· Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi...

98
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur TRIWULAN IV 2014

Transcript of  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi...

Page 1:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONALProvinsi Nusa Tenggara Timur

TRIWULANIV 2014

Page 2:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,

Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada

periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari

eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Februari 2015

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Penerbit :

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT

Telp : [0380] 832-047

Fax : [0380] 822-103

Email : [email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

ii

Page 3:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,

Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada

periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari

eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Februari 2015

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Penerbit :

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT

Telp : [0380] 832-047

Fax : [0380] 822-103

Email : [email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

ii

Page 4:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulanan

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

BOKS 1. Perubahan Tahun Dasar Dalam Perhitungan PDRB

BOKS 2. NTT Menuju Provinsi Produsen Ternak Sapi

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI

2.1 Kondisi Umum

2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan NTT (mtm)

2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan NTT (qtq)

2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan NTT (yoy)

2.5 Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT

2.5.1 Volatile Food

2.5.2 Administered Prices

2.5.3 Inflasi Inti (Core)

2.6 Inflasi NTT Berdasarkan Kota

2.6.1 Inflasi Kota Kupang

2.6.2 Inflasi Kota Maumere

BOKS. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

3.1 Kondisi Umum

3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum

3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif

3.2.2 Dana Pihak Ketiga

i

iii

v

viii

x

xii

xv

1

1

3

4

10

15

18

23

23

24

25

26

27

28

28

28

29

29

30

32

37

37

39

40

40

Daftar Isi

v

Page 5:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulanan

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

BOKS 1. Perubahan Tahun Dasar Dalam Perhitungan PDRB

BOKS 2. NTT Menuju Provinsi Produsen Ternak Sapi

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI

2.1 Kondisi Umum

2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan NTT (mtm)

2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan NTT (qtq)

2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan NTT (yoy)

2.5 Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT

2.5.1 Volatile Food

2.5.2 Administered Prices

2.5.3 Inflasi Inti (Core)

2.6 Inflasi NTT Berdasarkan Kota

2.6.1 Inflasi Kota Kupang

2.6.2 Inflasi Kota Maumere

BOKS. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

3.1 Kondisi Umum

3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum

3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif

3.2.2 Dana Pihak Ketiga

i

iii

v

viii

x

xii

xv

1

1

3

4

10

15

18

23

23

24

25

26

27

28

28

28

29

29

30

32

37

37

39

40

40

Daftar Isi

v

Page 6:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan

3.2.4 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah

3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau

3.5 Sistem Pembayaran

3.5.1 Transaksi Non-Tunai

3.5.2 Transaksi Tunai

BOKS. Gerakan Nasional Non-Tunai

BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH

4.1 Kondisi Umum

4.2 Pendapatan Daerah

4.3 Belanja Daerah

BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

5.1 Kondisi Umum

5.2 Perkembangan Kesejahteraan

5.2.1 Kondisi Kesejahteraan Umum

5.2.2 Tingkat Kemiskinan

5.2.3 Rasio Gini

5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

5.3 Perkembangan Ketenagakerjaan

5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum

5.3.2 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang

5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1 Sisi Sektoral

6.1.2 Sisi Penggunaan

6.2 Inflasi

6.3 Prospek Perkembangan Ekonomi NTT Tahun 2015

6.3.1 Pertumbuhan Ekonomi

6.3.2 Perkembangan Inflasi

BOKS. Potensi Kemaritiman di NTT

41

43

44

46

47

47

49

61

65

65

66

68

75

75

75

75

76

78

78

79

79

81

82

85

85

86

86

87

88

88

89

90

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan NTT

Grafik 1.2 Struktur PDRB NTT

Grafik 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)

Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran

Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini

Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen

Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT

Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto

Grafik 1.12 Konsumsi Semen

Grafik 1.13 Net Impor Antar Daerah

Grafik 1.14 Aktivitas Kontainer

Grafik 1.15 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.16 Pergerakan Net Impor

Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara

Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT

Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor dan Impor NTT

Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi

Grafik 1.21 Pengiriman Ternak

Grafik 1.22 Perkembangan Kredit

Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy)

Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)

Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran

Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)

Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT

Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT

Grafik 2.3 Inflasi Sub Kelompok Komoditas di NTT

Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (Triwulanan)

Grafik 2.5 Inflasi Triwulan IV dalam 5 Tahun Terakhir

1

2

4

5

6

6

6

6

6

6

7

7

8

8

8

8

9

9

9

10

11

11

11

11

12

12

12

23

23

25

26

27

Daftar GrafikDaftar Isi

viivi

Page 7:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan

3.2.4 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah

3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau

3.5 Sistem Pembayaran

3.5.1 Transaksi Non-Tunai

3.5.2 Transaksi Tunai

BOKS. Gerakan Nasional Non-Tunai

BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH

4.1 Kondisi Umum

4.2 Pendapatan Daerah

4.3 Belanja Daerah

BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

5.1 Kondisi Umum

5.2 Perkembangan Kesejahteraan

5.2.1 Kondisi Kesejahteraan Umum

5.2.2 Tingkat Kemiskinan

5.2.3 Rasio Gini

5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

5.3 Perkembangan Ketenagakerjaan

5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum

5.3.2 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang

5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1 Sisi Sektoral

6.1.2 Sisi Penggunaan

6.2 Inflasi

6.3 Prospek Perkembangan Ekonomi NTT Tahun 2015

6.3.1 Pertumbuhan Ekonomi

6.3.2 Perkembangan Inflasi

BOKS. Potensi Kemaritiman di NTT

41

43

44

46

47

47

49

61

65

65

66

68

75

75

75

75

76

78

78

79

79

81

82

85

85

86

86

87

88

88

89

90

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan NTT

Grafik 1.2 Struktur PDRB NTT

Grafik 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)

Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran

Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini

Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen

Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT

Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto

Grafik 1.12 Konsumsi Semen

Grafik 1.13 Net Impor Antar Daerah

Grafik 1.14 Aktivitas Kontainer

Grafik 1.15 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.16 Pergerakan Net Impor

Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara

Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT

Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor dan Impor NTT

Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi

Grafik 1.21 Pengiriman Ternak

Grafik 1.22 Perkembangan Kredit

Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy)

Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)

Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran

Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)

Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT

Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT

Grafik 2.3 Inflasi Sub Kelompok Komoditas di NTT

Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (Triwulanan)

Grafik 2.5 Inflasi Triwulan IV dalam 5 Tahun Terakhir

1

2

4

5

6

6

6

6

6

6

7

7

8

8

8

8

9

9

9

10

11

11

11

11

12

12

12

23

23

25

26

27

Daftar GrafikDaftar Isi

viivi

Page 8:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas Tahun 2015

Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT

Grafik 2.8 Indeks Ekpektasi Konsumen

Grafik 2.9 Indeks Ekpektasi Produsen

Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang

Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Komoditas (triwulanan)

Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere

Grafik 2.13 Inflasi Maumere Per Komoditas (triwulanan)

Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Bank Umum

Grafik 3.2 Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum

Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Kinerja Bank Umum

Grafik 3.4 Perkembangan LDR dan NPL

Grafik 3.5 Perkembangan LDR

Grafik 3.6 Perkembangan Undisbursed Loan

Grafik 3.7 Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank

Grafik 3.8 Pertumbuhan DPK

Grafik 3.9 Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK

Grafik 3.10 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

Grafik 3.11 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.12 Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.13 Pendorong Kredit Berdasarkan Sektor Utama

Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan BI Rate

Grafik 3.16 Perkembangan Kredit UMKM

Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi

Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK

Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan

Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL

Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

Grafik 3.23 Perkembangan Aset Bank Umum dan BPR Berdasarkan Pulau

Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong

27

28

29

29

29

29

30

30

37

37

38

38

40

40

40

41

41

41

42

42

42

43

43

44

44

45

45

45

45

46

46

48

48

Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS

Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di NTT

Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di NTT

Grafik 4.5 Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.6 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten/ Kota di NTT

Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT

Grafik 4.9 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT

Grafik 4.10 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.11 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota pada Perbankan di Wilayah NTT

Grafik 5.1 Perkembangan Indeks Penghasilan di NTT

Grafik 5.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di NTT

Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT

Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di NTT

Grafik 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan di Provinsi NTT

Grafik 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi NTT

Grafik 5.7 Rasio Gini di Provinsi NTT

Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral

Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja

Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal

Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Manufaktur Besar/Sedang NTT

Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan Provinsi NTT

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha

Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha

Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT

Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen

48

49

66

67

67

67

67

68

68

69

69

70

70

76

76

76

77

77

77

78

80

81

81

81

81

82

85

86

86

87

87

88

88

Daftar Grafik Daftar Grafik

ixviii

Page 9:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas Tahun 2015

Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT

Grafik 2.8 Indeks Ekpektasi Konsumen

Grafik 2.9 Indeks Ekpektasi Produsen

Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang

Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Komoditas (triwulanan)

Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere

Grafik 2.13 Inflasi Maumere Per Komoditas (triwulanan)

Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Bank Umum

Grafik 3.2 Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum

Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Kinerja Bank Umum

Grafik 3.4 Perkembangan LDR dan NPL

Grafik 3.5 Perkembangan LDR

Grafik 3.6 Perkembangan Undisbursed Loan

Grafik 3.7 Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank

Grafik 3.8 Pertumbuhan DPK

Grafik 3.9 Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK

Grafik 3.10 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

Grafik 3.11 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.12 Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.13 Pendorong Kredit Berdasarkan Sektor Utama

Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan BI Rate

Grafik 3.16 Perkembangan Kredit UMKM

Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi

Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK

Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan

Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL

Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

Grafik 3.23 Perkembangan Aset Bank Umum dan BPR Berdasarkan Pulau

Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong

27

28

29

29

29

29

30

30

37

37

38

38

40

40

40

41

41

41

42

42

42

43

43

44

44

45

45

45

45

46

46

48

48

Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS

Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di NTT

Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di NTT

Grafik 4.5 Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.6 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten/ Kota di NTT

Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT

Grafik 4.9 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT

Grafik 4.10 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.11 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota pada Perbankan di Wilayah NTT

Grafik 5.1 Perkembangan Indeks Penghasilan di NTT

Grafik 5.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di NTT

Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT

Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di NTT

Grafik 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan di Provinsi NTT

Grafik 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi NTT

Grafik 5.7 Rasio Gini di Provinsi NTT

Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral

Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja

Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal

Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Manufaktur Besar/Sedang NTT

Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan Provinsi NTT

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha

Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha

Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT

Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen

48

49

66

67

67

67

67

68

68

69

69

70

70

76

76

76

77

77

77

78

80

81

81

81

81

82

85

86

86

87

87

88

88

Daftar Grafik Daftar Grafik

ixviii

Page 10:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral

Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

Tabel 1.5 Penanaman Modal di NTT

Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang

Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)

Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)

Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)

Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)

Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT

Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi di Bulanan di NTT

Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT

Tabel 2.4 Inflasi NTT Per Kelompok Komoditas (Tahunan)

Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Kupang

Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Maumere

Tabel 3.1 Perkembangan Transaksi SKNBI

Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi RTGS

Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai

Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR

Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau

Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran Pulau

Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran

Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ KotaDi Provinsi NTT

Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT

Tabel 5.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT

Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT

Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan

Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Lapangan Kerja Utama

Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT

2

3

3

4

6

11

13

13

13

14

24

25

25

26

30

31

39

39

39

45

47

47

60

70

71

76

78

79

79

55

82

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat dibandingkan

tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat dibandingkan tahun

2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada tahun 2014 lebih tinggi

dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy).

Dari sisi penggunaan, pelambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh

melambatnya kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Kegiatan konsumsi, terutama

konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,59% (yoy) melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19%

(yoy). Selain itu pertumbuhan net impor dari daerah lain yang mencapai 36,41% (yoy) mendorong perlambatan

ekonomi di Provinsi NTT.

Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan, sementara

sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan. Penurunan realisasi pada belanja 1Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang baru mencapi 63,7% diduga menjadi salah satu faktor terjadinya

perlambatan pada tahun 2014.

Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan seiring perayaan natal dan

tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-2014. Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir

tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan

inflasi nasional. Inflasi tahunan pada periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi

triwulan sebelumnya yang sebesar 4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang

mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi

NTT selalu berada di atas nasional.

Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada

bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara

umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian

dan kacang-kacangan menjadi berkurang.

Tingginya inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok inflasi. Inflasi pada

komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar

5,49% (yoy) pada tahun 2014. Musim kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak

terhadap peningkatan harga bahan pangan. Inflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten

tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Inflasi kelompok inti

selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar 4,87% (yoy).

Ringkasan Umum

PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Daftar Tabel

xiix RINGKASAN UMUM

Page 11:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral

Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

Tabel 1.5 Penanaman Modal di NTT

Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang

Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)

Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)

Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)

Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)

Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT

Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi di Bulanan di NTT

Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT

Tabel 2.4 Inflasi NTT Per Kelompok Komoditas (Tahunan)

Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Kupang

Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Maumere

Tabel 3.1 Perkembangan Transaksi SKNBI

Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi RTGS

Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai

Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR

Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau

Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran Pulau

Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran

Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ KotaDi Provinsi NTT

Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT

Tabel 5.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT

Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT

Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan

Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Lapangan Kerja Utama

Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT

2

3

3

4

6

11

13

13

13

14

24

25

25

26

30

31

39

39

39

45

47

47

60

70

71

76

78

79

79

55

82

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat dibandingkan

tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat dibandingkan tahun

2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada tahun 2014 lebih tinggi

dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy).

Dari sisi penggunaan, pelambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh

melambatnya kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Kegiatan konsumsi, terutama

konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,59% (yoy) melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19%

(yoy). Selain itu pertumbuhan net impor dari daerah lain yang mencapai 36,41% (yoy) mendorong perlambatan

ekonomi di Provinsi NTT.

Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan, sementara

sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan. Penurunan realisasi pada belanja 1Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang baru mencapi 63,7% diduga menjadi salah satu faktor terjadinya

perlambatan pada tahun 2014.

Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan seiring perayaan natal dan

tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-2014. Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir

tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan

inflasi nasional. Inflasi tahunan pada periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi

triwulan sebelumnya yang sebesar 4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang

mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi

NTT selalu berada di atas nasional.

Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada

bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara

umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian

dan kacang-kacangan menjadi berkurang.

Tingginya inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok inflasi. Inflasi pada

komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar

5,49% (yoy) pada tahun 2014. Musim kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak

terhadap peningkatan harga bahan pangan. Inflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten

tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Inflasi kelompok inti

selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar 4,87% (yoy).

Ringkasan Umum

PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Daftar Tabel

xiix RINGKASAN UMUM

Page 12:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif melambat

yang disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit masyarakat oleh

perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

DPK menyebabkan peningkatan risiko likuiditas perbankan dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada

Triwulan IV 2014, namun hal tersebut masih berada pada batas aman.

Dari sisi kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25%

(yoy). Total kredit bank umum berdasarkan lokasi kantor cabang mencapai angka sebesar Rp. 17,41 triliun meningkat

sebesar 13,69% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang

melambat cukup signifikan dari sebesar 20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV

2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun seiring dengan adanya penurunan deposito dan giro pemerintah.

Sistem pembayaran non-tunai pada Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya

transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan peningkatan transaksi RTGS, sementara sistem

pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem pembayaran non-tunai menunjukkan adanya

peningkatan aktivitas ekonomi seiring dengan adanya realisasi investasi di akhir tahun 2014 serta peningkatan

kesadaran penggunaan instrumen pembayaran non-tunai. Hal ini juga tampak dari pelambatan transaksi tunai yang

dilakukan oleh masyarakat.

Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34

triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan

APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak

dikenakan target perolehan pendapatan pajak.

Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total

target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh

rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data

terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan

adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal.

Pada triwulan IV 2014, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan oleh kondisi ketenagakerjaan dan

kemiskinan menunjukkan perbaikan. Hal ini tercermin dari persentase penduduk miskin yang menurun menjadi

19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara

Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai dampak

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

KEUANGAN PEMERINTAH

KETANAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator

kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy) dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan

tenaga kerja yang sama.

Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan sebelumnya.

Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang 4,45% -

4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada rentang

5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih rendah

dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).

Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring beberapa daerah yang telah memasuki

musim panen. Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami

sedikit peningkatan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi

diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku

dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.

Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi Konsumen

(ITK) BPS dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Perlambatan kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan akan

terjadi sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya.

Pada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan I

2014 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan

bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun

yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota.

PROSPEK PEREKONOMIAN

xiiixii RINGKASAN UMUM RINGKASAN UMUM

Page 13:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif melambat

yang disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit masyarakat oleh

perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

DPK menyebabkan peningkatan risiko likuiditas perbankan dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada

Triwulan IV 2014, namun hal tersebut masih berada pada batas aman.

Dari sisi kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25%

(yoy). Total kredit bank umum berdasarkan lokasi kantor cabang mencapai angka sebesar Rp. 17,41 triliun meningkat

sebesar 13,69% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang

melambat cukup signifikan dari sebesar 20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV

2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun seiring dengan adanya penurunan deposito dan giro pemerintah.

Sistem pembayaran non-tunai pada Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya

transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan peningkatan transaksi RTGS, sementara sistem

pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem pembayaran non-tunai menunjukkan adanya

peningkatan aktivitas ekonomi seiring dengan adanya realisasi investasi di akhir tahun 2014 serta peningkatan

kesadaran penggunaan instrumen pembayaran non-tunai. Hal ini juga tampak dari pelambatan transaksi tunai yang

dilakukan oleh masyarakat.

Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34

triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan

APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak

dikenakan target perolehan pendapatan pajak.

Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total

target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh

rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data

terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan

adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal.

Pada triwulan IV 2014, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan oleh kondisi ketenagakerjaan dan

kemiskinan menunjukkan perbaikan. Hal ini tercermin dari persentase penduduk miskin yang menurun menjadi

19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara

Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai dampak

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

KEUANGAN PEMERINTAH

KETANAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator

kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy) dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan

tenaga kerja yang sama.

Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan sebelumnya.

Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang 4,45% -

4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada rentang

5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih rendah

dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).

Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring beberapa daerah yang telah memasuki

musim panen. Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami

sedikit peningkatan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi

diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku

dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.

Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi Konsumen

(ITK) BPS dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Perlambatan kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan akan

terjadi sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya.

Pada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan I

2014 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan

bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun

yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota.

PROSPEK PEREKONOMIAN

xiiixii RINGKASAN UMUM RINGKASAN UMUM

Page 14:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Produk Domestik Regional Bruto (yoy %)

Berdasarkan Sektor / Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

2011 2012 2013 2014

5,67%

2,02%

5,43%

5,76%

14,72%

5,12%

8,98%

7,09%

6,69%

6,26%

7,05%

11,31%

6,36%

7,44%

8,48%

5,80%

6,32%

3,69%

5,65%

-0,44%

6,49%

-5,10%

102,61%

-6,20%

-15,85%

0,98%

21.110

84.057

12.125

24.185

5,46%

2,98%

6,18%

6,00%

9,48%

4,87%

7,11%

6,51%

4,61%

5,94%

7,11%

10,84%

6,14%

5,83%

7,13%

5,78%

5,57%

2,30%

4,81%

20,55%

5,92%

18,81%

53,58%

4,40%

39,86%

19,40%

16.065

36.836

65.778

275.040

5,42%

2,72%

5,03%

4,86%

7,59%

6,66%

5,24%

7,46%

5,55%

7,34%

6,11%

12,11%

5,47%

5,12%

7,33%

6,49%

5,99%

3,84%

6,19%

5,99%

3,72%

11,50%

-58,56%

-19,72%

18,02%

-4,81%

21.603

52.360

15.382

48.712

5,04%

3,59%

5,40%

3,37%

13,09%

4,82%

5,20%

4,91%

6,55%

6,25%

7,65%

6,70%

1,43%

4,90%

5,93%

6,23%

3,67%

4,38%

5,59%

14,72%

14,93%

24,53%

124,51%

40,60%

-36,23%

36,41%

16.869

50.011

16.194

74.660

II. INFLASI

URAIAN2012 2013 2014

I II III IV I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

140,80

139,94

146,43

3,60

3,11

6,21

143,05

141,74

151,64

5,02

4,37

8,45

144,66

143,21

154,19

5,21

4,66

8,07

146,72

145,43

155,17

5,33

5,10

6,49

150,80

149,82

157,23

7,11

7,06

7,38

150,64

149,62

157,29

5,26

5,56

3,73

156,78

155,92

162,40

8,29

8,88

5,32

159,15

158,28

164,85

8,41

8,84

6,24

112,52

112,91

110,00

7,78

7,99

6,39

113,27

113,63

110,93

8,10

8,31

6,70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

xvRINGKASAN UMUM

Page 15:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Produk Domestik Regional Bruto (yoy %)

Berdasarkan Sektor / Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

2011 2012 2013 2014

5,67%

2,02%

5,43%

5,76%

14,72%

5,12%

8,98%

7,09%

6,69%

6,26%

7,05%

11,31%

6,36%

7,44%

8,48%

5,80%

6,32%

3,69%

5,65%

-0,44%

6,49%

-5,10%

102,61%

-6,20%

-15,85%

0,98%

21.110

84.057

12.125

24.185

5,46%

2,98%

6,18%

6,00%

9,48%

4,87%

7,11%

6,51%

4,61%

5,94%

7,11%

10,84%

6,14%

5,83%

7,13%

5,78%

5,57%

2,30%

4,81%

20,55%

5,92%

18,81%

53,58%

4,40%

39,86%

19,40%

16.065

36.836

65.778

275.040

5,42%

2,72%

5,03%

4,86%

7,59%

6,66%

5,24%

7,46%

5,55%

7,34%

6,11%

12,11%

5,47%

5,12%

7,33%

6,49%

5,99%

3,84%

6,19%

5,99%

3,72%

11,50%

-58,56%

-19,72%

18,02%

-4,81%

21.603

52.360

15.382

48.712

5,04%

3,59%

5,40%

3,37%

13,09%

4,82%

5,20%

4,91%

6,55%

6,25%

7,65%

6,70%

1,43%

4,90%

5,93%

6,23%

3,67%

4,38%

5,59%

14,72%

14,93%

24,53%

124,51%

40,60%

-36,23%

36,41%

16.869

50.011

16.194

74.660

II. INFLASI

URAIAN2012 2013 2014

I II III IV I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

140,80

139,94

146,43

3,60

3,11

6,21

143,05

141,74

151,64

5,02

4,37

8,45

144,66

143,21

154,19

5,21

4,66

8,07

146,72

145,43

155,17

5,33

5,10

6,49

150,80

149,82

157,23

7,11

7,06

7,38

150,64

149,62

157,29

5,26

5,56

3,73

156,78

155,92

162,40

8,29

8,88

5,32

159,15

158,28

164,85

8,41

8,84

6,24

112,52

112,91

110,00

7,78

7,99

6,39

113,27

113,63

110,93

8,10

8,31

6,70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

xvRINGKASAN UMUM

Page 16:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

III. PERBANKAN

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

19.901

14.884

2.889

8.516

3.478

13.244

3.407

1.126

8.710

12.527

3.361

841

8.325

84,2%

3.229

251

186

175

78,6%

20.151

15.070

12.702

1,2%

1,2%

1,4%

22.434

16.402

2.917

9.933

3.552

15.624

4.447

1.412

9.765

14.918

4.340

1.150

9.427

91,0%

3.998

337

248

256

84,3%

22.771

16.649

15.174

1,5%

1,5%

1,7%

27.114

19.092

5.091

9.041

4.960

17.220

5.122

1.444

10.654

16.532

5.008

1.235

10.289

86,6%

4.913

374

275

306

84,1%

27.487

19.367

16.838

1,4%

1,4%

1,8%

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.759

5.316

1.537

10.905

17.094

5.252

1.309

10.534

92,0%

4.914

415

309

319

79,4%

26.016

18.880

17.413

1,6%

1,6%

1,8%

20122014

2013I II III IV

2014

23.316

17.078

4.137

8.577

4.363

15.756

4.439

1.344

9.972

15.071

4.322

1.115

9.634

88,3%

4.174

343

250

270

82,6%

23.660

17.328

15.341

1,5%

1,4%

1,8%

26.398

18.791

5.516

8.568

4.707

16.652

4.881

1.444

10.326

15.947

4.742

1.201

10.004

84,9%

4.665

355

257

294

85,6%

26.753

19.048

16.241

1,3%

1,4%

1,8%

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.759

5.316

1.537

10.905

17.094

5.252

1.309

10.534

92,0%

4.914

415

309

319

79,40%

26.016

18.880

17.413

1,6%

1,6%

1,8%

IV. SISTEM PEMBAYARAN

INDIKATOR2012 2013 2014

I II III IV I II III IV I II III IV

Transaksi Tunai

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

Inflow

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS

Outflow

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan

0,8

1,1

35,6

9.294

26,8

11.053

0,58

21.112

1,1

0,3

12,5

7.055

13,8

9.221

0,43

16.782

0,5

1,2

14,9

7.948

19,9

12.276

0,45

16.843

0,7

1,2

21,8

8.263

20,7

13.341

0,51

17.192

0,5

1,7

16,0

9.265

24,8

16.141

0,61

17.639

1,4

0,4

13,3

5.687

22,7

9.704

0,53

17.275

0,6

1,0

22,7

6.142

21,9

9.333

0,57

18.431

0,8

1,4

17,8

8.209

20,7

12.630

0,64

19.000

0,4

1,9

26,2

9.478

25,5

15.327

0,67

19.113

1,4

0,3

14,2

7.809

17,2

10.696

0,54

16.971

0,7

0,8

13,1

7.868

20,6

10.475

0,62

18.456

0,8

1,3

29,8

8.776

24,1

10.707

0,61

18.119

BAB I

Ekonomi Makro Regional

xvi RINGKASAN UMUM

Page 17:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

III. PERBANKAN

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

19.901

14.884

2.889

8.516

3.478

13.244

3.407

1.126

8.710

12.527

3.361

841

8.325

84,2%

3.229

251

186

175

78,6%

20.151

15.070

12.702

1,2%

1,2%

1,4%

22.434

16.402

2.917

9.933

3.552

15.624

4.447

1.412

9.765

14.918

4.340

1.150

9.427

91,0%

3.998

337

248

256

84,3%

22.771

16.649

15.174

1,5%

1,5%

1,7%

27.114

19.092

5.091

9.041

4.960

17.220

5.122

1.444

10.654

16.532

5.008

1.235

10.289

86,6%

4.913

374

275

306

84,1%

27.487

19.367

16.838

1,4%

1,4%

1,8%

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.759

5.316

1.537

10.905

17.094

5.252

1.309

10.534

92,0%

4.914

415

309

319

79,4%

26.016

18.880

17.413

1,6%

1,6%

1,8%

20122014

2013I II III IV

2014

23.316

17.078

4.137

8.577

4.363

15.756

4.439

1.344

9.972

15.071

4.322

1.115

9.634

88,3%

4.174

343

250

270

82,6%

23.660

17.328

15.341

1,5%

1,4%

1,8%

26.398

18.791

5.516

8.568

4.707

16.652

4.881

1.444

10.326

15.947

4.742

1.201

10.004

84,9%

4.665

355

257

294

85,6%

26.753

19.048

16.241

1,3%

1,4%

1,8%

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.759

5.316

1.537

10.905

17.094

5.252

1.309

10.534

92,0%

4.914

415

309

319

79,40%

26.016

18.880

17.413

1,6%

1,6%

1,8%

IV. SISTEM PEMBAYARAN

INDIKATOR2012 2013 2014

I II III IV I II III IV I II III IV

Transaksi Tunai

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

Inflow

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS

Outflow

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan

0,8

1,1

35,6

9.294

26,8

11.053

0,58

21.112

1,1

0,3

12,5

7.055

13,8

9.221

0,43

16.782

0,5

1,2

14,9

7.948

19,9

12.276

0,45

16.843

0,7

1,2

21,8

8.263

20,7

13.341

0,51

17.192

0,5

1,7

16,0

9.265

24,8

16.141

0,61

17.639

1,4

0,4

13,3

5.687

22,7

9.704

0,53

17.275

0,6

1,0

22,7

6.142

21,9

9.333

0,57

18.431

0,8

1,4

17,8

8.209

20,7

12.630

0,64

19.000

0,4

1,9

26,2

9.478

25,5

15.327

0,67

19.113

1,4

0,3

14,2

7.809

17,2

10.696

0,54

16.971

0,7

0,8

13,1

7.868

20,6

10.475

0,62

18.456

0,8

1,3

29,8

8.776

24,1

10.707

0,61

18.119

BAB I

Ekonomi Makro Regional

xvi RINGKASAN UMUM

Page 18:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 tumbuh melambat namun

sedikit lebih tinggi dibandingkan nasional

Ekonomi Makro Regional

Pertumbuhan Ekonomi NTT pada tahun 2014 sebesar 5,04% (yoy) melambat dari tahun

sebelumnya yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih

tinggi apabila dibandingkan nasional sebesar 5,02% (yoy),

Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja berasal dari Konsumsi Rumah Tangga dan

peningkatan Impor dari daerah lain. Sementara dari sisi sektoral, sektor Perdagangan Besar

dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta Administrasi Pemerintahan, Jasa

Keuangan dan Asuransi serta Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami

perlambatan.

1.1 KONDISI UMUM

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat

dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat

dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada

tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy). Perlambatan pengeluaran konsumsi

(rumah tangga dan pemerintah) serta kinerja ekspor menyebabkan perlambatan pertumbuhan perekonomian nasional

pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi NTT sendiri selama ini cenderung selalu berada di bawah angka nasional.

Pada tahun 2014, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT yang diukur mencapai Rp 68,60 triliun

meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp 61,32 triliun. Sementara apabila diukur berdasarkan harga konstan

tahun dasar 2010, PDRB NTT pada tahun 2014 mencapai Rp 54,10 triliun, lebih besar dibandingkan tahun 2013 yang

mencapai Rp 51,51 triliun.

Grafik 1.1 Struktur Perekonomian NTT

2010

8

6

4

2

02011 2012 2013 2014

Sumber : BPS NTT (tahun 2011s.d. 2014 menggunakan tahun dasar 2010)

2010 2011

6.01

4.63

6.22 6.17 6.03 5.58

4.84 4.29

5.25 5.67 5.46 5.42

5.04

5.02

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1

Page 19:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 tumbuh melambat namun

sedikit lebih tinggi dibandingkan nasional

Ekonomi Makro Regional

Pertumbuhan Ekonomi NTT pada tahun 2014 sebesar 5,04% (yoy) melambat dari tahun

sebelumnya yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih

tinggi apabila dibandingkan nasional sebesar 5,02% (yoy),

Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja berasal dari Konsumsi Rumah Tangga dan

peningkatan Impor dari daerah lain. Sementara dari sisi sektoral, sektor Perdagangan Besar

dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta Administrasi Pemerintahan, Jasa

Keuangan dan Asuransi serta Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami

perlambatan.

1.1 KONDISI UMUM

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat

dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat

dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada

tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy). Perlambatan pengeluaran konsumsi

(rumah tangga dan pemerintah) serta kinerja ekspor menyebabkan perlambatan pertumbuhan perekonomian nasional

pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi NTT sendiri selama ini cenderung selalu berada di bawah angka nasional.

Pada tahun 2014, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT yang diukur mencapai Rp 68,60 triliun

meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp 61,32 triliun. Sementara apabila diukur berdasarkan harga konstan

tahun dasar 2010, PDRB NTT pada tahun 2014 mencapai Rp 54,10 triliun, lebih besar dibandingkan tahun 2013 yang

mencapai Rp 51,51 triliun.

Grafik 1.1 Struktur Perekonomian NTT

2010

8

6

4

2

02011 2012 2013 2014

Sumber : BPS NTT (tahun 2011s.d. 2014 menggunakan tahun dasar 2010)

2010 2011

6.01

4.63

6.22 6.17 6.03 5.58

4.84 4.29

5.25 5.67 5.46 5.42

5.04

5.02

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1

Page 20:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perlambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh melambatnya

kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Perlambatan konsumsi sepanjang

tahun 2014 yaitu sebesar 5,59% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19% (yoy) terutama disebabkan

perlambatan konsumsi rumah tangga pada Triwulan I dan II seiring momen Pemilu walaupun di saat yang sama terjadi

peningkatan konsumsi pemerintah seiring pengeluaran untuk biaya pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka.

Sementara, peningkatan impor antardaerah yang sangat tinggi sebesar 36,41% (yoy) lebih disebabkan oleh

peningkatan investasi yang tinggi sebagai dampak sentimen positif investor terhadap pemerintah terpilih disertai

kebutuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik.

Pengembangan produksi domestik menjadi hal yang penting untuk dapat ditingkatkan guna mengurangi kebutuhan

impor dari daerah lain dan peningkatan aktivitas ekonomi lokal.

Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%). Dari sisi kinerja,

perlambatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi memiliki andil cukup besar

terhadap perlambatan perekonomian secara umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

serta sektor Informasi dan Komunikasi mampu menahan perlambatan perekonomian dari sisi sektoral.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan

KOMPONEN SISI PENGANGGURAN 2011 2013 2014

Konsumsi

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah (Impor)

PDRB

5,69

5,65

(0,44)

6,49

(5,10)

102,61

(6,20)

(15,85)

0,98

5,67

5,55

6,19

5,99

3,72

11,50

(58,56)

(19,72)

18,02

(4,81)

5,42

8,23

5,59

14,72

14,93

24,53

124,51

40,60

(36,23)

36,41

5,04

2012

5,51

4,81

20,55

5,92

18,81

53,58

4,40

39,86

19,40

5,46

Sumber : BPS, diolah

% yoy

Grafik 1.2 Struktur Perekonomian NTT

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2010 2011 2012 2013 2014

Lain-lain

Real Estate

Jasa Keuangan dan Asuransi

Transportasi dan Pergudangan

Informasi dan Komunikasi

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran

Administrasi Pemerintahan

Pertanian

Sumber : BPS, diolah

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada triwulan IV-2014 menunjukkan angka pertumbuhan

sebesar 0,19% (qtq) atau melambat dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 5,63% (qtq). Dari sisi penggunaan,

penurunan terjadi di hampir seluruh komponen, kecuali Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga

(LNPRT) dan ekspor antardaerah. Penurunan tertinggi berasal dari konsumsi pemerintah yang mengalami penurunan

sebesar -33,8% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi pada sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar -

9,05% (qtq) dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar -1,38% (qtq)

sementara Peningkatan terutama terjadi pada Pengadaan Listrik dan Gas 16,14% (qtq) serta Jasa Pendidikan sebesar

12,40% (qtq).

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 5,15% (yoy) dibandingkan

triwulan IV 2013. Investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dibanding triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Namun demikian, tingginya investasi juga diikuti oleh kenaikan impor antardaerah yang cukup tinggi

seiring dengan minimnya komoditas investasi yang mampu diproduksi sendiri oleh provinsi NTT. Berdasarkan sektoral,

sektor informasi dan komunikasi menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dengan pertumbuhan ekonomi sebesar

7,65% (yoy), diikuti oleh sektor jasa keuangan dan asuransi serta sektor transportasi dan pergudangan.

Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah (Impor)

PDRB

18,22

3,46

7,19

93,07

-11,85

65,67

1,03

143,54

25,69

3,86

-8,45

5,54

4,00

-33,82

17,05

-12,80

6,53

102,63

-6,95

0,19

II - 2014

19,8

6,36

-12,77

59,45

28,74

18,78

29,23

-31,40

56,67

5,63

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral

KOMPONEN SISI SEKTORAL 2011 2013 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2,02%

5,43%

5,76%

14,72%

5,12%

8,98%

7,09%

6,69%

6,26%

7,05%

11,31%

6,36%

7,44%

8,48%

5,80%

6,32%

3,69%

5,67%

2,72%

5,03%

4,86%

7,59%

6,66%

5,24%

7,46%

5,55%

7,34%

6,11%

12,11%

5,47%

5,12%

7,33%

6,49%

5,99%

3,84%

5,42%

3,59%

5,40%

3,37%

13,09%

4,82%

5,20%

4,91%

6,55%

6,25%

7,65%

6,70%

1,43%

4,90%

5,93%

6,23%

3,67%

4,38%

5,04%

2012

2,98%

6,18%

6,00%

9,48%

4,87%

7,11%

6,51%

4,61%

5,94%

7,11%

10,84%

6,14%

5,83%

7,13%

5,78%

5,57%

2,30%

5,46%

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

% yoy

1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3

Page 21:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perlambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh melambatnya

kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Perlambatan konsumsi sepanjang

tahun 2014 yaitu sebesar 5,59% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19% (yoy) terutama disebabkan

perlambatan konsumsi rumah tangga pada Triwulan I dan II seiring momen Pemilu walaupun di saat yang sama terjadi

peningkatan konsumsi pemerintah seiring pengeluaran untuk biaya pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka.

Sementara, peningkatan impor antardaerah yang sangat tinggi sebesar 36,41% (yoy) lebih disebabkan oleh

peningkatan investasi yang tinggi sebagai dampak sentimen positif investor terhadap pemerintah terpilih disertai

kebutuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik.

Pengembangan produksi domestik menjadi hal yang penting untuk dapat ditingkatkan guna mengurangi kebutuhan

impor dari daerah lain dan peningkatan aktivitas ekonomi lokal.

Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%). Dari sisi kinerja,

perlambatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi memiliki andil cukup besar

terhadap perlambatan perekonomian secara umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

serta sektor Informasi dan Komunikasi mampu menahan perlambatan perekonomian dari sisi sektoral.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan

KOMPONEN SISI PENGANGGURAN 2011 2013 2014

Konsumsi

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah (Impor)

PDRB

5,69

5,65

(0,44)

6,49

(5,10)

102,61

(6,20)

(15,85)

0,98

5,67

5,55

6,19

5,99

3,72

11,50

(58,56)

(19,72)

18,02

(4,81)

5,42

8,23

5,59

14,72

14,93

24,53

124,51

40,60

(36,23)

36,41

5,04

2012

5,51

4,81

20,55

5,92

18,81

53,58

4,40

39,86

19,40

5,46

Sumber : BPS, diolah

% yoy

Grafik 1.2 Struktur Perekonomian NTT

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2010 2011 2012 2013 2014

Lain-lain

Real Estate

Jasa Keuangan dan Asuransi

Transportasi dan Pergudangan

Informasi dan Komunikasi

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran

Administrasi Pemerintahan

Pertanian

Sumber : BPS, diolah

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada triwulan IV-2014 menunjukkan angka pertumbuhan

sebesar 0,19% (qtq) atau melambat dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 5,63% (qtq). Dari sisi penggunaan,

penurunan terjadi di hampir seluruh komponen, kecuali Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga

(LNPRT) dan ekspor antardaerah. Penurunan tertinggi berasal dari konsumsi pemerintah yang mengalami penurunan

sebesar -33,8% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi pada sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar -

9,05% (qtq) dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar -1,38% (qtq)

sementara Peningkatan terutama terjadi pada Pengadaan Listrik dan Gas 16,14% (qtq) serta Jasa Pendidikan sebesar

12,40% (qtq).

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 5,15% (yoy) dibandingkan

triwulan IV 2013. Investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dibanding triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Namun demikian, tingginya investasi juga diikuti oleh kenaikan impor antardaerah yang cukup tinggi

seiring dengan minimnya komoditas investasi yang mampu diproduksi sendiri oleh provinsi NTT. Berdasarkan sektoral,

sektor informasi dan komunikasi menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dengan pertumbuhan ekonomi sebesar

7,65% (yoy), diikuti oleh sektor jasa keuangan dan asuransi serta sektor transportasi dan pergudangan.

Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah (Impor)

PDRB

18,22

3,46

7,19

93,07

-11,85

65,67

1,03

143,54

25,69

3,86

-8,45

5,54

4,00

-33,82

17,05

-12,80

6,53

102,63

-6,95

0,19

II - 2014

19,8

6,36

-12,77

59,45

28,74

18,78

29,23

-31,40

56,67

5,63

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral

KOMPONEN SISI SEKTORAL 2011 2013 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2,02%

5,43%

5,76%

14,72%

5,12%

8,98%

7,09%

6,69%

6,26%

7,05%

11,31%

6,36%

7,44%

8,48%

5,80%

6,32%

3,69%

5,67%

2,72%

5,03%

4,86%

7,59%

6,66%

5,24%

7,46%

5,55%

7,34%

6,11%

12,11%

5,47%

5,12%

7,33%

6,49%

5,99%

3,84%

5,42%

3,59%

5,40%

3,37%

13,09%

4,82%

5,20%

4,91%

6,55%

6,25%

7,65%

6,70%

1,43%

4,90%

5,93%

6,23%

3,67%

4,38%

5,04%

2012

2,98%

6,18%

6,00%

9,48%

4,87%

7,11%

6,51%

4,61%

5,94%

7,11%

10,84%

6,14%

5,83%

7,13%

5,78%

5,57%

2,30%

5,46%

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

% yoy

1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3

Page 22:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sementara, subkomponen Konsumsi Rumah Tangga mengalami perlambatan yaitu dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013

menjadi 5,59% (yoy) pada tahun 2014. Sementara perlambatan konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari

pertumbuhan angka rata-rata indeks penjualan eceran pada tahun 2014 sebesar 2,42% (yoy) dibandingkan tahun

2013 yang mencapai 18,45% (yoy). Penurunan terlihat dari angka indeks bahan kerajinan dan konstruksi yang

cenderung menunjukkan trend penurunan pada rentang 2012-2014 sementara barang-barang kebutuhan primer

seperti pakaian dan perlengkapannya serta makanan dan tembakau mengalami peningkatan.

Secara triwulanan, pertumbuhan konsumsi secara umum menurun yang didorong oleh penurunan

komponen Konsumsi Pemerintah. Kenaikan harga BBM di akhir tahun, turut pula mendorong perlambatan

komponen Konsumsi Rumah Tangga. Konsumsi pemerintah yang menurun hingga -33,82% (qtq) pada triwulan

laporan mendorong penurunan pertumbuhan konsumsi secara umum. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga tumbuh

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,36% (qtq) pada triwulan III 2014 menjadi 5,54% (qtq) pada

triwulan IV 2014. Penurunan penyerapan anggaran pemerintah di akhir tahun sebagai dampak pembayaran gaji ke-13

yang telah dibayarkan pada triwulan sebelumnya serta melambatnya realisasi belanja pemerintah di akhir tahun

menjadi penyebab penurunan komponen konsumsi pemerintah, Hal ini juga terkait dengan implementasi pembatasan

kegiatan rapat instansi pemerintah di tempat penyediaan akomodasi (hotel).

Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan terjadi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik

yang terjadi pada akhir tahun 2014. Namun, peningkatan permintaan masyarakat pada momen Natal dan Tahun Baru

dapat menahan perlambatan konsumsi rumah tangga menjadi tidak terlalu dalam. Perlambatan konsumsi dapat

terlihat dari pertumbuhan konsumsi listrik yang mengalami perlambatan yaitu dari 11,90% (yoy) pada triwulan -III 2014

menjadi 10,87% (yoy) pada triwulan-IV 2014. Dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) terjadi kenaikan pada

triwulan-IV 2014 yaitu mencapai 106,20 dibandingkan triwulan-III 2013 yang sebesar 103,74, hal ini menunjukkan

adanya kenaikan optimisme ekonomi pada triwulan-IV 2014, selain itu pendapatan rumah tangga juga menunjukkan

trend angka indeks yang meningkat. Namun, penurunan indeks rencana pembelian barang tahan lama menunjukkan

adanya penurunan rencana konsumsi masyarakat di akhir tahun.

Perekonomian NTT melambat terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja Konsumsi Rumah Tangga dan Net Ekspor

Antardaerah. Pada tahun 2014, kinerja konsumsi secara umum mengalami peningkatan sebesar 8,23% (yoy)

dibandingkan tahun 2013. Namun, komponen Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki bobot terbesar dalam

pertumbuhan perekonomian (77,69%) mengalami perlambatan dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,59%

(yoy) pada tahun 2014. Peningkatan net impor antardaerah yang mencapai 36,41% (yoy) juga menjadi pendorong

perlambatan perekonomian di Provinsi NTT.

1. KonsumsiSecara tahunan, Komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun

2013, namun sub komponen konsumsi rumah tangga menunjukkan perlambatan. Pada tahun 2014,

Pertumbuhan konsumsi yang terdiri dari Konsumsi Rumah Tangga, Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah

Tangga (LNPRT) dan Konsumsi Pemerintah mengalami peningkatan yaitu sebesar 8,23% (yoy) dibandingkan tahun

2013 yang sebesar 5,55% (yoy). Pendorong meningkatnya konsumsi, terutama berasal dari tumbuhnya sub komponen

Konsumsi Pemerintah yang meningkat dari 3,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 14,93% (yoy) pada tahun 2014

karena adanya peningkatan belanja pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka. Peningkatan anggaran belanja

pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT yang mencapai 13% (yoy) dari Rp 15,3 trilyun pada 2013 menjadi Rp 117,4 triliun turut mendorong peningkatan konsumsi pemerintah pada tahun 2014.

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

4,84

15,30

2,95

6,96

3,12

4,42

4,13

4,15

5,44

4,04

2,58

4,10

1,90

0,27

2,99

6,63

1,60

3,86

-9,05

-1,64

5,06

16,14

-0,61

2,79

-1,38

6,19

3,71

2,30

6,03

1,46

0,43

5,14

12,40

7,72

1,38

0,19

II - 2014

4,57

5,37

6,64

-3,14

9,25

5,29

6,29

5,16

6,38

5,81

1,91

5,18

4,75

9,92

6,60

0,54

2,87

5,63

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)

Konsumsi RT

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

PMTB

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah(Impor)

-40% -20% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140%

5,59%

14,72%

14,93%

24,53%

124,51%

40,60%

-36,23%

36,41%

Sumber : BPS, diolah

1. Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah

Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran (omzet)

0

100

200

300

400

500

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV2012 2013 2014

I II III IVI II III IV

Indeks Penjualan Riil

Perlengkapan Rumah Tangga Bahan KonstruksiBarang Kerajinan

Suku CadangMakanan dan Tembakau

Pakaian dan Perlengkapannya Bahan Bakar

Sumber : Survei Penjualan Eceran – BI Provinsi NTT

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5

Page 23:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sementara, subkomponen Konsumsi Rumah Tangga mengalami perlambatan yaitu dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013

menjadi 5,59% (yoy) pada tahun 2014. Sementara perlambatan konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari

pertumbuhan angka rata-rata indeks penjualan eceran pada tahun 2014 sebesar 2,42% (yoy) dibandingkan tahun

2013 yang mencapai 18,45% (yoy). Penurunan terlihat dari angka indeks bahan kerajinan dan konstruksi yang

cenderung menunjukkan trend penurunan pada rentang 2012-2014 sementara barang-barang kebutuhan primer

seperti pakaian dan perlengkapannya serta makanan dan tembakau mengalami peningkatan.

Secara triwulanan, pertumbuhan konsumsi secara umum menurun yang didorong oleh penurunan

komponen Konsumsi Pemerintah. Kenaikan harga BBM di akhir tahun, turut pula mendorong perlambatan

komponen Konsumsi Rumah Tangga. Konsumsi pemerintah yang menurun hingga -33,82% (qtq) pada triwulan

laporan mendorong penurunan pertumbuhan konsumsi secara umum. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga tumbuh

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,36% (qtq) pada triwulan III 2014 menjadi 5,54% (qtq) pada

triwulan IV 2014. Penurunan penyerapan anggaran pemerintah di akhir tahun sebagai dampak pembayaran gaji ke-13

yang telah dibayarkan pada triwulan sebelumnya serta melambatnya realisasi belanja pemerintah di akhir tahun

menjadi penyebab penurunan komponen konsumsi pemerintah, Hal ini juga terkait dengan implementasi pembatasan

kegiatan rapat instansi pemerintah di tempat penyediaan akomodasi (hotel).

Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan terjadi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik

yang terjadi pada akhir tahun 2014. Namun, peningkatan permintaan masyarakat pada momen Natal dan Tahun Baru

dapat menahan perlambatan konsumsi rumah tangga menjadi tidak terlalu dalam. Perlambatan konsumsi dapat

terlihat dari pertumbuhan konsumsi listrik yang mengalami perlambatan yaitu dari 11,90% (yoy) pada triwulan -III 2014

menjadi 10,87% (yoy) pada triwulan-IV 2014. Dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) terjadi kenaikan pada

triwulan-IV 2014 yaitu mencapai 106,20 dibandingkan triwulan-III 2013 yang sebesar 103,74, hal ini menunjukkan

adanya kenaikan optimisme ekonomi pada triwulan-IV 2014, selain itu pendapatan rumah tangga juga menunjukkan

trend angka indeks yang meningkat. Namun, penurunan indeks rencana pembelian barang tahan lama menunjukkan

adanya penurunan rencana konsumsi masyarakat di akhir tahun.

Perekonomian NTT melambat terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja Konsumsi Rumah Tangga dan Net Ekspor

Antardaerah. Pada tahun 2014, kinerja konsumsi secara umum mengalami peningkatan sebesar 8,23% (yoy)

dibandingkan tahun 2013. Namun, komponen Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki bobot terbesar dalam

pertumbuhan perekonomian (77,69%) mengalami perlambatan dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,59%

(yoy) pada tahun 2014. Peningkatan net impor antardaerah yang mencapai 36,41% (yoy) juga menjadi pendorong

perlambatan perekonomian di Provinsi NTT.

1. KonsumsiSecara tahunan, Komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun

2013, namun sub komponen konsumsi rumah tangga menunjukkan perlambatan. Pada tahun 2014,

Pertumbuhan konsumsi yang terdiri dari Konsumsi Rumah Tangga, Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah

Tangga (LNPRT) dan Konsumsi Pemerintah mengalami peningkatan yaitu sebesar 8,23% (yoy) dibandingkan tahun

2013 yang sebesar 5,55% (yoy). Pendorong meningkatnya konsumsi, terutama berasal dari tumbuhnya sub komponen

Konsumsi Pemerintah yang meningkat dari 3,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 14,93% (yoy) pada tahun 2014

karena adanya peningkatan belanja pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka. Peningkatan anggaran belanja

pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT yang mencapai 13% (yoy) dari Rp 15,3 trilyun pada 2013 menjadi Rp 117,4 triliun turut mendorong peningkatan konsumsi pemerintah pada tahun 2014.

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

4,84

15,30

2,95

6,96

3,12

4,42

4,13

4,15

5,44

4,04

2,58

4,10

1,90

0,27

2,99

6,63

1,60

3,86

-9,05

-1,64

5,06

16,14

-0,61

2,79

-1,38

6,19

3,71

2,30

6,03

1,46

0,43

5,14

12,40

7,72

1,38

0,19

II - 2014

4,57

5,37

6,64

-3,14

9,25

5,29

6,29

5,16

6,38

5,81

1,91

5,18

4,75

9,92

6,60

0,54

2,87

5,63

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)

Konsumsi RT

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

PMTB

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah(Impor)

-40% -20% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140%

5,59%

14,72%

14,93%

24,53%

124,51%

40,60%

-36,23%

36,41%

Sumber : BPS, diolah

1. Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah

Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran (omzet)

0

100

200

300

400

500

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV2012 2013 2014

I II III IVI II III IV

Indeks Penjualan Riil

Perlengkapan Rumah Tangga Bahan KonstruksiBarang Kerajinan

Suku CadangMakanan dan Tembakau

Pakaian dan Perlengkapannya Bahan Bakar

Sumber : Survei Penjualan Eceran – BI Provinsi NTT

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5

Page 24:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

2. InvestasiKinerja investasi pada periode tahun 2014 mengalami peningkatan cukup signifikan. Secara tahunan,

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami peningkatan secara signifikan yakni dari 11,50% (yoy) pada tahun

2013 menjadi 24,53% (yoy). Peningkatan investasi juga dapat terlihat dari pertumbuhan konsumsi semen yang terus

meningkat. Secara tahunan, konsumsi semen di Provinsi NTT pada tahun 2014 mencapai 862 ribu ton atau meningkat

20,4% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya angka penjualan semen mengindikasikan makin

meningkatnya pembangunan investasi fisik di Provinsi NTT.

Realisasi Proyek Masterplan Percepatan dan Peluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) turut mendorong

peningkatan angka realisasi investasi di Provinsi NTT. Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal

Daerah (BKPMD) Provinsi NTT, pada tahun 2014 terdapat 9 (sembilan) Proyek MP3EI dengan total realisasi investasi

sebesar Rp 1,44 triliun. Proyek-proyek tersebut diantaranya: Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Waingapu 2x4 MW

dan PLTU Larantuka 2x4 MW, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kabupaten Kupang 100/s, Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP)

Atadei 5 MW, Peningkatan Jalan Bolok-Tenau-Kupang-Oesao-Oesapa (159,35 km), Peningkatan Jalan dari Bangau-

Dompu-Ramba-Labuan Bajo (159,35 km), Peningkatan Jalan Nasional untuk Akses ke Bandara Mbai, Bajawa-Ende

sepanjang 106 km dan Pengembangan Transmisi kelistrikan di Kupang. Indikasi peningkatan investasi juga

terkonfirmasi dari realisasi investasi bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) sampai dengan triwulan IV 2014 yang

mencapai Rp 99,67 miliar dan US$ 19,50 juta. Sedangkan realisasi investasi dalam bentuk Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) di triwulan laporan tercatat sebesar Rp 510 miliar dan US$ 46 juta. Investasi di Provinsi NTT sendiri lebih

banyak pada sektor tersier, yaitu perdagangan barang dan perhotelan.

Perlambatan konsumsi pada triwulan IV 2014 juga terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh

Bank Indonesia. Dari hasil survei, diketahui adanya penurunan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian yang menunjukkan

bahwa masyarakat cenderung menahan konsumsinya di akhir tahun. Selain itu angka Indeks Penghasilan Saat Ini juga

mengalami penurunan, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasakan berkurangnya daya beli akibat kenaikan

inflasi, sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Dari angka indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terlihat adanya

kecenderungan penurunan, begitu pula pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen

(IEK). Penurunan ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat atas kondisi ekonomi saat ini dan faktor ekspektasinya

mengalami penurunan. Perlambatan ekpektasi dan persepsi masyarakat dimungkinkan akibat adanya kekhawatiran

masyarakat akan ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan di tahun 2015 mengingat pengaruh kenaikan

harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) yang dapat mempengaruhi kinerja sektor usaha. Namun, angka indeks

yang masih diatas 100 mencerminkan masyarakat masih cenderung optimis terhadap kondisi ekonomi. Perlambatan

konsumsi juga terlihat dari pertumbuhan kredit konsumsi yang mengalami trend penurunan pada tahun 2014.

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

85I II III IV I II III IV I II III IV

90

95

100

105

110

115

Indeks

2012 2013 2014

ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

ribu kwh

Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (yoy)

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen

Sumber : PLN (diolah)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Indeks Ekonomi Saat Ini Indeks Penghasilan Saat IniIndeks Ketepatan Waktu Pembelian Indeks Ketersediaan Kerja

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Eksp. Penghasilan 6 bln yadIndeks Kondisi Ekonomi 6 bln yad Indeks Ketersediaan Kerja 6 bln yad

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi

Miliar Rp

I I I I I I IV

2012

I II I I I IV

2013

I II I I I IV

2014

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto Grafik 1.12 Konsumsi Semen

14,0213,31

15,81

17,63

21,95

-5,10%

18,81%

11,50%

24,53%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

5

10

15

20

25

2010 2011 2012 2013 2.014

PMTB (Harga Konstan) Growth (yoy)

Triliun Rp

-11,4%

1,6%

-5,0%

24,8%

19,0% 18,4%

39,2%

-4,8%

3,8%

20,4%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Konsumsi Semen Kons. Semen (yoy)RibuTon

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)

2Tabel 1 .5 Penanaman Modal di NTT

609.692.169.525

65.567.084

1.440.000.000.000

Wilayah

RP

US$

RP

PMA PMDN Total

99.667.283.293

19.503.218

Proyek Pemerintah (MP3EI)

510.024.886.232

46.063.866

JUMLAH PROYEK

22

15

9

Sumber : BKPMD Provinsi NTT

2. Data Sementara dari BKPMD Provinsi NTT

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7

Page 25:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

2. InvestasiKinerja investasi pada periode tahun 2014 mengalami peningkatan cukup signifikan. Secara tahunan,

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami peningkatan secara signifikan yakni dari 11,50% (yoy) pada tahun

2013 menjadi 24,53% (yoy). Peningkatan investasi juga dapat terlihat dari pertumbuhan konsumsi semen yang terus

meningkat. Secara tahunan, konsumsi semen di Provinsi NTT pada tahun 2014 mencapai 862 ribu ton atau meningkat

20,4% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya angka penjualan semen mengindikasikan makin

meningkatnya pembangunan investasi fisik di Provinsi NTT.

Realisasi Proyek Masterplan Percepatan dan Peluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) turut mendorong

peningkatan angka realisasi investasi di Provinsi NTT. Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal

Daerah (BKPMD) Provinsi NTT, pada tahun 2014 terdapat 9 (sembilan) Proyek MP3EI dengan total realisasi investasi

sebesar Rp 1,44 triliun. Proyek-proyek tersebut diantaranya: Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Waingapu 2x4 MW

dan PLTU Larantuka 2x4 MW, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kabupaten Kupang 100/s, Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP)

Atadei 5 MW, Peningkatan Jalan Bolok-Tenau-Kupang-Oesao-Oesapa (159,35 km), Peningkatan Jalan dari Bangau-

Dompu-Ramba-Labuan Bajo (159,35 km), Peningkatan Jalan Nasional untuk Akses ke Bandara Mbai, Bajawa-Ende

sepanjang 106 km dan Pengembangan Transmisi kelistrikan di Kupang. Indikasi peningkatan investasi juga

terkonfirmasi dari realisasi investasi bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) sampai dengan triwulan IV 2014 yang

mencapai Rp 99,67 miliar dan US$ 19,50 juta. Sedangkan realisasi investasi dalam bentuk Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) di triwulan laporan tercatat sebesar Rp 510 miliar dan US$ 46 juta. Investasi di Provinsi NTT sendiri lebih

banyak pada sektor tersier, yaitu perdagangan barang dan perhotelan.

Perlambatan konsumsi pada triwulan IV 2014 juga terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh

Bank Indonesia. Dari hasil survei, diketahui adanya penurunan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian yang menunjukkan

bahwa masyarakat cenderung menahan konsumsinya di akhir tahun. Selain itu angka Indeks Penghasilan Saat Ini juga

mengalami penurunan, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasakan berkurangnya daya beli akibat kenaikan

inflasi, sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Dari angka indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terlihat adanya

kecenderungan penurunan, begitu pula pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen

(IEK). Penurunan ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat atas kondisi ekonomi saat ini dan faktor ekspektasinya

mengalami penurunan. Perlambatan ekpektasi dan persepsi masyarakat dimungkinkan akibat adanya kekhawatiran

masyarakat akan ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan di tahun 2015 mengingat pengaruh kenaikan

harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) yang dapat mempengaruhi kinerja sektor usaha. Namun, angka indeks

yang masih diatas 100 mencerminkan masyarakat masih cenderung optimis terhadap kondisi ekonomi. Perlambatan

konsumsi juga terlihat dari pertumbuhan kredit konsumsi yang mengalami trend penurunan pada tahun 2014.

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

85I II III IV I II III IV I II III IV

90

95

100

105

110

115

Indeks

2012 2013 2014

ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

ribu kwh

Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (yoy)

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen

Sumber : PLN (diolah)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Indeks Ekonomi Saat Ini Indeks Penghasilan Saat IniIndeks Ketepatan Waktu Pembelian Indeks Ketersediaan Kerja

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Eksp. Penghasilan 6 bln yadIndeks Kondisi Ekonomi 6 bln yad Indeks Ketersediaan Kerja 6 bln yad

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi

Miliar Rp

I I I I I I IV

2012

I II I I I IV

2013

I II I I I IV

2014

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto Grafik 1.12 Konsumsi Semen

14,0213,31

15,81

17,63

21,95

-5,10%

18,81%

11,50%

24,53%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

5

10

15

20

25

2010 2011 2012 2013 2.014

PMTB (Harga Konstan) Growth (yoy)

Triliun Rp

-11,4%

1,6%

-5,0%

24,8%

19,0% 18,4%

39,2%

-4,8%

3,8%

20,4%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Konsumsi Semen Kons. Semen (yoy)RibuTon

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)

2Tabel 1 .5 Penanaman Modal di NTT

609.692.169.525

65.567.084

1.440.000.000.000

Wilayah

RP

US$

RP

PMA PMDN Total

99.667.283.293

19.503.218

Proyek Pemerintah (MP3EI)

510.024.886.232

46.063.866

JUMLAH PROYEK

22

15

9

Sumber : BKPMD Provinsi NTT

2. Data Sementara dari BKPMD Provinsi NTT

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7

Page 26:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

1. 3. EKSPOR – IMPOR

3.1 Ekspor-Impor Antardaerah Secara tahunan, Kondisi perdagangan antardaerah dari dan ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan

angka negatif. Barang-barang impor yang masuk ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan

dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 Provinsi NTT mencatat angka pertumbuhan impor antardaerah

sebesar -4,81% (yoy) namun pada tahun 2014 pertumbuhan impor mencapai 36,41% (yoy). Peningkatan volume

aktivitas barang sendiri tercermin dari peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau. Pada tahun 2014,

jumlah aktivitas kontainer mencapai 78.845 boks meningkat sebesar 13,98% (yoy) dibandingkan tahun 2013 yang

sebesar 69.177 boks. Peningkatan impor dapat terjadi karena adanya peningkatan pengiriman barang modal ke

Provinsi NTT sebagai dampak peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi pada tahun 2014 yang mencapai

24,53% (yoy), selain itu peningkatan konsumsi juga mendorong peningkatan impor, baik dari komoditas pangan

(seperti beras, gula pasir dan terigu) hingga kebutuhan lainnya seperti elektronik dan kendaraan bermotor.

Secara triwulanan, Net Ekspor (Impor) Antar Daerah pada triwulan IV-2014 mengalami penurunan.

Pertumbuhan net impor Provinsi NTT pada triwulan IV 2014 mencapai -6,95% (qtq). Penurunan tersebut terkonfirmasi

dari turunnya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau pada triwulan IV 2014 yang sebelumnya mencapai 38.158 ton

(triwulan III) menjadi 32.783 ton (triwulan IV). Total net loading juga mengalami penurunan dari -33.756 ton menjadi

-21.289 ton. Penurunan ini sejalan dengan penurunan konsumsi yang mencapai -8,45% (qtq) dan perlambatan pada

Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi.

3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor luar negeri provinsi NTT menunjukkan peningkatan signifikan pada tahun

2014. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan signifikan dari Rp 797 3

miliar pada tahun 2013 menjadi Rp 1,12 triliun pada tahun 2014 . Pertumbuhan ekspor sendiri mencatat angka positif

dari -19,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar 40,60% (yoy) tahun 2014. Di sisi lain, angka impor menunjukkan

penurunan dari Rp 812 miliar (2013) menjadi Rp 518 miliar (2014). Angka pertumbuhan impor juga menunjukkan

penurunan dari 18,02% (yoy) tahun 2013 menjadi -36,23% (yoy) tahun 2014. Dengan peningkatan ekspor ini maka

Provinsi NTT mencatat net ekspor pada tahun 2014 sebesar Rp 603 miliar atau jauh meningkat dari tahun sebelumnya

yang mencatat defisit net ekspor sebesar Rp 14,99 miliar. Ekspor utama Provinsi NTT ke luar negeri, terutama adalah

bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, produk-produk perikanan seperti ikan tuna dan ikan cakalang, serta

bahan baku bangunan (kapur). Negara tujuan utama ekspor NTT adalah Timor Leste, Jepang, dan kawasan Australia

serta Oseania.

Secara triwulanan, kinerja ekspor mengalami perlambatan, sementara kinerja impor mengalami

peningkatan. Pada Triwulan IV-2014, kinerja ekspor tumbuh sebesar 6,53% (qtq) atau melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencapai 29,23% (qtq). Kinerja ekspor tersebut berbanding terbalik dengan kinerja impor

yang mengalami peningkatan pesat yaitu sebesar 102,63% (qtq) dibandingkan triwulan III 2014 sebesar -31,40%

menyebabkan angka net ekspor mengalami penurunan -40,32% (qtq). Peningkatan aktivitas impor luar negeri tersebut

dapat terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan bahan makanan masyarakat dalam rangka perayaan natal dan

tahun baru.

3. Harga Konstan Tahun Dasar 2010 (sumber: BPS)

-6,20%

4,40%

-19,72%

40,60%

-15,85%

39,86%

18,02%

-36,23%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-200

0

200

400

600

800

1000

1200

2010 2011 2012 2013 2014

Ekspor (LN) Impor (LN) Net Ekspor Ekspor ImporMilyar Rp yoy

Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT

EUROPE AUSTRALIA ASIA AMERICA AFRICA

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Sumber : BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia

1,03%

29,23%

6,53%

143,54%

-31,40%

102,63%

-48,04%

127,06%

-40,32%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

Q1 Q2 Q3 Q4

2014Ekspor LN Impor LN Net Ekspor Ekspor LN Impor LN Net Ekspor

qtq

Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor – Impor NTT (qtq)

Sumber : BPS (diolah)

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9

Grafik 1.13 Impor Antardaerah Grafik 1.14 Aktivitas Peti Kemas

-19.801,96 -19.995,69

-23.874,53-22.726,56

-31.000,970,98%

19,40%

-4,81%

36,41%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

-35.000

-30.000

-25.000

-20.000

-15.000

-10.000

-5.000

02010 2011 2012 2013 2014

Impor Antardaerah (Harga Konstan) Impor Antardaerah (yoy)

Miliar Rp

24.665

37.137

46.5 53

54.69957.175 57.838

69.177

78.845

50,57%

25,35%

17,50%

4,53%1,16%

19,60%

13,98%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Peti kemas Peti Kemas (yoy)Boks yoy

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III

-23347

-48850

-56029

-47091

-42554

-39888

-37825

-49700

-32094

-61318

-33756

-21289

-70000

-60000

-50000

-40000

-30000

-20000

-10000

00

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Ton Unloading Loading Net Loading

Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory

25,69

56,67

-6,95

18,2219,8

-8,45

-11,85

28,74

17,05

65,67

18,78

-12,80-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

Q1 Q2 Q3

2014

% (qtq)

Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.14 Pergerakan Net Impor

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III

Page 27:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

1. 3. EKSPOR – IMPOR

3.1 Ekspor-Impor Antardaerah Secara tahunan, Kondisi perdagangan antardaerah dari dan ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan

angka negatif. Barang-barang impor yang masuk ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan

dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 Provinsi NTT mencatat angka pertumbuhan impor antardaerah

sebesar -4,81% (yoy) namun pada tahun 2014 pertumbuhan impor mencapai 36,41% (yoy). Peningkatan volume

aktivitas barang sendiri tercermin dari peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau. Pada tahun 2014,

jumlah aktivitas kontainer mencapai 78.845 boks meningkat sebesar 13,98% (yoy) dibandingkan tahun 2013 yang

sebesar 69.177 boks. Peningkatan impor dapat terjadi karena adanya peningkatan pengiriman barang modal ke

Provinsi NTT sebagai dampak peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi pada tahun 2014 yang mencapai

24,53% (yoy), selain itu peningkatan konsumsi juga mendorong peningkatan impor, baik dari komoditas pangan

(seperti beras, gula pasir dan terigu) hingga kebutuhan lainnya seperti elektronik dan kendaraan bermotor.

Secara triwulanan, Net Ekspor (Impor) Antar Daerah pada triwulan IV-2014 mengalami penurunan.

Pertumbuhan net impor Provinsi NTT pada triwulan IV 2014 mencapai -6,95% (qtq). Penurunan tersebut terkonfirmasi

dari turunnya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau pada triwulan IV 2014 yang sebelumnya mencapai 38.158 ton

(triwulan III) menjadi 32.783 ton (triwulan IV). Total net loading juga mengalami penurunan dari -33.756 ton menjadi

-21.289 ton. Penurunan ini sejalan dengan penurunan konsumsi yang mencapai -8,45% (qtq) dan perlambatan pada

Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi.

3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor luar negeri provinsi NTT menunjukkan peningkatan signifikan pada tahun

2014. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan signifikan dari Rp 797 3

miliar pada tahun 2013 menjadi Rp 1,12 triliun pada tahun 2014 . Pertumbuhan ekspor sendiri mencatat angka positif

dari -19,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar 40,60% (yoy) tahun 2014. Di sisi lain, angka impor menunjukkan

penurunan dari Rp 812 miliar (2013) menjadi Rp 518 miliar (2014). Angka pertumbuhan impor juga menunjukkan

penurunan dari 18,02% (yoy) tahun 2013 menjadi -36,23% (yoy) tahun 2014. Dengan peningkatan ekspor ini maka

Provinsi NTT mencatat net ekspor pada tahun 2014 sebesar Rp 603 miliar atau jauh meningkat dari tahun sebelumnya

yang mencatat defisit net ekspor sebesar Rp 14,99 miliar. Ekspor utama Provinsi NTT ke luar negeri, terutama adalah

bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, produk-produk perikanan seperti ikan tuna dan ikan cakalang, serta

bahan baku bangunan (kapur). Negara tujuan utama ekspor NTT adalah Timor Leste, Jepang, dan kawasan Australia

serta Oseania.

Secara triwulanan, kinerja ekspor mengalami perlambatan, sementara kinerja impor mengalami

peningkatan. Pada Triwulan IV-2014, kinerja ekspor tumbuh sebesar 6,53% (qtq) atau melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencapai 29,23% (qtq). Kinerja ekspor tersebut berbanding terbalik dengan kinerja impor

yang mengalami peningkatan pesat yaitu sebesar 102,63% (qtq) dibandingkan triwulan III 2014 sebesar -31,40%

menyebabkan angka net ekspor mengalami penurunan -40,32% (qtq). Peningkatan aktivitas impor luar negeri tersebut

dapat terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan bahan makanan masyarakat dalam rangka perayaan natal dan

tahun baru.

3. Harga Konstan Tahun Dasar 2010 (sumber: BPS)

-6,20%

4,40%

-19,72%

40,60%

-15,85%

39,86%

18,02%

-36,23%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-200

0

200

400

600

800

1000

1200

2010 2011 2012 2013 2014

Ekspor (LN) Impor (LN) Net Ekspor Ekspor ImporMilyar Rp yoy

Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT

EUROPE AUSTRALIA ASIA AMERICA AFRICA

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Sumber : BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia

1,03%

29,23%

6,53%

143,54%

-31,40%

102,63%

-48,04%

127,06%

-40,32%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

Q1 Q2 Q3 Q4

2014Ekspor LN Impor LN Net Ekspor Ekspor LN Impor LN Net Ekspor

qtq

Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor – Impor NTT (qtq)

Sumber : BPS (diolah)

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9

Grafik 1.13 Impor Antardaerah Grafik 1.14 Aktivitas Peti Kemas

-19.801,96 -19.995,69

-23.874,53-22.726,56

-31.000,970,98%

19,40%

-4,81%

36,41%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

-35.000

-30.000

-25.000

-20.000

-15.000

-10.000

-5.000

02010 2011 2012 2013 2014

Impor Antardaerah (Harga Konstan) Impor Antardaerah (yoy)

Miliar Rp

24.665

37.137

46.5 53

54.69957.175 57.838

69.177

78.845

50,57%

25,35%

17,50%

4,53%1,16%

19,60%

13,98%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Peti kemas Peti Kemas (yoy)Boks yoy

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III

-23347

-48850

-56029

-47091

-42554

-39888

-37825

-49700

-32094

-61318

-33756

-21289

-70000

-60000

-50000

-40000

-30000

-20000

-10000

00

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Ton Unloading Loading Net Loading

Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory

25,69

56,67

-6,95

18,2219,8

-8,45

-11,85

28,74

17,05

65,67

18,78

-12,80-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

Q1 Q2 Q3

2014

% (qtq)

Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.14 Pergerakan Net Impor

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III

Page 28:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami

perlambatan, sementara sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan

pertumbuhan. Struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%).

1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami percepatan pertumbuhan pada

tahun 2014. Pada tahun 2014, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 3,59%

(yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 2,72%. Peningkatan ini salah satunya didorong oleh 4peningkatan produksi padi di Provinsi NTT. Pada tahun 2014, produksi padi mencapai 825.513 ton atau meningkat

sebesar 13,14% (yoy) dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang sebesar 729.660 ton.

Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perlambatan. Pada

triwulan IV-2014 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami penurunan yaitu sebesar -9,05% (qtq)

dibandingkan triwulan III-2014 yang mencapai 4,57%. Perlambatan terutama terjadi karena saat ini baru dimulai masa

tanam untuk tanaman bahan makanan, selain itu terjadi pula kelangkaan pupuk secara nasional yang menyebabkan

proses produksi pertanian terganggu. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada subsektor peternakan yang

disebabkan oleh penurunan penjualan sapi antarpulau akibat masih terbatasnya jumlah kapal pengangkut ternak. Hal

ini terkonfirmasi dari penurunan pengiriman ternak melalui angkutan laut pada triwulan IV yang mencapai -21,79%

(qtq), selain itu belum adanya tindak lanjut Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengembangan Sapi antara Provinsi NTT dan DKI

Jakarta yang ditandatangani di akhir tahun menyebabkan kurangnya akselerasi pertumbuhan subsektor peternakan.

Perlambatan perkembangan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari melambatnya kredit sektor pertanian, perkebunan

dan kehutanan menjadi 86,1% (yoy) dibandingkan triwulan III yang mencapai 103,3% (yoy).

2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh lebih

rendah pada periode laporan yaitu dari 7,33% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,93% (yoy) tahun 2014. Penurunan

realisasi pada belanja bantuan sosial Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang hingga Desember 2014 yang 5 hanya mencapai 63,7% dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perlambatan pada tahun 2014.

Secara triwulanan, kinerja sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

mengalami perlambatan pada Triwulan IV 2014 yaitu dari 9,92% (qtq) pada triwulan III menjadi 5,14% (qtq) pada

triwulan IV. Perlambatan tersebut seiring dengan penurunan realisasi belanja pemerintah yang tercermin dari

penurunan konsumsi pemerintah pada triwulan IV.

3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, perlambatan terjadi sebagai dampak perlambatan konsumsi rumah tangga di tahun 2014.

Perlambatan tercermin dengan perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan besar dan eceran dari 40,4%

(yoy) pada tahun 2013 menjadi 28,1% (yoy) tahun 2014. Perlambatan juga tercermin pertumbuhan kredit dari hasil

Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya perlambatan omset pedagang pada tahun

2014 dari 27,3% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 9,1% (yoy) pada tahun 2014.

1.4 . PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi

511,91 505,63 577,90 607,36 555,49 591,37 698,57 729,66 825,51

-1,23%

14,29%

5,10%

-8,54%

6,46%

18,13%

4,45%

13,14%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Produksi Padi Produksi (yoy)Ribu Ton

Sumber : BPS (diolah)

4. Angka Ramalan II-2014 (Sumber: BPS

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

I II III IV I II III IV

Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Industri Pengolahan Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran

Pertanian Pengolahan Konstruksi Perdagangan

Miliar Rp

2013 2014

Grafik 1.21 Pengiriman Ternak Grafik 1.22 Perkembangan Kredit

0,8 590747330,971367801

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

2500

5000

7500

10000

12500

15000

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV2012 2013 2014

EkorLoading Ternak qtq (axis kanan)

-0,373047747

0,0 52322614

-0,0 58695125

-0,212574079 -0,202672421

-0,371708129

-0,3 80218688

0,1 22961775

0,0 14758391

-0,217921 651

Sumber: Pelindo III (diolah) Sumber: Bank Indonesia

5. Data sementara

Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy) Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)

Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)

2011 2012 2013 2014

12%

8%

4%

0%

8.5%

7.1% 7.3%

5.9%

Q2

12%

10%

8%

6%

4%

2%

0% 0.3%

9.9%

5.1%

Q3 Q4

QTQ

Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang

Tahun

2012

2013

2014

Omset (Miliar) ∆ Omset Volume (Juta) ∆ Volume

116,74

148,65

162,16

27,3%

9,1%

1,54

1,65

1,46

7,1%

-11,5%

Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) - BI

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11

Page 29:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami

perlambatan, sementara sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan

pertumbuhan. Struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%).

1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami percepatan pertumbuhan pada

tahun 2014. Pada tahun 2014, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 3,59%

(yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 2,72%. Peningkatan ini salah satunya didorong oleh 4peningkatan produksi padi di Provinsi NTT. Pada tahun 2014, produksi padi mencapai 825.513 ton atau meningkat

sebesar 13,14% (yoy) dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang sebesar 729.660 ton.

Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perlambatan. Pada

triwulan IV-2014 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami penurunan yaitu sebesar -9,05% (qtq)

dibandingkan triwulan III-2014 yang mencapai 4,57%. Perlambatan terutama terjadi karena saat ini baru dimulai masa

tanam untuk tanaman bahan makanan, selain itu terjadi pula kelangkaan pupuk secara nasional yang menyebabkan

proses produksi pertanian terganggu. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada subsektor peternakan yang

disebabkan oleh penurunan penjualan sapi antarpulau akibat masih terbatasnya jumlah kapal pengangkut ternak. Hal

ini terkonfirmasi dari penurunan pengiriman ternak melalui angkutan laut pada triwulan IV yang mencapai -21,79%

(qtq), selain itu belum adanya tindak lanjut Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengembangan Sapi antara Provinsi NTT dan DKI

Jakarta yang ditandatangani di akhir tahun menyebabkan kurangnya akselerasi pertumbuhan subsektor peternakan.

Perlambatan perkembangan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari melambatnya kredit sektor pertanian, perkebunan

dan kehutanan menjadi 86,1% (yoy) dibandingkan triwulan III yang mencapai 103,3% (yoy).

2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh lebih

rendah pada periode laporan yaitu dari 7,33% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,93% (yoy) tahun 2014. Penurunan

realisasi pada belanja bantuan sosial Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang hingga Desember 2014 yang 5 hanya mencapai 63,7% dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perlambatan pada tahun 2014.

Secara triwulanan, kinerja sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

mengalami perlambatan pada Triwulan IV 2014 yaitu dari 9,92% (qtq) pada triwulan III menjadi 5,14% (qtq) pada

triwulan IV. Perlambatan tersebut seiring dengan penurunan realisasi belanja pemerintah yang tercermin dari

penurunan konsumsi pemerintah pada triwulan IV.

3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, perlambatan terjadi sebagai dampak perlambatan konsumsi rumah tangga di tahun 2014.

Perlambatan tercermin dengan perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan besar dan eceran dari 40,4%

(yoy) pada tahun 2013 menjadi 28,1% (yoy) tahun 2014. Perlambatan juga tercermin pertumbuhan kredit dari hasil

Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya perlambatan omset pedagang pada tahun

2014 dari 27,3% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 9,1% (yoy) pada tahun 2014.

1.4 . PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi

511,91 505,63 577,90 607,36 555,49 591,37 698,57 729,66 825,51

-1,23%

14,29%

5,10%

-8,54%

6,46%

18,13%

4,45%

13,14%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Produksi Padi Produksi (yoy)Ribu Ton

Sumber : BPS (diolah)

4. Angka Ramalan II-2014 (Sumber: BPS

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

I II III IV I II III IV

Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Industri Pengolahan Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran

Pertanian Pengolahan Konstruksi Perdagangan

Miliar Rp

2013 2014

Grafik 1.21 Pengiriman Ternak Grafik 1.22 Perkembangan Kredit

0,8 590747330,971367801

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

2500

5000

7500

10000

12500

15000

I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV2012 2013 2014

EkorLoading Ternak qtq (axis kanan)

-0,373047747

0,0 52322614

-0,0 58695125

-0,212574079 -0,202672421

-0,371708129

-0,3 80218688

0,1 22961775

0,0 14758391

-0,217921 651

Sumber: Pelindo III (diolah) Sumber: Bank Indonesia

5. Data sementara

Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy) Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)

Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)

2011 2012 2013 2014

12%

8%

4%

0%

8.5%

7.1% 7.3%

5.9%

Q2

12%

10%

8%

6%

4%

2%

0% 0.3%

9.9%

5.1%

Q3 Q4

QTQ

Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang

Tahun

2012

2013

2014

Omset (Miliar) ∆ Omset Volume (Juta) ∆ Volume

116,74

148,65

162,16

27,3%

9,1%

1,54

1,65

1,46

7,1%

-11,5%

Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) - BI

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11

Page 30:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sektor industri lainnya, seperti sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor Pengadaan Air,

Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Konstruksi, sektor Real Estate, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi

serta sektor terkait Jasa-Jasa mengalami perlambatan pada tahun 2014. Adanya pelarangan ekspor bahan mentah

pada tahun 2014 dan kekurangan kebutuhan listrik menyebabkan perlambatan ekspor mangan dari NTT yang

berdampak pada melambatnya sektor pertambangan dan penggalian.

Di sisi lain, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Transportasi dan Pergudangan serta sektor Informasi dan

Komunikasi mengalami peningkatan pada tahun 2014. Adanya beberapa proyek terkait Pembangkit Listrik Tenaga Uap

(PLTU) dan jaringan transmisi diperkirakan menjadi penyebab peningkatan sektor Pengadaan Listrik dan Gas.

Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami perlambatan yakni dari sebesar

6,29% (qtq) pada triwulan III menjadi -1,38% (qtq). Kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik di akhir tahun

menjadi penyebab perlambatan sektor tersebut di akhir tahun.

Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan di tahun

2014. Laju pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makan minum mengalami perlambatan dari 7,34%(yoy) pada

tahun 2013 menjadi 6,25% (yoy). Dari data BPS, terlihat bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan jumlah tamu hotel,

yaitu dari 52,08% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 11,4% (yoy) tahun 2014. Peningkatan pesat yang terjadi pada tahun

2013, salah satunya adalah akibat penyelenggaraan Sail Komodo 2013. Untuk tahun 2014, jumlah tamu hotel pada

tahun 2014 mencapai 140.207 orang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 125.828 orang.

Secara triwulan, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV 2014. Pada triwulan IV 2014 pertumbuhan

sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan minum mencatat pertumbuhan sebesar 0,13% (qtq) melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,38% (qtq). Perlambatan ini terkonfirmasi dari data pertumbuhan

tamu hotel yang mengalami penurunan dari 25,89% (qtq) pada triwulan III menjadi 0,13% (qtq) pada triwulan IV.

Kebijakan pembatasan pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah di hotel pada akhir tahun turut menjadi penyebab

penurunan kunjungan tamu hotel.

69.477 82.343 125.828 140.207

18,5%

52,8%

11,4%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

160.000

2011 2012 2013 2014

Jumlah Tamu Pertumbuhan (yoy)Jiwa

Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)

-27,24%

18,27%19,80%

15,23%

-12,76%

37,14%

17,65%

0,94%

-28,54%

24,28%25,89%

0,13%

-40,00%

-30,00%

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014

Jumlah Tamu Pertumbuhan (qtq)

Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)

Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)

988 1.310 1.637 1.527 1.701 2.437 3.421 4.3 84

32,6%

25,0%

-6,7%

11,4%

43,3%

40,4%

28,1%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Milyar Rp (yoy)

Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran

Sumber: Bank Indonesia

4. SEKTOR-SEKTOR LAINNYA

Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)

URAIAN 2010 2011

Konsumsi

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah

PDRB

2012 20132014

I II III IV TOTAL

53.625.595

38.384.207

1.345.316

13.896.072

16.135.240

1.144.618

1.067.999

928.887

(24.087.099)

48.815.240

60.090.154

42.565.474

1.644.754

15.879.927

18.159.579

1.602.633

1.229.814

5.050.660

(31.239.694)

54.893.145

66.127.035

47.368.797

1.868.305

16.889.933

20.586.330

946.724

1.196.294

3.733.059

(23.797.857)

61.325.467

14.718.010

11.742.526

572.537

2.402.946

6.065.609

457.634

305.810

77.634

(5.651.411)

15.818.018

17.493.413

12.256.189

622.060

4.615.164

5.345.623

758.947

309.516

183.493

(7.075.259)

16.648.747

21.203.123

13.145.397

548.264

7.509.462

6.873.739

924.830

402.723

128.185

(4.668.862)

18.076.895

19.406.810

14.102.744

580.901

4.723.165

8.051.118

792.750

435.440

256.417

(4.474.901)

18.058.973

72.821.356

51.246.857

2.323.762

19.250.737

26.336.089

2.934.161

1.453.489

645.729

(34.296.733)

68.602.633

47.183.184

33.856.356

1.344.135

11.982.693

14.020.715

844.823

1.014.658

1.118.798

(20.335.568)

43.846.609

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)

URAIAN 2010 2011

Konsumsi

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah

PDRB

47.183.184

33.856.356

1.344.135

11.982.693

14.020.715

844.823

1.014.658

585.187

(19.801.958)

43.846.609

2012 20132014

I II III IV TOTAL

49.867.847

35.769.580

1.338.277

12.759.990

13.306.070

1.711.713

951.779

492.408

(19.995.691)

46.334.128

52.617.010

37.488.581

1.613.278

13.515.151

15.809.517

2.628.829

993.698

688.659

(23.874.526)

48.863.188

55.536.218

39.808.149

1.709.867

14.018.201

17.628.218

1.089.373

797.771

812.765

(22.726.564)

51.512.251

12.278.767

9.783.630

492.940

2.002.197

5.052.625

385.742

238.302

61.034

(5.116.972)

12.777.431

14.516.568

10.122.440

528.392

3.865.736

4.453.869

639.042

240.759

148.642

(6.431.439)

13.270.159

17.391.148

10.766.249

460.909

6.163.990

5.733.982

759.038

311.138

101.971

(10.076.403)

14.016.932

15.922.004

11.363.066

479.334

4.079.604

6.711.392

661.883

331.459

206.620

(9.376.156)

14.043.961

60.108.487

42.035.386

1.961.574

16.111.527

21.951.869

2.445.705

1.121.658

518.267

(31.000.971)

54.108.482

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)

URAIAN 2010 2011

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2012 20132014

I II III IV TOTAL

15.196.038,0

689.434,5

616.413,0

23.175,3

34.938,5

5.017.540,0

5.410.748,3

2.412.642,0

276.349,7

3.848.144,1

1.651.045,5

1.295.865,2

144.131,9

5.764.542,8

4.247.255,8

1.072.310,5

1.114.665,5

48.815.240,3

16.528.722,4

767.939,8

685.717,8

23.701,6

37.866,8

5.715.885,6

5.934.067,8

2.766.577,6

316.289,7

4.427.236,5

2.011.444,5

1.487.242,7

166.499,2

6.738.860,5

4.904.495,7

1.165.779,3

1.214.817,9

54.893.145,5

18.272.369,0

894.151,9

758.818,3

23.602,6

41.817,7

6.344.807,9

6.570.523,7

3.195.324,8

367.820,1

4.660.243,4

2.389.329,0

1.705.495,2

188.486,7

7.592.137,3

5.679.554,1

1.279.704,3

1.361.280,9

61.325.466,8

4.855.114,8

220.032,3

193.288,7

6.861,0

10.641,6

1.625.288,0

1.691.332,8

808.772,0

95.015,9

1.216.242,2

638.325,6

433.253,8

49.205,6

1.871.951,2

1.434.160,5

309.910,8

358.621,4

15.818.018,2

5.119.950,0

264.746,5

200.826,6

7.724,8

10.987,6

1.712.030,9

1.785.872,6

861.287,0

101.155,7

1.254.297,1

662.235,8

449.743,2

51.290,6

1.940.911,4

1.518.720,5

339.872,8

367.093,5

16.648.746,8

5.429.343,3

279.998,9

218.019,5

7.436,7

12.008,8

1.851.176,7

1.914.900,6

922.290,7

109.449,7

1.326.413,6

682.433,9

481.490,0

54.620,7

2.301.374,9

1.734.950,0

370.177,9

380.808,7

18.076.894,7

5.042.504,6

305.571,0

231.572,9

9.516,8

11.890,9

1.907.483,4

1.893.603,1

974.600,0

116.821,5

1.337.473,2

731.854,9

496.390,7

55.762,0

2.278.494,1

1.880.362,0

394.622,5

390.449,9

18.058.973,4

20.446.912,7

1.070.348,7

843.707,7

31.539,2

45.529,0

7.095.979,0

7.285.709,2

3.566.949,6

422.442,8

5.134.426,1

2.714.850,3

1.860.877,7

210.878,8

8.392.731,6

6.568.193,1

1.414.584,0

1.496.973,5

68.602.633,1

13.963.144,3

629.947,9

555.179,2

22.116,1

31.772,4

4.436.392,0

4.753.751,8

2.152.924,3

247.890,5

3.508.933,8

1.403.004,0

1.161.581,3

125.800,3

5.135.323,0

3.767.837,5

931.502,3

1.019.508,0

43.846.608,7

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13

Page 31:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sektor industri lainnya, seperti sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor Pengadaan Air,

Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Konstruksi, sektor Real Estate, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi

serta sektor terkait Jasa-Jasa mengalami perlambatan pada tahun 2014. Adanya pelarangan ekspor bahan mentah

pada tahun 2014 dan kekurangan kebutuhan listrik menyebabkan perlambatan ekspor mangan dari NTT yang

berdampak pada melambatnya sektor pertambangan dan penggalian.

Di sisi lain, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Transportasi dan Pergudangan serta sektor Informasi dan

Komunikasi mengalami peningkatan pada tahun 2014. Adanya beberapa proyek terkait Pembangkit Listrik Tenaga Uap

(PLTU) dan jaringan transmisi diperkirakan menjadi penyebab peningkatan sektor Pengadaan Listrik dan Gas.

Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami perlambatan yakni dari sebesar

6,29% (qtq) pada triwulan III menjadi -1,38% (qtq). Kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik di akhir tahun

menjadi penyebab perlambatan sektor tersebut di akhir tahun.

Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan di tahun

2014. Laju pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makan minum mengalami perlambatan dari 7,34%(yoy) pada

tahun 2013 menjadi 6,25% (yoy). Dari data BPS, terlihat bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan jumlah tamu hotel,

yaitu dari 52,08% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 11,4% (yoy) tahun 2014. Peningkatan pesat yang terjadi pada tahun

2013, salah satunya adalah akibat penyelenggaraan Sail Komodo 2013. Untuk tahun 2014, jumlah tamu hotel pada

tahun 2014 mencapai 140.207 orang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 125.828 orang.

Secara triwulan, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV 2014. Pada triwulan IV 2014 pertumbuhan

sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan minum mencatat pertumbuhan sebesar 0,13% (qtq) melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,38% (qtq). Perlambatan ini terkonfirmasi dari data pertumbuhan

tamu hotel yang mengalami penurunan dari 25,89% (qtq) pada triwulan III menjadi 0,13% (qtq) pada triwulan IV.

Kebijakan pembatasan pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah di hotel pada akhir tahun turut menjadi penyebab

penurunan kunjungan tamu hotel.

69.477 82.343 125.828 140.207

18,5%

52,8%

11,4%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

160.000

2011 2012 2013 2014

Jumlah Tamu Pertumbuhan (yoy)Jiwa

Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)

-27,24%

18,27%19,80%

15,23%

-12,76%

37,14%

17,65%

0,94%

-28,54%

24,28%25,89%

0,13%

-40,00%

-30,00%

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014

Jumlah Tamu Pertumbuhan (qtq)

Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)

Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)

988 1.310 1.637 1.527 1.701 2.437 3.421 4.3 84

32,6%

25,0%

-6,7%

11,4%

43,3%

40,4%

28,1%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Milyar Rp (yoy)

Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran

Sumber: Bank Indonesia

4. SEKTOR-SEKTOR LAINNYA

Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)

URAIAN 2010 2011

Konsumsi

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah

PDRB

2012 20132014

I II III IV TOTAL

53.625.595

38.384.207

1.345.316

13.896.072

16.135.240

1.144.618

1.067.999

928.887

(24.087.099)

48.815.240

60.090.154

42.565.474

1.644.754

15.879.927

18.159.579

1.602.633

1.229.814

5.050.660

(31.239.694)

54.893.145

66.127.035

47.368.797

1.868.305

16.889.933

20.586.330

946.724

1.196.294

3.733.059

(23.797.857)

61.325.467

14.718.010

11.742.526

572.537

2.402.946

6.065.609

457.634

305.810

77.634

(5.651.411)

15.818.018

17.493.413

12.256.189

622.060

4.615.164

5.345.623

758.947

309.516

183.493

(7.075.259)

16.648.747

21.203.123

13.145.397

548.264

7.509.462

6.873.739

924.830

402.723

128.185

(4.668.862)

18.076.895

19.406.810

14.102.744

580.901

4.723.165

8.051.118

792.750

435.440

256.417

(4.474.901)

18.058.973

72.821.356

51.246.857

2.323.762

19.250.737

26.336.089

2.934.161

1.453.489

645.729

(34.296.733)

68.602.633

47.183.184

33.856.356

1.344.135

11.982.693

14.020.715

844.823

1.014.658

1.118.798

(20.335.568)

43.846.609

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)

URAIAN 2010 2011

Konsumsi

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah

PDRB

47.183.184

33.856.356

1.344.135

11.982.693

14.020.715

844.823

1.014.658

585.187

(19.801.958)

43.846.609

2012 20132014

I II III IV TOTAL

49.867.847

35.769.580

1.338.277

12.759.990

13.306.070

1.711.713

951.779

492.408

(19.995.691)

46.334.128

52.617.010

37.488.581

1.613.278

13.515.151

15.809.517

2.628.829

993.698

688.659

(23.874.526)

48.863.188

55.536.218

39.808.149

1.709.867

14.018.201

17.628.218

1.089.373

797.771

812.765

(22.726.564)

51.512.251

12.278.767

9.783.630

492.940

2.002.197

5.052.625

385.742

238.302

61.034

(5.116.972)

12.777.431

14.516.568

10.122.440

528.392

3.865.736

4.453.869

639.042

240.759

148.642

(6.431.439)

13.270.159

17.391.148

10.766.249

460.909

6.163.990

5.733.982

759.038

311.138

101.971

(10.076.403)

14.016.932

15.922.004

11.363.066

479.334

4.079.604

6.711.392

661.883

331.459

206.620

(9.376.156)

14.043.961

60.108.487

42.035.386

1.961.574

16.111.527

21.951.869

2.445.705

1.121.658

518.267

(31.000.971)

54.108.482

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)

URAIAN 2010 2011

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2012 20132014

I II III IV TOTAL

15.196.038,0

689.434,5

616.413,0

23.175,3

34.938,5

5.017.540,0

5.410.748,3

2.412.642,0

276.349,7

3.848.144,1

1.651.045,5

1.295.865,2

144.131,9

5.764.542,8

4.247.255,8

1.072.310,5

1.114.665,5

48.815.240,3

16.528.722,4

767.939,8

685.717,8

23.701,6

37.866,8

5.715.885,6

5.934.067,8

2.766.577,6

316.289,7

4.427.236,5

2.011.444,5

1.487.242,7

166.499,2

6.738.860,5

4.904.495,7

1.165.779,3

1.214.817,9

54.893.145,5

18.272.369,0

894.151,9

758.818,3

23.602,6

41.817,7

6.344.807,9

6.570.523,7

3.195.324,8

367.820,1

4.660.243,4

2.389.329,0

1.705.495,2

188.486,7

7.592.137,3

5.679.554,1

1.279.704,3

1.361.280,9

61.325.466,8

4.855.114,8

220.032,3

193.288,7

6.861,0

10.641,6

1.625.288,0

1.691.332,8

808.772,0

95.015,9

1.216.242,2

638.325,6

433.253,8

49.205,6

1.871.951,2

1.434.160,5

309.910,8

358.621,4

15.818.018,2

5.119.950,0

264.746,5

200.826,6

7.724,8

10.987,6

1.712.030,9

1.785.872,6

861.287,0

101.155,7

1.254.297,1

662.235,8

449.743,2

51.290,6

1.940.911,4

1.518.720,5

339.872,8

367.093,5

16.648.746,8

5.429.343,3

279.998,9

218.019,5

7.436,7

12.008,8

1.851.176,7

1.914.900,6

922.290,7

109.449,7

1.326.413,6

682.433,9

481.490,0

54.620,7

2.301.374,9

1.734.950,0

370.177,9

380.808,7

18.076.894,7

5.042.504,6

305.571,0

231.572,9

9.516,8

11.890,9

1.907.483,4

1.893.603,1

974.600,0

116.821,5

1.337.473,2

731.854,9

496.390,7

55.762,0

2.278.494,1

1.880.362,0

394.622,5

390.449,9

18.058.973,4

20.446.912,7

1.070.348,7

843.707,7

31.539,2

45.529,0

7.095.979,0

7.285.709,2

3.566.949,6

422.442,8

5.134.426,1

2.714.850,3

1.860.877,7

210.878,8

8.392.731,6

6.568.193,1

1.414.584,0

1.496.973,5

68.602.633,1

13.963.144,3

629.947,9

555.179,2

22.116,1

31.772,4

4.436.392,0

4.753.751,8

2.152.924,3

247.890,5

3.508.933,8

1.403.004,0

1.161.581,3

125.800,3

5.135.323,0

3.767.837,5

931.502,3

1.019.508,0

43.846.608,7

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13

Page 32:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)

URAIAN 2010 2011

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2012 20132014

I II III IV TOTAL

14.244.976,8

664.143,7

587.146,6

25.370,8

33.397,7

4.834.570,4

5.090.748,4

2.296.963,6

263.412,1

3.756.156,4

1.561.621,8

1.235.446,2

135.154,3

5.571.012,7

3.986.444,5

990.410,5

1.057.150,7

46.334.127,5

14.669.948,1

705.179,3

622.392,4

27.776,9

35.023,1

5.178.453,7

5.422.061,7

2.402.908,8

279.065,6

4.023.034,1

1.730.922,7

1.311.293,9

143.028,5

5.968.136,0

4.216.869,7

1.045.594,6

1.081.498,5

48.863.187,5

15.069.279,3

740.639,1

652.631,7

29.886,3

37.354,3

5.450.012,5

5.826.336,0

2.536.165,6

299.560,3

4.268.913,3

1.940.540,9

1.383.084,2

150.346,0

6.405.820,0

4.490.436,3

1.108.218,2

1.123.026,8

51.512.250,8

3.769.036,9

171.089,0

157.596,5

7.843,6

9.153,1

1.341.580,5

1.441.649,6

628.435,8

73.351,8

1.076.817,3

495.416,8

330.321,3

37.927,3

1.591.540,4

1.093.618,5

267.588,3

284.464,5

12.777.431,2

3.951.374,4

197.266,9

162.243,1

8.389,8

9.438,9

1.400.834,5

1.501.205,9

654.537,1

77.342,1

1.120.347,3

508.175,1

343.850,2

38.647,1

1.595.775,5

1.126.369,7

285.331,2

289.029,7

13.270.158,5

4.131.966,4

207.858,0

173.012,1

8.126,6

10.312,5

1.474.926,0

1.595.641,5

688.337,6

82.274,7

1.185.420,6

517.896,4

361.674,4

40.484,7

1.754.085,8

1.200.717,0

286.881,4

297.316,1

14.016.931,8

3.758.219,4

204.451,4

181.769,1

9.438,3

10.249,4

1.516.050,5

1.573.685,9

730.946,2

85.325,0

1.212.729,1

549.105,4

366.972,0

40.657,0

1.844.268,7

1.349.646,8

309.036,5

301.410,1

14.043.960,7

15.610.597,1

780.665,3

674.620,8

33.798,2

39.153,9

5.733.391,5

6.112.183,0

2.702.256,7

318.293,6

4.595.314,3

2.070.593,8

1.402.817,9

157.716,1

6.785.670,3

4.770.352,0

1.148.837,3

1.172.220,5

54.108.482,3

13.963.144,3

629.947,9

555.179,2

22.116,1

31.772,4

4.436.392,0

4.753.751,8

2.152.924,3

247.890,5

3.508.933,8

1.403.004,0

1.161.581,3

125.800,3

5.135.323,0

3.767.837,5

931.502,3

1.019.508,0

43.846.608,7

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

Dalam rilis data PDRB triwulan IV tahun 2014 telah dilakukan perubahan tahun dasar dalam perhitungan PDRB oleh BPS yaitu

dari 2000 menjadi 2010. Pemilihan tahun dasar 2010 disebabkan oleh beberapa pertimbangan, diantaranya: 1)

Perekonomian Indonesia yang relatif stabil, 2) Telah terjadi perubahan struktur ekonomi dalam 10 tahun terakhir, 3)

Rekomendasi PBB tentang perubahan tahun dasar setiap 5 atau 10 tahun, 4) Teridentifikasinya pembaharuan konsep,

definisi, klasifikasi, cakupan dan metodologi sesuai rekomendasi dalam SNA2008, 5) Tersedianya sumber data baru untuk

perbaikan PDRB seperti data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan Indeks Harga Produsen (Producers Price Indexes /PPI), dan

6) Tersedianya kerangka kerja SUT/matriks supply yang digunakan untuk menetapkan PDRB. System of National Accounts

2008 (SNA2008) atau Sistem Neraca Nasional (SNN) sendiri adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun

ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.

Seiring terjadinya perubahan tahun dasar menimbulkan beberapa Implikasi yang terjadi diantaranya meningkatnya nominal

PDRB serta perubahan pada komponen PDRB, diantaranya sisi sektoral dari 9 menjadi 17 sektor. Pendekatan untuk PDRB

tahun dasar 2010 juga mengalami perubahan dari kerangka tabel Input-Output (I-O) menjadi Supply and Use Tables (SUT)

yaitu kerangka kerja yang menggambarkan keseimbangan aliran barang dan jasa serta penciptaan pendapatan dari aktivitas

produksi yang terdiri dari 2 tabel utama (supply dan use). Dalam penggunaan I-O hanya dilakukan pengecekan satu arah

sementara dalam SUT dilakukan pengecekan 2 arah.

PERUBAHAN TAHUN DASAR DALAM PERHITUNGAN PDRB

Gambar Boks1.1. Perbedaan Metode Perhitungaan PDRB Tahun Dasar 2000 dan 2010

Pada PRDB Seri 2010

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15

Page 33:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)

URAIAN 2010 2011

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2012 20132014

I II III IV TOTAL

14.244.976,8

664.143,7

587.146,6

25.370,8

33.397,7

4.834.570,4

5.090.748,4

2.296.963,6

263.412,1

3.756.156,4

1.561.621,8

1.235.446,2

135.154,3

5.571.012,7

3.986.444,5

990.410,5

1.057.150,7

46.334.127,5

14.669.948,1

705.179,3

622.392,4

27.776,9

35.023,1

5.178.453,7

5.422.061,7

2.402.908,8

279.065,6

4.023.034,1

1.730.922,7

1.311.293,9

143.028,5

5.968.136,0

4.216.869,7

1.045.594,6

1.081.498,5

48.863.187,5

15.069.279,3

740.639,1

652.631,7

29.886,3

37.354,3

5.450.012,5

5.826.336,0

2.536.165,6

299.560,3

4.268.913,3

1.940.540,9

1.383.084,2

150.346,0

6.405.820,0

4.490.436,3

1.108.218,2

1.123.026,8

51.512.250,8

3.769.036,9

171.089,0

157.596,5

7.843,6

9.153,1

1.341.580,5

1.441.649,6

628.435,8

73.351,8

1.076.817,3

495.416,8

330.321,3

37.927,3

1.591.540,4

1.093.618,5

267.588,3

284.464,5

12.777.431,2

3.951.374,4

197.266,9

162.243,1

8.389,8

9.438,9

1.400.834,5

1.501.205,9

654.537,1

77.342,1

1.120.347,3

508.175,1

343.850,2

38.647,1

1.595.775,5

1.126.369,7

285.331,2

289.029,7

13.270.158,5

4.131.966,4

207.858,0

173.012,1

8.126,6

10.312,5

1.474.926,0

1.595.641,5

688.337,6

82.274,7

1.185.420,6

517.896,4

361.674,4

40.484,7

1.754.085,8

1.200.717,0

286.881,4

297.316,1

14.016.931,8

3.758.219,4

204.451,4

181.769,1

9.438,3

10.249,4

1.516.050,5

1.573.685,9

730.946,2

85.325,0

1.212.729,1

549.105,4

366.972,0

40.657,0

1.844.268,7

1.349.646,8

309.036,5

301.410,1

14.043.960,7

15.610.597,1

780.665,3

674.620,8

33.798,2

39.153,9

5.733.391,5

6.112.183,0

2.702.256,7

318.293,6

4.595.314,3

2.070.593,8

1.402.817,9

157.716,1

6.785.670,3

4.770.352,0

1.148.837,3

1.172.220,5

54.108.482,3

13.963.144,3

629.947,9

555.179,2

22.116,1

31.772,4

4.436.392,0

4.753.751,8

2.152.924,3

247.890,5

3.508.933,8

1.403.004,0

1.161.581,3

125.800,3

5.135.323,0

3.767.837,5

931.502,3

1.019.508,0

43.846.608,7

KATEGORI

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

Sumber : BPS, diolah

Dalam rilis data PDRB triwulan IV tahun 2014 telah dilakukan perubahan tahun dasar dalam perhitungan PDRB oleh BPS yaitu

dari 2000 menjadi 2010. Pemilihan tahun dasar 2010 disebabkan oleh beberapa pertimbangan, diantaranya: 1)

Perekonomian Indonesia yang relatif stabil, 2) Telah terjadi perubahan struktur ekonomi dalam 10 tahun terakhir, 3)

Rekomendasi PBB tentang perubahan tahun dasar setiap 5 atau 10 tahun, 4) Teridentifikasinya pembaharuan konsep,

definisi, klasifikasi, cakupan dan metodologi sesuai rekomendasi dalam SNA2008, 5) Tersedianya sumber data baru untuk

perbaikan PDRB seperti data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan Indeks Harga Produsen (Producers Price Indexes /PPI), dan

6) Tersedianya kerangka kerja SUT/matriks supply yang digunakan untuk menetapkan PDRB. System of National Accounts

2008 (SNA2008) atau Sistem Neraca Nasional (SNN) sendiri adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun

ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.

Seiring terjadinya perubahan tahun dasar menimbulkan beberapa Implikasi yang terjadi diantaranya meningkatnya nominal

PDRB serta perubahan pada komponen PDRB, diantaranya sisi sektoral dari 9 menjadi 17 sektor. Pendekatan untuk PDRB

tahun dasar 2010 juga mengalami perubahan dari kerangka tabel Input-Output (I-O) menjadi Supply and Use Tables (SUT)

yaitu kerangka kerja yang menggambarkan keseimbangan aliran barang dan jasa serta penciptaan pendapatan dari aktivitas

produksi yang terdiri dari 2 tabel utama (supply dan use). Dalam penggunaan I-O hanya dilakukan pengecekan satu arah

sementara dalam SUT dilakukan pengecekan 2 arah.

PERUBAHAN TAHUN DASAR DALAM PERHITUNGAN PDRB

Gambar Boks1.1. Perbedaan Metode Perhitungaan PDRB Tahun Dasar 2000 dan 2010

Pada PRDB Seri 2010

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15

Page 34:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Selain perubahan pendekatan I-O menjadi SUT dalam perhitungan. Terjadi pula perubahan konsep dan metode

dari SNA sebelumnya ke SNA 2008 yang dapat menjadi faktor perbedaan angka perhitungan tahun dasar,

contohnya adalah sebagai berikut:

Dalam perhitungan PDRB NTT, perubahan tahun dasar memiliki implikasi adanya peningkatan jumlah nominal.

PDRB NTT pada tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 45,92 triliun sementara apabila

menggunakan tahun dasar 2010 menjadi Rp 68,60 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 49,4%.

Peningkatan ini akibat dampak implementasi SNA 2008 dan perubahan volume dan harga. Adapun detil

perubahan alokasi pos pengelompokkan PDRB sebagaimana dalam tabel di bawah.

Dari sisi penggunaan, kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga berdasarkan PDRB tahun dasar 2010

dikelompok dalam tiga kelompok pengeluaran yaitu konsumsi rumah tangga itu sendiri, konsumsi lembaga non

profit dan masuk dalam perubahan inventory terkait adanya penyimpanan kekayaan atas pendapatan yang

diterima. Konsumsi rumah tangga sendiri mengalami kenaikan cukup besar dari 33,28 triliun menjadi 51,25

triliun atau naik hampir 18 triliun rupiah. Konsumsi lembaga nirlaba tetap masuk dalam pos konsumsi lembaga

nirlaba. Konsumsi pemerintah saat ini ada menjadi bagian konsumsi pemerintah sendiri dan ada yang masuk

dalam pembentukan modal tetap bruto terkait investasi barang dengan masa pakai lebih dari satu tahun.

VARIABEL KONSEP LAMA KONSEP BARU

1. Output pertanian Hanya mencakup outputpada saat panen

Ouput saat panen ditambah nilai hewandan tumbuhan yang belum menghasilkan.

2.Metode penghitungan output bank komersial.

Menggunakan metodeImputed Bank Services Charge (IBSC)

Menggunakan metode Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM)

3. Valuasi Nilai Tambah lapangan usahadinilai dengan harga produsen.

Nilai tambah lapangan usahadinilai dengan harga dasar.

4. Biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk original

Dicatat sebagai biaya antara. dicata sebagai biaya antara dan dikapitalisasi sebagai PMTB

Tabel Boks 1.1. Perbedaan Konsep Lama dan Konsep Baru

1.Konsumsi Rumah Tangga

2.Konsumsi Swasta Nirlaba

3.Konsumsi Pemerintah

4.PMTB/Investasi

5.Ekspor & Antar Pulau Keluar

6.Impor & Antar Pulau Masuk

7.Perubahan Stok*

1.Konsumsi Rumah Tangga

2.Konsumsi LNPRT

3.Konsumsi Pemerintah

4.Pembentukan Modal Tetap Bruto

5.Perubahan Inventori

6.Ekspor Luar Negeri

7.Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah

33,276,053.23

1,903775.76

9,572,087.91

10,775,215.63

8,341,858.96

19,504,500.73

1,556,626.12

51,276,853.23

2,323,762.10

19,250,737.38

26,336,088.92

2,934,160.72

1,453,488.97

645,728.86

(34,296,732.74)

Penggunaan Penggunaan2014 2014

45,921,116.8868,602,633.08

PDRBPDRB

Tabel Boks 1.2. Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Penggunaan

Konsumsi pemerintah sendiri mengalami kenaikan signifikan dari 9,57 triliun menjadi 19,25 triliun atau naik 9,68 triliun.

PMTB/ Investasi tetap masuk dalam pos PMTB dengan kenaikan nilai yang sangat signifikan yaitu dari 10.78 triliun menjadi

26,34 triliun atau naik hingga 15,56 triliun. Ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah saat ini dipisah dalam pos tersendiri

yaitu ekspor dan impor luar negeri serta net ekspor antardaerah. Perubahan nilai cukup besar terjadi pada net impor antar

daerah, dari sebelumnya PDRB Provinsi NTT tahun 2014 mengalami net impor sebesar 7,62 triliun menggunakan tahun dasar

2000 menjadi net impor 34,30 triliun rupiah dengan menggunakan tahun dasar 2010. Nilai net impor mengalami

pertambahan hingga 26,67 triliun dibanding nilai dengan tahun dasar 2000. Perhitungan PDRB berdasarkan pengeluaran

menunjukkan total pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi akhir dalam waktu satu tahun.

Perubahan perhitungan PDRB dari sisi sektoral mengalami perubahan yang lebih kompleks. Dengan adanya pengembangan

komoditas dari 9 komoditas menjadi 17 komoditas, pengembangan klasifikasi komoditas menjadi lebih bervariasi. Sektor

pertanian saat ini dikelompokkan dalam dua sektor yaitu sektor pertanian dan sektor jasa lainnya. Meningkatnya nilai tambah

dari 15,86 triliun menjadi 20,45 triliun lebih disebabkan oleh adanya penghitungan komoditas pertanian yang belum

menghasilkan. Sektor pertambangan tetap digolongkan dalam sektor pertambangan. Sektor industri pengolahan

dimekarkan dalam 5 sektor di atas. Sektor listrik gas dan air bersih dipisah menjadi dua yaitu sektor listrik dan gas serta sektor

pengadaan air, sampah dan limbah. Sektor konstruksi tetap dikelompokkan dalam sektor konstruksi. Adapun nilai tambah

sektor konstruksi berdasarkan tahun dasar 2010 secara nilai mengalami kenaikan lebih dari 100% dibanding perhitungan

dengan metode sebelumnya.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran berdasarkan perhitungan baru dipisah dalam dua sektor yaitu sektor perdagangan

besar, eceran dan reparasi serta sektor penyediaan akomodasi. Berdasarkan perhitungan baru, sektor ini justru mengalami

penurunan nilai dibanding metode sebelumnya. Peningkatan signifikan justru terjadi pada sektor pengangkutan dan

komunikasi yang dipisah dalam dua sektor yaitu sektor transportasi dan sektor informasi dan komunikasi dengan total

peningkatan mencapai 343%. Sektor keuangan dan jasa perusahaan didetilkan dalam 4 sektor, sedangkan sektor jasa-jasa

mampu dikembangkan dalam 8 sektor berdasarkan metode baru.

Tabel Boks 1.3. Klasifikasi Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Sektoral

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17

Page 35:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Selain perubahan pendekatan I-O menjadi SUT dalam perhitungan. Terjadi pula perubahan konsep dan metode

dari SNA sebelumnya ke SNA 2008 yang dapat menjadi faktor perbedaan angka perhitungan tahun dasar,

contohnya adalah sebagai berikut:

Dalam perhitungan PDRB NTT, perubahan tahun dasar memiliki implikasi adanya peningkatan jumlah nominal.

PDRB NTT pada tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 45,92 triliun sementara apabila

menggunakan tahun dasar 2010 menjadi Rp 68,60 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 49,4%.

Peningkatan ini akibat dampak implementasi SNA 2008 dan perubahan volume dan harga. Adapun detil

perubahan alokasi pos pengelompokkan PDRB sebagaimana dalam tabel di bawah.

Dari sisi penggunaan, kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga berdasarkan PDRB tahun dasar 2010

dikelompok dalam tiga kelompok pengeluaran yaitu konsumsi rumah tangga itu sendiri, konsumsi lembaga non

profit dan masuk dalam perubahan inventory terkait adanya penyimpanan kekayaan atas pendapatan yang

diterima. Konsumsi rumah tangga sendiri mengalami kenaikan cukup besar dari 33,28 triliun menjadi 51,25

triliun atau naik hampir 18 triliun rupiah. Konsumsi lembaga nirlaba tetap masuk dalam pos konsumsi lembaga

nirlaba. Konsumsi pemerintah saat ini ada menjadi bagian konsumsi pemerintah sendiri dan ada yang masuk

dalam pembentukan modal tetap bruto terkait investasi barang dengan masa pakai lebih dari satu tahun.

VARIABEL KONSEP LAMA KONSEP BARU

1. Output pertanian Hanya mencakup outputpada saat panen

Ouput saat panen ditambah nilai hewandan tumbuhan yang belum menghasilkan.

2.Metode penghitungan output bank komersial.

Menggunakan metodeImputed Bank Services Charge (IBSC)

Menggunakan metode Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM)

3. Valuasi Nilai Tambah lapangan usahadinilai dengan harga produsen.

Nilai tambah lapangan usahadinilai dengan harga dasar.

4. Biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk original

Dicatat sebagai biaya antara. dicata sebagai biaya antara dan dikapitalisasi sebagai PMTB

Tabel Boks 1.1. Perbedaan Konsep Lama dan Konsep Baru

1.Konsumsi Rumah Tangga

2.Konsumsi Swasta Nirlaba

3.Konsumsi Pemerintah

4.PMTB/Investasi

5.Ekspor & Antar Pulau Keluar

6.Impor & Antar Pulau Masuk

7.Perubahan Stok*

1.Konsumsi Rumah Tangga

2.Konsumsi LNPRT

3.Konsumsi Pemerintah

4.Pembentukan Modal Tetap Bruto

5.Perubahan Inventori

6.Ekspor Luar Negeri

7.Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah

33,276,053.23

1,903775.76

9,572,087.91

10,775,215.63

8,341,858.96

19,504,500.73

1,556,626.12

51,276,853.23

2,323,762.10

19,250,737.38

26,336,088.92

2,934,160.72

1,453,488.97

645,728.86

(34,296,732.74)

Penggunaan Penggunaan2014 2014

45,921,116.8868,602,633.08

PDRBPDRB

Tabel Boks 1.2. Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Penggunaan

Konsumsi pemerintah sendiri mengalami kenaikan signifikan dari 9,57 triliun menjadi 19,25 triliun atau naik 9,68 triliun.

PMTB/ Investasi tetap masuk dalam pos PMTB dengan kenaikan nilai yang sangat signifikan yaitu dari 10.78 triliun menjadi

26,34 triliun atau naik hingga 15,56 triliun. Ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah saat ini dipisah dalam pos tersendiri

yaitu ekspor dan impor luar negeri serta net ekspor antardaerah. Perubahan nilai cukup besar terjadi pada net impor antar

daerah, dari sebelumnya PDRB Provinsi NTT tahun 2014 mengalami net impor sebesar 7,62 triliun menggunakan tahun dasar

2000 menjadi net impor 34,30 triliun rupiah dengan menggunakan tahun dasar 2010. Nilai net impor mengalami

pertambahan hingga 26,67 triliun dibanding nilai dengan tahun dasar 2000. Perhitungan PDRB berdasarkan pengeluaran

menunjukkan total pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi akhir dalam waktu satu tahun.

Perubahan perhitungan PDRB dari sisi sektoral mengalami perubahan yang lebih kompleks. Dengan adanya pengembangan

komoditas dari 9 komoditas menjadi 17 komoditas, pengembangan klasifikasi komoditas menjadi lebih bervariasi. Sektor

pertanian saat ini dikelompokkan dalam dua sektor yaitu sektor pertanian dan sektor jasa lainnya. Meningkatnya nilai tambah

dari 15,86 triliun menjadi 20,45 triliun lebih disebabkan oleh adanya penghitungan komoditas pertanian yang belum

menghasilkan. Sektor pertambangan tetap digolongkan dalam sektor pertambangan. Sektor industri pengolahan

dimekarkan dalam 5 sektor di atas. Sektor listrik gas dan air bersih dipisah menjadi dua yaitu sektor listrik dan gas serta sektor

pengadaan air, sampah dan limbah. Sektor konstruksi tetap dikelompokkan dalam sektor konstruksi. Adapun nilai tambah

sektor konstruksi berdasarkan tahun dasar 2010 secara nilai mengalami kenaikan lebih dari 100% dibanding perhitungan

dengan metode sebelumnya.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran berdasarkan perhitungan baru dipisah dalam dua sektor yaitu sektor perdagangan

besar, eceran dan reparasi serta sektor penyediaan akomodasi. Berdasarkan perhitungan baru, sektor ini justru mengalami

penurunan nilai dibanding metode sebelumnya. Peningkatan signifikan justru terjadi pada sektor pengangkutan dan

komunikasi yang dipisah dalam dua sektor yaitu sektor transportasi dan sektor informasi dan komunikasi dengan total

peningkatan mencapai 343%. Sektor keuangan dan jasa perusahaan didetilkan dalam 4 sektor, sedangkan sektor jasa-jasa

mampu dikembangkan dalam 8 sektor berdasarkan metode baru.

Tabel Boks 1.3. Klasifikasi Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Sektoral

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17

Page 36:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Di era 1970-an, untuk memenuhi stok daging nasional, NTT telah mengirim (ekspor) ternak sapi dan kerbau ke

luar daerah yang bahkan juga melakukan ekspor ke Hongkong, sehingga pada saat itu NTT bisa dikatakan

sebagai gudang ternak. Namun dalam beberapa tahun terakhir hal tersebut belum terlihat kembali. Berdasarkan

data yang ada pada tabel dibawah terlihat dalam 5 tahun terakhir bahwa perkembangan populasi ternak

khususnya sapi dan kerbau di NTT cukup mengalami pertumbuhan yang signifikan apabila dibandingkan dengan

populasi ternak di tingkat nasional.

Namun peningkatan populasi tesebut masih dibayangi oleh berbagai permasalahan. Permasalahan terbesar

dalam pengembangan ternak sapi di NTT adalah ketersediaan pakan hijauan ternak serta pola pengembangan

ternak yang masih tradisional oleh masyarakat. Kondisi iklim pada Provinsi NTT adalah 8 bulan musim

kemarau/kering dan 4 bulan musim hujan/basah. Dari kondisi iklim yang sepanjang tahunnya didominasi oleh

musim kemarau mengakibatkan kualitas serta kuantitas pakan ternak menjadi rendah karena tanaman pakan

menjadi kering diiringi penurunan kualitas pakan. Pada musim tersebut banyak ternak yang memiliki penurunan

berat yang signifikan. Hal tersebut juga diakibatkan oleh sebagian besar masyarakat NTT masih

mengembangkan ternak secara tradisional dimana masyarakat masih belum memelihara ternak dengan

mengandangkan-nya. Dengan demikian kondisi ternak akan sangat tergantung kepada ketersediaan pakan di

alam bebas. Pola ternak yang dilakukan masyarakat saat ini dikarenakan ternak sapi memang belum dijadikan

sebagai mata pencarian utama dari para petani ternak.

Dalam rangka mendukung Program Swasembada Daging Sapi yang dicanangkan oleh Pemerintah dan ditambah

lagi dengan telah dilakukannya penandatanganan kerja sama operasional (KSO) sektor peternakan antara

Gubernur NTT Frans Lebu Raya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama. Potensi Provinsi NTT untuk menjadi

provinsi produsen ternak sapi semakin kuat, hal serupa juga ditegaskan oleh Presiden Jokowi dalam

sambutannya ketika menyaksikan penandatanganan KSO di Kupang, NTT pada tanggal 20 Desember 2014

bahwa NTT memiliki potensi dan kejayaan itu harus dikembalikan. Untuk mendukung hal tersebut, tentunya

banyak pihak akan memiliki peranan dan tidak terkecuali Bank Indonesia.

Bank Indonesia (BI) dalam peranannya di bidang moneter, memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi daerah dan sektor

UMKM. Dalam hal ini, BI juga turut serta melakukan kontribusi dalam pengembangan sektor riil di Provinsi NTT yang salah

satunya adalah melalui pengembangan klaster sapi. Pada saat ini terdapat 2 daerah pengembangan klaster sapi oleh Bank

Indonesia yaitu berada di Kab. Kupang dan Kab. Malaka. Pada proses pengembangannya, Bank Indonesia memberikan

bantuan teknis kepada para kelompok ternak yang mencakup pelatihan, penyediaan informasi, studi banding, serta

pendampingan. Tahapan program pengembangan klaster tersebut memiliki periode selama 3 tahun yang terdiri dari tahap

inisiasi, tahap pengembangan, dan tahap kemandirian.

Program Pengembangan Klaster Sapi yang dimiliki oleh BI mencakup pengembangan dari hulu sampai hilir. Tujuan dari

pengembangan klaster tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas peternak/UMKM, meningkatkan akses keuangan ke

perbankan serta meningkatkan kerjasama antar stakeholder sehingga pada akhirnya dapat mendukung ketahanan pangan

dan penciptaan pusat perekonomian baru di daerah yang pada jangka panjangnya diharapkan pertumbuhan di sektor riil

tersebut dapat mengedalikan inflasi.

NTT MENUJU PROVINSI PRODUSEN TERNAK SAPI

TAHAP INISIASI

1

23

Gambar . Tahapan Pengembangan Klaster

SUMBERDAYA

HULU & HILIR

FAKTORPENUNJANG

HULU HILIR

Sumber: BPS, diolah

Tabel Boks 2.1. Perkembangan Populasi Sapi dan Kerbau

Provinsi NTT NasionalKERBAU

150,405

150,357

150,038

152,449

133,786

SAPI

577,552

599,279

778,633

814,450

828,134

SAPI

13,235,000

14,070,000

15,421,000

16,593,000

13,130,000

KERBAU

1,933,000

2,000,000

1,305,000

1,438,000

1,110,000

Tahun

2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 2.2 Desain Program Pengembangan Klaster Sapi

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 19

TAHAP PENGEMBANGAN

TAHAP KEMANDIRIAN

Page 37:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Di era 1970-an, untuk memenuhi stok daging nasional, NTT telah mengirim (ekspor) ternak sapi dan kerbau ke

luar daerah yang bahkan juga melakukan ekspor ke Hongkong, sehingga pada saat itu NTT bisa dikatakan

sebagai gudang ternak. Namun dalam beberapa tahun terakhir hal tersebut belum terlihat kembali. Berdasarkan

data yang ada pada tabel dibawah terlihat dalam 5 tahun terakhir bahwa perkembangan populasi ternak

khususnya sapi dan kerbau di NTT cukup mengalami pertumbuhan yang signifikan apabila dibandingkan dengan

populasi ternak di tingkat nasional.

Namun peningkatan populasi tesebut masih dibayangi oleh berbagai permasalahan. Permasalahan terbesar

dalam pengembangan ternak sapi di NTT adalah ketersediaan pakan hijauan ternak serta pola pengembangan

ternak yang masih tradisional oleh masyarakat. Kondisi iklim pada Provinsi NTT adalah 8 bulan musim

kemarau/kering dan 4 bulan musim hujan/basah. Dari kondisi iklim yang sepanjang tahunnya didominasi oleh

musim kemarau mengakibatkan kualitas serta kuantitas pakan ternak menjadi rendah karena tanaman pakan

menjadi kering diiringi penurunan kualitas pakan. Pada musim tersebut banyak ternak yang memiliki penurunan

berat yang signifikan. Hal tersebut juga diakibatkan oleh sebagian besar masyarakat NTT masih

mengembangkan ternak secara tradisional dimana masyarakat masih belum memelihara ternak dengan

mengandangkan-nya. Dengan demikian kondisi ternak akan sangat tergantung kepada ketersediaan pakan di

alam bebas. Pola ternak yang dilakukan masyarakat saat ini dikarenakan ternak sapi memang belum dijadikan

sebagai mata pencarian utama dari para petani ternak.

Dalam rangka mendukung Program Swasembada Daging Sapi yang dicanangkan oleh Pemerintah dan ditambah

lagi dengan telah dilakukannya penandatanganan kerja sama operasional (KSO) sektor peternakan antara

Gubernur NTT Frans Lebu Raya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama. Potensi Provinsi NTT untuk menjadi

provinsi produsen ternak sapi semakin kuat, hal serupa juga ditegaskan oleh Presiden Jokowi dalam

sambutannya ketika menyaksikan penandatanganan KSO di Kupang, NTT pada tanggal 20 Desember 2014

bahwa NTT memiliki potensi dan kejayaan itu harus dikembalikan. Untuk mendukung hal tersebut, tentunya

banyak pihak akan memiliki peranan dan tidak terkecuali Bank Indonesia.

Bank Indonesia (BI) dalam peranannya di bidang moneter, memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi daerah dan sektor

UMKM. Dalam hal ini, BI juga turut serta melakukan kontribusi dalam pengembangan sektor riil di Provinsi NTT yang salah

satunya adalah melalui pengembangan klaster sapi. Pada saat ini terdapat 2 daerah pengembangan klaster sapi oleh Bank

Indonesia yaitu berada di Kab. Kupang dan Kab. Malaka. Pada proses pengembangannya, Bank Indonesia memberikan

bantuan teknis kepada para kelompok ternak yang mencakup pelatihan, penyediaan informasi, studi banding, serta

pendampingan. Tahapan program pengembangan klaster tersebut memiliki periode selama 3 tahun yang terdiri dari tahap

inisiasi, tahap pengembangan, dan tahap kemandirian.

Program Pengembangan Klaster Sapi yang dimiliki oleh BI mencakup pengembangan dari hulu sampai hilir. Tujuan dari

pengembangan klaster tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas peternak/UMKM, meningkatkan akses keuangan ke

perbankan serta meningkatkan kerjasama antar stakeholder sehingga pada akhirnya dapat mendukung ketahanan pangan

dan penciptaan pusat perekonomian baru di daerah yang pada jangka panjangnya diharapkan pertumbuhan di sektor riil

tersebut dapat mengedalikan inflasi.

NTT MENUJU PROVINSI PRODUSEN TERNAK SAPI

TAHAP INISIASI

1

23

Gambar . Tahapan Pengembangan Klaster

SUMBERDAYA

HULU & HILIR

FAKTORPENUNJANG

HULU HILIR

Sumber: BPS, diolah

Tabel Boks 2.1. Perkembangan Populasi Sapi dan Kerbau

Provinsi NTT NasionalKERBAU

150,405

150,357

150,038

152,449

133,786

SAPI

577,552

599,279

778,633

814,450

828,134

SAPI

13,235,000

14,070,000

15,421,000

16,593,000

13,130,000

KERBAU

1,933,000

2,000,000

1,305,000

1,438,000

1,110,000

Tahun

2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 2.2 Desain Program Pengembangan Klaster Sapi

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 19

TAHAP PENGEMBANGAN

TAHAP KEMANDIRIAN

Page 38:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

BAB II

Perkembangan Inflasi

Page 39:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

BAB II

Perkembangan Inflasi

Page 40:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan

seiring perayaan natal dan tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-

2014.

Perkembangan Inflasi

2.1 KONDISI UMUM

Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan

sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Inflasi Tahunan Provinsi NTT pada

periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar

4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut

merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi NTT selalu berada di atas nasional.

Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada

bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara

umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian

dan kacang-kacangan menjadi berkurang.

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

2010 2011 2012 2013 2014

Bali NTB NTT

8,10

3,75

4,71

7,35

8,43

10,05

6,55

3,99

9,51

7,23

9,72

4,68

5,33

8,41

7,76

Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)

% (yoy)

7,76%

8,36%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

2009 2010 2011 2012 2013 2014

NTT (yoy)

Nasional (yoy)

Page 41:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan

seiring perayaan natal dan tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-

2014.

Perkembangan Inflasi

2.1 KONDISI UMUM

Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan

sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Inflasi Tahunan Provinsi NTT pada

periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar

4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut

merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi NTT selalu berada di atas nasional.

Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada

bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara

umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian

dan kacang-kacangan menjadi berkurang.

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

2010 2011 2012 2013 2014

Bali NTB NTT

8,10

3,75

4,71

7,35

8,43

10,05

6,55

3,99

9,51

7,23

9,72

4,68

5,33

8,41

7,76

Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)

% (yoy)

7,76%

8,36%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

2009 2010 2011 2012 2013 2014

NTT (yoy)

Nasional (yoy)

Page 42:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Grafik 2.3 Inflasi sub Kelompok Komoditas di NTT

-0,20%

-0,42%

-1,00% 0,00% 1,00% 2,00% 3,00% 4,00% 5,00% 6,00% 7,00% 8,00% 9,00%

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI

PERUMAHAN,AIR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN

TRANSPOR,KOMUNIKASI,

0,14%

0,12%

0,51%

0,31%

0,38%

0,29%

1,69%

2,11%

0,36%

0,54%

0,45%

0,13%

0,10%

5,45%

3,41%

4,44%

2,32%

1,94%

1,10%

0,63%

0,08%

8,10%

Des’14 Nov’14 Okt’14

Sumber : BPS (diolah)

Apabila dibandingkan dengan daerah Bali dan Nusa Tenggara, pencapaian inflasi NTT sendiri pada tahun 2014 masih

berada di bawah Provinsi Bali yang mencapai 8,43% (yoy), namun di atas NTB sebesar 7,23% (yoy). Angka inflasi bahan

makanan (volatile foods) NTT sebesar 5,49% (yoy) yang lebih rendah dibandingkan Bali sebesar 11,46% (yoy) menjadi

faktor utama lebih rendahnya inflasi secara umum di NTT. Namun, tingginya inflasi pada kelompok administered prices,

mendorong inflasi NTT lebih tinggi dibandingkan NTB. Apabila dilihat dari masing-masing periode baik secara tahunan (yoy) dan triwulanan (qtq), inflasi NTT secara tahunan

pada TW IV-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 7,76% (yoy) dibandngkan 8,41% (yoy)

di tahun 2013. Namun secara triwulanan inflasi NTT tercatat lebih tinggi, yaitu 5,31% (qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya yang justru mengalami deflasi -0,11% (qtq). Hal ini menunjukkan adanya dorongan inflasi yang besar di

akhir tahun (triwulan IV-2014) sebagai imbas kenaikan BBM bersubsidi dan momen natal serta tahun baru. Sementara

untuk kota pembentuk inflasi, yaitu Kupang dan Maumere menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu angka inflasi

yang lebih kecil untuk periode tahunan, namun lebih besar pada periode triwulanan dan bulanan.

Sepanjang triwulan IV tahun 2014, inflasi di Provinsi NTT memiliki trend mengalami kenaikan. Tekanan inflasi terjadi di

setiap bulan. Inflasi bulan Oktober mencapai 0,14%, November 1,69% dan Desember 3,41%. Inflasi pada bulan

Oktober, terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, sementara inflasi yang tinggi pada bulan November dan

Desember, terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan permintaan masyarakat seiring momen

natal dan tahun baru 2015 mendorong pula kenaikan inflasi pada akhir tahun. Hal ini diindikasikan dengan rata-rata

inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai angka 4,61% pada rentang bulan

Oktober hingga Desember 2014. Inflasi pada sub kelompok ini terutama didorong oleh peningkatan harga bensin dan

transportasi dalam kota yang memberikan andil cukup besar pada periode November dan Desember 2014. Sementara

untuk subkelompok bahan makanan, komoditas beras selalu menjadi pendorong inflasi pada periode Oktober hingga

Desember 2014.

Sumber : BPS (diolah)

PENGGUNAAN2013

I II

III IV

Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi NTT

year on year

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

month to month

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

year to date

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

quarter to quarter

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

5,90%

7,11%

7,06%

7,38%

0,63%

1,03%

1,17%

0,31%

2,43%

2,74%

3,02%

1,33%

2,43%

2,74%

3,02%

1,33%

5,90%

5,26%

5,56%

3,73%

1,03%

1,36%

1,55%

0,43%

3,35%

2,63%

2,88%

1,37%

0,90%

-0,11%

-0,13%

0,04%

8,40%

8,29%

8,88%

5,32%

-0,35%

-1,02%

-0,92%

-1,57%

7,57%

6,80%

7,21%

4,66%

4,08%

4,06%

4,21%

3,25%

2014

I II

III IV

8,38%

8,41%

8,84%

6,24%

0,55%

1,35%

1,59%

0,15%

8,38%

8,41%

8,84%

6,24%

0,75%

1,51%

1,51%

1,51%

7,31%

7,78%

7,99%

6,39%

0,08%

-0,14%

-0,10%

-0,46%

1,42%

1,76%

1,87%

1,06%

1,42%

1,76%

1,87%

1,06%

6,96%

8,10%

8,31%

6,70%

0,43%

0,61%

0,81%

-0,72%

2,00%

2,44%

2,52%

1,91%

0,57%

0,66%

0,64%

0,85%

4,49%

4,13%

4,27%

3,19%

0,27%

-0,35%

-0,32%

-0,55%

3,71%

2,33%

2,40%

1,84%

1,68%

-0,11%

-0,11%

-0,07%

8,36%

7,76%

8,32%

4,00%

2,46%

3,41%

3,58%

2,22%

8,36%

7,76%

8,32%

4,00%

4,49%

5,31%

5,78%

2,12%

2.2 INFLASI BULANAN (mtm)

Dari grafik diatas, dapat terlihat bahwa kenaikan inflasi di hampir setiap subkelompok komoditas terjadi pada bulan

Desember, terutama pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai 8,10% sebagai

dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Sementara untuk kelompok bahan makanan, inflasi baru terjadi pada

bulan November dan Desember, karena faktor cuaca yang kurang mendukung dan peningkatan permintaan bahan

makanan di akhir tahun. Hal ini terlihat dengan tingginya rata-rata inflasi bulanan pada komoditas cabai rawit

(29,26%), cabai merah (21,02%) dan wortel (14,06%).

Pada triwulan IV-2014, inflasi NTT mencapai 5,31% (qtq), melonjak dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat

deflasi -0,11% (qtq). Dari subkelompok komoditas, angka inflasi pada hampir semua subkelompok komoditas

mengalami kenaikan, kecuali subkelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga yang mengalami deflasi sebesar

-0,24% (qtq). Inflasi tertinggi berada pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesari 14,32%

(qtq) kemudian diikuti oleh subkelompok bahan makanan yang mencapai 6,43% (qtq). Sumbangan inflasi terbesar

adalah pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar (2,73%) dan Bahan Makanan (1,57%).

Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan di NTT

KOMODITAS

Sumber : BPS (diolah)

Tw III - 2014

JUL AUG SEP RATA-RATA

Tw IV- 2014

OKT NOV DES RATA-RATA

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN

0,96%

0,65%

0,30%

0,59%

0,72%

0,62%

1,94%

2,11%

-0,71%

-1,59%

0,72%

0,39%

0,28%

-0,18%

2,41%

-3,88%

-0,35%

-1,76%

0,25%

0,41%

0,01%

0,45%

0,76%

-0,78%

-0,03%

-0,90%

0,42%

0,46%

0,34%

0,30%

1,70%

-0,85%

-0,03%

-0,90%

0,42%

0,46%

0,34%

0,30%

1,70%

-0,85%

1,69%

2,11%

0,36%

0,54%

0,45%

0,13%

0,10%

5,45%

3,41%

4,44%

2,32%

1,94%

1,10%

0,63%

0,08%

8,10%

1,75%

2,12%

0,93%

1,00%

0,62%

0,38%

-0,08%

4,61%

2.3 INFLASI TRIWULANAN (qtq)

Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT

KOMODITAS

Sumber : BPS (diolah)

Tw III - 2014

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

2,36%

5,57%

0,95%

1,94%

1,33%

2,16%

0,90%

1,50%

0,36%

-5,17%

1,69%

1,80%

1,05%

0,26%

0,78%

5,42%

III

3,70%

1,33%

5,30%

2,00%

1,66%

1,31%

3,48%

9,79%

IV

1,76%

3,09%

1,72%

2,86%

1,55%

0,55%

1,79%

-1,07%

Tw IV - 2014

I II III IV

1,76%

2,88%

0,82%

2,17%

0,87%

0,77%

0,64%

1,23%

0,66%

-0,93%

0,88%

0,17%

1,03%

0,04%

0,21%

3,58%

-0,11%

-2,70%

1,28%

1,39%

1,01%

0,90%

5,19%

-2,62%

5,31%

6,43%

2,80%

3,01%

1,87%

1,15%

-0,24%

14,32%

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24

Page 43:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Grafik 2.3 Inflasi sub Kelompok Komoditas di NTT

-0,20%

-0,42%

-1,00% 0,00% 1,00% 2,00% 3,00% 4,00% 5,00% 6,00% 7,00% 8,00% 9,00%

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI

PERUMAHAN,AIR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN

TRANSPOR,KOMUNIKASI,

0,14%

0,12%

0,51%

0,31%

0,38%

0,29%

1,69%

2,11%

0,36%

0,54%

0,45%

0,13%

0,10%

5,45%

3,41%

4,44%

2,32%

1,94%

1,10%

0,63%

0,08%

8,10%

Des’14 Nov’14 Okt’14

Sumber : BPS (diolah)

Apabila dibandingkan dengan daerah Bali dan Nusa Tenggara, pencapaian inflasi NTT sendiri pada tahun 2014 masih

berada di bawah Provinsi Bali yang mencapai 8,43% (yoy), namun di atas NTB sebesar 7,23% (yoy). Angka inflasi bahan

makanan (volatile foods) NTT sebesar 5,49% (yoy) yang lebih rendah dibandingkan Bali sebesar 11,46% (yoy) menjadi

faktor utama lebih rendahnya inflasi secara umum di NTT. Namun, tingginya inflasi pada kelompok administered prices,

mendorong inflasi NTT lebih tinggi dibandingkan NTB. Apabila dilihat dari masing-masing periode baik secara tahunan (yoy) dan triwulanan (qtq), inflasi NTT secara tahunan

pada TW IV-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 7,76% (yoy) dibandngkan 8,41% (yoy)

di tahun 2013. Namun secara triwulanan inflasi NTT tercatat lebih tinggi, yaitu 5,31% (qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya yang justru mengalami deflasi -0,11% (qtq). Hal ini menunjukkan adanya dorongan inflasi yang besar di

akhir tahun (triwulan IV-2014) sebagai imbas kenaikan BBM bersubsidi dan momen natal serta tahun baru. Sementara

untuk kota pembentuk inflasi, yaitu Kupang dan Maumere menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu angka inflasi

yang lebih kecil untuk periode tahunan, namun lebih besar pada periode triwulanan dan bulanan.

Sepanjang triwulan IV tahun 2014, inflasi di Provinsi NTT memiliki trend mengalami kenaikan. Tekanan inflasi terjadi di

setiap bulan. Inflasi bulan Oktober mencapai 0,14%, November 1,69% dan Desember 3,41%. Inflasi pada bulan

Oktober, terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, sementara inflasi yang tinggi pada bulan November dan

Desember, terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan permintaan masyarakat seiring momen

natal dan tahun baru 2015 mendorong pula kenaikan inflasi pada akhir tahun. Hal ini diindikasikan dengan rata-rata

inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai angka 4,61% pada rentang bulan

Oktober hingga Desember 2014. Inflasi pada sub kelompok ini terutama didorong oleh peningkatan harga bensin dan

transportasi dalam kota yang memberikan andil cukup besar pada periode November dan Desember 2014. Sementara

untuk subkelompok bahan makanan, komoditas beras selalu menjadi pendorong inflasi pada periode Oktober hingga

Desember 2014.

Sumber : BPS (diolah)

PENGGUNAAN2013

I II

III IV

Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi NTT

year on year

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

month to month

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

year to date

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

quarter to quarter

Nasional

NTT

Kota Kupang

Maumere

5,90%

7,11%

7,06%

7,38%

0,63%

1,03%

1,17%

0,31%

2,43%

2,74%

3,02%

1,33%

2,43%

2,74%

3,02%

1,33%

5,90%

5,26%

5,56%

3,73%

1,03%

1,36%

1,55%

0,43%

3,35%

2,63%

2,88%

1,37%

0,90%

-0,11%

-0,13%

0,04%

8,40%

8,29%

8,88%

5,32%

-0,35%

-1,02%

-0,92%

-1,57%

7,57%

6,80%

7,21%

4,66%

4,08%

4,06%

4,21%

3,25%

2014

I II

III IV

8,38%

8,41%

8,84%

6,24%

0,55%

1,35%

1,59%

0,15%

8,38%

8,41%

8,84%

6,24%

0,75%

1,51%

1,51%

1,51%

7,31%

7,78%

7,99%

6,39%

0,08%

-0,14%

-0,10%

-0,46%

1,42%

1,76%

1,87%

1,06%

1,42%

1,76%

1,87%

1,06%

6,96%

8,10%

8,31%

6,70%

0,43%

0,61%

0,81%

-0,72%

2,00%

2,44%

2,52%

1,91%

0,57%

0,66%

0,64%

0,85%

4,49%

4,13%

4,27%

3,19%

0,27%

-0,35%

-0,32%

-0,55%

3,71%

2,33%

2,40%

1,84%

1,68%

-0,11%

-0,11%

-0,07%

8,36%

7,76%

8,32%

4,00%

2,46%

3,41%

3,58%

2,22%

8,36%

7,76%

8,32%

4,00%

4,49%

5,31%

5,78%

2,12%

2.2 INFLASI BULANAN (mtm)

Dari grafik diatas, dapat terlihat bahwa kenaikan inflasi di hampir setiap subkelompok komoditas terjadi pada bulan

Desember, terutama pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai 8,10% sebagai

dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Sementara untuk kelompok bahan makanan, inflasi baru terjadi pada

bulan November dan Desember, karena faktor cuaca yang kurang mendukung dan peningkatan permintaan bahan

makanan di akhir tahun. Hal ini terlihat dengan tingginya rata-rata inflasi bulanan pada komoditas cabai rawit

(29,26%), cabai merah (21,02%) dan wortel (14,06%).

Pada triwulan IV-2014, inflasi NTT mencapai 5,31% (qtq), melonjak dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat

deflasi -0,11% (qtq). Dari subkelompok komoditas, angka inflasi pada hampir semua subkelompok komoditas

mengalami kenaikan, kecuali subkelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga yang mengalami deflasi sebesar

-0,24% (qtq). Inflasi tertinggi berada pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesari 14,32%

(qtq) kemudian diikuti oleh subkelompok bahan makanan yang mencapai 6,43% (qtq). Sumbangan inflasi terbesar

adalah pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar (2,73%) dan Bahan Makanan (1,57%).

Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan di NTT

KOMODITAS

Sumber : BPS (diolah)

Tw III - 2014

JUL AUG SEP RATA-RATA

Tw IV- 2014

OKT NOV DES RATA-RATA

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN

0,96%

0,65%

0,30%

0,59%

0,72%

0,62%

1,94%

2,11%

-0,71%

-1,59%

0,72%

0,39%

0,28%

-0,18%

2,41%

-3,88%

-0,35%

-1,76%

0,25%

0,41%

0,01%

0,45%

0,76%

-0,78%

-0,03%

-0,90%

0,42%

0,46%

0,34%

0,30%

1,70%

-0,85%

-0,03%

-0,90%

0,42%

0,46%

0,34%

0,30%

1,70%

-0,85%

1,69%

2,11%

0,36%

0,54%

0,45%

0,13%

0,10%

5,45%

3,41%

4,44%

2,32%

1,94%

1,10%

0,63%

0,08%

8,10%

1,75%

2,12%

0,93%

1,00%

0,62%

0,38%

-0,08%

4,61%

2.3 INFLASI TRIWULANAN (qtq)

Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT

KOMODITAS

Sumber : BPS (diolah)

Tw III - 2014

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

2,36%

5,57%

0,95%

1,94%

1,33%

2,16%

0,90%

1,50%

0,36%

-5,17%

1,69%

1,80%

1,05%

0,26%

0,78%

5,42%

III

3,70%

1,33%

5,30%

2,00%

1,66%

1,31%

3,48%

9,79%

IV

1,76%

3,09%

1,72%

2,86%

1,55%

0,55%

1,79%

-1,07%

Tw IV - 2014

I II III IV

1,76%

2,88%

0,82%

2,17%

0,87%

0,77%

0,64%

1,23%

0,66%

-0,93%

0,88%

0,17%

1,03%

0,04%

0,21%

3,58%

-0,11%

-2,70%

1,28%

1,39%

1,01%

0,90%

5,19%

-2,62%

5,31%

6,43%

2,80%

3,01%

1,87%

1,15%

-0,24%

14,32%

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24

Page 44:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)

Grafik 2.5 Inflasi TW IV 5 Tahun Terakhir

-2,00% 2,00% 6,00% 10,00% 14,00% 18,00%

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, R&T

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OR

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JK

6,89%

8,50%

8,66%

4,94%

8,06%

3,87%

5,29%

7,09%

7,76%

5,56%

5,89%

6,90%

4,87%

2,89%

5,83%

16,73%

Tw-IV 2014 Tw-IV 5th Terahir

Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas tahun 2015

-5% 0% 5% 10% 15% 20% 25%

Transportasi

Jasa Keuangan

Kacang -kacangan

Ikan Segar

Lemak dan Minyak

Padi-padian, Umbi-umbian

Daging dan Hasil -hasilnya

Bumbu -bumbuan

22,03%

20,27%

11,69%

9,76%

9,25%

8,29%

-0,58%

-1,30%

Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (qtq)

5,0% 0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0%

-0,6%

Jasa Keuangan

Transportasi

Bumbu-Bumbuan

Sayur - sayuran

Jasa Perawatan Jasmani

Padi-padian, umbi-umbian dan Hasilnya

Pendidikan

20,3%

18,8%

16,8%

11,2%

8,9%

7,1%

Dari sisi komoditas, inflasi tertinggi ada pada sektor jasa keuangan yang mencapai 20,3%, kemudian transportasi

(18,8%) dan bumbu-bumbuan (16,8). Kenaikan biaya kegiatan keuangan akibat penerapan kenaikan biaya

administrasi ATM pada bulan November mendorong peningkatan inflasi yang tinggi pada sektor ini. Hal ini

terkonfirmasi dari kenaikan biaya administrasi kartu ATM dan Administrasi Transfer Uang, masing-masing sebesar 30%

(qtq) dan 27% (qtq) namun secara umum sumbangan terhadap inflasi tidak terlalu besar. Sementara untuk sektor

transportasi, kenaikan harga BBM bersubsidi kembali menjadi pendorong utama. Hal ini terlihat dari kenaikan tarif sewa

motor sebesar 76,34% (qtq) dan tarif angkutan dalam kota sebesar 35,06% (qtq). Di sisi lain, terdapat komoditas yang

mengalami deflasi pada triwulan laporan, yaitu sektor pendidikan (-0,6%), hal ini dapat terjadi karena sudah lewatnya

masa penerimaan siswa baru di sekolah. Penurunan biaya terutama Sekolah pada Menengah Pertama sebesar 5,50%

mendorong penurunan inflasi pada sektor ini.

Kenaikan BBM Bersubsidi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan inflasi tahunan NTT periode

laporan. Inflasi NTT pada triwulan laporan sebesar 7,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun

2013 yang mencapai 8,41% (yoy). Angka inflasi yang tetap persisten tinggi tersebut, didorong pengaruh kenaikan

BBM, momen akhir tahun dan penurunan produksi bahan pangan, terutama beras.

Inflasi NTT pada tahun 2014, tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi 5 tahun terakhir. Tercatat laju

inflasi NTT sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dari rata-rata inflasi pada periode yang sama selama 5 tahun terakhir yakni

sebesar 6,89% (yoy). Sub kelompok yang memiliki perbedaan paling besar, yaitu sub kelompok Transportasi,

Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar 16,73% (yoy) dibandingkan rata-rata 5 tahun untuk sub kelompok yang sama

sebesar 7,09% (yoy). Subkelompok lain yang memiliki angka inflasi lebih besar daripada angka rata-rata 5 tahun adalah

2.4 INFLASI TAHUNAN (yoy)

Tabel 2.4 Inflasi NTT per Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

2013

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

7,11%

7,80%

9,19%

8,27%

7,59%

2,40%

6,45%

2,97%

5,26%

2,16%

7,88%

6,57%

5,94%

2,39%

7,14%

7,33%

III

8,29%

5,41%

10,87%

6,69%

6,49%

4,59%

5,32%

17,20%

IV

8,41%

4,57%

9,97%

8,89%

5,71%

4,33%

7,12%

16,22%

2014

I II III IV

7,78%

1,91%

9,82%

9,13%

5,24%

2,92%

6,83%

15,91%

8,10%

6,47%

8,94%

7,39%

5,21%

2,70%

6,23%

13,89%

4,13%

2,24%

4,78%

6,74%

4,54%

2,28%

7,98%

1,02%

7,76%

5,56%

5,89%

6,90%

4,87%

2,89%

5,83%

16,73%

Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar serta Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Sementara untuk subkelompok

kesehatan, sandang, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta bahan makanan pada tahun 2014 tercatat

lebih kecil dibandingkan rata-rata 5 tahun sebelumnya.

Dari sisi komoditas, transportasi dan jasa keuangan mencatat angka yang paling tinggi yaitu masing-masing

22,03%(yoy) dan 20,27% (yoy), sementara bumbu-bumbuan serta daging dan hasil-hasilnya, mencatat angka deflasi

masing-masing sebesar -1,30% (yoy) dan -0,58% (yoy). Untuk komoditas utama penyumbang inflasi pada tahun 2014

adalah Angkutan Dalam Kota dengan andil 0.92%, disusul bensin (0,91%) dan tarif listrik (0,54%) dari total inflasi

tahunan sebesar 7,76%. Dari komoditas bahan makanan, komoditas pendorong inflasi sepanjang tahun 2014 adalah

beras dan ikan tongkol/ambu-ambu dengan andil masing-masing 0,49% dan 0,19%. Pengaruh kenaikan BBM

bersubsidi dan kenaikan tarif tegangan listrik menjadi penyebab utama kenaikan ongkos angkutan dalam kota, bensin

dan TTL, sedangkan kenaikan beras dan ikan-ikanan terutama disebabkan oleh adanya buruknya cuaca yang

berdampak pada menurunnya hasil tangkapan ikan dan terganggunya pasokan bahan makanan. Sementara komoditas

penahan laju inflasi diantaranya bawang merah (-0,23%), tomat sayur (-0,13) dan daging ayam ras (-0,09).

Tingginya pencapaian inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok

inflasi. Pada akhir tahun 2014, secara bulanan, semua kelompok inflasi mengalami kenaikan. Kelompok administered

prices mengalami kenaikan tertinggi dari 4,35% (mtm) pada November menjadi 7,58% (mtm) di bulan Desember 2014.

Sementara kelompok Volatile Foods dan inflasi core masing-masing mengalami kenaikan dari 2,13% (mtm) dan 0,43%

(mtm) di bulan November 2014 menjadi 4,47%(mtm) dan 1,29% (mtm) pada bulan Desember 2014. Kenaikan inflasi

ini tidak berlaku untuk periode tahunan, inflasi di tahun 2014 untuk kelompok inflasi core dan administered prices

tercatat mengalami pelambatan dari masing-masing 6,58% (yoy) dan 18,73%(yoy) pada tahun 2013 menjadi 4,87%

(yoy) dan 17,38% (yoy) pada tahun 2014. Sementara inflasi Volatile Foods tercatat mengalami kenaikan dari 4,21%

(yoy) tahun 2013 menjadi 5,49% (yoy) pada tahun 2014. Pendorong utama inflasi yang masih tinggi di tahun 2014

adalah administered prices dengan andil 3,47% (yoy), sementara inflasi core dan volatile foods masing-masing

memberikan andil sebesar 2,59% (yoy) dan 1,50% (yoy) dari total inflasi di akhir tahun sebesar 7,76% (yoy).

2.5 DISAGREGASI INFLASI

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26

Page 45:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)

Grafik 2.5 Inflasi TW IV 5 Tahun Terakhir

-2,00% 2,00% 6,00% 10,00% 14,00% 18,00%

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, R&T

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OR

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JK

6,89%

8,50%

8,66%

4,94%

8,06%

3,87%

5,29%

7,09%

7,76%

5,56%

5,89%

6,90%

4,87%

2,89%

5,83%

16,73%

Tw-IV 2014 Tw-IV 5th Terahir

Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas tahun 2015

-5% 0% 5% 10% 15% 20% 25%

Transportasi

Jasa Keuangan

Kacang -kacangan

Ikan Segar

Lemak dan Minyak

Padi-padian, Umbi-umbian

Daging dan Hasil -hasilnya

Bumbu -bumbuan

22,03%

20,27%

11,69%

9,76%

9,25%

8,29%

-0,58%

-1,30%

Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (qtq)

5,0% 0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0%

-0,6%

Jasa Keuangan

Transportasi

Bumbu-Bumbuan

Sayur - sayuran

Jasa Perawatan Jasmani

Padi-padian, umbi-umbian dan Hasilnya

Pendidikan

20,3%

18,8%

16,8%

11,2%

8,9%

7,1%

Dari sisi komoditas, inflasi tertinggi ada pada sektor jasa keuangan yang mencapai 20,3%, kemudian transportasi

(18,8%) dan bumbu-bumbuan (16,8). Kenaikan biaya kegiatan keuangan akibat penerapan kenaikan biaya

administrasi ATM pada bulan November mendorong peningkatan inflasi yang tinggi pada sektor ini. Hal ini

terkonfirmasi dari kenaikan biaya administrasi kartu ATM dan Administrasi Transfer Uang, masing-masing sebesar 30%

(qtq) dan 27% (qtq) namun secara umum sumbangan terhadap inflasi tidak terlalu besar. Sementara untuk sektor

transportasi, kenaikan harga BBM bersubsidi kembali menjadi pendorong utama. Hal ini terlihat dari kenaikan tarif sewa

motor sebesar 76,34% (qtq) dan tarif angkutan dalam kota sebesar 35,06% (qtq). Di sisi lain, terdapat komoditas yang

mengalami deflasi pada triwulan laporan, yaitu sektor pendidikan (-0,6%), hal ini dapat terjadi karena sudah lewatnya

masa penerimaan siswa baru di sekolah. Penurunan biaya terutama Sekolah pada Menengah Pertama sebesar 5,50%

mendorong penurunan inflasi pada sektor ini.

Kenaikan BBM Bersubsidi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan inflasi tahunan NTT periode

laporan. Inflasi NTT pada triwulan laporan sebesar 7,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun

2013 yang mencapai 8,41% (yoy). Angka inflasi yang tetap persisten tinggi tersebut, didorong pengaruh kenaikan

BBM, momen akhir tahun dan penurunan produksi bahan pangan, terutama beras.

Inflasi NTT pada tahun 2014, tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi 5 tahun terakhir. Tercatat laju

inflasi NTT sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dari rata-rata inflasi pada periode yang sama selama 5 tahun terakhir yakni

sebesar 6,89% (yoy). Sub kelompok yang memiliki perbedaan paling besar, yaitu sub kelompok Transportasi,

Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar 16,73% (yoy) dibandingkan rata-rata 5 tahun untuk sub kelompok yang sama

sebesar 7,09% (yoy). Subkelompok lain yang memiliki angka inflasi lebih besar daripada angka rata-rata 5 tahun adalah

2.4 INFLASI TAHUNAN (yoy)

Tabel 2.4 Inflasi NTT per Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

2013

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

7,11%

7,80%

9,19%

8,27%

7,59%

2,40%

6,45%

2,97%

5,26%

2,16%

7,88%

6,57%

5,94%

2,39%

7,14%

7,33%

III

8,29%

5,41%

10,87%

6,69%

6,49%

4,59%

5,32%

17,20%

IV

8,41%

4,57%

9,97%

8,89%

5,71%

4,33%

7,12%

16,22%

2014

I II III IV

7,78%

1,91%

9,82%

9,13%

5,24%

2,92%

6,83%

15,91%

8,10%

6,47%

8,94%

7,39%

5,21%

2,70%

6,23%

13,89%

4,13%

2,24%

4,78%

6,74%

4,54%

2,28%

7,98%

1,02%

7,76%

5,56%

5,89%

6,90%

4,87%

2,89%

5,83%

16,73%

Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar serta Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Sementara untuk subkelompok

kesehatan, sandang, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta bahan makanan pada tahun 2014 tercatat

lebih kecil dibandingkan rata-rata 5 tahun sebelumnya.

Dari sisi komoditas, transportasi dan jasa keuangan mencatat angka yang paling tinggi yaitu masing-masing

22,03%(yoy) dan 20,27% (yoy), sementara bumbu-bumbuan serta daging dan hasil-hasilnya, mencatat angka deflasi

masing-masing sebesar -1,30% (yoy) dan -0,58% (yoy). Untuk komoditas utama penyumbang inflasi pada tahun 2014

adalah Angkutan Dalam Kota dengan andil 0.92%, disusul bensin (0,91%) dan tarif listrik (0,54%) dari total inflasi

tahunan sebesar 7,76%. Dari komoditas bahan makanan, komoditas pendorong inflasi sepanjang tahun 2014 adalah

beras dan ikan tongkol/ambu-ambu dengan andil masing-masing 0,49% dan 0,19%. Pengaruh kenaikan BBM

bersubsidi dan kenaikan tarif tegangan listrik menjadi penyebab utama kenaikan ongkos angkutan dalam kota, bensin

dan TTL, sedangkan kenaikan beras dan ikan-ikanan terutama disebabkan oleh adanya buruknya cuaca yang

berdampak pada menurunnya hasil tangkapan ikan dan terganggunya pasokan bahan makanan. Sementara komoditas

penahan laju inflasi diantaranya bawang merah (-0,23%), tomat sayur (-0,13) dan daging ayam ras (-0,09).

Tingginya pencapaian inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok

inflasi. Pada akhir tahun 2014, secara bulanan, semua kelompok inflasi mengalami kenaikan. Kelompok administered

prices mengalami kenaikan tertinggi dari 4,35% (mtm) pada November menjadi 7,58% (mtm) di bulan Desember 2014.

Sementara kelompok Volatile Foods dan inflasi core masing-masing mengalami kenaikan dari 2,13% (mtm) dan 0,43%

(mtm) di bulan November 2014 menjadi 4,47%(mtm) dan 1,29% (mtm) pada bulan Desember 2014. Kenaikan inflasi

ini tidak berlaku untuk periode tahunan, inflasi di tahun 2014 untuk kelompok inflasi core dan administered prices

tercatat mengalami pelambatan dari masing-masing 6,58% (yoy) dan 18,73%(yoy) pada tahun 2013 menjadi 4,87%

(yoy) dan 17,38% (yoy) pada tahun 2014. Sementara inflasi Volatile Foods tercatat mengalami kenaikan dari 4,21%

(yoy) tahun 2013 menjadi 5,49% (yoy) pada tahun 2014. Pendorong utama inflasi yang masih tinggi di tahun 2014

adalah administered prices dengan andil 3,47% (yoy), sementara inflasi core dan volatile foods masing-masing

memberikan andil sebesar 2,59% (yoy) dan 1,50% (yoy) dari total inflasi di akhir tahun sebesar 7,76% (yoy).

2.5 DISAGREGASI INFLASI

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26

Page 46:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

2.6.1 Inflasi Kota KupangSecara bulanan, inflasi kota Kupang cenderung mengalami kenaikan. Inflasi kota Kupang pada bulan Oktober

sebesar 0,24%(mtm), sementara untuk bulan November dan Desember masing-masing sebesar 1,88% (mtm) dan

3,58% (mtm). Faktor pendorong inflasi kota Kupang pada bulan Oktober adalah dampak kenaikan tarif dasar listrik

pada bulan September, yang memberikan andil sebesar 0,11 %. Sementara untuk bahan makanan, komoditas

pendorong inflasi di bulan Oktober adalah beras dengan andil 0,09%. Pada bulan November, inflasi kota Kupang

dipengaruhi terutama oleh kebijakan kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terlihat dari andil angkutan dalam kota dan

bensin yang mencapai 0,46% dan 0,40% pada bulan tersebut. Di akhir tahun (Desember), inflasi kota Kupang kembali

didorong oleh faktor administered prices, yaitu kenaikan BBM Bersubsidi yang mendorong inflasi angkutan dalam kota

dan bensin dengan andil masing-masing 0,55% dan 15,07%, sementara beras menjadi pendorong inflasi bahan

makanan dengan andil sebesar 0,24%.

Secara triwulanan, Kota Kupang tercatat mengalami inflasi sebesar 5,78% qtq), lebih tinggi dibandingkan deflasi yang

terjadi pada triwulan III-2014 sebesar -0,11% (qtq). Tekanan inflasi tertinggi selama periode laporan terjadi pada

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa-jasa dengan inflasi sebesar 14,27% (qtq). Peningkatan pada kelompok

tersebut diakibatkan oleh peningkatan harga bensin dan angkutan dalam kota. Sementara itu inflasi terendah berasal

dari pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar -0,33% (qtq) yang terutama disebabkan oleh menurunnya biaya

pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) pada bulan Oktober 2014.

Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Kelompok Komoditas (qtq)

-1% 1% 3% 5% 7% 9% 11% 13% 15%

Umum

Bahan Makanan

Makanan Jadi,rokok,tembakau

Perumahan,listrik,air

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,rekreasi,olah Raga

Transpor,komunikasi,jasa

5,78%

7,63%

2,74%

3,27%

2,10%

1,29%

-0,33%

14,27%

Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

-2%

-1%

0%

Kupang (yoy) Kupang (mtm)

Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT

(2)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013 2014

%,yoy

Volatile Foods Adm Price Core

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

-6

-1

4

9

14

19

24%,yoy

Adm Price Volatile Foods CoreInflasi IHK (yoy)

2.5.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013

menjadi sebesar 5,49% (yoy) pada tahun 2014 dengan andil sebesar 1,50%. Peningkatan ini terjadi seiring dengan

peningkatan laju inflasi pada subkelompok padi-padian, Umbi-Umbian dan Hasilnya, serta kacang-kacangan. Musim

kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak terhadap peningkatan harga bahan

pangan, terutama harga beras, selain itu kelangkaan pupuk yang terjadi menyebabkan penurunan produksi pertanian

di Provinsi NTT. Hal ini terkonfirmasi dari andil inflasi komoditas beras pada akhir tahun 2014 yang mencapai 0,49%.

2.5.2 Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Peningkatan terbesar berasal dari subkelompok

transportasi yakni sebesar 22,03% (yoy). Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong peningkatan inflasi dari

komoditas bensin dan angkutan dalam kota, selain itu dampak kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) di bulan September

dan November turut mendorong peningkatan inflasi di triwulan laporan. Angkutan dalam kota menjadi pendorong

utama inflasi di NTT dengan andil 0,92%, sementara bensin dan tarif listrik masing-masing sebesar 0,91% dan 0,54%.

2.5.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar

4,87% (yoy), begitupun apabila dibandingkan inflasi inti pada tahun 2013 yang mencapai 6,58% (yoy). Andil inflasi inti

tercatat cukup tinggi, yaitu mencapai 2,59% dari total inflasi tahun 2014 sebesar 7,76%. Faktor utama pendorong

inflasi inti terutama oleh subkelompok perumahan dengan andil terbesar pada sewa rumah (0,21%). Selain itu,

subkelompok pendidikan, yaitu akademi/perguruan tinggi memberikan andil yang cukup besar pada inflasi kelompok

inti yaitu 0,18%. Di akhir periode laporan, tercatat pula inflasi yang cukup tinggi di komoditas jasa keuangan seiring

kenaikan biaya transfer antar bank pada bulan November 2014. Sementara itu, dari sisi ekspektasi relatif menurun. Hasil

survei menunjukkan indeks ekspektasi harga konsumen cenderung mengalami penurunan. Sementara dari sisi

pedagang ekspektasi harga relatif meningkat terkait kenaikan harga BBM bersubsidi dan kenaikan permintaan seiring

momen natal dan tahun baru.

Grafik 2.8 Ekspektasi Konsumen

Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datangEkspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang

150

160

170

180

190

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014

Ekspektasi Konsumen

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014

Ekspektasi Harga

3 Bln YAD 6 Bln YAD

Grafik 2.9 Ekspektasi Produsen

Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia

2.6 INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28

Page 47:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

2.6.1 Inflasi Kota KupangSecara bulanan, inflasi kota Kupang cenderung mengalami kenaikan. Inflasi kota Kupang pada bulan Oktober

sebesar 0,24%(mtm), sementara untuk bulan November dan Desember masing-masing sebesar 1,88% (mtm) dan

3,58% (mtm). Faktor pendorong inflasi kota Kupang pada bulan Oktober adalah dampak kenaikan tarif dasar listrik

pada bulan September, yang memberikan andil sebesar 0,11 %. Sementara untuk bahan makanan, komoditas

pendorong inflasi di bulan Oktober adalah beras dengan andil 0,09%. Pada bulan November, inflasi kota Kupang

dipengaruhi terutama oleh kebijakan kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terlihat dari andil angkutan dalam kota dan

bensin yang mencapai 0,46% dan 0,40% pada bulan tersebut. Di akhir tahun (Desember), inflasi kota Kupang kembali

didorong oleh faktor administered prices, yaitu kenaikan BBM Bersubsidi yang mendorong inflasi angkutan dalam kota

dan bensin dengan andil masing-masing 0,55% dan 15,07%, sementara beras menjadi pendorong inflasi bahan

makanan dengan andil sebesar 0,24%.

Secara triwulanan, Kota Kupang tercatat mengalami inflasi sebesar 5,78% qtq), lebih tinggi dibandingkan deflasi yang

terjadi pada triwulan III-2014 sebesar -0,11% (qtq). Tekanan inflasi tertinggi selama periode laporan terjadi pada

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa-jasa dengan inflasi sebesar 14,27% (qtq). Peningkatan pada kelompok

tersebut diakibatkan oleh peningkatan harga bensin dan angkutan dalam kota. Sementara itu inflasi terendah berasal

dari pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar -0,33% (qtq) yang terutama disebabkan oleh menurunnya biaya

pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) pada bulan Oktober 2014.

Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Kelompok Komoditas (qtq)

-1% 1% 3% 5% 7% 9% 11% 13% 15%

Umum

Bahan Makanan

Makanan Jadi,rokok,tembakau

Perumahan,listrik,air

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,rekreasi,olah Raga

Transpor,komunikasi,jasa

5,78%

7,63%

2,74%

3,27%

2,10%

1,29%

-0,33%

14,27%

Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

-2%

-1%

0%

Kupang (yoy) Kupang (mtm)

Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT

(2)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013 2014

%,yoy

Volatile Foods Adm Price Core

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

-6

-1

4

9

14

19

24%,yoy

Adm Price Volatile Foods CoreInflasi IHK (yoy)

2.5.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013

menjadi sebesar 5,49% (yoy) pada tahun 2014 dengan andil sebesar 1,50%. Peningkatan ini terjadi seiring dengan

peningkatan laju inflasi pada subkelompok padi-padian, Umbi-Umbian dan Hasilnya, serta kacang-kacangan. Musim

kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak terhadap peningkatan harga bahan

pangan, terutama harga beras, selain itu kelangkaan pupuk yang terjadi menyebabkan penurunan produksi pertanian

di Provinsi NTT. Hal ini terkonfirmasi dari andil inflasi komoditas beras pada akhir tahun 2014 yang mencapai 0,49%.

2.5.2 Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Peningkatan terbesar berasal dari subkelompok

transportasi yakni sebesar 22,03% (yoy). Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong peningkatan inflasi dari

komoditas bensin dan angkutan dalam kota, selain itu dampak kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) di bulan September

dan November turut mendorong peningkatan inflasi di triwulan laporan. Angkutan dalam kota menjadi pendorong

utama inflasi di NTT dengan andil 0,92%, sementara bensin dan tarif listrik masing-masing sebesar 0,91% dan 0,54%.

2.5.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar

4,87% (yoy), begitupun apabila dibandingkan inflasi inti pada tahun 2013 yang mencapai 6,58% (yoy). Andil inflasi inti

tercatat cukup tinggi, yaitu mencapai 2,59% dari total inflasi tahun 2014 sebesar 7,76%. Faktor utama pendorong

inflasi inti terutama oleh subkelompok perumahan dengan andil terbesar pada sewa rumah (0,21%). Selain itu,

subkelompok pendidikan, yaitu akademi/perguruan tinggi memberikan andil yang cukup besar pada inflasi kelompok

inti yaitu 0,18%. Di akhir periode laporan, tercatat pula inflasi yang cukup tinggi di komoditas jasa keuangan seiring

kenaikan biaya transfer antar bank pada bulan November 2014. Sementara itu, dari sisi ekspektasi relatif menurun. Hasil

survei menunjukkan indeks ekspektasi harga konsumen cenderung mengalami penurunan. Sementara dari sisi

pedagang ekspektasi harga relatif meningkat terkait kenaikan harga BBM bersubsidi dan kenaikan permintaan seiring

momen natal dan tahun baru.

Grafik 2.8 Ekspektasi Konsumen

Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datangEkspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang

150

160

170

180

190

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014

Ekspektasi Konsumen

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014

Ekspektasi Harga

3 Bln YAD 6 Bln YAD

Grafik 2.9 Ekspektasi Produsen

Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia

2.6 INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28

Page 48:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Secara tahunan, inflasi kota Kupang pada Tw IV-2014 terutama didorong oleh kelompok transportasi,

komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi Kota Kupang tercatat sebesar 8,32% (yoy) atau persisten tinggi dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 8,84% (yoy). Faktor utama tingginya pencapaian inflasi Kota Kupang adalah peningkatan

harga pada komoditas angkutan dalam kota dan bensin seiring dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga

BBM bersubsidi. Berdasarkan kelompok pembentuk inflasi, kelompok transportasi, komunikasi, & jasa keuangan

tercatat mengalami peningkatan tertinggi yakni dari 16,47% (yoy) pada 2013 menjadi 17,29% (yoy) pada periode

laporan. Angkutan dalam kota dan Bensin memiliki andil masing-masing 1,05% dan 0,96% selama tahun 2014.

Sementara dari sisi kelompok bahan makanan, subkelompok kacang-kacangan dan padi-padian mengalami

peningkatan inflasi tertinggi pada periode laporan tercatat masing-masing sebesar 11,43% (yoy) dan 8.95% (yoy),

beras menjadi komoditas bahan pangan penyumbang inflasi utama yaitu sebesar 0,52%. Sementara bawang merah

dan tomat sayur menjadi penghambat dengan angka deflasi masing-masing sebesar -0,24% dan -0,12%.

2.6.2 Inflasi Kota MaumereSecara bulanan, inflasi kota Maumere mengalami trend kenaikan. Pada bulan Oktober 2014, kota Maumere

mengalami deflasi sebesar -0,51% (mtm), angka ini kemudian meningkat pada bulan November menjadi 0,41% (mtm)

dan akhirnya melonjak pada bulan Desember yang mencapai 2,22% (mtm). Pencapaian deflasi pada bulan Oktober

2014, terutama didorong oleh kelompok volatile foods yang menghambat laju inflasi. Komoditas layang/benggol dan

kangkung menjadi komoditas penghambat utama dengan andil masing-masing sebesar -0,16% dan -0,09%.

Sementara komoditas penyumbang inflasi yaitu tarip listrik dengan andil sebesar 0.1%. Pada bulan November, angka

inflasi Maumere mulai terdorong imbas kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terkonfirmasi dengan komoditas bensin yang

menjadi pendorong utama dengan andil 0,27%, sementara dari komoditas bahan pangan, cabai rawit dan tempe

memiliki andil terbesar dengan angka masing-masing 0,06%. Di akhir tahun 2014, inflasi Maumere kemudian makin

terdorong kebijakan administered prices, Andil tarip sewa motor/ojek dan bensin menjadi pendorong utama inflasi

dengan angka masing-masing 0,8% dan 0,3%.

Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Maumere

-3% 0% 3% 6% 9% 12% 15%

Umum

Bahan Makanan

Makanan Jadi,rokok,tembakau

Perumahan,listrik,air

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,rekreasi,olah Raga

Transpor,komunikasi,jasa

0,33%

14,69%

2,12%

-1,38%

3,15%

1,24%

0,25%

0,34%

Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

-2%

-1%

0%

Maumere (yoy) Maumere (mtm)

Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere tercatat sebesar 2,12% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar -0,07% (qtq) dan masih lebih rendah bila dibandingkan inflasi Kota Kupang yang mencapai

5,78% (qtq). Inflasi pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan sebesar 14,69% (qtq). Hal ini disebabkan oleh peningkatan inflasi di sektor jasa keuangan 27,11% (qtq) dan

sektor transportasi yang mencapai 21,51% (qtq).

Secara tahunan, inflasi kota Maumere pada Triwulan IV tahun 2014 mencapai sebesar 4,00% (yoy) atau lebih

rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 6,24% (yoy). Kelompok barang yang

mengalami inflasi tertinggi pada tahun 2014 adalah kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar

12,82% (yoy) serta makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan inflasi mencapai 7,70% (yoy). Peningkatan

tersebut disebabkan tingginya inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi serta tembakau dan minuman

beralkohol sebagai dampak kebijakan pemerintah meningkatkan cukai tembakau dan minuman beralkohol. Komoditas

penyumbang inflasi utama di Maumere pada tahun 2014 adalah ikan selar/tude dengan andil 1,19%, tarip sewa motor

dan bensin yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,85% dan 0,64%.

Tabel 2.6 Inflasi Maumere per Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS

2013

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

7,38%

7,77%

9,12%

6,57%

4,84%

3,49%

22,77%

0,24%

3,73%

-1,20%

9,27%

6,45%

2,88%

2,52%

21,89%

4,10%

III

5,32%

4,63%

7,50%

2,60%

2,62%

3,12%

4,01%

16,06%

IV

6,24%

2,99%

14,93%

4,23%

2,60%

4,50%

4,58%

14,57%

2014

I II III IV

6,39%

5,70%

12,85%

4,30%

2,49%

3,51%

5,29%

8,29%

6,70%

9,00%

9,85%

3,86%

3,55%

4,07%

5,71%

5,50%

3,19%

2,75%

10,30%

3,10%

2,20%

2,68%

1,67%

-2,15%

4,00%

1,31%

7,70%

2,75%

0,90%

1,24%

1,42%

12,82%

Tabel 2.5 Inflasi Tahunan Kupang

KOMODITAS

Sumber : BPS Diolah

Tw III - 2014

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

7,06%

7,81%

9,19%

8,61%

8,06%

2,21%

3,34%

3,39%

5,56%

2,88%

7,64%

6,60%

6,45%

2,37%

4,32%

7,82%

III

8,88%

5,58%

11,48%

7,50%

7,13%

4,85%

5,61%

17,37%

IV

8,84%

4,90%

9,11%

9,79%

6,23%

4,31%

7,70%

16,47%

Tw IV - 2014

I II III IV

7,99%

1,38%

9,36%

9,87%

5,65%

2,83%

7,10%

17,07%

8,31%

6,10%

8,80%

7,92%

5,46%

2,49%

6,31%

15,13%

4,27%

2,17%

3,96%

7,29%

4,88%

2,22%

9,05%

1,47%

8,32%

6,19%

5,61%

7,51%

5,46%

3,14%

6,57%

17,29%

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30

Page 49:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Secara tahunan, inflasi kota Kupang pada Tw IV-2014 terutama didorong oleh kelompok transportasi,

komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi Kota Kupang tercatat sebesar 8,32% (yoy) atau persisten tinggi dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 8,84% (yoy). Faktor utama tingginya pencapaian inflasi Kota Kupang adalah peningkatan

harga pada komoditas angkutan dalam kota dan bensin seiring dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga

BBM bersubsidi. Berdasarkan kelompok pembentuk inflasi, kelompok transportasi, komunikasi, & jasa keuangan

tercatat mengalami peningkatan tertinggi yakni dari 16,47% (yoy) pada 2013 menjadi 17,29% (yoy) pada periode

laporan. Angkutan dalam kota dan Bensin memiliki andil masing-masing 1,05% dan 0,96% selama tahun 2014.

Sementara dari sisi kelompok bahan makanan, subkelompok kacang-kacangan dan padi-padian mengalami

peningkatan inflasi tertinggi pada periode laporan tercatat masing-masing sebesar 11,43% (yoy) dan 8.95% (yoy),

beras menjadi komoditas bahan pangan penyumbang inflasi utama yaitu sebesar 0,52%. Sementara bawang merah

dan tomat sayur menjadi penghambat dengan angka deflasi masing-masing sebesar -0,24% dan -0,12%.

2.6.2 Inflasi Kota MaumereSecara bulanan, inflasi kota Maumere mengalami trend kenaikan. Pada bulan Oktober 2014, kota Maumere

mengalami deflasi sebesar -0,51% (mtm), angka ini kemudian meningkat pada bulan November menjadi 0,41% (mtm)

dan akhirnya melonjak pada bulan Desember yang mencapai 2,22% (mtm). Pencapaian deflasi pada bulan Oktober

2014, terutama didorong oleh kelompok volatile foods yang menghambat laju inflasi. Komoditas layang/benggol dan

kangkung menjadi komoditas penghambat utama dengan andil masing-masing sebesar -0,16% dan -0,09%.

Sementara komoditas penyumbang inflasi yaitu tarip listrik dengan andil sebesar 0.1%. Pada bulan November, angka

inflasi Maumere mulai terdorong imbas kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terkonfirmasi dengan komoditas bensin yang

menjadi pendorong utama dengan andil 0,27%, sementara dari komoditas bahan pangan, cabai rawit dan tempe

memiliki andil terbesar dengan angka masing-masing 0,06%. Di akhir tahun 2014, inflasi Maumere kemudian makin

terdorong kebijakan administered prices, Andil tarip sewa motor/ojek dan bensin menjadi pendorong utama inflasi

dengan angka masing-masing 0,8% dan 0,3%.

Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Maumere

-3% 0% 3% 6% 9% 12% 15%

Umum

Bahan Makanan

Makanan Jadi,rokok,tembakau

Perumahan,listrik,air

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,rekreasi,olah Raga

Transpor,komunikasi,jasa

0,33%

14,69%

2,12%

-1,38%

3,15%

1,24%

0,25%

0,34%

Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

-2%

-1%

0%

Maumere (yoy) Maumere (mtm)

Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere tercatat sebesar 2,12% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar -0,07% (qtq) dan masih lebih rendah bila dibandingkan inflasi Kota Kupang yang mencapai

5,78% (qtq). Inflasi pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan sebesar 14,69% (qtq). Hal ini disebabkan oleh peningkatan inflasi di sektor jasa keuangan 27,11% (qtq) dan

sektor transportasi yang mencapai 21,51% (qtq).

Secara tahunan, inflasi kota Maumere pada Triwulan IV tahun 2014 mencapai sebesar 4,00% (yoy) atau lebih

rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 6,24% (yoy). Kelompok barang yang

mengalami inflasi tertinggi pada tahun 2014 adalah kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar

12,82% (yoy) serta makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan inflasi mencapai 7,70% (yoy). Peningkatan

tersebut disebabkan tingginya inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi serta tembakau dan minuman

beralkohol sebagai dampak kebijakan pemerintah meningkatkan cukai tembakau dan minuman beralkohol. Komoditas

penyumbang inflasi utama di Maumere pada tahun 2014 adalah ikan selar/tude dengan andil 1,19%, tarip sewa motor

dan bensin yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,85% dan 0,64%.

Tabel 2.6 Inflasi Maumere per Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS

2013

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

7,38%

7,77%

9,12%

6,57%

4,84%

3,49%

22,77%

0,24%

3,73%

-1,20%

9,27%

6,45%

2,88%

2,52%

21,89%

4,10%

III

5,32%

4,63%

7,50%

2,60%

2,62%

3,12%

4,01%

16,06%

IV

6,24%

2,99%

14,93%

4,23%

2,60%

4,50%

4,58%

14,57%

2014

I II III IV

6,39%

5,70%

12,85%

4,30%

2,49%

3,51%

5,29%

8,29%

6,70%

9,00%

9,85%

3,86%

3,55%

4,07%

5,71%

5,50%

3,19%

2,75%

10,30%

3,10%

2,20%

2,68%

1,67%

-2,15%

4,00%

1,31%

7,70%

2,75%

0,90%

1,24%

1,42%

12,82%

Tabel 2.5 Inflasi Tahunan Kupang

KOMODITAS

Sumber : BPS Diolah

Tw III - 2014

I II

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

7,06%

7,81%

9,19%

8,61%

8,06%

2,21%

3,34%

3,39%

5,56%

2,88%

7,64%

6,60%

6,45%

2,37%

4,32%

7,82%

III

8,88%

5,58%

11,48%

7,50%

7,13%

4,85%

5,61%

17,37%

IV

8,84%

4,90%

9,11%

9,79%

6,23%

4,31%

7,70%

16,47%

Tw IV - 2014

I II III IV

7,99%

1,38%

9,36%

9,87%

5,65%

2,83%

7,10%

17,07%

8,31%

6,10%

8,80%

7,92%

5,46%

2,49%

6,31%

15,13%

4,27%

2,17%

3,96%

7,29%

4,88%

2,22%

9,05%

1,47%

8,32%

6,19%

5,61%

7,51%

5,46%

3,14%

6,57%

17,29%

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30

Page 50:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Pada tahun 2014, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 7,76% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi nasional

yang sebesar 8,36% (yoy). Relatif rendahnya harga bahan makanan dibanding tahun sebelumnya mampu

menjadi penahan utama inflasi Provinsi NTT di tahun 2014.

Perhitungan inflasi di Provinsi NTT sendiri saat ini dihitung berdasarkan hasil perhitungan inflasi di dua kota yaitu

Kota Kupang dan Kabupaten Maumere. Berdasarkan perhitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2012,

Perhitungan inflasi di Kota Kupang memiliki bobot hingga 0,59% secara nasional, meningkat dibanding bobot

tahun 2007 yang hanya sebesar 0,49% dari total bobot nasional. Maumere memiliki bobot yang sama dibanding

tahun 2007 yaitu sebesar 0,09%. Jumlah komoditas yang disurvei di tahun 2012 juga mengalami kenaikan yaitu

Kota Kupang mengalami penambahan komoditas dari 340 komoditas di tahun 2007 menjadi 390 komoditas di

tahun 2012, sedangkan Kabupaten Maumere dari 291 komoditas di tahun 2007 menjadi 318 komoditas di

tahun 2012. Sejumlah komoditas tersebut mewakili hampir 100% komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat

di dua kota/kabupaten tersebut.

Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi, didapatkan 20 komoditas dengan bobot tertinggi di Kupang

mampu menyumbang hingga 46,38% dari total konsumsi masyarakat yang berarti bahwa dari total 100%

konsumsi per kapita masyarakat, 46,38% digunakan untuk mengkonsumsi 20 komoditas dengan bobot

konsumsi terbesar di Kupang. 20 Komoditas utama di Maumere mampu menyumbang pengeluaran konsumsi

hingga 49,20% dari total konsumsi, yang berarti hampir 50% dari total pengeluaran masyarakat digunakan

untuk mengkonsumsi 20 komoditas di bawah. Adapun komoditas utama yang dikonsumsi di Kota Kupang

antara lain beras, bensin, angkutan dalam kota, angkutan udara, semen, tariff listrik, tukang bukan mandor,

akademi, nasi dengan lauk dan sewa rumah. Sedangkan komoditas utama yang dikonsumsi di Kabupaten

Maumere adalah beras, kontrak rumah, tariff listrik, selar, bensin, SMA, rokok kretek, tukang bukan mandor,

tariff sewa motor, dan ayam hidup. Adapun rincian selengkapnya sebagaimana terdapat dalam tabel di bawah.

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

0.49

0.59

Kupang Maumere

2007

2012

0.09 0.09

340

390

291318

Kupang Maumere

2007

2012

Grafik Boks 2.1. Bobot Inflasi dan Jumlah Komoditas yang dihitung dalam Survei Inflasi

Sumber : BPS, diolah

KOTA KUPANGBerdasarkan hasil analisa selama 4 tahun, inflasi di Kota Kupang sangat dipengaruhi oleh inflasi 13 komoditas

utama penyumbang persistensi inflasi antara lain angkutan udara, beras, angkutan dalam kota, sewa rumah,

bensin, pasir, semen, tempe, daging babi, nasi, cabe merah, rokok kretek filter dan tariff listrik. Dari 13 komoditas

tersebut, ternyata hanya 4 komoditas bahan makanan (volatile food) yang seringkali menjadi penyumbang inflasi

utama dalam 4 tahun terakhir, antara lain beras, tempe, daging babi dan cabe merah, terdapat 5 komoditas yang

sebenarnya dapat dikendalikan oleh pemerintah antara lain angkutan udara, angkutan dalam kota, bensin,

rokok kretek filter dan tarip listrik, dan dua komoditas yang secara tidak langsung dapat dikendalikan yaitu beras

melalui operasi pasar bulog maupun harga semen. Persistensi inflasi pada komoditas pasir lebih disebabkan oleh

adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dan kondisi cuaca.

301054 SEWA RUMAH 2.08% 102002 AYAM HIDUP 1.90%

702012 TARIP PULSA PONSEL 1.93% 302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.84%

301029 KONTRAK RUMAH 1.90% 702012 TARIP PULSA PONSEL 1.78%

302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.57% 304024 UPAH PEMBANTU RT 1.78%

203011 ROKOK KRETEK FILTER 1.44% 203012 ROKOK PUTIH 1.63%

701019 SEPEDA MOTOR 1.40% 301054 SEWA RUMAH 1.58%

701014 MOBIL 1.38% 601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 1.34%

103037 KEMBUNG/GEMBUNG/BANYAR 1.37% 110004 MINYAK GORENG 1.31%

201036 MIE 1.36% 201038 NASI DENGAN LAUK 1.21%

301052 SENG 1.19% 701014 MOBIL 1.07%

102009 DAGING AYAM RAS 1.18% 202006 GULA PASIR 1.21%

101001 BERAS 6.09% 101001 BERAS 8.60%

701008 BENSIN 3.82% 301029 KONTRAK RUMAH 6.35%

701003 ANGKUTAN DALAM KOTA 3.71% 302021 TARIP LISTRIK 3.11%

701005 ANGKUTAN UDARA 2.88% 103066 SELAR/TUDE 3.03%

301049 SEMEN 2.74% 701008 BENSIN 2.62%

302021 TARIP LISTRIK 2.72% 601004 SEKOLAH MENENGAH ATAS 2.47%

301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.70% 203011 ROKOK KRETEK FILTER 2.25%

601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 2.70% 301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.23%

201038 NASI DENGAN LAUK 2.21% 701016 TARIP SEWA MOTOR 2.06%

KUPANG MAUMERE

Grafik Boks 2.2. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kota Kupang

Sumber : BPS, diolah

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 33BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI32

Page 51:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Pada tahun 2014, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 7,76% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi nasional

yang sebesar 8,36% (yoy). Relatif rendahnya harga bahan makanan dibanding tahun sebelumnya mampu

menjadi penahan utama inflasi Provinsi NTT di tahun 2014.

Perhitungan inflasi di Provinsi NTT sendiri saat ini dihitung berdasarkan hasil perhitungan inflasi di dua kota yaitu

Kota Kupang dan Kabupaten Maumere. Berdasarkan perhitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2012,

Perhitungan inflasi di Kota Kupang memiliki bobot hingga 0,59% secara nasional, meningkat dibanding bobot

tahun 2007 yang hanya sebesar 0,49% dari total bobot nasional. Maumere memiliki bobot yang sama dibanding

tahun 2007 yaitu sebesar 0,09%. Jumlah komoditas yang disurvei di tahun 2012 juga mengalami kenaikan yaitu

Kota Kupang mengalami penambahan komoditas dari 340 komoditas di tahun 2007 menjadi 390 komoditas di

tahun 2012, sedangkan Kabupaten Maumere dari 291 komoditas di tahun 2007 menjadi 318 komoditas di

tahun 2012. Sejumlah komoditas tersebut mewakili hampir 100% komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat

di dua kota/kabupaten tersebut.

Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi, didapatkan 20 komoditas dengan bobot tertinggi di Kupang

mampu menyumbang hingga 46,38% dari total konsumsi masyarakat yang berarti bahwa dari total 100%

konsumsi per kapita masyarakat, 46,38% digunakan untuk mengkonsumsi 20 komoditas dengan bobot

konsumsi terbesar di Kupang. 20 Komoditas utama di Maumere mampu menyumbang pengeluaran konsumsi

hingga 49,20% dari total konsumsi, yang berarti hampir 50% dari total pengeluaran masyarakat digunakan

untuk mengkonsumsi 20 komoditas di bawah. Adapun komoditas utama yang dikonsumsi di Kota Kupang

antara lain beras, bensin, angkutan dalam kota, angkutan udara, semen, tariff listrik, tukang bukan mandor,

akademi, nasi dengan lauk dan sewa rumah. Sedangkan komoditas utama yang dikonsumsi di Kabupaten

Maumere adalah beras, kontrak rumah, tariff listrik, selar, bensin, SMA, rokok kretek, tukang bukan mandor,

tariff sewa motor, dan ayam hidup. Adapun rincian selengkapnya sebagaimana terdapat dalam tabel di bawah.

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

0.49

0.59

Kupang Maumere

2007

2012

0.09 0.09

340

390

291318

Kupang Maumere

2007

2012

Grafik Boks 2.1. Bobot Inflasi dan Jumlah Komoditas yang dihitung dalam Survei Inflasi

Sumber : BPS, diolah

KOTA KUPANGBerdasarkan hasil analisa selama 4 tahun, inflasi di Kota Kupang sangat dipengaruhi oleh inflasi 13 komoditas

utama penyumbang persistensi inflasi antara lain angkutan udara, beras, angkutan dalam kota, sewa rumah,

bensin, pasir, semen, tempe, daging babi, nasi, cabe merah, rokok kretek filter dan tariff listrik. Dari 13 komoditas

tersebut, ternyata hanya 4 komoditas bahan makanan (volatile food) yang seringkali menjadi penyumbang inflasi

utama dalam 4 tahun terakhir, antara lain beras, tempe, daging babi dan cabe merah, terdapat 5 komoditas yang

sebenarnya dapat dikendalikan oleh pemerintah antara lain angkutan udara, angkutan dalam kota, bensin,

rokok kretek filter dan tarip listrik, dan dua komoditas yang secara tidak langsung dapat dikendalikan yaitu beras

melalui operasi pasar bulog maupun harga semen. Persistensi inflasi pada komoditas pasir lebih disebabkan oleh

adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dan kondisi cuaca.

301054 SEWA RUMAH 2.08% 102002 AYAM HIDUP 1.90%

702012 TARIP PULSA PONSEL 1.93% 302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.84%

301029 KONTRAK RUMAH 1.90% 702012 TARIP PULSA PONSEL 1.78%

302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.57% 304024 UPAH PEMBANTU RT 1.78%

203011 ROKOK KRETEK FILTER 1.44% 203012 ROKOK PUTIH 1.63%

701019 SEPEDA MOTOR 1.40% 301054 SEWA RUMAH 1.58%

701014 MOBIL 1.38% 601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 1.34%

103037 KEMBUNG/GEMBUNG/BANYAR 1.37% 110004 MINYAK GORENG 1.31%

201036 MIE 1.36% 201038 NASI DENGAN LAUK 1.21%

301052 SENG 1.19% 701014 MOBIL 1.07%

102009 DAGING AYAM RAS 1.18% 202006 GULA PASIR 1.21%

101001 BERAS 6.09% 101001 BERAS 8.60%

701008 BENSIN 3.82% 301029 KONTRAK RUMAH 6.35%

701003 ANGKUTAN DALAM KOTA 3.71% 302021 TARIP LISTRIK 3.11%

701005 ANGKUTAN UDARA 2.88% 103066 SELAR/TUDE 3.03%

301049 SEMEN 2.74% 701008 BENSIN 2.62%

302021 TARIP LISTRIK 2.72% 601004 SEKOLAH MENENGAH ATAS 2.47%

301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.70% 203011 ROKOK KRETEK FILTER 2.25%

601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 2.70% 301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.23%

201038 NASI DENGAN LAUK 2.21% 701016 TARIP SEWA MOTOR 2.06%

KUPANG MAUMERE

Grafik Boks 2.2. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kota Kupang

Sumber : BPS, diolah

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 33BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI32

Page 52:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

KABUPATEN MAUMEREKondisi persistensi inflasi di Maumere lebih disebabkan oleh inflasi komoditas bahan makanan dan makanan jadi.

Dari total 10 komoditas penyumbang persistensi inflasi utama di Kabupaten Maumere, tercatat empat

komoditas merupakan bahan makanan yaitu beras, ikan selar, kangkung dan sawi hijau; empat kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau antara lain es, rokok kretek filter, roti manis dan soto, dan dua

kelompok komoditas transportasi yaitu bensin dan tariff sewa motor.

Berdasarkan grafik inflasi baik di Kota Kupang maupun Kabupaten Maumere terlihat bahwa lebih dari 50%

komoditas penyumbang inflasi utama tersebut secara rata-rata menyumbang lebih dari 50% dari total inflasi

bulanan NTT. Oleh karena itu, pengendalian inflasi sepatutnya difokuskan pada komoditas utama tersebut.

Inflasi di kota Kupang harus lebih difokuskan pada pengendalian biaya angkut meliputi tariff angkutan dalam

kota, luar kota, penyeberangan dan udara melalui kebijakan di dinas perhubungan kabupaten/ kota dan provinsi.

Selain itu, juga perlu dilakukan monitoring terhadap komoditas utama penyumbang inflasi di atas. Inflasi di

Kabupaten Maumere lebih difokuskan pada pengendalian harga komoditas pangan terlebih pada ketersediaan

pasokan pangan baik sayuran, maupun hasil tangkapan ikan yang juga berdampak pada fluktuasi harga es.

Kestabilan harga makanan jadi juga dapat dilakukan dengan memperbanyak penjual makanan yang diharapkan

dapat meningkatkan persaingan antara penjual makanan. Untuk komoditas beras, solusi utama yang bisa kita

lakukan adalah selain meningkatkan produksi beras, pemerintah juga dapat menjaga melalui operasi pasar yang

intensif pada saat kekurangan beras ataupun dengan realisasi 100% penyaluran raskin di daerah. Untuk itu,

peningkatan cadangan beras pemerintah dirasa perlu dijaga agar BULOG senantiasa memiliki beras yang dapat

digunakan untuk kegiatan operasi pasar dan penyaluran raskin di atas.

Grafik Boks 2.3. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kabupaten Maumere

Sumber : BPS, diolah

BAB III

Perkembangan PerbankanDan Sistem Pembayaran

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI34

Page 53:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

KABUPATEN MAUMEREKondisi persistensi inflasi di Maumere lebih disebabkan oleh inflasi komoditas bahan makanan dan makanan jadi.

Dari total 10 komoditas penyumbang persistensi inflasi utama di Kabupaten Maumere, tercatat empat

komoditas merupakan bahan makanan yaitu beras, ikan selar, kangkung dan sawi hijau; empat kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau antara lain es, rokok kretek filter, roti manis dan soto, dan dua

kelompok komoditas transportasi yaitu bensin dan tariff sewa motor.

Berdasarkan grafik inflasi baik di Kota Kupang maupun Kabupaten Maumere terlihat bahwa lebih dari 50%

komoditas penyumbang inflasi utama tersebut secara rata-rata menyumbang lebih dari 50% dari total inflasi

bulanan NTT. Oleh karena itu, pengendalian inflasi sepatutnya difokuskan pada komoditas utama tersebut.

Inflasi di kota Kupang harus lebih difokuskan pada pengendalian biaya angkut meliputi tariff angkutan dalam

kota, luar kota, penyeberangan dan udara melalui kebijakan di dinas perhubungan kabupaten/ kota dan provinsi.

Selain itu, juga perlu dilakukan monitoring terhadap komoditas utama penyumbang inflasi di atas. Inflasi di

Kabupaten Maumere lebih difokuskan pada pengendalian harga komoditas pangan terlebih pada ketersediaan

pasokan pangan baik sayuran, maupun hasil tangkapan ikan yang juga berdampak pada fluktuasi harga es.

Kestabilan harga makanan jadi juga dapat dilakukan dengan memperbanyak penjual makanan yang diharapkan

dapat meningkatkan persaingan antara penjual makanan. Untuk komoditas beras, solusi utama yang bisa kita

lakukan adalah selain meningkatkan produksi beras, pemerintah juga dapat menjaga melalui operasi pasar yang

intensif pada saat kekurangan beras ataupun dengan realisasi 100% penyaluran raskin di daerah. Untuk itu,

peningkatan cadangan beras pemerintah dirasa perlu dijaga agar BULOG senantiasa memiliki beras yang dapat

digunakan untuk kegiatan operasi pasar dan penyaluran raskin di atas.

Grafik Boks 2.3. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kabupaten Maumere

Sumber : BPS, diolah

BAB III

Perkembangan PerbankanDan Sistem Pembayaran

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI34

Page 54:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kinerja perbankan dan sistem pembayaran relatif melambat.

Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran

Beberapa indikator kinerja keuangan seperti penyaluran kredit perbankan mengalami

perlambatan yang diiringi penurunan risiko.

Sementara itu, beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami peningkatan.

3.1 KONDISI UMUM

Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif

melambat. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit

masyarakat oleh perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menyebabkan peningkatan risiko peningkatan rasio kredit

dibandingkan simpanan (LDR) dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada Triwulan IV 2014. Dari sisi

kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25% (yoy),

lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 22,94% (yoy). Pada triwulan ini juga terdapat

penurunan Giro dan Deposito Pemerintah sebesar + 41% seiring dengan adanya penyaluran dana pembangunan. Hal

ini diperkirakan mempengaruhi pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang melambat cukup signifikan dari sebesar

20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun.

Sementara itu, pertumbuhan Kredit cukup stabil dari sebesar 13,69% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 14,76% (yoy)

pada triwulan IV 2014 dengan nominal 17,41 triliun rupiah. Beberapa sektor pendorong pertumbuhan kredit di Provinsi

Nusa Tenggara Timur adalah kredit konsumsi atau Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha dan Sektor

Perdagangan Besar dan Eceran. Kestabilan ini pun diiringi dengan membaiknya risiko kredit (non performing loan/NPL)

dari level 1,77% menjadi 1,46%.

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB I 37

Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar)y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK

Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

LDR NPL

Page 55:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kinerja perbankan dan sistem pembayaran relatif melambat.

Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran

Beberapa indikator kinerja keuangan seperti penyaluran kredit perbankan mengalami

perlambatan yang diiringi penurunan risiko.

Sementara itu, beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami peningkatan.

3.1 KONDISI UMUM

Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif

melambat. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit

masyarakat oleh perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menyebabkan peningkatan risiko peningkatan rasio kredit

dibandingkan simpanan (LDR) dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada Triwulan IV 2014. Dari sisi

kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25% (yoy),

lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 22,94% (yoy). Pada triwulan ini juga terdapat

penurunan Giro dan Deposito Pemerintah sebesar + 41% seiring dengan adanya penyaluran dana pembangunan. Hal

ini diperkirakan mempengaruhi pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang melambat cukup signifikan dari sebesar

20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun.

Sementara itu, pertumbuhan Kredit cukup stabil dari sebesar 13,69% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 14,76% (yoy)

pada triwulan IV 2014 dengan nominal 17,41 triliun rupiah. Beberapa sektor pendorong pertumbuhan kredit di Provinsi

Nusa Tenggara Timur adalah kredit konsumsi atau Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha dan Sektor

Perdagangan Besar dan Eceran. Kestabilan ini pun diiringi dengan membaiknya risiko kredit (non performing loan/NPL)

dari level 1,77% menjadi 1,46%.

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB I 37

Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar)y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK

Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

LDR NPL

Page 56:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perkembangan peredaran uang tunai pada Triwulan IV 2014 masih di dominasi oleh aliran outflow. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada triwulan IV 2014 seiring dengan adanya perayaan Hari Raya Natal 2014

dan Tahun Baru 2015. Hasil temuan uang palsu sepanjang Triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan

yang cukup besar. Peningkatan tersebut sekiranya dapat menjadi perhatian lebih dari institusi kepolisian dalam

penindakan kejahatan peredaran uang palsu.

Kinerja Bank Umum di Nusa Tenggara Timur sampai dengan Triwulan IV 2014 secara umum masih terus

tumbuh positif dan diikuti dengan fungsi intermediasi yang berjalan baik. Pertumbuhan kinerja bank yang

positif direpresentasikan oleh pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total aset sebesar 14,25% (yoy), Dana Pihak

Ketiga (DPK) sebesar 13,40% (yoy), dan kredit sebesar 14,76% (yoy) yang cenderung lebih tinggi dari rata-rata

pertumbuhan nasional. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh di bawah level indikatif

lima persen. Indikator lainnya, rasio kredit yang belum disalurkan kepada masyarakat (Undisbursed Loan) terhadap total

kredit juga sedikit meningkat dari sebesar 4,57% pada Triwulan III 2014 menjadi sebesar 5,14% pada Triwulan IV 2014

dengan nominal mencapai Rp. 878,99 miliar. Peningkatan Undisbursed Loan biasanya terjadi karena rendahnya daya

serap dunia usaha akibat penyelesaian proyek yang lebih lama dari rencana. Jika akselerasi proyek bisa dilakukan,

Undisbursed Loan bisa mengecil.

Seiring dengan pertumbuhan kredit di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara triwulan, jumlah seluruh dana perbankan

yang masuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur atau kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek mencapai angka sebesar

Rp. 17,76 triliun. Kondisi ini menandakan adanya aliran dana bersih yang masuk (net inflow) di Provinsi Nusa Tenggara

Timur sebesar Rp. 0,66 triliun, setelah memperhitungkan jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor bank yang

berdomisili di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 17,09 triliun. Angka net inflow tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai angka sebesar Rp. 0,69 triliun.

Namun demikian, angka pertumbuhan tahunan (yoy) penyaluran kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek pada

triwulan ini meningkat sebesar 13,69%, dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai

12,63%. Peningkatan penyaluran kredit tersebut mendorong tingginya angka rasio likuiditas (LDR) lokasi proyek dari

90,73% pada Triwulan III 2014 menjadi 96,30% pada Triwulan IV 2014.

Salah satu pendorong peningkatan sistem pembayaran non tunai adalah diberlakukannya kebijakan Bank Indonesia

tentang sistem BI-RTGS sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.16/18/DPSP tanggal

28 November 2014. Kebijakan ini diberlakukan mulai tanggal 15 Desember 2014, yakni transfer kredit atas nama

nasabah melalui sistem BI-RTGS hanya diperuntukkan bagi transaksi yang lebih besar dari Rp.100 juta per transaksi.

Dengan diberlakukannya kebijakan ini, maka transfer kredit antar bank atas nama nasabah dengan nominal Rp.100 juta

ke bawah diarahkan untuk menggunakan layanan kliring. Dengan demikian sistem pembayaran non tunai pada

Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya transaksi Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI), sementara sistem pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem

pembayaran tunai yang melambat dipengaruhi kebutuhan uang oleh masyarakat, terutama dalam realisasi proyek pada

akhir tahun.

Fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat meningkat sebesar 26,35% (yoy) atau sebesar Rp.

849,71 miliar pada Triwulan IV 2014 yang sebelumnya turun sebesar 5,75% (yoy) atau sebesar Rp. 607,52 miliar pada

Triwulan III 2014. Real Time Gross Settlement (RTGS) pada Triwulan IV 2014 juga mengalami kenaikan yang terlihat dari

kenaikan net inflow sebesar Rp 8,80 triliun dibandingkan Triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 5,75 triliun. Hal ini

menunjukkan adanya aliran modal masuk ke Provinsi NTT. Tingginya kenaikan transaksi non tunai juga menunjukkan

adanya dampak positif dari kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan pada bulan Agustus

2014.

Grafik 3.3. Pertumbuhan Indikator Bank Umum

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Aset (miliar) DPK (miliar) Kredit (miliar) Kredit LP (miliar)

y-o-y aset y-o-y DPK y-o-y kredit y-o-y kredit LP

III I II III IV20142013

Grafik 3.4. Perkembangan LDR dan NPL

0,0%

0,2%

0,4%

0,6%

0,8%

1,0%

1,2%

1,4%

1,6%

1,8%

75%

80%

85%

90%

95%

100%

III I II III IV20142013

LDR LDR LP NPL NPL LP

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39

Table 3.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

PembayaranNon Tunai (Juta)

Kliring

y-o-y

Cek/BG Kosong

y-o-y

Ratio Cek/BG Kosong thd Kliring

2013

I II III IV2013

2012

I II

610.182

70,40%

7.660

-5,63%

1,26%

2.003.763

22,90%

30.317

4,71%

1,51%

530.779

22,64%

6.584

-3,80%

1,24%

569.628

27,17%

8.428

-0,11%

1,48%

644.592

25,68%

12.903

74,95%

2,00%

672.518

10,22%

7.627

-0,43%

1,13%

2.417.517

20,65%

35.542

17,24%

1,47%

542.516

2,21%

8.894

35,08%

1,64%

620.336

8,90%

5.821

-30,93%

0,94%

607.516

-5,75%

5.855

-54,62%

0,96%

849.711

26,35%

14.384

88,59%

1,69%

2.620.080

8,38%

34.954

-1,65%

1,33%

2014

I II III IV2014

Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi Real Time gross Settlement (RTGS)

Transaksi RTGS

DARI (FROM) NTT

MENUJU (TO) NTT

2013

I II III IV2013

22.688

64,84%

9.704

5,24%

13.308

6,76%

5.687

-19,39%

21.878

10,16%

9.333

-23,98%

22.746

52,54%

6.142

-22,72%

20.717

0,06%

12.630

-5,33%

17.780

-18,59%

8.209

-0,65%

25.500

68,46%

15.327

53,16%

26.198

163,54%

9.478

53,49%

90.782

14,73%

46.994

-7,82%

80.032

22,75%

29.516

-9,27%

17.189

-24,24%

10.696

10,22%

14.184

6,58%

7.809

37,31%

20.598

-5,85%

10.475

12,24%

13.053

-42,61%

7.868

28,10%

24.091

16,29%

10.707

-15,23%

29.842

67,84%

8.776

6,91%

26.834

22,65%

11.053

-27,89%

35.630

36,00%

9.294

-1,94%

88.712

-2,28%

42.931

-8,65%

92.709

15,84%

33.747

14,33%

2014

I II III IV2014

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai

Pembayaran Tunai (Milyar)

Inflow

y-o-y

Outflow

y-o-y

Net Inflow

y-o-y

Uang Palsu (ribu)

2013

I II III IV2013

2012

IV

486,65

1,29%

1665,53

0,30%

-1178,88

-0,10%

11.440

2.779,82

30,67%

4.296,25

16,28%

-1.516,43

-3,26%

25.840

1.361,96

20,43%

436,38

52,15%

925,59

9,65%

800

615,18

26,86%

1.000,41

-14,40%

-385,23

-43,66%

700

770,79

13,81%

1.358,61

15,60%

-587,82

18,05%

1.250

426,67

-12,33%

1.921,18

15,35%

-1.494,52

26,77%

700

3.174,60

14,20%

4.716,58

9,78%

-1.541,98

1,68%

3.450

1.371,83

0,72%

322,06

-26,20%

1.049,77

13,42%

1.350

738,23

20,00%

820,90

-17,94%

-82,68

-78,54%

1.100

766,83

-0,51%

1.343,79

-1,09%

-576,96

-1,85%

3.630

498,27

16,78%

1.147,70

-40,26%

-649,43

-56,55%

10.690

3.375,16

6,32%

3.634,46

-22,94%

-259,30

-83,18%

16.770

2014

I II III IV20142012

3.2 PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM

Page 57:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perkembangan peredaran uang tunai pada Triwulan IV 2014 masih di dominasi oleh aliran outflow. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada triwulan IV 2014 seiring dengan adanya perayaan Hari Raya Natal 2014

dan Tahun Baru 2015. Hasil temuan uang palsu sepanjang Triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan

yang cukup besar. Peningkatan tersebut sekiranya dapat menjadi perhatian lebih dari institusi kepolisian dalam

penindakan kejahatan peredaran uang palsu.

Kinerja Bank Umum di Nusa Tenggara Timur sampai dengan Triwulan IV 2014 secara umum masih terus

tumbuh positif dan diikuti dengan fungsi intermediasi yang berjalan baik. Pertumbuhan kinerja bank yang

positif direpresentasikan oleh pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total aset sebesar 14,25% (yoy), Dana Pihak

Ketiga (DPK) sebesar 13,40% (yoy), dan kredit sebesar 14,76% (yoy) yang cenderung lebih tinggi dari rata-rata

pertumbuhan nasional. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh di bawah level indikatif

lima persen. Indikator lainnya, rasio kredit yang belum disalurkan kepada masyarakat (Undisbursed Loan) terhadap total

kredit juga sedikit meningkat dari sebesar 4,57% pada Triwulan III 2014 menjadi sebesar 5,14% pada Triwulan IV 2014

dengan nominal mencapai Rp. 878,99 miliar. Peningkatan Undisbursed Loan biasanya terjadi karena rendahnya daya

serap dunia usaha akibat penyelesaian proyek yang lebih lama dari rencana. Jika akselerasi proyek bisa dilakukan,

Undisbursed Loan bisa mengecil.

Seiring dengan pertumbuhan kredit di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara triwulan, jumlah seluruh dana perbankan

yang masuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur atau kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek mencapai angka sebesar

Rp. 17,76 triliun. Kondisi ini menandakan adanya aliran dana bersih yang masuk (net inflow) di Provinsi Nusa Tenggara

Timur sebesar Rp. 0,66 triliun, setelah memperhitungkan jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor bank yang

berdomisili di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 17,09 triliun. Angka net inflow tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai angka sebesar Rp. 0,69 triliun.

Namun demikian, angka pertumbuhan tahunan (yoy) penyaluran kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek pada

triwulan ini meningkat sebesar 13,69%, dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai

12,63%. Peningkatan penyaluran kredit tersebut mendorong tingginya angka rasio likuiditas (LDR) lokasi proyek dari

90,73% pada Triwulan III 2014 menjadi 96,30% pada Triwulan IV 2014.

Salah satu pendorong peningkatan sistem pembayaran non tunai adalah diberlakukannya kebijakan Bank Indonesia

tentang sistem BI-RTGS sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.16/18/DPSP tanggal

28 November 2014. Kebijakan ini diberlakukan mulai tanggal 15 Desember 2014, yakni transfer kredit atas nama

nasabah melalui sistem BI-RTGS hanya diperuntukkan bagi transaksi yang lebih besar dari Rp.100 juta per transaksi.

Dengan diberlakukannya kebijakan ini, maka transfer kredit antar bank atas nama nasabah dengan nominal Rp.100 juta

ke bawah diarahkan untuk menggunakan layanan kliring. Dengan demikian sistem pembayaran non tunai pada

Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya transaksi Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI), sementara sistem pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem

pembayaran tunai yang melambat dipengaruhi kebutuhan uang oleh masyarakat, terutama dalam realisasi proyek pada

akhir tahun.

Fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat meningkat sebesar 26,35% (yoy) atau sebesar Rp.

849,71 miliar pada Triwulan IV 2014 yang sebelumnya turun sebesar 5,75% (yoy) atau sebesar Rp. 607,52 miliar pada

Triwulan III 2014. Real Time Gross Settlement (RTGS) pada Triwulan IV 2014 juga mengalami kenaikan yang terlihat dari

kenaikan net inflow sebesar Rp 8,80 triliun dibandingkan Triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 5,75 triliun. Hal ini

menunjukkan adanya aliran modal masuk ke Provinsi NTT. Tingginya kenaikan transaksi non tunai juga menunjukkan

adanya dampak positif dari kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan pada bulan Agustus

2014.

Grafik 3.3. Pertumbuhan Indikator Bank Umum

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Aset (miliar) DPK (miliar) Kredit (miliar) Kredit LP (miliar)

y-o-y aset y-o-y DPK y-o-y kredit y-o-y kredit LP

III I II III IV20142013

Grafik 3.4. Perkembangan LDR dan NPL

0,0%

0,2%

0,4%

0,6%

0,8%

1,0%

1,2%

1,4%

1,6%

1,8%

75%

80%

85%

90%

95%

100%

III I II III IV20142013

LDR LDR LP NPL NPL LP

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39

Table 3.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

PembayaranNon Tunai (Juta)

Kliring

y-o-y

Cek/BG Kosong

y-o-y

Ratio Cek/BG Kosong thd Kliring

2013

I II III IV2013

2012

I II

610.182

70,40%

7.660

-5,63%

1,26%

2.003.763

22,90%

30.317

4,71%

1,51%

530.779

22,64%

6.584

-3,80%

1,24%

569.628

27,17%

8.428

-0,11%

1,48%

644.592

25,68%

12.903

74,95%

2,00%

672.518

10,22%

7.627

-0,43%

1,13%

2.417.517

20,65%

35.542

17,24%

1,47%

542.516

2,21%

8.894

35,08%

1,64%

620.336

8,90%

5.821

-30,93%

0,94%

607.516

-5,75%

5.855

-54,62%

0,96%

849.711

26,35%

14.384

88,59%

1,69%

2.620.080

8,38%

34.954

-1,65%

1,33%

2014

I II III IV2014

Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi Real Time gross Settlement (RTGS)

Transaksi RTGS

DARI (FROM) NTT

MENUJU (TO) NTT

2013

I II III IV2013

22.688

64,84%

9.704

5,24%

13.308

6,76%

5.687

-19,39%

21.878

10,16%

9.333

-23,98%

22.746

52,54%

6.142

-22,72%

20.717

0,06%

12.630

-5,33%

17.780

-18,59%

8.209

-0,65%

25.500

68,46%

15.327

53,16%

26.198

163,54%

9.478

53,49%

90.782

14,73%

46.994

-7,82%

80.032

22,75%

29.516

-9,27%

17.189

-24,24%

10.696

10,22%

14.184

6,58%

7.809

37,31%

20.598

-5,85%

10.475

12,24%

13.053

-42,61%

7.868

28,10%

24.091

16,29%

10.707

-15,23%

29.842

67,84%

8.776

6,91%

26.834

22,65%

11.053

-27,89%

35.630

36,00%

9.294

-1,94%

88.712

-2,28%

42.931

-8,65%

92.709

15,84%

33.747

14,33%

2014

I II III IV2014

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai

Pembayaran Tunai (Milyar)

Inflow

y-o-y

Outflow

y-o-y

Net Inflow

y-o-y

Uang Palsu (ribu)

2013

I II III IV2013

2012

IV

486,65

1,29%

1665,53

0,30%

-1178,88

-0,10%

11.440

2.779,82

30,67%

4.296,25

16,28%

-1.516,43

-3,26%

25.840

1.361,96

20,43%

436,38

52,15%

925,59

9,65%

800

615,18

26,86%

1.000,41

-14,40%

-385,23

-43,66%

700

770,79

13,81%

1.358,61

15,60%

-587,82

18,05%

1.250

426,67

-12,33%

1.921,18

15,35%

-1.494,52

26,77%

700

3.174,60

14,20%

4.716,58

9,78%

-1.541,98

1,68%

3.450

1.371,83

0,72%

322,06

-26,20%

1.049,77

13,42%

1.350

738,23

20,00%

820,90

-17,94%

-82,68

-78,54%

1.100

766,83

-0,51%

1.343,79

-1,09%

-576,96

-1,85%

3.630

498,27

16,78%

1.147,70

-40,26%

-649,43

-56,55%

10.690

3.375,16

6,32%

3.634,46

-22,94%

-259,30

-83,18%

16.770

2014

I II III IV20142012

3.2 PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM

Page 58:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

deposito triwulan ini mengalami peningkatan yaitu mencapai 25,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang hanya

mencapai 24,31% (yoy). Sementara itu apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penghimpunan DPK

menurun sebesar 2,73%(qtq). Penurunan penghimpunan DPK ini dipengaruhi oleh menurunnya Giro sebesar 26,99%

(qtq) dan Deposito sebesar 9,90% (qtq). Namun demikian Tabungan pada triwulan ini masih mengalami peningkatan

sebesar 14,87% (qtq).

Penghimpunan dana (DPK) Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Triwulan IV 2014 masih didominasi oleh

tabungan dengan nominal mencapai sebesar Rp. 10,39 triliun atau dengan proporsi sebesar 55,92%. Porsi tersebut

lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 47,35%. Sementara itu, deposito dan giro

memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 24,07% dan 20,02%.

Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan perorangan terus bertambah dan memiliki andil terbesar pertama dari

total penghimpunan dana yang mencapai persentase sebesar 67,57%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar

20,02% terbesar kedua dan golongan swasta mengambil bagian 12,08%. Sementara golongan lainnya mengambil

porsi sebesar 0,34% dari total penghimpunan dana.

3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPada Triwulan IV 2014, laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami peningkatan. Kredit yang disalurkan oleh

Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai sebesar Rp. 17,09 triliun atau tumbuh 14,59% (yoy).

Pertumbuhan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,48%

(yoy).

Sementara itu, fungsi intermediasi tercermin dari pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada Triwulan IV 2014,

rasio penyaluran kredit terhadap penghimpanan dana (LDR) tercatat sebesar 92,23% (yoy). Peningkatan Rasio LDR lebih

disebabkan kualitas penghimpunan dana oleh perbankan yang relatif rendah. Rendahnya penghimpunan DPK

terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan deposito dan giro pada Triwulan IV 2014.

3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan IV 2014 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset

masih relatif baik. Perkembangan pertumbuhan aset perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dibandingkan

dengan tahun lalu menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur

pada Triwulan IV 2014 mencapai Rp. 25,6 triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy), namun lebih rendah apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya (Triwulan III 2014) yang tercatat sebesar 22,94% (yoy).

Berdasarkan kelompok bank, Bank Persero menjadi penyumbang porsi terbesar dari total aset yakni sebesar 50,84%.

Sementara itu porsi aset Bank Pemerintah yakni sebesar 36,10% dan diikuti oleh aset Bank Swasta Nasional yang

mengambil bagian sebesar 13,07%.

Grafik 3.6. Perkembangan Undisbursed Loan

Nominal (Rp.Miliar) Ratio Thd Total Kredit

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

0100200300400500600700800900

1000

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

Grafik 3.5. Perkembangan LDR

Kredit (miliar) DPK (miliar) LDR

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

Grafik 3.7. Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank

BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL

50,84%

36,10%

13,07%

3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan IV 2014 penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh melambat. Melambatnya

pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh rendahnya pertumbuhan tabungan yang hanya

mencapai 4,55% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,60% (yoy). Bersamaan dengan

hal itu, komponen giro juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan yang hanya sebesar 27,44% (yoy) pada

Triwulan IV 2014 dibandingkan dengan Triwulan III 2014 yakni sebesar 30,43% (yoy). Akan tetapi pada pertumbuhan

IV I II III IV20142013

0%

5%

10%

15%

20%

25%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Share

Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)

Grafik 3.9. Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK

40%

Grafik 3.8. Pertumbuhan DPK

Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

IV I II III IV20142013

Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya

2.231,79 981,29

491,62 12,39

1.308,73

267,37

2.855,55

37,59

177,61

994,21

9.200,75

12,55

Giro Deposito Tabungan

Grafik 3.10. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41

Page 59:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

deposito triwulan ini mengalami peningkatan yaitu mencapai 25,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang hanya

mencapai 24,31% (yoy). Sementara itu apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penghimpunan DPK

menurun sebesar 2,73%(qtq). Penurunan penghimpunan DPK ini dipengaruhi oleh menurunnya Giro sebesar 26,99%

(qtq) dan Deposito sebesar 9,90% (qtq). Namun demikian Tabungan pada triwulan ini masih mengalami peningkatan

sebesar 14,87% (qtq).

Penghimpunan dana (DPK) Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Triwulan IV 2014 masih didominasi oleh

tabungan dengan nominal mencapai sebesar Rp. 10,39 triliun atau dengan proporsi sebesar 55,92%. Porsi tersebut

lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 47,35%. Sementara itu, deposito dan giro

memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 24,07% dan 20,02%.

Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan perorangan terus bertambah dan memiliki andil terbesar pertama dari

total penghimpunan dana yang mencapai persentase sebesar 67,57%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar

20,02% terbesar kedua dan golongan swasta mengambil bagian 12,08%. Sementara golongan lainnya mengambil

porsi sebesar 0,34% dari total penghimpunan dana.

3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPada Triwulan IV 2014, laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami peningkatan. Kredit yang disalurkan oleh

Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai sebesar Rp. 17,09 triliun atau tumbuh 14,59% (yoy).

Pertumbuhan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,48%

(yoy).

Sementara itu, fungsi intermediasi tercermin dari pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada Triwulan IV 2014,

rasio penyaluran kredit terhadap penghimpanan dana (LDR) tercatat sebesar 92,23% (yoy). Peningkatan Rasio LDR lebih

disebabkan kualitas penghimpunan dana oleh perbankan yang relatif rendah. Rendahnya penghimpunan DPK

terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan deposito dan giro pada Triwulan IV 2014.

3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan IV 2014 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset

masih relatif baik. Perkembangan pertumbuhan aset perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dibandingkan

dengan tahun lalu menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur

pada Triwulan IV 2014 mencapai Rp. 25,6 triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy), namun lebih rendah apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya (Triwulan III 2014) yang tercatat sebesar 22,94% (yoy).

Berdasarkan kelompok bank, Bank Persero menjadi penyumbang porsi terbesar dari total aset yakni sebesar 50,84%.

Sementara itu porsi aset Bank Pemerintah yakni sebesar 36,10% dan diikuti oleh aset Bank Swasta Nasional yang

mengambil bagian sebesar 13,07%.

Grafik 3.6. Perkembangan Undisbursed Loan

Nominal (Rp.Miliar) Ratio Thd Total Kredit

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

0100200300400500600700800900

1000

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

Grafik 3.5. Perkembangan LDR

Kredit (miliar) DPK (miliar) LDR

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

Grafik 3.7. Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank

BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL

50,84%

36,10%

13,07%

3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan IV 2014 penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh melambat. Melambatnya

pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh rendahnya pertumbuhan tabungan yang hanya

mencapai 4,55% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,60% (yoy). Bersamaan dengan

hal itu, komponen giro juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan yang hanya sebesar 27,44% (yoy) pada

Triwulan IV 2014 dibandingkan dengan Triwulan III 2014 yakni sebesar 30,43% (yoy). Akan tetapi pada pertumbuhan

IV I II III IV20142013

0%

5%

10%

15%

20%

25%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Share

Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)

Grafik 3.9. Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK

40%

Grafik 3.8. Pertumbuhan DPK

Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

IV I II III IV20142013

Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya

2.231,79 981,29

491,62 12,39

1.308,73

267,37

2.855,55

37,59

177,61

994,21

9.200,75

12,55

Giro Deposito Tabungan

Grafik 3.10. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41

Page 60:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Meningkatnya perkembangan penyaluran kredit secara tahunan didorong oleh peningkatan progres seluruh jenis kredit

terutama kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit modal kerja Triwulan IV 2014 mencapai sebesar 21,01% (yoy)

dibandingkan Triwulan III 2014 yang hanya sebesar 20,04% (yoy). Peningkatan diikuti oleh pertumbuhan kredit

investasi yang meningkat dari 12,83% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,78% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Demikian pula dengan kredit konsumsi meningkat dari 10,62% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 11,73% (yoy)

Triwulan IV 2014. Dari sisi jenis penggunaan kredit pada Triwulan IV 2014, Kredit Konsumsi mengambil bagian terbesar

yaitu sebesar 61,62% dari total kredit, untuk Kredit Modal Kerja mendapat bagian 30,72% dan Kredit Investasi sebesar

7,66%. Tiga bagian terbesar yang disalurkan oleh kredit konsumsi adalah Sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan

Multiguna sebesar 53,93%, kemudian Sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya sebanyak 32,95%, dan kepada Sektor

Rumah Tangga Untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 4,80%.

Sementara itu, pertumbuhan tabungan melambat dari 13,23% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 10,54% (yoy)

pada triwulan laporan. Hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan tabungan perorangan yang hanya sebesar

10,59% (yoy). Tabungan perorangan sendiri masih menjadi penyumbang utama dengan porsi sebesar 89,05% dari

jumlah tabungan perbankan umum di Nusa Tenggara Timur.

Penyaluran kredit berdasarkan sektor utama porsi terbesar triwulan ini disalurkan kepada sektor penerima kredit bukan

lapangan usaha, yaitu sebesar 61,62% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar dan eceran 25,65% dan sektor

konstruksi 3,50%. Hal ini menunjukkan lebih tingginya konsumsi masyarakat dibandingkan kegiatan produktif yang

tumbuh di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi

Grafik 3.11. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Pengguaan

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.12. Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI

61,62%

30, 72%

7,66%

Kualitas penyaluran kredit pada triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan. Adanya kenaikan penyaluran

kredit bank umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat diimbangi dengan penurunan risiko kredit yang tampak dari

adanya penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) pada Triwulan IV 2014 yakni sebesar 1,36% lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai level 1,64%. Penurunan rasio NPL terutama disebabkan

oleh adanya penurunan rasio NPL kredit modal kerja yakni sebesar 2,69% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

3,29%. Sementara itu, rasio NPL kredit investasi turun menjadi 2,37% dari sebelumnya 2,92%. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan kualitas kredit produktif di Nusa Tenggara Timur. Di sisi lain, rasio NPL kredit konsumsi pada

Triwulan IV 2014 juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 0,57% dibandingkan dengan NPL Triwulan III 2014 yang

sebesar 0,68%.

Rata-rata suku bunga kredit bank umum Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan ini mengalami penurunan dari

14,52% pada triwulan III menjadi 14,48% pada triwulan IV 2014. Penurunan suku bunga rata-rata disebabkan oleh

turunnya suku bunga kredit Modal Kerja menjadi sebesar 14,08% pada Triwulan IV 2014 dari sebelumnya sebesar

14,15% dan suku bunga kredit konsumsi dari 14,63% menjadi 14,58% pada Triwulan IV 2014. Kenaikan suku bunga

kredit Investasi dari 15,19% menjadi 15,33% tidak terlalu berdampak signifikan karena pangsa kredit yang kecil.

3.2.4. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berperan aktif untuk

meningkatkan peran UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor

UMKM. Penyaluran kredit bank umum kepada UMKM mencapai 30,20%. Pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatat

pada periode ini yaitu sebesar 28,82% (yoy) setelah pada Triwulan III 2014 mampu mencatat pertumbuhan sebesar

28,58% (yoy). Peningkatan perkembangan kredit di sektor UMKM diikuti oleh membaiknya risiko kredit (NPL) yang

mengalami penurunan dari 3,47% pada triwulan III 2014, menjadi 2,84% di Triwulan IV 2014. Adanya peningkatan

kredit UMKM ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja sektor produktif terlebih meningkatnya aktivitas UMKM

sebagai pendorong utama ekonomi NTT.

-

2.000,00

4.000,00

6.000,00

8.000,00

10.000,00

12.000,00

Konstruksi Perdagangan Besar Dan Eceran Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha

IV I II III IV20142013

Grafik 3.13. Pendorong kredit Berdasarkan Sektor Utama

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

0%2%4%6%8%10%12%14%16%

12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%

Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate

Pembayaran Tunai (Milyar)

Inflow

y-o-y

Outflow

y-o-y

Net Inflow

y-o-y

Uang Palsu (ribu)

2013

I II III IV2013

2012

I II

486,65

1,29%

1665,53

0,30%

-1178,88

-0,10%

11.440

2.779,82

30,67%

4.296,25

16,28%

-1.516,43

-3,26%

25.840

1.361,96

20,43%

436,38

52,15%

925,59

9,65%

800

615,18

26,86%

1.000,41

-14,40%

-385,23

-43,66%

700

770,79

13,81%

1.358,61

15,60%

-587,82

18,05%

1.250

426,67

-12,33%

1.921,18

15,35%

-1.494,52

26,77%

700

3.174,60

14,20%

4.716,58

9,78%

-1.541,98

1,68%

3.450

1.371,83

0,72%

322,06

-26,20%

1.049,77

13,42%

1.350

738,23

20,00%

820,90

-17,94%

-82,68

-78,54%

1.100

766,83

-0,51%

1.343,79

-1,09%

-576,96

-1,85%

3.630

498,27

16,78%

1.147,70

-40,26%

-649,43

-56,55%

10.690

3.375,16

6,32%

3.634,46

-22,94%

-259,30

-83,18%

16.770

2014

I II III IV2014

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

0%2%4%6%8%10%12%14%16%

12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%

Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43

Page 61:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Meningkatnya perkembangan penyaluran kredit secara tahunan didorong oleh peningkatan progres seluruh jenis kredit

terutama kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit modal kerja Triwulan IV 2014 mencapai sebesar 21,01% (yoy)

dibandingkan Triwulan III 2014 yang hanya sebesar 20,04% (yoy). Peningkatan diikuti oleh pertumbuhan kredit

investasi yang meningkat dari 12,83% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,78% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Demikian pula dengan kredit konsumsi meningkat dari 10,62% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 11,73% (yoy)

Triwulan IV 2014. Dari sisi jenis penggunaan kredit pada Triwulan IV 2014, Kredit Konsumsi mengambil bagian terbesar

yaitu sebesar 61,62% dari total kredit, untuk Kredit Modal Kerja mendapat bagian 30,72% dan Kredit Investasi sebesar

7,66%. Tiga bagian terbesar yang disalurkan oleh kredit konsumsi adalah Sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan

Multiguna sebesar 53,93%, kemudian Sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya sebanyak 32,95%, dan kepada Sektor

Rumah Tangga Untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 4,80%.

Sementara itu, pertumbuhan tabungan melambat dari 13,23% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 10,54% (yoy)

pada triwulan laporan. Hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan tabungan perorangan yang hanya sebesar

10,59% (yoy). Tabungan perorangan sendiri masih menjadi penyumbang utama dengan porsi sebesar 89,05% dari

jumlah tabungan perbankan umum di Nusa Tenggara Timur.

Penyaluran kredit berdasarkan sektor utama porsi terbesar triwulan ini disalurkan kepada sektor penerima kredit bukan

lapangan usaha, yaitu sebesar 61,62% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar dan eceran 25,65% dan sektor

konstruksi 3,50%. Hal ini menunjukkan lebih tingginya konsumsi masyarakat dibandingkan kegiatan produktif yang

tumbuh di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi

Grafik 3.11. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Pengguaan

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.12. Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI

61,62%

30, 72%

7,66%

Kualitas penyaluran kredit pada triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan. Adanya kenaikan penyaluran

kredit bank umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat diimbangi dengan penurunan risiko kredit yang tampak dari

adanya penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) pada Triwulan IV 2014 yakni sebesar 1,36% lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai level 1,64%. Penurunan rasio NPL terutama disebabkan

oleh adanya penurunan rasio NPL kredit modal kerja yakni sebesar 2,69% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

3,29%. Sementara itu, rasio NPL kredit investasi turun menjadi 2,37% dari sebelumnya 2,92%. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan kualitas kredit produktif di Nusa Tenggara Timur. Di sisi lain, rasio NPL kredit konsumsi pada

Triwulan IV 2014 juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 0,57% dibandingkan dengan NPL Triwulan III 2014 yang

sebesar 0,68%.

Rata-rata suku bunga kredit bank umum Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan ini mengalami penurunan dari

14,52% pada triwulan III menjadi 14,48% pada triwulan IV 2014. Penurunan suku bunga rata-rata disebabkan oleh

turunnya suku bunga kredit Modal Kerja menjadi sebesar 14,08% pada Triwulan IV 2014 dari sebelumnya sebesar

14,15% dan suku bunga kredit konsumsi dari 14,63% menjadi 14,58% pada Triwulan IV 2014. Kenaikan suku bunga

kredit Investasi dari 15,19% menjadi 15,33% tidak terlalu berdampak signifikan karena pangsa kredit yang kecil.

3.2.4. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berperan aktif untuk

meningkatkan peran UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor

UMKM. Penyaluran kredit bank umum kepada UMKM mencapai 30,20%. Pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatat

pada periode ini yaitu sebesar 28,82% (yoy) setelah pada Triwulan III 2014 mampu mencatat pertumbuhan sebesar

28,58% (yoy). Peningkatan perkembangan kredit di sektor UMKM diikuti oleh membaiknya risiko kredit (NPL) yang

mengalami penurunan dari 3,47% pada triwulan III 2014, menjadi 2,84% di Triwulan IV 2014. Adanya peningkatan

kredit UMKM ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja sektor produktif terlebih meningkatnya aktivitas UMKM

sebagai pendorong utama ekonomi NTT.

-

2.000,00

4.000,00

6.000,00

8.000,00

10.000,00

12.000,00

Konstruksi Perdagangan Besar Dan Eceran Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha

IV I II III IV20142013

Grafik 3.13. Pendorong kredit Berdasarkan Sektor Utama

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

0%2%4%6%8%10%12%14%16%

12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%

Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate

Pembayaran Tunai (Milyar)

Inflow

y-o-y

Outflow

y-o-y

Net Inflow

y-o-y

Uang Palsu (ribu)

2013

I II III IV2013

2012

I II

486,65

1,29%

1665,53

0,30%

-1178,88

-0,10%

11.440

2.779,82

30,67%

4.296,25

16,28%

-1.516,43

-3,26%

25.840

1.361,96

20,43%

436,38

52,15%

925,59

9,65%

800

615,18

26,86%

1.000,41

-14,40%

-385,23

-43,66%

700

770,79

13,81%

1.358,61

15,60%

-587,82

18,05%

1.250

426,67

-12,33%

1.921,18

15,35%

-1.494,52

26,77%

700

3.174,60

14,20%

4.716,58

9,78%

-1.541,98

1,68%

3.450

1.371,83

0,72%

322,06

-26,20%

1.049,77

13,42%

1.350

738,23

20,00%

820,90

-17,94%

-82,68

-78,54%

1.100

766,83

-0,51%

1.343,79

-1,09%

-576,96

-1,85%

3.630

498,27

16,78%

1.147,70

-40,26%

-649,43

-56,55%

10.690

3.375,16

6,32%

3.634,46

-22,94%

-259,30

-83,18%

16.770

2014

I II III IV2014

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

0%2%4%6%8%10%12%14%16%

12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%

Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43

Page 62:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sampai dengan Triwulan IV 2014, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur

mencapai Rp.308,97 miliar. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga oleh BPR didominasi oleh deposito yang mencapai

60,16% terhadap total DPK, sementara tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 39,12% dari total

DPK.

Ditinjau dari sisi pertumbuhannya, penghimpunan dana tabungan maupun deposito tumbuh melambat dibanding

triwulan sebelumnya. Tabungan pada Triwulan IV 2014 tumbuh sebesar 32,58% (yoy) lebih rendah dibandingkan

Triwulan III 2014 yang mencapai 40,08% (yoy). Sementara deposito pada triwulan ini menunjukkan perlambatan

sebesar 20,11% (yoy) dibandingkan Triwulan III 2014 sebesar 24,40%(yoy).

Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR mencapai Rp. 318,54 miliar. Berdasarkan jenis penggunaan Kredit

Investasi tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 72,82% (yoy) seiring dengan tingginya realisasi kredit investasi usaha di

awal tahun 2014. Sementara itu Kredit Modal Kerja dan Konsumsi tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 17,82% (yoy) dan

16,01%(yoy).

Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

8,00%

9,00%

-20,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

120,00%

140,00%

y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi NPL

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

MODAL KERJOINVESTASI

47%

34%

19%

KONSUMSI

Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan

Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK

0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%

20,00 40,00 60,00 80,00

100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi

DEPOSITOTABUNGAN

39,84

60,16%

Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan

porsi sekitar 82% dari total kredit. Kredit Modal Kerja pada Triwulan IV 2014 mengalami perlambatan pertumbuhan

menjadi sebesar 28,19% (yoy) dari sebelumnya 28,70% (yoy). Sementara itu, jenis kredit lain yaitu Kredit Investasi

mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan ini Kredit Investasi pada Sektor UMKM mengalami kenaikan

mencapai sebesar 31,83% (yoy) dari sebelumnya 28,02% (yoy).

Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Bank Indonesia dan pemerintah menyediakan berbagai

fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain dengan pembentukan PT. Jamkrida (Lembaga

Penjamin Kredit Daerah) serta usulan untuk peningkatan modal jamkrida terkait penguatan kinerja jamkrida dalam

membantu menjamin pinjaman UMKM. Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas UMKM, juga diberikan bantuan

teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.

Indikator kinerja Utama BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2014 mengalami peningkatan. Namun apabila

pertumbuhannya dilihat secara triwulanan maka Triwulan IV 2014 sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Tercatat total Aset BPR pada periode laporan mencapai Rp. 415,26 miliar dengan pertumbuhan sebesar

23,27% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

23,48% (yoy). Penghimpunan dana juga tumbuh melambat sebesar 24,79% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dari 29,98%

(yoy) pada Triwulan III 2014. Demikian pula penyaluran kredit BPR, pada Triwulan IV 2014 tumbuh melambat sebesar

24,56% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan III 2014 sebesar 26,41% (yoy).

Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

MODAL KERJAINVESTASI

18%

82%

3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

23,00%

24,00%

25,00%

26,00%

27,00%

28,00%

29,00%

30,00%

31,00%

0,00%

5,00%

Total Kredit (yoy) Kredit UMKM (yoy) Ratio Thd Total Kredit Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR

2013

I II III IV

253,67

24,82%

180,85

17,59%

181,93

24,84%

99,41%

7,38%

263,47

23,40%

212,00

27,15%

183,85

17,67%

115,31%

5,71%

302,54

36,44%

242,30

42,07%

211,41

30,29%

114,61%

4,33%

336,87

34,35%

255,73

45,80%

247,60

33,00%

84,26%

2,49%

343,28

35,32%

270,06

49,33%

250,20

37,53%

82,57%

6,63%

355,19

34,81%

294,39

38,87%

323,64

76,04%

85,60%

7,34%

373,58

23,48%

306,28

26,41%

274,78

29,98%

84,13%

8,49%

415,26

23,27%

318,54

24,56%

308,97

24,79%

6,76%

2014

I II III IVIndikator Utama

IV

2012

250,74

26,62%

175,40

17,55%

186,17

30,26%

94,21%

4,26%

Aset (miliar)

y-o-y aset

Kredit (miliar)

y-o-y kredit

DPK (miliar)

y-o-y DPK

LDR

NPL

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN44 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 45

Page 63:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Sampai dengan Triwulan IV 2014, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur

mencapai Rp.308,97 miliar. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga oleh BPR didominasi oleh deposito yang mencapai

60,16% terhadap total DPK, sementara tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 39,12% dari total

DPK.

Ditinjau dari sisi pertumbuhannya, penghimpunan dana tabungan maupun deposito tumbuh melambat dibanding

triwulan sebelumnya. Tabungan pada Triwulan IV 2014 tumbuh sebesar 32,58% (yoy) lebih rendah dibandingkan

Triwulan III 2014 yang mencapai 40,08% (yoy). Sementara deposito pada triwulan ini menunjukkan perlambatan

sebesar 20,11% (yoy) dibandingkan Triwulan III 2014 sebesar 24,40%(yoy).

Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR mencapai Rp. 318,54 miliar. Berdasarkan jenis penggunaan Kredit

Investasi tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 72,82% (yoy) seiring dengan tingginya realisasi kredit investasi usaha di

awal tahun 2014. Sementara itu Kredit Modal Kerja dan Konsumsi tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 17,82% (yoy) dan

16,01%(yoy).

Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

8,00%

9,00%

-20,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

120,00%

140,00%

y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi NPL

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

MODAL KERJOINVESTASI

47%

34%

19%

KONSUMSI

Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan

Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK

0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%

20,00 40,00 60,00 80,00

100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi

DEPOSITOTABUNGAN

39,84

60,16%

Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan

porsi sekitar 82% dari total kredit. Kredit Modal Kerja pada Triwulan IV 2014 mengalami perlambatan pertumbuhan

menjadi sebesar 28,19% (yoy) dari sebelumnya 28,70% (yoy). Sementara itu, jenis kredit lain yaitu Kredit Investasi

mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan ini Kredit Investasi pada Sektor UMKM mengalami kenaikan

mencapai sebesar 31,83% (yoy) dari sebelumnya 28,02% (yoy).

Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Bank Indonesia dan pemerintah menyediakan berbagai

fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain dengan pembentukan PT. Jamkrida (Lembaga

Penjamin Kredit Daerah) serta usulan untuk peningkatan modal jamkrida terkait penguatan kinerja jamkrida dalam

membantu menjamin pinjaman UMKM. Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas UMKM, juga diberikan bantuan

teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.

Indikator kinerja Utama BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2014 mengalami peningkatan. Namun apabila

pertumbuhannya dilihat secara triwulanan maka Triwulan IV 2014 sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Tercatat total Aset BPR pada periode laporan mencapai Rp. 415,26 miliar dengan pertumbuhan sebesar

23,27% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

23,48% (yoy). Penghimpunan dana juga tumbuh melambat sebesar 24,79% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dari 29,98%

(yoy) pada Triwulan III 2014. Demikian pula penyaluran kredit BPR, pada Triwulan IV 2014 tumbuh melambat sebesar

24,56% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan III 2014 sebesar 26,41% (yoy).

Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

MODAL KERJAINVESTASI

18%

82%

3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

23,00%

24,00%

25,00%

26,00%

27,00%

28,00%

29,00%

30,00%

31,00%

0,00%

5,00%

Total Kredit (yoy) Kredit UMKM (yoy) Ratio Thd Total Kredit Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR

2013

I II III IV

253,67

24,82%

180,85

17,59%

181,93

24,84%

99,41%

7,38%

263,47

23,40%

212,00

27,15%

183,85

17,67%

115,31%

5,71%

302,54

36,44%

242,30

42,07%

211,41

30,29%

114,61%

4,33%

336,87

34,35%

255,73

45,80%

247,60

33,00%

84,26%

2,49%

343,28

35,32%

270,06

49,33%

250,20

37,53%

82,57%

6,63%

355,19

34,81%

294,39

38,87%

323,64

76,04%

85,60%

7,34%

373,58

23,48%

306,28

26,41%

274,78

29,98%

84,13%

8,49%

415,26

23,27%

318,54

24,56%

308,97

24,79%

6,76%

2014

I II III IVIndikator Utama

IV

2012

250,74

26,62%

175,40

17,55%

186,17

30,26%

94,21%

4,26%

Aset (miliar)

y-o-y aset

Kredit (miliar)

y-o-y kredit

DPK (miliar)

y-o-y DPK

LDR

NPL

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN44 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 45

Page 64:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Namun demikian apabila ditinjau dari sisi penghimpunan dana bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

tidak semua perkembangan indikator berada di Pulau Timor. Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan DPK terbesar berada

di Pulau Flores yaitu sebesar 20,14% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 23,83% (yoy) seiring dengan

adanya peningkatan giro pemerintah yang cukup tinggi. Perkembangan DPK di Pulau Sumba tumbuh melambat setelah

Pulau Flores yakni sebesar 19,94%(yoy) pada Triwulan IV 2014 lebih rendah dari Triwulan III 2014 yang mencapai

27,02%(yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK Pulau Timor juga mengalami perlambatan, dari 17,57% (yoy) pada

Triwulan III 2014 menjadi 9,17% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Penyaluran kredit bank umum dan BPR menurut sebaran pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih didominasi oleh

Pulau Timor, yang kemudian diikuti oleh Pulau Flores dan Sumba.

3.5.1 Transaksi Non Tunaia. Transaksi Kliring (SKNBI)Aktivitas transaksi non tunai melalui SKNBI sepanjang triwulan IV-2014 meningkat sebesar 26,35% (yoy)

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar

Rp 849,71 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 21.112 lembar.

Peningkatan transaksi melalui SKNBI tidak diikuti dengan peningkatan kualitas yang tercermin dari peningkatan jumlah

cek/BG kosong dengan peningkatan lebih tinggi dibanding peningkatan aktivitas transaksi non tunai. Jumlah nominal

cek/BG kosong di wilayah Kantor Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan laporan sebesar Rp 14,39 miliar atau

meningkat signifikan sebesar 88,59% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 7,63 miliar.

Secara tahunan, jumlah transaksi kliring selama tahun 2014 mencapai Rp 2,42 triliun, meningkat sebesar 8,38% (yoy)

dari tahun 2013. Jumlah warkat yang beredar meningkat tipis sebesar 1,14% (yoy) menjadi 74.658 lembar selama

2014. Sementara itu, secara tahunan jumlah cek/BG kosong mengalami penurunan tipis dari tahun 2013. Selama 2014,

jumlahnya mencapai Rp 34,95 miliar, menurun 1,65% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau2013

I II III IV

13.45%

21.74%

20.51%

17.59%

24.58%

39.54%

28.21%

27.74%

45.33%

10.91%

35.07%

42.19%

53.63%

9.08%

22.51%

45.80%

65.14%

-6.75%

8.06%

49.33%

49.35%

12.76%

3.32%

38.23%

32.92%

-1.54%

3.35%

26.41%

28.84%

-4.43%

8.72%

24.56%

2014

I II III IVIndikator Utama

IV

2012

15.60%

19.87%

13.59%

15.31%

Timor

Sumba

Flores

Jumlah

Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran PulauRASIO

% yoy LDR NPL

15.35%

13.41%

14.34%

14.59%

89.26%

94.38%

102.20%

92.05%

1.48%

1.37%

0.57%

1.36%

WILAYAHRp Miliar

KREDIT

9,711

5,774

1,609

17,094

Pulau Timor

Pulau Sumba

Pulau Flores

NTT

Sementara itu, apabila penyaluran kredit BPR triwulan ini dilihat dari sektor ekonomi, sektor bukan lapangan usaha-

lainnya mendapatkan porsi terbesar dengan persentase sebesar 32,38% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar

dan eceran yang mengambil bagian sebesar 22,20% dan 12,13% oleh sektor transportasi, pergudangan dan

Komunikasi.

Indikator perbankan lainnya yaitu Non Performing Loan (NPL) turut mengalami penurunan pada triwulan laporan.

Angka NPL saat ini berada pada level 6,76% lebih rendah dari periode sebelumnya yaitu sebesar 8,49% yang

menunjukkan bahwa walaupun angka kredit bermasalah masih tergolong tinggi namun telah terjadi perbaikan kualitas

kredit. Sektor penyaluran kredit dengan NPL terbesar adalah Sektor Industri Pengolahan 14,83%, diikuti Sektor

Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 13,75% dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (13,31%) dari total

kredit yang diberikan.

Secara geografis, kinerja perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih terkonsentrasi di Pulau Timor. Pusat

pemerintah dan ekonomi yang dominan di Pulau Timor, khususnya Kota Kupang menjadi faktor utama terpusatnya

kegiatan perbankan di Pulau Timor. Aset bank umum dan BPR di Pulau Timor sampai dengan saat ini mencapai Rp.

16,86 triliun dengan porsi sebesar 64,79% dari total aset bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kemudian diikuti oleh aset bank dan BPR umum di Pulau Flores dengan andil sebesar 27,94% atau sebesar Rp. 7,21

triliun, dan di Pulau Sumba sebesar Rp. 1,88 triliun atau 7,34% dari total aset bank umum di Provinsi Nusa Tenggara

Timur.

Jasa Kesehatan dan Kegiatan SosialListrik, Gas dan Air

Real EstateIndustri Pengolahan

Pertambangan dan PenggalianJasa Pendidikan

Perantara Keuangan

Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan

0,10%

0,22%

0,63%

0,71%

0,82%

0,83%

0,89%

0,97%

1,14%

1,55%

1,81%

2,03%

3,29%

4,36%

6,12%

7,81%

12,13%

22,20%

32,38%

…Pertanian, Perburuan dan Kehutanan

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minumJasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan …

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas BatasannyaKonstruksi

Transportasi, Pergudangan dan KomunikasiPerdagangan Besar dan Eceran

Bukan Lapangan Usaha -Lainnya

Perikanan

Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

3.4 KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU3.5 SISTEM PEMBAYARAN

Grafik 3.23 Perkembangan Aset BU & BPR Berdasarkan Sebaran Pulau

Pulau Timor BPRPulau Timor BU

Pulau Flores BPRPulau Flores BU

Pulau Sumba BPRPulau Sumba Bu

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

30%

25%

20%

15%

10%

5%

0%

140%

120%

100%

80%

60%

40%

0%

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN46 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 47

Page 65:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Namun demikian apabila ditinjau dari sisi penghimpunan dana bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

tidak semua perkembangan indikator berada di Pulau Timor. Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan DPK terbesar berada

di Pulau Flores yaitu sebesar 20,14% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 23,83% (yoy) seiring dengan

adanya peningkatan giro pemerintah yang cukup tinggi. Perkembangan DPK di Pulau Sumba tumbuh melambat setelah

Pulau Flores yakni sebesar 19,94%(yoy) pada Triwulan IV 2014 lebih rendah dari Triwulan III 2014 yang mencapai

27,02%(yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK Pulau Timor juga mengalami perlambatan, dari 17,57% (yoy) pada

Triwulan III 2014 menjadi 9,17% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Penyaluran kredit bank umum dan BPR menurut sebaran pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih didominasi oleh

Pulau Timor, yang kemudian diikuti oleh Pulau Flores dan Sumba.

3.5.1 Transaksi Non Tunaia. Transaksi Kliring (SKNBI)Aktivitas transaksi non tunai melalui SKNBI sepanjang triwulan IV-2014 meningkat sebesar 26,35% (yoy)

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar

Rp 849,71 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 21.112 lembar.

Peningkatan transaksi melalui SKNBI tidak diikuti dengan peningkatan kualitas yang tercermin dari peningkatan jumlah

cek/BG kosong dengan peningkatan lebih tinggi dibanding peningkatan aktivitas transaksi non tunai. Jumlah nominal

cek/BG kosong di wilayah Kantor Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan laporan sebesar Rp 14,39 miliar atau

meningkat signifikan sebesar 88,59% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 7,63 miliar.

Secara tahunan, jumlah transaksi kliring selama tahun 2014 mencapai Rp 2,42 triliun, meningkat sebesar 8,38% (yoy)

dari tahun 2013. Jumlah warkat yang beredar meningkat tipis sebesar 1,14% (yoy) menjadi 74.658 lembar selama

2014. Sementara itu, secara tahunan jumlah cek/BG kosong mengalami penurunan tipis dari tahun 2013. Selama 2014,

jumlahnya mencapai Rp 34,95 miliar, menurun 1,65% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau2013

I II III IV

13.45%

21.74%

20.51%

17.59%

24.58%

39.54%

28.21%

27.74%

45.33%

10.91%

35.07%

42.19%

53.63%

9.08%

22.51%

45.80%

65.14%

-6.75%

8.06%

49.33%

49.35%

12.76%

3.32%

38.23%

32.92%

-1.54%

3.35%

26.41%

28.84%

-4.43%

8.72%

24.56%

2014

I II III IVIndikator Utama

IV

2012

15.60%

19.87%

13.59%

15.31%

Timor

Sumba

Flores

Jumlah

Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran PulauRASIO

% yoy LDR NPL

15.35%

13.41%

14.34%

14.59%

89.26%

94.38%

102.20%

92.05%

1.48%

1.37%

0.57%

1.36%

WILAYAHRp Miliar

KREDIT

9,711

5,774

1,609

17,094

Pulau Timor

Pulau Sumba

Pulau Flores

NTT

Sementara itu, apabila penyaluran kredit BPR triwulan ini dilihat dari sektor ekonomi, sektor bukan lapangan usaha-

lainnya mendapatkan porsi terbesar dengan persentase sebesar 32,38% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar

dan eceran yang mengambil bagian sebesar 22,20% dan 12,13% oleh sektor transportasi, pergudangan dan

Komunikasi.

Indikator perbankan lainnya yaitu Non Performing Loan (NPL) turut mengalami penurunan pada triwulan laporan.

Angka NPL saat ini berada pada level 6,76% lebih rendah dari periode sebelumnya yaitu sebesar 8,49% yang

menunjukkan bahwa walaupun angka kredit bermasalah masih tergolong tinggi namun telah terjadi perbaikan kualitas

kredit. Sektor penyaluran kredit dengan NPL terbesar adalah Sektor Industri Pengolahan 14,83%, diikuti Sektor

Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 13,75% dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (13,31%) dari total

kredit yang diberikan.

Secara geografis, kinerja perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih terkonsentrasi di Pulau Timor. Pusat

pemerintah dan ekonomi yang dominan di Pulau Timor, khususnya Kota Kupang menjadi faktor utama terpusatnya

kegiatan perbankan di Pulau Timor. Aset bank umum dan BPR di Pulau Timor sampai dengan saat ini mencapai Rp.

16,86 triliun dengan porsi sebesar 64,79% dari total aset bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kemudian diikuti oleh aset bank dan BPR umum di Pulau Flores dengan andil sebesar 27,94% atau sebesar Rp. 7,21

triliun, dan di Pulau Sumba sebesar Rp. 1,88 triliun atau 7,34% dari total aset bank umum di Provinsi Nusa Tenggara

Timur.

Jasa Kesehatan dan Kegiatan SosialListrik, Gas dan Air

Real EstateIndustri Pengolahan

Pertambangan dan PenggalianJasa Pendidikan

Perantara Keuangan

Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan

0,10%

0,22%

0,63%

0,71%

0,82%

0,83%

0,89%

0,97%

1,14%

1,55%

1,81%

2,03%

3,29%

4,36%

6,12%

7,81%

12,13%

22,20%

32,38%

…Pertanian, Perburuan dan Kehutanan

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minumJasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan …

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas BatasannyaKonstruksi

Transportasi, Pergudangan dan KomunikasiPerdagangan Besar dan Eceran

Bukan Lapangan Usaha -Lainnya

Perikanan

Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

3.4 KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU3.5 SISTEM PEMBAYARAN

Grafik 3.23 Perkembangan Aset BU & BPR Berdasarkan Sebaran Pulau

Pulau Timor BPRPulau Timor BU

Pulau Flores BPRPulau Flores BU

Pulau Sumba BPRPulau Sumba Bu

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

30%

25%

20%

15%

10%

5%

0%

140%

120%

100%

80%

60%

40%

0%

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN46 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 47

Page 66:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

b. Transaksi RTGSTransaksi menggunakan sistem RTGS menunjukan tren meningkat baik dari sisi volume maupun sisi

nominal. Peningkatan transaksi tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadaran penggunaan

transaksi non tunai dalam aktivitas ekonomi. Pada triwulan laporan, transaksi RTGS yang keluar dari Provinsi NTT

naik sebesar 22,65% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 26,83 triliun yang terdiri dari 11.053 transaksi. Volume, transaksi

RTGS yang berasal dari NTT secara tahunan mengalami penurunan sebesar 27,89% (yoy), namun secara triwulanan

masih lebih tinggi 3,23% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT

mengalami kenaikan sebesar 36% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 35,630 triliun yang berasal dari 9.294 transaksi.

sebaliknya, volume pertumbuhan transaksi RTGS yang masuk ke NTT menurun dari 6,91% (yoy) menjadi -1,94% (yoy).

Secara total, transaksi RTGS di sepanjang triwulan IV 2014 mengalami net inflow yang berarti lebih banyak dana masuk

ke Provinsi NTT. Hal ini menunjukkan adanya aliran dana investasi yang masuk ke Provinsi NTT, lebih besar dibanding

belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.

Selama tahun 2014, transaksi menuju (to) Provinsi NTT tumbuh 15,84% (yoy) dengan nominal Rp 92,7 triliun.

Sementara itu, transaksi RTGS keluar Provinsi NTT menurun 2,28% (yoy) menjadi Rp 88,71 triliun. Berdasarkan hal

tersebut, sepanjang tahun 2014 provinsi NTT mengalami net inflow transaksi RTGS sebesar Rp 3,9 triliun. Peningkatan

aliran uang masuk yang diikuti dengan penurunan jumlah uang keluar tersebut menunjukkan adanya penyerapan aliran

dana di dalam Provinsi NTT sendiri, yang menunjukkan adanya peningkatan kemampuan Provinsi NTT dalam memenuhi

kebutuhan investasi yang dilakukan.

Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS

FROM NTT TO NTT

40,000

35,000

30,000

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

I II III IV

2013

I II III IV

2014

FROM NTT TO NTT

18,00016,00014,00012,00010,000

8,0006,0004,0002,000

-I II III IV

2013

I II III IV

2014

Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong

16.000

14.000

12.000

10.000

8.000

6.000

4.000

2.000

0I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

I II III IV

2011

300

250

200

150

50

0

LembarRp Juta

Nominal Cek / BG Kosong (Juta) Lembar Cek / BG Kosong

Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring

900.000

800.000

700.000

600.000

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

I II III IV

2011

25.000

20.000

15.000

10.000

5.000

0

LembarRp Juta

Nominal Kliring Lembar

3.5.2 Transaksi TunaiPerkembangan peredaran uang pada triwulan IV 2014 masih didominasi aliran outflow. Lebih tingginya aliran

uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia ke masyarakat dibandingkan aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia

mengakibatkan kondisi net outflow. Lebih tingginya transaksi outflow dibandingkan transaksi inflow mengakibatkan

terjadinya net outflow sepanjang triwulan IV-2014 sebesar Rp 649,43 miliar. Nilai net outflow pada triwulan laporan

mengalami kenaikan sebesar 12,56% dibandingkan nilai net outflow triwulan sebelumnya sebesar Rp 576,96 miliar.

Peningkatan net outflow tersebut mengindikasikan arus uang keluar meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

sehubungan dengan musim liburan sekolah, perayaan Hari Raya Natal dan momen akhir tahun yang mengakibatkan

kebutuhan uang tunai meningkat. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah daerah pada akhir tahun juga mendorong

peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat NTT pada periode laporan.

Namun demikian, berdasarkan data yang tercatat, transaksi uang tunai baik yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)

maupun yang keluar dari Bank Indonesia (outflow) mengalami penurunan. Transaksi yang masuk ke Bank Indonesia

(inflow) sepanjang triwulan IV-2014 mencapai Rp 498,27 miliar, menurun 35,02% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp 766,83 miliar. Sementara aliran keluar dari Bank Indonesia (outflow) yang diakibatkan dari

penarikan bank-bank umum tercatat sebesar Rp 1.147,70 miliar, menurun 14,02% (qtq) yang tercatat sebesar

Rp 1.343,79 miliar. Penurunan jumlah inflow maupun outflow pada periode laporan disebabkan oleh kembali

normalnya jumlah kebutuhan uang kartal pasca peningkatan cukup tinggi di Tw III 2014, selain juga kemungkinan

disebabkan oleh peningkatan penggunaan transaksi non tunai di NTT.

Volume pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) meningkat signifikan pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, nominal UTLE yang terserap di wilayah Provinsi NTT naik dengan nominal sebesar Rp 308,47 miliar

atau meningkat signifikan sebesar 172,92% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kebijakan

Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy).

Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai

2500

2000

1500

1000

500

0III IV

2012

I II III IV

2014

I II III IV

2013

160%

120%

80%

40%

0%

-40%

-80%

Inflow Outflow Growth Inflow (yoy) Growth Outflow (%)

Miliar

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN48 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 49

Page 67:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

b. Transaksi RTGSTransaksi menggunakan sistem RTGS menunjukan tren meningkat baik dari sisi volume maupun sisi

nominal. Peningkatan transaksi tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadaran penggunaan

transaksi non tunai dalam aktivitas ekonomi. Pada triwulan laporan, transaksi RTGS yang keluar dari Provinsi NTT

naik sebesar 22,65% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 26,83 triliun yang terdiri dari 11.053 transaksi. Volume, transaksi

RTGS yang berasal dari NTT secara tahunan mengalami penurunan sebesar 27,89% (yoy), namun secara triwulanan

masih lebih tinggi 3,23% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT

mengalami kenaikan sebesar 36% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 35,630 triliun yang berasal dari 9.294 transaksi.

sebaliknya, volume pertumbuhan transaksi RTGS yang masuk ke NTT menurun dari 6,91% (yoy) menjadi -1,94% (yoy).

Secara total, transaksi RTGS di sepanjang triwulan IV 2014 mengalami net inflow yang berarti lebih banyak dana masuk

ke Provinsi NTT. Hal ini menunjukkan adanya aliran dana investasi yang masuk ke Provinsi NTT, lebih besar dibanding

belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.

Selama tahun 2014, transaksi menuju (to) Provinsi NTT tumbuh 15,84% (yoy) dengan nominal Rp 92,7 triliun.

Sementara itu, transaksi RTGS keluar Provinsi NTT menurun 2,28% (yoy) menjadi Rp 88,71 triliun. Berdasarkan hal

tersebut, sepanjang tahun 2014 provinsi NTT mengalami net inflow transaksi RTGS sebesar Rp 3,9 triliun. Peningkatan

aliran uang masuk yang diikuti dengan penurunan jumlah uang keluar tersebut menunjukkan adanya penyerapan aliran

dana di dalam Provinsi NTT sendiri, yang menunjukkan adanya peningkatan kemampuan Provinsi NTT dalam memenuhi

kebutuhan investasi yang dilakukan.

Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS

FROM NTT TO NTT

40,000

35,000

30,000

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

I II III IV

2013

I II III IV

2014

FROM NTT TO NTT

18,00016,00014,00012,00010,000

8,0006,0004,0002,000

-I II III IV

2013

I II III IV

2014

Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong

16.000

14.000

12.000

10.000

8.000

6.000

4.000

2.000

0I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

I II III IV

2011

300

250

200

150

50

0

LembarRp Juta

Nominal Cek / BG Kosong (Juta) Lembar Cek / BG Kosong

Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring

900.000

800.000

700.000

600.000

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0I II III IV

2013

I II III IV

2014

I II III IV

2012

I II III IV

2011

25.000

20.000

15.000

10.000

5.000

0

LembarRp Juta

Nominal Kliring Lembar

3.5.2 Transaksi TunaiPerkembangan peredaran uang pada triwulan IV 2014 masih didominasi aliran outflow. Lebih tingginya aliran

uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia ke masyarakat dibandingkan aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia

mengakibatkan kondisi net outflow. Lebih tingginya transaksi outflow dibandingkan transaksi inflow mengakibatkan

terjadinya net outflow sepanjang triwulan IV-2014 sebesar Rp 649,43 miliar. Nilai net outflow pada triwulan laporan

mengalami kenaikan sebesar 12,56% dibandingkan nilai net outflow triwulan sebelumnya sebesar Rp 576,96 miliar.

Peningkatan net outflow tersebut mengindikasikan arus uang keluar meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

sehubungan dengan musim liburan sekolah, perayaan Hari Raya Natal dan momen akhir tahun yang mengakibatkan

kebutuhan uang tunai meningkat. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah daerah pada akhir tahun juga mendorong

peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat NTT pada periode laporan.

Namun demikian, berdasarkan data yang tercatat, transaksi uang tunai baik yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)

maupun yang keluar dari Bank Indonesia (outflow) mengalami penurunan. Transaksi yang masuk ke Bank Indonesia

(inflow) sepanjang triwulan IV-2014 mencapai Rp 498,27 miliar, menurun 35,02% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp 766,83 miliar. Sementara aliran keluar dari Bank Indonesia (outflow) yang diakibatkan dari

penarikan bank-bank umum tercatat sebesar Rp 1.147,70 miliar, menurun 14,02% (qtq) yang tercatat sebesar

Rp 1.343,79 miliar. Penurunan jumlah inflow maupun outflow pada periode laporan disebabkan oleh kembali

normalnya jumlah kebutuhan uang kartal pasca peningkatan cukup tinggi di Tw III 2014, selain juga kemungkinan

disebabkan oleh peningkatan penggunaan transaksi non tunai di NTT.

Volume pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) meningkat signifikan pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, nominal UTLE yang terserap di wilayah Provinsi NTT naik dengan nominal sebesar Rp 308,47 miliar

atau meningkat signifikan sebesar 172,92% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kebijakan

Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy).

Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai

2500

2000

1500

1000

500

0III IV

2012

I II III IV

2014

I II III IV

2013

160%

120%

80%

40%

0%

-40%

-80%

Inflow Outflow Growth Inflow (yoy) Growth Outflow (%)

Miliar

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN48 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 49

Page 68:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Jumlah uang palsu (upal) yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Timur pada

triwulan laporan sebanyak 141 lembar. Jumlah uang palsu yang dilaporkan ke KPwBI NTT pada triwulan IV-2014

meningkat 194% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peredaran uang palsu yang tercatat masih didominasi oleh

uang dengan nominal besar yaitu pecahan Rp 100.000,- sebanyak 96 lembar, pecahan Rp50.000,00 sebanyak 35

lembar, pecahan Rp.20.000,00 sebanyak 9 lembar dan pecahan Rp10.000,00 sebanyak 1 lembar. Untuk

meminimalisasi peredaran uang palsu pada masa mendatang diperlukan sosialisasi CIKUR yang gencar kepada

masyarakat serta koordinasi yang kuat dengan pihak kepolisian.

Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain

Indikator(miliar)

MRUK

yoy

Penukaran loket

y-o-y

Kas Keliling

uang Palsu (Ribu)

Ratio Upal thd Outflow

2013

I II III IV2013

2012

IVIII

45.91

-85.36%

30.14

13.67%

14.25

11.440

29

438.50

-61.50%

109.24

17.44%

58.54

25.840.0

50

179.71

-48.02%

22.06

3.94%

8.00

800

127

134.14

316.58%

24.96

0.48%

7.70

700

301

232.56

1484.89%

31.55

-4.50%

13.60

1,250

8

113.02

146.19%

33.53

11.25%

16.00

700

7

659.44

50.38%

112.10

2.62%

45.30

3,450.0

15

318.00

76.95%

26.96

22.18%

18.00

1,350

7

231.36

72.48%

25.98

4.10%

10.10

1,100

37

233.33

0.33%

42.65

35.18%

19.26

3,630

14

308.47

172.92%

35.65

6.34%

9.25

10,690

39

1091.16

65.47%

131.24

17.08%

56.61

16,770

119

2014

I II III IV2014

14.67

-93.90%

33.04

26.43%

9.70

4.800

28

2012

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN60

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) secara resmi telah dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D.W.

Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014 di Jakarta. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan Nota

Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,

Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT.

Gerakan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai sehingga

berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash

Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya.

Dibandingkan negara-negara ASEAN, transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif

masih rendah, sementara dengan kondisi geografis dan jumlah populasi yang cukup besar, masih terdapat potensi yang

cukup besar untuk perluasan akses layanan system pembayaran di Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia bersama perbankan

sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat perlu memiliki visi yang sama dan

komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam mewujudkan LCS.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia mendukung berbagai kegiatan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan

penggunaan instrumen non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran. Hal ini juga ditunjukan oleh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (KPw BI NTT). Menutup tahun 2014, KPw BI NTT melakukan terobosan yaitu

dengan menyalurkan beasiswa melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) di Kota Kupang. Penyerahan beasiswa melalui LKD

tersebut merupakan salah satu kegiatan yang mendukung program GNNT. Kerjasama penyaluran beasiswa tersebut

merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan Universitas Nusa Cendana yang melibatkan 40 mahasiswa sebagai

penerima beasiswa.

Selain itu, suksesnya penyaluran beasiswa melalui LKD ini tidak terlepas dari bantuan Bank Mandiri Cabang Kupang sebagai

salah satu bank penyelenggara/ pemilik infrastruktur LKD di Kota Kupang. Bank Mandiri menyambut baik dan mendukung

penuh langkah Bank Indonesia untuk terus memasyarakatkan GNNT di Provinsi NTT. KPw BI NTT juga mencermati bahwa ke

depan mekanisme kerjasama penyaluran beasiswa serupa harus dilakukan kembali mengingat mahasiswa dan pihak kampus

sangat antusias dan berkomitmen untuk menyebarkan virus GNNT ke masyarakat.

GERAKAN NASIONAL NON TUNAI

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 61

Mekanisme Penyaluran Beasiswa Melalui LKD

Page 69:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Jumlah uang palsu (upal) yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Timur pada

triwulan laporan sebanyak 141 lembar. Jumlah uang palsu yang dilaporkan ke KPwBI NTT pada triwulan IV-2014

meningkat 194% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peredaran uang palsu yang tercatat masih didominasi oleh

uang dengan nominal besar yaitu pecahan Rp 100.000,- sebanyak 96 lembar, pecahan Rp50.000,00 sebanyak 35

lembar, pecahan Rp.20.000,00 sebanyak 9 lembar dan pecahan Rp10.000,00 sebanyak 1 lembar. Untuk

meminimalisasi peredaran uang palsu pada masa mendatang diperlukan sosialisasi CIKUR yang gencar kepada

masyarakat serta koordinasi yang kuat dengan pihak kepolisian.

Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain

Indikator(miliar)

MRUK

yoy

Penukaran loket

y-o-y

Kas Keliling

uang Palsu (Ribu)

Ratio Upal thd Outflow

2013

I II III IV2013

2012

IVIII

45.91

-85.36%

30.14

13.67%

14.25

11.440

29

438.50

-61.50%

109.24

17.44%

58.54

25.840.0

50

179.71

-48.02%

22.06

3.94%

8.00

800

127

134.14

316.58%

24.96

0.48%

7.70

700

301

232.56

1484.89%

31.55

-4.50%

13.60

1,250

8

113.02

146.19%

33.53

11.25%

16.00

700

7

659.44

50.38%

112.10

2.62%

45.30

3,450.0

15

318.00

76.95%

26.96

22.18%

18.00

1,350

7

231.36

72.48%

25.98

4.10%

10.10

1,100

37

233.33

0.33%

42.65

35.18%

19.26

3,630

14

308.47

172.92%

35.65

6.34%

9.25

10,690

39

1091.16

65.47%

131.24

17.08%

56.61

16,770

119

2014

I II III IV2014

14.67

-93.90%

33.04

26.43%

9.70

4.800

28

2012

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN60

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) secara resmi telah dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D.W.

Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014 di Jakarta. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan Nota

Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,

Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT.

Gerakan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai sehingga

berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash

Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya.

Dibandingkan negara-negara ASEAN, transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif

masih rendah, sementara dengan kondisi geografis dan jumlah populasi yang cukup besar, masih terdapat potensi yang

cukup besar untuk perluasan akses layanan system pembayaran di Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia bersama perbankan

sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat perlu memiliki visi yang sama dan

komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam mewujudkan LCS.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia mendukung berbagai kegiatan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan

penggunaan instrumen non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran. Hal ini juga ditunjukan oleh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (KPw BI NTT). Menutup tahun 2014, KPw BI NTT melakukan terobosan yaitu

dengan menyalurkan beasiswa melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) di Kota Kupang. Penyerahan beasiswa melalui LKD

tersebut merupakan salah satu kegiatan yang mendukung program GNNT. Kerjasama penyaluran beasiswa tersebut

merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan Universitas Nusa Cendana yang melibatkan 40 mahasiswa sebagai

penerima beasiswa.

Selain itu, suksesnya penyaluran beasiswa melalui LKD ini tidak terlepas dari bantuan Bank Mandiri Cabang Kupang sebagai

salah satu bank penyelenggara/ pemilik infrastruktur LKD di Kota Kupang. Bank Mandiri menyambut baik dan mendukung

penuh langkah Bank Indonesia untuk terus memasyarakatkan GNNT di Provinsi NTT. KPw BI NTT juga mencermati bahwa ke

depan mekanisme kerjasama penyaluran beasiswa serupa harus dilakukan kembali mengingat mahasiswa dan pihak kampus

sangat antusias dan berkomitmen untuk menyebarkan virus GNNT ke masyarakat.

GERAKAN NASIONAL NON TUNAI

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 61

Mekanisme Penyaluran Beasiswa Melalui LKD

Page 70:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Dengan adanya inisiasi LKD melalui mahasiswa seperti ini, diharapkan dapat mendukung program keuangan

inklusif BI guna meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga terhadap

akses masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan sekaligus mengurangi populasi penduduk underbanked.

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN62

BAB IV

Keuangan Daerah

Page 71:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Dengan adanya inisiasi LKD melalui mahasiswa seperti ini, diharapkan dapat mendukung program keuangan

inklusif BI guna meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga terhadap

akses masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan sekaligus mengurangi populasi penduduk underbanked.

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN62

BAB IV

Keuangan Daerah

Page 72:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan IV 2014 cukup baik

Keuangan Daerah

Realisasi pendapatan pemerintah secara umum mencapai target yang ditetapkan

Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi

belanja pemerintah kabupaten/kota.

4.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34

triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan

APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak

dikenakan target perolehan pendapatan pajak seiring dengan sifat perolehan data PPh dan PPN yang tidak hanya

dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah

NTT. Realisasi pendapatan pemerintah provinsi juga mencapai lebih dari 100% yang disebabkan oleh tingginya realisasi

pendapatan asli daerah yang mencapai 108,42%. Rendahnya realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota lebih

disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan PAD Kabupaten/Kota dan dana transfer belum terealisasi 100% seiring

dengan ketersediaan data yang masih belum sampai akhir tahun.

Berdasarkan total nilai pendapatan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana terbesar hingga

mencapai 12,79 triliun rupiah atau mencapai 73% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total dana

tersebut merupakan penjumlahan dari total pendapatan yang diterima oleh 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi

NTT. Hingga akhir tahun buku, dana yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT diperkirakan

mencapai 14 triliun rupiah terutama bersumber dari dana transfer pemerintah pusat. Secara prosentase, realisasi

pendapatan pemerintah pusat menyumbang 10,75% atau sebesar 1,88 triliun rupiah, dan sumbangan realisasi

pendapatan pemerintah provinsi dibanding total pendapatan pemerintah mencapai 16,13% atau sebesar 2,82 triliun

rupiah.

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 65

1. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah APBN adalah data final realisasi hingga 31 Desember 2014. Sifat data APBD Provinsi adalah data sementara dikarenakan masih belum dilakukan pengesahan oleh DPRD, dan Sifat data APBD Kabupaten/Kota adalah data sangat sementara dikarenakan posisi data belum sampai akhir tahun 2014. Adapun rincian posisi data APBD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

MANGGARAI BARAT 23 DESEMBER 2014 LEMBATA 12 DESEMBER 2014 ROTE 14 DESEMBER 2014MANGGARAI 10 DESEMBER 2014 ALOR 17 DESEMBER 2014 KABUPATEN KUPANG 23 DESEMBER 2014MANGGARAI TIMUR 18 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT 19 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH SELATAN 17 DESEMBER 2014NGADA 19 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT DAYA 5 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH UTARA 17 DESEMBER 2014NAGEKEO 29 NOPEMBER 2014 SUMBA TENGAH 8 DESEMBER 2014 MALAKA 31 OKTOBER 2014ENDE 30 NOPEMBER 2014 SUMBA TIMUR 18 DESEMBER 2014 BELU 30 SEPTEMBER 2014SIKKA 30 NOPEMBER 2014 SABU RAIJUA 31 NOPEMBER 2014 KOTA KUPANG 19 DESEMBER 2014FLORES TIMUR 31 NOPEMBER 2014

KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA

Page 73:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan IV 2014 cukup baik

Keuangan Daerah

Realisasi pendapatan pemerintah secara umum mencapai target yang ditetapkan

Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi

belanja pemerintah kabupaten/kota.

4.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34

triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan

APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak

dikenakan target perolehan pendapatan pajak seiring dengan sifat perolehan data PPh dan PPN yang tidak hanya

dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah

NTT. Realisasi pendapatan pemerintah provinsi juga mencapai lebih dari 100% yang disebabkan oleh tingginya realisasi

pendapatan asli daerah yang mencapai 108,42%. Rendahnya realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota lebih

disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan PAD Kabupaten/Kota dan dana transfer belum terealisasi 100% seiring

dengan ketersediaan data yang masih belum sampai akhir tahun.

Berdasarkan total nilai pendapatan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana terbesar hingga

mencapai 12,79 triliun rupiah atau mencapai 73% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total dana

tersebut merupakan penjumlahan dari total pendapatan yang diterima oleh 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi

NTT. Hingga akhir tahun buku, dana yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT diperkirakan

mencapai 14 triliun rupiah terutama bersumber dari dana transfer pemerintah pusat. Secara prosentase, realisasi

pendapatan pemerintah pusat menyumbang 10,75% atau sebesar 1,88 triliun rupiah, dan sumbangan realisasi

pendapatan pemerintah provinsi dibanding total pendapatan pemerintah mencapai 16,13% atau sebesar 2,82 triliun

rupiah.

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 65

1. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah APBN adalah data final realisasi hingga 31 Desember 2014. Sifat data APBD Provinsi adalah data sementara dikarenakan masih belum dilakukan pengesahan oleh DPRD, dan Sifat data APBD Kabupaten/Kota adalah data sangat sementara dikarenakan posisi data belum sampai akhir tahun 2014. Adapun rincian posisi data APBD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

MANGGARAI BARAT 23 DESEMBER 2014 LEMBATA 12 DESEMBER 2014 ROTE 14 DESEMBER 2014MANGGARAI 10 DESEMBER 2014 ALOR 17 DESEMBER 2014 KABUPATEN KUPANG 23 DESEMBER 2014MANGGARAI TIMUR 18 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT 19 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH SELATAN 17 DESEMBER 2014NGADA 19 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT DAYA 5 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH UTARA 17 DESEMBER 2014NAGEKEO 29 NOPEMBER 2014 SUMBA TENGAH 8 DESEMBER 2014 MALAKA 31 OKTOBER 2014ENDE 30 NOPEMBER 2014 SUMBA TIMUR 18 DESEMBER 2014 BELU 30 SEPTEMBER 2014SIKKA 30 NOPEMBER 2014 SABU RAIJUA 31 NOPEMBER 2014 KOTA KUPANG 19 DESEMBER 2014FLORES TIMUR 31 NOPEMBER 2014

KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA

Page 74:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 67

Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total

target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh

rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data

terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan

adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal. Apabila dibandingkan dengan data simpanan

pemerintah di perbankan, penyerapan anggaran baru terealisasi cukup besar di bulan Desember yang tampak dari

penurunan simpanan pemerintah di bulan Desember 2014.

Realisasi belanja pemerintah Provinsi mencapai 93,27% atau sebesar 2,73 triliun rupiah, disusul oleh realisasi belanja

pemerintah pusat dengan realisasi mencapai 91,94% dari rencana belanja pemerintah pusat yang sebesar 8,80 triliun

rupiah. Berdasarkan porsi belanja dibanding total belanja pemerintah, didapatkan bahwa belanja pemerintah pusat

mencapai 37,76%, jauh lebih tinggi dibanding pangsa pendapatan yang menunjukkan komitmen pemerintah pusat

dalam membangun Provinsi NTT. Besarnya defisit belanja pemerintah pusat hingga 6,21 triliun juga menunjukkan

seberapa besar dukungan pemerintah pusat dalam upaya membangun Provinsi NTT.

Berdasarkan sumber pendapatan daerah, dana APBN terutama bersumber dari tiga pajak utama antara lain pajak

penghasilan, pajak pertambahan nilai dan penerimaan negara bukan pajak. Sedangkan dana APBD terutama

bersumber dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana penyesuaian dan otonomi khusus dan pendapatan asli

daerah. Dari total 1,88 triliun pendapatan pemerintah pusat, sebesar 52,18% pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

NTT disumbang oleh pajak penghasilan (PPh), disusul oleh pajak pertambahan nilai dengan sumbangan mencapai 31,

00% dan penerimaan bukan pajak mencapai 14,69% terutama disumbang oleh penerimaan pendidikan yang

mencapai 110,16 miliar dan pendapatan jasa yang mencapai 70,79 miliar. Realisasi APBN hingga triwulan IV 2014

mampu mencapai 1.163,24% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi penerimaan pajak penghasilan dan pajak

pertambahan nilai. Selain itu, tidak adanya target penerimaan PPh dan PPN juga menyebabkan realisasi penerimaan

mengalami pencapaian signifikan.

Lebih dari 90% pendapatan pemerintah kabupaten/kota diperoleh dari dana transfer dengan rincian 75,05% berasal

dari dana alokasi umum (DAU), 8,27% berasal dari dana penyesuaian dan otonomi khusus serta 7,62% berasal dari

dana alokasi khusus. Tingginya porsi dana transfer ini menunjukkan ketergantungan yang tinggi pemerintah

kabupaten/kota terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Dari 3 sumber dana transfer tersebut, total telah

direalisasikan sebesar 11,63 triliun dari total target penerimaan pemerintah kabupaten/kota yang sebesar 12,90 triliun.

Sumber pendapatan utama pemerintah provinsi NTT juga masih bersumber dari dana transfer dengan alokasi mencapai

lebih dari 70%. Namun demikian, pemerintah provinsi masih memiliki sumber pendanaan sendiri dari PAD dengan nilai

mencapai 28,25%. Sebagian besar PAD diperoleh dari pajak daerah terutama pajak kendaraan bermotor dan pajak lain

yang sah.

Berdasarkan tingkat realisasi pencapaian pendapatan, pemerintah provinsi mampu mencapai hingga 102,62% dari

target penerimaan yang sebesar 2,75 triliun, sedangkan pemerintah kabupaten/kota baru terealisasi sebesar 88,62%

dari total target penerimaan yang sebesar 14,43 triliun. Berdasarkan komponen sumber penerimaan utama, hampir

seluruh sumber penerimaan pemerintah provinsi NTT mencapai target dan lebih dari target kecuali penerimaan lainnya

yang secara rata-rata terealisasi sebesar 91,68%. Rendahnya realisasi pemerintah Kabupaten/ kota terutama

disebabkan oleh rendahnya realisasi DAK hingga triwulan IV 2014 yang baru terealisasi sebesar 60,08%. Realisasi

penerimaan lainnya dan PAD juga masih jauh dari target yaitu baru sebesar 69,73% dan 79,48%. Rendahnya

penerimaan diduga disebabkan oleh belum berakhirnya tahun buku, sehingga penerimaan dana transfer terkesan

rendah. Berdasarkan pola historis, penerimaan dana transfer hampir selalu mencapai 100% dari target yang ditetapkan

di awal tahun anggaran.

BAB IV - KEUANGAN DAERAH66

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

PORSI REALISASI PENDAPATAN

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

17,34

27,31

17,49

21,43

100.85

78.48 10

15

20

Trillions

5

10

15

APBN

ANGGARAN

KAB PROV

0,16

14,43

2,751,88

12,79

2,82

Trillions

REALISASI

5

APBN KAB PROV

8,80

15,58

2,93

8,09

10,61

2,73

91.9493.27

PORSI REALISASI PENDAPATAN

16%16% 11%

83%73%

1%

PORSIANGGARAN

APBN KAB PROV

13%11%

32%

38%

57%42%

32%

PORSIANGGARAN

ANGGARAN

REALISASI

4.2 PENDAPATAN DAERAH

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah

31%

15%

2%52%

Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT

Pendapatan Pajak Penghasilan

Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai

Penerimaan Negara Bukan Pajak

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus

Dana LainnyaDana Penyesuaian dan OtonomiKhusus

6%

75%

8%

8%

28%

40%

3%

26%

3%

PROPINSI

KABUPATEN

3%

Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.5. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

BeluTTU

SikkaNagekeo

Kota KupangSabu Raijua

MalakaSumba BaratKab. Kupang

AlorEnde

TOTALRote

LembataSBD

MabarSumba Timur

ManggaraiMatimFlotimNgada

TTSProv. NTT

65,32 71,75

73,79 81,08

84,85 84,98

87,31 87,35 88,05

89,92 90,23 90,83 90,86 91,67

93,38 93,74 93,95 94,33 94,50 94,88 94,98 95,39

97,44 102,62

Sumba Tengah

Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT

KABUPATENPROVINSI KAB+PROV

79,48

96,06

60,08

82,09

108,42

100,00 100,00 102,50

92,12

96,46

61,83

89,38

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

110,00

PAD Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus

Lainnya

91,68

72,72

69,73

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah

lainnya

Page 75:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 67

Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total

target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh

rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data

terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan

adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal. Apabila dibandingkan dengan data simpanan

pemerintah di perbankan, penyerapan anggaran baru terealisasi cukup besar di bulan Desember yang tampak dari

penurunan simpanan pemerintah di bulan Desember 2014.

Realisasi belanja pemerintah Provinsi mencapai 93,27% atau sebesar 2,73 triliun rupiah, disusul oleh realisasi belanja

pemerintah pusat dengan realisasi mencapai 91,94% dari rencana belanja pemerintah pusat yang sebesar 8,80 triliun

rupiah. Berdasarkan porsi belanja dibanding total belanja pemerintah, didapatkan bahwa belanja pemerintah pusat

mencapai 37,76%, jauh lebih tinggi dibanding pangsa pendapatan yang menunjukkan komitmen pemerintah pusat

dalam membangun Provinsi NTT. Besarnya defisit belanja pemerintah pusat hingga 6,21 triliun juga menunjukkan

seberapa besar dukungan pemerintah pusat dalam upaya membangun Provinsi NTT.

Berdasarkan sumber pendapatan daerah, dana APBN terutama bersumber dari tiga pajak utama antara lain pajak

penghasilan, pajak pertambahan nilai dan penerimaan negara bukan pajak. Sedangkan dana APBD terutama

bersumber dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana penyesuaian dan otonomi khusus dan pendapatan asli

daerah. Dari total 1,88 triliun pendapatan pemerintah pusat, sebesar 52,18% pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

NTT disumbang oleh pajak penghasilan (PPh), disusul oleh pajak pertambahan nilai dengan sumbangan mencapai 31,

00% dan penerimaan bukan pajak mencapai 14,69% terutama disumbang oleh penerimaan pendidikan yang

mencapai 110,16 miliar dan pendapatan jasa yang mencapai 70,79 miliar. Realisasi APBN hingga triwulan IV 2014

mampu mencapai 1.163,24% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi penerimaan pajak penghasilan dan pajak

pertambahan nilai. Selain itu, tidak adanya target penerimaan PPh dan PPN juga menyebabkan realisasi penerimaan

mengalami pencapaian signifikan.

Lebih dari 90% pendapatan pemerintah kabupaten/kota diperoleh dari dana transfer dengan rincian 75,05% berasal

dari dana alokasi umum (DAU), 8,27% berasal dari dana penyesuaian dan otonomi khusus serta 7,62% berasal dari

dana alokasi khusus. Tingginya porsi dana transfer ini menunjukkan ketergantungan yang tinggi pemerintah

kabupaten/kota terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Dari 3 sumber dana transfer tersebut, total telah

direalisasikan sebesar 11,63 triliun dari total target penerimaan pemerintah kabupaten/kota yang sebesar 12,90 triliun.

Sumber pendapatan utama pemerintah provinsi NTT juga masih bersumber dari dana transfer dengan alokasi mencapai

lebih dari 70%. Namun demikian, pemerintah provinsi masih memiliki sumber pendanaan sendiri dari PAD dengan nilai

mencapai 28,25%. Sebagian besar PAD diperoleh dari pajak daerah terutama pajak kendaraan bermotor dan pajak lain

yang sah.

Berdasarkan tingkat realisasi pencapaian pendapatan, pemerintah provinsi mampu mencapai hingga 102,62% dari

target penerimaan yang sebesar 2,75 triliun, sedangkan pemerintah kabupaten/kota baru terealisasi sebesar 88,62%

dari total target penerimaan yang sebesar 14,43 triliun. Berdasarkan komponen sumber penerimaan utama, hampir

seluruh sumber penerimaan pemerintah provinsi NTT mencapai target dan lebih dari target kecuali penerimaan lainnya

yang secara rata-rata terealisasi sebesar 91,68%. Rendahnya realisasi pemerintah Kabupaten/ kota terutama

disebabkan oleh rendahnya realisasi DAK hingga triwulan IV 2014 yang baru terealisasi sebesar 60,08%. Realisasi

penerimaan lainnya dan PAD juga masih jauh dari target yaitu baru sebesar 69,73% dan 79,48%. Rendahnya

penerimaan diduga disebabkan oleh belum berakhirnya tahun buku, sehingga penerimaan dana transfer terkesan

rendah. Berdasarkan pola historis, penerimaan dana transfer hampir selalu mencapai 100% dari target yang ditetapkan

di awal tahun anggaran.

BAB IV - KEUANGAN DAERAH66

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

PORSI REALISASI PENDAPATAN

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

17,34

27,31

17,49

21,43

100.85

78.48 10

15

20

Trillions

5

10

15

APBN

ANGGARAN

KAB PROV

0,16

14,43

2,751,88

12,79

2,82

Trillions

REALISASI

5

APBN KAB PROV

8,80

15,58

2,93

8,09

10,61

2,73

91.9493.27

PORSI REALISASI PENDAPATAN

16%16% 11%

83%73%

1%

PORSIANGGARAN

APBN KAB PROV

13%11%

32%

38%

57%42%

32%

PORSIANGGARAN

ANGGARAN

REALISASI

4.2 PENDAPATAN DAERAH

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah

31%

15%

2%52%

Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT

Pendapatan Pajak Penghasilan

Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai

Penerimaan Negara Bukan Pajak

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus

Dana LainnyaDana Penyesuaian dan OtonomiKhusus

6%

75%

8%

8%

28%

40%

3%

26%

3%

PROPINSI

KABUPATEN

3%

Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.5. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

BeluTTU

SikkaNagekeo

Kota KupangSabu Raijua

MalakaSumba BaratKab. Kupang

AlorEnde

TOTALRote

LembataSBD

MabarSumba Timur

ManggaraiMatimFlotimNgada

TTSProv. NTT

65,32 71,75

73,79 81,08

84,85 84,98

87,31 87,35 88,05

89,92 90,23 90,83 90,86 91,67

93,38 93,74 93,95 94,33 94,50 94,88 94,98 95,39

97,44 102,62

Sumba Tengah

Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT

KABUPATENPROVINSI KAB+PROV

79,48

96,06

60,08

82,09

108,42

100,00 100,00 102,50

92,12

96,46

61,83

89,38

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

110,00

PAD Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus

Lainnya

91,68

72,72

69,73

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah

lainnya

Page 76:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Belanja konsumsi pemerintah secara umum digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang dan belanja

hibah/bantuan sosial lainnya. Berdasarkan pangsa realisasi belanja, pemerintah provinsi menjadi pemerintah dengan

belanja pegawai paling efisien dibanding pemerintah pusat dan Kabupaten. Pangsa belanja pegawai pemerintah

provinsi hanya sebesar 23,14% dari total belanja konsumsi pemerintah, diikuti oleh belanja pemerintah pusat yang juga

hanya sebesar 38,34% dari total belanja konsumsi yang bersumber dari APBN. Total belanja pegawai pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi NTT mencapai 73,50% dari total belanja konsumsi pemerintah, atau setara dengan 62,16%

dari total belanja pemerintah. Besarnya belanja pegawai yang terjadi membuat ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota

menjadi sangat sempit yang berdampak pada dana pembangunan/belanja modal yang juga relatif minim.

Belanja barang dan jasa pemerintah pusat menjadi porsi belanja konsumsi terbesar bagi pemerintah pusat dengan

pangsa mencapai 44,85% dari total belanja konsumsi pemerintah pusat di NTT, diikuti oleh belanja bantuan sosial

seiring dengan banyaknya bencana alam di NTT. Belanja konsumsi terbesar pemerintah provinsi adalah belanja hibah

dengan pangsa mencapai 40,41% dari total belanja konsumsi pemerintah provinsi. Pengeluaran tersebut setara

dengan 34,27% total belanja pemerintah provinsi. Hingga akhir bulan Desember, pemerintah provinsi telah

menyalurkan dana hibah hingga sebesar 935,57 miliar rupiah yang antara lain digunakan untuk penyaluran dana

program anggur merah maupun program lainnya. Besarnya belanja hibah pemerintah provinsi ini sesuai dengan fokus

pemerintah terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat di provinsi NTT.

Berdasarkan realisasi belanja konsumsi, belanja pegawai menjadi belanja dengan realisasi paling besar yang tampak dari

nilai realisasi di atas 80%. Rendahnya belanja pegawai kabupaten/kota lebih disebabkan oleh belum dilakukannya

pembayaran gaji pada periode November dan Desember 2014 pada beberapa kabupaten/kota yang disebabkan oleh

ketersediaan data realisasi yang masih kurang satu hingga 3 bulan perhitungan anggaran. Belanja hibah juga terealisasi

cukup besar hingga 96,2% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi belanja hibah pemerintah provinsi hingga

101%. Realisasi belanja barang dan jasa masih relatif rendah seiring dengan masih rendahnya belanja barang dan jasa

pemerintah kabupaten/kota. Pencapaian realisasi terendah adalah biaya konsumsi lainnya yang lebih disebabkan oleh

sifat pos belanja yang tidak rutin tergantung kebutuhan.

APBN KAB PROV

38,34

73,50

23,14

44,85

19,11

21,84

40,41

16,80

11,58

5,48

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.9. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

9685

9681

59 57

65

36

75

25

94 94 101

63

90 86

40

84,7 73,4

96,291,4

89,3

75,4

29,4

BelanjaPegawai

BelanjaBarang dan

Jasa

BelanjaHibah

BelanjaBantuanSosial

Belanja BagiHasil

BantuanKeuangan

KonsumsiLainnya

APBN KAB PROV TOTAL

Berdasarkan realisasi capaian pendapatan, Kabupaten Belu tercatat sebagai kabupaten dengan pencapaian realisasi

pendapatan terendah. Rendahnya realisasi lebih disebabkan oleh ketersediaan data yang masih hanya sampai triwulan

III 2014, sehingga data triwulan IV 2014 belum dimasukkan dalam perhitungan. Kabupaten Timor Tengah Utara

tercatat sebagai kabupaten dengan realisasi pendapatan terendah kedua dengan realisasi mencapai 71,75%. Provinsi

NTT tercatat mencapai realisasi perolehan pendapatan tertinggi dengan realisasi mencapai 102,62%, diikuti oleh

Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan realisasi mencapai 97,44% dan Kabupaten Ngada dengan realisasi sebesar

95,39%.

Berdasarkan klasifikasi penggunaan belanja, sebagian besar dana belanja pemerintah digunakan untuk belanja

konsumsi pemerintah. Belanja konsumsi terbesar dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan pangsa belanja

hingga 84,8% dari total belanja pemerintah, disusul oleh pemerintah provinsi dengan total belanja konsumsi mencapai

84,6% dan pemerintah pusat dengan total belanja konsumsi sebesar 62,9% dari total belanja pemerintah pusat.

Alokasi belanja modal pemerintah pusat cukup besar mencapai 37,1% terutama digunakan untuk pembangunan

proyek-proyek pembangunan. Semakin besar alokasi belanja modal menunjukkan semakin besar pula dana yang

digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan prasarana publik.

Berdasarkan realisasi pencapaian target belanja, hanya belanja pemerintah pusat yang mampu terealisasi lebih besar

dari belanja konsumsi yang dilakukan. Total realisasi belanja modal pemerintah pusat mencapai 93,7% atau terealisasi

sebesar 3,00 triliun rupiah dari total rencana belanja modal pemerintah pusat yang sebesar 3,20 triliun. Belanja modal

pemerintah pusat mampu menyumbang hingga 59,39% dari total investasi pemerintah di Provinsi NTT. Realisasi

investasi pemerintah provinsi masih relatif bagus dengan capaian sebesar 87,1% dari target walaupun kurang dari

90%. Rendahnya pencapaian belanja modal dialami oleh pemerintah kabupaten/kota dengan realisasi belanja yang

masih hanya sebesar 46,32%. Walaupun posisi data secara rata-rata masih sampai November 2014, namun dengan

capaian yang kurang dari 50% menunjukkan rendahnya pencapaian realisasi belanja modal pemerintah

kabupaten/kota, yang berarti proses pembangunan sarana dan prasarana umum menjadi tertunda di tahun berikutnya

yang berdampak pada tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan perbaikan prasarana umum. Dengan

kondisi ini, maka praktis pengeluaran belanja pemerintah kabupaten/kota didominasi oleh belanja konsumsi terlebih

belanja pegawai yang memiliki pangsa hingga 73,50% dari total belanja konsumsi.

PROVINSI

KABUPATEN

APBN

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.6. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.7. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

37,1%

62,9%

15,4%84,6%

15,2%

84,8%

APBN KAB PROV TOTAL

BELANJA DAERAH Belanja Modal Belanja Konsumsi

91,9

68,1

93,3

78,5

93,7

46

87,1

70

90,9

74,5

94,5

81,5

4.3 BELANJA DAERAH

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 69BAB IV - KEUANGAN DAERAH68

Page 77:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Belanja konsumsi pemerintah secara umum digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang dan belanja

hibah/bantuan sosial lainnya. Berdasarkan pangsa realisasi belanja, pemerintah provinsi menjadi pemerintah dengan

belanja pegawai paling efisien dibanding pemerintah pusat dan Kabupaten. Pangsa belanja pegawai pemerintah

provinsi hanya sebesar 23,14% dari total belanja konsumsi pemerintah, diikuti oleh belanja pemerintah pusat yang juga

hanya sebesar 38,34% dari total belanja konsumsi yang bersumber dari APBN. Total belanja pegawai pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi NTT mencapai 73,50% dari total belanja konsumsi pemerintah, atau setara dengan 62,16%

dari total belanja pemerintah. Besarnya belanja pegawai yang terjadi membuat ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota

menjadi sangat sempit yang berdampak pada dana pembangunan/belanja modal yang juga relatif minim.

Belanja barang dan jasa pemerintah pusat menjadi porsi belanja konsumsi terbesar bagi pemerintah pusat dengan

pangsa mencapai 44,85% dari total belanja konsumsi pemerintah pusat di NTT, diikuti oleh belanja bantuan sosial

seiring dengan banyaknya bencana alam di NTT. Belanja konsumsi terbesar pemerintah provinsi adalah belanja hibah

dengan pangsa mencapai 40,41% dari total belanja konsumsi pemerintah provinsi. Pengeluaran tersebut setara

dengan 34,27% total belanja pemerintah provinsi. Hingga akhir bulan Desember, pemerintah provinsi telah

menyalurkan dana hibah hingga sebesar 935,57 miliar rupiah yang antara lain digunakan untuk penyaluran dana

program anggur merah maupun program lainnya. Besarnya belanja hibah pemerintah provinsi ini sesuai dengan fokus

pemerintah terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat di provinsi NTT.

Berdasarkan realisasi belanja konsumsi, belanja pegawai menjadi belanja dengan realisasi paling besar yang tampak dari

nilai realisasi di atas 80%. Rendahnya belanja pegawai kabupaten/kota lebih disebabkan oleh belum dilakukannya

pembayaran gaji pada periode November dan Desember 2014 pada beberapa kabupaten/kota yang disebabkan oleh

ketersediaan data realisasi yang masih kurang satu hingga 3 bulan perhitungan anggaran. Belanja hibah juga terealisasi

cukup besar hingga 96,2% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi belanja hibah pemerintah provinsi hingga

101%. Realisasi belanja barang dan jasa masih relatif rendah seiring dengan masih rendahnya belanja barang dan jasa

pemerintah kabupaten/kota. Pencapaian realisasi terendah adalah biaya konsumsi lainnya yang lebih disebabkan oleh

sifat pos belanja yang tidak rutin tergantung kebutuhan.

APBN KAB PROV

38,34

73,50

23,14

44,85

19,11

21,84

40,41

16,80

11,58

5,48

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.9. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

9685

9681

59 57

65

36

75

25

94 94 101

63

90 86

40

84,7 73,4

96,291,4

89,3

75,4

29,4

BelanjaPegawai

BelanjaBarang dan

Jasa

BelanjaHibah

BelanjaBantuanSosial

Belanja BagiHasil

BantuanKeuangan

KonsumsiLainnya

APBN KAB PROV TOTAL

Berdasarkan realisasi capaian pendapatan, Kabupaten Belu tercatat sebagai kabupaten dengan pencapaian realisasi

pendapatan terendah. Rendahnya realisasi lebih disebabkan oleh ketersediaan data yang masih hanya sampai triwulan

III 2014, sehingga data triwulan IV 2014 belum dimasukkan dalam perhitungan. Kabupaten Timor Tengah Utara

tercatat sebagai kabupaten dengan realisasi pendapatan terendah kedua dengan realisasi mencapai 71,75%. Provinsi

NTT tercatat mencapai realisasi perolehan pendapatan tertinggi dengan realisasi mencapai 102,62%, diikuti oleh

Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan realisasi mencapai 97,44% dan Kabupaten Ngada dengan realisasi sebesar

95,39%.

Berdasarkan klasifikasi penggunaan belanja, sebagian besar dana belanja pemerintah digunakan untuk belanja

konsumsi pemerintah. Belanja konsumsi terbesar dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan pangsa belanja

hingga 84,8% dari total belanja pemerintah, disusul oleh pemerintah provinsi dengan total belanja konsumsi mencapai

84,6% dan pemerintah pusat dengan total belanja konsumsi sebesar 62,9% dari total belanja pemerintah pusat.

Alokasi belanja modal pemerintah pusat cukup besar mencapai 37,1% terutama digunakan untuk pembangunan

proyek-proyek pembangunan. Semakin besar alokasi belanja modal menunjukkan semakin besar pula dana yang

digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan prasarana publik.

Berdasarkan realisasi pencapaian target belanja, hanya belanja pemerintah pusat yang mampu terealisasi lebih besar

dari belanja konsumsi yang dilakukan. Total realisasi belanja modal pemerintah pusat mencapai 93,7% atau terealisasi

sebesar 3,00 triliun rupiah dari total rencana belanja modal pemerintah pusat yang sebesar 3,20 triliun. Belanja modal

pemerintah pusat mampu menyumbang hingga 59,39% dari total investasi pemerintah di Provinsi NTT. Realisasi

investasi pemerintah provinsi masih relatif bagus dengan capaian sebesar 87,1% dari target walaupun kurang dari

90%. Rendahnya pencapaian belanja modal dialami oleh pemerintah kabupaten/kota dengan realisasi belanja yang

masih hanya sebesar 46,32%. Walaupun posisi data secara rata-rata masih sampai November 2014, namun dengan

capaian yang kurang dari 50% menunjukkan rendahnya pencapaian realisasi belanja modal pemerintah

kabupaten/kota, yang berarti proses pembangunan sarana dan prasarana umum menjadi tertunda di tahun berikutnya

yang berdampak pada tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan perbaikan prasarana umum. Dengan

kondisi ini, maka praktis pengeluaran belanja pemerintah kabupaten/kota didominasi oleh belanja konsumsi terlebih

belanja pegawai yang memiliki pangsa hingga 73,50% dari total belanja konsumsi.

PROVINSI

KABUPATEN

APBN

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.6. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.7. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

37,1%

62,9%

15,4%84,6%

15,2%

84,8%

APBN KAB PROV TOTAL

BELANJA DAERAH Belanja Modal Belanja Konsumsi

91,9

68,1

93,3

78,5

93,7

46

87,1

70

90,9

74,5

94,5

81,5

4.3 BELANJA DAERAH

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 69BAB IV - KEUANGAN DAERAH68

Page 78:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem

pembayaran yang mencapai 2,15 triliun, 542,43 miliar ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito, dan

127,84 miliar ditempatkan dalam tabungan.

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

II III IV TOTAL

161.626

8.802.045

3.202.295

5.599.750

2.038.002

2.673.036

-

888.712

-

-

-

-

(8.640.419)

14.430.311

15.582.499

3.535.254

12.047.244

8.112.940

2.927.423

105.131

123.778

2.802

657.323

117.846

-

(1.152.188)

1.420.910

1.375.481

45.429

212.561

103.568

108.994

1.208.348

56.160

2.748.366

2.926.611

475.696

2.450.915

568.035

538.072

929.467

35.427

298.571

34.176

47.167

-

(178.245)

236.731

227.764

8.967

82.070

75.870

6.200

154.661

(23.583)

17.340.303

27.311.154

7.213.245

20.097.909

10.718.976

6.138.531

1.034.598

1.047.918

301.374

691.499

165.013

-

(9.970.851)

1.657.641

1.603.245

54.396

294.631

179.438

115.194

1.363.010

32.577

1.880.105

8.092.284

3.000.415

5.091.869

1.952.370

2.283.949

-

855.551

-

-

-

-

(6.212.179)

12.787.950

10.610.586

1.637.675

8.972.911

6.595.333

1.715.161

59.583

79.988

1.009

492.163

29.674

-

2.177.364

1.371.793

1.342.923

28.870

126.351

63.156

63.195

1.245.442

3.422.805

2.820.475

2.729.650

414.232

2.315.418

535.791

505.697

935.569

22.191

268.147

29.253

18.770

-

90.825

235.794

227.764

8.031

81.819

75.870

5.949

153.976

244.801

17.488.530

21.432.521

5.052.322

16.380.198

9.083.494

4.504.807

995.153

957.730

269.156

521.415

48.443

-

(3.943.991)

1.607.587

1.570.686

36.901

208.169

139.026

69.144

1.399.418

3.667.606

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL

Berdasarkan total realisasi belanja pemerintah, provinsi NTT mencapai realisasi belanja tertinggi, diikuti oleh pemerintah

Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada. Adapun daerah dengan belanja terendah

adalah Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Negekeo, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Belu.

Rendahnya belanja pemerintah daerah tersebut mengakibatkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) menjadi

bertambah cukup signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan hingga periode realisasi data didapatkan bahwa pada

tahun 2014 terjadi penambahan SILPA hingga sebesar 1,40 triliun yang berarti terjadi penundaan dana alokasi

pembangunan sebesar penambahan SILPA. Nilai SILPA tersebut tidak menunjukkan kondisi SILPA yang sebenarnya

dikarenakan posisi data yang secara rata-rata masih di bulan November 2014.

Apabila dibandingkan dengan data perbankan, hingga bulan Desember 2014 terjadi penambahan simpanan

pemerintah di daerah hingga sebesar 800 miliar rupiah yang menunjukkan besarnya dana lebih APBD yang belum

disalurkan oleh pemerintah. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah terbesar

dilakukan di bulan Desember seiring dengan telah selesainya beberapa proyek pemerintah pada akhir tahun 2014. Total

simpanan dana pemerintah di perbankan hingga akhir tahun 2014 mencapai 2,83 triliun rupiah menunjukkan potensi

tambahan dana yang bisa digunakan untuk melakukan tambahan pembangunan di tahun 2015.

Grafik 4.11. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur

6

5

4

3

2

1

0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.54 3.97 3.87

1.80

3.83 4.35

4.16

1.96

4.28

5.99 5.57

2.83

PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB PEMKAB

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

64,627 21,323 120 86,070

167,266 2,892 74,602 244,761

142,097 36,565 72,410 251,072

1,780,885 67,057 395,302 2,243,244

2,154,875 127,838 542,434 2,825,147

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

Sabu

Rai

jua

Nag

ekeo

Mal

aka

Belu

Sum

ba T

enga

h

SBD

Sum

ba B

arat

Lem

bata

Ende

Sikk

a

TTS

TTU

Kot

a K

upan

g

Flot

im

TOTA

L

Mab

ar

Alo

r

Kab

. Kup

ang

Sum

ba T

imur

Rote

Nga

da

Mat

im

Man

ggar

ai

Prov

. NTT

48 51 53 55 57 58 59 63 64 64 66 66 6772 72 73 73 75 78 80 82 82

8894

Grafik 4.10. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 71BAB IV - KEUANGAN DAERAH70

Page 79:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem

pembayaran yang mencapai 2,15 triliun, 542,43 miliar ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito, dan

127,84 miliar ditempatkan dalam tabungan.

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

II III IV TOTAL

161.626

8.802.045

3.202.295

5.599.750

2.038.002

2.673.036

-

888.712

-

-

-

-

(8.640.419)

14.430.311

15.582.499

3.535.254

12.047.244

8.112.940

2.927.423

105.131

123.778

2.802

657.323

117.846

-

(1.152.188)

1.420.910

1.375.481

45.429

212.561

103.568

108.994

1.208.348

56.160

2.748.366

2.926.611

475.696

2.450.915

568.035

538.072

929.467

35.427

298.571

34.176

47.167

-

(178.245)

236.731

227.764

8.967

82.070

75.870

6.200

154.661

(23.583)

17.340.303

27.311.154

7.213.245

20.097.909

10.718.976

6.138.531

1.034.598

1.047.918

301.374

691.499

165.013

-

(9.970.851)

1.657.641

1.603.245

54.396

294.631

179.438

115.194

1.363.010

32.577

1.880.105

8.092.284

3.000.415

5.091.869

1.952.370

2.283.949

-

855.551

-

-

-

-

(6.212.179)

12.787.950

10.610.586

1.637.675

8.972.911

6.595.333

1.715.161

59.583

79.988

1.009

492.163

29.674

-

2.177.364

1.371.793

1.342.923

28.870

126.351

63.156

63.195

1.245.442

3.422.805

2.820.475

2.729.650

414.232

2.315.418

535.791

505.697

935.569

22.191

268.147

29.253

18.770

-

90.825

235.794

227.764

8.031

81.819

75.870

5.949

153.976

244.801

17.488.530

21.432.521

5.052.322

16.380.198

9.083.494

4.504.807

995.153

957.730

269.156

521.415

48.443

-

(3.943.991)

1.607.587

1.570.686

36.901

208.169

139.026

69.144

1.399.418

3.667.606

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL

Berdasarkan total realisasi belanja pemerintah, provinsi NTT mencapai realisasi belanja tertinggi, diikuti oleh pemerintah

Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada. Adapun daerah dengan belanja terendah

adalah Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Negekeo, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Belu.

Rendahnya belanja pemerintah daerah tersebut mengakibatkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) menjadi

bertambah cukup signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan hingga periode realisasi data didapatkan bahwa pada

tahun 2014 terjadi penambahan SILPA hingga sebesar 1,40 triliun yang berarti terjadi penundaan dana alokasi

pembangunan sebesar penambahan SILPA. Nilai SILPA tersebut tidak menunjukkan kondisi SILPA yang sebenarnya

dikarenakan posisi data yang secara rata-rata masih di bulan November 2014.

Apabila dibandingkan dengan data perbankan, hingga bulan Desember 2014 terjadi penambahan simpanan

pemerintah di daerah hingga sebesar 800 miliar rupiah yang menunjukkan besarnya dana lebih APBD yang belum

disalurkan oleh pemerintah. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah terbesar

dilakukan di bulan Desember seiring dengan telah selesainya beberapa proyek pemerintah pada akhir tahun 2014. Total

simpanan dana pemerintah di perbankan hingga akhir tahun 2014 mencapai 2,83 triliun rupiah menunjukkan potensi

tambahan dana yang bisa digunakan untuk melakukan tambahan pembangunan di tahun 2015.

Grafik 4.11. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur

6

5

4

3

2

1

0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.54 3.97 3.87

1.80

3.83 4.35

4.16

1.96

4.28

5.99 5.57

2.83

PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB PEMKAB

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

64,627 21,323 120 86,070

167,266 2,892 74,602 244,761

142,097 36,565 72,410 251,072

1,780,885 67,057 395,302 2,243,244

2,154,875 127,838 542,434 2,825,147

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

Sabu

Rai

jua

Nag

ekeo

Mal

aka

Belu

Sum

ba T

enga

h

SBD

Sum

ba B

arat

Lem

bata

Ende

Sikk

a

TTS

TTU

Kot

a K

upan

g

Flot

im

TOTA

L

Mab

ar

Alo

r

Kab

. Kup

ang

Sum

ba T

imur

Rote

Nga

da

Mat

im

Man

ggar

ai

Prov

. NTT

48 51 53 55 57 58 59 63 64 64 66 66 6772 72 73 73 75 78 80 82 82

8894

Grafik 4.10. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 71BAB IV - KEUANGAN DAERAH70

Page 80:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

BAB V

Ketenagakerjaan danKesejahteraan

Page 81:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

BAB V

Ketenagakerjaan danKesejahteraan

Page 82:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi positif.

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan

Angka kemiskinan pada tahun 2014 turun menjadi 19,60% dibandingkan sebelumnya

yang mencapai 20,24%

Pada tahun 2014, jumlah angkatan kerja naik 3,31% (yoy) dari 2.104.557 jiwa pada tahun

2013 menjadi 2.174.228 jiwa. Partisipasi angkatan kerja meningkat dari 68,15% (2013)

menjadi 68,91% (2014).

5.1 KONDISI UMUM

Pada triwulan IV, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan

dan kemiskinan menunjukkan kondisi perbaikan. Angka kemiskinan menunjukkan hasil positif. Hal ini tercermin

dari persentasi penduduk miskin yang menurun menjadi 19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari

Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai

dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator

kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy). Namun, hal

tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang sama. Tingkat pengangguran

terbuka pada Agustus 2014 mencatat 3,26% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya

sebesar 3,25%. Sementara, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada 1triwulan IV-2014 menunjukkan indeks ketenagakerjaan tercatat mengalami ekspansi sebesar 21,66 setelah pada

triwulan sebelumnya mengalami ekspansi sebesar 2,76. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga

kerja pada periode laporan, walaupun belum tentu seimbang dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja.

5.2.1 Kondisi Kesejahteraan UmumKondisi kesejahteraan secara umum melambat berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Pada triwulan laporan terlihat adanya penurunan tingkat

optimisme, khususnya pada masyarakat perkotaan dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat

kesejahteraan. Berdasarkan hasil SK bulan Oktober sampai dengan Desember 2014, indeks Saldo Bersih Tertimbang

(SBT) mengalami penurunan pada triwulan laporan. Kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan menjadi faktor

pendorong penurunan optimisme responden terhadap penghasilan mereka. Namun, momen natal dan tahun baru

dapat menjadi penahan optimisme masyarakat agar tidak turun terlalu dalam.

1. Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.

5.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB I 75

Page 83:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi positif.

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan

Angka kemiskinan pada tahun 2014 turun menjadi 19,60% dibandingkan sebelumnya

yang mencapai 20,24%

Pada tahun 2014, jumlah angkatan kerja naik 3,31% (yoy) dari 2.104.557 jiwa pada tahun

2013 menjadi 2.174.228 jiwa. Partisipasi angkatan kerja meningkat dari 68,15% (2013)

menjadi 68,91% (2014).

5.1 KONDISI UMUM

Pada triwulan IV, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan

dan kemiskinan menunjukkan kondisi perbaikan. Angka kemiskinan menunjukkan hasil positif. Hal ini tercermin

dari persentasi penduduk miskin yang menurun menjadi 19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari

Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai

dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator

kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy). Namun, hal

tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang sama. Tingkat pengangguran

terbuka pada Agustus 2014 mencatat 3,26% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya

sebesar 3,25%. Sementara, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada 1triwulan IV-2014 menunjukkan indeks ketenagakerjaan tercatat mengalami ekspansi sebesar 21,66 setelah pada

triwulan sebelumnya mengalami ekspansi sebesar 2,76. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga

kerja pada periode laporan, walaupun belum tentu seimbang dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja.

5.2.1 Kondisi Kesejahteraan UmumKondisi kesejahteraan secara umum melambat berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Pada triwulan laporan terlihat adanya penurunan tingkat

optimisme, khususnya pada masyarakat perkotaan dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat

kesejahteraan. Berdasarkan hasil SK bulan Oktober sampai dengan Desember 2014, indeks Saldo Bersih Tertimbang

(SBT) mengalami penurunan pada triwulan laporan. Kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan menjadi faktor

pendorong penurunan optimisme responden terhadap penghasilan mereka. Namun, momen natal dan tahun baru

dapat menjadi penahan optimisme masyarakat agar tidak turun terlalu dalam.

1. Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.

5.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB I 75

Page 84:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Di wilayah pedesaan, ukuran kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Pada

triwulan laporan, angka NTP menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-IV 2014 (Desember 2014)

angka NTP berada di bawah triwulan sebelumnya (September 2014). NTP tercatat turun menjadi 101,03 dari triwulan

sebelumnya sebesar 102,71. Pada Desember 2014, Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 116,59. Sementara,

Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 115,4. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya

dorongan peningkatan pengeluaran dari petani, baik untuk kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi seperti

pupuk/pangan maupun bibit.

5.2.2 Tingkat KemiskinanSecara umum, perkembangan perekonomian di Provinsi NTT selama beberapa tahun terakhir menunjukkan

kinerja yang positif. Kinerja ini tercermin dari pertumbuhan penduduk miskin yang cenderung mengalami penurunan

dari tahun ke tahun. Persentase penduduk miskin pada bulan September 2014 turun sebesar 0,64% dibandingkan

September 2013. Jumlah penduduk miskin sendiri pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa atau menurun

sebesar 17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, pada

bulan September 2014, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa,

sementara penduduk miskin perkotaan mencapai 105.700 jiwa.

Sumber : Survei Konsumen KPw BI

020406080

100120140160180

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu

Series2

Grafik 5.1 Perkembangan Indeks

Sumber : BPS Provinsi NTT

95,00

96,00

97,00

98,00

99,00

100,00

101,00

102,00

103,00

104,00

100102104106108110112114116118

2014

NTP - axis kanan Indeks yang dibayar Indeks yang diterima

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Grafik 5.2 Perkembangan NTP NTT

Sumber : BPS

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

19,60

20,24

20,41

21,23 23,03

23,31

25,65

%

Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT

Sumber : BPS

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT

Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2008 119.30 979.10 1.098,40 15.50 27.88 25,65

2009 109.40 903.70 1.013,10 14.01 25.35 23,31

2010 107.40 906.70 1.014,10 13.57 25.10 23,03

2011 117.04 895.87 1.012,91 12.50 23.36 21,23

Mar 2012 115,50 897,10 1.012,60 12,22 22,98 20,88

Sept 2012 117,40 882,90 1.000,30 12,21 22,41 20,41

Mar 2013 113,57 879,99 993,56 11,54 22,13 20,03

Sept 2013 98,05 911,10 1.009,15 10,10 22,69 20,24

Mar 2014 100,34 894,33 994,67 10,23 22,15 19,82

Sep 2014 105.70 886.18 991,88 10,68 21,78 19,60

Tahun

Garis kemiskinan di Provinsi NTT untuk kurun waktu September 2013 hingga September 2014 mengalami kenaikan

sebesar 6,95%, yaitu dari Rp 251.080,- per kapita/bulan menjadi Rp 268.536,- per kapita/bulan. Peningkatan ini salah

satunya disebabkan oleh penyesuaian dengan laju inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan

antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam satu tahun terakhir tercatat mengalami

peningkatan sebesar 6,01% dari Rp 321.163,- per kapita/bulan menjadi Rp 340.459,- per kapita/bulan. Sementara

garis kemiskinan di pedesaan mengalami peningkatan sebesar 7,22% dari Rp 234.142,- per kapita/bulan menjadi Rp

251.040,- per kapita/bulan.

Peranan komoditas makanan bagi pembentukan garis kemiskinan di Provinsi NTT meningkat sebesar 7,32% dari Rp

198.773,- per kapita/bulan (September 2013) menjadi Rp 213.326,- per kapita/bulan (September 2014). Peran

komoditas bahan makanan bagi pembentukan kemiskinan dipertegas dengan peranan komoditas makanan yang

mengalami kenaikan dari 79,16% pada September 2013 menjadi 79,44% pada September 2014.

Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks

kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan

ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi

nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan

atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin

terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran

diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Miskin

Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah) Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)

212 223 236251

266 269

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Ribu

Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Makanan Bukan Makanan Kota+Desa

Maret 2014

0

200

400

600

800

1000

Ribu

Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Perkotaan Perdesaan% Kota+Desa

Maret 2014

10131000 994 1009 995 992 %

23.00

28.00

18.00

13.00

8.00

22,98 22,41 22,13 22,69 22,15 21.78

20.88 20.41 20.03 20.24 19.82 19.60

12.22 12.2112.54

10.10 10.23 10.68

% Perdesaan% Perkotaan

Grafik Tabel 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan

Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)

3.71

1.82

3.31

1.91

3.04

3.64

1.66

3.25

3.88

1.41

0Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Kota Desa Kota+Desa

Maret 2014

2.59

3.68

3.47 3.39 3.34

Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Kota Desa Kota+Desa

Maret 2014

0.81

0.93

0.910.88

0.56

0.73

0.500.45

0.89

0.69

0.90

0.79

0.98

0.83

0.34

Tabel 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan

Sumber : BPS Provinsi NTT (data diolah)

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN76 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 77

Page 85:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Di wilayah pedesaan, ukuran kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Pada

triwulan laporan, angka NTP menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-IV 2014 (Desember 2014)

angka NTP berada di bawah triwulan sebelumnya (September 2014). NTP tercatat turun menjadi 101,03 dari triwulan

sebelumnya sebesar 102,71. Pada Desember 2014, Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 116,59. Sementara,

Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 115,4. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya

dorongan peningkatan pengeluaran dari petani, baik untuk kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi seperti

pupuk/pangan maupun bibit.

5.2.2 Tingkat KemiskinanSecara umum, perkembangan perekonomian di Provinsi NTT selama beberapa tahun terakhir menunjukkan

kinerja yang positif. Kinerja ini tercermin dari pertumbuhan penduduk miskin yang cenderung mengalami penurunan

dari tahun ke tahun. Persentase penduduk miskin pada bulan September 2014 turun sebesar 0,64% dibandingkan

September 2013. Jumlah penduduk miskin sendiri pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa atau menurun

sebesar 17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, pada

bulan September 2014, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa,

sementara penduduk miskin perkotaan mencapai 105.700 jiwa.

Sumber : Survei Konsumen KPw BI

020406080

100120140160180

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu

Series2

Grafik 5.1 Perkembangan Indeks

Sumber : BPS Provinsi NTT

95,00

96,00

97,00

98,00

99,00

100,00

101,00

102,00

103,00

104,00

100102104106108110112114116118

2014

NTP - axis kanan Indeks yang dibayar Indeks yang diterima

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Grafik 5.2 Perkembangan NTP NTT

Sumber : BPS

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

19,60

20,24

20,41

21,23 23,03

23,31

25,65

%

Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT

Sumber : BPS

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT

Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2008 119.30 979.10 1.098,40 15.50 27.88 25,65

2009 109.40 903.70 1.013,10 14.01 25.35 23,31

2010 107.40 906.70 1.014,10 13.57 25.10 23,03

2011 117.04 895.87 1.012,91 12.50 23.36 21,23

Mar 2012 115,50 897,10 1.012,60 12,22 22,98 20,88

Sept 2012 117,40 882,90 1.000,30 12,21 22,41 20,41

Mar 2013 113,57 879,99 993,56 11,54 22,13 20,03

Sept 2013 98,05 911,10 1.009,15 10,10 22,69 20,24

Mar 2014 100,34 894,33 994,67 10,23 22,15 19,82

Sep 2014 105.70 886.18 991,88 10,68 21,78 19,60

Tahun

Garis kemiskinan di Provinsi NTT untuk kurun waktu September 2013 hingga September 2014 mengalami kenaikan

sebesar 6,95%, yaitu dari Rp 251.080,- per kapita/bulan menjadi Rp 268.536,- per kapita/bulan. Peningkatan ini salah

satunya disebabkan oleh penyesuaian dengan laju inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan

antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam satu tahun terakhir tercatat mengalami

peningkatan sebesar 6,01% dari Rp 321.163,- per kapita/bulan menjadi Rp 340.459,- per kapita/bulan. Sementara

garis kemiskinan di pedesaan mengalami peningkatan sebesar 7,22% dari Rp 234.142,- per kapita/bulan menjadi Rp

251.040,- per kapita/bulan.

Peranan komoditas makanan bagi pembentukan garis kemiskinan di Provinsi NTT meningkat sebesar 7,32% dari Rp

198.773,- per kapita/bulan (September 2013) menjadi Rp 213.326,- per kapita/bulan (September 2014). Peran

komoditas bahan makanan bagi pembentukan kemiskinan dipertegas dengan peranan komoditas makanan yang

mengalami kenaikan dari 79,16% pada September 2013 menjadi 79,44% pada September 2014.

Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks

kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan

ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi

nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan

atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin

terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran

diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Miskin

Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah) Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)

212 223 236251

266 269

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Ribu

Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Makanan Bukan Makanan Kota+Desa

Maret 2014

0

200

400

600

800

1000

Ribu

Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Perkotaan Perdesaan% Kota+Desa

Maret 2014

10131000 994 1009 995 992 %

23.00

28.00

18.00

13.00

8.00

22,98 22,41 22,13 22,69 22,15 21.78

20.88 20.41 20.03 20.24 19.82 19.60

12.22 12.2112.54

10.10 10.23 10.68

% Perdesaan% Perkotaan

Grafik Tabel 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan

Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)

3.71

1.82

3.31

1.91

3.04

3.64

1.66

3.25

3.88

1.41

0Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Kota Desa Kota+Desa

Maret 2014

2.59

3.68

3.47 3.39 3.34

Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014

Kota Desa Kota+Desa

Maret 2014

0.81

0.93

0.910.88

0.56

0.73

0.500.45

0.89

0.69

0.90

0.79

0.98

0.83

0.34

Tabel 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan

Sumber : BPS Provinsi NTT (data diolah)

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN76 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 77

Page 86:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014, rasio penduduk yang menganggur atau yang disebut Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan sebesar 0,01% dari 3,25% (2013) menjadi 3,26% (2014)

dengan jumlah sebesar 2.546 jiwa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat menjadi 68,91%

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (68,25%). Hal ini menunjukkan adanya tingkat pertumbuhan

angkatan kerja (3,32%) lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk usia kerja (2,18%) yang dapat terjadi karena

adanya peningkatan penduduk usia kerja yang lebih memilih untuk mencari kerja dibandingkan melanjutkan

pendidikan.

Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT relatif sama dengan kondisi

tahun-tahun sebelumnya. Pada Agustus 2014, sebagian besar angkatan kerja bekerja di sektor pertanian (60,77%),

kemudian diikuti Jasa Kemasyarakatan (13,40%) dan Perdagangan (8,17%).

Dalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014. Pertumbuhan tenaga kerja sektor Listrik, Gas dan Air merupakan

yang terbesar (34,92%), diikuti oleh Industri (10,06%) dan Perdagangan (7.27%). Dari sisi jumlah, sektor Pertanian

menjadi penyerap tenaga kerja paling tinggi yaitu sebesar 36.683 jiwa, diikuti Jasa Kemasyarakatan (17.820 jiwa) dan

Industri (15.196 Jiwa).

Secara tahunan, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada September 2014 (P1: 3,25 dan P2:

0,79) tercatat meningkat dibandingkan September 2013 (P1: 3,04 dan P2: 0,69). Peningkatan keduanya

mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan, namun

kesenjangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.

5.2.3 Rasio Gini Rasio Gini merupakan ukuran untuk melihat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin rendah nilai rasio gini

menunjukkan ketimpangan yang semakin rendah. Rasio gini Provinsi NTT selama beberapa tahun ke belakang

mengalami trend penurunan. Rasio gini NTT pada tahun 2013 sebesar 0,35 turun dibandingkan 2012 yang mencapai

0,36. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan setiap orang di Provinsi NTT cenderung semakin rendah.

Angka ini masih lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 0,41 (2013).

5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui tiga dimensi dasar,

yaitu 1) Dimensi umur panjang dan sehat yang direpresentasikan oleh indikator angka harapan hidup, 2) Dimensi

pengetahuan direpresentasikan oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dan 3) dimensi kehidupan yang

layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi

pembangunan manusia ini terangkum dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Angka IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, angka

IPM Provinsi NTT hanya sebesar 66,15, sementara tahun 2013 IPM NTT telah mencapai 68,77. Meskipun IPM Provinsi

NTT terus menunjukkan kenaikan, namun rangking IPM NTT di nasional pada tahun 2013, masih menempati urutan

tiga terbawah. NTT hanya berada diatas NTB (67,73) dan Papua (66,25). Angka IPM NTT bahkan masih jauh dibawah

angka nasional yang mencapai 73,81.

Sumber : BPS Provinsi NTT

0,36

0,35

0,37

0,38

0,41 0,41 0,41

0,350,34

0,36

0,38

0,36

0,360,35

0,25

0,27

0,29

0,31

0,33

0,35

0,37

0,39

0,41

0,43

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

IndonesiaNTT

Grafik 5.7 Rasio Gini Nasional dan Provinsi NTT

IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 66,15

66,60 67,26 67,75 68,28 68,77- Angka harapan hidup (tahun) 67,00

67,25 67,50 67,76 68,04 68,05- Angka melek huruf (persen) 87,66 87,96 88,59 88,74 89,23 90,34- Rata-rata lama sekolah (tahun) 6,55 6,60 6,99 7,05 7,09 7,16- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 599,93 602,60 603,75 607,31 610,29 612,88

Sumber : BPS Provinsi NTT

Tabel 5.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTT

KETERANGAN 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT

IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 73,81 68,77 67,73- Angka harapan hidup (tahun) 70,07 68,05 63,21- Angka melek huruf (persen) 94,14 90,34 85,19

- Rata-rata lama sekolah (tahun) 8,14 7,16 7,20- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 643,36 612,88 648,66

Sumber : BPS Provinsi NTT

KETERANGAN Nasional NTT NTB

5.3 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN

2.976.070 3.003.516 3.113.356 3.139.691 3.166.181 3.191.748 3.218.824 3.261.339

2.234.887 2.154.258 2.309.721 2.194.244 2.349.559 2.175.171 2.383.116 2.247.438

2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228

59.655 57.999 58.439 66.875 49.848 70.664 46.904 73.210

741.183 849.258 803.635 945.447 816.622 1.016.577 835.708 1.013.90175,10% 71,72% 74,19% 69,89% 74,21% 68,15% 74,04% 68,91%

2,67% 2,69% 2,53% 3,05% 2,12% 3,25% 1,97% 3,26%

995.460 1.000.991 1.043.963 1.009.251 1.128.682 1.079.812 1.134.105 1.063.028

373.976 269.999 377.087 338.614 281.180 218.991 292.835 249.082

621.484 730.992 666.876 670.637 847.502 860.821 841.270 813.946Sumber : BPS Provinsi NTT

KEGIATAN UTAMAFeb Agst

2012

Feb Agst

2013

Feb Agst

2014

Feb Agst

2011

1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja

KerjaPenganggur

3. Bukan Angkatan Kerja

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %

5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %

6. Bekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Pekerja Paruh Waktu

NO.

Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN78 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 79

Page 87:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014, rasio penduduk yang menganggur atau yang disebut Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan sebesar 0,01% dari 3,25% (2013) menjadi 3,26% (2014)

dengan jumlah sebesar 2.546 jiwa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat menjadi 68,91%

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (68,25%). Hal ini menunjukkan adanya tingkat pertumbuhan

angkatan kerja (3,32%) lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk usia kerja (2,18%) yang dapat terjadi karena

adanya peningkatan penduduk usia kerja yang lebih memilih untuk mencari kerja dibandingkan melanjutkan

pendidikan.

Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT relatif sama dengan kondisi

tahun-tahun sebelumnya. Pada Agustus 2014, sebagian besar angkatan kerja bekerja di sektor pertanian (60,77%),

kemudian diikuti Jasa Kemasyarakatan (13,40%) dan Perdagangan (8,17%).

Dalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014. Pertumbuhan tenaga kerja sektor Listrik, Gas dan Air merupakan

yang terbesar (34,92%), diikuti oleh Industri (10,06%) dan Perdagangan (7.27%). Dari sisi jumlah, sektor Pertanian

menjadi penyerap tenaga kerja paling tinggi yaitu sebesar 36.683 jiwa, diikuti Jasa Kemasyarakatan (17.820 jiwa) dan

Industri (15.196 Jiwa).

Secara tahunan, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada September 2014 (P1: 3,25 dan P2:

0,79) tercatat meningkat dibandingkan September 2013 (P1: 3,04 dan P2: 0,69). Peningkatan keduanya

mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan, namun

kesenjangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.

5.2.3 Rasio Gini Rasio Gini merupakan ukuran untuk melihat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin rendah nilai rasio gini

menunjukkan ketimpangan yang semakin rendah. Rasio gini Provinsi NTT selama beberapa tahun ke belakang

mengalami trend penurunan. Rasio gini NTT pada tahun 2013 sebesar 0,35 turun dibandingkan 2012 yang mencapai

0,36. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan setiap orang di Provinsi NTT cenderung semakin rendah.

Angka ini masih lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 0,41 (2013).

5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui tiga dimensi dasar,

yaitu 1) Dimensi umur panjang dan sehat yang direpresentasikan oleh indikator angka harapan hidup, 2) Dimensi

pengetahuan direpresentasikan oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dan 3) dimensi kehidupan yang

layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi

pembangunan manusia ini terangkum dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Angka IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, angka

IPM Provinsi NTT hanya sebesar 66,15, sementara tahun 2013 IPM NTT telah mencapai 68,77. Meskipun IPM Provinsi

NTT terus menunjukkan kenaikan, namun rangking IPM NTT di nasional pada tahun 2013, masih menempati urutan

tiga terbawah. NTT hanya berada diatas NTB (67,73) dan Papua (66,25). Angka IPM NTT bahkan masih jauh dibawah

angka nasional yang mencapai 73,81.

Sumber : BPS Provinsi NTT

0,36

0,35

0,37

0,38

0,41 0,41 0,41

0,350,34

0,36

0,38

0,36

0,360,35

0,25

0,27

0,29

0,31

0,33

0,35

0,37

0,39

0,41

0,43

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

IndonesiaNTT

Grafik 5.7 Rasio Gini Nasional dan Provinsi NTT

IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 66,15

66,60 67,26 67,75 68,28 68,77- Angka harapan hidup (tahun) 67,00

67,25 67,50 67,76 68,04 68,05- Angka melek huruf (persen) 87,66 87,96 88,59 88,74 89,23 90,34- Rata-rata lama sekolah (tahun) 6,55 6,60 6,99 7,05 7,09 7,16- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 599,93 602,60 603,75 607,31 610,29 612,88

Sumber : BPS Provinsi NTT

Tabel 5.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTT

KETERANGAN 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT

IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 73,81 68,77 67,73- Angka harapan hidup (tahun) 70,07 68,05 63,21- Angka melek huruf (persen) 94,14 90,34 85,19

- Rata-rata lama sekolah (tahun) 8,14 7,16 7,20- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 643,36 612,88 648,66

Sumber : BPS Provinsi NTT

KETERANGAN Nasional NTT NTB

5.3 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN

2.976.070 3.003.516 3.113.356 3.139.691 3.166.181 3.191.748 3.218.824 3.261.339

2.234.887 2.154.258 2.309.721 2.194.244 2.349.559 2.175.171 2.383.116 2.247.438

2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228

59.655 57.999 58.439 66.875 49.848 70.664 46.904 73.210

741.183 849.258 803.635 945.447 816.622 1.016.577 835.708 1.013.90175,10% 71,72% 74,19% 69,89% 74,21% 68,15% 74,04% 68,91%

2,67% 2,69% 2,53% 3,05% 2,12% 3,25% 1,97% 3,26%

995.460 1.000.991 1.043.963 1.009.251 1.128.682 1.079.812 1.134.105 1.063.028

373.976 269.999 377.087 338.614 281.180 218.991 292.835 249.082

621.484 730.992 666.876 670.637 847.502 860.821 841.270 813.946Sumber : BPS Provinsi NTT

KEGIATAN UTAMAFeb Agst

2012

Feb Agst

2013

Feb Agst

2014

Feb Agst

2011

1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja

KerjaPenganggur

3. Bukan Angkatan Kerja

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %

5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %

6. Bekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Pekerja Paruh Waktu

NO.

Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN78 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 79

Page 88:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

1.463.896 1.360.265 1.525.590 1.308.161 1.551.366 1.284.591 1.519.547 1.321.27467,30% 64,89% 67,77% 61,49% 67,46% 61,04% 65,04% 60,77%

27.415 23.627 29.485 29.756 21.634 23.052 29.823 19.0501,26% 1,13% 1,31% 1,40% 0,94% 1,10% 1,28% 0,88%

111.313 124.697 96.596 159.926 104.755 150.998 114.685 166.1945,12% 5,95% 4,29% 7,52% 4,56% 7,17% 4,91% 7,64%

2.860 2.420 2.712 2.177 4.819 3.734 6.840 5.0380,13% 0,12% 0,12% 0,10% 0,21% 0,18% 0,29% 0,23%

61.375 59.405 46.842 82.365 55.589 76.341 77.840 79.3172,82% 2,83% 2,08% 3,87% 2,42% 3,63% 3,33% 3,65%

147.282 147.439 153.882 158.218 183.842 165.532 198.998 177.5716,77% 7,03% 6,84% 7,44% 7,99% 7,87% 8,52% 8,17%

84.759 87.407 103.677 99.665 90.530 104.267 100.204 90.8153,90% 4,17% 4,61% 4,68% 3,94% 4,95% 4,29% 4,18%

11.511 20.810 26.935 19.162 25.001 22.371 18.697 23.5280,53% 0,99% 1,20% 0,90% 1,09% 1,06% 0,80% 1,08%

264.821 270.189 265.563 267.939 262.175 273.621 269.578 291.44112,17% 12,89% 11,80% 12,59% 11,40% 13,00% 11,54% 13,40%

2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%

TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI

KONSTRUKSI

PERTANIAN

PERTAMBANGAN

INDUSTRI

LISTRIK GAS dan AIR

JASA KEMASYARAKATAN

PERDAGANGAN

KEUANGAN

Sumber : BPS Provinsi NTT

KEGIATAN UTAMAFeb Agst

2012

Feb Agst

2013

Feb Agst

2014

Feb Agst

2011NO.

TOTAL

Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

5.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan SedangDari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan IV-2014, diketahui

bahwa terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS). Pada

Tw IV-2014, produktivitas tenaga kerja mencapai Rp 10,87 juta per orang atau meningkat dibandingkan

TW-III 2014 yang hanya sebesar Rp 8,63 juta/ tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-IV 2014 adalah

pada industri makanan yang mencapai Rp 14,9 juta/ tenaga kerja. Dari data historis, produktivitas tenaga

kerja sektor IBS di NTT sendiri mencapai angka tertinggi pada Tw-II 2014 yang mencapai Rp 25,05 juta/tenaga

kerja. Sektor industri makanan, menjadi pendorong pada periode tersebut dengan produktivitas mencapai

Rp 45,83 juta/tenaga kerja.

Jumlah tenaga kerja pada bulan Februari cenderung selalu meningkat dan kembali menurun pada Agustus. Hal tersebut

dapat terjadi karena berkaitan dengan musim tanam yang terjadi pada awal tahun dan adanya beberapa daerah yang

telah memasuki masa panen pada bulan tersebut. Struktur ekonomi Provinsi NTT yang mayoritas bertumpu pada sektor

Pertanian mendukung penyerapan tenaga kerja musiman yang tinggi pada bulan-bulan tersebut.

Berdasarkan klasifikasi status pekerjaan, pada bulan Agustus 2014, mayoritas pekerja di NTT merupakan tenaga kerja

informal sebanyak 78,9% sementara sisanya (21,1%) adalah pekerja formal. Dari pertumbuhan klasifikasi pekerja,

terlihat bahwa trend pertumbuhan pekerja formal selalu menurun pada bulan Februari dan meningkat pada bulan

Agustus, sementara trend pekerja informal berlaku sebaliknya. Dari klasifikasi pekerja formal, mayoritas merupakan

buruh/karyawan (92,9%), sementara dari pekerja informal mayoritas adalah pekerja tidak dibayar (36,67%). Tingginya

angka pekerja yang tidak dibayar menunjukkan rendahnya kualitas angkatan kerja. Untuk itu, peran pemerintah untuk

meningkatkan lapangan kerja dinilai menjadi hal mendesak untuk dilaksanakan.

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

275,05359,90 301,97

410,39 326,30 406,54

650,90588,99

652,75

556,59

649,10613,59

82,10 95,85 95,55 65,91

120,88 66,42

828,14 651,18

845,95

638,72

804,17

629,12

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus

2012 2013 2014

Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja bebas Pekerja Tak DibayarRibu

Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

25,67 33,21 33,10 32,37 30,99 32,56

389,43 398,24 370,39 400,52 404,77 426,00

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus

2012 2013 2014

Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan

Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal

Sumber : BPS Provinsi NTT

415 431 403 433 436 459

1.836 1.696 1.896

1.672 1.900

1.716

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

Feb Agust Feb Agust Feb Agust

2012 2013 2014

Formal Informal Formal InformalRibu

Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja

1.900

1.950

2.000

2.050

2.100

2.150

2.200

2.250

2.300

2.350

2.400

0150300450600750900

1.0501.2001.3501.5001.6501.8001.9502.1002.2502.4002.550

Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst2010 2011 2012 2013 2014

PERTANIAN JASA KEMASYARAKATAN PERDAGANGANINDUSTRI TRANSP,PERGUDANGAN &

KOMUNIKASILAIN - LAIN

Total

RibuRibu

Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN80 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 81

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total

35,79

6,45

10,04

26,16

6,3

11,87

24,21

6,728,59

25,46

7,89,16

18,23

6,02

8,93

13,7

6,358,74

10,73

6,938,76

26,86

8,01 8,72

18,22

8,1111,52

45,83

9,11 8,06 8,248,29

8,63

14,9

9,78 9,46 8,24 9,24

8,93

19,73

16,8 16,816,53

12,42

10,25

16,95

25,05

10,87

TW-I TW-II TW-III TW-IV

2012

TW-I TW-II TW-III TW-IV TW-I TW-II TW-III TW-IV

2013 2014

50

0

45

40

35

30

25

20

15

10

5

Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Sektor IBS NTT

Page 89:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

1.463.896 1.360.265 1.525.590 1.308.161 1.551.366 1.284.591 1.519.547 1.321.27467,30% 64,89% 67,77% 61,49% 67,46% 61,04% 65,04% 60,77%

27.415 23.627 29.485 29.756 21.634 23.052 29.823 19.0501,26% 1,13% 1,31% 1,40% 0,94% 1,10% 1,28% 0,88%

111.313 124.697 96.596 159.926 104.755 150.998 114.685 166.1945,12% 5,95% 4,29% 7,52% 4,56% 7,17% 4,91% 7,64%

2.860 2.420 2.712 2.177 4.819 3.734 6.840 5.0380,13% 0,12% 0,12% 0,10% 0,21% 0,18% 0,29% 0,23%

61.375 59.405 46.842 82.365 55.589 76.341 77.840 79.3172,82% 2,83% 2,08% 3,87% 2,42% 3,63% 3,33% 3,65%

147.282 147.439 153.882 158.218 183.842 165.532 198.998 177.5716,77% 7,03% 6,84% 7,44% 7,99% 7,87% 8,52% 8,17%

84.759 87.407 103.677 99.665 90.530 104.267 100.204 90.8153,90% 4,17% 4,61% 4,68% 3,94% 4,95% 4,29% 4,18%

11.511 20.810 26.935 19.162 25.001 22.371 18.697 23.5280,53% 0,99% 1,20% 0,90% 1,09% 1,06% 0,80% 1,08%

264.821 270.189 265.563 267.939 262.175 273.621 269.578 291.44112,17% 12,89% 11,80% 12,59% 11,40% 13,00% 11,54% 13,40%

2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%

TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI

KONSTRUKSI

PERTANIAN

PERTAMBANGAN

INDUSTRI

LISTRIK GAS dan AIR

JASA KEMASYARAKATAN

PERDAGANGAN

KEUANGAN

Sumber : BPS Provinsi NTT

KEGIATAN UTAMAFeb Agst

2012

Feb Agst

2013

Feb Agst

2014

Feb Agst

2011NO.

TOTAL

Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

5.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan SedangDari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan IV-2014, diketahui

bahwa terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS). Pada

Tw IV-2014, produktivitas tenaga kerja mencapai Rp 10,87 juta per orang atau meningkat dibandingkan

TW-III 2014 yang hanya sebesar Rp 8,63 juta/ tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-IV 2014 adalah

pada industri makanan yang mencapai Rp 14,9 juta/ tenaga kerja. Dari data historis, produktivitas tenaga

kerja sektor IBS di NTT sendiri mencapai angka tertinggi pada Tw-II 2014 yang mencapai Rp 25,05 juta/tenaga

kerja. Sektor industri makanan, menjadi pendorong pada periode tersebut dengan produktivitas mencapai

Rp 45,83 juta/tenaga kerja.

Jumlah tenaga kerja pada bulan Februari cenderung selalu meningkat dan kembali menurun pada Agustus. Hal tersebut

dapat terjadi karena berkaitan dengan musim tanam yang terjadi pada awal tahun dan adanya beberapa daerah yang

telah memasuki masa panen pada bulan tersebut. Struktur ekonomi Provinsi NTT yang mayoritas bertumpu pada sektor

Pertanian mendukung penyerapan tenaga kerja musiman yang tinggi pada bulan-bulan tersebut.

Berdasarkan klasifikasi status pekerjaan, pada bulan Agustus 2014, mayoritas pekerja di NTT merupakan tenaga kerja

informal sebanyak 78,9% sementara sisanya (21,1%) adalah pekerja formal. Dari pertumbuhan klasifikasi pekerja,

terlihat bahwa trend pertumbuhan pekerja formal selalu menurun pada bulan Februari dan meningkat pada bulan

Agustus, sementara trend pekerja informal berlaku sebaliknya. Dari klasifikasi pekerja formal, mayoritas merupakan

buruh/karyawan (92,9%), sementara dari pekerja informal mayoritas adalah pekerja tidak dibayar (36,67%). Tingginya

angka pekerja yang tidak dibayar menunjukkan rendahnya kualitas angkatan kerja. Untuk itu, peran pemerintah untuk

meningkatkan lapangan kerja dinilai menjadi hal mendesak untuk dilaksanakan.

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

275,05359,90 301,97

410,39 326,30 406,54

650,90588,99

652,75

556,59

649,10613,59

82,10 95,85 95,55 65,91

120,88 66,42

828,14 651,18

845,95

638,72

804,17

629,12

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus

2012 2013 2014

Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja bebas Pekerja Tak DibayarRibu

Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

25,67 33,21 33,10 32,37 30,99 32,56

389,43 398,24 370,39 400,52 404,77 426,00

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus

2012 2013 2014

Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan

Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal

Sumber : BPS Provinsi NTT

415 431 403 433 436 459

1.836 1.696 1.896

1.672 1.900

1.716

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

Feb Agust Feb Agust Feb Agust

2012 2013 2014

Formal Informal Formal InformalRibu

Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja

1.900

1.950

2.000

2.050

2.100

2.150

2.200

2.250

2.300

2.350

2.400

0150300450600750900

1.0501.2001.3501.5001.6501.8001.9502.1002.2502.4002.550

Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst2010 2011 2012 2013 2014

PERTANIAN JASA KEMASYARAKATAN PERDAGANGANINDUSTRI TRANSP,PERGUDANGAN &

KOMUNIKASILAIN - LAIN

Total

RibuRibu

Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN80 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 81

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total

35,79

6,45

10,04

26,16

6,3

11,87

24,21

6,728,59

25,46

7,89,16

18,23

6,02

8,93

13,7

6,358,74

10,73

6,938,76

26,86

8,01 8,72

18,22

8,1111,52

45,83

9,11 8,06 8,248,29

8,63

14,9

9,78 9,46 8,24 9,24

8,93

19,73

16,8 16,816,53

12,42

10,25

16,95

25,05

10,87

TW-I TW-II TW-III TW-IV

2012

TW-I TW-II TW-III TW-IV TW-I TW-II TW-III TW-IV

2013 2014

50

0

45

40

35

30

25

20

15

10

5

Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Sektor IBS NTT

Page 90:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN82

5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada

triwulan IV 2014. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada Tw IV-2014 menunjukkan angka 21,66%

meningkat dari TW III-2014 yang sebesar 2,76%. Angka ini menunjukkan adanya perbaikan dalam

penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT. Berdasarkan sektor ekonomi, sektor

pertanian mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja paling besar diikuti oleh sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran. Sementara sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan pada periode

laporan. Untuk triwulan I tahun 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja juga akan mengalami

peningkatan. Hal ini terlihat dari SBT yang meningkat menjadi 31,53%.

Pertanian -2,73 -0,67 1,45 2,72 -1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 6,38Pertambangan

Industri Pengolahan - - - 0,35 0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00 0,00

Listrik, Gas dan Air Bersih - 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00Bangunan (3,23) 2,85 1,52 (0,51) - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00 0,00Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,48 3,46 2,34 2,08 0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47 4,24Pengangkutan dan Komunikasi - 2,85 2,85 6,37 3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01 1,75Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan 0,76 4,31 2,39 1,30 0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 0,55Jasa-jasa - 0,39 - 0,44 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15 18,61

TOTAL SELURUH SEKTOR (3,73) 13,72 10,55 13,29 4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66 31,53

2015I II III IV I*

2012 2013 20142011Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV

Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT

Sumber : SKDU Triwulan IV

Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan NTT

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2011 2012 2013 2014 2015

inde

ks

*Perkiraan

Indeks Ekspektasi Jumlah Kary.

Indeks Jumlah Kary.

% SBT

Sumber : SKDU Triwulan IV

BAB VI

OutlookPertumbuhan Ekonomi Dan

Inflasi Di Daerah

Page 91:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN82

5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada

triwulan IV 2014. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada Tw IV-2014 menunjukkan angka 21,66%

meningkat dari TW III-2014 yang sebesar 2,76%. Angka ini menunjukkan adanya perbaikan dalam

penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT. Berdasarkan sektor ekonomi, sektor

pertanian mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja paling besar diikuti oleh sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran. Sementara sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan pada periode

laporan. Untuk triwulan I tahun 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja juga akan mengalami

peningkatan. Hal ini terlihat dari SBT yang meningkat menjadi 31,53%.

Pertanian -2,73 -0,67 1,45 2,72 -1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 6,38Pertambangan

Industri Pengolahan - - - 0,35 0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00 0,00

Listrik, Gas dan Air Bersih - 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00Bangunan (3,23) 2,85 1,52 (0,51) - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00 0,00Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,48 3,46 2,34 2,08 0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47 4,24Pengangkutan dan Komunikasi - 2,85 2,85 6,37 3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01 1,75Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan 0,76 4,31 2,39 1,30 0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 0,55Jasa-jasa - 0,39 - 0,44 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15 18,61

TOTAL SELURUH SEKTOR (3,73) 13,72 10,55 13,29 4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66 31,53

2015I II III IV I*

2012 2013 20142011Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV

Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT

Sumber : SKDU Triwulan IV

Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan NTT

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2011 2012 2013 2014 2015

inde

ks

*Perkiraan

Indeks Ekspektasi Jumlah Kary.

Indeks Jumlah Kary.

% SBT

Sumber : SKDU Triwulan IV

BAB VI

OutlookPertumbuhan Ekonomi Dan

Inflasi Di Daerah

Page 92:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perlambatan kinerja konsumsi dan kinerja sektor utama pada awal tahun menjadi

penghambat pertumbuhan ekonomi NTT.

Outlook Pertumbuhan Ekonomidan Inflasi Daerah

Laju perekonomian NTT pada triwulan I-2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring

melambatnya kinerja berbagai sektor utama, seperti Administrasi Pemerintahan serta

Perdagangan Besar dan Eceran.

Tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan menurun seiring kebijakan

penurunan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah.

6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan

sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan

bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang

4,45%-4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada

rentang 5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih

rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).

Dari sisi sektoral, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan diperkirakan mengalami sedikit peningkatan

seiring dengan sudah adanya beberapa daerah yang melakukan panen. Namun perlambatan diperkirakan terjadi pada

sektor lainnya, termasuk sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta Perdagangan

Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Perlambatan diperkirakan terjadi karena masih belum

maksimalnya realisasi anggaran pemerintah diawal tahun serta menurunnya aktivitas masyarakat paska perayaan natal

dan tahun baru.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 85

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah

PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)

Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq)

3,86%

5,63%

0,19%

-4,79%

4,84%

4,57%

-9,05%

2,78%

0,27%

9,92%

5,14%

-6,56%

4,13%6,29%

-1,38%

-4,96%

-10,00%

-5,00%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

4,40%

4,50%

4,60%

4,70%

4,80%

4,90%

5,00%

5,10%

5,20%

II 2014 III 2014 IV 2014 I-2015

5,03%

5,15%

4,65%

4,96%

Page 93:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Perlambatan kinerja konsumsi dan kinerja sektor utama pada awal tahun menjadi

penghambat pertumbuhan ekonomi NTT.

Outlook Pertumbuhan Ekonomidan Inflasi Daerah

Laju perekonomian NTT pada triwulan I-2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring

melambatnya kinerja berbagai sektor utama, seperti Administrasi Pemerintahan serta

Perdagangan Besar dan Eceran.

Tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan menurun seiring kebijakan

penurunan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah.

6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan

sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan

bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang

4,45%-4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada

rentang 5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih

rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).

Dari sisi sektoral, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan diperkirakan mengalami sedikit peningkatan

seiring dengan sudah adanya beberapa daerah yang melakukan panen. Namun perlambatan diperkirakan terjadi pada

sektor lainnya, termasuk sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta Perdagangan

Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Perlambatan diperkirakan terjadi karena masih belum

maksimalnya realisasi anggaran pemerintah diawal tahun serta menurunnya aktivitas masyarakat paska perayaan natal

dan tahun baru.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 85

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah

PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)

Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq)

3,86%

5,63%

0,19%

-4,79%

4,84%

4,57%

-9,05%

2,78%

0,27%

9,92%

5,14%

-6,56%

4,13%6,29%

-1,38%

-4,96%

-10,00%

-5,00%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

4,40%

4,50%

4,60%

4,70%

4,80%

4,90%

5,00%

5,10%

5,20%

II 2014 III 2014 IV 2014 I-2015

5,03%

5,15%

4,65%

4,96%

Page 94:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 87

Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan melambat yang diikuti turunnya ekspektasi pelaku usaha pada awal

tahun. Sementara kinerja investasi diperkirakan melambat pula seiring realisasi investasi pemerintah yang cenderung

belum terjadi di awal tahun. Begitu pula kinerja net ekspor yang diperkirakan masih dalam trend perlambatan karena

masih terbatasnya komoditas domestik yang dihasilkan.

6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan membaik seiring dengan beberapa daerah yang

mulai memasuki musim panen.Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan

akan mengalami perbaikan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi

diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku

dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.

Proses administrasi dan perencanaan keuangan di awal tahun menjadi penyebab melambatnya kinerja sektor

Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Proses perencanaan anggaran dan administrasi dalam

kegiatan pengadaan barang dan jasa membuat kinerja sektor administrasi pemerintah diperkirakan melambat di awal

tahun. Realisasi anggaran dana desa yang direncanakan baru akan dilakukan pada triwulan II juga diperkirakan akan

menjadi penyebab perlambatan.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan melambat. Telah

lewatnya momen Natal dan Tahun Baru diperkirakan akan mengurangi kegiatan belanja masyarakat. Selain itu, belum

adanya momen-momen perayaan hari besar (kecuali imlek) di awal tahun membuat kinerja sektor Perdagangan Besar

dan Eceran akan melambat.

6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan

melambat sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya. Hasil survei BPS juga

menunjukkan adanya penurunan indeks pembelian barang tahan lama dibandingkan triwulan sebelumnya yang

menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsinya.

Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami perlambatan. Berdasarkan pola

historisnya, kinerja investasi di triwulan I diperkirakan akan melambat. Hal ini terutama terkait dengan masih rendahnya

realisasi investasi pemerintah dan menurunnya kegiatan proyek-proyek swasta di awal tahun.

Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan I 2015 diperkirakan akan melambat. Hal ini

disebabkan oleh masih rendahnya pengiriman produk ternak terutama sapi di awal tahun, peningkatan pengiriman

baru akan terjadi mendekati momen hari raya terutama idul fitri. Namun perlambatan diperkirakan akan terjadi pula

pada komoditas impor seiring menurunnya aktivitas masyarakat. Sementara kinerja ekspor luar negeri juga diperkirakan

melambat. Hal ini dikarenakan produk ekspor NTT seperti perikanan yang terbatas akibat cuaca buruk dan gelombang

tinggi yang biasa terjadi di awal tahun.

6.2. INFLASIPada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di

triwulan I 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan

bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun

yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Pelambatan inflasi terlihat dari rendahnya inflasi

NTT di bulan Januari 2015 yang mencapai 0,61%, relatif kecil dibanding rata-rata inflasi bulan Januari dalam 5 tahun

terakhir yang sebesar 1,39%. Penurunan tersebut diperkirakan mengurangi tekanan inflasi dari komoditas angkutan

dalam kota dan bensin yang menjadi pendorong tingginya inflasi di akhir tahun 2014.

Komoditas bahan makanan diperkirakan mendominasi andil tertinggi terhadap laju inflasi NTT triwulan I-

2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 3 tahun terakhir (2012-2014), tingginya inflasi Kota Kupang

terutama berasal dari komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Sementara Kota Maumere, andil terbesar

sebagian besar berasal dari kelompok beras dan sayur-sayuran.

Gelombang tinggi dan cuaca yang kurang mendukung diperkirakan akan mengurangi produksi komoditas

perikanan, sementara panen yang telah terjadi di beberapa tempat diperkirakan akan mengurangi tekanan

inflasi Volatile Foods.

Secara historis, pada awal tahun masih terjadi gelombang tinggi di daerah-daerah di dalam Provinsi NTT. Kondisi ini akan

mendorong penurunan produksi perikanan yang mendorong harga komoditas ikan. Selain itu, pengiriman komoditas

antar pulau akan sedikit terganggu dan tentunya mendorong peningkatan harga di masyarakat. Namun, adanya panen

di beberapa tempat diharapkan dapat menahan inflasi tidak terlalu tinggi.

-5

0

5

10

15

20

25

0

10

20

30

40

I II III IV I II III IV I*

2013 2014 2015TotalPertambanganListrik, Gas dan Air BersihPerdagangan, Hotel dan RestoranKeuangan, Persewaan, JK

PertanianIndustri PengolahanBangunanPengangkutan dan KomunikasiJasa-jasa

Indeks

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-40

-20

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I*

2013 2014 2015

Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Indeks

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha

Sumber : SKDU (diolah)

Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

ITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV 1*

Indeks

2012 2013 2014 2015

Sumber : SKDU (diolah)

Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha

49,25

40,75

51,65

31,73

12,08

27,11

36,42

19,97

3,86%

5,63%

0,19%

-4,79%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

0102030405060708090

100

II III IV I*

2014 2015

PDRB (qtq) SKDU (Kegiatan Usaha) SKDU (Harga Jual)

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH86

Page 95:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 87

Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan melambat yang diikuti turunnya ekspektasi pelaku usaha pada awal

tahun. Sementara kinerja investasi diperkirakan melambat pula seiring realisasi investasi pemerintah yang cenderung

belum terjadi di awal tahun. Begitu pula kinerja net ekspor yang diperkirakan masih dalam trend perlambatan karena

masih terbatasnya komoditas domestik yang dihasilkan.

6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan membaik seiring dengan beberapa daerah yang

mulai memasuki musim panen.Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan

akan mengalami perbaikan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi

diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku

dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.

Proses administrasi dan perencanaan keuangan di awal tahun menjadi penyebab melambatnya kinerja sektor

Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Proses perencanaan anggaran dan administrasi dalam

kegiatan pengadaan barang dan jasa membuat kinerja sektor administrasi pemerintah diperkirakan melambat di awal

tahun. Realisasi anggaran dana desa yang direncanakan baru akan dilakukan pada triwulan II juga diperkirakan akan

menjadi penyebab perlambatan.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan melambat. Telah

lewatnya momen Natal dan Tahun Baru diperkirakan akan mengurangi kegiatan belanja masyarakat. Selain itu, belum

adanya momen-momen perayaan hari besar (kecuali imlek) di awal tahun membuat kinerja sektor Perdagangan Besar

dan Eceran akan melambat.

6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan

melambat sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya. Hasil survei BPS juga

menunjukkan adanya penurunan indeks pembelian barang tahan lama dibandingkan triwulan sebelumnya yang

menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsinya.

Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami perlambatan. Berdasarkan pola

historisnya, kinerja investasi di triwulan I diperkirakan akan melambat. Hal ini terutama terkait dengan masih rendahnya

realisasi investasi pemerintah dan menurunnya kegiatan proyek-proyek swasta di awal tahun.

Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan I 2015 diperkirakan akan melambat. Hal ini

disebabkan oleh masih rendahnya pengiriman produk ternak terutama sapi di awal tahun, peningkatan pengiriman

baru akan terjadi mendekati momen hari raya terutama idul fitri. Namun perlambatan diperkirakan akan terjadi pula

pada komoditas impor seiring menurunnya aktivitas masyarakat. Sementara kinerja ekspor luar negeri juga diperkirakan

melambat. Hal ini dikarenakan produk ekspor NTT seperti perikanan yang terbatas akibat cuaca buruk dan gelombang

tinggi yang biasa terjadi di awal tahun.

6.2. INFLASIPada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di

triwulan I 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan

bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun

yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Pelambatan inflasi terlihat dari rendahnya inflasi

NTT di bulan Januari 2015 yang mencapai 0,61%, relatif kecil dibanding rata-rata inflasi bulan Januari dalam 5 tahun

terakhir yang sebesar 1,39%. Penurunan tersebut diperkirakan mengurangi tekanan inflasi dari komoditas angkutan

dalam kota dan bensin yang menjadi pendorong tingginya inflasi di akhir tahun 2014.

Komoditas bahan makanan diperkirakan mendominasi andil tertinggi terhadap laju inflasi NTT triwulan I-

2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 3 tahun terakhir (2012-2014), tingginya inflasi Kota Kupang

terutama berasal dari komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Sementara Kota Maumere, andil terbesar

sebagian besar berasal dari kelompok beras dan sayur-sayuran.

Gelombang tinggi dan cuaca yang kurang mendukung diperkirakan akan mengurangi produksi komoditas

perikanan, sementara panen yang telah terjadi di beberapa tempat diperkirakan akan mengurangi tekanan

inflasi Volatile Foods.

Secara historis, pada awal tahun masih terjadi gelombang tinggi di daerah-daerah di dalam Provinsi NTT. Kondisi ini akan

mendorong penurunan produksi perikanan yang mendorong harga komoditas ikan. Selain itu, pengiriman komoditas

antar pulau akan sedikit terganggu dan tentunya mendorong peningkatan harga di masyarakat. Namun, adanya panen

di beberapa tempat diharapkan dapat menahan inflasi tidak terlalu tinggi.

-5

0

5

10

15

20

25

0

10

20

30

40

I II III IV I II III IV I*

2013 2014 2015TotalPertambanganListrik, Gas dan Air BersihPerdagangan, Hotel dan RestoranKeuangan, Persewaan, JK

PertanianIndustri PengolahanBangunanPengangkutan dan KomunikasiJasa-jasa

Indeks

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-40

-20

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I*

2013 2014 2015

Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Indeks

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha

Sumber : SKDU (diolah)

Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

ITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV 1*

Indeks

2012 2013 2014 2015

Sumber : SKDU (diolah)

Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha

49,25

40,75

51,65

31,73

12,08

27,11

36,42

19,97

3,86%

5,63%

0,19%

-4,79%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

0102030405060708090

100

II III IV I*

2014 2015

PDRB (qtq) SKDU (Kegiatan Usaha) SKDU (Harga Jual)

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH86

Page 96:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM diperkirakan akan menekan inflasi administered

prices ke level lebih rendah. Penurunan harga BBM bersubsidi di awal tahun diperkirakan menjadi pendorong

turunnya harga komoditas lainnya. Selain itu, tindak lanjut dari Pemerintah Daerah untuk menetapkan harga angkutan

darat dan laut diperkirakan akan membantu penurunan inflasi. Tekanan inflasi, terutama dari kebijakan pemerintah

untuk menetapkan harga tiket pesawat minimal 40% dari batas atas yang akan mendorong berkurangnya program

promo tiket dari maskapai.

Inflasi inti (core) cenderung menurun. Berakhirnya momen akhir tahun diperkirakan akan mendorong penurunan

aktivitas belanja masyarakat. Penurunan tersebut akan mendorong harga-harga barang baik sandang, rekreasi dan

makanan jadi cenderung menurun selain juga dampak turunan dari penyesuaian harga BBM bersubsidi. Selain itu

rencana penurunan tarif dasar listrik diperkirakan sedikit menahan inflasi.

Dari sisi konsumen, ekspektasi inflasi diperkirakan menurun. Hasil Survei Konsumen terhadap perkembangan

Harga 3 Bulan yang Akan datang menunjukkan penurunan indeks yakni dari 181 menjadi 176. Penurunan tersebut,

didorong oleh keyakinan konsumen akan adanya penurunan harga sebagai dampak penurunan harga BBM bersubsidi.

6.3. PROSPEK PERKEMBANGAN EKONOMI NTT TAHUN 20156.3.1 Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan tumbuh lebih lebih tinggi dibandingkan 2014.

Pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy). Dari sisi penggunaan, kenaikan Upah

Minimum Provinsi sebesar 8,7% diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain,

investasi diperkirakan akan meningkat seiring rencana pembangunan beberapa proyek tahun 2015, diantaranya

pembangunan Waduk Rotiklot di Belu, perbaikan infrastruktur jalan, dan pengembangan Pelabuhan Tenau. Dari sisi

sektoral, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan akan meningkat seiring adanya kerja sama dengan

berbagai daerah, diantaranya 1) kerjasama sapi dengan Provinsi DKI Jakarta, 2) kerjasama perikanan dengan Provinsi

Jawa Tengah. Selain itu rencana pengembangan 5 juta hektar termasuk di provinsi NTT oleh Kementerian Pertanian

diharapkan dapat mendorong produksi komoditas pertanian di NTT.

150

160

170

180

190

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

2011 2012 2013

Ekspektasi Konsumen

Sumber : BPS dan Proyeksi BI

Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT

Inflasi NTT (%-yoy)

Sumber : SK diolah

Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang

Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH88

6.3.2 Perkembangan InflasiInflasi di NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai 4,16%±1% (yoy). Angka ini jauh dibawa inflasi tahun 2014

sebesar 7,76% (yoy) dan masih dalam kisaran target inflasi nasional Bank Indonesia sebesar 4%±1% (yoy). Penurunan

inflasi diperkirakan terutama didorong oleh kebijakan administered prices yaitu penurunan harga BBM bersubsidi.

Inflasi tahun 2015 sendiri diperkirakan akan didorong oleh kelompok volatile foods, terutama padi-padian, bumbu-

bumbuan dan sayur-sayuran di akhir tahun.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi upaya pencapaian inflasi di tahun 2015 adalah kebijakan pemerintah

dalam bidang energi dan fluktuasi harga minyak dunia yang dapat berubah sewaktu-waktu, serta ketersediaan pasokan

bahan makanan yang dapat menahan laju inflasi. Oleh karena itu, peran TPID dalam rangka pengendalian inflasi

diharapkan dapat dioptimalkan guna pencapaian inflasi yang rendah.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 89

Page 97:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM diperkirakan akan menekan inflasi administered

prices ke level lebih rendah. Penurunan harga BBM bersubsidi di awal tahun diperkirakan menjadi pendorong

turunnya harga komoditas lainnya. Selain itu, tindak lanjut dari Pemerintah Daerah untuk menetapkan harga angkutan

darat dan laut diperkirakan akan membantu penurunan inflasi. Tekanan inflasi, terutama dari kebijakan pemerintah

untuk menetapkan harga tiket pesawat minimal 40% dari batas atas yang akan mendorong berkurangnya program

promo tiket dari maskapai.

Inflasi inti (core) cenderung menurun. Berakhirnya momen akhir tahun diperkirakan akan mendorong penurunan

aktivitas belanja masyarakat. Penurunan tersebut akan mendorong harga-harga barang baik sandang, rekreasi dan

makanan jadi cenderung menurun selain juga dampak turunan dari penyesuaian harga BBM bersubsidi. Selain itu

rencana penurunan tarif dasar listrik diperkirakan sedikit menahan inflasi.

Dari sisi konsumen, ekspektasi inflasi diperkirakan menurun. Hasil Survei Konsumen terhadap perkembangan

Harga 3 Bulan yang Akan datang menunjukkan penurunan indeks yakni dari 181 menjadi 176. Penurunan tersebut,

didorong oleh keyakinan konsumen akan adanya penurunan harga sebagai dampak penurunan harga BBM bersubsidi.

6.3. PROSPEK PERKEMBANGAN EKONOMI NTT TAHUN 20156.3.1 Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan tumbuh lebih lebih tinggi dibandingkan 2014.

Pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy). Dari sisi penggunaan, kenaikan Upah

Minimum Provinsi sebesar 8,7% diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain,

investasi diperkirakan akan meningkat seiring rencana pembangunan beberapa proyek tahun 2015, diantaranya

pembangunan Waduk Rotiklot di Belu, perbaikan infrastruktur jalan, dan pengembangan Pelabuhan Tenau. Dari sisi

sektoral, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan akan meningkat seiring adanya kerja sama dengan

berbagai daerah, diantaranya 1) kerjasama sapi dengan Provinsi DKI Jakarta, 2) kerjasama perikanan dengan Provinsi

Jawa Tengah. Selain itu rencana pengembangan 5 juta hektar termasuk di provinsi NTT oleh Kementerian Pertanian

diharapkan dapat mendorong produksi komoditas pertanian di NTT.

150

160

170

180

190

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

2011 2012 2013

Ekspektasi Konsumen

Sumber : BPS dan Proyeksi BI

Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT

Inflasi NTT (%-yoy)

Sumber : SK diolah

Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang

Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH88

6.3.2 Perkembangan InflasiInflasi di NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai 4,16%±1% (yoy). Angka ini jauh dibawa inflasi tahun 2014

sebesar 7,76% (yoy) dan masih dalam kisaran target inflasi nasional Bank Indonesia sebesar 4%±1% (yoy). Penurunan

inflasi diperkirakan terutama didorong oleh kebijakan administered prices yaitu penurunan harga BBM bersubsidi.

Inflasi tahun 2015 sendiri diperkirakan akan didorong oleh kelompok volatile foods, terutama padi-padian, bumbu-

bumbuan dan sayur-sayuran di akhir tahun.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi upaya pencapaian inflasi di tahun 2015 adalah kebijakan pemerintah

dalam bidang energi dan fluktuasi harga minyak dunia yang dapat berubah sewaktu-waktu, serta ketersediaan pasokan

bahan makanan yang dapat menahan laju inflasi. Oleh karena itu, peran TPID dalam rangka pengendalian inflasi

diharapkan dapat dioptimalkan guna pencapaian inflasi yang rendah.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 89

Page 98:  · Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi kemaritiman yang

besar. Wilayah NTT memiliki garis pantai ± 5.700 Km dan luas perairan mencapai 15.141.773,10 Ha. Dengan wilayah laut

yang luas, Provinsi NTT berpotensi mengembangkan tiga potensi kelautan yaitu perikanan tangkap, perikanan budidaya dan

industri kelautan lainnya. Berdasarkan potensi yang dimiliki, setidaknya terdapat 3 potensi utama kemaritiman di NTT antara

lain perikanan tangkap, rumput laut dan industri garam. Ketiga sumber daya tersebut berpotensi menghasilkan pendapatan

hingga lebih dari 6 triliun rupiah.

Potensi perikanan tangkap di Provinsi NTT saat ini sebesar 365.000 ton/tahun dan baru 39% yang dimanfaatkan.

Pengembangan perikanan tangkap saat ini terkendala oleh kelengkapan sarana dan prasarana penangkapan ikan. Sebagian

besar kapal yang dimiliki saat ini hanya bertonase 3-5 GT, sehingga tidak bisa melaut dalam jarak yang jauh dan dalam cuaca

yang kurang bersahabat. Peralatan tangkap yang relatif sederhana juga membuat hasil tangkapan tidak optimal. Budaya

nelayan kita juga lebih fokus pada pencari kehidupan, bukan pengumpul kekayaan, sehingga apabila mendapatkan ikan

dalam jumlah banyak, nelayan akan puas dan kembali melaut ketika memerlukan biaya hidup.

Potensi Budidaya Rumput laut per tahun mencapai 250 ribu ton dengan potensi pendapatan mencapai lebih dari 2,5 triliun

rupiah. Daerah yang berpotensi untuk budidaya yaitu: Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores

Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.

Potensi sumber daya garam juga sangat potensial dikembangkan di wilayah provinsi NTT. Dengan kondisi musim kemarau

hingga 8 bulan dalam waktu satu tahun, menjadikan NTT sebagai daerah dengan paparan panas terlama dalam satu tahun di

Indonesia. Hal ini sangat cocok dengan karakteristik usaha garam yang membutuhkan panas tinggi dalam waktu lama untuk

pembentukan Kristal garam. Walaupun secara ekonomi tidak bernilai tinggi, namun cukup strategis seiring dengan defisit

kebutuhan garam nasional yang cukup besar. Dalam upaya swasembada garam, telah dicanangkan pelaksanaan

Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Dengan program ini, akan diberdayakan 119 Kelompok Usaha Garam Rakyat

(KUGAR) dengan jumlah anggota 939 petambak garam. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, melalui pelaksanaan

PUGAR menargetkan peningkatan produktivitas lahan garam dari 60 Ton/Ha.

Saat ini terdapat 2 perusahaan yang serius berencana membangun industri garam di NTT. Adapun rencana investasi kedua

perusahaan tersebut mencapai lebih kurang 1,2 triliun dengan total luas lahan mencapai lebih dari 2.500 ha. Untuk

merealisasikan investasi tersebut, maka kesungguhan pemerintah daerah dalam mendukung investasi terutama terkait

pembebasan lahan akan sangat diperlukan.

POTENSI KEMARITIMAN DI NTT

Tabel 1. Potensi Sumber Daya Laut Provinsi NTT

Potensi Kemaritiman Produksi/Th

Ikan Tangkap

Rumput Laut

Industri Garam

365.000 Ton/th

250.000 Ton/th

1.200.000 Ton/th

3,6 trilyun/th

2,5 triliyun/th

600 milyar/th

Nilai (Rp)

1.

2.

3

No.

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH90