Post on 23-Jan-2023
Daya Tarik Pasar Dan Kinerja Pesaing Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Strategi Pemasaran Dan Keunggulan Bersaing Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pemasaran (Suatu Survei Pada SPBU Bahan Bakar Berbasis Biodiesel di Pulau Jawa)PenulisBoyke Setiawan Soeratin S PenerbitUnpad BahasaIndonesia Hak CiptaUnpad Kata KunciCorporate Reputation, Customer Relationship, Customer Trust, customer value, Daya tarik pasar, keunggulan bersaing, kinerja pemasaran, kinerja pesaing, Service Delivery System, strategi pemasaran
Pada satu sisi produksi biodiesel yang dijadikan bahan bakar khususnya alat trasportasi sangat bermanfaat bagi kebersihan emisi lingkungan, serta berdampak positif pada kondisi mesin kendaraan yang menggunakannya, sehingga pemanfaatan biodiesel untuk bahan bakar kendaraan bermotor dapat ditingkatkan dan didistribusikan melalui SPBU, yang akhirnya kinerja pemasaran bahan bakar biodiesel itu sendiri meningkat. Namun pada kenyataannnya kinerja pemasaran biodiesel yang dilihat dari beberapa SPBU relatif menurun, bahkan terdapat beberapa SPBU yangtidak lagi mendistribusikan bahan bakar biodiesel itu sendiri pada pemakai akhir atau industri, hal ini cenderung keunggulan bersaing bahan bakar biodiesel masih relatuf di bawah bahan bakarminyak yang lainnya. Ketidak unggulan bahan bakar biodiesel disinyalir karena perusahaan penghasil biodiesel kurang mampu merumuskan strategi pemasaran yang tepat yang diakibatkan oleh ketidak mampuan dalam merespon perubahan kondisi lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang terepleksikan dalam daya tarik pasar dan kinerja pesaing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh daya tarik pasar dan kinerja pesaing terhadap strategi pemasaran dan keunggulan bersaing, serta implikasinya terhadap kinerja pemasaran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei deskriptif dan survei eksplanatoridengan unit analisis adalah SPBU yang ada di pulau Jawa dengan ukuran sampel 270 SPBU. Metode analisis yang digunakan adalah SEM. Berdasarkan hasil analisis, maka ditemukan bahwa daya tarik pasar kurang mendukung perusahaan penghasil biodiesel dalam
melakukan aktivitas bisnisnya dan kinerja pesaing dapat diantisipasi oleh perusahaan penghasil bahan bakar biodiesel berbahan baku CPO. Perusahaan penghasil biodiesel mampu merumuskan strategi pemasaran dan mampu mencapai keunggulan bersaing bahan bakar biodesel berbahan baku CPO. Daya tarik pasardan kinerja pesaing berpengaruh terhadap kinerja strategi pasar bahan bakar biodesel berbahan baku CPO baik secara simultan maupun parsial. Daya tarik pasar dan kinerja pesaing berpengaruh terhadap kinerja strategi bauran pemasaran bahan bakar biodesel berbahan baku CPO, baik secara simultan maupun parsial. Kinerja strategi pasar dan kinerja strategi bauran pemasaran berpengaruh terhadap keunggulan bersaing bahan bakar biodesel berbahan baku CPO, baik secara simultan maupun parsial. Kinerja strategi pasar,kinerja strategi bauran pemasaran, dan keunggulan bersaing berpengaruh terhadap kinerja pemasaran SPBU bahan bakar biodesel berbahan baku CPO, baik secara simultan maupun parsial.
This survey investigated the influence of performance of customer relationship and service delivery system on customer value and it’s impacts on customer trust and corporate reputation. The most aspect of life will be changed quickly and unpredictible. The modern people in the world need supporting facilities for mobility communication and information access. According to that situation and condition, celluer indstry is the important infrastucture for facilitation the dinamic people need. The high competition in celluler industry give negative impact to operators e.g churn customer. In case, all operators give the product and service through developing the customer relationship for along time with the excellent delivery service system, so that will be produced superior value customer and strong customer trust and than finally, the best corporate reputation. The respondens is consist of celluler customers in Bandung. The result is dianalyzed by frequently distribution analyzed for describing the performance of customer relationship and service delivery system, and than by structural equation modelling for measuring the influence of customer relationship and service delivery system to corporate reputation through customer value anda customer trust. Finally, the customer ralationship influence corporate reputation significanly, but service delivery system did’nt give a better result.
Untuk Keterangan Lebih Lanjut Silahkan Menghubungi : http://cisral.unpad.ac.id
Pustaka Terkait
Pengaruh Kerelasian Pelanggan Dan Sistim Penyampaian Jasa Terhadap Nilai Pelanggan Serta Dampaknya Pada Kepercayaan Pelanggan Dan Reputasi Perusahaan (Survey Terhadap PelangganTelepon Seluler Di Bandung)
Pengaruh Strategi Pasar Produk Dan Penciptaan Nilai Terhadap Keunggulan Bersaing Serta Implikasinya Pada Citra Bank Dan Kinerja Pemasaran (Suatu Survey Pada Bank Perkreditan RakyatDi Provinsi Jawa Barat)
Pemasaran Kerelasian Pelanggan Dan Kolaborasi Pemasok Dalam Rangka Meningkatkan Sumber Daya Perusahaan Serta Implikasinya Terhadap Keunggulan Bersaing Dan Kinerja Pemasaran ( Suatu Survei Pada Ukm Komponen Otomotif Logam DiPulau Jawa)
Pengaruh Lingkungan Eksternal Dan Lingkungan Internal Terhadap Strategi Bersaing Dan Strategi Kemitraan Serta Dampaknya Pada Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Pada Kinerja Industri Kecil Dan Menengah Di Sumatra Barat
Pengaruh Daya Tarik Pasar Dan Keunikan Sumber Daya Terhadap Strategi Bersaing Dan Kreasi Nilai Serta Implikasinya Pada Kinerja Bisnis (Studi Di Lingkungan Unit Bisnis Industri Strategis Berbasis Pertahanan Di Indonesia)
Download: disertasi_boyke_daya_tarik_pasar_ind.pdf disertasi_boyke_daya_tarik_pasar_ingg.pdf
Pustaka Terkait
Pengaruh Kerelasian Pelanggan Dan Sistim Penyampaian Jasa Terhadap Nilai Pelanggan Serta Dampaknya Pada Kepercayaan Pelanggan Dan Reputasi Perusahaan (Survey Terhadap PelangganTelepon Seluler Di Bandung)
Pengaruh Strategi Pasar Produk Dan Penciptaan Nilai Terhadap Keunggulan Bersaing Serta Implikasinya Pada Citra Bank Dan Kinerja Pemasaran (Suatu Survey Pada Bank Perkreditan RakyatDi Provinsi Jawa Barat)
Pemasaran Kerelasian Pelanggan Dan Kolaborasi Pemasok Dalam Rangka Meningkatkan Sumber Daya Perusahaan Serta Implikasinya Terhadap Keunggulan Bersaing Dan Kinerja Pemasaran ( Suatu Survei Pada Ukm Komponen Otomotif Logam DiPulau Jawa)
Pengaruh Lingkungan Eksternal Dan Lingkungan Internal Terhadap Strategi Bersaing Dan Strategi Kemitraan Serta Dampaknya Pada Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Pada Kinerja Industri Kecil Dan Menengah Di Sumatra Barat
Pengaruh Daya Tarik Pasar Dan Keunikan Sumber Daya Terhadap Strategi Bersaing Dan Kreasi Nilai Serta Implikasinya Pada Kinerja Bisnis (Studi Di Lingkungan Unit Bisnis Industri Strategis Berbasis Pertahanan Di Indonesia)
InformasiUntuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami menggunakan halaman kontak
Dikelola oleh CISRAL dan dikembangkan oleh DCISTEM Universitas PadjadjaranHak Cipta Peraturan Penggunaan Redaksi
INDUSTRI BATIK, INDUSTRI KREATIF MENUJU INDONESIA
Dewasa ini, industri kreatif tengah menjadi topik utama yang
digemakan dalam dunia industri. Berbagai kebijakan dan program
pemerintah dicanangkan dalam rangka mewujudkan industri kreatif
Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi angka pengangguran dan untuk
perkembangan ekonomi Indonesia. Industri kreatif dipandang semakin
penting dalam mendukung kesejahteraan dalam perekonomian, berbagai
pihak berpendapat bahwa “kreativitas manusia adalah sumber daya
ekonomi utama” dan bahwa “industri abad kedua puluh satu akan
tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas dan inovasi”.
Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas
ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan
informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama lain Industri
Budaya (terutama di Eropa) atau juga Ekonomi Kreatif . Kementerian
Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah
industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta
bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya
cipta individu tersebut.
Dengan demikian, industri Batik Indonesia yang merupakan ikon khas
budaya Indonesia di kancah internasional dan merupakan industri yang
dikembangkan langsung oleh masyarakat juga termasuk pada industri
kreatif. Dalam hal ini industri Batik dapat dikategorikan dalam
kelompok industri kreatif dengan katagori:
1. Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan
distribusi produk kerajinan antara lain barang kerajinan yang terbuat
dari: batu berharga, aksesoris, pandai emas, perak, kayu, kaca,
porselin, kain, marmer, kapur, dan besi.
2. Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis,
interior, produk, industri, pengemasan, dan konsultasi identitas
perusahaan.
3. Desain Fashion: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain
pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi
pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta
distribusi produk fesyen.
Batik Indonesia secara historis berasal dari zaman nenek moyang
yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun
lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk
binatang dan tanaman. Namun batik terus mengalami perkembangan, yaitu
dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada
motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan
sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni
dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal
sekarang ini.
kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman
kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya.
Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat
Indonesia dan khususnya suku Jawa setelah akhir abad ke-XVIII atau
awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal
abad ke-XX , sedangkan batik cap baru dikenal setelah usai perang
dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.
Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
Batik Indonesia juga merupakan produk unggul dalam negeri yang telah
mengantarkan Indonesia ke kancah Internasional. Hal ini dapat dilihat
dari penetapan UNESCO bahwa Batik Indonesia, secara keseluruhan
teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait,
telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2
Oktober, 2009.
Penetapan UNESCO tersebut pastinya sangat mendukung terhadap
perkembangan Industri batik di Indonesia, baik dalam negeri maupun ke
luar negeri. Selain faktor tersebut, terdapat juga faktor lain yang
menjadikan industri Batik Indonesia terus berkembang, yaitu kekhasan
yang dimiliki batik dan juga karena batik termasuk pada kebutuhan
primer manusia ( bahan pakaian). Kekhasan batik terletak pada
penggunaan motif-motifnya. Penggunaan motif ini menunjukkan asal batik
diproduksi yang sekaligus mencerminkan kebudayaan daerah tersebut.
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak
dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah
yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya
telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal
dengan ciri kekhususannya sendiri. Batik sebagai Bahan pakaian
merupakan kebutuhan dasar manusia di seluruh dunia. Ditambah lagi
dengan kecendrungan manusia untuk selalu tampil indah maka merupakan
suatu kewajaran jika saat ini batik merupakan ikon khas Indonesia yang
mampu mendobrak pasar dunia dalam hal mode dan fashion.
Dalam industri kreatif, Konsep pengembangan ekonomi kreatif oleh
pemerintah telah mendapatkan respon positif di beberapa daerah di
Indonesia. Inisiatif dari pemerintah daerah untuk membuat kebijakan
yang mendukung rencana pengembangan ekonomi kreatif di daerahnya
menjadi indikator bahwa daerah tengah berlomba dalam memunculkan
karakteristik atau identitas lokal sebagai daya tarik daerahnya.
Dengan pengelolaan yang baik terhadap warisan budaya dan kreativitas
dari masyarakat maka proses pengembangan ekonomi kreatif di daerah
akan berjalan dan berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan
daerahnya. Begitupula dalam hal pengembangan industri batik.
Setiap daerah penghasil batik di Indonesia tengah berlomba-lomba
dalam mengembangkan industri batiknya. Hampir setiap daerah di
Indonesia saat ini memiliki batik dengan corak dan motifnya sendiri,
saat ini batik seakan telah menjadi raja di kancah budaya dan industri
Nasional yang pemasarannya terus melaju tidak hanya dalam negeri.
Cakupan industri batik pun semakin meluas, seiring dengan inovasi dan
ide kreatif para pengarajin di daerah masing-masing yang selalu
menginginkan hasil terbaik dari produksi batiknya. Dari warna yang
awalnya hanya terdiri satu warna, kini sudah bisa kita dapati batik
dengan berbagai paduan warna yang menarik. Jika awalnya batik hanya
berfungsi sebagai bahan pakaian saja, saat ini dapat kita temui batik
juga dijadikan sebagai bahan tas, penghias sepatu dan berbagai macam
aksesoris lainnya.
Perkembangan industri Batik Indonesia yang cukup pesat ini
merupakan suatu lapangan pekerjaan yang telah banyak menyerap tenaga
kerja. Perlu diketahui bersama bahwasanya para pengrajin batik ini
tidak hanya didominasi oleh mereka yang sudah dewasa ataupun lansia.
Saat ini para pengarjin batik juga didominasi oleh mereka yang
notabene-nya masih remaja. Sebuah contoh, di sebuah kota kecil di
Pulau Madura, yaitu Kota Pamekasan yang telah ditetapkan sebagai Kota
Batik pada tahun 2008, terdapat sebuah kampung (Banyumas, Desa
Klampar Kecamatan Proppo- Pamekasan) yang merupakan perkampungan
pengrajin batik. Hampir seluruh masyarakat di kampung itu adalah
pengrajin batik. Di kampung itu industri batik masih tergolong home
industry, jika kita berkunjung ke tempat itu akan kita temui setiap
rumah memproduksi batik.
Bagi masyarakat di kampung itu, membatik adalah sumber
penghidupan mereka. Merupakan fenomena yang unik dan inspiratif ketika
para remaja di daerah tersebut juga membatik dan biasanya hasil batik
dari para remajalah yang menjadi acuan bagi para pengarajin lainnya
yang lebih dewasa dari mereka. Hal ini dikarenakan, batik hasil dari
para remaja memiliki motif dan warna yang lebih inovatif. Perlu kita
ketahui sebagian besar para remaja di daerah tersebut adalah remaja
yang putus sekolah. Tentunya hal ini dikarenakan tempat yang bisa
dibilang pedalaman dan juga karena keadan ekonomi. Di sinilah letak
peranan industri batik sebagai industri kreatif yang mampu menyerap
tenaga kerja dari para remaja yang pendidikannya terputus tersebut
yang juga menjadi mediasi kreasi dan keahlian mereka. Dengan
demikian, para remaja dapat menjadi insan produktif yang dapat
menghasilkan barang dan jasa guna kemajuan dan kesejahteraan ekonomi
Indonesia. Tidak hanya itu saja, tapi industri batik sebagai industri
kreatif juga merupakan wahana kreasi dan inovasi bagi para pengrajin
batik dalam rangka meningkatkan nilai jual Batik Indonesia baik itu di
dalam negeri maupun di luar negeri.
http://www.bankmandiri.co.id/
"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari
http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank
Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan
jiplakan.“
tag <Lomba Blog HUT Bank Mandiri>
Diposkan oleh fylosof abad 21 di 00.53
Dalam perkembangan tahapan industrialisasi global, sejatinya
saat ini dunia tengah memasuki era industri gelombang keempat,
industri ekonomi kreatif (creative economic industry), usaha industri
ekonomi kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan
sebagai fourth wave industry (industri gelombang keempat).
Industri gelombang keempat sangat menekankan pada gagasan dan ide
kreatif, dengan intensifitas informasi dan kreativitas,
mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia
(SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.
(The Creative Economy Howkins, 2001)
Bagi ekonomi Indonesia, momentum perkembangan industrialisasi
gelombang keempat tersebut, sarat dengan peluang yang dapat
dimanfaatkan bagi peningkatan kejayaan ekonomi Indonesia,
mengingat Indonesia dianugerahi beragam kekayaan potensi ekonomi
kreatif berbasis seni/budaya khas dan unik.
Pengembangan ekonomi kreatif bagi Indonesia, setidaknya memiliki
dua manfaat sekaligus, yakni leverage pertumbuhan ekonomi yang
pro rakyat dan sekaligus penguatan identitas kultural bangsa
yang dapat mempertegas dan memperkaya identitas nasional.
Pengembangan ekonomi kreatif juga sejalan dengan arah pembangunan
ekonomi kerakyatan, dengan mengedepankan peran nyata koperasi dan
UKM berprinsip berkeadilan dan bermartabat, sehingga pertumbuhan
dan stabilitas ekonomi dapat dinikmati secara lebih merata oleh
seluruh komponen masyarakat (inklusif growth).
Pengembangan ekonomi batik, sebagai salah satu dari 14 komponen
ekonomi kreatif, seyogyanya perlu terus ditingkatkan, mengingat
trend dan prospek pasar batik yang sangat menjanjikan.
Ekonomi batik juga telah berkontribusi menggerakkan ekonomi
nasional dengan nilai ekspor sebesar 69 juta dollar AS. Disamping
itu sebesar 99,39% dari 55.912 unit usaha yang bergerak di dalam
industri batik adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan konsumen
batik dalam negeri lebih dari 72,86 juta orang.
Saat ini penyerapan tenaga kerja industri batik sekitar 3,5 juta
orang yang menyebar di berbagai wilayah, tentunya hal ini sangat
signifikan dalam memberi kontribusi penciptaan lapangan kerja dan
peningkatan penghasilan rakyat.
Komitmen Pemerintah RI
Presiden RI, pada 17 November 2009 telah menerbitkan
Keputusan Presiden No 33 Tahun 2009 tentang Hari Batik Nasional
yang jatuh pada tanggal 2 Oktober mulai tahun 2009, hal ini
sejatinya sebagai penanda awal usaha meningkatkan citra positif
dan martabat bangsa Indonesia di forum internasional, serta untuk
menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap
kebudayaan Indonesia, khususnya batik.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan ekonomi
batik juga telah ditindaklanjuti dengan business plan yang
konkrit, sebagai pedoman rencana aksi dan tahapan
implementasinya, ditandai dengan terbitnya Cetak Biru
Pelestarian dan Pengembangan Batik pada tanggal 28/9/2012.
Cetak biru dimaksud merupakan upaya sungguh-sungguh pemerintah
dan sejumlah stakeholders (pemangku kepentingan) dalam
meningkatkan daya saing produk batik agar dapat menguasai pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
Cetak biru ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam menyusun
kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang dengan arahan,
sasaran, dan target kinerja yang jelas mengenai pembangunan
ekonomi kreatif berbasis kerakyatan.
Sebagai bagian dari rencana aksi, dalam jangka pendek akan
dilaksanakan sejumlah program quick wins antara lain memperbaiki
sistem standarisasi batik, membuat kebijakan labeling batik,
menyusun strategi komunikasi batik sebagai warisan budaya dan
penggerak ekonomi, melakukan pemetaan ragam hias batik keraton,
dan inventarisasi buku batik.
Peluang pengembangan ekonomi batik Indonesia semakin mendapatkan
momentum pasca penetapan batik oleh UNESCO pada tahun 2009 lalu
sebagai “Intangible Cultural Heritages” (kekayaan tak benda). Pengakuan
ini setidaknya menjadikan brand awareness batik semakin tinggi di
mata internasional.
Pengakuan UNESCO tersebut juga merupakan bentuk pengakuan yang
strategis terhadap eksistensi batik dan nilai pentingnya bagi
peradaban dan perkembangan kebudayaan di Indonesia, sekaligus
menjadi kekuatan dahsyat bagi industri batik Indonesia untuk
melakukan penetrasi pasar internasional, dengan semakin tingginya
animo masyarakat internasional terhadap batik.
Pengembangan Ekonomi Batik dan Tantangannya
Pengembangan ekonomi batik, utamanya dalam meningkatkan daya
saing produk dapat dilakukan dengan pendekatan strategi
mengoptimalkan potensi yang dimiliki dengan mengeliminir berbagai
kendala yang dihadapi, melalui pendekatan business ecosystem dari
industri batik.
Secara sederhana ekosistem bisnis industri batik dapat ditelaah
melalui pendekatan aktor-aktor yang terlibat didalamnya, dengan
menggunakan konsep dasar berikut:
Gambar 1: Business Ecosystem Actors
Referensi: James F. Moore, death of competition, John Wiley & Sons, USA, 1996
Pengembangan kemitraan antara UKM industri batik, rumahan yang
merupakan ciri khas mayoritas pengrajin batik di wilayah
Indonesia, dengan industri batik skala besar perlu terus
ditingkatkan, yang dibangun dalam kerangka saling menguntungkan
(core constributors fatnerships).
Hal ini sangat diperlukan dalam pemberdayaan industri batik
rumahan dan juga upaya untuk menjembatani penetrasi pasar
sebagaimana kelemahan mayoritas industri batik rumahan dalam
memasarkan produknya.
Dengan kata lain melalui peningkatan kemitraan core constributors
industri batik rumahan akan dapat mengoptimalkan pemanfaatan
beragam distributions channels seperti Mall, Show Room dan Pameran
baik dalam maupun luar negeri, sebaik apapun produk yang
dihasilkan, strategi pemasaran tetap menjadi kata kunci dalam
memenangkan persaingan.
Disisi lain kerja keras tampaknya perlu terus diupayakan
ditingkatkan untuk mengatasi pemenuhan bahan baku industri batik
rumahan dan jaminan ketersediaannya dengan harga terjangkau,
ketersediaan peralatan membatik tampaknya masih menjadi hal yang
perlu diprioritaskan penanganannya.
Mengingat dari 19 sentra batik di Indonesia, hanya ada enam
usaha pembuat canting, 31 usaha pembuat cap batik dan 10 usaha
pembuat campuran malam Padahal, total usaha batik yang tersebar
di Pulau Jawa berjumlah 15.293 unit (Kompas, Oktober 2011).
Jaminan pemenuhan kebutuhan bahan baku batik oleh direct suppliers
sangat diperlukan, mengingat kebutuhan bahan baku batik
seperti canting, malam, pewarna alami bagi pemenuhan kebutuhan
industri batik rumahan akan terus meningkat tidak hanya di
Jawa, namun akan menyebar ke luar Jawa.
Hal ini terjadi sebagai dampak dari semakin menggeliatnya
pengembangan batik-batik lokal diberbagai wilayah di luar Jawa,
mengikuti trend dan prospek pengembangan batik, pasca
gencarnya upaya yang dilakukan pemerintah RI dalam menjadikan
batik sebagai penggerak ekonomi kerakyatan.
Tantangan berikut yang dihadapi dalam pengembangan industri batik
adalah regenerasi Sumber Daya Manusia (SDM), generasi pembatik
umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga perlu upaya khusus
untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik.
Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum
melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih
produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik.
Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum
mendapat hasil stabil satu sama lain.
Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya
masih kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat dan benang
sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tantangan
dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain,
membanjirnya batik impor China yang menguasai 30% pangsa pasar
domestik.
Terkait masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa
motif-motif batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh
para perajin dari negara-negara lain. Kondisi tersebut menuntut
adanya peningkatan perlindungan HKI terhadap produk batik
Indonesia.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut di atas, sudah
selayaknya pemerintah pusat dan daerah (Government agencies dan
other regulatory agencies) sebagai lingkaran terluar dalam business
ecosystem industri batik, dapat terus meningkatkan kepedulian
terhadap upaya mencapai misi besar Pemerintah RI, dalam
menjadikan batik sebagai leverage ekonomi kerakyatan.
Pemerintah daerah perlu terus menjalin kerjasama dengan pemangku
kepentingan lainnya dalam mendorong tumbuhkembangnya industri
batik di daerah masing-masinng, dengan terus menggali motif-motif
lokal, lebih mengintensifkan penggunaan batik lokal sebagai
alternatif pakaian dalam acara-acara resmi dan non resmi, serta
mengembangkan beragam festival secara dirutinkan di berbagai
daerahnya masing-masing , sebagaimana yang dilakukan pemda Solo
melalui Solo Batik Carnival, Jember melalui Fashion Festival dan
Yogya melalui Batik Festival.
Penetrasi pasar internasional perlu terus ditingkatkan melalui
optimalisasi peran para diplomat di berbagai KBRI, khususnya pada
negara-negara potensial buyer melalui marketing intellejen, sebagaimana
yang dilakukan para diplomat Thailand dalam memasarkan produk
hortikulturanya, saat ini beragam produk hortikultura, khususnya
buah-buahan dimana Thailand dapat merajai pasar internasional,
mediasi melalui forum bisnis dan partisipasi mengikuti pameran-
pameran di negara-negara potensial buyer juga perlu ditingkatkan
frekuensinya dan terus mendapatkan prioritas.
Melalui strategi pengembangan industri batik lebih lanjut dari
hulu sampai hilir, dengan pendekatan yang komprehensif dan
holistik, diharapkan dapat menjamin berbagai subsistem,
bersinergi menciptakan nilai tambah ekonomi batik bagi
masyarakat.
Hal ini menjadi prasyarat yang harus terus ditingkatkan
sehingga berbagai tantangan dalam mengatasi permasalahan
pemenuhan bahan baku, peralatan, pelatihan SDM, teknik dan
proses, pengelolaan limbah, pengembangan produk dan desain,
perlindungan HKI, akses ke permodalan, distribusi, sampai dengan
pemasaran ke dalam dan luar negeri, akan dapat di atasi.
Dengan adanya kesungguhan dan kerja keras setiap komponen
subsistem dalam sistem pengembangan industri batik (core business,
extended enterprise dan business ecosystem) dalam membangun dan mewujudkan
shared vision, kita optimis pengembangan ekonomi kreatif batik
sebagai leverage ekonomi kerakyatan akan dapat segera terwujud.
Semoga.
*) Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
BATIK DAN INDUSTRI KREATIF INDONESIA
Yuwono B Pratiknyo
Ko.Program Desain dan Manajemen Produk UBAYA
Kepala Laboratorium Desain Produk UBAYA
Hari ini 2 Oktober merupakan hari batik nasional. Batik sebagai budaya asli Indonesia sudah mendapatkan pengakuan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain di belahan dunia ini.Ada satu hal yang mengusik pikiran kita , sudahkah batik yang sudah diakui dunia menjadi budaya Indonesia ini menjadi tuan rumah di negri sendiri, sudahkah batik ini menjadi bagian dari mode dan trend kehidupan masyarakat Indonesia yang memang cenderung konsumtif dan mudah dipengaruhi oleh budaya asing ini?
Kalau kita menjawab pertanyaan diatas, rasanya kita belum menjadikan batik menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Seandainyapun batik kita pakai biasanya karena regulasi/peraturanyang mewajibkan pada hari-hari tertentu “memaksa” kita memakai batik, tanpa ada rasa memiliki batik sebagai budaya Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah batik sendiri sudah mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengusaha batik dan pelaku distribusi dan bisnis dari batik? Dengan memproklamasikan batik sebagai budaya Indonesia, seharusnya batik sudah mampu menghidupi masyarakat dan pelaku bisnis ini.
Namun pada kenyataanya batik belum secara signifikan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Serbuan tekstil dan pakaian dari luar begitu hebatnya sehingga masyarakat enggan memakai batik yang pada kenyataanya tidak mampu terbeli oleh masyarakat di Indonesia sendiri. Kita ambil contoh riel, Batik khas Madura misalnya, Batik asli memiliki harga 10 – 20 kali harga dari baju-baju import yang masuk ke Indonesia. Untuk masyarakat menengah kebawah akan berpikir beberapa kali untuk menjadikan batik sebagai baju sehari-hari. Jadi bagaimana kita mampu menjadikan batik menjadi tuan rumah di negeri sendiri kalau batik tidak mampu terbeli oleh bangsa sendiri. Ketika masyarakat tidak mampu membeli maka dampak secara langsung akan terasa bagi pengrajin dan alur distribusi perdagangan batik itu sendiri. Dengan mengandalkan wisatawan yang menjadikan batik sebagai sovenir sajarasanya tidak cukup untuk menutupi biaya produksi, transportasi, sewa stand dan pengeluaran lainnya.
Peran Pemerintah dan Institusi Pendidikan sangat diperlukan dalammenyelesaikan problematika ini, bagaimana membuat suatu regulasi yang mampu mengangkat harkat dan martabat pelaku usaha batik, bagaimana membuat atau menciptakan produk-produk batik tidak sajahanya dipakai sebagai bahan sandang, tetapi bagaimana menjadikan batik menjadi bahan dasar produk-produk kreatif lainnya.
Idustri Kreatif BatikIndonesia sebagai negara majemuk memiliki ragam budaya yang beraneka ragam mulai dari busana, rumah tinggal sampai pada permainan tradisionalnya. Batik sebagai industri kreatif memilikibeberapa corak dan kekhasan yang berbeda-beda, sebagai contoh batik khas Cirebon, batik khas Jogja, batik khas Bali dan lain sebagainya.
Kekayaan motif yang beraneka ragam ini sebetulnya merupakan potensi besar yang layak dikembangkan. Produk Batik sebetulnya bisa dikembangkan tidak hanya produk yang berorirntasikan sebagaiproduk sandang saja, namun bisa dikembangkan menjadi produk-produk kreatif seperti education game, craft dan souvenir sampai ke interior desain. Namun pada kenyataannya, Orientasi dan keahlian pengrajin batik pada umumnya hanya berkutat pada media kain saja. Padahal sebetulnya motif batik bisa diaplikasikan ke media-media yang lain . Gap pada tingkat kreatifitas inilah yg layak mendapatkan pembinaan dan perhatian kita semua.
Pendidikan yang berkaitan dengan industri kreatif perlu kita kembangkan dan mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah dan dunia pendidikan. Sebagai bangsa yang memiliki kekayaan seni dan budaya. Pendidikan dibidang Industri Kreatif layak dipertimbangkan. Potensi yang besar di bidang industri kreatif layak disandingkan dan disinergikan dengan keindahan bangsa Indonesia yang “gemah ripah loh jinawi” ini.Pendidikan industri kreatif, bisa dimulai dari level Sekolah menengah Kejuruan (SMK) dan dilanjutkan ke tingkat Diploma dan Sarjana Strata 1. Pendidikan industri kreatif perlu digarap untukmengasah tenaga-tenaga muda yang handal dan kreatif sehingga produk-produk batik bisa dapat berkembang menjadi produk-produk kreatif lainnya.
Download versi pdf: Batik-Dan-Industri-Kreatif-Indonesia.pdf
Dorong industri kreatif, Banyuwangi gelar Festival BatikLENSAINDONESIA.COM: Perhelatan akbar Banyuwangi Batik Festival (BBF)bakal digelar 26-28 September 2013. Serangkaian kegiatan bertema batik, mulai dari pameran batik, parade fashion, lomba cipta desain batik, hingga lomba mewarnai batik akan meramaikan ajang tersebut. BBF merupakan bagian dari rangkaian acara Banyuwangi Festival yang berlangsung sepanjang September-Desember 2013.
”Festival batik adalah wahana untuk melestarikan warisan budaya sekaligus menumbuhkan geliat usaha. Bukan sekadar pajangan larik-larik kain. Event ini adalah pesta yang menemalikan hubungan antara batik, fashion, gaya hidup, sejarah nan kaya, kearifan lokal, dan gerak ekonomi. Melalui Banyuwangi Batik Festival, kamiakan membawa para peminat batik, desainer, industri fesyen nasional, dan wisatawan untuk menyelami kekayaan batik di Bumi Blambangan,” ujar Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas kepada LICOM, Minggu (22/09/2013).
Baca juga: Banyuwangi kembangkan desa wisata Osing dan Ribuan penari Gandrung Banyuwangi beraksi di Pantai Boom
Batik khas Banyuwangi saat ini mencapai 22 motif, tergolong motifbatik pesisiran yang banyak mengambil tema alam. Motif-motif tersebut antara lain Gajah Uling, Kangkung Setingkes, Paras Gempal, Alas Kobong, Kopi Pecah, Gedegan, Ukel, Moto Pitik, SekarJagad, Gringsing, Semanggian, Garuda, Cendrawasih, dan Latar Putih. “Setiap motif mempunyai filosofi dan cerita tersendiri, sehingga menjadikan batik sebagai busana yang kaya dengan unsur sejarah dan filosofi,” kata Anas.
Dalam Banyuwangi Batik Festival (BBF) akan ada lomba desain batikdi mana para peserta beradu kreasi menciptakan karya pengembangandesain batik khas Banyuwangi. Selain itu, ada lomba mewarnai batik yang akan diikuti lebih dari 3.000 peserta.
Sebagai puncak acara akan digelar parade fashion yang merupakan lomba peragaan busana batik khas Banyuwangi pada 28 September pukul 19.00 WIB di Gedung Kesenian dan Budaya (Gesibu), Banyuwangi. Sedikitnya 100 peragawati akan berlenggak-lenggok di atas catwalk dengan mengenakan busana batik khas Banyuwangi.
Anas mengatakan, festival batik ini digelar sebagai stimulus untuk menggairahkan industri kreatif, khususnya industri fashion di daerah. Sejumlah desainer, industri fashion, dan pemerhati batik nasional akan hadir pada BBF. Dengan demikian diharapkan tercipta kemitraan antara perajin batik di tingkat lokal dan industri di tingkat nasional.
”Kami menghubungkan perajin batik lokal dengan industri fashion nasional, sehingga event Banyuwangi Batik Festival ini akan menjadi penanda penting bagi masa depan industri batik di Banyuwangi,” ujar Anas.
Anas menambahkan, fashion termasuk di dalamnya industri batik adalah bagian dari sektor industri kreatif yang tumbuh pesat dewasa ini. Industri kreatif sendiri terdiri atas 14 subsektor, yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif,musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya.
Pada 2012, industri kreatif secara nasional menyumbang menyumbang7% atau Rp574 triliun terhadap Produk Domestik Bruto. Sektor ekonomi kreatif menyumbang 11,8 juta pekerja dengan jumlah usaha mencapai 5,4 juta unit usaha. Fashion menjadi subsektor dengan kontribusi tertinggi di antara subsektor industri kreatif lainnyadengan Rp 164 triliun terhadap PDB dan mempunyai penyerapan 3,8 juta tenaga kerja.
Potensi industri kreatif di daerah, kata Anas, sangat besar, meski dalam beberapa sisi banyak yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih kalah akses dari industri serupa di kota-kota besar seperti Jakarta. ”Kekuatan ide dan daya kreasi adalah modalutama industri kreatif. Dalam konteks ini, acara semacam festival
batik diharapkan bisa merangsang ide baru terkait pengembangan batik Banyuwangi sekaligus menemukan model pemasaran yang lebih kreatif dengan menciptakan linkage antara perajin lokal dan industri fashion nasional,” jelas alumnus program singkat ilmu kepemerintahan di Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat ini.
Anas menambahkan, tiga kekuatan yang akan terus didorong dalam hal pengembangan industri kreatif, termasuk batik, di daerah adalah pada kemampuan melakukan branding (pengelolaan merek), packaging (pengemasan), dan product design (desain produk). Melalui Banyuwangi Batik Festival, merek batik asal Banyuwangi diperkenalkan dengan cara promosi unik dan kemasan yang bagus serta diiringi desain produk yang terus dikembangkan tanpa meninggalkan kekayaan kultur lokal.
”Melalui strategi branding, packaging, dan product design tersebut, kami dari daerah ingin menopang peningkatan kinerja industri kreatif di Tanah Air,” pungkas Anas.@liocm
Industri Kreatif Batik Dikembangkan
SEMARANG, suaramerdeka.com - Industri batik dituntut inovatif menghasilkan produk. Apalagi menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 mendatang, para perajin harus mengembangkan hasil karyanya agar bisa bersaing dengan negara ASEAN lainnya.
"Industri batik harus berupaya meningkatkan kinerja. Baik dalam kualitas, produktivitas maupun kreativitas. Apalagi dengan adanyapasar bebas. Semua produk dari negara lain dengan bebasnya masuk ke sini," ungkap Pemilik Trasty Batik, Naneth Ekopriyono di outletnya Jalan Atmodirono, belum lama ini.
Batik merupakan warisan budaya sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan. Industri ini semakin bergerak dan berubah-ubah mengikuti perkembangan mode. Jika tidak inovatif, kata dia, bisa ketinggalan dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, perajin batik dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas serta mampu berinovasi. Sebagai produsen tas dan sepatu batik ia berusaha memberikan variasi model sebanyak mungkin.
"Kalau itu-itu saja pelanggan bisa bosan," katanya.
Menurut dia, industri batik merupakan industri keatif. Diperlukankreativitas yang tinggi dalam menghasilkan kerajinan batik. Sebagai industri kreatif, batik memiliki beberapa corak dan kekhasan yang berbeda-beda. Sebagai contoh batik khas Solo, batikkhas Jogja, Pekalongan, Semarang dan masih banyak lagi.
Kekayaan motif yang beraneka ragam ini sebetulnya merupakan potensi besar yang layak dikembangkan. Produk batik sebetulnya bisa dikembangkan tidak hanya sebagai produk sandang saja, namun bisa dikembangkan menjadi produk-produk kreatif seperti tas batik, sepatu batik, kalung batik, dompet dan lain-lain.
Untuk memenuhi permintaan konsumen, imbuh dia, Trasty Batik berusaha menghasilkan beragam model. Caranya dengan menggandeng beberapa perajin. Ia sengaja bekerja sama dengan sejumlah perajindari sejumlah daerah. "Kalau saya hanya mengandalkan satu perajinmaka model yang dihasilkan relatif sama. Tapi jika menggandeng banyak perajin maka model yang dihasilkan bisa beragam," terang Naneth.
Ning Crishna Perajin Batik Blekok Semarang mengatakan, industri kreatif tengah menjadi topik utama dunia industri seperti batik. Para perajin berlomba-lomba mengembangkan usahanya. Hampir setiapdaerah memiliki batik dengan corak dan motifnya sendiri. Cakupan industri batik pun semakin meluas, seiring dengan inovasi dan idekreatif para perajin di daerah masing-masing yang selalu menginginkan hasil terbaik dari produksi batiknya.
( Fista Novianti / CN31 / SMNetwork )
Mengembangkan Industri Kreatif BatikPendidikan menengah kejuruan berbasis seni atau kerajinan berpotensi mengembangkan industri kreatif di daerah. SMKN 5 Mataram membuktikannya dengan menciptakan tren batik di Nusa Tenggara Barat, yang dikenal dengan nama batik Sasambo. Ester Lince Napitupulu
Batik Sasambo menggali desain dari seni, budaya, tradisi, kuliner, hingga alam dari tiga suku di Nusa Tenggara Barat (NTB),yakni Sasak, Samawa (Sumbawa), dan Mbojo (Bima). Batik yang didesain dan diproduksi guru serta siswa SMKN 5 Mataram sejak tahun 2008 ini dikenal dengan nama batik Sasambo.
Motif batik Sasambo yang pertama adalah kangkung, sayuran yang menjadi makanan khas NTB. Motif lain yang diminati adalah lumbung, rumah adat Lombok, bebele (tanaman Ginkgo biloba), dan biota laut.
Keseriusan SMKN 5 Mataram memproduksi batik Sasambo tampak dari galeri di sekolah yang diresmikan Gubernur NTB pada April 2010. Galeri buka selama Senin-Sabtu dan tak pernah sepi pengunjung, baik penduduk lokal maupun wisatawan.
Di ruang galeri berukuran 13 meter x 23 meter itu terpajang beragam motif, bentuk, dan ukuran kain batik Sasambo, baik batik tulis, cap, maupun printing. Harga batik Sasambo bervariasi, dariRp 60.000 per meter untuk batik printing hingga Rp 300.000 per helai ukuran 2 meter x 1,15 meter untuk batik tulis.
”Dulu, pendidikan SMK seni dan kriya hanya berkutat di tataran akademik sehingga pamornya turun dibandingkan otomotif ataupun teknik informatika dan komunikasi,” kata Tri Budi Ananto, Kepala SMKN 5 Mataram. Sekolah lantas berupaya mengembangkan industri kreatif lewat batik Sasambo.
Perkembangan bisnis dan produksi batik Sasambo SMKN 5 Mataram meningkat, termasuk pemesanannya. Batik itu jadi suvenir yang sering direkomendasikan kepada wisatawan.
Para pejabat di NTB, mulai dari gubernur, wali kota, hingga pimpinan dinas, menghadiahi tamu mereka dengan batik Sasambo. Batik Sasambo SMKN 5 Mataram pernah dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat kunjungan kerja ke wilayah NTB.
Asyar Suharno, Wakil Kepala SMKN 5 Mataram Bidang Hubungan Industri dan Masyarakat, memaparkan, dukungan untuk mengembangkanbatik Sasambo karya SMKN 5 Mataram datang dari Wali Kota Mataram.Ada surat edaran kepada semua dinas di Mataram agar pegawai menggunakan seragam batik Sasambo.
Ajakan berpameran di tingkat kota, provinsi, hingga nasional menjadi ajang memamerkan batik Sasambo. Promosi lewat pameran dandari mulut ke mulut membuat batik Sasambo makin dikenal luas.
Salmah, Ketua Kompetensi Keahlian Kriya Tekstil SMKN 5 Mataram, menyebutkan, ada 300 motif yang diproduksi.
Pengembangan desain menjadi tanggung jawab guru. Namun, para siswa dirangsang untuk mengembangkan motif batik yang menarik masyarakat.
Wiwi Endang Sridwiyatmi, Wakil Kepala SMKN 5 Mataram Bidang Kurikulum, mengatakan, dalam mengembangkan produksi batik Sasambo, sekolah tidak melupakan pembelajaran bagi siswa. Sekolahmelibatkan siswa untuk mengasah jiwa kewirausahaannya.
Pendapatan dari bisnis batik Sasambo lebih dari Rp 200 juta per tahun digunakan untuk tambahan anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Dengan suntikan dana itu, sekolah membantu 62 persen siswa tidak mampu. ”Dana rutin dari pemerintah daerah hanya sekitar Rp 95 juta per tahun. Biaya operasional sekolah, termasukmembeli bahan praktik, membayar guru honor, dan pengeluaran lain,lebih dari itu. Pendapatan dari batik Sasambo sangat membantu,” ujar Tri.
Ajak alumni
Peningkatan permintaan batik Sasambo membuat sekolah kewalahan. Sekolah tidak bisa hanya mengandalkan siswa.
Sekolah mempekerjakan 26 alumnus yang dinilai memenuhi syarat. Mereka bekerja di bengkel tekstil enam hari per minggu. Jika Minggu diminta masuk, dihitung lembur. Para alumnus diperlakukan sebagai pekerja profesional dengan gaji dari ratusan ribu rupiah hingga Rp 2 juta per bulan.
”Dengan menggandeng alumni, kami tidak perlu lama melatih. Merekamemproduksi batik secara rutin supaya ada stok batik di galeri,” kata Salmah.
Bagi alumni, lapangan kerja di sekolah membuat mereka lega. ”Senang, begitu lulus bisa kerja meski kerjanya di sekolah. Ini menambah pengalaman kerja. Saya berharap pesanan meningkat supayakami bisa terus bekerja,” ujar Yuliana (19), alumnus tahun 2012.
Selain mempekerjakan alumni, kadang-kadang sekolah menggandeng sejumlah perempuan di sekitar sekolah yang membutuhkan pekerjaan.Pengerjaan batik bisa dilakukan para ibu rumah tangga di rumah.
Sekolah berencana meningkatkan fasilitas ruangan produksi agar dapat meningkatkan jumlah produksi. Selain itu, mereka juga akan mengembangkan pemasaran ke luar NTB.
Kemampuan SMKN 5 Mataram menjadikan sekolah sebagai sentra batik Sasambo membuat sekolah ini digandeng banyak pihak untuk pelatihan batik. Para guru diminta melatih perajin dan anak-anak putus sekolah. Sebaliknya, untuk meningkatkan kemampuan, pemerintah setempat membiayai enam siswa mengikuti pelatihan tekstil batik di Yogyakarta.
Kerajinan lain
Di antara ratusan batik Sasambo siap pakai, pengunjung galeri bisa menikmati hasil kerajinan lain karya siswa. Sesuai dengan
program keahlian di SMKN 5 Mataram, siswa mengembangkan kriya kulit, kayu, keramik, dan logam.
Siswa program kriya kayu sering mendapat permintaan untuk membuatfurnitur, plakat kayu dengan sentuhan motif tradisional, atau membuat akar kayu menjadi karya seni yang menarik, seperti meja atau benda seni lain. Kerajinan kayu cukil serta ornamen kulit kerang mutiara di furnitur kayu yang dikerjakan siswa juga diminati.
Program keahlian kriya keramik mampu mengembangkan kreativitas siswa. Sekolah ini pernah digandeng perusahaan keramik yang memasok kebutuhan hotel-hotel di sekitar Lombok.
Permintaan pelatihan keramik juga dilayani sekolah. Pemerintah daerah menggandeng sekolah untuk membantu perajin gerabah mengembangkan desain dan motif baru hingga mengenalkan teknologi pengolahan dan pembakaran keramik yang lebih efektif.
Permintaan tenaga untuk mendesain dan membuat perhiasan juga cukup potensial karena ada pusat-pusat perhiasan mutiara, sepertidi Sekarbela, Mataram, Lombok.
Dalam hal kriya kulit, para siswa mampu mendesain beragam kerajinan, seperti sepatu, tas, ikat pinggang, dompet, dan barang-barang lain dari kulit.
Sekolah memanfaatkan potensi kriya yang dipelajari di sekolah untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa industri kreatif layak dilirik. Dengan demikian, NTB yang memiliki potensi wisata mendapat dukungan sumber daya manusia dan kreativitas, yang siap meraih kemajuan dan kesejahteraan dari keunikan di daerah terkait.