Post on 09-May-2019
1
VALIDASI METODE ANALISIS FLAVONOID EKSTRAK ETANOL DAUN
BINAHONG SECARA KOLORIMETRI
Lucky Setia Rahman1,Sri Wardatuni2 dan Sutanto3 1,3) Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor
ABSTRAK
Banyak tanaman mempunyai khasiat untuk menyembuhkan. Salah satu tanaman yang
memiliki khasiat untuk menyembuhkan adalah binahong. Binahong mengandung flavonoid,
alkaloid, saponin dan tannin.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode analisis penetapan kadar
flavonoid pada ekstrak etanol daun binahong. Simplisia binahong di ekstraksi dengan pelarut
etanol 70%. Validasi metode analisis dilakukan dengan spektrofotometri UV-Vis
menggunakan metode Chang (2002) dengan larutan standar kuersetin. Alumunium klorida 10
% dan natrium asetat 1 M sebagai pereaksi yang diukur pada panjang gelombang 424 nm.
Parameter validasi metode analisis kadar flavonoid yang dilakukan dalam penelitian ini
meliputi linearitas, akurasi, presisi, batas deteksi dan batas kuantitasi.
Hasil penelitian menunjukkan uji linearitas pada konsentrasi 2-10 ppm menghasilkan
koefisien korelasi (r2) sebesar 0,9995 dan koefisien fungsi regresi (Vx0) 1,9214 %. Akurasi
dan presisi larutan standar kuersetin+ contoh spike 2ppm 101,190%, 6ppm 100,655% dan
10ppm 100,778%. Batas deteksi sebesar 0,3459 ppm dan batas kuantitasi sebesar 1,1528
ppm. Seluruh parameter yang telah dilakukan memenuhi persyaratan. Hasil penetapan kadar
flavonoid ekstrak etanol daun binahong sebesar 0,5429 %.
Kata kunci : Daun binahong, validasi metode analisis, flavonoid.
ABSTRACT
Many plants have healing properties. One of the plants that have healing properties
are binahong. Binahong contains flavonoids, alkaloids, saponins and tannins.
This study aims to validate analytical methods of assay of flavonoids in ethanol
extract of the leaves binahong. Simplicia binahong in solvent extraction with 70% ethanol.
Validation of analytical methods performed by UV-Vis spectrophotometry using methods
Chang (2002) with a standard solution of quercetin. 10% aluminum chloride and sodium
acetate 1 M as reagents measured at a wavelength of 424 nm. Parameter validation of
analytical methods levels of flavonoids are performed in this study include linearity,
accuracy, precision, limits of detection and quantitation limits.
The results showed linearity test at a concentration of 2-10 ppm produces a
correlation coefficient (r2) of 0.9995 and the coefficient of the regression function (Vx0)
1.9214%. Accuracy and precision of standard solution of quercetin + spike example 2ppm
101.190%, 6ppm 100.655% and 100.778% 10ppm. Amounted to 0.3459 ppm detection limits
and quantitation limit of 1.1528 ppm. All parameters that have been made to meet the
requirements. The results of the assay of the ethanol extract of leaf flavonoid binahong of
0.5429%.
Keywords: Binahong leaf, validation of analytical methods, flavonoids.
2
PENDAHULUAN
Tanaman binahong merupakan
tanaman obat yang mengandung metabolik
sekunder berupa flavonoid, alkaloid, dan
saponin. Hasil uji fitokimia ekstrak etil
asetat daun binahong ditemukan senyawa
polifenol, alkaloid, dan flavonoid (Mufid,
2010). Rachmawati (2007), telah melakukan
skrining fitokimia daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) menggunakan
pelarut n-heksana dan metanol diperoleh
kandungan kimia berupa saponin,
triterpenoid, flavonoid dan minyak atsiri.
Menurut Sukandar dkk (2011),
kandungan senyawa dalam daun binahong
berupa senyawa flavonoid, alkaloid,
terpenoid dan saponin serta dalam
rimpangnya terkandung senyawa ancordin.
Berdasarkan penelitian, senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada daub binahong
antara lain steroid, terpenoid, alkaloid,
flavonoid, saponin, polifenol dan tanin
(Mustikasari dkk, 2012).
Anasta dkk (2013) telah melakukan
skrining fitokimia metabolit sekunder pada
daun Binahong untuk uji In Vitro daya
hambat pertumbuhan bakteri Aeromonas
hydrophila dan hasilnya positif bahwa daun
binahong dapat menghambat pertumbuhan
bakteri A. hydrophila penyebab penyakit
Motile Aeromonads Septicaemia (MAS)
secara In Vitro.
Makalunsenge dkk (2014)
melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak
daun binahong terhadap Staphylococcus
aureus dan dapat disimpulkan bahwa
ekstrak metanol dan fraksi n-heksan mampu
menghambat pertumbuhan bakteri
staphylococcus aureus. Hasil uji lain yang
dilakukan oleh Dersana dkk (2012)
menyebutkan bahwa perasan daun binahong
memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Escherichia coli secara In Vitro.
Ariani dkk (2013) dalam
penelitiannya yang berjudul khasiat daun
binahong terhadap pembentukan jaringan
granulasi dan reepitalisasi penyembuhan
luka terbuka kulit kelinci menyimpulkan
bahwa pembentukan granulasi lebih banyak
dan reepitalisasi terjadi lebih cepat pada luka
kelici yang diberi daun binahong, sehingga
membuat luka lebih cepat sembuh.
Sukandar dkk (2011) melakukan uji
efek ekstrak metanol daun binahong
terhadap gula darah pada mencit model
diabetes militus dan menyimpulkan bahwa
pada dosis 50, 100, dan 200 mg/kg ekstrak
metanol daun binahong dapat menurunkan
glukosa darah.
Penetapan kadar senyawa aktif
sebagai salah satu bentuk pengukuran
analitik yang pada prinsipnya bertujuan
untuk mencari nilai sebenarnya. Nilai
sebenarnya dapat diperoleh dengan baik jika
menggunakan instrumen yang telah
terkalibrasi dan memenuhi parameter-
parameter validasi. Validasi metode analisis
merupakan suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu, berdasarkan
percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk
penggunaannya (Harmita, 2006). Apabila
metode tersebut dapat dipertanggung
jawabkan secara keseluruhan (presisi,
akurasi, selektivitas, batas deteksi, batas
kuantitasi, stabilitas dan lain lain), tidak
menyimpang dan diakui, maka metode ini
dianggap valid dan dapat digunakan untuk
analisis rutin (Hidayat, 1999).
Pengembangan penetapan kadar
flavonoid telah dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis
(kolorimetri), akan tetapi selama ini belum
pernah dilaporkan penelitian mengenai
validasi metode analisis kadar flavonoid
dengan menggunakan spektrofotometri UV-
Vis (kolorimetri), untuk ekstrak binahong.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi. Pelarut yang digunakan adalah
etanol 70%. Etanol digunakan karena dapat
mengekstrak senyawa aktif lebih banyak
3
dibanding pelarut organik lainnya.
(Sudarmadji dkk, 2003).
METODE PENELITIAN
Pembuatan Serbuk Simplisia Daun
Binahong
Daun binahong yang telah
dikumpulkan, masing-masing dibersihkan
dari kotoran-kotoran yang menempel
(sortasi basah) lalu dicuci dengan air
mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan
untuk menghilangkan air sisa-sisa pencucian
dan kemudian ditimbang. Daun binahong
yang telah bersih dan bebas air pencucian
dikeringkan di dalam oven pada suhu 500C
sampai dengan kadar air tidak lebih dari
10%, lalu dibersihkan kembali dari kotoran
yang mungkin tidak hilang saat sortasi
kering. Simplisia kering tersebut selanjutnya
digrinder hingga menjadi simplisia serbuk
lalu diayak dengan ayakan mesh 20 lalu
ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir
simplisia. Disimpan dalam wadah yang
kering dan bersih.
Pembuatan Ekstrak Daun Binahong
Serbuk simplisia daun binahong 50 g
dimaserasi dengan pelarut etanol 70%
sebanyak 250 ml selama 24 jam kemudian
disaring sehingga diperoleh filtrat dan
ampas, kembali dilakukan maserasi terhadap
ampas dengan 150 ml dan 100 ml etanol
selama 24 jam, kemudian filtrat hasil
maserasi digabungkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml, lalu diencerkan
sampai batas dengan etanol. Filtrat
didiamkan selama 24 jam dan
dienaptuangkan. Filtrat selanjutnya
digunakan untuk penentuan kadar flavonoid.
Analisis Karakteristik Serbuk Simplisia
Daun Binahong.
Penetapan Kadar Air
Prosedur penentuan kadar air
simplisia dilakukan dengan menggunakan
alat moisture balance, yaitu dengan cara
menekan tombol on/off terlebih dahulu,
kemudian pinggan diletakkan di tengah dan
penahan punch diatasnya. Kemudian
di set program, akurasi dan temperatur
sesuai dengan simplisia yang akan diuji, lalu
ditara. Ditimbang simplisia sebanyak 1 gram
(akurasi rendah) atau 5 gram (akurasi
sedang), simplisia disimpan diatas punch,
diratakan sampai menutupi permukaan
punch lalu ditutup, setelah 10 menit proses
selesai maka persen kadar air dari simplisia
akan tertera secara otomatis (penentuan
dilakukan secara duplo). Kadar air umum
simplisia umumnya tidak lebih dari 12 %
(DepKes RI, 2000).
Penetapan Kadar Abu Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat
yang telah digerus dan ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam krus platina atau
silikat yang telah dipijarkan dan ditara.
Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis, didinginkan dan ditimbang. Jika
dengan cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, maka ditambahkan dan disaring
melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan
sisa kertas dan kertas saring dalam krus
yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam
krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot
tetap, dan ditimbang. Kadar abu dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara. (DepKes RI, 1979). Standar kadar
abu total menurut DepKes RI tidak lebih
dari 15%.
Analisis Fitokimia Serbuk Simplisia
DaunBinahong.
Uji Saponin
Sekitar kurang lebih 500 mg serbuk
simplisia daun binahong lalu masukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air
panas, didinginkan dan kemudian dikocok
selama 10 detik (jika zat yang diperiksa
berupa cair, diencerkan 1 ml sediaan yang
diperiksa dengan 10 ml air dan dikocok kuat
selama 10 menit), terbentuk buih yang
mantap selama tidak kurang dari 10 menit,
setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada
4
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih
tidak hilang (DepKes RI, 1979).
Uji Tanin
Sebanyak 20 mg sampel
ditambahkan etanol sampai terendam
semuanya. Kemudian sebanyak 1 ml larutan
dipindahkan kedalam tabung reaksi dan
ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1 %.
Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hitam kebiruan atau
hijau (Sastrawan dkk, 2013).
Sebanyak 20 mg sampel ditambahkan air
sampai sampel terendam semuanya,
kemudian dipanaskan selama 5 menit.
Kemudian 1 ml larutan dipindahkan
kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 2-3
tetes gelatin 1 %, lalu ditambahkan Natrium
klorida (NaCl) 10 %. Hasil positif
menunjukkan adanya endapan (Kumoro,
2015).
Uji Flavonoid
Sebanyak lebih kurang 500 mg
serbuk simplisia daun binahong ditambah
100 ml air panas kemudian dididihkan
selama 5 menit, disaring sehingga diperoleh
filtrat yang digunakan sebagai larutan
percobaan. 5 ml larutan percobaan
ditambahkan serbuk Mg dan 1 ml HCL
pekat. Selanjutnya ditambahkan amil
alcohol dengan kuat dan dibiarkan memisah.
Terbentuknya warna merah, kuning atau
jingga dalam larutan amil alkohol
menunjukkan adanya senyawa golongan
flavonoid (DepKes RI, 1979).
Uji Alkaloid
Sebanyak kurang lebih 500 mg
serbuk simplisia daun binahong
ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9
ml air suling, dipanaskan diatas penangas air
selama 2 menit, dinginkan kemudian
disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada
kaca arloji, ditambahkan 2 tetes pereaksi
Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan
tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak
mengandung alkaloid.
Jika dengan pereaksi Mayer LP
terbentuk endapan menggumpal berwarna
putih atau kuning yang larut dalam metanol
dan dengan pereaksi Bouchardat LP
terbentuk endapan berwarna coklat sampai
hitam, maka ada kemungkinan terdapat
alkaloid.
Lanjutkan percobaan dengan
mengocok sisa filtrat dengan 3 ml ammonia
peka P dan 10 ml campuran 3 bagian
volume eter P dan 1 bagian volume
kloroform P. ambil fase organik, tambahkan
natrium sulfat anfidrat P, saring. Uapkan
filtrat diatas penangas air, larutkan sisa
dalam sedikit asam klorida 2 N. Lakukan
percobaan dengan keempat golongan larutan
percobaan, serbuk mengandung alkaloid jika
sekurang-kurangnya terbentuk endapan
dengan menggunakan dua golongan larutan
percobaan yang digunakan (DepKes RI,
1979).
Pembuatan Larutan
Larutan pereaksi AlCl3 10 %
Ditimbang dengan teliti ± 5 gram
AlCl3, dimasukkan ke dalam labu ukur 50
ml dan dilarutkan dengan aquadest sampai
tanda batas.
Larutan Standar Induk Kuersetin
Ditimbang dengana teliti ± 50 mg
kuersetin, dimasukkan ke dalam labu ukur
50 ml dan dilarutkan dengan etanol 95%
sampai tanda batas (1000 ppm). Untuk
mendapatkan larutan induk kuersetin dengan
konsentrasi 100 ppm dilakukan dengan cara
memipet 10 ml kuersetin (1000 ppm),
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dan
dilarutkan dengan etanol 95 % sampai tanda
batas (100 ppm).
Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum Larutan Standar Kuersetin
Sebanyak 5 mL larutan standar
kuersetin konsentasi 10 ppm dimasukkan
5
dalam labu ukur 50 mL, ditambah 15 mL
etanol 95 % , 1 mL AlCl3 10%, 1 mL
natrium asetat 1 M dan air suling sampai
batas. Dikocok homogen lalu dibiarkan
selama 30 menit, diukur absorbannya pada
panjang gelombang 380-780 nm dengan
menggunakan spektrofotometer.
Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Sebanyak 5 mL larutan standar
kuersetin konsentasi (100 ppm) dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL, ditambah 15 mL
etanol 95 %, 1 mL AlCl3 10%, 1 mL natrium
asetat 1 M dan air suling sampai batas,
kemudian dihomogenkan dan diinkubasi
pada suhu kamar. Serapan diukur pada
panjang gelombang maksimum pada 5, 10,
15, 20, 25 dan 30 menit, sehingga didapat
waktu optimum yang stabil.
Validasi Metode Analisis
Uji Linearitas
Dibuat deret standar kuersetin 2, 4,
6, 8, dan 10 ppm dari larutan standar
kuersetin (100 ppm) sebanyak 1, 2, 3, 4, dan
5 ml ke dalam labu ukur 50 ml. Selanjutnya
pada masing-masing labu ukur ditambahkan
15 mL etanol 95 %, 1 mL AlCl310%, 1 mL
Na asetat 1 M dan air suling sampai tanda
batas. Dikocok homogen lalu dibiarkan
selama waktu optimum, diukur absorbannya
pada panjang gelombang maksimum.
Pengukuran absorban diatas dibuat kurva
antara konsentrasi larutan standar kuersetin
dengan nilai absorban yang diperoleh dan
dihasilkan persamaan regresi linier (y = bx +
a). persamaan regresi ini digunakan untuk
menghhitung kadar ekstrak (ppm) dengan
memasukkan absorban ekstrak sebagai nilai
y ke dalam persamaan.
Uji Akurasi dan Presisi
1. Uji akurasi dan presisi dilakukan
dengan membuat larutan standar
kuersetin 2, 6, dan 10 ppm, masing-
masing larutan tersebut dibuat
sebanyak 7 labu ukur. Sebanyak 1, 3,
dan 5 mL larutan standar kuersetin
100 ppm kedalam labu ukur 50mL.
Selanjutnya pada masing-masing
labu ukur ditambahkan 15 mL etanol
95 %, 1 mL AlCl3 10%, 1 mL na
asetat 1 M dan air suling sampai
tanda batas. Dikocok homogen lalu
dibiarkan selama waktu optimum,
diukur absorbannya pada panjang
gelombang maksimum.
2. Uji akurasi dan presisi dilakukan
dengan membuat larutan standar
kuersetin 2, 6, dan 10 ppm, masing-
masing larutan tersebut dibuat
sebanyak 7 labu ukur. Sebanyak 1, 3,
dan 5 mL larutan standar kuersetin
100 ppm kedalam labu ukur 50 mL.
Selanjutnya pada masing-masing
labu ukur ditambahkan 1 mL sampel
ekstrak cair daun binahong, 15 mL
etanol 95 %, 1 mL AlCl3 10 %, 1 mL
Na asetat 1 M dan air suling sampai
tanda batas. Dikocok homogen lalu
dibiarkan selama waktu optimum,
diukur absorbannya pada panjang
gelombang maksimum dan
dilakukan 7 kali analisis.
Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas
Kuantitasi (LOQ)
Dibuat larutan standar kuersetin yang
mengacu pada kurva kalibrasi, dari standar
kuersetin dihitung konsentrasi dandihitung
standar deviasi.
Perhitungan :
Sy = √𝛴(𝑥𝑖−ẍ)2
𝑛−1
Q = k x SD
Slope
Keterangan :
Q = Batas deteksi dan batas kuantitas
K = 3 untuk batas deteksi dan 10 untuk batas
Kuantitas
Penetapan Kadar Flavonoid
6
Dipipet 1 ml sampel (filtrat hasil
maserasi) ke dalam labu ukur 50 ml,
kemudian ditambahkan pereaksi yang terdiri
dari 15 mL etanol 95 %, 1 mL AlCl3 10 %, 1
mL Na Asetat, dan air suling sampai tanda
batas. Dikocok homogen lalu dibiarkan
selama waktu optimum, diukur absorbannya
pada panjang gelombang maksimum.
Absorban yang dihasilkan dimasukkan ke
dalam persamaan regresi dari kurva standar
kuersetin. Kemudian dihitung flavonoid
total dengan rumus :
%kadar = ppm x volume x fp x 10−6
gram bobot simplisia x 100 %
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pembuatan Serbuk Daun Binahong
Pemeriksaan serbuk simplisia daun
binahong meliputi pemeriksaan organoleptik
yang terdiri dari bentuk, warna, bau dan
rasa. Hasil pemeriksaan yang meliputi
parameter tersebut menyatakan bahwa
serbuk simplisia daun binahong yang
dihasilkan memiliki warna hijau tua, bau
yang khas dan rasa yang sedikit pahit.
.
Gambar 1 Serbuk Simplisia Daun Binahong
Hasil perhitungan rendemen serbuk
simplisia daun binahong sebesar 8,56 %.
Hasil ini didapat dari daun binahong segar
sebanyak 2,5 kg. setelah melalui proses
pengeringan kemudian daun binahong
diayak dengan ayakan mesh 20. Hasil
penggrinderan dari 246 gram serbuk didapat
214 gram serbuk yang telah seragam.
Penentuan kadar air berguna untuk
menyatakan kandungan air dalam serbuk
simplisia dan untuk memperkecil
pertumbuhan mikroorganisme dalam serbuk
simplisia. Semakin besar kadar air simplisia
maka semakin banyak mikroorganisme yang
dapat menyebabkan rusaknya simplisia.
Hasil pengujian kadar diperoleh kadar air
simplisia sebesar 7,63 %. Hal ini sesuai
dengan persyaratan umum simplisia yang
tidak boleh lebih dari 10 %.
Penentuan kadar abu dilakukan
untuk mengidentifikasi zat anorganik yang
ada dalam simplisia. Hasil pengujian kadar
abu pada simplisia daun binahong adalah
3.5107 %. Hasil tersebut memenuhi
persyaratan yaitu tidak lebih dari 12 %
(Depkes RI, 1989).
Estrak Cair Daun Binahong
Proses ekstraksi dilakukan dengan
cara maserasi yang termasuk ekstraksi cara
dingin (DepKes RI, 2000). Ekstraksi
maserasi digunakan karena pengerjaannya
cukup sederhana. Maserasi digunakan untuk
mengambil zat atau senyawa aktif yang
terdapat pada suatu bahan menggunakan
pelarut tertentu (Hayati dkk, 2012).
Pelarut yang digunakan dalam
maserasi simplisia daun binahong adalah
etanol 70 %. Penggunaan pelarut etanol 70
% bertujuan untuk menarik senyawa
flavonoid, karena etanol 70 % dapat menarik
senyawa flavonoid lebih baik apabila
dibandingkan dengan etanol 96 % (Yulistian
dkk, 2015).
Gambar 2 Ekstrak Cair Daun Binahong.
Hasil Uji Fitokimia Serbuk Simplisia
Daun Binahong
Pengujian fitokimia pada simplisia
dilakukan untuk mengetahui golongan
senyawa apa saja yang terkandung pada
suatu simplisia. Dari hasil uji fitokimia yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa daun
binahong mengandung senyawa saponin,
7
tanin, flavonoid dan alkaloid. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Simplisia
Daun Binahong
Senyawa Hasil
Saponin
Tanin
Flavonoid
Alkaloid
+
+
+
+
Keterangan: Tanda (+) menunjukkan hasil
positif.
Berdasarkan hasil uji penelitian
menunjukkan bahwa simplisia daun
binahong positif mengandung senyawa
Saponin, Flavonoid dan Alkaloid. Hal ini
dibuktikan oleh beberapa pengujian
fitokimia.
Identifikasi saponin menunjukkan
hasil positif dengan terbentuknya buih
setelah pengocokan, karena saponin yang
bersifat seperti sabun. Terbentuknya buih
yang mantap selama tidak kurang dari 10
menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih
tidak hilang (DepKes RI, 1979).
Identifikasi tanin menunjukkan hasil
positif dengan terbentuknya perubahan
warna sampel menjadi hijau kecoklatan.
Perubahan warna tersebut menunjukkan
adanya senyawa tanin yang terkondensasi
(Hanani, 2015). Selain dengan cara itu, uji
tanin juga dilakukan dengan cara
penambahan gelatin 1% dan NaCl 10%,
terbentuknya endapan berwarna putih
menunjukkan bahwa sampel mengandung
tanin. Hal itu menunjukkan bahwa tanin
bersifat mengendapkan protein (Hanani,
2015).
Pada identifikasi flavonoid,
terbentuknya warna jingga menunjukkan
bahwa simplisia daun binahong positif
mengandung flavonoid. Warna merah,
kuning atau jingga yang timbul dalam
larutan amil alkohol menunjukkan adanya
senyawa golongan flavonoid (DepKes RI,
1979).
Identifikasi yang terakhir adalah
identifikasi golongan senyawa alkaloid.
Dalam identifikasi ini menggunakan
pereaksi Bouchardat LP dan Mayer LP.
Sejumlah 1 ml filtrat dengan penambahan 2
tetes Bouchardat LP menunjukkan hasil
positif dengan adanya endapan coklat
kehitaman. Pada penambahan pereaksi
Mayer LP kembali menunjukkan hasil
positif senyawa alkaloid dengan ditandai
adanya endapan coklat kehitaman. Simplisia
mengandung alkaloid jika terbentuk endapan
pada kedua percobaan tersebut (DepKes RI,
1979).
Hasil ini sesuai dengan penelitian
Sukandar dkk (2011) yang menyatakan
bahwa daun binahong mengandung senyawa
Flavonoid, Alkaloid dan Saponin.
Hasil Penentuan Panjang Gelombang.
Penetapan kadar pada penelitian ini
dilakukan dengan metode spektrofotometri
UV-Vis. Penentuan panjang gelombang
maksimum dilakukan sehingga penetapan
kadar dapat dilakukan. Penentuan panjang
gelombang maksimum dilakukan terhadap
larutan standar kuersetin pada kisaran
panjang gelombang 380 nm – 780 nm
dengan konsentrasi 10 ppm. Berdasarkan
hasil penentuan didapat nilai absorbansi
tertinggi 0,781 pada panjang gelombang 424
nm. Panjang gelombang maksimum ini
mendekati literatur, dimana panjang
gelombang maksimum kuersetin adalah 415
nm (Chang, et al. 2002). Perbedaan panjang
gelombang maksimum tersebut terjadi
karena penelitian dilakukan pada kondisi,
alat, bahan, waktu dan individu yang
berbeda. Berikut hasil penetapan panjang
gelombang maksimum : Tabel 2. Data Hasil Penetapan Panjang
Gelombang Maksimum
Panjang
Gelombang (nm) Absorbansi (a)
409 0,702
8
0.69
0.7
0.71
0.72
0 10 20 30 40
Ab
sorb
an
si
Waktu (menit)
0.690.7
0.710.720.730.740.750.760.770.780.79
412 416 420 424 428 432 436 440
Ab
sorb
an
si
Panjang Gelombang (nm)
412 0,723
415 0,745
418 0,764
421 0,776
424 (λ max)
0,781
427 0,780
430 0,776
433 0,767
436 0,753
439 0,729
Gambar 3 Kurva Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang
maksimum dilakukan untuk mengetahui
ketika absorpsi mencapai maksimum,
sehingga meningkatkan proses absorpsi
larutan terhadap sinar (Gandjar, 2007).
Hasil Optimasi Waktu Inkubasi
Penentuan waktu inkubasi dilakukan
agar diperoleh absorbansi optimum.
Penentuan ini penting untuk mengetahui
waktu reaksi antara kuersetin dan
alumunium klorida terjadi secara optimal
dan meminimalisir kesalahan. Sebelum
mencapai waktu optimum reaksi
pembentukan kompleks antara kuersetin dan
alumunium klorida sempurna dan setelah
melewati waktu optimum kompleks yang
terbentuk bisa saja rusak. Sehingga
pengukuran diluar waktu optimum dapat
memberikan kesalahan (Tulandi dkk, 2015).
Optimasi waktu inkubasi ditentukan
dengan larutan standar kuersetin pada
konsentrasi 10 ppm dan pada panjang
gelombang 424 nm. Hasil penentuan
diperoleh absorbansi tertinggi 0,712 pada
waktu 20 menit. Berikut data hasil optimasi
waktu inkubasi :
Tabel 3. Data Hasil Optimasi Waktu
Inkubasi
Waktu (Menit) Absorbansi (a)
5 0,7
10 0,707
15 0,711
20 0,712
25 0,711
30 0,711
Gambar 4 Kurva Optimasi Waktu Inkubasi
Validasi Metode Analisis
Hasil Uji Linearitas
Uji linearitas merupakan metode
yang bertujuan untuk membuktikan
hubungan linear antara konsentrasi analit
dengan respon alat yang dinyatakan dalam
koefisien korelasi (r2). Parameter lain yang
dihitung adalah koefisien fungsi regresi
(Vx0). Uji linearitas dilakukan dengan
mengukur absorbansi deret standar larutan
kuersetin (2 ppm - 10 ppm). Adapun syarat
kelinieran regresi menurut Harmita (2006)
yaitu memiliki koefisien korelasi (r2) ≥
0,990 dan koefisien fungsi regresi (Vx0) ≤ 2
%. Setelah dilakukan percobaan, didapatkan
persamaan garis y = 0,0624x – 0,0119
dengan nilai slope 0,0624, intersep 0,0119
dan koefisien korelasi (r2) 0,9995. Dari
persamaan tersebut didapat nilai koefisien
fungsi regresi (Vx0) 1,9214 %. Nilai tersebut
9
telah memenuhi syarat validasi menurut
Harmita (2006).
Hasil Uji Akurasi dan Presisi
Larutan Standar Kuersetin
Akurasi metode ditentukan dari nilai
Uji Perolehan Kembali (% UPK), sedangkan
presisi dinyatakan sebagai keterulangan.
Keterulangan ini dinyatakan sebagai
Koefisien Variasi (% KV). Persyaratan UPK
yang dapat diterima adalah 98 % - 102 %
dan % KV yang masih diterima yaitu ≤ 2 %
(Harmita, 2006). Uji akurasi dan presisi
dilakukan dengan mengukur absorbansi
larutan standar kuersetin pada konsentrasi 2,
6 dan 10 ppm serta pada masing-masing
konsentrasi dilakukan 7 kali pengulangan.
Berikut hasil yang diperoleh dari percobaan:
Tabel 4. Hasil % UPK dan %KV Larutan
Standar Kuersetin
Konsentrasi
(ppm) % UPK SD % KV
2 99,965 0,973 0,973
6 99,446 0,260 0,260
10 100,281 0,171 0,171
Berdasarkan tabel diatas,
menunjukkan bahwa akurasi dan presisi
larutan standar kuersetin memenuhi syarat
% UPK dan % KV menurut Harmita (2006).
Larutan Standar Kuersetin + Contoh
Spike Hasil uji akurasi dan presisi larutan
standar kuersetin ditambah ekstrak cair daun
binahong sebagai contoh spike mendapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil % UPK dan %KV Larutan
Standar Kuersetin + Contoh Spike
Konsentrasi
(ppm)
% UPK SD % KV
2 101,190 0,891 0,008
6 100,655 1,015 0,010
10 100,778 0,889 0,008
Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut
memenuhi persyaratan % UPK dan % KV.
Hasil Batas Deteksi (LOD) dan Batas
Kuantitasi (LOQ).
Dari persamaan linier y = 0,0624x –
0,0119 dapat dicari batas deteksi (LOD) dan
batas kuantitasi (LOQ). Dimana LOD
ditentukan untuk mengetahui konsentrasi
terendah yang masih bisa dideteksi oleh alat.
Sedangkan LOQ dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi terkecil dari analit
yang masih bisa terbaca oleh alat. Berikut
hasil LOD dan LOQ :
Tabel 6. Batas Deteksi dan Batas
Kuantitasi
Konsentr
asi (x)
Absor
bansi
(A) Ŷ ( ŷ-y )2
LO
D
LOQ
2
4
6
8
10
0,112
0,245
0,353
0,490
0,614
0,1129
0,2337
0,3625
0,4873
0,6121
0,000000
81
0,000053
29
0,000090
25
0,000007
29
0,000003
61
0,34
59
1,15
28
Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan persamaan linier yang
sudah didapat, diperoleh batas deteksi
0,3459 ppm. Itu menunjukkan bahwa
konsentrasi terendah yang dapat dideteksi
oleh alat adalah 0,3459 ppm. Batas
kuantitasi yang diperoleh adalah 1,1528 ppm
yang artinya pada konsentrasi 1,1528 ppm
spektrofotometri UV-Vis dapat adanya
kuersetin pada larutan uji.
Hasil Penetapan Kadar Flavonoid
Penetapan kadar flavonoid dilakukan
terhadap ekstrak cair daun binahong yang
direaksikan dengan alumunium klorida dan
terbentuk perubahan warna menjadi kuning.
Penetapan panjang gelombang maksimum
dilakukan dengan larutan kuersetin sebagai
kontrol atau pembanding yang direaksikan
10
dengan alumunium klorida 10% dan
Natrium asetat 1M ysng sksn membentuk
warna kuning dari hasil reaksi tersebut
(Markham, 1988).
Sampel diukur pada panjang gelombang 424
nm dan menghasilkan nilai absorbansi
sebesar 0,614 A. kadar flavonoid harus
dihitung dengan memasukkan nilai absorban
tersebut ke dalam persamaan linier y =
0,0624x – 0,0119. Sehingga diketahui
konsentrasi sampel yaitu 10,0304 ppm dan
diperoleh % kadar flavonoid sebesar 0,5014
%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Validasi Metode Analisis
- Linearitas pada konsentrasi 2-10 ppm
dengan koefisien korelasi (r2) sebesar
0,9995 dan koefisien fungsi regresi
(Vx0) 1,9214 %.
- Hasil uji akurasi dan presisi larutan
standar kuersetin dan larutan standar
kuersetin + contoh spike memenuhi
syarat % UPK ( dalam rentang 98 % -
102 % ) dan KV ( ≤ 2 ).
- Batas deteksi ( LOD ) sebesar 0,3459
ppm dan batas kuantitasi( LOQ )
sebesar 1,1528 ppm.
2. Kadar flavonoid yang didapat dari
ekstrak cair daun binahong sebesar
0,5429 %.
Saran
Perlu dilakukan validasi metode
analisis dengan semua parameter validasi,
agar bisa didapat data yang menyeluruh dari
metode analisis tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anasta PY, Basyumi M, Lesmana I. 2013.
Skrining Fitokimia Metabolit
Sekunder pada Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tens) Steenis)
untuk Uji In Vitro Daya Hambat
Pertumbuhan Aeromonas
hydrophila. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Anonim. 1979. Materia Medika Indonesia.
Jilid III. Jakarta ; Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan .
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
. 1989. Materia Medika Indonesia.
Jilid V. Jakarta ; Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan .
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. Hal 1-2.
Ansel, HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Hal : 96.
Ariani S, Loho L, Durry MF. 2013. Khasiat
Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Tens) Steenis) terhadap
Pembentukan Jaringan Granulasi
dan Reepitalisasi Penyembuhan
Luka Terbuka Kulit Kelinci.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Chan CC, MH Yang, HM Wen, and JC
Chern. 2002. Estimation of total
flavonoid content in propolis by two
complementery colorimetric
methods. J Food Drug Anal. 10 (3),
178-182.
Darsana IO., Besung IK., Mahatmi H. 2012.
Potensi Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Tens) Steenis) dalam
menghambat Pertumbuhan Bakteri
Escherichia coli secara In Vitro.
Indonesia Veterinus. 1 (3) : 337-351.
11
Day, R.A dan Underwood A.L. 1992.
Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit
Erlangga: Jakarta.
Dersana IO, Besung IK, Mahatmi H. 2012.
Potensi Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Tens) Steenis) dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Escerichia coli Secara In Vitro.
Indonesia Medicius Veterinus. 1(3):
337-351.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Ghania, N. 2014. Uji Aktivitas Ekstrak
Etanol 70% Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tens) Steenis)
Terhadap Penurunan Kadar Asam
Urat Dalam Darah Tikus Putih
Jantan yang Diinduksi dengan
Kafeina. Skripsi. Universitas Islam
Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia.
Padmawinata K, Soedira I,
penerjemah; Niksolihin S, editor.
Penerbit ITB: Bandung. Terjemahan
dari: Phytochemical Methode.
Harmita. 2006. Analisis Fisikokimia.
Departemen Farmasi FMIPA
Universitas Indonesia: Depok.
Hayati E K, Jannah A, Fasya A G. 2009.
Aktifitas Antibakteri Komponen
Tannin Ekstrak Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L), sebagai
Pengawet Alami, Penelitian
Kompetitif Depag Malang. UIN.
Malang.
Hidayat, A. 1999. Validasi Metode Analisis
Kimia. Agro Bio. Vol. 2, No. 2: 22-
28. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2011. Farmakope Herbal
Indonesia Edisi 1. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Penterjemah A.
Saptorahardjo. Cetakan 1. Penerbit
Universitas Indonesia: Jakarta.
Kumoro, AC. 2015. Teknologi Ekstraksi
Senyawa Bahan Aktif dari Tanaman
Obat. Platanxia. Yogyakarta. Hal :
73.
Makalunsenge F., Salimi YK., Duengo S.
2014. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Binahong terhadap
bakteri Staphylococcus aureus.
Skripsi. FMIPA. Universitas Negeri
Gorontalo. Gorontalo.
Manoi, F, & Balitro. 2009. Binahong
(Anredera cordifolia) sebagai obat.
Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri.
Vol 15 No : 1.
Markham, K.R. 1988. Cara
Mengidentifikasi Flavonoid.
Padmawinata K, penerjemah.
Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan
dari: Techniques of Flavonoid
Identification.
Mufid, K. 2010. Skripsi Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tens) Steenis)
Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas
aeruginosa. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. Malang.
12
Mustikasari V, Sutanto, Wardatun S. 2012.
Potensi Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tens) Steenis)
sebagai Antioksidan. Kumpulan
Jurnal Farmasi. Program Studi
Farmasi FMIPA Universitas Pakuan.
Bogor. Hal : 8-14.
Rachmawati, S. 2007. Studi Mikroskopi, dan
Skrining Fitokimia Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tens) Steenis).
Fakultas Farmasi UNAIR Surabaya.
Surabaya.
Sangi M, Max R J R, Herny E IS, Veronica
MA. 2008. Analisis Kimia
Tumbuhan Obat di Kabupaten
Minahasa Utara. Chem. Prog. Vol.
1(1).
Sastrawan IN, Sangi M, Vanda K. 2013.
Skrining Fitokimia dan Uji Aktifitas
Antioksidan Ekstrak Biji Adas
(Foeniculum vulgare) Menggunakan
Metode DPPH. Jurnal Ilmiah Sains.
Vol. 13 No 2 : 110-115.
Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi.
2003 Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sukandar, YE., Qowiyyah, A., Minah, N.
2011. Efek Ekstrak Metanol Daun
Binahong (Anredera cordifolia)
Terhadap Gula Darah Pada Mencit
Model Diabetes Militus. Jurnal
Medika Planta. Vol 01 No : 4.
Sumardi. 2005. Tinjauan Umum Validasi
metode Analisis. Pusat Penelitian
Kimia LIPI Bandung. Bandung.
Yulistian DP, Utomo EP, Ulfa SM,
Yusnawan E. 2015. Studi
Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap
Hasil Isolasi dan Kadar Senyawa
Fenolik dalam Biji Kacang
Tunggak (Vigna unguiculata (L.)
Walp) sebagai Antioksidan.
Skripsi. Universitas Brawijaya.
Malang.