Post on 06-Feb-2018
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN)
DR. CIPTO MANGUNKUSUMOJL. DIPONEGORO NO.71 JAKARTA PUSAT
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
YAYAH QOMARIAH S. Far.1106047480
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI
DEPOKJUNI 2012
PERIODE 09 APRIL – 01 JUNI 2012
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN)
DR. CIPTO MANGUNKUSUMOJL. DIPONEGORO NO.71 JAKARTA PUSAT
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
YAYAH QOMARIAH S. Far.1106047480
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI
DEPOKJUNI 2012
PERIODE 09 APRIL – 01 JUNI 2012
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
iii
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat, dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Dalam kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan rasa
hormat kepada :
1. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI.
2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Departemen
Farmasi, FMIPA UI.
3. Dra. Retnosari A, MS., Ph.D., Apt selaku pembimbing dari Departemen
Farmasi, FMIPA UI yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta
penyusunan laporan ini.
4. Fitri Arman, S. Si, Apt,. selaku pembimbing dari RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
PKPA serta penyusunan laporan ini.
5. Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada kami
mahasiswa untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA.
6. Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama kami
PKPA.
7. Keluarga dan para sahabat yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan
dukungan dan doa.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik
dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis
2012
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................iiHALAMAN PENGESAHAN...........................................................................iiiKATA PENGANTAR.......................................................................................ivDAFTAR ISI......................................................................................................vDAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................viBAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................11.2. Tujuan .........................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................32.1 Definisi Rumah Sakit ..................................................................32.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit...................................................32.3 Klasifikasi Rumah Sakit ..............................................................32.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit ................................................72.5 Tenaga Kesehatan........................................................................72.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ....................................................82.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ...............................................112.8 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/Centralized Sterile
Supply Department (CSSD) ........................................................132.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .......................152.10 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit .......................25
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .........................................................................303.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo...................................303.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.......323.3 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi................................................353.4 Sub Instalasi Produksi .................................................................363.5 Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian
dan Pengembangan (Diklitbang) .................................................393.6 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)..443.7 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ....45
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................524.1 Sub Instalasi Produksi .................................................................524.2 Gudang Pusat...............................................................................584.3 Satelit Pusat .................................................................................654.4 Satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD) .........................................714.5 Satelit Intensive Care Unit (ICU)................................................774.6 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A).....................................824.7 Satelit Kirana ...............................................................................88
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................945.1 Kesimpulan ....................................................................................945.2 Saran ..............................................................................................94
DAFTAR ACUAN.............................................................................................96
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo...............97Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi............................................98Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi ...................................99Lampiran 4. Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi…………………..100Lampiran 5. Contoh Etiket...............................................................................101Lampiran 6. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose ...........................................102Lampiran 7. Contoh Blanko Kartu Stok ..........................................................103Lampiran 8. Formulir Retur Obat ....................................................................104Lampiran 9. Label Penandaan Khusus.............................................................105Lampiran 10. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang .....................................106Lampiran 11. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap ...................107Lampiran 12. Formulir Medication History Taking Pasien ...............................108Lampiran 13. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatik......................109Lampiran 14. Contoh Protokol Kemoterapi.......................................................110
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dengan tujuannya mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat (Departemen Kesehatan, 2004). Berdasarkan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Upaya kesehatan diselenggarakan oleh tenaga kesehatan pada
fasilitas pelayanan kesehatan.
Rumah sakit merupakan salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan
(Departemen Kesehatan, 2004). Upaya kesehatan di rumah sakit dapat berjalan
dengan baik jika masing-masing tenaga kesehatan yang berperan memahami serta
melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik. Berdasarkan UU No.36 Tahun
2009 Apoteker merupakan salah satu profesi yang termasuk dalam tenaga
kesehatan yang juga berperan dalam pelaksanaan upaya kesehatan di rumah sakit.
Apoteker adalah profesi pelaksana praktek pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian merupakan penunjang bagi pelaksanaan upaya kesehatan
yang bermutu di rumah sakit (Departemen Kesehatan, 2004). Pelayanan farmasi
di rumah sakit berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, dan pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat (Departemen Kesehatan, 2004). Pelayanan farmasi di rumah sakit
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Jika pelayanan kefarmasian tidak berjalan dengan baik maka pelayanan
kesehatan di rumah sakit tersebut juga tidak akan berjalan dengan baik. Dengan
kata lain, apoteker juga berperan penting dalam keberhasilan pelaksanaan
penyelenggaraan upaya kesehatan.
Saat ini, pelayanan kefarmasian di rumah sakit tidak hanya berfokus pada
fungsi manajemen perbekalan kefarmasian yaitu sebatas penyediaan dan
pendistribusian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit juga harus berorientasi
kepada pasien (Departemen Kesehatan, 2004). Perubahan ini menuntut apoteker
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
untuk kompeten menjalankan tugas dan fungsinya di ruang lingkup manajemen
dan klinis di rumah sakit. Selain itu, apoteker juga dituntut untuk memiliki
kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Oleh sebab itu,
dilaksanakan praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit agar calon-calon
apoteker dapat mempelajari dan mempraktekkan tugas dan fungsi apoteker di
rumah sakit.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker di rumah sakit
adalah untuk memahami tugas beserta fungsi instalasi farmasi, pelaksanaan
pelayanan kefarmasian, dan peran Apoteker di rumah sakit.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Menurut UU No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009, rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk
menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi
kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan,
pemilik, kapasitas tempat tidur serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan,
kepemilikan, kapasitas tempat tidur dan fasilitas pelayanan jangka waktu
pelayanan, serta afiliasi pendidikan (Siregar, 2004).
2.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi:
a. Rumah sakit umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik. Rumah sakit umum
memberikan pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit
dan pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik seperti penyakit
dalam, bedah, pediatrik, psikiatrik, ibu hamil dan sebagainya.
b. Rumah sakit khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi primer
memberikan diagnosis dan pengobatan untuk penderita yang mempunyai kondisi
medik khusus, baik bedah atau non bedah, misalnya Rumah Sakit Ginjal, Rumah
Sakit Kusta, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Anak dan Bunda, Rumah Sakit
Kanker dan lain-lain (Siregar, 2004).
2.3.2 Berdasarkan Kepemilikan
Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi rumah
sakit pemerintah dan rumah sakit swasta.
a. Rumah sakit pemerintah
Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah, baik
pusat maupun daerah dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan,
Departemen Pertahanan dan Keamanan, Pemerintahan Daerah (Pemda) tingkat I
dan II), maupun Badan Usaha Milik Negara. Rumah sakit umum pemerintah dapat
dibedakan berdasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan menjadi
empat kelas, yaitu rumah sakit umum kelas A, B, C, dan D.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
b. Rumah sakit swasta
Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dimiliki dan
diselenggarakan oleh yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum atau
badan hukum lain yang bersifat sosial.
Rumah sakit swasta terdiri dari:
1. Rumah sakit umum pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit
pemerintah tipe D.
2. Rumah sakit umum swasta madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit
pemerintah kelas C.
3. Rumah sakit umum swasta utama, yaitu rumah sakit umum yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan
subspesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B (Siregar,
2004).
2.3.3 Berdasarkan Fasilitas Pelayanan Dan Kapasitas Tempat Tidur
Berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur, rumah sakit
dapat digolongkan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D.
a. Rumah Sakit Kelas A
Rumah sakit kelas A yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik luas dengan
kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur.
b. Rumah Sakit Kelas B
Rumah sakit kelas B, dibagi menjadi:
a) Rumah sakit B1 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan
medik minimal 11 spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik
dengan kapasitas 300 - 500 tempat tidur.
b) Rumah sakit B2 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan
medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500 -
1000 tempat tidur.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
c. Rumah Sakit Kelas C
Rumah sakit kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah,
kebidanan atau kandungan, dan kesehatan anak dengan kapasitas 100-300 tempat
tidur.
d. Rumah Sakit Kelas D
Rumah sakit kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas kurang dari 100 tempat
tidur (Siregar, 2004).
2.3.4 Berdasarkan Jangka Waktu Perawatan
Rumah sakit berdasarkan jangka waktu perawatan digolongkan menjadi:
a. Rumah sakit perawatan jangka pendek
Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang jangka
waktu perawatan penderitanya kurang dari 30 hari. Rumah sakit perawatan jangka
pendek pada umumnya merawat penderita penyakit akut dan kondisi gawat
darurat.
b. Rumah sakit perawatan jangka panjang
Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang jangka
waktu perawatan penderitanya lebih dari 30 hari. Rumah sakit perawatan jangka
panjang pada umumnya merawat penderita penyakit kronis seperti Rumah Sakit
Kanker, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Kusta, dan lain-lain (Siregar, 2004).
2.3.5 Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan dibedakan menjadi:
a. Rumah sakit pendidikan
Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program
pelatihan bagi residen di bidang farmasi, bedah, spesialis anak, dan bidang
spesialisasi lain. Residen melaksanakan perawatan penderita dibawah pengawasan
staf medik rumah sakit.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
b. Rumah sakit afiliasi pendidikan
Rumah sakit afiliasi pendidikan adalah rumah sakit yang tidak
melaksanakan program pelatihan residen sendiri tetapi menyediakan fasilitas
pelatihan bagi mahasiswa dan residen.
c. Rumah sakit non pendidikan
Rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang tidak melaksanakan
program pelatihan bagi residen dan tidak memiliki afiliasi dengan perguruan
tinggi (Siregar, 2004).
2.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Berdasarkan UU
No.44 tahun 2009, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah
sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan. Selain itu, disebutkan juga bahwa pemilik rumah sakit tidak
boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
Staf medik fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite medik.
SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis dari semua
disiplin yang ada di rumah sakit. Komite medik adalah wadah non struktural yang
keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF. Kepala rumah sakit merupakan
seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang rumah
sakit serta memiliki kewarganegaraan Indonesia.
2.5 Tenaga Kesehatan
Berdasarkan UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi
profesi masing-masing.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi.
b. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan.
c. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten
apoteker.
d. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan,
entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian.
e. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian.
f. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan
terapi wicara.
g. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi
gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik
prostetik, teknisi transfuse darah dan perekam medis.
2.6 Instalasi Farmasi Rumah sakit
2.6.1 Definisi IFRS
Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan
pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek
kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, instalasi farmasi rumah sakit
adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004).
2.6.2 Tujuan IFRS
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah
sakit, tujuan pelayanan farmasi ialah :
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien
maupun fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
2.6.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada
penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan maupun semua unit di rumah sakit.
Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang
optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan
biaya minimal.
IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi
yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan
berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik
dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik
(Siregar, 2004).
2.6.4 Ruang Lingkup Fungsi IFRS
IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi
klinik dan non klinik. Fungsi non klinik meliputi perencanaan, penetapan
spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pengendalian, produksi,
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian
semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004).
Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan
dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi
penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit
perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi
obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan
obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi apoteker, dokter dan
perawat dan investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah,
ronde/visite pasien, pengkajian resep dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan
Departemen Kesehatan RI, 2004).
2.6.5 Struktur Organisasi IFRS
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi,
tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan
filosofi pelayanan kefarmasian. Bagan organisasi adalah bagan yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi.
Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan
perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu
dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai
harapan pelanggan.
Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak,
tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab
untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem
mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan
kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan
menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan
terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil
IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka,
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
dampaknya pada pelayanan dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk
dan pelayanan (Siregar, 2004).
2.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
2.7.1 Definisi PFT
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah sekelompok penasehat dari staf
medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medis dan
IFRS. PFT mengevaluasi secara klinik penggunaan obat, mengembangkan
kebijakan untuk pengelolaan penggunaan obat dan pemberian obat serta
pengelolaan sistem formularium. Panitia ini merupakan suatu kelompok pemberi
rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan terapi obat bagi staf
medis dan pimpinan rumah sakit. Panitia ini berfungsi untuk menjamin
tercapainya terapi obat yang rasional. Pembentukan PFT diperlukan agar
hubungan antara IFRS dan semua profesional kesehatan di rumah sakit dapat
berjalan dengan baik (Siregar, 2004).
2.7.2 Tujuan PFT
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat, serta evaluasi obat.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
kebutuhan (Departemen Kesehatan RI, 2004).
2.7.3 Fungsi PFT
Berikut adalah beberapa fungsi PFT :
a. Berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi, dan penasihat bagi staf
medik dan pimpinan rumah sakit, dalam semua hal yang berkaitan dengan
penggunaan obat (termasuk obat investigasi).
b. Mengembangkan dan menetapkan formularium obat yang diterima untuk
digunakan dalam rumah sakit dan mengadakan revisi tetap. Pemilihan
sediaan obat yang akan dimasukkan dalam formularium harus didasarkan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
pada evaluasi obyektif terhadap manfaat terapi, keamanan, dan harga. PFT
harus meminimalkan duplikasi dari jenis obat dasar yang sama, zat aktif
yang sama atau sediaan obat yang sama.
c. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi
obat yang aman dan bermanfaat.
d. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan manfaat
biaya terapi.
e. Menetapkan atau merencanakan program edukasi yang sesuai bagi staf
profesional rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
penggunaan obat.
f. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan
distribusi, pemberian, dan penggunaan obat.
g. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat merugikan di rumah sakit dan
membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya kembali.
h. Memprakarsai atau memimpin program dan studi evaluasi penggunaan
obat, pengkajian hasil dari kegiatan tersebut dan membuat rekomendasi
yang tepat untuk mengoptimalkan penggunaan obat.
i. Bersama IFRS merencanakan dan menetapkan suatu sistem distribusi obat
dan prosedur pengendalian yang efektif.
j. PFT mempunyai tanggung jawab pada pengadaan edukasi bagi staf
profesional rumah sakit. Tanggung jawab itu dipenuhi melalui penerbitan
buletin terapi obat yang disahkan PFT dan sponsor kuliah tahunan yang
berkaitan dengan terapi obat atau seminar bagi staf rumah sakit.
k. Membantu IFRS dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan,
ketetapan dan peraturan berkaitan dengan penggunaan obat dalam rumah
sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan lokal dan nasional.
l. Mengevaluasi, menyetujui atau menolak obat yang diusulkan untuk
dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit.
m. Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan
menetapkan tiap obat pada suatu kategori tertentu.
n. Mengkaji penggunaan obat dalam rumah sakit dan meningkatkan standar
optimal untuk terapi obat rasional.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
o. Membuat rekomendasi tentang obat yang disediakan dalam daerah
perawatan penderita.
2.7.4 Struktur Organisasi PFT
Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat :
a. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker dan
Perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3
(tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika
rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai
ketua berasal Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi
farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT
dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit
yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris,
termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat (Departemen Kesehatan
RI, 2004).
2.8 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/ Centralized Sterile Supply Department
(CSSD)
2.8.1 Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat
Instalasi sterilisasi pusat adalah unit pelayanan non struktural yang
berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan
memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi ini khusus melayani
ruang perawatan, klinik, laboratorium khusus seperti Cardiac Catherization
Laboratory (laboratorium katerisasi jantung) dan ruang operasi (Departemen
Kesehatan RI, 2009).
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
2.8.2 Tugas dan Tujuan Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)
Tugas utama dari ISP adalah menyediakan seluruh kebutuhan barang atau
peralatan steril rumah sakit. ISP menerima pesanan barang untuk disterilkan
seperti alat-alat bedah dari instalasi bedah pusat serta obat-obat steril dari sub
bagian produksi (Siregar, 2004).
Tujuan ISP adalah:
a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril,
untuk mencegah terjadinya infeksi.
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah, serta
menanggulangi infeksi nosokomial.
c. Efisiensi tenaga medis/paramedis lain serta pada media unit kegiatan-
kegiatan yang pada dasarnya bersifat patient care (berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien).
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan (Departemen Kesehatan RI, 2009)
2.8.3 Personil Instalasi Sterilisasi Pusat
Pemilihan tenaga kerja untuk ditempatkan di ISP harus dilatih terlebih
dahulu tentang prinsip sterilisasi, monitoring autoklaf, pengoperasian sterlisasi
gas, identifikasi alat bedah, menyusun dan membersihkan peralatan, tes
bakteriologi dan biologi dasar. Progam pelatihan ini membutuhkan waktu dan
biaya sehingga harus ada teknisi progam pelatihan untuk mengembangkan
karyawan sehingga berkualitas baik dari segi teori dan teknologi (Siregar, 2004).
2.8.4 Lokasi Ideal Instalasi Sterilisasi Pusat
Ruangan ISP idealnya berada di tengah-tengah lokasi dimana pelayanan
ISP dibutuhkan. Hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah besarnya
ruangan utuk ISP. Ruang ISP harus mampu menampung baju/kain dalam jumlah
besar yang berasal dari laundry dan ruang bedah serta sejumlah besar produk
intravena (IV) steril dan larutan irigasi jika tidak diproduksi sendiri.
Faktor-faktor yang cukup penting untuk menentukan besar ruangan ISP
adalah ukuran dan keadaan rumah sakit, jumlah barang dalam ISP, jumlah shift
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
kerja per hari dan tipe sterilisasi yang dilakukan. Jika manajemen farmasi dan ISP
dikombinasi, secara fisik kedua ruangan dapat digabung atau berdekatan sehingga
memudahkan pengawas untuk melaksanakan tugasnya selama 24 jam (Siregar,
2004).
2.8.5 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat
ISP modern merupakan ruangan yang terdiri dari autoklaf dan peralatan
sterilisasi. Barang yang masuk ke dalam ISP dicatat dalam buku penerimaan yang
memuat data tentang tanggal masuk barang, nama dan jumlah barang, nama
ruangan serta keterangan mengenai fisik barang.
Barang yang masuk dalam ISP dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Barang bersih
Berasal dari bagian perbekalan dan distribusi, rumah tangga dan barang
pesanan untuk disterilkan.
b. Barang kotor
Berasal dari ruangan-ruangan seperti sarung tangan, pakaian, dan alat
kedokteran. Proses seleksi dilakukan untuk memisahkan barang yang dapat
dipakai ulang dengan barang yang sudah rusak seperti sobek, tidak tajam lagi,
bekas pasien AIDS, dan sebagainya. Pemberian desinfektan dengan cara
merendam barang dalam larutan desinfektan seperti lisol dan wipol, kecuali tenun
operasi yang tidak mengalami proses pemberian desinfektan. Kontrol kualitas
dilakukan untuk menjamin mutu sterilitas produk yang dihasilkan. Kontrol
kualitas tersebut diantaranya adalah pemasangan indikator fisik pada barang-
barang yang akan disterilkan, uji mikrobiologi barang-barang yang telah
disterilkan, penentuan tanggal kadaluarsa untuk barang yang telah disterilkan
(Siregar, 2004).
2.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, penghapusan, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
2.9.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggung jawabkan seperti metode konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi.
a. Tujuan Perencanaan Obat
Tujuan utama dari perencanaan dalam farmasi adalah untuk menyusun
kebutuhan obat yang tepat dan sesuai kebutuhan guna mencegah terjadinya
kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi serta meningkatkan penggunaan
persediaan farmasi secara efektif dan efisien.
b. Prinsip Perencanaan
Perencanaan obat harus ditetapkan berdasarkan pada pedoman
perencanaan, yaitu:
1) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk tingkat nasional,
formularium rumah sakit untuk tingkat rumah sakit, standar diagnosis dan
terapi untuk unit pelayanan fungsional (UPF), dan juga berdasarkan
permintaan perbekalan farmasi.
2) Data catatan medik, untuk mengetahui macam-macam penyakit yang
diderita pasien, rata-rata lama perawatan pasien, serta jumlah pasien dalam
kurun waktu tertentu.
3) Sesuai dengan anggaran yang tersedia.
4) Penetapan prioritas berdasarkan sasaran unit pelayanan, jenis perbekalan
farmasi, dan fungsinya.
5) Jumlah stok barang yang tersisa.
c. Metode-Metode Perhitungan Obat
Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam
perhitungan kebutuhan obat, antara lain :
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
1) Metode Konsumsi
Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data
konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode
yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
2) Metode Morbiditas
Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas
kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang
umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah
jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas
membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar
obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-masalah tersebut dan
satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada praktek
rata-rata atau pedoman pengobatan).
3) Metode penyesuaian konsumsi
Metode ini menggunakan data jumlah insiden penyakit dan konsumsi
penggunaan obat. Sistem perencanaan pengadaan didapat dengan
mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk mencapai target sistem
suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan.
4) Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran
Metode ini digunakan untuk memperkirakan anggaran keperluan
pengadaan obat berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap tingkat dalam
sistem kesehatan yang sama.
2.9.2 Pengadaan
Metode-metode pengadaan terdiri dari (Quick, 1997) :
a. Tender terbuka (Open tender)
Tender terbuka merupakan prosedur formal yang mengundang secara
terbuka para pemasok untuk menyertakan diri dalam lelang pengadaan.
b. Tender terbatas (Restricted tender)
Pada tender terbatas, undangan lelang hanya diberikan kepada pemasok
yang telah lulus kualifikasi sebelumnya. Kualifikasi yang dipertimbangkan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
mengenai GMP (Good Manufacturing Practices), aktivitas pengadaan
sebelumnya, kesinambungan finansial dan faktor-faktor lain yang terkait.
c. Negoisasi kompetitif
Pemasok telah diseleksi hingga jumlah yang sedikit (umumnya tiga), lalu
pemasok diminta untuk membuka harga dan penawaran-penawaran spesial.
Pembeli akan memilih pemasok yang paling menguntungkan.
d. Pengadaan langsung
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana tetapi paling mahal.
Hal tersebut dikarenakan pemasok tidak memiliki saingan untuk menurunkan
harga. Umumnya, metode ini digunakan untuk obat-obat yang masih dalam masa
patennya atau untuk bahan-bahan yang penjualannya dibatasi pada pemasok
tertentu. Dalam kondisi seperti itu, pembeli memiliki dua pilihan, membeli
langsung atau mencari pilihan obat/bahan lain.
Menurut Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman
Pelakasanaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan perbekalan
farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori
metode pengadaan barang dan jasa, yaitu :
a. Pembelian
1) Pelelangan (tender)
2) Pemilihan langsung
3) Penunjukan langsung
4) Swakelola
b. Produksi
Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri.
1) Obat tidak terdapat dipasaran atau formula khusus Rumah Sakit
2) Obat untuk penelitian
c. Kerjasama dengan pihak ketiga
d. Sumbangan/droping/hibah
e. Lain-lain
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
2.9.3 Produksi (Kementerian Kesehatan RI, 2004)
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kriteria obat yang diproduksi adalah :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b. Sediaan farmasi dengan harga murah.
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.
e. Sediaan farmasi untuk penelitian.
f. Sediaan nutrisi parenteral.
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker.
h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru.
Jenis sediaan farmasi yang diproduksi (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Produksi Steril
Persyaratan teknis untuk produksi steril :
1) Ruangan aseptis.
2) Peralatan, contohnya laminar air flow (horizontal dan vertikal),
autoclave, oven, Cytoguard, dan alat pelindung diri.
3) Sumber daya manusia : petugas terlatih.
Kegiatan produksi steril meliputi :
1) Pembuatan Sediaan steril
Contoh : Pembuatan methylen blue, triple dye, aqua steril
2) Total Parenteral Nutrisi (TPN)
TPN adalah nutrisi dasar yang diperlukan bagi penderita secara intravena
yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh
TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan
mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus
untuk nutrisi.
3) Pencampuran Obat Suntik/ Sediaan Intravena (IV admixture)
IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan
intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam
cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan
pelarut yang sesuai.
4) Pengemasan Kembali (Re-Packing)
5) Rekonstitusi Sediaan Sitostatika
b. Produksi Nonsteril
1) Pembuatan Sirup
Contoh sirup yang umum dibuat di rumah sakit adalah OBH (Obat Batuk
Hitam).
2) Pembuatan Salep
Contoh : Salep 24, Salep Sulfadiazin, dan Salep AAV.
3) Pembuatan Puyer
4) Pengemasan Kembali (Re-Packing)
Contoh : Alkohol, Povidon Iodine, H2O2, dan Wash Bensin.
5) Pengenceran
Contoh : antiseptik dan desinfektan.
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas,
kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses
dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah
dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus
terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk).
2.9.4 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian
dari tim penerimaan perbekalan farmasi.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
1. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai
certificate of analyse (CA).
2. Barang harus bersumber dari distributor utama.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori
bahan-bahan berbahaya.
4. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of
origin (CO).
5. Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun.
2.9.5 Penyimpanan
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi adalah gudang farmasi. Tujuan
penyimpanan :
a. Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan.
b. Menjamin keamanan dari pencurian dan kebakaran.
c. Memudahkan dalam pencarian dan pengawaasan persediaan barang
kadaluarsa.
d. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
Fungsi gudang farmasi adalah :
a. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima, menyimpan,
memelihara, dan mendistribusikan perbekalan farmasi.
b. Menyiapkan penyusunan rencana, pencatatan pelaporan mengenai
persediaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
c. Mengamati mutu dan khasiat obat yang disimpan.
Ketentuan penyimpanan berdasarkan KEPMENKES Tahun 2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain:
a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya.
c. Mudah tidaknya meledak/terbakar.
d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya.
e. Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, suhu,
sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk,
dan keamanan petugas. Umumnya, penyimpanan dibagi berdasarkan :
a. Bentuk sediaan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
b. Kelas terapi
c. Alfabetis
d. First in First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)
e. Kestabilan sediaan.
2.9.6 Pendistribusian
Kegiatan distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dilakukan untuk
menunjang pelayanan medis bagi pasien (Departemen Kesehatan, 2004).
Distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai
pilihan sistem. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau
oleh pasien dengan mempertimbangkan :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau
kombinasi (Departemen Kesehatan, 2004).
Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah :
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock)
Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam
ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian
perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang
disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh
petugas farmasi (Departemen Kesehatan, 2004). Sistem ini seharusnya
diminalisasi tetapi dalam beberapa kondisi sistem ini dapat digunakan, yaitu :
1) Pada unit gawat darurat atau ruang operasi. Pada ruang tersebut biasanya
dibutuhkan obat atau alat kesehatan dengan segera sehingga lebih baik
disediakan stok. Akan tetapi, jika terdapat satelit farmasi di dekat ruangan
tersebut maka sistem ini bisa dihindari.
2) Dalam keadaan gawat darurat, obat-obatan diharuskan tersedia di ruang
pelayanan pasien. Oleh sebab itu, umumnya disediakan stok obat-obat
gawat darurat di ruang rawat. Farmasi bertanggung jawab melakukan
pengawasan untuk obat-obat tersebut.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
3) Untuk obat-obatan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak dan biayanya
murah dapat dilakukan distribusi dengan sistem ini. Hal tersebut dilakukan
dengan pertimbangan resiko bahaya keamanan pasien atas obat tersebut
rendah (Quick, 1997).
Keuntungan dari sistem ini adalah :
a. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia.
b. Meniadakan retur obat.
c. Pasien tidak harus membayar obat berlebih.
d. Mengurangi jumlah personil farmasi.
Kelemahan dari sistem ini adalah :
a. Sering terjadi kesalahan obat (salah order dari dokter, salah peracikan oleh
perawat, salah etiket obat).
b. Persediaan obat di ruangan menjadi banyak.
c. Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar.
d. Menambah beban kerja bagi perawat.
b. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual)
Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi
diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian
perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi
farmasi (Departmen Kesehatan, 2004).
Keuntungan dari sistem ini adalah :
a. Resep dapat dikaji dulu oleh apoteker.
b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat.
c. Ada pengendalian persediaan.
Kelemahan dari sistem ini adalah :
a. Bila obat berlebih, pasien tetap harus membayar.
b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien.
c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum
diberikan ke pasien.
d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena
tidak adanya proses pengawasan ganda.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
c. Sistem Unit Dosis
Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep
perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk
penggunaan satu kali dosis (Departemen Kesehatan, 2004). Penyiapan obat
dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari.
Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem
unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan untuk pasien
rawat jalan.
Keuntungan dari sistem ini adalah :
a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya.
b. Tidak ada kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan.
c. Semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai
waktu yang lebih untuk merawat pasien.
d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca
resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat
ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada
pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error).
e. Mengurangi ruang untuk persediaan obat di ruang perawatan.
f. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter
serta pasien.
g. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang
dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat).
h. Apoteker dapat keluar dari bagian farmasi dan masuk ke ruang perawatan.
Apoteker dapat berfungsi sebagai konsultan obat serta membantu dokter
dan perawat demi perawatan yang lebih baik.
Kelemahan dari sistem ini adalah :
a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi.
b. Harus segera siap sebelum jam makan pasien.
c. Menggunakan lebih banyak bungkus obat.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
2.10 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
2.10.1 Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrinning resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Persyaratan administrasi meliputi :
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep
Kesesuaian farmasetik meliputi :
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas dan ketersediaan
d. Aturan, cara dan teknik penggunaan
Pertimbangan klinis meliputi :
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi, interaksi dan efek samping obat
d. Kontra indikasi
e. Efek aditif
2.10.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) (Departemen Kesehatan RI, 2004)
PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada tenaga
kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi :
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan dilingkungan rumah sakit.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d. Menunjang terapi obat yang rasional.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Kegiatan PIO meliputi :
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif
dan pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, dan label obat.
d. Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan
formularium rumah sakit.
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
f. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
2.10.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004,
pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden
ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/
mempengaruhi timbulnya ESO.
Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi:
a. Menganalisa laporan ESO
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
c. Mengisi formulir ESO
d. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama
dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO
(Departemen Kesehatan RI, 2004). Standar yang ditetapkan rumah sakit dapat
digunakan apoteker untuk meningkatkan keterlibatannya dalam suatu program
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
27
Universitas Indonesia
pemantauan ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program
tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup
pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengkaji kartu pengobatan pasien,
surveilan obat individu dan surveilan unit pasien.
2.10.4 Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review)
Pengkajian penggunaan obat adalah alat untuk mengidentifikasi
permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek
samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat dan kesalahan
dalam penyiapan dan pemberian obat (Quick, 1997). Pengkajian penggunaan obat
merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi,
efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan
obat adalah (Departemen Kesehatan, 2004):
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain.
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah (Quick,
1997):
a. Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
1) Rata-rata jumlah obat per pasien.
2) Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik.
3) Persentase pasien yang diresepkan antibiotik.
4) Persentase pasien yang diresepkan injeksi.
5) Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial.
b. Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut:
1) Rata-rata waktu konsultasi.
2) Rata-rata waktu dispensing.
3) Persentase obat aktual yang disiapkan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
4) Persentase pelabelan yang benar.
5) Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang
obat.
c. Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
1) Ketersediaan daftar obat-obat esensial.
2) Ketersediaan obat-obat esensial.
2.10.5 Konseling
Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,
efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi
dengan penggunaan obat-obat lain.
Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut:
a. Pasien rujukan dokter,
b. Pasien dengan penyakit kronis,
c. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,
d. Pasien geriatrik, dan
e. Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas.
Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya:
a. Memulai komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup:
1) Apa yang dikatakan dokter mengenai obat.
2) Bagaimana cara pemakaiannya
3) Efek yang diharapkan dari obat tersebut
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
d. Melakukan verifikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan
cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
2.10.6 Ronde/Visite Pasien
Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk:
a. Pemilihan obat.
b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik.
c. Menilai kemajuan pasien.
d. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan tersebut kepada pasien.
b. Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat
terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
c. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar.
d. Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk
pemberian obat.
Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker
sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
30 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.1.1 Sejarah Singkat
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
didirikan tahun 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting. Pada
masa penjajahan Jepang, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berubah nama
menjadi Rumah Sakit Perguruan Tinggi (Ika Daigaku Byongin). Pada tahun 1964,
kembali terjadi perubahan nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.
Tjipto Mangunkusumo (RSTM). Kini, rumah sakit yang berada di Jl. Diponegoro
No.71 Jakarta Pusat ini bernama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN)
Dr. Cipto Mangunkusumo atau yang biasa disingkat menjadi RSCM.
Pada bulan Desember 2000, RSCM berubah status menjadi Rumah Sakit
Perjan (Perusahaan Jawatan) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah
RI No. 116 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo. Dengan demikian, tata organisasi dan kebijakan yang telah
ada diubah dan disesuaikan dengan peraturan tersebut. Perjan RSCM adalah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk
menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan dan senantiasa berorientasi kepada
kepentingan masyarakat.
RSCM merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional yang senantiasa
memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah RI No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum, status RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU)
milik pemerintah dengan pengawasan Departemen Keuangan RI, Menteri Negara
BUMN, dan secara teknis oleh Departemen Kesehatan RI. Hal ini senada dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No.1234/Menkes/SK/VIII/2005 tanggal 11
Agustus 2005 tentang Penetapan 13 Eks Rumah Sakit PERJAN menjadi UPT
Departemen Kesehatan dengan Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum dimana RSCM termasuk di dalamnya. Dengan demikian, RSCM
diharapkan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
31
Universitas Indonesia
barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan keuntungan dimana dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
3.1.2 Visi dan Misi
RSCM memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat
Rujukan Nasional Terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014” dengan misi sebagai
berikut:
a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat.
b. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan.
c. Menjadi tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang
mandiri.
Kesehatan dan kepuasan pelanggan adalah komitmen RSCM. Untuk itu,
RSCM senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk
meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai
pelanggan utama RSCM. Berbekal motto RSCM yaitu ”Respek, Sigap. Cermat,
dan Mulia”, RSCM mengembangkan lima nilai budaya yakni profesionalisme,
integritas, kepedulian, penyempurnaan berkesinambungan, pembelajaran, dam
pendidikan.
3.1.3 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima
direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan
dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat
Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan
rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada
Lampiran 1.
Secara garis besar, manajemen RSCM terdiri dari manajemen klinik dan
manajemen operasional. Manajemen klinik memiliki beberapa indikator sebagai
berikut:
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
a. Menurunkan angka kematian.
b. Mencegah kecacatan (disability).
c. Menurunkan infeksi nosokomial (disease infection).
d. Meminimalisir ketidaknyamanan (discomfort).
e. Tidak tercapainya hasil tindak sesuai prediksi (dissatisfaction).
f. Kecacatan nol – sembuh tanpa gejala (zero defect).
Sementara itu, manajemen operasional memiliki empat indikator sebagai berikut:
a. Cepatnya mendapat pertolongan dokter.
b. Cepatnya mendapat kamar.
c. Cepatnya mendapat pertolongan perawat.
d. Keseringan ketergantungan dengan yang lain dalam diagnosa dan terapi.
3.1.4 Klasifikasi
RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang
merupakan pusat rujukan nasional. Selain itu, RSCM juga merupakan rumah sakit
pendidikan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program
pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis. Hubungan erat RSCM dengan FKUI
seperti mata uang dengan dua sisi dimana sepertiga tenaga medis RSCM
merupakan staf FKUI yang melakukan pelayanan, pendidikan, dan penelitian di
RSCM. Beberapa bentuk kerjasama keduanya antara lain pengalaman belajar
klinis peserta didik program pendidikan kedokteran dan PPDS RSCM, program
pendidikan FKUI yang dilaksanakan di RSCM, dan Departemen Klinik FKUI
yang terletak di RSCM.
3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.2.1 Visi dan Misi
Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi “Menjadi Penyelenggara Pelayanan
Farmasi yang Komprehensif dengan Kualitas Terbaik dan Mengutamakan
Kepuasan Pelanggan” dengan misi sebagai berikut:
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
b. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan
efisien.
c. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal.
d. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
e. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai
persyaratan mutu.
f. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
g. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan farmasi.
3.2.2 Tujuan Umum
Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan
farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika
profesi, bekerja sama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang
terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
3.2.3 Tujuan Khusus
a. Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif
dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan
sistem informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan
tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta
mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi.
b. Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat,
memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat
informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat,
melaksanakan konseling pada pasien maupun tenaga kesehatan,
melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker,
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
34
Universitas Indonesia
melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi pengobatan, bekerja
sama dengan tenaga kesehatan lain, serta berperan serta dalam
tim/kepanitian di rumah sakit seperti panitia farmasi dan terapi, panitia
infeksi nosokomial, tim kanker, tim nutrisi, tim HIV AIDS dan lain-lain.
3.2.4 Tugas dan Fungsi
Instalasi Farmasi RSCM bertugas melaksanakan pengelolaan perbekalan
farmasi yang optimal, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta
melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika
profesi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi
dalam:
a. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan
kefarmasian serta administrasi umum dan keuangan.
b. Penyusunan program pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi, produksi
sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik rumah sakit serta administrasi
dan keuangan.
c. Penyusunan rencana kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit, tenaga,
sarana dan prasarana penunjang kebutuhan Instalasi Farmasi.
d. Menjamin ketersediaan perbekalan farmasi.
e. Penyelenggaraan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi.
f. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
g. Penyelenggaraan pelayanan farmasi klinik.
h. Penyelenggaraan supervisi, pemantauan, pengawasan dan pengendalian
terhadap mutu pelayanan farmasi.
i. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium.
j. Pengadministrasian penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi.
k. Pengadministrasian SDM dan keuangan farmasi.
l. Pengembangan kompetensi SDM farmasi.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
m. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi.
3.2.5 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Instalasi Farmasi RSCM adalah satuan kerja fungsional yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan
Keperawatan. Instalasi Farmasi yang berpusat di Gedung Central Medical Unit
(CMU) 2 lantai 3 dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu:
a. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu),
b. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi,
c. Sub Instalasi Produksi, dan
d. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan
Pengembangan (Farklin Diklitbang).
Tenaga kerja di Instalasi Farmasi RSCM terdiri dari 22 orang apoteker,
153 orang asisten apoteker, 14 orang tenaga administrasi, dan 29 orang pekarya.
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSCM secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 2.
3.3 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi
Sub Instalasi Perbekalan Farmasi adalah satuan kerja fungsional yang
berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dipimpin
oleh seorang apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Perbekalan
Farmasi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Sub
Instalasi Perbekalan Farmasi dalam menjalankan tugasnya mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator
kinerja Sub Instalasi Perbekalan Farmasi.
b. Penyusunan RBA dan RKT Sub Instalasi Perbekalan Farmasi.
c. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi dengan Bidang
Pelayanan Medik dan unit kerja terkait.
d. Pengkoordinasian pengadaan perbekalan farmasi dengan Unit
Procurement.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
e. Pelaksanaan penerimaan perbekalan farmasi sesuai peraturan yang
berlaku.
f. Pelaksanaan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai
aturan kefarmasian
g. Penyelenggaraan supervisi, pengawasan dan pengendalian terhadap
pengelolaan perbekalan farmasi baik di satelit farmasi maupun di unit
kerja yang tidak memiliki tenaga farmasi.
h. Pelaporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.
i. Pelaporan kegiatan Sub Instalasi Perbekalan Farmasi.
Kegiatan yang dilakukan oleh Sub Instalasi Perbekalan Farmasi meliputi
perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan,
pengendalian, dan pelaporan pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan
dikaitkan dengan proses pengadaannya, memiliki tiga sistem yaitu reguler,
konsinyasi, dan sistem tertutup. Sistem pengadaan perbekalan farmasi dikaitkan
dengan asal sumber dana yaitu dana operasional dan dana pendapatan.
Penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian
dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi.
3.4 Sub Instalasi Produksi
Sub Instalasi Produksi adalah satuan kerja fungsional yang berada di
bawah Instalasi Farmasi RSCM dan dipimpin oleh seorang apoteker pengelola
selaku Kepala Sub Instalasi Produksi dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Instalasi Farmasi RSCM. Struktur organisasi Sub Instalasi Produksi
RSCM dapat dilihat pada Lampiran 3. Sub Instalasi Produksi RSCM berperan
sebagai salah satu sumber pengadaan kebutuhan RSCM. Kepala Sub Instalasi
Produksi dibantu oleh dua orang staf pelaksana fungsional yang terdiri dari:
a. Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril
Membawahi Pelaksana Produksi Steril, Pelaksana Produksi Non Steril,
dan Pelaksana Repacking Serbuk.
b. Penanggung Jawab Aseptic Dispensing (Penyiapan Obat secara Aseptis).
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Membawahi Pelaksana Pencampuran Obat Suntik dan Pelaksana
Penyiapan Obat Sitostatika.
Sub Instalasi Produksi RSCM dalam menjalankan tugasnya memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur, dan indikator
kinerja Sub Instalasi Produksi.
b. Penyusunan RKT dan RBA Sub Instalasi Produksi.
c. Pelaksanaan perencanaan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing.
d. Pelaksanaan perencanaan, penerimaan, dan penyimpanan bahan baku dan
bahan pengemas yang berasal dari Sub Instalasi Perbekalan Farmasi,
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Pelaksanaan kegiatan pelayanan produksi sediaan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit.
f. Pelaksanaan repacking dan pelayanan aseptic dispensing untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit.
g. Pengendalian dan pengawasan terhadap mutu produksi sediaan farmasi
dan aseptic dispensing.
h. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi produksi farmasi.
i. Pelaporan kegiatan produksi.
Kegiatan Sub Instalasi Produksi meliputi produksi sediaan farmasi non
steril, pengemasan kembali (repacking), penyiapan obat sitostatika, dan
pencampuran obat suntik (IV admixture). Sub Instalasi Produksi RSCM telah
memproduksi kurang lebih 84 jenis sediaan dengan total sediaan rutin 40 jenis
setiap bulannya. Kriteria sediaan yang diproduksi di RSCM adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki formula khusus, contohnya sirup omeprazol dan KCl premix
dengan dosis individual.
b. Mengemas ke dalam kemasan yang lebih kecil (repacking), contohnya
povidone iodine dan alkohol 96%.
c. Tidak terdapat di pasaran, contohnya sirup omeprazol dan kapsul NaCl.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
d. Menghasilkan produk dengan harga yang lebih ekonomis, contohnya
handrub dan kapsul campuran parasetamol dan tramadol.
e. Sediaan harus dibuat segar (recenter paratus), contohnya sirup omeprazol.
f. Sediaan dibuat untuk kepentingan penelitian, contohnya asam urso.
Saat ini, hasil produksi sediaan farmasi yang dilakukan di Sub Instalasi
Produksi RSCM meliputi kurang lebih 84 jenis sediaan dengan 40 jenis
diantaranya rutin diproduksi setiap bulan. Produk tersebut terbatas pada jenis
sediaan non steril, seperti handrub, sirup OBH, dan kapsul campuran parasetamol
dan tramadol.
Pengemasan kembali (repacking) sediaan farmasi yang dilakukan di Sub
Instalasi Produksi RSCM mencakup repacking bahan-bahan non steril contohnya
alkohol 96% dan povidon iodine. Selain itu, juga terdapat kegiatan repacking
sediaan injeksi, baik cair, maupun serbuk, contohnya sediaan Pycin yang dikemas
kembali dengan masa/volume yang lebih kecil sesuai dengan kebutuhan pasien,
dengan tujuan menghemat biaya pengobatan pasien. Oleh karena itu, repacking
hanya dilakukan untuk sediaan injeksi mahal dimana besarnya biaya penghematan
dapat menutupi biaya repacking.
Pelayanan aseptic dispensing meliputi pencampuran obat suntik (IV
admixture) dan repacking sediaan steril yang terletak di Gedung Central Medical
Unit (CMU) 2 lantai 3, serta penanganan obat-obat sitostatika (handling cytotoxic)
yang terletak di Gedung CMU 2 lantai 3, lantai 8 Gedung A RSCM, dan Paviliun
Tumbuh Kembang (PTK) Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA). Kriteria
sediaan aseptic dispensing yang diproduksi di Sub Instalasi Produksi RSCM
meliputi:
a. Obat sitostatika.
b. Sediaan steril dan tidak tahan pemanasan.
c. Sediaan steril yang tidak stabil dalam larutan.
d. Sediaan steril dengan formula khusus.
e. Menghasilkan produk dengan harga yang lebih ekonomis.
Kuantitas dan frekuensi kegiatan produksi dan repacking yang dilakukan
di Sub Instalasi Produksi RSCM disesuaikan dengan jumlah permintaan sediaan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
farmasi yang berasal dari gudang pusat, satelit, dan/atau departemen, sedangkan
kuantitas pencampuran obat sitostatika ditentukan berdasarkan banyaknya
permintaan pasien dalam bentuk resep. Permintaan sediaan farmasi, baik dalam
bentuk resep maupun formulir permintaan, akan diperiksa kesesuaiannya dengan
jumlah persediaan bahan baku yang tersedia. Jika bahan baku yang diperlukan
tersedia, dilakukan persiapan produksi mencakup persiapan bahan baku, bahan
pengemas, dan peralatan yang akan digunakan. Kegiatan produksi dilakukan di
ruangan yang sesuai dengan jenis produk, yaitu produk steril, produk non steril,
dan obat sitostatika.
3.5 Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan
Pengembangan (Diklitbang)
Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang adalah satuan kerja fungsional
yang berada di bawah Instalasi Farmasi RSCM. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan
Diklitbang dipimpin oleh seorang apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub
Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Instalasi Farmasi RSCM. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator
kinerja Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang.
b. Pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian
instruksi pengobatan dan resep pasien, pengidentifikasian masalah terkait
penggunaan obat dan alat kesehatan, pemantauan terhadap efektifitas dan
keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan, pemberian konseling
kepada pasien dan keluarga pasien, serta pemberian informasi obat kepada
petugas kesehatan, pasien/keluarga.
c. Pelaksanaan pengembangan profesi sumber daya manusia (SDM) farmasi.
d. Pengkoordinasian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga
kefarmasian.
e. Pengkoordinasian pelaksanaan penelitian dan pengembangan pelayanan
farmasi.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
40
Universitas Indonesia
f. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap mutu pelayanan
farmasi.
g. Pelaporan kegiatan farmasi klinik dan diklitbang farmasi.
3.5.1 Pelayanan Farmasi Klinik di RSCM
Kegiatan farmasi klinik di RSCM telah dilakukan di beberapa tempat,
diantaranya Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A), Departemen Ilmu Kesehatan
Anak (IKA), Ruang Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU), RSCM
Kencana, dan Departemen Pelayanan Jantung Terpadu (PJT).
3.5.1.1 Kegiatan Farmasi Klinik di Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) merupakan suatu bangunan yang
diperuntukkan bagi pasien rawat inap. Gedung A terdiri dari 8 lantai dan
dibedakan berdasarkan jenis penyakit yang ditangani. Hampir setiap lantai di
Ruang Rawat Inap Terpadu memiliki depo farmasi dan apoteker penanggung
jawab yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan farmasi klinik setiap hari.
Adapun kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Ruang Rawat Inap Terpadu
antara lain:
a. Informasi Obat Pulang (IOP)
Informasi Obat Pulang (IOP) diutamakan terhadap pasien yang
memperoleh resep polifarmasi, memperoleh obat dengan cara penggunaan khusus,
dan/ atau pasien yang memerlukan kepatuhan khusus dalam pengobatannya.
Informasi diberikan dengan metode bedside counseling (di sisi tempat tidur)
pasien yang akan pulang. Hal ini dilakukan karena belum terdapat ruang
konseling khusus di setiap lantai.
Sebelum memberikan konseling, apoteker harus mengisi formulir IOP
(Lampiran 10) yang dibuat dua rangkap mencakup nama, kekuatan, jumlah, dan
regimen obat yang diserahkan, serta instruksi khusus untuk sediaan tertentu.
Lembar asli IOP diserahkan kepada pasien atau keluarga pasien sebagai informasi
tertulis. Lembar salinan disimpan oleh apoteker yang memberikan informasi
sebagai arsip.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias,
dan terkini. Pertanyaan dapat berasal dari berbagai pihak, seperti dokter, perawat,
pasien, keluarga pasien, dan lain-lain. Pelayanan informasi obat yang baik
membutuhkan sarana penunjang yang baik dan memadai, diantaranya berupa
buku-buku teks terbaru yang up-to-date, jurnal kesehatan, dan akses internet.
Pencatatan perlu dilakukan setelah pelayanan informasi obat dilakukan
sebagai dokumentasi. Dokumentasi tersebut berisi pertanyaan yang diajukan serta
jawaban yang diberikan oleh apoteker. Dokumentasi sangat bermanfaat apabila
terdapat pertanyaan serupa di kemudian hari. Selain itu, berdasarkan hasil
dokumentasi dapat diketahui topik pertanyaan yang paling sering diajukan
sehingga apoteker dapat memperdalam pengetahuan mengenai topik pertanyaan
tersebut.
c. Pemantauan Terapi Obat
Kegiatan pemantauan pengobatan pasien tidak dilakukan pada semua resep
yang diberikan kepada pasien. Kegiatan tersebut diprioritaskan bagi pasien-pasien
yang memperoleh obat lebih dari 7 macam atau pasien yang memperoleh obat
dengan indeks terapi sempit. Secara garis besar, pemantauan dilakukan terhadap
kesesuaian dosis, kesesuaian pemilihan terapi dengan diagnosis pasien, ketepatan
jenis obat, dan potensi interaksi obat dalam satu resep yang diberikan kepada
pasien.
Skrining interaksi obat dilakukan menggunakan perangkat lunak Drug
Interaction Fact atau Adverse Drug Interaction Medical Letter. Temuan interaksi
obat dicatat dalam formulir pemantauan terapi obat sebagai bukti dokumentasi
(Lampiran 11). Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menghubungi dokter yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut. Dokter perlu diberikan informasi
mengenai adanya potensi interaksi obat tersebut, terutama yang bermakna, dan
dapat sangat mempengaruhi kondisi pasien. Selain itu, apoteker juga harus
menyiapkan rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut, terutama apabila
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
obat-obat yang berinteraksi memang diperlukan oleh pasien untuk
kesembuhannya.
Selain itu, dilakukan pula pemantauan penggunaan antibiotika dengan
memantau dosis dan lama penggunaan antibiotika yang digunakan pasien. Apabila
terdapat hal yang tidak sesuai atau meragukan, apoteker perlu menanyakannya
kepada dokter yang meresepkan untuk mencegah terjadinya efek yang tidak
diinginkan dan pemantauan penggunaan antibiotika harus didokumentasikan.
d. Pengambilan Riwayat Penggunaan Obat (Medication History
Taking/MHT)
Pengambilan riwayat penggunaan obat bertujuan untuk mengetahui
adanya kemungkinan riwayat alergi, efek samping obat, dan hal-hal lain yang
tidak diharapkan akibat penggunaan obat. Selain itu, MHT juga bermanfaat untuk
menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen
terapi pada saat sebelum perawatan dan saat menjalani perawatan. MHT
diprioritaskan terhadap pasien yang baru masuk rumah sakit (48 jam pertama)
dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi, dan saraf) serta pasien
dengan imunitas rendah.
Sebelum melakukan MHT, apoteker menyiapkan lembar daftar obat
sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien
sebelum dirawat di rumah sakit meliputi :
1) Nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang).
2) Cara mendapatkan obat (resep/ non resep) termasuk obat herbal, OTC, dan
suplemen.
3) Dosis/ aturan pakai obat.
4) Lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan
dihentikan).
5) Bagaimana obat digunakan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika
timbul gejala saja, dan lain-lain).
6) Sumber obat.
7) Jumlah obat tersisa. (Lampiran 12)
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Selain itu, apoteker juga perlu menanyakan kepada pasien apakah pasien
tersebut memiliki riwayat alergi atau pernah mengalami efek samping obat
sebelumnya untuk menghindari pemberian obat tersebut.
e. Visite atau Ronde
Ronde bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan pasien dan
kesesuaian terapi yang telah diberikan. Ronde dapat dilakukan secara mandiri
oleh apoteker atau berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lain.
Selain ronde, apoteker juga melakukan meeting dengan tim kesehatan lain untuk
membicarakan kasus pasien tertentu. Kegiatan meetiing sedikit berbeda dengan
ronde, meeting dilakukan di dalam suatu ruangan, sedangkan ronde dilakukan di
ruang rawat pasien. Apoteker berperan untuk merekomendasikan pengobatan
pasien terkait kesesuaian diagnosa, kesesuaian dosis, kesesuaian sediaan obat,
ketersedian obat, keterjangkauan harga obat, menghindari efek yang tidak
diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat.
3.5.1.2 Kegiatan Farmasi Klinik di Ruang Unit Perawatan Intensif (Intensive Care
Unit/ICU)
a. Parade
Kegiatan parade bertujuan untuk mendiskusikan perkembangan kesehatan
pasien dan merencanakan langkah terapi berikutnya yang akan diberikan kepada
pasien. Apoteker berperan dalam merekomendasikan pilihan obat bagi pasien
ICU. Selain itu, apoteker juga berperan dalam memberikan informasi mengenai
obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, meliputi ketersediaan obat di
Instalasi Farmasi RSCM, dosis obat yang diberikan sesuai diagnosa pasien, dan
potensi interaksi obat yang mungkin terjadi.
b. Visite/ Ronde
Apoteker farmasi klinis ICU bertanggung jawab melaksanakan visite
pasien bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan ini, tim medis
dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Apoteker berperan dalam
merekomendasikan pilihan terapi apabila dokter menginginkan adanya perubahan
terapi.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
c. Monitoring Pengobatan
Apoteker farmasi klinis ICU melakukan pengkajian obat yang diresepkan
dokter, baik dalam hal farmasetik maupun klinis. Apabila terdapat
ketidaksesuaian terapi yang diberikan, apoteker dapat mengkonfirmasikannya
kepada dokter yang bersangkutan dan memberikan rekomendasi jika diperlukan.
Selain itu, monitoring obat juga dilakukan untuk memeriksa apabila terdapat
diskrepansi antara resep, kardeks, dan status pasien. Monitoring juga dilakukan
dengan memperhatikan perkembangan pasien setelah memperoleh terapi.
3.6 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
PFT adalah panitia ahli yang mewakili staf medis dan farmasi. PFT
bertugas membantu pimpinan RSCM dalam merumuskan berbagai kebijakan dan
peraturan tentang obat yakni untuk mencapai penggunaan obat yang rasional
sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh setiap pasien.
Keanggotaan PFT RSCM adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala
Departemen/ Bidang/ Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama RSCM.
Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi
manapun. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan obat dan penyusunan
formularium. PFT mengajukan anggaran setiap tahun untuk mendukung program
kerja. Tugas PFT mencakup:
a. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam
semua masalah yang ada kaitannya dengan obat, alat kesehatan habis
pakai, dan bahan diagnostik.
b. Menyusun kebijakan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan
diagnostik di RSCM.
c. Menyusun formularium obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik; dan
memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan bahan
diagnostik didasarkan pada efektivitas, keamanan, kualitas, dan harga.
PFT harus mampu menghindari terjadinya duplikasi obat, baik obat
dengan nama generik yang sama atau obat dengan indikasi yang sama.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
45
Universitas Indonesia
d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang
menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan
hemat biaya.
e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran
informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan,
dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan, dan
penggunaan obat.
g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang
terjadi di RSCM.
h. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan
mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis.
PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali
untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi
dan penggunaan obat. Rapat pleno PFT dihadiri oleh seluruh anggota PFT. Setiap
anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi
atau kelompok dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. Keputusan
rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila
musyawarah tidak berhasil, maka dilakukan pemungutan suara.
3.7 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran
mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang
utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus
sebagai first step to quality. Oleh karena itu, CSSD menjadi unit yang dibutuhkan
rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barang-barang steril untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk
akhir sterilisasi di CSSD yang merupakan hasil dari suatu sistem yang utuh.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
3.7.1 Definisi CSSD (Central Sterile Supply Department)
CSSD merupakan suatu unit kerja yang memproduksi atau menyediakan
barang dan peralatan steril seperti perbekalan farmasi dasar steril, instrumen steril,
linen steril, dll yang dibutuhkan oleh departemen/instalasi/unit pelayanan terpadu
dan jejaring pelayanan kesehatan lainnya.
3.7.2 Sejarah
Tahun 1968 hingga Maret 1983, CSSD berada di bawah naungan bidang
perawatan. Pada tahun 1983 hingga awal tahun 2000, berdasarkan Edaran
Direktur Jendral Medik tanggal 29 Maret 1983, CSSD berubah nama menjadi Sub
Instalasi CSSD di bawah naungan Instalasi Farmasi RSCM. Perubahan kembali
terjadi pada tahun 2000. berdasarkan SK Menkes No.553 Tahun 1994 dan SK
Menkes No.130 Tahun 2000, Instalasi Sterilisasi berada di bawah Direktur
Penunjang Medik. Saat ini, berdasarkan SK Direktur Utama No.
9426/TU.K/34/XII/2008, CSSD RSCM merupakan salah satu unit kerja non
struktural dan instalasi medik yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Direktorat Umum dan Operasional. CSSD RSCM dipimpin oleh seorang
pejabat pengelola yang disebut kepala instalasi.
3.7.3 Visi dan Misi CSSD RSCM
Visi dari CSSD RSCM adalah menjadi CSSD yang terkemuka di Asia
Pasifik Tahun 2014. Misi dari CSSD RSCM adalah:
a. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu.
b. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan.
c. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi.
d. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal.
e. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di
bidang sterilisasi.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
3.7.4 Tujuan dan Strategi CSSD RSCM
Tujuan dari CSSD RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi
dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah:
a. Meningkatkan efisiensi produktivitas.
b. Meningkatkan profesionalisme.
c. Menciptakan restrukturisasi.
d. Menerapkan sistem managemen keuangan.
e. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost.
f. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.7.5 Kebijakan Mutu
CSSD RSCM menyelenggarakan pelayanan sterilisasi profesional, aman
dan bermutu yang berorientasi terhadap kepuasan pelanggan dengan
meningkatkan aktivitas fungsional secara terus menerus, disertai komitmen untuk
meningkatkan kompetensi, dan kesejahteraan karyawan serta pihak-pihak terkait
yang dilengkapi dengan fasilitas yang sesuai dengan teknologi tepat guna tanpa
menyalahi regulasi. Sasaran mutu dari CSSD RSCM terbagi atas enam indicator
sebagai berikut:
a. Indikator operasional
b. Indikator bahan medis habis pakai
c. Indikator pemeliharaan mesin
d. Indikator kesehatan dan keselamatan kerja
e. Indikator pelayanan
f. Indikator lingkungan kerja
3.7.6 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
CSSD RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada
di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan
Operasional. Struktur organisasi CSSD RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat penanggung jawab sebagai
berikut:
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
a. Penanggung Jawab SDM & Keuangan.
b. Penanggung Jawab Peralatan & Pelayanan.
c. Penanggung Jawab Administrasi dan Rumah Tangga.
d. Penanggung Jawab Logistik dan Inventaris.
Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu
Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian
tersebut masing-masing memiliki tiga penanggung jawab yang menjadi pelaksana
kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggung Jawab
Dekontaminasi, Penanggung Jawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggung
Jawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi
Penanggung Jawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggung Jawab Quality
Control, dan Penanggung Jawab Audit Mutu. Sumber Daya Manusia CSSD
RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai
luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai APD
dalam tugas operasional, dan mematuhi aturan sterilisasi.
3.7.8 Ruang & Sarana CSSD RSCM
Ruang CSSD RSCM memiliki suhu 180-220 C dan kelembaban 35-72%.
Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan
harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu
sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave
sterilisator, dan plasma sterilisator. CSSD RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu:
a. Area unclean
Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi.
b. Area clean
Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi.
c. Area steril
Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan
distribusi barang steril.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
3.7.9 Sistem Pelayanan
Sistem pelayanan CSSD terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang
tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup
dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi
perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup
dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain.
Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di CSSD. Keuntungan
sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM,
peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena
adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan
dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, CSSD juga akan
lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi
dalam proses sterilisasi.
3.7.10 Variabel-Variabel Penentu Mutu CSSD
CSSD RSCM memiliki empat prinsip dasar operasional, yaitu quality in -
quality out, efisien, efektif, dan excellent. Dalam pelaksanaan operasionalnya
perlu diperhatikan variable-variabel yang menentukan mutu CSSD. Mutu CSSD
dipengaruhi oleh tiga tahap pelaksanaan yaitu input, proses, dan output. Variabel
penentu pada tahap input meliputi unsur-unsur yang bersifat tetap di rumah sakit
seperti tenaga kerja, modal, bahan, mesin, metode, konsumen, waktu, informasi,
dan ruangan.
Pada tahap proses, variabel yang menentukan adalah aktivitas fungsional
yang dilakukan, seperti perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dasar,
perencanaan produksi, penerimaan alat kesehatan bersih yang disertai uji mutu,
penerimaan alat kesehatan kotor dan seleksinya, proses dekontaminasi beserta
pengujian hasil, proses pengemasan, uji sebelum proses sterilisasi, proses
sterilisasi dengan uji selama dan sesudah proses sterilisasi, penyimpanan barang
steril, dan pendistribusian barang steril.
Melalui proses tersebut diharapkan menghasilkan output dan outcome.
Output yang dihasilkan berupa barang atau peralatan steril yang bermutu.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Outcome yang diharapkan dari ouput yang dihasilkan yang merupakan keamanan
pasien, petugas, dan lingkungan, efisiensi sumber daya, dan kepuasan pelanggan.
Tahapan uji mutu perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu
a. Setiap pengujian tidak dapat menggantikan fungsi uji lain namun
memberikan informasi yang lengkap dalam proses monitoring mutu
sterilisasi.
b. In proses control harus dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan
opersional telah dilakukan sesuai SPO.
c. Dengan menggunakan semua jenis dan cara pengujian akan didapatkan
hasil sterilisasi secara akurat.
d. Di samping pengujian harus dilakukan juga kalibrasi alat steril dan test
mikrobiologi dilaboratorium secara berkala terhadap barang steril yang
dihasilkan.
3.7.11 Kegiatan CSSD
a. Alur Perpindahan Barang Satu Arah
CSSD RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang. Alur tersebut
berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril.
Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang
direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih.
Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian
diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang
akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke
area steril dan disimpan.
b. Alur Aktivitas Fungsional
Terdapat dua subjek yang ditangani oleh CSSD, yaitu supplier dan
customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket
barang bersih CSSD. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari
customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan
dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan
pengemasan & pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
51
Universitas Indonesia
barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan
labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum
memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan
dilakukan proses ulang dengan mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan
barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan
barang steril. Barang-barang di penyimpanan barang steril kemudian
didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer.
c. Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar
Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan
dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah
dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi.
Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi,
barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang
steril untuk didistribusikan.
d. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai
Proses sterilisasi barang medis ulang pakai CSSD RSCM harus melalui
proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi
sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol
spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah
penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji
secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk
didistribusikan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
52 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Sub Instalasi Produksi
Mahasiswa melakukan kerja praktek di dua bagian Sub Instalasi Produksi
RSCM, yaitu Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril yang terletak di Gedung
Central Medical Unit (CMU) 2 lantai tiga dan Depo Sitostatika Gedung A lantai
delapan selama tiga hari untuk masing-masing tempat.
4.1.1 Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril
Kegiatan produksi sediaan farmasi di RSCM menjadi salah satu sumber
pengadaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan RSCM. Alur
pelayanan produksi sediaan farmasi dimulai dari adanya permintaan, baik berupa
resep pasien, maupun formulir permintaan dari departemen atau unit kerja yang
berada di RSCM. Petugas Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril melakukan
skrining permintaan dengan memeriksa ketersediaan bahan-bahan yang
diperlukan untuk proses produksi. Setelah disetujui, beberapa persiapan dilakukan
sebagai berikut:
a. Mencuci Tangan
Petugas produksi sediaan farmasi diharuskan mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan proses produksi untuk menjaga kebersihan dan kualitas
produk. Cuci tangan dapat dilakukan menggunakan handrub RSCM atau sabun.
b. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Petugas produksi sediaan farmasi diharuskan menggunakan APD selama
proses produksi berlangsung, kecuali pada saat menempelkan etiket, untuk
menjamin kualitas produk dan keamanan petugas khususnya dari bahan berbahaya
dan beracun seperti formalin dan peroksida. Penggunaan APD dibedakan
berdasarkan jenis proses produksi yang dilakukan. Namun dalam pelaksanannya,
beberapa petugas belum menggunakan APD secara baik dan benar, contohnya
masih ada petugas yang tidak menggunakan sarung tangan dalam pembuatan
handrub karena merasa hal tersebut mempersulit pekerjaannya.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
53
Universitas Indonesia
c. Mengisi Dokumen Pembuatan Obat (DPO)
Dokumen Pembuatan Obat (DPO) berisi formulasi sediaan, petugas yang
mengerjakan, lamanya waktu pengerjaan, dan pemeriksaan yang dilakukan.
Informasi mengenai sediaan yang akan dibuat mengacu pada buku Formula Induk.
Hal ini penting sebagai bahan dokumentasi dan penjaminan mutu produk yang
dibuat. Namun sangat disayangkan, saat ini DPO terbatas hanya untuk produk
handrub dan sirup OBH, sedangkan dokumentasi produk lainnya dilakukan di
buku pembuatan obat.
d. Mempersiapkan Bahan Baku
Bahan baku produksi non steril disimpan di ruang bahan baku (Raw
Material). Penyimpanan bahan baku dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu untuk sediaan oral (label putih) atau sediaan luar (label
biru). Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan di lemari terpisah disertai
label peringatan pada masing-masing wadah zat.
e. Mempersiapkan Bahan Pengemas
Sebelum digunakan, bahan pengemas untuk produk non steril dicuci dan di
keringkan terlebih dahulu di ruang pencucian (Washing Room) untuk menjamin
kebersihan wadah dan menghindari terjadinya kebocoran. Setelah itu, bahan
pengemas disimpan di ruang bahan baku (Raw Material) hingga saatnya
digunakan. Keterbatasan ruang membuat bahan pengemas terpaksa disimpan di
dalam ruang yang sama dengan ruang penyimpanan bahan baku. Meski demikian,
untuk mempertahankan kebersihan bahan pengemas, bahan pengemas disimpan di
dalam kotak plastik besar di rak terpisah dari bahan baku. Selain dicuci dan
dikeringkan, bahan pengemas untuk sediaaan steril dan sitostatika juga melalui
sterilisasi dengan metode sesuai dengan jenis bahan pengemas. Bahan pengemas
disimpan di ruang penyiapan masing-masing untuk memudahkan petugas.
f. Mempersiapkan Peralatan yang Dibutuhkan
Peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan sediaan farmasi
dipastikan dalam keadaan bersih dan siap untuk digunakan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Selanjutnya, tiap langkah produksi dilakukan sesuai instruksi yang
terdapat di DPO/ Buku Formula Induk untuk masing-masing sediaan, mulai dari
penyiapan bahan baku hingga pengemasan produk. Untuk meminimalisir
terjadinya kesalahan, tiap langkah produksi dilakukan oleh petugas yang berbeda.
Namun dalam pelaksanaannya, ketentuan tersebut sulit untuk dilakukan karena
jumlah tenaga kerja yang terbatas. Hal tersebut dapat disiasati dengan
pemeriksaan ganda (double checking) oleh asisten apoteker pada tiap langkah
proses produksi.
Pengemasan sediaan farmasi dilakukan dalam wadah primer, kemudian
diberi etiket yang sesuai. Etiket berisi nama sediaan, tanggal kadaluarsa, dan logo
RSCM sebagai produsen. Sediaan jadi didistribusikan melalui gudang pusat
RSCM, sedangkan untuk sediaan repacking dan obat sitostatika, pendistribusian
dilakukan langsung kepada pasien.
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan selama menjalani PKPA di
Sub Instalasi Produksi RSCM, kami menemui beberapa keterbatasan sebagai
berikut:
a. Kurangnya tenaga asisten apoteker untuk melakukan proses produksi non
steril sehingga beberapa proses pembuatan ada yang dilakukan oleh
pekarya di bawah pengawasan asisten apoteker.
b. Besarnya jumlah permintaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah
asisten apoteker untuk melakukan pengawasan mutu produk.
c. Beberapa jenis produk tidak dapat diproduksi karena bahan baku tidak
tersedia.
Beberapa sediaan farmasi yang pembuatannya diikuti oleh mahasiswa
antara lain pembuatan sediaan non steril seperti handrub, kapsul CaCO3, kapsul
campuran parasetamol dan tramadol, sirup omeprazol, dan sirup OBH. Selain itu,
mahasiswa juga mengamati kegiatan repacking alkohol 96%, repacking sediaan
injeksi serbuk, iv admixture, dan penyiapan obat sitostatika. Kegiatan lain yang
dilakukan mahasiswa selama melakukan praktek kerja di sub instalasi produksi
steril dan non steril adalah meringkas MSDS (Material Safety Data Sheet)
beberapa bahan baku sediaan yang telah ada agar lebih mudah dipahami petugas
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
55
Universitas Indonesia
pelaksana, membuat formulasi sediaan Dihidrogen Kalium Fosfat 10,54 mol,
melakukan quality control dalam pembuatan handrub, dan mempelajari sistem
EHR (Electronic Health Record) yang digunakan di RSCM.
4.1.2 Depo Sitostatik
Rekonstitusi obat kanker merupakan salah satu kriteria sediaan farmasi
yang diproduksi di rumah sakit. Depo sitostatik Gedung A lantai delapan
melayani penyiapan obat kanker khusus pasien rawat inap Gedung A, peracikan
obat kanker bagi pasien rawat jalan dan pasien RSCM Kencana di luar jam kerja.
Alur pelayanan penyiapan obat sitostatika adalah sebagai berikut:
a. Penerimaan Obat Sitostatik
Pasien sebisa mungkin tidak dilibatkan dalam pendistribusian obat
sitostatik untuk menjamin keamanan pasien dan kualitas obat sitostatik yang
umumnya tergolong mahal. Pengantaran obat ke depo sitostatik dilakukan oleh
perawat, sedangkan bagi pasien poliklinik yang telah menebus obat di satelit pusat
RSCM, obat diantarkan oleh petugas satelit pusat RSCM setelah perawat
mengantarkan bon ambil pasien ke depo sitostatik. Khusus bagi pasien Askes,
obat diperoleh dari apotek Kimia Farma atau Sana Farma. Petugas handling
cytotoxic yang menerima akan terlebih dulu memeriksa obat-obat yang diserahkan
beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis
dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan
kemoterapi maka obat disimpan di depo sitostatik sebagai obat titipan pasien.
b. Penerimaan Resep
Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa
Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi. Selain itu,
untuk menghindari terjadinya kesalahan, formulir juga dilengkapi dengan protokol
kemoterapi yang dituliskan dokter. Contoh formulir dan protokol kemoterapi
dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14. Namun, belum semua dokter
menuliskannya, beberapa dokter hanya menyertakan salinan lembar daftar infus
yang tertera di rekam medik (RM) pasien. Hal tersebut seringkali mempersulit
petugas depo sitostatik karena tulisan yang tidak jelas dan sulit terbaca.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Selanjutnya petugas depo sitostatik melakukan skrining resep dengan
memeriksa kesesuaian dosis dan ketersedian obat. Petugas Depo Sitostatik perlu
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai protokol yang sering digunakan
dokter dalam kemoterapi pasien. Hal ini penting supaya petugas dapat membantu
memeriksa bila terjadi kesalahan dokter dalam menuliskan suatu protokol. Selain
itu, protokol juga berguna untuk mempermudah pekerjaan petugas dalam
menyiapkan obat sitostatik. Apabila terdapat hal yang kurang jelas atau
bermasalah, misalnya jumlah obat yang kurang, protokol yang tidak jelas, maupun
kesalahan dalam mengisi formulir permintaan, petugas depo sitostatik
mengkonfirmasikannya kepada perawat.
c. Persiapan Pencampuran Obat Sitostatik
Persiapan pencampuran obat sitostatik meliputi penyiapan obat sitostatik,
cairan, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu juga dilakukan
pembuatan etiket berisi nama pasien, nomor RM, jumlah obat yang dioplos
beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan,
serta tanggal dan waktu kadaluarsa. Pengisian etiket ini sangat penting karena
petugas yang akan menyiapkan obat tersebut hanya memperoleh informasi dari
keterangan yang tertera pada etiket. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penyiapan
obat di ruang steril, apoteker perlu melakukan verifikasi untuk meminimalisir
potensi kesalahan yang dapat merugikan pasien dan rumah sakit. Seluruh obat,
cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan dalam kotak obat dan
didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat
penyiapan obat secara aseptis.
d. Pencampuran Obat Sitostatik
Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD sesuai
dengan ketentuan yang berlaku terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menjamin
sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan
tersebut meliputi pemakaian baju steril dan alat pelindung diri seperti penutup
kepala, sarung tangan steril, masker N95, dan penutup mata (google), serta
penutup kaki. Sarung tangan yang dikenakan untuk prosedur aseptis rangkap dua
dan sarung tangan yang kedua dipakai setelah masuk ke dalam ruang steril.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
57
Universitas Indonesia
Persiapan lain yang perlu dilakukan yaitu melakukan swab searah pada
bagian dalam BSC, obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC
dengan mengunakan alkohol 70%, menyiapkan tempat pembuangan tertutup
khusus limbah sitostatik, dan menyiapkan peralatan lain yang dibutuhkan seperti
beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatik
dilakukan di ruang steril dalam Biological Safety Cabinet (BSC) yang dilengkapi
dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal.
e. Pengemasan Obat Sitostatik
Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatik ditempel etiket dan label
obat sitostatik yang sesuai. Pelabelan dan pemberian etiket dilakukan di dalam
ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat di kemas menggunakan
aluminium foil.
Sediaan akhir yang selesai dikerjakan diletakkan kembali ke dalam kotak
khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box. Petugas di ruangan
administrasi mengambil obat tersebut untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik
yang sesuai. Kantong plastik digunakan sebagai pelindung apabila terjadi
kebocoran wadah primer obat setelah disiapkan. Nama pasien dan nomor ruangan
ditulis dengan ukuran agak besar pada plastik dengan menggunakan spidol agar
obat tidak tertukar saat akan digunakan.
f. Pendistribusian Obat Sitostatik
Setelah pencampuran obat sitostatik selesai, petugas depo sitostatik akan
menghubungi perawat yang bertanggung jawab untuk mengambilnya. Perawat
akan mengambil obat tersebut dan memberikan tanda tangan di buku ekspedisi.
Khusus pasien rawat inap Gedung A lantai satu, tiga, enam dan yang akan
menggunakan obat pada hari itu, akan menerima tagihan dari depo sitostatik.
Beban biaya yang diterima pasien berdasarkan jumlah yang obat yang diterima
dengan pembulatan ke atas. Jika pasien menerima setengah vial, maka pasien akan
dibebankan biaya obat satu vial. Sisa dari obat yang tidak terpakai oleh pasien
dianggap sebagai penghematan dan disimpan pada suhu yang sesuai. Setiap akhir
bulan, petugas depo sitostatik akan mengembalikan obat tersebut ke gudang pusat
sebagai obat hibah.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
58
Universitas Indonesia
Selama praktek kerja di depo sitostatik, mahasiswa berkesempatan untuk
melakukan verifikasi Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi
Farmasi yang disesuaikan dengan protokol kemoterapi atau lembar salinan daftar
infus pasien. Mahasiswa juga mengamati dan melakukan proses double checking
pencampuran obat sitostatik di ruang steril di dalam BSC yang dilengkapi dengan
LAF vertikal. Selain itu, mahasiswa juga melakukan analisis respon time bagi
petugas depo sitostatik dalam melakukan pencampuran obat sitostatik, yakni
mulai dari tahap persiapan di ruang steril hingga sediaan selesai diberikan label
dan etiket yang sesuai.
Menurut hasil pengamatan mahasiswa, terdapat beberapa kekurangan bagi
depo sitostatik Gedung A lantai delapan, diantaranya:
a. Depo sitostatik belum memenuhi standar pengaturan tekanan di ruang
handling cytotoxic yang sangat penting untuk menjamin keamanan
petugas.
b. Sarana yang tidak bekerja dengan baik, contohnya pass box yang tidak
interlock dan alat komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik
menyebabkan petugas berkomunikasi melalui pass box yang terbuka. Hal
ini berpotensi besar mengganggu sterilitas ruang handling cytotoxic.
c. Alur pelayanan yang terlalu panjang dapat memperlambat proses
pengoplosan.
d. Keterbatasan jumlah petugas depo sitostatik tidak memungkinkan
dilakukannya double checking saat pencampuran obat sitostatik, dimana
kegiatan double checking merupakan salah satu standar yang harus
dipenuhi.
e. Keterbatasan jumlah apoteker belum memungkinkan dilakukannya
kegiatan farmasi klinis bagi pasien-pasien yang menerima kemoterapi.
4.2 Gudang Pusat
Dalam struktur organisasi IFRS, penanggung jawab gudang pusat
bertanggung jawab kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi. Gudang Pusat
terpisah menjadi dua lokasi yaitu gudang pusat (gudang obat dan alkes) dan CMU
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
59
Universitas Indonesia
tiga (gudang cairan). Tata ruang gudang pusat diatur berdasarkan arah arus
penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi yaitu sistem arus U yang terdiri
atas ruang penerimaan, gudang alat kesehatan, ruang administrasi, gudang obat,
gudang akses terbatas, gudang B3 dan ruang pendistribusian.
Gudang pusat beroperasi hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 8.00 hingga
21.00 yang terbagi menjadi dua shift yaitu pukul 08.00- 15.30 dan 13.00-21.00
WIB. Gudang pusat melayani seluruh satelit dan unit kerja/departemen di RSCM.
Tenaga kerja di gudang pusat terdiri dari 13 asisten apoteker dan tiga
pekarya. Masing-masing petugas memiliki tanggung jawab berbeda dalam
pengelolaan perbekalan farmasi yang terbagi atas pengelola gudang obat, gudang
alat kesehatan dan petugas administrasi yang dikoordinasi oleh satu orang
penanggung jawab.
Dalam rangka menjaga ketersediaan perbekalan farmasi di RSCM, gudang
pusat melakukan permintaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan. Permintaan
perbekalan farmasi rutin dilakukan dua kali dalam seminggu dengan menyusun
defekta pada hari Senin dan Rabu untuk memenuhi kebutuhan selama dua
minggu. Setelah penyusunan defekta, petugas pengadaan akan membuat surat
pesanan dalam sistem komputer. Jika permintaan telah di setujui oleh Kepala Sub
Instalasi Perbekalan Farmasi, petugas pemesanan akan menghubungi distributor
terkait. Dalam waktu kurang lebih tiga hari, perbekalan farmasi yang diminta akan
dikirim ke gudang pusat. Kegiatan utama dari gudang pusat adalah penerimaan,
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ke seluruh satelit/unit
kerja/departemen di RSCM.
4.2.1 Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan merupakan proses serah terima perbekalan farmasi yang
dilakukan oleh panitia penerimaan kepada pihak gudang. Karena letak ruang
penerimaan perbekalan farmasi dilakukan di gudang pusat, untuk menghemat
waktu proses penerimaan dilakukan bersama antara petugas gudang dan panitia
penerimaan. Saat penerimaan dilakukan pemeriksaan dokumen, fisik dan mutu
perbekalan farmasi yang dikirim.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Tahap awal penerimaan meliputi pemeriksaan kesesuaian daftar pesanan
baik jenis dan jumlah pada komputer, faktur penjualan. dan kelengkapan dokumen
seperti surat jalan/faktur penjualan, certificate of origin (CO) untuk alat
kesehatan/alat kedokteran, certificate of analysa (CA) untuk bahan baku dan
material safety data sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. Hingga saat ini,
pengiriman dokumen terkait keamanan dan kualitas produk ini masih belum
sepenuhnya dilaksanakan oleh semua distributor rekanan.
Panitia penerima bersama petugas gudang juga memeriksa kondisi fisik
dan mutu perbekalan farmasi yang diterima meliputi waktu kadaluarsa dan
spesifikasi dari produk yang dikirim. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan,
panitia penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas dan stempel serta
tanggal penerimaan pada faktur penjualan, dan salinan faktur yang diserahkan
kepada petugas administrasi untuk diproses lebih lanjut. Data perbekalan farmasi
tersebut diinput dalam sistem komputer dan kartu stok manual yang meliputi
spesifikasi produk, asal distributor, jumlah dan waktu kadaluarsa.
4.2.2 Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Pengaturan tata ruang gudang perlu dilakukan untuk memudahkan
penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi.
Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan di gudang pusat hanya
meliputi obat dan alat kesehatan, sedangkan reagensia, bahan baku dan
radiofarmaka disimpan di satelit/departemen terkait.
Penyimpanan obat di gudang pusat dilakukan berdasarkan kategori
berikut:
a. Jenis perbekalan farmasi : obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmaka,
dan bahan baku
b. Tujuan penggunaan : obat dalam dan obat luar
c. Bentuk sediaan : sediaan padat dan cair (untuk obat dalam) dan semi solid
dan injeksi (obat luar)
d. Suhu penyimpanan/ stabilitas : obat termolabil (dalam kulkas)
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
61
Universitas Indonesia
e. Akses terbatas : narkotika, psikotropika, high alert, obat mahal dan
sitostatika
f. Sumber obat : produksi RSCM, Askes
g. Obat generik dan nama dagang
h. Kategori lain : obat permintaan khusus, produk nutrisi dan sebagian
produk untuk radiologi
Penyimpanan alat kesehatan di gudang pusat terpisah dengan penyimpanan
obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis dan kelompok
departemen pengguna misalnya bedah dan departemen mata serta pelayanan
jantung terpadu (PJT) untuk mempermudah pengambilan barang.
Penyimpanan obat di gudang pusat disusun berdasarkan alfabetis dengan
memperhatikan obat yang tergolong obat LASA untuk menghindari kesalahan
dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang
mirip, sehingga penyimpanannya dipisah walaupun memiliki nama dengan
alphabet yang berdekatan. Penyimpanan obat sudah tertata dengan rapi dan baik
dengan pemberian label petunjuk pada tiap kelompok obat. Hal ini mempermudah
dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak.
Selain obat, gudang pusat juga memiliki ruangan khusus yang digunakan untuk
menyimpan obat buffer dan B3 yang berdekatan dengan ruang penerimaan.
4.2.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi
Pendistribusian merupakan proses penyaluran perbekalan farmasi dari
gudang yang dilakukan berdasarkan permintaan yang disertai bukti serah terima.
Satelit farmasi dapat langsung melakukan pemintaan melalui sistem online ke
gudang pusat sehingga gudang pusat dapat menyiapkan perbekalan farmasi yang
diminta satu hari sebelumnya dengan mencetak langsung di gudang berupa surat
permintaan barang. Permintaan perbekalan farmasi oleh unit kerja/departemen
masih dilakukan secara manual dengan menggunakan formulir permintaan barang
farmasi yang harus diantar langsung oleh petugas yang bersangkutan ke gudang
dua hari sebelum pengambilan barang.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
62
Universitas Indonesia
Petugas akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta
melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada
formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan
tersebut untuk mendapatkan Form Distribusi Obat/Alkes bagi tiap
satelit/unit/departemen terkait.
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk tiap departemen/satelit di RSCM
sudah dijadwalkan setiap minggu yang dikenal sebagai permintaan rutin. Setelah
perbekalan farmasi disiapkan, petugas gudang akan menghubungi
satelit/departemen terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah
siap diambil. Pada saat penyerahan dilakukan pengecekan kembali oleh petugas
gudang dan pihak satelit/departemen dengan membaca ulang dan memeriksa
perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta mencatat di buku serah terima
gudang yang dilakukan di ruang pendistribusian.
Gudang pusat juga melayani permintaan mendesak/cito setiap hari.
Permintaan cito dapat berasal dari permintaan obat yang bukan termasuk kontrak
tender ataupun karena kekosongan barang di satelit/unit/departemen serta gudang
pusat. Perbekalan farmasi yang diambil dicatat pada buku cito di gudang dan unit
terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional
gudang, petugas satelit harus menghubungi penanggung jawab gudang untuk
mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan satu orang saksi dan petugas
keamanan untuk membuka pintu gudang.
4.2.4 Pengendalian Mutu Perbekalan Farmasi
Tujuan pengendalian mutu adalah menjamin mutu obat yang terdapat di
rumah sakit sesuai standar yang berlaku. Langkah-langkah yang telah dilakukan
oleh gudang pusat RSCM :
1. Melakukan pemeriksaan pengiriman obat termolabil
Dalam pengiriman obat termolabil, distributor akan mengirimkan
produknya menggunakan cool box yang dilengkapi dengan termometer penunjuk
suhu dan dipastikan berada pada suhu 2-8°C. Jika distributor tidak menggunakan
cool box, maka petugas gudang akan melakukan penukaran produk yang baru.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
63
Universitas Indonesia
2. Melakukan stock opname empat kali dalam setahun
Stock opname di gudang berguna untuk mengetahui perbekalan farmasi
yang memiliki waktu kadaluarsa singkat dan tidak memenuhi persyaratan. Produk
dengan waktu kadaluarsa kurang dari tiga bulan diberi label kadaluarsa berwarna
kuning.
3. Menyediakan lemari khusus untuk penyimpanan produk bermasalah
Gudang juga bertanggung jawab atas perbekalan farmasi yang tidak
memenuhi persyaratan agar dilakukan penukaran ke distributor atau pemusnahan
bila telah kadaluarsa.
4. Melakukan pemantauan suhu kulkas dan suhu ruangan setiap hari
Pemantauan suhu kulkas dilakukan tiga kali sehari pada pukul 06.00,
14.00 dan 21.00 WIB sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali
sehari pada pukul 08.00 WIB untuk menjaga stabilitas obat yang membutuhkan
kondisi penyimpanan khusus.
Dalam pelaksanaan PKPA, mahasiswa berkesempatan untuk mengamati
dan membantu melaksanakan kegiatan penyimpanan dan pendistribusian
perbekalan farmasi di gudang pusat diantaranya :
1. Membantu menyusun perbekalan farmasi yang diterima dari distributor ke
rak-rak penyimpanan.
2. Membantu menempelkan label pada obat yang tergolong high alert, serta
label LASA pada rak penyimpanan obat.
3. Membantu merapikan susunan sediaan injeksi secara alfabetis, memeriksa
waktu kadaluarsa dari tiap obat dan memeriksa cara penyimpanan sediaan
obat mata yang termolabil.
4. Membantu menyiapkan permintaan perbekalan farmasi dari beberapa
satelit/unit kerja/departemen di RSCM.
Hasil pengamatan selama melakukan praktek kerja antara lain :
1. Sarana dan Prasarana
a. Lantai pada gudang cairan menggunakan lantai semen, sehingga sulit
dibersihkan (menggunakan vacum cleaner) dan berdebu.
b. Gudang cairan tergenang air pada saat hujan, terutama dekat pintu gudang.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
64
Universitas Indonesia
c. Gudang B3 belum memenuhi persyaratan karena menggunakan pintu kayu
dan tidak semua perbekalan B3 diletakkan pada rak penyimpanan yang
terbuat dari besi. Beberapa bahan diletakkan di atas lantai dengan
menggunakan pallet kayu.
2. Kegiatan
a. Pemeriksaan spesifikasi produk dilakukan untuk melihat waktu kadaluarsa
dan kondisi fisik sediaan padahal pemeriksaan seharusnya juga meliputi
kesesuaian nomor batch dan nomor registrasi untuk setiap produk. Hal ini
berguna untuk mempermudah penarikan bila terjadi recall produk/retur.
b. Kelengkapan dokumen mutu dan keamanan produk yaitu Certificate of
Origine (CO) untuk alat kesehatan, Certificate of Analysis (CA) untuk obat
dan bahan baku dan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk perbekalan
B3 hanya dilakukan oleh beberapa distributor.
c. Beberapa distributor mengirimkan barang yang dipesan pada malam hari
dengan alasan kesulitan mendapat tempat parkir pada siang hari padahal
panitia penerima hanya bertugas hingga pukul 18.30.
d. Permintaan cito yang terjadi setiap hari di gudang menjadi beban petugas
pada perbekalan farmasi yang tidak tersedia di gudang. Saat ini proses
pembelian obat cito masih dilakukan oleh petugas dari satelit/departemen
masing-masing atas koordinasi pihak gudang.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala diatas :
1. Sarana dan prasarana
a. Penambahan jumlah rak penyimpanan besi B3 mengingat sifat bahan yang
disimpan umumnya mudah terbakar.
b. Penambahan smoke detector sebagai tahap deteksi dini terhadap
kemungkinan terjadinya kebakaran.
c. Untuk mengatasi perembesan air, perlu dibuat saluran air di depan pintu
masuk gudang cairan atau melakukan peninggian lantai bagian dalam
gudang serta membuat lantai permanen (diberi lapisan keramik) agar
mudah dibersihkan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
65
Universitas Indonesia
d. Penambahan fasilitas pintu yang hanya dapat diakses oleh petugas gudang
namun, permintaan ini masih dalam pengajuan ke direktur.
2. Kegiatan di gudang
a. Pada saat penerimaan disarankan melakukan pemeriksaan nomor batch
dan nomor registrasi untuk setiap produk.
b. Menghubungi pihak distributor untuk mengingatkan kembali untuk
menyertakan dokumen mutu dan keamanan dalam setiap pengiriman.
c. Memberikan akses parkir khusus bagi para distributor yang akan
mengirimkan barang ke gudang pusat pada siang atau sore hari.
d. Melakukan perencanaan yang baik yang tidak hanya berdasarkan pada sisa
stok barang yang kosong.
4.3 Satelit Pusat
Satelit pusat terdiri dari satu apoteker yang dibantu oleh 11 asisten
apoteker dan tiga juru resep. Penanggung jawab satelit pusat bertanggung jawab
secara langsung kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi. Satelit pusat
melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga
Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift satu dilakukan
oleh tiga orang asisten apoteker dan dua orang juru resep pada pukul 08.00 hingga
pukul 14.30 WIB. Shift dua dilakukan oleh tiga orang asisten apoteker dan satu
orang juru resep pada pukul 14.00 hingga pukul 21.00 WIB. Shift tiga dilakukan
oleh dua asisten apoteker pada pukul 21.00 hingga pukul 08.00 WIB.
Satelit pusat melayani pelayanan resep pasien rawat inap dan rawat jalan.
Pasien rawat inap dilayani oleh unit tertentu yang meliputi:
a. Unit bedah anak (BCH)
b. PTK (Paviliun Tumbuh Kembang),
c. ICCU
d. ICU (shift tiga)
e. PJT (shift dua dan tiga)
f. Perinatalogi (NICU dan PICU)
g. Unit Luka Bakar
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
66
Universitas Indonesia
h. ODC (One Day Care)
i. Unit Psikiatri (Laki-laki, Perempuan, dan Anak)
Pasien rawat jalan yang dilayani oleh satelit pusat berasal dari berbagai
poli yang meliputi:
a. Poliklinik Hemodialisa
b. Semua poliklinik yang meresepkan obat kemoterapi (poliklinik kebidanan,
bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks dan bedah digestif).
c. Pusat talasemi
Satelit pusat bertanggung jawab atas ketersediaan perbekalan farmasi di
poli dan unit tersebut. Resep rawat inap yang dapat ditebus di satelit pusat
merupakan resep rawat inap untuk pemakaian obat satu hari. Khusus pasien
psikiatri, penulisan resep untuk pemakaian obat oral selama tiga hari dan injeksi
untuk satu hari. Selain melayani resep pasien rawat inap, satelit pusat juga
melayani resep rawat jalan diantaranya yaitu pasien poli hemodialisa. Pasien
hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal diberikan injeksi untuk kebutuhan
satu bulan sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal, cukup
diberikan obat untuk keperluan satu hingga dua minggu dan tergantung
pemakaian. Pasien rawat jalan dengan penyakit kronis seperti jantung, hipertensi
dan diabetes dapat menebus resep untuk pemakaian obat selama satu bulan
sedangkan poli lainnya rata-rata untuk pemakaian obat selama satu minggu. Selain
melayani resep rawat inap dan rawat jalan, satelit pusat juga melayani resep
pasien jaminan dan umum. Pasien jaminan meliputi pasien jaminan SKTM,
Gakin, Jamkesmas, Jamkesda, jaminan perusahaan dan Askes.
Perencanaan penting dilakukan oleh satelit untuk menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi satelit pusat ke gudang
berdasarkan konsumsi rata-rata penggunaan obat per minggu yang dilihat dari
jumlah pemakaian obat di kartu stok. Pengadaan farmasi dilakukan rutin setiap
hari Selasa dan Kamis dengan pemesanan ke gudang yang dilakukan sebelum hari
tersebut.
Sebelum dilakukan pemesanan, satelit memeriksa ketersediaan obat di
kartu stok. Jumlah obat yang dipesan oleh satelit berdasarkan konsumsi rata-rata
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
67
Universitas Indonesia
dan ditambah buffer stock 10% khusus obat fast moving. Defekta obat ke gudang
dipesan melalui IT. Gudang akan mengecek ketersediaan obat yang dibutuhkan
satelit pusat. Jika obat yang diminta tersedia, petugas akan menyediakan obat
yang dibutuhkan dan petugas satelit pusat akan melakukan serah terima obat di
gudang. Selain melaksanakan defekta secara rutin, satelit pusat juga melaksanakan
defekta cito saat stok kosong atau pada resep cito dengan obat atau alat tak
terduga seperti implant atau ortopedi.
Khusus defekta cito, petugas akan datang langsung ke gudang mengambil
obat atau alkes yang dibutuhkan dan menulisnya dibuku cito. Permintaan obat
atau alkes cito selama satu hari diakumulasi dan dibuat kumpulan defekta cito.
Kumpulan defekta cito selanjutnya diserahkan ke gudang. Buku cito dimiliki oleh
satelit pusat dan gudang. Setelah kumpulan defekta cito diserahkan ke gudang,
petugas gudang memeriksa kesesuaian kumpulan defekta cito dari satelit pusat
dengan buku cito yang dimiliki gudang.
Obat yang telah disediakan oleh petugas gudang, diambil langsung oleh
petugas satelit pusat. Obat yang telah diterima disusun di rak dan sebagian
disimpan sebagai persediaan kemudian petugas memasukkan data obat yang
diterima ke kartu stok sebagai obat masuk.
Penyimpanan obat di satelit pusat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan
yang terdiri dari sediaan cair, solid, dan semisolid. Obat tersebut kemudian
disimpan berdasarkan obat generik dan obat paten. Beberapa obat yang tidak
stabil dalam suhu ruang juga dipisah dan obat disimpan di kulkas dengan suhu 2-
8°C yang suhunya dipantau tiga kali sehari.
Obat dengan penyimpanan khusus di satelit pusat salah satunya yaitu obat
high alert. Obat high alert membutuhkan kewaspadaan tinggi dalam
penggunaannya termasuk dalam hal dispensing obat karena kesalahan dosis
bersifat fatal. Penyimpanan obat high alert dilokalisir dengan lakban warna merah
dan diberi label warna merah bertuliskan high alert pada tiap obat. Penyimpanan
obat sitostatik juga dipisah dari penyimpanan obat lainnya dengan pemberian
label khusus warna ungu yang bertuliskan “Awas obat kanker! Tangani dengan
hati-hati” pada lemari maupun tiap obatnya. Narkotika dan psikotropika disimpan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
68
Universitas Indonesia
disebuah lemari putih dengan sekat merah di tepinya serta tertulis obat narkotika
dan obat psikotropika pada daun pintu. Lemari narkotika dan psikotropika
merupakan lemari pintu ganda dengan satu pintu di luar dan satu pintu lagi di
bagian dalam dan kunci ganda. Kunci lemari narkotika senantiasa terkunci dan
kuncinya disimpan oleh petugas. Khusus obat yang memiliki nama yang sama,
pengucapan yang hampir sama atau bentuk yang hampir sama diberikan label
LASA pada kotak obat yang memenuhi ketentuan tersebut. Obat yang mendekati
kadaluarsa diberi label warna kuning dengan pencantuman kadaluarsa obat
tersebut. Secara umum, penyimpanan jenis obat tersebut disusun berdasarkan
abjad.
Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan jenis dan
fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dispensing alkes.
Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO. Stock
opname untuk semua perbekalan farmasi di satelit pusat dilakukan setiap enam
bulan sekali.
Pelayanan resep di satelit pusat merupakan pelayanan resep individual.
Dokter meresepkan obat secara manual ataupun Electronic Health Record (EHR).
Pelayanan resep melalui EHR hanya dilakukan oleh poli bedah anak sedangkan
poli lainnya masih menggunakan resep manual. Resep diserahkan ke satelit baik
oleh perawat, keluarga pasien atau pasien. Khusus pasien yang tidak memiliki
keluarga atau pasien rawat inap, resep langsung diserahkan oleh perawat,
sedangkan untuk pasien rawat jalan umumnya diserahkan oleh keluarga pasien
atau pasien itu sendiri. Pasien atau keluarga pasien yang ikut mengantri,
mengambil nomor urut. Selanjutnya, petugas yang bertugas verifikasi memanggil
pasien atau keluarga pasien sesuai dengan nomor urut. Verifikasi resep meliputi
verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya seperti syarat
jaminan khusus pasien pasien jaminan pemerintah, kwitansi pada semua pasien,
protokol & jadwal terapi khusus pada pasien kemo dan hasil lab khusus pada
penggunaan obat mahal dan antibiotik lini dua & tiga. Setelah verifikasi, jumlah
obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti statusnya. Setelah
dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas lainnya agar di
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
69
Universitas Indonesia
dispensing. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar
ke petugas sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan
kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas.
Petugas yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan
jumlah yang sesuai dan mencatat di kartu stok. Selain dispensing obat, satelit
pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara
manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Setelah
melakukan pengemasan, petugas akan melakukan update terhadap status
peresepan sehingga akan diperoleh respon time tiap dispensing satu resep. Khusus
obat kanker dan obat bagi pasien pusat talasemia, pengeluaran obat dicatat di
kartu kendali.
Semua obat kecuali obat kanker diberikan oleh petugas setelah dilakukan
pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Petugas
akan menerima nomor urut antrian dan memberikan informasi obat kepada pasien.
Khusus pasien yang menebus resep obat kanker, obat akan diantar langsung oleh
perawat dan pasien akan menerima bon ambil sebagai tanda obat telah
didispensing.
Resep serta kelengkapan jaminan yang diterima oleh satelit terdiri dari dua
rangkap. Satu rangkap digunakan sebagai arsip satelit sedangkan lainnya sebagai
bukti arsip untuk penagihan ke Unit Pelayanan Pasien Jaminan (UPPJ). Penagihan
terhadap pasien jaminan dilakukan satu hari setelah dispensing obat ke UPPJ.
Obat yang ditebus harus memiliki tanggal SJP (surat jaminan perawatan), tanggal
resep dan tanggal persetujuan petugas dinkes yang sama. Selain kelengkapan
tersebut, pasien juga harus menyerahkan kwitansi poli sebagai bukti bahwa pasien
telah berobat di poli tersebut. Tidak semua resep memperoleh persetujuan petugas
dinkes, persetujuan dilakukan pada pasien jaminan SKTM dan Gakin dengan
harga obat lebih dari Rp 500.000,00 tiap resep. Khusus pasien pasien rawat inap
jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dan jaminan kesehatan daerah
(jamkesda), penagihan dilakukan maksimal tujuh hari setelah pasien pulang
sedangkan untuk pasien dengan jaminan surat keterangan tidak mampu (SKTM)
dan warga miskin (Gakin) penagihan dilakukan satu hari setelah dispensing.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
70
Universitas Indonesia
Satelit pusat mengalami kendala dalam pelayanan kefarmasiannya.
Kendala yang dihadapi salah satunya adalah penyusunan obat. Beberapa obat
masih ada yang disimpan dalam satu wadah yang berpotensi meningkatkan
kesalahan dalam hal dispensing obat. Selain itu, ada beberapa obat yang
diletakkan di belakang tumpukan obat sehingga mempersulit dispensing obat.
Efektifitas tempat mungkin perlu dilakukan oleh satelit pusat, yakni dengan
membuat deretan obat yang memanjang dan berundak ke belakang agar obat yang
ditempatkan di belakang dapat terlihat mata. Hal tersebut sudah direncanakan oleh
apoteker, tapi masih belum terlaksana sepenuhnya karena keterbatasan SDM.
SDM di satelit sebagian besar fokus melayani resep, sehingga SDM yang
melaksanakan penyusunan obat pun terbatas dan pelaksanaan terhadap hal
tersebut belum sepenuhnya terlaksana. Jika peningkatan efektifitas tempat masih
memiliki kendala, maka penambahan fasilitas atau sarana menjadi jalan terakhir
untuk meningkatkan efektifitas penyimpanan.
Ada lemari obat yang juga belum diberi keterangan alfabetis dan daftar
obat karena baru dilakukan pemindahan obat. Petugas belum memberi label pada
lemari tersebut. Sebaiknya segera setelah pemindahan obat, petugas langsung
menempelkan label identitas pada lemari tersebut agar memudahkan dispensing
obat.
Masih belum dilakukannya peresepan melalui EHR juga menyebabkan
beberapa kendala, diantaranya yaitu penumpukan resep di perawat dan tulisan
pada resep yang sulit terbaca. Penumpukan resep di perawat menyebabkan resep
yang akan didispensing semakin banyak dan antrian memanjang pasien di ruang
tunggu. Tulisan dokter pada resep yang terkadang sulit terbaca juga berpotensi
menyebabkan medication error. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah sistem
peresepan menjadi peresepan melalui EHR. Pelaksanaan peresepan EHR memang
belum dilaksanakan pada semua poli tetapi sistem peresepan tersebut akan segera
dilaksanakan. Melalui prescribing prescription, beban kerja perawat juga
berkurang untuk mengantar resep ke satelit.
Peresepan melalui EHR memudahkan petugas dalam melakukan
dispensing obat, tetapi sering kali menjadi masalah ketika obat di retur. Hal ini
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
71
Universitas Indonesia
disebabkan oleh jumlah dokter yang menangani satu pasien di unit bedah anak
lebih dari satu orang. Tindak lanjut dalam masalah ini adalah memberi peringatan
kepada dokter untuk menuliskan resep dengan cermat dan meningkatkan ketelitian
petugas.
Verifikasi klinis di satelit pusat masih terbatas dilakukan karena apoteker
yang hanya terdiri dari satu orang masih terfokus dalam pelaksanaan manajemen.
Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh
asisten apoteker. Apoteker klinis diperlukan dalam hal verifikasi resep dan
pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif.
Obat kanker milik pasien di satelit pusat juga sering tersimpan cukup lama
di lemari penyimpanan. Umumnya pasien tidak menggunakan obat kanker
tersebut terlebih dahulu karena jadwal kemoterapi yang belum pasti. Perawat akan
mengambil obat kanker yang telah disiapkan untuk digunakan kepada pasien.
Penumpukan obat kanker pesanan tersebut berpotensi membahayakan petugas.
Oleh karena itu, perlu adanya peraturan yang mengikat akan jadwal kemoterapi
dan peresepan dokter agar obat tidak menumpuk di satelit pusat.
Beban kerja di satelit pusat juga tinggi. Selama satu hari, hanya terdapat
delapan asisten apoteker yang melayani resep. Berdasarkan penerimaan resep di
bulan mei 2012, rata-rata resep yang dilayani oleh satelit pusat adalah 181 resep
dengan standar deviasi 52 resep. Jika pelayanan resep yang ingin dicapai mulai
dari verifikasi hingga penyerahan yakni 30 menit, maka dibutuhkan asisten
apoteker sebanyak empat orang yang melayani terus menerus selama 24 jam.
Karena beban kerja terbagi menjadi tiga shift, asisten apoteker yang dibutuhkan
sebanyak 12 orang untuk melayani 181 resep. Berdasarkan standar deviasi jumlah
rata-rata resep, nilai rentang resep yang dilayani sebanyak 129-233 resep sehingga
asisten apoteker yang dibutuhkan 9-15 orang asisten apoteker. Penambahan
asisten apoteker yang dibutuhkan oleh satelit pusat satu hingga tujuh orang.
4.4 Satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Satelit IGD merupakan satelit farmasi yang terletak di IGD dan
bertanggung jawab dalam mengelola kebutuhan perbekalan farmasi di IGD.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
72
Universitas Indonesia
Satelit farmasi IGD terletak dibawah garis koordinasi dengan Sub instalasi
Perbekalan Farmasi, Instalasi Farmasi RSCM.
Satelit farmasi IGD terbagi menjadi dua depo farmasi yang terletak di
lantai satu dan lantai empat. Pelayanan farmasi di IGD dilakukan selama 24 jam
(tiga shift). Satelit farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi
IGD saja dan tidak melayani resep dari tempat/unit lain.
4.4.1 Kegiatan
Depo lantai satu memiliki kegiatan sebagai berikut :
a. Melayani permintaan perbekalan farmasi untuk lantai satu hingga tiga
b. Melayani kebutuhan paket tindakan untuk lantai satu hingga tiga
c. Melayani kebutuhan distribusi ruangan (floor stock)
d. Melayani kebutuhan implant ortopedi konsinyasi
e. Pengawasan troli emergensi di IGD
Depo lantai empat memiliki kegiatan melayani permintaan perbekalan
farmasi dari ruang operasi lantai empat selama berjalannya operasi.
4.4.2 Perencanaan, Pengadaan, dan Penerimaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan jumlah barang yang diminta satelit ke gudang pusat
didasarkan pada jumlah konsumsi rata-rata per hari dikali dengan waktu. Akan
tetapi perhitungan tersebut masih berdasarkan kebiasaan petugas yang sudah
terbiasa dalam melakukan pemesanan barang. Petugas farmasi di satelit IGD
umumnya akan melakukan pendataan barang yang akan habis sebelum melakukan
pemesanan ke gudang pusat. Selanjutnya, petugas menentukan jumlah kebutuhan
untuk satu minggu dan membuat defekta pemesanan melalui sistem komputer ke
gudang pusat. Pemesanan dari satelit ke gudang pusat dilakukan sebanyak dua
kali seminggu yaitu pada hari senin dan kamis. Setelah gudang selesai
mempersiapkan barang yang diminta, petugas farmasi di satelit akan datang ke
gudang untuk verifikasi barang yaitu pada hari selasa dan jumat. Verifikasi
dilakukan untuk mengecek kesesuaian nama barang, jenis, kondisi dan jumlahnya
dengan defekta yang dibuat. Selain itu, saat verifikasi juga dilakukan untuk
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
73
Universitas Indonesia
pencatatan waktu kadaluarsa dari barang yang dipesan. Setelah verifikasi selesai,
petugas satelit bersama pekarya akan membawa barang pesanan dari gudang ke
satelit. Petugas satelit dapat melakukan pemesanan di luar jadwal rutin jika ada
kebutuhan mendesak.
Pemesanan barang di depo lantai empat ditujukan ke depo lantai satu.
Petugas farmasi yang sedang bertugas di depo lantai empat diharuskan memeriksa
jumlah barang di depo secara rutin. Petugas mencatat barang-barang yang akan
habis dan menentukan jumlah yang akan diminta. Selanjutnya, petugas melakukan
pemesanan ke depo lantai satu dan barang akan diantar oleh pekarya ke depo
lantai empat.
4.4.3 Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit IGD telah sesuai dengan
standar prosedur operasional di RSCM. Penyimpanan perbekalan farmasi dibagi
berdasarkan kriteria berikut :
A. Bentuk sediaan dan jenisnya
1. Obat
a. Oral
b. Injeksi
c. Cairan Infus
2. Alat kesehatan
Alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan penggunaannya.
B. Suhu penyimpanan dan stabilitasnya
1. Obat kulkas
2. Obat yang dapat disimpan dalam ruangan
C. Sifat bahan
1. Bahan berbahaya dan beracun (B3)
2. Bahan tidak berbahaya
D. Susunan alfabetis
Susunan alfabetis dilakukan berdasarkan nama obat.
E. Obat Askes dan non Askes
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
74
Universitas Indonesia
F. Obat generik atau nama dagang
G. Sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out)
Selain itu, penyimpanan dan penataan perbekalan farmasi di satelit IGD
juga telah memperhatikan high alert dan LASA (Look Alike Sound Alike). Obat-
obat high alert sudah dilokalisasi dan diberi pembatas dengan lakban merah.
Setiap obat high alert telah ditempeli label di wadah primer obat. Obat yang
bersifat LASA telah ditata secara terpisah dengan pasangannya dan diberi label
hijau LASA.
Penyimpanan obat narkotika dilakukan dalam lemari khusus dengan pintu
ganda. Kunci pintu lemari dikalungkan di salah satu petugas farmasi yang sedang
bekerja dan tidak dibiarkan menggantung di lemari. Selain itu, terdapat
penyimpanan khusus lainnya untuk obat mahal dan B3. Obat mahal disimpan
dalam lemari khusus yang mudah diawasi dan selalu terkunci. Hal tersebut
ditujukan untuk menghindari kehilangan obat. B3 disimpan terpisah dan sudah
dilengkapi dengan label tanda bahaya dan Material Safety Data Sheet (MSDS).
4.4.3 Distribusi
Sistem distribusi di satelit IGD ada dua macam yaitu sistem resep
individual dan sistem floor stock (persediaan ruangan). Sistem resep individual
diterapkan untuk peresepan di satelit IGD (depo lantai 1). Depo menyiapkan obat
atau alat yang diresepkan berdasarkan permintaan dalam resep dan tidak
dipisahkan untuk setiap waktu pemakaian. Sistem floor stock diterapkan untuk
penyediaan paket tindakan yang dibutuhkan di ruang rawat IGD. Depo lantai satu
akan menyediakan paket tertentu dengan jumlah tertentu yang disimpan dalam
lemari. Selain itu, barang-barang perbekalan farmasi dasar seperti sarung tangan,
alkohol, dan hand rub juga didistribusikan dengan sistem floor stock.
4.4.4 Alur Pelayanan Resep dan Permintaan Paket
Depo lantai satu melayani resep dari lantai satu hingga tiga di IGD. Resep
diantarkan oleh perawat atau dokter ke depo. Selanjutnya, dilakukan skrining
kelengkapan resep dan kesesuaian farmasetik dari resep. Kelengkapan resep
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
75
Universitas Indonesia
meliputi nama dokter, nama pasien, usia pasien, nomor rekam medis, jenis
jaminan pasien dan ruangan asal resep. IGD telah menerapkan sistem barcode
untuk setiap pasien. Sistem barcode tersebut membuat data pasien yang
dibutuhkan sudah dapat tercetak dalam sebuah label. Jadi, dokter hanya perlu
menempelkan label identitas pasien pada resep. Kesesuaian farmasetik dilihat
dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatannya.
Setelah melewati proses skrinning tersebut, data resep diinput ke dalam
sistem komputer untuk data penagihan dan pengecekan kemungkinan resep ganda.
Pada input data tersebut ditentukan jumlah barang yang akan disiapkan.
Penyiapan obat dari resep lantai satu dan tiga untuk satu kali pemakaian
sedangkan lantai dua dan ruang rawat disiapkan untuk penggunaan satu hari. Hal
tersebut dikarenakan antisipasi perubahan terapi akibat kondisi pasien pada lantai
satu dan tiga yang umumnya tidak stabil.
Setiap pengambilan obat dan alat kesehatan selama penyiapan resep harus
dicatat dalam kartu stok. Obat yang telah selesai disiapkan (sudah diberi etiket)
dimasukkan ke dalam kantung plastik yang diberi identitas pasien (nama, nomor
rekam medis dan ruangan). Selanjutnya, kantung tersebut diletakkan di troli sesuai
dengan pengelompokan lantainya. Jika kantung obat sudah cukup banyak di troli,
pekarya akan mengantarkan kantung-kantung tersebut ke masing-masing ruangan.
Resep-resep yang bersifat cito dapat ditunggu pengerjaannya di depo dan
langsung diserahkan kepada perawat atau dokter yang menunggu.
Permintaan paket tindakan di depo lantai satu juga berdasarkan peresepan
dan lembar penggunaan paket yang diisi oleh perawat ruangan. Jika perawat
menggunakan paket tindakan yang tersedia dalam lemari di ruangan maka
perawat wajib melaporkan ke depo lantai satu dengan membawa formulir
penggunaan paket. Selanjutnya, petugas farmasi akan menggantikan alat yang
terpakai sesuai dengan yang tercantum dalam formulir tersebut.
Pelayanan di depo lantai empat berbeda dengan depo lantai satu.
Permintaan perbekalan farmasi yang diajukan ke depo lantai empat dapat
dilakukan langsung oleh perawat atau dokter yang sedang melakukan tindakan
operasi. Permintaan tersebut dituliskan dalam formulir permintaan barang.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
76
Universitas Indonesia
Perawat atau dokter yang meminta menunggu barang disiapkan lalu membawanya
ke dalam kamar operasi. Barang-barang yang diminta dapat diretur jika tidak
digunakan.
4.4.5 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia di satelit IGD terdiri dari satu orang apoteker, 21
orang asisten apoteker, dan satu orang pekarya. Asisten apoteker terdiri dari
sembilan orang dengan pendidikan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan 12
orang berpendidikan diploma farmasi. Satelit IGD beroperasi selama 24 jam dan
terbagi menjadi tiga shift. Tabel 4.1 menunjukkan pembagian sumber daya asisten
apoteker dari masing-masing depo
Tabel 4.1 Pembagian jumlah asisten apoteker setiap shift di tiap depo
Pagi
(08.00 –15.00 WIB)
Siang
(14.00–21.00 WIB)
Malam
(20.00 –08.00 WIB)
Depo lantai 1 4 orang 3 orang 3 orang
Depo lantai 4 1 orang 1 orang 1 orang
Selama tiga hari berada di satelit IGD, mahasiswa dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Dispensing resep.
b. Membantu distribusi obat ke ruang rawat.
c. Menata obat yang baru datang dari gudang pusat.
d. Membuat paket tindakan.
e. Merapikan troli emergensi yang berada di IGD.
f. Melakukan pendataan obat yang tidak diambil oleh pasien pulang.
g. Membantu pelayanan di depo lantai empat.
Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan kesesuaian pengelolaan
perbekalan farmasi dimulai dari pemesanan hingga distribusi di IGD dengan
ketentuan yang ada.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Pemesanan barang yang dibutuhkan di IGD dapat dikatakan masih
bergantung pada perkiraan petugas. Hal tersebut dapat merugikan jika petugas
tersebut tidak masuk bekerja atau tidak lagi bekerja. Oleh sebab itu, sebaiknya
ditetapkan ketentuan perhitungan jumlah pesanan yang disosialisasikan ke seluruh
petugas (asisten apoteker). Jika semua petugas telah mengetahui ketentuan
perhitungan tersebut maka pemesanan tidak lagi bergantung pada satu orang saja.
Penerimaan dan penataan barang di satelit IGD telah sesuai dengan SPO
yang ditetapkan di RSCM. Penyimpanan barang juga telah disesuaikan dengan
ketentuan RSCM dan JCI seperti dilakukannya pengecekan berkala terhadap suhu
kulkas dan suhu ruangan. Walaupun ada hal yang belum terpenuhi yaitu adanya
label peringatan dan MSDS pada rak penyimpanan B3.
Distribusi obat di IGD, dilakukan oleh seorang pekarya ke semua lantai.
Hal ini sering kali kami temukan menjadi lamanya respon time terhadap
pengantaran obat ke ruang rawat. Pekarya mempunyai tanggung jawab
mengantarkan obat ke ruang rawat, mengambil barang dari gudang, mengantarkan
barang habis pakai, dan mengantarkan barang ke depo lantai empat. Tugas
tersebut kadang dibutuhkan dalam waktu bersamaan sehingga pekarya harus
menunda tugas lainnya. Akibatnya, kelancaran kegiatan pelayanan dapat tertunda.
Oeh sebab itu, sebaiknya ditambahkan lagi seorang pekarya di satelit IGD.
Pelayanan farmasi klinis di IGD juga belum berjalan. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya tenaga apoteker di satelit IGD. Apoteker yang ada saat ini
berfokus pada pengelolaan perbekalan farmasi di IGD yang cukup rumit sehingga
belum bisa melakukan pelayanan klinis. Padahal pelayanan farmasi klinis sangat
dibutuhkan di IGD untuk mengurangi adanya medication error dengan melakukan
verifikasi resep, pemberian informasi obat, monitoring pengobatan dan lain-lain.
Oleh sebab itu, agar pelayanan farmasi klinis dapat berjalan sebaiknya
ditambahkan seorang apoteker lagi di IGD.
4.5 Satelit Intensive Care Unit (ICU)
Satelit ICU melayani pasien dimulai dari pukul 08.00 hingga pukul 21.00
WIB yang terbagi ke dalam dua shift setiap hari Senin – Jumat dan satu shift
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
78
Universitas Indonesia
setiap hari Sabtu dan Minggu. Bila depo satelit ICU tutup, pelayanan dialihkan ke
satelit pusat. Satelit ICU hanya melayani resep yang berasal dari ruang rawat inap
ICU dewasa saja untuk pemakaian obat satu hari (One daily dose). Pelayanan
resep dilakukan baik pasien jaminan maupun umum yang membayar tunai.
Pelayanan farmasi ICU dikelola oleh dua apoteker yang mengelola bidang
manajemen perbekalan dan klinis yang dibantu oleh tiga asisten apoteker.
Penanggung jawab satelit manajemen bertanggung jawab kepada kepala sub
instalasi perbekalan farmasi sedangkan penanggung jawab satelit farmasi klinis
bertanggung jawab kepada kepala subinstalasi farklin litbang.
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian
mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan,
pelayanan resep ICU dewasa atau defekta resep cito dari bagian endoskopi, parade
pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat
pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat baik kepada perawat
ataupun dokter.
Apoteker farmasi klinis ini melakukan parade pagi setiap pukul 08.00 –
10.00 WIB bersama dokter, perawat dan dietisian. Tujuan parade pagi yaitu
membicarakan permasalahan pasien tentang perkembangan pasien dan
merencanakan tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien.
Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai informasi obat yang
dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di instalasi farmasi, dosis
obat sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan
pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien.
Setelah parade pagi, apoteker melaksanakan visite pasien bersama dokter,
perawat, dan dietisian. Melalui visite pasien, tim tersebut dapat mengetahui
kondisi pasien yang sebenarnya. Perubahan terapi dan tindakan dapat pula terjadi
ketika visit pasien. Jika terjadi perubahan terapi, apoteker akan memberi
rekomendasi kepada dokter.
Pengkajian resep juga dilakukan oleh apoteker klinis. Apoteker mengkaji
obat yang diresepkan dokter khususnya dalam hal farmasetik maupun klinis. Jika
ada terapi yang kurang sesuai, apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
79
Universitas Indonesia
bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat
dilakukan oleh apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks dan
status pasien serta menganalisa perkembangan pasien dengan terapi yang
diperoleh.
Pasien yang dirawat di ICU dengan kondisi yang telah stabil, umumnya
dipindah ke rawat inap gedung A. Berbeda dengan ICCU, pasien yang sudah
memiliki kondisi yang baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga
melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU yang salah satunya adalah
memberi informasi obat pada pasien yang akan pulang.
Pengadaan barang baik obat maupun alat kesehatan dilakukan setiap hari
Senin dan Kamis. Jumlah perbekalan yang dipesan diperiksa melalui kartu stok.
Petugas akan memesan defekta ke gudang melalui IT sehari sebelum pengadaan.
Jika terjadi kekosongan barang, satelit akan melakukan transfer ke satelit lain.
Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan obat dan menyediakan obat
sesuai dengan permintaan. Petugas depo pergi ke gudang untuk melakukan serah
terima barang dengan menandatangani fomulir defekta barang setelah melakukan
penmeriksaan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang. Setelah melakukan
defekta dari gudang, data obat dimasukkan ke kartu stok dan obat disusun pada
rak obat dan beberapa jenis obat atau alkes disimpan di lemari tertentu sebagai
persediaan.
Berbeda dengan distribusi obat yang secara individual, distribusi
perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock di ruang rawat.
Perawat menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke satelit farmasi ICU dan
satelit farmasi akan meneruskan permintaan ke gudang melalui IT. Setelah
perbekalan farmasi dasar diterima satelit farmasi, perbekalan farmasi dasar
diserahkan kepada perawat.
Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan jenisnya yaitu
obat dan alkes. Penyimpanan obat di satelit farmasi ICU dilakukan berdasarkan
bentuk sediaan. Sediaan tersedia dalam bentuk cair, solid, dan semisolid. Obat
pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan obat jaminan Askes dan non
Askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan obat generik dan obat paten.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Beberapa obat yang tidak stabil dalam suhu ruang juga dipisah dan disimpan di
kulkas dengan suhu 2-8C yang suhunya dipantau tiga kali sehari. Obat berupa
cairan seperti infus dan obat luar juga disimpan terpisah.
Obat dengan penyimpanan khusus di satelit farmasi ICU salah satunya
yaitu obat high alert. Obat high alert membutuhkan kewaspadaan tinggi dalam
penggunaannya termasuk dalam hal dispensing obat karena kesalahan dosis
bersifat fatal. Penyimpanan obat high alert dilokalisir dengan lakban warna merah
dan diberi label warna merah bertuliskan high alert pada tiap obat. Narkotika dan
psikotropika disimpan disebuah lemari putih dengan sekat merah di tepinya serta
tertulis obat narkotika dan obat psikotropika pada daun pintu. Lemari narkotika
dan psikotropika merupakan lemari putih berpintu ganda dengan satu pintu di luar
dan satu pintu lagi di bagian dalam dan kunci ganda. Lemari narkotika senantiasa
terkunci dan kunci untuk lemari narkotika disimpan oleh petugas satelit. Khusus
obat yang memiliki nama yang sama, pengucapan yang hampir sama atau bentuk
yang hampir sama diberikan label LASA pada kotak tempat tiap obat yang
memenuhi ketentuan tersebut. Obat yang mendekati kadaluarsa diberi label warna
kuning dengan pencantuman kadaluarsa obat tersebut. Secara umum,
penyimpanan jenis obat tersebut disusun secara alfabetis.
Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan jenis dan
fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dispensing alkes.
Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO. Stock
opname dan pengecekan kadaluarasa untuk semua perbekalan farmasi di satelit
farmasi ICU dilakukan setiap enam bulan sekali.
Pendistribusian obat di satelit farmasi ICU menggunakan sistem peresepan
individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar
perawat atau keluarga pasien. Petugas melakukan verifikasi resep dan memberi
harga. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan
kelengkapan lainnya seperti syarat jaminan khusus pasien pasien jaminan
pemerintah, dan hasil lab khusus pada penggunaan obat tertentu seperti albumin.
Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti
statusnya. Penginputan data pasien umum dilakukan sebelum obat didispensing
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
81
Universitas Indonesia
sedangkan data pasien jaminan, diinput setelah dispensing obat selesai. Setelah
dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas lainnya agar
didispensing. Pasien umum biasanya membayar secara tunai kepada petugas
sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan
lainnya kepada petugas.
Petugas yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan
jumlah yang sesuai. Kemudian, obat tersebut dicatat di kartu stok, diberi label dan
dikemas. Setelah melakukan pengemasan, petugas akan melakukan update
terhadap status peresepan sehingga akan diperoleh respon time tiap dispensing.
Selain resep manual, satelit farmasi ICU juga menerima resep cito.
Berbeda dengan resep biasa, perawat yang telah menyerahkan resep cito ke satelit
farmasi akan menunggu obat yang didispensing untuk segera di antar. Umumnya
terdapat obat yang secara cepat dibutuhkan oleh pasien tetapi belum dituliskan
resep oleh dokter. Perawat berkewajiban mengambil obat yang dibutuhkan dan
menuliskan obat yang diambil oleh petugas di buku komunikasi. Selanjutnya,
petugas akan memindahkan data di buku komunikasi ke IT.
Obat pasien dapat dikembalikan jika obat sudah tak terpakai lagi,
kondisinya masih layak pakai dan berasal dari satelit farmasi. Bagi pasien umum,
obat yang dikembalikan akan diganti dengan uang tunai, sedangkan pasien
jaminan akan dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan penjamin.
Penagihan terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening
akan melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap
obat-obat yang telah digunakan pasien.
Pelayanan resep di atas pukul 21.00 WIB dialihkan ke satelit pusat.
Sampai saat ini, buku komunikasi sebagai sarana komunikasi pergantian shift
belum dilakukan oleh ICU dengan satelit pusat. Selama ini, komunikasi masih
dilakukan secara lisan. Komunikasi sebaiknya dilakukan secara tertulis melalui
buku komunikasi, hal ini penting untuk mengetahui pelayanan resep yang
mungkin belum dilaksanakan oleh shift sebelumnya. Pelaksanaannya perlu
dilakukan secara tertulis agar semua petugas shift berikutnya dapat mengetahuinya
dengan mudah dan sebagai dokumentasi pelayanan yang belum terlaksana.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Penulisan aturan pakai pada resep yang diterima oleh satelit farmasi
terkadang tidak lengkap, hal ini berpotensi terjadinya medication error. Oleh
karena itu, perlu segera dilakukannya peresepan online untuk memudahkan
dispensing obat. Keuntungan lain dilakukannya peresepan secara online yaitu
mengurangi jumlah perawat yang mengantar resep ke satelit sehingga mengurangi
beban kerja perawat.
Satelit farmasi ICU telah berpindah lokasi di depan ruang tata usaha.
Posisi ruang tunggu keluarga pasien cukup jauh dari satelit farmasi, sehingga
petugas harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien.
Pengeras suara dibutuhkan agar petugas mudah memanggil pasien.
Lokasi satelit farmasi ICU yang baru dilengkapi dengan lemari yang
tingginya sekitar dua meter lebih. Obat serta dokumen diletakkan pada posisi yang
sulit dijangkau oleh petugas, walaupun dengan alat bantu kursi sekalipun.
Penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan
kerja.
Penyimpanan di satelit farmasi ICU sudah tertata dengan baik tetapi,
masih ada beberapa obat yang tersimpan dalam satu wadah obat. Penyimpanan
obat tersebut beresiko meningkatkan kesalahan dalam hal dispensing obat.
Penyimpanan obat yang masih tertumpuk di lantai juga masih belum dilengkapi
palet. Penempatan palet diperlukan agar obat yang disimpan tidak rusak.
4.6 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
4.6.1 Pelayanan Perbekalan Farmasi di Gedung A
Satelit farmasi gedung A berlokasi di gedung A RSCM. Satelit tersebut
melayani kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien rawat inap di gedung A, baik
pasien jaminan maupun pasien umum. Satelit farmasi gedung A terdiri dari depo-
depo farmasi yang terletak di setiap lantai (ada delapan lantai) dan gudang farmasi
di basemen. Gudang farmasi basemen akan mendistribusikan perbekalan farmasi
ke setiap depo kemudian depo farmasi tersebut yang akan medistribusikan ke
pasien melalui perawat. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap dilayani
selama 24 jam yang terbagi menjadi tiga shift yaitu dua shift (pagi dan siang) yang
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
83
Universitas Indonesia
dilayani di depo farmasi setiap lantai dan satu shift (malam) pelayanan yang
dialihkan ke gudang farmasi basemen. Jumlah SDM di satelit farmasi gedung A
terdiri dari tiga orang apoteker, 61 orang asisten apoteker, 11 orang pekarya, dan
dua orang administrator.
Perencanaan satelit farmasi gedung A berdasarkan konsumsi rata-rata
yaitu yang berasal dari data mutasi di sistem komputer. Perencanaan untuk obat-
obatan fast moving perlu ditambahkan dengan buffer stock, sedangkan untuk obat
slow moving tidak dilakukan pengadaan melainkan langsung mengambil di
gudang pusat. Pengadaan perbekalan farmasi di satelit gedung A dilakukan
dengan pemesanan ke gudang pusat setiap tiga kali dalam seminggu yaitu pada
hari Senin, Rabu, dan Jum’at. Pemesanan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
perbekalan farmasi selama seminggu di gedung A. Setelah dilakukan pemesanan
dan penyiapan barang, petugas farmasi gedung A melakukan serah terima barang
di gudang pusat dengan melakukan pemeriksaan kesesuaian barang meliputi jenis,
jumlah, kadaluarsa, dan kondisi barang.
Barang yang telah diterima dan disusun barang di gudang farmasi gedung
A. Penyimpanan obat solid oral di gudang farmasi basemen terdiri dari dua jenis
yaitu penyimpanan obat sebagai persediaan dan penyimpanan obat untuk
keperluan sehari-hari yang rutin digunakan untuk pelayanan. Perbekalan farmasi
disusun berdasarkan alfabet, bentuk sediaan, generik/non generik dan suhu
(kestabilan). Obat narkotika disimpan kedalam lemari khusus berpintu dan
berkunci ganda sedangkan obat psikotropika juga disimpan di lemari terpisah.
Obat-obatan yang termasuk kedalam high alert disimpan secara terpisah dengan
diberi label khusus dan ditandai dengan garis merah pada lemari penyimpanannya.
Obat high alert disimpan secara terpisah karena obat tersebut memiliki resiko
tinggi bila digunakan secara tidak tepat yang dapat menyebabkan bahaya
bermakna bagi pasien. Selain itu, penyimpanan obat mahal, produk nutrisi, B3,
dan obat kanker disimpan ditempat terpisah, sedangkan obat kanker dan obat
LASA diberikan label khusus yang telah disediakan. Penyimpanan obat yang
terdapat di dalam lemari tertutup atau kulkas dilampirkan daftar nama obat-obatan
yang terdapat di dalam lemari tersebut. Penyusunan tersebut dilakukan agar lebih
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
84
Universitas Indonesia
mudah melakukan penyiapan kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien. Berbeda
dengan penyimpanan obat, alat kesehatan disusun berdasarkan fungsi dan
jenisnya.
Untuk memenuhi kebutuhan pasien, satelit farmasi gedung A
mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai. Metode
yang digunakan dalam pendistribusian ini yaitu metode desentralisasi. Depo
farmasi disetiap lantai biasanya melakukan permintaan obat setiap hari ke gudang
farmasi basemen gedung A sesuai dengan kebutuhannya. Obat-obat yang perlu
diracik dilakukan di ruang peracikan khusus yang tersedia di gudang farmasi
basemen dengan menggunakan stok obat di gudang tersebut. Perbekalan farmasi
yang sudah disiapkan oleh petugas gudang farmasi basemen dikirimkan ke depo
farmasi di setiap lantai dengan melakukan serah terima barang dan dilakukan
pemeriksaan kesesuaian barang dan jenis.
Sistem peresepan di gedung A sudah menggunakan Electronic Health
Record (EHR). Keuntungan dari EHR ini yaitu dapat mengurangi kesalahan
dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam pemberian obat ikut berkurang.
Dokter biasanya melakukan peresepan bagi pasien pada hari Senin dan Kamis.
Namun, ada beberapa dokter yang masih melakukan peresepan secara manual
khususnya dokter konsulen. Obat-obat yang sudah diresepkan oleh petugas
farmasi kemudian disiapkan dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem
distribusi yang digunakan yaitu unit dose dan floor stock. Pada sistem unit dose,
obat disiapkan untuk pemakaian satu hari dengan pembagian kemasan tiap waktu
minum obat dimulai dari sore hari hingga siang hari di hari berikutnya. Barang
yang didistribusikan dengan metode floor stock yaitu perbekalan farmasi dasar.
Mutasi perbekalan farmasi di gudang farmasi basemen dicatat di kartu
stok. Namun, depo farmasi tidak menggunakan kartu stok karena secara otomatis
sudah tersistem melalui IT. Laporan yang biasanya disiapkan oleh satelit farmasi
gedung A yaitu laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik,
laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar, laporan obat generik, laporan
narkotika dan psikotropika, laporan formulariun dan laporan barang implant.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Laporan tersebut dibuat sekali setiap bulan dan dikirim sebelum tanggal lima
setiap bulannya.
Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama kerja praktek di satelit
farmasi gedung A adalah mendata produk nutrisi parenteral yang terdapat di
gudang farmasi basemen, melakukan analisis waktu peracikan, melakukan analisis
waktu penyiapan obat dari pemberian etiket hingga pengemasan obat dan
melakukan pemeriksaan obat atau alat kesehatan yang diambil oleh perawat tanpa
etiket.
4.6.2 Farmasi Klinik Gedung A
Kegiatan farmasi klinik di gedung A RSCM sudah berjalan cukup baik.
Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan
untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang
rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara
pemberian, tepat waktu pemberian dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi
klinik di gedung A meliputi verifikasi resep, konseling obat, monitoring
pengobatan, pengambilan riwayat pengobatan, visit/ronde dan pelayanan
informasi obat.
Verifikasi resep yang dilakukan oleh apoteker meliputi pemeriksaan
legalitas resep, kesesuaian dosis, rute pemberian, lama pemberian, interaksi obat
dan waktu pemberian obat. Apabila terdapat obat yang tidak tersedia, apoteker
dapat memberikan rekomendasi obat dengan merk dagang yang berbeda namun
memiliki kandungan dan dosis yang sama. Kegiatan konseling di gedung A ada 2
jenis yaitu bedside counseling dan konseling obat pulang. Kegiatan bedside
counseling masih jarang dilakukan dibandingkan dengan konseling obat pasien
pulang. Mahasiswa PKPA melakukan penyiapan konseling obat pasien pulang
dengan menuliskan formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi
yang diberikan kepada pasien yaitu nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan
dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat
pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
86
Universitas Indonesia
pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam
meminum obat.
Secara umum, informasi obat bagi pasien yang akan pulang cukup
informatif. Pada umumnya pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-
obat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan
penjelasan yang terlalu mendetail. Namun, apoteker sebaiknya juga meminta
pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan dan tidak hanya
sekedar menanyakan apakah pasien telah paham atau belum. Hal tersebut sebagai
proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan
tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan interpretasi.
Kegiatan farmasi klinik lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa PKPA
yaitu melakukan monitoring pengobatan pasien. Monitoring pengobatan pasien
biasanya dilakukan oleh apoteker yang bertugas di tempat pasien di rawat. Pasien
yang diprioritaskan untuk mendapatkan konseling obat pasien yang akan pulang,
pasien geriatri (di atas 60 tahun) dan pasien pediatri (di bawah 12 tahun) dengan
kriteria: Pasien yang mendapat rejimen pengobatan lebih dari 7 item obat
(polifarmasi), mendapat rejimen pengobatan dengan indeks terapi sempit,
mempunyai riwayat alergi, dan pasien yang mengalami efek yang tidak
diharapkan akibat penggunaan obat. Kegiatan monitoring ini dengan cara melihat
kesesuaian antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan obat yang di berikan
oleh perawat yang dapat dilihat dari kardeks serta obat yang dituliskan di status
pasien (Medical Record). Terkadang dokter tidak memberitahu apabila ada
perubahan terapi bagi pasien sehingga apoteker perlu melakukan konfirmasi
kepada dokter untuk meresepkan kembali. Selain kesesuaian peresepan, apoteker
juga memperhatikan dosis yang diberikan karena dikhawatirkan ada perbedaan,
interaksi obat yang terjadi akibat dari penggunaan obat yang banyak, dan hasil
laboratorium pasien.
Pasien yang baru datang biasanya juga dilakukan pengambilan riwayat
penggunaan obat. Pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan oleh
apoteker yang bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan riwayat alergi,
efek samping dan efek-efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat,
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
87
Universitas Indonesia
menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen
terapi antara sebelum perawatan dan saat perawatan. Namun, untuk pengambilan
riwayat penggunaan obat ini dilakukan kepada pasien yang baru masuk dalam 48
jam pertama dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi dan saraf)
serta pasien dengan imunitas rendah. Ketika pengambilan riwayat pengobatan,
apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan, dan menanyakan
tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi
: nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep,
non resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama
penggunaan obat, (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan
(dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat,
dan jumlah obat tersisa. Selain itu, apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan
efek samping obat yang pernah dialami pasien. Apabila pasien memiliki riwayat
alergi dan pernah mengalami efek samping dari suatu obat tertentu maka apoteker
perlu menelusuri obat-obatan tersebut.
Mahasiswa PKPA juga melakukan visite/ronde bersama tim dokter yang
didampingi oleh apoteker. Visite ini bisa dilakukan secara mandiri atau
berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya. Selain visite,
apoteker juga melakukan rapat dengan tim kesehatan untuk membicarakan kasus
pasien tertentu. Kegiatan rapat berbeda dengan visite, rapat ini dilakukan di suatu
ruangan sedangkan visite dilakukan di ruang rawat pasien. Dalam kegiatan visite
atau rapat, apoteker berperan dalam rekomendasi pengobatan pasien terkait
kesesuaian obat sesuai penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat,
ketersedian obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan
terjadinya interaksi obat.
Farmasi klinik juga menyediakan pelayanan informasi obat (PIO) bagi
petugas kesehatan lainnya, baik perawat, dokter, asisten apoteker bahkan pasien.
Sebaiknya apoteker juga membuat brosur atau leaflet yang berkaitan dengan
penggunaan obat khusus dan informasi obat lainnya sehingga tidak hanya
pelayanan informasi obat pasif saja yang sebagian besar diajukan dari lingkungan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo saja. Apoteker juga menyertakan nomor
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
88
Universitas Indonesia
telepon yang dapat dihubungi setiap memberikan informasi obat pulang kepada
pasien, sehingga pasien juga dapat bertanya langsung kepada apoteker mengenai
cara penggunaan obat. Mahasiswa apoteker juga mendapatkan beberapa
pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi lain, seperti : kestabilan obat,
substitusi obat, dosis maksimal omeprazole. Dalam menjawab pertanyaan
mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan yaitu
Drug Information Handbook. Laporan dari masing-masing kegiatan PIO yang
dilakukan apoteker direkapitulasi setiap bulannya dan dilaporkan paling lambat
tanggal lima bulan berikutnya.
4.7 Satelit Kirana
Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di Satelit Kirana antara lain
mengamati dan melaksanakan prosedur administrasi resep yang masuk
berdasarkan umum dan jaminan pasien, mengamati dan melaksanakan alur
pelayanan resep mulai dari penerimaan resep, penyiapan obat hingga penyerahan
obat kepada pasien, melabeli LASA dan Hight Alert, dan monitoring resep pasien
jaminan.
Satelit kirana merupakan satelit termuda yang dibuka IFRS pada tahun
2011, terletak di gedung Kirana Jl. Kimia No.8 Jakarta Pusat dan buka 1 shift dari
jam 08.00-16.00 WIB, terdiri dari 1 Apoteker penanggung jawab, empat Asisten
Apoteker dan 1 Kasir. Satelit Kirana khusus melayani obat-obat mata, tetapi selain
obat mata juga terdapat obat lain seperti analgesik, obat saluran cerna, Narkotika,
dan lain-lain. Satelit Kirana memiliki 2 depo, depo pertama terletak di Kirana
lantai 1 (depo dan gudang) dan depo kedua terletak di Kirana lantai 3 khusus
untuk OK.
Satelit kirana hanya melayani pasien rawat jalan, dan melayani resep umum dan
jaminan.
Alur pelayanan resep di satelit kirana sebagai berikut:
1. Umum (Resep Tunai)
Dimana resep datang dari pasien, kemudian petugas farmasi melakukan
verifikasi resep (kelengkapan resep dan persediaan barang), perjanjian
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
89
Universitas Indonesia
sebelum proses pembayaran yaitu apakah pasien ambil semua atau hanya
setengah, setelah itu transaksi. Petugas menyiapkan obat, setelah selesai
diserahkan ke pasien. jangan lupa sebelum obat diberikan ke pasien
lakukan VHDS (verifikasi, harga, distribusi, serahkan).
2. Jaminan
Alur pelayanan resep jaminan yang berbeda adalah pada saat penerimaan
resep, dan pada saat pemberian resep ke pasien. pelayanan resep jaminan
selain ASKES sebelum obat diberikan harus melihat monitoring obat
tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pasien tersebut tidak
mendapatkan double dosis obat. Form monitoring obat di Satelit Kirana
berisi tanggal pemberian obat, nama obat, signa atau aturan pakai dan
tanda tangan.
Resep Jaminan terdiri dari :
a. ASKES
Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar yang dikeluarkan
PT. ASKES. Syarat yang harus dilengkapi adalah resep asli dan Surat
Jaminan Perawatan (SJP) ASKES.
b. JAMKESMAS
Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar formularium
RSCM. Syarat pemberian obat adalah 1 item obat dalam resep tidak
boleh lebih dari Rp. 500.000,00 jika lebih maka harus acc Bapak
Mukti. Dan seluruh obat dalam 1 resep jumlahnya jika lebih dari Rp.
1.000.000,00 harus acc Bapak Mukti. Kelengkapan yang harus
dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1 photocopy dan surat jaminan.
c. JAMKESDA
Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar formularium
RSCM. Melayani pasien diluar daerah Jakarta. Syarat pemberian obat
adalah 1 item obat dalam resep tidak boleh lebih dari Rp. 500.000,00
jika lebih maka harus acc Bapak Mukti. Dan seluruh obat dalam 1
resep jumlahnya jika lebih dari Rp. 1.000.000,00 harus acc Bapak
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
90
Universitas Indonesia
Mukti. Kelengkapan yang harus dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1
photocopy dan surat jaminan.
d. SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu)
Berlaku untuk semua daerah di Indonesia. Acuan pemberian obat
berdasarkan buku standar formularium RSCM. Melayani pasien diluar
daerah Jakarta. Syarat pemberian obat adalah 1 item obat dalam resep
tidak boleh lebih dari Rp. 500.000,00 jika lebih maka harus acc Bapak
Mukti. Dan seluruh obat dalam 1 resep jumlahnya jika lebih dari Rp.
1.000.000,00 harus acc Bapak Mukti. Kelengkapan yang harus
dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1 photocopy dan surat jaminan
keterangan tidak mampu.
e. GAKIN (Warga Miskin)
Melayani khusus daerah DKI Jakarta. Acuan pemberian obat
berdasarkan buku standar formularium RSCM. Melayani pasien diluar
daerah Jakarta. Syarat pemberian obat adalah 1 item obat dalam resep
tidak boleh lebih dari Rp. 500.000,00 jika lebih maka harus acc Bapak
Mukti. Dan seluruh obat dalam 1 resep jumlahnya jika lebih dari Rp.
1.000.000,00 harus acc Bapak Mukti. Kelengkapan yang harus
dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1 photocopy dan surat jaminan
keterangan tidak mampu.
Perencanaan satelit kirana berdasarkan pemakaian dan dilakukan 6 bulan
sekali dimana satelit kirana membuat rencana pemakaian untuk 6 bulan kemudian
dikirim ke bagian departemen mata. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk
pemesanan barang kemudian mengirim perencanaan tersebut ke depo lantai 1.
Pemesanan barang dilakukan secara online melalui SIM UPF pada hari Selasa dan
Kamis. Sebelum datang ke satelit kirana, petugas satelit datang ke gudang untuk
verifikasi barang setelah itu barang dibawa ke satelit kirana oleh petugas gudang.
Barang yang datang dari gudang di masukkan ke rak obat dan mengisi di kartu
stock. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit kirana berdasarkan sistem FEFO
dan FIFO, dan sesuai standar JCI yaitu penyimpnann obat-obat yang termasuk
LASA dan Hight Alert. Jenis perbekalan farmasi yaitu obat dan alat kesehatan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
91
Universitas Indonesia
Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaan, nama generik atau non generik,
kestabilan dan Askes. Sedangkan untuk alat kesehatan disimpan berdasarkan
fungsinya. Selain itu juga terdapat penyimpanan obat khusus di satelit kirana,
yaitu penyimpanan obat narkotika dan psikotropika, obat hight alert, obat
sitostatika dan kit emergency.
Sistem distribusi obat di satelit kirana ada dua, depo lantai satu
menggunakan sistem distribusi obat individual prescription, sedangkan depo
lantai 3 menggunakan sistem paket dan BMHP (Bahan Medis Habis Pakai) seperti
kapas, kasa dan lai-lain. Depo lantai 3 mengambil barang di depo lantai 1. Desain
satelit kirana tidak terlalu besar. Tampak depan terdapat meja kasir dengan 2
komputer, dimana di depan meja kasir terdapat ruang kosong yang cukup luas
untuk menyimpan barang-barang yang datang dari gudang dan terdapat obat-obat
OTC yang dipajang didepan. Terdapat ruang kecil tempat penyimpanan dan
penyiapan obat. Dimana di dalamnya terdapat banyak lemari tempat penyimpanan
obat yang terletak di semua sudut ruangan baik kanan dan kiri, sehingga petugas
melakukan aktivitas ditengah-tengah lemari yang sangat sempit. Selain tiu juga
terdapat 1 kulkas untuk menyimpan obat-obat yang tidak stabil pada suhu panas
yang terletak di ujung ruangan. Penyusunan obat di Satelit Kirana berdasarkan
sediaannya dan disusun berdasarkan alphabet, dimana obat generik dan paten
disimpan terpisah dan terletak di lemari sebelah kanan sedangkan untuk obat tetes
mata, syrup dan salep di simpan di lemari sebelah kanan . Obat-obat yang masuk
dalam kriteria LASA disimpah terpisah tidak berdekatan. Obat narkotika disimpan
dilemari khusus yang terletak di lemari kanan bawah dan terpisah dengan obat
lainnya dengan double kunci dimana kuncinya dikalungi dengan kalung berwarna
biru Sedangkan untuk obat-obat yang masuk kedalam kategori Hight Alert
disimpan di lemari kanan bawah yang telah dilingkari dipinggirnya dengan lakban
merah.. Alat-alat kesehatan disimpan di tempat yang berbeda dengan oba-obatan
yaitu disimpan dibagian atas lemari bagian kanan. Hal ini berbeda dengan tampak
depan dimana ruangan depan cukup luas sedangkan tempat penyimpanan dan
penyiapan obat sangat kecil ditambah dengan kulkas dan lemari-lemari tempat
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
92
Universitas Indonesia
penyimpanan obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan desain ulang ruangan satelit
kirana lantai 1.
Barang-barang 6 bulan mendekati ED (expire date) diberi label kuning
dengan menulis bulan dan tahun ED. Pengatur suhu ruangan dan kulkas dicatat
setiap pagi, sore dan malam. Stoke opname di satelit kirana dilakukan satu tahun 2
kali yaitu bulan Juni dan Desember. Sedangkan untuk penghapusan dilakukan
untuk obat dan perbekalan farmasi yang rusak/kadaluarsa, barang ED dilakukan
pemusnahan 1 tahun 2 kali dan pemusnahan arsip Farmasi seperti resep yang telah
disimpan selama 3 tahun.
Resep disimpan di satelit kirana selama 3 tahun, begitu juga dengan resep
narkotika. Sedangkan untuk barang yang telah masuk tanggal kadaluarsa dan
rusak di musnahkan satu tahun dua kali.
Analisis temuan di Satelit Kirana selama PKPA, yaitu :
1. Terdapat barang kosong, sehingga banyak pasien yang menebus obat di
luar. Dimana dampaknya akan memberikan kesan citra satelit yang buruk
di mata pasien selain itu juga tidak terdapat pendataan di komputer jika
pasien yang harus membeli obat sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perencanaan yang baik dengan departemen mata supaya tidak terjadi lagi
barang kosong setiap hari. Selain itu perlu komunikasi dengan dokter
untuk peresepan obat.
2. Penyimpanan obat-obat dalam lemari tertutup, seharusnya terdapat daftar
nama obat di depan pintu.
3. Terdapat makanan dan minuman yang disimpan di dalam kulkas obat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi kepada petugas yang menyimpan
makanan dalam kulkas obat. Selain itu juga perlu adanya tindakan yang
tegas jika hal tersebut masih terulang lagi.
4. Kartu stock banyak yang lupa menulis jumlah sisa dan ada beberapa
jumlah yang tidak sesuai dengan fisik dan komputer. Oleh karena itu, perlu
dilakukan dengan menulis jumlah obat di kolom sisa supaya dapat di cek
setiap saat dan setiap ganti kartu stock, jangan lupa menulis halaman kartu
stock, supaya tidak mengecohkan. Selain itu, kartu stock yang disimpan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
93
Universitas Indonesia
ditempat obat maksimal 2 kartu stock dan sisanya disimpan di dalam
lemari.
5. Penulisan etiket terkadang tidak diberikan penjelasan sebelum atau
sesudah makan. Oleh karena itu, Membuat daftar obat-obat yang diminum
sebelum atau sesudah makan.
6. Ruangan satelit untuk tempat penyimpanan dan penyiapan obat sangat
sempit. Oleh karena itu, perlu dilakukan desain ulang ruangan satelit
kirana lantai 1. Dimana ruang kosong yang terletak di depan meja kasir
yang biasanya digunakan untuk penyimpanan obat yang datang dari
gudang pusat dapat digunakan untuk memperluas tempat penyimpanan
obat. Dengan cara meja kasir dimajukan kedepan sampai sedikit menutupi
ruangan kosong tersebut. Kemudian lemari tempat penyimpanan obat OTC
disimpan di majukan, sehingga ruangan yang di dalam terlihat luas.
7. Tidak dilakukan peragaan/praktek langsung bagaimana cara penggunaan
obat tetes mata ke pasien oleh petugas farmasi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan edukasi kepada petugas farmasi yang memberikan obat-obat
tenntang bagaimana cara penggunaannya dengan mempraktekkannya
langsung ke pasien.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
94
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Instalasi farmasi di rumah sakit berperan sebagai bagian struktural dari
organisasi rumah sakit yang menjamin diselenggarakannya pelayanan
kefarmasian yang komprehensif. Apoteker di rumah sakit bertanggung jawab
melaksanakan pelayanan kefarmasian yaitu pengelolaan perbekalan kefarmasian
dan pelaksanaan kegiatan farmasi klinis. Apoteker juga berperan sebagai seorang
manajer yang berperan dalam mengelola sumber daya manusia (SDM), sarana dan
prasarana, serta upaya peningkatan pendapatan rumah sakit.
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
sudah dilaksanakan dengan baik jika dibandingkan dengan standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Namun, terdapat beberapa hal yang belum terpenuhi
dengan baik yaitu jumlah SDM dan fasilitas.
5.2 Saran
Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut adalah beberapa
saran yang dapat kami ajukan :
A. Sumber daya manusia
1. Penambahan jumlah asisten apoteker di subinstalasi produksi dan satelit
farmasi yang memiliki beban kerja tinggi seperti IGD dan satelit pusat.
2. Penambahan jumlah pekarya di satelit kirana, satelit IGD, satelit ICU, dan
satelit pusat.
3. Penambahan jumlah apoteker untuk optimalisasi pelaksanaan pelayanan
kefarmasian.
4. Letak Sub Instalasi Produksi RSCM yang jauh dari Gedung A dapat
disiasati penambahan pekarya untuk kepentingan pendistribusian.
B. Fasilitas
1. Penambahan mesin pembungkus puyer dan jumlah troli di satelit IGD.
2. Pengadaan tangga untuk satelit ICU karena ada lemari di ICU yang sangat
tinggi.
94
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
95
Universitas Indonesia
3. Peresepan online untuk satelit yang belum menerapkan sitem online.
4. Pengadaan buku komunikasi antar satelit untuk satelit pusat, satelit ICU
dan satelit pelayanan jantung terpadu (PJT).
5. Penggunaan pintu dengan kunci akses di satelit IGD agar membatasi
petugas non farmasi masuk ke dalam satelit.
C. Manajemen pengelolaan perbekalan farmasi
1. Di satelit pusat, pembuatan SOP peresepan obat kemoterapi oleh dokter
dilakukan maksimal 3 hari sebelum pelaksanaan kemoterapi.
2. Pendataan jumlah konsumsi rata-rata/hari perbekalan farmasi di tiap satelit
sebagai dasar perencanaan pemesanan barang di satelit.
3. Penandaan menggunakan spidol permanen warna biru pada kemasan
primer sediaan solid oral di gedung A sebagai penanda obat mendekati
waktu kadaluarsa (H-3 bulan).
4. Penandaan label sebelum atau sesudah makan pada kotak penyimpanan
obat di satelit agar asisten apoteker dapat mengisi keterangan tersebut di
etiket obat.
5. Sentralisasi pencampuran obat sitostatik di Sub Instalasi Produksi RSCM
Gedung CMU 2 lantai 3, dimana peralatan yang digunakan telah
memenuhi standar yang ditetapkan. Sentralisasi pencampuran obat
sitostatik juga akan mempermudah pengawasan, baik kepada petugas
maupun peralatan yang digunakan. Dengan demikian, baik kualitas obat
maupun keamanan petugas dapat terjamin dengan lebih baik.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
96 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency.
Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin Press Inc.
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
97
Universitas Indonesia
Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
98
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
99
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Sub Instalasi Produksi
Penanggung JawabProduksi Steril dan Non Steril
Pelaksana Produksi Non Steril
Pelaksana Repacking Sediaan
Injeksi Serbuk
Penanggung Jawab Aseptik Dispensing
Pelaksana Pencampuran Obat
Sitostatika
Pelaksana Pencampuran Obat
Suntik
Pelaksana Repacking Sediaan
Injeksi Cair
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
100
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
101
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Contoh Etiket
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
102
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
103
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Contoh Blanko Kartu Stok
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
104
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Formulir Retur Obat
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
105
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Label Penandaan Khusus
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
106
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
107
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
108
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Formulir Medication History Taking Pasien
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
109
Universitas Indonesia
Lampiran 13. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatik
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
110
Universitas Indonesia
Lampiran 14. Contoh Protokol Kemoterapi
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENDATAAN PELAYANANAN INFORMASI OBAT (PIO) TAHUN 2011 DAN MASUKAN PEDOMAN PENGGUNAAN
OBAT
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR
CIPTO MANGUNKUSUMO
YAYAH QOMARIAH, S.Far.1106047480
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM PROFESI APOTEKER –DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...iDAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii DAFTAR TABEL.....…………………………………………………………....iiiDAFTAR GAMBAR.............................................................................................ivDAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..v
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................11.1 Latar Belakang……………………………………………….……11.2 Tujuan…………………………………………………………......2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3 2.1 Dasar Hukum...................................................................................32.2 Pengertian Pelayanan Informasi Obat (PIO)...................................32.3 Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit.........................32.4 Manfaat Pelayanan Informasi Obat.................................................42.5 Jenis – jenis Informasi Obat............................................................42.6 Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat.....................................82.7 Sasaran Informasi Obat...................................................................92.8 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) ................92.9 Sarana dan Prasarana.......................................................................92.10 Alur Menjawab Pertanyaan dalam Pelayanan Informasi Obat......102.11 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Luar Negeri...........................11
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN……………………………………143.1 Waktu dan Tempat Pengkajian.................................................….143.2 Metode Pengkajian........................................................................14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….154.1 Hasil.................................................…..........................................154.2 Pembahasan.................................................…..............................17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………......21 5.1 Kesimpulan……………………………………………………....215.2 Saran……………………………………………………………..21
DAFTAR ACUAN.......................................................................................... ....23
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Rekapitulasi PIO ( Nama Obat) Selama Tahun 2011..........................15
Tabel 4.2. Rekapitulasi PIO (Literatur ) Selama Tahun 2011..............................16
Tabel 4.3. Rekapitulasi PIO (Objek) Selama Tahun 2011...................................16
Tabel 4.4. Rekapitulasi PIO (Klasifikasi Perntanyaan) Selama Tahun 2011.......17
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Alur Menjawab Pertanyaan Dalam PIO …….…………………….11
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Keberadaan Pelayanan Informasi Obat Dalam Struktur
Organisasi IFRS..........................................................................24
Lampiran 2. Rekapitulasi PIO ( Nama obat) Selama Tahun 2011...................25
Lampiran 3. Rekapitulasi PIO ( Literatur) Selama Tahun 2011......................34
Lampiran 4. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat Sitostatika....36
Lampiran 5. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture
Antibiotik....................................................................................37
Lampiran 6. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan
Obat IV Idmixture........................................................................40
Lampiran 7. Informasi Tambahan Pedoman Penanganan Obat Hight Alert....43
Lampiran 8 Jenis-jenis Insulin dan Cara Kerja Dalam Tubuh........................47
Lampiran 9. Konversi Dosis Fentanyl.............................................................49
Lampiran 10. Lini Antibiotik.............................................................................50
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah
tentu mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu, komprehensif dan
profesional dari para profesi kesehatan. Rumah sakit merupakan salah satu
unit/instansi kesehatan yang sangat vital dan strategis dalam melayani kesehatan
masyarakat, dimana aspek pelayanan sangatlah dominan dan menentukan.
Pelayanan kefarmasian merupakan bagian intregral dari sistem pelayanan
kesehatan yang tidak terpisahkan. Pelayanan kefarmasian ini merupakan wujud
pelaksanaan pekerjaan kefarmasian berdasarkan PP no. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian menurut
PP 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Dimana salah satu aspek pelayanan kefarmasian yaitu Pelayanan Informasi Obat
yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dan pihak-pihak terkait lain
(Kementrian Kesehatan RI. 2009).
Informasi obat adalah suatu bantuan bagi dokter dalam pengambilan
keputusan tentang pilihan terapi obat yang paling tepat bagi seorang pasien.
Sebagai hasil kesepakatan WHO dengan Federasi Farmasi Internasional di
Vancouver tahun 1997, telah disepakati bahwa format baru pelayanan
kefarmasian adalah berbasis pasien dengan prosedur yang dikenal sebagai
pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical Care. Format baru ini berdampak
kepada rangkaian cara pelayanan yang baru yang akan merubah format lama
menjadi lebih disempurnakan khususnya peranan apoteker kepada pelayanan
pasien, yang merupakan cerminan dari praktek kefarmasian yang baik Good
Pharmacy Practice (GPP).
Pelayanan informasi obat yang diberikan tersebut tentulah harus lengkap,
obyektif, berkelanjutan dan selalu baru (up to date). Pelayanan kefarmasian di
1
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
rumah sakit pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memastikan penyediaan
dan penggunaan obat yang rasional yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman,
nyaman bagi pasien. Untuk itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian
informasi yang (1) lengkap, yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak sesuai
dengan lingkungan masing masing rumah sakit, (2) memiliki data cost effective
obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias komersial (3) disediakan
secara berkelanjutan oleh institusi yang melembaga, dan (4) disajikan selalu baru
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan
kesehatan (Departemen Kesehatan RI. 2006).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sistem Pelayanan Informasi Obat (PIO) di RSUPN DR. Cipto
Mangunkusumo.
2. Mengetahui frekuensi data Pelayanan Informasi Obat (PIO) selama tahun
2011.
3. Mengetahui nama dan jumlah obat yang paling banyak ditanyakan.
4. Mengetahui nama dan jumlah literatur yang paling banyak ditanyakan.
5. Mengetahui nama dan jumlah klasifikasi pertanyaan yang paling banyak
ditanyakan.
6. Menambahkan masukan dalam buku pedoman penggunaan obat.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Hukum
Dasar hukum pelayanan informasi obat (PIO) adalah:
1. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI tahun 2006.
2. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Dimana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pekerjaan
Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
2.2 Pengertian Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,
terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan
di rumah sakit. Pelayanan informasi obat meliputi penyediaan, pengolahan,
penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional.
Penyediaan informasi obat meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan
pengawasan mutu data/informasi obat (Departemen Kesehatan RI. 2006).
2.3 Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit
Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit adalah :
1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi
kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain.
3
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan - kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Departemen Kesehatan
RI. 2006).
2.4 Manfaat Pelayanan Informasi Obat
Manfaat Pelayanan Informasi Obat bagi pasien, adalah :
1. Kesalahan penggunaan obat menurun.
2. Ketidak patuhan menurun.
3. Efek obat yg tak diinginkan menurun.
4. Menjamin keamanan & efektifitas pengobatan.
5. Membantu pencegahan masalah.
Manfaat Pelayanan Informasi Obat bagi staf farmasis adalah :
1. Citra farmasis meningkat.
2. Kepuasan kerja meningkat.
3. Menarik pelanggan.
4. Pendapatan/omzet meningkat (Departemen Kesehatan RI. 2006).
2.5 Jenis – jenis Informasi Obat (World Health Organization. 1988)
Dilihat dari sifat dan sumbernya, informasi obat dapat dibedakan menjadi
2, yakni informasi non-komersial dan informasi komersial, dengan berbagai
bentuk. Jenis-jenisnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.1. Jenis-jenis informasi obat menurut sumber dan bentuknya :
Kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis informasi obat :
1. Informasi non-komersil
a) Textbook dan handbook :
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
Textbook/handbook merupakan sumber informasi utama apabila
diperlukan informasi yang mendalam. Banyak sekali buku-buku
tersedia, namun yang penting adalah memilih buku yang tepat sesuai
kebutuhan. Dalam hal informasi obat, dapat dipilih 2 kelompok buku,
yakni:
- Buku tentang obat. Buku ini mengupas sifat-sifat farmakologi,
farmakokinetik dan efek samping obat.
- Buku tentang pengobatan/terapetik, yang informasinya berangkat dari
masalah klinik (penyakit).
Yang perlu diperhatikan adalah seberapa sering buku tersebut direvisi.
Makin sering direvisi, makin baik sebagai bahan informasi mutakhir.
Bila waktu yang tersedia untuk membaca terbatas, gunakan handbook.
b) Buku Referensi
Beberapa buku referensi dapat dijadikan pegangan, yang paling utama
adalah buku-buku pedoman yang telah disepakati, misalnya Pedoman
Pengobatan, Pedoman Penggunaan Antibiotika, dan lain-lain baik yang
berskala lokal (misalnya Rumah Sakit), nasional maupun internasional.
c) Buletin Obat dan Pengobatan
Buletin biasanya bersifat periodik dan berisi promosi terhadap
pemakaian obat dan pengobatan secara rasional. Informasinya objektif,
penilaian terhadap manfaat/keamanan obat tidak bias dan
rekomendasi-rekomendasinya praktis untuk diterapkan dalam praktek
sehari-hari. Umumnya disediakan secara cuma-cuma oleh badan-badan
yang berkecimpung di kegiatan tersebut, dan sangat dihargai
keberadaannya karena objektivitas informasi tersebut. Beberapa contoh
buletin yang diakui misalnya; Australian Prescriber (Australia), Drug
and Therapeutic Bulletin (U.K.), Prescrire (Perancis), Drug
Information Newsletter (Singapura), Lembaran Obat dan Pengobatan
(Indonesia).
d) Majalah kedokteran
Dapat dibedakan dua jenis, yakni majalah kedokteran umum (misalnya
Lancet, British Medical Journal) dan khusus untuk bidang spesialisasi
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
tertentu (misalnya Tubercule, American Journal of Respiratory
Diseases). Umumnya memuat artikel-artikel dalam bidang terapetik
dan informasi klinik. Majalah khusus umumnya juga memuat infomasi
lebih rinci untuk penyakit-penyakit tertentu. Hati-hati membaca
majalah, karena seringkali terdapat kontroversi antara satu penelitian
dengan penelitian yang lain, yang seringkali justru membingungkan
untuk diterapkan di klinik.
e) Bentuk verbal dan bentuk-bentuk lain
Selain dengan cara membaca yang cukup menyita waktu, tenaga
maupun biaya, informasi dapat pula diperoleh dari sejawat lain, pusat
pelayanan informasi, atau dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan.
Salah satu contoh misalnya di pusat-pusat pelayanan kesehatan yang
besar, misalnya di rumah sakit, banyak dibentuk Komisi Farmasi dan
Terapi (KFT) yang berfungsi untuk membantu para praktisi medik
dalam menjalankan tugas pelayanan. Komisi terdiri dari berbagai ahli
klinis dan farmasis. Secara berkala, Komisi ini bertemu untuk
membicarakan hal-hal baru dalam hal terapetik, atau kalau perlu
merevisi kesepakatan-kesepakatan pedoman pengobatan sebelumnya.
Informasi obat dalam bentuk disket juga sudah mulai banyak dijumpai,
begitu pula jaringan-jaringan international yang melayani informasi
secara cepat melalui Medline, Popline, E-mail, Cosy, dan sebagainya.
Semuanya dapat dimanfaatkan, namun sayangnya biaya masih relatif
mahal.
2. Informasi Komersial
Informasi yang bersifat komersial umumnya dari industri farmasi dan tersebar
sangat luas di seluruh dunia. Bentuk informasi sangat beragam, mulai dalam
bentuk tulisan, verbal maupun dengan disket, CD-ROM atau pita video.
Informasinya sangat jelas dan mudah dicerna namun juga dapat bias. Segi
positif terlalu ditekankan, sedangkan segi negatifnya seringkali dilupakan
atau disinggung secara ringan. Hal ini dapat dimengerti, karena tujuannya
memang untuk meningkatkan penjualan. Kegiatan komersil ini juga
melibatkan antara lain penyelenggaraan-penyelenggaraan simposia,
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
seminar atau penulisan artikel di majalah, dengan sponsor industri farmasi.
Informasi ini tetap bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan berlangsung, namun praktisi kesehatan harus hati-hati
dalam menelaah kualitas informasinya. Kesulitan yang sering dihadapi
adalah dalam hal memastikan kebenarannya, karena informasi ini sangat
cepat berkembang dan beredar, jauh lebih cepat dari majalah dan buku-
buku acuan/standar. Bentuk-bentuk informasi yang dapat ditemui meliputi:
a) Iklan/advertensi di majalah kedokteran
Tidak dapat dipungkiri, bahwa iklan obat menyediakan informasi obat
yang paling cepat dapat mencapai praktisi medik. Sayangnya, sangat
banyak iklan yang mengabaikan komponen-komponen informasi
seperti yang telah digariskan oleh WHO (WHO. 1988), pedoman
WHO tersebut menggariskan bahwa harus ada 4 komponen utama
informasi dalam setiap iklan, yaitu:
1. Informasi tentang nama generik obat, sifat farmakologik dan
farmakokinetika.
2. Informasi tentang indikasi dan bukti manfaat klinik.
3. Informasi tentang kekuatan sediaan sediaan, aturan pakai dan cara
pemberian.
4. Informasi tentang keamanan, meliputi efek samping maupun
peringatan, pembatasan/kontraindikasi.
b) Lembaran informasi produk
Lembaran informasi produk umumnya disertakan dalam kemasan obat,
atau dicetak dalam bungkusnya, ditujukan untuk para pemakai obat.
Sebenarnya jenis informasi ini relatif paling layak dipercaya, karena
untuk saat ini merupakan satu-satunya jenis informasi dari industri
farmasi yang penyiapannya dikontrol oleh Departemen Kesehatan RI.
Bentuknya sederhana dan mencakup semua komponen informasi
tentang obat yang digunakan, tanpa ditambah pesan-pesan komersil.
Sayangnya justru jenis informasi ini seringkali tidak sampai ke tangan
pasien karena kesalahan teknis penyerahan obat ke pasien.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
c) Bentuk-bentuk lain
Sangat banyak bentuk-bentuk informasi yang lain, yang seringkali sulit
dibedakan apakah dari industri farmasi atau bukan, misalnya
simposium, seminar, handbook, majalah kedokteran, atau buku
terbitan resmi hasil penelitian uji klinik suatu obat. Buku-buku seperti
MIMS, ISO dan sejenisnya juga cukup membantu praktisi medik untuk
mencari kandungan bahan aktif suatu sediaan, dan informasi-informasi
lain yang relevan, misalnya pilihan bentuk dan kekuatan sediaan,
harga, dan sebagainya. Tetapi jangan digunakan untuk mencari
indikasi, efek samping dan lain-lain, karena biasanya informasi tentang
hal ini sangat terbatas dan tidak netral.
2.6 Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat (Departemen Kesehatan RI.
2006)
Ruang lingkup kegiatan meliputi:
1. Pelayanan
a. Menjawab pertanyaan
b. Menerbitkan bulletin
c. Membantu unit lain dalam mendapatkan informasi obat
d. Menyiapkan materi untuk brosur/leaflet informasi obat
e. Mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi dalam
menyusun dan merevisi formularium.
2. Pendidikan
Pelayanan informasi obat melaksanakan fungsi pendidikan terutama pada
rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan :
a. Mengajar dan membimbing mahasiswa.
b. Memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat.
c. Mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang
informasi obat.
d. Membuat/menyampaikan makalah seminar/symposium
3. Penelitian
a. Melakukan penelitian evaluasi penggunaan obat.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
b. Melakukan penelitian penggunaan obat baru
c. Melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat,
baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain.
d. Melakukan kegiatan program jaminan mutu.
Dengan adanya keterbatasan waktu, dana dan sumber-sumber informasi,
maka jenis pelayanan yang dilaksanakan Pelayanan Informasi Obat di Rumah
Sakit disesuaikan dengan kebutuhan.
2.7 Sasaran Informasi Obat (Departemen Kesehatan RI. 2006)
1. Pasien dan atau keluarga pasien
2. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dan lain lain.
3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.
2.8 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) (Departemen
Kesehatan RI. 2006)
Pelayanan informasi obat merupakan bagian integral dari instalasi farmasi
yang tata organisasinya disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit masing-
masing. (Contoh struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 1).
Persyaratan Sumber Daya Manusia (SDM), adalah :
1. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan
2. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian
dan evaluasi sumber informasi.
3. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar rumah
sakit, metodologi penggunaan data elektronik.
4. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat.
5. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
2.9 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
ketersediaan dan perkiraan kebutuhan akan perlengkapan dalam pelaksanaan
pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat, sebaiknya
disediakan sarana fisik, seperti :
1. Ruang kantor.
2. Ruang rapat.
3. Perpustakaan.
4. Komputer.
5. Telepon dan faksimili.
6. Jaringan internet, dan lain lain.
7. In house data base.
Apabila tidak ada sarana khusus, pelaksanaan pelayanan informasi obat
dapat menggunakan ruangan instalasi farmasi beserta perangkat pendukungnya.
2.10 Alur Menjawab Pertanyaan dalam Pelayanan Informasi Obat
(Departemen Kesehatan RI. 2006)
Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan
kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat
disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat
melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi
dari yang sederhana sampai dengan yang bersifat urgen dan kompleks yang
membutuhkan penelusuran literatur serta evaluasi secara seksama. Namun apapun
bentuk pertanyaan yang datang, apoteker sebagai petugas yang memberi
pelayanan informasi obat hendaknya mengikuti suatu pedoman pelaksanaan baku.
Kemampuan berkomunikasi yang baik disamping kemampuan menganalisa
pertanyaan merupakan dasar dalam memberikan pelayanan informasi obat yang
efektif. Permintaan mengenai informasi obat yang ditangani secara profesional,
ramah dan bersifat rahasia, tidak hanya akan meningkatkan pelayanan kepada
pasien atau penanya lainnya tetapi juga dapat meningkatkan profesionalitas dari
pelayanan informasi obat maupun pelayanan farmasi secara keseluruhan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
Gambat 2.1 Alur menjawab pertanyaan dalam PIO
2.11 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Luar Negeri
Semua negara harus memberikan pelayanan informasi obat secara mandiri
atau sebagai bagian dari jaringan regional. Layanan ini harus mencakup
mengumpulkan, meninjau, mengevaluasi, mengindeks dan mendistribusikan
informasi tentang obat-obatan untuk petugas kesehatan. Pelayanan informasi obat
sebaiknya didirikan di rumah sakit pendidikan utama. Hal ini memungkinkan
akses ke pengalaman klinis, perpustakaan, fasilitas penelitian dan kegiatan
pendidikan. Salah satunya adalah Pelayanan Informasi Obat di Singapura dan
Australia.
1. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Singapura
Pelayanan Informasi Obat di Singapore General Hospital melayani
kebutuhan informasi dari dokter, apoteker, perawat dan profesional kesehatan
lainnya. Pelayanan ini dikelola oleh seorang apoteker secara full-time, menangani
hampir 500 pertanyaan setiap bulan. Sumber informasi yang digunakan termasuk
Medline, Micromedex, dan database Cochrane, serta berbagai buku referensi
lainnya. Selain itu, terdapatnya akses internet dan perpustakaan rumah sakit
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
menambah kelebihan dari pelayanan informasi obat di Rumah Sakit tersebut.
Beberapa koleksi jurnalnya antara lain:
1. American Journal of Health-system Pharmacy.
2. Annals of Pharmacotherapy (sebelumnya DICP).
3. Australian Adverse Drug Reaction Bulletin.
4. Journal of Hospital Pharmacy & Practice (sebelumnya Australias Journal
of Hospital Pharmacy).
5. Australian Prescriber.
6. Clinical Pharmacokinetics.
7. Drug and Therapeutics Bulletin.
8. Drugs.
9. Drugs and Therapy Perspectives.
10. Lippincott's Hospital Pharmacy.
11. Pharmacoeconomics.
12. Pharmacotherapy.
13. Prescrire International.
Selain memberikan bukti berdasarkan respon verbal dan tertulis secara
klinis berorientasi pertanyaan. Apoteker di Singapore General Hospital juga
memberikan dukungan penelitian untuk Komite Farmasi dan Terapi (KFT), yaitu
dengan berpartisipasi dalam mengevaluasi penggunaan narkoba dan kegiatan
penelitian, dan berpartisipasi dalam mempromosikan penggunaan narkoba secara
rasional bersama pemerintah dan pihak rumah sakit. Selain itu juga melakukan
kegiatan mengajar termasuk instruksi untuk mahasiswa apoteker di Universitas
Nasional Singapura, dan untuk pengembangan staf (dalam bentuk pendidikan
berkelanjutan bagi apoteker, teknisi farmasi, dan asisten farmasi). Selain itu juga,
PIO disana memberikan kuliah pendidikan untuk dokter dan perawat, serta
masyarakat, berdasarkan permintaan (www.singaporegeneralhospital.com).
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Australia (World Health Organization.
2007)
Pelayan informasi obat di Australia menurut Graeme Vernon dengan cara
memberikan masukan/saran secara langsung kepada tenaga kesehatan atau
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
konsumen. Di Australia, PIO/DIC (Drugs Information Center) berada di rumah
sakit dan dibawah farmasi klinis. Di Australia juga terdapat lembaga independen
yaitu National Prescribing Service (NPS). Organisasi ini didanai pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien dan memberikan pendidikan
kepada konsumen. NPS menyediakan layanan telepon bebas pulsa untuk praktisi
kesehatan. Hal yang berbeda adalah NPS menyediakan pelayanan untuk
penggunaan obat yang merugikan, selain itu juga tersedia layanan obat
psikotropika. Selain layanan telepon NPS juga dapat di lihat di situs the Society of
Hospital Pharmacists of Australia (www.shpa.org.au)
Literatur yang digunakan dalam pelayanan informasi obat adalah :
1. Medline.
2. PubMed.
3. Micromedex.
4. MedicinesComplete.
5. Therapeutic Guidelines.
6. the British National Formulary (BNF).
7. Evidence-based medicine.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 April – 31 Mei 2012 yang
bertempat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto
Mangunkusumo yang selanjutnya disingkat dengan RSCM.
3.2 Metode Pengkajian
Metode yang digunakan dalam pengkajian adalah merekapitulasi database
Pelayananan Informasi Obat (PIO) selama tahun 2011, meliputi nama obat,
literatur yang sering digunakan, klasifikasi pertanyaan dan objek yang ditanyakan.
Selain itu juga, menambahkan masukkan dalam buku pedoman penggunaan obat.
Meliputi buku pedoman penanganan dan pencampuran obat hight alert, panduan
pencampuran antibiotik dan panduan pencampuran dan stabilitas obat sitostatika.
14
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil Rekapitulasi Pelayanan Informasi Obat selama tahun 2011, meliputi
nama obat, literatur yang digunakan, klasifikasi pertanyaan dan objek yang sering
ditanyakan.
Tabel 4.1 Rekapitulasi PIO ( nama obat) selama tahun 2011 (rangking 1-
30), lengkap lihat lampiran 2.
No Nama Obat Jumlah1 Albumin 712 Meropenem 513 Tigecycline 424 KCl 385 Amikasin 376 Omeprazole 367 Levofloxacin 358 OMZ 359 Paracetamol 35
10 Cefixime 3311 Simvastatin 3312 Cisplatin 3213 Ranitidine 3114 Methotrexate 3015 Methylprednisolone 3016 Captopril 2917 NaCl 2818 Cyclophosphamide 2719 Ceftazidime 2520 etoposid 2421 Cefazolin 2322 Vancomycin 2223 Ascardia 2024 Ceftriaxone 2025 Fluimucil 2026 Fosfomycin 2027 Valsartan 2028 Ara-c 1929 Tramadol 1930 Ultracet 19
15
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Rekapitulasi PIO (Literatur ) selama tahun 2011 (rangking 1-
30), lengkap lihat lampiran 3.
No. Literatur Yang di gunakan Jumlah1 MIMS 3212 Drug Information Handbook 3043 CDS 3004 Internet 1685 formularium 2011 1556 Brosur obat 1137 Kebijakan Rumah Sakit 1048 Software 589 Handbook on injectable Drug 4810 DPHO ASKES 4711 Pediatric Dosage Handbook 4612 ETG Complete 3513 Farmakologi dan terapi 2714 Master harga obat 2515 ASHP therapeutic guideline on antimicrobial prophylaksis in surgery 1416 DPHO 1317 Bertanya ke dokter 1218 Kardeks 1219 Kebijakan ASKES 1220 Kebijakan Jaminan 1221 Intravenous Medication 1122 e-book 923 Data stock obat 824 Panduan stabilitas dan inkompatibilitas antibiotik 825 SOP 826 EHR 727 Australian injectable drug handbook 628 BNF 629 Kebijakan gedung A 630 Jurnal 5
Tabel 4.3 Rekapitulasi PIO (Objek) selama tahun 2011
No. Objek Jumlah1 Kadar Albumin 282 Kreatinin klirens 93 Kadar Leukosit 54 Kadar gula darah 25 DDD 16 Enzym 17 Faktor IX 18 Faktor VIII 19 ISK 110 Kadar Kalium 1
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
11 Kadar Natrium 112 Kalori TE 113 Koloni kuman 114 Konsentrasi KCl 115 Kortikosteroid 116 Nilai DDD 117 Osmolaritas TE 118 PSA (Protein Spesifil Antigen) 119 SLE 1
Tabel 4.4 Rekapitulasi PIO (Klasifikasi Perntanyaan) selama tahun 2011.
Nomor Klasifikasi Pertanyaan Jumlah
1 Identifikasi 9322 Informasi umum 6633 Aturan pakai 5134 Dosis 4485 Pemilihan Obat 2666 Stabilitas 2377 Ketersediaan 2298 Formulasi 969 ESO 63
10 Interaksi obat 4111 Ketercampuran 3912 Farmakokinetika 3413 toksisitas 3
4.2 Pembahasan
Pelayanan informasi obat di RSCM melayani kebutuhan informasi dari
Dokter, Apoteker, Perawat dan profesional kesehatan lainnya serta masyarakat
pada umumnya. Kegiatan yang dilakukan saat ini adalah selain menjawab
pertanyaan baik secara verbal maupun tertulis melalui telepon atau berhadapan
langsung, PIO di RSCM juga membuat brosur obat dan buku panduan obat yang
berisi tentang panduan penggunaan dan penanganan obat-obat hight alert,
panduan pencampuran dan stabilitas obat kemoterapi, panduan pencampuran
antibiotik, dan panduan pencampuran obat hight alert. Namun kegiatan tersebut
masih jauh dari PIO yang ideal karena belum dilakukan secara central, dimana
belum terdapat 1 Apoteker penaggung jawab yang khusus melayani informasi
obat secara fulltime, sehingga PIO yang ada dapat masuk dalam struktur
organisasi seperti terlihat di lampiran 1. Oleh karena itu, diperlukan 1 Apoteker
penanggung jawab yang bekerja secara fulltime sehingga dapat menjawab
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
petanyaan sebanyak 500 pertanyaan setiap bulan seperti yang dilakukan oleh
pelayanan PIO di Singapore General Hospital. Selain itu, diharapkan PIO di
RSCM dapat bekerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT), dalam hal
penggunaan obat secara rasional.
Pendataan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan selama tahun 2011,
di mana data yang di ambil mulai dari bulan Februari sampai Desember. Informasi
yang diambil dari pendataan PIO meliputi beberapa aspek yaitu nama obat,
literatur yang digunakan, objek pertanyaan, dan klasifikasi pertanyaan. Dimana
setiap bulan terdapat sekitar 200 sampai 400 pertanyaan. Setelah direkapitulasi
kemudian semua data di pivot untuk mengetahui berapa jumlah dari masing-
masing data pelayananan informasi obat selama tahun 2011.
Berdasarkan hasil pendataan tersebut, diperoleh data nama obat dalam
pelayananan informasi obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 882 nama obat
yang ditanyakan di pelayanan informasi obat RSCM, dengan pertanyaan nama
obat terbanyak adalah albumin (lihat tabel 4.1). Dimana obat yang diperoleh dari
data rekapitulasi yang ditanyakan paling banyak harus masuk dalam buku
panduan yang sedang dibuat.
Selanjuntya, pendataan literatur yang digunakan dalam pelayananan
informasi obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 89 literatur yang digunakan
dalam pelayanan informasi obat (PIO) RSCM, dengan literatur yang digunakan
terbanyak adalah MIMS dan Drug Information Handbook yaitu sebanyak 321 dan
304 kali digunakan (lihat tabel 4.2). Kedua buku tersebut merupakan buku yang
sering digunakan para Apoteker sebagai referensi dalam menjawab pertanyaan
terkait dengan obat. Oleh karena itu diharapkan kedua buku tersebut selalu
tersedia terbitan terbarunya baik itu di ruang Apoteker maupun di satelit-satelit
farmasi. Karena kedua buku ini diperbaharui setiap tahun, akan lebih baik jika
Instalasi Farmasi dapat berlangganan kedua buku tersebut. Selain buku, literatur
yang sering digunakan adalah CDS atau IT supporting system yaitu sebanyak 300
kali digunakan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi khususnya dalam
hal PIO, diharapkan IT supporting system di farmasi dibuat terintegrasi untuk
seluruh satelit dan keakuratan datanya dapat dijadikan acuan untuk menjawab
pertanyaan terkait obat maupun pasien. Literatur yang banyak digunakan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
berikutnya adalah internet, yaitu sebanyak 168 kali digunakan. Internet
merupakan akses tercepat untuk mencari informasi. Oleh karena itu diharapkan
semua Apoteker memiliki akses yang dapat memudahkan mencari informasi obat
dengan disediakan internet berupa jaringan hot spot atau modem. Selanjutnya,
literatur yang digunakan sebanyak 155 kali adalah buku Formularium tahun 2011.
Saat ini formularium berupa buku saku kecil, dimana saat menggunakan buku ini
butuh waktu sedikit lama untuk membuka halaman, sehingga diharapkan buku
formularium ini dapat dibuat menjadi bentuk pdf yang dibagikan keseluruh
Apoteker.
Selanjutnya, pendataan objek yang ditanyakan dalam pelayananan
informasi obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 14 nama objek yang ditanyakan
di pelayanan informasi obat (PIO) RSCM, dengan pertanyaan nama objek
terbanyak adalah kadar albumin dan kreatinin klirens sebanyak 28 dan 9
pertanyaan (lihat tabel 4.3). Kadar albumin biasanya ditanyakan terkait dengan
pasien yang memiliki kegagalan fungsi organ hati dan pasien dengan jaminan
ASKES. Sedangkan kreatinin klirens biasanya ditanyakan terkait dengan pasien
yang memiliki kegagalan fungsi organ ginjal. Oleh karena itu, diharapkan PIO di
RSCM membuat buku panduan terkait dengan obat-obat yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh kegagalan fungsi organ seperti hati dan ginjal. Sedangkan, untuk
data klasifikasi pertanyaan dalam pelayananan informasi obat selama tahun 2011
terdapat sekitar 13 klasifikasi pertanyaan yang ditanyakan di pelayanan informasi
obat (PIO) RSCM, dimana klasifikasi pertanyaan terbanyak adalah identifikasi
yaitu sebanyak 932 pertanyaan (lihat tabel 4.4) yang ditanyakan terkait dengan
identifikasi seperti komposisi dan kegunaan obat.
Saat ini, PIO RSCM berencana menerbitkan beberapa buku seperti
panduan penggunaan dan penanganan obat-obat hight alert, panduan
pencampuran dan stabilitas obat kemoterapi, panduan pencampuran antibiotik,
dan panduan pencampuran obat hight alert. Untuk membuat buku tersebut lebih
bermanfaat, maka masukan informasi terkait dengan obat dari penelusuran data
PIO 2011 perlu ditambahkan di dalam buku-buku tersebut.
Berdasarkan data hasil rekapitulasi, perlu ditambahkan masukkan 6
golongan obat kemoterapi untuk buku panduan pencampuran dan stabilitas obat
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
kemoterapi. Obat kemoterapi yang ditambahkan informasinya yaitu Cisplatin,
Cyclophosphamide, Daunorubicin, Doxorubicn, Etoposid dan Methotrexate.
Kemudian, ditambahkan masukkan 16 obat antibiotik untuk buku panduan
pencampuran antibiotik. Obat antibiotik yang ditambahkan informasinya yaitu
Amikasin, Amoxycillin, Amphotericin B, Ampicillin Subactam, Cefotaxim,
Cefepim, Ceftriaxone, Cefuroxime, Ertapenem, Flukonazole, Fosfomycin,
Ganciclovir, Linezolid, Metronidazole, Tigesiklin dan Vancomycin. Selanjutnya,
ditambahkan masukkan 13 obat yang termasuk hight alert untuk buku panduan
pencampuran hight alert. Obat tersebut yang ditambahkan informasinya yaitu
Digoksin, Dobutamin, Enoksaparin Natrium (Lovenox), Epinefrin, Fenitoin,
Heparin, Klonidin, Magnesium Sulfat, Morphine, Midazolam, Natrium
Bikarbonat, Ondansetron, dan Propofol. Sedangkan, penambahan masukkan untuk
panduan penanganan obat hight alert adalah sebanyak 13 obat. Obat tersebut
yang ditambahkan informasinya yaitu NaCl, Natrium Bikarbonat, KCl, Fentanyl,
Morphine, Heparin, Warfarin, Humalog, Humulin, Lantus, Apidra, Novoravid dan
Dobutamin.
Dari hasil rekapitulasi data, sering juga ditemukan pertanyaan yang
berkaitan antara obat satu dengan obat lainnya. Sehingga dibuatlah informasi
berupa matriks untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan. Matriks yang
dibuat diantaranya adalah konversi dosis Fentanyl, jenis-jenis insulin dan lini
antibiotik. Masukkan-masukkan yang ditambahkan untuk buku panduan yang
dibuat dapat dilihat dilampiran 8, 9 dan 10.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pelayanan informasi obat di RSCM belum dilakukan secara central,
dimana belum ada 1 Apoteker penaggung jawab yang khusus melayani
informasi obat secara fulltime. Pelayanan informasi Obat melayani
pertanyaan setiap bulan sebanyak 200-400 pertanyaan, dengan melibatkan
8 Apoteker klinis.
2. Pendataan nama obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 882 nama obat
yang ditanyakan di pelayanan informasi obat RSCM, dengan pertanyaan
nama obat terbanyak adalah albumin.
3. Pendataan literatur yang digunakan selama tahun 2011 terdapat sekitar 89
literatur yang digunakan, dengan literatur yang digunakan terbanyak
adalah MIMS dan Drug Information Handbook yaitu sebanyak 321 dan
304 kali digunakan.
4. Pendataan objek yang ditanyakan selama tahun 2011 terdapat sekitar 14
nama objek yang ditanyakan, dengan pertanyaan nama objek terbanyak
adalah kadar albumin dan kreatinin klirens sebanyak 28 dan 9 pertanyaan.
5. Pendataan klasifikasi pertanyaan selama tahun 2011 terdapat sekitar 13
klasifikasi pertanyaan yang ditanyakan, dimana klasifikasi pertanyaan
terbanyak adalah identifikasi yaitu sebanyak 932 pertanyaan.
6. Penambahan masukkan 6 golongan obat kemoterapi untuk buku panduan
pencampuran dan stabilitas obat kemoterapi, penambahan masukkan 16
obat antibiotik untuk buku panduan pencampuran antibiotik, penambahan
masukkan 13 obat yang termasuk hight alert untuk buku panduan
pencampuran hight alert dan penambahan masukkan untuk panduan
penanganan obat hight alert.
5.2 Saran
1. Perlu terdapat 1 Apoteker penanggung jawab yang bekerja secara fulltime
di PIO dan PIO dimasukkan dalam struktur organisasi di Instalasi Farmasi.
21
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
2. Perlu dilakukan kerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT),
dalam hal penggunaan obat secaara rasional.
3. Perlu penambahan informasi interaksi obat dalam buku panduan.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2009. PP No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Tim Panitia Farmasi dan Terapi. 2011. Formularium Rumah Sakit 2011. RSUPN DR Cipto Mangunkusumo : Jakarta.
World Health Organization. 1988. Ethical Criteria for Medical Drug Promotion.World Health Organization: Geneva.
World Health Organization. 2007. First Intercountry Workshop on National Drug Information Services. World Health Organization: China dan India.
www.medicinene.com. Diakses pada tanggal 4 mei 2012 Pukul 23:00 WIB.
www.singaporegeneralhospital.com. Diakses pada tanggal 10 Mei 2012 Pukul 21:00 WIB.
23
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
24
Lampiran 1. Contoh Keberadaan Pelayanan Informasi Obat Dalam Struktur
Organisasi IFRS (Struktur Organisasi Minimal).
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
25
No Nama Obat Jumlah1 Albumin 712 Meropenem 513 Tigecycline 424 KCl 385 Amikasin 376 Omeprazole 367 Levofloxacin 358 OMZ 359 Paracetamol 35
10 Cefixime 3311 Simvastatin 3312 Cisplatin 3213 Ranitidine 3114 Methotrexate 3015 Methylprednisolone 3016 Captopril 2917 NaCl 2818 Cyclophosphamide 2719 Ceftazidime 2520 etoposid 2421 Cefazolin 2322 Vancomycin 2223 Ascardia 2024 Ceftriaxone 2025 Fluimucil 2026 Fosfomycin 2027 Valsartan 2028 Ara-c 1929 Tramadol 1930 Ultracet 1931 Ampicillin sulbactam 1732 Bisoprolol 1733 Cefotaxime 1734 Co-amoxiclav 1735 Fluconazole 1736 Spironolactone 1737 5-FU 1638 Asam Mefenamat 1639 Durogesic 1640 aspilet 1541 Ciprofloxacin 1542 Furosemid 1543 Humulin R 1544 KSR 1545 Amoksisilin 1446 ISDN 1447 Lansoprazole 1448 Amlodipin 1349 Bicnat 1350 Fentanyl 13
51 Azithromycin 1252 Carboplatin 1253 Cefoperazone-sulbactam 1254 Clavamox 1255 Dexamethasone 1256 Ifosfamid 1257 Insulin 1258 Laxadine 1259 Mesna 1260 MST 1261 Rifampicin 1262 ARV 1163 Bisolvon 1164 Clopidogrel 1165 Combiplex 1166 Ketorolac 1167 Leucogen 1168 Metronidazole 1169 Neurobion 1170 Rimstar 4-FDC 1171 Streptomycin 1172 Thyrax 1173 Asam Folat 1074 Chloramphenicol 1075 Cotrimoxazole 1076 Doxorubicin 1077 Ertapenem 1078 Farmadol 1079 Heparin 1080 Ketoprofen 1081 Lipofundin 1082 Niflec 1083 Novorapid 1084 Piperacillin tazobactam 1085 Plavix 1086 Simarc 1087 Cefoperazone 988 Cernevit 989 Ganciclovir 990 Gliquidone 991 INH 992 Kabiven 993 Lantus 994 Natrium Diklofenak 995 Propranolol 996 Warfarin 997 Adalat oros 898 Cefepime 899 Clindamycin 8
100 Clinimix 8
Lampiran 2. Rekapitulasi PIO ( Nama Obat) Selama Tahun 2011.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
26
151 Cefobid 5152 Cefpirom 5153 Ciclosporin 5154 Citicoline 5155 Depakene 5156 Domperidon 5157 Efavirenz 5158 Euthyrox 5159 Ibuprofen 5160 Inpepsa 5161 Lactulax 5162 Leukokine 5163 Leunase 5164 Mannitol 5165 Mecobalamin 5166 Megace 5167 Mestinon 5168 Niacinamide 5169 Novomix 5170 Ossoral 5171 Perdipine 5172 Sandostatin 5173 SNMC 5174 Sucralfate 5175 Ulsicral 5176 Vancep 5177 Vincristin 5178 Zinc 5179 Zistic 5180 Actifed 4181 Adriamicin 4182 Alinamin 4183 Amiodaron 4184 Betadin 4185 Blopress 4186 Cataflam 4187 Cilostazol 4188 Clonidin 4189 Concor 4190 Crome 4191 Cutimed 4192 Cymeven 4193 Cytodrox 4194 Dacarbazin 4195 Diltiazem 4196 Dulcolax 4197 Duviral 4198 Enervon C 4199 Gammaras 4200 Glibenklamid 4
101 Daunorubicin 8102 Dextrose 8103 Dynastat 8104 Gentamisin 8105 Linezolid 8106 Lovenox 8107 Pradaxa 8108 Stabixin 8109 Triofusin E 1000 8110 Acyclovir 7111 Cefuroxime 7112 CPA pulse 7113 Diazepam 7114 Digoxin 7115 Meloxicam 7116 Mikasin 7117 Nifedipine 7118 Picyn 7119 Pyrazinamide 7120 Tazocin 7121 Tygacil 7122 Vitamin E 7123 Actrapid insulin 6124 Allopurinol 6125 Ambroxol 6126 Arixtra 6127 Aspar K 6128 Cetirizine 6129 Desferal 6130 Ethambutol 6131 Gemfibrozil 6132 Hepa-Merz 6133 HP Pro 6134 Imuran 6135 Inviclot 6136 Ivelip 6137 Koate 6138 Lesichol 6139 Lincomycin 6140 Metformin 6141 MgSO4 6142 Mucosta 6143 Mycamine 6144 Vascon 6145 Ventolin 6146 Xarelto 6147 Zovirax 6148 Actinomisin 5149 Aminofluid 5150 Bleomisin 5
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
27
251 Flixotide 3252 Flumazenil 3253 Fluoxetine 3254 Gelofusin 3255 Geriavita 3256 Harnal 3257 HCT 3258 Hepamax 3259 Herbesser 3260 Hidonac 3261 Hiviral 3262 Humapen 3263 Irverbal 3264 Kalitake 3265 Kalk 3266 Kalsium 3267 Kemicetin 3268 Lamivudin 3269 Lasix 3270 Lipanthyl 3271 Lipitor 3272 Madopar 3273 Meronem 3274 Metoclopramide 3275 Meylon 3276 Micafungin 3277 Morphine 3278 Mucopect 3279 Myfortic 3280 Neurodex 3281 New Diatabs 3282 Nonflamin 3283 Norepinephrine 3284 Novalgin 3285 Nystatin 3286 OBH 3287 Ondansetron 3288 Osteocal 3289 Pentoxyfilline 3290 Piperacillin 3291 Profenid 3292 Propofol 3293 Prostigmin 3294 PTU 3295 Rhodium 3296 Riklona 3297 Rimcure 3-FDC 3298 Rocaltrol 3299 Salbutamol 3300 Sanprima 3
201 Glucophage 4202 Haloperidol 4203 Humalog 4204 Humulin N 4205 Hytrin 4206 Imipenem 4207 Keppra 4208 Lodomer 4209 Micardis 4210 Neulin 4211 Nexium 4212 Noperten 4213 Panadol 4214 Phenytoin 4215 Ponstan 4216 Procarbazin 4217 Stesolid 4218 Sulfas ferrosus 4219 Tazobactam 4220 Thrombophob 4221 Trental 4222 Vitamin B12 4223 Vitamin C 4224 Vitamin K 4225 Voltaren 4226 Vometa 4227 Alprazolam 3228 Amfoterisin B 3229 Aminofusin 3230 Aspar 3231 Aspirin 3232 Atorvastatin 3233 Atropin Sulfat 3234 Bactoderm 3235 Becombion 3236 CaCO3 3237 Candistatin 3238 Cavit D3 3239 Cefadroxil 3240 Cefspan 3241 Cellept 3242 Cisapride 3243 Claneksi 3244 Clarithromisin 3245 Dactinomycin 3246 Dianeal 3247 Dobutamin 3248 Feldene 3249 Fenofibrat 3250 Ferriprox 3
301 Sefalosporin 3
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
28
302 Sharox 3303 Sistenol 3304 Somatostatin 3305 Staviral 3306 Targocid 3307 Teicoplanin 3308 Theragran M 3309 Thromboless 3310 Triamcinolone 3311 Ubretid 3312 Ulsidex 3313 Urdafalk 3314 Viagra 3315 Vitalong C 3316 Vitamin B6 3317 Yal 3318 Zyloric 3319 Zyvox 3320 3TC 2321 Abbotic 2322 Abilify 2323 Adalat 2324 Aldactone 2325 Alexan 2326 Alpentin 2327 Amitriptylin 2328 Ampicillin 2329 Anemolat 2330 Angioten 2331 Ara-C HD 2332 Arcoxia 2333 Ardium 2334 Artrilox 2335 Asam asetil salisilat 2336 Asam Traneksamat 2337 Asetazolamid 2338 Asthin Force 2339 Avamys 2340 Bactesyn 2341 Bactrim 2342 Bactroban 2343 Betahistin 2344 Budenofalk 2345 Cal 95 2346 Calos 2347 Cardiomin 2348 Cardura 2349 Carvedilol 2350 Cedocard 2
351 Ceftizoxime 2352 Cendo Cenfresh 2353 Chloramex 2354 Cilastatin 2355 Ciproxin 2356 Cobazime 2357 Codein 2358 Colistin 2359 Cravit 2360 Cryptal 2361 Decubitus 2362 Dicynone 2363 Dilantin 2364 Dobuject 2365 Doksisiklin 2366 Dopamin 2367 Doripenem 2368 Dumin 2369 Duoderm Extrathin 2370 Ecavit 2371 Elastyn 2372 Emend 2373 Epinephrin 2374 Erythromycin 2375 Estazor 2376 Farmorubicin 2377 Filgastrim 2378 Folavit 2379 Frego 2380 Frisium 2381 Gabapentin 2382 Glucosamine 2383 Glutamic 2384 Granocyte 2385 Harnal Ocas 2386 Hemobion 2387 Herbesser CD 2388 Hipnoz 2389 Hydrogen Peroksida 2390 Hydroxyurea 2391 Imodium 2392 Ismo 2393 Kalbamin 2394 Kalmethasone 2395 Kalsium glukonat 2396 Lapibal 2397 Litorcom 2398 Loratadine 2399 Lorazepam 2400 Lutenyl 2
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
29
451 Tienam 2452 Trachvent 2453 Tridex 2454 Triofusin 1600 2455 Valdimex 2456 V-Fend 2457 VQ 2458 Xeloda 2459 Zyprexa 2460 6-Mercaptopurin 1461 Acarbose 1462 Acetylsistein 1463 Aclasta 1464 Ademetionin 1465 Adenocor 1466 Adrenalin 1467 Adricin 1468 Albapure 1469 Albothyl 1470 Alkeran 1471 Alprostadil 1472 Aminophylin 1473 Aminoplasmal 1474 Aminosteril infant 1475 Aminovel 1476 Analsik 1477 Anusol 1478 Apialys 1479 Apridra 1480 Arcalion 1481 Aricept 1482 Arsuamoon 1483 Artamin 1484 Asam fusidat 1485 Asam nalidiksat 1486 Asam salisilat 1487 Asam urso 1488 Asam Valproat 1489 Asering 1490 Atenolol 1491 Ativa 1492 Atorsan 1493 Atropin 1494 Atroven 1495 Augmentin 1496 Avelox 1497 Baquinone 1498 Becom C 1499 Becom-zet 1500 Benadryl 1
401 Meptin 2402 Meropex 2403 Mertigo 2404 Microlax 2405 Midazolam 2406 Milrinone 2407 Minirin 2408 Misoprostol 2409 Mitomycin 2410 Mixtard Novolet 2411 Mupirocin 2412 Nasonex 2413 Neulastim 2414 Nitroglycerin 2415 Ofloxacin 2416 Ossovit 2417 Ozid 2418 Parecoxib 2419 Pethidin 2420 Pigtail 2421 Piracetam 2422 Piroxicam 2423 Pletaal 2424 Precedex 2425 Primetamin 2426 Probenecid 2427 Procaine penicillin 2428 Prohiper 2429 Proris 2430 Pulmicort 2431 Raivas 2432 Ramipril 2433 Reotal 2434 Rescuvolin 2435 Ryzen 2436 Sangofer 2437 Sebivo 2438 Sifrol 2439 Sildenafil 2440 Smecta 2441 Sotatic 2442 Stabactam 2443 Stronger Minophagen 2444 Sulbactam 2445 Takelin 2446 Tensivask 2447 Threragran M 2448 Thrombo Aspilets 2449 Thyrozol 2450 Tiaryt 2
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
30
551 Damaben 1552 Danalgin 1553 Dapson 1554 Decubal 1555 Demacoline 1556 Denasone 1557 Depakote 1558 Depakote ER 1559 Dermazin 1560 Desferoksamin 1561 Desoxymethasone 1562 Detrusitol 1563 Dexacef 1564 Dextromethorphan 1565 Diabetasol 1566 Diamox 1567 Diane35 1568 Didanosin 1569 Dietilkarbamazin 1570 Difenhidramin 1571 Digest 1572 Dipeptiven 1573 Dipiridamol 1574 Disolf 1575 Ditranex 1576 DNR 1577 Donepezil 1578 Dopamet 1579 Dorner 1580 Duoderm 1581 Duoderm CGF 1582 Duphaston 1583 Echinocandins 1584 Ecron 1585 Ekstrak ekinasea 1586 Elox 1587 Encephabol 1588 Endotin 1589 Endoxan 1590 Enoksaparin 1591 Entrasol 1592 Enystin 1593 Eperisone 1594 Epirubicin 1595 Eprex 1596 Ericaf 1597 erymed 1598 Erythrocin 1599 Erythromycin 1600 Erythropoietin 1
501 Bephanten 1502 Berotec 1503 Beta one 1504 Betaserc 1505 Bevizil 1506 Bicarbonate 1507 Bifosfonat 1508 Bio ATP 1509 Bleocin 1510 Bone one 1511 Brainact 1512 Braxidin 1513 Broadced 1514 Bromhexin 1515 Bromocriptin 1516 Buscopan 1517 Bynozit 1518 Carbosin 1519 Cardarone 1520 Casodex 1521 Cefat 1522 Cefditoren 1523 Cefsix 1524 Celebrex 1525 Cendo Eyefresh 1526 Cendo Lubrican 1527 Cendo Noncort 1528 Cendo Oculenta 1529 Cendo polydex 1530 Cendo P-Pred 1531 Cendo xitrol 1532 Ceradolan 1533 Cerini 1534 Ceropid 1535 Cetalgin 1536 Cetrican everolimus 1537 Chlorpromazin 1538 Cifrol 1539 Citarabin 1540 Claritin 1541 Codipront 1542 Cofact 1543 Comafusin 1544 Combantrin 1545 Comdipin 1546 Counterpain 1547 CPZ 1548 CTM 1549 Cutisoft 1550 Cymbalta 1
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
31
651 Ivanes 1652 Kabergolin 1653 Kaen Mg3 1654 Kalium dihidrogen 1655 Kalium diklofenak 1656 Kalsium Folinat 1657 Kalsium leucovorin 1658 Kalsium levofolinate 1659 Kaltrofen 1660 Kanamycin 1661 Karbapenem 1662 Kedacillin 1663 Kemoren 1664 Kenacort 1665 Kenalog 1666 Kifluzol 1667 Klorin 1668 Kofein anhhidrat 1669 Kolkatriol 1670 Koloid 1671 Lacbon 1672 Lactacyd 1673 Lactafar 1674 Lacto-B 1675 Lactobacilus 1676 Largactil 1677 LCD 1678 Levemir 1679 Lidocaine 1680 Lioresal 1681 Lisinopril 1682 LiverCare 1683 Lodem 1684 Losartan 1685 Lovales 1686 Luminal 1687 Lyrica 1688 Mabthera 1689 Maintate 1690 Mebo 1691 Medrol 1692 Medroxyprogesterone 1693 Mefinal 1694 Megaplex 1695 Meladerma 1696 Meropex 1697 Metamizole 1698 Methampyrone 1699 Methycobal 1700 Metrofusin 1
601 Esperson 1602 Etoksisklerol 1603 Extramix 1604 Ezetrol 1605 FG Troches 1606 Fish Oil 1607 Flagyl 1608 Flagystatin 1609 Flash 1610 Fleet 1611 Fleet Phosphosoda 1612 Flucoral 1613 Fludara 1614 Foban 1615 Fujimin 1616 Fungizone 1617 Fusicort 1618 Garamycin 1619 Gemzar 1620 Genteal 1621 Glaucon 1622 Gliclazide 1623 Gliseril trinitrat 1624 Glucobay 1625 Glucovance 1626 Gludepatic 1627 Glurenorm 1628 Granon 1629 Griseofulvin 1630 Guardix 1631 Haldol Decanoat 1632 Hemapo 1633 Hepa-Q 1634 Hexavast 1635 Hironac 1636 Humulin 1637 Hydrocortisone 1638 Hypobhac 1639 Ikamicetin 1640 Illiadin 1641 Iloprost 1642 Imboost 1643 Imreg 1644 Incelin 1645 Inhipram 1646 Integrilin 1647 Interpril 1648 Intralipid 1649 Irbesartan 1650 Isoprinosine 1
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
32
751 Paloxi 1752 Pantoprazole 1753 Pantozol 1754 Parasol 1755 Paratusin 1756 Pelastin 1757 Penicillin 1758 Percedex 1759 Pharmaton Formula 1760 Phospate 1761 Piclodin 1762 Pioglitazone 1763 PK kristal 1764 Plasbumin 1765 Plasmaferesis 1766 Platogrix 1767 Polycrol 1768 Polydocanol 1769 Polysilane 1770 Pralax 1771 Pravastatin 1772 Primperan 1773 Pritalinc 1774 Pritis siip 1775 Prograf 1776 Prolacta 1777 Proline 1778 Pronalges 1779 Pronicy 1780 Prosogan 1781 Prosure 1782 Proxifar 1783 Proza 1784 Ptechie 1785 Purilon 1786 Ranocyte 1787 Rebamipide 1788 Recolfar 1789 Rhinos 1790 Risperidone 1791 Rituximab 1792 Roculax 1793 Ronipnol 1794 Ropinerol 1795 Salofalk 1796 Sangobion 1797 Santa E 1798 Scantaren 1799 Sefotiam 1800 Semax 1
701 Miconazole 1702 Micropore 1703 Mictonorm 1704 Mifortic 1705 Miniaspi 1706 Minosep 1707 Mionalgin 1708 Monuril 1709 Moxifloxacin 1710 Mycoderm 1711 Mycostatin 1712 Myco-Z 1713 Myelon 1714 Mylanta 1715 Nalgestan 1716 Naloxone 1717 Natrium bikarbonat 1718 Natrium fosfat 1719 Neurobat 1720 Neurodial 1721 Neurosanbe 1722 Neviral 1723 Nevradin-E 1724 Nexavar 1725 Nicholin 1726 Nicotinamide 1727 Nicotinic 1728 Nimodipine 1729 Nimotop 1730 Nipe 1731 Nitrofurantoin 1732 Normastin 1733 Norvask 1734 Novamet 1735 Noverapin 1736 Novoban 1737 Novofine 1738 Nulacta plus 1739 Nutricen 1740 Octreotide 1741 Oilum 1742 Olmetec 1743 Omega 3 1744 Opistan 1745 Oralit 1746 Osamin 1747 Oste 1748 Oste Forte 1749 Osteocare 1750 Oxoferin 1
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
33
851 Trizedon MR 1852 Tutofusin 1853 Twinrix 1854 Ultrafix 1855 Urdahex 1856 Urogafin 1857 Urogard 1858 Ursochol 1859 Vaksin PVC 1860 Valisanbe 1861 Valium 1862 Valtrex 1863 Vascuprax 1864 Vascuprax 1865 Vasofix 1866 V-Bloc 1867 Vecuronium 1868 Venozol 1869 Viostin 1870 vitacyd 1871 Vitamin A 1872 Vitamin D 1873 Voltadex 1874 VP-16 1875 Vytorin 1876 Xylocaine 1877 Zegavit 1878 Zitanid 1879 Zofran 1880 Zolpidem 1881 Zometa 1882 Zonegram 1
801 Serenace 1802 Seretide 1803 Seroquel XR 1804 Silum 1805 Sofra Tulle 1806 Soft U Derm 1807 Solosa 1808 Solu Medrol 1809 Sorbact 1810 Spasminal 1811 Spiriva 1812 Spirola 1813 Stator 1814 Stavudin 1815 Stomacer 1816 Strocain 1817 Stugeron 1818 Sulcolon 1819 Sulfazidin 1820 Sulperazon 1821 Sumagesic 1822 Surbex T 1823 Surbex Z 1824 Surecan 1825 Tadalafil 1826 Tamsulosin 1827 Tarivid 1828 Tebokan 1829 Telfast HD 1830 Telmisartan 1831 Temodal 1832 Tenapril 1833 Tenovovir 1834 Terazosin 1835 Terbinafine 1836 Thalidomid 1837 Theochodil 1838 Theophylline 1839 Thiamzole 1840 Tibigon 1841 Tibitol 1842 Tobramycin 1843 Tobryn 1844 Tocopheryl 1845 Tomudex 1846 Topamax 1847 Tramal 1848 Transpulmin 1849 Triatec 1850 Triofusin 1000 1
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
34
No. Literatur Yang di gunakan Jumlah1 MIMS 3212 Drug Information Handbook 3043 CDS 3004 Internet 1685 formularium 2011 1556 Brosur obat 1137 Kebijakan Rumah Sakit 1048 Software 589 Handbook on injectable Drug 4810 DPHO ASKES 4711 Pediatric Dosage Handbook 4612 ETG Complete 3513 Farmakologi dan terapi 2714 Master harga obat 25
15ASHP therapeutic guideline on antimicrobial prophylaksis in surgery 14
16 DPHO 1317 Bertanya ke dokter 1218 Kardeks 1219 Kebijakan ASKES 1220 Kebijakan Jaminan 1221 Intravenous Medication 1122 e-book 923 Data stock obat 824 Panduan stabilitas dan inkompatibilitas antibiotik 825 SOP 826 EHR 727 Australian injectable drug handbook 628 BNF 629 Kebijakan gedung A 630 Jurnal 531 Konfirmasi petugas depo 532 Antibiotic Essential 433 Bertanya ke perawat 434 Informasi obat pulang 435 SPO penanganaan High Alert Medication 436 Bertanya ke Apoteker Anak 337 Bertanya ke Manajerial RSCM 338 Buku farmasetik 339 Geriatric Dossage HandBook 340 Handbook Chemotherapy 341 IT Apotek RSCM 342 medicinet.com 343 Medscape Interaction Checker 344 Pedoman penggunaan Antibiotik 345 Pelatihan Aseptic Dispensing 346 Pertanyaan PIO sebelumnya 347 Petunjuk praktis terapi insulin 3
Lampiran 3. Rekapitulasi PIO ( Literatur) Selama Tahun 2011.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
35
48 Protokol kemoterapi 349 Bertanya ke perinatologi 250 Buku Standar pelayanan penyakit dalam 251 CCO Formulary 252 Daftar obat di kulkas 253 Daftar obat hight alert RSCM 254 Davis pocket clinical drug 255 Diskusi apoteker 256 Kebijakan Poly 257 Konfirmasi apoteker manajemen 258 Konfirmasi petugas bassemen 259 Medline 260 Pelatihan dari medical representatif 261 Antibiotic Esential 162 ASKES 163 ATS IDSA 164 Bahan Workshop PPRA 165 Bertanya ke manejerial 166 Bertanya ke Pabrik 167 Bertanya ke PJ Depo sitostika 168 Buku neurologi 169 Catatan perawat 170 Daftar lemari elektrolit pekat 171 data stok pokdisus 172 Dipiro 173 Fluid & Electrolyte 174 Hasil Lab pasien 175 Ilmu meracik obat 176 Informasi Geriatri 177 Jurnal Kemoterapi Anak 178 Kebijakan Manajemen Barang 179 Kebijakan Pemerintah 180 Konfirmasi apoteker 181 Konfirmasi apoteker anak 182 Konfirmasi ASKES 183 Konfirmasi dokter 184 Konfirmasi KPRI 185 Konfirmasi PJ aseptic dispensing 186 Medication History 187 Panduan pokdisus 188 Panduan stabilitas dan inkompatibilitas antibiotik antibiotik 189 SPO Narkotika 1
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat Sitostatika
Zat Aktif Informasi tambahanCisplatin Pemberian mannitol pada kemoterapi
dengan cisplatin sebanyak 20% dalam NS 500 cc secara IV drip selama 24 jam
Penyimpanan Cisplatin sebelum digunakan selama 72 jam
Cisplatin yang dimasukkan kulkas dan terjadi sedikit pengkristalan masih dapat digunakan dengan cara didiamkan di ruangan atau dapat direndam pada waterbath selama beberapa menit sampai kristal kembali larut
Cyclophosphamide Hidrasi pada pemberian Cyclophosphamide 500 mg dilakukan bersamaan dengan dengan masuknya Cyclophosphamid sebanyak 500-750 ml total fluid
DaunorubicinKesetaraan dosis Doxorubicin 2/3 kali dosis daunorubicin
Doxorubicn
Kesetaraan dosis Doxorubicin 2/3 kali dosis daunorubicin
Pelarut Doxorubicin pada protokol AML adalah NaCL 100 ml diberikan IV drip selama 1 jam
Etoposid
Etoposid yang dimasukkan kulkas dan terjadi sedikit pengkristalan masih dapat digunakan dengan cara didiamkan di ruangan atau dapat direndam pada waterbath selama beberapa menit sampai kristal kembali larut
Methotrexate
Asam Folat dapat menurunkan efek methotrexate
Methotexate IT dapat disimpan selama 24 jam
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture
Antibiotik.
Zat Aktif Informasi tambahanAmikasin Dosis Amikasin yang dapat diberikan pada
pasien dengan CrCl 50,2 ml/mt adalah 1 g per 36 jam, diberikan dengan cara infus 30-60 menit setelah dilarutkan dengan WFI/NaCl/Dextrose 200 ml
Amoxycillin Amoxycillin aman untuk ibu menyusui
Amphotericin B
Rekonstitusi amfoterisin B injeksi dilarutkan dalam WFI 10 ml, lalu dilarutkan dalam Dextrose 5% 500 ml
Ampicillin Subactam Ampicilin Sulbactam stabil dalam suhu ruangan selama 24 jam setelah dilarutkan dengan WFI
Cefepim Pengenceran Cefepim 750 mg injeksi dilarutkan dalam 50 cc NS atau D5W (konsentrasi tidak lebih dari 40 mg/mL
Cefotaxim
Stabilitas cefotaxime inj setelah direkonstitusi sampai 24 jam
Cefotaxime dalam dosis kecil untuk anak tidak perlu di repacking karena harganya murah
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Ceftriaxone
Ceftriaxon setelah dioplos berminyak di dalam syringe harus dikembalikan ke gudang bassement, dengan membuat laporan kerusakan perbekalan farmasi
Cefuroxime Sefuroksim disimpan di lemari pendingin pada suhu 2-8 0C
Ertapenem
Ertapenem stabil selama 24 jam. Untuk mengoptimalkan kestabilan, sebaiknya obat direkonstitusi di bagian TPN/ IV-admixture.
FlukonazoleFlukonazol tidak ada dalam bentuk sediaan powder
Fosfomycin
Kombinasi fosfomycin dan ceftazidim digunakan untuk membunuh gram negatif pada HAP
Dosis fosfomicyn untuk ckd adalah 8g di campur dengan 500 ml dextrose
Fosfomicin dosis 4 gr dapat dicampur dengan 100 ml dextrose
Ganciclovir
Di RSCM tidak tersedia Gansiklovir oralCara pemberian Gansiklovir 40 mg dengan Dilarutkan dalam 20 cc NaCL diberikan IV selama 1 jam
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Linezolid
cara pemberian : Linezolid diberikan dengan drip selama 30-120 menit. Tidak dapat diberikan dengan obat lain dalam satu line seperti pada three way line.
Dosis linezolid untuk anak : 10 mg/kg/dosis, diberikan tiap 8 jam. Tidak ada penyesuaian dosis untuk pasien CKD.
Metronidazole
Metronidazol bisa dibuatkan serbuk untuk obat luar, Caranya dokter menulis tambahan di edit catatan bahwa metronidazol minta dibuatkan serbuk oleh farmasi
TigesiklinTigesiklin tidak boleh diberikan secara IM hanya boleh secara IV
Vancomycin Serbuk vancomycin 500 mg injeksi dapat dibuat dalam bentuk oral dengan cara dibagi menjadi 4 bagian dan dimasukkan dalam kapsul dengan aturan pakai 4x125 mgVancomycin injeksi tidak dapat diberikan secara oral karena absorbsi vancomycin buruk, Jika digunakan tidak untuk diabsorpsi bisa diberikan sebagai puyer atau kapsul.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
40
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture.
Zat Aktif Informasi tambahan
Digoksin
Digoksin dapat dilarutkan dengan 100 ml Dextrose 5% atau NaCl 0,9%, namun harus dilarutkan dalam 4 kali volume digoksin yang dilarutkan, dan campurkan dengan sempurna. Larutan yang dihasilkan jernih dantidak berwarna, Berikan melalui IV infus dengan volumetric infusion umumnya selama 2 jam. Jika diperlukan dosis loading, infus dapat diberikan dalam waktu 10-20 menit.
Aturan pakai digoksin bisa digunakan 1-3 tab sehari dengan kekuatan 0,25mg
Dobutamin
Heparin dan Dobutamin boleh digabung dalam satu threeway
Pasien ASKES: Pelarut untuk mengencerkan Dobutamin / Dopamin yang diberikan adalah NaCl 0,9% 500 ml.
Enoksaparin Natrium (Lovenox)
Dosis Lovenox 0,2 Unit, 0,4 dan 0,6 UnitLovenox bisa diberikan secara subkutan
Epinefrin
Konsentrasi norepinefrin 4 mg/4 ml dilarutkan hingga 50 ml, konsentrasi akhir adalah 80 mcg/ml. Jika disuntikkan 39 ml/jam maka dosis yang diberikan adalah 80 mg/ml x 39 ml = 3120 mg
Fenitoin
Fenitoin kompatibel dengan NaCl.Fenitoin dapat mengkristal pada pH<11.5 tetapi dapat dicegah dengan melarutkan dengan kosentrasi 1-10 mg dalam NS
Fenitoin diberikan tidak lebih dari 50 mg/menit.
Heparin
Aminofilin injeksi dan heparin bisa dalam satu line
Heparin dan Dobutamin dapat dicampurkan dalam satu threeway
Heparin bisa digunakan berkali-kali dengan catatan harus diambil secara aseptik
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Heparin dapat diberikan sebagai obat tetes mata, untuk mengatasi penumpukan fibrinogen pada mata. diberikan dengan menggunakan vial dari sedaan tetes mata yang sterilKCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway
KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway
Penggunaan warfarin yang menggantikan heparin harus dioverlap selama beberapa hari, karena Warfarin bekerja sebagai antagonis vitamin K sehingga efek antikoagulannya baru timbul setelah seluruh faktor pembekuan darah yang bergantung vitamin K terhambat. Selama waktu ini heparin harus tetap digunakan agar tetap terjadi penghambatan koagulasi darah.
Klonidin
Pengenceran clonidin IV 30 mcg dalam NaCl 20 cc diberikan IV selama 30 menit
Tidak ada interaksi antara madopar, nifedipin dan clonidin yang significant
Magnesium Sulfat
KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway
Sediaan Mgso4 injeksi yang tersedia adalah 20% dan 40 %, dan yang digunakan untuk premedikasi adalah sediaan yang 20 %
Morphine
Dosis morphine 5-35 mg/jamMorfin dan durogesic patch keduanya sama-sama mengatasi nyeri, tetapi durogesic memiliki efek konstan untuk mengatasi nyeri karena durasi kerjanya yang lama. Durogesic patch ditempelkan di daerah yang tidak berambut.
MidazolamDosis midazolam untuk anestesi adalah 0,3-0,35 mg/kg bb
Natrium Bikarbonat
Dosis Natrium bicarbonat pada pasien dengan renal failure adalah 26-30 mEq/kg/hari dengan dosis terbagi
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Pengenceran Bicnat drip dengan NaCl 0,9% 200 ml dapat menggunakan NaCl 0,9% 500 ml dan dibuang 300ml lalu dimasukkan Bicnat drip secara tehnik aseptik Bicnat DripKegunaan bicnat pada pasien gagal ginjal : untuk mengatasi kondisi asidosis yang biasa dialami pasien gagal ginjal akibat penumpukan sisa metabolisme.
Bicnat capsul tidak boleh diberikan pada ibu menyusui karena bisa menyebabkan hypernatremi pada bayi
OndansetronTidak ada interaksi antara cilostazol, ondansetron dan pantoprazol
Propofol
Stabilitas : propofol dapat digunakan maksimal 6 hari setelah kemasan primer dibuka.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Informasi Tambahan Pedoman Penanganan Obat Hight Alert
Zat Aktif Informasi tambahan
NaCl
NaCl 3% lebih pekat daripada NaCl 0,9%.
Kesetaraan : NaCl 17 mEq/gram dan KCl 13 mEq/gram. Cara pemberian NaCl pada bayi adalah larutan NS 0.9% yang dicampur pada susu mellalui NGT
KCl
KCl premixed yang tersedia adalah 12,5 dan 25 mEq dalam larutan NS
KCL bisa dilarutkan dalam RL, dextrose dan NaCl
Penyimpanan : KCl seharusnya disimpan di lemari elektrolit pekat dan tidak digabung dengan obat lain.
KCl 25 meq dapat ditambah dengan 3x3 tab jika kadar kalium pasien memang sangat rendah jadi dosis tersebut masih diperbolehkan
Kadar kalium pasien antara 2,5-3 maka kecepatan pemberiannya adalah 5-10 mek/jam
Natrium Bikarbonat
Dosis Natrium bicarbonat pada pasien dengan renal failure adalah 26-30 mEq/kg/hari dengan dosis terbagi
Pengenceran Bicnat drip dengan NaCl 0,9% 200 ml dapat menggunakan NaCl 0,9% 500 ml dan dibuang 300ml lalu dimasukkan Bicnat drip secara tehnik aseptik Bicnat Drip
Kegunaan bicnat pada pasien gagal ginjal : untuk mengatasi kondisi asidosis yang biasa dialami pasien gagal ginjal akibat penumpukan sisa metabolisme.
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Bicnat capsul tidak boleh diberikan pada ibu menyusui karena bisa menyebabkan hypernatremi pada bayi
Fentanyl
Dosis maksimal Fentanyl 900ug/6 jam
Dosis fentanyl untuk berat sekitar 50 kg : iv bolus maksimal 25 mcg/dose tiap 10 menit atau 20 mcg/dose tiap 6 menit max 100mcg/jam, literatur lain 25-50mcg bolus, dilanjutkan dengan infus 1-3 mcg/kg/jam
Dosis fentanil untuk tindakan endoscopi sebanyak 2 mg
Dosis yang digunakan untuk mengganti durogesic patch dengan morfin tablet sesuai nilai konfersi adalah 131mg
Dosis Maksimum Fentanyl patch mencapai 3400 mcg/jam
Heparin
Aminofilin injeksi dan heparin bisa dalam satu line
Heparin dan Dobutamin dapat dicampurkan dalam satu threeway
Heparin bisa digunakan berkali-kali dengan catatan harus diambil secara aseptik
Heparin dapat diberikan sebagai obat tetes mata, untuk mengatasi penumpukan fibrinogen pada mata. diberikan dengan menggunakan vial dari sedaan tetes mata yang steril
KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway
KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Penggunaan warfarin yang menggantikan heparin harus dioverlap selama beberapa hari, karena Warfarin bekerja sebagai antagonis vitamin K sehingga efek antikoagulannya baru timbul setelah seluruh faktor pembekuan darah yang bergantung vitamin K terhambat. Selama waktu ini heparin harus tetap digunakan agar tetap terjadi penghambatan koagulasi darah.
Warfarin Cara minum warfarin : Warfarin dapat diminum kapan saja tanpa mempengaruhi efektivvitasnya. Namun, bila diminum pada malam hari efek obat sudah akan muncul pada saat dokter memeriksa di pagi keesokannya sehingga dosis maupun pemakaian obat dapat langsung disesuaikan.
Warfarin bukan tidak boleh dimakan dengan mengkonsumsi sayuran. Yang tepat, pasien harus diinformasikan agar mengkonsumsi sayuran, terutama sayuran hijau secara konsisten sesuai kebiasaannya sehingga efek warfarin sebagai antagonis vitamin K yang banyak terdapat pada sayuran hijau tersebut tidak naik-turun sesuai jumlah vitamin K dalam sayur yang dimakan, melainkan tetap dan dapat dipantau oleh dokter.
Warfarin merupakan obat high alert karena obat ini dapat mempengaruhi hemostasis sehingga bila terjadi kesalahan dalam penggunaannya dapat menimbulkan akibat yang fatal, yaitu perdarahan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Dosis maksimal warfarin adalah 10 mg (5 tab) sebagai dosis pemeliharaan
Aspirin bisa diberikan bersama dengan clopidogrel dan warfarin, selama pemakaiannya dipantau untuk mencegah efek samping perdarahan
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Jenis-jenis Insulin dan Cara Kerja Dalam Tubuh
(www.medicinenet.com)
Jenis Insulin
Waktu Aturan Pengaturan Gula Darah
Cara Penggunaan Cara Penyimpanan Contoh Nama Dagang
Rapid Acting
Onset 15-30 menitPeak 30-90 menitDuration 1-5 jam
Digunakan bersamaan makanan, jenis ini digunakan bersamaan dengan jenis insulin longer-acting
Subkutan – Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidakdianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1(satu) bulan berturut-turut. Lokasi penyuntikan antara satudengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Apidra danHumalog disuntikkan 15 menit sebelum makan. Novorapiddisuntikkan sesaat sebelum atau sesudah makan. Hindaripenyuntikan insulin yang dingin.
Penyimpanan pada suhu 2-80C. Jangan disimpan dalamfreezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu 2-8 0C atau pada suhu kamar dibawah 30 0C. Hindari terkenapanas atau cahaya langsung.
Apidra, Novorapid, Humalog
Short Acting
Onset ½-1 jam Peak 2-5 jamDuration 2-8 jam
Digunakan untuk mencukupi insulin setelah makan 30-60 menit.
Subkutan – Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidakdianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1(satu) bulan berturut-turut. Lokasi penyuntikan antara satudengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Disuntikkan 30-60menit sebelum makan. Hindari penyuntikan insulin yang dingin.
Penyimpanan pada suhu 2-8 0C. Jangan disimpan dalamfreezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu 2-8 0C atau pada suhu kamar dibawah 30 0C. Hindari terkenapanas atau cahaya langsung.
Actrapid, Humulin R
Intermediate Acting
Onset 1-2 ½ jam Peak 3-12 jam Duration 18-24 jam
Digunakan untuk mencukupi insulin selama setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting
Subkutan – Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidakdianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1(satu) bulan berturut-
Penyimpanan pada suhu 2-8 0C. Jangan disimpan dalamfreezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu 2-8 0C
Humulin N, Insulatard
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
atau short-acting. turut. Lokasi penyuntikan antara satudengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm.
atau pada suhu kamar dibawah 30 0C. Hindari terkenapanas atau cahaya langsung.
Long Acting
Onset ½-3 jam Peak 6-20 jam Duration 20-36 jam
Digunakan untuk mencukupi insulin seharian. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau short-acting.
Subkutan – Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidakdianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1(satu) bulan berturut-turut. Lokasi penyuntikan antara satudengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm.
Penyimpanan pada suhu 2-8 0C. Jangan disimpan dalamfreezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu 2-8 0C atau pada suhu kamar dibawah 30 0C. Hindari terkenapanas atau cahaya langsung.
Lantus, Levemir
Pre-Mixed
Onset 10-30 menit Peak ½ -12 jam Duration 14-24 jam lebih
Produk ini biasanya digunakan dua kali sehari sebelum makan. Premixed insulin adalah kombinasi dengan proporsi yang spesifik insulin intermediate-acting dan insulin short-acting insulin di satu botol atau insulin pen.
Subkutan : Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidakdianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1(satu) bulan berturut-turut. Lokasi penyuntikan antara satudengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Berikan 30 menitsebelum makan
Penyimpanan pada suhu 2-8 0C. Jangan disimpan dalamfreezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu 2-8 0C atau pada suhu kamar dibawah 30 0C. Hindari terkenapanas atau cahaya langsung.
Humalog Mix 25, Novomix, Mixtard
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Konversi Dosis Fentanyl
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Lini Antibiotik (Formularium RSCM. 2011)
No Lini Antibiotik Golongan Antibiotika Nama Obat1
Lini Pertama
Golongan Penisilin
Amoksisilin (A)Amoksisilin +Klavulanat (A)Ampisilin (A)Ampisilin-Sulbaktam (A)Benzatin Benzil Penisilin (A)Fenoksi metil penisilin AProkain Penisilin G (A)Sulbenisilin (A)
GolonganAminoglikosida
Dibekasin (A)Gentamisin (A)Kanamisin sulfat (A)Linkomisin (A)Tobramisin (A)
GolonganKloramfenikol
Kloramfenikol (A)Tiamfenikol (A)
Golongan Kuinolon
Levofloksasin (A)Moksifloksasin (A)Ofloksasin (A)Siprofloksasin (A)
Golongan Makrolid
Azitromisin (A)Eritromisin stearat (A)Klaritromisin (A)
Roksitromisin (A)Spiramisin (A)
Golongan Sefalosporin
Sefadroksil (A)Sefaklor (A)Sefazolin (A)Sefditoren Pivoksil (A)Sefiksim (A)Sefpodoksim (A)Sefradin (A)Sefuroksim (A)
Golongan TetrasiklinDoksisiklin (A)Oksitetrasiklin (A)Tetrasiklin (A)
Golongan Lain-lain
Fosfomisin (A)Klindamisin (A)Kolistin (A)Kotrikmosazol(TMP+SMZ) (A)Metronidazol (A)
2 Lini Kedua Golongan Amikasin (B)
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012
51
Universitas Indonesia
Aminoglikosida Netilmicin (B)
Golongan Sefalosporin
Sefoperazon (B)Sefoperazon + Sulbaktam (B)Sefotaksim (B)Sefotiam (B)Seftizoksim (B)Seftriakson (B)
3
Lini Ketiga
Golongan SefalosporinSefepim (C)Sefpirom ( C) Seftazidim (C )
Golongan PenisilinPiperasilin+Tazobaktam (C; kecuali NICU:A)
Golongan Tetrasiklin Tigesiklin ( C)
Golongan Lain-lain
Aztreonam (C )Ertapenem ( C)Doripenem ( C)Imipenem + Silastatin (C)Linezolid (C)Meropenem (C; kecualiNICU:A)Teikoplanin (C; kecualiNICU:A)Vankomisin (C)
Laporan praktek..., Yayah Qomariah, FMIPA UI, 2012