repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ......

52

Transcript of repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ......

Page 1: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main
Page 2: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

2

Page 3: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

3

Page 4: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

4

Page 5: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

5

Page 6: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

6

Page 7: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

7

Page 8: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

8

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Identitas Dan Pengesahan Laporan Akhir Hasil Penelitian

Hibah Bersaing ...........................………………........................... 2

Ringkasan …………………………………………………………....……….............. 3

Sumary ..... ........................................................................ 4

Prakata………………………………………......................…………………….…… 5

Daftar Isi…………………………...…………………………………..................….. 7

Daftar Tabel......................................................................... 8

Daftar Gambar .................................................................... 9

Bab I PENDAHULUAN………………….....................…………………………. 10

Bab II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.............................. 12

2.1. Tujuan................................................................. 12

2.2. Manfaat Penelitian................................................. 12

Bab III TINJAUAN PUSTAKA.............…………………………………………... 17

3.1. Interaksionalisme simbolik......………………………………..… 17

3.1.2. Pembelajaran berbasis two way communication……. 20

3.1.3. Kerangka berpikir ke arah pengembangan model.... 21

Bab IV METODOLOGI PENELITIAN…………….………………………………….. 22

Bab V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….….............… 24

5.1. Hasil…............…………………………………………………………..... 24

5.2 Pembahasan………………….…………………………………............. 28

Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………................…… 43

6.1. Kesimpulan………………………………………….................……… 43

6.2. Saran……………………………………………………………….............. 43

Bab VII RENCANA PENELITIAN TAHAP SELANJUTNYA.................. 44

7.1. Tujuan Khusus....................................................... 44

7.2. Metode.................................................................. 44

7.3. Jadwal Kerja........................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....................… 47

LAMPIRAN….........………………………..……………..............……………....... 49

Page 9: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

9

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan Sekolah Formal dan Proses Belajar

Komunitas Samin........................................................ 40

Tabel 2. Rencana Pola Pembelajaran Komunitas Samin dengan

Model Komunikasi Dua Arah.......................................... 41

Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan...................................................... 47

Page 10: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

10

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. posisi tempat duduk dimana pemimpin menjadi sentral

(diujung)............................................................... 24

Gambar 2. Upacara perkawinan dalam kehidupan komunitas Samin,

dimana pemimpin menjadi sentral dalam upacara ini...... 25

Gambar 3. Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin............ 27

Page 11: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

11

BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan satu hal yang sangat urgen dalam kehidupan

manusia dewasa ini. Ditengah perkembangan teknologi yang sangat pesat serta

dalam era globalisasi pada saat ini, pendidikan menjadi satu keharusan dalam kehidun setiap orang. Tanpa pendidikan seorang individu akan tertinggal dan

tergilas oleh kemajuan jaman. Akibat yang sangat fatal adalah individu itu tidak

dapat survive dalam persaingan yang sangat ketat pada saat ini.

Tetapi sayangnya, pendidikan dan proses pembelajaran ini tidak dirasakan

dan tidak dilakukan oleh semua masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat

dan tidak semua komunitas mengenyam bangku pendidikan secara formal. Salah

satu komunitas yang tidak mengijinkan anggota komunitasnya mengenyam bangku pendidikan secara formal adalah komunitas Samin yang ada di Sukolilo,

Pati. Ketakutan adanya pengaruh negatif dari masyarakat luar terhadap

komunitas ini merupakan satu alasan mengapa komunitas ini tidak diijinkan

mengikuti pendidikan secara formal. ’Yen wis pinter lak yo mengko kanggo

minteri wong’ (Kalau sudah pintar nanti pasti digunakan untuk membodohi

orang). Demikian alasan yang digunakan mengapa mereka tidak tidak menyekolahkan anak-anaknya sekolah di sekolah formal.

Karena alasan ini, maka anak-anak komunitas Samin yang berusia sekolah

akhirnya tidak disekolahkan di sekolah formal seperti anak-anak usia sekolah

pada umumnya. Jam-jam efektif yang seharusnya mereka gunakan untuk

menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk

bermain-main dengan saudara-saudaranya untuk anak-anak yang usianya sekitar 5 – 10 tahun. Sedangkan untuk anak-anak yang usianya sekitar 11 – 15 tahun,

waktu-waktu efektif untuk sekolah itu digunakan untuk membantu orang tua

disawah atau didapur. Sikap Masyarakat Samin ini merupakan manifestasi dari

falsafah hidup mereka. Berawal dari sikap pemberontakan terhadap penjajahan

Belanda di Indonesia pada tahun 1890 yang dipimpin oleh Samin Surosentiko,

pada perkembangannya gerakan ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang

berlandaskan pada agama Adam. Ajaran agama Adam menjadi falsafah hidup dan dasar untuk bertindak serta bertingkah laku dalam kehidupan mereka sehari-

hari. Pada perkembangannya, komunitas Samin menunjukkan sikap yang

eksklusif dan menutup diri karena penolakan pemerintah dan masyarakat

terhadap keberadaan dan kepercayaan mereka. Sikap eksklusif ini ditunjukkan

dengan penolakan terhadap institusi pernikahan yang dilakukan pemerintah serta

menolak menyekolahkan anaknya dalam pendidikan formal. Alasannya, supaya anak-anak dan keturunan mereka tidak terpengaruh oleh ajaran dan kepercayaan

masyarakat dari luar komunitas Samin.

Pengetahuan dan informasi mereka dapatkan dari pemimpin yang mereka

anggap sebagai ’opinion leader’ terhadap setiap pesan yang masuk dalam

kehidupan mereka. Pemimpin menjadi orang yang paling penting terhadap setiap

pesan dan informasi. Akibatnya, ’transfer of knowledge’ serta proses

Page 12: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

12

pembelajaran terjadi melalui pemimpin bukan melalui pendidikan formal. Pola

komunikasi yang terbentuk dalam komunitas ini adalah Pola komunikasi

tersentral yang menjadikan pemimpin sebagai pusat dan sumber informasi yang

paling penting.1 Tetapi di sisi yang lain, televisi sebagai satu media yang paling

penting dalam era globalisasi ini, ternyata mampu menembus benteng kehidupan masyarakat Samin dan membawa pengaruh dalam kehidupan mereka.2

Fenomena ini menjadi satu fenomena yang cukup unik. Di satu sisi mereka tidak

mau menyekolahkan anaknya karena takut terpengaruh oleh masyarakat luar,

tetapi disisi yang lain informasi dari televisi tidak mereka tolak. Yang menjadi

pertanyaan, ’bagaimana model pembelajaran yang paling tepat untuk kehidupan

komunitas Samin?’

Kondisi inilah yang menjadi keprihatinan tersendiri. Di tengah persaingan kehidupan yang sangat ketat pada saat ini serta dalam era globalisasi dimana

persaingan bukan lagi dalam taraf lokal, generasi muda Samin yang tidak dibekali

dengan pendidikan yang cukup menjadi satu keprihatinan yang perlu diberi

perhatian secara khusus. Berdasarkan pemikiran inilah maka penelitian dengan

judul ”Pemetaan Model Pembelajaran Berbasis ’Two Way Communication’

Dalam Kehidupan Komunitas Samin” ini dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

peneliti. Penelitian pertama dengan judul ’Pola komunikasi komunitas Samin’

serta penelitian yang kedua dengan judul ’Pengaruh terpaan televisi terhadap

pola komunikasi komunitas Samin’. Permasalahan inilah yang diangkat dalam

penelitian Hibah Bersaing pada saat ini dengan :

1. Subjek Penelitian : Komunikasi

2. Lokasi Penelitian : Desa Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah

3. Hasil yang ditargetkan :

a. Deskripsi pola transfer of knowledge melalui pola komunikasi dan

transfer informasi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Samin.

b. Diskripsikan potensi yang dimiliki oleh komunitas Samin, kemudian

memetakan model pembelajaran dalam komunitas Samin.

c. Tersusunnya model pembelajaran berbasis ’two way communication’ yang efektif untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan

komunitas Samin.

d. Buku acuan (panduan) pembelajaran berbasis ’two way communication’

sebagai petunjuk bagi pengajar dalam merancang, melaksanakan, dan

mengevaluasi proses pembelajaran komunikasi.

e. Deskripsi tentang keefektifan dan feasibilitas model pembelajaran berbasis ’two way communication’ dalam mengembangkan

pengetahuan dan wawasan komunitas Samin.

1 Rini Darmastuti. 2005. Pola komunikasi sosial masyarakat Samin. Tesis. Surakarta: Program Pasca Sarjana, UNS 2 Rini Darmastuti. Pengaruh terpaan televisi dalam kehidupan komunitas Samin. Kritis: Jurnal Studi Pembangunan

Interdisipliner Vol. XVIII, No. 3, Desember-Maret 2007. Penelitian ini dibiayai oleh Dikti pada tahun 2006 melalui

penelitian Dosen Muda.

Page 13: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

13

f. Verifikasi dan revisi model pembelajaran berbasis ’two way

communication’.

Page 14: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

14

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

2.1. Tujuan Penelitian

Tujuan khusus dari program penelitian ini adalah untuk;

1. Mendeskripsi pola transfer of knowledge melalui pola komunikasi dan transfer informasi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Samin.

2. Mendeskripsikan potensi yang dimiliki oleh komunitas Samin, kemudian

memetakan model pembelajaran dalam komunitas Samin.

3. Menyusun dan mengembangkan model pembelajaran berbasis ’two way

communication’ yang efektif untuk mengembangkan pengetahuan dan

wawasan komunitas Samin.

4. Menyusun buku acuan (panduan) pembelajaran berbasis ’two way communication’ sebagai petunjuk bagi pengajar dalam merancang,

melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran komunikasi.

5. Mendeskripsi keefektifan dan feasibilitas model pembelajaran berbasis ’two

way communication’ dalam mengembangkan pengetahuan dan wawasan

komunitas Samin.

6. Mem-verifikasi dan revisi model pembelajaran berbasis ’two way communication’.

2.2. Manfaat Penelitian

a. Pentingnya pendidikan sebagai proses pembelajaran

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Keberadaan dan kehadiran orang lain menjadi satu urgensi dalam kehidupannya. Melalui interaksi dengan orang lain, pengakuan dan

penerimaan dari masyarakat mereka dapatkan. Seseorang merasa dirinya

berarti ketika dia diterima oleh anggota masyarakat lainnya. Pada tataran ini

setiap individu berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan

masyarakat lainnya supaya dapat di terima di tengah masyarakat. Belajar

merupakan satu cara yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi

kebutuhannya ini sehingga muncullah proses pembelajaran. Pentingnya belajar ini dapat dilihat dari ungkapan Andrias Harefa yang terkenal dengan

manusia pembelajar dengan ungkapan, ”Aku berdoa, aku belajar, aku

berkarya bagi sesama, maka aku ada”.

Ungkapan ini jelas menunjukkan bahwa proses pembelajaran menjadi

satu hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia. Karena melalui proses

pembelajaran itulah seorang individu akan merasa dirinya berarti. Proses pembelajaran dalam kehidupan seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan

formal, non formal, maupun informal. Hal ini dapat kita pahami berdasarkan

makna kata pendidikan yang berasal dari bahasa latin e-ducare yang memiliki

Page 15: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

15

arti menggiring keluar. Dari pemahaman ini, pendidikan merupakan proses

pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan seseorang dengan harapan dapat

membawa orang itu keluar sehingga mendapatkan keadaan yang lebih baik.

Masih tentang pendidikan Driyarkara memaknai proses ini sebagai tindakan

memanusiakan manusia muda. Pendapat ini senada dengan pandangan Thomas Aquinas yang menganggap pendidikan sebagai proses pembelajaran

sebagai aplikasi dari proses pemanusiaan manusia menyangkut seluruh jiwa

dan roh. Aplikasinya di Indonesia tertuang juga di dalam UU No 20 Tahun

2003 tentang Sisdiknas, Bab II pasal 3 menyatakan “…., pendidikan bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Berdasarkan filosofi pendidikan tersebut, pemaknaan mengenai

pendidikan sekarang ini tidak terbatas pada praktek PBM (proses belajar

mengajar) di dalam kelas. Melalui percakapan sehari-hari dan melalui

interaksi individu dengan masyarakat atau media dapat dipahami sebagai

pendidikan. Pendefinisian dan pembatasan ini menjadi cukup penting, mengingat konsep pendidikan ’sekolah’ yang selama ini populer tidak lagi

memadai untuk diterapkan di dalam komunitas lokal yang eksis di Indonesia.

Komunitas budaya lokal yang memiliki believe-nya sendiri sering kali menolak

difusi inovasi ’sekolah’. Hasilnya, komunitas tersebut tidak bisa secara

sistematis memperoleh perluasan wawasan dan pencerahan pengetahuan.

Situasi seperti inilah yang terjadi di dalam masyarakat Samin. Samin sebagai salah satu dari komunitas lokal memiliki kearifannya sendiri mengenai

proses pendidikan. Kearifan lokal yang menurut Everett M. Rogers (1983)

menjadi salah satu faktor yang penting dipertimbangkan ini di dalam

masyarakat Samin berwujud kepercayaan atas apa yang dinamakan

pendidikan. Selama ini mereka melakukan proses sosialisasi dan internalisasi

pengetahuan secara turun temurun. Jarang ada informasi mengenai dunia luar

yang masuk ke dalam komunitas ini. Didasari latarbelakang sejarahnya yang telah sedikit diulas di muka, komunitas ini bersifat resistence terhadap

pengetahuan dari luar.

b. Pentingnya proses pembelajaran dalam kehidupan komunitas Samin

Implikasi dari pemahaman tentang pendidikan sebagai proses

pembelajaran di atas, menjadi satu hal yang sangat urgen untuk diterapkan dalam kehidupan komunitas Samin. Fenomena bahwa komunitas Samin

adalah komunitas yang tidak menyekolahkan anaknya dalam pendidikan

formal menjadi satu permasalahan yang perlu segera diatasi. Tujuannya,

seperti yang dikatakan Thomas Aquinas, supaya proses pemanusiaan manusia

yang menyangkut seluruh jiwa dan roh dapat terjadi dalam kehidupan

komunitas Samin, sehingga membawa komunitas Samin kepada keadaan

yang lebih baik, memperluas wawasan dan pengetahuan.

Page 16: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

16

Namun, seperti yang sudah sedikit disinggung di atas, untuk

melaksanakan pendidikan dalam komunitas Samin, tidaklah semudah

mengembangkan konsep pendidikan klasikal yang selama ini dikenal

masyarakat. Pendekatan pendidikan yang digunakan harus benar-benar

menghormati kearifan lokal yang mereka miliki mengenai pendidikan. Artinya pendidikan ini tidak akan diselenggarakan dengan bentuk persekolahan formal

seperti yang sudah ada. Pendidikan ini akan dilakukan berdasarkan pola

komunikasi sebagai proses ’transfer of knowledge’ yang selama ini sudah

melembaga di dalam komunitas.

Pola komunikasi seperti apa yang telah diwariskan generasi ke generasi

di dalam masyarakat Samin sebagai proses pembelajaran ini perlu diteliti lebih

lanjut. Tujuannya supaya dalam proses pendidikan selanjutnya hambatan komunikasi dapat diperkecil. Sehingga dialog mengenai pendidikan dan

pelaksanaannya dapat berjalan dalam kesepakatan makna bersama antara

komunitas Samin dengan faslitator belajar.

Pemahaman atas model pembelajaran yang sudah melembaga ini akan

cenderung bersifat emic ketimbang etic. Meski di dalam perumusan model

pembelajaran nanti, kerangka etic akan tetap memainkan perananannya. Emic di sini dipahami dalam arti menerjemahkan secara khusus pemahaman

masyarakat Samin mengenai pembelajaran. Sementara etic, menarik

kesimpulan umum mengenai pola komunikasi pembelajaran yang terdapat di

dalam masyarakat Samin. Penarikan ide umum tersebut dilakukan dengan

menyandingkan pola pendidikan komunitas Samin dengan pola komunikasi

dalam kerangka pendidikan yang sudah ada dalam pendidikan formal.

c. Pembelajaran melalui komunikasi dua arah (two way communication)

Sampai saat ini, proses pembelajaran dalam kehidupan komunitas Samin

terjadi melalui pendidikan informal. ’Transfer of knowledge’ terjadi dari

pemimpin kepada anggota karena pemimpin dianggap sebagai sumber pesan

dan sumber informasi. Hal ini terjadi karena latar belakang budaya komunitas

Samin yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya, sehingga membuat komunitas Samin menutup diri dengan masyarakat luar. Oleh karena itu

dibutuhkan satu pendekatan yang berbeda dengan pendekatan yang

dilakukan untuk masyarakat pada umumnya supaya proses pembelajaran itu

dapat terjadi. Proses pembelajaran tidak dapat dilakukan secara formal dan

klasikal seperti proses pembelajaran yang terjadi selama ini, tetapi proses

pembelajaran dilakukan dengan pendekatan komunikasi informal. Pendekatan antar pribadi yang didasarkan pada rasa saling percaya merupakan dasar

untuk membangun hubungan dengan komunitas Samin.

Proses pembelajaran informal komunitas Samin ini tidak juga terlalu

asing bagi masyarakat pada umumnya, karena pemerintah sendiri telah

mengatur mengenai pendidikan informal ini di dalam UU Sisdiknas No 20

tahun 2003 pasal 27, tentang pendidikan informal. Proses pembelajaran

informal mengijinkan masyarakat menyelenggarakan proses pembelajaran secara mandiri. Pembelajaran ini dapat saja dilakukan oleh keluarga maupun

Page 17: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

17

antar anggota komunitas. Melalui hubungan yang saling percaya antar

anggota komunitas berlangsunglah proses pembelajaran. ’Transfer of

knowledge’ dilakukan melalui komunikasi dua arah dalam situasi yang

informal. Tidak di dalam ruang kelas, tidak menggunakan buku paket dan

terjadi begitu saja di dalam ruang-ruang publik komunitas Samin. Pembelajaran ini dapat saja terjadi di sawah, di emper rumah, di sungai

maupun di pasar. Pada saat makan, minum, maupun saat guyonan.

Bentuknya lebih berupa dialog mengenai persoalan lokal yang dihadapi

komunitas secara langsung dalam kehidupan sehari-hari dan jangka panjang.

d. Model pembelajaran two way communication

Model pembelajaran two way communication ini adalah model pembelajaran yang terjadi secara dua arah. Mengacu pada pendapatnya

Friederich Kron (dalam Biesta, 1995), model pembelajaran ini merupakan

model pembelajaran yang menggunakan paradigma interaksionalisme

simbolik. Menurut pandangan ini, pendidikan tidak dimaknai sebagai tindakan

manipulasi pendidik atas pesertanya. Pendidikan dipahami sebagai proses

sosial yang dibangun oleh interpretasi yang dimiliki oleh masing-masing peserta. Pendidik dan peserta didik merasa bahwa kedudukan mereka sama,

tidak ada yang merasa lebih tinggi kedudukannya, sehingga antara pendidik

dan peserta didik saling menghargai. Dalam hal ini, rasa saling percaya

memegang peranan yang sangat penting. Model ini pada akhirnya

memposisikan pendidikan sebagai proses komunikasi dua arah dalam konteks

kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaran seperti ini diperlukan dalam komunitas Samin

mengingat komunitas Samin adalah komunitas yang tidak mudah menerima

orang lain, mudah menaruh curiga terhadap orang lain dan menganggap

pengaruh dari masyarakat luar merupakan pengaruh yang sangat berbahaya

dan perlu dihindari. Melalui proses pembelajaran dengan model komunikasi

dua arah ini diharapkan muncul rasa percaya dalam kehidupan komunitas

Samin kepada orang lain sehingga mereka mau membuka diri terhadap informasi dan pengetahuan yang berasal dari luar komunitas.

e. Pengembangan model pembelajaran

Model pembelajaran berbasis ‘two way communication’ dikembangkan

dengan mengacu pada teori dari berbagai disiplin ilmu dan sejumlah hasil

penelitian yang relevan, dengan harapan dapat menjadi salah satu bentuk solusi permasalahan dalam komunitas Samin. Tujuannya untuk meningkatkan

kehidupan komunitas Samin dan membawa komunitas ini pada keadaan yang

lebih baik. Meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan mereka.

Di samping itu apabila program pengembangan ini berhasil

direalisasikan, upaya ke arah proses pembelajaran kondusif dan relevan untuk

komunitas Samin dapat dilakukan. Lebih jauh, bagi lembaga pendidikan tinggi

khususnya UKSW, pengembangan model pembelajaran yang dapat

Page 18: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

18

diaplikasikan dalam kehidupan suatu komunitas yang selama ini dianggap

’negatif’ oleh masyarakat, merupakan salah satu bentuk tanggung jawab

selaku lembaga ilmiah dalam menghasilkan produk unggulan yang bernilai

strategis untuk pembangunan.

Page 19: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Interaksionalisme simbolik

Model pembelajaran berbasis komunikasi dua arah (two way

communication) ini berlandaskan pada teori interaksionalisme simbolik yang memandang bahwa dalam setiap interaksi yang dilakukan oleh setiap individu

selalu menggunakan simbol. Ada setiap makna yang tertera dalam setiap simbol

yang digunakan.

Zeitlin (dalam Riyadi Soeprapto 2002:116), mengemukakan pandangan

George Herbert Mead tentang interaksi simbolik. Untuk memahami interaksi

simbolik ini, Mead memperkenalkan dialektika hubungan antara manusia dengan

manusia dan manusia dengan alam. Dalam pandangan Mead, seorang individu bukanlah budak yang melayani masyarakat, melainkan satu pribadi yang sensitif

dan aktif. Kehadiran mereka ditengah lingkungan sosialnya sangat

mempengaruhi lingkungan tempat dia tinggal secara efektif (baik itu secara

individu maupun sosial) sebagaimana lingkungan itu mempengaruhi dirinya.

Dengan kata lain, individu mempunyai peran yang sangat besar dalam

membentuk masyarakat sebagaimana masyarakat membentuk individu tersebut.

Interaksi inilah yang terjadi antara individu dengan individu dan individu

dengan alam. Satu sama lain saling mempengaruhi dan saling membentuk.

Dalam interaksi ini bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai peran yang

sangat penting untuk menyampaikan simbol-simbol di antara mereka. Pendapat

ini dipertegas oleh Herbert Blumer, penganut paham interaksionalisme simbolis

yang mengembangkan pendapat Mead.

Menurut Blumer, ada 3 prinsip utama yang terkandung dalam teori

interaksionalisme simbolik, yaitu Meaning (makna), language (bahasa) dan

thought (pemikiran) (Griffin 2003: 56). Makna dalam interaksionalisme simbolik,

menurut Herbert Blumer (dalam Riyadi Soeprapto 2002: 120) dipahami dengan

cara bertumpu pada 3 premis utama, yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan

orang lain.

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial

sedang berlangsung.

Bagi Blumer makna merupakan konstruksi dari realitas sosial yang ada di

masyarakat, sedangkan sumber pemahaman terhadap makna berasal dari bahasa. Kemudian di antara makna dan bahasa terdapat pemikiran yang

memainkan peran diantara keduanya. Makna yang terjadi dalam interaksi sosial

tersebut tidak begitu saja diterima oleh seseorang, tetapi ditafsirkan terlebih

Page 20: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

20

dahulu dan akan disempurnakan dalam proses interaksi sosial yang sedang

berlangsung (Basrowi dan Sukidin 2002: 116).

Teori Interaksi Simbolik ini memberikan penekanan pada sifat karakter

instruksi khusus yang berlangsung antara manusia. Sebagai seorang individu,

dalam merespon setiap tindakan terhadap dirinya dia tidak langsung bertindak, tetapi terlebih dahulu menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain,

baru beraksi terhadap tindakan itu. Respon seorang individu secara langsung

maupun tidak langsung selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut.

Interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau

dengan menemukan tindakan orang lain (Riyadi Soeprapto 2002: 121).

Menurut Blumer, manusia sebagai seorang individu akan memilih,

memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke mana arah tindakannya. Secara sadar

dan reflektif menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang

disebut Blumer sebagai ‘Self-Indivation’. Self-Indivation adalah proses

komunikasi yang sedang berjalan di mana individu mengetahui sesuatu,

menilainya, memberi makna dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan

makna itu. Proses Self-Indivation ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan

tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu (Riyadi Soeprapto 2002:

122).

Individu yang mengadakan interaksi sosial dalam pemahaman

interaksionalisme simbolik adalah individu yang berhubungan dengan individu

lainnya maupun dengan alam sekitarnya. Interaksi sosial ini terjadi di masyarakat. Little John memberikan gambaran bahwa dalam Interaksi Simbolik

perilaku manusia dipahami melalui proses interaksi yang terjadi. Kemudian

struktur sosial serta makna-makna diciptakan dan dipelihara melalui interaksi

sosial yang terjadi ditengah masyarakat itu. Dari diskripsi ini, komunikasi

didefinisikan sebagai perilaku simbolik yang menghasilkan saling berbagi makna

dan nilai-nilai diantara partisipan dalam tingkat yang beragam (Littlejohn 2001:

144).

Lebih jauh Ballis Ball (dalam Littlejohn 2001: 145) memberikan pemahaman

tentang teori interaksionalisme simbolis dengan memberikan penekanan pada

komunikasi dan masyarakat. Menurut Ballis Ball, teori interaksi simbolis memiliki

sejumlah asumsi sebagai berikut:

1. People make decisions and act in according with their subjective

understandings of the situations in which they find themselves

2. Social life consists of interaction processes rather than structures and is

therefore constantly changing

3. People understand their experience through the meanings found in the

simbols of their primary group, and language is an essensial part of

social life

4. The world is made up of social objects that are named and have socially

determined meanings

Page 21: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

21

5. People’s actions are based on their interpretation, in which the relevant

objects and actions in the situation are taken into account and defined.

6. One’s self is a significant object and like all social objects is defined

through social interaction with others

Dalam konteks yang sama, mengikuti hasil kajian Poloma 1984 (Riyadi

Soeprapto 2002: 124) Blumer menyampaikan perspektif interaksionalisme

simbolis yang mengandung ide-ide dasar sebagai berikut:

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut

saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk struktur

sosial.

2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi non-simbolis mencakup

stimulasi respon, sedangkan interaksi simbolis mencakup penafsiran

tindakan-tindakan.

3. Objek-objek tidak mempunyai makna yang instrinsik. Makna lebih

merupakan produk interaksi simbolis. Objek-objek tersebut dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, (a) objek fisik; (b) objek sosial dan (c) objek abstrak.

4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka juga dapat

melihat dirinya sebagai objek.

5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat manusia itu

sendiri.

6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok. Ini merupakan “tindakan bersama”. Sebagain besar

“tindakan bersama” tersebut dilakukan secara berulang-ulang, namun

dalam kondisi yang stabil. Dan di saat lain ia bisa melahirkan suatu

kebudayaan.

Dalam interaksi sosial yang terjadi di antara individu dengan individu atau

antara individu dengan alam di tengah masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Ballis Bal dan Poloma diatas, komunikasi memegang peranan yang penting.

Komunikasi sebagai sarana pertukaran simbol yang mengandung makna dari satu

individiu kepada individu lainnya merupakan wujud interaksi sosial yang terjadi di

tengah masyarakat. Wan Xiao (dalam Alo Liliweri 2003:5) mengatakan:

Interaksi sosial membentuk sebuah peran yang dimainkan oleh setiap

orang dalam wujud kewenangan dan tanggungjawab yang telah memiliki pola-pola tertentu. Pola-pola itu ditegakkan dalam institusi sosial (social

institution) yang mengatur bagaimana cara orang berinteraksi dan

berkomunikasi satu sama lain, dan organisasi sosial (social organization)

memberikan wadah serta mengatur mekanisme kumpulan orang-orang

dalam masyarakat.

Page 22: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

22

3.1.2. Pembelajaran berbasis two way communication

Pemahaman tentang interaksionalisme simbolik diatas, digunakan sebagai

dasar untuk memahami pembelajaran berbasis two way communication. Model

interaksi simbolik ini kemudian di terapkan di dalam tiga elemen pendidikan,

yakni kurikulum, fasilitas dan fasilitator.

Kurikulum dalam hal ini dipahami sebagai seperangkat materi ajar, metode

pembelajaran, target pencapaian serta evaluasi hasil belajar. Di dalam komunitas

Samin dengan model interaksi simbolik secara praktis materi belajarnya akan

sangat menyesuaikan dengan kebutuhan hidup yang dijalani. Kalaupun yang

dibutuhkan komunitas ini adalah pengetahuan di bidang pertanian, maka materi

yang dipelajaripun harus berkaitan dengan kebutuhan tersebut. Hasilnya

komunitas Samin tidak akan merasakan ajaran ini asing, melainkan lebih merasa menikmati manfaatnya, karena adanya penambahan pengetahuan. Target

pencapaian tentu juga harus dipertimbangkan, namun karena sistem yang

dipakai bukanlah pendidikan formal atau non-formal, melainkan informal maka

target pencapaiannyapun tidak dapat diukur sekedar berdasarkan pada

bertambahnya pengetahuan, melainkan bagaimana penambahan wawasan

tersebut diterapkan dan membawa perubahan dalam kehidupan komunitas. Demikian juga dengan evaluasi, taksiran nilai sukses belajar dapat dilihat dalam

perubahan perilaku dan praktek hidup.

Sementara bila bicara fasilitas, tentu dengan model ini tidak akan ada

ruang kelas, serta bangku dan papan tulis. Fasilitas di dalam model pembelajaran

ini lebih mengarah pada segenap peralatan dan perlengkapan yang mendukung

proses pembelajaran. Sebagai contoh mengenai materi pertanian, dialog dapat saja terjadi di sawah, maka yang dimaknai sebagai fasilitas di sini adalah tanah

dan kadar air yang ada di area persawahan tersebut sebagai kelas, laboratorium,

sekaligus perlengkapan belajar. Dialog dalam rangka pembelajaran ini dirancang

melekat dalam pranata sosial yang dimiliki komunitas. Sehingga keberadaan

proses pembelajaran ini sangat menyesuaikan dengan interpretasi komunitas

atas interaksi sosial yang terbangun.

Terakhir mengenai fasilitator, seperti yang sudah dipaparkan dalam subtopik interaksionisme simbolis dan two way communication, pengajar dan

atau pendidik bukanlah orang yang paling tahu. Konsep yang digunakan adalah

pendampingan. Fungsi pengajar adalah memfasilitasi apabila komunitas

menemukan hambatan dan memerlukan masukan. Terlebih lagi kaitannya

dengan kearifan lokal, pengajar dan peserta belajar secara bersama-sama

melakukan kegiatan belajar. Pemahaman ini berawal dari kenyataan bahwa pengajar perlu belajar nilai, bahasa dan budaya dari komunitas Samin, demikian

sebaliknya. Proses timbali balik, antara belajar-mengajar secara terus menerus

terjadi antara fasilitator dan peserta. Sehingga peran tersebut dapat bertukar

secara sirkular. Hal ini terjadi sebagaimana prinsip komunikasi dua arah (two way

communication). Singkatnya kegiatan belajar tidak hanya dilakukan oleh peserta,

melainkan dilakukan oleh fasilitator juga.

Dengan pola belajar semacam ini belajar tidak akan dirasakan sebagai ‘belajar’. Belajar akan sama rasanya dengan berdialog, atau bercengkrama dalam

Page 23: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

23

kehidupan sehari-hari. Komunitas tidak akan merasakan adanya perampasan

waktu dan energi untuk melakukan kegiatan ’asing’ sebagai penambahan dalam

agenda mereka. Hal ini disebabkan karena prosesnya dilakukan secara alami

sesuai konteks dan gaya komunitas Samin. Untuk bisa merumuskan model

pembelajaran semacam ini dibutuhkan penelitian yang membangun kerangka pola komunikasi dan makna belajar dalam komunitas Samin.

3.1.3. Kerangka berpikir ke arah pengembangan model

Pokok-pokok pikiran yang melandasi perlu dikembangkannya model

pembelajaran berbasis two way communication dalam kehidupan komunitas

Samin adalah; (1) Pola komunikasi komunitas Samin merupakan gambaran dari

transfer of knowledge yang terjadi dalam kehidupan komunitas pada saat ini sebagai proses pembelajaran yang mendasar, (2) berdasarkan gambaran ini,

perlu dikembangkan model pembelajaran dengan pendekatan khusus yang

berbasis two way communication dengan membangun kepercayaan dari

komunitas Samin, (3) apalagi berdasarkan fenomena bahwa televisi mampu

mendobrak benteng pertahanan komunitas Samin terhadap informasi dan ajaran

dari luar komunitas, sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan proses pembelajaran dalam kehidupan komunitas ini, (4) paradigma pembelajaran yang

digunakan adalah proses interaksi belajar mengajar yang lebih menekankan pada

model pembelajaran yang menyenangkan, membuat peserta didik merasa

nyaman dan betah dalam proses pembelajaran serta benar-benar terlibat dalam

seluruh aktivitas pembelajaran.

Page 24: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

24

BAB IV

METODE PENELITIAN

Berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, program penelitian ini

dirancang dengan pendekatan "Penelitian dan Pengembangan", artinya suatu

program penelitian ditindaklanjuti dengan program pengembangan untuk perbaikan atau penyempurnaan (Borg and Gall, 1989:784-5). Untuk

menghasilkan model pembelajaran berbasis ’two way communication’ ditempuh

langkah-langkah sistematis dalam bentuk proses aksi, refleksi, evaluasi, dan

inovasi dengan mengaplikasikan metode penelitian observasi langsung,

pengembangan, eksperimen, dan evaluasi.

Program penelitian ini direncanakan untuk dilaksanakan dalam dua tahap

dengan waktu penyelesaian dua tahun.

Tahap I tahun 2008, langkah pertama studi referensi dan penelitian observasi

secara langsung untuk mengetahui ’transfer of knowledge’ dalam kehidupan

komunitas Samin melalui pola komunikasi yang mereka gunakan. Kedua,

Mendeskripsikan potensi yang dimiliki oleh komunitas Samin, kemudian membuat

model pembelajaran berbasis two way communication dan mengembangkan model ini berdasarkan potensi yang ada. Sebagai subjek penelitian adalah

komunitas Samin yang ada di Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi secara langsung

serta berperan secara aktif untuk mengamati segala sesuatu yang terjadi dalam

kehidupan komunitas ini yang berhubungan dengan hal yang diteliti. Data yang

diperoleh dari observasi langsung di lapangan ini kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil kajian empiris ini dan berbagai rujukan

teori serta model yang ada, akan disusun suatu model pembelajaran berbasis two

way communication sebagaimana diancangkan. Ketiga, Menyusun dan

mengembangkan model pembelajaran berbasis ’two way communication’ yang

efektif untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan komunitas Samin

Tahap II tahun 2009, diawali dengan sosialisasi model kepada beberapa anggota komunitas Samin yang dianggap memiliki potensi untuk mendidik

(berdasarkan penelitian terdahulu ada beberapa anggota komunitas Samin yang

sudah dapat membaca dan memungkinkan untuk menjadi pendidik dalam

komunitas ini) melalui komunikasi antar pribadi dan menyusun buku acuan.

Selanjutnya melalui metode eksperimen dengan rancangan control group pretest

– posttest design, penelitian dilakukan untuk menguji keefektifan model pembelajaran berbasis two way communication dalam mengembangkan

kemampuan komunitas Samin dalam menerima materi yang disampaikan.

Penelitian akan dilakukan pada anggota komunitas Samin yang berumur sekolah

(sekitar 7-12 tahun) dengan pemikiran pada usia inilah seharusnya mereka

mendapatkan pendidikan secara formal. Keefektivan model dalam hal ini akan

diuji dengan analisis perbedaan mean (t–test) kemampuan proses pembelajaran

Page 25: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

25

antara kelompok peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model

two way communication dan kelompok peserta didik yang memperoleh

pembelajaran dari pemimpim komunitas pada saat ini.

Secara sederhana langkah dan target yang ingin dicapai dari setiap

tahapan penelitian dapat divisualisasikan dalam flow-chart berikut ini.

Bagan 1: Rangkaian Kegiatan Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran

Berbasis Two Way Communication

LANGKAH I:

Studi Pustaka

dan Hasil-hasil Penelitian

yang relevan

LANGKAH II:

Merancang

dan Melaksanakan

Penelitian

Pendahuluan

DESKRIPSI: 1. Pola komunikasi komunitas

Samin sebagai gambaran

transfer of knowledge pada saat

ini 2. Model pembelajaran yang terjadi

dalam kehidupan komunitas

Samin saat ini.

3. Potensi dan kemungkinan pengembangan model

pembelajaran selanjutnya.

LANGKAH III:

Pengembangan/

Konseptualisasi Model

LANGKAH IV:

Sosialisasi Model

bagi dan

menyusun buku acuan

PROTOTYPE MODEL

PEMBELAJARAN

BERBASIS TWO WAY

COMMUNICATION

LANGKAH V:

Uji Model

melalui

Eksperimen

LANGKAH

VI:

Revisi

Model

1. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TWO WAY

COMMUNICATION (dalam

bentuk buku siap publikasi).

2. Deskripsi tentang keefektifan dan feasibilitas Model dalam

mengembangkan pengetahuan dan

memperluas wawasan

komunitas Samin

TAHAP I

(TH. 2008)

TAHAP II

(TH. 2009)

Page 26: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

26

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL

Dari hasil wawancara mendalam dan observasi secara langsung dalam

kehidupan komunitas Samin maka diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam tulisan dibawah ini. Wawancara mendalam dilakukan dengan sesepuh atau tokoh

komunitas Samin, serta anggota komunitas Samin dengan usia anak-anak

sekolah (SD dan SMP) serta orang tua mereka.

Pola Komunikasi yang tersentral dalam kehidupan komunitas Samin

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Pola komunikasi yang terjadi

dalam kehidupan masyarakat Samin adalah pola komunikasi yang tersentral pada pemimpin dan berbentuk Roda.3 Pemimpin atau sesepuh mempunyai peranan

yang sangat besar dalam setiap tindak komunikasi yang terjadi dalam pola

komunikasi yang tersentral dan berbentuk roda ini. Sesepuh adalah orang yang

memimpin dan mengkoordinasi dalam kehidupan sosial dan kehidupan

bermasyarakat, baik dengan masyarakat Samin sendiri maupun dengan

masyarakat non Samin di sekitar lingkungan mereka. Pusat dari semua tindak komunikasi yang terjadi dalam kehidupan komunitas ini adalah pemimpin.

Tindakan yang mereka ambil ini sangat dipengaruhi oleh pandangan mereka

bahwa pemimpin adalah orang yang harus diikuti nasehat dan pendapat-

pendapatnya, karena pemimpin adalah orang yang dianggap mempunyai wahyu.

Pola komunikasi yang tersentral ini juga ditunjukkan dalam cara duduk pada saat

pertemuan-pertemuan. Dalam setiap pertemuan, pemimpin akan menjadi pusat. Kondisi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. posisi tempat duduk dimana pemimpin menjadi sentral (diujung)

3 Tulisan ini pernah dimuat dalam Jurnal Kritis Vol. XVII, No. 1, April 2005 hal 79

Page 27: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

27

Pola komunikasi yang tersentral ini sangat dipengaruhi oleh stratifikasi

kehidupan mereka dimana sesepuh mempunyai peran yang sangat penting dalam

stratifikasi kehidupan sosial masyarakat Samin yang ada di Sukolilo. Peran

sentral pemimpin dalam tindak komunikasi dilakukan dalam semua segi

kehidupan mereka. Ketika mereka mengalami konflik, pemimpinlah yang bertindak untuk membantu menyelesaikan konflik yang terjadi dalam kehidupan

komunitas ini. Penyelesaian biasanya dilakukan secara kekeluargaan dalam

pertemuan-pertamuan yang mereka lakukan. Peran sesepuh disini sebagai

penasehat yang memberikan nasehat kepada orang-orang yang sedang

berkonflik.

Peran sentral lainnya yang diemban oleh pemimpin dalam hal

penyampaian pesan dan informasi dari luar komunitas Samin dan dalam ritual perkawinan. Dalam penyampaian informasi dan pesan yang berasal dari

masyarakat di luar komunitas, informasi dan pesan berasal dari pemimpin. Dalam

ritual perkawinan, pemimpin menjadi sentral dalam ritual ini. Hal ini disebabkan

karena ritual perkawinan yang diadakan dalam komunitas masyarakat Samin

yang ada di Sukolilo berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumnya.

Permasalah agama (agama Adam yang mereka anut) menjadi penyebab utama.

Gambar 2. Upacara perkawinan dalam kehidupan komunitas Samin, dimana

pemimpin menjadi sentral dalam upacara ini.

Agama Masyarakat Samin

Komunitas Samin adalah suatu bentuk komunitas yang lahir karena suatu pergerakan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda yang menjajah bangsa

Indonesia pada saat itu. Gerakan ini dipimpin oleh Samin Suroesntiko. Samin

Surosentiko sebagai seorang pemimpin, selain berusaha mengobarkan semangat

rakyat untuk melawan penjajah Belanda melalui pandangan dan nasehat-

Page 28: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

28

nasehatnya, dia juga memberikan ajaran-ajaran keagamaan sebagai pedoman

untuk mengatur tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Pada perkembangannya, ajaran keagamaan yang diberikan oleh Samin

Surosentiko itu disebut sebagai agama Adam. Dalam tradisi lisan masyarakat

Samin agama Adam dipahami sebagai “Agama iku gaman, adam pangucape, man gaman lanang.” Adam dalam pandangan masyarakat Samin yang ada di Sukolilo

ini dipahami sebagai ‘seneng nyandang, doyan mangan, tata ngauto sing

demunung tekke dewe’. Artinya suka berpakaian, suka makan, pekerjaan yang

penting milik sendiri.

Sebagai pedoman dalam mengatur tingkah laku, tindak tanduk serta

pengucapan, agama Adam mempunyai nasehat-nasehat yang dipahami sebagai

nasehat dari nenek moyangnya. Nasehat ini sering disebut sebagai ‘pitutur saka leluhur’ dan lebih terkenal dengan sebutan ‘Pitutur nggawe kaluhurane jiwa’

(nasehat untuk keluhuran jiwa). Pitutur ini merupakan warisan nenek moyang

dan sebagai sumber utama adalah pitutur dari Samin Surosentiko.

Pitutur ini diturunkan kepada anak cucu secara lisan, karena masyarakat

Samin pada umumnya tidak bisa membaca dan menulis. Satu-satunya cara yang

efektif untuk menyampaikan pitutur dari nenek moyangnya adalah dengan cara lisan dan turun temurun. Berdasarkan penelitian terdahulu dalam wawancara

dengan Mbah Sampir4, ada satu contoh pitutur dari nenek moyang yang diberikan

secara lisan yaitu ‘Pitutur nggawe kaluhurane jiwa’ itu berisi:

Nggayuh ilmu sampurnaning pati

Kanti laku pakarti kang nista

Tondo kuwalik akale

Wong watak demen njaluk

Niku yekti asoring budi

Karya ribeting roso

Sira ojo tiru

Najan kusuk semedinyo

Ora teka jumujug sampurno jati

Amargo lakune nista

Artinya, mengejar ilmu sampai meninggal dengan tingkah laku yang nista,

menjadi pertanda pikiran yang terbalik. Watak orang yang suka meminta

merupakan bukti kerendahan budi. Pekerjaan yang menimbulkan keresahan hati

jangan ditiru. Sekalipun semedinya sangat kusuk, tidak akan mencapai

kesempurnaan kalau tingkah lakunya nista.

Untuk membantu melakukan nasehat para leluhur ini, ada aturan-aturan

yang diberikan oleh nenek moyang mereka yang dikenal dengan ‘Angger-angger

4 Rini Darmastuti, 2005: Tesis

Page 29: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

29

wong Sikep’. Angger-angger wong Sikep ini memuat 20 aturan yang harus ditaati

oleh masyarakat Samin, yaitu:

Aja ndrengki, srei, panasten, dahwen, kemeren

Bedog, colong, petil, njumput, nemu aja

Dagang, kulak, blantik, mbakul, nganakno duwit emoh

Bujuk, apus, akal, krenah, ngapusi prenah aja dilakoni.

Aturan-aturan ini yang mengatur sikap, tingkah laku dan tindak tanduk

masyarakat Samin dalam kehidupan mereka sehari-hari. Orang Samin tidak

boleh mempunyai perasaan iri hati terhadap orang lain, mencuri dan menemukan

barang milik orang saja tidak boleh dilakukan. Berdagang bukanlah pekerjaan yang disukai oleh masyarakat Samin, apalagi membungakan uang mereka tidak

mau. Menipu dan membohongi orang lain tidak boleh dilakukan. Bertani

merupakan pilihan profesi dalam kehidupan mereka yang sesuai dengan ’Angger-

angger wong sikep’. Dengan bertani, mereka tidak mungkin membohongi orang

lain, maupun meribakan uang. Ciri khas sebagai petani ini mereka tunjukkan

dengan cara berpakaian mereka yang mengenakan pakaian khas petani untuk kaum laki-laki dan pakaian khas jawa untuk perempuan seperti pada gambar

dibawah ini.

Gambar 3. Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin

Pitutur dan angger-angger diatas menjadi pedoman yang sangat penting

dalam mengatur tingkah laku, sikap dan perkataan dalam kehidupan masyarakat

Samin yang ada di Sukolilo. Dalam kehidupan masyarakat Samin, yang paling

‘urgen’ dalam kehidupan ini adalah kebenaran tingkah laku, sikap serta

pengucapannya. Apabila orang Samin bisa mengucapkan tetapi tidak bisa

melakukan, maka hal ini dianggap sebagai suatu yang sia-sia. Seperti yang

dikatakan Mbah Tarno, sesepuh masyarakat Samin di Sukolilo, “Dadi apa sing

Page 30: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

30

diucapno ya kudu dipahami lan dilakokno. Yen wong iso ngucapno nanging ora

iso nglakoni kuwi rak jenenge muspro” (jadi apa yang diucapkan ya harus

dipahami dan dilakukan. Kalau orang bisa mengucapkan tetapi tidak bisa

melakukan itu berarti sia-sia).

Pemahaman masyarakat Samin yang ada di Sukolilo terhadap agama ini sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa yang menjadi latar belakang budaya

kehidupan mereka. Percaya kepada Tuhan Yang Mahaesa sebagai sangkan

Paraning Dumadi dengan segala sifat dan kekuasaan dan kebesarannya sebagai

corak dan sifat yang khas bagi orang Jawa.

Pandangan hidup Jawa dalam pengenalan dengan Tuhan sudah mengakar

jauh ke masa lalu. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, pandangan hidup Jawa ini

sangat dipengaruhi oleh pengaruh Hindu (Sujamto 1991: 147). Pandangan hidup masyarakat Jawa yang dipengaruhi oleh pengaruh Hindu ini sangat terasa dalam

pandangan hidup dan tatacara keagamaan masyarakat Samin yang dipahami

sebagai agama Adam.

Latar belakang agama inilah yang menyebabkan masyarakat Samin

menutup diri dari lingkungan luar dan mereka memutuskan tidak menyekolahkan

anak-anaknya ke sekolah formal. Permasalahan inilah yang menjadi penekanan dalam penelitian ini, untuk melihat bagaimana model pembelajaran yang tepat

dalam kehidupan komunitas Samin melalui pendekatan two way communications.

PEMBAHASAN

Model pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan komunitas Samin saat ini

Masyarakat Samin merupakan suatu komunitas yang memiliki prinsip

hidup yang sangat kuat berdasarkan kepercayaan, falsafah hidup serta agama

yang mereka anut. Mereka memiliki resistensi yang sangat kuat terhadap

pengaruh dari luar. Hal ini disebabkan karena mereka berusaha untuk menutup

diri terhadap pengaruh dari luar dengan harapan sikap dan tingkah laku mereka

tidak terpengaruh dengan ajaran-ajaran dari luar dan tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang mereka yakini.

Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan melarang anak-anak

mereka untuk sekolah di pendidikan formal. Fenomena ini dapat kita lihat dari

kondisi anak-anak komunitas Samin dimana hampir semua anggota komunitas

Samin di Sukolilo, Pati tidak menempuh pendidikan secara formal di bangku-

bangku sekolah. Pendapat yang sering mereka lontarkan adalah bahwa sekolah adalah untuk mencari kepandaian dan kalau orang sudah pandai biasanya

kepandaian itu hanyalah untuk membohongi orang lain.

Seperti yang dikatakan mbah Tarno dalam wawancara mendalam,

“Sekolah ki jane arep golek apa? Rak ya kanggo golek kepinteran to? Trus yen

wis pinter biasane rak yo kanggo minteri konco kancane to?” (Sekolah itu

sebetulnya untuk apa? Untuk mencari ke pandaian kan? Kalau sudah pandai

Page 31: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

31

biasanya orang lantas menggunakan kepandaian itu untuk membodohi orang

lain).

Pendapat ini dilandasi karena pengalaman masa lalu terhadap sikap

penjajahan Belanda yang berusaha membodohi masyarakat Indonesia yang

masing terbelakang pada saat itu. Orang-orang Belanda yang mereka anggap sebagai orang-orang pandai justru menggunakan kepandaian mereka untuk

membodohi orang lain.

Akibatnya, masyarakat Samin berpandangan anak-anaknya tidak perlu

dimasukkan ke sekolah-sekolah formal. Sekolah formal dianggap sebagai sarana

pendidikan yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak-anak mereka

terhadap ajaran-ajaran yang tidak benar yang bertentangan dengan ajaran

mereka.

Dalam kehidupan masyarakat Samin, pendidikan dipahami sebagai

sekolah. Sekolah dalam pandangan masyarakat Samin ada dua, yaitu sekolah

tulis dan sekolah biasa. Sekolah tulis adalah pembelajaran yang dilakukan

dibangku-bangku sekolah secara formal, sedangkan sekolah biasa adalah

pembelajaran yang dilakukan di rumah oleh orang tua masing-masing.

Sekolah biasa dalam pandangan masyarakat Samin adalah sekolah macul, sekolah nyapu, sekolah masak dan sekolah nyuci yang dapat diajarkan oleh

orang tua mereka sendiri-sendiri di pondokan mereka.

Sekolah formal di pahami sebagai sekolah nulis. Dalam komunitas Samin

yang ada di Sukolilo, untuk anak-anak usia sekolah juga diajarkan sekolah nulis,

yaitu belajar menulis huruf jawa dan huruf latin, serta berhitung. Yang

memberikan latihan adalah orang-orang Samin sendiri yang sudah bisa membaca dan menulis serta berhitung.

Makna Belajar menurut Komunitas Samin

Samin sebagai salah satu dari komunitas lokal memiliki kearifannya sendiri

mengenai proses pendidikan. Kearifan lokal yang menurut Everett M. Rogers

menjadi salah satu faktor yang penting dipertimbangkan ini di dalam masyarakat

Samin berwujud kepercayaan atas apa yang dinamakan pendidikan. Selama ini mereka melakukan proses sosialisasi dan internalisasi pengetahuan secara turun

temurun. Jarang ada informasi mengenai dunia luar yang masuk ke dalam

komunitas ini. Didasari latarbelakang sejarahnya yang telah sedikit diulas di

muka, komunitas ini bersifat resistence terhadap pengetahuan dari luar.

Sesungguhnya konsep belajar baca tulis ini tidak begitu populer di

komunitas Samin. Salah satu faktor penyebabnya adalah budaya lisan yang sangat kuat dalam masyarakat ini. Sesepuh akan menyampaikan pesan-pesan,

nasehat dan pituturnya kepada orang tua dan ‘guru’guru’ ini dalam pertemuan-

pertemuan agama mereka, atau dalam pertemuan komunitas mereka. Apa yang

diajarkan tersentral pada sesepuh. Transfer informasi dari sesepuh kepada orang

tua dan ‘guru-guru’ dilakukan secara lisan.

Page 32: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

32

Sedulur Sikep tidak punya kebiasaan menuliskan sesuatu, kecuali tembang

(lagu) yang diturunkan secara regeneratif dari Mbah Tarno dan sesepuh yang

lain. Biasanya pelajaran hidup disampaikan secara lisan melalui tembang.

Persitiwa-peristiwa penting dalam tahap kehidupan perorangan keluarga Samin

ditandai dengan tembang. Bisa bermacam-macam jenis tembang, diantaranya Macapat, Dandang Gula, Asmarandana, dan sebagainya. Dalam rutinitas sehari-

hari tembang dipakai juga untuk mengajari anak-anak mengenai etika hidup dan

norma-norma moral yang diyakini.Tembang yang dipakai dalam metode

pengajaran anak-anak ini biasanya tergolong tembang dolanan anak-anak.

”Ya ika, kaya pas nggawekke sumur bocah-bocah, mbah Sampir kakung

gawe tembang. Aku yo uwis lali lagune piye. Sajakke bocah-bocah isih

nyatet. Wong senengane do ditulis, mung disimpen yak’e catetanne. Saiki malah wis do poto kopi. Wah senenge, eneng mesin kuwi rak yo apik to.

Marakke cepet, garek obo njaluk ping piro.”5 (Ya itu, seperti pada saat buat

sumur untuk anak-anak, mbah Sampir laki-laki buat tembang. Aku juga

sudah lupa syairnya bagaimana. Sepertinya anak-anak masih punya

catatannya. Mereka senang juga menuliskannya, Cuma mungkin disimpan

catatannya. Sekarang malah sudah bisa foto copy. Wah senangnya, ada mesin itu kan bagus. Membuat jadi cepat, tinggal minta saja mau berapa

kali.)

Jadi budaya tulis itu baru datang kemudian di generasi berikutnya setelah

generasi mbah Sampir. Karena budaya ini tergolong baru bagi komunitas Samin,

maka ada proses pembelajaran yang kemudian diusahakan, meskipun tidak dijadikan norma yang harus dilakukan oleh anak-anak Samin.

Mekanisme belajar menurut praktek yang terjadi pada umumnya

membutuhkan pelaku, instrumen materi, institusi dan gedung. Hanya lain halnya

dengan yang terdapat di kehidupan komunitas Samin dengan segala macam

keunikan budayanya. Benar karena komunitas ini terbentuk akibat ikatan

genealogis dan religiusitas maka mereka memiliki keeratan hubungan batin yang

kuat ketimbang masyarakat modern dewasa ini. Kondisi ikatan persaudaran secara hubungan darah dan kepercayaan ini akhirnya mempengaruhi perilaku

belajar mereka. Apakah dalam hal ini definisi belajar kita pahami sebagai

mempelajari sesuatu di sekolah formal, maupun belajar dalam arti menjadi

sesuatu (being or becoming) dalam kehidupan sehari-hari. Jelasnya, komunitas

ini mendefinisikan makna belajar menurut cara pandangnya sendiri dan

berdasarkan keyakinan agama Adam yang mereka percayainya.

Belajar adalah Sinau

Menurut apa yang dipaparkan seorang tokoh komunitas Samin, ’belajar’

menurut mereka bukanlah seperti yang kita pahami selama ini. ’Belajar’ menurut

bahasa masyarakat modern adalah duduk di kelas, mendengarkan, mencatat,

5 Wawancara dengan mbah Sampir putri Juli 2008

Page 33: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

33

menghafal lalu mengikuti ujian. Sungguh berbeda pemaknaan ini dari arti yang

disematkan komunitas samin pada kata ’belajar’.

Sesungguhnya komunitas Samin tidak punya kata ’belajar’, kata ini ada

dalam bahasa Indonesia, sementara bahasa yang dipakai komunitas berpakaian

hitam dan warna gelap ini menggunakan bahasa Jawa berlogat ’em’ dan ’lah’. Logat mereka lebih serupa campuran logat bahasa Jawa Blora dan Pati. Tidak

pelak, karena memang area permukiman komunitas ini berada di daerah

administrasi Blora dan Pati.

Komunitas yang belum lama kehilangan sesepuhnya ini menggunakan

istilah ’sinau’ untuk kata ’belajar’ yang kita gunakan. Sinau memiliki makna yang

berbeda dengan ’belajar’. Hampir sama tapi tidak sepenuhnya. Artinya, kata

’belajar’ itu sendiri sebenarnya tidak bisa mewakili kata ’sinau’. ’Belajar’ akan memberikan konotasi seperti yang telah dipaparkan di atas, yakni kegiatan

belajar di ruang kelas, atau kegiatan menggali informasi dari buku, atau sumber

lain. Sementara kata ’sinau’ yang dimaksudkan di sini adalah mempelajari segala

hal yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dan menjalani kehidupan dengan baik.

Standar bertahan hidup dan baik di sini, tentu tidak bisa dibayangkan sebagai

aktivitas hidup seperti: bisa pergi ke mall, atau memiliki mobil mewah. Bagi komunitas Samin, kebutuhan untuk menjalani hidup yang baik didasarkan pada

satu motivasi filosofis tujuan hidup yang mereka yakini dengan ungkapan ’sing

jenenge wong urip kuwi rak tujuane mung loro, pisan mbenerke pitutur, pindo

mbecikke lelakon. Ora butuh banda. Duit kuwi rak dudu tujuan’6 (yang namanya

manusia hidup itu kan tujuannya hanya dua; pertama, berkata-kata dengan

benar, dan berperilaku dengan baik. Tidak butuh harta. Uang itu kan bukan tujuan).

Bukan karir bekerja di kantor atau perusahaan multinasional yang

menjiwai kegiatan belajar mereka, namun bertujuan mempelajari kebenaran

hidup dan hubungan antar sesama yang disebut sebagai kehidupan yang baik.

Motif dasar yang jauh berbeda sebagai awal mula kegiatan belajar dalam

komunitas ini, mempengaruhi pemaknaan ’sinau’ yang mereka hidupi. ’Sinau’

menurut Mbak Gun merupakan aktivitas sepanjang hidup, dari bangun pagi hingga malam hari. ’Sinau’ bisa mempelajari apapun yang dibutuhkan untuk

bertahan dan beradaptasi, baik dengan alam maupun dengan lingkungan sosial.

Dengan kata lain, ’sinau’ adalah hidup itu sendiri bagi mereka. Memasak,

mencangkul, membuat pupuk, menikah dan menjadi orang tua adalah bagian

dari banyak hal yang harus mereka pelajari.

Menggolongkan makna belajar menurut komunitas Samin, dengan aturan struktural jenis pendidikan resmi dalam UU Sisdiknas (tahun 1999), tentu pola

belajar mereka dapat dikategorikan sebagai pendidikan informal. Pola belajar

melalui interaksi santai yang tidak diatur secara sengaja, tidak memiliki skema

dan satuan acara pembelajaran. Proses pembelajaran informal komunitas Samin

ini tidak juga terlalu asing bagi masyarakat pada umumnya, karena pemerintah

sendiri telah mengatur mengenai pendidikan informal ini di dalam UU Sisdiknas

No 20 tahun 2003 pasal 27, tentang pendidikan informal. Proses pembelajaran

6 Wawancara dengan mbak Gun 11 Mei 2008

Page 34: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

34

informal mengijinkan masyarakat menyelenggarakan proses pembelajaran secara

mandiri. Pembelajaran ini dapat saja dilakukan oleh keluarga maupun antar

anggota komunitas. Melalui hubungan yang saling percaya antar anggota

komunitas berlangsunglah proses pembelajaran. ’Transfer of knowledge’

dilakukan melalui komunikasi dua arah dalam situasi yang informal. Tidak di dalam ruang kelas, tidak menggunakan buku paket dan terjadi begitu saja di

dalam ruang-ruang publik komunitas Samin. Pembelajaran ini dapat saja terjadi

di sawah, di emper rumah, di sungai maupun di pasar. Pada saat makan, minum,

maupun saat guyonan. Bentuknya lebih berupa dialog mengenai persoalan lokal

yang dihadapi komunitas secara langsung dalam kehidupan sehari-hari dan

jangka panjang.

’Sinau’ bisa dilakukan kapan saja, dimana saja seperti yang dipaparkan mbak Gun ”nek bocah neng kene ki yo sinau kapan wae, iso neng endi-endi, ora

dikudokke.” (kalo anak-anak di sini belajar ya bisa kapan saja, bisa di mana-

mana, tidak perlu diharuskan).

Namun, selain gambaran umum mengenai ’sinau’ yang telah dipaparkan

tersebut, ada beberapa bentuk ’sinau’ yang berhasil di tangkap melalui

wawancara dan pengamatan lapang. ’Sinau’ secara umum memang proses sepanjang hidup, namun proses ’sinau’ materi tertentu mereka polakan dalam

situasi dan cara yang lebih khusus. Meski tidak juga kemudian menjadi sekolah

formal seperti kebanyakan dipakai di masyarkat.

Sinau dalam kehidupan masyarakat Samin adalah ’transfer of knowledge’

dari semua bagian kehidupan mereka, mulai dari sinau macul, sinau nyapu, sinau

masak. Sinau bukan hanya dalam konteks sinau nulis dan sinau maca, tetapi sinau dari keseluruhan ’transfer of knowledge’dari bagian hidup mereka,

sekalipun mereka juga melakukan sinau maca dan sinau nulis dalam situasi yang

non formal. Sinau ini merupakan jenis ’sinau’ yang lebih khusus. Sinau yang

pertama, yakni maca berarti belajar membaca, sementara nulis berarti belajar

menulis. Sementara yang terakhir, sinau ’nembang’ ini berarti belajar lagu.

Gambar 4. Kegiatan belajar komunitas Samin

Kembali ke fokus pada bagian belajar membaca dan menulis, komunitas

Samin, berdasarkan peta lokasinya proses belajar mengajar baca, tulis dan

Page 35: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

35

berhitung ini terpusat pada sedulur sikep yang tinggal di daerah Ngawen.

Komunitas Samin yang ada di kecamatan Sukolilo tersebar di lima desa, yaitu

Ngawen, Curuk, Nggaliran, Mbombong dan Kutuk. Dari kelima desa ini, desa

Ngawen merupakan pusat pembelajaran karena didaerah lain tidak melakukan

proses pembelajaran ini. Di sinilah mbak Gun tinggal, bersama dengan keluarga besar Mbak Sampir. Sedulur Sikep di Ngawen ini menurut peta pola belajar yang

diperoleh dari lapangan merupakan pusat pembelajaran baca, tulis dan hitung.

Mbak Gun sendiri yang sekarang berperan sebagai sesepuh menggantikan mbah

Sampir yang meninggal 2 tahun yang lalu, adalah salah satu anggota sedulur

sikep yang fasih baca tulis, hitung bahasa Jawa maupun Indonesia. Mbah Sampir

fasih membaca dan menulis karena pada awalnya mbah Sampir adalah pemeluk

agama tertentu yang masuk kedalam komunitas Samin dan memeluk agama Adam.

Anak-anak kecil umur 6-10 dan remaja 11-15tahun dari komunitas yang

tinggal di daerah Nggaliran, Curuk dan Mbombong akan datang ke pemukiman

Ngawen ini untuk belajar.

Siapa: Pelaku Belajar Komunitas Samin

’Sinau’ bagi komunitas sedulur Sikep ini dipahami sebagai proses

sepanjang hayat, dilakukan dengan spontan dan ditujukan untuk menunjang

kehidupan. ’Sinau’ dilakukan oleh siapa saja, apa saja, dimana saja dan kapan

saja. Prinsip ini tetap berlaku untuk belajar baca, tulis dan hitung, hanya saja

biasanya tidak dilakukan sebebas belajar materi lain. Menurut pengamatan di

lapangan, sedulur sikep akan bersama-sama menentukan waktu belajar dan berkumpul di salah satu rumah pemukiman Ngawen. Waktunya bisa siang hari,

namun seringkali sore hingga malam hari karena sangat tergantung waktu luang

yang dimiliki oleh Mbak Gun maupun ’turunannya’ (anaknya).

Peserta belajar sedulur sikep kebanyakan anak-anak usia 6-10 dan remaja

11-15tahun. Lebih dari itu, biasanya bagi mereka yang belum bisa baca tulis

akan belajar langsung dari sedulur (anggota komunitas) lain. Artinya dia tidak

akan mengikuti pertemuan belajar di Ngawen.

Pengajar dalam hal ini adalah guru bagi anak-anak. Prasarat yang perlu

dipenuhi oleh seorang guru dalam komunitas ini adalah seseorang yang bisa

membaca, menulis dan berhitung baik bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia.

Terlebih lagi, karena model kempemimpinan yang religius karismatis, seorang

guru perlu memiliki pengetahuan cukup atau mumpuni tentang agama Adam.

Selain itu dibutuhkan karakter ’orang tua’ yang bisa sabar dan ngemong (membimbing).

Sejauh ini yang berperan sebagai guru masih bergantung pada Mbak Gun

dan seorang putrinya yang sudah remaja. Dua perempuan inilah yang kemudian

banyak mengambil peran dalam mengajar baca, tulis dan hitung di komunitas

Samin.

“Nek sinau maca ki ya isih neng kene, sing ngajari yo kae turunanku sing

nomer siji. Nek aku ana wektu pas ora okeh gawean yo aku sing ngajari.

Page 36: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

36

Wong cah-cah ki luwih seneng nek aku sing ngajari. Cah-cah enom kae rak

durung sabar.” 7

(kalau belajar baca ya masih di sini, yang mengajar ya itu anak

perempuanku yang nomer satu. Bila saya ada waktu pas tidak banyak

pekerjaan ya saya yang mengajar. Soalnya anak-anak itukan lebih senang bila aku yang mengajari. Anak-anak muda itu kan belum cukup sabar.)

Mengenai jumlah peserta belajar setiap kali ada pertemuan tidak banyak

hanya sekitar enam hingga sepuluh anak atau remaja. Tidak ada pembagian

kelas berdasar usia dalam proses pembelajaran komunitas yang diawali oleh

Samin Soerontika ini. Mereka menganggap belajar adalah hak bagi semua orang

dengan segala usia, dan mengajari adalah kewajiban semua orang yang memang sudah bisa atau sudah belajar lebih dahulu.

Apa: Materi yang dipelajari komunitas Samin

Tujuan belajar bagi anak-anak dan remaja Samin adalah mampu

membaca, menulis dan menghitung, sehingga setelah tahu mereka bisa menjaga

diri mereka dari pengaruh asing, maupun serangan ideologi dari luar. Seperti yang dipaparkan mbak Gun:

“yo ora, bocah gelem sinau nulis iku wes apik. Lha rak tujuane sinau ki ra’

pisan ben ngerti lan iso, kepindo nek wes iso banjur dienggo pager ben ora

dipoyoki sedulure.”8 (ya engga, anak-anak mau belajar itu sudah bagus.

Lha kan tujuan belajar itu kan pertama, biar tahu dan bisa, kedua, setelah

bisa lalu dipakai untuk memagari diri supaya tidak dicurangi temannya.)

Mereka memegang teguh keharmonisan hubungan. Bagi mereka proses

belajar ini lebih menyerupai latihan bela diri. Sebuah ketrampilan untuk menjaga

diri dari jahatnya lingkungan. Ketrampilan baca, tulis, dan hitung itu yang

terpenting. Mengenai apa yang akan mereka baca dalam tulisan yang mereka

baca, kemudian apa yang akan mereka tuangkan dalam tulisan, serta apa yang

akan mereka hitung itu adalah perkara yang erat kaitannya dengan aktivitas hidup mereka.

Mata pencaharian utama sebagai petani, menjadi materi relevan dalam

kegiatan mereka belajar baca tulis. Ketrampilan baca tulis menjadi satu bagian

yang penting pula untuk melestarikan keyakinan mereka terhadap agama Adam.

Karena bagaimanapun juga, hanya satu sumber kebenaran bagi mereka, kitab

Adam. Selain itu, ikatan kekerabatan karena hubungan darah dan ikatan sakral mengharuskan mereka mengenal keluarga dan sedulur-sedulurnya. Oleh karena

itu untuk pendidikan anak-remaja yang sering dilakukan oleh komunitas Samin

akan lebih banyak berisi materi-materi awal perkenalan tentang keluarga, bapak,

ibu, keluarga batih dan pertanian.

7 Wawancara dengan mbak Gun, 11 Mei 2008 8 Wawancara dengan mbak Gun, tercatat dalam Logbook1-11 Mei 2008

Page 37: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

37

”Nek do ajar nulis kuwi yo sak geleme. Sing penting nulis. Apa wae. Iso

nulis sejarah keluargane, iso nyrito bapakne..”9 (Bila belajar menulis itu

semaunya sendiri. Yang penting menulis. Apa saja. Bisa menulis tentang

sejarah keluarganya, bisa cerita tentang bapaknya..)

Cara Belajar Komunitas Samin: Komunikasi Dua Arah

Belajar dalam arti umum, bisa dilakukan dengan cara apapun. Bicara

sehari-hari sambil menimang anak dengan sesama ibu yang baru melahirkan

merupakan proses belajar bagi anggota komunitas Samin. Ada transfer

pengetahuan melalui kegiatan yang mereka lakukan. Berbagi pengetahuan

tentang cara mengatasi mual dengan cara minum arang adalah salah satu

kearifan lokal yang kemudian digunakan sebagai alat adaptasi terhadap hidup. Itulah belajar.

Hanya, bila mengupas cara belajar secara khusus dalam arti baca, tulis dan

hitung, tentu menggunakan cara yang lebih terperinci. Biasanya dalam hari-hari

tertentu yang tidak diatur waktunya, anak-anak dan remaja akan berkumpul

untuk mendengarkan penuturan kisah maupun pembelajaran huruf-huruf.

Tempatnya tidak selalu di dalam rumah. Bisa di pekarangan, di halaman rumah maupun di dapur. Tergantung peserta belajar, bila tempat cukup untuk jumlah

peserta maka tempat tersebut adalah lokasi yang tepat untuk belajar.

Belajar baca, tulis dan hitung juga tidak terbatas pada saat mereka

berkumpul. Anak-anak dan remaja yang memang ingin bisa saja bertanya pada

orang tua mereka yang memang bisa membaca. Seperti yang ditutukan Mbak

Gun”Sing ngajari yo wong tuwone karo awakke dewe.” Ada beberapa anggota komunitas lain yang juga bisa baca, tulis dan hitung selain Mbak Gun dan

keluarganya. Sehingga kegiatan belajar bisa saja terjadi di sela-sela aktivitas

hidup sehari-hari.

Seperti pada suatu kali kunjungan ke lapangan, peneliti mengikuti kegiatan

mbak Gun Narti. Sebelumnya peneliti membantu dan menemani dia memasak.

Setelah acara memasak selesai mbak Gunarti melanjutkan acaranya dengan

‘latihan’ kepada anak-anak usia sekolah yang ada di lingkungan itu. Sejak pagi hari peneliti sudah mengamati kegiatan anak-anak yang masih berusia sekolah

ini. Ketika teman-teman yang lain pergi ke sekolah mereka justru bermain atau

membantu orang tuanya.

Pada pagi itu, kegiatan anak laki-laki bermain layang-layang dan sepeda-

sepedaan, sedangkan anak perempuan ada yang membantu ibunya mencuci

pakaian, ada yang mencuci piring dan ada juga yang memasak serta menyapu halaman. Lamunan peneliti ini terputus ketika Mbak Gunarti berkata, “Ayo mbak,

sido melu apa ora? Latihane iki ana pondokane Kang Adam” (Ayo mbak, jadi ikut

latihan apa tidak? Latihan ini dilakukan di rumahnya Mas Adam).

Peneliti kemudian mengikuti langkah Mbak Gunarti, Disitu sudah ada 6

anak laki-laki dan 7 anak perempuan yang usianya sekitar 9-12 tahun. Ada yang

9 Wawancara dengan mbak Gun, tercatat dalam Logbook1-11 Mei 2008

Page 38: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

38

duduk dilantai dan ada juga yang duduk dikursi. Dengan Papan tulis kecil, sekitar

satu jam mbak Gunarti memperkenalkan huruf-huruf Jawa kepada mereka.

Kemudian pada jam berikutnya Mbak Gunarti mengajari mereka untuk berhitung

mulai dari ‘tambah-tambahan’ sampai dengan perkalian. Sebelum mengakiri

latihan itu mbak Gunarti memberi pesan kepada mereka, “Saiki latihane wis rampung. Latihan iki kanggo kuwe kabeh supaya kowe kabeh dadi pinter,

nanging aja pada minteri liyan. Kowe kabeh kudu nurut karo bapak dan emak.

Wis saiki podo bali ono pondokane dewe-dewe” (Sekarang latihannya sudah

selesai. Latihan ini buat kalian semua supaya jadi pintar tetapi jangan dipakai

untuk memperdayai orang lain. Kalian semua harus menurut sama bapak dan

ibu. Sudah sekarang semua pulang kerumah masing-masing). Acara latihanpun

selesai pada siang itu. Acara latihan biasanya diadakan setiap hari setelah mbak Gunarti selesai memasak sekitar pukul 11.

“Ya koyo mengkene ki latihane sedulur sikep. Sedulur sikep ke ra seneng

sekolah kaya liyane. Sekolah kita rak ya mung kanggo golek kepinteran to? Trus

mengko yen wis pinter kanggo minteri liyan. Biasane ana latihan ini aku

ngaturake pitutut saka Mbah Tarno pas rembug gunem ana Sukolilo, supaya

bocah-bocah kuwi pada ngerti apa sing kudu ditindakno” (Ya seperti ini latihannya saudara Sikep. Suadara Sikep tidak suka sekolah seperti saudara yang

lain. Tujaun sekolah itu kan untuk kepandaian, tetapi kalau sudah pintar tetapi

untuk memberdaya orang lain bagaimana? Biasanya dalam latihan ini aku

menyampaikan pesan dari mbah Tarno waktu Timbang Gunem di Sukolilo supaya

anak-anak tahu apa yang harus dilakukan).

Cara-cara seperti inilah yang dilakukan untuk melakukan pendidikan dilingkungan masyarakat Samin. Yang menjadi penekanan dalam bidang

pendidikan dilingkungan masyarakat Samin adalah mendidik anak-anak untuk

taat mengikuti ajaran dan falsafah hidup yang diyakini masyarakat Samin.

Menulis dan berhitung hanyalah sebagai sarana untuk menjadi manusia yang

sempurna. Oleh karena itu, sekalipun pembelajaran menulis dan membaca

dilakukan oleh beberapa anggota komunitas masyarakat Samin, tetapi untuk

pengajaran tentang falsafah hidup dan agama berada di bawah kontrol sesepuh. Ajaran-ajaran ini kadang-kadang disampaikan langsung oleh sesepuh kepada

anak-anak, tetapi tidak jarang dilakukan dengan menggunakan media. Media

yang digunakan adalah orang tua dan anggota komunitas masyarakat Samin

lainnya yang menjadi ‘guru’ bagi mereka.

Pola pembelajar semacam ini sangat selaras dengan pola pembelajaran

two way communication yang menjadi sasaran pola pengembangan belajar di komunitas Samin. Sangat menguntungkan, karena abstraksi yang diangkat dari

data lapangan membuktikan bahwa komunitas Samin memiliki model

komunikasi dialogis dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran terjadi secara

dua arah. Mengacu pada pendapatnya Friederich Kron (dalam Biesta, 1995), pola

pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang menggunakan paradigma

interaksionalisme simbolik. Menurut pandangan ini, pendidikan tidak dimaknai

sebagai tindakan manipulasi pendidik atas pesertanya. Pendidikan dipahami sebagai proses sosial yang dibangun oleh interpretasi yang dimiliki oleh masing-

masing peserta. Pendidik dan peserta didik merasa bahwa kedudukan mereka

Page 39: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

39

sama, tidak ada yang merasa lebih tinggi kedudukannya, sehingga antara

pendidik dan peserta didik saling menghargai. Dalam hal ini, rasa saling percaya

memegang peranan yang sangat penting. Model ini pada akhirnya memposisikan

pendidikan sebagai proses komunikasi dua arah dalam konteks kehidupan sehari-

hari.

Proses pembelajaran seperti inilah yang justru selama ini dipraktekan

dalam komunitas Samin. Hanya pola proses pembelajaran ini perlu

dikembangkan lebih lanjut untuk memuncul rasa percaya dalam kehidupan

komunitas Samin kepada orang lain sehingga mereka mau membuka diri

terhadap informasi dan pengetahuan yang berasal dari luar komunitas.

Setidaknya ke depan nanti komunitas Samin akan bisa melestarikan proses

belajar baca, tulis dan hitung menurut kearifan mereka sendiri.

Terdapat banyak aspek yang mempengaruhi cara belajar di dalam sebuah

masyarakat. Sementara bila belajar itu sendiri dimaknai sebagai proses

regenerasi dan pewarisan budaya, maka belajar merupakan proses yang tidak

terbatas di ruang kelas. Demikianlah konsep yang terdapat dalam tataran

gagasan komunitas Samin, proses yang mengalir dalam keseharian tersebut akan

sangat ditentukan oleh pola hidup dan aspek sosial budaya mereka.

Beberapa intisari dari pola pendidikan komunitas samin menunjukkan

bahwa orang-orang Samin melakukan proses pewarisan budaya dan

sosialisasinya melalui budaya lisan, informal dan mengalir dalam keseharian.

Namun, setelah dilakukan pemetaan garis besar mengenai proses pembelajaran

mereka, khususnya yang dipandang penting untuk mempertahankan diri bagi

masyarakat ini adalah belajar baca, tulis dan hitung. Oleh karena itu fokus penyajian model pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian ini

akan lebih berfokus pada pola pembelajaran baca, tulis dan hitung, dengan butir-

butir usulan sebagai berikut:

Pelaku belajar komunitas Samin

Seperti yang telah dipaparkan dalam uraian sebelumnya mengenai

deskripsi siapa saja yang melakukan proses pembelajaran, maka aspek penting yang perlu dilihat adalah pertama, mengenai beragamnya usia peserta belajar,

dan kedua, pengajar atau guru selama ini berpusat pada komunitas wilayah

Ngawen, dengan tokoh sentral Mbak Gunarti.

Kondisi ini cukup menguntungkan bagi mereka, karena memang mudah

mempertahankan nilai-nilai yang mereka yakini bila pengajaran baca, tulis, dan

hitung dilakukan secara tersentral di satu daerah. Mbak Gun sebagai tokoh kepercayaan, pengganti sesepuh sebelumnya, Mbah Sampir melalui proses

belajar baca, tulis, hitung juga punya tangungjawab untuk mempertahankan

kelestarian kepercayaan mereka. Oleh karena itu dapat dipahami bila proses

belajar ini lebih banyak dipusatkan di Ngawen. Hanya, saat dilakukan wawancara

mendalam, Mbak Gun sebenarnya tidak keberatan bila proses belajar ini juga

bisa dilakukan sedulur-sedulur Sikep di daerah lain, bila memang ada anggota

komunitas yang bisa baca, tulis, hitung jawa dan Indonesia.

Page 40: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

40

Selama ini yang lebih banyak dilakukan tiap-tiap anggota keluarga yang

memiliki anak yang ingin belajar memilih untuk mengantarkan mereka ke

Ngawen. Meski sekarang ini ada juga beberapa remaja di wilayah-wilayah

komunitas Nggaliran, Curug dan Bombong yang mampu baca, tulis dan hitung

Jawa maupun Indonesia, namun keberadaan mereka kurang begitu berperan dalam proses sosialisasi baca dan tulis.

Proses yang polanya terpusat ini mengakibatkan penyebaran ketrampilan

baca, tulis, dan hitung dalam komunitas ini tergolong pelan. Memang bagi

mereka bukan kompetensi ini yang ingin dicapai, namun melihat perkembangan

penggunaan media dan terpaan informasi yang membuat mereka harus

bertahan, mereka sendiripun seperti yang dipaparkan Mbak Gun mengaku butuh

kemampuan ini.

”Yo, nek selama iki sinaune yo sak geleme wae, lha usulmu kudu piye?”

(Ya, kalau selama ini belajarnya ya semaunya saja, lha usulmu harus

gimana?)

Melihat keterbukaan tersebut, peneliti bermaksud menawarkan pembuatan

pola belajar yang lebih menyebar sehingga remaja yang sudah mampu baca, tulis

dan hitung dapat berdaya sebagai guru di pemukiman wilayah yang lain. Pengontrolan dapat tetap dilakukan oleh De Tjuk, Mbak Gun atau Mas Gun demi

menjaga kemurnian materi pembelajaran sesuai dengan ajaran keyakinan

mereka.

Selain itu pembelajaran dapat saja digolongkan berdasarkan kelompok usia

menurut tingkat kedewasaan psikologis mereka. Karena tentunya pola

pengetahuan dan kebutuhan tematik akan sangat berbeda antara anak-anak dengan remaja yang sudah menginjak masa akhil balik. Penggolongan ini

memang belum dibicarakan lebih lanjut dalam diskusi kelompok bersama dengan

sedulur Sikep di Ngawen, namun peluang ini terbuka karena biasanya mereka

tidak melibatkan anak-anak dalam pembicaraan orang-orang dewasa. Artinya,

ada kesadaran terhadap kebutuhan informasi dan pengetahuan dalam komunitas

ini.

Materi yang dipelajari

Materi belajar selama ini sejauh aksara Jawa, dan baca tulis Indonesia.

Tema yang menjadi isi pembelajaran untuk anak-anak dan remaja lebih banyak

berkaitan dengan konteks diri sendiri, keluarga, pertanian dan budaya sedulur

Sikep.

Konteks diri sendiri banyak bicara mengenai siapa seseorang di dalam sebuah keluarga, hubungan dengan orang tua, kapasitasi filosofis mereka sebagai

manusia, kemudian berkaitan erat dengan kepercayaan agama Adam mereka.

Sementara bila mereka membahas mengenai keluarga maka yang dilakukan

dalam proses pembelajaran dengan anak-anak adalah proses pengenalan

terhadap identitas orang tua mereka, siapa bapak, ibu, apa yang mereka

kerjakan dan keyakinan macam apa yang mereka anut. Termasuk keyakinan

Page 41: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

41

gaya hidup mereka sebagai orang Jawa yang penting untuk dipertahankan dalam

rupa identitas bahasa, cara berpakaian, rumah dan kegiatan.

Sebagai orang Jawa dengan kondisi geografis persawahan, mereka sangat

memegang teguh mata pencaharian sebagai petani. Segala hal yang berkaitan

dengan pertanian menjadi pokok pengetahuan yang dibicarakan dalam pelajaran.

Meski materi-materi tematik itu tidak selalu diberikan secara sistematis,

tapi kisaran tema yang dibahas selalu bertautan dengan bidang-bidang tersebut.

Segala macam materi yang disuguhkan tersebut kemudian dapat dikembangkan

secara lebih tersusun dan sistematis. Sehingga lebih mudah bagi anak-anak yang

belajar dalam menangkap gambaran besar mengenai hal-hal yang mereka

pelajari.

Peneliti menyadari masuknya ide modul materi belajar ini tentu akan membuat komunitas Samin melakukan akulturasi bahkan asimilasi dari budaya

lisan kepada budaya tulis. Namun, satu hal yang menjadi pokok perhatian di sini

adalah bagaimana budaya tulis inipun dapat menangkal budaya instan yang lahir

akibat teknologi komunikasi yang mereduksi makna komunikasi interpersonal

mereka.

Adapun budaya tulis ini tidak sama sekali baru bagi komunitas Samin, karena mereka sudah terbiasa mendokumentasikan tembang dalam bentuk

kumpulan lagu-lagu. Tidak hanya menuliskannya, komunitas Samin bahkan

sudah menggunakan mesin foto kopi untuk memperbanyak informasi tembang

warisan mbah Sampir. Sehingga peluang untuk mengusulkan suatu bentuk

modul belajar pada mereka yang tentunya sesuai dengan kebutuhan dan budaya

sedulur Sikep.

Modul belajar ini akan berisi tentang huruf, hitung dan tema yang

berkaitan dengan keseharian dan kebiasaan hidup mereka. Selain itu juga akan

dipaparkan cara atau metode penyampaian berdasarkan materi dan tema belajar

tiap bagian.

Cara belajar dengan komunikasi dua arah

Strategi belajar dialogis atau dua arah yang dibangun dalam komunitas Samin menjadi modal dasar yang kuat untuk melestarikan pemanusiaan

manusia yang mereka pertahankan selama ini. Hanya saja proses pembelajaran

yang informal dan tidak terjadwal menjadikan proses belajar baca, tulis, dan

hitung jadi sangat acak. Oleh karena itu peneliti bermaksud mengembangkan

cara belajar dialogis yang meski tetap mempertahankan pola pembelajaran

dalam pola komunikasi sehari-hari juga mengembangkan pola pembelajaran dengan pertemuan-pertemuan yang meski informal namun teratur.

Justru transfer informasi yang dialogis inilah yang ingin dipertahankan

dalam pola pertukaran simbol yang dikonsepkan oleh Geroge Herbert Mead

dalam teori interaksionisme simboliknya. Berdasar gagasan mereka sendiri

mengenai agama Adam, juga mengenai mata pencaharian bertani sebagai satu-

satunya usaha yang boleh dilakukan sebagai orang Jawa maka proses

pembelajaran tetap dilakukan berdasarkan ideologi mereka.

Page 42: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

42

Di sini peran guru tidak sekedar nuturi melainkan berperan aktif untuk

menggali potensi, kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri peserta belajar,

terutama anak-anak dan remaja yang membutuhkan alat untuk menggali

pengetahuan di sekeliling mereka. Tujuan dari proses pembelajaran interaktif ini

lebih ditujukan untuk membekali anak-anak dan remaja komunitas Samin dari terpaan pengaruh budaya dari luar, akibat banyaknya interaksi dengan nilai-nilai

yang dibawa peneliti, LSM maupun pemerintah. Setidaknya dengan pembelajaran

dari hati ini, anak-anak dan remaja dapat sepenuhnya memegang teguh nilai-

nilai yang membuat mereka tetap bertahan hingga sekarang sebagai komunitas

sedulur Sikep.

Tabel 1.

Perbandingan Sekolah Formal dan Proses Belajar Komunitas Samin

Faktor

Pembelajaran

Sekolah Formal Sinau ala Samin

Kurikulum Paket dari pemerintah

dalam bentuk satuan mata

pelajaran

Standar evaluasi tertentu,

UAN

Periode belajar

Semester/Caturwulan

Materi sesuai kebutuhan

hidup, diutamakan

menulis, membaca dan berhitung bahasa Jawa

dan Indonesia

Standar evaluasi alami,

teruji dalam praktek

hidup sehari-hari

Periode belajar sesuai kebutuhan dan kepuasan

pencapaian dari masing-

masing peserta belajar

Pengajar-Peserta Belajar

Guru harus memenuhi standar pendidikan bidang

pelajaran tertentu sesuai

yang diampu

Peserta belajar dibagi

menurut tingkat usia dan

memiliki kewajiban administrasi tertentu

Hubungan Guru-Peserta

belajar seringkali

cenderung satu arah,

karena kuota kelas yang

besar

Guru adalah orang tua, atau tokoh masyarakat

setempat yang memiliki

kemampuan menulis,

membaca dan berhitung

bahasa Jawa dan

Indonesia

Peserta belajar dibagi

berdasarkan

kemampuan bukan

tingkat usia.

Hubungan Pengajar-

peserta belajar berlangsung dua arah,

timbal balik, karena

peserta belajar terbatas,

serta menekankan pada

Page 43: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

43

hubungan kekeluargaan.

Fasilitas Gedung, kelas, papan tulis,

dan teknologi informasi

komunikasi

Perpustakaan dan buku

Rumah, kursi dan meja

sendiri, papan tulis

kapur di emperan

Sumber informasi fotokopian tembang dan

huruf Jawa

Proses Belajar Setiap hari, dengan durasi jam tertentu, sepanjang

minggu, dengan hari libur

yang ditentukan

Peserta belajar

menggunakan seragam

Setiap kali pengajar punya waktu luang dan

peserta belajar mau

belajar

Peserta belajar hadir

dengan pakaian sehari-

hari mereka.

Tabel 2.

Rencana Pola Pembelajaran Komunitas Samin dengan Model Komunikasi

Dua Arah

Faktor

Pembelajaran

Sinau ala Samin Usulan Pola

Pembelajaran

Dua Arah

Kurikulum Materi sesuai kebutuhan

hidup, diutamakan menulis, membaca dan berhitung

bahasa Jawa dan Indonesia

Standar evaluasi alami, teruji

dalam praktek hidup sehari-

hari

Periode belajar sesuai

kebutuhan dan kepuasan pencapaian dari masing-

masing peserta belajar

Materi tetap

mengakomodasi kebutuhan hidup

komunitas Samin.

Berupa huruf dan

angka Jawa, serta

huruf dan angka

Indonesia.

Standar evaluasi tetap alami, tetapi diadakan

latihan-latihan yang

sifatnya menguji

pemahaman materi

yang diberikan.

Periode belajar dapat saja sesuai kebutuhan,

namun memiliki target

yang jelas sesuai

dengan materi yang

tersusun.

Page 44: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

44

Pengajar-Peserta

Belajar

Guru adalah orang tua, atau

tokoh masyarakat setempat yang memiliki kemampuan

menulis, membaca dan

berhitung bahasa Jawa dan

Indonesia

Peserta belajar dibagi

berdasarkan kemampuan bukan tingkat usia.

Hubungan Pengajar-peserta

belajar berlangsung dua

arah, timbal balik, karena

peserta belajar terbatas,

serta menekankan pada

hubungan kekeluargaan.

Guru dapat saja orang

tua, namun sebaiknya anak-anak muda yang

sudah lebih dewasa

dapat diberi

tanggungjawab untuk

mengajari peserta

belajar yang lebih muda.

Peserta belajar dapat

dibagi berdasarkan

tingkat usia dan

konteks kebutuhan

materi.

Hubungan pengajar-peserta belajar yang

dialologis dapat

dipertahankan.

Fasilitas Rumah, kursi dan meja

sendiri, papan tulis kapur di

emperan

Sumber informasi fotokopian

tembang dan huruf Jawa

Ruangan tempat

berlangsungnya

pembelajaran dapat di

rumah mana saja,

sesuai kesepakatan.

Tempat belajar ini lebih baik disediakan

juga di Curug,

Nggaliran dan ?

Sumber infomasi

dalam bentuk modul

per-pokok bahasan

dan tema tembang.

Proses Belajar Setiap kali pengajar punya

waktu luang dan peserta

belajar mau belajar

Peserta belajar hadir dengan

pakaian sehari-hari mereka.

Waktu dapat disepakati

bersama secara

periodik, sehingga dapat mengakomodasi

kebutuhan peserta

sekaligus memudahkan

pengajar mengatur

waktunya.

Pengajar dan peserta belajar tetap

berpakaian sesuai

dengan kebiasaan

komunitas Samin.

Page 45: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

45

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Pola sosialisasi sebagai wujud pembelajaran komunitas Samin terwujud dalam bentuk komunikasi dua arah yang informal dan alami.

2. Komunitas memandang proses pembelajaran sebagai proses belajar

seumur hidup. Prinsip yang diterapkan adalah belajar tentang segala hal

yang penting bagi kehidupan mereka, kapan saja, bersama dengan siapa

saja.

3. Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Komunitas Samin berupa proses

belajar seumur hidup dan kegiatan belajar membaca dan menulis bahasa Jawa dan Indonesia, maka model pembelajaran yang dapat diterapkan

adalah model pembelajaran informal dengan mengembangkan materi,

pengajar dan tempat belajar.

6.2. Saran

1. Saran metodologis: karena penelitian ini adalah penelitian etnografi, maka dibutuhkan waktu yang cukup bagi dosen untuk melakukan penelitian

2. Supaya model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam kehidupan

komunitas Samin, sebaiknya pendekatan yang dilakukan adalah

pendekatan emik, yaitu pendekatan yang menggunakan sudut pandang

dari obyek penelitian

3. Dibutuhkan pemahaman dari semua komponen, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat luas mengenai sistem nilai Sedulur Sikep yang mewarnai

proses pembelajaran mereka.

Page 46: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

46

BAB VII

RENCANA PENELITIAN TAHAP SELANJUTNYA

Tujuan Khusus

Pada penelitian tahap kedua penelitian Hibah Bersaing dengan judul Pemetaan Model Pembelajaran Berbasis ’Two Way Communication’ Dalam

Kehidupan Komunitas Samin, maka tujuan khusus yang ingin diperoleh adalah:

1. Menyusun buku acuan (panduan) pembelajaran berbasis ’two way

communication’ sebagai petunjuk bagi pengajar dalam merancang,

melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran komunikasi.

2. Mendeskripsi keefektifan dan feasibilitas model pembelajaran berbasis

’two way communication’ dalam mengembangkan pengetahuan dan wawasan komunitas Samin.

3. Mem-verifikasi dan revisi model pembelajaran berbasis ’two way

communication’.

Metode

Berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, program penelitian ini dirancang dengan pendekatan "Penelitian dan Pengembangan", artinya suatu

program penelitian ditindaklanjuti dengan program pengembangan untuk

perbaikan atau penyempurnaan (Borg and Gall, 1989:784-5). Untuk

menghasilkan model pembelajaran berbasis ’two way communication’ ditempuh

langkah-langkah sistematis dalam bentuk proses aksi, refleksi, evaluasi, dan

inovasi dengan mengaplikasikan metode penelitian observasi langsung, pengembangan, eksperimen, dan evaluasi.

Jadwal Kerja

Program penelitian ini direncanakan untuk dilaksanakan dalam dua tahap

dengan waktu penyelesaian dua tahun. Tahap pertama sudah dilakukan, maka

pada tahun kedua akan dilakukan kegiatan sebagai berikut:

Tahap II tahun 2009, diawali dengan sosialisasi model kepada beberapa anggota komunitas Samin yang dianggap memiliki potensi untuk mendidik

(berdasarkan penelitian terdahulu ada beberapa anggota komunitas Samin yang

sudah dapat membaca dan memungkinkan untuk menjadi pendidik dalam

komunitas ini) melalui komunikasi antar pribadi dan menyusun buku acuan.

Selanjutnya melalui metode eksperimen dengan rancangan control group pretest

– posttest design, penelitian dilakukan untuk menguji keefektifan model pembelajaran berbasis two way communication dalam mengembangkan

kemampuan komunitas Samin dalam menerima materi yang disampaikan.

Penelitian akan dilakukan pada anggota komunitas Samin yang berumur sekolah

(sekitar 7-12 tahun) dengan pemikiran pada usia inilah seharusnya mereka

Page 47: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

47

mendapatkan pendidikan secara formal. Keefektivan model dalam hal ini akan

diuji dengan analisis perbedaan mean (t–test) kemampuan proses pembelajaran

antara kelompok peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model

two way communication dan kelompok peserta didik yang memperoleh

pembelajaran dari pemimpim komunitas pada saat ini. Secara rinci jadwal dalam penelitian ini seperti dalam tabel 3 dibawah ini.

Page 48: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

48

Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan

No Kegiatan Bulan dalam tahun 2009

April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop

1 Persiapan

1.1. Revisi proposal x

1.2. Penyusunan alat dan uji

reliabilitas

xx

1.3. Persiapan penelitian

lapangan

x

1.4. Penjajagan informan

(agen pembaharu)

xxxx

2. Penelitian Lapangan

2.1. Penentuan informan

(agen pembaharu) dan peserta belajar

xx

2.2. Pengambilan data

dengan teknik partisipasi

xxx

2.3. Penyusunan modul

X

xxxx

2.4. Pelatihan dan evaluasi

model pembelajaran

x

xxxx xxxx xxxx

2.5. Transkrip dan coding

data

xxxx xxxx

2.6. Analisis data xxxx xxxx

3. Penulisan

3.1. Penulisan laporan xx

3.2. Monitoring dan evaluasi

xx

3.3. Penyusunan program aksi sebagai tindak

lanjut laporan

xx

3.4. Pengiriman dan pertanggungjawaban

laporan

x

Page 49: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

49

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Basrowi dan Sukidin. (2002). Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia

Borg, Walter R. and Meredith Damien Gall. (1989). Educational Research. New

York: Longman

Griffin, Em. (2003). A first look at communication theory. New York: McGraw-

Hill.

Harefa, Andrias. (1995). Sekolah Saja Tidak Cukup. Jakarta: Gramedia.

Littlejohn, Stephen W and Roberta Gray (2001). Theories of Human Communication, 7 th ed. Belmont: Wadsworth Publishing Company

Riyadi Soeprapto, HR. (2002). Interaksi Simbolik: Perspektif Sosiologi Modern.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rogers, Everet M. (1983). Diffusion of Innovations, 3th ed. New York: The Free

Press, Macmillan Publishing Co., Inc.

Soejanto Sastroatmodjo. 2003. Masyarakat Samin: siapakah mereka?. Jogjakarta: Penerbit Narasi

Undang-Undang

Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jurnal

Biesta, Gert. (1995). Education/Communication: The Two Faces of

Communicative Pedagogy. Philosophy of Education. Netherlands: Utrecht

University.

Majalah

Intisari on the Net, Juli 2001. Samin: Melawan Penjajah dengan Jawa Ngoko

Supari, Achmad. 2000. “Pembelajaran yang Menyenangkan”. Kompas, Edisi Senin, 20 November 2000.

Suripan Sadi Hutomo. (1985). Samin Surontiko dan Ajaran-ajarannya. Basis,

Januari 1985.

Zaim Uchrowi dkk. (1987). Jalan Mulut Orang Samin. Tempo. 23 Mei, 35 – 52.

Internet

Freire, Paulo. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Wikipedia the free book.htm

Page 50: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

50

Illich, Ivan. (1972). Deschooling Society. Wikipedia the free book.htm

Tulisan yang tidak diterbitkan

Rini Darmastuti. (2005). Pola komunikasi sosial masyarakat Samin. Tesis.

Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Rini Darmastuti. Pengaruh terpaan televisi dalam kehidupan komunitas Samin.

Penelitian ini Dibiayai Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan

dan Terapan, dengan surat perjanjian pelaksanaan penelitian Nomor:

176/SP3/PP/DP2M/II/2006, Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian

Pada Masyarakat, Departemen Pendidikan Nasional

Rini Darmastuti. (2007). Pengaruh terpaan televisi dan pola komunikasi

komunitas Samin. Jurnal Studi Pembangunan Interdisipliner Vol. XVIII, No. 3, Desember-Maret 2007

Prasela, Mustika Kuri. (2007). Pendidik: Memaknai pendidikan sebagai interaksi

dialogis. Materi Jurnal Enquriy. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Page 51: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

51

LAMPIRAN

Page 52: repository.uksw.edu...Pakaian khas yang dikenakan komunitas Samin..... 27 . 11 BAB I PENDAHULUAN ... menimba ilmu disekolah-sekolah formal, akhirnya hanya mereka gunakan untuk bermain-main

52