Post on 27-Oct-2015
description
Bagian Ilmu Penyakit Anak Tutorial Klinik Perinatologi
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
NEONATUS KURANG BULAN,
SESUAI MASA KEHAMILAN
Disusun Oleh :
M. Iqbal (0708015049)
Renny Tri Utami (0808015023)
Pembimbing :
dr. Hendra, Sp.A
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran - Universitas Mulawarman
Samarinda
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi. AKB 1990 berkisar
70 per 1000 kelahiran, namun lima tahun kemudian tepatnya 1995 terjadi penurunan hingga
66 per 1000 kelahiran. AKB mengalami penurunan tajam pada periode tahun 1997 yaitu
menjadi 50 bayi per 1000 kelahiran dan penurunan yang signifikan tercapai pada tahun 2003
yaitu menjadi 35 bayi per 1000 kelahiran. AKB pada periode 2003 – 2007 relatif stagnan di
kisaran 34 per 1000 kelahiran. AKB di Indonesia ini masih tergolong tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari
Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand
(Departemen Kesehatan RI 2008).
Ada beberapa penyebab mengapa masih tingginya AKB di Indonesia. Penyebab
kematian bayi itu sendiri digolongkan berdasarkan usia, yaitu penyebab kematian bayi usia 0
– 7 hari dan kematian bayi usia 7 – 28 hari. Penyebab utama kematian bayi usia 0 – 7 hari
adalah gangguan pernapasan (35,9%) dan prematur (32,4%). Sedangkan, penyebab utama
kematian bayi usia 7 – 28 yaitu sepsis neonatorum (20,5%) dan malformasi kongenital
(18,1%) (Riset Kesehatan
Dasar, 2007).
Kelahiran bayi prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia masih
tergolong tinggi. Kelahiran bayi prematur selalu diikuti dengan BBLR . Prevalensi bayi
prematur di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 7 – 14 %, bahkan di beberapa kabupaten
mencapai 16%. Prevalensi ini lebih besar dari beberapa negara berkembang yaitu 5 – 9 % dan
12 – 13 % di USA. Prevalensi nasional BBLR adalah sebesar 11,5%. Sebanyak 16 propinsi
mempunyai prevalensi BBLR di atas prevalensi nasional.
Penyebab kematian bayi prematur dihubungkan dengan masalah yang terjadi akibat
immaturitas organ yang menyebabkan komplikasi prematur. Penyebab terbanyak kematian
bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Penyebab lain kematian bayi
prematur adalah asfiksia saat lahir, infeksi, malformasi kongenital, kernicterus akibat
hipotermi atau konjugasi bilirubin (Pilliteri, 2003; Riskesdas, 2007).
BAB II
STATUS PASIEN
Anamnesa dilakukan Pada hari Selasa tanggal 28 Mei 2013
Identitas Pasien
Nama : By. Ny M
Usia Gestasi : 34 minggu
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 23 Mei 2013
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. R
Usia : 40 tahun
Alamat : Jl. Hj. Jahrah Samarinda
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SD
Nama Ibu : Ny. M
Usia : 40 tahun
Alamat : Jl. Hj. Jahrah Samarinda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
MRS : 21 Mei 2013
Pukul : 21.30 Wita
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri pada ulu hati dirasakan sejak tadi pagi sebelum
masuk rumah sakit, timbul secara mendadak dan terus –
menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri kepala
dan leher yang timbul bersamaan dengan keluhan nyeri
ulu hati, nyeri kepala sering dirasakan oleh pasien baik
sebelum atau ketika hamil, namun nyeri kepala yang
dirasakan sejak tadi pagi sangat berat. Pasien juga
merasakan pandangan kabur sejak tadi pagi. Keluhan
tersebut baru pertama kali dirasakan oleh pasien selama
kehamilan ini. Kemudian pasien dibawa ke RS A Moeis
Samarinda, namun karena tidak ada dokter spesialis
kandungan, maka pasien dirujuk ke RSUD AWS
Samarinda. Tidak ada keluhan perut kencang, keluar
darah dari jalan lahir ataupun keluar air dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada keluhan yang serupa sebelumnya
Pasien memilki riwayat tekanan darah tinggi, dan rutin minum obat captopril
Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang serupa dengan pasien
Riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga disangkal
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus haid : 30 hari/ teratur
Lama haid : 7 hari
Jumlah darah haid : 2-3 kali ganti pembalut
Hari pertama haid terakhir : 09- 10 - 2012
Taksiran persalinan : 16 - 07- 2013
Riwayat Pernikahan
Merupakan pernikahan pertama, pasien menikah pada usia 24 tahun dengan lama
pernikahan selama 16 tahun.
Riwayat Obstetrik
No.Tahun
partus
Temp
at
Partu
s
Umur
kehamilan
Jenis
Persalina
n
Penolong
Persalina
n
Penyuli
t
Jenis
Kelamin/
Berat Badan
Keadaan
anak
Sekarang
1. 1998 BPS Prematur spontan Bidan -Laki –
laki/1100 grsehat
2. 2000 BPS Aterm spontan bidan -Perempuan/
2900 gr
Meningg
al
2007 BPS Aterm spontan bidan - Laki – laki/ sehat
4Hamil
ini
Kontrasepsi
KB Pil selama 3 tahun.
Riwayat Kehamilan
• Pemeliharaan Prenatal : pernah dan rutin
• Periksa di : bidan
• Penyakit kehamilan : tekanan darah tinggi
• Obat-obatan yang sering diminum : -
PENGKAJIAN BAYI BARU LAHIR
Riwayat Kehamilan :
Sindrom HELLP
Kebiasaan Waktu Hamil :
Pola makan teratur
Tidak pernah mengkonsumsi obat – obatan diluar resep dokter
Selama kehamilan, tidak rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi
Tidak merokok
Tidak minum minuman beralkohol
Riwayat Persalinan Sekarang :
• Paritas : P4A0
• Lahir di : RSUD AWS Samarinda
• ditolong oleh : dokter
• Berapa bulan dalam kandungan : 32 minggu
• Jenis partus : sectio cesarea atas indikasi hellp sindrom
• Air ketuban : campur darah
NILAI APGAR
Apgar Score 1 menit 5 menit
Detak Jantung 2 2
Pernafasan 2 2
Warna Kulit 2 2
Reaksi Peghisapan 1 1
Tonus otot 1 2
Total 8 9
Resusitasi : dilakukan
Penghisapan lendir : dilakukan
Ambubag : tidak dilakukan
Massage jantung : tidak dilakukan
NEW BALLARD SCORE
Penilaian
Neuromuskuar
Nilai Maturitas Fisik Nilai
Sikap tubuh 4 Kulit 1
Square Window 3 Lanugo 1
Arm Recoil 5 Permukaan plantar 2
Popliteal angle 3 Payudara 1
Scarf sign 0 Mata/telinga 1
Heel to ear 4 Genitalia 0
19 6
Total Score = 19 + 6 = 25, yang menandakan usia gestasi 34 minggu
PEMERIKSAAN FISIK BAYI
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Berat Badan : 1300 gram
Tinggi badan : 37 cm
Lingkar Kepala : 28 cm
Lingkar Dada : 24,5 cm
Nadi : 120 x/ menit, regular, kuat angkat
Pernafasan : 41 x/menit
Suhu : 36,3 C
Kepala
Bentuk : Normocephal
Ubun – ubun datar
Rambut : Lebat, hitam
Muka
Raut muka : normal
Odema : tidak ada
Moon face : tidak ada
Mata
Bentuk : Normal
Palpebra : Normal
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (2mm/2mm), reflex cahaya (+/+) Dextra=Sinisstra
Lensa : Jernih
Gerakan bola mata : Normal
Hidung
Bentuk : normal
Pernafasan cuping hidung : (-/-)
Sekret : (-/-)
Mulut
Bibir : merah kecoklatan, mukosa basah , sianosis(-),
Lidah : merah muda , mukosa basah
Gigi : -
Gusi : Merah muda
Leher
Trakea : di tengah
Kelenjar : KGB normal, tiroid tidak membesar
Massa : tidak teraba adanya massa
Thorax
Inspeksi : Bentuk normochest, retraksi ICS (-), iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris (d=s), iktus kordis tidak teraba
Perkusi : sonor, batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : bronkovesikuler (+), rhonki (-/-), wheezing (-/-),S1 S2 tunggal regular
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), terdapat defek dinding abdomen di sekitar umbilicus, tertutup
selaput (+), diameter 4 cm
Auskultasi : peristaltik dalam batas normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Soefl (+), Nyeri Tekan (-)
Ekstremitas
Bentuk : Normal
Akral : Hangat
Kulit : kemerahan dan halus
Refleks Fisiologis dan Patologis : tidak diperiksa
Genitalia : tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan Penunjang
28 Mei 2013
Darah Lengkap
WBC 13.800
Hb 23,2
PLT 212.000
HCT 63,7
Kimia Darah
GDS 128
29 Mei 2013
GDS 52
Diagnosis : Neonatus Kurang Bulan, Sesuai Masa Kehamilan
FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
28 Mei
2013
Usia
Gestasi =
34 minggu,
Hari
Perawatan I
S : Letargi (+) , BAB
(+), Produksi OGT
(-)
O : HR 120 x/menit,
T=36,2 C, RR
44x/menit .
Kepala :
Ubun – ubun datar
Mata/telinga :
Normal
Kulit :
Kemerahan, sianosis (-),
ikterik (-)
Thorax :
Simetris, retraksi (-),
suara nafas menurun
Abdomen :
Datar, distensi (-),
bising usus kesan
normal
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(-/-)
A :
Neonatus Kurang
Bulan, Sesuai Masa
Kehamilan
Darah Lengkap
WBC 13.800
Hb 23,8
PLT 212.000
HCT 63
Kimia Darah
GDS 128
IVFD D10 104 cc/24
jam
Inj. Ampisilin 2x35 mg
Inj. Gentamisin 8 mg/24
jam
Cek ulang DL,GDS.
Bila GDS low, bolus
2cc/kgBB
29 mei
2013
Hari
perawatan
II
S : BAB (+), BAK (+),
letargi (-)
O : HR 127 x/menit,
T=36,4 C, RR 44
x/menit .
Kepala :
Ubun – ubun datar
Mata/telinga :
Normal
Kulit :
Kemerahan, sianosis (-),
ikterik (-)
Thorax :
Simetris, retraksi (-),
suara nafas menurun
Abdomen :
Datar, distensi (-),
bising usus kesan
normal
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(-/-)
A :
Neonatus Kurang
Bulan, Sesuai Masa
Kehamilan
GDS 52 mg/dl IVFD D10 100 cc/24
jam
Inj. Ampisilin 2x55 mg
Inj. Gentamisin 7 mg/24
jam
Cek ulang DL,GDS.
ASI 8x1 cc, lewat OGT
30 mei
2013
HP III
S : BAB (+), BAK (+)
O : HR 125 x/menit,
T=36,4 C, RR 44
x/menit .
IVFD KAEN 4A 130
cc/24 jam
Inj. Ampisilin 2x55 mg
Inj. Gentamisin 7 mg/24
Kepala :
Ubun – ubun datar
Mata/telinga :
Normal
Kulit :
Kemerahan, sianosis (-),
ikterik (-)
Thorax :
Simetris, retraksi (-),
suara nafas menurun
Abdomen :
Datar, distensi (-),
bising usus kesan
normal
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(-/-)
A :
Neonatus Kurang
Bulan, Sesuai Masa
Kehamilan
jam
ASI 8 x 5cc, lewat OGT
31 Mei
2013
HP = IV
S : BAB (+), BAK (+),
letargi (-), infus
hematom (+)
O : HR 116 x/menit,
T=36,6 C, RR 36
x/menit .
Kepala :
Ubun – ubun datar
Mata/telinga :
Normal
Aff infus
OGT terpasang
Amoxan drop 3x0,5
ASI 10-15 cc lewat
OGT
Kulit :
Kemerahan, sianosis (-),
ikterik (-)
Thorax :
Simetris, retraksi (-),
suara nafas menurun
Abdomen :
Datar, distensi (-),
bising usus kesan
normal
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(-/-)
A :
Neonatus Kurang
Bulan, Sesuai Masa
Kehamilan
1 Juni 2013
HP = V
S : BAB (+), BAK (+),
letargi (-), infus
hematom (+)
O : HR 116 x/menit,
T=36,6 C, RR 36
x/menit .
Kepala :
Ubun – ubun datar
Mata/telinga :
Normal
Kulit :
Kemerahan, sianosis (-),
ikterik (-)
Thorax :
Amoxan drop 3x0,5 mg
ASI 8x15-20cc
Simetris, retraksi (-),
suara nafas menurun
Abdomen :
Datar, distensi (-),
bising usus kesan
normal
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(-/-)
A :
Neonatus Kurang
Bulan, Sesuai Masa
Kehamilan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bayi Prematur
2.1.1 Definisi Dan Insiden
Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu. Bayi yang lahir prematur, mempunyai berat badan lahir yang rendah. Namun, bayi
yang mempunyai berat badan lahir yang rendah belum tentu mengalami kelahiran prematur.
Kelahiran bayi prematur masih menjadi masalah kesehatan bayi di Indonesia maupun
di beberapa negara, karena bayi prematur menyumbang 60% penyebab kematian neonatus
yang terjadi. Masalah yang terjadi ini terkait dengan kelahiran bayi prematur yang terjadi
sebelum usia gestasi 37 minggu dan biasanya diikuti dengan berat badan kurang dari 2500
gram pada saat lahir. Kelahiran bayi yang kurang dari 37 minggu dan berat badan kurang dari
2500 gram mengakibatkan hampir semua bayi prematur membutuhkan perawatan khusus dan
merupakan neonatus yang paling banyak dirawat di neonatal intensive care unit (NICU).
Insiden kelahiran bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR) bervariasi antara
satu negara dengan negara lain. Variasi ini tergantung pada kelompok etnik dan berkontribusi
secara signifikan terhadap perbedaan angka kematian di setiap negara. Data WHO (2009)
menunjukkan bahwa kelahiran prematur di dunia mencapai 12.870.000 bayi/tahun yaitu
sekitar 9,6% dari seluruh kelahiran. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007.
Prevalensi bayi prematur di Indonesia sendiri masih tergolong tinggi yaitu berkisar 7 – 14%,
bahkan dibeberapa kabupaten mencapai 16%.
2.1.2 Penyebab Kelahiran Bayi Prematur
Banyak aspek tentang neonatus risiko tinggi dihubungkan dengan prematuritas.
Penyebab aktual prematuritas belum diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa faktor
predisposisi telah diketahui. Faktor predisposisi ini banyak berperan dalam berat badan lahir
yang rendah karena gangguan pertumbuhan intrauterin. Di antara penyebab itu adalah status
sosial ekonomi rendah, preeklamsia, infeksi, merokok dan minum alkohol selama kehamilan,
perdarahan antepartum, abnormalitas perkembangan fetal, primipara, dan umur ibu kurang
dari 18 tahun
2.1.3 Karakteristik Bayi Prematur
Bayi prematur mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Hockenberry dan Wilson
(2007) mengemukakan karakteristik bayi prematur disesuaikan sesuai dengan variasi stadium
perkembangannya. Identifikasi karakteristik ini tergantung pada usia gestasi dan kemampuan
fisiologiknya. Namun, semua bayi memiliki beberapa karakteristik yang sama. Penampakan
keadaan fisik bayi berubah sesuai dengan perkembangan bayi menuju kematuritasannya.
Karakteristik bayi prematur dapat dilihat dari penampakan fisiknya. Bayi prematur
kelihatan sangat kecil dan tampak sangat kurus karena tidak punya atau hanya memiliki
deposit lemak subkutaneus yang sedikit. Kulitnya tampak berwarna pink (transparan,
tergantung pada derajat immaturitas), lembut, dan berkilau dengan pembuluh darah kecil
yang jelas terlihat di bawah epidermis. Lanugo menutupi seluruh badannya (tergantung pada
usia gestasi) , namun jarang dan kurang jelas pada kepala. Tulang rawan telinga masih lembut
dan menempel, dan telapak tangan serta kaki masih memiliki sedikit lipatan.
Karakteristik bayi prematur berkembang sesuai dengan usia gestasi. Nodul papilla
pada putting payudara belum berkembang sebelum usia 34 minggu, sekitar 1 – 2 mm pada 34
hingga 36 minggu, sekitar 4 mm pada 36-38 minggu, dan sekitar 8 mm pada bayi cukup
bulan. Tulang tengkorak kepala dan tulang rusuk masih lembut. Mata bayi prematur yang
lahir sebelum usia kehamilan 26 minggu masih menutup. Bayi laki –laki memiliki sedikit
rugae skrotal dan testis belum turun; sedangkan pada bayi perempuan labia minora dan
klitoris menonjol.
Bayi prematur memiliki keadaan fisiologis organ-organ yang belum matur. Fisiologi
immaturitas bayi prematur yaitu belum mampu menyeimbangkan suhu tubuh, mempunyai
kemampuan terbatas mengeluarkan zat-zat melalui urin dan risiko tinggi untuk mengalami
infeksi. Bayi prematur memiliki jaringan paru-paru yang immatur dan immaturitas pusat
regulasi yang ditunjukkan dengan pernapasan yang periodik, hipoventilasi , dan adanya
periode apnea.
Bayi prematur juga berisiko untuk mengal ami perubahan biokimia misalnya terjadi
hiperbilirubin dan hipoglikemi, dan memiliki kadar cairan ekstraseluler yang lebih tinggi
sehingga berisiko untuk terjadi gangguan cairan dan elektrolit . Gerakan fleksi dan aktivitas
lanjutan bayi prematur berbeda dengan bayi cukup bulan, pada bayi prematur gerakan ini
masih tidak aktif ataupun lemah. Keseimbangan ekstremitas masih selalu pada posisi ekstensi
dan posisi lainnya sesuai di mana bayi ini ditempatkan.
2.1.4 Pemeriksaan Ballard Score
Penilaian Ballard digunakan untuk mengukur usia bayi. Pemeriksaan ini idealnya
dilakukan segera setelah lahir yaitu dalam 2 - 8 jam setelah lahir .
Pemeriksaan ini terdiri dari penilaian kematangan neuromuskular dan maturitas fisik
2.1.5 Perubahan Fisiologis Bayi Prematur
Bayi prematur memiliki banyak masalah yang dihubungkan dengan tingkat maturasi
sistem organnya. Tingkat immaturitas tergantung pada usia gestasi. Immaturitas dapat dilihat
dengan jelas melalui perbedaan aktivitas fisik dan respon neurologi bayi. Pada periode masa
gestasi yang pendek maka bayi akan menunjukkan aktivitas muskular yang lemah. Bayi
prematur mempunyai tugas untuk menyesuaikan diri secara kompleks yaitu beradaptasi dari
kehidupan intrauterin berubah menjadi ekstrauterin sama seperti bayi cukup bulan. Bayi
prematur harus beradaptasi pada perubahan - perubahan fisiologi sebagai berikut:
2.1.5.1 Perubahan fisiologis respirasi
Bayi prematur berisiko mengalami masalah respirasi. Masalah yang terjadi
disebabkan karena paru-paru belum sepenuhnya matang dan belum siap untuk proses
pertukaran oksigen dan karbondioksida sebelum usia gestasi 37 atau 38 minggu. Jalan napas
hidung masih terbatas dan mudah mengalami obstruksi. Dinding toraks masih lembut,
sehingga nampak retraksi hanya dengan tekanan negatif selama inspirasi. Jalur respirasi juga
terbatas sehingga memberikan resistensi yang lebih besar pada aliran udara. Pernapasan bayi
irregular dan menggunakan diafragma dibandingkan dada. Refleks batuk juga masih lemah.
Bayi prematur memiliki pertukaran gas yang tidak efisien . Hal ini disebabkan karena
alveoli yang dilapisi oleh epitel kuboidal berbeda dengan sel yang ada pada paru -paru yang
matur dan dikelilingi oleh sedikit kapiler, di mana kapiler ini akan mulai bertambah secara
signifikan pada usia kehamilan setelah 28 minggu. Produksi surfaktan pulmonar oleh sel
alveolar masih minimal sehingga menyebabkan kolapsnya alveoli secara progresif.
Mekanisme yang mengatur kedalaman dan irama pernapasan melalui stimulasi pusat respirasi
pada otak, belum sepenuhnya berkembang dan bayi dapat mengalami periode apnea.
2.1.5.2 Perubahan kardiovaskular
Bayi prematur memiliki adaptasi sirkulasi yang lebih lambat dan kurang sempurna
dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Bayi prematur memiliki tonus arteriol pulmonar
yang tinggi, berkurang lebih lambat, dan labil. Tekanan darah pulmonar tinggi dan
bervariasi , berbeda dengan tekanan darah sistemik yang relatif rendah. Duktus arteriosus
tidak tertutup rapat dan kemungkinan terbuka lagi, ketika terjadi pertemuan darah antara
sirkulasi sistemik dan pulmonar. Ketidakstabilan ini menyebabkan terjadinya variasi yang
signifikan saturasi oksigen pada sirkulasi perifer.
2.1.5.3 Perubahan termoregulasi
Bayi prematur rentan terhadap ketidakstabilan suhu. Pusat regulasi suhu mulai matur
saat usia gestasi 28 minggu, sedangkan lemak subkutan dan cadangan lemak serta kulit mulai
matur pada usia gestasi 32 – 34 minggu. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan
suhu adalah; kehilangan panas yang sangat besar akibat luas permukaan tubuh terhadap berat
badan, lemak subkutan yang minimal, cadangan lemak coklat (sumber internal untuk
menghasi lkan panas, terdapat pada bayi cukup bulan normal) terbatas, kontrol refleks pada
kapiler kulit tidak ada atau lemah (respon mengigil), aktivitas massa otot (sehingga bayi
prematur tidak dapat menghasilkan panasnya sendiri), kapiler-kapiler mudah rusak, dan
pengaturan suhu di otak tidak matur.
2.1.5.4 Perubahan fisiologis gastrointestinal
Mekanisme mengisap dan menelan belum berkembang dengan baik pada bayi
prematur. Mekanisme ini hanya dapat dikoordinasi oleh bayi, untuk memulai menyusu pada
payudara sekitar 32 -34 minggu gestasi dan menjadi sangat efektif pada usia gestasi 36 -37
minggu. Kemampuan untuk mencerna makanan telah matur lebih awal dan hanya bayi yang
berusia kurang dari 25 minggu gestasi yang memiliki enzim digestif yang tidak mencukupi.
2.1.5.5 Perubahan fisiologis renal
Bayi prematur memiliki sistem ginjal yang belum matur. Immaturitas ini
menyebabkan kemampuan bayi prematur dalam mengsekresi zat-zat metabolit dan obat-
obatan secara adekuat. Bayi prematur juga memiliki keterbatasan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan urin. Masalah lain yang ditimbulkan dari immaturitas ginjal adalah
ketidakmampuan bayi dalam Mempertahankan keseimbangan asam basa, cairan , dan
elektrolit.
2.1.5.6 Perubahan fisiologis hepatik dan hematologi
Kelahiran prematur ini menyebabkan immaturitas hepar. Immaturitas hepar pada bayi
prematur dapat menyebabkan beberapa masalah pada bayi yaitu:
1) Glikogen dikumpul kan di hati dan kemudian secara cepat digunakan untuk membentuk
energi. Kemampuan bayi prematur mengumpulkan glikogen menurun pada saat lahir. Bayi
prematur memiliki persediaan glikogen yang terbatas, sementara bayi lebih sering mengalami
stress. Masalah ini mengakibatkan bayi prematur berisiko mengalami hipoglikemi dan
komplikasinya.
2) Bayi prematur mengalami gangguan konjugasi bilirubin dihati. Tingkat bilirubin
meningkat dengan cepat dan lebih tinggi dibandingkan bayi cukup bulan. Pengkajian dini
jaundice dengan tingkat bilirubin non-toksik sulit dilakukan karena lemak subkutannya yang
tipis .
3) Zat besi juga terkumpul ke hati, khususnya pada trimester ketiga. Bayi prematur yang baru
lahir memiliki persediaan zat besi yang rendah. Jika bayi mengalami perdarahan,
pertumbuhan cepat, dan pengambilan sampel darah, maka bayi prematur lebih sering menjadi
kekurangan zat besi lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan.
2.1.5.7 Perubahan fisiologis imunologi
Bayi prematur memiliki risiko terkena infeksi lebih besar dibandingkan bayi cukup
bulan. Peningkatan kepekaan ini sebagian dihubungkan dengan belum berkembangnya sistem
imun selular, tapi mungkin juga dihasilkan dari infeksi dalam uterus yang merupakan faktor
presipitasi kelahiran prematur. Bayi prematur memiliki immaturitas yang spesifik dan
nonspesifik. Di dalam uterus , bayi menerima immunitas pasif untuk menjaganya dari infeksi
dengan imunologi IgC maternal. IgC ini diperoleh melalui plasenta. Namun, immunitas ini
banyak diberikan pada trimester terakhir, maka bayi yang lahir prematur memiliki antibodi
yang sedikit pada saat lahir. Hal inilah yang menyebabkan bayi memiliki perlindungan yang
rendah dan immunoglobinnya lebih cepat habis dibandingkan bayi cukup bulan. Hal inilah
yang memberikan kontribusi terhadap kejadian infeksi bakteri pada tahun pertama
kehidupannya.
2.1.5.8 Perubahan neurologis
Otak terbentuk selama 6 minggu pertama gestasi. Pada bulan kedua dan keempat
gestasi, otak telah memiliki komplemen total proliferasi neuron; kemudian neuron bermigrasi
ke tempat-tempat yang lebih spesifik pada sistem saraf pusat dan mengatur jalur impuls saraf.
Langkah terakhir dari perkembangan neurologis adalah terbentuknya mielin yang dimulai
pada trimester kedua dan berlanjut setelah dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan otak
yang cepat dimulai pada trimester tiga dan berakhir pada saat bayi lahir. Kelainan
perkembangan neurologis pada bayi prematur disebabkan oleh intraventicular hemorrhage
(IVH) dan intracranial hemorrhage (ICH).
2.1.5.9 Perubahan status periode reaktivitas dan tingkah laku
Respon bayi baru lahir pada kehidupan ekstrauterin dikarakteristikkan menjadi dua
periode reaktivitas yang terdiri dari reaktivitas pertama dan reaktivitas kedua. Kedua periode
ini dipisahkan oleh periode inaktivitas untuk fase tidur, yaitu:
1) Periode reaktivitas pertama; terjadi sekitar 30 menit setelah bayi lahir. Selama periode ini,
bayi bangun dan aktif dan mungkin merasakan lapar dan mempunyai refleks isap yang kuat.
Pada periode ini respirasi cepat dan mungkin ada retraksi dada, denyut jantung cepat dan
irregular, dan bising usus juga telah ada.
2) Periode inaktivitas untuk fase tidur; setelah setengah hingga 1 jam bayi aktif kemudian
dimulai fase tidur. Fase tidur terjadi sekitar beberapa menit hingga 2 sampai 4 jam. Selama
periode ini bayi sulit terbangun.
3) Periode reaktivitas kedua; pada periode ini bayi bangun dan waspada. Respon fisiologis
yang dapat diamatai adalah peningkatan denyut jantung dan pernapasan. Perawat harus
waspada terhadap periode apnea pada periode ini. Periode reaktivitas pada bayi prematur
tertunda. Pada bayi yang sangat sakit, periode ini secara keseluruhan tidak dapat di observasi
karena bayi kemungkinan hipotonik dan tidak reaktif selama beberapa hari setelah lahir.
Secara neurologis, respon bayi prematur (sucking, tonus otot, states arousal) lebih lemah
dibandingkan bayi cukup bulan.
2.1.6 Komplikasi pada Bayi Prematur
Bayi prematur sering mengalami masalah yang berhubungan dengan komplikasi.
Komplikasi yang berhubungan dengan prematuritas yang diberikan intervensi klinik adalah
Anemia of prematurity, Kernicterus, respiratory distress syndrome (RDS), retinopaty of
prematurity (ROP), patent duktus arteriosus (PDA) , intraventicular hemorthage (IVH),
necrotizing Enterocolitis (NEC), dan apnea. Masalah jangka panjang meliputi
bronchopulmonary Dysplasia (BPD), pulmonary interstitial emphysema (PIE), dan
posthemorrhagic hydrocephalus, defek bicara, defek neurologi, dan defek audiotori.
2.1.6.1 Anemia of prematurity
Banyak sel darah bayi prematur berkembang normokromik sehingga mengalami
anemia normositik. Sel darah merah mungkin mengalami fragmentasi atau bentuknya tidak
biasa. Jumlah retikulosit rendah karena sumsum tulang tidak meningkatkan produksinya
sebelum usia gestasi 32 minggu. Bayi akan nampak pucat, kemungkinan letargi dan anoretik,
dan biasanya gagal untuk tumbuh. Hal ini di pengaruhi oleh immaturitas sistem hematopoetik
ditambah dengan adanya destruksi sel darah merah yang dapat menurunkan level vitamin E,
yang normalnya bertugas untuk melindungi sel darah merah untuk mengalami oksidasi.
Produksi sel darah merah dapat distimulasi dengan pemberian DNA recombinant
erythropoietin dan mungkin juga memerlukan transfusi darah.
2.1.6.2 Kernicterus
Kernicterus terjadi akibat invasi billirubin indirek. Invasi ini mengakibatkan destruksi
otak. Invasi ini merupakan efek dari tingginya konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bayi prematur juga memiliki serum
albumin yang rendah, serum ini digunakan untuk mengikat bilirubin indirek.
2.1.6.3 Respiratory distress syndrome (RDS)
Bayi prematur memiliki perkembangan paru yang masih immatur. Immaturitas ini
menyebabkan ganggauan paru. Gangguan paru ini dinamakan RDS, yang juga disebut
sebagai hyaline membrane desease (HMD) . RDS terjadi jika paru-paru bayi kekurangan
surfaktan yang digunakan untuk respirasi. Surfaktan merupakan lipoprotein yang berada di
permukaan paru -paru yang membantu paru-paru untuk ekspansi dan kontraksi dengan
mudah selama respirasi melalui modifikasi tekanan permukaan paru. Surfaktan juga
mencegah alveoli untuk kolaps.
2.1.6.4 Retinopaty of prematurity (ROP)
ROP merupakan proses penyakit pada pembuluh darah retina di mata. ROP terjadi
pada neonatus terutama bayi prematur yang menerima oksigen dalam konsentrasi tinggi pada
minggu -minggu atau bulan awal kehidupannya. Retina mata belum sepenuhnya berkembang
pada usia gestasi 28 minggu. Pada usia gestasi 32 minggu, pembuluh darah di area temporal
perifer pada retina masih immatur. Area temporal perifer pada pembuluh darah retina
menjadi sangat peka dan berbahaya jika diberikan oksigen dalam konsentrasi tinggi. Oksigen
yang tinggi menyebabkan arteriol pada retina menjadi konstriksi dan terbatas. Konstriksi ini
menurunkan aliran volume darah ke retina mata. Jika konstriksi tidak teratasi maka pembuluh
darah retina s ecara permanen dapat rusak.
2.1.6.5 Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Komplikasi yang terjadi pada bayi prematur dapat disebabkan oleh perawatan yang
diberikan misalnya ventilator. BPD merupakan kondisi kronik yang terjadi sekitar 30% dari
bayi yang mendapatkan perawatan dengan ventilasi mekanik. Akan tetapi , BPD dapat terjadi
pada bayi yang tidak menggunakan ventilator. BPD terjadi karena kombinasi beberapa faktor,
termasuk oksigen, tekanan yang tinggi pada ventilasi pulmonar, inflamasi, infeksi , dan faktor
nutrisi, yang mana berbahaya bagi alveoli dan traktus respiratory.
2.1.6.6 Defek bicara
Efek jangka panjang yang dapat terjadi pada bayi prematur adalah defek bicara. Defek
bicara yang paling sering di observasi meliputi keterlambatan perkembangan pada
kemampuan menerima dan mengekspresikan. Defek bicara ini sering terjadi pada anak usia
sekolah.
2.1.6.7 Defek neurologis
Komplikasi jangka panjang lain yang dapat terjadi pada bayi prematur adalah defek
neurologis. Defek neurologi yang paling umum terjadi adalah cerebral palsy, hidrocephalus,
seizure disorder, nilai IQ rendah, dan ketidakmampuan belajar. Dukungan keluarga
merupakan faktor yang paling penting dalam mempengaruhi penampilan sekolah terhadap
ada atau tidaknya sebagian besar defek neurologi.
2.1.7 Suhu Tubuh Bayi Prematur
2.1.7.1 Fisiologi Suhu tubuh
Suhu lingkungan manusia lebih dingin daripada tubuhnya. Manusia memiliki
kompensasi tubuh berupa sistem panas secara internal yang berguna untuk menyeimbangkan
suhu tubuh. Suhu internal ini merupakan suhu yang berasal dari jaringan tubuh dalam yang
selalu konstan yaitu sekitar ± 1°F(±0,6°C) setiap harinya kecuali keadaan demam.
Sedangkan, suhu yang berasal dari lingkungan dinamakan suhu kulit. Kenaikan dan
penurunan suhu kulit tergantung pada lingkungan. Suhu kulit ini menunjukkan kemampuan
kulit untuk melepaskan panas ke lingkungan.
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh ditentukan oleh laju pembentukan panas dan
laju kehilangan panas. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar dari laju
kehilangan panas maka temperatur tubuh meningkat. Bila laju pembentukan panas dalam
tubuh lebih kecil dari laju kehilangan panas maka temperatur akan menurun.
Produksi panas tergantung pada oksidasi dari bahan bakar metabolisme yang berasal
dari makanan. Produksi panas juga dihasilkan oleh respirasi sel. Respirasi sel merupakan
suatu mekanisme untuk menghasilkan ATP yang berasal dari makanan, di mana juga
menghasilkan panas sebagai salah satu produk energi. Produksi panas tubuh dihasilkan pada
organ dalam, terutama hati, otak, jantung, dan otot rangka selama kerja.
Laju produksi panas yang disebut juga laju metabolisme tubuh. Faktor- faktor yang
menentukan laju tersebut adalah:
(1) Laju metabolisme bara sal dari semua sel tubuh.
(2) Laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot . Kontraksi otot akan
meningkatkan suhu inti hingga (40°C).
(3) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin (dan hormon lain
misalnya hormon pertumbuhan dan testosteron) terhadap sel. Hormon tiroksin ini diproduksi
oleh glandula tiroid, di mana meningkatkan respirasi sel dan produksi panas. Mekanisme ini
merupakan umpan balik dari hipothalamus dan gladula pituitari anterior. Jika laju
metabolisme menurun maka glandula tiroid akan mensekresi tiroksin (T4) . Toroksin ini akan
meningkatkan respirasi sel.
(4) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh efek epinefrin dan norepinefrin (disekresi
oleh medula adrenal), dan perangsangan simpatis terhadap sel. Epinefrin akan meningkatkan
respirasi sel terutama organ jantung, otot rangka, dan hati. Stimulasi simpatis juga akan
meningkatkan aktivitas organ.
(5) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam
sel sendiri (misalnya asupan makanan). Asupan makanan akan meningkatkan laju
metabolisme dari traktus digestif. Panas akan diproduksi oleh digestif sebagai akibat dari
pembentukan ATP yang digunakan untuk peristaltik dan sintesis enzim.
Panas yang berasal dari produksi panas dihantarkan dari organ dan jaringan yang
lebih dalam ke kulit. Panas ini akan hilang ke udara dan sekitarnya. Dua faktor yang
mempengaruhi hilangnya panas adalah: (1) kecepatan konduksi panas dari tempat panas yang
dihasilkan di inti tubuh ke kulit; (2) kecepatan penghantaran panas dari kulit ke sekitarnya.
Semua kehilangan panas dan peningkatan panas antara tubuh dan lingkungan
eksternal terjadi diantara permukaan tubuh dan sekitarnya. Pengaturan pertukaran panas
antara kulit dan lingkungan diatur oleh sistem saraf simpatis. Saraf simpatis akan
mempengaruhi tingkat vasokonstriksi arteriol dan anastomosis arteriovenosa yang mensuplai
darah ke pleksus venosus kulit. Vasokonstriksi ini dikontrol oleh sistem saraf simpatis dalam
memberikan respon terhadap perubahan suhu tubuh inti dan suhu lingkungan. Tubuh
menggunakan 4 mekanisme untuk mengatur pertukaran panas antara permukaan tubuh dan
lingkungannya, yaitu radiasi , konduksi, konveksi , dan evaporasi.
Hipotalamus berperan dalam regulasi suhu dan bertanggungjawab sebagai termostat
tubuh . Hipotalamus berperan penting dalam keseimbangan antara mekanisme kehilangan
panas, mekanisme produksi panas, dan mekanisme pertukaran panas. Kerja hipotalamus
mengatur mekanisme antara suhu inti dan suhu kulit dibantu oleh reseptor suhu yang sensitif
dinamakan termoreseptor. Termoreseptor perifer bertugas untuk memonitor suhu kulit dan
mentransfer informasi ke hipotalamus tentang suhu permukaan terdapat dua pusat regulasi
suhu yang dimiliki oleh hipotalamus. Region posterior diaktivasi oleh dingin dan kemudian
memicu produksi panas dan konservasi panas. Region anterior di aktivasi oleh kehangatan, di
mana akan memicu kehilangan panas.
Penjalaran sinyal suhu hampir selalu sejajar. Pada saat memasuki medula spinalis
maka sinyal akan menjalar ke traktus lissauer sebanyak beberapa segmen di atas dan bawah.
Sinyal ini akan berakhir pada lamina I, II, III radiks dorsalis. Setelah ada satu atau lebih
percabangan neuron dalam medula spinalis, maka sinyal akan dijalarkan ke serabut termal
asenden yang menyilang ke traktus sensorik anterolateral sisi berlawanan dan akan berakhir
di (1) area retikular batang otak dan (2) kompleks ventrobasal thalamus. Beberapa sinyal
suhu dari kompleks ventrobasal akan dipancarkan menuju korteks somatosensorik. Pada
akhirnya sinyal ini akan berespon pada stimulus dingin atau panas pada daerah kulit yang
spesifik.
Bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dari suhu lingkungan intaruterin (37,7°C) ke
suhu ruangan (21°C hingga 25°C). Panas ditransfer gradien internal dari suhu inti ke
permukaan kulit, kemudian ke gradien eksternal dari permukaan tubuh ke lingkungan.
Kecepatan kehilangan panas dari gradien internal ini tergantung pada aliran darah kapiler dan
lemak subkutaneus yang dimiliki. Sekitar 2 – 7% berat badan bayi baru lahir berasal dari
brown adipose tissue (BAT). BAT terdapat di sekitar ginjal, mediastinum, lipatan leher, dan
skapula, sepanjang kolumna spinal, dan sekitar pembuluh darah besar di leher. Sel BAT
mulai diproliferasi pada usia 26 – 30 minggu gestasi dan berlanjut setelah 4 minggu
kelahiran.
Adipocytes (sel lemak) BAT dibedakan dari Adipocytes normal oleh besarnya
peningkatan proses metabolik dan produksi panas. Sel ini mengandung vacula lemak kecil,
beberapa mitokondria, jaringan yang menyuplai kapiler darah (memberikan warna coklat)
dan nervus simpatis. Nervus simpatis akan mengaktivasi glandula adrenal untuk mensekresi
katekolamin ketika stress dingin. Pengeluaran lokalnya berupa noreadrenalin (norepinefrin)
yang menstimulasi glandula pituitari sehingga mengeluarkan thyroid -stimulating hormone
(TSH). Hal ini akan menyebabkan peningkatan produksi tiroksin (T4). Adrenalin dan tiroksin
akan meningkatkan metabolisme lemak coklat dan memproduksi panas.
2.1.7.2 Regulasi Suhu Bayi Prematur
Bayi prematur ini rentan terhadap ketidakstabilan suhu. Faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakstabilan suhu adalah; kehilangan panas yang sangat besar akibat luas
permukaan tubuh terhadap berat badan, penyekatan lemak subkutan yang minimal, cadangan
lemak coklat (sumber internal untuk menghasilkan panas, terdapat pada bayi cukup bulan
normal) terbatas, kontrol refleks pada kapiler kulit tidak ada atau lemah (respon mengigil),
aktivitas massa otot tidak adekuat (sehingga bayi prematur tidak dapat menghasilkan
panasnya sendiri), kapiler-kapiler mudah rusak, dan pengaturan suhu di otak tidak matur.
Rentang normal suhu tubuh neonatus berbeda antara bayi yang cukup bulan dan bayi
prematur. Rentang normal suhu tubuh bayi cukup bulan berkisar 36,5ºC - 37ºC ; sedangkan
bayi prematur berkisar 36,3ºC - 36,9ºC. Bila bayi dibiarkan dalam suhu kamar (25 ºC) maka
bayi akan kehilangan panas melalui evaporasi (penguapan), konveksi dan radiasi sebanyak
200 kalori/kgBB/menit, sedangkan pembentukan panas yang dapat diproduksi hanya per
sepuluh dari jumlah kehilangan panas di atas, dalam waktu yang bersamaan. Hal ini akan
menyebabkan penurunan suhu tubuh sebanyak 2ºC dalam waktu 15 menit. Keadaan ini
sangat berbahaya untuk neonatus terlebih bagi bayi prematur dan BBLR, bayi dapat
mengalami asfiksia karena tidak sanggup mengimbangi penurunan suhu tersebut dengan
produksi panas yang dibuat sendiri.
Suhu yang rendah mengakibatkan metabolisme jaringan akan meningkat dan
berakibat lebih mudah terjadinya asidosis metabolik berat sehingga kebutuhan oksigen akan
meningkat. Jika oksigen tidak tersedia maka akan terjadi hipoksia pada sel tubuh.
Penyimpanan oksigen untuk fungsi essensial tubuh dilakukan dengan cara vasokonstriksi
pembuluh darah. Jika proses ini berlangsung lama, maka pembuluh darah pulmonar menjadi
terancam dan perfusi pulmonar akan menurun. Tingkat PO2 akan menurun dan PCO2 akan
meningkat. Peningkatan PO2 akan menyebabkan terbukanya fetal right-to-left shunt.
Produksi surfaktan juga akan menurun, sehingga akan mempengaruhi fungsi paru.
Suplai glukosa juga akan meningkat akibat peningkatan metabolisme. Bayi akan
memenuhi kebutuhan glukosanya melalui proses glikolisis anaerob, di mana zat asam akan
masuk ke dalam aliran darah. Bayi akan menjadi asidosis dan dengan asidosis akan
memperbesar risiko terjadinya kernikterus (masuknya bilirubin tidak terkonjugasi ke dalam
sel otak). Selain itu hipotermi yang terjadi pada neonatus dapat menyebabkan hipoglikemia.
Usaha mengurangi kehilangan panas tersebut di atas dapat dapat ditanggulangi dengan
mengatur suhu lingkungan, membungkus badan bayi dengan kain hangat, membungkus
kepala bayi, disimpan ditempat tidur yang sudah dihangatkan atau dimasukkan sementara ke
dalam inkubator.
2.1.8 Berat badan Bayi Prematur
2.1.8.1 Fisiologi Berat Badan Bayi
Berat badan merup akan hasil peningkatan/ penurunan semua jaringan yang ada pada
tubuh, antara lain tulang, otot, lemak cairan tubuh , dan lain -lain. Bayi -bayi yang lahir
dengan berat badan rendah, akan lebih cepat bertambah berat badannya, seakan-akan
mengejar ketinggalannya. Sedangkan, bayi -bayi yang besar pada waktu lahir, umumnnya
sering tumbuh lambat. Pertambahan ini akan sangat dipengaruhi oleh banyaknya makanan
dan keaktifan pencernaan, jenis makanan, dan lain-lain.
Hipotalamus berperan dalam regulasi asupan makanan, di mana merupakan
komponen yang penting dalam keseimbangan energi. Asupan makanan ini dipengaruhi oleh
pusat lapar dan pusat kenyang. Inti lateral hipotalamus merupakan pusat lapar atau pusat
makan; sedangkan inti ventromedialis hipotalamus berperan dalam pusat kenyang .
Hipotalamus lateral bekerja dengan membangkitkan perangsangan motorik terhadap semua
aktivitas dan khususnya perangsangan emosional untuk mencari makanan. Sedangkan, pusat
kenyang menstimulasi perasaan kepuasan akan makanan.
Keseimbangan energi diatur oleh dua mekanisme yaitu pemasukan energi dan
pengeluaran energi. Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran ini di pengaruhi oleh
komponen kimia tubuh yaitu H2O dan garam. Pemasukan energi berasal dari pemasukan
makanan. Sel mengambil energi dari makanan kemudian dibentuk ATP. Pengeluaran energi
atau pemakaian energi terjadi melalui dua mekanisme yaitu kerja internal dan eksternal.
Kerja eksternal merupakan pemakaian energi melalui kontraksi otot rangka. Kerja internal
merupakan semua pemakaian energi secara biologi . Jumlah energi yang dikeluarkan selam a
kerja internal dan kerja eksternal dinamakan laju metabolik.
Daerah otak yang terlibat dalam penginderaan keadaan nutrisi dalam tubuh atau pusat
saraf yang merangsang pencarian makanan. Lesi nukleus paraventrikuler meyebabkan makan
karbohidrat yang berlebihan. Sebaliknya, lesi pada nukleus dorsomedial hipotalamus
menekan makan. Perangsangan pada batang otak bagian bawah, seperti area posterma,
nukleus media kaudal, traktus solitaries, atau saraf vagus akan mempengaruhi derajat makan.
Pusat yang lebih tinggi dari hipotalamus juga memainkan peranan penting dalam
mengendalikan makan. Pusat ini khususnya mencakup amigdala dan korteks prefrontal, di
mana keduanya berdekatan dengan hipotalamus.
Asupan makanan juga dipengaruhi oleh reseptor mulut. Faktor mulut ini terdiri dari
pengunyahan, saliva, penelanan, pengecapan, dan pengukuran jumlah makanan yang masuk
dalam mulut. Setelah sejumlah makanan masuk ke dalam mulut maka terjadi penghambatan
di pusat makan di hipotalamus. Temperatur tubuh dan asupan makanan juga memiliki
hubungan. Bila seseorang terpapar dengan udara dingin, maka akan cenderung untuk makan
berlebihan. Sedangkan, jika terpapar udara panas maka akan cenderung makan sedikit.
Keadaan ini disebabkan oleh interaksi antara sistem pengatur temperatur dengan sistem p
engatur makan dalam hipotalamus.
2.1.8.2 Berat badan bayi prematur
Bayi prematur lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bayi prematur
memiliki berat badan kurang pada saat lahir karena bayi ini mengalami gangguan
pertumbuhan intrauterin atau pemendekan usia gestasi. Penyebab umum BBLR adalah
intoleransi glukosa selama masa hamil, maternal diabetes militus, nutrisi berlebihan , dan
juga hereditas. Selain itu, kelahiran BBLR juga berhubungan dengan kehamilan multijanin,
kehamilan kembar yang berbeda, anomali kongenital, infeksi tinggi rubella, dan infeksi
intrauterin.
Perubahan berat badan yang sangat cepat terjadi pada masa bayi, perubahan ini lebih
cepat dibandingkan dengan waktu-waktu lain setelah lahir. Hal ini terjadi baik pada bayi
cukup bulan maupun bayi prematur. Berat badan bayi akan mengalami penurunan secara
fisiologis pada tiga hari pertama kehidupannya. Bayi cukup bulan mengalami penurunan
sebesar 5% dari berat badan lahirnya; sedangkan bayi prematur mengalami penurunan
sebesar 6% - 8% dari berat badan lahirnya . Bayi mengalami peningkatan berat badan sebesar
15 – 20 gram/kg/hari pada hari-hari awal kehidupannya . Namun, pada bayi prematur yang
sakit yang dirawat di NICU, peningkatan sebesar 15 – 20 gram/kg/hari tidak akan terlihat
pada 2 minggu pertama kehidupannya karena komplikasi yang dialami bayi.
Pola peningkatan berat badan bayi prematur dan bayi cukup bulan berbeda. Bayi
prematur mulai mengejar peningkatan berat badannya pada 1 tahun hingga 2 tahun pertama
kehidupannya mendekati bayi yang lahir cukup bulan. Sedangkan, pada bayi yang lahir
cukup bulan berat badanwaktu lahirnya akan kembali pada hari ke - 10. Berat badan menjadi
2 kali berat badan lahir saat usia 5 bulan, pada umur 1 tahun berat badan naik menjadi 3 kali
lipat berat badan lahir, dan menjadi 4 kali berat badan lahir pada umur 2 tahun. Anak masa
prasekolah mengalami kenaikan berat badan rata-rata 2kg/tahun. Pertumbuhan konstan
berakhir dan dimulai pre-adolescent growth spurt dengan rata-rata kenaikan berat badan 3-3,5
kg/tahun, yang kemudian dilanjutkan dengan adolescent growth spurt. Pengukuran berat
badan bayi prematur dihitung sesuai dengan koreksi usianya. Kenaikan berat badan rata-rata
bayi prematur dalam satu tahun pertama sama dengan bayi cukup bulan, yaitu 6 – 7 kg.
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Prematur
Pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur berbeda dengan bayi cukup bulan.
Bayi prematur berisiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan bayi prem atur dikaitkan dengan kecilnya usia kehamilan
(<32 minggu) dan kecilnya berat lahir bayi (<1500 gram). Namun, banyak bayi prematur
dapat berkembang dalam rentan normal, menjadi anak-anak yang sehat dan dapat mengejar
ketinggalan pertumbuhan dan perkembangannya sama dengan bayi yang lahir cukup bulan
pada usia 2 tahun pertama kehidupannya.
Cooke dan Hughes (2003) melakukan penelitian pada 280 anak yang lahir prematur
dan 210 anak yang lahir cukup bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara kohort
bayi permatur pada usia 7 tahun dikaitkan dengan pengukuran pertumbuhan, motorik dan
kognitif, serta menginvestigasi keterlambatan pertumbuhan pada prestasi sekolah anak. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terd apat keterlambatan pertumbuhan bayi prematur
khususnya kepala, dihubungkan dengan peningkatan level keterlambatan motorik dan
kognitif pada usia 7 tahun. Pola pertumbuhan dan perkembangan seorang anak sangat
bergantung kepada interaksi banyak faktor. Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak
adalah faktor genetik yang sangat berhubungan erat dengan faktor lingkungan. Faktor lain
yang juga mempengaruhi tumbuh kembang adalah faktor prenatal, faktor persalinan, gizi,
sosio-ekonomi, emosi, dan lain-lain. Yang termasuk faktor persalinan adalah komplikasi
persalinan pada bayi seperti trauma lahir, dan asfiksia yang menyebabkan kerusakan otak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
asfiksia neonatorum. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas spontan pada saat lahir
dan beberapa saat setelah lahir. Asfiksia neonatorum diukur dengan menggunakan nilai
APGAR. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Pin, Eldrige & Galea (2008) tentang A review
of developmental outcomes of term infants with post-asphyxia neonatal encephalopathy.
Penelitian ini melihat adanya pengaruh neonatus yang mengalami post-asfiksia
encephalopathy merupakan penyebab dari terjadinya disabilitas pada bayi. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa 47% bayi mengalami gangguan perkembangan seperti kematian,
keterlambatan kognitif, dan keterlambatan sensorik-motorik.
Anamnesis pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur harus dibedakan dengan
bayi dismatur karena bayi prematur telah terjadi retardasi pertumbuhan intrauterin. Pada bayi
prematur, karena dia lahir lebih cepat dari kelahiran normal, maka harus dip ertimbangkan
pertumbuhan uterin yang tidak sempat dilalui tersebut. Anmnesis tersebut misalnya; bayi
lahir 3 bulan prematur (umur kehamilan 6 bulan), kalau bayi ini dilakukan pemeriksaan 6
bulan setelah lahir, maka dia tidak dapat dibandingkan dengan bayi usia 6 bulan, tetapi harus
dengan bayi usia 3 bulan (setelah koreksi 3 bulan masa pertumbuhan intrauterin yang tidak
sempat dilaluinya).
2.2.1 Pertumbuhan
Pertumbuhan anak-anak yang lahir prematur dengan berat badan lahir yang rendah
lebih lambat dibandingkan dengan anak yang lahir cukup bulan di awal-awal kehidupannya.
Keterlambatan pertumbuhan itu meliputi kepala, berat badan dan panjang badan. Delapan
puluh lima persen bayi prematur menyelesaikan pengejaran ketinggalan pertumbuhannya
sama dengan anak sebayanya sampai umur 2 tahun. Banyak bayi prematur tidak memiliki
masalah dengan pengejaran pertumbuhannya, akan tetapi bayi yang sangat prematur
membutuhkan waktu yang lebih lama. Pengejaran pertumbuhan ini dibagi dalam 3 fase
kecepatan pertumbuhan yaitu pertumbuhan kepala sejalan dengan perkembangan otaknya,
pertumbuhan berat badan, dan terakhir pertambahan panjang badan. Sel ama 2 tahun pertama
kehidupan bayi prematur, pertumbuhan diukur menggunakan koreksi usia prematuritas.
Grafik pertumbuhan untuk bayi prematur telah tersedia dan dibuat secara khusus
untuk tujuan ini (lampiran 8) . Grafik pertumbuhan neonatus spesial juga tersedia untuk bayi
sakit atau kecil untuk usia gestasi. Setelah bayi mencapai usia 2 tahun, grafik yang digunakan
adalah grafik pertumbuhan standar untuk usia kronologis . Pengukuran antropometri anak
yang lahir prematur, koreksi umur tidak diperlukan pada pengukuran lingkar kepala mulai
umur 18 bulan, berat badan mulai umur 24 bulan, dan tinggi badan mulai umur 3,5 tahun,
karena mulai umur ini tidak ada perbedaan yang bermakna antara umur yang dikoreksi
dengan yang tanpa koreksi.
2.2.2 Perkembangan
Meskipun pada waktu lahir, bayi prematur memperlihatkan penampilan yang lebih
hidup dan aktif namun dalam kurun waktu yang lebih lanjut 1 tahun, ia akan tetap tertinggal
dari tingkat perkembangannya oleh bayi cukup bulan. Kesenjangan ini akan menghilang
dalam kurun waktu 2 tahun, bila tidak ada pengaruh negatif lainnya. Kelainan perkembangan
lebih banyak ditemukan pada bayi prematur daripada cukup bulan, yang biasanya meliputi
kelainan fungsi intelektual atau motorik.
Perkembangan anak yang lahir prematur lebih lambat dibandingkan dengan anak yang
cukup bulan. Perhatian spesial diberikan pada perkembangan refleks bayi, tonus otot,
keterampilan motorik, tingkah laku, respon sensorik, dan perkembangan bicara. Banyak bayi
prematur dapat mengejar perkembangannya sama dengan kelompok usianya selama 2 tahun
pertama kehidupannya, namun ada beberapa yang membutuhkan waktu lebih lama terutama
bayi yang lahir > 2 bulan prematur.
Perkembangan pada bayi diukur dengan menggunakan Denver Prescreening
Developmental Questionnaire, the Denver Developmental Screening Test dan the Gesell
Screening Inventory yang merupakan semua tes perkembangan yang disetujui. Penggunaan
tes perkembangan yang distandarisasi lebih penting dibandingkan dengan pemilihan tes itu.
Perkembangan bayi prematur pada satu dua tahun pertama kehidupannya juga diukur
menggunakan koreksi usia.
2.3 Perawatan di Rumah Sakit
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) memerlukan perawatan lebih intensif, karena
sebenarnya bayi masih membutuhkan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari
lingkungannya selama dalam kandungan. Maka dengan demikian, di rumah sakit bayi dengan
BBLR biasanya akan mendapatkan perawatan sebagai berikut:
a. Dimasukkan dalam inkubator
Inkubator berfungsi menjaga suhu bayi supaya tetap stabil. Akibat sistem pengaturan
suhu dalm tubuh bayi belum sempurna, maka suhunya bisa naik atau turun secara drastis. Hal
ini tentu bisa membahayakan kondisi kesehatannya. Otot-ototnya juga relatif lebih lemah,
sementara cadangan lemaknya juga lebih sedikit dibandingkan bayi yang lahir normal.
b. Pencegahan infeksi
Mudahnya bayi BBLR terinfeksi menjadikan hal ini salah satu fokus perawatan
salama di RS. Pihak RS akan terus mengontrol dan memastikan jangan sampai terjadi infeksi
karena bisa berdampak fatal.
c. Minum cukup
Bagi bayi, susu adalah sumber nutrisi yang utama. Untuk itulah selama dirawat, pihak
RS harus memastikan bayi mengkonsumsi susu sesuai kebutuhan tubuhnya. Selama belum
bisa mengisap dengan benar, minum susu digunakan menggunakan pipet.
d. Memberikan sentuhan
Selama bayi dibaringkan dalam inkubator bukan berarti hubungan dengan orang tua
terputus. Orang tua terutama ibu sangat disarankan untuk terus memberikan sentuhan pada
bayinya. Bayi BBLR yang mendapat sentuhan ibu menurut penelitian menunjukkan kenaikan
berat badan yang lebih cepat daripada jika bayi jarang disentuh.
e. Membantu beradaptasi
Bila memang tidak ada komplikasi, perawatan di RS bertujuan membantu bayi
beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan dipastikan tidak ada
infeksi, bayi biasanya boleh dibawa pulang. Namun, ada juga sejumlah RS yang
menggunakan standar berat badan. Misalnya, bayi baru boleh pulang kalau beratnya
mencapai 2 kg.
2.4 Sindrom HELLP
2.4.1 Definisi
Sindrom HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver enzymes
and Low Platelet counts, pertama kali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada
penderita PEB. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita PEB
dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim
hepar dan trombositopeni.
2.4.2 Insiden
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Hal ini
disebabkan karena onset sindroma ini sulit di duga, gambaran klinisnya sangat bervariasi dan
perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar antara 2 – 12% dari
pasien dengan PEB, dan berkisar 0,2 – 0, 6% dari seluruh kehamilan.
2.4.3 Patogenesis
Karena sindroma HELLP adalah merupakan bagian dari pre eklampsia, maka
etiopatogenesisnya sama dengan pre eklampsia. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti
patogenesis pre eklampsia atau sindroma HELLP.
Ada perbedaan yang nyata antara kehamilan normal dan pre eklampsia, yaitu pada
tekanan darah pada trimester II (kehamilan normal) menurun, sedangkan kadar plasma renin,
angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Lain halnya pada pre eklampsia,
tekanan darah pada trimester II meningkat, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II dan
prostasiklin menurun. Beberapa ahli menitikberatkan pada gangguan fungsi endotel atau
trofoblast dan teori ini dikenal dengan teori kerusakan endotel.
2.4.4 Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, Martin mengelompokkan penderita
sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu :8,10
- Kelas I : jumlah platelet ≤ 50.000/mm3
- Kelas II : jumlah platelet 50.000 – 100.000/mm3
- Kelas III : jumlah platelet 100.000 – 150.000/mm3
Menurut Audibert dkk. (1996), dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya
dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H),
elevate liver enzymes (EL) dan low platelets (LP); dan dikatakan sindroma HELLP murni jika
dijumpai perubahan pada ketiga parameter tersebut.
2.4.5 Gambaran Klinis
Gejala klinis sindroma HELLP merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem
vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala sindroma HELLP
memberi gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa: malaise, nausea, kadang-
kadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di epigastrium kanan atas.
Karena gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis, sehingga
ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu dari
gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan enzim
hepar serta tekanan darah ibu.
2.4.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan karena diagnosis
ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium, walaupun sampai saat ini belum ada batasan yang
tegas tentang nilai batas untuk masing-masing parameter.
1. Hemolisis
Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan gambaran yang
spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas dalam sistem retikulo endothelial
akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya
hemolisis. Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan
mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya eritrosit imatur.
2. Peningkatan kadar enzim hepar
Serum aminotransferase yaitu aspartat aminotransferase (SGOT) dan glutamat piruvat
transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar. Pada pre eklampsia, SGOT
dan SGPT meningkat 1/5 kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT.
Pada sindroma HELLP peningkatan SGOT lebih tinggi dari SGPT terutama pada fase
akut dan progresivitas sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPT dapat juga merupakan
tanda terjadinya ruptur hepar.
Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggungjawab terhadap
proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH yang meningkat menggambarkan terjadinya
kerusakan sel hepar. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan
SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.
3. Jumlah platelet yang rendah
Kadar platelet dapat bervariasi dan nilainya menjadi acuan untuk dikelompokkan dalam
kelas yang berbeda.
2.4.7 Diagnosis
Kriteria diagnosis sindroma HELLP menurut Sibai adalah sebagai berikut:
1. Hemolisis
- Schistiosit pada apusan darah
- Bilirubin ≥ 1,2 mg/dl
- Haptoglobin plasma tidak ada
2. Peningkatan enzim hepar
- SGOT > 72 IU/L
- LDH > 600 IU/L
3. Jumlah trombosit rendah
- Trombosit < 100.000/mm3
2.4.8 Penatalaksanaan
Mengingat kejadian sindroma HELLP pada kehamilan muda, maka terdapat
kontroversi pada penanganan sindroma HELLP. Prioritas utama adalah menstabilkan kondisi
ibu terutama jika terjadi gangguan pembekuan darah. Tahap berikutnya adalah melihat
kesejahteraan janin, kemudian keputusan segera apakah ada indikasi untuk dilahirkan atau
tidak.
Sebagian setuju untuk melakukan perawatan secara konservatif sampai kematangan
paru janin tercapai dalam upaya meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan. Sebagian
lainnya melakukan tindakan agresif untuk melakukan terminasi secepatnya apabila gangguan
fungsi hati dan koagulasi diketahui. Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan
dengan segera tanpa memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya risiko maternal
serta jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Namun semua peneliti sepakat
bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi yang definitif.
Penanganan pertama sesuai dengan penanganan PEB. Kemudian dilakukan evaluasi
dan koreksi kelainan faktor-faktor pembekuan.
Untuk perawatan konservatif dianjurkan tirah baring total dengan infus plasma
albumin 5–25%. Tujuannya untuk menurunkan hemokonsentrasi, peningkatan jumlah
trombosit dan pengurangan beberapa gejala toksemia. Jika cervix memadai dapat dilakukan
induksi oksitosin drip pada usia kehamilan ≥ 32 minggu. Apabila keadaan cervix kurang
memadai, dilakukan elektif seksio Caesar. Apabila jumlah trombosit < 50.000/mm3
dilakukan tranfusi trombosit.
2.4.9 Prognosis
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19-27% untuk mendapat risiko
sindrom ini pada kehamilan berikutnya dan mempunyai risiko sampai 43% untuk mendapat
pre eklampsia pada kehamilan berikutnya. Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi
tergantung dari keparahan penyakit ibu. Anak yang menderita sindroma HELLP mengalami
perkembangan yang terhambat (IUGR) dan sindroma kegagalan napas.
BAB IV
PEMBAHASAN
Fakta Teori
Bayi Perempuan
Usia gestasi = 34 minggu
Berat badan = 1300 gram
Panjang Badan = 37 cm
Lahir di RSUD AWS Samarinda,
dibantu oleh dokter spesialis kandungan
Lahir secara perabdominal atas indikasi
HELLP Sindrom
Riwayat Ibu :
1. Usia 40 tahun
2. Berat badan = 55 kg
3. Tinggi Badan = 158 cm
4. P4A0
5. Ibu memiliki riwayat tekanan darah
tinggi sebelum kehamilan
6. Tidak pernah mengalami keluhan yang
serupa pada kehamilan sebelumnya
7. Tidak pernah merokok
8. Tidak pernah minum minuman
beralkohol
HELLP Sindrome
Sindroma HELLP yang merupakan
singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver
enzymes and Low Platelet counts.
Sindroma ini merupakan kumpulan gejala
multi sistem pada penderita PEB dan
eklampsia yang terutama ditandai dengan
adanya hemolisis, peningkatan kadar
enzim hepar dan trombositopeni.
Faktor Resiko
1. Nulipara
2. Kehamilan ganda
3. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun
4. Riwayat preeklampsia, eklampisia
pada kehamilan sebelumnya
5. Riwayat dalam keluarga pernah
menderita preeklampsia
6. Penyakit ginjal, hipertensi, dan
diabetes mellitus yang sudah ada
sebelum kehamilan
7. Obesitas
Pengaruh terhadap Janin
1. Fetal Distres
2. Pertumbuhan janin Intrauterin
terhambat
3. Prematuritas
4. Infeksi
5. Asifiksia
Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Keadaan Umum : sakit sedang
Berat Badan : 1300 gram
Tinggi badan : 37 cm
Lingkar Kepala : 28 cm
Lingkar Dada : 24,5 cm
Nadi : 120 x/ menit,
regular, kuat angkat
Pernafasan : 41 x/menit
Suhu : 36,3 C
Pemeriksaan fisik :
Kepala :
Ubun – ubun datar
Mata/telinga :
Normal
Kulit :
Kemerahan, sianosis (-), ikterik (-)
Thorax :
Simetris, retraksi (-), suara nafas
lemah
Abdomen :
Datar, distensi (-), bising usus kesan
normal
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-/-)
Neonatus Kurang Bulan :
Neonatus yang dilahirkan dengan masa gestasi kurang
dari 37 minggu.
Sesuai Masa Kehamilan :
Jika neonatus lahir dengan BB diantara persentil ke-
10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin menurut
grafik Lubchenco.
Masalah lebih sering dijumpai pada Neonatus Kurang
Bulan :
1. Ketidakstabilan suhu, akibat :
a. Peningkatan hilangnya panas
b. Kurangnya lemak subkutan
c. Rasio luas permukaan terhadap berat
badan yang besar
d. Produksi panas berkurang akibat lemak
coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil
2. Ketidakstabilan pernafasan
a. Defisiensi surfaktan paru yang mengarah
ke PMH
b. Resiko aspirasi akibat belum
terkoordinasinya refleks batuk, refleks
menghisap, dan refleks menelan
c. Thoraks yang dapat menekuk dan otot
pembantu respirasi yang lemah
d. Pernafasan yang periodik dan apnea
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
a. Refleks hisap dan telan yang buruk
terutama sebelum 34 minggu
b. Motilitas usus yang menurun
c. Pengosongan lambung yang menurun
d. Pencernaan dan absorpsi vitamin yang
larut dalam lemak berkurang
e. Defisiensi enzim laktase pada brush
border
f. Menurunnya cadangan kalsium, fosfor,
protein dan zat besi dalam tubuh
g. Meningkatnya risiko EKN (Enterokolitis
Nekrotikans)
4. Imaturitas hati
a. Konjugasi dan ekskresi bilirubin
terganggu
b. Defisiensi faktor pembekuan yang
bergantung pada vitamin K
5. Imaturitas ginjal
a. Ketidakmampuan untuk megekresikan
solute load besar
b. Akumulasi asam anorganik dengan
asidosis metabolik
c. Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya
hiponatremia atau hipernatremia,
hiperkalemia atau glikosuria ginjal
6. Imaturitas imunologis
a. Resiko infeksi tinggi akibat :
- Tidak banyak transfer IgG maternal
melalui plasenta selama trimester
ketiga
- Fagositosis terganggu
- Penurunan faktor komplemen
7. Kelainan Neurologis
a. Refleks hisap dan telan yang imatur
b. Penurunan motilitas usus
c. Apnea dan bradikardia berulang
d. Perdarahan intraventrikel dan
leukomalasia periventrikel
e. Pengaturan perfusi serebral yang buruk
f. Hypoxic ischemic encelophaty (HIE)
g. Retinopati prematuritas
h. Kejang
i. Hiponatremia
8. Kelainan kardiovaskular
a. Patent Ductus Arteriousus
b. Hipotensi atau hipertensi
9. Kelainan hematologis
a. Anemia
b. Hiperbilirubinemia
c. Disseminated Intravaskular Coagulatio
(DIC)
d. Hemorrhagic disease of the newborn
10. Metabolisme
a. Hipoglikemia atau hiperglikemia
b. hipokalsemia
Pemeriksaan Penunjang
Fakta Teori
Darah Lengkap 28 Mei 2013
WBC 13.800
Hb 23,2
PLT 212.000
HCT 63,7
Imaturitas imunologis
Resiko infeksi tinggi akibat :
- Tidak banyak transfer IgG maternal
melalui plasenta selama trimester
ketiga
- Fagositosis terganggu
- Penurunan faktor komplemen
Diagnosis
Fakta Teori
Neonatus Kurang Bulan (NKB),
Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Neonatus Kurang Bulan :
Neonatus yang dilahirkan dengan masa gestasi
kurang dari 37 minggu.
Sesuai Masa Kehamilan :
Jika neonatus lahir dengan BB diantara persentil ke-
10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin menurut
grafik Lubchenco.
Grafik Lubchenco :
Penatalaksanaan
Fakta Teori
- IVFD D10% 104 cc/24 jam
- IVFD KAEN 4A 130cc/24 jam
- Pemasangan OGT
- Inj. Ampisilin 2x35 mg iv
- Inj. Gentamisin 8 mg/24 jam
- Amoxan drop 3x0,5 mg
Penatalaksanaan Neonatus Kurang Bulan:
1. Suhu tubuh dijaga pada 36,5-37,5 oC pengukuran aksila, pada bayi
barulahir dengan umur kehamilan
35 minggu perlu perhatian ketat,
bayi dengan BBL 2000 garm
dirawat dalam inkubator atau
dengan boks kaca menggunakan
lampu.
2. Awasi frekwensi pernafasan pada
24 jam pertama untuk mengetahui
sindroma aspirasi mekonium.
3. Setiap jam hitung frekwensi
pernafasan, bila > 60x/mnt lakukan
foto thorax.
4. Berikan oksigen sesuai dengan
masalah pernafasan yang didapat.
5. Pantau sirkulasi dengan ketat
(denyut jantung, perfusi darah,
tekanan darah).
6. Awasi keseimbangan cairan.
7. Pemberian cairan dan nutrisi bila
tidak ada masalah pernafasan dan
keadaan umum baik:
a. Berikan makanan dini early
feeding untuk menghindari
terjadinya hipoglikemia.
b. Periksa kadar gula darah 8–12 jam
post natal.
c. Periksa refleks hisap dan menelan.
d. Motivasi pemberian ASI.
e. Pemberian nutrisi intravena jika
ada indikasi, nutrien yangdapat
diberikan meliputi; karbohidrat,
lemak, asam amino, vitamin, dan
mineral.
6. Berikan multivitamin jika minum
enteral bisa diberikan secara kontinyu.
Tindakan pencegahan infeksi:
a. Cara kerja aseptik, cuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi.
b. Mencegah terlalu banyak bayi dalam
satu ruangan.
c. Melarang petugas yang menderita
infeksi masuk ke tempat bayi dirawat.
d. Pemberian antibiotik sesuai dengan
pola kuan.
e. Membatasi tindakan seminimal
mungkin
IVFD D10
Glukosa/dextrosa merupakan suatu gula
(monosakarida) yang diperoleh dari
hidrolisis pati, mengandung satu molekul
air hidrat atau anhidrat. Dapat diberikan
secara per oral atau melalui infus i.v
sebagai treatment deplesi cairan dan
karbohidrat. Di samping itu, glukosa juga
digunakan untuk menurunkan metabolisme
lemak, mencegah ketonemia, mengatasi
hipoglikemia, dan diberikan secara oral.
IVFD KAEN 4A
Indikasi :
o 1. Merupakan larutan infus rumatan untuk
bayi dan anak.
2. Tanpa kandungan kalium, sehingga
dapat diberikan pada pasien dengan
berbagai kadar konsentrasi kalium serum
normal.
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi
hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
Na 30 mEq/L
K 0 mEq/L
Cl 20 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 40 gr/
Inj. Ampisilin
Dosis : 50-100 mg/kgBB/hr dibagi 4 dosis
BSO : inj. 1 gr/vial
Indikasi :
Pengobatan infeksi yang peka (non-
betalaktamase-producting organisme);
bakteri yang peka yang disebabkan oleh
streptococci, pneumococci
nonpenicillinase-producting staphilocochi,
listeria, meningococci; turunan
H.Influenzae, salmonella, Shigella, E.coli,
Enterobacter, dan Klebsiella .
Inj. Gentamisin :
Dosis : 2,5 – 5 mg/kgBB/hari dibagi 2
5 – 7,5 mg/kgBB/hari dibagi 3
BSO : inj. 40 mg/2ml, 80 mg/2ml
Indikasi :
Gram negatif (Pseudomonas, Proteus,
Serratia) dan Gram positif
(Staphylococcus), infeksi tulang, infeksi
saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan
lunak, infeksi saluran urin, abdomen,
endokarditis dan septikemia , penggunaan
topical, dan profilaksis untuk bakteri
endokarditis dan tindakan bedah.