Post on 18-Mar-2021
1
MODUL
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Di Susun Oleh :
Devy Sofyanty, S.Psi,
M.M
Felix Wuryo Handono, S.Kom, M.Kom
Murtiadi, S.Ikom, M.Ikom
Nurmala Dewi, S.Pd, M.Pd
Ratna Kartika, S.Sos, M.M
Suhardoyo, S.E, M.M
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
JAKARTA
2019
2
DAFTAR ISI
BAB I MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA...............................................1
BAB II PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA........................................10
BAB III ANALISIS PEKERJAAN............................................................................15
BAB IV REKRUTMEN DAN SELEKSI..................................................................19
BAB V PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN.....................................................22
BAB VI PENILAIAN KINERJA..............................................................................28
BAB VII KOMPENSASI...........................................................................................34
BAB VIII MOTIVASI KERJA.................................................................................37
BAB IX KEPUASAN KERJA...................................................................................43
BAB X STRES KERJA.............................................................................................48
BAB XI PENGEMBANGAN KARIR......................................................................54
BAB XII DISIPLIN KERJA.....................................................................................59
BAB XIII AUDIT PERSONALIA.............................................................................64
BAB XIV PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.....................................................59
3
BAB I
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia memiliki peran penting dalam mendukung tercapainya
tujuan organisasi, terlebih dalam kondisi persaingan bisnis yang semakin sengit
seperti sekarang ini dimana industri bersaing bukan hanya dengan sesama perusahaan
sejenis namun juga bersaing di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Terlebih dengan adanya revolusi industri 4.0 dimana tren digitalisasi merupakan
sebuah ancaman, tantangan atau peluang tersendiri bagi perusahaan maupun sumber
daya manusia. Digitalisasi disatu sisi mempermudah karyawan dalam melakukan
pekerjaannya, namun disisi lain digitalisasi disinyalir membuat beberapa pekerjaan
akan tergantikan oleh teknologi. Untuk itulah perusahaan maupun individu perlu
bersinergi mempersiapkan sumber daya manusianya agar mampu bersaing dengan
senantiasa terus menerus untuk belajar serta mengembangkan diri, berpikir kreatif
dan inovatif. Dengan asumsi kemampuan-kemampuan tersebut masih sangat
diperlukan kehadirannya ditambah manusia dianugerahkan cipta, rasa, karsa yang
tidak dimiliki oleh robot secanggih apapun.
Manajemen sumber daya manusia mempunyai definisi sebagai suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, pengembangan,
pengintegrasian, pemeliharaan hingga pemutusan hubungan kerja. Manajemen
Sumber Daya Manusia juga meliputi pengelolaan, pendayagunaan sumber daya yang
ada pada individu (kecerdasan, bakat, minat, motivasi) untuk terus dikembangkan
secara optimal di dalam perusahaan dalam ragka mendukung tercapainya tujuan
perusahaan. Pendayagunaan sumber daya manusia tidak hanya ketika karyawan
dalam masa produktif saja, mempersiapkan pra pensiun bahkan memberdayakan
karyawan yang telah memasuki masa pensiun. Membahas Manajamen Sumber Daya
Manusia tidak terlepas dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perilaku
4
individu dalam bekerja, sehingga perusahaan dapat mengkondisikan variabel tersebut
untuk dikembangkan, dikendalikan, diminimalisasi atau bahkan dihilangkan demi
terealisasinya tujuan perusahaan
2. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas
sumber daya manusia dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Manajemen
sumber daya manusia terdiri atas empat tujuan, yaitu:
1. Tujuan Organisasional, yaitu mengenali keberadaan mananjemen sumber daya
manusia dalam memberikan kontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi.
Walaupun secara formal suatu departemen sumber daya manusia diciptakan untuk
membantu para manajer, para manajer tetap bertanggung jawab terhadap kinerja
karyawan. Departemen sumber daya manusia membantu para manajer dalam
menangani hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia
2. Tujuan Fungsional, yaitu mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat
yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya manusia menjadi tidak
berharga jika manajemen sumber daya manusia memiliki kriteria yang lebih
rendah dari tingkat kebutuhan organisasi
3. Tujuan Sosial, yaitu secara etis dan sosial merespons terhadap kebutuhan dan
tantangan masyarakat melalui tindakan meminimalisasi dampak negatif terhadap
organisasi. Kegagalan organisasi dalam menggunakan sumber dayanya bagi
keuntungan masyarakat dapat menyebabkan hambatan-hambatan
4. Tujuan Personal, yaitu membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal
tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi.
Tujuan personal karyawan harus dipertimbangkan jika para karyawan harus
dipertahankan, dipensiunkan atau dimotivasi. Jika tujuan personal tidak
dipertimbangkan, kinerja dan kepuasan karyawan dapat menurun dan karyawan
dapat meninggalkan organisasi
5
Sementara itu menurut Penulis Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi:
1. Memberi pertimbangan bagi manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk
memastikan bahwa organisasi memiliki pekerja yang berkinerja tinggi
2. Membuat, mengimplementasi dan mengevaluasi kebijakan, rencana strategi,
prosedur yang berkaitan dengan SDM untuk mendukung organisasi mencapai
tujuannya.
3. Memberi dukungan baik secara fisik maupun psikologis untuk membantu
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaanya, membantu menangani masalah-
masalah yang berhubungan dan berdampak pada prestasi kerja karyawan
4. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi, antara
lain dengan adanya serikat pekerja
5. Bertindak sebagai pemelihara nilai-nilai budaya organisasi.
3. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga kerja, agar
sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efisien, dalam membantu
terwujudnya tujuan. Kegiatan ini meliputi pengorganisasian, pengarahan,
pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, kedisiplinan dan
pemberhentian karyawan.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengatur pegawai dengan menetapkan
pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi,
dalam bentuk bagan organisasi.
3. Pengarahan dan Pengadaan
Pengarahan adalah kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai, agar mau kerja
sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan
6
organisasi. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin yang dengan kepemimpinannya
akan memberi arahan kepada pegawai agar mengerjakan semua tugasnya dengan
baik. Adapun pengadaan merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi, dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
4. Pengendalian
Pengendalian merupakan kegiatan mengendalikan pegawai agar menaati peraturan
organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Bila terdapat penyimpangan
diadakan tindakan perbaikan dan atau penyempurnaan. Pengendalian pegawai
meliputi, kehadiran, kedisiplinan, perilaku kerja sama, dan menjaga situasi
lingkungan pekerjaan.
5. Pengembangan
Pengembangan merupakan proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan.
6. Kompensasi
Kompensasi merupakan pemberian balas jasa langsung berupa uang atau barang
kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada organisasi. Prinsip
kompensasi adalah adil dan layak, adil diartikan sesuai dengan prestasi kerja,
sedangkan layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primer.
7. Pengintegrasian
Pengintegrasian merupakan kegiatan untuk mempersatukan kepentingan organisasi
dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling
menguntungkan. Di satu pihak organisasi memperoleh keberhasilan/ keuntungan,
sedangkan di lain pihak pegawai dapat memenuhi kebutuhan dari hasil
pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan cukup sulit dalam
manajemen sumber daya manusia, karena mempersatukan dua kepentingan yang
berbeda
8. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan kegiatan pemeliharaan atau meningkatkan kondisi fisik,
mental dan loyalitas, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
7
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan dengan
berdasarkan kebutuhan sebagian besar pegawai, serta berpedoman kepada internal
dan eksternal konsistensi
9. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan
organisasi dan norma sosial. Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi manajemen
sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan
organisasi, karena tanpa adanya kedisiplinan, maka sulit mewujudkan tujuan yang
maksimal.
10. Pemberhentian
Pemberhentian merupakan putusnya hubungan kerja seorang dari suatu organisasi.
Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan organisasi,
berakhirnya kontrak kerja, pensiun atau sebab lainnya. Penerapan fungsi
manajemen dengan sebaik-baiknya dalam mengelola pegawai, akan
mempermudah mewujudkan tujuan dan keberhasilan organisasi.
4. Pendekatan Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
Pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Marliani (2015), yaitu
1. Pendekatan Mekanis (Klasik)
Pandangan pendekatan ini menunjukkan sikap bahwa tenaga kerja harus
dikelompokkan sebagai modal yang merupakan faktor produksi. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh tenaga kerja yang murah, tetapi dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin dan memperoleh hasil yang lebih besar
untuk kepentingan pemberi kerja. Pendekatan ini cukup dominan di negara-
negara industri Barat sampai dengan tahun 1920-an
2. Pendekatan Paternalisme (Paternalistik)
Paternalisme merupakan suatu konsep yang menganggap manajemen sebagai
pelindung terhadap karyawan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemimpin
8
perusahaan agar karyawan tidak mencari bantuan dari pihak lain. Pendekatan
ini mulai hilang pada waktu periode tahun 1930-an
3. Pendekatan Sistem Sosial (Human Relation)
Pendekatan yang dalam pemecahan masalah selalu memperhitungkan faktor-
faktor lingkungan. Setiap permasalahan dipecahkan dengan sebaik mungkin
dengan resiko yang paling kecil, baik bagi pihak tenaga kerja maupun pemberi
kerja
5. Lingkungan Manajemen Sumber Daya Manusia
Berbagai faktor di luar organisasi dapat mempengaruhi fungsi manajemen
sumber daya manusia yang telah diidentifikasi sebelumnya. Keadaan ini dapat
mengubah pengaturan kegiatan sumber daya manusia untuk mencapai hasil kerja
yang efektif. Faktor-faktor di luar organisasi yang mempengaruhi pengelolaan
sumber daya manusia disebut sebagai lingkungan eksternal (external environment).
Lingkungan eksternal organisasi dapat berjalan baik sebagai tantangan, dan juga
sebagai peluang dalam pencapaian kinerja yang baik. Setiap faktor, baik secara
parsial atau stimultan dapat mempengaruhi kegiatan organisasi dengan mengharuskan
dilakukannya perubahan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sumber daya manusia untuk
mencapai hasil kerja yang efektif. Menurut Bangun (2012), faktor lingkungan
eksternal tersebut antara lain:
1. Teknologi
Dengan semakin berkembangnya teknologi akan berakibat pada penurunan
biaya produksi. Demikian pula, dapat berakibat pada penggunaan tenaga kerja
yang semakin sedikit. Tingkat pengangguran akan semakin besar dan pendapatan
perkapita penduduk akan semakin kecil, sehingga dapat menimbulkan masalah-
masalah ekonomi lainnya yang semakin besar. Untuk mengatasi hal demikian
maka diperlukan tenaga terampil dalam bidang teknologi
2. Ekonomi
Termasuk dalam variabel ini adalah tingkat suku bunga, inflasi, pengangguran,
dan kebijakan moneter yang ditetapkan pemerintah, yang berpengaruh terhadap
9
kegiatan-kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga yang tinggi akan mempersulit
perusahaan dalam menjalankan usahanya. Kenaikan harga-harga secara agregrat
dan kebijakan fiskal pemerintah akan mempengaruhi biaya produksi, sehingga
berdampak pada jumlah penawaran barang atau jasa. Daya beli masyarakat yang
rendah akan berakibat pada semakin rendahnya pendapatan nasional, sehingga
dapat mengancam tingkat pertumbuhan ekonomi
3. Politik dan Hukum
Termasuk pada variabel ini adalah peraturan-peraturan pemerintah baik
ditingkat daerah maupun pusat. Peraturan pemerintah dapat mengurangi
keleluasaan manajer dalam mengambil kebijakan. Dengan kata lain, peraturan
pemerintah akan mengurangi ruang gerak manajer dalam mengambil suatu
tindakan. Meski karyawan malas dan produktivitas kerjanya rendah, tidak
semudah itu manajer untuk memecatnya. Perusahaan tidak semudah itu
mendirikan pabrik atau perluasan usahanya disembarang tempat, karena ada
ketentuannya atau Undang-Undang tentang pendirian usaha yang ditetapkan oleh
pemerintah
Kondisi politik sangat berpengaruh dalam kegiatan organisasi, dan merupakan
tantangan bagi organisasi dalam menjalankan usahanya. Manajer harus dapat
meramalkan perubahan politik di suatu negara dimana mereka beroperasi karena
kondisi politik dapat mempengaruhi keputusan dan tindakan
4. Sosial Budaya
Variabel ini mencakup karakteristik demografis, norma, nilai-nilai, dan
kebiasaan masyarakat pada tempat organisasi. Karakteristik demografi yang paling
penting adalah distribusi dan kepadatan penduduk, usia, dan tingkat pendidikan.
Profil demografi akan menentukan tersedia atau tidaknya tenaga kerja sesuai
jumlah dan kualitas yang dibutuhkan organisasi
5. Pasar Tenaga Kerja
Setiap organisasi memerlukan tenaga kerja yang terlatih dan berkualitas. Serikat
karyawan sangat berpengaruh terhadap penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan
organisasi. Kekuatan yang dimiliki penyedia tenaga kerja yang dapat
10
mempengaruhi organisasi adalah, (1) kebutuhan akan tenaga kerja yang mengerti
tentang teknologi informasi, (2) melakukan investasi terhadap sumber daya
manusia melalui penarikan, pendidikan, dan pelatihan, (3) pengaruh adanya
wilayah-wilayah perdagangan internasional, otomatisasi, pemindahan lokasi
pabrik dan perluasan perusahaan yang mengakibatkan perpindahan karyawan serta
munculnya sekelompok tenaga kerja yang tidak termanfaatkan di suatu daerah
yang dapat mengakibatkan kurangnya tenaga kerja di wilayah lain
6. Pesaing
Pesaing (competitor) adalah perusahaan lain yang menghasilkan barang atau
jasa yang sama. Beberapa perusahaan dalam suatu industri bersaing dengan
berbagai macam strategi untuk menguasai pasar. Semakin tepat strategi yang
dilakukan pesaing, maka semakin kecil pangsa pasar yang dimiliki suatu
perusahaan.
7. Pelanggan
Sebagai konsumen, pelanggan berpengaruh secara langsung terhadap
keberhasilan organisasi. Para pelanggan suatu barang atau jasa selalu berubah
selera, sehingga pihak perusahaan harus dapat mengikuti perubahan selera
tersebut. Oleh karena itu, manajer dituntut agar dapat mengetahui perubahan selera
pelanggannya. Permintaan yang tinggi membutuhkan jumlah produksi besar,
sehingga membutuhkan pekerja dalam jumlah banyak. Jumlah penduduk besar
yang memiliki kemampuan dan keterampilan rendah tidak dapat dimanfaatkan
oleh pengusaha yang menggunakan teknologi tinggi. Sebagai hasilnya, tingkat
pengangguran semakin tinggi, yang juga akan berdampak pada kegiatan-kegiatan
makroekonomi lainnya.
8. Demografi
Perkembangan angkatan kerja terus mengalami peningkatan yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan peningkatan lapangan pekerjaan. Ketimpangan ini
akan menimbulkan pengangguran, dan bila tidak diatasi akan menimbulkan
pengangguran yang lebih serius lagi, sehingga dapat mengganggu variabel-
variabel makroekonomi lainnya
11
9. Pemilik Perusahaan
Perkembangan perusahaan sangat bergantung pada dana pemilik. Perluasan
usaha, misalnya, membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga membutuhkan
suntikan dana dari para pemilik. Pemilik perusahaan dapat mengembangkan
usahanya ke luar wilayah secara nasional atau internasional. Perkembangan
aktivitas bisnis akan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Oleh karena
itu, suatu negara sangat membutuhkan para pemodal (investors) baik dalam
maupun luar negeri dengan tujuan untuk memberdayakan sumber daya
manusianya.
10. Serikat Pekerja
Serikat pekerja merupakan wadah bagi pekerja untuk menyampaikan
aspirasinya kepada pihak pemberi kerja. Salah satu fungsi utama lain dari serikat
pekerja adalah memperbaiki kesejahteraan pekerja. Berkaitan dengan itu,
perusahaan merasa ada keterbatasan atas ruang geraknya dalam melaksanakan
bisnisnya karena sejumlah aturan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
harus dipatuhi.
12
BAB II
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
1. Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia
Perencanaan sumber daya manusia merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan pada
organisasi di waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut. Pandangan umum ini
mengandung arti bahwa ada empat kegiatan yang saling berhubungan, yang
membentuk sistem perencanaan sumber daya manusia yang terpadu (integrated) :
persediaan sumber daya manusia sekarang, peramalan (forecasts) suplai dan
permintaan sumber daya manusia, rencana-rencana untuk memperbesar jumlah
individu-individu yang “qualified”, dan berbagai prosedur pengawasan dan evaluasi
untuk memberikan umpan balik kepada sistem.
Menurut Ranupandojo dan Husnan dalam (Darmawan, 2013), kegiatan
perencanaan sumber daya manusia terdiri dari hal-hal berikut:
1. Recruitment
Adalah proses penarikan atau pencarian karyawan yang diperlukan organisasi
untuk mengisi posisi atau jabatan lowong dalam suatu organisasi.
2. Selection
Adalah proses memilih untuk menentukan calon karyawan yang tepat dan pantas
untuk diterima (proses seleksi dilakukan untuk menentukan karyawan yang telah
memenuhi persyaratan dan kualifikasi tertentu serta telah lulus tes penerimaan
calon karyawan)
13
3. Placement
Adalah proses penempatan calon karyawan untuk menduduki suatu jabatan atau
suatu posisi tertentu sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
4. Career development
Adalah proses jenjang karier yang akan dilalui karyawan berdasar prestasi kerja
dan masa kerja.
5. Remunerate
Adalah sistem penggajian. Dalam hal ini, organisasi harus memberi gaji pantas
dan tepat sesuai aturan yang berlaku dan sesuai standar jumlah nominal yang
harus diterima karyawan berdasar jabatan atau posisi karyawan, tugas kerja,
beban kerja, status pendidikan, dan jam kerja.
6. Job protection
Adalah sistem perlindungan kerja atau kesejahteraan bagi karyawan, antara lain
berupa: tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, uang bonus, dan
sebagainya.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia
Menurut Handoko (dalam Darmawan, 2013) Proses perencanaan sumber daya
manusia dipengaruhi beberapa faktor berikut:
1. Lingkungan Eksternal
a. Perkembangan ekonomi mempunyai pengaruh besar tetapi sulit diestimasi.
Sebagai contoh tingkat inflasi, pengangguran, dan tingkat bunga sering
merupakan faktor penentu kondisi bisnis yang dihadapi organisasi
b. Kondisi sosial – politik- hukum mempunyai implikasi pada perencanaan
sumber daya manusia melalui berbagai peraturan di bidang personalia,
perubahan sikap, tingkah laku, dan sebagainya
c. Sedangkan perubahan-perubahan teknologi sekarangni tidak hanya sulit
diramal tetapi juga sulit dinilai. Perkembangan komputer secara dahsyat
merupakan contoh jelas bagaimana perubahan teknologi menimbulkan gejolak
sumber daya manusia.
14
2. Keputusan-keputusan Organisasional
a. Rencana strategis organisasi adalah keputusan yang paling berpengaruh. Ini
mengikat organisasi dalam jangka panjang untuk mencapai sasaran-sasaran
seperti tingkat pertumbuhan, produk baru atau segmen pasar baru. Sasaran-
sasaran tersebut menentukan jumlah dan kualitas karyawan yang dibutuhkan
di waktu mendatang. Dalam jangka pendek, para perencana menerjemahkan
rencana-rencana strategis menjadi operasional dalam bentuk anggaran.
Besarnya anggaran adalah pengaruh jangka pendek yang sangat berarti pada
kebutuhan sumber daya manusia.
b. Forecast penjualan dan produksi meskipun tidak setepat anggaran juga
menyebabkan perubahan kebutuhan personalia jangka pendek
c. Perluasan usaha berarti kebutuhan sumber daya manusia baru
d. Begitu juga, reorganisasi atau perancangan kembali pekerjaan-pekerjaan dapat
secara radikal mengubah kebutuhan dan memerlukan berbagai tingkat
keterampilan yang berbeda dari para karyawan di masa mendatang.
3. Faktor – faktor Persediaan Karyawan
Perminataan sumber daya manusia di modifikasi oleh kegiatan-kegiatan
karyawan. Pensiun, permohonan berhenti, terminasi, dan kematian semuanya
menaikkan kebutuhan personalia. Data masa lalu tentang faktor-faktor tersebut dan
tren perkembangannya dapat berfungsi sebagai pedoman perencanaan akurat.
3. Tujuan Perencanaan SDM
Ketersediaan SDM yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas-tugas pada masa-
masa yang akan datang adalah sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan
perusahaan dapat terlaksana dengan baik. Ketika diramalkan ada kekurangan
dibandingkan dengan kebutuhan, perusahaan dapat melakukan perekrutan pegawai
baru, promosi, dan transfer secara proaktif sehingga tidak menggangu kegiatan
perusahaan. Tujuan khusus dari perencanaan SDM menurut Suwatno dan Donni Juni
(2011:47), antara lain:
1. Menyeimbangkan antara biaya penempatan dan pemanfaatan karyawan.
15
2. Menentukan kebutuhan rekrutmen.
3. Menentukan kebutuhan pelatihan.
4. Pengembangan manajemen.
5. Hubungan karyawan dan industri
4. Tahapan Perencanaan SDM
Menurut Amstrong (dalam Darmawan, 2013), proses perencanaan SDM terdiri dari :
1. Demand Forecasting, yaitu memperkirakan kebutuhan sumber daya manusia
akan datang berdasar perencanaan bisnis atau perencanaan organisasi secara
umum dan perencanaan fungsional, serta perkiraan tingkat aktivitas mendatang
2. Supply Forecasting, yaitu memperkirakan sumber daya manusia yang tersedia
pada masa mendatang berdasar analisa sumber daya yang tersedia saat ini dan
saat akan datang setelah mempertimbangkan faktor sumber daya manusia yang
keluar.
3. Analysis of Manpower Utilization, yaitu menganalisis tingkat produktivitas,
kapasitas, penggunaan dengan biaya, dan tujuan mengidentifikasi kebutuhan
untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya.
4. Forecasting Requirements, yaitu mengidentifikasi defisit atau surplus sumber
daya manusia yang didasarkan pada analisa perkiraan sumber daya manusia
yang diperlukan dan sumber daya manusia yang tersedia.
5. Action Planning, yaitu menyiapkan rencana yang berhubungan dengan keadaan
defisit ataupun surplus sumber daya manusia, meningkatkan produktivitas serta
mengurangi biaya
6. Budgetting and Control, yaitu membuat anggaran dan standar sumber daya
manusia organisasi, serta memonitor implementasi dan perencanaannya.
5. Metode-metode Meramalkan Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Metode meramalkan kebutuhan sumber daya manusia menurut Bangun
(2012:119), antara lain:
1. Trend Analysis
16
Metode ini merupakan peramalan kebutuhan akan sumber daya manusia yang
dilakukan secara logis dengan melakukan pengkajian berdasarkan kejadian-
kejadian di masa lampau
2. Zero Base Forecasting
Metode ini menggunakan jumlah karyawan yang ada sekarang sebagai dasar untuk
meramalkan jumlah karyawan di masa akan datang
3. Bottom Up Approach
Metode yang digunakan untuk meramalkan setiap tingkat secara berurutan dari
tingkat terendah ke tingkat atasnya sampai pada tingkat yang paling atas sekali
dalam menghasilkan ramalan agregrat jumlah karyawan yang dibutuhkan
4. Ratio Analysis
Metode yang menggunakan perbandingan antara jumlah pekerjaan dengan jumlah
pekerjaan yang harus diselesaikan
5. Correlation Analysis
Metode yang digunakan untuk menghubungkan dua variabel untuk meramalkan
kebutuhan akan karyawan di masa akan datang
6. Simulation Method
Metode peramalan yang digunakan untuk melakukan eksperimen ke dalam situasi
nyata menggunakan model matematika
17
BAB III
ANALISIS PEKERJAAN
1. Pengertian Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan adalah proses sistematis untuk mengenal karakteristik suatu
pekerjaan yang mencakup tugas-tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang dituntut
oleh suatu jabatan atau pekerjaan. Berdasarkan informasi tersebut akan dapat
ditentukan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki seseorang untuk dapat
mengerjakan suatu pekerjaan.
2. Manfaat Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan merupakan suatu aktivitas yang penting dilakukan oleh
manajer sumber daya manusia untuk membangun kesatuan tugas yang dilaksanakan
oleh karyawan. Berbagai informasi tersebut akan bermanfaat pada kepentingan
perancangan pekerjaan, perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi,
pengembangan, penilaian kinerja, perencanaan karir, dan evaluasi pekerjaan.
(Bangun, 2012)
1. Perancangan Pekerjaan
Suatu perusahaan melakukan kegiatan perancangan pekerjaan agar
memperoleh hasil kerja yang efisien dan efektif. Untuk merancang suatu
pekerjaan dibutuhkan berbagai informasi secara terperinci tentang tugas-tugas
yang tersedia. Selain itu, merancang pekerjaan akan membutuhkan peralatan-
peralatan dan sumber daya manusia yang tersedia secara lengkap
2. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Kegiatan ini merupakan tugas manajer sumber daya manusia untuk
menentukan jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan. Proses perencanaan
18
sumber daya manusia membutuhkan informasi tentang isi dan spesifikasi
pekerjaan. Informasi ini berguna untuk dapat mengetahui kebutuhan akan sumber
daya manusia pada suatu periode tertentu dari rencana strategis
3. Rekrutmen dan Seleksi
Seleksi sumber daya manusia berarti memilih sumber daya manusia
berkualitas sesuai kebutuhan, untuk itu perlu dilakukan identifikasi atas sumber
daya manusia yang sekarang dimiliki perusahaan baik jumlah maupun jenisnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sesuai kualitas yang dibutuhkan akan dilakukan
seleksi. Tentu, kegiatan rekrutmen dan seleksi dilaksanakan melalui analisis
pekerjaan
4. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Program pengembangan sumber daya manusia akan bermanfaat bagi
karyawan untuk memperbaiki pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki,
karena berdampak pada peningkatan kinerja karyawan itu sendiri. Pengembangan
dapat dilakukan bagi karyawan yang kinerjanya dibawah standar pekerjaan untuk
memperbaiki kinerjanya. Bagi karyawan baru, pengembangan perlu dilakukan
untuk menambah pengetahuan dan keterampilan kerja agar sesuai dengan
kebutuhan. Bagi perusahaan program ini berguna untuk memperbaiki kinerja
perusahaan yang berakibat pada peningkatan daya saing perusahaan. Program
pengembangan sumber daya manusia dapat dilaksanakan dengan baik
berdasarkan informasi yang diperoleh melalui analisis pekerjaan
5. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja membutuhkan informasi tentang seberapa baik kinerja setiap
karyawan. Tindakan ini dijadikan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan
bagi karyawan yang bekerja secara efektif, dan memperbaiki kinerja yang kurang
efektif. Melalui analisis pekerjaan, organisasi dapat mengidentifikasi perilaku
dan hasil kerja yang efektif atau tidak efektif
6. Perencanaan Karir
Setiap individu akan mengalami proses penyesuaian atas pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki dengan persyaratan yang dibutuhkan suatu pekerjaan.
19
Tanpa informasi yang demikian, sulit bagi setiap orang untuk merencanakan
karirnya dalam memperoleh keberhasilan pekerjaannya
7. Pemberian Kompensasi
Kompensasi merupakan suatu kewajiban bagi pemberi pekerjaan untuk
memberi penghargaan atas jasa yang disumbangkan karyawan dari pekerjaannya.
Jenis dan besarnya kompensasi yang diberikan kepada pemangku pekerjaan
dapat ditentukan sesuai deskripsi pekerjaan. Tanpa informasi yang demikian,
sulit bagi setiap orang untuk merencanakan karirnya dalam memperoleh
keberhasilan pekerjaannya.
8. Evaluasi Pekerjaan
Evaluasi pekerjaan berarti menilai sejauh mana individu melaksanakan
aktivitas yang merupakan tanggung jawabnya. Agar suatu pekerjaan dapat dinilai
secara cermat, perlu informasi yang akurat mengenai satuan-satuan tugas yang
ada.
3. Teknik Pengumpulan Informasi Analisis Pekerjaan
Pengumpulan informasi tentang sebuah jabatan dapat dilakukan dengan
menggunakan sejumlah teknik tertentu, yaitu:
1. Angket Terstruktur
Dengan cara ini, kepada para pekerja disajikan daftar tugas-tugas, daftar perilaku
kerja, atau keduanya. Fokus tugas-tugas itu terletak pada apa yag dihasilkan. Ini
adalah pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan (job oriented approach).
Disisi lain, perilaku kerja berfokus pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan.
Ini merupakan worker oriented approach
2. Pengamatan
Analisis mengamati seorang pekerja atau sekelompok pekerja yang sedang
melakukan sebuah pekerjaan. Tanpa intervensi apapun, analisis mencatat tentang
apa, mengapa, dan bagaimana berbagai bagian pekerjaan itu dilakukan.
Biasanya, informasi ini dicatat dalam sebuah formulir standar
20
3. Wawancara
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memungkinkan analisis untuk benar-benar
melakukan pekerjaan tersebut (misalnya: penerbang) atau bila pengamatan tidak
praktis untuk dilaksanakan (misalnya: arsitek), maka analisis perlu
mengandalkan deskripsi dari pekerja itu sendiri tentang apa yang ia kerjakan,
mengapa dan bagaimana pekerjaan itu dilakukan
4. Catatan Karyawan
Mirip dengan metode wawancara, dengan metode ini analisis menyandarkan diri
pada informasi yang berasal dari catatan karyawan tentang apa, mengapa dan
bagaimana ia melakukan pekerjaan
5. Kinerja
Dengan pendekatan ini, analisis benar-benar melakukan pekerjaan yang sedang
dikajinya untuk memperoleh informasi tangan pertama tentang sebuah pekerjaan
6. Kombinasi
Kombinasi dari metode-metode di atas
21
BAB IV
REKRUTMEN DAN SELEKSI
1. Pengertian Rekrutmen
Penarikan tenaga kerja (recruitment) merupakan suatu proses pencarian calon
karyawan yang memenuhi persyaratan tertentu untuk menempati suatu jabatan.
Persyaratan atau kualifikasi tersebut dapat berupa: kemampuan, pendidikan,
pengalaman kerja.
2. Sumber Penarikan Tenaga Kerja
Menurut Bangun (2012:144), sumber-sumber penarikan tenaga kerja, yaitu:
1. Sumber Penarikan dari Dalam Perusahaan
Penarikan tenaga kerja yang bersumber dari dalam perusahaan dilakukan bila
jumlah kebutuhan tenaga kerja sedikit. Perusahaan cenderung lebih memilih
penarikan dari dalam perusahaan, dengan alasan mengenal kepribadian,
kemampuan,dan keterampilan karyawan secara lebih mendalam, daripada menarik
karyawan dari luar perusahaan yang memerlukan proses penarikan yang panjang.
Pengumuman pekerjaan (job posting) dapat dilakukan melalui pengumuman baik
yang ditempel di papan pengumuman, di buletin perusahaan, dan secara lisan
disampaikan dalam rapat-rapat karyawan
2. Sumber dari Luar Perusahaan
Suatu perusahaan melakukan penarikan calon tenaga kerja dari luar perusahaan
dengan alasan perluasan usaha, dan tidak adanya tenaga kerja di dalam perusahaan
22
yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sesuai dengan
kebutuhan
a. Walk in Applicant
Para calon karyawan datang sendiri dengan membawa lamaran ke bagian
penerimaan tenaga kerja suatu perusahaan.
b. Rekomendasi dari Karyawan dalam Perusahaan
Metode ini melibatkan karyawan yang ada dalam perusahaan untuk mencari
tenaga kerja sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan, ini dilakukan karena
karyawan yang ada dalam perusahaan lebih mengenal karakter pengetahuan
dan keterampilan calon tenaga kerja yang dibutuhkan.
c. Iklan di Media Massa
Menarik calon tenaga kerja melalui mass media dapat dilakukan melalui
media cetak seperti koran-koran daerah dan nasional, majalah, buletin
perusahaan dan media elektronik seperti televisi dan radio
d. Serikat Pekerja
Serikat pekerja merupakan salah satu sumber penarikan tenaga kerja yang
mempunyai tanggung jawab dalam menyalurkan anggotanya ke perusahaan
yang membutuhkan tenaga kerja.
e. Perusahaan-perusahaan Penempatan Tenaga Kerja
Perusahaan-perusahaan tenaga kerja memiliki badan hukum dalam
melaksanakan tugasnya untuk menyalurkan tenaga kerja ke perusahaan-
perusahaan yang membutuhkannya. Pemerintah mengawasi kegiatan
perusahaan tersebut agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
f. Lembaga Pemerintah
Departemen Tenaga Kerja (Depnaker RI), dapat melayani calon pelamar
untuk memberikan informasi pekerjaan. Melalui lembaga ini, perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja dapat menyampaikan informasi melalui papan
pengumuman yang ditempelkan.
g. Lembaga-lembaga Pendidikan
23
Perusahaan mengirimkan brosur-brosur ke sekolah-sekolah dan Perguruan
Tinggi dengan mencantumkan persyaratan yang harus dipenuhi lulusannya
sebagai calon tenaga kerja. Perusahaan mengirimkan perwakilannya ke
lembaga-lembaga pendidikan untuk melakukan seleksi awal dan proses
seleksi selanjutnya akan dilakukan di perusahaan. Bahkan ada perusahaan
yang melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan tersebut dalam
memilih lulusan yang terbaik sebagai calon tenaga kerja.
h. Perusahaan Lain
Beberapa perusahaan melakukan penarikan tenaga kerja dari perusahaan lain,
biasanya tenaga kerja yang demikian adalah tenaga kerja yang sudah
berpengalaman dan mempunyai keterampilan dan kemampuan yang terbaik.
i. Internet
Beberapa keuntungan melakukan penarikan tenaga kerja melalui internet
antara lain biaya murah, dan prosesnya lebih cepat
j. Open House
Open house berarti membuka pintu kepada masyarakat umum untuk
melakukan peninjauan perusahaan atas pekerjaan yang tersedia. Dengan
metode ini para pengunjung dapat mengetahui gambaran realistis tentang
kondisi perusahaan. Di pihak lain, perusahaan dapat melihat calon tenaga
kerja secara tidak formal
3. Pengertian Seleksi
Seleksi (selection) adalah proses memilih calon karyawan yang memiliki
kualifikasi, seperti: pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan
dalam menduduki sebuah jabatan. Calon karyawan yang memenuhi persyaratan akan
mengikuti tahap seleksi berikutnya, secara umum langkah-langkah seleksi adalah:
1. Formulir Lamaran Kerja
2. Wawancara Pendahuluan
3. Tes Psikologi
4. Pemeriksaan Referensi
24
5. Wawancara Seleksi
6. Persetujuan Atasan Langsung
7. Tes atau Pemeriksaan Kesehatan
8. Induksi atau Orientasi
BAB V
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
1. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan
Perkembangan teknologi dan lingkungan kerja yang pesat menyebabkan
berubahnya tuntutan-tuntutan pekerjaan dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan
SDM perlu ditingkatkan kompetensi nya baik yang hard skill maupun soft skill
dengan pelatihan dan pengembangan sehingga diperoleh SDM yang handal.
Pelatihan dan pengembangan merupakan dua hal yang berbeda. Latihan (training)
dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan yang sifatnya
teknis sedangkan Pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup lebih luas
terkait dengan soft skill dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian
2. Tujuan Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan pelatihan dan pengembangan adalah:
1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi
2. Meningkatkan produktivitas kerja
3. Meningkatkan kualitas kerja
4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia
5. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja
6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal
7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
8. Menghindarkan keusangan (obsolescene)
25
9. Meningkatkan perkembangan pegawai
3. Komponen Pelatihan dan Pengembangan
Unsur-unsur Pelatihan dan Pengembangan menurut Triton (2010:118), yaitu:
1. Tujuan
Pelatihan dan pengembangan memerlukan tujuan yang telah ditetapkan, khususnya
terkait dengan penyusunan rencana aksi (action plan) dan penetapan sasaran, serta
hasil yang diharapkan dari pelatihan yang akan diselenggarakan. Beberapa tujuan
pelatihan sumber daya manusia antara lain adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas kerja
b. Meningkatkan produktivitas kerja
c. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi
d. Meningkatkan sikap moral, etika dan semangat kerja
e. Meningkatkan kinerja
f. Merangsang pegawai agar mencapai prestasi yang maksimal dalam
pekerjaannya
g. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
h. Meningkatkan personal growth atau perkembangan pribadi bagi pegawai
i. Mengikuti perkembangan skill, pemikiran, dan paradigma mutakhir baik
dalam pekerjaan maupun manajemen sumber daya manusia
2. Sasaran
Sasaran pelatihan dan pengembangan harus ditetapkan dengan kriteria yang
terinci dan terukur (measureable)
3. Pelatih atau Trainers
Para trainer yangdipilih untuk memberikan materi pelatihan harus benar-benar
memiliki kualifikasi yang memadai memadai sesuai bidangnya, profesional, dan
kompeten. Disamping kompetensi pada materi, kemampuan dan penguasaan
terhadap berbagai metode pelatihan juga dapat mendukung hasil pelatihan yang
optimal
4. Materi
26
Pelatihan dan pengembangan SDM memerlukan materi atau kurikulum yang
sesuai dengan tujuan pelatihan dan pengembangan SDM yang hendak dicapai oleh
perusahaan
5. Metode
Metode pelatihan akan lebih menjamin berlangsungnya kegiatan pelatihan dan
pengembangan SDM yang efektif apabila sesuai dengan jenis materi dan
kemampuan peserta pelatihan
6. Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan tentunya harus diseleksi berdasarkan persyaratan-persyaratan
tertentu dan kualifikasi yang sesuai. Peserta pelatihan yang tidak sesuai dengan
kriteria yang disyaratkan oleh kegiatan pelatihan dapat menyebabkan terjadinya
penggunaan alokasi waktu, dana, dan energi yang berlebihan bahkan sia-sia dalam
kegiatan pelatihan dan pengembangan SDM
4. Metode Pelatihan dan Pengembangan
Program-program latihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan
prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja.
Menurut Handoko (2011:110), ada dua kategori pokok program latihan dan
pengembangan, yaitu:
1. Metode praktis (on the job training)
Merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan, karyawan dilatih
tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang “pelatih” yang
berpengalaman (biasanya karyawan lain). Teknik yang biasa digunakan, adalah:
a. Rotasi Jabatan
Memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian
organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam keterampilan
manajerial
b. Latihan Instruksi Pekerjaan
27
Petunjuk-petunjuk pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan
digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan
pekeraan mereka sekarang
c. Magang (Apprenticeships)
Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang lebih
berpengalaman, pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan latihan “off
the job training”
d. Coaching
Atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam
pelaksanaan kerja rutin mereka. Hubungan penyelia dan karyawan sebagai
bawahan serupa dengan hubungan tutor - mahasiswa
e. Penugasan Sementara
Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia
tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan. Karyawan terlibat dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional
nyata
2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job
training)
Dengan pendekatan ini karyawan peserta latihan menerima representasi tiruan
(artificial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti
dalam keadaan sebenarnya. Metode stimulasi yang paling umum digunakan,
adalah:
a. Metode Studi Kasus
Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan.
Aspek-aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembaran kasus. Karyawan
yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan
masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-
penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat
mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan.
b. Role Playing
28
Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan
(peserta latihan) untuk memainkan berbagai peran yang berbeda. Peserta
ditugaskan untuk memerankan individu tertentu yang digambarkan dalam
suatu episode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda
perannya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta, seperti misal
menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan
keterampilan-keterampilan antar pribadi (interpersonal skills)
c. Business Games
Business (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan
skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis nyata,
dilakukan dengan bantuan komputer untuk mengerjakan perhitungan-
perhitungan yang diperlukan. Permainan disusun dengan aturan-aturan
tertentu yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari studi operasi-operasi
bisnis atau industri secara terinci. Peserta memainkan game dengan
memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran
periklanan, siapa yang akan ditarik, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk
melatih para karyawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan
cara mengelola operasi-operasi perusahaan.
d. Vestibule Training
Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal, organisasi
menggunakan teknik vestibule training. Bentuk latihan ini dilaksanakan oleh
pelatih khusus. Area-area terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan
sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya
e. Latihan Laboratorium (Laboratory Training)
Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan
untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi. Salah satu
bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas, dimana
peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan
lingkungan. Latihan ini juga berguna untuk mengembangkan berbagai
perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan di waktu yang akan datang
29
f. Program-program Pengembangan Eksekutif
Program-program ini biasanya diselenggarakan di universitas atau lembaga-
lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan karyawan untuk
mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan; atau bekerja sama dengan
suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu
bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi
5. Macam Penilaian Efektivitas Pelatihan
Untuk menilai efektivitas suatu pelatihan dapat dilakukan secara umum dengan
menggunakan pembanding dan tanpa pembanding. Penilaian yang sering dilakukan
dewasa ini adalah penilaian efektivitas tanpa pembanding. Hal ini karena desain
penilaiannya cukup sederhana dan lebih mudah untuk mengabaikan variabel-variabel
kontrol atau pengganggu. Misalnya aktivitas organisasi, kompensasi, kematangan
kepribadian, kondisi psikis, dan lain sebagainya. Penilaian efektivitas pelatihan
dengan tanpa pembanding artinya bahwa peserta pelatihan hanya dinilai berdasarkan
nilai awal (pre test) dan nilai akhir (post test) saja. Pada penilaian dengan
pembanding, maka dapat dibandingkan selisih nilai post test dan pre test antara
kelompok yang mendapatkan suatu jenis pelatihan dengan kelompok pembanding.
Kelompok pembanding dapat menggunakan non peserta pelatihan atau kelompok
peserta dengan metode pelatihan yang berbeda. (Triton, 2010)
30
BAB VI
PENILAIAN KINERJA
1. Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja atau lazim disebut dengan “performance evaluation”
atau”performance appraisal” adalah adalah suatu metode atau proses yang
dilakukan organisasi atau perusahaan untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan
karyawan atau unit-unit kerja dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar
kinerja atau tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Bangun (2012:234), suatu
pekerjaaan dapat diukur melalui dimensi diantaranya:
1. Jumlah pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau
kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan.
2. Kualitas pekerjaan
Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh
karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan.
3. Ketepatan waktu
31
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda untuk jenis pekerjaan
tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas
pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai
tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga
mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakan
sesuai waktu yang ditentukan. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran
karyawan dalam mengerjakannya.
5. Kemampuan kerjasama
Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk
itu jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan
atau lebih, sehingga membutuhkan kerjasama antar karyawan sangat dibutuhkan.
Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerja sama dengan rekan
sekerjanya.
2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Simanjuntak (2011:109) tujuan diadakannya penilaian kinerja adalah
“untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan serta untuk mengetahui
posisi dan tingkat pencapaian sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila
terjadi keterlambatan atau penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran
atau tujuan akhir dapat tercapai”. Adapun manfaat dari penilaian kinerja adalah :
1. Peningkatan Kinerja Individu
Terutama bila hasil evaluasi kinerja seseorang rendah atau dibawah standar yang
telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan atasannya akan segera
membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misal dengan bekerja
lebih keras dan lebih tekun.
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Melalui evaluasi kinerja sekaligus teridentifikasi kekuatan dan kelemahan setiap
individu, serta potensi yang dimiliki oleh masing-masing. Dengan demikian
32
manajemen dan individu yang bersangkutan dapat mengoptimalkan pemanfaatan
keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh setiap pekerja, serta mengatasi dan
mengkompensasikan kelemahan masing-masing melalui program pelatihan.
3. Pemberian Kompensasi
Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja
atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan
evaluasi kerja yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa: pemberian
penghargaan langsung dalam bentuk surat penghargaan dan atau uang, pemberian
bonus yang lebih besar dari pada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan
pangkat atau gaji.
4. Program Peningkatan Produktivitas Perusahaan
Dengan mengetahui kinerja setiap individu, kekuatan dan kelemahan masing-
masing serta potensi yang mereka miliki, manajemen dapat menyusun program
peningkatan produktivitas perusahaan, antara lain dengan mencari penyebab
kinerja rendah dan menyusun program untuk mengatasinya.
5. Penyusunan Kebijakan dan Program Kepegawaian
Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk menyusun program-program
kepegawaian, termasuk promosi, rotasi, dan mutasi, serta perencanaan karier
pegawai.
6. Menghindari Perlakuan Diskriminasi Terhadap Pekerja.
Evaluasi kinerja dapat menghindari perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena
setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil
evaluasi kinerja.
3. Syarat Efektifnya Penilaian Kinerja
Cascio dalam Suwatno dan Donni Juni (2011:198), terdapat 6 (enam) syarat
yang dapat digunakan sebagai alat ukur dalam mengukur efektif atau tidaknya sistem
penilaian kinerja, yaitu:
1. Penilai (Supervisor)
33
Mengukur kemampuan dan motivasi penilai dalam melakukan penilaian secara
terus-menerus, merumuskan kinerja karyawan secara objektif, dan memberikan
umpan balik bagi karyawan
2. Keterkaitan (Relevance)
Mengukur keterkaitan langsung unsur-unsur penilaian kinerja dengan uraian
pekerjaan
3. Kepekaan (Sensitivity)
Mengukur keakuratan/ kecermatan sistem penilaian kinerja yang dapat
membedakan karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi, serta sistem harus
dapat digunakan untuk tujuan administrasi kekaryawanan
4. Keterandalan (Reliability)
Mengukur keandalan dan konsistensi alat ukur yang digunakan
5. Kepraktisan (Practicality)
Mengukur alat penilaian kinerja yang mudah digunakan dan dimengerti oleh
penilai dan bawahannya
6. Dapat diterima (Acceptability)
Mengukur kemampuan penilai dalam melakukan penilaian sesuai dengan
kemampuan tugas dan tanggung jawab bawahannya. Mengkomunikasikan dan
mendefinisikan dengan jelas standar dari unsur-unsur penilai yang harus dicapai
4. Pelaku Penimbang dalam Penilaian Kinerja
Setiap penimbang/ penilai harus mempunyai peluang yang baik untuk
mengamati unjuk kerja dari tenaga kerja selama jangka waktu yang cukup lama.
Munandar dalam Marliani (2015), beberapa kemungkinan untuk menjadi penimbang
adalah sebagai berikut:
1. Atasan Langsung
Masalah yang timbul dalam penilaian yang dilakukan oleh atasan langsung adalah
atasan merasa tidak kompeten untuk melakukan penilaian sehingga penilaian yang
dilakukan tidak konsisten atau atasa langsung merasa tidak enak jika melakukan
34
penilaian yang terlalu rendah bagi karyawan, terutama jika penilaian unjuk kerja
berkaitan dengan kenaikan gaji atau pemberian bonus
2. Rekan Kerja atau Teman Sejawat
Penilaian yang dilakukan oleh beberapa rekan kerja dapat meningkatkan
konsistensi penilaian dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan hanya oleh
seorang penilai. Akan tetapi, penilaian oleh rekan kerja juga mengandung
kelemahan, antara lain rekan kerja enggan untuk saling mengevaluasi dan
kemungkinan adanya bias karena kedekatan hubungan atau persahabatan
3. Karyawan
Penilaian pribadi ini merupakan penilaian yang lebih sesuai untuk tujuan
pengembangan daripada evaluatif. Melalui penilaian pribadinya, karyawan dapat
lebih mengatur kegiatannya dan mengembangkan dirinya. Kelemahannya adalah
adanya penilaian yang cenderung lebih tinggi daripada jika dilakukan oleh orang
lain dan sering tidak ada kesepakatan mengenai tingkat unjuk kerja berdasarkan
penilaian karyawan dengan penilaian dari atasan
4. Bawahan Langsung
Melalui penilaian ini, dapat diperoleh informasi yang lebih akurat dan terperinci
mengenai perilaku atasan karena bawahan sering bertemu dengan atasan. Masalah
yang paling jelas dari penilaian oleh bawahan adalah bawahan tidak berani menilai
atasannya karena takut jika atasannya akan “balas dendam”. Oleh karena
itu,anonimitas merupakan hal yang penting dalam penilaian oleh bawahan
5. Kesalahan dalam Penilaian Kinerja
Munandar dalam Marliani (2015), mengelompokkan kesalahan dalam penilaian
unjuk kerja, yaitu:
1. Kesalahan Konstan
a. Kesalahan kelembutan (leniency error), yaitu kecenderungan untuk
memberikan nilai murah dalam penilaian unjuk kerja
b. Kesalahan kekerasan (strictness/ severity error), yaitu kecenderungan
untuk terlalu keras atau pelit dalam menilai karyawan
35
c. Kesalahan kecenderungan berpusat (central tendency), yaitu
kecenderungan memberikan nilai rata-rata kepada semua karyawan
sehingga tidak ada karyawan yang menonjol baik atau tidak baik
2. Kesalahan Faktor Dominan
a. Dampak halo, yaitu penilai memberikan penilaian berdasarkan kesan-kesan
global serta memberikan nilai yang sama pada semua dimensi penilaian.
Misalnya, seorang karyawan yang pandai, juga akan dinilai jujur; atau
sebaliknya karyawan yang penampilannya tidak rapi akan dinilai tidak teliti
dalam bekerja
b. Dampak kesan pertama, yaitu penilai memberikan nilai berdasarkan kesan
pertama yang dibentuknya terhadap karyawan, bukan berdasarkan unjuk
kerjanya selama periode penilaian
c. Dampak perilaku terakhir, yaitu penilai memberikan penilaian hanya
berdasarkan perilaku yang terlihat pada akhir periode penilaian unjuk kerja
d. Dampak hasil penilaian sebelumnya, yaitu penilaian dilakukan hanya
berdasarkan hasil penilaian yang sebelumnya, dan bukan unjuk kerja pada
periode penilaian yang berjalan
3. Kesalahan Egosentris
a. Kesalahan kontras, yaitu kecenderungan untuk menilai orang lain
berdasarkan perbandingan dengan diri penilai sendiri atau dengan orang
lain, dan bukan berdasarkan standar objektif
b. Kesalahan kesamaan (similiar to me effect), yaitu penilai cenderung
menilai orang lain sesuai dengan persepsi penilai. Misalnya, karyawan
yang memiliki karakteristik pribadi dan kesukaan yang sama dengan
penilai akan mendapatkan nilai yang tinggi
36
BAB VII
KOMPENSASI
1. Pengertian Kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa
untuk kerja, prestasi kerja, kinerja atau pengabdian mereka selama bekerja di
perusahaan atau organisasi. Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi
kerja, motivasi, kepuasan kerja bahkan komitmen organisasi karyawan. Kompensasi
bukan hanya penting untuk karyawan saja, melainkan juga penting bagi organisasi itu
sendiri. Karena program-program kompensasi adalah merupakan pencerminan
kepedulian terhadap karyawan dalam rangka mempertahankan sumber daya manusia.
Bila organisasi tidak memperhatikan dengan baik tentang kompensasi bagi
karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan kehilangan sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi
2. Jenis Kompensasi
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan berdasarkan sifat
penerimaannya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu:
1. Kompensasi yang bersifat finansial
37
Kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk uang atau bernilai uang.
Termasuk dalam jenis kompensasi finansial adalah gaji, upah, bonus, tunjangan,
insentif, reimbursement pengobatan.
2. Kompensasi yang bersifat non finansial
Termasuk dalam kompensasi yang bersifat non finansial adalah penyelenggaraan
program-program pelayanan bagi karyawan yang berupaya untuk menciptakan
kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan, seperti program wisata,
penyediaan fasilitas kantin atau cafetaria, catering, bus antar jemput karyawan,
penyediaan tempat beribadat di tempat kerja, penyediaan lapangan olah raga, dan
lain sebagainya.
3. Tujuan Pemberian Kompensasi
Menurut Handoko (2011:157), tujuan pemberian kompensasi adalah :
1. Memperoleh Personalia yang Qualified
Gaji dan kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar
2. Mempertahankan Para Karyawan yang Ada Sekarang
Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus tetap dijaga agar
tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain
3. Menjamin Keadilan
Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan
dalam penentuan tingkat kompensasi
4. Menghargai Perilaku yang Diinginkan
Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan
perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif
5. Mengendalikan Biaya-biaya
Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk
mendapatkan dan mempertahankan sumberdaya manusianya pada tingkat biaya
yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi
dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para
karyawannya
38
6. Memenuhi Peraturan-peraturan Legal
Program kompensasi yang baik memperhatikan dan memenuhi semua peraturan
pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan
4. Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Menurut Notoatmodjo (2009:144), faktor-faktor yang mempengaruhi
kompensasi antara lain:
1. Produktivitas
Organisasi tidak akan membayar atau memberikan kompensasi melebihi
kontribusi karyawan kepada organisasi melalui produktivitas mereka.
2. Kemampuan untuk membayar
Pemberian kompensasi akan tergantung kepada kemampuan organisasi itu untuk
membayar (ability to pay). Organisasi apapun tidak akan membayar
karyawannya sebagai kompensasi, melebihi kemampuannya. Sebab kalau tidak,
organisasi tersebut akan gulung tikar.
3. Kesediaan untuk membayar
Kesediaan untuk membayar (willingness to pay) akan berpengaruh terhadap
kebijaksanaan pemberian kompensasi kepada karyawannya. Banyak organisasi
yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi, tetapi belum tentu mereka
mau atau bersedia untuk memberikan kompensasi yang memadai.
4. Suplai dan permintaan tenaga kerja
Bagi karyawan yang kemampuannya sangat banyak terdapat di pasaran kerja,
mereka akan diberikan kompensasi lebih rendah daripada karyawan yang
kemampuannya langka di pasaran kerja.
5. Organisasi karyawan
Organisasi karyawan biasanya memperjuangkan para anggotanya untuk
memperoleh kompensasi yang sepadan. Apabila ada organisasi yang memberikan
kompensasi yang tidak sepadan, maka organisasi karyawan ini akan menuntut.
6. Berbagai peraturan dan perundang-undangan
39
Dengan semakin baik sistem pemerintahan, maka makin baik pula sistem
perundang-undangan, termasuk di bidang perburuhan (karyawan) atau
ketenagakerjaan. Berbagai peraturan dan undang-undang ini jelas akan
mempengaruhi sistem pemberian kompensasi karyawan oleh setiap organisasi,
baik pemerintah maupun swasta.
BAB VIII
MOTIVASI KERJA
1. Pengertian Motivasi Kerja
Proses motivasi, seperti diinterpretasikan oleh sebagian besar ahli, diarahkan
untuk mencapai tujuan (goal directed). Tujuan atau hasil yang dicari oleh karyawan
dipandang sebagai kekuatan yang menarik orang. Tercapainya tujuan yang diinginkan
sekaligus dapat mengurangi kebutuhan yang belum terpenuhi. Dalam lingkungan
organisasi, tujuan dapat bersifat positif, seperti pujian, penghargaan, kenaikan upah,
promosi, atau bersifat negatif, seperti tidak diberi kesempatan untuk promosi atau
ditegur karena prestasi yang kurang memuaskan. (Tampubolon, 2012)
Dalam menjalani karier, motivasi kerja berperan sebagai bensin yang akan
membuat tenaga kerja tetap terus berjalan dan menghadapi segala kesulitan. Oleh
karena itu, motivasi menjadi penting dalam bekerja karena tanpa motivasi kerja yang
kuat dalam diri seseorang, akan mudah tergoyahkan sehingga memutuskan untuk
berhenti. Seseorang yang tidak memliki motivasi kerja yang tinggi akan mengerjakan
tugasnya hanya sebatas gugur kewajiban, tidak ada kreasi dan semangat untuk
menjadikan pekerjaannya menjadi istimewa dan mencapai hasil maksimal.
40
Sebaliknya, seseorang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan mampu
mengeluarkan ide-ide dan bekerja tidak dibatas bawah sehingga hasil pekerjaannya
mengesankan dan mudah mendapatkan kepercayaan. Tentu, orang yang memiliki
motivasi kerja yang tinggi akan selalu mendapatkan kesempatan untuk mengerjakan
tugas yang lebih tinggi dan kariernya akan selalu berkembang. (Marliani, 2015)
Menurut Cormick dalam Mangkunegara (2009), motivasi kerja didefinisikan
sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Senada dengan hal tersebut
menurut Marliani (2015), motivasi kerja karyawan adalah dorongan individu untuk
melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya dalam mencapai tujuan yang
mereka inginkan. Pencapaian tersebut dapat berupa uang, keselamatan, penghargaan,
dan lain-lain. Dengan demikian, kekayaan, rasa aman (keselamatan), status, dan
segala macam tujuan lain merupakan hiasan semata-mata untuk mencapai tujuan
akhir setiap orang, yaitu menjadi dirinya sendiri.
2. Tujuan Motivasi Kerja
Menurut Suwatno dalam Marliani (2015:220), beberapa tujuan motivasi adalah:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja karyawan
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan
8. Meningkatan tingkat kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
41
3. Teori - teori Motivasi Kerja
Teori motivasi kerja menurut Mangkunegara (2009:94), yaitu:
1. Teori Kebutuhan
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang
dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Kebutuhan
merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai, apabila pegawai
kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku
kecewa. Maslow mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah
sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah
atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup
c. Kebutuhan untuk rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai
d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai
oleh orang lain
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan keterampilan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat
dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik terhadap sesuatu
Dalam studi motivasi lainnya, Mc Clelland mengemukakan adanya tiga macam
kebutuhan manusia, yaitu:
a. Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan
refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah.
Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi tinggi
cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan berprestasi adalah
kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu
berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi
42
b. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain,
berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain
c. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi
dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap
orang lain
2. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer
Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga dasar kebutuhan, yaitu:
a. Existence needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi
pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi
kerja, fringe benefits
b. Relatedness needs. Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam
berinteraksi dalam lingkungan kerja
c. Growth needs. Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi.
Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai
3. Teori Insting
Teori motivasi insting timbulnya berasarkan teori evolusi dari Charles Darwin.
Darwin berpendapat bahwa tindakan yang bersifat intelligent merupakan refleks
dan instingtif yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku dapat
direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran.
Berdasarkan teori Darwin, selanjutnya William James, Sigmund Freud dan Mc
Dougall mengembangkan teori insting dan menjadikan insting sebagai konsep
penting dalam psikologi. Teori Freud menempatkan motivasi pada insting agresif
dan seksual. Mc Dougall menyusun daftar insting yang berhubungan dengan
semua tingkah laku: terbang, rasa jijik, rasa ingin tahu, kesukaan, kesukaan
berkelahi, rasa rendah diri, menyatakan diri, kelahiran, reproduksi, lapar,
berkelompok, ketamakan, dan membangun
4. Teori Drive
Kata drive dijelaskan sebagai aspek motivasi dari tubuh yang tidak seimbang.
Motivasi didefiniskan sebagai suatu dorongan yang membangkitkan untuk keluar
43
dari ketidakseimbangan atau tekanan. Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar
terjadi sebagai akibat dari reinforcement. Ia berasumsi bahwa semua hadiah
(reward) pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan
(homeostatic drivees). Teori Hull dirumuskan secara matematis sebagai berikut:
Kekuatan motivasi = fungsi (drive x habit)
Habits strenght adalah hasil akhir dari faktor-faktor reinforcement sebelumnya.
Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan fisiologis atau (physiological
imbalance) yang disebabkan oleh kehilangan atau kekurangan kebutuhan
komoditas untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan perumusan teori Hull, maka
dapat disimpulkan bahwa motivasi seorang pegawai sangat ditentukan oleh
kebutuhan dalam dirinya (drive) dan faktor kebiasaan (habit) pengalaman belajar
sebelumnya
5. Teori Lapangan
Teori ini merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan
motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada pikiran nyata seorang pegawai
ketimbang pada insting atau habit. Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku
merupakan suatu fungsi dari lapangan pada momen waktu. Kurt Lewin juga
percaya pada pendapat para ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari seorang pegawai dengan lingkungannya
4. Teknik Motivasi Kerja Pegawai
Beberapa teknik memotivasi kerja pegawai menurut Mangkunegara (2009), antara
lain sebagai berikut:
1. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai
Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku
kerja. Abraham Maslow mengemukakan hierarki kebutuhan pegawai sebagai
berikut:
a. Kebutuhan fisiologis. Dalam hubungannya dengan kebutuhan ini
pemimpin perlu memberikan gaji yang layak kepada pegawai
44
b. Kebutuhan rasa aman. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin
perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan,
dan dana pensiun
c. Kebutuhan sosial atau rasa memiliki. Dalam hubungan dengan kebutuhan
ini, pemimpin perlu menerima eksisensi/ keberadaan pegawai sebagai
anggota kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang baik, dan
hubungan kerja yang harmonis
d. Kebutuhan harga diri. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin
tidak boleh sewenang-wenang memperlakukan karyawan karena mereka
perlu dihormati, diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya
e. Kebutuhan aktualisasi diri. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini,
pemimpin perlu memberikan kesempatan kepada pegawai bawahan agar
mereka dapat mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar di perusahaan
2. Teknik komunikasi yang persuasif
Teknik komunikasi yang persuasif merupakan salah satu teknik memotivasi
kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara
ekstralogis. Teknik ini dirumuskan: “AIDDAS”
A = Attention (Perhatian)
I = Interest (Minat)
D = Desire (Hasrat)
D = Decision (Keputusan)
A = Action (Aksi/Tindakan)
S = Satisfaction (Kepuasan)
Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memberikan perhatian
kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul
minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka
hasratnya menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan
kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan
45
demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas
terhadap hasil kerjanya
BAB IX
KEPUASAN KERJA
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual.
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan
sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan
tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan
seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas
dalam bekerja. Robin dalam Tampubolon (2012:40), menguraikan bahwa
ketidakpuasan karyawan (employee dissatisfaction) didefinisikan sebagai berikut:
1. Perilaku yang secara langsung akan meningglkan organisasi dan berhenti bekerja
untuk mencari posisi baru di tempat kerja lain
2. Mempertanyakan kepada atasan apa aktivitas yang sesuai dengan kondisi di
tempat kerja yang tidak dapat dipenuhi dan melakukan aktivitas untuk mencari
pembenaran dengan serikat pekerja
3. Apabila terjadi ketidakpuasan di tempat kerja, karyawan akan bersikap pasif,
menunggu sampai terjadi kemungkinan perubahan di tempat kerja (turn loyality)
46
4. Karyawan yang bersifat pasif sampai terjadi keadaan yang makin buruk sering
tidak masuk kerja, menurunnya upaya kerja, dan meningkatnya tingkat kesalahan
dalam kerja
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Rivai (2009:859), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan
dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya. Sedangkan
faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain
kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian
dan sebagainya
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Marliani (2015:250), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan (need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya
2. Perbedaan (discrepancies)
Kepuasan merupakan hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan
mencerminkan perbedaan antara sesuatu yang diharapkan dan sesuatu yang
diperoleh individu dari pekerjaannya. Apabila harapan lebih besar dari yang
diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya, individu akan merasa puas apabila
menerima manfaat diatas harapan
3. Pencapaian nilai (value attainment)
Kepuasan merupakan hasil persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja
individual yang penting
4. Keadilan (equity)
Kepuasan merupakan fungsi seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja
47
5. Komponen genetik (genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja disamping karakteristik lingkungan pekerjaan
3. Dampak Kepuasan Kerja
1. Produktivitas atau Kinerja
Lawler dan Porter dalam Marliani (2015:254), menyebutkan bahwa
produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja jika
tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik
yang diterima keduanya adil dan wajar serta diasosiasikan dengan unjuk kerja
yang unggul
2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter dan Stteers dalam Marliani (2015:254), menyatakan bahwa
ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara
kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sehingga kurang
mencerminkan ketidakpuasan kerja. Berbeda dengan berhenti bekerja atau
keluar dari pekerjaan, yang lebih besar kemungkinannya berkaitan dengan
ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan
dapat diungkapkan dalam berbagai cara. Misalnya, meninggalkan perusahaan,
sering mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan, dan
menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
3. Cara Mengungkapkan Ketidakpuasan Karyawan
Menurut Robbins dalam Marliani (2015:256), cara karyawan untuk
mengungkapkan ketidakpuasan adalah sebagai berikut:
a. Keluar (exit): ketidakpuasan kerja diungkapkan dengan meninggalkan
pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain.
b. Menyuarakan (voice): ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui usaha aktif
dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk memberikan saran
perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan
48
c. Mengabaikan (neglect): ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui sikap
membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk sering absen atau
datang terlambat, kesalahan yang dibuat semakin banyak.
d. Kesetiaan (loyalty): ketidakpuasan kerja diungkapkan dengan menunggu
secara pasif hingga kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela
perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa perusahaan dan
manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi
4. Kesehatan
Meskipun kepuasan kerja berkaitan dengan kesehatan, hubungan kausalnya
tidak jelas. Tingkat kepuasan kerja dan kesehatan saling mengukuhkan. Dalam
hal ini kepuasan kerja dapat menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan
kepuasan pun merupakan tanda dari kesehatan
4. Survei Kepuasan Kerja
Survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-pegawai
mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannya melalui laporan kerja.
Survei kepuasan kerja juga untuk mengetahui moral pegawai, pendapat, sikap, iklim
dan kualitas kehidupan kerja pegawai. Mangkunegara (2009:124), mengemukakan
bahwa survey kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Manajer dan pemimpin melibatkan diri pada survei
2. Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara objektif
3. Survei diadministrasikan secara wajar
4. Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin, dan adanya aksi untuk
mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pemimpin. Keuntungan dari survei
kepuasan kerja, antara lain kepuasan kerja secara umum, komunikas,
meningkatkan sikap kerja, dan untuk keperluan pelatihan (training)
Menurut Mangkunegara (2009:125), ada dua tipe survei kepuasan kerja, yaitu:
49
1. Tipe Survei Objektif
Tipe survei objektif yang paling populer menggunakan pertanyaan pilihan
berganda (multiple choice). Responden membaca semua pertanyaan yang
tersedia, kemudian memilih satu dari beberapa alternatif jawaban yang sesuai
dengan keadaannya. Disamping itu pula, ada bentuk pertanyaan yang
menggunakan benar atau salah, setuju atau tidak setuju. Keuntungan penggunaan
tipe survei objektif, antara lain adalah mudah dalam mengadministrasikan
penilaian dan menganalisisnya dengan metode statistik, serta dapat pula
dianalisis dengan menggunakan komputer jika pegawai yang disurvei sangat
banyak
2. Tipe Survei Deskriptif
Pada tipe survei deskriptif, responden memberikan jawaban dari pertanyaan
secara bebas sesuai dengan yang mereka pikirkan atau yang mereka inginkan.
Mereka dapat menjawab dengan kata-kata mereka sendiri
5. Strategi Untuk Meningkatkan Kepuasan Kerja
Untuk meningkatkan kepuasan dan moral kerja karyawan, perusahaan membuat
dan mengimplementasikan berbagai jenis program yang dirancang untuk membuat
pekerjaan menjadi lebih baik. Marliani (2015:253), menjelaskan program yang
dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kepuasan dan moral karyawan, yaitu:
1. Menaikkan upah karyawan
2. Memberikan kenaikan jabatan kepada karyawan yang berprestasi
3. Kepastian kerja
4. Memberikan bonus uang tunai kepada karyawan yang berkinerja baik dalam
perusahaan
5. Memberikan kompensasi kepada karyawan
6. Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis
50
BAB X
STRES KERJA
1. Pengertian Stres Kerja
Stres kerja adalah suatu kondisi ketidaknyamanan yang ditandai dengan adanya
ketegangan yang mempengaruhi fisik dan psikis, baik kognitif, emosi dan perilaku
seorang karyawan sehingga mempengaruhi kinerja karyawan yang bersangkutan.
Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan. Kondisi kerja yang menimbulkan stress dapat berbahaya bagi para
karyawan dan memberikan dampak negative pada efektivitas organisasi. Dampak
stress kerja pada organisasi dapat terjadi antara lain meningkatnya biaya
pemeliharaan kesehatan untuk karyawan, bertambah tinggi angka absensi karyawan,
lebih banyak terjadi kecelakaan kerja, dan berkurangnya produktivitas. Indikasi lain
dari efek negative stress kerja adalah meningkatnya tendensi terhadap keluhan
kompensasi karyawan yang dikaitkan dengan stress (Sudarnoto, 2012)
51
2. Penyebab Stres Kerja
Berbagai tuntutan atau kondisi dalam tempat kerja dapat menjadi salah satu
factor penyebab stress (stressor). Sebagian waktu tenaga kerja umumnya berada
dalam tempat kerjanya sehingga sebagian besar stressor berasal dari lingkungan
kerja. Menurut Hurell, dkk (dalam Sudarnoto, 2012), ada lima kategori besar factor
yang menjadi stressor di tempat kerja, yaitu:
a. Faktor-faktor intrinsic dalam pekerjaan
Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori ini meliputi tuntutan fisik dan
tuntutan tugas. Tuntutan fisik dalam lingkungan yang dapat menjadi stressor bagi
tenaga kerja antara lain kebisingan, vibrasi atau getaran, kebersihan lingkungan.
Tuntutan tugas mencakup kerja shift malam, beban kerja berlebihan atau terlalu
sedikit, resiko kerja yang berbahaya.
b. Peran dalam organisasi
Setiap tenaga kerja mempunyai peran tertentu dalam kelompok tugasnya tetapi
tidak selalu berhasil memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Stressor
bagi tenaga kerja dalam perannya adalah konflik peran dan ketidakjelasan
peran.Konflik peran meliputi konflik peran pribadi, konflik intrasender, konflik
intersender, dan peran dengan beban berlebih.Ketidakjelasan peran dialami jika
tenaga kerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya,
tidak mengerti tugasnya, atau tidak merealisasi harapan-harapan yang terkait
dengan peran tertentu.
c. Pengembangan karir
Untuk mencegah timbulnya frustasi pada tenaga kerja perlu diperhatikan tiga
unsure penting dalam pengembangan karir mereka.Tiga unsure tersebut meliputi
peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya, mengembangkan
keterampilan yang baru, dan konseling karir untuk memudahkan keputusan yang
menyangkut karir.Pengembangan karir dapat merupakan stressor potensial bagi
tenaga kerja yang meliputi ketidakjelasan pekerjaan, promosi yang kurang, dan
jenjang karir yang terhambat.
52
d. Hubungan dalam pekerjaan
Hubungan yang kurang harmonis antar anggota dari kelompok kerja dapat
merupakan stressor yang mengganggu kesehatan individu dan organisasi
.Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala adanya kepercayaan
yang rendah, pemberian dukungan yang kurang, dan minat yang kurang dalam
pemecahan masalah dalam organisasi. Stres juga dapat timbul karena tenaga
kerja harus bekerja sama dengan tenaga kerja lainnya yang berkepribadian kasar,
orang yang dingin, atau kurang peka dalam interaksi sosialnya.
e. Struktur dan iklim organisasi
Kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan
iklim organisasi. Faktor stress dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana
tenaga kerja dapat berpartisipasi atau berperan serta dalam organisasi kerjanya.
Peluang yang diberikan kepada tenaga kerja untuk berperan serta secara aktif
dapat menghasilkan peningkatan kinerja, peningkatan taraf kesehatan mental,
dan kesehatan fisiknya.
3. Dampak Stres Kerja
Suwarto (2010:271) yang mengklasifikasikan dampak stress kerja, sebagai
berikut:
1. Dampak Subjektif, kecemasan, agresi, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi,
kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup, merasa kesepian.
2. Dampak Perilaku, kecenderungan mendapat kecelakaan. alkoholik, penyalah
gunaan obat-obatan, emosi yang tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok
berlebihan, perilaku yang mengikuti kata hati, ketawa, gugup.
3. Dampak Kognitif, kemampuan mengambil keputusan yang jelas, konsentrasi
yang buruk, rentang perhatian yang pendek, sangat peka terhadap kritik,
rintangan mental.
53
4. Dampak Fisiologis, meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah, kekeringan di mulut, berkeringat, membesarnya pupil mata, tubuh
panas dingin.
5. Dampak Organisasi, keabsenan pergantian karyawan, rendah produktivitasnya,
keterasingan dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keikatan dan
kesetiaan terhadap organisasi.
4. Upaya Mengelola Stres Kerja
Pada dasarnya stress perlu dikelola dan diatasi, paling tidak dalam pikiran
orang pernah berusaha untuk membiarkan atau menghindari kondisi, situasi, dan
peristiwa yang penuh dengan tekanan. Tosi (dalam Wijono, 2010:165), untuk
pendekatan pribadi ini dapat menggunakan dua strategi yaitu:
1. Strategi Psikologis
Strategi psikologis ini menitikberatkan pada usaha mengelola stress kerja untuk
tujuan perubahan perilaku melalui:
a. Peningkatan Kesadaran Diri
Memahami gejala-gejala munculnya ketegangan secara lebih dini dengan
sikap yang wajar dalam bekerja merupakan salah satu cara yang efektif untuk
meningkatkan kesadaran diri dalam memahami stress kerja. Kesadaran diri
bertujuan untuk membantu menjernihkan pikiran seseorang agar dapat
mengendalikan emosi dan menghindari beban psikis dan stress kerja yang
bersumber dari kondisi, situasi, atau peristiwa dalam pekerjaannya.
b. Pengurangan Ketegangan
Strategi yang digunakan dalam pengurangan ketegangan dalam stress kerja
ini adalah mencari tempat yang tenang untuk melakukan “meditasi”,
menempatkan posisi tubuh dengan nyaman dan rileks, memejamkan mata dan
melepaskan ketegangan otot-otot dengan mendengarkan pernapasan kita
secara teratur selama lebih kurang 15 hingga 20 menit.
54
Tujuannya adalah agar kita dapat menghilangkan perasaan-perasaaan yang
menegangkan yang ditimbulkan oleh sekumpulan otot-otot yang mengalami
ketegangan yang meliputi otot tangan, bagian tangan dari siku ke pergelangan
tangan, bagian belakang, leher, wajah, kaki, dan pergelangan kaki
c. Konseling atau Psikoterapi
Usaha yang dilakukan dalam konseling dan psikoterapi ini adalah
menemukan masalah dan sumber-sumber ketegangan yang menimbulkan
stress kerja, menolong mengubah pandangan seseorang terhadap kondisi,
situasi atau peristiwa yang menimbulkan stress kerja, dan mengembangkan
berbagai alternative untuk menentukan strategi yang paling tepat dalam
menghadapi stress kerja, menentukan tindakan, dan menilai hasil serta
melakukan tindak lanjut.
2. Strategi Fisiologis
Strategi fisiologis ini menitikberatkan pada usaha mengelola stress kerja
untuk tujuan melatih kesehatan fisik. Ilmu-ilmu medis telah menunjukkan bahwa
perubahan fisiologis/ olahraga berperan positif untuk mengurangi pengaruh-
pengaruh stress kerja dengan mengadakan latihan fisik, emosi dan pikiran yang
menggelisahkan, mencemaskan, mudah marah, dan depresi. Beberapa jenis
latihan fisik diantaranya mengatur makan secara bijaksana, berhenti merokok
ataupun olahraga seperti renang, senam kebugaran jasmani, badminton, basket,
lari atau jalan pagi dan bersepeda.
Menurut Wijono (2010:166) mengemukakan bahwa ada beberapa cara yang
digunakan untuk mengelola stress dalam organisasi, yaitu:
a. Meningkatkan Komunikasi
Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan
konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif di antara manajer dan
karyawan sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas
diantara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stress kerja
dalam organisasi.
55
b. Sistem Penilaian dan Ganjaran yang Efektif
Sistem penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh
manajer kepada karyawan mereka.Situasi semacam ini dapat mengurangi
ketidakjelasan peran dan konflik peran.Ketika ganjaran diberikan kepada
karyawan, karyawan telah menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan
dengan prestasi kerjanya.Ia menyadari juga bahwa ia bertanggung jawab atas
pekerjaan yang diberikan kepadanya (mengurangi konflik peran), ia berada dalam
suatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi bila hubungan
di antara atasan dan bawahan berada dalam suasana kerja dan system penilaian
prestasi kerja efektif.
c. Meningkatkan Partisipan
Untuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran, pengelola
perlu meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga
setiap karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai tanggung jawab bagi
peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan demikian, kesempatan partisipasi
yang diberikan manajer kepada karyawan-karyawannya dalam menyumbangkan
pikiran atau gagasan-gagasannya, memungkinkan karyawan dapat meningkatkan
prestasi dan kepuasan kerjanya dan mengurangi stress kerja.
d. Memperkaya Tugas
Setiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada karyawan
agar mereka dapat lebih bertanggung jawab, lebih mempunyai makna tugas yang
dikerjakan, dan lebih baik dalam melaksanakan pengendalian serta umpan balik
terhadap produktivitas kerja karyawan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Situasi semacam ini dapat meningkatkan motivasi kerja dan memenuhi kebutuhan
karyawan sehingga dapat mengurangi stress yang ada dalam diri mereka.
e. Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan
Mengembangkan keterampilan, kepribadian, dan pekerjaan merupakan salah
satu cara untuk mengelola stress kerja dalam organisasi. Pengembangan
keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan
kebutuhan karyawan dan organisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat
56
mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik secara kuantitas maupun
kualitas.
BAB XI
PENGEMBANGAN KARIER
1. Pengertian Pengembangan Karier
Suatu karier adalah semua pekerjaan (atau jabatan) yang dipunyai (atau
dipegang) selama kehidupan kerja seseorang. Karier harus dikelola melalui suatu
perencanaan yang cermat, bila tidak para karyawan sering tidak siap memanfaatkan
berbagai kesempatan karier, dan departemen personalia akan menghadapi kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan penyusunan personalia (staffing) internal organisasi.
(Handoko, 2011). Pada umumnya istilah karier mengandung tiga pengertian yaitu:
1. Karier sebagai suatu urutan promosi atau pemindahan (transfer) lateral ke jabatan-
jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab atau ke lokasi-lokasi yang lebih baik
dalam atau menyilang hirarki hubungan kerja selama kehidupan kerja seseorang
57
2. Karier sebagai penunjuk pekerjaan-pekerjaan yang membentuk suatu pola
kemajuan yang sistematik dan jelas jalur karier
3. Karier sebagai sejarah pekerjaan seseorang, atau serangkaian posisi yang
dipegangnya selama kehidupan kerja. Dalam konteks ini,semua orang dengan
sejarah kerja mereka disebut mempunyai karier
Dubrin dalam Mangkunegara (2009:77), berpendapat bahwa pengembangan
karier adalah aktivitas kepegawaian yang membantu pegawai-pegawai merencanakan
karier masa depan mereka di perusahaan agar perusahaan dan pegawai yang
bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimum.
2. Tujuan Pengembangan Karier
Tujuan pengembangan karier menurut Dubrin dalam Mangkunegara (2009), yaitu:
1. Membantu dalam Pencapaian Tujuan Individu dan Perusahaan
Pengembangan karier membantu pencapaian tujuan perusahaan dan tujuan
individu. Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik
kemudian menduduki posisi jabatan yang lebih tinggi, hal ini berarti tujuan
perusahaan dan tujuan individu tercapai
2. Menunjukkan Hubungan Kesejahteraan Pegawai
Perusahaan merencanakan karier pegawai dengan meningkatkan
kesejahteraannya agar pegawai lebih tinggi loyalitasnya.
3. Membantu Pegawai Menyadari Kemampuan Potensi Mereka
Pengembangan karier membantu menyadarkan pegawai akan kemampuannya
untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan potensi dan keahliannya
4. Memperkuat Hubungan antara Pegawai dan Perusahaan
Pengembangan karier akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai terhadap
perusahaannya
5. Membuktikan Tanggung Jawab Sosial
58
Pengembangan karier suatu cara menciptakan iklim kerja yang positif dan
pegawai-pegawai menjadi lebih bermental sehat
6. Membantu Memperkuat Pelaksanaan Program-program Perusahaan
Pengembangan karier membantu program-program perusahaan lainnya agar
tujuan perusahaan tercapai
7. Mengurangi Turn Over dan Biaya Kepegawaian
Pengembangan karier dapat menjadikan turn over rendah dan begitupula biaya
kepegawaian menjadi lebih efektif
8. Mengurangi Keusangan Profesi dan Manajerial
Pengembangan karier dapat menghindarkan dari keusangan dan kebosanan
profesi dan manajerial
9. Menggiatkan Analisis dari Keseluruhan Pegawai
Perencanaan karier dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja dan
kepegawaian
10. Menggiatkan Suatu Pemikiran (Pandangan) Jarak Waktu yang Panjang
Pengembangan karier berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal ini
karena penempatan suatu posisi jabatan memerlukan persyaratan dan kualifikasi
yang sesuai dengan porsinya.
3. Jalur Pengembangan Karier
Pengembangan karier itu sendiri mempunyai arah serta pilihan yang akan
memberikan kepada setiap karyawan untuk mengembangkan kariernya sepanjang
arah itu mencerminkan tujuan dan kemampuannya. Pilihan arah yang ingin
dikembangkan merupakan kesempatan yang baik bagi karyawan itu sendiri dimana
pun dan kapan pun. Menurut Sutrisno (2009:163), pilihan arah atau jalur
pengembangan karier meliputi:
1. Enrichment, yaitu pengembangan dan peningkatan melalui pemberian tugas secara
khusus, ini merupakan bentuk umum dari pengembangan karier
59
2. Laternal, yaitu pengembangan ke arah samping suatu pekerjaan yang lain yang
mungkin lebih cocok dengan keterampilannya dan memberi pengalaman yang
lebih luas, tantangan baru, serta memberi kepercayaan dan kepuasan lebih besar
3. Vertical, yaitu pengembangan ke arah atas pada posisi yang mempunyai tanggung
jawab dan wewenang yang lebih besar di bidang keahlian khusus
4. Relocation, yaitu perpindahan secara fisik ke unit organisasi lain atau ke tempat
yang dapat melengkapi kesempatan pertumbuhan dan peningkatan dan
kemampuan karyawan untuk tetap pada pekerjaan yang sama
5. Exploration, yaitu menjelajah ke arah yang lebih luas lagi kepada pilihan karier di
dalam unit organisasi maupun di luar unit organsisasi untuk mencari dan
mengumpulkan informasi sehingga dapat menjawab pertanyaan dan membuat
suatu keputusan tentang potensi karier yang akan di pilih
6. Realigment, yaitu pergerakan ke arah bawah yang mungkin dapat merefleksikan
suatu peralihan atau pertukaran prioritas pekerjaan bagi karyawan untuk
mengurangi resiko, tanggung jawab, dan stress, menempatkan posisi karyawan
tersebut ke arah yang lebih tepat yang sekaligus sebagai kesempatan atau peluang
yang baru
4. Faktor-Faktor Penentu Karier
Sutrisno (2009) mengemukakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi
baik tidaknya karier seorang karyawan, yaitu:
4. Sikap atasan dan rekan sekerja
Bila seseorang ingin meniti karier dengan baik, maka selain membenahi diri
dengan meningkatkan prestasi, juga perlu mem back up diri dengan tingkah laku
atau moral yang baik. Dengan bekal moral yang baik tersebut, diharapkan akan
menyenangkan atasan dan rekan sekerja, mereka semuanya merasa sejuk bila
melihat kehadirannya. Mungkin itu dapat digunakan sebagai indikator apakah kita
mendapat dukungan atau tidak dari semua orang yang berada di organisasi atau
perusahaan tersebut
60
5. Pengalaman
Pengalaman dalam konteks ini dapat berkaitan dengan tingkat golongan
(senioritas) seorang karyawan. Dalam mempromosikan para senior bukan hanya
mempertimbangkan pengalaman saja tetapi juga mempertimbangkan pada
kemampuan dan keahliannya
6. Pendidikan
Faktor pendidikan biasanya menjadi syarat untuk duduk disebuah jabatan.
Semakin berpendidikan seseorang akan semakin baik, memiliki pemikiran yang
lebih baik pula
7. Prestasi
Pengaruh prestasi dalam menentukan jenjang karier akan sangat terlihat standar
untuk menduduki jabatan tertentu dominan berdasarkan prestasi
8. Faktor nasib
Adanya faktor nasib yang turut mempengaruhi harus kita yakini ada, karena dalam
kenyataan ada yang berprestasi tetapi tidak pernah mendapat peluang untuk
dipromosikan. Untuk itulah dalam meraih karier yang lebih baik, selain kita harus
berusaha bekerja keras, maka harus diikuti juga dengan doa.
5. Peran Organisasi dalam Perencanaan Karier
Perencanaan karier merupakan usaha pengembangan sumber daya manusia.
Keterlibatan organisasi guna mendukung perencanaan karier ini adalah suatu
keharusan. Menurut Rachmawati (2008:136), dukungan dan dorong dan dari
organisasi dapat berupa:
1. Pendidikan Karier
Karyawan harus menyadari dan memahami bahwa pendidikan karier merupakan
hal penting untuk memacu karier, memotivasi, dan menyadarkan karyawan akan
karier yang dapat diraih dalam organisasi. Karier yang macet biasanya
disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketidaktahuan, motivasi yang rendah,
kecenderungan menghindari tantangan, rasa puas terhadap apa yang sudah ada,
61
dan sebagainya. Bentuk pendidikan ini bisa bermacam-macam, seperti seminar,
workshop, lokakarya, pendidikan eksekutif simulasi, dan sebagainya
2. Data Informasi tentang Jenjang Karier pada Organisasi
Data informasi yang digunakan seperti uraian jabatan, persyaratan jabatan, dan
standar kerja sehingga karyawan dapat merumuskan rencana karier yang
dijalankan melalui jalur karier dalam organisasi
3. Bimbingan Karier
Upaya bimbingan karier ini untuk menentukan karier yang paling tepat bagi
karyawan yang dilakukan melalui penyadaran minat dan kemampuan untuk
memilih jalur karier yang tepat. Hal ini bisa dilakukan melalui tes-tes bakat yang
bisa dikaitkan dengan jalur karier karyawan
BAB XII
DISIPLIN KERJA
1. Pengertian Disiplin Kerja
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. (Hasibuan, 2012).
Sementara itu menurut Menurut Nitisemito dalam Darmawan (2013: 41), disiplin
kerja adalah suatu sikap, tingkah laku, perbuatan yang sesuai peraturan dari
perusahaan dalam bentuk tertulis maupun tidak.
2. Macam-macam Disiplin
Menurut Handoko (2010: 208) ada tiga macam kedisiplinan, yaitu :
1. Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
62
karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-
penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong
disiplin diri diantara para karyawan. Dengan cara itu, para karyawan menjaga
disiplin diri mereka bukan semata-semata karena dipaksa manajemen.
2. Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran
lebih lanjut. Yang berguna dalam pendisiplinan korektif adalah :
a. Peringatan pertama dengan mengkomunikasikan semua peraturan terhadap
karyawan.
b. Sedapat mungkin pendisiplinan ditetapkan supaya karyawan dapat memahami
hubungan peristiwa yang dialami oleh karyawan.
c. Konsisten yaitu para karyawan yang melakukan kesalahan yang sama maka
hendaknya diberikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan yang mereka buat.
d. Tidak bersifat pribadi maksudnya tindakan pendisiplinan ini tidak
memandang secara individual tetapi setiap yang melanggar akan dikenakan
sanksi yang berlaku bagi perusahaan.
3. Disiplin Progresif
Disiplin progresif berarti memberikan hukuman-hukuman lebih berat terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan hukuman
yang lebih serius dilaksanakan. Adapun langkah-langkah dalam memberikan
hukuman progresif adalah peringatan lisan, peringatan tertulis, skorsing dan
pemecatan.
3. Pendekatan Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegara (2009:130), ada tiga pendekatan disiplin, yaitu:
1. Pendekatan Disiplin Modern
Pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah keperluan atau
kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
63
a. Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman
secara fisik
b. Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum yang
berlaku
c. Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau prasangka
harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan
mendapatkan fakta-faktanya
d. Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap
kasus disiplin
2. Pendekatan Disiplin dengan Tradisi
Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan disiplin dengan cara
memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
a. Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada
peninjauan kembali bila telah diputuskan
b. Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya
c. Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun
kepada pegawai lainnya
d. Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras
e. Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya
harus diberikan hukuman yang lebih berat
3. Pendekatan Disiplin Bertujuan
Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa:
a. Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai
b. Disiplin bukanlah hukuman, tetapi merupakan pembentukan perilaku
c. Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik
d. Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap
perbuatannya
64
4. Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Hasibuan (2012:194), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kedisiplinan seorang karyawan, di antaranya adalah:
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)
yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan, agar dia bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam
mengerjakannya.
2. Teladan Pimpinan
Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta
sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan
bawahan pun akan baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin),
para bawahan pun akan kurang disiplin.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Balas jasa berperan
penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya semakin besar balas
jasa, semakin baik kedisiplinan karyawan.
4. Keadilan
Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
(pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan
yang baik. Dengan keadilan yang baik, akan menciptakan kedisiplinan yang baik
pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan agar
kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula
5. Waskat
65
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Waskat efektif merangsang
kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian,
bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner karyawan akan
berkurang.
7. Ketegasan
Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan
yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, pimpinan akan memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Terciptanya Human
Relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang
nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan.
5. Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja
Klasifikasi pelaksanaan sanksi terhadap pelangaran disiplin kerja menurut
Mangkunegara (2009), yaitu:
1. Pemberian Peringatan
Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan
pertama, kedua dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar pegawai
yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakukannya. Disamping
itu pula surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
memberikan penilaian kondite pegawai
2. Pemberian Sanksi Harus Segera
66
Pegawai yang melanggar disipllin harus segara diberikan sanksi yang sesuai
dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya, agar pegawai yang
bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan.
Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada. Di samping
itu, memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin perusahaan
3. Pemberian Sanksi Harus Konsisten
Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini
bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang berlaku
pada perusahaan. Ketidakkonsistenan pemberian sanksi dapat mengakibatkan
pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya sanksi, dan
pengabaian sanksi
4. Pemberian Sanksi Harus Impersonal
Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan
pegawai, tua muda, pria-wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku
untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai dengan peraturan
yang berlaku di perusahaan
BAB XIII
AUDIT PERSONALIA
1. Pengertian Audit Personalia
Pengauditan adalah suatu proses intensif, penyelidikan, penganalisisan, dan
pembandingan informasi yang ada dengan norma standar yang berlaku. Pengauditan
sumber daya manusia meliputi penelusuran secara normal dan sistematis mengenaik
efektivitas program kepegawaian, program analisis jabatan, penarikan pegawai,
testing, pelatihan dan pengembangan manajemen, promosi jabatan, transfer, taksiran
pegawai, hubungan kerja, pelayanan pegawai, moral dan sikap kerja, penyuluhan
pegawai, upah, administrasi upah, dan penelitian pegawai. (Mangkunegara, 2009)
67
Audit personalia adalah pemeriksaan kualitas secara menyeluruh kegiatan-
kegiatan personalia dalam suatu departemen, divisi atau perusahaan. Tujuan aduit
personalia adalah mengevaluasi kegiatan-kegiatan personalia dengan maksud untuk:
(1) menilai efektivitas, (2) mengenali aspek-aspek yang masih dapat diperbaiki, (3)
mempelajari aspek-aspek tersebut secara mendalam, (4) menunjukkan kemungkinan
perbaikan, dan membuat rekomendasi untuk pelaksanaan perbaikan-perbaikan
tersebut. Handoko (2011)
2. Kegunaan Audit Personalia
Menurut Handoko (2011:225), kegunaan audit personalia adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan sumbangan-sumbangan departemen personalia kepada
organisasi
2. Meningkatkan kesan profesional terhadap departemen personalia
3. Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme lebih besar di antara para
karyawan-karyawan departemen personalia
4. Menstimulasi keseragaman kebijaksanaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek
personalia
5. Memperjelas tugas-tugas dan tanggung jawab departemen personalia
6. Menemukan masalah-masalah personalia kritis
7. Mengurangi biaya-biaya sumber daya manusia melalui prosedur-prosedur
personalia yang lebih efektif
8. Menyelesaikan keluhan-keluhan lama dengan aturan-aturan legal
9. Meningkatkan kesediaan untuk menerima perubahan-perubahan yang diperlukan
dalam departemen personalia
10. Memberikan tinjauan terhadap sistem informasi manajemen
3. Aspek-aspek Audit Personalia
Menurut Mangkunegara (2009), aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
pengauditan sumber daya manusia, antara lain:
68
1. Kualitas Kekuatan Kerja
Pengauditan sumber daya manusia harus melibatkan pengujian kualitas kekuatan
kerja. Peningkatan kualitas dapat dicapai melalui pengalaman, pendidikan,
pelatihan, dan pengembangan.
2. Penentuan Kualitas
Penentuan kualitas kerja dapat melalui analisis jabatan. Analisis jabatan ini
digunakan untuk menentukan tugas-tugas, tanggung jawab, kondisi kerja, dan
interelasi antarjabatan
3. Daftar Kemampuan (Skill)
Pengauditan sumber daya manusia perlu pula memperhatikan daftar kemampuan
(skill) pegawai. Daftar skill sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam
mendayagunakan pegawainya
4. Turnover Kerja (Reputasi Tenaga Kerja)
Prosedur pengauditan sumber daya manusia harus melibatkan persediaan untuk
menaksir turnover kerja. Hal ini disebabkan terjadinya kekosongan pegawai
karena pegawai pensiun, berhenti, cuti, izin, absen, dan meninggal. Penaksiran
turnover dapat memperhatikan angka rata-rata turn over pada tahun sebelumnya.
Pengauditan sumber daya manusia bertujuan, antara lain agar jangan sampat
terjadi turnover kerja tinggi dan perlu adanya pengisian kekosongan jabatan
dengan segera
5. Perubahan secara Intern
Pengauditan sumber daya manusia dapat juga mempertimbangkan perubahan
secara intern, seperti promosi jabatan, penurunan jabatan (demosi), dan transfer
jabatan
4. Pendekatan-pendekatan Riset Untuk Audit
Kegiatan-kegiatan personalia dievaluasi melalui riset, menurut Handoko
(2011:229) pendekatan riset personalia yang dapat dilakukan untuk melakukan audit,
yaitu:
69
1. Pendekatan Komparatif
Tim audit personalia membandingkan perusahaan (atau divisi) dengan
perusahaan lain (atau divisi lain) untuk menemukan bidang-bidang pelaksanaan
kerja yang jelek. Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk
membandingkan hasil-hasil kegiatan-kegiatan personalia tertentu atau program-
programnya. Ini sangat membantu untuk mendeteksi bidang-bidang yang
memerlukan perbaikan
2. Pendekatan Wewenang dari Luar (outside authority approach)
Tim audit menggantungkan pada penemuan-penemuan oleh ahli atau konsultan
dari luar perusahaan sebagai standar dengan mana kegiatan-kegiatan atau
program-program personalia dievaluasi. Konsultan atau temuan-temuan riset
yang dipublikasikan dapat membantu diagnosa terhadap berbagai penyebab
timbulnya masalah-masalah personalia
3. Pendekatan Statistik
Dari catatan-catatan yang ada, tim audit menyusun standar-standar secara
statistik dengan mana berbagai kegiatan atau program dievaluasi. Dengan
standar-standar matematis ini, tim bisa menemukan kesalahan-kesalahan semejak
hal itu masih belum serius
4. Pendekatan Kepatuhan (compliance approach)
Melalui pengambilan sampel elemen-elemen sistem informasi personalia, tim
audit memeriksa pelanggaran terhadap berbagai hukum atau peraturan dan
kebijaksanaan atau prosedur perusahaan. Dengan upaya pencarian fakta ini, tim
dapat menentukan apakah ada penyelewengan terhadap kebijaksanaan-
kebijaksanaan perusahaan dan peraturan-peraturan legal atau tidak
5. Pendekatan MBO (Management By Objectives)
Tim audit dapat membandingkan hasil-hasil kegiatan personalia dengan tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan. Bidang-bidang pelaksanaan kerja yang jelek dapat
dideteksi dan dilaporkan
5. Peralatan-peralatan Riset Personalia
70
Untuk mengumpulkan data tentang kegiatan-kegiatan personalia perusahaan,
beberapa teknik yang berfungsi sebagai peralatan pengadaan informasi tersedia.
Handoko (2011:231), menyebutkan peralatan tersebut adalah:
1. Wawancara
Wawancara dengan para karyawan dan manajer merupakan salah satu sumber
informasi mengenai kegiatan-kegiatan personalia. Komentar dan pendapat
mereka membantu tim audit menemukan bidang-bidang yang memerlukan
perbaikan
2. Kuesioner dan Survai
Melalui survey karyawan, gambaran tentang kegiatan personalia dapat
dikembangkan secara akurat. Demikian juga, kuesioner bisa memberikan
jawaban-jawaban yang lebih bebas dan jujur daripada wawancara “face-to-face”
3. Analisa Catatan
Catatan-catatan yang direview oleh tim audit pada umumnya mencakup:
a. Catatan-catatan keamanan dan kesehatan karyawan
b. Tingkat absensi atau pertukaran
c. Rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui
d. Pemberian kompensasi
e. Catatan-catatan seleksi dan penempatan internal
f. Files karyawan
g. Studi program dan kebijaksanaan di bidang personalia
h. Skor-skor tes pendahuluan dan tes purna
i. Laporan-laporan program khusus
4. Informasi Eksternal
Informasi eksternal berguna sebagai bahan perbandingan dan untuk mengungkap
perspektif lain yang tidak diperoleh dari peralatan-peralatan sebelumnya. Sumber
informasi eksternal dapat berasal dari kantor-kantor tenaga kerja pemerintah,
asosiasi-asosiasi industri dan profesional, hasil riset universitas atau lembaga
konsultan, dan perusahan-perusahaan pesaing
5. Percobaan Personalia
71
Percobaan-percobaan lapangan memungkinkan departemen personalia untuk
membandingkan kelompok percobaan dan kelompok pengendalian di bawah
kondisi normal, untuk kemudian dibandingkan
BAB XIV
Pemutusan Hubungan Kerja
1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha
lazimnya dikenal dengan istilah PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja, yang terjadi
karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati/ diperjanjikan
sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara pekerja/ buruh
dan pengusaha, meninggalnya pekerja/ buruh dan pengusaha atau karena sebab
72
lainnya. Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua
belah pihak (pekerja/ buruh maupun pengusaha) Karena pihak-pihak yang
bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahui saat berakhirnya
hubungan kerja tersebut. Para pihak telah berupaya mempersiapkan diri dalam
menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi karena
adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak,
lebih-lebih pekerja/ buruh yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai
kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Tentunya tidak
mudah bagi mereka dalam mengurangi karyawan yang mungkin secara personal
sudah memiliki hubungan emosional yang cukup dekat. Bagaimanapun sulitnya,
pengurangan karyawan harus dilakukan sejauh alasannya terkait dengan perencanaan
ke depan dari perusahaan. Apabila terpaksa dilakukan pengurangan terhadap
karyawan, maka penanganan proses pengurangan karyawan harus dilakukan dengan
baik. Penanganan pengurangan karyawan juga sedapat mungkin tidak menyimpang
dari tujuannya.
2. Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja
Alasan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja menurut Suwatno dan Donni
Juni (2011), antara lain sebagai berikut:
1. Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari
suatu perusahaan. Misalnya anak-anak, karyawan WNA yang sudah habis izinnya,
terlibat organisasi terlarang, tindakan kriminal, dan sebagainya
2. Keinginan Perusahaan
73
Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang karyawan,
baik secara terhormat maupun dipecat. Permohonan ijin PHK dapat diberikan
dalam hal buruh melakukan kesalahan besar, antara lain:
a. Pada saat perjanjian kerja diadakan memberikan keterangan palsu atau
dipalsukan
b. Melakukan tindakan kejahatan
c. Penganiyayaan, menghina secara kasar atau mengancam pengusaha,
keluarga pengusaha atau teman sekerja
3. Keinginan Karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu, karena alasan mendesak
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Beberapa pemicunya antara
lain:
a. Perusahaan/ pengusaha tidak membayar upah pada waktu yang telah
ditetapkan
b. Perusahaan/ pengusaha dengan cara lain melalaikan kewajiban-kewajiban
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja
4. Pensiun
Apabila seorang tenaga kerja telah mencapai batas usia atau masa kerja maksimum
sesuai dengan peraturan perusahaan yang telah disepakati atau karena alasan-
alasan lain
5. Kontrak Kerja Berakhir
Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan, apabila kontrak kerjanya
berakhir
6. Kesehatan Karyawan
Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan.
Inisiatif pemberhentian ini bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun
keinginan karyawan. Karyawan sakit-sakitan dan besarnya gaji yang dibayarkan
perusahaan diatur berdasarkan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
7. Meninggal Dunia
74
Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya dengan
perusahaan
8. Perusahaan Bangkrut
Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut
Alasan lain selain yang disebutkan diatas adalah:
1. PHK dapat terjadi jika salah satu ada kedua belah pihak merasa dirugikan seperti:
ketidakjujuran, ketidakmampuan, malas, mabuk, ketidakpatuhan, mangkir,
ketidakdisiplinan, dsb. PHK dapat terjadi karena keadaan yang tidak terelakan,
seperti: usia lanjut, sakit-sakitan dalam jangka panjang, menurunnya kinerja dan
penghasilan perusahaan
2. Suatu pemberhentian (retiring) dapat dibagi ke dalam dua bentuk:
a. Pemberhentian dengan hormat dapat terjadi karena beberapa alasan seperti:
pensiun, atas permintaan sendiri, dan lay off (pemberhentian yang
prakarsanya berasal dari organisasi sebagai akibat harus dilakukannya
penghapusan suatu jabatan/ pekerjaan atau karena pengurangan karyawan
(rasionalisasi)
b. Pemberhentian tidak dengan hormat, yaitu suatu pemberhentian berupa
PHK secara paksa dan sepihak yang dilakukan sebagai akibat pelanggaran
disiplin yang belum karena keputusan pengadilan
3. Dalam hal keadaan memaksa (force majuere), kejadian mendadak seperti
kerusakan karena kebakaran, gempa bumi, bencana alam lainnya, peperangan, dsb.
Yang biasanya tidak dapat diperhitungkan dan atas pertimbangan syarat-syarat
ekonomis tidak memungkinkan untuk terus mempekerjakan buruh, ketentuan-
ketentuan dalam perundangan, perjanjian-perjanjian, dsb, memberikan izin kepada
perusahaan/ pengusaha di banyak negara, untuk memutuskan hubungan kerja
dengan semua atau sejumlah banyak buruhnya tanpa mengindahkan kewajiban
yangdiatur dalam peraturan umum, seperti tenggang waktu pernyataan
pengakhiran hubungan kerja, uang pesangon, dan lain-lain
75
Tujuan PHK sebenarnya berhubungan erat dengan alasan PHK, namun dalam
hal ini, tujuan lebih dititikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak pengusaha).
Suwatno dan Donni Juni (2011), mengemukakan tujuan PHK antara lain:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan
baik dan efektif. Pengurangan buruh/ karyawan mempunyai suatu tujuan yang
datangnya dari dalam perusahaan seperti:
a. Alasan modernisasi
b. Otomatisasi
c. Mekanisme dan rasionalisme
d. Perubahan hasil produksi atau perubahan dalam cara produksi
e. Dalam keahlian yang diperlukan, penutupan bagian-bagian dan lain-lain
2. Pengurangan buruh dapat juga diakibatkan karena faktor dari luar, seperti:
a. Kesulitan penjualan dan mendapatkan kredit
b. Tidak adanya pesanan
c. Tidak adanya bahan baku produktif
d. Menurunnya permintaan
e. Kekurangan bahan bakar atau listrik
f. Kebijaksanaan pemerintah
g. Meningkatnya persaingan
3. Larangan Pemutusan Hubungan Kerja
Harapan pemerintah agar PHK tidak dilakukan oleh pengusaha terhadap
buruhnya, tercantum dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan Pengusaha dilarang melakukan
PHK dengan alasan:
76
1. Pekerja/ buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-
menerus
2. Pekerja/ buruh berhalangan dalam menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
3. Pekerja/ buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4. Pekerja/ buruh menikah
5. Pekerja/ buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya
6. Pekerja/ buruh mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/ buruh lainnya di dalam 1 (satu) perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB
7. Pekerja/ buruh mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus serikat pekerja/
serikat buruh, pekerja/ buruh melakkan kegiatan serkat pekerja/ serikat buruh di
luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau PKB
8. Pekerja/ buruh yang mengadukan pengusaha kepada pihak berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan
10. Pekerja/ buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan
4. Kompensasi Bagi Karyawan di PHK
Kompensasi yang diberikan kepada pekerja/ buruh yang hubungan kerjanya
terputus dengan perusahaan menurut Suwatno dan Donni Juni (2011), terdiri dari:
77
1. Uang pesangon
2. Uang penghargaan masa kerja; dan
3. Uang penggantian hak, yang meliputi:
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/ buruh dan keluarganya ke tempat
dimana pekerja/ buruh diterima bekerja. Penggantian perumahan, pengobatan
dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas persen) dari uang pesangon dan
atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
c. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
PPKB (misalnya uang pisah)
d. Uang pisah yang besarannya sesuai dengan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau PKB
Daftar Pustaka
1. Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga
2. Darmawan, Didit. 2013. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Surabaya : Pena
Semesta
3. Handoko, Hani. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
78
4. Marliani, Rosleny. 2016. Psikologi Industri dan Organisasi. Bandung : Pustaka
Setia
5. Sudarnoto, Laura Francisca. 2012. Psikologi Organisasi. Jakarta: FKIP
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
6. Suwatno, Donni Juni Priansa. 2011. Manajemen SDM dalam Organisasi Publik
dan Bisnis. Bandung : Alfabeta
7. Tampubolon, Manahan. 2012. Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior).
Bogor : PT Ghalia