MANUSKRIP PENGARUH PENUNDAAN PENJEPITAN TALI ...

Post on 12-May-2023

2 views 0 download

Transcript of MANUSKRIP PENGARUH PENUNDAAN PENJEPITAN TALI ...

MANUSKRIP

PENGARUH PENUNDAAN PENJEPITAN TALI PUSAT

TERHADAP LAMA KALA III, JUMLAH PERDARAHAN

KALA III-IV, KADAR HB BAYI DAN LAMA

PELEPASAN TALI PUSAT BAYI

SITI ROCHMAEDAH

NPM : 2015980141

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

(KEPERAWATAN MATERNITAS)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

JAKARTA, 2017

PENGARUH PENUNDAAN PENJEPITAN TALI PUSAT TERHADAP

LAMA KALA III, JUMLAH PERDARAHAN KALA III-IV, KADAR

HB BAYI DAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT BAYI

(Effect Of Delayed Umbilical Cord Clamping Of The Length Of Third Stage Of

Labor, The Amount Of Bleeding At III-IV Stage, Hb Levels Of The Baby And

Length Of Release Of The Umbilical Cord)

Siti Rochmaedah*, Natsir Nugroho**, Atik Hodikoh***

*Mahasiswa Fakultas Keperawatan Muhammadiyah Jakarta

Email: siti.rochmaedah@gmail.com

**Dokter Obstetri Ginekologi Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi

***Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

ABSTRACT

Background: At the time of birth, the baby is still attached to the mother through

the umbilical cord, which is part of the placenta. Babies will be separated from

the placenta by clamping and cutting the umbilical cord, and this activity is

included in the active management of the third stage of labor, but the optimal time

to perform clamping and cutting of the umbilical cord that is controversial and

has continued until now. Objective: To determine the effect of delayed umbilical

cord clamping of the length of third stage of labor, the amount of bleeding at III-

IV stage, Hb levels of the baby and length release of the umbilical cord. Methods:

Research with posttest-only control group design. Differential test averages the

two groups using independent t-test. Multivariate test used logistic regression

analysis. Result: There are a different mean of a delayed umbilical cord clamping

of the length of third stage of labor p-value 0.04 < 0.05, Hemoglobin levels of the

baby p-value 0.03 < 0.05. There are not significant the amount of bleeding at III-

IV stage p-value 0.92 > 0.05 and length release of the umbilical cord of newborn

p-value 0.06 > 0.05. Conclusion & suggestion: Delaying clamping of the

umbilical cord effect on the length of third stage of labor, Hemoglobin levels of

the baby. Delaying clamping of the umbilical cord does not effect for the amount

of bleeding at III-IV stage and does not effect for the length release of the

umbilical cord of newborns. Delayed clamping of the umbilical cord can be used

as an alternative policy in active management at the third stage of labor.

Keywords : Delayed umbilical cord clamping, length of third stage of labor,

haemoglobin levels of the baby.

PENDAHULUAN

Ketika lahir, bayi masih terhubung

dengan ibu melalui tali pusat yang

merupakan bagian dari plasenta (Baety,

A.N, 2011; McDonald SJ, Middleton P,

Dowswell T, Morris PS, 2014). Bayi akan

terpisah dari plasenta melalui penjepitan dan

pemotongan tali pusat, dan kegiatan ini

termasuk dalam manajemen aktif kala III

persalinan. Penjepitan dan pemotongan tali

pusat bayi pada saat lahir merupakan salah

satu langkah Asuhan Persalinan Normal

(APN) dan intervensi yang harus dilakukan

(Kemenkes RI, 2013), tetapi waktu yang

optimal untuk melakukan penjepitan dan

pemotongan tali pusat tersebut masih

merupakan kontroversi dan masih

berlangsung hingga kini (Hutton EK, Hassan

ES, 2007; Tanmoun, 2013).

Penanganan aktif melibatkan klinisi

untuk lebih aktif mengintervensi proses kala

III meliputi: injeksi uterotonika, penjepitan

tali pusat, peregangan tali pusat terkendali

dan massage uterus setelah bayi lahir.

Manajemen aktif kala III disini

dimaksudkan adalah penjepitan tali pusat

dilakukan segera setelah bayi lahir (Aldos,

2006; Mercer, 2006; Begley CM, dkk,

2015). Arti segera setelah bayi lahir adalah

melakukan penjepitan dan pemotongan tali

pusat dalam 1 menit pertama kelahiran bayi

(McDonald SJ, Middleton P, Dowswell T,

Morris PS, 2014).

WHO sejak tahun 2012

merekomendasikan penundaan penjepitan

tali pusat sebagai bagian dari manajemen

aktif kala III persalinan. Setidaknya 1-3

menit setelah kelahiran untuk semua bayi

tanpa memandang usia kehamilan atau berat

badan janin dan tidak direkomendasikan

penjepitan tali pusat dengan segera (<1

menit) kecuali jika terjadi asfiksia pada bayi

dan memerlukan resusitasi segera (WHO,

2012).

Tujuan manajemen aktif kala III adalah

untuk menghasilkan kontraksi uterus yang

lebih efektif sehingga dapat memperpendek

waktu kala III persalinan dan mengurangi

kehilangan darah (Indriyani, 2013; Leduc,

Senikas & Lalonde, 2009; WHO, 2012).

Manajemen aktif kala III direkomendasikan

untuk semua wanita guna mengurangi risiko

perdarahan postpartum (Leduc, Senikas &

Lalonde, 2009).

Perdarahan Postpartum merupakan

penyebab utama kematian ibu di

negara berpenghasilan rendah dan menjadi

penyebab utama dari hampir seperempat

dari semua kematian ibu secara global.

Sebagian besar kematian akibat perdarahn

postpartum terjadi selama 24 jam pertama

setelah melahirkan (WHO, 2012). Angka

kematian ibu (AKI) di Indonesia masih

tinggi yaitu 359/100.000 kelahiran hidup

(KH) (SDKI, 2012), target RPJMN tahun

2015-2019 menurunkan sampai 306/100.000

KH dan pada tahun 2030 diharapkan dapat

mengurangi AKI hingga dibawah

70/100.000 KH (SDGs, 2015). Angka

Kematian Ibu di Provinsi DKI Jakarta tahun

2014 sekitar 89/100.000 kelahiran hidup

(Dinkes DKI Jakarta, 2014), tertinggi di

Jakarta Timur yaitu 50/100.000 kelahiran.

Penyebab kematian ibu tersebut disebabkan

oleh Perdarahan, Eklampsia dan Infeksi

(Profil Sudinkes Jakarta Timur, 2013).

Pencapaian target SDGs dapat diraih

salah satunya melalui penurunan AKI yang

disebabkan oleh perdarahan postpartum.

Penyebab perdarahan postpartum yang

paling sering adalah uterus tidak dapat

berkontraksi dengan baik untuk

menghentikan perdarahan dari bekas insersi

plasenta, trauma jalan lahir (trauma),

pemisahan plasenta yang tidak lengkap,

manipulasi fundus yang tidak tepat, atau

tarikan berlebih pada tali pusat, bekuan

darah yang menghalangi kontraksi uterus

yang adekuat, dan gangguan pembekuan

darah (Lowdermilk, Perry & Cashion, 2013;

Benson, Ralph. 2008).

Menurut Andersson dkk (2013) bahwa

dengan menunggu sampai tali pusat berhenti

berdenyut secara alami dapat mengurangi

risiko perdarahan pada ibu. Riksani (2012)

menyatakan bahwa penundaan penjepitan

tali pusat dapat mengurangi risiko

perdarahan pada ibu pasca melahirkan.

Walaupun masih sedikit bukti yang dapat

menunjukkan bahwa penundaan penjepitan

tali pusat dapat menurunkan risiko

perdarahan ibu pasca melahirkan.

Studi literatur yang dilakukan oleh

Andriati (2013) menyimpulkan bahwa

penundaan penjepitan tali pusat memiliki

banyak efek positif, seperti : mencegah

anemia pada bayi baru lahir, meningkatkan

kadar hematokrit bayi, mengurangi

perdarahan post partum pada ibu,

mengoptimalkan penyaluran oksigen ke

bayi, meningkatkan bounding attachment

antara ibu dan bayi, serta dapat

meningkatkan pertumbuhan otak bayi.

Penundaan penjepitan dan pemotongan

tali pusat juga dapat meningkatkan kadar

hemoglobin pada bayi baru lahir cukup

bulan. Ditemukan bahwa kadar hemoglobin

pada bayi yang dilakukan pemotongan tali

pusat dengan segera adalah 16,2 g/dL,

sedangkan pada bayi yang dilakukan

penundaan pemotongan tali pusat adalah

18,3 g/dL (Lubis, 2008). Perbedaan kadar

hemoglobin tersebut terbukti signifikan dan

dapat menurunkan kejadian anemia bayi

baru lahir sebesar 47% (Hutton, 2007).

Riksani (2012) menganjurkan untuk

melakukan penjepitan dan pemotongan tali

pusat yaitu setelah tali pusat berhenti

berdenyut dimana kisaran waktu sekitar 3-5

menit setelah bayi lahir, dan penjepitan tali

pusat dini sangat tidak dianjurkan. Menurut

Kemenkes RI (2013) penjepitan tali pusat

dilakukan 2 menit setelah bayi lahir.

Penundaan penjepitan tali pusat

seharusnya dilakukan dalam perawatan

neonatus (WHO, 2014) diantaranya yang

lain adalah perawatan tali pusat. Perawatan

tali pusat yang higienis merupakan upaya

untuk mencegah bertambahnya kejadian

kesakitan dan kematian pada neonatus. Tali

pusat ini merupakan jalan masuknya

mikroorganisme yang dapat menyebabkan

infeksi neonatorum, dan berkembang

menjadi sepsis. Pelepasan tali pusat

membutuhkan beberapa hari untuk lepas

dari umbilical bayi, jika waktu singkat

dalam pelepasannya berarti mengurangi

risiko terjadinya infeksi tali pusat (WHO,

2014; Prawirohardjo, 2010). Dalam

beberapa hari hingga beberapa minggu (3 –

45 hari) puntung tali pusat akan terlepas, dan

setelah sembuh akan membentuk umbilikus.

Tali pusat akan mengering lebih cepat dan

mudah lepas jika terpajan oleh udara luar

sehingga pembalutan pada tali pusat tidak

dianjurkan (Leveno Kenneth J, 2009).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif, desain penelitian yang digunakan

adalah quasi eksperiment, dimana

memberikan perlakuan atau intervensi pada

subyek penelitian kemudian efek perlakuan

tersebut diukur dan dianalisis. Rancangan

penelitian yang digunakan adalah

pendekatan posttest-only with control group

design.

Populasi dalam penelitian ini adalah

semua ibu yang melahirkan di Klinik Anny

Rahardjo sebagai kelompok intervensi dan

di Klinik Annisa Ciracas & Klinik Tjakra

sebagai kelompok kontrol.

Teknik pemilihan sampel menggunakan

consecutive sampling.

Kriteria Inklusi :

Ibu hamil sehat tanpa komplikasi kehamilan,

usia gestasi 38 – 42 minggu, bayi tunggal,

persalinan normal, Hb ibu ≥10 mg/dl, ibu

bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi :

Persalinan lama, persalinan dengan

komplikasi (Ketuban Pecah Dini dengan air

ketuban berwarna hijau), Ibu dengan

penggunaan obat (Anti konvulsan, anti

depresan, insulin, kemoterapi atau kortison),

bayi baru lahir membutuhkan resusitasi, bayi

baru lahir dengan kelainan kongenital, ibu

menolak menjadi responden.

Jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 20 responden per kelompok.

Alat yang digunakan untuk

pengumpulan data pada penelitian ini berupa

kuesioner untuk mendapatkan data

karakteristik responden, lembar observasi

untuk menilai lama kala III, jumlah

perdarahan kala III-IV, kadar Hb bayi dan

lembar wawancara untuk lama pelepasan

tali pusat bayi.

Analisis menggunakan uji independent t-

test, dengan tingkat kemaknaan α = 0.05

atau 5%.

HASIL PENELITIAN

Table 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Paritas dan Riwayat Persalinan

dan Berat Badan Bayi di Klinik Swasta (n=40)

Variabel Mean Median SD Min Max

Kelompok Intervensi

Usia 28.75 28.00 4.327 22 35

Paritas 0.85 1.00 0.813 0 2

Riwayat Persalinan 0.05 0.00 0.224 0 1

BB Bayi 3005 3000 332.4 2400 3450

Kelompok Kontrol

Usia 28.65 28.50 3.453 22 37

Paritas 0.50 0.00 0.607 0 2

Riwayat Persalinan 0.00 0.00 0.000 0 1

BB Bayi 3110 3150 394.57 2400 4100

Distribusi responden pada tabel 5.2

menunjukkan pada kelompok intervensi dan

kontrol rata-rata berusia 28 tahun dengan

nilai maksimal 35 tahun pada kelompok

intervensi dan 37 tahun untuk kelompok

kontrol. Jumlah paritas pada kedua

kelompok untuk nilai maksimal sama yaitu

dua. Terdapat 1 riwayat persalinan yang

buruk yaitu pada kelompok intervensi.

Berat badan bayi yang lahir pada

kelompok intervensi rata-rata adalah 3005

gram, nilai minimal 2400 dan nilai

maksimal 3450 sedangkan untuk kelompok

kontrol rata-rata 3110 gram, nilai minimal

pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol sama yaitu 2400 gram dan nilai

maksimal 3450 gram untuk kelompok

intervensi dan 4100 pada kelompok kontrol.

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kala III, Jumlah Perdarahan Kala III-

IV, Kadar Hb Bayi dan Lama Pelepasan Tali Pusat di Klinik Swasta (n=40)

Variabel Mean Median SD Min Max

Kelompok Intervensi

Lama Kala III (menit) 5.35 5.00 1.226 3 8

Jumlah Perdarahan Kala III-IV (ml) 235.7 225 67.5 116 388

Kadar Hb Bayi (gr/dl) 18.64 18.45 2.35 15.4 25.1

Lama Pelepasan Tali Pusat (hari) 6.54 6.07 2.04 4.02 11.06

Kelompok Kontrol

Lama Kala III (menit) 6.20 6.00 1.281 5 10

Jumlah Perdarahan Kala III-IV (ml) 232.9 214 101.6 100 420

Kadar Hb Bayi (gr/dl) 16.9 16.2 2.496 13.2 21.3

Lama Pelepasan Tali Pusat (hari) 5.4 5.0 1.71 3.03 9.1

Tabel 5.3 di atas dapat dilihat pada

kelompok intervensi rata-rata lama kala III

adalah 5.35 menit, nilai minimal 3 menit

dan nilai maksimal 8 menit sedangkan

kelompok kontrol rata-rata lama kala III

adalah 6.20 menit, nilai minimal 5 menit dan

nilai maksimal 10 menit.

Rata-rata jumlah perdarahan kala III-IV

untuk kelompok intervensi yaitu 235.7 ml

sedangkan kelompok kontrol 232.9 ml,

dengan nilai minimal pada kelompok

intervensi 116 ml dan kelompok kontrol 100

ml serta nilai maksimal jumlah perdarahan

untuk kelompok intervensi adalah 388 ml

dan kelompok kontrol yaitu 420 ml.

Kadar Hb bayi dalam penelitian ini rata-

rata untuk kelompok intervensi adalah 18.64

mg/dl, nilai minimal 15.4 mg/dl dan nilai

maksimal adalah 25.1 mg/dl sedangkan

kelompok kontrol rata-rata Hb Bayi 16.9

mg/dl dengan nilai minimal 13.2 mg/dl dan

nilai maksimal 21.3 mg/dl.

Rata-rata lama pelepasan tali pusat pada

kelompok intervensi adalah 6.54 hari,

dengan nilai minimal 4.02 hari dan nilai

maksimal 11.06 hari.

Kelompok kontrol rata-rata pelepasan

tali pusat selama 5.4 hari dengan nilai

minimal 3.03 dan nilai maksimal 9.10 hari.

Tabel 5.5

Perbedaan Rerata Lama Kala III, Jumlah Perdarahan Kala III-IV,

Kadar Hb Bayi dan Lama Pelepasan Tali Pusat pada

Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Variabel Kelompok n Mean SD Mean

Difference

t p value

Lama Kala III Intervensi

Kontrol

20

20

5.35

6.20

1.226

1.281

-0.850 -2.144 0.04

Jumlah Perdarahan Kala III-IV Intervensi

Kontrol

20

20

235.70

232.90

67.518

101.641

2.800 0.103 0.92

Kadar Hb Bayi Intervensi

Kontrol

20

20

18.640

16.900

2.3478

2.4957

1.74 2.271 0.03

Lama Pelepasan Tali Pusat Intervensi

Kontrol

20

20

6.5387

5.3953

2.0378

1.7051

1.143 1.924 0.06

Tabel 5.5 menerangkan bahwa terdapat

perbedaan antara lama Kala III dan Kadar

Hb bayi pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan

nilai p < 0.05. Untuk variabel jumlah

perdarahan kala III-IV dan lama pelepasan

tali pusat menunjukkan nilai p > 0.05

sehingga tidak adanya perbedaan antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

a. Usia

Rata-rata usia responden pada

kedua kelompok adalah 28 tahun

dengan usia minimal yaitu 22 tahun.

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal

bahwa usia aman untuk kehamilan dan

persalinan adalah 20 tahun sampai

dengan 30 tahun. Kematian maternal

pada wanita hamil dan melahirkan

pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2

sampai 5 kali lebih tinggi dari pada

kematian maternal yang terjadi pada

usia 20 sampai 29 tahun. Kematian

maternal meningkat kembali sesudah

usia 30 sampai 35 tahun

(Prawirohardjo, 2012).

Sistem reproduksi memproporsi

usia yang ideal bagi wanita untuk

hamil dan melahirkan adalah 20-35

tahun, keadaan ini disebabkan karena

pada usia kurang dari 20 tahun rahim

dan panggul ibu belum berkembang

dengan baik dan belum cukup dewasa

untuk menjadi ibu, sedangkan pada

usia lebih dari 35 tahun elastisitas

otot-otot panggul dan sekitarnya serta

alat-alat reproduksi pada umumnya

telah mengalami kemunduran

sehingga dapat menyebabkan

komplikasi persalinan dan selanjutnya

dapat menyebabkan kematian pada ibu

(Purwanti, 2015).

b. Paritas

Responden dengan multipara

berjumlah 21 responden. Pada

multipara akan terjadi kemunduran

dan cacat pada endomentrium yang

mengakibatkan terjadinya fibrosis

pada bekas implantasi plasenta pada

persalinan sebelumnya, sehingga

vaskularasinya menjadi berkurang.

Paritas yang tinggi memungkinkan

terjadinya penyulit kehamilan dan

persalinan yang dapat menyebabkan

terganggunya transport O2 dari ibu ke

janin yang akan menyebabkan asfiksia

yang dapat dinilai dari APGAR Score

menit pertama setelah lahir (Manuaba,

2010).

Menurut Wiknjosastro (2004), ibu

yang sering melahirkan memiliki

risiko mengalami komplikasi

persalinan pada kehamilan berikutnya

apabila tidak memperhatikan

kebutuhan gizi. Kehamilan lebih dari

satu kali atau yang termasuk

multiparitas memiliki risiko lebih

tinggi terjadi perdarahan postpartum

dibandingkan dengan ibu-ibu

primigravida. Penelitian yang

dilakukan oleh Arifin, Ma'rifatul Intan,

2015 bahwa terdapat hubungan antara

paritas dengan kejadian retensio

plasenta dan coefisien contigensi 0,409

dengan keeratan hubungan rendah.

c. Riwayat Persalinan

Kehamilan adalah sebagai

keadaan fisiologis yang dapat diikuti

proses patologis yang mengancam

keadaan ibu dan janinnya. Komplikasi

pada saat persalinan yang menjadi

penyebab kematian ibu antara lain

adalah perdarahan,

preeklamsia/eklamsia, infeksi, partus

lama dan adanya abortus (BKKBN,

2010).

Menurut Departemen Kesehatan

terdapat tiga faktor utama penyebab

kematian ibu yang berkaitan dengan

kehamilan dan persalinan yaitu

perdarahan, hipertensi/eklamsia saat

hamil dan infeksi.

Hasil penelitian Amargustini

(2010) yang menganalisis data

sekunder SDKI 2007 menyebutkan

bahwa, determinan komplikasi

persalinan serta faktor yang paling

dominan berhubungan dengan

komplikasi persalinan adalah riwayat

komplikasi persalinan dahulu

(OR=5,52).

d. Berat Badan Bayi

Rata-rata Bayi Baru Lahir adalah

3005 gram dengan nilai minimal 2400

gram dan yang tertinggi adalah 4100

gram. Ukuran janin sangat

berpengaruh pada kesehatan

kehamilan bahkan proses persalinan.

Normal berat badan bayi baru lahir

antara 2500-4000 gram (Saifuddin,

2002). Berat badan lahir yang lebih

dari 4000 gram dapat meningkatkan

resiko terjadinya ruptur perineum hal

ini disebabkan oleh karena perineum

tidak cukup kuat menahan regangan

kepala bayi dengan berat badan bayi

yang besar (Wiknjosastro, 2007 &

Saifuddin, 2002).

2. Analisis Bivariat

a. Perbedaan Rerata Lama Kala III pada

Kelompok Intervensi dan Kelompok

Kontrol

Dari hasil penelitian ini

didapatkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan antara lama Kala III

pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol yang dibuktikan

dengan nilai p value 0.04 < alpha 0.05

dengan perbedaan rata-rata sebesar -

0.850. Pada kedua kelompok tidak ada

perbedaan untuk manajemen aktif kala

III dimana diberikan injeksi

uterotonika 1 menit setelah bayi lahir.

Pelepasan plasenta dipengaruhi oleh

kontraksi miometrium yang

menyebabkan dinding rahim

mengalami penebalan dan terjadi

penyusutan volume rongga rahim.

Penyusutan volume rongga rahim ini

menyebabkan berkurangnya ukuran

tempat perlekatan plasenta. Plasenta

tidak bersifat elastis, sehingga ketika

rongga semakin menyempit maka

plasenta semakin terlipat, menebal

kemudian terlepas dari dinding rahim

(Indrayati, 2013).

Menurut Widjanarko. Bambang,

2014 bahwa membiarkan talipusat

tanpa dilakukan penjepitan pada

persalinan kala III dapat menurunkan

volume plasma sehingga separasi

plasenta dapat berlangsung lebih

cepat. Umumnya disarankan agar tidak

memasang klem talipusat pada

kehamilan tunggal.

Penelitian dengan penundaan

penjepitan tali pusat, kontraksi uterus

selama persalinan menyebabkan

kompresi plasenta dan terjadi transfer

darah dari plasenta menuju janin dan

ini dapat memberikan durasi kala III

lebih pendek dibandingkan dengan

penjepitan tali pusat segera setelah

lahir. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh

Ratnasari (2013) dimana didapatkan

hasil wawancara dengan salah satu

bidan secara langsung mendapatkan

bahwa dengan menunda penjepitan tali

pusat pengeluaran plasenta menjadi

semakin cepat yaitu 4-8 menit dari

bayi lahir, hal ini dibuktikan dengan

harga t tes untuk uji beda kedua

kelompok penelitian sebesar 2.252

dengan signifikansi sebesar 0,032 <

alpha 0.05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan dari penelitian ini.

Durasi lama kala III dalam

penelitian ini lebih cepat dibandingkan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ratnasari (2013), dimana rata-rata

pelepasan plasenta pada penelitian ini

adalah 5.35 menit sedangkan

penelitian Ratnasari membutuhkan

waktu 8.8 menit, hal ini sejalan

dengan teori bahwa plasenta biasanya

akan lahir dalam waktu 10-15 menit

setelah bayi lahir (Lowdermilk, Perry

& Cashion, 2013).

Hasil penelitian ini bertolak

belakang dengan penelitian yang

dilakukan oleh Andersson, Ola (2013)

dimana tidak ada perbedaan lama kala

III pada kelompok penundaan

penjepitan tali pusat dan segera dijepit

dengan signifikansi 0.058 > p value

0.05.

b. Perbedaan Rata-Rata Kadar Hb Bayi

pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol

Setelah dilakukan uji statistik

dengan menggunakan uji t-test

independent, dan didapatkan hasil

rata-rata kadar Hb bayi untuk

kelompok intervensi adalah18.6 mg/dl

dan pada kelompok kontrol 16.9

mg/dl, perbedaan rata-rata sebesar

1.74 mg/dl dengan signifikansi 0.029

< alpha 0.05 maka secara statistik

terdapat perbedaan yang signifikan

antara kedua kelompok.

Hal ini diperkuat dengan hasil

meta analisis yang dilakukan oleh Van

Rheenan dkk (2006) menunjukkan

bahwa kadar hemoglobin bayi baru

lahir lebih tinggi secara signifikan

pada kelompok yang dilakukan

penundaan penjepitan tali pusat.

Sedangkan Grajeda dkk (1997)

melaporkan terdapat hubungan

penjepitan tali pusat yang ditunda

dengan kadar hemoglobin dan

hematokrit yang tinggi pada bayi baru

lahir.

Penundaan pemotongan tali pusat

akan meningkatkan jumlah eritrosit

yang ditransfusikan ke bayi, hal

tersebut tercermin dalam peningkatan

kadar hemoglobin bayi baru lahir

(Susilowati, 2009). Transfusi plasenta

adalah proses atau sistem yang

bertugas menyediakan barbagai

kebutuhan bayi seperti sel darah

merah, sel induk dan sel kekebalan

tubuh. Dengan dilakukannya

penundaan penjepitan dan pemotongan

tali pusat ini memberikan waktu yang

lebih banyak kepada plasenta untuk

mengalirkan darah dan memastikan

kecukupan kadar oksigen pada bayi

sehingga bayi terhindar dari anemia.

Penelitian yang dilakukan oleh

Muara Lubis (2008) didapatkan hasil

bahwa terdapat peningkatan kadar

hemoglobin dan hematokrit dari bayi

yang dilakukan penjepitan tali pusat

selama 2 menit dibandingkan dengan

bayi yang dilakukan penjepitan tali

pusat segera. Hal ini berdasarkan fakta

bahwa bayi lahir akan mendapat

transfusi darah sebanyak 80 ml dalam

1 menit pertama dan 100 ml pada 3

menit pertama kelahiran. Volume ini

akan mensuplai 40-50 mg/kg BB dan

akan memberikan ekstra zat besi

terhadap 75 mg/kg zat besi yang telah

dimiliki bayi aterm, sehingga akan

mencapai 115-120 mg/kg serta dapat

mencegah defisiensi besi pada satu

tahun pertama kehidupan dan juga

meningkatkan kadar hemoglobin dan

hematokrit dari bayi yang dilakukan

penundaan penjepitan tali pusat

selama 2 menit (Mercer JS, 2006; Pan

American Health Organization, 2007;

Mercer, et.al, 2006).

Hasil ini juga didukung oleh

penelitian Ultee K, Swart J, van der

Deure H, Lasham C, van Baar (2010)

keuntungan penundaan penjepitan tali

pusat diantaranya meningkatkan

respon adaptasi kardio-pulmo bayi,

meningkatkan tekanan darah bayi,

meningkatkan aliran sel darah merah

dan transport oksigen, dan mencegah

terjadinya anemia defisiensi besi.

Transfusi plasenta yang berhubungan

dengan penundaan pengikatan tali

pusat dapat menyediakan zat besi

(iron) tambahan bagi penyimpanan

cadangan zat besi (iron) pada bayi dan

dapat mengurangi insiden anemia

defisiensi besi pada bayi baru lahir.

Anemia defisiensi besi sangat

signifikan terjadi di Negara

berkembang

c. Perbedaan Rerata Jumlah Perdarahan

Kala III-IV pada Kelompok Intervensi

dan Kelompok Kontrol

Rata-rata perdarahan kala III-IV

pada kelompok intervensi sebanyak

235.70 ml sedangkan pada kelompok

kontrol yaitu 232.90 ml, perbedaan

rata-rata jumlah perdarahan kala III-IV

adalah 2.8 ml dengan nilai t 0.103

dengan p value 0.919 > alpha 0.05,

dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa

tidak ada perbedaan antara kelompok

intervensi dan kelomok kontrol untuk

jumlah perdarahan yang dikeluarkan

selama kala III-IV. Penelitian ini

menggunakan manajemen aktif kala

III dimana pada kedua kelompok

diberikan injeksi uterotonika.

Pemberian injeksi uterotonika

berfungsi untuk menimbulkan

kontraksi uterus yang berguna dalam

pelepasan plasenta, semakin cepat

plasenta lahir semakin kecil resiko

perdarahan (Lowdermilk, Perry &

Cashion, 2013); Kemenkes RI, 2013;

Aspiyani. R.Y, 2017).

Kehamilan lebih dari satu kali

atau yang termasuk multiparitas

memiliki risiko lebih tinggi terjadi

perdarahan postpartum dibandingkan

dengan ibu-ibu primigravida.

Penelitian ini sejalan dengan meta-

analisis yang dilakukan oleh Mathew

(2011), dimana melakukan penelitian

terhadap uji klinis acak terkontrol

bahwa penundaan penjepitan tali pusat

pada bayi cukup bulan tidak

meningkatkan komplikasi terhadap

ibu.

Penelitian yang dilakukan oleh

Andersson dkk (2013) dengan

kelompok acak (segera n=189; ditunda

n=192) hasil menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan antara yang

dilakukan penundaan penjepitan tali

pusat dengan yang segera dipotong

dalam hal perdarahan post partum.

Hasil ini juga ditunjang oleh penelitian

yang dilakukan McDonald dkk, (2013)

terhadap uji klinis acak terkontrol

bahwa tidak terdapat studi yang

melaporkan mortalitas maupun

morbiditas terhadap ibu pada

penundaan penjepitan tali pusat.

Risiko perdarahan berat pasca-

melahirkan antara penjepitan tali pusat

dini dan tunda sama (risk ratio=RR

1,04; IK95% 0,65-1,65; lima studi

dengan 2066 ibu; NNH=500).

Hasil dua uji acak (satu berasal

dari negara berkembang)

mengevaluasi efek pengikatan tali

pusat terhadap kehilangan darah pada

ibu, tetapi keterbatasan dari penelitian

ini adalah perbedaan dalam mengukur

kehilangan darah (pengukuran visual

dengan gelas ukur). Resiko perdarahan

postpartum yang didefnisikan sebagai

kehilangan darah >500 ml, tidak

berbeda setelah penundaan penjepitan

tali pusat atau segera dijepit (Van

Rheenen (2006); Maggan, dkk (2006);

Winter C, dkk (2007).

d. Perbedaan Rata-Rata Lama Pelepasan

Tali Pusat pada Kelompok Intervensi

dan Kelompok Kontrol

Rata-rata pelepasan tali pusat

dalam penelitian ini adalah 6.5 hari

untuk kelompok intervensi dan

kelompok kontrol 5.3 hari. Perbedaan

rata-rata yang dihasilkan adalah 1.1

hari, dari hasil penelitian ini

didapatkan bahwa nilai t 1.924 dengan

p value 0.062 > alpha 0.05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan

pelepasan tali pusat pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

Saat tali pusat terpotong maka

suplai darah dari ibu terhenti. Tali

pusat yang masih menempel pada

pusat bayi lama kelamaan akan kering

dan terlepas. Pengeringan dan

pemisahan tali pusat sangat

dipengaruhi oleh Jelly Wharton atau

aliran udara yang mengenainya.

Jaringan pada sisa tali pusat dapat

dijadikan tempat koloni oleh bakteri

terutama jika dibiarkan lembab dan

kotor (Sastrawinata, 1983). Sisa tali

pusat yang masih menempel di perut

bayi (umbilical stump), akan

mengering dan biasanya akan terlepas

sendiri dalam satu minggu setelah

lahir dan luka pada umbilicus akan

sembuh dalam 15 hari (Meiliya &

Karyuni, 2008).

Tali pusat sebaiknya dibiarkan

lepas dengan sendirinya. Jangan

memegang atau bahkan menariknya.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi

pelepasan tali pusat antara lain:

timbulnya infeksi pada tali pusat yang

disebabkan oleh perawatan yang tidak

memenuhi syarat kebersihan, cara

perawatan tali pusat, kelembaban tali

pusat dan kondisi sanitasi lingkungan

(Setiawan, 2009).

Hasil penelitian ini tidak sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Ratnasari dkk (2013) bahwa

terdapat perbedaan lama pelepasan tali

pusat antara bayi yang dilakukan

penundaan tali pusat dan yang segera

dijepit dengan hasil nilai t 2.080 dan

signifikansi 0.047 < alpha 0.05.

Friska (2012) dalam penelitiannya

mendapatkan hasil bahwa rata-rata

waktu yang dibutuhkan untuk

terlepasnya tali pusat bila tali pusat

dipotong segera, 9,56 hari, ketika

berhenti berdenyut 7,16 hari, dan

dibiarkan 3,75 hari sedangkan pada

penelitian ini mendapatkan hasil yang

tidak sama dengan penelitian

sebelumnya dikarenakan pada

penelitian ini di kedua kelompok

sama-sama dilakukan perawatan tali

pusat kering terbuka sehingga lama

pelepasan tali pusat tidak terjadi

perbedaan. Tali pusat mengering lebih

cepat dan lebih mudah lepas jika

terpajan ke udara sehingga tidak

dianjurkan pembalutan (Leveno,

Kenneth J, 2009; Gant, Gant, Norman

F & Cunningham, F.G, 2010).

3. Analisis Multivariat

Pengaruh Variabel Paritas dan BB bayi

terhadap Lama Kala III dan Kadar Hb

Bayi

Berdasarkan analisis regresi linier

bahwa paritas berpengaruh terhadap lama

kala III sebesar 8.6%, hal ini berarti

terdapat 91.4% oleh faktor lain

sedangkan BB bayi berpengaruh terhadap

kadar Hb bayi sebesar 6.1%, yang artinya

terdapat 93.9% oleh faktor lain. Statistik

menunjukkan bahwa variabel paritas

lebih dominan berpengaruh terhadap

lama kala III dibanding dengan variabel

BB bayi terhadap kadar Hb bayi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi

lama pelepasan plasenta diantaranya

penundaan penjepitan tali pusat bayi

(Widjanarko, Bambang. 2014), inisiasi

menyusu dini, status gizi ibu, dukungan

suami atau keluarga, kondisi ibu, tidak

ada kelainan selama kehamilan dan usia.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penundaan penjepitan tali pusat

berpengaruh terhadap lama kala III dengan p

value : 0.04 < 0.05 dan berpengaruh

terhadap kadar Hb bayi dengan p value :

0.03 < 0.05. penundaan penjepitan tali pusat

tidak berpengaruh terhadap jumlah

perdarahan kala III-IV dengan p value : 0.92

> 0.05 dan lama pelepasan tali pusat dengan

p value : 0.06 > 0.05. Penundaan penjepitan

tali pusat dapat dijadikan sebagai alternatif

kebijakan dalam manajemen aktif kala III.

DAFTAR PUSTAKA

Andersson, O., Hellstrom, L., Andersson,

D., & Domellof, M. 2013. Effect Of

Delayed Versus Early Umbilical Cord

Clamping On Neonatal Outcomes And

Iron Status At 4 Months: A Randomised

Controlled Trial. BMJ, 343 (10), pp 1-

12

Arifin, Ma'rifatul Intan, 2015. Hubungan

Paritas Dengan Retensio Plasenta Pada

Ibu Bersalin di RSUD Panembahan

Senopati Kabupaten Bantul Tahun

2012. Thesis. STIKES 'Aisyiyah

Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan

Arisandi. 2016. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian

Komplikasi Persalinan di Wilayah Kerja

Puskesmas Tanjung Bintang Kabupaten

Lampung Selatan. Jurnal Kesehatan,

Volume VII, Nomor 2, Agustus 2016,

hlm 204-210

Artha, dkk. 2013. Penundaan Penjepitan

Tali Pusat sebagai Strategi yang Efektif

untuk Menurunkan Insiden Anemia

Defisiensi Besi pada Bayi Baru Lahir.

Tidak dipublikasikan

Aspiyani. R.Y. 2017. Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Maternitas, Aplikasi

NANDA, NIC dan NOC. Jakarta : Trans

Info Media

Baety, A.N. 2011. Biologi Reproduksi;

Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta

: Graha Ilmu

Begley CM, Gyte GML, Devane D,

McGuire W, Weeks A. 2015. Active

Versus Expectant Management for

Women in the Third Stage of Labour.

Cochrane database of systematic

reviews. Issue 3. Art. No.: CD007412

Benson, Ralph. 2008. Buku Saku Obstetri &

Ginekologi. Ed. 9. Jakarta : EGC

Can A, Karahuseyinoglu S. 2007. Concise

Review: Human Umbilical Cord Stroma

With Regard To The Source Of Fetus

Derived Stem Cells. Stemcells ;25:

2886–95

Ceriani Cernadas, JM. The WHO

Reproductive Health Library. Geneva:

World Health Organization. 2006. Early

versus delayed umbilical cord clamping

in preterm infants: RHL commentary.

Cited from

http://apps.who.int/rhl/pregnancy_child

birth/childbirth/3rd_stage/jccom/en/

Chitra T, Sushanth YS, Raghavan S. 2012.

Umbilical Coiling Index as a Marker of

Perinatal Outcome: An Analytical

Study. Obstet Gynecol Int.

2012:213689.

doi:10.1155/2012/213689

Cunningham, F. 2010. Obstetrti William.

Jakarta: EGC.

Dharma, K.K. 2015. Metodologi Penelitian

Keperawatan : Panduan Melaksanakan

dan Menerapkan Hasil Penelitian. Ed.

Revisi. Jakarta : Trans Info Medika

Eichenbaum-Pikser G, Zasloff JS. 2009.

Delayed Clamping of the Umbilical

Cord:A Review with Implications for

Practice. J Midwifery Womens Health.

54:321-6.

Elzouki, Abdelaziz Y ed. 2012 Textbook of

Clinical Pediatrics Second Edition.

New York: Springer Heidellbergh

Dordrecht

Gant, Norman F & Cunningham, F.G. 2010.

Dasar-dasar Ginekologi & Obstetri.

Jakarta : EGC

Gillespie S, Johnston JL. 2006. Expert

Consultation on Anemia: Determinants

and Interventions. Ottawa: The

Micronutrient Initiative

Hutton EK, Hassan ES, 2007. Late vs Early

Clamping of the Umbilical Cord in Full-

Term Neonates. JAMA;297(11):1241–

52.

Indriyani, D. 2013. Keperawatan Maternitas

pada Area Perawatan Antenatal. Edisi

Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu

JHPIEGO, POGI, JNPKR. 2007. Asuhan

Persalinan Normal. Asuhan Essential.

Ed. 3. Jakarta : JHPIEGO, POGI,

JNPKR

. 2012 Survey Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta

. 2013. Buku Saku Pelayanan

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan

Dasar dan Rujukan. Jakarta

Kemenkes Republik Indonesia, 2011.

Pedoman Interpretasi Data Klinik.

Jakarta

Kompasiana. 2016. Pilihan Persalinan untuk

Plasenta: Lotus Birth atau Delay Cord

Clamping? Di akses pada tanggal 18

Februari 2017

http://www.kompasiana.com/dorasamar

ia/pilihan-persalinan-untuk-plasenta-

lotus-birth-atau-delay-cord-

clamping_56d5c2e8a723bda4590c40e3

Kurita M, Hasegawa J, Mikoshiba T. 2009.

Ultrasound Evaluation Of The Amount

Of Wharton’s Jelly And The Umbilical

Coiling Index. Fetal Diagn Ther.

26:85–89

Leduc, Senikas & Lalonde. 2009. Active

Management of the Third Stage of

Labour: Prevention and Treatment of

Postpartum Hemorrhage. SOGC

Clinical Practice Guideline.

Leveno Kenneth J. 2009. Obstetri Williams

Panduan Ringkas. Jakarta : EGC

Lowdermilk, Perry & Cashion. 2013.

Keperawatan Maternitas. Ed. 8 – Buku

2. Singapore : Elsevier

Lubis, Muara P. 2008. Dampak Penundaan

Pengkleman Tali Pusat Terhadap

Peningkatan Hemoglobin Dan

Hematokrit Bayi Pada Persalinan

Normal. Tesis, Universitas Sumatra

Utara. Tidak dipublikasikan

Manuaba, Fajar, IBG. 2010. Pengantar

Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Mathew, Joseph L. 2011. Timing of

Umbilical Cord Clamping in Term and

Preterm Deliveries and Infant and

Maternal Outcomes: a Systematic

Review of Randomized Controlled

Trials. Indian Pediatrics, 48 pp 123-129

McDonald SJ, Middleton P, Dowswell T,

Morris PS. 2014. Evidence-Based Child

Health : A Cochrane Review Journal.

Effect of Timing of Umbilical Cord

Clamping of Term Infants on Maternal

and Neonatal Outcomes (Review)

Evid.-Based Child Health. 9:2: 303–397

Mercer JS, et al. 2006. Delayed Cord

Clamping in Very Preterm Infants

Reduces the Incidence of

Intraventricular Hemorrhage and Late-

Onset Sepsis : A Randomized,

Controlled Trial. Pediatrics;117;1235-

1242

Nadesul, H. 2008. Cara Sehat Menjadi

Perempuan. Jakarta, PT Kompas Media

Nusantara.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Ed. Revisi.

Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis

dan instrumen Penelitian Keperawatan.

Jakarta : Medika Salemba

Oxorn Harry. 2010. Ilmu Kebidanan

Patologi Dan Fisiologis

Persalinan,Yayasan Essentia Medica,

Yogyakarta.

Pan American Health Organization. 2007.

Beyond Survival: Integrated Delivery

CarePpractices for Long-term Maternal

and Infant Nutrition, Health and

Development. Washington, D.C.:

PAHO

POGI. 2016. Usulan PNPK Perdarahan

Pasca Salin

https://www.scribd.com/doc/294395324

/POGI-DRAFT-USULAN-PNPK-

Pendarahan-Pasca-Melahirkan

. 2006. Buku Acuan Nasional

Pelayanan Kesehatan Meternal Dan

Neonatal. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan.

Jakarta: PT. Bina Pustaka

Profil Sudinkes Jakarta Timur, 2013

Purwaningsih. Endah; Triandriyani. Rena.

2012. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu

Dini Terhadap Kecepatan Pengeluaran

Colostrum Di Wilayah Puskesmas

Polanharjo Klaten, Jurnal Involusi

Kebidanan, Vol. 2, No. 3

Rabe H, Reynolds G, Diaz-Rosello J. 2004.

Early versus delayed umbilical cord

clamping in preterm infants. Cochrane

Database Syst Rev. CD003248

Ramanathan G, Arulkumaran S. 2006.

Postpartum haemorrhage. Curr Obstet

Gynaecol .16(1):6–13

Rheenen & Brabin. 2006. A Practical

Approach To Timing Cord Clamping In

Resource Poor Settings. BMJ ;333:954–

8

Rheenen P, de Moor L, Eschbach S, de

Grooth H, Brabin B. 2007. Delayed

Cord Clamping and Haemoglobin

Levels in Infancy: A Randomised

Controlled Trial in Term Babies.

Tropical Medicine and International

Health ;12(5):603–15

Rheenen PV. 2007. The Role of Delayed

Umbilical Cord Clamping to Control

Infant Anaemia in Resource-Poor

Settings. Thesis. Unpublish

Riksani, R. 2012. Keajaiban Tali Pusat dan

Plasenta Bayi. Jakarta : Dunia Sehat

Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini plus

ASI Ekslusif. Jakarta : Pustaka Bunda

Royal College of Obstetricians and

Gynaecologists (UK) Opinion Paper.

2009. Clamping of the Umbilical Cord

and Placental Transfusion. Diunduh dari http://www.rcog.org.uk/clamping-umbilical-cord-and-placental-transfusioecommendations

Sabri, L & Hastono, S.P. 2011. Statistik

Kesehatan. Ed. 6. Jakarta : Rajawali

Pers

Sadler T.W, 2012. Langman Embriologi

Kedokteran. Edisi. 10. Jakarta : EGC

Sastroasmoro, S & Ismail, S. 2012. Dasar-

dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Ed.4. Jakarta : CV. Sagung Seto

Sebire N.J. 2007. Pathophysiological

Significance Of Abnormal Umbilical

Cord Coiling Index. Ultrasound Obstet

Gynecol. 30: 804–806

Setiawan, Wawan. 2009. Perbandingan

Waktu Penjepitan Tali Pusat Segera

Dan Waktu Penjepitan Tali Pusat

Lambat Pada Bayi Premature Di RSHS.

Tesis, Universitas Padjadjaran. Tidak

dipublikasikan

Sodikin. 2008. Buku Saku Perawatan Tali

Pusat. Jakarta: EGC

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Ed.

10. Bandung : Alfabeta

Susilowati. 2009. Pengaruh Waktu

Pengikatan Tali Pusat Terhadap Indeks

Eritrosit Bayi Baru Lahir. Tesis,

Universitas Sumatera Utara. Tidak

dipublikasikan

Sustainable Development Goals (SDGs),

2015

Tanmoun MD, Nuanpun. 2013. The

Hematological Status between Early

and Delayed Cord Clamping after

Normal Delivery in Term Infants at

Damnoen Saduak Hospital. Thai

Journal of Obtetric and Gynaecology,

21 (2) pp 63-70

The WHO Reproductive Health Library :

Optimal Timing of Cord Clamping for

the Prevention of Iron Deficiency

Anaemia in Infants The World Health

Organization (last update 2 March

2012). http: //www .who. int/ elena

/titles/cord_clamping/en/

Ultee K, Swart J, van der Deure H, Lasham

C, van Baar A. 2007. Delayed cord

clamping in preterm infants delivered at

34 to 36 weeks gestation: A randomized

controlled trial.Archives of Diseasein

Childhood. Fetal and neonatal edition

Wahidiyat I, Amalia P .2005. Buku Ajar

Hematologi-Onkologi. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI

WHO. 2012. Guidelines on Basic Newborn

Resuscitation. Geneva, World Health

Organization.

(http://www.who.int/maternal_child

_adolescent/ documents

/basic_newborn_resuscitation/en/).

WHO. 2012. WHO Recommendations for

the Prevention and Treatment of

Postpartum Haemorrhage.

(http://www.who.int/reproductivehealth

/publications/maternal_perinatal_healt

h/9789241548502/en/)

WHO. 2014. Guideline : Delayed umbilical

cord clamping for improved maternal

and infant health and nutrition

outcomes. Geneva, World Health

Organization;http://www.who.int/nutriti

on/publications/guidelines/cord_clampi

ng/en/

Wickham, Sara. 2006. Midwifery: Best

Practice Volume 4. Edinburgh: Elsevier

Limited

Widjanarko Bambang, 2014. Kala III

Pelepasan Plasenta.

https://dinikomalasari.wordpress.com/2

014/05/20/kala-iii-pelepasan-plasenta/

Wiknjosastro H. 2006. Ilmu Kebidanan.

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.