Post on 22-Mar-2019
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA EMULSI MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) TIPE MINYAK DALAM AIR DENGAN PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BUTYLATED
HYDROXYTOLUENE (BHT)
SKRIPSI
WAFA
1111102000129
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI 2015
HALAMAN PERSEMBAHAN SKRIPSI
Bismillaahirrohmaanirrohiim..
ÂW|t ÅxÅuxÜ|~tÇ {|~Åt{ ;|ÄÅâ çtÇz uxÜzâÇt< ~xÑtwt á|tÑt çtÇz w|~x{xÇwt~|@açtA
UtÜtÇz á|tÑt çtÇz ÅxÇwtÑtà {|~Åt{ |àâ fxáâÇzzâ{Ççt |t àxÄt{ ÅxÇwtÑtà ~xut}|~tÇ çtÇz utÇçt~A
WtÇ à|twtÄt{ çtÇz ÅxÇxÜ|Åt ÑxÜ|ÇztàtÇ ÅxÄt|Ç~tÇ ÉÜtÇz@ ÉÜtÇz çtÇz uxÜt~tÄÊ;dAfA TÄ@
UtÖtÜt{M EIL<A
fxÅut{ áâ}âw áxÜàt áçâ~âÜ ~xÑtwt TÄÄt{ fjgA gtuâÜtÇ v|Çàt wtÇ ~tá|{ átçtÇz@`â
àxÄt{ ÅxÅuxÜ|~tÇ~â ~x~âtàtÇ? ÅxÅux~tÄ|~â wxÇztÇ |ÄÅâ áxÜàt ÅxÅÑxÜ~xÇtÄ~tÇ~â wxÇztÇ v|ÇàtA Tàtá
~tÜâÇ|t áxÜàt ~xÅâwt{tÇ çtÇz XÇz~tâ uxÜ|~tÇ t~{|ÜÇçt á~Ü|Ñá| çtÇz áxwxÜ{tÇt |Ç| wtÑtà àxÜáxÄxát|~tÇA
f{ÉÄtãtà wtÇ átÄtÅ áxÄtÄâ àxÜÄ|ÅÑt{~tÇ ~x{tÜ|uttÇ etáâÄÄt{ `â{tÅÅtw fTjA
^âÑxÜáxÅut{~tÇ á~Ü|Ñá| |Ç| ~xÑtwt ÉÜtÇz çtÇz átÇztà ~â~tá|{| wtÇ ~âátçtÇz| hÅÅ| wtÇ
;TÄÅA< Tu| àxÜv|Çàt áxutzt| àtÇwt ut~à|? {ÉÜÅtà? wtÇ Ütát àxÜ|Åt ~tá|{ çtÇz à|wt~ àxÜ{|Çzzt çtÇz
àxÄt{ ÅxÅuxÜ|~tÇ ~tá|{ átçtÇz? áxztÄt wâ~âÇztÇ wtÇ v|Çàt ~tá|{ çtÇz à|wt~ ÅâÇz~|Ç wtÑtà ~âutÄtá
wxÇztÇ tÑtÑâÇA
^xÑtwt àxÅtÇ@àxÅtÇ áxÑxÜ}âtÇztÇ ÑxÇxÄ|à|tÇ Âa|v~ç wtÇ atÇtÊ tàtá ~xuxÜátÅttÇ? vtÇwt
àtãt? utÇàâtÇ áxÜàt ÅÉà|ätá|Ççt áx}t~ tãtÄ {|Çzzt t~{|Ü ÑxÇçxÄxát|tÇ á~Ü|Ñá| |Ç|A
^xÑtwt át{tutà@át{tutà~â Âe|~t? Y|Üwt? ^|~|? YtÜt{? dÉÇ|? hÄyt? i|Üt? UtÇz
TÄ|Å? UtÇz WÜtç? Yt}ÜâÄ? [tÇ|y? d|Ö|Ñ? UtÇz YtwçÄ wtÇ ^t~ X~tÊ çtÇz áxÇtÇà|tát
ÅxÅuxÜ| wÉËt? wâ~âÇztÇ? ÅÉà|ätá| áxÜàt Åtáâ~tÇ ~xÑtwt ÑxÇâÄ|á áxÄtÅt ÑxÇzxÜ}ttÇ á~Ü|Ñá| |Ç|A
^xÑtwt tw|~@tw|~~â Âfç|yt? W{xt? WtÇt wtÇ Ty|yt{Ê çtÇz àxÄt{ ÅxÅuxÜ|~tÇ wÉËt wtÇ
wâ~âÇztÇ ~xÑtwt ÑxÇâÄ|á áxÄtÅt ÑxÇzxÜ}ttÇ á~Ü|Ñá| |Ç|A
fxÅÉzt TÄÄt{ fjg ÅxÅutÄtá ~xut|~tÇ ~tÄ|tÇ w| ~xÅâw|tÇ {tÜ| wtÇ ÅxÅuxÜ|~tÇ
~xÅâwt{tÇ wtÄtÅ áxztÄt {tÄ? ttÅ||ÇA
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA EMULSI MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) TIPE MINYAK DALAM AIR DENGAN PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BUTYLATED
HYDROXYTOLUENE (BHT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
WAFA
1111102000129
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI 2015
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Tanda Tangan :
Tanggal : 19 Juni 2015
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)”
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt
NIP. 197501042009122001 NIP. 197806302006042001
Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yardi, Ph.D., Apt
NIP. 197411232008011014
v
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)”
zditerima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt ( )
Pembimbing II : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt ( )
Penguji I : Nelly Suryani, Ph.D., M.Si., Apt ( )
Penguji II : Yardi, Ph.D., Apt ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 19 Juni 2015
z
vi UIN Syarif Hidayatullah
ABSTRAK
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)”
Kestabilan bahan obat dalam suatu sediaan farmasi merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan. Suatu sediaan obat yang diformulasi harus cukup stabil ketika penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas emulsi MBJH berdasarkan sifat fisik dan kimia emulsi melalui perubahan komponen senyawa penyusun minyak atsiri yang terkandung di dalam emulsi MBJH dengan penambahan antioksidan BHT. Sifat fisik meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran nilai pH, viskositas, diameter rata-rata globul, uji sentrifugasi dan uji tipe emulsi. Sifat kimia meliputi perubahan komponen senyawa penyusun minyak atsiri emulsi MBJH sebelum dan sesudah penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang. Sifat kimia diuji menggunakan GCMS. Hasil pengujian sifat fisik menunjukkan bahwa pada formulasi MBJH sebelum dan sesudah penyimpanan emulsi tetap berwarna kuning kecokelatan, bau khas minyak, rasa pahit manis dan terjadi pemisahan, mengalami penurunan nilai pH sebesar 1,238, penurunan viskositas sebesar 685 cps, kenaikan ukuran diameter rata-rata globul emulsi sebesar 5,17 µm, dan terjadi pemisahan setelah dilakukan uji sentrifugasi. Hasil pengujian komponen utama penyusun minyak atsiri emulsi MBJH yaitu thymoquinone mengalami penurunan baik pada emulsi kontrol (tanpa BHT) maupun emulsi sampel (dengan penambahan BHT) selama penyimpanan 21 hari. Namun, penurunan pada emulsi sampel (dengan penambahan BHT) lebih kecil daripada emulsi kontrol (tanpa BHT).
Kata kunci: Stabilitas, MBJH, minyak atsiri, emulsi, BHT dan thymoquinone
vii UIN Syarif Hidayatullah
ABSTRACT
Name : Wafa
Major Study : Pharmacy
Title : Physical Stability Assessment and Chemical Components in Black Cumin Seed Oil (Nigella sativa L.) Emulsion O/W with Antioxidant Butylated Hydroxytoluene (BHT) (Butilated Hydroxytolune) Addition
Drug stability is the basic thing that need to be considered. A drug dosage formula should be stable during storage condition. This study aims to test the stability of emulsion based on physical and chemical properties through change of volatile oil component in the black cumin seed oil emulsion with BHT as an antioxidant. Physical properties include organoleptic, measurement of pH value, viscosity, average diameter of globules, centrifugation test and emulsion type test. Chemical properties include change of volatile oil component in black cumin seed oil emulsion before and after storage for 21 days at room temperature. Chemical properties were tested using GCMS. The test results showed that the physical properties of the formulation of black cumin seed oil emulsion before and after storage was still yellow brownish, had an aromatic smell of oil, bitter sweet flavour and the separation occured, pH value decreased by 1,238, viscosity decreased by 685 cps, the average diameter of emulsion globules increased by 5,17 µm, and the separation occured after centrifugation test. Results of major components of volatile oil contained in the black cumin seed oil emulsion testing showed that thymoquinone level decreased in the both of control emulsion (without BHT) and sample emulsion (with BHT addition) during 21 days of storage. However, decrease thymoquinone in sample emulsion (with BHT addition) is smaller than control emulsion (without BHT).
Keywords: Stability, black cumin seed oil, volatile oil, emulsion, BHT and thymoquinone
viii UIN Syarif Hidayatullah
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
menyusun skripsi yang berjudul “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia
Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Tipe Minyak dalam
Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)”
dengan baik sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program
pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Shalawat dan
salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, para sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud dan berjalan lancar tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.KM. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
pembimbing akademik mahasiswa 2011 A.
3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku mantan Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D.,
Apt. selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan,
masukan, dukungan dan semangat kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Muhammad Reza dan teman-teman dalam satu Laboratorium Analisis
Obat dan Pangan Halal yang senantiasa membantu penulis dan tim
dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
ix UIN Syarif Hidayatullah
7. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Tiwi, Kak Eris,
Kak Liken, Kak Rahmadi, dan Kak Lisna, dan Mba Rani yang dengan
sabar membantu penulis mempersiapkan alat dan bahan selama
penelitian.
8. Teman-teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaan yang
telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama
pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.
9. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda
atas semua doa, bantuan dan dukungan yang diberikan. Akhir kata
dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena
itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Aamiin Yaa Robbal’aalamiin.
Ciputat, 19 Juni 2015
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis karya : Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA EMULSI MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) TIPE MINYAK DALAM AIR
DENGAN PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BUTYLATED HYDROXYTOLUENE (BHT)
untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang – Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 19 Juni 2015
Yang menyatakan,
(Wafa)
xi UIN Syarif Hidayatullah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ..................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
DAFTAR ISTILAH ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Batasan Masalah .......................................................................... 2 1.3 Rumusan Masalah ....................................................................... 3 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 3 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4
2.1 Emulsi ........................................................................................... 4 2.2 Teori Emulsifikasi ........................................................................ 5 2.3 Komponen Pembentuk Emulsi .................................................... 7 2.4 Evaluasi Sediaan Emulsi ............................................................ 11 2.5 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat ................................. 11
2.5.1 Reaksi Hidrolisis .................................................................. 11 2.5.2 Reaksi Oksidasi .................................................................... 12 2.5.3 Reaksi Isomerisasi ................................................................ 12
2.6 Stabilitas Sediaan Emulsi .......................................................... 13 2.7 Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik........................................ 14 2.8 Demulsifikasi .............................................................................. 15 2.9 Ekstraksi Cair-cair .................................................................... 17 2.10 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS).................. 18
2.10.1 Kromatografi Gas ............................................................... 18 2.10.2 Spektroskopi Massa ............................................................ 18
xii UIN Syarif Hidayatullah
2.11 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) .............................. 19 2.12 Aktivitas Farmakologi MBJH ................................................. 23 2.13 Minyak Atsiri ........................................................................... 24 2.14 Antioksidan .............................................................................. 25 2.15 BHT (Butylated Hydroxytoluene) ............................................. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 30
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 30 3.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 30 3.3 Prosedur Penelitian .................................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 36
4.1 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Kontrol Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ............................................................................ 36
4.1.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ................................................. 36
4.1.2 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan................................... 41
4.1.3 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan................................... 43
4.1.4 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ....................... 45
4.1.5 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH .................................. 47 4.1.6 Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah
Penyimpanan ..................................................................... 48 4.2 Hasil Analisis Komponen Kimia MBJH Kontrol Sebelum
dan Sesudah Penyimpanan ....................................................... 50 4.2.1 Hasil Analisis Stabilitas Komponen Kimia MBJH Sebelum
dan Sesudah Penyimpanan ................................................. 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 59
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 59 5.2 Saran .......................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 62 LAMPIRAN .............................................................................................. 60
xiii UIN Syarif Hidayatullah
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tumbuhan Jinten Hitam ..................................................... 21 Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol
(Tanpa BHT) I ................................................................... 37 Gambar 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol
(Tanpa BHT) II ............................................................... 37 Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel
(dengan Penambahan BHT) I ............................................. 39 Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel
(dengan Penambahan BHT) II ............................................ 39 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan................................... 42 Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi
MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ....................... 44 Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul
Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ........... 46 Gambar 4.8 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH .................................. 48 Gambar 4.9 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ........ 52 Gambar 4.10 Perbandingan Kandungan Senyawa p-cymene Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ........ 53 Gambar 4.11 Perbandingan Kandungan Senyawa Terpinen-4-ol Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ........ 53 Gambar 4.12 Perbandingan Kandungan Senyawa Longifolen Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ........ 54 Gambar 4.13 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi
MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ...... 55 Gambar 4.14 Perbandingan Kandungan Senyawa p-cymene Emulsi
MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ...... 55 Gambar 4.15 Perbandingan Kandungan Senyawa Terpinen-4-ol Emulsi
MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ...... 56 Gambar 4.16 Perbandingan Kandungan Senyawa Longifolen Emulsi
MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ...... 56
xiv UIN Syarif Hidayatullah
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Zat Pengemulsi dan Penstabil ................................................. 9 Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam 21 Tabel 2.3 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam 22 Tabel 2.4 Contoh Antioksidan ............................................................. 26 Tabel 3.1 Formula Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) ...................... 31 Tabel 3.2 Formula Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) 31 Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol
(Tanpa BHT) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ............... 36 Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel
(dengan Penambahan BHT) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan........................................................................ 38
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ..................................... 41
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ..................................... 43
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan .......................... 45
Tabel 4.6 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH .................................... 47 Tabel 4.7 Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH ............................................... 49 Tabel 4.8 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH n-Heksan
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ..................................... 52 Tabel 4.9 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH Etil Asetat
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ..................................... 54 Tabel 4.10 Perubahan Persen (%) Area Kandungan Senyawa Kimia
Antioksidan Emulsi MBJH ................................................... 57
xv UIN Syarif Hidayatullah
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kerangka Penelitian ........................................................... 65 Lampiran 2 Perhitungan Penimbangan Bahan ....................................... 66 Lampiran 3 Perhitungan Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan................................... 67 Lampiran 4 Perhitungan Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi
MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ....................... 77 Lampiran 5 Perhitungan Konsentrasi Minyak Hasil Ekstraksi Emulsi
MBJH ................................................................................ 87 Lampiran 6 Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian ............................ 88 Lampiran 7 Hasil Kromatogram Emulsi MBJH .................................... 90 Lampiran 8 Sertifikat Analisa MBJH .................................................. 110 Lampiran 9 Sertifikat Analisa Natrium Benzoat .................................. 111 Lampiran 10 Sertifikat Analisa Sukrosa ................................................ 112 Lampiran 11 Sertifikat Analisa Tragakan .............................................. 113 Lampiran 12 Sertifikat Analisa BHT .................................................... 114 Lampiran 13 Sertifikat Analisa n-Heksan ............................................. 115 Lampiran 14 Sertifikat Analisa Etil Asetat ............................................ 116
xvi UIN Syarif Hidayatullah
DAFTAR ISTILAH
1. BHT : Butylated Hydroxytoluene 2. GCMS : Gas Cromatography - Mass Spectrometry 3. MBJH : Minyak Biji Jinten Hitam
1
UIN Syarif Hidayatullah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jinten hitam (habbatussauda) merupakan tanaman herbal berbunga
tahunan yang banyak ditanam di negara Mediterania, Timur Tengah,
Eropa Timur, dan Asia Barat. Di Timur Tengah, Afrika Utara, dan India
biji jinten hitam telah lama digunakan secara tradisional selama berabad-
abad untuk pengobatan asma, batuk, bronkitis, sakit kepala, rematik,
demam, influenza dan eksim serta sebagai antihistamin, antidiabetes,
antiinflamasi, antioksidan, dan meningkatkan sistem imun (Burits and
Bucar, 2000; Padmaa, 2010).
Biji tanaman habbatussauda ini memiliki kandungan kimia fixed
oil berupa asam-asam lemak tidak jenuh, misalnya asam linoleat, asam
oleat, asam palmitat, asam stearat, asam laurat, asam miristat, serta asam
linolenat. Minyak atsiri Nigella sativa mengandung beberapa zat seperti 4-
terpineol, thymohydroquinone, thymoquinone, carvacrol, carvone dan
thymol. Thymoquinone sendiri merupakan salah satu komponen Nigella
sativa yang memiliki peran penting dalam efek farmakologis (Subijanto
dan Diding, 2008).
MBJH yang berada di pasaran pada umumnya berupa sediaan
minyak yang dikemas dalam botol, dalam bentuk soft kapsul, dan dalam
bentuk serbuk yang dicampur dengan minyak zaitun, sari kurma, serta
madu. Dan pada penelitian kali ini, MBJH ini akan dibuat menjadi sediaan
emulsi oral.
Sediaan yang mengandung minyak rentan terhadap oksidasi. Untuk
meningkatkan ketahanan emulsi MBJH ini terhadap oksidasi, diperlukan
tambahan antioksidan dari luar sebagai pengganti antioksidan alami yang
hilang akibat proses tertentu. Salah satu antioksidan sintetik yang sering
digunakan adalah butil hidroksi toluena (BHT). Senyawa ini tidak beracun
tapi menunjukkan aktifitas sebagai antioksidan dengan cara mendeaktifasi
senyawa radikal (Herawati, et, al., 2006).
2
UIN Syarif Hidayatullah
BHT merupakan antioksidan sintetik yang sering digunakan untuk
sediaan farmasi. Selain memiliki aktifitas yang baik terhadap radikal, BHT
juga mempunyai kelarutan yang baik dalam minyak/lemak, serta cukup
tahan terhadap proses pemanasan. Karena itu BHT memiliki potensi yang
sangat besar sebagai salah satu alternatif antioksidan yang digunakan
untuk memperbaiki stabilitas emulsi MBJH (Herawati, et, al., 2006).
Formulasi emulsi dari berbagai jenis bahan alami telah dibuat dan
digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Ada berbagai
bahan yang ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi maupun sifat
fisikokimia dari sediaan yang dibuat. Bahan tambahan ini terkadang
mengalami degradasi secara perlahan dan bahkan bisa sampai
menghilangkan aktivitasnya (sebagai antioksidan) karena mengalami
oksidasi, bereaksi dengan komponen yang ada dalam sistem sehingga
dapat membatasi bioavailibilitas, atau mengubah warna dan rasa produk,
dimana hal ini akan mempengaruhi keamanan dan efektivitas dari sediaan
yang dibuat (Achouri, Zamani, and Boye, 2012).
Pada penelitian sebelumnya telah dibuat emulsi MBJH, tetapi
kurang stabil secara kimia ditandai dengan berkurangnya kadar
thymoquinone yang merupakan komponen utama minyak atsiri dalam
MBJH. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibuat emulsi MBJH yang
dimodifikasi dengan penambahan antioksidan BHT.
Formula yang digunakan adalah MBJH 10% (Handbook of Herbs
and Spices), tragakan 1,5% (optimasi Nabiela, 2013), sukrosa 25%
(optimasi Indayanti, 2014), natrium benzoat 0,10% (optimasi Indayanti,
2014), BHT 0,02% (optimasi Herawati, et, al., 2006) dan aquadest ad
100%. Penyimpanan dilakukan selama 21 hari (Baby, et al., 2007).
1.2. Batasan Masalah
Dalam penelitian uji stabilitas fisik dan komponen senyawa pada
emulsi MBJH (Nigella sativa L.) tipe minyak dalam air menggunakan
GCMS ini masalah dibatasi pada evaluasi stabilitas fisik dan komponen
kimia senyawa pada MBJH setelah diformulasi menjadi emulsi tipe
minyak dalam air dengan penambahan antioksidan BHT sebelum dan
setelah penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang.
3
UIN Syarif Hidayatullah
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana stabilitas fisik emulsi MBJH tipe minyak dalam air
dengan antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21
hari dan perbandingannya dengan emulsi MBJH tanpa antioksidan
BHT?
2. Bagaimana stabilitas komponen kimia penyusun minyak atsiri biji
jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air dengan
antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21 hari dan
perbandingannya dengan emulsi MBJH tanpa antioksidan BHT?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji stabilitas fisik emulsi MBJH tipe minyak dalam air
dengan antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21
hari dan membandingkannya dengan emulsi MBJH tanpa
antioksidan BHT.
2. Untuk menguji stabilitas komponen kimia penyusun minyak atsiri
biji jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air
dengan antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21
hari dan membandingkannya dengan emulsi MBJH tanpa
antioksidan BHT.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui stabilitas
senyawa aktif yang terkandung di dalam MBJH dengan penambahan
antioksidan BHT sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari pada
suhu ruang.
4
UIN Syarif Hidayatullah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi di mana fase terdispersi terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang
tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai
fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu.
Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak
disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi “a/m”.
Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau
bagian ketiga dari emulsi, yakni zat pengemulsi (emulsifying agent)
(Ansel, 2008).
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi
dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan
akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi
(surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara
tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling
partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan
antar permukaan antara fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi
selama pencampuran (FI IV).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet sangat
penting dalam emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal
mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada
bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik dan bakteriostatik.
Bakteri ternyata dapat menguraikan bahan pengemulsi non ionik dan
anionik, gliserin, dan sejumlah bahan penstabil alam seperti tragakan dan
gom guar (FI IV).
5
UIN Syarif Hidayatullah
Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat
memisahnya bahan antimikroba dari fase air yang sangat memerlukannya,
atau terjadinya kompleksasi dengan bahan pengemulsi yang akan
mengurangi efektivitas. Karena itu, efektivitas sistem pengawetan harus
selalu diuji pada sediaan akhir. Pengawet yang biasa digunakan dalam
emulsi adalah metil-, etil-, propil-, dan butil-paraben, asam benzoat, dan
senyawa amonium kuartener (FI IV).
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi
dapat membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua
cairan yang saling tidak bisa bercampur. Dalam hal ini obat diberikan
dalam bentuk bola-bola kecil bukan dalam bulk. Untuk emulsi yang
diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan
pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih
enak walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak
rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa
airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran
partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan
minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan lebih mudah diabsorpsi,
atau jika bukan dimaksudkan untuk itu, tugasnya juga akan lebih efektif,
misalnya meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katartik bila
diberikan dalam bentuk emulsi (Ansel, 2008).
2.2. Teori Emulsifikasi
Banyak teori telah dikembangkan dalam upaya untuk menjelaskan
bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan
dalam menjaga stabilitas dari emulsi yang dihasilkan. Walaupun beberapa
dari teori ini berlaku agak spesifik terhadap beberapa tipe zat pengemulsi
dan terhadap kondisi tertentu (seperti pH fase dari sistem tersebut dan sifat
serta perbandingan relatif dari fase dalam dan fase luar), teori-teori
tersebut bisa digambarkan dalam suatu cara umum untuk menguraikan
cara yang mungkin di mana emulsi dapat dihasilkan dan distabilkan. Di
antara teori yang paling lazim adalah teori tegangan permukaan, oriented-
wedge theory, dan teori plastik atau teori lapisan antarmuka (Ansel,2008).
6
UIN Syarif Hidayatullah
Menurut teori tegangan permukaan dari emulsifikasi, penggunaan
zat-zat yang menurunkan tegangan antarmuka (surfaktan atau zat
pembasah) sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan
penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling
bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan
mengurangi gaya tarik-menarik antarmolekul dari masing-masing cairan.
Jadi zat aktif permukaan pembantu memecahkan bola-bola besar menjadi
bola-bola kecil, yang kemudian mempunyai kecenderungan untuk bersatu
yang lebih kecil daripada lazimnya (Ansel, 2008).
Oriented-wedge theory menganggap lapisan monomolekular dari
zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi.
Teori tersebut berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu
mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan
gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu sistem yang
mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan
memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dan terbenam
dalam fase tersebut dibandingkan dengan pada fase lainnya. Karena
umumnya molekul-molekul zat menurut teori ini mempunyai suatu bagian
hidrofilik atau bagian yang suka air (sebagai contoh, sabun) dan suatu
bagian hidrofobik atau bagian yang benci air (tapi biasanya lipofilik atau
suka minyak) molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke
masing-masing fase. Tergantung pada bentuk dan ukuran dari molekul-
molekul tersebut, karakteristik kelarutannya, dan jadi arahnya susunan
bentuk baji yang diinginkan untuk molekul-molekul tersebut akan
menyebabkan palingkaran dari bulatan-bulatan minyak atau bulatan air.
Umumnya suatu zat pengemulsi yang mempunyai karakteristik hidrofilik
lebih besar daripada sifat hidrofobiknya akan memajukan suatu emulsi
minyak dalam air dan suatu emulsi air dalam minyak sebagai hasil dari
penggunaan zat pengemulsi yang lebih hidrofobik daripada hidrofilik.
Dengan kata lain, fase di mana zat pengemulsi tersebut lebih larut
umumnya akan menjadi fase kontinu atau fase luar dari emulsi tersebut.
Walaupun teori ini tidak mengutarakan secara akurat penggambaran dari
susunan molekular molekul-molekul zat pengemulsi, dasar bahwa zat
pengemulsi yang larut dalam air umumnya membentuk emulsi minyak
7
UIN Syarif Hidayatullah
dalam air adalah penting dan umumnya terdapat dalam praktik (Ansel,
2008).
Teori plastik atau teori antarmuka menempatkan zat pengemulsi
pada antarmuka antara minyak dan air, mengelilingi tetesan fase dalam
sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorpsi pada permukaan dari
tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase
terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, akan makin
besar dan makin stabil emulsinya. Sudah tentu, cukupnya bahan yang
membentuk lapisan tersebut juga penting untuk melindungi seluruh
permukaan dari tiap tetesan fase dalam (Ansel, 2008).
Dalam kenyataannya, tidak mungkin bahwa suatu teori
emulsifikasi tunggal bisa digunakan untuk menerangkan cara dari
kebanyakan zat pengemulsi yang beraneka ragam dalam membentuk tipe
emulsi dan stabilitasnya. Biasanya dalam suatu sistem emulsi tertentu
lebih dari suatu teori emulsifikasi dapat diterapkan dan berperan dalam
menjelaskan pembentukan dan stabilitas emulsi tersebut. Misalnya
tegangan antarmuka penting dalam pembentukan awal dari suatu emulsi,
tetapi pembentukan suatu baji pelindung dari molekul-molekul atau film
dari zat pengemulsi penting untuk stabilitas emulsi selanjutnya. Tidak
disangsikan zat-zat pengemulsi tertentu sanggup melaksanakan kedua
tugas tersebut (Ansel, 2008).
2.3. Komponen Pembentuk Emulsi
Komponen pembentuk emulsi secara umum yaitu:
a. Fase Minyak
Secara umum fase minyak dari emulsi merupakan suatu zat
aktif yang memiliki aktivitas farmakologi. Parafin cair, minyak
castor, minyak ikan, minyak wijen merupakan contoh minyak yang
biasa diformulasi menjadi emulsi untuk sediaan oral. Minyak biji
kapas, minyak kacang kedelai, dan minyak safflower biasa
digunakan sebagai emulsi untuk penggunaan infus. Minyak
turpentine dan benzyl benzoate biasa diformulasi emulsi untuk
penggunaan eksternal (Aulton and Taylor, 2001).
8
UIN Syarif Hidayatullah
b. Fase Air
Fase air atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan
emulsi adalah aquademineralisata. Aqua demineralisata ini
diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis
terbalik, atau cara lain yang sesuai. Air yang digunakan harus
bebas mineral, partikel, dan mikroba (Rowey, Sheskey dan Owen,
2006).
c. Emulsifying Agent (Emulgator)
Dalam membentuk emulsi yang stabil bahan pembentuk
emulsi ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara
fase minyak dan air atau merusak lapisan yang mengelilingi globul
emulsi (Silva, et al., 2011).
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tragakan. Tragakan 1,5% dipilih karena merupakan
emulgator alam dan berdasarkan penelitian sebelumnya dihasilkan
emulsi dengan viskositas yang paling baik (Nabiela, 2013).
Tragakan tidak larut dalam air, etanol 95%, dan pelarut organik
lain. Meskipun tidak larut dalam air namun tragakan dapat
mengembang 10 atau 20 kali dari beratnya baik di dalam air panas
ataupun air dingin (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006; Anief,
2006).
Data praformulasi dari tragakan yaitu: (HOPE, 6th Edition)
Sinonim :gum tragacanth, tragacantha
Organoleptis :serbuk, berwarna putih hingga
kekuningan, tidak berbau.
Membentuk lapisan transparan
Kelarutan :praktis tidak larut dalam air,
ethanol (95%), dan pelarut organik
lain. Bisa mengembang dengan
cepat dengan sepuluh kali beratnya
dalam air baik air panas atau dingin
Keasaman-kebasaan : pH 5-6 pada larutan terdispersi 1%
w/v
Nilai keasaman : 2-5
9
UIN Syarif Hidayatullah
Kandungan air : < 15% w/w
Manfaat penggunaan :agen pensuspensi, agen peningkat
viskositas
Stabilitas dan penyimpanan :stabil pada pH 4-8 dan pada wadah
tertutup rapat dengan kondisi sejuk
dan kering
Inkompatibilitas :menurunkan efek sebagai pengawet
pada benzalkonium klorida,
klorbutanol, dan methylparaben
Selain tragakan, zat pengemulsi dan penstabil untuk sistem farmasi
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Zat Pengemulsi dan Penstabil [sumber: Ansel, 2008]
Jenis Zat Pengemulsi Contoh
1. Bahan-bahan karbohidrat
Akasia (gom), tragakan, agar,
kondrus
2. Zat-zat protein Gelatin, kuning telur, dan kasein
3. Alkohol dengan bobot molekul tinggi
Stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril monostearat
4. Zat-zat pembasah, yang bisa bersifat kationik, anionik, dan nonionik.
Kationik: benzalkonium klorida Nonionik: ester-ester sorbitan dan turunan polietilen
5. Zat padat yang terbagi halus
Tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida
d. Pengawet
Pengawet yang digunakan kali ini adalah natrium benzoat
dengan konsentrasi 0,1%. Natrium benzoat dipilih sebagai
pengawet karena kompatibel dengan tragakan. Natrium benzoat
larut dalam etanol 95% (1:75), etanol 90% (1:50), dan air (pada
suhu 20o 1:1,8 dan pada suhu 100o 1:1,4). Natrium benzoat
memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik dan anti jamur yang
10
UIN Syarif Hidayatullah
optimal pada pH 2-5 serta pada kondisi basa hampir tidak memiliki
efek (Rowey, Sheskey and Owen, 2006).
Data praformulasi dari natrium benzoat yaitu:
Sinonim :sodium benzoic acid, benzoic acid
sodium salt
Organoleptis :berupa serbuk, granul, atau kristal
yang sedikit higroskopis, berwarna
putih, tidak berbau
Kelarutan :ethanol 95% (1 in 75), ethanol 90%
(1 in 50), air (1 in 1,8; 1 in 1,4 at
100oC)
Keasaman-kebasaan :pH 8
Densitas :1,497-1,527 g/cm3 at 24oC
Manfaat penggunaan :pengawet, lubrikan tablet dan kapsul
Stabilitas dan penyimpanan :penyimpanan pada wadah tertutup
rapat dengan kondisi sejuk dan kering
Inkompatibilitas :inkompatibel dengan senyawa
kuartener, gelatin, garam Fe, garam
kalsium, logam berat seperti merkuri,
perak
e. Pemanis
Pemanis yang digunakan yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan
pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan oral.
Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang
kurang enak. Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan
oral yaitu 50-67%. Sukrosa praktis tidak larut dalam kloroform,
larut dalam etanol (1:400), etanol 95% (1:170), propan-2-ol
(1:400), dan air (pada suhu 20oC 1:0,5 dan pada suhu 100oC 1:0,2)
(Rowey, Sheskey and Owen, 2006).
f. Pelarut (Aquademineralisata)
Aquademineralisata adalah air murni yang diperoleh
dengan cara penyulingan. Air murni dapat diperoleh dengan cara
penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau dengan cara
11
UIN Syarif Hidayatullah
yang sesuai. Karena akan digunakan untuk sediaan oral, maka
digunakan air yang bebas mineral, partikel dan mikroba (Rowey,
Sheskey dan Owen, 2006).
2.4. Evaluasi Sediaan Emulsi
Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan
dari suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu.
Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis
(bau, warna), pengamatan secara fisik (viskositas, diameter globul rata-
rata, pH, dan volume creaming), serta pengamatan secara kimia (degradasi
zat aktif) (Martin, et al., 1993; Ansel, 2008; Lachman, et al., 1994).
2.5. Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat
Kebanyakan penguraian bahan farmasi dapat digolongkan sebagai
hidrolisis atau oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu
gugus fungsional, dan obat ini mungkin bisa terhidrolisis dan teroksidasi
bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerasi, dan fotolisis
juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan,
padatan, dan semisolid (Martin, et al., 1993).
2.5.1. Reaksi Hidrolisis
Obat dengan gugus fungsi seperti eter, amine, keton, ester, amida,
lakton atau laktam secara umum dapat mengalami degradasi yang
disebabkan hidrolisis. Air memiliki peran penting dalam terjadinya reaksi
hidrolisis. Hal ini disebabkan karena air berperan sebagai media terjadinya
interaksi (Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007). Reaksi hidrolisis adalah
reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi ion-ion garam dengan air.
Garam-garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah atau
keduanya akan terurai dalam air membentuk asam bebas dan basa bebas.
Reaksi salah satu atau kedua ion larutan garam dengan air menyebabkan
perubahan konsentrasi ion H+ maupun ion OH- dalam larutan. Akibatnya,
larutan garam dapat bersifat asam, basa, maupun netral. Dalam penguraian
garam dapat terjadi beberapa kemungkinan: (Hardjono, 2005)
1. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion H+,
sehingga menyebabkan [H+] dalam air bertambah
mengakibatkan [H+] > [OH-] dan larutan bersifat asam.
12
UIN Syarif Hidayatullah
2. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion OH-,
sehingga menyebabkan [H+] < [OH-] dan larutan bersifat
basa.
3. Ion garam tidak dengan air sehingga [H+] dalam air akan
tetap sama dengan [OH-] dan air akan tetap netral (pH=7).
Contoh: HCl + NH4OH ↔ NH4+ + Cl- + H2O
2.5.2. Reaksi Oksidasi
Reaksi dekomposisi pada larutan obat yang umum terjadi pada
senyawa selain hidrolisis adalah oksidasi. Reaksi oksidasi dapat
dipandang sebagai reaksi pengikatan oksigen oleh suatu zat. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pada reaksi terjadi pengikatan oksigen
oleh reaktan. Jadi pada reaksi ini terjadi pengikatan oksigen oleh salah
satu reaktan. Atau salah satu reaktan adalah oksigen. Reduksi merupakan
penambahan elektron pada molekul dan oksidasi merupakan pelepasan
elektron dari molekul. Dalam kimia organik, oksidasi sering dianggap
sinonim dengan lepasnya hidrogen (dehidrogenasi). Bila suatu reaksi
melibatkan molekul oksigen biasanya disebut autooksidasi karena
biasanya terjadi secara spontan dalam keadaan normal. Oksidasi sering
melibatkan radikal bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai. Radikal
bebas adalah molekul/atom yang mengandung satu atau lebih elektron
tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O-
O. Radikal ini cenderung untuk menarik elektron dari zat lain sehingga
terjadi oksidasi. Dalam kebanyakan reaksi oksidasi, laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi dari molekul pengoksidasi tetapi
mungkin tidak bergantung pada konsentrasi oksigen. Reaksi ini biasanya
dikatalisis oleh oksigen, logam berat, dan peroksida organik. Obat
dengan gugus fungsi aldehid, alkohol, fenol, alkaloid, atau yang
mengandung minyak dan lemak tak jenuh mudah mengalami reaksi
oksidasi ini (Martin, et al., 1993; Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007).
2.5.3. Reaksi Isomerisasi
Reaksi isomerisasi merupakan proses kimia dari suatu senyawa
yang berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap
13
UIN Syarif Hidayatullah
memiliki komposisi kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya
memiliki perbedaan pada struktur atau konfigurasi sehingga memiliki
sifat fisika dan kimia yang berbeda juga dengan senyawa asalnya.
Senyawa isomer yang terbentuk ini mungkin juga memiliki sifat
farmakologi atau toksikologi yang berbeda (Fathima, et al., 2011).
Reaksi isomerisasi terhadap ikatan rangkap umumnya dikatalisis oleh
basa kuat seperti KOH atau NaOH dalam metanol. Selain dengan basa
kuat isomerisasi juga dapat berlangsung dengan baik di bawah pengaruh
gelombang mikro (microwave) (Sitorus, 2009).
2.6. Stabilitas Sediaan Emulsi
Stabilitas merupakan suatu kemampuan produk obat atau kosmetik
agar dapat mempertahankan spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,
kualitas, dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004). Stabilitas sebuah
emulsi adalah sifat emulsi untuk mempertahankan distribusi halus dan
teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang
(Voight, 1995). Begitupun tanpa adanya koalesen dari fase intern,
creaming, serta terjaganya rupa yang baik, bau dan warnanya (Anief,
1999). Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan
fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau,
warna, dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik (Martin, et al., 1993).
Beberapa fenomena yang menjadi parameter dalam menentukan
ketidakstabilan fisik dalam emulsi yaitu:
a. Creaming
Creaming merupakan peristiwa pembentukan agregat dari
bulatan fase dalam yang memiliki kecenderungan yang lebih besar
untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi
tersebut daripada partikel-partikelnya sendiri (Martin, et al., 1993).
b. Koalesen
Koalesen merupakan proses penipisan atau terganggunya
lapisan film antardroplet sehingga menyebabkan adanya fusi dari
dua atau lebih droplet yang ukurannya menjadi lebih besar dari
ukuran semula (Wiley, et al., 2013).
14
UIN Syarif Hidayatullah
c. Cracking
Kerusakan yang paling besar dari emulsi adalah cracking.
Pada fenomena ini emulsi terpisah menjadi dua fase yaitu fase
minyak dan fase air dan tidak dapat bercampur meskipun
dilakukan pengocokan (Ansel, 1989).
Selain uji stabilitas fisik, terdapat pula uji stabilitas kimia pada
emulsi. Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan cara
menganalisis perolehan kembali atau rendemen zat aktif yang terkandung
dalam emulsi. Stabilitas kimia dari molekul sediaan merupakan hal yang
sangat penting karena berhubungan dengan efektivitas dan keamanan dari
suatu produk obat. Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai
persyaratan untuk uji stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas
bahan obat dan produk obat seiring dengan perubahan waktu dibawah
pengaruh berbagai kondisi lingkungan. Studi tentang stabilitas molekul
membantu untuk memilih formula yang tepat dan pengemasan yang baik
sekaligus untuk mengetahui kondisi penyimpanan serta umur simpan.
Studi stabilitas ini meliputi studi stabilitas jangka panjang, studi stabilitas
dipercepat. Studi jangka panjang dilakukan selama 12 bulan dan studi
dipercepat dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced
degradation studies yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu
dalam hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat
digunakan untuk pengembangan indikasi dari metode yang digunakan
dalam studi jangka panjang dan dipercepat (M. Blessy, et al., 2013).
2.7. Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik (Aulton, 2008)
• Sediaan emulsi harus tetap homogen pada saat pengocokan dalam
wadah sampai saat penuangan dari wadah.
• Creaming yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah
diredispersikan kembali.
• Sediaan emulsi sebaiknya dibuat agak kental agar dapat menurunkan
laju pembentukan creaming globul minyak, namun viskositas sediaan
emulsi tersebut jangan terlalu tinggi karena dapat menyulitkan pada
saat penuangan.
15
UIN Syarif Hidayatullah
• Terlihat dalam satu fase.
• Ukuran globul yang dihasilkan seragam dan kecil.
2.8. Demulsifikasi
Demulsifikasi adalah pemecahan emulsi sehingga sediaan terpisah
menjadi 2 fase yaitu minyak dan air dengan menurunkan stabilitas seperti
menghancurkan film interface dengan cara menaikkan suhu, pengadukan,
atau menggunakan zat lain yang dapat mengganggu kestabilan (Wasirnuri,
2008).
Menurut Anil, Syed, and Ana, 2008, metode demulsifikasi dibagi
menjadi dua, yaitu metode fisika dan metode kimia dimana metode fisika
dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui pemanasan, mekanik,
dan elektrik.
a. Metode Kimia
Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada
emulsi. Misalnya yaitu aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang
telah terbukti berfungsi sebagai demulsifier yang efektif pada
aplikasi tertentu (Anil, Syed, and Ana, 2008), juga HCl pekat untuk
memecah krim kosmetik (Rohman and Che man, 2009).
b. Metode Fisika
Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan
pemanasan, sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut,
dan medan elektrostatik bertegangan tinggi. Metode non
konvensional lainnya yang telah banyak diteliti yaitu dengan
menggunakan microwave dan membran kaca berpori (Anil, Syed,
and Ana, 2008).
1. Pemanasan
Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi
penurunan viskositas serta peningkatan kelarutan dari
surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan melemahkan lapisan
film pada sediaan (Anil, Syed, and Ana, 2008). Pada jurnal
Abdurahman dan Rosli, 2011 yang membandingkan antara
metode pemanasan untuk demulsifikasi antara modern yang
menggunakan microwave dengan konvensional dan
16
UIN Syarif Hidayatullah
didapatkan hasil bahwa metode modern dengan microwave
lebih efisien dalam pemisahan emulsi air dalam minyak.
2. High Shear
Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High
Shear. Prinsip kerja dari alat ini yaitu akan merusak
membran atau lapisan dari globul emulsi (Anil, Syed, and
Ana, 2008).
3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi
Mekanisme demulsifikasi dengan metode ini belum
dapat diketahui secara keseluruhan. Secara umum dengan
adanya medan listrik akan membuat droplet mengalami
polarisasi dan elongasi, begitu juga dengan droplet yang
berada di dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu
sama lain dan membentuk droplet yang lebih besar. Metode
ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien
dan ekonomis dilihat dari peralatan yang digunakan dan
parameter pengoperasiannya (Anil, Syed, and Ana, 2008).
4. Sentrifugasi
Metode pemisahan emulsi ini menggunakan alat
sentrifugasi. Prinsipnya menggunakan gaya sentrifugal
yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi
yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara
cairan dengan solid (El-Sayed and Mohammad, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdurahman, et al.,
2009 yang telah melakukan studi pemisahan emulsi minyak
dalam air Virgin Coconut oil dengan menggunakan
sentrifugasi yang memvariasikan kecepatan sentrifugasi
yaitu antara 6000-12000 rpm dengan waktu yang
divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan
hasil paling baik adalah dengan menggunakan kecepatan
12000 rpm selama 105 menit.
17
UIN Syarif Hidayatullah
2.9. Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dari suatu bahan berupa
padatan atau cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat
penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi
dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan
berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian
bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut organik yang biasa
digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti
alkohol dan aseton (Harborne, 1987).
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi
dua cara yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat
cair digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya
berupa cairan. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat
cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat
melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut
yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang
berada pada sampel. Idealnya, pelarut yang dipilih memiliki polaritas yang
dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan,
benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk
ekstraksi senyawa mudah menguap. Heksan cocok untuk ekstraksi
senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk
senyawa aromatik, eter dan etil asetat cocok untuk senyawa yang relatif
polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan
mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini
merupakan metode yang efisien namun memerlukan waktu ekstraksi yang
panjang (Handbook of Analytical Method, hal: 45-46).
Pada jurnal Gudipati, Mette, Anne, dan Charlotte, 2004 disebutkan
bahwa untuk mengisolasi senyawa yang mudah menguap dapat digunakan
beberapa teknik, yaitu melalui destilasi vakum, ekstraksi dengan pelarut,
static and dynamic headspace sampling (DHS), dan solid phase
microextraction (SPME).
18
UIN Syarif Hidayatullah
2.10. Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS)
GCMS merupakan instrumen yang digunakan untuk pemisahan
dan identifikasi. Instrumen ini merupakan gabungan antara kromatografi
gas dan spektroskopi massa. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk
mendapatkan komponen kimianya, sedangkan bila dilengkapi MS akan
dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa membaca
spektrum bobot molekul pada suatu komponen, dan sekaligus dilengkapi
dengan library (reference) yang ada pada software (Day and Underwood.,
1999). Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai
campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa
berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah
dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).
2.10.1. Kromatografi Gas
Kromatografi gas digunakan untuk pemisahan suatu
senyawa sehingga sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk
molekul-molekul yang lebih kecil (hasil pemisahan dapat dilihat
berupa kromatogram) (Khopkar, 1990). Kromatografi gas
merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan
campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam,
mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai
berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000
komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan
waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat.
Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu
senyawa tertahan dalam kolom (Gritter, 1991). Komponen
kromatografi gas terdiri dari kontrol dan penyedia gas pembawa,
ruang suntik sampel, kolom, dan oven (Day and Underwood.,
1999).
2.10.2. Spektroskopi Massa
Spektroskopi massa adalah metode analisis untuk
identifikasi senyawa. Setelah sampel mengalami pemisahan pada
19
UIN Syarif Hidayatullah
GC kemudian akan diubah menjadi ion-ion, dan massa dari ion-ion
tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum
massa (Khopkar, 1990). Spektrometer massa menembaki bahan
yang sedang diteliti dengan berkas electron dan secara kuantitatif
mencatat hasilnya sebagai suatu spectrum sibir-sibir (fragmen) ion
positif. Catatan ini disebut spektrum massa. Terpisahnya fragmen
ion positif didasarkan pada massanya (lebih tepat, massa dibagi
muatan tetapi kebanyakan ion bermuatan tunggal) (Silverstein,
1986). Komponen spektroskopi massa terdiri dari sumber ion,
filter, pengumpul ion, dan detektor (Day and Underwood., 1999).
Keuntungan yang besar dari spektrometri massa adalah
sensitivitas yang lebih besar dari teknik analisis lainnya, ukuran
sampel analisis yang relative kecil dan kespesifikan yang
diperlukan untuk identifikasi senyawa, dan konfirmasi
ada/tidaknya senyawa yang dicurigai (Satiadarma, 2004).
2.11. Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Nama lainnya adalah black seed (Inggris) atau habbatussauda
(Arab). Jinten hitam (Nigella sativa L.) digunakan sebagai pengobatan
herbal sejak 2000 sampai 3000 tahun sebelum Masehi dan tercatat dalam
banyak literatur kuno mengenai ahli pengobatan terdahulu seperti Ibnu
Sina (980-1037 M), dan Al-Biruni (973-1048 M), Al-Antiki, Ibnu
Qayyim dan Al-Baghdadi. Ibnu Sina adalah peneliti jenius dari Timur
Tengah di bidang pengobatan yang namanya tercatat di semua buku
sejarah pengobatan timur maupun barat, hidup antara 980-1037 M, telah
meneliti berbagai manfaat habbatussauda untuk kesehatan dan
pengobatan. Ahli pengobatan Yunani kuno, Dioscoredes, pada abad
pertama Masehi juga telah mencatat manfaat habbatussauda untuk
mengobati sakit kepala dan saluran pernapasan (Hendrik, 2007).
Di Indonesia, masyarakat telah mengenal biji jinten hitam
(habbatussauda) ini untuk mengobati berbagai macam penyakit kecuali
kematian sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam kitab
Ash-shohihain yang diriwayatkan dari Ummu Salamah dari Abu Hurairah
RA:
20
UIN Syarif Hidayatullah
� ر��ل ا� ��� ا� ���� و��� ��ل أن أ�� ه��ة ر�� ا"�� ��*� ا'(�) ا'&�داء $#�ء : � �!� أ ��ه�� أ
)روا; ا'�:�ري" ('��ت، وا'(�) ا'&�داء ا'�6��5وا'&�م ا: 4�ل ا�0 $3�ب . 01 آ. داء إ, ا'&�م
“Bahwasanya Abu Hurairah rodhiyallahu `anhu memberitahukan mereka
berdua (periwayat hadits), bahwa ia mendengar Rasululloh Shallallahu
`alaihi wa sallam bersabda : ”Dalam habbatussauda ada obat dari segala
penyakit, kecuali assaam”. Ibnu Syihab (seorang rawi hadits ini)
mengatakan : assaam adalah kematian, dan habbatussauda adalah asy-
syuniz” (H.R Bukhori).
Ibnu Hajar menjelaskan, makna habbatussaudah obat segala
penyakit adalah bahwa habbatussauda tidak digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit begitu saja, kadang digunakan secara mandiri, kadang
dicampurkan dengan unsur lain, sesekali ditumbuk, kadang tidak
ditumbuk, kadang dimakan, dimunum, diteteskan, dioleskan, dan lainnya.
Penjelasan ibnu hajar ini dikuatkan oleh sejumlah manfaat habbatussauda
dalam mengobati berbagai penyakit. Manfaat habbatussauda ini
memperkuat pendapat yang menyebutkan makna secara umum. Hanya
saja, habbatussauda terkadang perlu digabungkan dengan obat-obatan
lain atau digunakan dengan berbagai cara (Bamusa, 2011).
Jinten hitam merupakan jenis tanaman terna setahun berbatang
tegak. Memiliki batang berusuk dan berbulu tegak, rapat atau jarang-
jarang dengan disertai adanya bulu-bulu berkelenjar. Bentuk daun lanset,
berbentuk garis dengan panjang 1,5-2 cm. Ujung runcing dan memiliki 3
tulang daun berbulu. Memiliki daun tunggal atau majemuk yang
posisinya tersebar atau berhadapan. Daun pembalut bunga kecil.
Tanaman jinten hitam ini memiliki jumlah kelopak bunga 5 dengan
bentuk bundar telur yang ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul.
Pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Memiliki
bulu pada mahkota bunga yang jarang dan pendek dengan jumlah
mahkota bunga pada umumnya 8 dan bentuk agak memanjang namun
lebih kecil dari kelopak bunga. Bibir bunga 2, bibir bagian atas pendek,
lanset, ujung memanjang berbentuk benang dan bibir bagian bawah
memiliki ujung tumpul. Benang sari banyak dan gundul, kepala sari
jorong, berwarna kuning, dan sedikit tajam. Memiliki buah dengan
bentuk bulat telur atau agak bulat. Biji jorong bersudut 3 tidak beraturan
21
yang sedikit membentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar, dan
berwarna hitam (Materia Medika Jilid III, 1979).
Gambar 2.1 (Sumber: Rajshekar, et al., 2011, telah diolah kembali)
Biji jinten hitam telah banyak digunakan untuk pengobatan dan
dalam makanan, terutama di negara-negara islam. Selain itu minyak biji
jinten hitam ini juga banyak mengandung nutrisi yang baik untuk
kesehatan. Komposisi dari minyak biji jinten hitam berbeda-beda pada
setiap wilayah, bergantung pada lokasi tumbuhnya (Gharby, et al., 2013).
Berdasarkan historisnya, investigasi senyawa kimia pada biji
Nigella sativa L. pertama kali dimulai pada tahun 1880 dengan kandungan
minyak 37% dan abu 4,1% (El-Din, et al., 2006). Pada minyak biji jinten
hitam mengandung minyak statis dan minyak atsiri. Komposisi senyawa
kimia minyak atsiri dan minyak statis biji jinten hitam secara umum dapat
diliihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) [Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali]:
Senyawa Kandungan (%) Senyawa Kandungan (%)
α- thujene 2,4 Fenchone 1,1
α- pinene 1,2 Dihydrocarvone 0,3
Sabinene 1,4 Carvone 4,0
β- pinene 1,3 Thymoquinone 0,6
Myrcene 0,4 Terpinen-4-ol 0,7
p-cymene 14,8 Carvacrol 1,6
α- phellandrene 0,6 p-cymene-8-ol 0,4
Limonene 4,3 α- longipinene 0,3
γ- terpinene 0,5 Longifolene 0,7
22
UIN Syarif Hidayatullah
Tabel 2.3 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) [Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali] :
Senyawa Kandungan (%)
Asam linoleat 55,6
Asam oleat 23,4
Asam palmitat 12,5
Asam linolenat 0,4
Asam stearat 3,4
Asam laurat 0,6
Asam miristat 0,5
Asam eicosadienoat 3,1
Total asam lemak 99,5
Dari penelitian sebelumnya, diketahui bahwa komponen utama dari
biji Nigella sativa adalah thymoquinone, thymohydroquinone, thymol,
carvacrol, nigellicine, nigellimine, nigellimine-N-oxide, nigellidine, dan
alpha hedrin (Al-Jabre dkk, 2003). Sedangkan komponen utama pada
minyak Nigella sativa adalah p-cymene, thymol dan thymoquinone
(Mahmudah, 2014).
Thymoquinone yang terdapat dalam biji Nigella sativa ini memiliki
fungsi proteksi melawan nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas. Selain itu
juga mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, antipiretik,
antimikroba, dan antineoplastik. Sedangkan manfaat dari minyak biji
jintan hitam antara lain adalah menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan respirasi (Mahmudah, 2014).
Minyak Nigella sativa memiliki kandungan zat aktif
thymoquinone, dithymoquinone, thymohydroquinone dan thymol.
Thymoquinone adalah zat aktif utama dari minyak atsiri Nigella sativa.
Thymoquinone berfungsi sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat
jalur siklooksigenase dan lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator
alergi dan peradangan. Pada suatu studi ilmiah, ekstrak biji Nigella sativa
terbukti mampu meningkatkan fungsi sel polymorphonuclear (PMN).
Penelitian lain juga membuktikan efek Nigella sativa dalam menstimulasi
23
UIN Syarif Hidayatullah
sitokin Macrophage Activating Factor (MAF) sehingga meningkatkan
fungsi makrofag yang berperan dalam sistem imun seluler. Saponin
diketahui juga terkandung dalam Nigella sativa yang berperan dalam
membantu proses penyembuhan luka. Selain sebagai antiinflamasi,
saponin juga dapat mempercepat pembentukan pembuluh darah baru
dalam proses penyembuhan luka (angiogenesis) melalui VEGF. Seng atau
zinc dalam jintan hitam juga dibutuhkan dalam penyembuhan luka. Hal
ini disebabkan oleh karena perannya dalam pembentukan protein serta
sintesis kolagen tetapi tidak mempengaruhi fibroblas secara langsung.
Oleh karena itu mineral ini juga diperlukan untuk pembentukan kolagen
yang penting dalam tahap penyembuhan luka (Ringga, 2012., Permatasari,
2012).
2.12. Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam
a. Antibakteri
Minyak atsiri biji jinten hitam memiliki banyak aktivitas
farmakologi, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Bessedik dan Allem, 2013 menggunakan
sampel yang berasal dari rumah sakit di ibukota Aljazair, melalui
medium agar pada cawan petri yang diberi minyak biji jinten hitam
pada konsentrasi minimal penghambatan dengan berbagai
pengenceran dan beberapa bakteri patogen seperti Escherechia
coli, Enterococcus faecalis, Salmonella typhi, Proteus mirabilis,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Klebsiella
pneumonia. Pada konsentrasi 0,4% aktivitas penghambatan terjadi
pada E. coli, S. Aureus, dan P. mirabilis. Untuk E. faecalis SV, S.
thermophilus, dan P. aeruginosa, aktivitas penghambatan terjadi
pada konsentrasi 2%. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan
bahwa minyak biji jinten hitam ini memiliki aktivitas antibakteri
spectrum luas berdasarkan efek antibakteri yang didapatkan pada
rantai bakteri patogen yang diujikan.
b. Antioksidan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muhammad Raza,
et al., 2006 senyawa thymoquinone yang terdapat dalam minyak
24
UIN Syarif Hidayatullah
atsiri biji jinten hitam dalam bentuk minuman untuk pencegahan
yang diberikan selama 5 hari (8 mg/kg/day p.o.) terbukti dapat
melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4.
Efek hepatoprotektif dari TQ terhadap hepatotoksisitas yang
diinduksi oleh CCl4 ditunjukkan oleh pencegahan yang signifikan
untuk peningkatan serum ALT, AST dan LDH yang terkait dengan
penghambatan yang signifikan dalam produksi peroksida oleh lipid
di hati.
c. Antikanker
Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian
efek thymoquinone sebagai antikanker pada sel karsinoma
hepatoseluler (HepG2). Studi ini dilakukan dengan memberikan
pengobatan pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2) dengan TQ
konsentrasi bertingkat (25-400 µM) selama 12-24 jam. Kemudian
kelangsungan hidup dan proliferasi dari sel uji dimonitor. Hasil
dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan
bahwa pengobatan sel dengan konsentrasi < 200 µM menghasilkan
penghambatan yang signifikandari kelangsungan hidup sel pada
12-24 jam dibandingkan dengan kontrol.
2.13. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan kelompok besar minyak nabati yang
berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap
sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri bersifat mudah
menguap karena titik uapnya rendah. Minyak atsiri memiliki bagian
utama berupa senyawa terpenoid yang merupakan penyebab wangi,
harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Semua terpenoid
berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)–CH=CH2 dan kerangka
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen
minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah
menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20),
sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol
(C30), serta pigmen karotenoid (C40). Golongan senyawa lainnya
25
UIN Syarif Hidayatullah
mungkin terdapat bersama-sama dengan terpena di dalam minyak atsiri
seperti fenilpropanoid, dll (Harborne, 1987).
Secara kimia, terpena minyak atsiri terdiri dari dua golongan yaitu
monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15 dengan
masing-masing memiliki titik didih yang berbeda, yaitu monoterpena
140-180oC dan seskuiterpena >200oC (Harborne, 1987).
Berdasarkan struktur kimianya, senyawa monoterpena terdiri dari
tiga golongan, yaitu asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya
limonene), atau bisiklik (misalnya α- dan β- pinene). Dalam setiap
golongan, monoterpena dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (misalnya
limonene) atau dapat mempunyai gugus fungsi dan berupa alkohol
(misalnya mentol), aldehida, atau keton (misalnya menton, carvone)
(Harborne, 1987).
2.14. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat mendonorkan
satu atau lebih atom hidrogen. Menurut Schuler (1990), antioksidan
merupakan senyawa yang mampu menghambat atau mencegah terjadinya
oksidasi. Senyawa antioksidan biasanya digunakan untuk mencegah
kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh senyawa radikal bebas. Zat
oksidan atau lebih dikenal senyawa radikal bebas merupakan atom atau
molekul yang sifatnya sangat tidak stabil (mempunyai satu atau lebih
elektron tanpa pasangan), sehingga untuk memperoleh pasangan elektron
senyawa ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Dengan adanya
senyawa antioksidan, oksidan atau senyawa radikal bebas yang tadinya
sangat tidak stabil dan bersifat merusak sel tubuh dapat menjadi stabil
dan kerusakan sel tubuh dapat dicegah.
Banyak senyawa organik mudah mengalami autooksidasi bila
dipaparkan ke udara, dan lemak yang teremulsi terutama peka terhadap
serangan. Banyak obat yang biasa digabungkan ke dalam emulsi mudah
menghasilkan penguraian. Pada autooksidasi, minyak-minyak tidak
jenuh, seperti minyak nabati, menimbulkan ketengikan dengan bau,
penampilan, dan rasa yang tidak menyenangkan. Di lain pihak, minyak
mineral dan hidrokarbon-hidrokarbon jenuh yang berhubungan mudah
26
UIN Syarif Hidayatullah
mengalami degradasi oksidatif pada lingkungan yang langka (Lachman,
2008).
Autooksidasi adalah suatu oksidasi rantai radikal bebas. Oleh
karena itu, reaksi tersebut dapat dihambat dengan tidak adanya oksigen,
oleh pemecah rantai radikal bebas atau oleh suatu zat pereduksi. Bahan-
bahan yang berguna sebagai antioksidan dengan satu atau lebih dari tiga
mekanisme ini tertera dalam tabel di bawah. Pemilihan suatu antioksidan
khusus tergantung pada keamanannya, dapat diterima untuk penggunaan
khusus, dan kemanjurannya. Antioksidan biasa digunakan pada
konsentrasi yang berkisar dari 0,001 sampai 0,1%.
Tabel 2.4 Contoh Antioksidan (sumber: Lachman, 2008)
Asam galat L-tokoferol
Propil galat Hidroksitoluen terbutilasi
Asam askorbat Hidroksianisol terbutilasi
Askorbil palmitat 4-hidroksimetil-2,6-di-ter-butilfenol
Sulfit
Antioksidan mampu menghambat terbentuknya radikal bebas pada
tahap inisiasi dan menghambat kelanjutan reaksi autooksidasi pada tahap
propagasi. Hal ini disebabkan karena antioksidan memiliki energi
aktivasi yang rendah untuk melepaskan satu atom hidrogen kepada
radikal lemak, sehingga tahap oksidasi lebih lanjut dapat dicegah.
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan ke dalam dua golongan
yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetis. Antioksidan secara
alami terdapat pada lemak nabati. Contoh antioksidan alami antara lain
tokoferol. Antioksidan sintetis ditambahkan ke dalam bahan pangan
untuk mencegah ketengikan. Batas penggunaan antioksidan sintetis harus
diperhatikan karena sebagian besar antioksidan sintetis adalah senyawa-
senyawa fenolik yang dapat menyebabkan keracunan pada konsentrasi
tertentu. Oleh karena itu dalam menggunakan antioksidan sintetis harus
memenuhi syarat-syarat aman bagi kesehatan, efektif pada konsentrasi
rendah, larut dalam lemak, mempertahankan citarasa dari produk
makanan, dan ekonomis. Antioksidan sintetis yang sering digunakan
adalah Buthylated Hydroxy Anisole (BHA), Buthylated Hydroxy Toluene
(BHT), Prophyl Gallate (PG) (Khamidinal, et al., 2007).
27
UIN Syarif Hidayatullah
Gordon (1990) menjelaskan sesuai mekanisme kerjanya,
antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi
utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.
Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut
sebagai antioksiden primer. Senyawa ini dapat memberikan atom
hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya
ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*)
tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida,
contohnya adalah antioksidan BHT dan BHA. Fungsi kedua merupakan
fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi
dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih
stabil.
Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida
(Gordon, 1990):
Inisiasi : R* + AH � RH + A*
Propagasi : ROO* + AH � ROOH + A*
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah
pada lipid dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak
dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi
pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A*)
yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai
cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipid lain membentuk
radikal lipid baru (Gordon, 1990).
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat
berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas
antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut
menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi
tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.
Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi
(Gordon, 1990) :
AH + O2 � A* + HOO*
AH + ROOH � RO* + H2O + A
28
2.15. BHT (Butylated Hydroxytoluene) (HOPE 6th Edition)
RM :C15H24O
BM :220.35
Pemerian :Kuning putih atau pucat kristal padat atau bubuk
dengan bau fenolik karakteristik samar
Struktur Kimia :
Sinonim :Agidol, BHT, 2,6-bis (1,1-dimetiletil)-4-
methylphenol;butylhidroksitoluen,butylhydroxytolue
num, Dalpac; dibutylated hidroksitoluen, 2,6-di-tert-
butil-p-kresol, 3,5-di-tert-butyl-4hydroxytoluene
Nama Kimia :2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol
Khasiat :Antioksidan, makanan, kosmetik dan obat-obatan
Kelarutan :Kelarutan Praktis tidak larut dalam air,
gliserin,propilena glikol, larutan hidroksida alkali,
dan asam mineral encer berair. Bebas larut dalam
aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluen,
minyak tetap, dan minyak mineral. Lebih larut dari
hidroksianisol butylated dalam minyak makanan dan
lemak.
Titik beku :69-70oC
Titik lebur :70oC
Kadar air :40,05%
Stabilitas :Paparan cahaya, kelembaban, dan panas
menyebabkan perubahan warna
29
UIN Syarif Hidayatullah
Penyimpanan :Harus disimpan di tempat yang wadah tertutup,
terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering.
Inkompatibilitas :Fenolik dan mengalami reaksi karakteristik fenol.
Hal ini inkompatibel dengan agen oksidasi kuat
seperti peroksida dan permanganat. Kontak dengan
oksidator dapat menyebabkan pembakaran spontan.
Garam besi menyebabkan perubahan warna dengan
hilangnya aktivitas. Pemanasan dengan sejumlah
asam katalitik menyebabkan dekomposisi yang cepat
dengan rilis isobutene gas yang mudah terbakar.
Butylated hydroxytoluene (BHT) merupakan senyawa fenol yang
terintangi dan bersifat relatif tidak polar, antioksidan sintetik ini memiliki
karakteristik yang hampir serupa dengan BHA, walaupun stabilitasnya
pada suhu tinggi dan sifat carry-through dalam lemak dan minyak
kurang efektif dibandingkan dengan BHA. BHT memiliki sifat tidak larut
dalam air dan propilen glikol, tetap sangat larut dalam lemak dan etanol
(Sherwin, 1990). Mekanisme kerja antioksidan BHT adalah menghambat
reaksi oksidasi dengan menyumbangkan atom H (Kikugawa, 1990).
30
UIN Syarif Hidayatullah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Obat dan Pangan
Halal, Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2 dan
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Mulai dari bulan Maret 2015.
3.2. Alat dan Bahan
Alat :
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS) (Agilent
Technologies 7890A), stirer homogenizer (STIRER IKA), timbangan
analitik (AND GH-202), mikroskop optis (Olympus), pH meter (Horiba),
viskometer (HAAKE), alat sentrifugasi, hot plate, magnetic stirer,
evaporator, corong pisah (Pyrex), botol bening 100 ml (Schott Duran),
gelas ukur (Pyrex), beacker glass (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), vial,
cawan, kaca arloji, pipet tetes, batang pengaduk dan spatula.
Bahan:
MBJH (Nigella sativa L. seed oil) (CV. Cipta Anugrah), tragakan
(Brataco), sukrosa (CV. Cipta Anugrah), natrium benzoat (CV. Cipta
Anugrah), BHT (Butilated Hydroxytoluene) (CV. Cipta Anugrah),
aquadest, N-heksan pro analisis (Merck), etil asetat pro analisis (Merck)
dan HCl pekat (Smart Lab).
3.3. Prosedur Penelitian
i. Penyiapan Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel MBJH didapatkan dari CV.Cipta Anugrah yang diimpor
dari Cairo Aromatic, Tansa almalak - Naser - Beni Suif - Egypt. Dibeli
sebanyak 3 liter pada tanggal 16 Desember 2014. Sampel MBJH yang
dibeli memiliki Certificate of Analysis (COA). Pada COA MBJH
terdapat data karakterisasi dari minyak biji jinten hitam tersebut yang
meliputi:
31
UIN Syarif Hidayatullah
• Organoleptis : cairan berminyak, berwarna kuning pucat sampai
kuning dan kuning kehijauan, berbau khas.
• Berat jenis : 0.9152-0.9260
• Nilai asam : maksimal 10
• Nilai peroksida : maksimal 45 ml oksigen dalam setiap kg sampel
• Titik nyala : 148oC
• Komponen utama : asam stearat 2-3%, asam oleat 20-30%, asam
linoleat 50-65%
ii. Pembuatan Emulsi MBJH
a. Formula Emulsi MBJH
Formula dari emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan sampel
(dengan penambahan BHT) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Formula Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) [sumber: Indayanti, 2014, dengan pengolahan kembali]
Bahan Konsentrasi
MBJH 10%
Tragakan 1,5%
Sukrosa 25%
Natrium Benzoat 0,10%
Aquadest Ad 100%
Tabel 3.2 Formula Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) [sumber: Indayanti, 2014, dengan pengolahan kembali]
Bahan Konsentrasi
MBJH 10%
Tragakan 1,5%
Sukrosa 25%
Natrium Benzoat 0,10%
BHT 0,02%
Aquadest Ad 100%
32
UIN Syarif Hidayatullah
b. Pembuatan Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) dengan
Hasil Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer
(Indayanti, 2014)
Setelah didapatkan kondisi optimasi kemudian emulsi dibuat
dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Alat dan bahan disiapkan, kemudian ditimbang bahan–
bahan yang digunakan.
2) Tragakan 7,5 gram didispersikan dalam 150 ml
aquadest di dalam beacker glass kemudian
dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan
kecepatan 956 rpm selama 30 menit.
3) Setelah homogen kemudian ditambahkan MBJH sedikit
demi sedikit sambil terus dihomogenkan hingga
terbentuk korpus emulsi.
4) Kemudian ditambahkan ke dalamnya sukrosa yang
dilarutkan dalam 62,5 ml aquadest, dan natrium benzoat
yang dilarutkan dalam 0,9 ml aquadest sambil terus
dihomogenkan dengan homogenizer selama 35 menit
dengan kecepatan 1911 rpm.
5) Emulsi yang dihasilkan kemudian ditempatkan dalam
botol bening 100 ml dan disimpan pada suhu ruang
(±25oC) selama 21 hari.
c. Pembuatan Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan
BHT) dengan Hasil Optimasi Kecepatan Spindel
Homogenizer (Indayanti, 2014)
Prosedur pembuatan emulsi MBJH sampel (dengan
penambahan BHT) sama dengan prosedur pembuatan emulsi
MBJH kontrol (tanpa BHT), hanya yang membedakan pada
nomor 3 MBJH telah dicampur antioksidan BHT.
33
UIN Syarif Hidayatullah
d. Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah
Penyimpanan
Parameter untuk uji kestabilan yaitu (Baby, et al., 2007):
1. Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
Pengamatan organoleptis emulsi dilakukan dengan
mengamati warna, bau, dan pemisahan dari sediaan emulsi
pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1995).
2. Pengukuran Nilai pH Emulsi MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
Pengukuran pH emulsi dilakukan dengan
menggunakan pH meter. Pengukuran pH dilakukan pada
hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995).
3. Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi MBJH Sebelum
dan Sesudah Penyimpanan
Pengukuran viskositas emulsi dilakukan dengan
menggunakan viskometer HAAKE ViscoTester 6R.
Sediaan ditempatkan dalam beacker glass 100 ml kemudian
dipilih nomer spindel yang sesuai (No.3). Pengukuran
viskositas ini dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14 dan 21
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
4. Pengukuran Nilai Diameter Globul Rata-rata Emulsi
MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Diameter globul rata-rata diukur dengan
menggunakan mikroskop optik dengan cara emulsi
diletakkan pada kaca objek, kemudian diamati dengan
mikroskop perbesaran 10 x 10. Pengukuran diameter
partikel rata-rata dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
5. Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH
Sediaan emulsi sebanyak 10 gram dimasukkan ke
dalam tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi
34
UIN Syarif Hidayatullah
pada kecepatan 3800 rpm selama 10 menit. Hasil
sentrifugasi dapat diamati dengan adanya pemisahan atau
tidak (Smaoui, et al., 2012 ).
6. Uji Tipe Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah
Penyimpanan
Uji tipe emulsi yang digunakan adalah uji
pengenceran. Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu
emulsi akan bercampur dengan yang menjadi fase luarnya.
Emulsi diencerkan dengan fase luar. Karena emulsi MBJH
ini tipe minyak dalam air, jadi emulsi ditambahkan dengan
fase luarnya yaitu air (Lachman, 2008).
e. Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi MBJH Sebelum
dan Sesudah Penyimpanan
1. Pemilihan Kondisi Optimasi GCMS MBJH
Optimasi GCMS dilakukan dengan sampel minyak
biji jinten hitam sebanyak 1 µl disuntikkan ke GCMS.
Pengaturan kondisi alat GCMS dilakukan berdasarkan
jurnal Kostadinovic, et al., 2011 yang telah dimodifikasi.
Mode split yang digunakan adalah 1 : 50, laju alir 1
ml/menit dan suhu oven diatur 100°C ditahan 3 menit, lalu
dinaikan hingga 260°C dan laju kenaikan 10°C ditahan 1
menit.
2. Analisis Komponen Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
I. Preparasi Sampel
a) Demulsifikasi Emulsi MBJH
Untuk memecah emulsi sehingga fase
minyak dan fase airnya terpisah dilakukan dengan
cara menimbang emulsi MBJH sebanyak 20 g
lalu ditempatkan di erlenmeyer dan ditambahkan
5 ml HCl pekat dan 9 ml aquadest kemudian
dikocok (Rohman and Che Man, 2011).
35
UIN Syarif Hidayatullah
b) Ekstraksi Cair-cair Minyak Emulsi MBJH
Emulsi yang telah dikocok tersebut
kemudian dipindah ke corong pisah dan
ditambahkan 15 ml n-heksan lalu diekstraksi.
Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu fase n-
heksan yang didapat digabung dan dievaporasi
sampai didapatkan minyak pekat (Rohman and
Che Man, 2011).
Fase air dari emulsi minyak biji jinten hitam
diekstraksi menggunakan etil asetat 15 ml.
Ekstraksi juga dilakukan sebanyak 3 kali.
Kemudian fase etil asetat yang didapat digabung
dan dievaporasi sampai didapatkan minyak pekat.
II. Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi
MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Minyak pekat hasil pemecahan emulsi
kemudian dianalisis sebelum dan setelah
penyimpanan. Analisis dilakukan pada hari ke 0, 2,
7, 14, dan 21. Kestabilan dilihat berdasarkan pola
kromatogram dari emulsi MBJH sebelum dan
setelah penyimpanan berdasarkan persen area dari
beberapa komponen senyawa aktif yang terkandung
di dalam MBJH (Indayanti, 2014).
36
UIN Syarif Hidayatullah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
4.1.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
Hasil pengamatan organoleptis emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT)
sebelum dan sesudah penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.1 serta
gambar 4.1 dan 4.2 di bawah ini.
4.1 Tabel Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol (tanpa BHT) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Hari Ke-
Hasil Pengamatan Emulsi Kontrol I Warna Bau Rasa Pemisahan
0 Kuning kecokelatan
Khas MBJH
Pahit sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 2 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 7 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 14 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 21 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Terjadi sedikit
pemisahan
Hari Ke-
Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol II Warna Bau Rasa Pemisahan
0 Kuning kecokelatan
Khas MBJH
Pahit sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 2 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 7 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Terjadi sedikit
pemisahan 14 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Terjadi sedikit
pemisahan
37
21 Kuning kecokelatan
Khas MBJH
Pahit sedikit manis
Terjadi sedikit
pemisahan
Hari ke- 0 Hari ke- 2 Hari ke- 7
Hari ke- 14 Hari ke- 21
Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I
Hari ke- 0 Hari ke- 2 Hari ke- 7
Hari ke-14 Hari ke-21
Gambar 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II
38
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil pengamatan organoleptis emulsi MBJH sampel (dengan
penambahan BHT) sebelum dan sesudah penyimpanan dapat dilihat
pada tabel 4.2 serta gambar 4.3 dan 4.4 di bawah ini.
4.2 Tabel Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Hari Ke-
Hasil Pengamatan Emulsi Sampel I Warna Bau Rasa Pemisahan
0 Kuning kecokelatan
Khas MBJH
Pahit sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 2 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 7 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 14 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 21 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Terjadi sedikit
pemisahan Hari Ke-
Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel II Warna Bau Rasa Pemisahan
0 Kuning kecokelatan
Khas MBJH
Pahit sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 2 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 7 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan 14 Kuning
kecokelatan Khas
MBJH Pahit
sedikit manis
Tidak terjadi
pemisahan
21 Kuning kecokelatan
Khas MBJH
Pahit sedikit manis
Terjadi sedikit
pemisahan
39
Hari ke- 0 Hari ke- 2 Hari ke- 7
Hari ke- 14 Hari ke- 21
Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I
Hari ke- 0 Hari ke- 2 Hari ke- 7
Hari ke-14 Hari ke-21
Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II
40
UIN Syarif Hidayatullah
Berdasarkan tabel 4.1 serta gambar 4.1 dan 4.2 di atas, dapat
dilihat bahwa warna, bau dan rasa emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT)
I dan II sebelum dan sesudah penyimpanan tidak mengalami
perubahan. Warnanya tetap kuning kecokelatan sebelum dan sesudah
penyimpanan. Baunya pun tidak berubah tetap bau khas MBJH, tidak
tengik. Tetapi untuk pemisahan terjadi pada hari ke-21 untuk emulsi
kontrol (tanpa BHT) I dan pada hari ke-7, 14 dan 21 untuk emulsi
kontrol (tanpa BHT) II.
Dengan demikian dapat dilihat dari hasil pengamatan organoleptis
emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) bahwa terjadi ketidakstabilan
seiring dengan waktu penyimpanan. Emulsi MBJH kontrol (tanpa
BHT) mengalami agregasi. Agregat dari bulatan fase dalam
mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan
emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut daripada partikel-
partikelnya sendiri. Terjadinya hal tersebut dinamakan flokulasi.
Proses tersebut merupakan proses yang reversibel, ditandai dengan
homogennya kembali emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) ketika
dikocok (Lachman, 2008).
Berdasarkan tabel 4.2 serta gambar 4.3 dan 4.4 di atas, dapat
dilihat bahwa warna, bau dan rasa emulsi MBJH sampel (dengan
penambahan BHT) I dan II sebelum dan sesudah penyimpanan tidak
mengalami perubahan. Warnanya tetap kuning kecokelatan sebelum
dan sesudah penyimpanan. Baunya pun tidak berubah tetap bau khas
MBJH, tidak tengik. Tetapi untuk pemisahan terjadi pada hari ke-21
pada emulsi sampel (dengan penambahan BHT) I dan II. Ini
menunjukkan bahwa terjadi ketidakstabilan emulsi MBJH sampel
(dengan penambahan BHT) pada hari ke-21. Pada hari ke-21 ini
terjadi proses flokulasi. Proses tersebut merupakan proses yang
reversibel, ditandai dengan homogennya kembali emulsi MBJH
sampel (dengan penambahan BHT) ketika dikocok (Lachman, 2008).
Bila dibandingkan dengan emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT), emulsi
MBJH sampel (dengan penambahan BHT) terlihat lebih stabil.
Terlihat dari terjadinya pemisahan hanya pada hari ke-21 untuk emulsi
41
UIN Syarif Hidayatullah
MBJH sampel (dengan penambahan BHT), sedangkan emulsi MBJH
kontrol (tanpa BHT) terjadi pemisahan mulai dari hari ke-7
penyimpanan. Ini menunjukkan bahwa antioksidan BHT memberikan
andil untuk kestabilan emulsi MBJH sampel (dengan penambahan
BHT).
4.1.2. Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
Pengukuran nilai pH emulsi MBJH dilakukan dengan
menggunakan pH meter. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 dan
gambar 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Hari Ke- Nilai pH Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT)
Emulsi I Emulsi II Rata-rata 0 5,999 6,192 6,0955 2 5,934 5,995 5,9645 7 5,633 5,806 5,7195
14 5,138 5,197 5,1675 21 4,261 4,752 4,5065
Hari Ke- Nilai pH Emulsi MBJH Sampel (dengan
Penambahan BHT) Emulsi I Emulsi II Rata-rata
0 5,958 5,962 5,960 2 5,816 5,888 5,852 7 5,618 5,857 5,738 14 4,838 5,257 5,048 21 4,400 5,043 4,722
42
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Nilai pH Rata-Rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Berdasarkan grafik pada gambar 4.5 dapat dilihat perbandingan
nilai pH emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dengan emulsi MBJH
sampel (dengan penambahan BHT) sebelum dan sesudah
penyimpanan selama 21 hari. Dari grafik tersebut terlihat bahwa nilai
pH emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan sampel (dengan
penambahan BHT) semakin menurun seiring dengan lamanya waktu
penyimpanan. Penurunan nilai pH emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT)
dari hari ke-0 sampai hari ke-21 sebesar 1,589. Sedangkan penurunan
nilai pH emulsi MBJH sampel (dengan penambahan BHT) dari hari
ke-0 sampai hari ke-21 sebesar 1,238. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi ketidakstabilan pada emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan
sampel (dengan penambahan BHT) yang ditandai dengan penurunan
pH emulsi (Ansel, 2008).
Bila emulsi MBJH sampel (dengan penambahan BHT)
dibandingkan dengan emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT), besar
penurunan emulsi MBJH sampel (dengan penambahan BHT) tidak
sebesar emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT). Untuk emulsi sampel
(dengan penambahan BHT) terjadi penurunan pH sebesar 1,238,
sedangkan emulsi kontrol (tanpa BHT) terjadi penurunan pH sebesar
6,0955 5,9645 5,7195
5,1675
4,5065
5,96 5,852 5,738
5,048 4,722
0
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
p
H
Hari Ke-
Nilai pH Rata-rata
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
43
UIN Syarif Hidayatullah
1,589. Dengan demikian dapat terlihat bahwa penambahan
antioksidan BHT mempengaruhi kestabilan pH emulsi MBJH.
4.1.3. Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Pengukuran nilai viskositas emulsi MBJH dilakukan dengan
menggunakan viskometer. Pengukuran viskositas dengan viskometer
ini menggunakan spindel nomor 3. Hasil dari pengukuran nilai
viskositas emulsi MBJH sebelum dan sesudah penyimpanan dapat
dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Hari Ke- Nilai Viskositas Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa
BHT) (Cps) Emulsi I Emulsi II Rata-rata
0 1060 990 1025 2 830 890 860 7 650 650 650 14 310 440 375 21 200 240 220
Hari Ke- Nilai Viskositas Emulsi MBJH Sampel (dengan
Penambahan BHT) (Cps) Emulsi I Emulsi II Rata-rata
0 1130 960 1045 2 650 810 730 7 580 620 600 14 340 390 365 21 380 340 360
44
Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Berdasarkan grafik pada gambar 4.6 dapat dilihat perbandingan
nilai viskositas emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dengan sampel
(dengan penambahan BHT) sebelum dan sesudah penyimpanan selama
21 hari. Dari grafik tersebut terlihat bahwa nilai viskositas emulsi
MBJH kontrol (tanpa BHT) dan sampel (dengan penambahan BHT)
semakin menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan.
Penurunan nilai viskositas rata-rata emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT)
dari hari ke-0 sampai hari ke-21 sebesar 805 cps. Sedangkan penurunan
nilai viskositas rata-rata emulsi MBJH sampel (dengan penambahan
BHT) dari hari ke-0 sampai hari ke-21 sebesar 685 cps.
Penurunan viskositas ini diikuti oleh penurunan stabilitas dari
sediaan emulsi MBJH. Hal ini dikarenakan viskositas yang menurun
berarti sediaan semakin encer yang berarti juga fase terdispersi (globul)
akan mudah bergerak dalam medium pendispersi sehingga peluang
terjadinya tabrakan antar globul semakin tinggi dan globul akan
cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar (Intan, dkk,
2012; Traynor, et al., 2013).
Bila emulsi MBJH sampel (dengan penambahan BHT)
dibandingkan dengan emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT), penurunan
1025
860
650
375
220
1045
730
600
365 360
0
200
400
600
800
1000
1200
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nil
ai
Vis
ko
sita
s (C
ps)
Hari Ke-
Nilai Viskositas Rata-rata
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
45
UIN Syarif Hidayatullah
viskositas emulsi sampel (dengan penambahan BHT) lebih kecil
daripada emulsi kontrol (tanpa BHT). Terlihat dari nilai penurunan
viskositas emulsi MBJH sampel (dengan penambahan BHT) sebesar
685 cps, sedangkan emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) sebesar 805
cps. Ini menunjukkan bahwa penambahan antioksidan BHT
mempengaruhi kestabilan viskositas emulsi MBJH.
4.1.4. Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Pengukuran diameter globul emulsi MBJH dilakukan dengan
menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 100 kali. Hasilnya
dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Hari Ke- Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Kontrol
(Tanpa BHT) (µm) Kontrol I Kontrol II Rata-rata
0 13,56 13,21 13,39 2 14,14 13,17 13,66 7 15,77 14,89 15,33 14 15,69 15,71 15,70 21 16,62 15,96 16,29
Hari Ke- Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sampel
(dengan Penambahan BHT) (µm) Sampel I Sampel II Rata-rata
0 12,59 13,69 13,14 2 15,01 15,71 15,36 7 15,44 17,00 16,22 14 16,14 19,36 17,75 21 17,42 20,39 18,91
46
Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi
MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Berdasarkan grafik pada gambar 4.7 dapat dilihat perbandingan
nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan
sampel (dengan penambahan BHT) sebelum dan sesudah penyimpanan
21 hari. Dapat dilihat dari grafik tersebut bahwa nilai diameter rata-rata
globul emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan sampel (dengan
penambahan BHT) semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu
penyimpanan. Peningkatan nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH
kontrol (tanpa BHT) dari hari ke-0 sampai hari ke-21 sebesar 2,9 µm.
Sedangkan peningkatan nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH
sampel (dengan penambahan BHT) dari hari ke-0 sampai hari ke-21
sebesar 5,17 µm.
Diameter globul yang kecil akan meningkatkan luas permukaan,
meningkatkan tahanan emulsi untuk mengalir serta meningkatkan
viskositas (Koocheki dan Kadkhodaee, 2011). Hal ini sesuai dengan
peningkatan diameter globul yang disertai dengan penurunan viskositas
pada emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan sampel (dengan
penambahan BHT). Akan tetapi peningkatan ukuran diameter globul
rata-rata yang terjadi pada emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan
sampel (dengan penambahan BHT) ini masih dalam batas rentang
13,39 13,66 15,33 15,7 16,29
13,14
15,36 16,22
17,75 18,91
0
5
10
15
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Dia
me
ter
Ra
ta-r
ata
(µ
m)
Hari Ke-
Nilai Diameter Rata-rata Globul
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
47
ukuran diameter globul emulsi yang baik, yaitu 0,1-50 µm (De Man
JM, 1997).
4.1.5. Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH
Uji sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan alat uji
sentrifugasi. Hasil uji sentrifugasi emulsi MBJH dapat dilihat pada
tabel 4.6 dan gambar 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.6 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH Sediaan Awal Akhir
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) I
Homogen, tidak terjadi pemisahan
antar fase
Terjadi pemisahan antar fase, terbagi
menjadi dua bagian (atas: fase minyak;
bawah: fase air)
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) II
Homogen, tidak terjadi pemisahan
antar fase
Terjadi pemisahan antar fase, terbagi
menjadi dua bagian (atas: fase minyak;
bawah: fase air) Emulsi Sampel
(dengan Penambahan BHT) I
Homogen, tidak terjadi pemisahan
antar fase
Terjadi pemisahan antar fase, terbagi
menjadi dua bagian (atas: fase minyak;
bawah: fase air) Emulsi Sampel
(dengan Penambahan BHT) II
Homogen, tidak terjadi pemisahan
antar fase
Terjadi pemisahan antar fase, terbagi
menjadi dua bagian (atas: fase minyak;
bawah: fase air)
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) I
48
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) II
Emulsi Sampel (dengan
Penambahan BHT) I
Emulsi Sampel (dengan
Penambahan BHT) II
Gambar 4.8 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat perbandingan kondisi emulsi
MBJH kontrol (tanpa BHT) dan sampel (dengan penambahan BHT)
sebelum dan sesudah dilakukan uji sentrifugasi. Dari tabel tersebut
terlihat bahwa terjadi pemisahan pada emulsi MBJH kontrol (tanpa
BHT) dan sampel (dengan penambahan BHT) setelah dilakukan uji
sentrifugasi. Prinsip uji sentrifugasi ini adalah penggunaan gaya
sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih
substansi yang memiliki perbedaan densitas seperti antar cairan atau
antara cairan dengan solid, yang bertujuan untuk mengevaluasi dan
memprediksi umur simpan emulsi dengan mengamati pemisahan fase
yang terdispersi (El-Sayed and Mohammad, 2014).
4.1.6. Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Uji tipe emulsi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah
emulsi yang dibuat tetap pada tipe emulsi yang diharapkan atau tidak.
Ada berbagai macam uji tipe emulsi di antaranya adalah uji
49
UIN Syarif Hidayatullah
pengenceran. Emulsi diencerkan dengan fase luarnya. Karena emulsi
MBJH ini merupakan tipe minyak dalam air, maka emulsi diencerkan
dengan menambahkan air (aquadest). Hasil uji tipe emulsi MBJH
dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini :
Tabel 4.7 Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH
Hari Ke- Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT)
Emulsi I Emulsi II 0 Minyak dalam air Minyak dalam air 2 Minyak dalam air Minyak dalam air 7 Minyak dalam air Minyak dalam air 14 Minyak dalam air Minyak dalam air 21 Minyak dalam air Minyak dalam air
Hari Ke- Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH Sampel (dengan
Penambahan BHT) Emulsi I Emulsi II
0 Minyak dalam air Minyak dalam air 2 Minyak dalam air Minyak dalam air 7 Minyak dalam air Minyak dalam air 14 Minyak dalam air Minyak dalam air 21 Minyak dalam air Minyak dalam air
Dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa emulsi MBJH kontrol
(tanpa BHT) dan sampel (dengan penambahan BHT) ini tidak
mengalami perubahan tipe emulsi seiring dengan lamanya waktu
penyimpanan. Terlihat dari emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan
sampel (dengan penambahan BHT) yang ditambahkan fase luarnya
(air/aquadest) bercampur baik pada hari ke-0, 2, 7, 14 dan 21. Ini
menunjukkan bahwa emulsi tersebut tetap merupakan tipe minyak
dalam air dan tidak mengalami perubahan (Lachman, 2008).
50
UIN Syarif Hidayatullah
4.2. Hasil Analisis Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Sesudah
Penyimpanan
4.2.1 Hasil Analisis Stabilitas Komponen Kimia MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
1. Preparasi Sampel
A. Hasil Demulsifikasi Emulsi MBJH
Demulsifikasi adalah proses untuk memecah emulsi
dengan menambahkan asam atau basa. Pemecahan emulsi
akan menghasilkan dua fase yang terpisah yaitu fase
minyak dan fase air. Pada penelitian ini digunakan HCl
pekat sebanyak 5 ml untuk memecah emulsi. Untuk emulsi
kontrol I ditimbang 20,0 gram sampel, lalu ditambahkan 5
ml HCl pekat dan 9 ml aquadest kemudian dikocok di
dalam erlenmeyer. Sedangkan untuk emulsi kontrol II
ditimbang 20,1133 gram sampel, lalu ditambahkan 5 ml
HCl pekat dan 9 ml aquadest kemudian dikocok di dalam
erlenmeyer. Untuk emulsi sampel I ditimbang 20,0844
gram sampel, lalu ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 9 ml
aquadest kemudian dikocok di dalam erlenmeyer.
Sedangkan untuk emulsi sampel II ditimbang 20,060 gram
sampel, lalu ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 9 ml
aquadest kemudian dikocok di dalam erlenmeyer.
B. Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH
Tujuan dari dilakukannya ekstraksi ini adalah untuk
mengambil MBJH setelah emulsi dipecah. Pengambilan MBJH
ini dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksan dan etil.
Masing-masing ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah
campuran didapatkan kemudian dievaporasi sampai pelarut n-
heksan dan etilnya habis menguap. Tujuan evaporasi adalah
untuk memisahkan minyak dengan pelarut heksan dan etil yang
telah bercampur sehingga diperoleh minyak pekat. Minyak
pekat yang telah diperoleh kemudian ditimbang dan dihitung
rendemennya.
51
UIN Syarif Hidayatullah
2. Hasil Analisis Komponen Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
Penguraian dan penstabilan bahan obat dalam suatu sediaan
farmasi merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan. Suatu
sediaan obat yang diformulasi harus cukup stabil ketika
penyimpanan, yakni obat tidak berubah menjadi zat yang tidak
berkhasiat (hilang efek) atau bahkan menjadi zat yang bersifat
toksik/racun. Obat mengandung banyak gugus fungsional. Oleh
karena itu bisa mengalami degradasi melalui berbagai reaksi
seperti hidrolisis, oksidasi, isomerisasi, fotolisis, atau polimerisasi
(Fathima, et al., 2011).
Uji stabilitas sediaan emulsi yang telah dibuat dilakukan
melalui evaluasi fisik dan berdasarkan profil kromatogram GCMS
yang dihasilkan sebelum dan sesudah penyimpanan selama 21 hari.
Evaluasi fisik dan dan profil kromatogram dilakukan pada hari ke-
0, 2, 7, 14 dan 21.
Dari kromatogram (terlampir) dapat dilihat puncak dari
senyawa minyak atsiri yang terkandung di dalam emulsi MBJH
sebelum dan setelah penyimpanan. Dari puncak tersebut dapat
dilihat apakah ada senyawa yang persen areanya turun, naik, atau
bahkan terbentuk senyawa baru.
Berdasarkan literatur, minyak atsiri biji jinten hitam
mengandung berbagai senyawa yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya adalah
thymoquinone, carvacrol, 4-terpineol, α-terpineol, limonene, α-
terpinene, carvone, citronella, dan isopulegol (Burits and Bucar,
2000; Jiali, et al., 2013; Sadhana, Gupta, Verma, 2013). Dalam
literatur lain disebutkan bahwa komponen minyak biji jinten hitam
diantaranya adalah limonene, α-pinene, thymoquinone, terpinen-4-
ol, longifolen, p-cymene, o-cymene, asam stearat, asam oleat, asam
palmitat, asam miristik, acid octadionic, carvone, dll (Nickavar,
Bahman et al, 2003). Oleh karena itu, beberapa senyawa tersebut
akan diamati selama penyimpanan 21 hari. Hasil tersebut dapat
52
dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 serta gambar 4.9, 4.10, 4.11 dan 4.12
di bawah ini.
Tabel 4.8 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
GGa
Gambar 4.9 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
79,429 72,575
60,435
38,249
21,357
86,479
73,843
45,719 37,099 36,557
0
20
40
60
80
100
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pe
rse
n (
%)
Are
a
Hari Ke-
Thymoquionone n-Heksan
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) n-Heksan
No. Nama Area (%) Hari ke-
0 2 7 14 21
1 Thymoquinone 79,429 72,575 60,435 38,249 21,357
2 p-Cymene - 0,851 4,864 7,714 12,286
3 Terpinen-4-ol 4,830 7,086 11,635 10,363 7,879
4 Longifolen - - 0,895 1,097 1,433
Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) n-Heksan
No. Nama Area (%) Hari ke-
0 2 7 14 21
1 Thymoquinone 86,479 73,843 45,719 37,099 36,557 2 p-Cymene 14,988 - 8,909 6,165 7,371
3 Terpinen-4-ol 4,093 - 5,605 11,065 6,319
4 Longifolen 1,404 - 0,915 0,952 1,122
53
Gambar 4.10 Perbandingan Kandungan Senyawa p-cymene Emulsi MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Gambar 4.11 Perbandingan Kandungan Senyawa Terpinen-4-ol Emulsi MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
0 0,851
4,864
7,714
12,286
14,988
0
8,909
6,165 7,371
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pe
rse
n (
%)
Are
a
Hari Ke-
p-cymene n-Heksan
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
4,83
7,086
11,635
10,363
7,879
4,093
0
5,605
11,065
6,319
0
2
4
6
8
10
12
14
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pe
rse
n (
%)
Are
a
Hari Ke-
Terpinen-4-ol n-Heksan
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
54
Gambar 4.12 Perbandingan Kandungan Senyawa Longifolen Emulsi MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Tabel 4.9 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
T
a
b
e
0 0
0,895 1,097
1,433 1,404
0
0,915 0,952 1,122
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21P
ers
en
(%
) A
rea
Hari Ke-
Longifolen n-Heksan
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) Etil Asetat
No. Nama Area (%) Hari ke-
0 2 7 14 21
1 Thymoquinone 32,242 29,081 23,688 17,290 14,536
2 p-Cymene 3,434 5,157 9,595 7,652 5,249
3 Terpinen-4-ol 15,132 12,813 3,221 9,419 2,603
4 Longifolen 1,096 1,118 1,904 0,829 0,964
Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel (dengan Penambahan BHT) Etil Asetat
No. Nama Area (%) Hari ke-
0 2 7 14 21
1 Thymoquinone 38,041 31,224 29,279 20,804 16,724 2 p-Cymene 6,423 3,481 8,519 5,932 4,365
3 Terpinen-4-ol 9,299 10,277 10,541 7,093 10,919
4 Longifolen 1,321 0,723 0,934 0,939 0,909
55
Gambar 4.13 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Gambar 4.14 Perbandingan Kandungan Senyawa p-cymene Emulsi MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
32,242 29,081
23,688
17,29 14,536
38,041
31,224 29,279
20,804
16,724
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pe
rse
n (
%)
Are
a
Hari Ke-
Thymoquinone Etil Asetat
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
3,434
5,157
9,595
7,652
5,249
6,423
3,481
8,519
5,932
4,365
0
2
4
6
8
10
12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pe
rse
n (
%)
Are
a
Hari Ke-
p-cymene Etil Asetat
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
56
Gambar 4.15 Perbandingan Kandungan Senyawa Terpinen-4-ol Emulsi MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Gambar 4.16 Perbandingan Kandungan Senyawa Longifolen Emulsi MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
15,132
12,813
3,221
9,419
2,603
9,299 10,277 10,541
7,093
10,919
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pe
rse
n (
%)
Are
a
Hari Ke-
Terpinen-4-ol Etil Asetat
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
1,096 1,118
1,904
0,829 0,964
1,321
0,723
0,934 0,939 0,909
0
0,5
1
1,5
2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pe
rse
n (
%)
Are
a
Hari Ke-
Longifolen Etil Asetat
Kontrol (Tanpa BHT) Sampel (dengan Penambahan BHT)
57
UIN Syarif Hidayatullah
Tabel 4.10 Perubahan Persen (%) Area Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi MBJH
Thymoquinone 79,429 menjadi 21,357 (58,072)
Kontrol (Tanpa
BHT) Heksan
p-Cymene 0,851 menjadi 12,286 (11,435)
Terpinen– 4-ol 4,830 menjadi 7,879 (3,049)
Longifolen 0,895 menjadi 1,433 (0,538)
Thymoquinone 32,242 menjadi 14,536 (17,706)
Kontrol (Tanpa
BHT) Etil
p-Cymene 3,434 menjadi 5,249 (1,815)
Terpinen– 4-ol 15,132 menjadi 2,603 (12,529)
Longifolen 1,096 menjadi 0,964 ( 0,132)
Thymoquinone 86,479 menjadi 36,557 (49,922)
Sampel (dengan
Penambahan
BHT) Heksan
p-Cymene 14,988 menjadi 7,371 (7,617)
Terpinen–4-ol 4,093 menjadi 6,319 (2,226)
Longifolen 1,404 menjadi 1,122 (0,282)
Thymoquinone 38,041 menjadi 16,724 (21,317)
Sampel (dengan
Penambahan
BHT) Etil
p-Cymene 6,423 menjadi 4,365 (2,058)
Terpinen–4-ol 9,299 menjadi 10,919 (1,62)
Longifolen 1,321 menjadi 0,909 (0,412)
Berdasarkan tabel 4.8, 4.9 dan 4.10 tersebut terlihat bahwa
kandungan senyawa kimia antioksidan dari emulsi MBJH meliputi
thymoquinone, p-cymene, terpinen–4-ol dan longifolen. Selama
waktu penyimpanan 21 hari terjadi kenaikan dan penurunan persen
(%) area dari masing-masing senyawa kimia tersebut. Kondisi
penyimpanan seperti suhu, kelembaban maupun wadah pengemas
dapat mempengaruhi stabilitas dari sediaan emulsi MBJH tersebut
yang menyebabkan terjadinya perbedaan persen (%) area selama
waktu penyimpanan 21 hari.
Dari ketiga tabel di atas terlihat bahwa thymoquinone
merupakan senyawa antioksidan utama yang terkandung dalam
emulsi MBJH. Thymoquinone mengalami penurunan persen (%)
area selama waktu penyimpanan 21 hari. Penurunan pada emulsi
MBJH kontrol (tanpa BHT) fase heksan sebesar 58,072% dan pada
58
UIN Syarif Hidayatullah
emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) fase etil sebesar 17,706%.
Penurunan pada emulsi MBJH sampel (dengan penambahan BHT)
fase heksan sebesar 49,922% dan pada emulsi MBJH sampel
(dengan penambahan BHT) fase etil sebesar 21,317%. Penurunan
ini disebabkan selama penyimpanan di dalam emulsi tejadi
berbagai reaksi sehingga kadar dari minyak atsiri di dalam MBJH
semakin berkurang (Boreel, 2006). Penurunan persen (%) area
thymoquinone fase heksan pada emulsi sampel (dengan
penambahan BHT) lebih kecil daripada penurunan persen (%) area
thymoquinone fase heksan pada emulsi kontrol (tanpa BHT) yakni
sampel 49,922% dan kontrol 58,072%. Sedangkan penurunan
persen (%) area thymoquinone fase etil pada emulsi sampel
(dengan penambahan BHT) lebih besar daripada penurunan persen
(%) area thymoquinone fase etil pada emulsi kontrol (tanpa BHT)
yakni sampel 21,317% dan kontrol 17,706%. Hal ini menunjukkan
bahwa antioksidan bekerja baik pada fase heksan emulsi MBJH
sampel (dengan penambahan BHT), terlihat dari penurunan persen
(%) area yang lebih kecil dibandingkan dengan fase heksan emulsi
MBJH kontrol (tanpa BHT). Ini sesuai dengan data kelarutan BHT
yang larut dalam minyak sehingga menyebabkan antioksidan BHT
bekerja dengan baik pada fase minyak yaitu fase heksan (Ansel,
2008).
Untuk hasil persen (%) area 3 senyawa lainnya yaitu p-
cymene, terpinen-4ol dan longifolen, terjadi naik turun baik pada
emulsi kontrol (tanpa BHT) maupun emulsi sampel (dengan
penambahan BHT). Hal ini disebabkan oleh proses ekstraksi yang
tidak sempurna sehingga senyawa yang diekstraksi pun tidak
sepenuhnya tertarik.
59
UIN Syarif Hidayatullah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terjadi perubahan fisik pada formulasi emulsi MBJH tipe minyak
dalam air dengan penambahan antioksidan BHT berupa pemisahan
setelah uji sentrifugasi, penurunan nilai pH, penurunan nilai
viskositas, kenaikan ukuran globul dan pemisahan pada organoleptis
di hari ke-21 selama waktu penyimpanan 21 hari. Tetapi tidak terjadi
perubahan fisik dari segi organoleptis bau, warna dan rasa selama
penyimpanan 21 hari.
2. Terjadi penurunan senyawa bioaktif thymoquinone yang merupakan
komponen utama penyusun minyak atsiri pada formulasi emulsi
MBJH tipe minyak dalam air baik kontrol (tanpa BHT) maupun
sampel (dengan penambahan BHT) selama penyimpanan 21 hari.
Namun, penurunan yang terjadi pada emulsi MBJH sampel (dengan
penambahan BHT) lebih kecil daripada kontrol (tanpa BHT).
5.2 Saran
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan kombinasi
antioksidan alami dan sintetik dalam sediaan emulsi minyak biji jinten
hitam.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan kombinasi
antara emulgator alam dan sintetik dalam sediaan emulsi minyak biji
jinten hitam.
60
UIN Syarif Hidayatullah
DAFTAR PUSTAKA
Achouri, Allaoua, Youness Zamani, and Joyce Irene Boye. 2012. Stability
and physical properties of emulsions prepared with and without
soy proteins. Agriculture and Agri-Food Canada. Vol. 1, No. 1.
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung:
Penerbit ITB. Hal. 29-34.
Ansel, H. C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Anief, Moh Drs Apt. 1986. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal:
96.
Aulton, M. E., Kevin M. G. Taylor. 2001. Pharmaceutics: The Science of
Dosage Form Design Edisi Kedua.
Baby, André Rolim, et al., 2007. Accelerated chemical stability data of
O/W fluid emulsions containing the extract of Trichilia catigua
Adr. Juss (and) Ptychopetalum olacoides Bentham. Department of
Pharmacy, School of Pharmaceutical Sciences, University of São
Paulo. Vol. 43.
Bamusa, Abdullah Umar., Yusuf Abu Al-hujaj. 2011. Sembuh dan Sehat
dengan Habbatussauda Obat Segala Penyakit. Ed. Yasir amri.
Solo: Aqwamedika.
Boreel, Aryanto. 2006. Pengaruh metode dan lama penyimpanan daun
terhadap rendemen volume minyak eukaliptus (eucalypt urophylla).
Fakultas Pertanian Unpatti Ambon. Jurnal Agroforestri Vol. I (3).
De Man, JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, Penerjemah.
Bandung: ITB Pr.Terjemahan dari: Food Chemistry. Hal: 72.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika
Indonesia Jilid III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan.
Fathima, Nishath, Tirunagari Mamatha, Husna Kanwal Qureshi,
Nandagopal Anitha and Jangala Venkateswara Rao. 2011. Drug-
excipient interaction and its importance in dosage form
development. Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (06).
61
UIN Syarif Hidayatullah
Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in vitro. Di
dalam : Hudson, B. J. F. (ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied
Science, London.
Gritter, R.J, Bobbit, J.M, dan Schwarting, A.E. 1985. Introduction of
Chromatography. Penerjemah: K. Padmawinata. Pengantar
Kromatografi. Edisi III. Bandung: Penerbit ITB.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Soediro Iwang.
Bandung: Penerbit ITB.
Handbook of Analytical Method, hal: 45-46.
Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. 2004. Fundamental
Of Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Penerbit
Elsevier.
Herawati, Syafsir Akhlus. 2006. Kinerja (BHT) Sebagai Antioksidan
Minyak Sawit Pada Perlindungan Terhadap Oksidasi Oksigen
Singlet. ITS, Surabaya.
Indayanti, Deisy. “Uji Stabilitas Fisik Dan Komponen kimia Pada Minyak
Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe
Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS.” Skripsi, Program Studi
Farmasi, Jakarta, 2014.
Kikugawa, K. A. Kunugi, T. Kurechi.1990. Chemistry and Implications of
Degradation of Phenolic Antioxidants. Di dalam B.J.F. Hudson,
editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
Koocheki Arash, Kadkhodaee, Mortazawi, et al. 2009. Influence of
Alyssum Homolocarpum Seed Gum on The Stability and Flow
Properties of O/W Emulsion Prepared by High Intensity
Ultrasound. Journal Food Hydrocolloids 23. Hal: 2417.
Kostadinovic, Sanja, Dalibor Jovanov, and Hamed Mirhosseini. 2011.
Comparative investigation of cold pressed essential oils from peel
of different Mandarin varieties. Faculty of agriculture, University
Putra Malaysia. Vol. 3 (2).
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek
Farmasi Industri, Edisi Ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
62
UIN Syarif Hidayatullah
Mahmudah, Tita Rif‘atul. 2014. Efek Antihelmintik Ekstrak Biji Jintan
hitam (Nigella sativa) terhadap Ascaris suum goeze In Vitro.
Martin, A., Swarbrick, J., Commarata, A. 1993. Farmasi Fisik 2, Edisi
Ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
M, Blessy, Ruchi D. Patel, Prajesh N. Prajapati, Y.K. Agrawal. 2013.
Development of forced degradation and stability indicating studies
of drugs-a review. Department of Pharmaceutical Analysis,
Institute of Research and Development, Gujarat, India.
McNair, M, H; Miller, M, J. 1998. Basic Gas Chromatography. New
York: John Wiley & Son.
Nabiela, Warda. “Formulasi emulsi tipe minyak dalam air minyak biji
jinten hitam (Nigella sativa L.).” Skripsi, Program Studi Farmasi,
Jakarta, 2013.
Nickavar, B,. Mojaba, F., Javidniab, K., dan Amolia, M.A. 2003.
Chemical composition of the fixed and volatile oils of Nigella
sativa L. from Iran. Z. Naturforsch 58c.
Nour, Abdurahman H., Mohammed, F.S., Yunus, Rosli M., dan Arman, A.
2009. Demulsification of Virgin Coconut Oil by Centrifugation
Method: A Feasibility Study. Faculty of Chemical and Natural
Resources Engineering, Unoversity Malaysia, Pahang-UMP,
Malaysia. International Journal of Chemical Technology 1 (2).
Paarakh, Padmaa M., 2010. Nigella sativa Linn. - a comprehensive review.
Departement of Pharmacognosy, The Oxford College of
Pharmacy, Karnataka, India. Vol 1 (4).
Pabby, Anil Kumar., Syed S.H.Rizvi., Ana Maria Sastre.2008. Handbook
of membrane separation: chemical, pharmaceutical, food and
biotechnological applications. Francis : CRC Press.
Pakpahan, Romauli. 2007. Formulasi dan Evaluasi Mikroemulsi
Ketokonazol Dengan Basis Minyak Zaitun. Department of
Pharmacy, ITB.
Permatasari, Nur., Robinson Pasaribu., dan Abdur Razaq K. 2012.
Efektifitas Ekstrak Ginseng Asia dalam Meningkatkan Jumlah
Pembuluh Darah pada Soket Mandibula Pasca Pencabutan Gigi
Rattus norvegicus. Majalah FKUB. Malang.
63
UIN Syarif Hidayatullah
Peter,KV. 2004. Handbook of Herbs and Spices. CRC Press Boca Raton
Boston Nee York Washington DC. Woodhead Publishing Limited-
Cambridge England. vol.2.
Rajsekhar, Saha, Bhupendar Kuldeep. 2011. Pharmacognosy and
pharmacology of Nigella sativa-a review. India. 2 (11).
Raza, Muhamma, Alghasham, Abdullah A., Alorainy, Mohammad S. dan
El-Hadiyah, Tarig M. 2006. Beneficial Interaction of
Thymoquinone and Sodium Valproate in Experimental Models of
Epilepsy: Reduction in Hepatotoxicity of Valproate. Department of
Pharmacology and Therapeutics, Saudi Arabia. Scientia
Pharmaceutica (Sci. Pharm.) 74, 159- 173.
Ringga, Niluh. 2012. Pemberian Salep Ekstrak Jinten Hitam (Nigella
sativa) terhadap Peningkatan Kepadatan Sabut Kolagen pada
Mukosa Oral Marmut (Cavia cobaya). Oral Biology Dental Journal
Volume 4. Hal. 30-34.
Rowey, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. 2006. Handbook of
Pharmaceutical Excipients Fifth Edition. London : Pharmaceutical
Press.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar Edisi Kedua. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Satiadarma, K. 2004. Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Surabaya:
Airlangga University Press.
Schuler, P. 1990. Natural Antioxidant Exploited Commercially. In : Food
Antixidants. B. J. F. Hudson (ed). Elsevier Applied Science,
London.
Silverstein, R.M, Bassler, G.C, dan Morril, T.C. 1986. Penyidikan
Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Sitorus, Marham. 2009. Isomerisasi Linoleat dalam Minyak Jarak
Terdehidrasi dengan Pengaruh Gelombang Mikro Menjadi Asam
Linoleat Terkonjugasi. Medan.
Subijanto, AA., Diding HP. 2008. Pengaruh Minyak Biji Jinten Hitam
(Nigella Sativa L.) terhadap Derajat Inflamasi Saluran Napas.
Surakarta.
64
UIN Syarif Hidayatullah
Voight, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah
Dr.rer.nat.Soendani Noerono Soewandhi, Apt. Dan Dr.Mathilda
B.Widianto, Apt., Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Fakultas Farmasi
UGM. Gajah Mada University Press:Yogyakarta. Hal: 434-436,
564.
Willard, Hobart H., Merritt Jr., Dean, John A., Settle Jr. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth, Inc.
65
UIN Syarif Hidayatullah
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Formulasi emulsi
Pembuatan emulsi MBJH
Tanpa BHT (Kontrol) Dengan Penambahan BHT (Sampel)
Evaluasi Fisik :
• Organoleptis • pH
• Viskositas • Diameter
Globul • Uji
Sentrifugasi
• Uji tipe emulsi
Penyimpanan selama 21 hari
Evaluasi Kimia Menggunakan GCMS
66
UIN Syarif Hidayatullah
Lampiran 2. Perhitungan Penimbangan Bahan
A. Emulsi Kontrol (Tanpa BHT)
• MBJH : ��
��� x 500 gram = 50 gram
• Tragakan : �,�
��� x 500 gram = 7,5 gram
• Sukrosa : ��
��� x 500 gram = 125 gram
• Natrium benzoat : �,�
��� x 500 gram = 0,5 gram
• Aquadest : 500 gram – (50 gram + 7,5 gram + 125
gram + 0,5 gram) = 317 gram
Mendispersikan tragakan : 20 x 7,5 gram = 150 gram
Melarutkan sukrosa : 0,5 x 125 gram = 62,5 gram
Melarutkan natrium benzoat : 1,8 x 0,5 gram = 0,9 gram
Sisa aquadest : 317 gram – (150 gram + 62,5 gram
+ 0,9 gram) = 103,6 gram
B. Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT)
• MBJH : ��
��� x 500 gram = 50 gram
• Tragakan : �,�
��� x 500 gram = 7,5 gram
• Sukrosa : ��
��� x 500 gram = 125 gram
• Natrium benzoat : �,�
��� x 500 gram = 0,5 gram
• BHT : �,��
��� x 500 gram = 0,1 gram
• Aquadest : 500 gram – (50 gram + 7,5 gram + 125
gram + 0,5 gram + 0,1 gram) = 316,9 gram
Mendispersikan tragakan : 20 x 7,5 gram = 150 gram
Melarutkan sukrosa : 0,5 x 125 gram = 62,5 gram
Melarutkan natrium benzoat : 1,8 x 0,5 gram = 0,9 gram
Sisa aquadest : 316,9 gram – (150 gram + 62,5
gram + 0,9 gram) = 103,2 gram
67
UIN Syarif Hidayatullah
Lampiran 3. Perhitungan Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
A. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-0
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 3 16,35
7,0-9,9 8,45 20 169
10,0-12,9 11,45 17 194,65
13,0-15,9 14,45 23 332,35
16,0-18,9 17,45 13 226,85
19,0-21,9 20,45 9 184,05
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 88 Ʃn.d = 1193,6
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
���,�
= 13,56 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 3 16,35
7,0-9,9 8,45 28 236,6
10,0-12,9 11,45 79 904,55
13,0-15,9 14,45 63 910,35
16,0-18,9 17,45 35 610,75
19,0-21,9 20,45 8 163,6
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 217 Ʃn.d = 2865,65
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
� ��,��
��� = 13,21 µm
68
UIN Syarif Hidayatullah
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 1 2,45
4,0-6,9 5,45 3 16,35
7,0-9,9 8,45 6 50,7
10,0-12,9 11,45 22 251,9
13,0-15,9 14,45 10 144,5
16,0-18,9 17,45 2 34,9
19,0-21,9 20,45 4 81,8
22,0-24,9 23,45 2 46,9
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 50 Ʃn.d = 629,5
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
��,�
�� = 12,59 µm
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 22 251,9
13,0-15,9 14,45 10 144,5
16,0-18,9 17,45 16 279,2
19,0-21,9 20,45 1 20,45
22,0-24,9 23,45 2 46,9
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 59 Ʃn.d = 807,55
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
��,��
� = 13,69 µ
69
UIN Syarif Hidayatullah
B. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-2
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 18 152,1
10,0-12,9 11,45 39 446,55
13,0-15,9 14,45 84 1213,8
16,0-18,9 17,45 24 418,8
19,0-21,9 20,45 13 265,85
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 182 Ʃn.d = 2572,9
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
����,
� � = 14,14 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 6 32,7
7,0-9,9 8,45 42 354,9
10,0-12,9 11,45 68 778,6
13,0-15,9 14,45 61 881,45
16,0-18,9 17,45 35 610,75
19,0-21,9 20,45 15 306,75
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 229 Ʃn.d = 3015,05
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
����,��
�� = 13,17 µm
70
UIN Syarif Hidayatullah
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 2 16,9
10,0-12,9 11,45 40 458
13,0-15,9 14,45 49 708,05
16,0-18,9 17,45 28 488,6
19,0-21,9 20,45 18 368,1
22,0-24,9 23,45 2 46,9
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 139 Ʃn.d = 2086,55
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
�� �,��
�� = 15,01 µm
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 4 33,8
10,0-12,9 11,45 18 206,1
13,0-15,9 14,45 33 476,85
16,0-18,9 17,45 22 383,9
19,0-21,9 20,45 8 163,6
22,0-24,9 23,45 5 117,25
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 93 Ʃn.d = 1460,85
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
����, �
� = 15,71 µm
71
UIN Syarif Hidayatullah
C. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-7
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 2 10,9
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 23 263,35
13,0-15,9 14,45 26 375,7
16,0-18,9 17,45 28 488,6
19,0-21,9 20,45 15 306,75
22,0-24,9 23,45 7 164,15
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 111 Ʃn.d = 1750,95
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
����,�
��� = 15,77 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 2 10,9
7,0-9,9 8,45 8 67,6
10,0-12,9 11,45 37 423,65
13,0-15,9 14,45 37 534,65
16,0-18,9 17,45 23 401,35
19,0-21,9 20,45 17 347,65
22,0-24,9 23,45 4 93,8
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 130 Ʃn.d = 1935,5
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
���,�
��� = 14,89 µm
72
UIN Syarif Hidayatullah
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 8 67,6
10,0-12,9 11,45 34 389,3
13,0-15,9 14,45 52 751,4
16,0-18,9 17,45 43 750,35
19,0-21,9 20,45 14 286,3
22,0-24,9 23,45 8 187,6
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 163 Ʃn.d = 2517,35
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
����,��
��� = 15,44 µm
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 1 8,45
10,0-12,9 11,45 17 194,65
13,0-15,9 14,45 46 664,7
16,0-18,9 17,45 30 523,5
19,0-21,9 20,45 25 511,25
22,0-24,9 23,45 9 211,05
25,0-27,9 26,45 4 105,8
28,0-30,9 29,45 2 58,9
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 134 Ʃn.d = 2278,3
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
��� ,�
��� = 17,00 µm
73
UIN Syarif Hidayatullah
D. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-14
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 1 2,45
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 8 91,6
13,0-15,9 14,45 15 216,75
16,0-18,9 17,45 8 139,6
19,0-21,9 20,45 8 163,6
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 1 35,45
37,0-39,9 38,45 0 0
40,0-42,9 41,45 1 41,45
Ʃn = 53 Ʃn.d = 831,85
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
��, �
�� = 15,69 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 4 33,8
10,0-12,9 11,45 36 412,2
13,0-15,9 14,45 34 491,3
16,0-18,9 17,45 17 296,65
19,0-21,9 20,45 13 265,85
22,0-24,9 23,45 8 187,6
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 2 58,9
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 1 38,45
Ʃn = 119 Ʃn.d = 1869,55
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
� �,��
�� = 15,71 µm
74
UIN Syarif Hidayatullah
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 1 8,45
10,0-12,9 11,45 19 217,55
13,0-15,9 14,45 31 447,95
16,0-18,9 17,45 26 453,7
19,0-21,9 20,45 14 286,3
22,0-24,9 23,45 2 46,9
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 1 35,45
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 96 Ʃn.d = 1549,2
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
���,�
� = 16,14 µm
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 1 8,45
10,0-12,9 11,45 4 45,8
13,0-15,9 14,45 12 173,4
16,0-18,9 17,45 19 331,55
19,0-21,9 20,45 28 572,6
22,0-24,9 23,45 7 164,15
25,0-27,9 26,45 6 158,7
28,0-30,9 29,45 2 58,9
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 1 35,45
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 80 Ʃn.d = 1549
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
���
� = 19,36 µm
75
UIN Syarif Hidayatullah
E. Diameter Globul Rata-rata Hari Ke-21
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 1 8,45
10,0-12,9 11,45 7 80,15
13,0-15,9 14,45 18 260,1
16,0-18,9 17,45 16 279,2
19,0-21,9 20,45 7 143,15
22,0-24,9 23,45 2 46,9
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 54 Ʃn.d = 897,3
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
�,�
�� = 16,62 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 11 92,95
10,0-12,9 11,45 26 297,7
13,0-15,9 14,45 34 491,3
16,0-18,9 17,45 40 698
19,0-21,9 20,45 23 470,35
22,0-24,9 23,45 10 234,5
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 147 Ʃn.d = 2346,15
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
����,��
��� = 15,96 µm
76
UIN Syarif Hidayatullah
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) I
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 4 33,8
10,0-12,9 11,45 12 137,4
13,0-15,9 14,45 24 346,8
16,0-18,9 17,45 19 331,55
19,0-21,9 20,45 14 286,3
22,0-24,9 23,45 13 304,85
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 2 58,9
31,0-33,9 32,45 1 32,45
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 91 Ʃn.d = 1584,95
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
�� �,�
� = 17,42 µm
Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) II
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 1 8,45
10,0-12,9 11,45 6 68,7
13,0-15,9 14,45 22 317,9
16,0-18,9 17,45 18 314,1
19,0-21,9 20,45 19 388,55
22,0-24,9 23,45 23 539,35
25,0-27,9 26,45 11 290,95
28,0-30,9 29,45 7 206,15
31,0-33,9 32,45 4 129,8
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Ʃn = 111 Ʃn.d = 2263,95
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = Ʃ�.
Ʃ� =
����,�
��� = 20,39µm
77
UIN Syarif Hidayatullah
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-0
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0353 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 8967,5 mg
Vial + ekstrak : 9165,5 mg
Minyak yang didapat : 198 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,198
20,0353.100% � 0,988%
Emulsi II
Berat emulsi : 20, 2124 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9545,8 mg
Vial + ekstrak : 8996,9 mg
Minyak yang didapat : 9278,7 mg
Rendemen minyak : 281,8 mg
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,2818
20,2124.100% � 1,394%
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-2
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0844 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9987,3 mg
Vial + ekstrak : 10169,3 mg
Minyak yang didapat : 182 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,182
20,0844.100% � 0,906%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,1551 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9651,2 mg
Vial + ekstrak : 9843,6 mg
Minyak yang didapat : 192,4 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,1924
20,1551.100% � 0,954%
78
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-7
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0022 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9675,4 mg
Vial + ekstrak : 9748,9 mg
Minyak yang didapat : 73,5 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0735
20,0022.100% � 0,367%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,1133 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9879,4 mg
Vial + ekstrak : 9926,2 mg
Minyak yang didapat : 46,8 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0468
20,1133.100% � 0,232%
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-14
Emulsi I
Berat emulsi : 20,3702 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 8976,2 mg
Vial + ekstrak : 9018,5 mg
Minyak yang didapat : 42,3 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0423
20,3702.100% � 0,207%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,6633 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 1000,3 mg
Vial + ekstrak : 1042,4 mg
Minyak yang didapat : 42,1 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0421
20,6633.100% � 0,203%
79
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-21
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0838 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9879,3 mg
Vial + ekstrak : 9894,0 mg
Minyak yang didapat : 14,7 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������%0,0147
20,0838.100% � 0,073%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,4 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 8967,4 mg
Vial + ekstrak : 8975,7 mg
Minyak yang didapat : 8,3 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������%0,0083
20,4.100% � 0,040%
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-0
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0353 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9892,3 mg
Vial + ekstrak : 10055,5 mg
Minyak yang didapat : 163,2 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,1632
20,0353.100% � 0,814%
Emulsi II
Berat emulsi : 20, 2124 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 8793,2 mg
Vial + ekstrak : 8928,6 mg
Minyak yang didapat : 135,4 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,1354
20,2124.100% � 0,669%
80
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-2
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0844 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9554,5 mg
Vial + ekstrak : 9682,3 mg
Minyak yang didapat : 146,5 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,1465
20,0844.100% � 0,729%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,1551 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9861,3 mg
Vial + ekstrak : 9977,8 mg
Minyak yang didapat : 116,5 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,1165
20,1551.100% � 0,578%
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-7
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0022 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9554,5 mg
Vial + ekstrak : 9694,4 mg
Minyak yang didapat : 139,9 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,1399
20,0022.100% � 0,699%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,1133 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9804,9 mg
Vial + ekstrak : 9890,8 mg
Minyak yang didapat : 85,9 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0859
20,1133.100% � 0,427%
81
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-14
Emulsi I
Berat emulsi : 20,3702 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9687,8 mg
Vial + ekstrak : 9777,5 mg
Minyak yang didapat : 89,7 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0897
20,3702.100% � 0,440%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,6633 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9874,3 mg
Vial + ekstrak : 9911,9 mg
Minyak yang didapat : 37,6 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0376
20,6633.100% � 0,181%
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Kontrol (Tanpa BHT) Hari Ke-21
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0838 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial Kosong : 9545,2 mg
Vial + ekstrak : 9554,4 mg
Minyak yang di dapat : 9,25 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,00925
20,0838.100% � 0,046%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,4 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial Kosong : 8976,2 mg
Vial + ekstrak : 8997,6 mg
Minyak yang di dapat : 21,4 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0214
20,4.100% � 0,104%
82
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-0
Emulsi I
Berat emulsi : 20,60 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9764 mg
Vial + ekstrak : 9896 mg
Minyak yang didapat : 132 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,132
20,60.100% � 0,643%
Emulsi II
Berat emulsi : 20, 060 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9781 mg
Vial + ekstrak : 9842,8 mg
Minyak yang didapat : 61,4 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,061
20,060.100% � 0,306%
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-2
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0220 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9741,3 mg
Vial + ekstrak : 9847,3 mg
Minyak yang didapat : 106 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,106
20,0220.100% � 0,529%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,2350 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9793,3 mg
Vial + ekstrak : 9829,3 mg
Minyak yang didapat : 36 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,036
20,2350.100% � 0,178%
83
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-7
Emulsi I
Berat emulsi : 20,2918 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9758,8 mg
Vial + ekstrak : 9819,8 mg
Minyak yang didapat : 61 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,061
20,2918.100% � 0,299%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,2296 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9770,6 mg
Vial + ekstrak : 9790,2 mg
Minyak yang didapat : 19,6 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0196
20,2296.100% � 0,097%
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-14
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0353 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9604,8 mg
Vial + ekstrak : 9039,7 mg
Minyak yang didapat : 34,9 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0349
20,0353.100% � 0,174%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,7032 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9506,2 mg
Vial + ekstrak : 9513 mg
Minyak yang didapat : 6,8 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0068
20,7032.100% � 0,033%
84
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi n-Heksan Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-21
Emulsi I
Berat emulsi : 20,2497 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9827,6 mg
Vial + ekstrak : 9845,4mg
Minyak yang didapat : 17,8 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������%0,0178
20,2497.100% � 0,088%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,0668 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9741,2 mg
Vial + ekstrak : 9745,2 mg
Minyak yang didapat : 4,0 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������%0,0040
20,0668.100% � 0,020%
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-0
Emulsi I
Berat emulsi : 20,60 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9892,3 mg
Vial + ekstrak : 9963,3 mg
Minyak yang didapat : 71 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,071
20,60.100% � 0,343%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,060 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 8793,2 mg
Vial + ekstrak : 8825,2 mg
Minyak yang didapat : 32 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,032
20,060.100% � 0,159%
85
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-2
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0220 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9554,5 mg
Vial + ekstrak : 9600,5 mg
Minyak yang didapat : 46 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,046
20,0220.100% � 0,228%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,2350 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9861,3 mg
Vial + ekstrak : 9881,3 mg
Minyak yang didapat : 20 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,020
20,2350.100% � 0,101%
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-7
Emulsi I
Berat emulsi : 20,2918 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9554,5 mg
Vial + ekstrak : 9598,5 mg
Minyak yang didapat : 44 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,044
20,2918.100% � 0,217%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,2296 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9804,9 mg
Vial + ekstrak : 9824,7 mg
Minyak yang didapat : 19,8 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0198
20,2296.100% � 0,098%
86
UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-
14
Emulsi I
Berat emulsi : 20,0353 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9687,8 mg
Vial + ekstrak : 9723,8 mg
Minyak yang didapat : 36 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,036
20,0353.100% � 0,180%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,7032 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial kosong : 9874,3 mg
Vial + ekstrak : 9891,7 mg
Minyak yang didapat : 17,4 mg
Rendemen minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0174
20,7032.100% � 0,084%
Hasil Ekstraksi Etil Asetat Emulsi Sampel (dengan Penambahan BHT) Hari Ke-
21
Emulsi I
Berat emulsi : 20,2497 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial Kosong : 9545,2 mg
Vial + ekstrak : 9579,8 mg
Minyak yang di dapat : 34,6 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0346
20,2497.100% � 0,171%
Emulsi II
Berat emulsi : 20,0668 gram
HCL pekat : 5 ml
Aquades : 9 ml
Heksan : 45 ml
Vial Kosong : 8976,2 mg
Vial + ekstrak : 8978,6 mg
Minyak yang di dapat : 2,4 mg
Rendemen Minyak :
��������% �������������� ��!"�#$�%
��� �"���������������$�%&100%
��������% �0,0024
20,0668.100% � 0,012%
87
UIN Syarif Hidayatullah
Lampiran 5. Perhitungan Konsentrasi Minyak Hasil Ekstraksi Emulsi
MBJH
Sejumlah minyak yang telah diekstraksi ditimbang kemudian dilarutkan
dengan pelarut heksan sebanyak 3 ml. Setelah itu sampel disuntikkan ke GCMS.
Perhitungan konsentrasi dari sampel yaitu:
• Untuk minyak dengan bobot 20 mg atau lebih, diambil 20 mg :
��23
�24 =
��.���53
�24 = 6666 ppm
• Untuk minyak dengan bobot kurang dari 20 mg, konsentrasi dibuat 5000
ppm dan jumlah pelarut heksan disesuaikan.
88
Lampiran 6. Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian
MBJH
Tragakan
Natrium Benzoat
Sukrosa
BHT
Aquadest
n-Heksan
Etil Asetat
HCl Pekat
Evaporator
Viskometer
pH Meter
Mikroskop Optik
GCMS
Alat Sentrifugasi
89
Homogenizer
90
Lampiran 7. Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH
A. Kontrol (Tanpa BHT) n-Heksan
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I n-Heksan
Hari Ke-0
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II n-Heksan
Hari Ke-0
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Thymoquinone
Te
rpin
en
-4-o
l
Thymoquinone
Lon
gif
ole
n
91
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I n-Heksan
Hari Ke-2
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II n-Heksan
Hari Ke-2
p-c
ym
en
e T
erp
ine
n-4
-ol
Thymoquinone
Te
rpin
en
-4-o
l
Thymoquinone
92
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I n-Heksan
Hari Ke-7
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II n-Heksan
Hari Ke-7
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Thymoquinone
Lon
gif
ole
n
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Thymoquinone
Lon
gif
ole
n
93
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I n-Heksan Hari Ke-14
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II n-Heksan
Hari Ke-14
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Thymoquinone
Lon
gif
ole
n
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Th
ym
oq
uin
on
e
Lon
gif
ole
n
94
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I n-Heksan
Hari Ke-21
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II n-Heksan
Hari Ke-21
Te
rpin
en
-4-o
l T
erp
ine
n-4
-ol
p-c
ym
en
e
Th
ym
oq
uin
on
e
Lon
gif
ole
n
p-c
ym
en
e
Th
ym
oq
uin
on
e
Lon
gif
ole
n
95
B. Kontrol (Tanpa BHT) Etil Asetat
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I Etil Asetat Hari Ke-0
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II Etil Asetat Hari Ke-0
Te
rpin
en
-4-o
l
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
96
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I Etil Asetat Hari Ke-2
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II Etil Asetat Hari Ke-2
Te
rpin
en
-4-o
l T
erp
ine
n-4
-ol
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
97
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I Etil Asetat Hari Ke-7
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II Etil Asetat Hari Ke-7
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
98
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I Etil Asetat Hari Ke-
14
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II Etil Asetat Hari Ke-
14
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
99
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I Etil Asetat Hari Ke-
21
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) II Etil Asetat Hari Ke-
21
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e Th
ym
oq
uin
on
e
Lon
gif
ole
n
Te
rpin
en
-4-o
l
p-c
ym
en
e
Th
ym
oq
uin
on
e
Lon
gif
ole
n
100
C. Sampel (dengan Penambahan BHT) n-Heksan
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I n-Heksan Hari Ke-0
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II n-Heksan Hari Ke-0
Te
rpin
en
-4-o
l T
erp
ine
n-4
-ol
p-c
ym
en
e
Th
ym
oq
uin
on
e
p-c
ym
en
e
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
101
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I n-Heksan Hari Ke-2
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II n-Heksan Hari Ke-2
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
Th
ym
oq
uin
on
e
102
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I n-Heksan Hari Ke-7
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II n-Heksan Hari Ke-7
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
103
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I n-Heksan Hari Ke-14
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II n-Heksan Hari Ke-14
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
104
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I n-Heksan Hari Ke-21
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II n-Heksan Hari Ke-21
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Thymoquinone
105
D. Sampel (dengan Penambahan BHT) Etil Asetat
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I Etil Asetat Hari Ke-0
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II Etil Asetat Hari Ke-0
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
106
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I Etil Asetat Hari Ke-2
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II Etil Asetat Hari Ke-2
p-c
ym
en
e
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
107
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I Etil Asetat Hari Ke-7
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II Etil Asetat Hari Ke-7
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Th
ym
oq
uin
on
e
Lon
gif
ole
n
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
108
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I Etil Asetat Hari Ke-14
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II Etil Asetat Hari Ke-14
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Th
ym
oq
uin
on
e
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
109
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) I Etil Asetat Hari Ke-21
Gambar Hasil Kromatogram Minyak Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) II Etil Asetat Hari Ke-21
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Th
ym
oq
uin
on
e
p-c
ym
en
e
Te
rpin
en
-4-o
l
Lon
gif
ole
n
Thymoquinone
110
Lampiran 8. Sertifikat Analisa MBJH
111
Lampiran 9. Sertifikat Analisa Natrium Benzoat
112
Lampiran 10. Sertifikat Analisa Sukrosa
113
Lampiran 11. Sertifikat Analisa Tragakan
114
Lampiran 12. Sertifikat Analisa BHT
115
Lampiran 13. Sertifikat Analisa n-Heksan
116
Lampiran 14. Sertifikat Analisa Etil Asetat