adanya pasar keuangan domestik yang lebih kuat, lebih dalam dan lebih likuid. Dengan mencermati bahwa saat ini masih terdapat kekosongan beberapa instrumen di pasar uang domestik, Bank Indonesia akan segera mengaktifkan kembali instrumen-instrumen dan jenis transaksi yang telah dimiliki, namun selama ini tidak digunakan yaitu SBI dengan tenor 6 dan 9 bulan, transaksi repurchase agreement (Repo) SUN, dan foreign exchange swap (FX swap).

Dengan mengisi kekosongan ini Bank Indonesia berharap para pelaku pasar akan dapat lebih mengefektifkan manajemen likuiditas, mampu menyebarkan risiko secara lebih optimal dan mulai membentuk ekspektasi harga (pricing) terhadap aset-aset keuangan jangka pendek, sehingga kemampuan pasar keuangan dalam mengalokasikan dana dapat lebih efisien, dan lebih efektif dalam menyerap gejolak.

1.2. Memperkuat efektifitas penerapan ITF:

Mencermati penerapan ITF selama 3 tahun terakhir, Bank Indonesia menilai bahwa masih terbuka banyak peluang untuk lebih mengoptimalkan strategi implementasi kebijakan moneter yang saat ini diterapkan. Untuk itu Bank Indonesia akan melakukan serangkaian tactical moves (langkah-langkah taktis) guna mengurangi distorsi yang selama ini terjadi di Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N) yang menyebabkan fluktuasi ketersediaan likuiditas, tingginya volatilitas suku bunga dan adanya struktur suku bunga jangka pendek yang curam (steep short-term yield curve) di pasar uang. Semua distorsi itu dinilai dapat mengaburkan sinyal kebijakan moneter di dalam mengelola ekspektasi masyarakat.

Tactical moves yang akan ditempuh antara lain terdiri dari:

a. OPT akan dilakukan dengan penggunaan instrumen yang lebih beragam, meliputi SBI dengan tenor yang lebih beragam (1,3,6, dan 9 bulan). Dalam hal ini penerbitan SBI akan dilakukan dengan sistem variable rate tender. Selain itu juga akan dilengkapi dengan transaksi Repo SBI dan SUN dan FX Swap. Dengan optimalnya pengunaan semua instrumen tersebut, diharapkan likuitas pasar yang saat ini terakumulasi di SBI 1 bulan akan dapat tersebar penanamannya secara lebih merata di semua tenor

Page 88:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

70

instrumen dan kondisi likuiditas secara harian lebih stabil.

b. Pembatasan pergerakan suku bunga PUAB O/N melalui mekanisme Operasi Pasar Terbuka (OPT) harian yang lazim disebut dengan Fine Tuning Operations [FTO/langkah-langkah penyesuaian tingkat suku bunga di pasar] sesuai dengan pertimbangan (diskresi) BI. Tindakan ini bertujuan untuk menjaga agar tingkat suku bunga PUAB O/N yang terbentuk selalu bergerak dalam kisaran tertentu dan konsisten dengan level BI Rate yang telah diputuskan melalui Rapat Dewan Gubernur.

c. Terkait dengan hal ini penempatan pada PUAB O/N pada dasarnya hanya merupakan bagian dari manajemen likuiditas harian para pelaku pasar yang masih memiliki sisa (excess/residual), setelah para pelaku pasar menanamkan kelebihan likuditasnya pada instrumen-instrumen lain.

Waktu (tanggal) dimulainya pelaksanaan tactical moves ini akan diumumkan kemudian, atas dasar penilaian Bank Indonesia terhadap beberapa faktor yang mencerminkan kesiapan dan kestabilan kondisi pasar.

Pelaksanaan serangkaian langkah taktis tersebut pun akan diatur sedemikian rupa, agar dapat saling memperkuat satu sama lain guna memperkuat penerapan efektifitas ITF dalam mengelola ekspektasi masyarakat.

Hal yang perlu digarisbawahi disini, adalah bahwa langkah-langkah diatas sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengubah arah (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia yang tercermin dalam level BI Rate. Dengan demikian, implementasi penguatan melalui tactical moves ini tidak berarti BI menurunkan level BI Rate. Mekanisme penetapan BI Rate tetap sebagaimana yang berlaku saat ini, yaitu ditetapkan dalam RDG bulanan dan level BI rate hanya berubah bila BI memandang ada perubahan indikator makro ekonomi yang perlu direspon untuk mencapai target inflasi yang telah ditetapkan.

1.3. Membangun perangkat analisa kebijakan menyongsong MEA 2015:

Seluruh langkah di bidang moneter di atas akan dilengkapi pula dengan langkah-langkah untuk memperkuat perangkat analisa yang telah ada dan membuat beragam perangkat analisa baru yang dapat memberi masukan bagi pemangku kebijakan di sektor lain, maupun bagi keperluan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam melihat implikasi moneter dari penerapan MEA 2015.

2. Inisiatif di Bidang Perbankan

Terdapat 3 langkah strategis, yang akan menjadi arah kebijakan lanjutan perbankan dalam perspektif waktu 5 tahun ke depan yaitu:

Pertama adalah melanjutkan proses konsolidasi dan penataan kembali struktur industri perbankan nasional. Dalam lingkup ini, terdapat 3 inisiatif yang ditujukan untuk lebih mengoptimalkan fungsi intermediasi, sembari terus memantapkan proses konsolidasi industri perbankan, yaitu: (a) mendukung penjajakan kemungkinan pendirian kembali policy bank yang khusus untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek pembangunan jangka panjang, (b) perluasan kesempatan operasional ke arah universal banking bagi bank-bank yang dinilai mampu dan layak menjalankannya, dan (c) optimalisasi peran perbankan dalam pembiayaan pembangunan, terutama kepada bank-bank yang telah dimiliki asing.

Kedua adalah arah pengembangan industri BPR ke depan untuk menjadi salah satu penopang kekuatan ekonomi lokal dengan memperhatikan potensi ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

Dan ketiga adalah langkah-langkah dalam upaya mempercepat pertumbuhan Perbankan Syariah.

2.1. Mendukung kemungkinan pendirian policy bank:

Bank Indonesia bersepakat bahwa diperlukan adanya sebuah policy bank yang difokuskan untuk membiayai proyek-proyek perbaikan dan pembangunan infrastruktur-infrastruktur utama perekonomian. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, lebih merata dan lebih menyejahterakan masyarakat.

Pembangunan proyek-proyek infrastruktur untuk keperluan nasional, membutuhkan alokasi belanja pembangunan dalam jumlah besar yang tidak dapat sepenuhnya akan dapat ditutup oleh APBN. Dibutuhkan adanya sumber pembiayaan lain yang bersifat komersial, seperti dari perbankan ataupun pasar modal. Namun sayangnya, sumber dana perbankan saat ini masih didominasi oleh sumber dana jangka pendek, sehingga pembiayaan proyek-proyek infrastruktur yang berjangka waktu panjang, juga relatif terbatas.

Page 89:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

71

Oleh karena itu, diperlukan adanya policy bank yang diharapkan akan mampu menghimpun dana jangka panjang, melalui berbagai cara dan mekanisme. Selain menghimpun dana langsung dari masyarakat, bank ini akan memfokuskan diri mencari dana jangka panjang di pasar keuangan, dengan cara penerbitan surat-surat berharga, serta mencari pinjaman luar negeri dari berbagai lembaga multilateral.

Dana yang berhasil dihimpun bank ini, kemudian disalurkan untuk membiayai berbagai proyek dan program pembangunan jangka panjang, khususnya infrastruktur, mendampingi dana pembangunan yang dialokasikan Pemerintah dalam APBN. Kegiatan operasional bank ini juga akan dapat difokuskan sebagai investment bank, yang akan banyak memberikan dukungan dan fasilitas kepada Pemerintah dan bank-bank miliknya, termasuk BPD-BPD, dalam penerbitan surat berharga di pasar modal, baik dalam bentuk konvensional maupun syariah.

2.2. Perluasan kesempatan operasional ke arah universal banking:

Bank Indonesia melihat bahwa sebenarnya perbankan saat ini, secara de facto, telah melakukan kegiatan universal banking melalui kerjasama dengan lembaga keuangan lain ataupun melalui anak-anak perusahaannya. Apabila kita tidak ingin dikagetkan dengan sebuah fenomena yang dapat menimbulkan guncangan, pihak-pihak otoritas, tidak bisa tidak, harus dapat menyatakan ketegasannya dalam melihat keseluruhan dimensi operasional yang selama ini telah dilaksanakan oleh perbankan. Pengaturan industri keuangan perbankan harus bersifat komplementer dan kompatibel satu sama lain dengan pembagian tanggung jawab dan wewenang masing-masing secara jelas. Hal ini akan diikuti pula dengan langkah kerjasama dan koordinasi yang intensif antara pihak-pihak otoritas sebagai satu kesatuan tindakan dalam melindungi kestabilan sistem secara keseluruhan.

Terkait dengan hal ini, pola pengawasan berdasarkan risiko secara terkonsolidasi yang selama ini telah mulai diterapkan Bank Indonesia, akan ditingkatkan intensitasnya dalam melihat keterkaitan bank dengan perusahaan keuangan lainnya. Pada saat pengaturan universal banking selesai dirumuskan, Bank Indonesia akan memberikan beberapa opsi yang dapat dipilih oleh bank yang diperkenankan bergerak di bidang ini yaitu:

1. Menggabungkan kegiatan anak perusahaannya, terutama yang bergerak di bidang sekuritas ke dalam bank induknya.

2. Tetap memiliki anak perusahaan di bidang keuangan, namun mendeklarasikan seluruh kegiatan anak perusahaannya tersebut sebagai satu kesatuan dengan kegiatan usaha bank induknya. Dalam konteks ini, Bank Indonesia akan bekerja sama dengan pihak-pihak otoritas lain, untuk menyusun prinsip kehati-hatian dan menetapkan standar pengungkapan data dan informasi kegiatan operasional yang seragam, dari setiap produk ataupun kegiatan yang tergolong sebagai produk universal.

3. Memilih untuk menjalankan visi, misi dan strategi kegiatan usaha yang terfokus pada kegiatan investasi (investment bank).

2.3. Optimalisasi peran bank dalam pembiayaan pembangunan:

Bank Indonesia berpandangan bahwa bisnis perbankan akan sinambung dalam jangka panjang jika insan perbankan memegang prinsip "banks leading the development." Berpegang pada pandangan tersebut, terdapat 4 program kebijakan yang menjadi guidelines dalam mengoptimalkan peran perbankan dalam menjawab berbagai tantangan pembiayaan pembangunan ekonomi yang tengah dihadapi saat ini. Guidelines ini ditujukan kepada semua bank umum, termasuk milik asing, dengan membedakan bobot kewajiban sesuai dengan portofolio pembiayaan masing-masing bank.

Kebijakan yang pertama, adalah kewajiban dari setiap bank untuk melakukan pembinaan kepada pelaku usaha produktif di suatu wilayah yang progresif ataupun sektor tertentu yang selama ini memiliki potensi, namun belum dikembangkan secara baik. Proses pembinaan tersebut diberikan seiring dengan penyaluran kredit usaha, baik dalam bentuk modal kerja ataupun investasi, yang jumlahnya disesuaikan dengan prospek dan kemampuan pelaku usaha dimaksud. Rasio atau porsi jumlah kredit dan debitur dalam pemenuhan kewajiban ini, nantinya akan dapat dihitung dengan mengacu pada beberapa indikator, misalnya dengan memperbandingkannya dengan jumlah kredit konsumsi yang ada dalam portofolio bank.

Kedua, Bank Indonesia akan segera menuntaskan kajian mengenai kemungkinan penurunan perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dari kajian Bank Indonesia selama ini, terbuka kemungkinan untuk menurunkan ATMR jenis kredit tersebut, mengingat telah adanya penjaminan oleh Askrindo. Dalam prakteknya, saat ini porsi risiko penyaluran KUR yang tidak dijamin oleh

Page 90:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

72

Askrindo dan SPU menjadi tanggungan pihak bank adalah sebesar 30%. Dengan mengacu pada hal tersebut dan memperhatikan ketentuan perhitungan ATMR yang berlaku saat ini, maka Bank Indonesia memperkirakan akan dapat segera menyesuaikan perhitungan ATMR bagi penyaluran KUR menjadi sekitar 30%. Dalam hal ini, terbuka pula kemungkinan diturunkannya perhitungan ATMR atas kredit UMKM yang mengikuti kriteria KUR untuk dijamin oleh perusahaan asuransi diluar Askrindo, sepanjang perusahaan asuransi tersebut dapat memenuhi beberapa persyaratan yang akan ditetapkan kemudian.

Ketiga, mengarahkan penyaluran kredit perbankan kepada sektor UMKM produktif dalam suatu rasio atau porsi tertentu terhadap total kredit yang disalurkan masing-masing bank.

Dan keempat, adalah kewajiban untuk menerapkan program Corporate Social Responsibility bagi setiap bank dalam suatu rasio yang akan disepakati bersama. Terkait dengan hal ini, Bank Indonesia berpandangan bahwa CSR industri perbankan seyogyanya dapat terarah pada upaya-upaya strategis dalam proses pembentukan masa depan bangsa, seperti halnya bidang pendidikan.

Dalam proses perumusan guidelines tersebut diatas, Bank Indonesia akan selalu bekerjasama dengan insan perbankan, mendiskusikan berbagai langkah terbaik yang dapat diwujudkan bersama. Jalinan komunikasi yang telah begitu baik selama ini perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan. Masyarakat perbankan tidak perlu ragu untuk menyampaikan berbagai concern yang kiranya memerlukan respon dari Bank Indonesia.

2.4. Arah pengembangan industri BPR ke depan:

Industri BPR ke depan harus dapat menjadi salah satu penopang kekuatan ekonomi lokal dengan memperhatikan potensi ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Beberapa pokok-pokok inisiatif yang dapat ditempuh dalam cakupan periode waktu 5 tahun ke depan, yaitu:

Melakukan studi penelitian dan kajian secara mendalam terhadap kekuatan-kekuatan ekonomi lokal yang lebih relevan untuk dilayani oleh BPR, dibandingkan oleh Bank Umum

Terkait dengan langkah di atas, saat ini secara internal Bank Indonesia tengah menyiapkan pendirian sebuah pusat studi lembaga keuangan mikro atau Micro Finance Institute.

Menyusun blueprint arah kebijakan BPR ke depan dengan mengikutsertakan berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah, untuk dapat mensinergikan fungsi dan peran BPR di dalam mendukung penyediaan pembiayaan pembangunan daerah/desa, bersama-sama dengan lembaga keuangan mikro lainnya yang telah ada saat ini. Dalam inisiatif ini, akan dikaji berbagai kemungkinan kebijakan untuk menata kembali industri BPR sesuai potensi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat dimana BPR dinilai akan mampu berkembang dengan baik.

Mencari bentuk pendekatan pengawasan dan pengaturan yang paling sesuai untuk diterapkan bagi industri BPR ke depan, sejalan dengan perkembangan variasi pola operasional BPR yang masing-masing dapat berbeda satu sama lain.

2.5. Mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah:

Disadari bahwa pencapaian target aset perbankan syariah sebesar 5% dari total aset perbankan masih merupakan tantangan yang besar. Oleh karena itu, selain upaya-upaya dari industri perbankan syariah sendiri, diperlukan kesamaan pandang dan kerjasama antara pelaku industri, Bank Indonesia, Pemerintah, serta pihak-pihak terkait lainnya.

Dalam hubungan ini, dua hari yang lalu, Bapak Presiden telah berkenan untuk membuka Festival Ekonomi Syariah. Dalam pidatonya, Bapak Presiden bahkan telah menyatakan dan menginstruksikan menteri-menteri terkait untuk menjadikan upaya pengembangan ekonomi syariah pada umumnya, dan perbankan syariah pada khususnya sebagai sebuah agenda nasional.

Sebagai agenda nasional, pengembangan perbankan syariah dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memberikan insentif, kemudahan atau fasilitas untuk menarik investor-investor baru

2. Melakukan sosialisasi perbankan syariah intensif sehingga bukan hanya mampu memberikan pengetahuan tetapi juga mampu menggerakkan masyarakat pada semua golongan/segmen/strata untuk menggunakan jasa keuangan/produk perbankan syariah.

3. Melakukan pembinaan Pendamping UMK & Account Officer Bank Syariah dalam rangka meningkatkan kemampuan sektor riil yang diharapkan mampu memperkuat sisi demand pembiayaan perbankan

Page 91:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

73

syariah

4. Memperluas ketelibatkan perbankan syariah dalam proyek-proyek pemerintah.

5. Menyelesaikan dikeluarkannya ataupun diamandemennya beberapa ketentuan perundang-undangan yang kondusif dalam rangka mendukung akselerasi pengembangan perbankan syariah misalnya amandemen UU Perpajakan, penyelesaian Undang Undang Perbankan Syariah, dan Undang Undang Sukuk.

Sementara itu, hingga beberapa tahun ke depan, Bank Indonesia akan terus memberi perhatian yang lebih besar pada tiga hal utama untuk mendukung pertumbuhan perbankan syariah, yaitu permodalan, kualitas SDM dan cakupan pelayanan.

3. Inisiatif di Bidang Sistem Pembayaran

Bank Indonesia memandang perlu untuk mewujudkan sistem pembayaran nasional yang semakin bermanfaat bagi masyarakat dan semakin sesuai dengan international best practices. Dalam kaitan ini implementasi Sistem Bank Indonesia Government - Electronic Banking (BIG-eB) akan ditingkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan yang disediakannya untuk mendukung monitoring dan transaksi keuangan Pemerintah Pusat dapat lebih efektif dan efisien, sehingga menunjang keseluruhan upaya mempercepat pembangunan ekonomi nasional.

4. Inisiatif di Bidang Sektor Riil.

Perbaikan daya saing daerah untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah kunci bagi perbaikan daya saing nasional di era tersebut. Oleh karena itu, Bank Indonesia melihat pentingnya untuk lebih mempertajam fungsi-fungsi advisory dan fasilitasi Kantor-Kantor BI (KBI) di daerah serta pemanfaatnya sebagai pembentuk modal sosial di daerah kerjanya. Oleh karena itu, program Reorientasi KBI yang telah digulirkan di pertengahan 2007 akan diperkuat implementasinya.

Peran KBI bagi pemberdayaan dan percepatan pembangunan ekonomi di daerah, serta upaya pengendalian inflasi di daerah, akan diperkuat. Termasuk dalam kaitan ini adalah pembukaan KBI di daerah-daerah yang memiliki lokalitas dengan pencapaian progresif di segala bidang pembangunan ---politik, ekonomi, sosial dan budaya ----, serta memiliki potensi untuk menjadi sumber-sumber pertumbuhan baru di Indonesia. Untuk tahap pertama, akan segera membuka KBI di Propinsi Banten dan Gorontalo, dan membuka kembali KBI di Tegal dan Pematang Siantar.

Demikian arahan Gubernur Bank Indonesia kepada masyarakat perbankan sebagaimana yang disampaikan pada Pertemuan Tahunan Perbankan 2008

Page 92:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

74

Boks 2

Penyempurnaan Kerangka Operasional Kebijakan Moneter

Implementasi kerangka kerja kebijakan moneter berbasis suku bunga dengan mengacu kepada Inflation Targeting Framework telah dilakukan sejak awal Juli 2005. Dalam perkembangannya, implementasi tersebut perlu disempurnakan agar dapat lebih baik beradaptasi terhadap berbagai perkembangan terkini. Pada tahun 2008, upaya penyempurnaan akan ditekankan kepada aspek operasional dari kebijakan moneter. Sebagaimana disampaikan Gubernur Bank Indonesia secara formal pada pertemuan tahunan perbankan, penyempurnaan tersebut dilakukan dengan menimbang tingginya fluktuasi harian yang terjadi di pasar uang dan struktur suku bunga pasar uang jangka pendek yang curam (steep shortterm yield curve). Kondisi demikian menimbulkan ketidak pastian, baik dari sisi likuiditas maupun suku bunga, serta mendorong transaksi yang hanya bersifat memanfaatkan perbedaan suku bunga jangka pendek. Berbagai keadaan tersebut belum memberi ruang yang kondusif bagi institusi keuangan dalam pengelolaan asetnya dengan horizon lebih berjangka panjang1. Di samping itu, penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter dilandasi pemikiran bahwa PUAB yang berfungsi dengan baik dan efisien merupakan prasyarat bagi efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter guna memengaruhi pembentukan struktur suku bunga jangka yang lebih panjang dan relevan bagi kegiatan ekonomi di sektor riil. Sehubungan dengan hal tersebut, ke depan operasional kebijakan moneter akan diarahkan pada upaya mengimplementasikan arah (stance) kebijakan moneter (BI Rate) di pasar uang. Dalam konteks itu, Bank Indonesia akan menjaga stabilitas suku bunga PUAB O/N pada level yang konsisten dan sejalan dengan BI Rate2. Hal tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengubah stance kebijakan yang tercermin pada level BI Rate3. Secara teknis, penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter akan dilakukan melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management operation) di pasar uang. Sehubungan itu, Bank Indonesia akan mengoperasikan berbagai instrumen OPT, baik reguler maupun nonreguler, serta didukung oleh standing facilities. OPT reguler akan menggunakan instrumen dengan maturitas yang lebih beragam (1, 3, 6, dan 9 bulan) melalui mekanisme variable rate tender. Sementara itu, OPT nonreguler akan memanfaatkan fine tuning operations (FTO)4 dan menggunakan valuta asing (foreign exchange swap – FX Swap) sesuai diskresi Bank Indonesia. Adapun standing facilities bertenor overnight dioperasikan sebagai instrumen lapis kedua yang terdiri atas standing deposit facilities dan standing lending facilities yang akan membentuk koridor suku bunga dengan jarak lebih sempit dari yang selama ini berlaku dan ditetapkan secara simetris terhadap BI Rate5. Berbagai kegiatan pengelolaan likuiditas tersebut dilakukan dengan atau tanpa surat berharga sebagai underlying asset, yang jenisnya dapat berupa SBI atau lainnya seperti Surat Utang Negara (SUN)6.

Keberadaan berbagai jenis dan underlying assets dari instrumen moneter yang lebih bervariasi tersebut juga akan mendukung proses pendalaman pasar keuangan (financial market deepening). Penerbitan SBI bertenor lebih panjang dari 1 dan 3 bulan, selain menyerap kelebihan likuiditas yang bersifat struktural, juga dapat mengefektifkan manajemen likuditas perbankan. Selain itu, hal tersebut juga kondusif bagi pembentukan ekspektasi harga (pricing) terhadap aset-aset keuangan berjangka pendek lainnya serta produk perbankan. Sementara itu, pemanfaatan SUN4 akan meningkatkan aktivitas dan likuiditas sehingga pasar SUN menjadi lebih berdaya tahan (resilient) dalam menghadapi potensi gejolak. Adapun FX Swap merupakan instrumen OPT untuk membantu pengaturan likuiditas di pasar uang rupiah. Dalam implementasinya, penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter akan dilakukan secaraterukur dan bertahap. Untuk itu, komunikasi kepada stakeholders akan terus diintensifkan melalui berbagai forum dan media. Pada waktunya Bank Indonesia akan mengumumkan penerapannya secara penuh kepada publik. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor yang mencerminkan kesiapan dan kestabilan kondisi pasar uang.

Page 93:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

75

Ilustrasi Penyempurnaan Kerangka Operasional kebijakan Moneter

1. Arahan Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Perbankan 18 Januari 2008. 2. “Monetary policy operating framework establish the means by which central banks implement the desired monetary policy

stance….the liquidity management operations that support the stance by seeking to ensure that a short term market rate is consistent with the policy rate.” (Borio, Claudio and William Nelson, BIS Quarterly Review, March 2008).

3. Mekanisme penetapan BI Rate adalah melalui RDG bulanan dan level BI Rate hanya berubah apabila Bank Indonesia memandang terdapat perubahan indikator yang perlu direspons untuk menjaga pencapaian target inflasi.

4. Dapat bersifat mengurangi likuiditas (kontraksi) atau menambah likuiditas (ekspansi) dengan tenor 2-14 hari. 5. Press Release Arahan Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Perbankan 18 Januari 2008. 6. Sejak 21 Januari 2008, instrumen FTO telah ditingkatkan intensitas penggunaannya, sementara sejak awal Februari 2008

sistem lelang SBI dikembalikan sepenuhnya menjadi variable rate tender secara mingguan untuk tenor 1 dan 3 bulan. Standing facilities disesuaikan jam bukanya menjadi 15.00-17.00 WIB baik untuk SBI Repo maupun FASBI. Di samping itu, underlying assets Repo diperluas menjadi SBI dan SUN berplafon 100%.

BI Rate

Repo Rate (o/n)

PUAB o/n

Koridor Suku

Bunga

Suku Bunga

FTE

FTK

SBI 1b

L a m a B a r u

Repo o/n

FASBI

Repo o/n

FASBI o/n

Page 94:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

76

Boks 3

Tahun Edukasi Perbankan 2008 ”Ayo ke Bank”

Bank sebagai lembaga intermediasi dan pelaksana sistem pembayaran memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Agar fungsi intermediasi dan sistem pembayaran tersebut dapat efektif, kegiatan usaha yang dilakukan bank serta produk dan jasa yang ditawarkannya perlu diketahui oleh masyarakat. Pada kenyataannya, dalam penyelenggaraan operasional perbankan masih terdapat banyak permasalahan yang terjadi antara perbankan dan masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah kurang memadainya pemahaman masyarakat tentang fungsi dan peran bank serta produk dan jasa perbankan yang dapat menghambat pemanfaatan bank dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik di masa depan.

Hasil baseline survey memberikan kesimpulan bahwa edukasi kepada masyarakat di bidang keuangan dan perbankan sangat diperlukan Pelaksanaan program edukasi nasabah perlu diperluas hingga mencakup mereka yang belum dan akan menjadi nasabah bank agar pada saat pertama kali berhubungan dengan bank para calon nasabah tersebut sudah memiliki informasi yang cukup mengenai kegiatan usaha serta produk dan jasa bank, sebagaimana tertuang dalam program prioritas Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

Mengingat edukasi kepada masyarakat sudah mendesak untuk dilakukan dan lembaga keuangan yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat adalah lembaga perbankan, maka saat ini program edukasi kepada masyarakat akan difokuskan pada sektor perbankan. Edukasi yang dilakukan pada intinya merupakan pemberian informasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai fungsi dan kegiatan usaha bank, serta produk dan jasa yang ditawarkan bank. Edukasi dalam hal ini diharapkan dapat memfasilitasi pemberian informasi yang cukup kepada masyarakat sebelum mereka melakukan interaksi dengan bank guna menghindari terjadinya kesenjangan informasi pada pemanfaatan produk dan jasa perbankan yang dapat menyebabkan timbulnya permasalahan antara bank dengan nasabah di kemudian hari.

Edukasi masyarakat di bidang perbankan diharapkan dapat menjadi jembatan untuk membangun dan mewujudkan masyarakat yang mengerti dan paham terhadap berbagai kegiatan dan produk serta jasa perbankan sehingga setiap pilihan yang dibuat oleh masyarakat dalam memanfaatkan produk dan jasa bank sudah melalui pertimbangan yang matang berdasarkan informasi yang jelas dan memadai

Oleh karena itu, perlu diupayakan suatu program edukasi yang terencana, terintegrasi, terkoordinir dan disepakati bersama sehingga diperoleh kesamaan persepsi mengenai program edukasi yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini, merupakan upaya berkelanjutan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang perbankan kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan dan rasa percaya diri dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan melalui lembaga perbankan secara efektif dan bijaksana.

Integrasi dan koordinasi program-program edukasi masyarakat di bidang perbankan secara keseluruhan dituangkan dalam Cetak Biru Edukasi Masyarakat di Bidang Perbankan dengan visi mewujudkan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan informasi yang memadai, percaya diri, memahami fungsi dan peran, serta manfaat dan risiko produk jasa bank sehingga dapat mengelola

Page 95:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

77

keuangan secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di masa datang.

Visi tersebut dijabarkan dalam empat tujuan utama yaitu :

1. Membangun minat masyarakat pada perbankan (bank-minded & awareness); 2. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai produk dan jasa bank serta kesadaran akan

hak dan kewajiban nasabah; 3. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai aspek kehati-hatian dalam melakukan transaksi

keuangan (risk awareness); dan 4. Meningkatkan pengenalan terhadap ketersediaan sarana pengaduan dan mekanisme

penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan permasalahan dengan bank.

Penetapan pola strategi program edukasi perbankan mutlak diperlukan sebagai pedoman untuk melaksanakan program-program tersebut agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Mengingat edukasi masyarakat di bidang perbankan merupakan program berkelanjutan yang memiliki rentang waktu yang cukup lama, maka dalam pelaksanaannya perlu dikelompokkan ke dalam program-program jangka pendek (periode 1 - 2 tahun) dan program jangka panjang (periode 3 - 5 tahun) disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat serta perkembangan industri perbankan ke depan.

Untuk memberikan kejelasan mengenai arah pada yang telah disusun akan ditetapkan tiga indikator utama edukasi, yaitu:

1. Meningkatnya awareness 2. Terwujudnya perubahan perilaku 3. Terwujudnya masyarakat yang bank minded

Pola Strategi Jangka Pendek

Program-program tersebut dilakukan dengan cara antara lain:

1. Menjalin kerjasama dengan media massa untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap kelembagaan, produk dan jasa perbankan.

2. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan program edukasi dengan lembaga/institusi terkait. 3. Melakukan program edukasi kepada target segment yang mempunyai pengaruh besar pada

kelompok masyarakat tertentu agar dalam jangka panjang dapat menjadi change implementor, misalnya: kaum intelektual yang diwakili oleh guru.

4. Melakukan program edukasi yang lebih mengandalkan pada peran dari kalangan internal perbankan.

Pola Strategi Jangka Panjang

Dengan demikian, pola strategi jangka panjang akan lebih diarahkan pada upaya untuk memperluas jangkauan edukasi dengan memanfaatkan teknologi informasi melalui berbagai delivery channels yang tersedia. Untuk mewujudkan hal tersebut, akan diperlukan kerjasama yang erat dengan berbagai lembaga swasta dan instansi pemerintah terkait. Selain itu, perkembangan produk dan jasa perbankan yang sedemikian cepat juga akan diakomodasi dalam pola strategi edukasi jangka panjang ini, misalnya, produk dan jasa perbankan seperti electronic banking yang saat ini mulai dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat di perkotaan akan diintensifkan edukasinya sampai ke pedesaan.

Dengan melaksanakan pola strategi jangka pendek dan jangka panjang, diharapkan masyarakat dapat mengelola keuangannya secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di masa datang.

Page 96:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

78

Boks 4

Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah skim kredit dengan penjaminan yang diresmikan peluncurannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2008. Dengan skim kredit ini, diharapkan perbankan lebih berani dalam menyalurkan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) karena hanya resiko kredit yang mungkin timbul ditanggung bersama antara bank penyalur sebesar 30% dan perusahaan penjamin kredit sebesar 70%.

Perusahaan Penjamin Kredit yang ditunjuk adalah perusahaan milik pemerintah (BUMN), yaitu : PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) dan Perum Sarana Pengembanan Usaha (SPU). Terdapat 6 bank yang ditunjuk sebagai penyalur KUR yaitu : Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, Bukopin dan Bank Syariah Mandiri.

KUR hanya dapat diberikan untuk usaha produktif, yaitu kredit untuk modal kerja dan kredit untuk investasi, dengan batas maksimum plafond kredit yang dapat diberikan adalah sebesar Rp500 juta. Adapun suku bunga KUR adalah maksimal sebesar 16% (efektif).

Bank Indonesia melalui ”Paket Kebijakan April 2008”, memberikan insentif kepada bank yang menyalurkan KUR, yaitu penurunan bobot Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) kredit yang disalurkan dengan skim KUR dari 50% menjadi 20%.

Sampai dengan pertengahan Maret 2008, total nilai penjaminan KUR oleh PT. Askrindo dan PT. SPU mencapai Rp984,83 miliar dengan jumlah terjamin sebanyak 8.252 debitur. Daerah di pulau Jawa masih menjadi lokasi terbesar penyaluran KUR.

Tabel Nilai Penjaminan KUR oleh PT. Askrindo dan PT. SPU (per 16 Maret 2008)

WilayahJumlah

TerjaminJumlah Nilai Penjaminan

(Rp)

Kantor Pusat 323 41,776,500,000 Cikini 296 51,950,195,000 Bandung 789 81,919,035,000 Semarang 1,359 130,549,649,599 Surabaya 418 75,300,000,000 Denpasar 419 52,703,000,000 Balikpapan 185 24,663,000,000 Medan 605 74,588,985,000 Makassar 1,059 126,877,507,875 Nasional 6,333 660,263,069,474

Nasional 1,919 304,566,500,000 Total Nasional 8,252 964,829,569,474 Sumber: PT. Askrindo dan PT. SPU

PT. SPU

PT. ASKRINDO

Page 97:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Page 98:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

80

Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan volume Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp6,185 triliun, sedikit

menurun dibandingkan volume APBD Perubahan tahun 2007 yang sebesar Rp6,202

triliun. Turunnya volume APBD tahun 2008 ini disebabkan oleh turunnya defisit anggaran, akibat

lebih tingginya peningkatan pada pos pendapatan dibandingkan peningkatan pada pos belanja

daerah. Sehingga anggaran utk pos pembiayaan, yang digunakan untuk menutup defisit

anggaran, mengalami penurunan, yaitu dari Rp523,39 miliar pada tahun 2007, menjadi Rp353,73

miliar pada tahun anggaran 2008.

Secara keseluruhan, pos pendapatan maupun belanja daerah tetap mengalami

peningkatan dibandingkan anggaran tahun sebelumnya. Pendapatan daerah mengalami

peningkatan sebesar 8,63% dibandingkan APBD Perubahan tahun 2007, atau naik sebesar

Rp452,5 miliar. Sementara itu belanja daerah, yang terdiri dari belanja langsung dan tidak

langsung, naik 4,87%, atau sebesar Rp280,84 miliar.

Hasil evaluasi Depdagri terhadap APBD Provinsi Jabar 2008 merekomendasikan untuk

dilakukannya efisiensi program dan kegiatan APBD 2008. Beberapa program dan kegiatan

tersebut diantaranya kegiatan di Dinas Pendidikan (antara lain anggaran untuk sewa gedung

sebesar Rp10,7 miliar, untuk makan minum Rp10,7 miliar, untuk sewa kendaraan Rp1,3 miliar,

dll.), serta anggaran untuk KONI sebesar Rp80 miliar. Selain itu, Depdagri juga merekomendasikan

agar penyertaan modal kepada BUMD (PT. Tirta Gemah Ripah, PT. Jasa Sarana dan PDAP) dapat

diimbangi dengan peningkatan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sampai dengan triwulan I-2008, realisasi Belanja Langsung pada APBD Provinsi Jawa

Barat tahun 2008 diperkirakan masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh terlambatnya

penetapan APBD, dimana Peraturan daerah mengenai APBD murni 2008 baru dapat ditetapkan

pada akhir triwulan I-2008. Keterlambatan ini berdampak kepada tertundanya berbagai belanja

pemerintah dan kegiatan pembangunan daerah pada triwulan I-2008. Realisasi belanja pemerintah

selama triwulan I-2008 hanya dialokasikan untuk belanja rutin, terutama untuk gaji pegawai.

Adapun untuk belanja program, yang terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan

pembangunan daerah, belum dapat terlaksana.

Page 99:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

81

Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008 (Rp Miliar)

Jumlah (Rp Miliar) Perubahan No. Uraian

2007* 2008 Rp Miliar %

I Pendapatan 5,243.79 5,696.29 452.50 8.63

1 Pendapatan Asli Daerah 3,721.04 4,055.12 334.08 8.98

2 Dana Perimbangan 1,515.40 1,630.81 115.41 7.62

3 Lain-lain Pendapatan yang Sah

7.35 10.36 3.01 40.92

II Belanja 5,769.18 6,050.02 280.84 4.87

1 Belanja Tidak Langsung 4,205.51 4,313.03 107.51 2.56

2 Belanja Langsung 1,563.66 1,736.99 173.33 11.08

III Pembiayaan 525.39 353.73 (171.66) (32.67)

1 Penerimaan Daerah 958.63 488.84 (469.78) (49.01)

2 Pengeluaran Daerah 374.39 135.12 (239.28) (63.91)

3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan 58.84 - (58.84) (100.00)

Volumen APBD 6,202.41 6,185.13 (17.28) (0.28)

Sumber: Bapeda Provinsi Jawa Barat

Rendahnya realisasi belanja program diperkirakan akan berdampak kepada rendahnya

akselerasi kegiatan investasi di Jawa Barat. Sampai dengan triwulan I-2008, kegiatan investasi

di Jawa Barat didominasi oleh maraknya kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pihak

swasta, terutama di sektor bangunan. Dari sisi pembiayaan, rendahnya stimulus fiskal juga

tercermin dari pertumbuhan investasi yang masih ditopang oleh tingginya penyaluran kredit bank

umum untuk jenis penggunaan investasi.

1. PENDAPATAN DAERAH

Pendapatan daerah dalam APBD 2008 tercatat sebesar Rp5,696 triliun, meningkat

Rp452,50 miliar dibandingkan APBD perubahan tahun 2007 yang sebesar Rp5,244 triliun,

atau naik 8,63%. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pendapatan daerah sebagian besar

masih berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD dalam APBD murni 2008 dianggarkan

sebesar Rp4,055 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp334 miliar dari PAD tahun 2007 yang

sebesar Rp3,721 triliun, atau naik 8,98%. Sementara itu, Dana Perimbangan yang semula

Rp1,515 triliun naik sebesar Rp115 miliar menjadi Rp1,631 triliun, atau naik 7,62%. Sementara

itu, komponen Lain-lain PAD yang sah mengalami persentase peningkatan tertinggi, yaitu

40,92%, atau naik sekitar Rp3,01 miliar menjadi Rp10,36 miliar pada APBD tahun 2008.

Page 100:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

82

Tabel 4.2. Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008 (Rp Miliar)

Jumlah (Rp Miliar) Perubahan No. Uraian

2007* 2008 Rp Miliar %

1 Pendapatan Asli Daerah 3,721.04 4,055.12 334.08 8.98

a. Pajak Daerah 3,469.00 3,796.64 327.64 9.44

b. Retribusi Daerah 27.54 29.48 1.95 7.07

c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

120.87 125.32 4.45 3.68

d. Lain-lain PAD yang sah 103.63 103.67 0.04 0.04

2 Dana Perimbangan 1,515.40 1,630.81 115.41 7.62

a. Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 581.96 726.58 144.62 24.85

b. Dana Alokasi Umum 933.44 904.23 (29.20) (3.13)

3 Lain-lain Pendapatan yang Sah 7.35 10.36 3.01 40.92

a. Bantuan Keuangan dari Prov atau Pemda lainnya

7.35 7.51 0.16 2.24

b. Lain-lain Penerimaan - 2.84 2.84 -

Total 5,243.79 5,696.29 452.50 8.63

Sumber: Bapeda Provinsi Jawa Barat

Semakin meningkatnya kontribusi PAD terhadap APBD menunjukkan bahwa Pemprov

Jabar memiliki kemampuan self-supporting atau kemandirian dalam bidang keuangan

untuk membiayai kegiatan pembangunan daerahnya. Faktor kemandirian keuangan

merupakan komponen yang penting dalam mengukur tingkat kemampuan daerah pada

pelaksanaan otonomi. Perkembangan PAD Provinsi Jawa Barat selama periode tahun 2004 – 2008

memiliki rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 13,70%, dengan rata-rata kontribusi PAD

terhadap APBD adalah sebesar 61,64%.

Tabel 4.3. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat

Tahun 2004 - 2008

Tahun PAD (Rp) Pertumbuhan (%) Volume APBD (Rp) Proporsi

(%)

2004 2,846,800,734,938.37 31.15 4,712,887,298,214.09 60.40

2005 2,965,040,274,712.92 4.15 4,917,548,873,422.01 60.30

2006 3,446,455,620,976.00 16.24 5,564,023,660,142.00 61.94

2007 3,721,038,994,558,40 7.97 6,202,410,960,659,40 59.99

2008 4,055,119,336,950,00 8.98 6,185,131,593,321,25 65.56

Rata-rata per Tahun 13.70 61.64 Keterangan: Tahun 2004 Realisasi Perda Perhitungan APBD, Tahun 2005-2007 Setelah Perubahan APBD, Tahun 2008 APBD

Page 101:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

83

Jika melihat kemampuan keuangan dari PAD Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata kontribusi per

tahun terhadap APBD sebesar 61,64%, berarti kemampuan fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Barat

relatif cukup mampu untuk membiayai sendiri pelaksanaan berbagai program dan kegiatan

pembangunan daerahnya, karena pendapatan di luar PAD hanya 38,36% yang berasal dari Dana

Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah.

2. BELANJA DAERAH

Pada APBD murni Tahun 2008, pos Belanja Daerah Jawa Barat, yang terdiri dari Belanja

Langsung dan Tidak Langsung, meningkat sebesar Rp280,84 miliar, atau naik 4,87%

menjadi sebesar Rp6,050 triliun. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan

pada komponen Belanja Langsung, yaitu sebesar Rp173,33 miliar, atau naik 11,08% menjadi

sebesar Rp1,737 triliun. Sementara itu, untuk komponen Belanja Tidak Langsung hanya

meningkat 2,56%, atau naik Rp107,51 miliar menjadi sebesar Rp4,313 triliun.

Tabel 4.4. Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008

Jumlah (Rp Miliar) Perubahan No. Uraian 2007* 2008 Rp Miliar %

1 Belanja Tidak Langsung 4,205.51 4,313.03 107.51 2.56

a. Belanja Pegawai 723.79 892.10 168.31 23.25

b. Belanja Bunga 0.25 0.25 - -

c. Belanja Subsidi 72.60 16.45 (56.15) (77.34)

d. Belanja Hibah 465.50 411.40 (54.10) (11.62)

e. Belanja Bantuan Sosial 269.38 165.07 (104.31) (38.72)

f. Belanja Bagi Hasil 1,349.22 1,620.11 270.89 20.08

g. Belanja Bantuan Keuangan 1,264.78 1,157.65 (107.13) (8.47)

h. Belanja Tidak terduga 60.00 50.00 (10.00) (16.67)

2 Belanja Langsung 1,563.66 1,736.99 173.33 11.08

a. Belanja Pegawai 290.52 290.33 (0.18) (0.06)

b. Belanja Barang dan Jasa 895.13 1,030.52 135.39 15.13

c. Belanja Modal 378.02 416.13 38.12 10.08

Total Belanja Daerah 5,769.18 6,050.02 280.84 4.87

Peningkatan pada pos Belanja Tidak Langsung terutama terjadi pada komponen Belanja

Pegawai dan Belanja Hibah, dimana masing-masing meningkat 23,25% dan 20,08%.

Tingginya peningkatan pada komponen Belanja Pegawai antara lain terkait pembayaran rapel

tunjangan fungsional dan penyesuaian tunjangan beras, serta adanya pengangkatan pegawai

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri

Sipil untuk formasi Tahun 2007, yang baru akan dibayarkan pada tahun 2008.

Page 102:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

84

Sementara itu, tingginya peningkatan pada pos Belanja Langsung terkait dengan upaya

Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengejar target Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) 80 pada tahun 2010. Secara umum, sampai dengan tahun 2007, perkembangan IPM Jawa

Barat masih sangat lambat. Pencapaian pada tahun 2007 hanya sebesar 70,76, jauh dari target

IPM tahun 2007 yang sebesar 76,58. Dalam rangka akselerasi pencapaian IPM tersebut, pos

belanja langsung akan diprioritaskan kepada peningkatan pembangunan pada bidang ekonomi

dan bidang kesehatan, karena merupakan indeks pembentuk IPM yang paling rendah. Kebijakan

tersebut diantaranya dengan mengalokasikan belanja untuk pencapaian 8 tujuan bersama

(common goals) pembangunan daerah tahun 2008 yang terdiri dari Peningkatan kualitas dan

produktivitas SDM, Peningkatan daya beli masyarakat, Pengelolaan, pengembangan dan

pengendalian infrastruktur wilayah, Ketahanan pangan, Pengendalian dan pemulihan kualitas

lingkungan, Sistem kelola penanganan bencana, Peningkatan kinerja aparatur, dan Kemandirian

energi dan kecukupan air baku (Boks 5. Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Provinsi Jawa Barat Tahun 2008).

Page 103:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

85

BOKS 5.

KEBIJAKAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008

1.1. Kebijakan Pendapatan Daerah

Kebijakan belanja untuk program dan kegiatan diarahkan untuk akselerasi pencapaian visi Jawa Barat yaitu IPM sebesar 80 di tahun 2010 berdasarkan misi adalah sebagai berikut:

a. Misi 1: meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia di Jawa Barat, yaitu: (1) Peningkatan aksesibilitas, kualitas, daya saing dan tata kelola pendidikan (2) Peningkatan aksesibilitas dan kualitas kesehatan masyarakat

b. Misi 2: mengembangkan struktur perekonomian regional yang tangguh, yaitu: (1) Pemberdayaan Penduduk Miskin (2) Peningkatan Kompetensi dan Perlindungan Ketenagakerjaan (3) Peningkatan Peran Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) dan Industri Kecil dan

Menengah (IKM) (4) Peningkatan Peluang Investasi untuk Perluasan Kesempatan Kerja (5) Revitalisasi Agribisnis, Agroindustri dan Pariwisata

c. Misi 3: memantapkan kinerja pemerintah daerah, yaitu: (1) Pemantapan Manajemen Pemerintahan Daerah (2) Pemantapan Stabilitas Politik

d. Misi 4: meningkatkan implementasi pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) Peningkatan Pelayanan dan Pengendalian Infrastruktur Wilayah (2) Peningkatan Ketahanan Energi dan Ketersediaan Air Baku (3) Optimalisasi Penanganan Bencana, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (4) Pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk (5) Peningkatan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

e. Misi 5: meningkatkan kualitas kehidupan yang berlandaskan agama dan budaya yaitu Peningkatan Pemahaman dan Pengamalan Nilai-nilai Agama dan Budaya Daerah

Kebijakan anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 diarahkan untuk meningkatkan pendapatan daerah, terutama dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, dan dana perimbangan. Kebijakan tersebut diantaranya melalui:

1. Meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan khususnya yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah

2. Meningkatkan kontribusi pendapatan dari Badan Usaha Milik Daerah terhadap pendapatan daerah

3. Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam peningkatan pendapatan khususnya yang bersumber dari dana perimbangan dan retribusi daerah.

Khusus mengenai retribusi daerah, diperkirakan penerimaan pada tahun 2008 ini tidak sebesar pada tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan pembatalan 2 (dua) peraturan daerah, yaitu tentang Retribusi Pemeriksaan Hewan dan Bahan Asal Hewan antar Provinsi, Makanan Ternak serta Penyidikan Penyakit yang Bersumber dari Check Point, serta Peraturan Daerah tentang Retribusi Peredaran Hasil Hutan.

1.2. Kebijakan Belanja Daerah

A. Belanja Langsung

Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan dengan persentase anggaran sebesar 38,62%. Kebijakan untuk belanja ini adalah:

Page 104:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

86

1) Mengalokasikan belanja untuk pencapaian 8 tujuan bersama (common goals) pembangunan daerah tahun 2008 yang terdiri dari:

a) Peningkatan kualitas dan produktivitas SDM b) Peningkatan daya beli masyarakat c) Pengelolaan, pengembangan dan pengendalian infrastruktur wilayah d) Ketahanan pangan e) Pengendalian dan pemulihan kualitas lingkungan f) Sistem kelola penanganan bencana g) Peningkatan kinerja aparatur h) Kemandirian energi dan kecukupan air baku

2) Mengalokasikan belanja program penunjang untuk menjalankan tugas pokok fungsi SKPD provinsi yang didasarkan pada pencapaian 5 misi pembangunan Jawa Barat

3) Mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 15%. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 yang mneyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan 20% dari APBN dan minimal 20% dari APBD. Anggaran 15% tersebut akan dialokasikan untuk: (a) peningkatan pemerataan dan perluasan akses; (b) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (c) peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Sehubungan dengan keterbatasan anggaran dan banyaknya commited budget baik yang bersifat terprogram beberapa tahun maupun untuk mendanai kegiatan khusus, maka secara bertahap pemenuhan anggaran pendidikan 20% menjadi 15% APBD Provinsi Jawa Barat T.A. 2008, 17% T.A. 2009 dan 20% pada T.A. 2010.

4) Mengalokasikan belanja operasional, pemeliharaan kantor dan peningkatan kualitas sumberdaya aparatur.

B. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan dengan persentase anggaran sebesar 61,38%, kebijakan untuk belanja ini adalah:

1) Mengalokasikan belanja yang wajib/mengikat meliputi belanja pegawai (terdiri dari gaji dan tunjangan daerah PNS), belanja bagi hasil (pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota) dan belanja bunga (pembayaran bunga utang pada Asian Development Bank (ADB/BUDP) dan USAID-FID);

2) Mengalokasikan belanja untuk perusahaan daerah, lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan melalui belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan sosial dengan mekanisme seleksi;

3) Mengalokasikan belanja bantuan keuangan dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan melalui:

a) Bantuan keuangan yang bersifat umum, peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Kebijakan bantuan keuangan yang bersifat umum ini diarahkan pada dana pemerataan, proporsional dan penyeimbang untuk setiap kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.

b) Bantuan keuangan yang bersifat khusus, peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi. Kebijakan bantuan keuangan yang bersifat khusus diarahkan untuk:

(1) Belanja bantuan untuk modal pangkal Kabupaten Bandung Barat (2) Belanja bantuan penyelenggaraan pemilikah kepala daerah (3) Belanja bantuan Program Pendanaan Kompetisi IPM (4) Belanja bantuan Program Raksa Desa (5) Belanja bantuan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) (6) Belanja bantuan pendukung penyelenggaraan Pusat Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PPTSP) (7) Belanja bantuan dukungan pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK)

Page 105:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

87

(8) Belanja bantuan persiapan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (9) Belanja bantuan persiapan pembangunan Pelabuhan Laut Cilamaya (10) Belanja bantuan pembangunan Jalan Tol Cisumdawu, Seroja, dan Bogor Ring Road (11) Belanja bantuan persiapan pembangunan Kawasan Industri Tekstil Terpadu (12) Belanja bantuan persiapan pembangunan Sarana Olahraga Gedebage

1.3. Kebijakan Pembiayaan

Sebagai upaya mengefisienkan pengeluaran pembiayaan, kebijakan pembiayaan daerah tahun 2008 adalah:

1. Mengalokasikan pembiayaan penerimaan dari SiLPA tahun yang lalu untuk menutupi defisit, pembiayaan hutang pokok dan pembentukan dana cadangan

2. Merevitalisasi dan merestrukturisasi kinerja Badan Usaha Milik Daerah dan pendayagunaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dalam rangka efisiensi pengeluaran pembiayaan termasuk kajian terhadap kelayakan BUMD

3. Penyertaan modal dan pemberian pinjaman manakala terjadi surplus anggaran

4. Pinjaman daerah dan obligasi daerah, dapat dilakukan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, apabila anggaran yang tersedia dalam APBD/Perubahan APBD tidak mencukupi. Sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 1 ayat 56 dinyatakan bahwa Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali

Sumber: Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

Page 106:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 107:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Page 108:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

90

Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non

tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-

undang. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di

masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam

kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non

tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal

dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.

Perkembangan sistem pembayaran di Jawa Barat pada triwulan I-2008 relatif menurun

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) maupun aliran

uang keluar (outflow) di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami penurunan. Hal ini

sejalan dengan pola musiman paska berakhirnya hari raya keagamaan pada triwulan sebelumnya dan

tahun baru 2008. Penurunan juga terjadi pada transaksi pembayaran melaui RTGS, sedangkan

transaksi kliring masih tetap meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

1. PENGEDARAN UANG KARTAL

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)

Secara keseluruhan, pada triwulan I-2008 di wilayah kerja KBI Bandung, Tasikmalaya dan

Cirebon mengalami net inflow. Artinya jumlah aliran uang masuk lebih besar dibandingkan dengan

jumlah aliran uang keluar. Aliran uang kartal masuk (inflow) maupun aliran uang keluar (outflow) di

Jawa Barat (KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon) pada triwulan I-2008 turun dibandingkan

triwulan sebelumnya. Selama triwulan I-2008, inflow ke Bank Indonesia tercatat Rp3,93 triliun, atau

turun 32,85% dibandingkan dengan inflow triwulan sebelumnya. Begitu juga dengan outflow dari

Bank Indonesia sebesar Rp1,43 triliun, atau turun 61,88% dibandingkan dengan outflow triwulan lalu.

Penurunan aliran inflow maupun outflow tersebut sejalan dengan pola musiman paska berakhirnya

hari raya keagamaan pada triwulan sebelumnya dan tahun baru 2008.

Bila dilihat berdasarkan wilayah kerja, pada triwulan I-2008, seluruh wilker KBI mengalami

net Inflow. Di KBI Bandung mengalami net inflow sebesar Rp1,38 triliun atau berbeda dengan

triwulan sebelumnya yang sempat mengalami net outflow Rp0,39 triliun. Aliran uang masuk maupun

keluar di KBI Bandung tercatat masing-masing Rp1,81 triliun dan Rp0,43 triliun atau turun masing-

masing 26,03% dan 84,99% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di wilayah kerja KBI

Tasikmalaya mengalami net inflow Rp0,37 triliun dengan jumlah inflow dan outflow masing-masing

Rp0,60 triliun dan Rp0,23 triliun atau turun masing-masing 64,57% dan 45,15% dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Demikian pula halnya di wilayah kerja KBI Cirebon mengalami net inflow

Rp0,75 triliun dengan jumlah inflow sebesar Rp1,52 triliun atau turun 10,82% sedangkan outflow

menjadi Rp0,77 triliun atau naik 59,54% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Page 109:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

91

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat

10.02

4.28 3.93

6.01

3.22

0.60 0.761.431.07 1.32

1.932.50

2.681.92

5.85

11.62

3.75

6.78

2.11

4.854.01

-

2

4

6

8

10

12

14

TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2006 2007 2008

(Rp

Tri

liun

)

Inflow Outflow Net Inflow

Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya & KBI Cirebon

Selama triwulan I-2008, uang kertas yang keluar dari Bank Indonesia Bandung mengalami

penurunan sedangkan uang logam mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwuan

sebelumnya. Secara nominal, uang kertas yang keluar dari Bank Indonesia Bandung sebesar

Rp441,65 miliar atau turun 84,45% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sedangkan uang

logam yang keluar mencapai Rp838,85 juta atau naik 37,80% (qtq). Sementara itu, jumlah bilyet uang

kertas yang keluar mencapai 21,60 juta bilyet atau turun 69,77% (qtq), sedangkan uang logam

mencapai 3,73 keping atau naik 29,59% (qtq)

Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam

melalui Bank Indonesia Bandung

Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping(Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta)

Uang Kertas100,000 1,661,415.10 16.61 228,482.90 2.28 -86.25% -86.25%

50,000 1,017,213.75 20.34 129,790.65 2.60 -87.24% -87.24%20,000 41,586.62 2.08 9,257.82 0.46 -77.74% -77.74%10,000 52,460.43 5.25 27,390.18 2.74 -47.79% -47.79%

5,000 49,573.11 9.91 41,516.63 8.30 -16.25% -16.25%1,000 17,265.86 17.27 5,214.94 5.21 -69.80% -69.80%

Total 2,839,514.87 71.46 441,653.12 21.60 -84.45% -69.77% Uang Logam

1,000 100.00 0.10 234.00 0.23 134.00% 134.00%500 13.50 0.03 14.25 0.03 5.56% 5.56%200 477.00 2.39 495.20 2.48 3.82% 3.82%100 12.19 0.12 92.92 0.93 662.25% 662.25%

50 0.04 0.00 2.00 0.04 4900.00% 4900.00%25 6.03 0.24 0.48 0.02 -92.03% -92.03%

Total 608.76 2.88 838.85 3.73 37.80% 29.59%

Jenis Pecahan

Pertumbuhan (qtq)Tw. IV-2007 Tw. I-2008

Sumber: KBI Bandung

Page 110:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

92

1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Dalam rangka memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat (clean money

policy), Bank Indonesia Bandung secara berkesinambungan melakukan pemusnahan atau

kegiatan pemberian tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak

layak edar (lusuh/rusak). Selama triwulan I-2008, Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan

pemusnahan uang kertas sebanyak 79,02 juta lembar atau meningkat sebesar 7,13% dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan nominalnya, sebagian besar uang yang dimusnahkan

adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-masing sebesar 32,35% dan 42,15% dari total

nominal pemusnahan uang. Sementara itu, berdasarkan lembar pemusnahan, yang paling banyak

dimusnahkan adalah pecahan Rp1.000, Rp5.000, dan Rp50.000 masing-masing sebesar 44,96%,

20,54%, dan 12,43%.

Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

Jan-07 Feb-07 Mar-07

Apr-07 Mei-07

Jun-07 Jul-07 Agust-07

Sept-07

Okt-07 Nov-07

Des-07

Jan-08 Feb-08 Mar-08

Ribu

Bily

et

Sumber: Bank Indonesia

1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil

Dalam manajemen pengedaran uang, salah satu misi yang diemban oleh Bank Indonesia

adalah menjamin tersedianya uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup dan jenis

pecahan yang sesuai. Dalam rangka memenuhi misi tersebut, selain menyediakan loket penukaran

uang, Bank Indonesia Bandung juga melakukan kerjasama dengan tiga Perusahaan Penukaran Uang

Pecahan Kecil (PPUPK) untuk menyalurkan uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat, tanpa

dipungut biaya. Di wilayah kerja KBI Bandung, pelayanan penukaran dilayani oleh PT. Kelola Jasa

Artha, PT. Sectoor Indonesia dan PT. Exa Profity.

Pada triwulan I-2008, nilai uang yang telah ditukarkan melalui PPUPK mencapai Rp62,40

miliar. Pecahan uang kertas yang banyak ditukar adalah pecahan Rp5.000,- senilai Rp37,25 miliar

atau 59,69% dari jumlah keseluruhan. Terbanyak kedua adalah pecahan Rp10.000 dengan nilai

Rp21,63 miliar atau 34,66%.

Page 111:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

93

Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan I-2008

Periode

10,000 5,000 1,000 1,000 500 200 100 50

Januari 8.35 12.73 0.94 0.06 0.00 0.20 0.02 0.00 22.30

Februari 6.35 11.70 0.89 0.12 0.00 0.11 0.03 0.00 19.20

Maret 6.93 12.82 0.92 0.05 0.00 0.15 0.04 0.00 20.90

Tw I- 2008 21.63 37.25 2.75 0.23 0.00 0.45 0.09 0.00 62.40

(%) 34.66% 59.69% 4.41% 0.38% 0.00% 0.73% 0.14% 0.00%

Nominal (Rp Miliar)

Uang Kertas Uang Logam

Total

Sumber: KBI Bandung

1.4. Uang Palsu

Selama triwulan I-2008, jumlah temuan uang rupiah palsu di wilayah KBI Bandung sebanyak

1.008 lembar atau naik 117 lembar dibandingkan dengan triwulan IV-2007. Jumlah temuan

uang palsu yang paling banyak ditemukan adalah uang kertas pecahan Rp50.000 dan pecahan

Rp100.000 masing-masing 34,33% dan 37,00% dari total lembar uang palsu yang ditemukan. Untuk

menekan perkembangan peredaran uang palsu tersebut, KBI Bandung terus melakukan berbagai

upaya, diantaranya melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan, serta

menyediakan sarana informasi hotline service kepada masyarakat serta iklan layanan masyarakat.

2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI

Secara keseluruhan, selama triwulan I-2008 transaksi sistem pembayaran tunai melalui

kliring dan BI-RTGS mengalami penurunan nominal sedangkan volumenya tetap meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan terutama terjadi pada transaksi BI-RTGS,

sedangkan transaksi melalui kliring lokal tetap meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kondisi usaha yang relatif menurun dibandingkan akhir tahun menyebabkan transaksi bisnis melalui

BI-RTGS mengalami penurunan.

Tabel 5.3. Perkembangan Penyelesaian Transaksi Pembayaran Non-Tunai Melalui Kliring Lokal KBI dan RTGS di Jawa Barat (Rata-Rata Per-Bulan)

Setelmen 2008TW I TW II TW III TW IV TW I qtq yoy

Kliring LokalNominal (Rp Triliun) 6.78 6.92 7.45 7.47 7.64 2.34% 12.76%

Volume 366,876 364,216 386,551 365,556 389,183 6.46% 6.08%RTGS

Nominal (Rp Triliun) 27.90 30.71 39.46 34.89 29.71 -14.85% 6.50%Volume 27,143 28,843 33,758 44,070 37,671 -14.52% 38.79%

TotalNominal (Rp Triliun) 34.68 37.64 46.91 42.36 37.36 -11.82% 7.72%

Volume 394,019 393,059 420,309 409,625 426,854 4.21% 8.33%

Pertumbuhan2007

Sumber: www.bi.go.id, KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya

Page 112:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

94

2.1 Kliring lokal

Transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring lokal di wilayah kerja KBI Bandung,

KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon pada triwulan I-2008 mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (kecuali nominal transaski di Tasikmalaya). Rata-

rata nilai transaksi pembayaran antarbank melalui sistem kliring sebesar Rp7,64 triliun per bulan, naik

2,34% (qtq) atau 12,76% (yoy). Sementara rata-rata volume transaksi kliring mencapai 389.183

warkat per bulan, naik 6,46% (qtq) atau 6,08% (yoy). Berdasarkan wilayah kerja, total nilai transaksi

kliring rata-rata per-bulan di wilayah kerja KBI Bandung pada triwulan I-2008 naik 1,52% (qtq) atau

12,65% (yoy) menjadi Rp6,23 triliun, begitu juga jumlah transaksi, naik 6,22% (qtq) atau 6,52% (yoy)

menjadi 314.112 warkat. Di wilayah kerja KBI Cirebon nominal transaksi mencapai Rp0,95 triliun per

bulan atau naik 10,78% (qtq) atau 16,40% (yoy), dengan jumlah warkat 48.657 transaksi per bulan

atau naik 9,76% (qtq) atau 5,20% (yoy). Sementara itu di KBI Tasikmalaya, nilai transaksi Rp0,46

triliun per bulan turun 2,33% (qtq) atau naik 7,16% (yoy) sedangkan jumlah transaksi kliring 26.414

transaksi per bulan naik 3,52% (qtq) atau 2,60% (yoy).

Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun)

Wilayah 2006 2008TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I qtq yoy

Jawa BaratNominal (Rp Triliun) 6.98 6.78 6.92 7.45 7.47 7.64 2.34% 12.76%

Volume (Lembar) 356,259 366,876 364,216 386,551 365,556 389,183 6.46% 6.08%Bandung

Nominal (Rp Triliun) 5.75 5.53 5.67 6.09 6.14 6.23 1.52% 12.65%Volume (Lembar) 284,982 294,879 293,469 310,854 295,709 314,112 6.22% 6.52%

CirebonNominal (Rp Triliun) 0.78 0.82 0.85 0.91 0.86 0.95 10.78% 16.40%

Volume (Lembar) 43,960 46,252 46,239 48,333 44,330 48,657 9.76% 5.20%Tasikmalaya

Nominal (Rp Triliun) 0.45 0.43 0.40 0.45 0.47 0.46 -2.33% 7.16%Volume (Lembar) 27,317 25,745 24,508 27,364 25,517 26,414 3.52% 2.60%

2007 Pertumbuhan

Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya

2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)

RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, mempunyai pangsa hampir

80% dalam sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat. Hal ini disebabkan BI RTGS mempunyai

keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya dapat

diperkecil. Selama triwulan I-2008, perkembangan penyelesaian rata-rata volume transaksi RTGS per

bulan (dari dan ke Jawa Barat) mengalami penurunan 14,85% (qtq), namun secara tahunan tetap

tumbuh 6,50% (yoy). Sementara itu, rata-rata nominal transaksi RTGS, secara triwulanan mengalami

penurunan 14,52%, sedangkan secara tahunan tetap tumbuh 38,79%.

Page 113:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

95

Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata Per Bulan di Jawa Barat

KBI 2008TW I TW II TW III TW IV TW I qtq yoy

KBI BandungNominal (Rp Triliun) 24.88 27.19 35.45 30.42 26.16 -14.02% 5.14%

Volume 22,040 23,479 27,631 37,240 31,575 -15.21% 43.26%KBI Tasikmalaya

Nominal (Rp Triliun) 1.06 1.16 1.33 1.65 1.10 -33.07% 3.47%Volume 1,598 1,722 1,952 2,290 1,727 -24.57% 8.07%

KBI CirebonNominal (Rp Triliun) 1.96 2.36 2.69 2.83 2.45 -13.24% 25.48%

Volume 3,505 3,642 4,175 4,540 4,369 -3.77% 24.65%Jawa Barat

Nominal (Rp Triliun) 27.90 30.71 39.46 34.89 29.71 -14.85% 6.50%Volume 27,143 28,843 33,758 44,070 37,671 -14.52% 38.79%

Pertumbuhan2007

Sumber: www.bi.go.id

Secara triwulanan, rata-rata nominal transaksi RTGS per bulan di KBI Bandung, KBI

Tasikmalaya dan KBI Cirebon masing-masing turun 14,02%,33,07% dan 13,24%,. Volume

transaksi di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon turun masing-masing 15,21%, 24,57%

dan 3,77%. Sebaliknya, dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2007, nominal transaksi

RTGS di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon masing-masing meningkat 5,14%, 3,47% dan

25,48%, sementara itu volumenya tetap meningkat masing-masing 43,26%, 8,07% dan 24,65%.

Page 114:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 115:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Page 116:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

98

Sejalan dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja secara nasional pada tahun 2007,

kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat juga menunjukkan perkembangan yang membaik. Hal

ini tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja serta semakin menurunnya jumlah

pengangguran. Pada tahun 2006, penduduk Jawa Barat yang bekerja berjumlah 15,44 juta orang,

dengan pengangguran yang berjumlah 2,56 juta orang. Sedangkan pada tahun 2007, kondisi

ketenagakerjaan semakin membaik, dimana jumlah tenaga kerja menjadi 17,19 juta orang (meningkat

11,33%) dan jumlah pengangguran menjadi 2,38 juta orang (menurun 7,03%).

Namun demikian, turunnya jumlah pengangguran tidak diikuti oleh menurunnya jumlah

penduduk miskin di Jawa Barat. Selama beberapa tahun terakhir, statistik angka kemiskinan di

Jawa Barat tidak kunjung membaik. Pada tahun 2007, menurut data BKKBN Provinsi Jawa Barat,

persentase penduduk miskin di Jawa Barat sekitar 30,79% dari total jumlah penduduk Jawa Barat

yang sebesar 41.483.729 orang, atau sekitar 12.772.840 orang. Jika dibandingkan dengan angka

pada tahun 2006, terjadi peningkatan statistik angka kemiskinan sebesar 938.569 orang. Dimana

pada tahun 2006, persentase penduduk miskin sekitar 29,05% dari total jumlah penduduk Jawa Barat

yang berjumlah 40.737.594 orang, atau sekitar 11.834.271.

Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Barat, yang merupakan salah satu indikator

kesejahteraan petani, menunjukkan penurunan, yaitu dari 124,71 pada bulan Januari 2007

menjadi 118,68 pada bulan Januari 2008. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga

yang dibayar petani (IB) yang lebih besar dibandingkan kenaikan indeks harga yang diterima petani

(IT).

Belum membaiknya beberapa indikator kesejahteraan, seperti statistik data kemiskinan dan

NTP, sementara di sisi lain pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan yang positif,

menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi di Jawa Barat belum mencapai pertumbuhan

ekonomi yang berkualitas. Beberapa penyebab diantaranya adalah tidak seimbangnya laju

pertumbuhan angkatan kerja dengan laju pertumbuhan lapangan kerja, selain itu investasi yang

masuk ke Jawa Barat sebagian besar berada di sektor usaha yang padat modal, serta laju

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang sebagian besar masih didominasi oleh pertumbuhan konsumsi

masyarakat (Boks 6. Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat).

Page 117:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

99

1. KETENAGAKERJAAN

Walaupun menunjukkan perkembangan

yang cukup baik, tingkat pengangguran di

Jabar masih tergolong tinggi. Pada tahun

2007, pengangguran di Jawa Barat mencapai

2,38 juta orang atau 13,05% dari total angkatan

kerja yang sebesar 18,24 juta orang (Agustus

2007), sedikit menurun dibandingkan tahun

sebelumnya yang mencapai 2,56 juta orang atau

14,58% dari total angkatan kerja yang sebesar

17,56 juta orang (Agustus 2006).

Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat

0

4

8

12

16

20

2005 2006 2007

Penduduk bekerja Pengangguran

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan status daerah, pengangguran banyak terdapat di daerah perkotaan, yaitu

sebesar 1,48 juta atau 62,18% dari total jumlah penganggur di Jabar. Sedangkan sisanya, yaitu

sebesar 0,90 juta (37,82%) terdapat di wilayah perdesaan. Tingginya jumlah pengangguran di

perkotaan antara lain terkait dengan derasnya arus urbanisasi dari wilayah perdesaan ke perkotaan.

Turunnya jumlah pengangguran merupakan cerminan dari peningkatan jumlah penduduk

yang bekerja di Jawa Barat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan penyerapan

tenaga kerja di sektor jasa dan sektor pertanian, yang masing-masing bertambah 0,77 juta orang dan

0,60 juta orang. Sektor lainnya yang mengalami penambahan tenaga kerja adalah sektor perdagangan

(0,28 juta orang), industri (0,02 juta orang), pertambangan (0,02 juta orang), LGA (0,016 juta orang),

dan lainnya (0,29 juta orang). Sementara itu, sektor angkutan, konstruksi, dan keuangan

menunjukkan penurunan jumlah tenaga kerja, masing-masing turun 0,16 juta orang, 0,06 juta orang,

dan 0,04 juta orang.

Grafik 6.2. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan

- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000

Pertanian

Pertambangan

Industri

LGA

Konstruksi

Perdagangan

Angkutan

Keuangan

Jasa

Lainnya

2006 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan

Pertanian26%

Pertambangan1%

Industri16%LGA

0%

Perdagangan25%

Jasa17%

Lainnya2%

Keuangan1%

Angkutan7%

Konstruksi5%

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 118:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

100

Sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat, yaitu

sebesar 4,68 juta orang, atau sekitar 27,20% dari total jumlah tenaga kerja di Jawa Barat

tahun 2007. Lapangan pekerjaan dengan jumlah tenaga kerja kedua terbesar adalah sektor

perdagangan (4,23 juta orang atau 24,59%), diikuti oleh sektor jasa (2,87 juta orang atau 16,72%),

sektor industri (2,71 juta orang atau 15,74%), dan sektor angkutan (1,15 juta orang atau 6,66%).

Grafik 6.4. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan

- 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000

Berusaha Sendiri

Berusaha dibantuburuh tidak tetap

Berusaha dibantuburuh tetap

Buruh/Karyawan

Pekerja tak dibayar

Lainnya

TOTAL

2006 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 6.5. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan

23%

16%

3%44%

11% 3%

Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap

Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan

Pekerja tak dibayar Lainnya

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Seperti kondisi pada tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar pekerja di Jawa Barat

merupakan buruh/karyawan, yaitu sekitar 7,70 juta orang, atau 44,78% dari total jumlah

penduduk yang bekerja di Jawa Barat tahun 2007. Status pekerjaan lainnya adalah berusaha

sendiri (22,80%), berusaha dibantu buruh tidak tetap (15,87%), pekerja tak dibayar (10,54%),

berusaha dibantu buruh tetap (3,44%) dan lainnya (2,57%).

Khusus untuk kelompok pekerja tak dibayar, terjadi peningkatan yang cukup besar

dibandingkan angka pada tahun sebelumnya, yaitu naik 81,55% menjadi 1,81 juta orang.

Tingginya peningkatan jumlah pekerja yang tak dibayar menunjukkan bahwa pemanfaatan tenaga

kerja di Jawa Barat masih belum optimal. Mereka yang masuk kelompok ini, pada umumnya hanya

sekedar membantu usaha yang dilakukan oleh keluarga mereka dengan tingkat produktivitas yang

rendah dan tidak mendapatkan upah/gaji atau sekalipun ada balas jasa yang diterima sangat jauh dari

memadai. Indikator ini dapat menjelaskan kenapa tingginya penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat

belum sepenuhnya berdampak kepada penurunan statistik angka kemiskinan di Jawa Barat. Dengan

tidak diperolehnya pendapatan yang memadai, maka sulit bagi kelompok pekerja tak dibayar untuk

dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Secara umum, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat masih didominasi oleh kelompok

pekerja di sektor informal (pekerja tetap yaitu buruh/karyawan dan pengusaha dengan

pekerja tetap), yaitu sekitar 49,21% dari total jumlah pekerja di Jawa Barat. Sedangkan

sisanya, merupakan pekerja di sektor informal (pekerja yang berusaha sendiri namun menerima

bayaran, pengusaha dengan pekerja tidak tetap, dan pekerja tidak dibayar), yaitu sebesar 48,22%,

Page 119:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

101

dan lainnya (2,57%). Namun demikian, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, persentase jumlah

pekerja di sektor informal semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya peningkatan

jumlah pekerja di sektor formal dibandingkan di sektor informal (lihat Boks. 7. Gambaran Pekerja di

Jawa Barat: Meningkatnya Daya Serap di Sektor Informal).

Selama tahun 2008, Jumlah pengangguran di Jawa Barat diperkirakan masih akan tetap

tinggi. Program konversi minyak tanah ke gas yang saat ini sedang gencar dilaksanakan oleh

pemerintah, diperkirakan akan bedampak kepada hilangnya mata pencaharian sebagian penduduk

Jawa Barat yang selama ini bergantung kepada minyak tanah, seperti pedagang minyak tanah, baik

agen maupun eceran, serta industri pembuat kompor minyak tanah. Hal ini perlu mendapat perhatian

pemerintah daerah, bagaimana mengalokasikan tenaga kerja yang terkena dampak konversi tersebut

kepada sektor/bidang usaha lainnya yang masih prospektif, sehingga tidak berdampak kepada

bertambahnya angka pengangguran di Jawa Barat.

Selain itu, pencabutan subsidi minyak tanah oleh pemerintah akan berdampak kepada

peningkatan biaya produksi para pelaku usaha, terutama dari kalangan usaha mikro, kecil

dan menengah. Jika hal tersebut dibiarkan, maka diperkirakan akan banyak pelaku usaha yang

melakukan rasionalisasi/PHK terhadap tenaga kerjanya, bahkan bukan tidak mungkin akan banyak

pelaku usaha yang gulung tikar.

2. KESEJAHTERAAN

Kesejahteraan Petani

Indikator tingkat kesejahteraan petani di Jawa Barat menunjukkan penurunan dibandingkan

tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari penurunan Nilai Tukar Petani (NTP), yaitu dari 124,71 pada

bulan Januari 2007 menjadi 118,68 pada bulan Januari 2008, atau turun 4,84% (yoy). Penurunan ini

disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang lebih besar dibandingkan

kenaikan indeks harga yang diterima petani (IT). Dengan kata lain, inflasi yang terjadi di perdesaan

lebih tinggi dibandingkan peningkatan pendapatan yang diperoleh oleh para petani.

IT tumbuh 3,41% (yoy), sedangkan IB tumbuh 8,67% (yoy). Pertumbuhan IT terjadi baik pada

indeks tanaman bahan makanan maupun perkebunan rakyat. Sementara itu, pertumbuhan IB

terutama terjadi pada indeks konsumsi rumah tangga, sebesar 8,86% (yoy). Indeks harga konsumsi

rumah tangga merupakan indikator inflasi di daerah pedesaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa di

pedesaan Jawa Barat terjadi inflasi sebesar 8,86% (yoy). Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok aneka

barang dan jasa (9,04%) , diikuti oleh makanan (8,96%), perumahan (8,86%), dan pakaian (7,84%).

Page 120:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

102

Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat

No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Jan '07 Jan '08 Growth NTP (%)

1 Indeks harga yang diterima petani 709,98 734,21 3,41

1.1. Indeks tanaman bahan makanan 732,39 754,44 3,01

- Padi 760,76 734,63 -3,43

- Palawija 587,20 758,23 29,13

- Sayuran 607,31 627,70 3,36

- Buah-buahan 887,42 896,38 1,01

1.2. Indeks tanaman perkebunan rakyat 399,07 453,39 13,61

2 Indeks harga yang dibayar petani 569,32 618,66 8,67

2.1. Indeks konsumsi rumah tangga 528,22 575,05 8,86

- Makanan 566,45 617,20 8,96

- Perumahan 522,65 568,94 8,86

- Pakaian 453,41 488,97 7,84

- Aneka barang & jasa 460,79 502,45 9,04

2.2. Indeks biaya produksi & penambahan barang modal 678,90 734,96 8,26

- Non faktor produksi 532,22 540,43 1,54

- Upah 808,89 892,44 10,33

- Lainnya 304,31 388,61 27,70

- Penambahan barang modal 415,44 439,20 5,72

3 Nilai tukar petani 124,71 118,68 -4,84

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Sampai dengan akhir triwulan I-2008, NTP Jawa Barat diperkirakan akan semakin menurun.

Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya indeks biaya yang harus dibayar oleh petani akibat

tingginya tingkat inflasi akibat kenaikan harga minyak dan pangan dunia. Sementara itu, di sisi lain

produksi pertanian diperkirakan akan menurun akibat bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah

pertanian di Jawa Barat.

Kemiskinan1

Berbeda dengan angka pengangguran yang menunjukkan penurunan, statistik angka

kemiskinan di Jawa Barat justru menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data BKKBN Provinsi

Jawa Barat, statistik angka kemiskinan di Jabar terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2007,

jumlah penduduk miskin berjumlah 12,77 juta orang atau 30,79% dari total penduduk Jabar,

meningkat dibandingkan angka pada tahun 2006 yang menunjukkan angka 11,83 juta atau sekitar

29,05% dari total penduduk Jabar yang berjumlah sekitar 40,74 juta orang.

1 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dapat pula dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

Page 121:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

103

Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat Tahun 2003 - 2007

2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Penduduk (orang)*) 38.132.356 39.140.812 39.960.869 40.737.594 41.483.729Penduduk Miskin (%) 27,81 27,18 28,29 29,05 30,79 Penduduk Miskin (orang)**) 10.604.608 10.638.472 11.304.930 11.834.271 12.772.840Penduduk Miskin (KK) 2.664.478 2.671593 2.861.424 3.018.574 3.310.269 Perubahan (%) 0,27 7,11 5,49 9,66

Sumber: BKKBN Provinsi Jawa Barat *) Suseda Provinsi Jawa Barat **) Dihitung dari persentase penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk di Jawa Barat

Tingginya harga minyak dunia dan beberapa produk strategis lainnya di pasar internasional,

serta bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa Barat berpotensi mendorong

kenaikan harga barang dan jasa selama tahun 2008. Kondisi tersebut diperkirakan akan

berdampak kepada perkembangan beberapa indikator kesejahteraan, termasuk jumlah penduduk

miskin di Jawa Barat.

Selain itu, Upah Minimum Regional Jawa Barat tahun 2008 yang ditetapkan sebesar

Rp568.193,39, atau naik 9,9% dari upah minimum tahun 2007 yang sebesar Rp516.840,

diperkirakan tidak akan terlalu berdampak kepada penurunan jumlah penduduk miskin di

Jawa Barat. Hal ini terjadi karena peningkatan upah tersebut tidak sebanding dengan kenaikan harga

barang dan jasa, terutama untuk barang kebutuhan pokok. Dengan demikian, pendapatan riil

masyarakat diperkirakan tidak akan mengalami perubahan.

Page 122:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

104

BOKS 6.

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT

Salah satu permasalahan pembangunan ekonomi di Jawa Barat adalah belum tercapainya

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata relatif belum

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti diindikasikan oleh tingkat pengangguran dan

jumlah penduduk miskin yang relatif masih tinggi, serta belum meratanya distribusi pendapatan di

antara berbagai golongan masyarakat di Jawa Barat.

Tabel 6.3. Indikator Makro Ekonomi Regional Jawa Barat

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan ekonomi (%)

4.39 4.77 5.61 6.02 6.40

Penduduk Bekerja (juta orang) *

15,01 15,44 17,19

Pengangguran (juta orang)**

2,69 (November)

2,56 (Agustus)

2,38 (Agustus)

Penduduk miskin (juta orang)***

10,56 10,64 11,30 11,83 12,77

Penduduk miskin (%) 27,81 27,18 28,29 29,05 30,79 IPM*** 67,87 68,36 69,35 70,05 70,76 Gini Rasio 0,34 0,34 Realisasi Investasi (PMA & PMDN)*** Investasi (Rp Triliun) 12,99 14,15 18,37 23,74 20,85 Jumlah Proyek (Unit) 225 221 350 285 262 Jumlah TK (orang) 52.933 58.281 97.382 76.161 61.041 Sumber: * Suseda, BPS Jabar. Penduduk yang dimaksud adalah yang berusia 10 tahun ke atas

** Berita Resmi Statistik, BPS Jabar

*** Statistik Pembangunan Gubernur Jawa Barat 2003 - 2008

Faktor-faktor penyebab belum berkualitasnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, antara lain:

1. Masih tingginya tingkat pengangguran di Jawa Barat antara lain disebabkan oleh tidak

seimbangnya laju pertumbuhan angkatan kerja dengan laju pertumbuhan lapangan kerja,

sehingga penyerapan tenaga kerja menjadi lebih terbatas. Investasi yang masuk ke Jawa Barat

lebih banyak yang bersifat padat modal dan teknologi, sehingga belum mampu menyerap

banyak tenaga kerja. Hal ini tercermin dari jumlah realisasi investasi (PMA dan PMDN) yang

setiap tahunnya cenderung menunjukkan peningkatan, namun tidak diikuti dengan penyerapan

tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2003, realisasi investasi di Jabar sebesar

Rp12,99 triliun (dengan jumlah proyek sebanyak 225 unit), meningkat 60,51% menjadi

Rp20,85 triliun (262 unit) pada tahun 2007, atau selama lima tahun terakhir rata-rata

pertahunnya investasi yang masuk ke Jabar sebesar Rp18,02 triliun. Sedangkan jumlah tenaga

kerja yang terserap dari investasi tersebut hanya meningkat 15,32%, yaitu dari 52.933 orang

pada tahun 2003 menjadi 61.041 orang pada tahun 2007, atau rata-rata pertahunnya hanya

menyerap tenaga kerja sebesar 69.160 orang. Artinya secara rata-rata, 1 unit investasi (PMA

dan PMDN) di Jabar hanya dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 257 orang. Bandingkan

Page 123:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

105

dengan rata-rata penambahan angkatan kerja setiap tahunnya di Jabar yang mencapai angka

442.374 orang.

2. Selain itu, investasi yang masuk ke Jawa Barat sebagian besar berada di sektor industri

pengolahan, hanya sedikit yang berada di sektor pertanian. Padahal sektor pertanian

merupakan sektor terbesar yang banyak menyerap tenaga kerja.

3. Keterbatasan akses terhadap sumber daya dan infastruktur yang disebabkan oleh faktor

geografis mengakibatkan terhambatnya kegiatan ekonomi di wilayah-wilayah terpencil.

Contohnya beberapa daerah di wilayah Jawa Barat Selatan.

4. Program pembangunan ekonomi (sarana, prasarana dan infrastruktur) masih banyak terpusat di

daerah perkotaan (urban), yang sebagian besar bergerak di sektor industri, perdagangan dan

jasa. Di perdesaan (rural), yang sebagian besar masyarakatnya bergerak disektor pertanian,

belum sepenuhnya mendapat perhatian pemerintah daerah. Hal ini antara lain tercermin dari

lebih tingginya pertumbuhan ekonomi di wilayah kota daripada di wilayah kabupaten.

5. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebagian besar masih didominasi oleh pertumbuhan

konsumsi masyarakat. Sehingga belum mampu mendorong perkembangan sektor riil secara

optimal, dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan

menjadi lebih terbatas.

6. Kebijakan penetapan upah buruh yang dirasa masih rendah. Rata-rata upah minimum regional

kabupaten/kota/provinsi di Jawa Barat berkisar antara Rp500.000 – Rp900.000. Sebagai

ilustrasi, apabila seorang buruh memiliki tanggungan 1 istri dan 2 orang anak, maka

pendapatan perkapita perhari hanya berkisar antara Rp4.100 – 7.400. Jumlah tersebut dirasa

belum cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

7. Kelompok bahan makanan dan makanan jadi adalah penyumbang terbesar inflasi. Sementara

itu di sisi lain, konsumsi masyarakat berpendapatan rendah sebagian besar dialokasikan untuk

kelompok makanan. Dengan demikian, inflasi yang terjadi akan semakin menambah beban

hidup masyarakat terutama untuk golongan berpendapatan rendah, yang pada akhirnya dapat

berdampak kepada peningkatan jumlah penduduk miskin.

Grafik 6.6. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan Menurut Golongan Pengeluaran Per

Kapita Sebulan di Jawa Barat (Rp)

26,967

47,509

63,830

87,677

115,918

152,327

209,391

335,839

23,940

23,763

28,089

41,941

61,107

94,827

173,066

490,541

< 60.000

60.000 - 79.999

80.000 - 99.999

100.000 - 149.999

150.000 - 199.999

200.000 - 299.999

300.000 - 499.999

500.000 +

Gol

. Pen

gelu

aran

Per

kapi

ta S

ebul

an (R

p)

Makanan Non Makanan

Grafik 6.7. Proporsi Inflasi di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Jan

Feb

Mar

Apr

May Jun Jul

Aug Sep

Oct

Nov

Dec Jan

Feb

Mar

2007 2008

Bhn Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang

Kesehatan Pendiidkan Transpor

Page 124:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

106

Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan kesejahteraan di Jawa Barat, khususnya masalah

pengangguran dan kemiskinan, pada tahun 2008 ini, Pemprov Jabar mencanangkan beberapa

prioritas pembangunan daerah, diantaranya adalah:

1. Pemberdayaan penduduk miskin, melalui:

a. Peningkatan askes pendidikan bagi siswa miskin

b. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin

c. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman bagi penduduk

miskin terutama di desa tertinggal

d. Peningkatan peluang berusaha bagi penduduk miskin

2. Peningkatan kompetensi dan perlindungan ketenagakerjaan, melalui:

a. Peningkatan keterampilan ketenagakerjaan

b. Peningkatan akses peluang kerja dan pasar kerja

c. Peningkatan peran dan fungsi kelembagaan hubungan industrial

3. Peningkatan peran koperasi usaha kecil menengah (KUKM) dan industri kecil dan

menengah (IKM), melalui:

a. Peningkatan SDM KUKM

b. Pengembangan KUKM dan IKM terutama di perdesaan

c. Peningkatan wirausaha baru

d. Pengembangan lembaga keuangan alternatif di perdesaan

4. Peningkatan peluang investasi untuk perluasan kesempatan kerja, melalui:

a. Penyederhanaan prosedur dan kelembagaan perizinan investasi di daerah

b. Optimalisasi perencanaan, pengembangan dan pengendalian promosi untuk menarik

investasi baru

c. Pemberian insentif bagi kegiatan investasi di daerah

Page 125:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

107

BOKS 7.

GAMBARAN PEKERJA DI JAWA BARAT:

MENINGKATNYA DAYA SERAP DI SEKTOR FORMAL

Selama kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu sejak tahun 2003 sampai dengan 2007, jumlah tenaga

kerja (TK) di Jawa Barat menunjukkan trend yang semakin meningkat. Kecuali pada tahun 2004,

pertumbuhan jumlah TK selalu positif. Bahkan pada tahun 2007, jumlah TK menunjukkan perkembangan

yang cukup pesat, tumbuh 11,33%, dari 15,44 juta orang pada tahun 2006 menjadi 17,19 juta orang di

tahun 2007.

Tabel 6.4. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan di Jawa Barat Tahun 2003 - 2007

2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah TK Di Sektor Formal (orang) 6,848,103 7,122,379 7,288,902 7,599,837 8,289,417 Di Sektor Informal (orang) 8,003,207 7,475,932 7,722,100 7,841,802 8,459,037 Total (orang) 14,851,310 14,598,311 15,011,002 15,441,639 17,190,820 Proporsi TK Di Sektor Formal (%) 46.11 48.79 48.56 49.22 48.22 Di Sektor Informal (%) 53.89 51.21 51.44 50.78 49.21 Pertumbuhan TK Di Sektor Formal (%) 4.01 2.34 4.27 9.07 Di Sektor Informal (%) (6.59) 3.29 1.55 7.87 Total (%) (1.70) 2.83 2.87 11.33

Sumber: Suseda Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan status pekerjaan, selama periode tersebut, jumlah TK baik di sektor formal maupun sektor

informal menunjukkan peningkatan. Yang digolongkan sebagai pekerja sektor formal adalah pekerja

tetap yaitu buruh/karyawan dan pengusaha dengan pekerja tetap. Sedangkan pekerja di sektor informal

adalah pekerja yang berusaha sendiri namun menerima bayaran, pengusaha dengan pekerja tidak tetap

dan pekerja tidak dibayar. Hanya saja, bila melihat pertumbuhannya, peningkatan jumlah TK di sektor

formal lebih tinggi dibandingkan sektor informal. Jumlah TK yang berada di sektor formal meningkat

drastis dari 6,85 juta orang pada tahun 2003, menjadi 8,29 juta orang, atau tumbuh 21,05%.

Bandingkan dengan TK di sektor informal, yang hanya tumbuh 5,70%, dari 8 juta orang pada tahun

2003 menjadi 8,46 juta pada tahun 2007.

Lebih tingginya pertumbuhan jumlah TK di sektor formal dibandingkan di sektor informal, menyebabkan

proporsi TK di sektor informal terhadap total TK dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Pada

tahun 2003, proporsi TK di sektor informal tercatat sebesar 53,89%. Namun pada tahun 2007, proporsi

tersebut turun menjadi 49,21%. Bandingkan dengan proporsi di sektor formal yang menunjukkan

peningkatan, dari 46,11% pada tahun 2003 menjadi 48,22% pada tahun 2007.

Lambatnya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor informal antara lain tercermin juga dari

penurunan tenaga kerja di sektor pertanian, dimana sebagian besar kegiatan usaha di sektor tersebut

Page 126:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

108

merupakan kegiatan usaha informal. Berdasarkan periode yang sama, tingkat penyerapan tenaga kerja di

sektor pertanian mengalami penurunan 9,56%, yaitu dari 5,17 juta orang pada tahun 2003 menjadi 4,68

juta orang pada tahun 2007. Penurunan tenaga kerja di sektor pertanian ini antara lain disebabkan oleh

maraknya kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi berbagai industri dan permukinan di Jawa Barat.

Sehingga banyak tenaga kerja di sektor tersebut yang kemudian beralih ke sektor lainnya, seperti industri

dan jasa.

Tabel 6.5. Jumlah Tenaga Kerja Per sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2003 - 2007

Sektor Ekonomi 2003 2004 2005 2006 2007

Growth 2003-2007

(%) Pertanian 5,169,960 4,353,604 4,450,695 4,072,068 4,675,914 (9.56)Pertambangan 121,097 64,068 59,917 107,645 127,662 5.42 Industri 2,328,119 2,569,523 2,743,602 2,682,766 2,705,499 16.21 LGA 49,724 39,839 40,256 42,744 59,080 18.82 Konstruksi 758,444 849,855 902,209 859,655 803,616 5.96 Perdagangan 3,369,794 3,331,241 3,360,849 3,952,332 4,227,627 25.46 Angkutan 1,094,714 1,284,381 1,310,420 1,301,912 1,145,160 4.61 Keuangan 81,751 271,575 270,333 290,887 252,858 209.30 Jasa 1,872,490 1,831,527 1,868,997 2,101,775 2,874,673 53.52 Lainnya 5,217 2,698 3,724 29,855 318,731 6,009.47 Total 14,851,310 14,598,311 15,011,002 15,441,639 17,190,820 15.75

Sumber: Suseda Provinsi Jawa Barat Kondisi sebaliknya terjadi pada sektor formal. Sektor-sektor ekonomi yang merupakan kegiatan usaha

formal, seperti keuangan, jasa, perdagangan, LGA dan industri menunjukkan perkembangan penyerapan

tenaga kerja yang positif. Masing-masing sektor tersebut tumbuh 6.009%, 53%, 25%, 19% dan 16%.

Page 127:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Page 128:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

110

1. PROSPEK EKONOMI MAKRO

Perekonomian Jawa Barat triwulan II-2008 diperkirakan masih berada dalam fase

pertumbuhan yang cukup tinggi dan berkelanjutan, meskipun tekanan inflasi dalam negeri

berpotensi mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2008 diperkirakan berada

pada kisaran 6,70%-7,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2007 yang

sebesar 6,19% (yoy). Membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat tercermin dari hasil SKDU yang

menunjukkan bahwa ekspektasi pelaku usaha terhadap situasi bisnis pada triwulan I-2008 cenderung

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat Grafik 7.1.). Sementara itu, pelaku

usaha juga memperkirakan realisasi kegiatan dunia usaha pada triwulan II-2008 akan lebih baik

dibandingkan periode sebelumnya.

Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis

0

10

20

30

40

50

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II*)

2006 2007 2008

(%)

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Grafik 7.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha

0

10

20

30

40

Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II*)

2006 2007 2008

(%)

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi pendorong utama

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih berada pada level

pertumbuhan yang cukup tinggi, terindikasi dari terjaganya indeks keyakinan konsumen pada level

yang cukup baik dan membaiknya ekspektasi pendapatan. Kegiatan investasi diperkirakan semakin

meningkat, sejalan dengan membaiknya ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi perekonomian

Jawa Barat. Selain itu, pelaksanaan pemilihan kepala daerah Provinsi Jawa Barat yang telah berjalan

dengan aman dan lancar, memberikan sinyal yang positif bagi investor yang akan melakukan investasi

di Jawa Barat. Seiring dengan hal tersebut, kegiatan impor khususnya impor barang modal

diperkirakan masih tetap tumbuh tinggi. Di sisi lain, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan tidak

banyak mengalami perubahan sebagai dampak dari gejolak perekonomian global yang belum

menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Sementara itu, stimulus fiskal diperkirakan meningkat sejalan

dengan dimulainya proyek-proyek pemerintah daerah.

Respon di sisi penawaran ditandai dengan meningkatnya kinerja sektor-sektor dominan di

Jawa Barat. Sektor industri pengolahan diperkirakan masih menjadi penopang utama pertumbuhan,

yang didorong oleh perbaikan kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Permintaan

domestik dan luar negeri terhadap produk kendaraan bermotor pada triwulan II-2008 diperkirakan

Page 129:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

111

masih akan meningkat. Sektor PHR, khususnya subsektor perdagangan, diperkirakan mengalami

peningkatan sejalan dengan pelaksanaan program promosi wisata yang dilakukan pada triwulan II-

2008. Sementara itu, sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan, masih akan tumbuh

walaupun tidak setinggi periode sebelumnya. Kegiatan panen padi di beberapa sentra produksi beras

di Jawa Barat masih berlangsung hingga akhir April 2008.

Secara keseluruhan, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2008 diperkirakan tumbuh pada

kisaran 6,4%-6,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2007 yang

mencapai 6,40% (yoy). Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2008

antara lain adalah dana pilkada gubernur dan dana pilkada bupati/walikota di 16 kabupaten/kota di

Jawa Barat, semakin meluasnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) di

kabupaten/kota di Jawa Barat, meningkatnya anggaran belanja pemerintah di tahun 2008, dan

pencanangan program West Java Tourism Board 2008.

2. PRAKIRAAN INFLASI

Inflasi IHK di Jawa Barat pada triwulan II-2008 diperkirakan masih akan mengalami tekanan

berat, sehingga inflasi pada triwulan tersebut akan lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya, di atas target inflasi nasional 2008 yang sebesar 5%±1% (yoy). Perkembangan ini

berbeda dengan pola tahun-tahun sebelumnya, dimana inflasi pada triwulan II biasanya lebih rendah

dibandingkan triwulan I. Tekanan utama inflasi pada triwulan mendatang masih bersumber dari faktor

eksternal berupa tingginya harga komoditas internasional seperti yang telah terjadi sejak pertengahan

tahun 2007. Kenaikan harga pangan dan energi dunia dikhawatirkan masih berlanjut dan

mengakibatkan kenaikan harga berbagai berbagai komoditas domestik. Di samping harga CPO,

gandum, kedelai, jagung, dan minyak bumi, harga beras dunia juga telah menunjukkan tren

meningkat. Potensi kenaikan harga beras semakin besar karena musim panen raya sudah berlalu. Hal

ini diperkirakan akan berpengaruh terhadap harga beras domestik.

Selain faktor eksternal, tekanan inflasi juga

bersumber dari meningkatnya ekspektasi

publik terhadap inflasi. Perkembangan

ekspektasi masyarakat terhadap inflasi

diindikasikan oleh hasil survei kepada pengusaha

(produsen), pedagang eceran, dan konsumen di

Jawa Barat. Para pengusaha responden SKDU di

Jawa Barat tampaknya masih meyakini akan

terjadi kenaikan harga jual/tarif barang dan jasa

pada triwulan II-2008, namun dengan kenaikan

yang tidak setinggi pada triwulan I-2008. Para

pedagang eceran dan konsumen juga

memperkirakan harga barang secara umum pada awal 2008 akan mengalami kenaikan (Grafik 7.4

dan 7.5). Menurut konsumen, kenaikan harga diperkirakan akan terjadi terutama pada kelompok

Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa

-1

0

1

2

3

4

5

T. I T. II T. III T. IV T. I T. II

2007 2008

% (inflasi)

0

5

10

15

20

25SBT

SBT hasil SKDU Inflasi gab. 7 kota (qtq)

Sumber: hasil SKDU-KBI Bandung, BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

Page 130:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

112

bahan makanan; kelompok makanan, jadi, minuman, listrik, gas, dan bahan bakar; serta kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.

Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2007 2008

% (inflasi)

70

80

90

100

110

120

130

140

150SB

SPE* SPE** SPE*** Inflasi Gab.7 Kota (mtm)

Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE**= Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE***= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada tahun berjalan.

Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa

-0.5

-0.3-0.1

0.10.3

0.5

0.70.9

1.11.3

1.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2007 2008

% (inflasi)

100

110120

130140

150

160170

180190

200SB

SK* SK** Inflasi Gab.7 Kota (mtm)

Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung, diolah. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen pada SK 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SK**= Ekspektasi konsumen pada SK 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs.

Perkembangan ini tentunya memerlukan penanganan yang lebih serius baik dari pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah, serta dukungan dari pelaku usaha dan masyarakat.

Pemerintah diharapkan dapat menciptakan berbagai kebijakan untuk untuk menjamin pasokan barang

kebutuhan pokok guna mengantisipasi kenaikan harga yang bersumber dari dalam negeri. Di samping

itu, pemerintah daerah juga perlu mendukung kestabilan harga di wilayahnya, antara lain melalui

pengawasan guna menjamin kelancaran distribusi barang serta mencegah terjadinya tindakan-

tindakan spekulatif yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Adapun pelaku usaha

diharapkan dapat melakukan efisien guna menekan biaya produksi, sehingga kenaikan harganya

dapat diminimalisir.

Page 131:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

LAMPIRAN

Page 132:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

LAMPIRAN

114

1. EKONOMI MAKRO

Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Milyar Rupiah)

2007 2008*) SEKTOR EKONOMI

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

Pertanian 7,713.54 9,553.28 9,181.74 9,090 10,531

Pertambangan & Penggalian 1,692.94 1,652.36 1,651.36 1,510 1,453

Industri Pengolahan 29,115.73 29,592.55 30,289.27 30,890 30,147

Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,492.53 1,478.04 1,521.32 1,570 1,569

Bangunan/Konstruksi 2,139.49 2,184.42 2,249.30 2,130 2,221

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,678.50 13,876.64 14,807.26 15,710 14,362

Pengangkutan dan Komunikasi 3,021.01 3,015.66 3,048.01 3,040 3,012

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

2,069.30 2,121.46 2,174.84 2,050 2,068

Jasa-Jasa 4,638.55 4,685.14 4,710.44 4,690 4,712

PDRB 65,561.59 68,159.54 69,633.52 70,680 69,900

*) Proyeksi KBI Bandung

Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Milyar Rupiah)

2007 2008*) JENIS PENGGUNAAN

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

Konsumsi Rumah Tangga 42,716 44,284 44,530 46,010 45,088

Konsumsi Pemerintah 3,378 4,471 4,310 6,000 3,409

Pembentukan Modal Tetap Bruto 11,233 11,501 12,320 12,770 12,074

Perubahan Inventori 1,774 1,775 1,960 1,680 1,828

Deskrepansi Statistik -2,215 -371 1,280 340 944

Ekspor Barang dan Jasa 35,864 35,829 35,220 33,820 37,155

Dikurangi Impor 27,189 29,331 29,990 29,940 30,600

PDRB 65,561 68,159 69,630 70,680 69,900

*) Proyeksi KBI Bandung

Page 133:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

LAMPIRAN

115

2. INFLASI

Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Januari 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 1.55 1.67 1.81 0.43 3.94 2.38 0.69 1.67

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1.74 0.05 1.14 0.79 1.59 2.31 2.70 1.12

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

2.37 3.35 1.76 0.29 0.67 0.84 0.66 2.38

4 Sandang 1.13 1.22 1.77 1.48 0.97 -0.10 1.90 1.24

5 Kesehatan 0.24 1.86 0.00 0.39 0.69 0.29 0.00 0.76

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

0.00 0.16 4.08 0.01 -0.01 0.03 0.00 0.70

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

0.06 0.15 0.05 0.10 0.12 0.16 3.20 0.12

Umum 1.39 1.40 1.46 0.47 1.74 1.40 1.57 1.37 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Februari 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 1.96 3.32 2.40 2.90 2.13 1.76 4.66 2.55

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

0.22 0.54 2.89 0.60 0.34 0.94 1.23 0.81

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

-0.82 1.24 0.33 0.67 0.23 0.42 0.35 0.12

4 Sandang 1.65 -0.18 3.28 0.60 0.78 2.49 1.40 1.25 5 Kesehatan 13.09 0.05 0.44 1.06 0.59 0.04 0.94 5.08

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

0.03 0.36 0.00 -0.02 0.01 -0.03 0.00 0.12

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

-0.02 -0.06 -0.05 1.02 -0.02 0.09 0.01 0.00

Umum 0.80 1.27 1.40 1.39 0.83 0.95 1.84 1.09 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.C Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Maret 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 1.77 2.39 2.72 2.07 0.54 -0.90 -0.47 1.96

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

1.45 0.15 0.18 0.19 2.36 0.43 4.02 0.85

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

-0.48 -0.44 0.46 0.17 0.44 0.90 0.33 -0.22

4 Sandang -0.17 0.90 3.01 1.30 0.70 1.68 0.77 0.83 5 Kesehatan 0.20 0.11 0.13 0.45 3.69 -0.01 0.13 0.28

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

0.00 0.00 0.00 0.04 -0.36 0.37 0.08 0.00

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.06 0.05 0.04 0.11 0.06 0.26 0.26 0.06

Umum 0.60 0.61 0.98 0.86 0.91 0.21 1.21 0.68 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 134:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

LAMPIRAN

116

Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I-2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 5.37 7.55 7.10 5.48 6.72 3.24 4.89 6.30

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 3.43 0.75 4.25 1.58 4.35 3.71 8.13 2.80

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1.04 4.17 2.57 1.14 1.35 2.18 1.34 2.27

4 Sandang 2.62 1.95 8.28 3.42 2.47 4.11 4.12 3.35 5 Kesehatan 13.58 2.03 0.58 1.92 5.02 0.32 1.07 6.18

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

0.03 0.52 4.08 0.03 -0.37 0.37 0.08 0.82

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

0.11 0.14 0.04 1.23 0.16 0.51 3.48 0.18

Umum 2.81 3.31 3.89 2.75 3.52 2.57 4.69 3.17 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Maret 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 10.61 12.71 11.91 11.43 14.43 7.88 8.20 11.53

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 5.41 2.69 6.23 6.89 6.54 7.67 13.41 5.05

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 5.49 6.51 2.74 3.49 5.62 5.84 5.91 5.27

4 Sandang 15.82 11.88 15.61 7.73 7.82 9.47 21.48 13.76 5 Kesehatan 14.94 4.60 6.21 7.66 12.18 6.47 11.16 9.37

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

9.22 4.92 12.28 5.26 7.20 3.67 2.27 7.94

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

1.05 1.05 0.71 2.42 0.92 2.33 5.38 1.10

Umum 7.00 6.62 6.58 7.09 8.17 6.52 9.77 6.88

Page 135:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

LAMPIRAN

117

3. DATA PERBANKAN

Tabel 3.A. Indikator Bank Umum di Jawa Barat Posisi bulan Maret 2008 (Rp Triliun)

Bank Umum Konvensional

Pos Tertentu

Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 q-t-q y-o-yTotal Aset 118.82 122.65 124.99 136.39 133.59 -2.05 12.44DPK 92.24 95.80 95.91 105.57 101.76 -3.61 10.32Kredit bank pelapor 58.67 62.39 66.03 69.74 70.98 1.77 20.99Kredit lokasi proyek 102.05 109.46 115.50 122.52 124.25*) 1.42 21.76LDR % 63.60 65.13 68.85 66.06 69.75Rasio Gross NPLs (%) 4.31 4.13 3.92 3.44 3.78

%2007 2008

Keterangan: * data s.d. Februari 2008 Sumber: LBU KBI Bandung

Bank Umum Syariah

2008

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I*) qtq yoy

Total Aset (Rp Triliun) 3.3 3.32 3.41 3.55 4.07 4.05 -0.43% 24.53%

DPK (Rp Triliun) 2.43 2.46 2.5 2.59 3.14 3.19 1.58% 33.89%

Pembiayaan (Rp Triliun) 2.34 2.39 2.56 2.76 2.84 2.95 3.70% 29.26%

- FDR (%) 96.08 96.97 102.21 106.77 90.34 92.34

NPF (%) 4.96 6.6 8.2 7.87 5.83 5.75

*) Posisi bulan Februari 2008

Indikator 2006

2007 Pertumbuhan

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 136:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

LAMPIRAN

118

Tabel 3.B. DPK, Kredit, dan NPL Kabupaten/Kota Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta) Maret 2008.

NOMINAL %Kota Bogor 10,252,988 5,122,884 49.96479075 275,381 5.38 Kota Tasikmalaya 2,526,201 2,824,071 111.7912233 128,842 4.56 Kab. Cianjur 1,332,051 1,138,806 85.49267258 50,405 4.43 Kab. Bandung 1,578,714 1,295,231 82.04342268 56,722 4.38 Kab. Tasikmalaya 119,859 258,761 215.8878349 10,963 4.24 Kota Bandung 54,810,965 34,165,964 62.33417711 1,411,064 4.13 Kab. Purwakarta 979,048 1,427,520 145.8069472 57,463 4.03 Kota Bekasi 4,462,963 4,997,644 111.980404 187,889 3.76 Kota Cirebon 5,511,266 4,423,189 80.25722221 154,136 3.48 Kab. Sukabumi 431,568 511,692 118.565788 17,327 3.39 Kota Sukabumi 2,400,476 1,710,768 71.26786521 54,641 3.19 Kab. Indramayu 765,309 966,216 126.2517493 30,282 3.13 Kab. Karawang 2,561,552 1,781,836 69.56079752 52,034 2.92 Kab. Garut 958,246 1,324,141 138.1838275 35,481 2.68 Kab. Ciamis 382,588 451,268 117.9514256 11,313 2.51 Kab. Sumedang 658,366 983,912 149.4475717 24,201 2.46 Kota Banjar 493,384 615,368 124.7239473 13,533 2.20 Kab. Subang 823,479 1,194,668 145.0757093 25,994 2.18 Kab. Bekasi 3,002,312 1,296,360 43.1787236 27,379 2.11 Kab. Bogor 1,846,193 1,367,681 74.0811497 23,523 1.72 Kota Depok 3,950,722 1,052,800 26.64829365 17,441 1.66 Kota Cimahi 1,418,356 1,182,500 83.37117057 11,199 0.95 Kab. Kuningan 284,578 461,442 162.1495688 3,469 0.75 Kab. Majalengka 206,405 422,552 204.7198469 664 0.16

Jawa Barat 101,757,589 70,977,274 69.75133226 2,681,346 3.78

NPLKABUPATEN/KOTA DPK KREDIT LDR

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 137:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

DAFTAR ISTILAH

Page 138:  · Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi

DAFTAR ISTILAH

120

DAFTAR ISTILAH

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.

Share of Growth Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Sektor ekonomi dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Share effect Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

Administered Price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.