Post on 11-Mar-2018
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETIL ASETAT
DAUN Garcinia benthami Pierre DENGAN METODE
BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Nurraisya Mutiyani
NIM: 1110103000088
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/ 2013 M
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur sebanyak-banyaknya penulis panjatkan
kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tiada henti penulis sampaikan
kepada suri teladan Rasulullah SAW. Penulis skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu sayarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran pada
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penulis
menyadari bahwa tanpa seizin Allah, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah,
DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan
dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr.Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh
pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
3. Pembimbing I, dr.Nurul Hiedayati, PhD atas segala bantuannya yang telah
membimbing saya dengan baik dan sabar ditengah kesibukannya yang
sangat padat.
4. Pembimbing II, Ibu Puteri Amelia, M.Fam, Apt, yang telah sabar, baik,
dan teliti dalam membimbing, menasehati, dan menyemangati saya selama
ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab modul Riset
yang tidak pernah lelah selalu mengingatkan penulis untuk segera
menyelesaikan penelitian.
6. Ibunda tercinta Ratna Sari yang telah memberikan do’a, dukungan, dan
kasih sayang yang tidak pernah putus sampai dengan saat ini.
vi
7. Ayahanda tercinta Hasyim Mahyudin yang selalu mendukung baik moral
maupun materiil dalam menempuh pendidikan dan selalu memberikan
nasihat hidup.
8. Keluarga tercinta, dr.Syahdi dan Bang Raedi, Skg serta keluarga lainnya
yang selalu memberikan do’a dan harapan selama ini.
9. Staf laboratorium PNA, Biologi, dan Farmako, Mas Rahmadi, Mba Rani,
dan Mba Suryani yang selalu siap direpotkan dan dimintai pertolongan dan
selama pengerjaan skripsi ini.
10. Kawan-kawan seperjuangan skripsi kelompok 1, Aulia Ajrina, Nur
Rizqillah, Ratu Quroatuain, Fitri Fatimatuzzahra, dan Eri Djuhairiyah.
11. Pak Supandi yang selalu siap dimintai pertolongan dan mahasiswa
Program Studi Farmasi 2009, Ka Agung, Ka Mila, Ka Nita, dll yang
membantu penelitian ini.
12. Seluruh mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah 2010 yang berjuang
bersama untuk tujuan yang sama.
13. Semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan skripsi ini. Semoga rahmat dan keselamatan selalu Allah
limpahkan kepada kita semua. Allahumma amin.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi diri saya khususnya, pengembangan ilmu kedokteran dan
masyarakat pada umumnya.
vii
ABSTRAK
Nurraisya Mutiyani. Program Studi Pendidikan Dokter. Uji Toksisitas Akut
Ekstrak Etil Asetat Daun Garcinia benthami Pierre dengan Metode Braine Shrimp
Lethality Test (BSLT). 2013
Potensi toksik daun Garcinia benthami Pierre diketahui melalui uji toksisitas akut
dengan metode Braine Shrimp Lethality Test (BSLT). Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui nilai letal concentration (LC) atau kematian larva Artemia
salina Leach sebanyak 50% atau disebut LC50. Daun Garcinia benthami dari
Bogor diekstraksi dengan cara maserasi selama 2 hari dengan etil asetat. Uji
toksisitas ini menggunakan 5 konsentrasi yaitu 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 10
ppm, dan 5 ppm. Ekstrak diteteskan sebanyak 1 ml kedalam 10 ekor larva yang
diberi 9 ml air laut. Selanjutnya observasi selama 24 jam dan hitung berapa
banyak kematian larva dalam setiap konsentrasi. Hasil penelitian menunjukkan
ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami mempunyai LC50 99,78 ppm. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun Garcinia benthami bersifat toksik
karena nilai LC50 ≤ 1000 ppm. Hasil uji ini dapat dilanjutkan dengan penelitian
terhadap hewan trofis yang lebih tinggi dan penelitian berikutnya, yaitu uji
toksisitas subakut dan kronik sebagai obat anti kanker dimasa depan.
Kata Kunci: Toksisitas, Ekstrak daun Garcinia benthami Pierre, BSLT, Uji
toksisitas akut
ABSTRACT
Nurraisya Mutiyani. Medical education study program. Acute Toxicity Assay
Extract Etil Asetat of Garcinia benthami Pierre Leaves by Methode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT)
Potential toxic of leaves Garcinia benthami Pierre known through acute toxicity
test with the method Braine Shrimp Lethality Test (BSLT). The purpose of this
study was to determine the lethal concentration (LC) or Artemia salina Leach
larval mortality by 50% (LC50). Leaves of Garcinia benthami Bogor extracted by
maceration for 2 days with ethyl acetate. The toxicity tests using 5 concentrations
of 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 10 ppm, and 5 ppm. Dropped as much as 1 ml of
the extract into 10 Artemia salina Leach larvae fed 9 ml of seawater. Further
observation for 24 hours and count how many larval mortality in each
concentration. The results showed the ethyl acetate extract of leaves of Garcinia
benthami have LC50 99,78 ppm. The results showed that leaves extract of Garcinia
benthami leaves are toxic because the value of LC50 ≤ 1000 ppm. The test results
can be followed by animal studies trofis higher and subsequent research, the
subacute and chronic toxicity test as an anti-cancer drug in the future.
Keyword: Toxicity, leaves Extract of Garcinia benthami Pierre, BSLT, Acute
toxicity assay
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ..........................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ...........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ABSTRAK .......................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................
1.2 Rumusan masalah .............................................................................
1.3 Tujuan penelitian ..............................................................................
1.3.1 Tujuan umum ..........................................................................
1.3.2 Tujuan khusus .........................................................................
1.4 Manfaat penelitian ............................................................................
1.4.1 Bagi masyarakat.......................................................................
1.4.2 Bagi institusi............................................................................
1.4.3 Bagi peneliti ...........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori ..................................................................................
2.1.1 Tanaman obat...........................................................................
2.1.2 Genus Garcinia........................................................................
2.1.3 Garcinia benthami Pierre........................................................
2.1.4 Kandungan kimia genus Garcinia ...........................................
2.1.5 Ekstraksi dan maserasi.............................................................
2.1.6 Efek toksik suatu zat................................................................
2.1.7 Uji toksisitas............................................................................
2.1.7.1 Tingkatan uji toksisitas...................................................
2.1.7.2 Uji toksisitas akut...........................................................
2.1.7.3 Metode BSLT.................................................................
2.1.8 Pemilihan hewan uji............................................................
2.1.8.1 Pemilihan hewan uji.......................................................
2.1.8.2 Artemia salina Leach.....................................................
2.1.8.3 Morfologi.......................................................................
2.1.8.4 Siklus hidup...................................................................
2.1.8.5 Penetasan larva...............................................................
2.2 Kerangka konsep ..............................................................................
2.3 Definisi operasional ..........................................................................
I
ii
iii
iv
v
vii
vii
i
x
1
1
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
6
7
9
10
11
12
12
13
14
16
16
17
17
20
21
23
24
ix
BAB III METODE PENELITIAN
1.1 Desain penelitian ............................................................................
1.2 Waktu dan tempat penelitian ..........................................................
1.3 Populasi dan sampel........................................................................
1.3.1 Populasi..................................................................................
1.3.2 Besar populasi........................................................................
1.3.3 Kriteria inklusi.......................................................................
1.3.4 Kriteria eksklusi.....................................................................
1.3.5 Cara pengambilan populasi....................................................
1.3.6 Sampel....................................................................................
1.4 Alat dan bahan............................................................................
3.4.1. Alat....................................................................................
3.4.2 Bahan..................................................................................
3.5 Cara kerja penelitian........................................................................
3.5.1 Penyiapan bahan........................................................................
3.5.2 Pembuatan ekstrak.....................................................................
3.5.3 Penyiapan larva..........................................................................
3.5.5 Pembagian konsentrasi...............................................................
3.5.6 Pelaksanaan uji toksisitas...........................................................
3.5.7 Alur penelitian.............................................................................
3.6 Manajemen data................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan bahan.............................................................................
4.2 Ekstraksi..........................................................................................
4.3 Penentuan nilai LC50......................................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...........................................................................................
5.2 Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
25
25
25
25
25
26
26
26
26
27
27
27
27
27
28
29
29
29
30
34
37
37
39
42
42
43
46
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori toksisitas bahan............................................................... 24
Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami.......... 39
Tabel 4.2 Besar konsentrasi dan persentase kematian.................................. 40
Tabel 4.3 Nilai Log C dan Probit setiap konsentrasi.....................................
Tabel 6.1 Data perumusan probit sederhana................................................
Tabel 6.2 Uji normalitas kolmogorov-smirnov.............................................
33
44
45
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daun Garcinia benthami Pierre.....................................................
7
Gambar 2.2 Artemia salina Leach..................................................................... 17
Gambar 2.3 Larva Artemia................................................................................ 18
Gambar 2.4 Artemia dewasa jantan dan betina.................................................. 19
Gambar 2.5 Siklus Hidup Artemia..................................................................... 20
Gambar 3.1 Bagan Alur Ekstraksi Daun Garcinia benthami Pierre.................. 31
Gambar 3.2 Bagan Penyiapan larva Artemia salina Leach................................ 32
Gambar 3.3 Pelaksanaan Uji Toksisitas............................................................. 33
Grafik 4.1 Probit Kematian dari Setiap Konsentrasi Ekstrak.......................... 42
Gambar 4.4 Konsentrasi 1000 ppm.................................................................... 43
Gambar 6.1 Hasil determinasi............................................................................ 46
Gambar 6.2 Daun Garcinia benthami Pierre..................................................... 53
Gambar 6.3 Maserasi dengan etil asetat............................................................. 53
Gambar 6.4 Filtrat hasil maserasi....................................................................... 53
Gambar 6.5 Destilasi dengan rotary evaporator............................................... 53
Gambar 6.6 Ekstrak etil asetat 9,63 gr............................................................... 54
Gambar 6.7 Ekstrak kental etil asetat................................................................ 54
Gambar 6.8 Ekstrak etil asetat akan ditimbang................................................. 54
Gambar 6.9 Neraca analitik............................................................................... 54
Gambar 6.10 Telur Artemia salina Leach.......................................................... 55
Gambar 6.11 Wadah penetasan udang............................................................... 55
Gambar 6.12 Larutan induk esktrak................................................................... 55
Gambar 6.13 Pelaksanaan uji toksisitas.............................................................
Gambar 6.16 Kaleng telur Artemia salina Leach..............................................
Gambar 6.17 Kaleng telur Artemia salina Leach tampak depan....................
55
56
56
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, hampir seluruh negara industri di dunia, terjadi peningkatan
popularitas dan penggunaan obat tradisional sebagai pendamping pengobatan
primer yang diberikan dokter, terutama di negeri Asia, Afrika, dan Amerika latin.
Menurut World Health Organization (WHO), bahkan di Afrika penggunaannya
mencapai 80%. Faktor yang mendorong negara-negara tersebut menggunakan
obat tradisional antara lain usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat
prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat
modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker serta semakin luas akses
informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia.1
Sedangkan di Indonesia, sejak dimulainya masa peradaban masyarakat
disana sudah menggunakan tanaman sebagai pengobatan dan pencegahan
penyakit, salah satu alasan karena banyaknya beragam spesies tumbuhan yang
dimiliki oleh Indonesia.2
Tetapi menurut WHO, obat tradisional yang digunakan belum banyak
penelitian yang membuktikan mengenai keamanan dan keampuhannya. Bahkan
karena sedikitnya informasi mengenai indikasi, jumlah dosis yang tepat, ataupun
kandungan toksik yang diatur dengan baik akan memberikan efek negatif bagi
penggunanya.1
Walaupun begitu, WHO tetap merekomendasikan penggunaan obat
tradisional dalam pengobatan berbagai penyakit terutama untuk penyakit kronis,
degeneratif, kanker, atau pemeliharaan kesehatan. WHO juga berharap semakin
banyak penelitian mengenai keamanan dan khasiat obat tradisional dari berbagai
macam spesies tumbuhan di dunia.1
2
Salah satu tanaman yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia, dengan
jumlah mencapai 100 spesies adalah Garcinia benthami Pierre.3 Tanaman ini
masih berhubungan dekat dengan tanaman manggis karena memiliki genus yang
sama. Namun sayangnya, Garcinia benthami Pierre tidak sepopuler tanaman
manggis, salah satu alasannya karena tanaman ini lebih banyak dijumpai di hutan
tropis pulau kalimantan dan tidak banyak tumbuh di lingkungan warga. Selain itu,
karena maraknya penebangan liar di hutan-hutan Indonesia, Garcinia benthami
Pierre berisiko mengalami kepunahan sebelum dimanfaatkan dengan baik oleh
masyarakat Indonesia. Padahal berdasarkan penelitian uji aktivitas antioksidan
daun Garcinia benthami Pierre yang dilakukan di Universitas Indonesia, telah
dilaporkan terdapat berbagai macam kandungan senyawa kimia yang berfungsi
sebagai antioksidan, diantaranya adalah golongan xanton, kumarin, flavonoida,
dan terpenoid.4
Dengan adanya penelitian yang membuktikan bahwa didalam ekstrak daun
Garcinia benthami Pierre terdapat kandungan antioksidan, maka tanaman ini
sangat berpotensi sebagai obat herbal dan tidak menutup kemungkinan dapat
menjadi obat antikanker. Suatu senyawa yang memiliki aktivitas antitumor dan
antikanker berkorelasi dengan tingginya kandungan toksik dalam senyawa
tersebut.5
Sesuai dengan Permenkes No.760/Menkes/per/IX/1992 mengenai regulasi
obat herbal yang berisi: sebelum obat tradisional atau fitofarmaka dikatakan aman
dikonsumsi, maka setiap bahan alam harus melewati beberapa tahapan meliputi
uji toksisitas akut, uji toksisitas subakut, uji toksisitas kronik, uji farmakologi
eksperimental, uji klinis, uji kualitas, dan uji lainnya.5 Berdasarkan hal tersebut,
karena belum ada penelitian mengenai aktivitas toksik didalam Garcinia benthami
Pierre, maka dilakukanlah penelitian mengenai kemananan dan toksisitas ekstrak
etil asetat daun Garcinia bentami Pierre menggunakan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT).
Metode BSLT dipilih karena merupakan salah satu uji toksisitas akut atau
tingkat pertama dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai
hewan uji. Parameter pada uji BSLT ini dengan melihat kematian dari larva
3
setelah 24 jam. Diharapkan senyawa yang bersifat toksik dalam Garcinia
benthami Pierre akan menghambat suplai nutrisi kedalam tubuh larva dan akan
menimbulkan kematian. Suatu tanaman dikatakan toksik jika terbukti dapat
mematikan larva udang Artemia salina Leach dengan nilai LC50 < 1000 ppm.6
1.2 Rumusan Masalah
Apakah didalam ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre bersifat toksik
menurut metode BSLT?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan ada tidaknya potensi toksisitas pada ekstrak etil asetat daun
Garcinia benthami Pierre menurut metode BSLT.
1.3 Tujuan Khusus
• Mengukur persentase kematian larva Artemia salina Leach setelah pemberian
ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre.
• Mengetahui nilai LC50 dari ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre
dengan metode BSLT.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pembaca dan Masyarakat
Menambah informasi tentang tanaman keluarga manggis atau genus
Garcinia yang berpotensi sebagai tanaman obat.
1.4.2 Bagi Institusi
Memberikan tambahan pustaka karya ilmiah kepada Program Studi
Pendidikan Dokter (PSPD) maupun Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai uji
toksisitas ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia
salina Leach dengan metode BSLT.
4
1.4.3 Bagi Penulis
• Mengaplikasikan ilmu dan metode penelitian tentang kesehatan masyarakat
dan menambah pengetahuan peneliti mengenai kemampuan menilai
keberbahayaan toksik daun Garcinia benthami Pierre.
• Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tanaman Obat
Sejak dimulainya masa peradaban, manusia sudah menggunakan tanaman
sebagai obat, yang awalnya tanaman digunakan sebagai sumber makanan atau
energi. Saat itu, antara satu generasi dengan generasi lainnya menggunakan
tanaman obat berdasarkan empiris atau informasi secara turun menurun.
Pernyataan ini diperkuat oleh seorang dokter berkebangsaan Perancis, Henri
Leclere (1870-1955) yang menulis dalam jurnal berjudul La Presse Medicale,
dimana tertulis bahwa sistem pengobatan dengan menggunakan tanaman sudah
dikenal sejak ribuan tahun silam, seperti pengobatan di China, Tibet, Ayuverda
dari India, suku-suku asli di Afrika, Amerika Utara dan Selatan.2
Pada dasarnya, Allah SWT memang sudah menerangkan bahwa setiap
jenis tanaman memiliki manfaat masing-masing dan memberikan perintah kepada
umatnya untuk dapat memanfaatkan segala jenis tanaman secara maksimal, dalam
Al Quran surat Ar-Rad ayat 4"Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang
bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami
melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang
rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berfikir."
Penggunaan tanaman, bagian tanaman, atau sediaan yang terbuat dari
tanaman untuk pengobatan dan pencegahan penyakit dikenal dengan fitoterapi dan
tumbuhan yang digunakan disebut tumbuhan obat. Saat ini, penggunaan fitoterapi
sudah banyak digunakan dinegara Eropa dan Amerika. Di Jerman sendiri,
amandemen arzneimittelgesets (German Drug Act) yang diberlakukan mulai 1
Januari 1978 memutuskan bahwa ilmu pengobatan modern dan fitoterapi menjadi
6
bagian dalam sistem pengobatan. Hal ini menjadi salah satu kebangkitan fitoterapi
sehingga telah banyak peneliti yang melakukan pengujian terhadap tanaman obat
dari segi farmasetika, farmakologi, dan uji klinis.2
Hal ini juga didukung dengan hasil survey nasional di Amerika Serikat
yang menyatakan bahwa orang dewasa yang melakukan terapi dengan obat herbal
dan mereka yang telah berkonsultasi dengan herbalis meningkat secara signifikan
selama periode 1990 - 1997. Banyak alasan terjadinya peningkatan penggunaan
obat herbal, yaitu persepsi bahwa produk dari alam selalu aman atau paling tidak
lebih aman dari obat modern sampai alasan yang lebih kompleks berkaitan dengan
kepercayaan agama.7
Penyebaran penggunaan obat herbal pada masyarakat umum harus
diperhatikan mengenai mutu, keamanan, dan khasiat obat herbal itu
sendiri.29
Selain itu, obat herbal memiliki efek yang lebih lemah dibandingkan
dengan obat modern sehingga apabila diberikan kepada pasien harus
memperhatikan tingkat keparahan penyakit. Obat herbal tidak cocok untuk
penanganan gawat darurat karena memiliki waktu kerja obat yang relatif lebih
lama dibandingkan obat modern.7
Selama ini juga mitos bahwa obat tradional selalu aman banyak
dipromosikan oleh berbagai pihak. Padahal hal ini belum tentu benar karena tidak
ada obat yang efektif dan secara langsung bebas dari efek samping.
Ketidakamanan obat herbal dapat berasal dari dalam tanaman itu sendiri atau
berasal dari luar tanaman.7
Pemberian obat herbal sama seperti halnya obat modern, harus juga
menentukan faktor farmakologi (efek yang tidak diinginkan), kontroindikasi, dan
interaksi obat. Jenis obat herbalpun sangat beragam, mulai dari sedian jus sampai
dengan penggunaan teknik modern. Dalam membuat obat herbal juga harus
ditentukan kontrol kualitasnya dan yang bertanggung jawab pada kualitas akhir
produk adalah kualitas bahan baku yaitu faktor lingkungan tempat tumbuh seperti
iklim, cuaca, jenis tanah, waktu panen, serta proses produksi akan mempengaruhi
kandungan golongan atau senyawa aktif produk. 7
7
2.1.2Genus Garcinia
Garciniamerupakan salah satu kelompok flora yang hidup di wilayah
tropis dan pohon lapisan kedua (second storey) berdasarkan tingginya. Oleh
karena itu, biasa ditemukan dibawah naungan pohon-pohon yang lebih besar dan
sebagian besar Garcinia berbentuk pohon. Namun ada pula yang berbentuk pohon
kecil (shrub) misalnya Garcinia livingstonei Anders, dan Garcinia spicata
Hook.3Tanaman ini tersebar di beberapa negara Asia Tenggarayaitu di Thailand
118 jenis, malaysia 29 jenis, dan Filipina 6 jenis. Garcinia lebih banyak hidup di
daerah Kalimantan karena disana terdapat curah hujan yang merata serta iklim
yang memiliki kelembapan dan panas dan diperkirakan jumlahnya mencapai 100
spesies.8
Tanaman ini adalah tanaman perdu yang terdiri dari akar, batang, daun dan
bunga dapat mencapai ketinggian 30-35 meter, tetapi secara umum dapat tumbuh
7-25 meter. Ciri dari marga Garcinia ini memiliki bentuk batang lurus, mengecil
kearah ujung dan percabangan yang berselang-seling. Bentuk daunnya ada dua
macam, yaitu daun kelopak dan daun mahkota yang berjumlah 4-5 helai.Letak
bunganya berada di ketiak daun. Salah satu contoh Garcinia yang berbunga harum
namun baunya tidak terlalu tajam adalah Garcini celebica.3
Oleh masyarakat Indonesia biasanya dimanfaatkan sebagai tanaman buah,
pohon pinggir jalan, reboisasi, tanaman pencegah erosi karena akarnya dinilai
kuat menahan tanah, dan beberapa buahnya dapat dijadikan sumber makanan bagi
satwa liar.Tumbuhan Garcinia juga dimanfaatkan sebagai bahan bangunan karena
memiliki tekstur kayu yang keras dan bewarna mulai dari kuning sampai coklat
kemerahan.3
2.1.3 Garcinia Benthami Pierre
Garcinia benthamiPierre dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut:8
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
8
Subdivisi : Gngiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae( biji berkeping dua)
Ordo : Guttifernales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia benthami Pierre
Gambar 2.1 Daun Garcinia benthami pierre
(Sumber: data pribadi)
Gacinia benthami Pierre memiliki ciri: batang berbentuk lurus mengecil
kearah ujung dan berdiameter kurang lebih 10 meter. Bentuk pohon seperti
kerucut, memiliki percabangan selang seling dan tumbuh pada ketinggian 1-1000
diatas permukaan laut. Daun kelopak dan daun mahkota berjumlah 4-5 helai.3
Daun berbentuk tunggal, elips memanjang, ruas daun berhadapan atau
berbentuk helaian. Warna daun pada permukaan atas hijau gelap, sedangkan
permukaan bawah berwarna hijau terang, ukurannya 12-23 x 4,5-10 cm, tangkai
panjangnya 1,5-2 cm. Bunga betina terdapat pada ujung batang dengan susunan
9
menggarpu, garis tengah 5-6 cm.8Benang sari semu dengan tangkai-tangkai
sarinya yang bersatu menjadi sebuah cincin dibagian pangkal, atau menjadi 4-5
berkas pendek, bakal buah beruang 2-12, biasanya berbentuk papilla. Bunga
jantan memiliki benang sari dengan jumlah bervariasi, dan tangkai bersatu
menjadi satu tiang tengah atau membentuk 4-5 berkas, sedangkan ukurannya yang
lebih kecil dari betina.9
2.1.4 Kandungan Kimia GenusGarcinia
Terdapat beberapa kandungan kimia pada genus Garcinia, yaitu senyawa
xanton, bezofenon, golongan flavonoid, triterpen, dan asam organik. Golongan
xanton merupakan senyawa yang sebagian besar terdapat pada genus Garcinia
diantara jenis tanaman lainnya. Hampir semua xanton yang diketahui terdapat
pada empat suku: Guttiferae, Gentianaceae, Moraceae, dan Polygalaceae.9
Berdasarkan literatur yang ada, senyawa xanton pada marga ini, memiliki
aktivitas sebagai antioksidan, antibakteri, antimalaria, antikanker, dan
antiinflamasi. Senyawa xanton yang diisolasi dari genus Garcinia berasal dari
kulit batang kayu Garciniatertrandra Pierre, kulit batang
Garcinialancilimba,Garciniarigida, kulit buah Garciniamangostana,
Garciniaparvifolia, dan buah dariGarciniaScortechinii. Selanjutnya senyawa
bezofenon juga ditemukan dari ekstrak metanol kulit buah kering Garciniaindica
yang mempunyai aktivitas antioksidan, yaitu mampu menekan hidroksil radikal
bebas dan antileukimia. Pada ekstrak metanol ranting dan daun Garciniabancana
terdapat aktivitas antibakteri Staphylococcusaureus.5
Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri dan
hepatoprotektif pada tikus berhasil diisolasi dari Garciniakola. Senyawa flavonoid
merupakan senyawa yang larut dalam air, dapat diekstraksi dengan etanol 70%
dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak
bumi.Senyawa terpenoid yang berhasil diisolasi dari Garciniahombroniana
memiliki bioaktivitas antiinflamasi dengan menghambat pembentukan b-
glukoronidase, histamin, dan lisozim. Senyawa ini umumnya larut dalam lemak
dan terdapat didalam sitoplasma tumbuhan dan biasanya terpenoid diektraksi dari
jaringan tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform, dan
10
dapat dipisahkan secara kromatorgafi pada silika gel atau alumina memakai
pelarut tersebut. Berdasarkan asil uji fitokimia atau golongan senyawa teradap
ekstrak kasar sampel, diperkirakan senyawa terpenoid dari bahan alam memiliki
khasiat sebagai senyawa toksik.10
Senyawa terakhir adalah asam organik, yaitu berupa asam mereolik dan
asam morelik dari Garciniahanburyi mempunyai aktivitas antibakteri
Staphylococcus aureus.5
2.1.5 Ekstraksi dan Maserasi
Ekstraksi adalah kegiatan pemisahan atau penarikan kandungan senyawa
organik suatu atau beberapa zat yang dapat larut dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut cair. Dengan cara ekstraksi ini, dapat memisahkan dua
atau lebih zat berdasarkan perbedaan kelarutan.Pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat dapat dilakukan dengan mengetahui senyawa aktif yang
dikandung simplisia.9
Definisi ekstrak sendiri adalah bahan hasil pengekstrakkan senyawa aktif
dari simplisia sesuai dengan pelarutnya lalu diuapkan dan serbuk yang sisa
diperlakukan hal yang sama sampai memenuhi standar yang telah
ditetapkan.Cairan pelarut adalah pelarut yang optimal untuk senyawa kandungan
yang aktif. Karena itulah ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa
kandungan yang diinginkan karena senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan
dan dari senyawa kandungan lainnya.10
Sedangkan definisi simplisia adalah bahan yang sudah dikeringkan,
biasanya bahan tersebut adalah bahan alami yang berasal dari tanaman dan
digunakan sebagai obat.Simplisia terdiri dari simplisia nabati (yang berasal dari
tumbuhan, baik tumbuhan utuh maupun sebagian), simplisia hewani, dan
simplisia mineral.11
Ada beberapa metode ekstraksi: destilasi uap, ekstraksi dengan
menggunakan pelarut, dan lainnya (Ekstraksi berkesinambungan, superkritikal
karbondioksida, ekstraksi ultrasonik,ekstraksi energi listrik). Ekstraksi dengan
menggunakan pelarut terdiri dari cara dingin dan panas.9
11
Cara dinginberupamaserasidanperkolasi. Cara maserasiadalah proses
ekstraksisimplisiamenggunakanperendamanpelarutdenganpengocokanataupengad
ukanpadatemperaturruangan.
Membranseldarisimplisiaakanpecahsehinggasenyawaaktif yang
terdapatdidalamsimplisiaakankeluarakibatadanyaperbedaantekanan yang
ditimbulkanpada proses maserasitersebut. Setelahdilakukanmaserasi,
sisaserbukataumasasimplisianyadapatdipergunakankembalidenganmenambahkank
embalipelarutnya, carainidisebutremaserasi.9
Sedangkanperkolasimerupakanproses ekstraksi simplisia dengan selalu
menggunakan pelarut baru dan dilakukan umumnya pada temperatur
ruangan.Dilakukan terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5
kali
bahan.Selanjutnyamaserasimenggunakanpelarutdengancarapanasterdiridarirefluks
, soxhlet, digesti, infudasi, dandekoktasi.11
2.1.6 Efek Toksik Suatu Zat
Efek toksik suatu zat perlu diketahui untuk dapat meningkatkan
kemampuan dalam menilai bahaya suatu zat dan melakukan tindakan pencegahan
serta pengobatan jika terjadi efek toksik atau keracunan. Bagaimana suatu zat
dapat berdampak toksik dipelajari dalam ilmu toksikologi. Dari beberapa literatur
didapat mengenai definisi dari toksikologi, yaitu ilmu yang mempelajari jejas atau
kerusakan/cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia), yang diakibatkan
oleh suatu materi, subtansi, dan atau alergi. Pada definisi lain menurut Borzelleca,
dl Ruchirawat, toksikologi adalah ilmu yang mempelajari secara kuantitatif dan
kualitatif pengaruh jelek dari zat kimiawi, fisis, dan biologis terhadap sistem
biologis. Suatu materi yang dapat menyebabkan kerusakan disebut racun atau
toksin.12&13
Jadi toksin dapat didefinisikan sebagai zat yang bila masuk kedalam tubuh
dalam dosis cukup, beraksi secara kimiawi sehingga menimbulkan kematian atau
kerusakan berat pada orang sehat.14
Efek toksik terjadi apabila dimulai adanya
interaksi biokimiawi antara zat toksik atau metabolit aktifnya dengan reseptor atau
bagian tertentu dari makhluk hidup, seperti enzim, protein, lemak, asam nukleat,
organel sel, membran sel, atau bahkan berupa jaringan. Interaksi biokimiawi yang
12
menyebabkan efek toksik lokal terjadi apabila zat kontak pertama kali terpapar
dengan bagian tubuh, sedangkan efek sistemik memiliki proses yang lebih
panjang diawali dengan absorpsi pada tempat kontak, lalu masuk sirkulasi tubuh
dan terdistribusi ke tempat sasaran sampai akhirnya menimbulkan efek.15
Namun efek toksik yang ditimbulkan suatu zat dipengaruhi oleh banyak
faktor, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen tergantung dari zat target,
mekanisme reaksi, dan besarnya dosis.15
2.1.7 Uji Toksisitas
2.1.7.1 Tingkatan Uji Toksisitas
Uji toksisitas adalah uji yang bertujuan untuk mencari dosis aman bagi
manusia, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.
Uji kualitatif dilakukan akibat dari tidak spesifiknya gejala atau penyakit akibat
suatu keracunan sehingga didasarkan kepada penyakit yang timbul. Sedangkan uji
kuantitatif dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu uji toksistas dilaboratorium
terhadap hewan uji ataupun uji kuantitatif dalam penelitian epidemiologi.
Penelitian epidemiologi biasa dilakukan dengan menilai suatu peristiwa yang
terjadi pada kelompok manusia akibat keracunan suatu zat tertentu, seperti kasus
keracunan (Minamata, Itai-Itai), kondisi perang (bom nuklir di Hirosima dan
Nagasaki), dan sebagainya.16
Pada uji toksisitas dilaboratorium, dikenal istilah untuk menyatakan
toksistas suatu zat. Apabila kematian pada hewan uji sebagai respon terhadap zat
racun yang betul-betul masuk kedalam tubuh disebut dosis letal (LD). Apabila
kematian hewan uji akibat respon terhadap konsentrasi zat berada diluar tubuh
organisme uji disebut konsentrasi letal (LC). Uji toksisitas dilakukan berurutan
dengan melihat tingkat trofis organisme yaitu sesuai dengan rantai makanan
dilingkungan.15
Pada rantai makanan menggambarkan ukuran spesies yang umumnya
semakin besar dengan semakin tingginya posisi pada rantai makanan. Begitu pun
pada uji toksisitas, uji toksisitas tingkat I atau uji akut dilakukan pada hewan
13
derajat rendah dan semakin tinggi tingkat uji toksistas, semakin tinggi pula derajat
hewan uji.Berdasarkan waktu lamanya pajanan, penelitian toksikologi dibagi
menjadi tiga kategori: yaitu uji toksisitas akut, subakut, dan kronik. Uji toksisitas
jangka panjang adalah uji yang dilakukan dengan memberi zat uji secara
berulang-ulang selama minimal sebagian besar dari masa hidupnya. Misalnya 18
bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan
monyet.17
Uji toksisitas dilakukan untuk menilai efek akut, subakut, dan kronis. Uji
akut dilakukan dalam tahun pertama terhadap organisme berderajat rendah atau
kecil, dan dilanjutkan terhadap hewan yang berderajat lebih tinggi, dengan
meningkatnya waktu dan uji toksisitas lengkap akan memerlukan waktu selama
enam tahun.14&15
Uji toksisitas level I sering disebut sebagai uji jangka pendek atau short
term test(STT), dilakukan dalam tahun pertama. Uji toksisitas level II dilakukan
selama 2,5 tahun berikutnya dan Uji toksisitas level III atau level terakhir
biasanya dilakukan untuk menilai kemungkinan dampak pada manusia.18
2.1.7.2 Uji Toksisitas Akut
Toksisitas akut adalah efek berbaya yang terjadi pada tubuh segera setelah
terpapar suatu zat, baik itu zat tunggal atau kombinasi (substances) sekali atau
beberapa kali dalam waktu yang singkat. Pada definisi lain dijelaskan efek
berbahaya terjadi dalam waktu 24 jam. Jumlah paparan maksudnya adalah jumlah
yang dapat membunuh atau untuk pembunuhan dan dapat mengancam jiwa. Efek
toksik yang ditimbulkan dapat berupa gangguan fungsional, biokimiawi, atau
fisiologis (struktural) yang dapat menyebabkan kesakitan yang mengganggu
kondisi tubuh secara umum.15
Uji toksisitas ini penting untuk evaluasi keamanan dan merupakan
prasyarat untuk uji klinik sebelum obat digunakan. Definisi dari uji toksisitas akut
adalah suatu metode untuk menentukan dosis letal median (LD50, LC50),
mekanisme kerja, dan target organ dari suatu zat yang berpotensi memberikan
efek toksik. Sedangkan definisi LD50 atau LC50 adalah dosis atau konsentrasi yang
14
diberikan sekali (tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat yang
secara statistik diharapkan dapat mematikan 50% hewan coba. Beberapa manfaat
lain dari uji toksisitas akut:15
1. Menentukan interval dosis untuk uji berikutnya, yaitu uji farmakologi,
toksistas subakut, subkronik, dan toksiistas jangka panjang
2. Untuk mengklasifikasikan zat uji
3. Mengidentifikasi kemungkinan target organ atau sistem fisiologi yang
dipengaruhi
4. Mengetahui hubungan antara dosis dengan timbulnya efek seperti perubahan
perilaku, koma, dan kematian
5. Mengetahui gejala-gejala toksisitas akut sehingga bermanfaat untuk
membantu diagnosis adanya kasus keracunan
6. Untuk memenuhi prasyarat regulasi, jika zat uji akan dikembangkan menjadi
obat
7. Mencari zat-zat potensial sebagai antikanker, karena jika suatu zat memiliki
LD50/LC50 kurang dari 100 mg/KgBB atau konsentrasi 1000 µg/mL zat ini
dianggap potensial sebagai sitotoksik
8. Untuk keperluan evaluasi bahaya suatu zat melalui data yang diperoleh
seperti nilai slope dari grafik hubungan antara log dosis versus respon
9. Mengetahui pengaruh umut, jenis kelamin, cara pemberian dan faktor
lingkungan hidup terhadap toksisitas suatu zat.15
2.1.7.3Metode BSLT
BSLT merupakan suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam
dan salah satu metode menguji bahan-bahan yang bersifat toksik. Keunggulan dari
uji BSLT ini tidak menghabiskan banyak waktu, prosedurnya sederhana, cepat,
tidak membutuhkan banyak biaya, tidak membutuhkan teknik aseptik, tidak
memerlukan peralatan khusus dan hanya membutuhkan sedikit sampel uji.
Bioassay adalah uji yang menggunakan organisme hidup untuk mengetahui
efektifitas suatu bahan hidup ataupun bahan organik dan anorganik. Metode
BSLT menurut Meyer et al, McLaughlin & Rogers,et all,menggunakan larva
udang Artemia salina Leach sebagai hewan coba dan merupakan uji toksisitas
15
akut karena efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat
(selama 24 jam) setelah pemberian dosis uji tunggal.Dasar pengujian dengan
metode BSLT pada kemampuan senyawa untuk mematikan larva udang.13
Caranya, yaitu dengan menentukan nilai LC50(letal concentration) dari
aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia Salina Leach. Tingkat
toksisitas suatu bahan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kategori toksisitas bahan
Kategori LC50 (µg/ml)
Sangat toksik <30
Toksik 30-1000
Tidak toksik >1000
Sumber: Meyer et al. (1982)19
Senyawa yang aktif akan menghasilkan mortalitas yang tinggi dan sesuai
acuan literatur tersebut dapat dilakukan uji berikutnya, seperti uji toksisitas
subakut, subkronis, atau toksisitas jangka panjang untuk dikembangkan sebagai
bahan baku obat, contohnya mencari zat-zat potensial sebagai antikanker.
Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor
aktivitasnya dengan BSLT menunjukan adanya korelasi terhadap suatu uji
spesifik antikanker, yaitu pada harga LC50. Tetapi bila tidak bersifat toksik, dapat
diteliti kembali khasiat lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih
besar dari larva Artemia salinaLeach, contonya mencit atau tikus secara in vivo
dan dapat dikembangkan untuk tujuan yang luas, seperti bahan baku kosmetika
atau suplemen makanan.20
Metode BSLT ini merupakan uji penapisan farmakologi awal yang
memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
a. Relatif tidak mahal dan tidak membutuhkan keahlian tertentu
b. Metode ini juga telah teruji tingkat kepercayaannya sebesar 95% untuk
mengamati aktivitas toksik dalam suatu senyawa
c. Merupakan uji tahap awal isolasi senyawa-senyawa toksik yang terkandung
dalam ekstrak suatu tanaman
16
d. Metode ini juga dapat dikaitkan dengan metode penapisan untuk penyaringan
senyawa antikanker dari tanaman20
2.1.8 Hewan Uji
2.1.8.1 Pemilihan Hewan Uji
Hewan uji dipilih dalam penelitian toksisitas berdasarkan tingkat trofis masing-
masing hewan uji pada piramida rantai makanan. Sesuai dengan kebutuhannya
maka penelitian toksisitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan organisme
akuatik air/tawar, organisme terestrial atau organisme laut. Beberapa
pertimbangan pemilihan larva udang sebagai hewan uji:
1. Telur Artemia: memiliki daya tahan yang lama (dapat tetap hidup dalam
kondisi kering, selama beberapa tahun), lebih cepat dan mudah menetas
dalam waktu 48 jam sehingga dapat dihasilkan dalam jumlah besar yang siap
untuk di uji.21
2. larva udang memiliki kemampuan untuk mengatasi perubahan tekanan
osmotik dan regulasi ion yang tinggi.21
3. larva udang memiliki membran kulit yang tipis sehingga kematian suatu larva
akibat efek sitotoksik dari senyawa bioaktif dapat dianalogikan dengan
kematian sebuah sel dalam organisme.21
4. larva udang juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap selang salinitas yang
luas, mulai dari air tawar hingga air yang bersifat jenuh garam.22
2.1.8.2 Artemia salina Leach (Brine Shrimp)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiophoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina Leach.
17
Gambar 2.2. Artemia salina Leach (Brine Shrimp)
(sumber: aquafisher.org.ua)
Artemia merupakan hewan yang hidup di danau-danau garam (berair asin)
dan termasuk kelompok udang-udangan dari filum arthrophoda.hewan ini dapat
toleran hidup pada salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh
garam hal ini dikarenakan biasanya danau tempat Artemia hidup salinitasnya
sangat bervariasi tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Telur
Artemia lebih baik ditetaskan pada kadar garam lebih dari 25% karena dalam
kondisi tersebut telur berada dalam kondisi tersuspensi sedangkan kondisi telur
tidak bisa menetas dan tenggelam jika kadar garam kurang dari 6%.23
2.1.8.3 Morfologi
Kista Artemia salina Leach setelah ditetaskan dalam waktu 24-48 jam
pada salinitas 15-35 ppt akan berubah menjadi larva yang dikenal dengan nama
Nauplius. Nauplius akan berubah betuk sebanyak 15 kali dan setiap satu fase
perubahan disebut instar. Nama lain untuk telur larva artemia adalah siste,
merupakan perkembangan lanjut dari embrio yang diselubungi cangkang yang
tebal dan kuat sehingga embrio lebih terlindungi dari pengaruh kekeringan,
benturan keras, sinar ultraviolet, dan mempermudah pengapungan.23
18
Gambar 2.3 : Larva artemia
(sumber: Panjaitan bontomi, R. 2011)24
• Instar I: merupakan larva yang baru saja menetas. Warna tubuhnya
kemerahan akibat banyak mengandung makanan cadangan dan belum
perlu makan. Sudah memiliki anggota tubuh berupa antena kecil atau
antena I dan antena besar atau antena II yang terdapat sepasang rahang.24
• Instar II: yaitu setelah 24 jam menetas. Larva sudah memiliki mulut,
saluran pencernaan dan dubur karena itulah mulai mencari makanan dan
cadangan makanannya sudah mulai habis. Instar II memperoleh makanan
dengan menggerakkan antena II.24
• Instar selanjutnya-XV: terbentuk sepasang mata majemuk, selain itu
berangsur-asngsur tumbuh tunas-tunas kakinya. Setelah menjadi instar
XV, kaki sudah lengkap sebanyak 11 pasang, dan mulailah menjadi larva
dewasa.24
• Larva dewasa: artemia dewasa bentuknya telah sempurna dengan ukuran
panjang sekitar 1cm dengan kaki atau torakopoda sebanyak 11 pasang.
Pada jantan dan betina, antena I berfungsi sebagai alat peraba. Sedangkan
antena besar pada jantan menjadi alat penjepit yang besar dan berotot yang
kegunaannya untuk berpegangan pada betina waktu menjelang
perkawinan. Pada betina, antena II mengalami penyusutan. 24
19
Gambar 2.4 Artemia dewasa jantan dan betina
(sumberPanjaitan bontomi, R. 2011)24
Artemia digunakan sebagai hewan uji karena memiliki kesamaan
tanggapan dengan dengan manusia, yaitu tipe DNA-dependent RNA
polimeraseartemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme
yang memiliki ouabaine-sensitive Na+ dan K
+dependent ATPase. DNA-dependent
RNA polymerase merupakan DNA yang mengarahkan proses transksripsi RNA
yang bergantung pada RNA polymerase. Jika RNA polymerase itu dihambat,
maka DNA tidak dapat mensisntesis tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak
dapat terbentuk sehingga sintesis protein juga dihambat. Jika protein tidka
terbentuk, metabolisme sel dapat terganggu sehingga dapat mengakibatkan
kematian sel.24
Artemia juga memiliki ouabaine-sensitive Na+ dan K
+dependent ATPase.
Na+ dan K
+dependent ATPase merupakan enzim yang mengkatalis hidrolisis ATP
menjadi ADP serta menggunakan energi untuk mengeluarkan 3Na+darisel dan
mengambil 2K+kedalam. Fungsi dari ouabaine adalah menghambat aktivitas
enzim tersebut dan menyebabkan keseimbangan ion Na+ dan K
+tetap
terjaga.Suatu senyawa toksik pada ekstrak tanaman akan bekerja mengganggu
kerja salah satu enzim ini dan menyebabkan kematian artemia.24
20
2.1.7.4Siklus Hidup
Gambar 2.5. Siklus Hidup Artemia
(sumber: Ambas, Zaldi. pakan alami: Artemia Klasifikasi Morfologi. 2010)
Siklus Artemi terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dimulai saat
menetasnya telur atau kista. Selanjutnya akan menetas menjadi embrio (pada suhu
250C setelah 15-20 jam), tetapi masih dalam bentuk yang tidak sempurna karena
embrio ini masih menempel pada kulit kista, namun setelah beberapa jam
kemudian memasuki fase selanjutnya yaitu berubah menjadi nauplius yang
bewarna orange kecoklatan yang sudah dapat berenang bebas. Pada awalnya
nauplius masih tidak memiliki anus dan mulut sehingga pada tahap ini tidak dapat
makan. Lalu setelah 12 jam akan menetas dan berganti kulit, setelah itu memasuki
tahap larva kedua.23
Pada tahap ini, nauplius sudah dapat mengkonsumsi makanan berupa
mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. delapan hari kemudian berubah
menjadi dewasa dan selama masa itu berganti kulit sebanyak 15 kali. Artemia
dewasa menetaskan kista dan pertumbuhannya pada temperatur suhu 25oC-30
oC,
namun dapat toleran terhadap selang suhu -18oC – 40
oC. Dapat hidup didalam air
tawar selama 5 jam sebelum akirnya mati. PH optimum adalah antara 8-9 karena
pH dibawah 5 atau diatas 10 dapat membunuh artemia.23
Dalam fase ini mereka akan mulai makan dengan pakan berupa mikro alga,
bakteri, dan detritus organik lainnya. Nauplius akan berganti kulit sebanyak 15
21
kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata
berukuran 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat
mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Artemia yang baik adalah yang bewarna
kuning atau merah jambu, dan untuk mencapai hal tersebut artemia diberikan
cahaya minimal yang diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat
menguntungkan bagi pertumbuhannya. Kadar oksigen juga harus dijaga dengan
baik untuk pertumbuhan artemia.17
2.1.8.5Penetasan Kista
Penentasan kista artemia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan
langsung dan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi memang bukan cara yang umum,
namun memiliki keunggulan yaitu dapat meningkatkan daya tetas dan
menghilangkan penyakit yang dibawa oleh cystae artemia. Cara ini dilakukan
dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa
mempengaruhi kelangsungan hidup embrio.24
Beberapa syarat yang diperlukan agar kista Artemia salina dapat
ditetaskan secara optimal:
• salinitas antara 20-30 ppt (parts per thousand) atau 1-2 sendok teh garam per
liter air tawar dan suhu air 26-28 °C
• memberikan sinar lampu pada saat penetasan
• aerasi yang cukup
Aerasi pada uji BSLT bertujuan untuk terjadinya perpindahan senyawa
sehingga terjadi kontak atara air dan udara. Dengan cara ini, proses aerasi dapat
meningkatkan jumlah O2 didalam air, menghilangkan CO2, H2S, dan
menghiangkan rasa serta bau yang disebabkan oleh zat-zat organik. Selain itu,
aerasi juga dapat meningkatkan pH dan menurunkan suhu termal air laut. alam 24
jam, larva udang membutuhkan proses aerasi dengan menggunakan aeratorselama
proses inkubasi. Aerasi bertujuan terjadi perpindahan senyawa yang bersifat
volatile dengan prinsip terjadinya kontak antara air dan udara sehingga Proses
aerasi dapat meningkatkan jumlah O2 didalam air, menghilangkan CO2, H2S dan
menghilangkan rasa serta bau yang disebabkan oleh zat-zat organik. Manfaat lain
22
dari aerasi juga dapat meningkatkan pH dan menurunkan suhu termal air laut.24
Proses aerasi dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Dengan memompakan udara atau oksigen kedalam air sehingga dihasilkan
gelembung udara yang berkontak langsung dengan air.24
2. Menekan air keatas untuk berkontak langsung dengan udara proses tersebut
dilakukan dengan bantuan pemutaran pemutaran baling-baling pada
permukaan air.24
23
2.2.Kerangka Konsep
Ekstrak Daun Garcinia benthamiPierre
Memiliki senyawa bioaktif
Menghambat aktivitas radikal bebas
Berperan sebagai antioksidan
Berpotensi sebagai obat herbal
antikanker
Berkolerasi dengan tingginya kandungan
toksik
Uji toksisitas
tingkat I (uji
toksisitas akut)
BSLT (<24 jam)
Metode meyer:
melihat tingkat
mortalitas hewan
berderajat rendah
larva Artemia
salina Leach
setelah
penambahan
ekstrak
Didapatkan data:
-persentase kematian
-nilai probit
-log konsetrasi
Persamaan linear:
Y =a+bx
Nilai LC50 < 1000
ppm
senyawa toksik
24
2.3.Definis Operasional
No Variabel Definisi Cara ukur Alatukur Skalaukur Hasilukur
1. Konsentras
i ekstrak
etil asetat
daun Garcinia
Konsentrasilarut
anujidalam ppm
(1 μg/mL)
V1M1=V2M2
(perbandinganμ
gekstrakdengan
mL etil asetat)
- Numerik 50 ppm,
100 ppm,
200ppm,
500ppm, 1000 ppm
2.
3.
LC50
prosentase
kematian larva
Artemia
salina
Nilai yang
menunjukankon
sentrasiekstrak (ppm) yang
mampu
mematikan larva sebanyak
50%
Jumlah larva
yang mati setelah 24 jam
dibandingkan
dengan jumlah larva uji
Persamaanregre
si linier
dengananalisa probit.
Jumlah larva
mati jumlah larva uji
kemudian
dikalikan 100%
-
-
Kategorik
Numerik
Sangat
toksik <30
ppm, toksik: 30-1000
ppm, dan
tidak toksik >1000 ppm
Akan
dicocokkan
dalam tabel probit
kemudian
dijadikan variabel
terikat dalam
analisis
probit
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only
control group design di laboratorium, yaitu pemberian ekstrak etil asetat daun
Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach melalui metode
BSLT.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan kurang lebih selama lima bulan, yaitu dimulai dari
Januari– Agustus 2013. Lokasi penelitian di laboratorium Farmakognosi dan
Fitofarmaka, laboratorium Farmakologi, dan laboratorium Biologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.3Populasi dan sampel
3.3.1Populasi
Populasi penelitian ini adalah larva Artemia Salina Leach yang berasal
dari laboratorium kimia LIPI, Bogor dan didapatkan pada bulan Maret 2013.
Sebelum menjadi larva, telur Artemia salina Leach direndam dengan air laut.
Suhu penetasan adalah ± 25–30 oC dan larvanya disebut nauplius. Larva ini siap
untuk uji BSLT setelah berumur 48 jam.
3.3.2Besar Populasi
Larva Artemia salina Leach yang digunakan berjumlah 10 ekor pada setiap
kelompok dalam sekali perlakuan. Pada penelitian ini, terdapat lima kelompok
perlakuan dimana akan dilakukan replikasi tiga kali (triplo) untuk tiap kelompok
perlakuan dan jumlah sampel yang diperlukan adalah 150 ekor larva. Selain itu,
26
penelitian ini juga melakukan penilaian kontrol negatif tanpa penambahan sampel
dengan jumlah replikasi yang sama sebanyak 3 kali sehingga membutuhkan 30
ekor. Jadi, besar populasi total dalam satu kali perlakuan yang digunakan adalah
180 larva Artemia salina Leach.
3.3.3 Kriteria Inklusi
Larva Artemia Salina Leach berumur 48 jam sebagai hewan uji.
3.3.4 Kriteria Ekslusi
Larva Artemia Salina Leachyang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan
sebelum perlakuan.
3.3.5 Cara Pengambilan Populasi
Cara pengambilan sampel larva Artemia salina Leach dengan purposive
random sampling. Larva ini merupakan anggota populasi yang memiliki
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel karena telah bersifat
homogen, yaitu sampel ini dengan jenis dan cara penyediaanya yang sama.
3.3.6 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah daun Garcinia benthami Pierre yang
dikumpulkan pada bulan Februari 2013 dari Kebun raya Bogor dan identitas
biologi tumbuhan ini ditentukan oleh ahli botani Hebarium Bogoriense, LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Bogor. Pembuatan ekstrak daun
Garcinia benthami Pierre yang digunakan dimaserasi secara berjenjang (pelarut n-
heksan, etil asetat, dan metanol) dan dibuat konsentrasinya sebanyak lima yaitu 5
ppm, 10 ppm, 20 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm (masing-masing dibuat triplo).
Selanjutnya ekstrak etil asetat dipakai dalam uji toksisitas akut terhadap hewan
coba larva Artemia salina Leach dengan metode bioassay yang pertama, yaitu
BSLT dalam waktu selama 24 jam setelah itu ditemukan nilai LC50.
27
3.4 Alat dan bahan
3.4.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, tabung
hitam, gelas ukur, pisau, tabung reaksi, mikro pipiet 2-20 μL, mikro pipet 20-200
μL, mikro pipet 100-1000 μL, cawan penguap, batang pengaduk kaca, neraca
analitik, pipet, kaca pembesar, vial atau botol kaca, kotak penetasan larva udang,
alumunium foil, pengatur udara, dan lampu.
3.4.2Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
Garcinia benthami Pierre yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor pada bulan
Maret 2013, etil asetat, aquadest, larva Artemia salina Leach, dan air laut.
3.5 Cara Kerja Penelitian
3.5.1 Penyiapan Bahan
Pembuatan ekstrak daun Garcinia benthami Pierredimulai dengan
pengumpulan bahan daun segaryang diperoleh dari Kebun Raya bogor pada bulan
Februari 2013 sebanyak 6 kg. Selanjutnya, daun segar dikeringkan di Balai
Penelitian Tanaman Rempa dan Obat (BALITRO), Bogor dengan menggunakan
oven, selama 5 hari. Pengeringan ini dilakukan disana agar proses tersebut
dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia
yang terlalu banyak. Daun yang sudah kering didapatkan jumlah 3 kilogram.4
Daun kering yang didapatkan dipilih dan dibersihkan dari kotoran-
kotoran yang tertinggal. Setelah daunnya kering, mula-mula dibersihkan bagian
permukaannya. Pada tahap ini satu yang harus diperhatikan adalah daun Garcinia
benthami Pierre tidak dijangkit oleh mikroba dan mikroorganisme seperti virus,
bakteri atau jamur. Lalu dipotong menjadi bagian yang kecil-kecil dan
dihancurkan dengan blender namun dalam bentuk yang tidak terlalu halus dan
didapatkan 1 kg serbuk simplisia.4
28
3.5.2 Pembuatan Ekstrak
Serbuk simplisia daun Garcinia benthami Pierre yang digunakan dalam
percobaan sebesar 800 gram. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi, caranya
merendam simplisia dalam pelarut etil asetat selama 48 jam, disaring dengan
kertas saring, kemudian ampas direndam kembali dalam etil asetat dalam waktu
yang sama sampai tersaring atau terekstraksi sempurna. Sebelumnya, etil asetat
yang digunakan untuk maserasi terlebih dahulu didestilasi selama 7 hari. Bila
ampas jaringan pada ekstraksi ulang sama sekali tidak bewarna hijau lagi, dapat
dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi. Setelah itu
filtrat tersisa diuapkan dengan alat rotary evaporator pada suhu 41o C sehingga
didapatkan ekstrak kental etil asetat.4
Karena pada penelitian ini menggunakan metode maserasi berjenjang,
yaitu menggunakan beberapa pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda,
maka proses diatas dilakukan dengan tiga pelarut yang berbeda. Perbedaan
polaritas dimaksudkan agar seluruh kandungan senyawa metabolit sekunder
dalam sampel terekstraksi. Pelarut pertama yang dipakai adalah n-heksan yang
memiliki sifat non polar, dilakukan perlakuan yang sama sampai ditemukan warna
n-heksan menjadi bening.4
Kemudiansisa ampas hasil maserasi n-heksan, dipakai kembali untuk
maserasi dengan pelarut etil asetat yang memiliki sifat semipolar. Apabila telah
ditemukan warna etil asetat bening kembali, terakhir lakukan maserasi pada
ampas dengan pelarut yang bersifat polar, yaitu metanol sampai warna metanol
bening kembali.4
3.5.3 Penyiapan larva
Penyiapan larva Artemia salina Leach dilakukan dengan menetaskan
telur udang 48 jam, yaitu merendam telut tersebut dalam air laut secukupnya
dalam wadah sebelum dilakukan uji. Wadah dibagi menjadi dua bagianoleh
steroform (di lubangkan pada dua sisinya), yaitu bagian gelap dan terang. Bagian
29
gelap adalah yang ditutupi oleh alumunium foil tempat dimasukkannya telur larva
Artemia salina Leach. Selanjutnya, telur ditimbang sebanyak 1 gram
dandimasukkan ke dalam1 liter air laut. Bagian wadah yang tidak ditempati telur
udang diberi penerangan dengan sinar lampu. Larva berumur 48 jam siap
digunakan untuk uji toksisitas akut.5
3.5.5 Pembagian konsentrasi
Setelah dilakukan orientasi dosis, kemudian ditentukan rentang
konsentrasi yang digunakan, Ektrak daun Garcinia bentami Pierre ditimbang
sebesar 250 mg kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 250 mL. Setelah itu,
masukkan aquades sampai batas garis gelas ukur dan diputar atau dikocok ke atas
dan bawah sampai sudah tercampur seluruhnya dan hasilnya merupakan
konsetrasi 1000ppm, sebagai larutan A. Untuk konsentrasi 500ppm, ambil 12,5
mLdari larutan A lalu pindahkan ke labu ukur 25 mL beri aquades didapatkan
larutan B. Perlakuan yang sama juga diberikan untuk membuat konsetrasi 200ppm
(larutan C), yaitu dengan mengambil 5 ml larutan A ke dalam labu ukur 25 mL
dan beri aquades. Untuk pembuatan konsentrasi 100ppm atau larutan D, ambil
sebanyak 2,5 mL dan konsetrasi 50ppm atau larutan E ambil sebanyak 1mL dan
masukkan masing-masing kedalam labu ukur lalu beri aquades.5
3.5.6 Pelaksanaan Uji Toksisitas
Pelaksanaan uji dilakukan dengan mula-mula memasukkan 10 larva
udang yang berumur 48 jam kedalam masing-masing tabung. Kedalamnya
dimasukkan ekstrak daun Garcinia benthami Pierre sebanyak 1 mL dari setiap
masing-masing konsentrasi dan tambahkan air laut sebanyak 9 mL sehingga
volume masing-masing tabung 10 dan diletakkan selama 24 jam dibawah
penerangan yang cukup.5
Pada penelitian ini larva udang dibagi menjadi lima kelompok
perlakuan secara acak, lalu ditambahkan ekstrak etil asetat daun Garcinia
30
benthami Pierre. Kemudian ditambahkan air laut sebayak 9 mL. Namun,
ditambahkan air laut dalam tabung hingga volumenya mencapai 10 mL, maka
konsentrasi ekstrak yang di teteskan juga mengalami pengenceran. Hal tersebut
berarti mengencerkan nilai konsentrasi sehingga masing-masing dari nilai
konsentrasi dibagi 1/10 sesuai dengan banyaknya volume cairan dalam tabung.
(pada penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali/triplo).Setelahnya,
dihitung dan menentukan larva udang yang mati dengan menggunakan kaca
pembesar, yaitu bila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama observasi,
maka masukkan kedalam kriteria udang yang mati.5
31
3.5.7 Alur Penelitian
= tidak dilakukan
Gambar 3.1 : Bagan Alur Ekstraksi Daun Garcinia benthami Pierre
Daun basah Garcinia benthami Pierre (6
kilogram)
Dikeringkan dengan oven di LIPI Bogor ( 3
kilogram)
Disortasi, dirajang, dikeringkan, dihaluskan
dengan blender dan disaring
Simplisia Garcinia benthami Pierre(800 gr)
Ekstraksi dengan metode
maserasi selama 48 jam
dengan pelarut etil asetat
sebanyak 5 L
Ekstrak n-heksan
Maserasi bertingkat
ke-1 (uji toksisitas)
akut)
(maserasi dengan n-heksan, disaring,
dievaporasi)
ampas
disaring
evaporasi
ampas Ekstrak etil asetat (9, 63 gr)
Maserasi dengan
metanol,disaring
dievaporasi
Ekstrak metanol
Uji toksisitas akut
32
Gambar 3.2 : Bagan Penyiapan larva Artemia salina Leach
Menetaskan telur Artemia salina Leach
(1 gram) dalam air laut dalam wadah
Wadah dibagi steroform (lubangkan
pada dua sisinya) menjadi dua bagian:
gelap terang
Ditutupi alumunium foil (tempat
dimasukkannya telur udang)
Diberi penerangan
sinar lampu
Larva berumur 48 jam
uji toksisitas akut
33
Gambar 3.3: Pelaksanaan Uji Toksisitas
Ektrak daun Garcinia benthami Pierre
ditimbang 250 mg
• Dimasukkan kedalam labu ukur
• Beri aquades sampai batas garis labu
ukur
• Dikocok-kocok
Konsentrasi induk 1000 ppm
Ambil 12,5
ml ke labu
ukur 25 ml
Sisa
konsentrasi
100 ppm
Konsentrasi
5 ppm
Beri aquades
sampai aris
Ambil 1,25
ml ke labu
ukur 25 ml
Ambil 2,5
ml ke labu
ukur 25 ml
Ambil 5 ml
ke labu ukur
25 ml
Beri aquades
sampai aris
Beri aquades
sampai aris
Konsentrasi
20 ppm Konsentrasi
10 ppm
Beri aquades
sampai aris
Konsentrasi 5
ppm
Kelompok A Kelompok C Kelompok D Kelompok B Kelompok E
34
3.6 Managemen Data
Data hasil penelitian akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik. Data dari uji toksisitas tersebut akan dianalisis dengan analisis probit
menggunakan Microsoft Excel 2010 for windows untuk mengetahui harga LC50,
perumusan probit sederhana untuk membandingkan hasil LC50dengan perhitungan
analisis probit, dan menggunakan SPSS 16.0 for windows untuk menentukan
normalitas distribusi data.5
35
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi
Pada penelitian ini, pembuatan ekstrak daun Garcinia benthami Pierre
dilakukan dengan metode maserasi berjenjang. Tujuannya adalah agar seluruh
senyawa dalam daun Garcinia benthami Pierre dapat terekstraksi seluruhnya.
Pemilihan metode maserasi dikarenakan relatif sederhana yaitu tidak memerlukan
alat-alat yang rumit, mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen
senyawa akibat panas.
Namun metode ini memiliki kekurangan dimana
membutukan waktu yang lebih lama, pelarut yang lebih banyak, dan penyaringan
yang tidak sempurna.25
Pada awalnya, Simplisia daun Garcinia benthami Pierre
diambil sebanyak 1000 gram dan dimaserasi dengan n-heksan sebanyak 7 kali.
Selanjutnya hasil maserasi disaring dan dievaporasi menggunakan rotary
evaporator untuk menguapkan n-heksan, didapatkan ekstrak kental n-heksan daun
Garcinia benthami Pierre.
Ampas dari n-heksan dilakukan kembali maserasi, yaitu dengan
menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 10 liter. Maserasi dilakukan sebanyak 5
kali dalam 10 hari. Setelahnya, hasil maserasi disaring dan filtrat dipekatkan
dengan rotary evaporator pada suhu rata-rata 41oC sehingga didapatkan ekstrak
etil asetat daun Garcinia benthami Pierre sebesar 9,63 gram.
Terhadap ampas dari etil asetat pun dilakukan maserasi dengan pelarut
metanol. Namun pada penelitian kali ini hanya menggunakan pelarut etil asetat
dan proses maserasi pelarut n-heksan dan metanol dilakukan oleh peneliti lain.
Rendemen setiap ekstrak dihitung dengan membandingkan bobot ekstrak yang
diperoleh dengan simplisia.
Rendemen : B x 100%
A
36
Keterangan:
A: bobot simplisia (gram)
B: bobot ekstrak (gram)
Nilai rendemen yang didapatkan yaitu: (9,63 g x 100) / 1- (800 g x 0,83) =
2,86.26
Hasil nilai rendemen ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre
dalam dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre
Nama Simplisia Berat Ekstrak (gram) Rendemen ekstrak (%)
Ekstrak etil asetat 9,63 gram 2,86
4.2 Penentuan Nilai LC50
Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun Garcinia benthami Pierre
yang dibuat larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu mulai dari 1000
ppm, 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui LC50 dari masing-masing ekstrak tersebut dengan berbagai
konsentrasi. Pada penelitian kali ini tidak menggunakan kontrol dengan
menggunakan obat antikanker sintetik yang sudah terbukti secara klinis dapat
merusak sel kanker. Hal ini disebabkan sulitnya birokrasi dalam mendapatkan
obat tersebut, namun penelitian ini melakukan kontrol negatif, yaitu tidak
memasukkan ekstrak kedalam tabung yang berisi larva dan 9 mL air laut.
Selanjutnya, larutan ekstrak dari masing-masing konsentrasi dimasukkan dalam
tabung reaksi yang berisi 10 buah larva dengan 9 mL air laut dan percobaan
dilakukan triplo agar didapat data statistik yang baik.
Dalam uji ini, konsentrasi yang digunakan adalah berdasarkan nilai
toksisitas suatu senyawa, yaitu <1000 ppm. Karena itu, digunakan nilai konsetrasi
37
terbesar sebanyak 1000 ppm. Untuk nilai konsentrasi dibawahnya, digunakan
kelipatan yang tetap, yaitu 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm.
Pada penelitian ini, ekstrak 1 mL yang diberikan kedalam tabung berisi
10 larva ditambahkan kembali air laut sebanyak 9 mL sehingga didalam tabung
berisi 10 mL larutan dan larva. Perlakuan tersebut akan mengurangi nilai
konsentrasi ekstrak, karena itu tidak lagi digunakan konsentrasi 1000 µg/mL, 500
ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm, melainkan setiap konsentrasi dibagi 1/10
agar didapatkan hasil yang sesungguhnya. Jadi, nilai konsentrasi pada penelitian
ini adalah 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 10 ppm, dan 5 ppm. Hal ini dilakukan
karena dalam proses penelitian tidak tersedia wellplate, yaitu alat yang digunakan
pada metode BSLT. Apabila terdapat wellplate, maka 10 larva bisa langsung
diteteskan ekstrak tanpa terlebih dahulu dilakukan pengenceran.
Mortalitas larva Artemia salina Leach pada setiap tabung uji masing-
masing kosentrasi ekstrak daun Garcinia benthami Pierre ditunjukkan pada tabel
4.2. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa berbagai konsentrasi ekstrak daun
Garcinia benthami Pierre memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap
kematian larva Artemia salina Leach. Hasil penelitian seperti yang disajikan pada
tabel 4.2.
Perlakuan ke-
Angka Kematian Larva Artemia salina Leach dari 10 Larva Kontrol
negatif Konsentrasi ekstrak pada tabung uji (ppm)
100 50 20 10 5 0
1 6 7 1 1 1 0
2 7 6 2 1 1 0
3 2 6 1 1 0 0
Total kematian 15 11 4 3 2 0
Rata-rata
kematian 5 3,67 1,33 1 0,67 0
Persen kematian
(%) 50 36,67 13,33 10 6,67 0
standar deviasi 2,64 0 0,57 0 0,57 0
Tabel 4.2 Besar konsentrasi dan persentase kematian
38
Hasil akhir yang dinilai pada uji ini adalah jumlah larva yang mati 50%
dari total larva uji. Nilai LC50 didapatkan melalui cara masukkan angka probit
(50% kematian larva uji). Efek toksisitas dianalisis dari persen kematian.27
% kematian: jumlah larva mati X 100%
jumlah larva uji
Selanjutnya dibuat persamaan garis y=a+bx , dimana y adalah konsentrasi
larutan, dan x adalah persen kematian larva. LC50 merupakan nilai y yang
diperoleh dengan memasukkan nilai x = 50%. Apabila pada kontrol ada larva
yang mati, maka persen kematian ditentukan dengan rumus Abbot:
% kematian: T - K x 100%
10
Dimana T merupakan jumlah larva uji yang mati, K adalah jumlah
larva kontrol yang mati, dan 10 adalah jumlah larva uji. Namun karena tidak
didapatkan kematian larva pada kontrol negatif, tidak digunakan rumus Abbot
dalam menentukan persen kematian.27
Data hasil penelitian tersebut, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa
tidak ada pengaruh pelarut etil asetat yang meningkatkan persentase kematian
larva. Pada penelitian kali ini, dilakukan uji untuk menilai pengaruh pelarut
tersebut dengan mempersiapkan blanko kemudian teteskan 1 mL pelarut yang
sduah diencerkan dalam labu ukur 250 mL kedalamnya. Jumlah volume yang
diteteskan berdasarkan data sifat pelarut etil asetat berikut:
pH : tidak ada data.
Titik didih : 77°C (170.6°F)
Titik leleh : -83°C (-117.4°F)
Temperatur kritis : 250°C (482°F)
Berat jenis : 0.902 (Water = 1)
Tekanan udara : 12.4 kPa (@ 20°C)29
39
Berat jenis etil asetat adalah 0,902 hal tersebut berarti dalam 1 ml etil
asetat terdapat 0,902 gram. Kemudian 1 ml pelarut yang diencerkan tersebut
nilainya sebesar 4000 ppm. Hasilnya tidak terdapat kematian larva dan hal ini
menunjukkan didalam konsentrasi tertinggi tidak ada yang mati dan untuk
konsentrasi yang lebih rendah dari 4000 ppm pun seharusnya juga tidak ada yang
mati. Selain itu, pada saat menguapkan filtrat hasil maserasi dengan menggunakan
rotary evaporator, seharusnya sudah tidak etil asetat yang tersisa.
Selanjutnya, untuk dapat menghitung LC50 berdasarkan beberapa cara.
Dalam penelitian ini dengan menggunakan metode probit, yaitu:12
1) Mempunyai tabel probit
2) Menentukan nilai probit dari % kematian tiap kelompok hewan uji
3) Menentukan log dosis tiap-tiap kelompok
4) Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log
dosis, Y= aX + b
5) Masukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian hewan coba) pada persamaan
garis lurus pada nilai Y. Nilai LD50 atau LC50 dihitung dari nilai antilog X
pada saat Y= 5
Berdasarkan tabel 4.2,
Untuk mencari nilai a, b, dan r didapat dengan : x = Log C ; y = Probit
konsentrasi Log C % kematian Probit
5 ppm 0,69 6,67% 3,4937 6,66666667
10 ppm 1 10% 3,7184
20 ppm 1,30 13,33% 3,8877
50 ppm 1,69 36,67% 4,6575
100 ppm 2 53,33% 5,0828
Tabel 4.3 Nilai log C dan Probit setiap konsentrasi
40
Grafik 4.1 Probit Kematian dari Setiap Konsentrasi Ekstrak
Sehingga didapat nilai : a = 2,4916
b = 1,2548
Maka, y = a + bX
5 = 2,4916+1,2548X
5 - 1,2548= 2,4916X
3,7452/2,4916= X
X= LC50 = antilog X = antilog = 99,78 µg/mL.
Pada metode probit ini didapatkan nilai LC50 adalah 99,78 µg/mL
sehingga hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Garcinia benthami bersifat
toksik terhadap larva udang karena nilai LC50 nya ≤ 1000 ppm, sedangkan suatu
ekstrak dikatakan toksik apabila mempunyai LC50 ≤ 1000 ppm.
Sedangkan bila menggunakan rumus metode probit sederhana, maka:12
Nilai slope (m) = ∑(x)(y) - n∑ (xy)
( ∑(x))2 – n ∑(x
2)
y = 1,2548x + 2,4916 R² = 0,954
0
1
2
3
4
5
6
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Pro
bit
Log C
Probit Kematian dari Setiap Konsentrasi Ekstrak
Y-Values
Linear (Y-Values)
41
Intersep (b) = ∑(x)∑(xy) - ∑(x 2)∑y
( ∑ (x))2 - n∑ (x
2)
Apabila dimasukkan kedalam rumus maka nilai slope (m) = 2,49 dan nilai
intersep (b) adalah 1,25. Tabel perhitungan LC50 dapat dilihat pada lampiran 2.
Hal ini membuktikan bahwa dengan memakai cara analisis probit dengan
persamaan regresi linear maupun menggunakan rumus analisis probit sederhana,
didapatkan hasil yang sama yaitu LC50 adalah 99,78 ppm. Kemudian uji
normalitas dengan SPSS 16.0 menggunakan kolmogorov-smirnov didapatkan
hasil p-value 156. Dari hasil tersebut, dapat ditentukan bahwa distrubusi data
penelitian ini normal karena p-value lebih dari 50.
Walaupun didapatkan data mengenai aktivitas toksik didalam esktrak etil
asetat daun Garcinia benthami Pierre dengan nilai LC50 adalah 99,78 ppm, namun
belum ditemukan penelitian sebelumnya yang menguji senyawa apa saja yang
terdapat pada ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre. Pada penelitian
ini pun tidak dilakukan uji fitokimia, yaitu uji untuk dapat menentukan senyawa
apa yang terdapat dalam ekstrak tersebut. Sehingga belum dapat disimpulkan
senyawa apakah yang berpotensi toksik didalam ekstrak etil asetat daun Garcinia
benthami Pierre namun sudah dapat disimpulkan bahwa ekstrak tersebut bersifat
toksik.
42
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian uji toksisitas akut dengan metode BSLT
menunjukkan nilai LC50 adalah 99,78 ppm berdasarkan analisis probit. Selain itu,
untuk menilai LC50 pada penelitian ini juga digunakan perhitungan dengan
menggunakan rumus metode probit sederhana dan didapatkan hasil yang sama.
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Garcinia benthami bersifat toksik
terhadap larva udang karena nila LC50 ≤ 1000 ppm, sedangkan suatu ekstrak
dikatakan aktif apabila mempunyai LC50 ≤ 1000 ppm.
5.2. Saran
Penelitian ini menunjukkan terdapat potensi toksisitas akut pada ekstrak
daun Garcinia benthami Pierre. Setelah penelitian ini. Dapat dilakukan uji-uji
berikutnya untuk membuktikan toksisitas esktrak etil asetat daun Garcinia
benthami Pierre, yaitu uji toksisitas subakut, uji toksisitas kronik, uji farmakologi,
dan uji lainnya. Setelah melewati beberapa tahap uji tersebut, ekstrak etil asetat
daun Garcinia benthami Pierre dapat dijamin keamanannya untuk dikonsumsi
sebagai obat herbal.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO Traditional medicine. www.who.int/mediacentre-factsheets-fs134/en.
Diunduh pada tanggal 10 Januari 2013. Pukul 19.00.
2. C. Lu, Frank. Toksikologi Dasar. Jakarta. University of Indonesia press; 2006.
Hal 15-16.
3. Sari, R. Koleksi Garcinia Kebun Raya Bogor : Konservasi dan Potensi. Prosiding
Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara. Balai Pengembangan Kebun Raya,
Lembaga Pengetahuan Indonesia Bogor; 1999.
4. Amelia, P. Isolasi, elusidasi struktur dan uji aktivitas antioksidan senyawa kimia
dari daun Garcinia benthami Pierre. Universitas Indonesia; 2011.
5. L, Vivi. Wiryowidagdo, S. Kardono, L. Broto. Brine shrimp Lethality Test
(BSLT) dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa
(Phaleriamacrocarpa); 2006.
6. Rosenda, A. Uji toksisitas akut ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum sanctum
Linn.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Fakultas kedokteran Universitas Dipenogoro Semarang;
2009.
7. Heinrich M, Joanne B, Gibbons S, M.Williamson E, Fundamental of
Pharmacognosy and phytotherapy. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;
2010. Hal 6-9.
8. Ir. Rukmana, R. Budidaya Manggis. Kanisius Press. Yogyakarta; 1995.
9. Harborne, J.B. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: ITB; 2006. Hal 99.
10. Maulina, S. Lina, Aktivitas antioksidan dan toksisitas senyawa bioaktif dari
ekstrak rumput laut hijau ulva reticulata Forsakel. Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, Srengseng Sawah, Jakarta; 2011.
11. Hasiolan, Anju. Isolasi, Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakterisasi senyawa dari
Ekstrak Daun Garcinia hombroniana pierre; 2012.
44
12. Drs.Priyanto, Apt, M.Biomed. Toksikologi: mekanisme, terapi antidotum, dan
penilaian risiko. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia
(LESKONFI). Jakarta; 2009
13. Hanif, Z. Uji Toksisitas Ekstrak Kasar Organospesifik Achanshanter dengan
Metode Brine Shrimp Letality Test (BSLT); 2012.
14. Soemirat, Juli. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta; 2003. Hal 163-171.
15. Drs.Priyanto, Apt, M.Biomed. Toksikologi: mekanisme, terapi antidotum, dan
penilaian risiko. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia
(LESKONFI). Jakarta; 2009
16. L. Brunton, Laurence, SL, John, L. Parker, Keith. Good&gilman’s the
Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th
edition. The McGraw-Hill
companies; 2006. Page 217-219.
17. Jusadi, Dedi. Budidaya pakan alami. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta. 2003
18. William, Burson. Industrial Toxicology: Safety and Health Applications in the
Workplace; 1985.
19. Batubara, I, Sudirman S, Ramadhan W, Oktavia, Y, Tirta R.Roza. Kandungan
kimia, senyawa aktif dan toksisitas dari Eucheuma cottonii, Caulerpa sp, dan
Solen sp. Departemen kimia FMIPA IPB. Sekolah pasca sarjana, Departemen
Teknologi hasil perairan IPB; 2010.
20. Cahyadi, R. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.)
terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode BSLT; 2009.
21. Sukandar D, Hermanto S, Lestari E. Uji potensi antikanker ekstrak daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) dengan metode brine shrimp lethality test
(BSLT); 2010.
22. Diah.SH. Pembenihan udang galah Macrobrahium rosenbergi den Man (laporan
kerja Praktik). Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Tekhnologi Bandung; 1991.
23. Ambas, Zaldi. Pakan Alami: Artemia Klasifikasi Morfologi; 2010.
45
24. Panjaitan bontomi, R. Uji toksisitas akut ekstrak kulit batan pulasari Alychiae
cortex dengan metode BSLT. Fakultas Farmasi, Universitas Sanatadarma.
Yogyakarta; 2011.
25. Septiiyanti, C. Potensi pelepah temulawak (Curcuma xanthorriz) sebagai
antikanker dan juga antioksidan. Departemen kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor; 2012.
26. Diah.SH. Pembebihhan udang galah Macrobrahium rosenbergi den Man (laporan
kerja Praktik). Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Tekhnologi Bandung; 1991.
27. Setiarto HB. Deteksi dan Uji Toksisitas LC50 senyawa aflatoksin B1, B2, G1, G2
pada kacang tanah (Arachhis Hypogeal L) (skripsi). Bogor: Fakultas Matematika
dan IPA, Institut Pertanian Bogor; 2009.
28. Panjaitan bontomi, R. Uji toksisitas akut ekstrak kulit batan pulasari Alychiae
cortex dengan metode BSLT. Fakultas Farmasi, Universitas Sanatadarma.
Yogyakarta; 2011.
29. Material Safety Data Sheet Ethyl acetate. www.sciencelab.com. Diunduh pada
tanggal 30 Agustus 2013. Pukul 15.00.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1
Gambar 6.1 Hasil determinasi
47
Lampiran 2
Konsentrasi Log C
(X)
%
kematian
Probit
(Y) X
2 Y
2 XY
5 ppm 0,69 6,67 3,49 0,47 12,18 2,408
10 ppm 1 10 3,71 1 13,76 3,71
20 ppm 1,30 13,33 3,88 1,69 15,05 5,044
50 ppm 1,69 36,67 4,65 2,85 21,63 7,85
100 ppm 2 53,33 5,08 4 25,80 10,16
∑ 6,68 20,81 10,01 88,42 29,172
Tabel 6.1 Data perumusan probit sederhana
Nilai slope (m) = ∑(x)(y) - n∑ (xy)
( ∑(x))2 – n ∑(x
2)
Intersep (b) = ∑(x)∑(xy) - ∑(x2)∑y
( ∑ (x))2 - n∑ (x
2)
∑(x)(y) = 139,01
n∑ (xy) = 5 x 29,172 = 145,86
∑(x))2 = 44,62
n ∑(x2) = 50,05(m) = 2,49
∑(x)∑(xy) = 194,86
∑(x2)∑y = 885,08
dari hasil tersebut didapatkan nilai slope (m) adalah 2,49 dan nilai intersep (b)
adalah 1,25.
48
Lampiran 3
Tabel 6.2 Uji normalitas kolmogorov-smirnov
49
Lampiran 4
50
51
52
Tabel 6.1 Nilai probit
53
Lampiran 4
Gambar Bahan dan Alat Penelitian
Gambar 6.4 Daun Garcinia benthami Gambar 6.5 Maserasi dengan etil asetat
Gambar 6.6 Filtrat hasil maserasi Gambar 6.7 Destilasi dengan rotary
evaporator
54
Gambar 6.8 Ekstrak etil asetat 9,63 gr Gambar 6.9 Ekstrak kental etil asetat
Gambar 6.10 Ekstrak etil asetat akan ditimbang Gambar 6.11 Neraca analitik
55
Gambar 6.12 Telur Artemia salina Gambar 6.13 Wadah penetasan udang
Gambar 6.14 Larutan induk esktrak Gambar 6.15 Pelaksanaan uji toksisitas
56
Gambar 6.16 Kaleng telur Artemia salina Leach Gambar 6.17 Kaleng telur Artemia
salina Leach tampak depan