Post on 26-May-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bumi merupakan satu-satunya planet yang mempunyai kehidupan di
dalamnya yang di tandai dengan hidupnya berbagai macam makhluk hidup
yang menempati bumi. Di bumi, tersebar kekayaan alam yang melimpah
ruah, kekayaan alam tersebut dapat dinikmati dengan panca indra kita dan di
manfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari makhluk hidup.
Contohnya Indonesia yang merupakan bangsa yang sangat kaya akan
Sumber Daya Alam, Suku Bangsa dan Budaya. Beraneka ragam Sumber
Daya Alam, Suku Bangsa dan Budaya itu sendiri tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Sumber Daya Alam banyak difungsikan guna memenuhi
kebutuhan hidup makhluk hidup maupun untuk kepuasan mata.
Alam di bumi ini sangat indah untuk dirasakan dengan indra mata.
Dimulai dari pegunungan, baik pegunungan hijau maupun pegunungan
berapi yang menyediakan pemandangan yang eksotis di atasnya,
pemandangan lembah yang tidak kalah indahnya, pantai dan sungai yang
begitu menakjubkan dengan keindahan airnya.
Dari gambaran keindahan alam yang menakjubkan di atas, terdapat
hasil bumi yang melimpah, sebagian besar hasil bumi itu adalah berbagai
macam mineral serta tambang batu bara yang tersebar di wilayah Indonesia.
Dimana mineral dan batu bara tersebut digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Oleh karena mineral dan batu bara tersebut menguasi hajat hidup orang
banyak maka dibuatlah undang-undang yang mengatur tentang mineral dan
batu bara tersebut yang sangat berkaitan dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3,
yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 2009.
Dari uraian latar belakang diatas, judul makalah yang dapat diambil
yaitu “Hubungan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 dengan UU No. 4 Tahun
2009”.
1.2 Rumusan Masalah
1) Isi UUD 1945 Pasal 33 ayat 3
2) Penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3
3) Isi UU No. 4 Tahun 2009
4) Penjelasan UU No. 4 Tahun 2009
1.3 Tujuan
Dapat mengatahui hubungan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 dengan UU
No. 4 Tahun 2009
1.4 Manfaat
1) Bagi Mahasiswa dan Penulis :
Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan secara khusus,
pemahaman dan berusaha mempelajari lebih lanjut, dan kemudian
dapat mengimplikasikannya.
2) Bagi Dosen dan Tenaga Pengajar :
Sebagai bahan informasi tambahan terhadap mata kuliah yang
bersangkutan dan materi yang diajarkan khususnya Undang-Undang
Tambang, Lingkungan dan Perburuhan.
1.5 Metode Pembuatan Makalah
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode
sekunder, yaitu metode berdasarkan data dari buku, internet atau artikel-
artikel lainnya.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Landasan Teori
Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam tak terbarukan
yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang
banyak, serta memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian
nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Kegiatan usaha penambangan mineral dan batubara yang mengandung nilai
ekonomi dimulai sejak adanya usaha untuk mengetahui posisi, area, jumlah
cadangan, dan letak geografi dari lahan yang mengandung mineral dan
batubara. Setelah ditemukan adanya cadangan maka proses eksploitasi
(produksi), angkutan, dan industri penunjang lainnya akan memiliki nilai
ekonomis yang sangat tinggi sehingga akan terbuka persaingan usaha di
dalam rangkaian industri tersebut.
Sebagai kegiatan usaha, industri pertambangan mineral dan batubara
merupakan industri yang padat modal (high capital), padat resiko (high
risk), dan padat teknologi (high technology). Selain itu, usaha pertambangan
juga tergantung pada faktor alam yang akan mempengaruhi lokasi dimana
cadangan bahan galian. Dengan karakteristik kegiatan usaha pertambangan
mineral dan batubara tersebut maka diperlukan kepastian berusaha dan
kepastian hukum di dunia pertambangan mineral dan batubara. Tahun 2009
merupakan babak baru bagi pertambangan mineral dan batubara di
Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Perubahan mendasar yang terjadi adalah perubahan dari sistem kontrak
karya dan perjanjian menjadi sistem perijinan, sehingga Pemerintah tidak
lagi berada dalam posisi yang sejajar dengan pelaku usaha dan menjadi
pihak yang memberi ijin kepada pelaku usaha di industri pertambangan
mineral dan batubara. Kehadiran UU Minerba tersebut menuai pro dan
kontra. Ada sementara kalangan yang berpendapat bahwa beberapa
kebijakan dalam UU Minerba tersebut tidak memberikan kepastian hukum
terkait dengan kegiatan usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara
dan memberikan hambatan masuk bagi pelaku usaha tertentu. Industri
mineral dan batubara menyangkut kepentingan banyak orang, oleh karena
itu kondisi di industri tersebut harus berada di dalam persaingan usaha yang
sehat. Salah satu syarat terciptanya persaingan yang sehat tersebut adalah
tidak adanya hambatan masuk yang berlebihan ke dalam industri tersebut,
termasuk hambatan yang berasal dari kebijakan Pemerintah.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Isi UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3
“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Isi ayat pasal di atas bermakna bahwa segala sesuatu mengenai sumber
daya alam termasuk di dalamnya air beserta kekayaan alam lainnya milik
atau berada dalam wilayah teritori NKRI berarti dikuasai, diatur, dikelola,
dan didistribusikan oleh negara atau pemerintah dengan segenap lembaga
pengelolanya untuk dipergunakan bagi memakmurkan atau mensejahterakan
rakyat Indonesia seluruhnya.
Sejauh ini pemerintah Indonesia sendiri berusaha untuk menjalankan
kewajibannya sehubungan dengan isi ayat pasal tersebut. Sehingga
dibentuklah lembaga-lembaga yang ditugasi untuk mengurusi dan mengelola
elemen-elemen alam milik bumi Indonesia. Contohnya saja negara kita
memiliki beberapa BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang mengurusi
hal-hal tersebut seperti, PAM (Perusahaan Air Minum), Lemigas (Lembaga
Minyak dan Gas), Pertamina, PLN (Perusahaan Listrik Negara), dan lain
sebagainya. Ini semua menunjukan negara sudah menjalankan kewajibannya
sesuai amanah ayat pasal di atas untuk tahap pertama.
Namun setelah terbentuknya lembaga-lembaga tadi tugas pemerintah
belum sepenuhnya selesai. Kenyataan yang ada sekarang ini adalah masih
banyaknya rakyat yang merasa dirugikan atau kurang diperlakukan dengan
adil menyangkut kebutuhannya akan elemen-elemen alam tersebut. Padahal
seharusnya setiap rakyat memperoleh hak dalam hal ini kebutuhan akan air
bersih, bahan bakar, dan sumber daya alam lainnya. Seharusnya rakyat tidak
mengalami kesulitan dalam memperoleh hal-hal tadi mengingat negara ini
sangatlah kaya akan unsur-unsur alam tersebut.
3.2 Penjelasan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3
Penegasan dari makna demokrasi ekonomi, yaitu perekonomian
diselenggarakan demi kesejahteraan sosial bagi rakyat. Kepentingan
rakyatlah yang utama bukan kepentingan orang-seorang, meskipun hak
warganegara orang-seorang tetap dihormati.
Pada peringatan Hari Koperasi, 12 Juli 1977, Bung Hatta berusaha
memberikan sebuah defenisi yang longgar mengenai makna “dikuasai oleh
negara”. Menurut Bung Hatta, makna “dikuasai oleh negara” dalam pasal 33
UUD 1945 tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan, atau
ondernemer. Lebih tepat, kata Bung Hatta, jika dikatakan bahwa kekuasaan
negara terdapat pada pembuatan peraturan guna melancarkan jalan ekonomi,
sebuah peraturan yang melarang pula “penghisapan” orang yang lemah oleh
orang yang bermodal.
Menurut Rudi Hartono, salah seorang peneliti dari Lembaga
Pembebasan Media dan Ilmu Sosial (LPMIS), penafsiran terhadap pasal 33
UUD 1945 tidak bisa dipisahkan dari semangat dari para penyusunnya dan
kondisi historis yang melingkupinya.
Rudi Hartono secara khusus merujuk kepada pemikiran Bung Karno
tentang sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Katanya, jika kita menjadi
kedua konsep itu sebagai acuan, maka UUD 1945 merupakan penegasan
konstitusional untuk menolak segala bentuk kolonialisme, imperiaisme,
bahkan kapitalisme.
Harus diingat Bung Karno adalah ketua Panitia Perancang Undang-
Undang Dasar. Jadi, pikiran beliau sangat banyak tercurahkan dalam
penyusunan UUD 1945. Saat itu, anggota Badan Penyelidik dipilah-pilah
menjadi Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan ketua Soekarno,
Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso, serta
Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Mohammad Hatta.
Panitia Keuangan dan Perekonomian, sebuah panitia bentukan
BPUPKI yang diketuai Mohammad Hatta –dalam Soal Perekonomian
Indonesia Merdeka, merumuskan pengertian dikuasai oleh Negara sbb:
1. Pemerintah harus menjadi pengawas dan pengatur dengan berpedoman
keselamatan rakyat;
2. Semakin besarnya perusahaan dan semakin banyaknya jumlah orang
yang menggantungkan dasar hidupnya karena semakin besar mestinya
penyertaan pemerintah;
3. Tanah air haruslah dibawah kekuasaan Negara; dan
4. Perusahaan tambang yang besar dijalankan sebagi usaha Negara.
Pertambangan merupakan sebuah industri yang sangat vital, hampir
semua barang-barang yang ada disekitar kita terbuat dari bahan tambang,
mulai dari besi, baja, kaca, emas, perak, timah, tembaga dan lain-lain. Disisi
lain masyarakat menyebut pertambangan adalah sebuah kegiatan yang
merusak lingkungan, tetapi pertambangan memiliki tahapan-tahapan
tersendiri yaitu : Penyelidikan Umum, eksplorasi, studi kelayakan, persiapan
penambangan, penambangan, pengolahan bahan galian, pengangkutan,
pemasaran, dan yang terakhir Reklamasi tambang.
Reklamasi tambang adalah usaha pelestarian lingkungan yg di lakukan
pada saat pasca tambang.
Pasal 33 ayat 3 : Kekayaan alam yang ada di Negara Indonesia itu di
kuasai oleh pemerintah. Tetapi dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk
kemakmuran rakyat Indonesia
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Membangun perekonomian nasional berarti membangun badan
usaha koperasi yang tangguh, menumbuhkan badan usaha swasta
yang kuat dan mengembangkan BUMN yang mantap secara
simultan dan terpadu dengan bertumpu pada Trilogi Pembangunan
untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat banyak.
Karena pemahaman dan pemikiran terhadap koperasi dalam arti
yang luas dan mendasar seperti dimaksudkan dalam pasal 33 UUD
1945 beserta penjelasannya, memang sangat diperlukan.
3.3 Prinsip dalam UU No. 4 Tahun 2009
Undang-undang Mineral dan batu bara mengandung pokok-pokok
pikiran sebagai berikut:
1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan
dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya
dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan
pelaku usaha.
2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha
yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun
masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batu
bara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah,
diberikan oleh Pemerintah dan atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
3. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan
berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang
melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah.
4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial
yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah
dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan
mencegah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang
pertambangan.
6. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan
prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
7. Pertambangan mineral dan batubara dikelola dengan berazaskan
manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan pada kepentingan
bangsa; partisipatif, transparasnsi dan akuntabilitasn; berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang
berkesinambungan, maka tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah :
1. Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan
usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan baerdaya
saing;
2. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
3. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan
atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;
4. Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar
lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
5. Mmeningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan Negara,
serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat; dan
6. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
Prinsip desentralisasi yang dianut dalam UU No.4 Tahun 2009 (UU
Minerba) dapat dikatakan sebagai langkah maju, tetapi masih dipenuhi
dengan tantangan. Sebagian ruang bagi peran daerah (provinsi,
kabupaten/kota) dapat teridentifikasi dalam undang-undang ini. Secara
umum, aspek pembagian kewenangan antar pemerintahan (pusat dan daerah)
jika merujuk UUD 1945 dan UU No.32 tahun 2004 yang menjadi landasan
dalam penyusunan UU No.4 tahun 2009, maka substansi yang terkandung
dalam UU No.4 Thun 2009 menggariskan kewenangan eksklusif pemerintah
(pusat) dalam hal sebagai berikut :
1. Penetapan kebijakan nasional;
2. Pembuatan peraturan perundang-undangan;
3. Penetapan standard, pedoman dan kriteria;
4. Penetapan sistem perijinan pertambangan minerba nasional;
5. Penetapan wilayah pertambangan setelah berkonsultasi dengan Pemda
dan DPR.
3.4 Tahapan Mengenai UU No. 4 Tahun 2009
Pertambangan Mineral dan Batubara
1. Penguasaan mineral dan batubara oleh Negara diselenggarakan oleh
Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. (Pasal 4)
2. Pemerintah dan DPR menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan
batubara bagi kepentingan nasional. (Pasal5)
3. Pengelompokan usaha pertambangan : Mineral dan Batubara
4. Penggolongan tambang mineral : radioaktif, logam, non logam dan
batuan. (Pasal 34)
5. 21 kewenangan berada di tangan pusat. (Pasal 6)
6. 14 kewenangan berada di tangan provinsi. (Pasal 7)
7. 12 kewenangan berada di tangan kabupaten/kota. (Pasal 8)
8. Wilayah pertambangan adalah bagian dari tata ruang nasional,
ditetapkan pemerintah setelah koordinasi dengan Pemda dan DPR.
(Pasal 10)
9. Wilayah pertambangan terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan
(WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah
Pencadangan Nasional (WPN). (Pasal 14 – 33)
Sistem/Rezim Perijinan (Pasal 35), terdiri atas 2 tahapan yang
berkonsekuensi pada adanya 2 tingkatan perijinan :
1. Eksplorasi yang meliputi : Penyelidikan Umum, Eksplorasi dan Studi
Kelayakan
2. Operasi produksi yang meliputi : Konstruksi, Penambangan,
Pengolahan dan Pemurnian, Pengankutan serta Penjualan. (Pasal 36)
3. IUP bagi badan usaha (PMA/PMDN), koperasi, perseorangan. (Pasal
38)
4. IPR bagi penduduk local dan koperasi. (Pasal 67)
5. IUPK bagi badan usaha berbadan hukum Indonesia dengan prioritas
pada BUMN/BUMD. (Pasal 75)
6. Kewajiban keuangan bagi Negara : Pajak dan PNBP. Tambahan bagi
IUPK pembayaran 10% dari keuntungan bersih.
7. Pemeliharaan lingkungan : Konservasi, reklamasi. (Pasal 96 – 100)
8. Kepentingan nasional : Pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
(Pasal 103 – 104)
9. Pemanfaatan tenaga kerja setempat, partisipasi pengusaha local pada
tahap produksi, program pengembangan masyarakat. (Pasal 106 – 107)
10. Penggunaan perusahaan jasa pertambangan local dan atau nasional.
(Pasal 124)
11. Pusat : terhadap provinsi dan kabupaten/kota terkait penyelenggaraan
pengelolaan pertambangan
12. Pusat, provinsi, kabupaten/kota sesuai kewenangan terhadap pemegang
IUP dilakukan
13. Kabupaten/kota terhadap IPR. (Pasal 139 – 142)
3.5 Hubungan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dengan UU No. 4 Tahun 2009
Dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 terdapat beberapa hal sebagai
berikut :
1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan
dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaan
dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama dengan
pelaku usaha.
2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha
yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun
masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan
batubara berdasarkan ijin yang sejalan dengan otonomi daerah,
diberikan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
3. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan
berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang
melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah.
4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang
sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan
wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil
dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang
pertambangan.
6. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
Hubungan antara UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 dengan UU No. 4 Tahun 2009 :
1. Mineral dan batu bara sama-sama di kuasai oleh Negara
2. Industri mineral dan batu bara menyangkut kehidupan banyak orang
3. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial
yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia
4. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan Negara, serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat
5. Kegiatan usaha penambangan mineral dan batubara yang mengandung
nilai ekonomi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan
penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu
pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai
tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha
mencapai kemakmuran dzn kesejahteraan rakyat secara berkeadilan
2. Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan
kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas
bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan
nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan
pembangunan daerah secara berkelanjutan
3. Kayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat
mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam
bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan,
pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien,
transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta
berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran
rakyat secara berkelanjutan.
4. Dalam perkembangan lebih lanjut, undang-undang tersebut
yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai
dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan.
Di samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun
internasional. Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan
mineral dan batubara adalah pengaruh globahsasi yang mendorong
demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup,
perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual
serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat. Untuk
menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab
sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun peraturan perundang-
undangan baru di bidang pertambangan mineral dan batubara yang
dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan
dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan
pertambangan mineral dan batubara.
4.2 Saran