( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

download ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

of 40

Transcript of ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    1/40

    PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK

    Pengaturan Rahasia Bank

    2 Votes

    Oleh: Peri Umar Farouk,pernah dipublikasi di Jurnal Bank & Manajemen, Jakarta, 1999

    Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7

    Tahun 1992 tentang Perbankan telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 10 Nopember

    1998. Dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan perekonomian nasional, walaupun

    Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (untuk selanjutnya disingkat UUP/1998) hanya

    merupakan revisi, bukan mengganti keseluruhan pasal-pasal Undang-undang Perbankan

    lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahannya mencakup penyehatan

    secara menyeluruh sistem Perbankan, tidak hanya penyehatan bank secara individual. Oleh

    karenanya issue-issue yang ditanggapinya pun cukup luas, yang dapat mempengaruhi secara

    mendasar arah perkembangan perbankan nasional.

    Di antara issue-issue yang berusaha ditanggapi dalam ketentuan UUP/1998 tersebut adalah

    kemandirian Bank Indonesia dalam pembinaan dan pengawasan perbankan, lingkunganhidup, aspirasi dan kebutuhan masyarakat akan penyelenggaraan kegiatan usaha berdasarkanprinsip syariah, peningkatan fungsi social control terhadap institusi perbankan, perlindungan

    nasabah, pembukaan akses pasar dan perlakuan non diskriminatif terhadap pihak asing,

    liberalisasi serta issue-issue lain sebagai akibat adanya perubahan beberapa ketentuan dalam

    perundang-undangan baru bidang ekonomi dan bisnis. Responsi terhadap issue-issue tersebut,

    telah dikonkritkan dalam UUP/1998 dengan pembentukan pengertian, jenis kegiatan usaha,

    syarat dan prosedur, serta institusi-institusi baru sebagai penunjang kegiatan usaha

    perbankan. Sebagai contoh, diantaranya adalah pengertian baru rahasia bank, kegiatan

    pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pengalihan tugas dan wewenang dari Menteri

    Keuangan kepada Pimpinan Bank Indonesia, serta pembentukan lembaga jaminan simpanan,

    lembaga penyehatan perbankan.

    Ketentuan Baru Rahasia Bank

    Sebagaimana telah disinggung di bagian pendahuluan, salah satu perubahan yang terdapat

    dalam UUP/1998, adalah ketentuan mengenai rahasia bank. Dilihat dari paragraf ke-8

    Penjelasan Umum, perubahan ketentuan mengenai rahasia bank dihubungkan dengan upaya

    peningkatan fungsi kontrol sosial terhadap lembaga perbankan. Inti perubahan rahasia bank

    menurut UUP/1998, bila dibandingkan dengan ketentuan yang lama adalah perlunya

    peninjauan ulang atas sifat ketentuan rahasia bank yang selama ini sangat kaku dan tertutup.

    Jadi walaupun rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank

    sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola dana masyarakat, namun

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    2/40

    UUP/1998 menetapkan untuk tidak merahasiakan seluruh aspek yang ditatausahakan oleh

    bank.

    Berangkat dari dasar pemikiran tersebut, bilamana dibandingkan dengan Undang-undang No.

    7 Tahun 1992 (UUP/1992), perubahan ketentuan rahasia bank meliputi pengertian dan obyek

    rahasia bank, perluasan mengenai pihak dan kepentingan yang dapat mengecualikanketentuan rahasia bank, pengalihan instansi yang berwenang memberi perintah atau izin

    pengecualian, dan ketentuan pidana berkenaan dengan rahasia bank. Pembahasan berikut ini

    mencoba menjelaskan satu persatu dari perubahan-perubahan tersebut.

    Pertama, UUP/1992 memberi pengertian atas rahasia bank sebagai segala sesuatu yang

    berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman

    dunia perbankan wajib dirahasiakan. Berkenaan dengan pengertian tersebut, UUP/1992

    menjelaskan bahwa yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan adalah

    seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan

    hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.

    Dengan demikian pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan UUP/1992 sangat luas,baik menyangkut obyek maupun kedudukan nasabahnya. Hal ini berbeda dengan pengertian

    yang dianut UUP/1998, yang mengartikan rahasia bank sebagai segala sesuatu yang

    berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.

    Pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah

    Penyimpan dan Simpanannya memang tidak ada penjelasannya secara rinci, namun

    pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan UUP/1998 secara tegas membatasi

    kedudukan nasabah yang wajib dirahasiakan keterangannya, yakni hanya Nasabah

    Penyimpan. Dalam penjelasan Pasal 40 ditegaskan, bilamana nasabah bank adalah Nasabah

    Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank wajib tetap merahasiakan

    keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan. Keterangan

    mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang

    wajib dirahasiakan.

    Kedua, sebagaimana menjadi ketetapan dalam UUP/1992, UUP/1998 juga memberi

    pengecualian kepada pihak-pihak serta untuk kepentingan tertentu mendapatkan keterangan

    yang wajib dirahasiakan mengenai nasabah bank. Bahkan UUP/1998 memperluas pihak dan

    kepentingan tersebut, sehingga secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

    bagi pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;

    bagi pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara

    (BUPLN/PUPN) untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepadaBUPLN/PUPN;

    bagi polisi, jaksa atau hakim untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana;

    bagi pengadilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;

    bagi bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;

    bagi pihak lain yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan atas permintaan, persetujuan

    atau kuasa Nasabah Penyimpan;

    bagi ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan dalam hal Nasabah Penyimpan

    telah meninggal dunia.

    Disamping tujuh pihak tersebut di atas, masih terdapat pihak-pihak lain yang dapat

    dikecualikan dari ketentuan rahasia bank, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), AkuntanPublik, dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Namun karena adanya kondisi khusus

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    3/40

    pengaturan bagi pengecualian terhadap pihak-pihak tersebut, terutama berkenaan dengan

    BPK dan Bapepam, maka akan dibahas tersendiri dalam bagian Pengecualian Bagi BPK dan

    Bapepam.

    Ketiga, bagi pengecualian sebagaimana disebutkan di atas perlu dipenuhi syarat-syarat dan

    prosedur tertentu bilamana pihak-pihak ingin mendapatkan keterangan yang wajibdirahasiakan. UUP/1992 menetapkan bahwa perintah atau izin tertulis bagi pengecualian ada

    pada Menteri Keuangan, sedangkan UUP/1998 yang mempunyai semangat kemandirian

    Bank Indonesia, telah menetapkan bahwa perintah tertulis atau izin pengecualian tersebut ada

    pada Pimpinan Bank Indonesia. Menurut Pasal 1 butir 21 jo butir 20 UUP/1998, yang

    dimaksud Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan Bank Sentral Republik Indonesia.

    Sedangkan dalam perkara perdata yang terjadi antara bank dengan nasabahnya, serta dalam

    rangka tukar menukar informasi antar bank, tidak ada perbedaan antara UUP/1992 dengan

    UUP/1998, dimana keduanya mengizinkan direksi bank untuk menginformasikan keterangan

    mengenai nasabahnya.

    Keempat, disamping memperberat ancaman pidana perbuatan yang telah dikenal dalamUUP/1992, yakni perbuatan yang dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi

    memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan tanpa membawa perintah tertulis atau izin;

    dan perbuatan yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan,

    UUP/1998 menambah satu jenis perbuatan pidana baru yang tidak dikenal dalam UUP/1992.

    Yakni perbuatan pidana yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib

    dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A. Dengan adanya ketentuan

    ini berarti bank dan pihak terafiliasi bukan saja bertanggung jawab untuk tidak

    mengungkapkan rahasia bank kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, melainkan juga

    bertanggung jawab untuk memberikan keterangan mengenai rahasia bank bilamana telah

    dipenuhi syarat-syarat dan prosedur pengecualian sebagaimana diatur UUP/1998.

    Pengecualian Bagi BPK dan Bapepam

    Selain bagi tujuh pihak dan kepentingan sebagaimana telah diterangkan di atas, UUP/1998

    juga menyiratkan pengecualian rahasia bank bagi Badan Pemeriksa Keuangan berkenaan

    dengan keuangan negara yang dikelola oleh suatu bank, Akuntan Publik dalam melaksanakan

    pemeriksaan terhadap bank untuk dan atas nama Bank Indonesia, serta kepentingan di bidang

    pasar modal bagi bank yang melakukan kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal.

    Selain bagi Akuntan Publik, pengaturan pengecualian terhadap ketentuan mengenai rahasia

    bank tersebut hanya terdapat dalam bagian Penjelasan UUP/1998, sedangkan bunyi pasalnya

    sendiri tidak menyinggung sama sekali mengenai pengecualian tersebut. Pengaturan tersebutdapat kita lihat dalam Penjelasan Pasal 31 Paragraf kedua dan Penjelasan Pasal 40 Paragraf

    ketiga dari UUP/1998, dan oleh karena itu dapat menjadi permasalahan, apakah pengecualian

    bagi kedua pihak dan kepentingan tersebut, yang timbul dari memori penjelasan berlaku dan

    mengikat? Hal ini penting untuk didiskusikan berkenaan dengan adanya pendapat bahwa

    Memori Penjelasan suatu undang-undang tidak boleh bertentangan dengan dan tidak boleh

    memberikan ketentuan tambahan di luar (pasal-pasal dari) undang-undang yang

    dijelaskannya. Pendapat seperti ini dianut oleh Sutan Remy Sjahdeini, Pakar Hukum

    Perbankan, yang juga menambahkan bahwa hal-hal yang dikemukakan di dalam Memori

    Penjelasan suatu Undang-undang tidak mengikat secara hukum, karena suatu undang-undang

    tetap berlaku dan mengikat sekalipun seandainya dikeluarkan tanpa diikuti Memori

    Penjelasan. Sebaliknya, suatu Memori penjelasan dari suatu undang-undang tidak

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    4/40

    mempunyai kekuatan hukum tanpa adanya Undang-undang (yang dijelaskan oleh Memori

    Penjelasan tersebut).

    Ketidaktegasan mengenai pengecualian bagi BPK dan Bapepam ini, dapat menjadi faktor

    yang mempengaruhi kesempurnaan UUP/1998, karena ternyata UUP/1998 tidak berusaha

    sepenuhnya memasukkan kemungkinan yang diberikan perundang-undangan yang adaberkaitan dengan pengecualian pengungkapan rahasia bank. Padahal Pasal 101 Undang-

    undang Pasar Modal memberi kemungkinan bahwa dalam rangka pelaksanaan penyidikan,

    Bapepam dengan permohonan izin dari Menteri Keuangan dapat memperoleh keterangan dari

    bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan di bidang perbankan. Sedangkan menurut Pasal 4 Undang-undang No. 5 tahun

    1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sehubungan dengan penunaian tugasnya, BPK

    berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan/instansi

    pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang.

    Ketidaktegasan tersebut juga dapat dilihat dari tidak adanya ketentuan yang mewajibkan bank

    untuk memberikan keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam, sebagaimanadiwajibkan bagi kepentingan perpajakan, BUPLN/PUPN, peradilan perkara pidana (Pasal

    42A) dan pihak yang ditunjuk Nasabah Penyimpan (Pasal 44A). Sehingga atas kesengajaan

    tidak memberikan keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam tidak ada sanksi

    yang dapat diancamkan. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 47A

    UUP/1998, yang menetapkan bahwa kesengajaan tidak memberikan keterangan yang wajib

    dipenuhi sebagaimana dimaksud Pasal 42A dan Pasal 44A merupakan perbuatan pidana yang

    diancam dengan pidana penjara serta denda.

    Status Kerahasiaan Nasabah Debitur

    Permasalahan lain yang perlu dibahas lebih lanjut berkenaan dengan ketentuan rahasia bank

    menurut UUP/1998 adalah bagaimana status kerahasian keterangan mengenai Nasabah

    Debitur. Apakah secara a contrario dapat ditafsirkan bahwa karena Pasal 40 UUP/1998 hanya

    mewajibkan Bank dan Pihak Terafiliasi menjaga kerahasiaan Nasabah Penyimpan dan

    Simpanannya, dan ditegaskan dalam Penjelasannya bahwa keterangan mengenai Nasabah

    selain dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan bukan keterangan yang wajib

    dirahasiakan, menyebabkan keterangan mengenai Nasabah Debitur menjadi terbuka bagi

    siapa saja dan untuk kepentingan apapun?

    Bila diperhatikan pengaturan mengenai rahasia bank di berbagai negara, maka terdapat

    penggolongan pengaturan sebagai berikut:

    Yang memasukkan rahasia bank sebagai ketentuan pidana, dalam arti rahasia bank

    sebagai kewajiban publik, sebagaimana banyak dianut oleh negara yang

    menggunakan sistem hukum kodifikasi.

    Yang memasukkan rahasia bank sebagai ketentuan perdata, dalam arti rahasia bank

    sebagai kewajiban yang timbul dari hubungan kontraktual, sebagaimana banyak

    dianut oleh sebagian besar negara yang menggunakan sistem Common Law.

    Yang memasukkan sebagian pengaturan rahasia bank sebagai ketentuan pidana,

    namun di sebagian lain sebagai ketentuan perdata (kombinasi/campuran),

    sebagaimana dianut oleh negara Amerika Serikat.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    5/40

    Menurut penggolongan tersebut, UUP/1992 dapat digolongkan yang memasukkan rahasia

    bank sebagai ketentuan pidana. Hal ini dapat dilihat dalam keterangan Sutan Remy Sjahdeini

    sebagai berikut:

    ketentuan atau kewajiban rahasia bank, di Indonesia ditentukan sebagai ketentuanpidana oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

    Dibandingkan dengan ketentuan UUP/1992, dalam UUP/1998 sebagaimana dapat dilihat dari

    ketentuan Pasal 40 ayat (1) jo. Pasal 47 UUP/1998, hanya memasukkan kewajiban menjaga

    keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya sebagai rahasia bank yang

    bersifat publik. Sedangkan keterangan mengenai Nasabah Debitur, secara letterlijk

    dikecualikan sebagai rahasia bank yang bersifat publik. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan

    Pasal 40 ayat (1) paragraf ke-2 UUP/1998 yang berbunyi sebagai berikut:

    Keterangan mengenai Nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakanketerangan yang wajib dirahasiakan Bank.

    Ketentuan ini berbeda dengan obyek rahasia bank sebagaimana diatur dalam Pasal 40

    UUP/1992 yang tidak membedakan apakah nasabah tersebut sebagai Nasabah Penyimpan

    atau Nasabah Debitur. Segala keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangandan hal-hal lain dari nasabah merupakan rahasia bank.

    Meskipun keterangan mengenai Nasabah Debitur tidak diatur secara tegas dalam UUP/1998

    sebagai rahasia bank, sebagaimana ketentuan rahasia bank menurut UUP/1992, namun

    perubahan ini hanya merupakan satu bentuk apa yang dikenal dalam ilmu hukum pidana

    sebagai depenalisasi. Depenalisasi di sini mempunyai pengertian bahwa perbuatan yang

    semula diancam dengan pidana, ancaman pidananya dihilangkan, akan tetapi masih

    dimungkinkan adanya tuntutan dengan cara lain, misalnya dengan melalui hukum perdata

    atau hukum administrasi. Artinya bahwa pengungkapan keterangan mengenai Nasabah

    Debitur yang dalam UUP/1992 ditentukan sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana,

    dengan UUP/1998 ini dihilangkan ancaman pidananya, akan tetapi tidak menghilangkan

    sama sekali kemungkinan untuk dituntut secara perdata maupun administratif. Dengan kata

    lain dapat disebutkan bahwa tidak masuknya lagi keterangan mengenai Nasabah Debitur

    menjadi keterangan yang wajib dirahasiakan oleh Bank dan Pihak Terafiliasi sebagaimana

    ditetapkan dalam Pasal 40 UUP/1998, bukan menghilangkan sifat wajib dirahasiakannya

    keterangan tersebut, namun hanya mengalihkan kewajiban tersebut yang tadinya merupakankewajiban yang bersifat pidana (termasuk ketentuan yang bersifat publik) menjadi kewajiban

    yang bersifat perdata.

    Alasan penulis mengenai hal tersebut adalah bahwa kewajiban merahasiakan keterangan

    mengenai Nasabah Debitur merupakan kewajiban yang bersifat perdata, serta pengungkapan

    keterangan mengenai Nasabah Debitur dapat dituntut secara perdata adalah:

    Pertama, hubungan antara bank dengan nasabah debitur merupakan fiduciary relation dan

    confidential relation, sehingga kepercayaan serta kerahasiaan hubungan keduanya merupakan

    moral obligation (kepatutan). Sejalan dengan hal tersebut dapat dikutip pernyataan M.

    Sholehuddin dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana Perbankan sebagai berikut:

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    6/40

    Keharusan bagi bank untuk memegang teguh rahasia bank adalah implementasi dari

    hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya yang dilandasi oleh asas kerahasiaan

    (konfidensialitas). Oleh karenanya, maka hubungan antara bank dengan nasabah, baik

    nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur adalah hubungan kerahasiaan

    (confidential relation).

    Khususnya di bidang kredit, dapat ditambahkan pula di sini pendapat Sutan Remy Sjahdeini

    yang menyatakan bahwa:

    Bank hanya bersedia memberikan kredit kepada nasabah debitur atas dasar kepercayaan

    bahwa nasabah debitur mampu dan mau membayar kembali kredit tersebut, maka juga

    hubungan antara bank dan nasabah debitur, yaitu hubungan perjanjian kredit, bukanlah

    sekedar hubungan kontraktual biasa antara kreditur dan debitur tetapi juga hubungan

    kepercayaan (fiduciary relation).

    Kedua, hubungan hukum antara Bank dengan Nasabah Debitur adalah berdasarkan perjanjian

    yang diadakan antara Bank dengan Nasabah Debitur. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan

    Pasal 1 butir 18 UUP/1998 sebagai berikut:

    Nasabah Debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau Pembiayaan

    berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian

    Bank dengan Nasabah yang bersangkutan.

    Berdasarkan prinsip hubungan kerahasiaan, hubungan kontraktual antara Bank dengan

    Nasabah Debitur mengandung syarat yang tersirat (implied term) bahwa Bank dianggap

    mempunyai kewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Debitur. Dalam

    hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:

    persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di

    dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh

    kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

    Ketiga, adanya kemungkinan Bank digugat melakukan perbuatan melanggar hukum oleh

    Nasabah Debitur, bilamana dengan pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debiturdipandang oleh Nasabah Debitur merugikan dirinya. Hal ini dimungkinkan berdasarkan Pasal

    1365 KUHPerdata, yang secara tegas mengatur:

    tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

    orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

    Di samping dapat digugat melakukan perbuatan melanggar hukum, Bank juga dimungkinkan

    diancam pidana dengan menggunakan delik lain, yakni pengungkapan keterangan mengenai

    nasabah Debitur dapat dipersangkakan sebagai kejahatan rahasia jabatan, sebagaimana

    disebutkan dalam Pasal 322 KUHP, yang lengkapnya berbunyi:

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    7/40

    1. Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

    jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan

    pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus

    rupiah.

    2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat

    dituntut atas pengaduan orang itu.

    Dari dasar-dasar dan alasan sebagaimana dibahas di muka, maka keterangan mengenai

    Nasabah Debitur juga merupakan keterangan yang harus dirahasiakan, dimana kewajibannya

    timbul dari hubungan kontraktual antara Bank dengan Nasabah Debitur. Dengan demikian

    karena sifat kerahasiaan keterangan mengenai Nasabah Debitur lahir dari perjanjian (implied

    term, Pasal 1339 KUHPerdata), pengungkapannya haruslah memenuhi kualifikasi-kualifikasi

    tertentu pula yang disepakati antara Nasabah Debitur dan bank.

    Sedangkan alasan lain yang memperkuat bahwa keterangan mengenai Nasabah Debitur

    merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan adalah tidak adanya ketentuan UUP/1998

    yang secara tegas mewajibkan Bank untuk memberikan keterangan mengenai NasabahDebitur kepada siapapun dan untuk kepentingan apapun. Dengan demikian keterangan

    mengenai Nasabah Debitur bukanlah keterangan yang terbuka bagi siapa saja dan untuk

    kepentingan apapun, sehingga terdapat syarat dan kondisi yang membatasi bank untuk

    memberikan keterangan mengenai Nasabah Debitur dan Pinjamannya. Persoalannya kini

    adalah syarat dan kondisi apa yang membolehkan pengungkapan tersebut?

    Untuk membahas pertanyaan tersebut, karena sejalan dengan pemikiran sistem hukum

    Common Law, di mana kewajiban merahasiakan timbul sebagai implied term dari perjanjian

    (kewajiban yang bersifat perdata), maka tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan

    penggunaan kerangka berpikir sistem hukum Common Law dalam hal pengungkapan

    keterangan mengenai Nasabah Debitur ini. Dalam yurisprudensi Inggris, terdapat satu kasus

    klasik yang dipakai sebagai standar kualifikasi bagi pengungkapan keterangan mengenai

    nasabah, bahkan yurisprudensi ini pun pada akhirnya menjadi standar pula bagi hampir

    semua Negara Persemakmuran (Commonwealth), yakni putusan perkara Tournier v. National

    Provincial and Union Bank of England, 1924 (yang dikenal juga dengan sebutan Tourniers

    Case). Dari putusan Tourniers Case dapat diklasifikasikan bahwa Bank berhak untuk

    mengungkapkan keterangan mengenai nasabahnya bilamana memenuhi salah satu dari empat

    syarat/kondisi sebagai berikut:

    1. Where disclosure is under compulsion by law.

    2.

    Where there is a duty to the public to disclose.3.

    Where the interest of the bank require disclosure.

    4. Where the disclosure is made with the express or implied consent of the customer.

    Penjelasan dari keempat syarat/kondisi tersebut, beserta contohnya adalah:

    Pertama, bilamana pengungkapan tersebut diharuskan oleh hukum, misalnya dalam hal Bank

    dimintai bukti dalam pemeriksaan pengadilan, atau untuk kepentingan penyidikan. Dalam hal

    penyidikan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP, Bank dapat

    mengungkapkan keterangan mengenai Nasabah Debitur kepada penyidik sebagai berikut:

    1.

    Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    8/40

    2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-

    undang, yakni di antaranya: (i) Pejabat PNS tertentu di lingkungan Direktorat jenderal

    Pajak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan (Pasal 44 (1)

    UU No. 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan); (ii)n

    Pejabat PNS tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk

    melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan (Pasal 112 (1) UU No. 10Tahun 1995 tentang Kepabeanan); (iii) Pejabat PNS tertentu di lingkungan Bapepam

    untuk melakukan penyidikan tidak pidana di bidang Pasar Modal (Pasal 101 ayat (2)

    Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal).

    Kedua, bilamana bank berkewajiban untuk melakukan pengungkapan kepada

    masyarakat/publik, misalnya dalam hal dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

    di mana Bank mengungkapkan keterangan mengenai Nasabah Debitur tertentu dan

    pinjamannya untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai adanya dugaan terjadinya

    penyelewengan kredit oleh Bank terhadap Nasabah Debitur tertentu.

    Ketiga, bilamana pengungkapan dikehendaki demi kepentingan Bank (Where the interest ofthe bank require disclosure), misalnya Bank demi kepentingan sendiri dapat mengungkapkan

    kepada pengadilan dalam pemeriksaan sengketa antara bank dengan seorang penjamin

    (guarantor) Nasabah Debitur.

    Keempat, bilamana nasabah memberikan persetujuannya (Where the disclosure is made with

    the express or implied consent of the customer), misalnya dalam hal Nasabah memberikan

    referensi-referensi bank kepada pihak lain, atau Nasabah memberikan kewenangan kepada

    bank untuk mengungkapkan urusan-urusannya dalam rangka membantu akuntannya.

    Simpulan

    Sebagai perwujudan gagasan untuk meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap institusi

    perbankan, pembentuk undang-undang telah melakukan pembaruan dalam UUP/1998

    terhadap ketentuan mengenai rahasia bank. Pembaruan tersebut meliputi pengertian dan

    obyek rahasia bank, perluasan mengenai pihak dan kepentingan yang mengecualikan

    ketentuan rahasia bank, pengalihan wewenang pemberian perintah dan izin pengecualian,

    serta memperberat ancaman pidana dan penambahan delik rahasia bank.

    Khusus dalam pengaturan pengecualian ketentuan mengenai rahasia bank menurut

    UUP/1998, bagi BPK dan Bapepam, dikarenakan terdapat kondisi khusus, maka status

    pengecualiannya menjadi tidak jelas. Kondisi khusus tersebut adalah bahwa secararedaksional pengecualian bagi BPK dan Bapepam tidak disebutkan dalam pasal-pasal

    UUP/1998, hanya disebutkan dalam bagian penjelasan. Disamping itu tidak ada ketentuan

    dalam UUP/1998 yang mewajibkan bank untuk memberikan keterangan kepada BPK dan

    Bapepam, sedangkan di sisi lain terdapat peraturan perundangan yang memberikan

    wewenang bagi kedua pihak tersebut untuk mendapatkan keterangan mengenai nasabah bank.

    Berkenaan dengan keterangan mengenai Nasabah Debitur, walaupun UUP/1998 tidak

    memasukkannya sebagai rahasia bank, namun pihak bank maupun pihak terafiliasi tetap

    mempunyai kewajiban untuk menjaga dan merahasiakannya. Kewajiban tersebut timbul dari

    sifat kontraktual antara bank dan nasabah debitur. Oleh karena itu menurut pendapat penulis,

    setiap pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debitur pun tidak dapat dilakukan tanpamemenuhi kualifikasi-kualifikasi tertentu.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    9/40

    Daftar Bacaan:

    1. Prof. Dr. Bambang Poernomo, SH, dan Aruan Sakidjo, SH, MH, Hukum Pidana:

    Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.

    2. Dennis Campbell, BA, JD, LL.M (general Editor), Internasional Bank Secrecy, Sweet

    & maxwell, London, 1992.3. Drs. H. As. Mahmoeddin, Analisis Kejahatan perbankan, Rafflesia, Jakarta, 1997.

    4.

    M. Sholehuddin, SH, MH, Tindak Pidana Perbankan, rajawali Press, Jakarta, 1997.

    5. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang

    Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, IBI, Jakarta,

    1993.

    6. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH, Hak Tanggungan Asas dan Permasalahan Yang

    Dihadapi Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 1, YPHB, Jakarta, 1997.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    10/40

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    11/40

    PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK

    PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK

    I. KETENTUAN UMUM

    PadaPasal 5 ayat (1)Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

    Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

    Menurut jenisnya, Bank terdiri dari :

    1.1.Bank Umum

    Bank Umum disebut juga sebagai bank dagang, bank komersial, bank kredit,

    bahkan di beberapa Negara disebut sebagai bank deposito.Bank yang melaksanakan

    kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah ini dalam

    kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.Sebagai Bank

    konvensional, Bank Umum melakukan usaha perbankan dengan memberikan kredit kepada

    nasabah baik perorangan maupun perusahaan. Sedangkan Bank Umum yang menganut

    prinsip syariah menggunakan aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank

    dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau

    kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.

    Bank Umum ini sendiri dapat berupa Bank Milik Negara, Swasta, maupun Koperasi,

    yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro,

    deposito, serta tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek.

    Kredit jangka pendek ini dipilih karena dana utama yang diterima juga berjangka waktu

    pendek, sehingga pemberian kredit jangka pendek diharapkan tidak mengganggu

    kemampuan bank untuk memenuhi jangka pendeknya. Suatu bank dikatakan sebagai Bank

    Umum karena bank tersebut mendapatkan keuntungan dari selisih bunga yang diterima dari

    peminjam dengan yang dibayarkan oleh bank kepada depositor (disebut spread).

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    12/40

    1.2.Bank Perkreditan Rakyat.

    Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan

    prinsip syariah ini dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

    pembayaran.Jadi disini, terlihat bahwa perbedaan antara bank umum dengan BPR terletak

    dalam kegiatan pemberian jasa dalam lalu lintas pembayaran.Bank Perkreditan Rakyat

    memberikan jasa berupa menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka,

    tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

    Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

    disebutkan bahwa:

    1. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

    simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank

    Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun

    dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.

    2. Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:

    a) Susunan organisasi dan kepengurusan;

    b) Permodalan;

    c) Kepemilikan;

    d) Keahlian di bidang Perbankan;

    e) Kelayakan rencana kerja.

    3. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

    ditetapkan oleh BankIndonesia."

    Dari ketentuan di atas dapat dilihat, bahwa langkah pertama yang harus dilakukan

    dalam pendirian bank adalah menentukan jenis bank yang akan didirikan, apakah Bank

    Umum atau Bank Perkreditan Rakyat. Dari kedua jenis bank, terdapat beberapa perbedaan

    mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan sebuah bank.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    13/40

    II. PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK

    2.1. Pendirian Bank Umum

    Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank Indonesia

    selaku Bank Sentral.Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2

    tahapan.Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang

    bersangkutan.Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk

    melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.Selama belum mendapat izin

    usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan

    kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.

    Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam SK Direksi BI No:

    32/33/Kep/Dir, Tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999 :

    2.1.1. Syarat Umum

    Dalam pasal 3 disebutkan :

    1) Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank

    Indonesia.

    2) Bank hanya dapat didirikan oleh:

    a) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia; atau

    b) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia dengan WNA dan/atau Badan Hukum Asing secara

    kemitraan.

    Selanjutnya dalam pasal 4 disebutkan:

    1) Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp

    3.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah);

    2) Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok,

    simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang

    Perkoperasian;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    14/40

    3) Modal disetor yang berasal dari warga Negara asing dan/atau badan hukum asing,

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (2) huruf b setinggi-tingginya sebesar 99 %

    (Sembilan puluh sembilah persen) dari modal disetor bank.

    Bila dicermatisyarat-syarat pendirian bank umum tersebut tampak bahwa modal

    yang harus disediakan relatif cukup besar.Tampaknya pimpinan BI menyadari bahwa bank

    sebagai badan usaha memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan badan usaha

    lainnya.Hal ini terlihat bahwa pimpinan bank tidak serta merta mengeluarkan izin usaha

    walaupun modal sudah ada.

    2.1.2. Persetujuan Prinsip

    Sebagaimana dijabarkan dalam pasal 6:

    1) Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    5 huruf a diajukan sekurang-kurangnya oleh seorang calon pemilik kepada direksi Bank

    Indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran I dan wajib dilampri dengan:

    a) Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yang

    sekurang-kurangnya memuat:

    1. Nama dan tempat kedudukan;

    2. Kegiatan usaha sebagai Bank;

    3. Permodalan;

    4. Kepemilikan;

    5. Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan dewan Komisaris serta Direksi;

    b) Data kepemilikan berupa:

    1) Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham

    bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah;

    2) Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta

    daftar hibah bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi;

    c) Daftar calon anggota dewan Komisaris dan anggota Direksi disertai dengan:

    1. Fotokopi tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor;

    2. Riwayat hidup;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    15/40

    3. Surat penyertaan pribadi (personal statement)yang menyatakan tidak pernah melakukan

    tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya dan atau tidak pernah

    dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;

    4. Surat keterangan atau bukti tertulis dari bank tempat bekerja sebelumnya mengenai

    pengalaman operasional di bidang perbankan bagi calon Direksi yang telah berpengalaman;

    dan

    5. Surat keterangan dari lembaga pendidikan mengenai pendidikan perbankan yang pernah

    diikuti dan/atau bukti tertulis bagi Bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman

    di bidang perbankan bagi calon anggota Dewan Komisaris.

    d) Rencana susunan organisasi;

    e) Rencana kerja untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:

    1. Hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;

    2. Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta

    langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana yang dimaksud.

    f) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari modal yang disetor

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam bentuk fotokopi bilyet deposito pada

    Bank di Indonesia dan atas nama Direksi Bank Indonesia q.q. salah seorang calon pemilik

    untuk pendirian Bank yang yang bersangkutan dengan mencantumkan keterangan bahwa

    pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi

    Bank Indonesia;

    g) Surat pernyataan dari calon pemegang saham dan Bank yang berbentuk hukum Perseroan

    Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi Bank yang berbentuk hukum

    Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana yang dimaksud dalam huruf f:

    1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank

    dan/atau pihak lain di Indonesia;

    2. Tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering).

    2). Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal

    1 huruf b:

    a. Dalam hal perorangan wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana yang dimaksud

    dalam ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 3;

    b. Dalam hal badan hukum wajib dilampiri dengan:

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    16/40

    1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan

    yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan hukum

    asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal badan hukum tersebut;

    2. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 3

    dari seluruh dewan komisaris dan direksi dari badan hukum yang bersangkutan;

    3. Rekomendasi dari instansi berwenang di Negara asal bagi bbadan hukum asing;

    4. Daftar pemegang ssaham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi

    baddan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut rincian

    jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi badan hukum koperasi;

    5. Laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh akuntan public dengan posisi paling

    lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan pesetujuan prinsip.

    Mencermati persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin mendirikan Bank, agaknya

    pemerintah tidak ingin mengulangi kekeliruan di masa lalu ketika muncul Paket

    kebijaksanaan di bidang perbankan pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan Pakto 88.

    Jika dicermati Pakto 88 tersebut, syarat-syarat untuk mendirikan bank tidak terlalu

    sulit.Namun, bank tidak dikelola secara profesional, akibatnya bank harus dicabut ijin

    usahanya oleh pemerintah. Untuk memperkokoh keberadaan bank sebagai lembaga

    penyimpan dana yang aman, landasan hukum perbankan pun diperbaharui.

    2.1.3. Data Kepemilikan Bank

    Dalam mendirikan sebuah bank tidak hanya dilihat dari jumlah modal yang

    dimilikinya, akan tetapi siapa pemilik dan pengelola bank. Prosedur tersebut tampak pada

    ketentuan di bawah ini:

    Pasal 9

    Permohonan untuk mendapat ijin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b

    diajukan oleh Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format pada

    lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan:

    a. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukumyang telah disahkan

    oleh instansi yang berwenang;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    17/40

    b. Data kepemilikan berupa:

    1. Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya kepemilikan saham bagi bank yang

    berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah; atau

    2. Daftar angora berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar

    hibah bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi; yang masing-masing disertai dengan

    dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2);

    c. Daftar susunan dewan Komisaris dan Direksi, disertai dengan:

    1. Pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm;

    2. contoh tandatangan dan paraf;

    3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c;

    4. fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi surat izin bekerja dari instansi

    berwenang, bagi warga Negara asing;

    d. Susunan organisasi serta system dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia;

    e. Bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam

    bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank di Indonesia atas nama Direksi Bank Indonesia

    q.q. salah seorang pemilik Bank yang bersangkutan dengan mencantumkan keterangan

    bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari

    Direksi Bank Indonesia.

    f. bukti kesiapan operasional berupa:

    1. daftar aktiva tetap dan inventaris;

    2. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa

    gedung kantor;

    3. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;

    4. contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional Bank;

    5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

    g. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan

    Terbatas Perusahaan Daerah atau dari anggota bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi

    bunga pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf c:

    1. tidak bersal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank

    dan/atau pihak lain di Indonesia;

    2. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money loundering);

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    18/40

    h. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 21 ayat (3) bagi anggota dewan Komisaris;

    i. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)

    bagi anggota Direksi;

    j. Surat pernyataan dari anggota dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan tidak

    mempunyai hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4);

    k. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai

    hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);

    l. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-

    sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% dari modal disetor pada

    suatu perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).

    Selanjutnya dalam Pasal 13 disebutkan:

    1. Kepemilikan Bank oleh Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)

    setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.

    2. Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan:

    a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan, dan laba dikurangi penyertaan dan kerugian,

    bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah; atau

    b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana

    cadangan dan Sisa Hasil Usaha dikurangi penyertaan dan kerugian bagi Badan Hukum

    Koperasi.

    2.1.4. Yang dapat menjadi Pemilik Bank

    Dalam Pasal 15 dijabarkan siapa saja yang dapat menjadi pemilik bank:

    1. Yang dapat menjadi pemilik Bank adalah pihak-pihak yang:

    a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang

    ditetapkan oleh Bank Indonesia;

    b. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.

    2. Pemilik Bank yang memiliki integritas yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    huruf b, antara lain adalah pihak-pihak yang:

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    19/40

    a. Memiliki akhlak dan moral yang baik;

    b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap perkembangan operasional bank yang sehat;

    d. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi pemegang saham Bank.

    2.1.5. Perubahan Modal

    Dalam Pasal 10 disebutkan:

    1. Perubahan modal dasar bagi Bank yang berbentuk Hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan

    Daerah wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10

    hari setelah tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang

    dilampiri dengan:

    a. Notulen rapat umum pemegang saham;

    b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.

    2. Perubahan modal bagi Bank yang berbentuk Badan Hukum Koperasi, wajib dilaporkan oleh

    Direksi Bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal perubahan

    anggaran dasar dilampiri dengan:

    a. Notulen rapat anggota;

    b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.

    2.1.6. Perubahan Pemilik

    Dalam Pasal 18 disebutkan:

    1. Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau

    penambahan pemilik Bank, wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Bank Indonesia

    selambat-lambatnya 10 hari setelah perubahan dilakukan.

    2. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang

    diakibatkan adanya penambahan modal disetor wajib dilampiri dengan:

    a. Bukti penyetoran;

    b. Notulen rapat umum pemegang saham/rapat anggota.

    c. Surat pernyataan dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    20/40

    d. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.

    3. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang

    tidak mengubah modal disetor wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (2) huruf b,c dan d.

    2.1.7. Dewan Komisaris

    Yang dapat menjadi Komisaris Bank diatur dalam Pasal 19, yaitu:

    1. Anggota dewan Komisaris dan Direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang

    ditetapkan oleh Bank Indonesia;

    b. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya;

    c. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.

    2. Anggota dewan komisaris dan Direksi yang memiliki integritas yang baik sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1) huruf c, antara lain adalah pihak-pihak yang:

    a. Memiliki akhlak dan moral yang baik;

    b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat;

    d. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota dewan Komisaris dan Direksi Bank.

    Pasal 20

    1. Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan Warga

    Negara Asing sebagai anggota Dewan Komisaris dan Direksi.

    2. Di antara Dewan Komisaris dan Direksi Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

    sekurang-kurangnya terdapat satu orang anggota dewan Komisaris dan satu orang anggota

    Direksi berkewarganegaraan Indonesia.

    Pasal 21

    1. Jumlah anggota dewan Komisaris sekurang-kurangnya dua orang.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    21/40

    2. Anggota dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memiliki

    pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan.

    3. Anggota dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan:

    a. Sebagai anggota dewan Komisaris sebanyak-banyaknya pada satu bank lain atau Bank

    Perkreditan Rakyat; atau

    b. Sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif yang memerlukan

    tanggung jawab penuh sebanyak-banyaknya pada dua perusahaan lain bukan bank atau

    bukan Bank Perkreditan rakyat.

    4. Mayoritas anggota dewan Komisaris dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan

    derajat kedua termasuk suami/istri, menantu, dan ipar dengan anggota dewan Komisaris

    lain.

    Pasal 22

    1. Direksi Bank sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang.

    2. Mayoritas dari anggota Direksi wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-

    kurangnya 5 tahun sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank.

    Pasal 23

    1. Mayoritas anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat

    kedua termasuk suami/istri, keponakan, menantu, ipar, dan besan dengan anggota Direksi

    lain atau anggota dewan Komisaris;

    2. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi

    atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain;

    3. Di antara anggota-anggota Direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

    memiliki saham melebihi 25% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain;

    4. Direksi Bank dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan

    pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas;

    2.1.8. Persetujuan Bank Indonesia

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    22/40

    Anggota Komisaris Bank harus mendapat persetujuan dari Pimpinan Bank Indonesia.Hal ini

    dijabarkan dalam Pasal 24.

    1. Calon anggota dewan Komisaris atau Direksi wajib memperoleh persetujuan dari Bank

    Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya;

    2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

    disampaikan oleh Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sebelum rapat umum

    pemegang saham atau rapat anggota yang mengesahkan pengangkatan dimaksud, disertai

    dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c,Pasal 9 huruf h, I, j,

    k dan l;

    3. Persetujuan atau penolakan atas permohonan pengangkatan anggota dewan Komisaris

    atau Direksi diberikan selambat-lambatnya 15 hari sejak dokumen permohonan diterima

    secara lengkap;

    4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam

    ayat (3), Bank Indonesia melakukan:

    a. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaiman dimaksud dalam ayat

    (2);

    b. Wawancara terhadap calon anggota dewan Komisaris atau Direksi.

    5. Laporan pengangkatan anggota dewan Komisaris atau Direksi wajib disampaikan oleh

    Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah

    pengangkatan dimaksud disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota,

    disertai dengan notulen rapat umum pemegang saham atau notulen rapat anggota.

    2.1.9. Pimpinan Cabang

    Penggantian Pimpinan Cabang Bank wajib dilaporkan ke Pimpinan Bank Indonesia, hal

    ini dijabarkan dalam Pasal 25.Pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang

    wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh)

    hari setelah tanggal pengangkatan dan dilampiri dengan:

    a. Surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai pemimpin Kantor Cabang dan Direksi

    Bank;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    23/40

    b. Dokumen yang menyatakan identitas calon pemimpin Kantor Bank dengan persyaratan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c angka 1, angka 2, dan angka 3, serta

    Pasal 9 huruf c angka 1dan angka 2.

    2.2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat

    Pada pendirian BPR juga diperlukan izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana Bank

    Umum. Pada proses izin usaha dari Bank Indonesia diperlukan 2 tahap yaitu tahap

    persetujuan prinsip dan perolehan izin usaha. Selama salah satu atau kedua proses ini

    belum terpenuhi maka BPR tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun di bidang

    perbankan. Syarat-syarat untuk mendirikan BPR diatur dalam SK Direksi BI

    No.32/35/Kep/Dir, tentang Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999.

    2.2.1. Syarat Umum Pendirian BPR

    Hal ini dijabarkan dalam Pasal 3:

    1. BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank

    Indonesia

    2. BPR hanya dapat didirikan oleh:

    a) Warga Negara Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;

    b) Badan Hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;

    c) Pemerintah Daerah; atau

    d) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.

    2.2.2. Modal BPR

    Dalam Pasal 4 disebutkan:

    1. Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar:

    a. Rp. 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan diwilayah Daerah Khusus

    Ibukota jakarta Raya dan Kabupaten/Kotamadya Tanggerang, Bekasi, dan Karawang;

    b. Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota

    propinsi diluar wilayah tersebut pada huruf a;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    24/40

    c. Rp. 500.000.000 (lim ratus juta rupiah) untuk BPR yang didirikan di luar wilayah tersebut

    pada huruf a dan huruf b.

    2. Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok,

    simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang

    perkoperasian;

    3. Bagian dari modal disetor BPR yang digunakan untuk modal kerja sekurang-kurangnya

    berjumlah 50% (lima puluh perseratus)

    2.2.3. Persetujuan Prinsip

    Masalah ini dijabarkan dalam Pasal 6 sebagai berikut:

    1. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    5 huruf a diajukan oleh sekurang-kurangnya oleh seorang calon pemilik kepada Direksi Bank

    Indonesia sesuai dengan format lampiran 1 dan wajib dilampiri dengan :

    a) Rancangan akta pendirian badan huku, termasuk rancangan anggaran dasar yang

    sekurang-kurangnya memuat:

    1. Nama dan tempat kedudukan

    2. Kegiatan usaha sebagai BPR3. Permodalan

    4. Kepemilikan

    5. Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan dewan Komisaris dan Direksi;

    b) Data kepemilikan berupa:

    1. Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham

    bagi BPR yng berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah

    2. Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta

    daftar hibah bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi

    c) Daftar calon anggota dewan Komisaris dan Direksi disertai dengan:

    1. Fotokopi KTP;

    2. Riwayat hidup;

    3. Surat pernyataan yang menyatakan tidak pernah melakukan tidakan tercela di bidang

    perbankan. Keuangan, dan usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti

    melakukan tindak pidana kejahatan;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    25/40

    4. Surat keterangan atau bukti tertulis dari pihak sebelumnnyamengenai pengalaman

    operasional dibidang perbankan bagi calon Direksi yang tidak berpengalaman;

    5. Surat keterangan dari lembaga pendidikan perbankan yang pernah diikuti dan/atau bukti

    tertulis dari pihak Bank tempat bekerja sebelumya mengenai penglaman dibidang

    perbankan bagi calon anggota dewan komisaris

    d) Rencana susunan organisasi;

    e) Rencana kerja untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:

    1. Hasil penelaahan mengenai peluang dasar dan potensi ekonomi;

    2. Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta

    langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud;

    3. Rencana kebutuhan pegawai;

    4. Proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulan yang dimulai sejak BPR melakukan kegiatan

    operasionalnya serta proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi;

    f) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% dari modal disetor sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 4 ayat (1), dalam bentuk fotokopi Bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia

    dana atas nama Direksi Bank Indonesia q.q salah seorang calon pemilik untuk pendirin BPR

    yang bersanngkutan dengan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat

    dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indonesia

    g) Surat pernyataan dai pemegang saham bagi BPR yang berbentuk hukum Perseroan

    Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota dari BPR yng berbentu hukum

    koperasi,bahwa setoran modal sebagaimana dimaksud dalam huruf f:

    1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank

    dan/atau pihak lain di Indonesia;

    2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melnggar hukum.

    2. Daftar calon pemegang saham atau calon anggota sebagiamana dimaksud dalam ayat (1)

    huruf b:

    a. dalam hal perorangan wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam

    ayat (1) huruf c angnka 1, angka 2, dan angka 3;

    b. dalam hal Badan Hukum wajib dilampiri dengan:

    1. akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang

    telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    26/40

    2. dokumen sebagimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c angka 1, angka 2 dan angka 3 dari

    seluruh Dewan Komisaris dan Direksi badan hukum yang bersangkutan;

    3. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi

    badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut rincian

    jumlah simpanan pokok, simpanan wajib serta daftar hibah bagi badan hukum koperasi;

    4. laporan keuangan posisi akhir bulan sebelum tanggal pengajuan permhonan persetujuan

    prinsip;

    5. laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan posisi paling

    lama 6bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan pengajuan prinsip, bagi badan hukum

    yang melakukan penyertaan sebesar Rp.1.000.000.000 atau lebih.

    2.2.4. Ijin Pendirian BPR

    Dalam pasal 9 disebutkan :

    Permohonan untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b

    diajukanoleh direksi BPR kepada direksi Bank Indonesia sesuai dengan format dalam

    lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan:

    a) akta pendirian badan hokum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan

    oleh instansi yang berwenang;

    b) data kepemilikan berupa :

    1. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya kepemilikan saham bagi BPR yang

    berbentuk badan hukum perseroan terbatas/perusahaan daerah;

    2. daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar

    hibah bagi BPR yang berbentuk Hukum koperasi, yang masing-masing disertai dengan

    dokumen sebagaimana yang dimaksud pasal 6 ayat (2).

    c) daftar susunan dewan Komisaris dan Direksi disertai dengan:

    1. disertai pas foto terakhir ukuran 4x4 cm;

    2. contoh tandatangan dan paraf;

    3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c.

    d) susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk personalia:

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    27/40

    e) bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1), dalam bentuk

    fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia dan atas nama Direksi Bank

    Indonesia q.q. salah seorang pemilik BPR yang bersangkutan dengan mencantumkan

    keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan

    tertulis dari direksi bank Indonesia;

    f) Bukti kesiapan operasional antara lain berupa:

    1. Daftar aktiva tetap dan inventaris;

    2. Bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa menyewa

    gedung kantor;

    3. Foto gedung kantor dan tata letak ruangan;

    4. Contoh formulir/warkat yang akan digunkan untuk operasional BPR;

    5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

    g) Surat pernyataan dari pemegang saham bagi BPR yang berbentuk hukum Perseroan

    Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari anggota bagi BPR yang berbentuk hukum koperasi

    bahwa pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf c :

    1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank

    dan/atau pihak lain di Indonesia;

    2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum.

    h. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 20 ayat (3) dan ayat (4) bagi anggota dewan Komisaris;

    i. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2)

    bagi anggota direksi;

    j. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan bersedia menjadi direksi

    selama sekurang-kurangnya 3 tahun sejak BPR beroperasi dan tidak akan mengundurkan

    diri, kecuali mendapat persetujuan terlebih dahulu dari bank Indonesia;

    k. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mem[punyai

    hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1)

    2.2.5. Kepemilikan BPR

    Menurut pasal 13

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    28/40

    1. Kepentingan BPR oleh Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2)

    setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih Badan Hukum yang bersangkutan;

    2. Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan :

    a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan

    kerugian, bagi badan hokum perseroan terbatas/perusahaan daerah; atau

    b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal pernyertaan, dana

    cadangandan sisa hasil usaha dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum

    koperasi.

    Selanjutnya dalam pasal 15 disebutkan:

    Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak :

    a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang

    diterapkan oleh Bank Indonesia.

    b. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas, antara lain :

    1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;

    2. Mematuhi peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    3. Bersedia mengembangkan BPR yang sehat.

    2.2.6. Perubahan modal

    Hal ini dijabarkan dalam pasal 16 sebagai berikut :

    1. Perubahan modal dasar bagi BPR yang berbentuk badan hokum perseroan

    terbatas/perusahaan daerah wajib dilaporkan oleh direksi BPR kepada bank Indonesiaselambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar dari

    instani yang berwnang dilampiri dengan:

    a. Notulen rapat umum pemegang saham;

    b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    29/40

    2. Perubahan modal bagi BPR yang berbentuk hokum koperasi wajib dilaporkan oleh direksi

    BPR kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal persetujuan

    perubahan anggaran dasar dilampiri dengan:

    a. Notulen rapat umum pemegang saham;

    b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.

    2.2.7. Perubahan Pemilik Modal

    Dalam pasal 17disebutkan :

    1. Penggantian dan/atau penambahan pemilik BPR wajib terlebih dahulu memperoleh

    persetujuan dari Bank Indonesia;

    2. Tatacara penggantian dan/atau penambahan pemilik BPR sebagaimana perundang-

    undangan yang berlaku tentang merger, konsolidasi dan akuisi bank;

    Selanjutnya dalam pasal 18 dikemukakan :

    1. Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau

    penambahan pemilik wajib dilaporkan oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia selambat-

    lambatnya 10 hari setelah perubahan dilakukan;

    2. Laporan perubahan komposisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diakibatkan

    adanya penambahan modal disetor wajib dilampiri dengan:

    a. Bukti penyetoran;

    b. Notulen rapat umum pemegang saham/rapat anggota;

    c. Surat pernytaan dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf g;

    d. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam pasa 9 huruf b.

    3. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang

    tidak mengubah modal disetor wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d;

    2.2.8. Anggota Komisaris dan Direksi

    Dalam pasal 19 disebutkan :

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    30/40

    Anggota dewan komisaris dan direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

    a. Tidak termasuk dalam daftar oang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang

    ditetapkan oleh bank Indonesia

    b. Menurut penilaian bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas, antara lain :

    1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;

    2. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    3. Bersedia mengembangkan dan melakuan kegiatan ussaha BPR secara sehat.

    Selanjutnya dalam pasal 20 disebutkan:

    1) Jumlah anggota dewan Komisaris dan Direksi sekurang-kurangnya 1 orang;

    2) Anggota dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib memiliki

    pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan;

    3) Anggota dewan komisaris BPR dapat merangkap jabatan sebagai komisaris sebanyak-

    banyaknya pada 3 BPR dan/atau BPR berdasarkan prinsip syariah;

    4) Komisaris BPR dilarang menjabat sebagai anggota direksi pada bank umum.

    Pasal 21

    1) Jumlah anggota direksi BPR sekurang-kurangnya 2 orang;

    2) Anggota direksi sekurang-kurangnya berpendidikan formal setingkat Diploma II atau

    sarjana muda;

    3) Sekurang-kurangnya 50% dari anggota direksi wajib berpengetahuan dalam operasional

    bank sekurang-kurangnya 2 tahun sebagi pejabat di bidang pendanaan dan/atau

    perkreditan.

    2.2.9. Syarat Menjadi Anggota Direksi

    1) Anggota direkasi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    31/40

    a) Anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orangtua termasuk mertua, anak

    termasuk menantu, saudara kandung termasuk hubungan sebagai orangtua, anak dan

    suami/istri;

    b) Dewan komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak dan suami/istri.

    2) Anggota direksi BPR dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau pejabat

    eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain;

    3) Direksi BPR dilarang memberikan kuasa hokum kepada pihak lain yang mengakibatkan

    pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.

    Pasal 23

    1. Dalam hal terjadi penggantian anggota dewan komisaris dan/atau direksi, calon pengganti

    jabatan tersebut wajib memperoleh persetujuan dari direksi bank Indonesia sebelum

    diangkat dan menduduki jabatannya;

    2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

    disampaikan oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia sebelum rapat umum pemegang

    saham atau rapat anggota yang mengesahkan pengangkatan dimaksud, disertai dengan

    dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, huruf h, huruf I dan huruf k;

    3. Persetujuan atau penolakan atas permodalan pengangkatan anggota dewan komisaris dan

    direksi diberikan selambat-lambatnya 15 hari setelah dokumen permohonan diterima

    secara lengkap;

    4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam

    ayat (3), Bank Indonesia melakukan :

    a) Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaiimana yang dmaksud dalam

    ayat (2);

    b) Wawancara terhadap calon anggota dewan komisaris dan direksi.

    5. Laporan pengangkatan anggota dewan komisaris dan/atau direksi wajib disampaikan oleh

    direksi BPR kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah pengangkatan

    dimaksud disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan

    format dalam lampiran 5, disertai notulen rapat umum pemegang saham atau rapat

    anggota.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    32/40

    2.2.10. Peningkatan Status BPR

    BPR dapat ditingkatkan statusnya menjadi Bank Umum. Persyaratannya adalah BPR

    tersebut harus memiliki tingkat permodalan, yang selama 12 bulan terakhir atau sekurang-

    kurangnya 10 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. BPR tersebut juga

    harus memenuhi persyaratan modal disetor untuk menjadi Bank Umum dan memenuhi

    ketentuan Direksi dan dewan Komisaris sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Bank

    Umum.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    33/40

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    34/40

    PERIZINAN BANK, BENTUK-BENTUK HUKUM DAN KEPEMILIKAN BANK

    Diposkan oleh kang iwan belajar Sabtu, 23 Oktober 2010

    2.1. Perizinan

    Bank sebagai suatu badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha menghimpun dana

    dari masyarakat dalam berbagai bentuknya, sudah tentu membutuhkan banyak persyaratan

    dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Ini sangat penting untuk melindungi kepentingan

    masyarakat, terutama terhadap nasabah penyimpan dan simpanannya.

    Untuk maksud tersebut dalam Undang-Undang Perbankan telah sedemikian rupa

    diatur mengenai perizinan untuk menjalankan kegiatan usaha bank sebagaimana ditentukan

    dalam pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 yaitu:

    Pasal 16 ayat 1 :

    Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam

    bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum

    atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila

    kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-

    undang tersendiri

    Dalam ketentuan pasal 16 ayat 1 di atas , mengandung arti bahwa kegiatan

    menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan yang

    perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat yang dananya

    disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut. Sehubungan dengan itu dalam ayat

    ini ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

    hanya dapat dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum

    atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat.

    Namun, dimasyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukankegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan,

    misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi.

    Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup dalam kegiatan usaha perbankan

    berdasarkan ketentuan ayat ini. Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat yang

    dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.

    Pasal 16 ayat 2

    Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :

    http://arsipkangiwan.blogspot.com/2010/10/perizinan-bank-bentuk-bentuk-hukum-dan.htmlhttp://arsipkangiwan.blogspot.com/2010/10/perizinan-bank-bentuk-bentuk-hukum-dan.htmlhttp://arsipkangiwan.blogspot.com/2010/10/perizinan-bank-bentuk-bentuk-hukum-dan.html
  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    35/40

    a. Susunan Organisasi Dan Kepengurusan ;

    b. Permodalan ;

    c. Kepemilikan ;

    d. Keahlian di bidang Perbankan ;

    e. Kelayakan rencana kerja.

    Dari ketentuan pasal 16 ayat 2 tersebut dapat dikemukakan bahwa dalam hal

    memberikan izin usaha sebagai bank umum dan bank perkreditan rakyat, bank Indonesia

    selain memerhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, juga

    wajib memerhatikan tingkat persaingan yang sehat antar bank, tingkat kejenuhan jumlah

    bank dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

    Pasal 16 ayat 3

    Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

    ditetapkan oleh Bank Indonesia

    Sebagaimana halnya ketentuan pasal 16 ayat 1 dan ayat 2, maka berhubungan dengan

    ketentuan pasal 16 ayat 3 dapat dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang

    ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain adalah:

    a. Persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang

    perbankan dan konduiteyang lain

    b. Larangan adanya hubungan keluarga diantara pengurus bank.

    c. Modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

    d. Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan.

    e. Kelayakan rencana kerja.

    f. Batas waktu pemberian izin pendirian bank.

    2.2. Bentuk-Bentuk Hukum Bank

    Undang-undang perbankan membedakan secara tegas bentuk hukum untuk bank

    umum, bentuk hukum untuk bank umum. Bentuk hukum untuk bank perkreditan rakyat dan

    bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri.

    Untuk bank umum dikenal tiga bentuk hukum sebagaimana ditentukan oleh pasal 21

    ayat 1, yaitu Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah sedangkan bentuk

    hukum untuk Bank Perkreditan Rakyat yang diatur dalam pasal 21 ayat 2 adalah Perusahaan

    Daerah, Koperasi, Perseroan Terbatas, bentuk lain yang ditetapkan oleh peraturan

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    36/40

    pemerintah. Dan bentuk hukum dari antar perwakilan dan kantor cabang yang

    berkedudukan di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya,

    sebagaimana ditentukan oleh pasal 21 ayat 3.

    Dari apa yang diuraikan diatas, menunjukkan bahwa bentuk hukum untuk Bank

    Perkreditan Rakyat lebih banyak daripada bentuk hukum untuk Bank Umum. Perbedaan

    yang substansial adalah adanya peluang untuk mendirikan bank perkreditan rakyat dalam

    bentuk lain sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 2. Dalam penjelasan pasal 21

    ayat 2 huruf d dikatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi

    penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti

    bank desa, lumbung desa, badan kredit desa dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana

    dimaksud dalam pasal 58.

    Dalam pasal 58 Undang-Undang Perbankan ditentukan bahwa, Bank Desa, Lumbung

    Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa

    (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK),

    Lembaga Pengkreditan Kecamatan, Badan Karya Produksi Desa (BKPD) dan atau lembaga-

    lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Pengkreditan

    Rakyat berdasarkan undang-undang dengan memenuhi persyaratan tata cara yang

    ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

    2.3. Kepemilikan

    Untuk pendirian bank di Indonesia telah diatur secara tegas oleh undang-undang

    perbankan. Persyaratan mengenai pendirian bank tersebut tergantung pada jenis bank yang

    akan didirikan.

    Sebagaimana diatur pada pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Perbankan, bahwa Bank

    Umum hanya dapat didirikan oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, warga

    Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing dan atau

    badan hukum asing secara kemitraan (Join Venture), dan pasal 22 ayat 2 menentukan

    bahwa ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak

    sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh bank Indonesia.

    Ketentuan mengenai pendirian bank diatas, tidak berlaku bagi pendirian Bank

    Perkreditan Rakyat untuk pendirian bank pengkreditan rakyat berlaku ketentuan sendiri

    yang sedikit dengan pendirian Bank Umum

    Menurut pasal 23 Undang-Undang Perbankan, bahwa Bank Perkreditan Rakyat

    hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia

    yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia, pemeritahan daerah, atau dapat memiliki

    kesamaan ketiganya.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    37/40

    Dari ketentuan diatas, jelaslah bahwa dalam pendirian perkreditan rakyat tidak

    memberi peluang kepada warga Negara asing dan badan hukum asing, baik sendiri-sendiri

    maupun bersama-sama secara kemitraan (Join Venture) dengan warga Negara Indonesia

    dan atau badan hukum indonesia. dengan perkataan lain, dalam hal perkreditan rakyat

    dimiliki oleh badan hukum Indonesia maka badan hukum Indonesia dimaksud seluruhpemiliknya adalah seluruh warga Indonesia. Jadi, hanya warga Negara Indonesia dan badan

    hukum Indonesia yang sama sekali tidak mengandung unsur asing (Foreign Element).

    Mengenai kepemilikan bank ini oleh Undang-Undang Perbankan dibedakan sesuai

    dengan bentuk hukum dari bank. Untuk Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang

    berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang

    tentang Koperasi sebagaimana ditentukan dalam pasal 24, sedangkan dalam pasal 25

    ditentukan bahwa Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk Perseroan

    Terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Maksud dariditentukannya bentuk saham bank dalam bentuk atas nama adalah untuk dapat mengetahui

    perubahan kepemilikan saham dari bank tersebut.

    Dalam ketentuan pasal 26 ayat 1, 2, dan 3 ditentukan hal-hal yang juga berkaitan

    dengan kepemilikan bank sebagaimana berikut:

    Pasal 26 ayat 1

    Bank Umumdapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.

    Dalam penjelasannya dikemukakan dalam ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk

    memperkuat struktur permodalan, penyebaran kepemilikan dan meningkatkan kinerja bank

    tersebut

    Pasal 26 ayat 2 :

    Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau

    badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan

    atau melalui bursa efek

    Maksud dari ketentuan ini adalah untuk membuka kesempatan yang lebih luas kepada

    berbagai pihak,baik Indonesia maupun asing untuk ikut serta memiliki bank umum.

    Pasal 26 ayat 3

    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut

    dengan Peraturan Pemerintah

    Dalam penjelasan ketentuan pasal26 ayat 3 ini dikatakan bahwa pokok pokok

    ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah memuat antara lain:

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    38/40

    a. Persyaratan kepemilikan saham termasuk kondisi keuangan calon pemilik bank

    b. Persyaratan dokumen yang harus di penuhi.

    Berkaitan dengan masalah kepemilikan bank tersebut,perlu juga dikemukakan juga

    bahwa dalam hal terjadinya perubahan kepemilikan bank,ada 2 kewajiban yang wajib dipenuhi sebagai mana di tentukan pasal 27 undang-undang perbankan yaitu:

    a. Memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 16 ayat 3 ,pasal 22,23,24,25,dan

    pasal26.

    b. Dilaporkan pada bank Indonesia.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    39/40

    DAFTAR PUSTAKA

    Sentosa Sembiring, S.H., M.H. 2000.Hukum Perbankan. Bandung. Mandar Maju.

    Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. 1999. Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-Undang

    Tahun 1998) Buku Kesatu. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

    -------. 2011. Booklet Perbankan Indonesia 2011. Jakarta. Direktorat Perizinan dan Informasi

    Perbankan.

    Drs. Muhamad Djumhana. 1998. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

    Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

  • 7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx

    40/40

    Anda menjadi nasabah bank? Anda tentu memiliki nomor rekening pada sebuahbank, baik bank swasta maupun bank pemerintah. Sebagai jaminan perlindungankepada nasabah yang berkenaan dengan keadaan keuangan nasabah, terdapat

    istilah kerahasiaan bank. Apakah artinya? Tips hukum kali ini membahas tentangistilah kerahasiaan bank.

    Kerahasiaan bank sangatlah penting agar bank dipercaya oleh masyarakat yangkemudian mau menyimpan uangya pada bank. Masyarakat hanya mempercayakanuangnya pada bank atau menggunakan jasa bank apabila bank memberikanjaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangannasabah tidak disalahgunakan.

    Undang-Undang Perbankan memberikan jaminan kerahasiaan bank guna melindungikepentingan nasabah penyimpan dana dan simpanannya. Undang-undang yanglama melindungi segala sesuatu yang menyangkut keterangan dan keadaan

    keuangan nasabah, baik nasabah penyimpan maupun nasabah debitur. NamunUndang-Undang Nomor 10 tahun 1998 memberi batasan tentang hal-hal yang wajibdirahasiakan oleh bank, yaitu sebatas pada keterangan dan keadaan keuangannasabah penyimpan dana saja. Keterangan dan keadaan keuangan nasabah selainsebagai nasabah penyimpan dana bukan merupakan keterangan yang wajibdirahasiakan oleh bank. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkandananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengannasabah yang bersangkutan.

    Beberapa literatur menyatakan berdasarkan berbagai ketentuan pada undang-undang perbankan, maka ruang lingkup rahasia bank meliputi:

    1. Keterangan mengenani nasabah penyimpan dan simpanannya. Ini tidak termasukketerangan mengenai nasabah debitor dan pinjamannya;2. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangantersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang;3. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai nasabah penyimpan dansimpanan boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasitersebut tergolong pada informasi yangdikecualikan atau informasi nasabahpenyimpan dan simpanan yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank.

    Undang-undang perbankan secara limitatif menyebutkan pengecualian dariketentuan kerahasiaan bank. Kewajiban bank untuk memegang teguh kerahasiaan

    bank tidak berlaku atau dikecualikan dalam hal-hal seperti di bawah ini, yaitu untuk:

    1. Kepentingan perpajakan2. Penyelesaian piutang bank3. Kepentingan peradilan pidana4. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata5. Kepentingan tukar-menukar informasi antarbank6. Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah7. Kepentingan penyelesaian kewarisan.