Post on 12-May-2023
MANUSKRIP
PENGARUH PENUNDAAN PENJEPITAN TALI PUSAT
TERHADAP LAMA KALA III, JUMLAH PERDARAHAN
KALA III-IV, KADAR HB BAYI DAN LAMA
PELEPASAN TALI PUSAT BAYI
SITI ROCHMAEDAH
NPM : 2015980141
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
(KEPERAWATAN MATERNITAS)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA, 2017
PENGARUH PENUNDAAN PENJEPITAN TALI PUSAT TERHADAP
LAMA KALA III, JUMLAH PERDARAHAN KALA III-IV, KADAR
HB BAYI DAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT BAYI
(Effect Of Delayed Umbilical Cord Clamping Of The Length Of Third Stage Of
Labor, The Amount Of Bleeding At III-IV Stage, Hb Levels Of The Baby And
Length Of Release Of The Umbilical Cord)
Siti Rochmaedah*, Natsir Nugroho**, Atik Hodikoh***
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan Muhammadiyah Jakarta
Email: siti.rochmaedah@gmail.com
**Dokter Obstetri Ginekologi Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi
***Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
ABSTRACT
Background: At the time of birth, the baby is still attached to the mother through
the umbilical cord, which is part of the placenta. Babies will be separated from
the placenta by clamping and cutting the umbilical cord, and this activity is
included in the active management of the third stage of labor, but the optimal time
to perform clamping and cutting of the umbilical cord that is controversial and
has continued until now. Objective: To determine the effect of delayed umbilical
cord clamping of the length of third stage of labor, the amount of bleeding at III-
IV stage, Hb levels of the baby and length release of the umbilical cord. Methods:
Research with posttest-only control group design. Differential test averages the
two groups using independent t-test. Multivariate test used logistic regression
analysis. Result: There are a different mean of a delayed umbilical cord clamping
of the length of third stage of labor p-value 0.04 < 0.05, Hemoglobin levels of the
baby p-value 0.03 < 0.05. There are not significant the amount of bleeding at III-
IV stage p-value 0.92 > 0.05 and length release of the umbilical cord of newborn
p-value 0.06 > 0.05. Conclusion & suggestion: Delaying clamping of the
umbilical cord effect on the length of third stage of labor, Hemoglobin levels of
the baby. Delaying clamping of the umbilical cord does not effect for the amount
of bleeding at III-IV stage and does not effect for the length release of the
umbilical cord of newborns. Delayed clamping of the umbilical cord can be used
as an alternative policy in active management at the third stage of labor.
Keywords : Delayed umbilical cord clamping, length of third stage of labor,
haemoglobin levels of the baby.
PENDAHULUAN
Ketika lahir, bayi masih terhubung
dengan ibu melalui tali pusat yang
merupakan bagian dari plasenta (Baety,
A.N, 2011; McDonald SJ, Middleton P,
Dowswell T, Morris PS, 2014). Bayi akan
terpisah dari plasenta melalui penjepitan dan
pemotongan tali pusat, dan kegiatan ini
termasuk dalam manajemen aktif kala III
persalinan. Penjepitan dan pemotongan tali
pusat bayi pada saat lahir merupakan salah
satu langkah Asuhan Persalinan Normal
(APN) dan intervensi yang harus dilakukan
(Kemenkes RI, 2013), tetapi waktu yang
optimal untuk melakukan penjepitan dan
pemotongan tali pusat tersebut masih
merupakan kontroversi dan masih
berlangsung hingga kini (Hutton EK, Hassan
ES, 2007; Tanmoun, 2013).
Penanganan aktif melibatkan klinisi
untuk lebih aktif mengintervensi proses kala
III meliputi: injeksi uterotonika, penjepitan
tali pusat, peregangan tali pusat terkendali
dan massage uterus setelah bayi lahir.
Manajemen aktif kala III disini
dimaksudkan adalah penjepitan tali pusat
dilakukan segera setelah bayi lahir (Aldos,
2006; Mercer, 2006; Begley CM, dkk,
2015). Arti segera setelah bayi lahir adalah
melakukan penjepitan dan pemotongan tali
pusat dalam 1 menit pertama kelahiran bayi
(McDonald SJ, Middleton P, Dowswell T,
Morris PS, 2014).
WHO sejak tahun 2012
merekomendasikan penundaan penjepitan
tali pusat sebagai bagian dari manajemen
aktif kala III persalinan. Setidaknya 1-3
menit setelah kelahiran untuk semua bayi
tanpa memandang usia kehamilan atau berat
badan janin dan tidak direkomendasikan
penjepitan tali pusat dengan segera (<1
menit) kecuali jika terjadi asfiksia pada bayi
dan memerlukan resusitasi segera (WHO,
2012).
Tujuan manajemen aktif kala III adalah
untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat memperpendek
waktu kala III persalinan dan mengurangi
kehilangan darah (Indriyani, 2013; Leduc,
Senikas & Lalonde, 2009; WHO, 2012).
Manajemen aktif kala III direkomendasikan
untuk semua wanita guna mengurangi risiko
perdarahan postpartum (Leduc, Senikas &
Lalonde, 2009).
Perdarahan Postpartum merupakan
penyebab utama kematian ibu di
negara berpenghasilan rendah dan menjadi
penyebab utama dari hampir seperempat
dari semua kematian ibu secara global.
Sebagian besar kematian akibat perdarahn
postpartum terjadi selama 24 jam pertama
setelah melahirkan (WHO, 2012). Angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih
tinggi yaitu 359/100.000 kelahiran hidup
(KH) (SDKI, 2012), target RPJMN tahun
2015-2019 menurunkan sampai 306/100.000
KH dan pada tahun 2030 diharapkan dapat
mengurangi AKI hingga dibawah
70/100.000 KH (SDGs, 2015). Angka
Kematian Ibu di Provinsi DKI Jakarta tahun
2014 sekitar 89/100.000 kelahiran hidup
(Dinkes DKI Jakarta, 2014), tertinggi di
Jakarta Timur yaitu 50/100.000 kelahiran.
Penyebab kematian ibu tersebut disebabkan
oleh Perdarahan, Eklampsia dan Infeksi
(Profil Sudinkes Jakarta Timur, 2013).
Pencapaian target SDGs dapat diraih
salah satunya melalui penurunan AKI yang
disebabkan oleh perdarahan postpartum.
Penyebab perdarahan postpartum yang
paling sering adalah uterus tidak dapat
berkontraksi dengan baik untuk
menghentikan perdarahan dari bekas insersi
plasenta, trauma jalan lahir (trauma),
pemisahan plasenta yang tidak lengkap,
manipulasi fundus yang tidak tepat, atau
tarikan berlebih pada tali pusat, bekuan
darah yang menghalangi kontraksi uterus
yang adekuat, dan gangguan pembekuan
darah (Lowdermilk, Perry & Cashion, 2013;
Benson, Ralph. 2008).
Menurut Andersson dkk (2013) bahwa
dengan menunggu sampai tali pusat berhenti
berdenyut secara alami dapat mengurangi
risiko perdarahan pada ibu. Riksani (2012)
menyatakan bahwa penundaan penjepitan
tali pusat dapat mengurangi risiko
perdarahan pada ibu pasca melahirkan.
Walaupun masih sedikit bukti yang dapat
menunjukkan bahwa penundaan penjepitan
tali pusat dapat menurunkan risiko
perdarahan ibu pasca melahirkan.
Studi literatur yang dilakukan oleh
Andriati (2013) menyimpulkan bahwa
penundaan penjepitan tali pusat memiliki
banyak efek positif, seperti : mencegah
anemia pada bayi baru lahir, meningkatkan
kadar hematokrit bayi, mengurangi
perdarahan post partum pada ibu,
mengoptimalkan penyaluran oksigen ke
bayi, meningkatkan bounding attachment
antara ibu dan bayi, serta dapat
meningkatkan pertumbuhan otak bayi.
Penundaan penjepitan dan pemotongan
tali pusat juga dapat meningkatkan kadar
hemoglobin pada bayi baru lahir cukup
bulan. Ditemukan bahwa kadar hemoglobin
pada bayi yang dilakukan pemotongan tali
pusat dengan segera adalah 16,2 g/dL,
sedangkan pada bayi yang dilakukan
penundaan pemotongan tali pusat adalah
18,3 g/dL (Lubis, 2008). Perbedaan kadar
hemoglobin tersebut terbukti signifikan dan
dapat menurunkan kejadian anemia bayi
baru lahir sebesar 47% (Hutton, 2007).
Riksani (2012) menganjurkan untuk
melakukan penjepitan dan pemotongan tali
pusat yaitu setelah tali pusat berhenti
berdenyut dimana kisaran waktu sekitar 3-5
menit setelah bayi lahir, dan penjepitan tali
pusat dini sangat tidak dianjurkan. Menurut
Kemenkes RI (2013) penjepitan tali pusat
dilakukan 2 menit setelah bayi lahir.
Penundaan penjepitan tali pusat
seharusnya dilakukan dalam perawatan
neonatus (WHO, 2014) diantaranya yang
lain adalah perawatan tali pusat. Perawatan
tali pusat yang higienis merupakan upaya
untuk mencegah bertambahnya kejadian
kesakitan dan kematian pada neonatus. Tali
pusat ini merupakan jalan masuknya
mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi neonatorum, dan berkembang
menjadi sepsis. Pelepasan tali pusat
membutuhkan beberapa hari untuk lepas
dari umbilical bayi, jika waktu singkat
dalam pelepasannya berarti mengurangi
risiko terjadinya infeksi tali pusat (WHO,
2014; Prawirohardjo, 2010). Dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu (3 –
45 hari) puntung tali pusat akan terlepas, dan
setelah sembuh akan membentuk umbilikus.
Tali pusat akan mengering lebih cepat dan
mudah lepas jika terpajan oleh udara luar
sehingga pembalutan pada tali pusat tidak
dianjurkan (Leveno Kenneth J, 2009).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, desain penelitian yang digunakan
adalah quasi eksperiment, dimana
memberikan perlakuan atau intervensi pada
subyek penelitian kemudian efek perlakuan
tersebut diukur dan dianalisis. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah
pendekatan posttest-only with control group
design.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang melahirkan di Klinik Anny
Rahardjo sebagai kelompok intervensi dan
di Klinik Annisa Ciracas & Klinik Tjakra
sebagai kelompok kontrol.
Teknik pemilihan sampel menggunakan
consecutive sampling.
Kriteria Inklusi :
Ibu hamil sehat tanpa komplikasi kehamilan,
usia gestasi 38 – 42 minggu, bayi tunggal,
persalinan normal, Hb ibu ≥10 mg/dl, ibu
bersedia menjadi responden
Kriteria Eksklusi :
Persalinan lama, persalinan dengan
komplikasi (Ketuban Pecah Dini dengan air
ketuban berwarna hijau), Ibu dengan
penggunaan obat (Anti konvulsan, anti
depresan, insulin, kemoterapi atau kortison),
bayi baru lahir membutuhkan resusitasi, bayi
baru lahir dengan kelainan kongenital, ibu
menolak menjadi responden.
Jumlah sampel dalam penelitian ini
sebanyak 20 responden per kelompok.
Alat yang digunakan untuk
pengumpulan data pada penelitian ini berupa
kuesioner untuk mendapatkan data
karakteristik responden, lembar observasi
untuk menilai lama kala III, jumlah
perdarahan kala III-IV, kadar Hb bayi dan
lembar wawancara untuk lama pelepasan
tali pusat bayi.
Analisis menggunakan uji independent t-
test, dengan tingkat kemaknaan α = 0.05
atau 5%.
HASIL PENELITIAN
Table 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Paritas dan Riwayat Persalinan
dan Berat Badan Bayi di Klinik Swasta (n=40)
Variabel Mean Median SD Min Max
Kelompok Intervensi
Usia 28.75 28.00 4.327 22 35
Paritas 0.85 1.00 0.813 0 2
Riwayat Persalinan 0.05 0.00 0.224 0 1
BB Bayi 3005 3000 332.4 2400 3450
Kelompok Kontrol
Usia 28.65 28.50 3.453 22 37
Paritas 0.50 0.00 0.607 0 2
Riwayat Persalinan 0.00 0.00 0.000 0 1
BB Bayi 3110 3150 394.57 2400 4100
Distribusi responden pada tabel 5.2
menunjukkan pada kelompok intervensi dan
kontrol rata-rata berusia 28 tahun dengan
nilai maksimal 35 tahun pada kelompok
intervensi dan 37 tahun untuk kelompok
kontrol. Jumlah paritas pada kedua
kelompok untuk nilai maksimal sama yaitu
dua. Terdapat 1 riwayat persalinan yang
buruk yaitu pada kelompok intervensi.
Berat badan bayi yang lahir pada
kelompok intervensi rata-rata adalah 3005
gram, nilai minimal 2400 dan nilai
maksimal 3450 sedangkan untuk kelompok
kontrol rata-rata 3110 gram, nilai minimal
pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol sama yaitu 2400 gram dan nilai
maksimal 3450 gram untuk kelompok
intervensi dan 4100 pada kelompok kontrol.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kala III, Jumlah Perdarahan Kala III-
IV, Kadar Hb Bayi dan Lama Pelepasan Tali Pusat di Klinik Swasta (n=40)
Variabel Mean Median SD Min Max
Kelompok Intervensi
Lama Kala III (menit) 5.35 5.00 1.226 3 8
Jumlah Perdarahan Kala III-IV (ml) 235.7 225 67.5 116 388
Kadar Hb Bayi (gr/dl) 18.64 18.45 2.35 15.4 25.1
Lama Pelepasan Tali Pusat (hari) 6.54 6.07 2.04 4.02 11.06
Kelompok Kontrol
Lama Kala III (menit) 6.20 6.00 1.281 5 10
Jumlah Perdarahan Kala III-IV (ml) 232.9 214 101.6 100 420
Kadar Hb Bayi (gr/dl) 16.9 16.2 2.496 13.2 21.3
Lama Pelepasan Tali Pusat (hari) 5.4 5.0 1.71 3.03 9.1
Tabel 5.3 di atas dapat dilihat pada
kelompok intervensi rata-rata lama kala III
adalah 5.35 menit, nilai minimal 3 menit
dan nilai maksimal 8 menit sedangkan
kelompok kontrol rata-rata lama kala III
adalah 6.20 menit, nilai minimal 5 menit dan
nilai maksimal 10 menit.
Rata-rata jumlah perdarahan kala III-IV
untuk kelompok intervensi yaitu 235.7 ml
sedangkan kelompok kontrol 232.9 ml,
dengan nilai minimal pada kelompok
intervensi 116 ml dan kelompok kontrol 100
ml serta nilai maksimal jumlah perdarahan
untuk kelompok intervensi adalah 388 ml
dan kelompok kontrol yaitu 420 ml.
Kadar Hb bayi dalam penelitian ini rata-
rata untuk kelompok intervensi adalah 18.64
mg/dl, nilai minimal 15.4 mg/dl dan nilai
maksimal adalah 25.1 mg/dl sedangkan
kelompok kontrol rata-rata Hb Bayi 16.9
mg/dl dengan nilai minimal 13.2 mg/dl dan
nilai maksimal 21.3 mg/dl.
Rata-rata lama pelepasan tali pusat pada
kelompok intervensi adalah 6.54 hari,
dengan nilai minimal 4.02 hari dan nilai
maksimal 11.06 hari.
Kelompok kontrol rata-rata pelepasan
tali pusat selama 5.4 hari dengan nilai
minimal 3.03 dan nilai maksimal 9.10 hari.
Tabel 5.5
Perbedaan Rerata Lama Kala III, Jumlah Perdarahan Kala III-IV,
Kadar Hb Bayi dan Lama Pelepasan Tali Pusat pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Variabel Kelompok n Mean SD Mean
Difference
t p value
Lama Kala III Intervensi
Kontrol
20
20
5.35
6.20
1.226
1.281
-0.850 -2.144 0.04
Jumlah Perdarahan Kala III-IV Intervensi
Kontrol
20
20
235.70
232.90
67.518
101.641
2.800 0.103 0.92
Kadar Hb Bayi Intervensi
Kontrol
20
20
18.640
16.900
2.3478
2.4957
1.74 2.271 0.03
Lama Pelepasan Tali Pusat Intervensi
Kontrol
20
20
6.5387
5.3953
2.0378
1.7051
1.143 1.924 0.06
Tabel 5.5 menerangkan bahwa terdapat
perbedaan antara lama Kala III dan Kadar
Hb bayi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan
nilai p < 0.05. Untuk variabel jumlah
perdarahan kala III-IV dan lama pelepasan
tali pusat menunjukkan nilai p > 0.05
sehingga tidak adanya perbedaan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Rata-rata usia responden pada
kedua kelompok adalah 28 tahun
dengan usia minimal yaitu 22 tahun.
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal
bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20 tahun sampai
dengan 30 tahun. Kematian maternal
pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2
sampai 5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada
usia 20 sampai 29 tahun. Kematian
maternal meningkat kembali sesudah
usia 30 sampai 35 tahun
(Prawirohardjo, 2012).
Sistem reproduksi memproporsi
usia yang ideal bagi wanita untuk
hamil dan melahirkan adalah 20-35
tahun, keadaan ini disebabkan karena
pada usia kurang dari 20 tahun rahim
dan panggul ibu belum berkembang
dengan baik dan belum cukup dewasa
untuk menjadi ibu, sedangkan pada
usia lebih dari 35 tahun elastisitas
otot-otot panggul dan sekitarnya serta
alat-alat reproduksi pada umumnya
telah mengalami kemunduran
sehingga dapat menyebabkan
komplikasi persalinan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian pada ibu
(Purwanti, 2015).
b. Paritas
Responden dengan multipara
berjumlah 21 responden. Pada
multipara akan terjadi kemunduran
dan cacat pada endomentrium yang
mengakibatkan terjadinya fibrosis
pada bekas implantasi plasenta pada
persalinan sebelumnya, sehingga
vaskularasinya menjadi berkurang.
Paritas yang tinggi memungkinkan
terjadinya penyulit kehamilan dan
persalinan yang dapat menyebabkan
terganggunya transport O2 dari ibu ke
janin yang akan menyebabkan asfiksia
yang dapat dinilai dari APGAR Score
menit pertama setelah lahir (Manuaba,
2010).
Menurut Wiknjosastro (2004), ibu
yang sering melahirkan memiliki
risiko mengalami komplikasi
persalinan pada kehamilan berikutnya
apabila tidak memperhatikan
kebutuhan gizi. Kehamilan lebih dari
satu kali atau yang termasuk
multiparitas memiliki risiko lebih
tinggi terjadi perdarahan postpartum
dibandingkan dengan ibu-ibu
primigravida. Penelitian yang
dilakukan oleh Arifin, Ma'rifatul Intan,
2015 bahwa terdapat hubungan antara
paritas dengan kejadian retensio
plasenta dan coefisien contigensi 0,409
dengan keeratan hubungan rendah.
c. Riwayat Persalinan
Kehamilan adalah sebagai
keadaan fisiologis yang dapat diikuti
proses patologis yang mengancam
keadaan ibu dan janinnya. Komplikasi
pada saat persalinan yang menjadi
penyebab kematian ibu antara lain
adalah perdarahan,
preeklamsia/eklamsia, infeksi, partus
lama dan adanya abortus (BKKBN,
2010).
Menurut Departemen Kesehatan
terdapat tiga faktor utama penyebab
kematian ibu yang berkaitan dengan
kehamilan dan persalinan yaitu
perdarahan, hipertensi/eklamsia saat
hamil dan infeksi.
Hasil penelitian Amargustini
(2010) yang menganalisis data
sekunder SDKI 2007 menyebutkan
bahwa, determinan komplikasi
persalinan serta faktor yang paling
dominan berhubungan dengan
komplikasi persalinan adalah riwayat
komplikasi persalinan dahulu
(OR=5,52).
d. Berat Badan Bayi
Rata-rata Bayi Baru Lahir adalah
3005 gram dengan nilai minimal 2400
gram dan yang tertinggi adalah 4100
gram. Ukuran janin sangat
berpengaruh pada kesehatan
kehamilan bahkan proses persalinan.
Normal berat badan bayi baru lahir
antara 2500-4000 gram (Saifuddin,
2002). Berat badan lahir yang lebih
dari 4000 gram dapat meningkatkan
resiko terjadinya ruptur perineum hal
ini disebabkan oleh karena perineum
tidak cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan bayi
yang besar (Wiknjosastro, 2007 &
Saifuddin, 2002).
2. Analisis Bivariat
a. Perbedaan Rerata Lama Kala III pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol
Dari hasil penelitian ini
didapatkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara lama Kala III
pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol yang dibuktikan
dengan nilai p value 0.04 < alpha 0.05
dengan perbedaan rata-rata sebesar -
0.850. Pada kedua kelompok tidak ada
perbedaan untuk manajemen aktif kala
III dimana diberikan injeksi
uterotonika 1 menit setelah bayi lahir.
Pelepasan plasenta dipengaruhi oleh
kontraksi miometrium yang
menyebabkan dinding rahim
mengalami penebalan dan terjadi
penyusutan volume rongga rahim.
Penyusutan volume rongga rahim ini
menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Plasenta
tidak bersifat elastis, sehingga ketika
rongga semakin menyempit maka
plasenta semakin terlipat, menebal
kemudian terlepas dari dinding rahim
(Indrayati, 2013).
Menurut Widjanarko. Bambang,
2014 bahwa membiarkan talipusat
tanpa dilakukan penjepitan pada
persalinan kala III dapat menurunkan
volume plasma sehingga separasi
plasenta dapat berlangsung lebih
cepat. Umumnya disarankan agar tidak
memasang klem talipusat pada
kehamilan tunggal.
Penelitian dengan penundaan
penjepitan tali pusat, kontraksi uterus
selama persalinan menyebabkan
kompresi plasenta dan terjadi transfer
darah dari plasenta menuju janin dan
ini dapat memberikan durasi kala III
lebih pendek dibandingkan dengan
penjepitan tali pusat segera setelah
lahir. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Ratnasari (2013) dimana didapatkan
hasil wawancara dengan salah satu
bidan secara langsung mendapatkan
bahwa dengan menunda penjepitan tali
pusat pengeluaran plasenta menjadi
semakin cepat yaitu 4-8 menit dari
bayi lahir, hal ini dibuktikan dengan
harga t tes untuk uji beda kedua
kelompok penelitian sebesar 2.252
dengan signifikansi sebesar 0,032 <
alpha 0.05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan dari penelitian ini.
Durasi lama kala III dalam
penelitian ini lebih cepat dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ratnasari (2013), dimana rata-rata
pelepasan plasenta pada penelitian ini
adalah 5.35 menit sedangkan
penelitian Ratnasari membutuhkan
waktu 8.8 menit, hal ini sejalan
dengan teori bahwa plasenta biasanya
akan lahir dalam waktu 10-15 menit
setelah bayi lahir (Lowdermilk, Perry
& Cashion, 2013).
Hasil penelitian ini bertolak
belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Andersson, Ola (2013)
dimana tidak ada perbedaan lama kala
III pada kelompok penundaan
penjepitan tali pusat dan segera dijepit
dengan signifikansi 0.058 > p value
0.05.
b. Perbedaan Rata-Rata Kadar Hb Bayi
pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
Setelah dilakukan uji statistik
dengan menggunakan uji t-test
independent, dan didapatkan hasil
rata-rata kadar Hb bayi untuk
kelompok intervensi adalah18.6 mg/dl
dan pada kelompok kontrol 16.9
mg/dl, perbedaan rata-rata sebesar
1.74 mg/dl dengan signifikansi 0.029
< alpha 0.05 maka secara statistik
terdapat perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok.
Hal ini diperkuat dengan hasil
meta analisis yang dilakukan oleh Van
Rheenan dkk (2006) menunjukkan
bahwa kadar hemoglobin bayi baru
lahir lebih tinggi secara signifikan
pada kelompok yang dilakukan
penundaan penjepitan tali pusat.
Sedangkan Grajeda dkk (1997)
melaporkan terdapat hubungan
penjepitan tali pusat yang ditunda
dengan kadar hemoglobin dan
hematokrit yang tinggi pada bayi baru
lahir.
Penundaan pemotongan tali pusat
akan meningkatkan jumlah eritrosit
yang ditransfusikan ke bayi, hal
tersebut tercermin dalam peningkatan
kadar hemoglobin bayi baru lahir
(Susilowati, 2009). Transfusi plasenta
adalah proses atau sistem yang
bertugas menyediakan barbagai
kebutuhan bayi seperti sel darah
merah, sel induk dan sel kekebalan
tubuh. Dengan dilakukannya
penundaan penjepitan dan pemotongan
tali pusat ini memberikan waktu yang
lebih banyak kepada plasenta untuk
mengalirkan darah dan memastikan
kecukupan kadar oksigen pada bayi
sehingga bayi terhindar dari anemia.
Penelitian yang dilakukan oleh
Muara Lubis (2008) didapatkan hasil
bahwa terdapat peningkatan kadar
hemoglobin dan hematokrit dari bayi
yang dilakukan penjepitan tali pusat
selama 2 menit dibandingkan dengan
bayi yang dilakukan penjepitan tali
pusat segera. Hal ini berdasarkan fakta
bahwa bayi lahir akan mendapat
transfusi darah sebanyak 80 ml dalam
1 menit pertama dan 100 ml pada 3
menit pertama kelahiran. Volume ini
akan mensuplai 40-50 mg/kg BB dan
akan memberikan ekstra zat besi
terhadap 75 mg/kg zat besi yang telah
dimiliki bayi aterm, sehingga akan
mencapai 115-120 mg/kg serta dapat
mencegah defisiensi besi pada satu
tahun pertama kehidupan dan juga
meningkatkan kadar hemoglobin dan
hematokrit dari bayi yang dilakukan
penundaan penjepitan tali pusat
selama 2 menit (Mercer JS, 2006; Pan
American Health Organization, 2007;
Mercer, et.al, 2006).
Hasil ini juga didukung oleh
penelitian Ultee K, Swart J, van der
Deure H, Lasham C, van Baar (2010)
keuntungan penundaan penjepitan tali
pusat diantaranya meningkatkan
respon adaptasi kardio-pulmo bayi,
meningkatkan tekanan darah bayi,
meningkatkan aliran sel darah merah
dan transport oksigen, dan mencegah
terjadinya anemia defisiensi besi.
Transfusi plasenta yang berhubungan
dengan penundaan pengikatan tali
pusat dapat menyediakan zat besi
(iron) tambahan bagi penyimpanan
cadangan zat besi (iron) pada bayi dan
dapat mengurangi insiden anemia
defisiensi besi pada bayi baru lahir.
Anemia defisiensi besi sangat
signifikan terjadi di Negara
berkembang
c. Perbedaan Rerata Jumlah Perdarahan
Kala III-IV pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol
Rata-rata perdarahan kala III-IV
pada kelompok intervensi sebanyak
235.70 ml sedangkan pada kelompok
kontrol yaitu 232.90 ml, perbedaan
rata-rata jumlah perdarahan kala III-IV
adalah 2.8 ml dengan nilai t 0.103
dengan p value 0.919 > alpha 0.05,
dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
tidak ada perbedaan antara kelompok
intervensi dan kelomok kontrol untuk
jumlah perdarahan yang dikeluarkan
selama kala III-IV. Penelitian ini
menggunakan manajemen aktif kala
III dimana pada kedua kelompok
diberikan injeksi uterotonika.
Pemberian injeksi uterotonika
berfungsi untuk menimbulkan
kontraksi uterus yang berguna dalam
pelepasan plasenta, semakin cepat
plasenta lahir semakin kecil resiko
perdarahan (Lowdermilk, Perry &
Cashion, 2013); Kemenkes RI, 2013;
Aspiyani. R.Y, 2017).
Kehamilan lebih dari satu kali
atau yang termasuk multiparitas
memiliki risiko lebih tinggi terjadi
perdarahan postpartum dibandingkan
dengan ibu-ibu primigravida.
Penelitian ini sejalan dengan meta-
analisis yang dilakukan oleh Mathew
(2011), dimana melakukan penelitian
terhadap uji klinis acak terkontrol
bahwa penundaan penjepitan tali pusat
pada bayi cukup bulan tidak
meningkatkan komplikasi terhadap
ibu.
Penelitian yang dilakukan oleh
Andersson dkk (2013) dengan
kelompok acak (segera n=189; ditunda
n=192) hasil menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan antara yang
dilakukan penundaan penjepitan tali
pusat dengan yang segera dipotong
dalam hal perdarahan post partum.
Hasil ini juga ditunjang oleh penelitian
yang dilakukan McDonald dkk, (2013)
terhadap uji klinis acak terkontrol
bahwa tidak terdapat studi yang
melaporkan mortalitas maupun
morbiditas terhadap ibu pada
penundaan penjepitan tali pusat.
Risiko perdarahan berat pasca-
melahirkan antara penjepitan tali pusat
dini dan tunda sama (risk ratio=RR
1,04; IK95% 0,65-1,65; lima studi
dengan 2066 ibu; NNH=500).
Hasil dua uji acak (satu berasal
dari negara berkembang)
mengevaluasi efek pengikatan tali
pusat terhadap kehilangan darah pada
ibu, tetapi keterbatasan dari penelitian
ini adalah perbedaan dalam mengukur
kehilangan darah (pengukuran visual
dengan gelas ukur). Resiko perdarahan
postpartum yang didefnisikan sebagai
kehilangan darah >500 ml, tidak
berbeda setelah penundaan penjepitan
tali pusat atau segera dijepit (Van
Rheenen (2006); Maggan, dkk (2006);
Winter C, dkk (2007).
d. Perbedaan Rata-Rata Lama Pelepasan
Tali Pusat pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol
Rata-rata pelepasan tali pusat
dalam penelitian ini adalah 6.5 hari
untuk kelompok intervensi dan
kelompok kontrol 5.3 hari. Perbedaan
rata-rata yang dihasilkan adalah 1.1
hari, dari hasil penelitian ini
didapatkan bahwa nilai t 1.924 dengan
p value 0.062 > alpha 0.05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan
pelepasan tali pusat pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
Saat tali pusat terpotong maka
suplai darah dari ibu terhenti. Tali
pusat yang masih menempel pada
pusat bayi lama kelamaan akan kering
dan terlepas. Pengeringan dan
pemisahan tali pusat sangat
dipengaruhi oleh Jelly Wharton atau
aliran udara yang mengenainya.
Jaringan pada sisa tali pusat dapat
dijadikan tempat koloni oleh bakteri
terutama jika dibiarkan lembab dan
kotor (Sastrawinata, 1983). Sisa tali
pusat yang masih menempel di perut
bayi (umbilical stump), akan
mengering dan biasanya akan terlepas
sendiri dalam satu minggu setelah
lahir dan luka pada umbilicus akan
sembuh dalam 15 hari (Meiliya &
Karyuni, 2008).
Tali pusat sebaiknya dibiarkan
lepas dengan sendirinya. Jangan
memegang atau bahkan menariknya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi
pelepasan tali pusat antara lain:
timbulnya infeksi pada tali pusat yang
disebabkan oleh perawatan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan, cara
perawatan tali pusat, kelembaban tali
pusat dan kondisi sanitasi lingkungan
(Setiawan, 2009).
Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ratnasari dkk (2013) bahwa
terdapat perbedaan lama pelepasan tali
pusat antara bayi yang dilakukan
penundaan tali pusat dan yang segera
dijepit dengan hasil nilai t 2.080 dan
signifikansi 0.047 < alpha 0.05.
Friska (2012) dalam penelitiannya
mendapatkan hasil bahwa rata-rata
waktu yang dibutuhkan untuk
terlepasnya tali pusat bila tali pusat
dipotong segera, 9,56 hari, ketika
berhenti berdenyut 7,16 hari, dan
dibiarkan 3,75 hari sedangkan pada
penelitian ini mendapatkan hasil yang
tidak sama dengan penelitian
sebelumnya dikarenakan pada
penelitian ini di kedua kelompok
sama-sama dilakukan perawatan tali
pusat kering terbuka sehingga lama
pelepasan tali pusat tidak terjadi
perbedaan. Tali pusat mengering lebih
cepat dan lebih mudah lepas jika
terpajan ke udara sehingga tidak
dianjurkan pembalutan (Leveno,
Kenneth J, 2009; Gant, Gant, Norman
F & Cunningham, F.G, 2010).
3. Analisis Multivariat
Pengaruh Variabel Paritas dan BB bayi
terhadap Lama Kala III dan Kadar Hb
Bayi
Berdasarkan analisis regresi linier
bahwa paritas berpengaruh terhadap lama
kala III sebesar 8.6%, hal ini berarti
terdapat 91.4% oleh faktor lain
sedangkan BB bayi berpengaruh terhadap
kadar Hb bayi sebesar 6.1%, yang artinya
terdapat 93.9% oleh faktor lain. Statistik
menunjukkan bahwa variabel paritas
lebih dominan berpengaruh terhadap
lama kala III dibanding dengan variabel
BB bayi terhadap kadar Hb bayi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
lama pelepasan plasenta diantaranya
penundaan penjepitan tali pusat bayi
(Widjanarko, Bambang. 2014), inisiasi
menyusu dini, status gizi ibu, dukungan
suami atau keluarga, kondisi ibu, tidak
ada kelainan selama kehamilan dan usia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penundaan penjepitan tali pusat
berpengaruh terhadap lama kala III dengan p
value : 0.04 < 0.05 dan berpengaruh
terhadap kadar Hb bayi dengan p value :
0.03 < 0.05. penundaan penjepitan tali pusat
tidak berpengaruh terhadap jumlah
perdarahan kala III-IV dengan p value : 0.92
> 0.05 dan lama pelepasan tali pusat dengan
p value : 0.06 > 0.05. Penundaan penjepitan
tali pusat dapat dijadikan sebagai alternatif
kebijakan dalam manajemen aktif kala III.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, O., Hellstrom, L., Andersson,
D., & Domellof, M. 2013. Effect Of
Delayed Versus Early Umbilical Cord
Clamping On Neonatal Outcomes And
Iron Status At 4 Months: A Randomised
Controlled Trial. BMJ, 343 (10), pp 1-
12
Arifin, Ma'rifatul Intan, 2015. Hubungan
Paritas Dengan Retensio Plasenta Pada
Ibu Bersalin di RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul Tahun
2012. Thesis. STIKES 'Aisyiyah
Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan
Arisandi. 2016. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian
Komplikasi Persalinan di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Kesehatan,
Volume VII, Nomor 2, Agustus 2016,
hlm 204-210
Artha, dkk. 2013. Penundaan Penjepitan
Tali Pusat sebagai Strategi yang Efektif
untuk Menurunkan Insiden Anemia
Defisiensi Besi pada Bayi Baru Lahir.
Tidak dipublikasikan
Aspiyani. R.Y. 2017. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Maternitas, Aplikasi
NANDA, NIC dan NOC. Jakarta : Trans
Info Media
Baety, A.N. 2011. Biologi Reproduksi;
Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta
: Graha Ilmu
Begley CM, Gyte GML, Devane D,
McGuire W, Weeks A. 2015. Active
Versus Expectant Management for
Women in the Third Stage of Labour.
Cochrane database of systematic
reviews. Issue 3. Art. No.: CD007412
Benson, Ralph. 2008. Buku Saku Obstetri &
Ginekologi. Ed. 9. Jakarta : EGC
Can A, Karahuseyinoglu S. 2007. Concise
Review: Human Umbilical Cord Stroma
With Regard To The Source Of Fetus
Derived Stem Cells. Stemcells ;25:
2886–95
Ceriani Cernadas, JM. The WHO
Reproductive Health Library. Geneva:
World Health Organization. 2006. Early
versus delayed umbilical cord clamping
in preterm infants: RHL commentary.
Cited from
http://apps.who.int/rhl/pregnancy_child
birth/childbirth/3rd_stage/jccom/en/
Chitra T, Sushanth YS, Raghavan S. 2012.
Umbilical Coiling Index as a Marker of
Perinatal Outcome: An Analytical
Study. Obstet Gynecol Int.
2012:213689.
doi:10.1155/2012/213689
Cunningham, F. 2010. Obstetrti William.
Jakarta: EGC.
Dharma, K.K. 2015. Metodologi Penelitian
Keperawatan : Panduan Melaksanakan
dan Menerapkan Hasil Penelitian. Ed.
Revisi. Jakarta : Trans Info Medika
Eichenbaum-Pikser G, Zasloff JS. 2009.
Delayed Clamping of the Umbilical
Cord:A Review with Implications for
Practice. J Midwifery Womens Health.
54:321-6.
Elzouki, Abdelaziz Y ed. 2012 Textbook of
Clinical Pediatrics Second Edition.
New York: Springer Heidellbergh
Dordrecht
Gant, Norman F & Cunningham, F.G. 2010.
Dasar-dasar Ginekologi & Obstetri.
Jakarta : EGC
Gillespie S, Johnston JL. 2006. Expert
Consultation on Anemia: Determinants
and Interventions. Ottawa: The
Micronutrient Initiative
Hutton EK, Hassan ES, 2007. Late vs Early
Clamping of the Umbilical Cord in Full-
Term Neonates. JAMA;297(11):1241–
52.
Indriyani, D. 2013. Keperawatan Maternitas
pada Area Perawatan Antenatal. Edisi
Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu
JHPIEGO, POGI, JNPKR. 2007. Asuhan
Persalinan Normal. Asuhan Essential.
Ed. 3. Jakarta : JHPIEGO, POGI,
JNPKR
. 2012 Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta
. 2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta
Kemenkes Republik Indonesia, 2011.
Pedoman Interpretasi Data Klinik.
Jakarta
Kompasiana. 2016. Pilihan Persalinan untuk
Plasenta: Lotus Birth atau Delay Cord
Clamping? Di akses pada tanggal 18
Februari 2017
http://www.kompasiana.com/dorasamar
ia/pilihan-persalinan-untuk-plasenta-
lotus-birth-atau-delay-cord-
clamping_56d5c2e8a723bda4590c40e3
Kurita M, Hasegawa J, Mikoshiba T. 2009.
Ultrasound Evaluation Of The Amount
Of Wharton’s Jelly And The Umbilical
Coiling Index. Fetal Diagn Ther.
26:85–89
Leduc, Senikas & Lalonde. 2009. Active
Management of the Third Stage of
Labour: Prevention and Treatment of
Postpartum Hemorrhage. SOGC
Clinical Practice Guideline.
Leveno Kenneth J. 2009. Obstetri Williams
Panduan Ringkas. Jakarta : EGC
Lowdermilk, Perry & Cashion. 2013.
Keperawatan Maternitas. Ed. 8 – Buku
2. Singapore : Elsevier
Lubis, Muara P. 2008. Dampak Penundaan
Pengkleman Tali Pusat Terhadap
Peningkatan Hemoglobin Dan
Hematokrit Bayi Pada Persalinan
Normal. Tesis, Universitas Sumatra
Utara. Tidak dipublikasikan
Manuaba, Fajar, IBG. 2010. Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Mathew, Joseph L. 2011. Timing of
Umbilical Cord Clamping in Term and
Preterm Deliveries and Infant and
Maternal Outcomes: a Systematic
Review of Randomized Controlled
Trials. Indian Pediatrics, 48 pp 123-129
McDonald SJ, Middleton P, Dowswell T,
Morris PS. 2014. Evidence-Based Child
Health : A Cochrane Review Journal.
Effect of Timing of Umbilical Cord
Clamping of Term Infants on Maternal
and Neonatal Outcomes (Review)
Evid.-Based Child Health. 9:2: 303–397
Mercer JS, et al. 2006. Delayed Cord
Clamping in Very Preterm Infants
Reduces the Incidence of
Intraventricular Hemorrhage and Late-
Onset Sepsis : A Randomized,
Controlled Trial. Pediatrics;117;1235-
1242
Nadesul, H. 2008. Cara Sehat Menjadi
Perempuan. Jakarta, PT Kompas Media
Nusantara.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Ed. Revisi.
Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis
dan instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta : Medika Salemba
Oxorn Harry. 2010. Ilmu Kebidanan
Patologi Dan Fisiologis
Persalinan,Yayasan Essentia Medica,
Yogyakarta.
Pan American Health Organization. 2007.
Beyond Survival: Integrated Delivery
CarePpractices for Long-term Maternal
and Infant Nutrition, Health and
Development. Washington, D.C.:
PAHO
POGI. 2016. Usulan PNPK Perdarahan
Pasca Salin
https://www.scribd.com/doc/294395324
/POGI-DRAFT-USULAN-PNPK-
Pendarahan-Pasca-Melahirkan
. 2006. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Meternal Dan
Neonatal. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: PT. Bina Pustaka
Profil Sudinkes Jakarta Timur, 2013
Purwaningsih. Endah; Triandriyani. Rena.
2012. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu
Dini Terhadap Kecepatan Pengeluaran
Colostrum Di Wilayah Puskesmas
Polanharjo Klaten, Jurnal Involusi
Kebidanan, Vol. 2, No. 3
Rabe H, Reynolds G, Diaz-Rosello J. 2004.
Early versus delayed umbilical cord
clamping in preterm infants. Cochrane
Database Syst Rev. CD003248
Ramanathan G, Arulkumaran S. 2006.
Postpartum haemorrhage. Curr Obstet
Gynaecol .16(1):6–13
Rheenen & Brabin. 2006. A Practical
Approach To Timing Cord Clamping In
Resource Poor Settings. BMJ ;333:954–
8
Rheenen P, de Moor L, Eschbach S, de
Grooth H, Brabin B. 2007. Delayed
Cord Clamping and Haemoglobin
Levels in Infancy: A Randomised
Controlled Trial in Term Babies.
Tropical Medicine and International
Health ;12(5):603–15
Rheenen PV. 2007. The Role of Delayed
Umbilical Cord Clamping to Control
Infant Anaemia in Resource-Poor
Settings. Thesis. Unpublish
Riksani, R. 2012. Keajaiban Tali Pusat dan
Plasenta Bayi. Jakarta : Dunia Sehat
Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini plus
ASI Ekslusif. Jakarta : Pustaka Bunda
Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists (UK) Opinion Paper.
2009. Clamping of the Umbilical Cord
and Placental Transfusion. Diunduh dari http://www.rcog.org.uk/clamping-umbilical-cord-and-placental-transfusioecommendations
Sabri, L & Hastono, S.P. 2011. Statistik
Kesehatan. Ed. 6. Jakarta : Rajawali
Pers
Sadler T.W, 2012. Langman Embriologi
Kedokteran. Edisi. 10. Jakarta : EGC
Sastroasmoro, S & Ismail, S. 2012. Dasar-
dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Ed.4. Jakarta : CV. Sagung Seto
Sebire N.J. 2007. Pathophysiological
Significance Of Abnormal Umbilical
Cord Coiling Index. Ultrasound Obstet
Gynecol. 30: 804–806
Setiawan, Wawan. 2009. Perbandingan
Waktu Penjepitan Tali Pusat Segera
Dan Waktu Penjepitan Tali Pusat
Lambat Pada Bayi Premature Di RSHS.
Tesis, Universitas Padjadjaran. Tidak
dipublikasikan
Sodikin. 2008. Buku Saku Perawatan Tali
Pusat. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Ed.
10. Bandung : Alfabeta
Susilowati. 2009. Pengaruh Waktu
Pengikatan Tali Pusat Terhadap Indeks
Eritrosit Bayi Baru Lahir. Tesis,
Universitas Sumatera Utara. Tidak
dipublikasikan
Sustainable Development Goals (SDGs),
2015
Tanmoun MD, Nuanpun. 2013. The
Hematological Status between Early
and Delayed Cord Clamping after
Normal Delivery in Term Infants at
Damnoen Saduak Hospital. Thai
Journal of Obtetric and Gynaecology,
21 (2) pp 63-70
The WHO Reproductive Health Library :
Optimal Timing of Cord Clamping for
the Prevention of Iron Deficiency
Anaemia in Infants The World Health
Organization (last update 2 March
2012). http: //www .who. int/ elena
/titles/cord_clamping/en/
Ultee K, Swart J, van der Deure H, Lasham
C, van Baar A. 2007. Delayed cord
clamping in preterm infants delivered at
34 to 36 weeks gestation: A randomized
controlled trial.Archives of Diseasein
Childhood. Fetal and neonatal edition
Wahidiyat I, Amalia P .2005. Buku Ajar
Hematologi-Onkologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
WHO. 2012. Guidelines on Basic Newborn
Resuscitation. Geneva, World Health
Organization.
(http://www.who.int/maternal_child
_adolescent/ documents
/basic_newborn_resuscitation/en/).
WHO. 2012. WHO Recommendations for
the Prevention and Treatment of
Postpartum Haemorrhage.
(http://www.who.int/reproductivehealth
/publications/maternal_perinatal_healt
h/9789241548502/en/)
WHO. 2014. Guideline : Delayed umbilical
cord clamping for improved maternal
and infant health and nutrition
outcomes. Geneva, World Health
Organization;http://www.who.int/nutriti
on/publications/guidelines/cord_clampi
ng/en/
Wickham, Sara. 2006. Midwifery: Best
Practice Volume 4. Edinburgh: Elsevier
Limited
Widjanarko Bambang, 2014. Kala III
Pelepasan Plasenta.
https://dinikomalasari.wordpress.com/2
014/05/20/kala-iii-pelepasan-plasenta/
Wiknjosastro H. 2006. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.