Post on 23-Dec-2015
description
Pendahuluan
Terminasi kehamilan telah dilakukan sejak lama terutama dilakukan pada kehamilan trimester
awal. Diperkirakan 26 juta kehamilan dilakukan terminasi dengan cara legal. Obat-obatan yang
digunakan tersedia untuk terminasi kehamilan harus mempunyai nilai keaman untuk pasien dan
untuk dokter. Dan telah dilakukan uji coba
Biasanya terminasi kehamilan dapat dilakukan apa bila dapat beresiko untuk kehidupan ibunya,
dan untuk kesehatan mental.
Bila terminasi dilakukan lebih awal akan lebih aman. Terminasi dapat dilakukan dengan
medikasi (terminasi medik/ obat-obatan), atau melalui prosedur vakum. Tipe prosedur yang
diinginkan tergantung dari riwayat kesehatan, berapa lama usia kehamilan dan referensi
perorangan.
Pada umumnya, terminasi kehamilan kurang beresiko dibandingkan membiarkan anak
lahir. komplikasi dari terminasi sangat jarang terjadi kurang dari 2 dari 100 kasus. banyak dari
komlikasi terjadi ketika terminasi dilkukan lebih dari 14 minggu kehamilan. Pada beberapa kasus
bekuan darah tersimpan dalam uterus. atau tidak semua sisah jaringan terangkat hal ini
membutuhkan prosedur vakum ulangan. Resiko lain termasuk perdarahan ,infeksi, cedera pada
uterus, dan atau organ lainya, atau sulit terjadi kehamilan selanjutnya. Pada beberapa komlikasi
yang jarang tersebut seharusnya membutuhkan teransfusi darah atau operasi abdominal atau
mengangkat uterus.
Sejarah terminasi kehamilan dalam ilmu falsafah
Pada dasarnya wanita telah melakukan terminasi kehamilannya sejak permulaan sejarah
tercatat. Dalam sejarah Yunani dan Romawi, terminasi kehamilan diselenggarakan untuk
mengontrol populasi. Dewa-dewa tidak melarangnya dan tidak terdapat hukum negara yang
berhubungan dengan hal itu, ahli-ahli falsafa yunani bahkan menganjurkan terminasi atau tidak
melarangnya, tetapi Phytagoras tidak menyetujui terminasi kehamilan ini, karena ia berpendapat
bahwa pada saat fertilisasi, telah masuk suatu Roh. Hipocrates adalah salah seorang pengikutnya,
sehingga dalam Sumpah Hipocrates terdapat sanksi terhadap perbuatan abortus / terminasi
kehamilan. Hal tersebut tidak dilaksanakan dan ajaran Hipocrates diabaikan, dokter-dokter
Yunani dan Romawi tetap melaksanakan terminasi kehamilan atas perminataan para wanita.
Di dalam ajaran Islam terdapat pula macam-macam aliran, tetapi dengan indikasi medis,
baik yang berasal dari ibu maupun yang berasal dari janin, terutama sebagai hasil dari kemajuan
subspesialisasi fetomaternal berupa imunologi, amniocentesis, USG dan lain-lain, maka indikasi
adalah jelas dan terminasi dapat dilaksanakan. Pengontrolan reproduksi, sebenarnya harus
diselenggarakan sebelum terjadinya pembuahan. Menurut pandangan Islam, untuk mencegah
kelahiran seorang anak yang cacat, sebaiknya digunakan cara-cara kontrasepsi daripada memilih
terminasi kehamilan.
Dalam suatu debat mengenai terminasi kehamilan ada sebuah kata yang dianggap sangat penting.
Kehidupan (life), kehidupan potensial (potential life) dan hidup (alive). Ada yang berpendapat
bahwa embrio atau janin adalah hidup (alive) atau memiliki kehidupan manusia yang hidup.
Dalam hal ini apakah janin memiliki kehidupan sebagai manusia (life) atau memiliki kehidupan
yang potensial sebagai manusia (potential life).
Yang juga membingungkan adalah kata janin dan embrio. Secara emosional janin akan lebih
berarti jika dibandingkan dengan embrio
.
Terminasi kehamilan dipandang dari segi hukum
Definisi legal paling umum tantang abortus terapeutik sampai saat itu adalah terminasi
kehamilan sebelum janin mampu hidup dengan tujuan menyelamatkan nyawa ibu. Beberapa
Negara memperluas hukum mereka menjadi “untuk mencegah cidera tubuh yang serius atau
permanen pada ibu atau mempertahankan kehidupan atau kesehatan ibu. Beberapa Negara
bagian mengijinkan abortus apa bila kehamilan kemungkinan besar melahirkan bayi dengan
malpormasi berat.
Hukum abortus ketat yang berlaku hingga tahun 1973 sebenarnya belum lama
diundangkan. Abortus sebelum adanya gerkan janin pertama kali (quickenling) yang umunya
terjadi pada usia gestasi antara 16 sampai 12 minggu, sah atau ditoleransi secara luas diamerika
serikat dan inggris sampai tahun 1973. pada tahun ini diperlakukan undang-undang yang
menyebabkan abortus sebelum adanya gerakan janin .
Amerika Serikat dan banyak negara maju, berkesimpulan bahwa seorang warga negara
berhak akan privacy, termasuk hak wanita untuk mengontrol tubuhnya. Negara sekarang tidak
lagi berintervensi atau mencegah seorang wanita memperoleh pelaksanaan terminasi kehamilan
terutama sebelum kehamilan berusia 22 minggu (WHO).
Debat mengenai abortus (terminasi kehamilan) berkisar pada seksualitas, karena di dalam
masyarakat masih banyak warga yang berpandangan sangat puritan terhadap seks.
Menurut Williams Obstetrics, 18th ed., 1989, dokter / SpOG yang berlatar belakang ilmu
kedokteran, ilmu filsafat dan teologi, tidak dapat sampai pada konsensus kapan kehidupan itu
dimulai..
Definisi
“Terminasi kehamilan”, adalah mengakhiri kehamilan dengan sengaja sehingga tidak
sampai ke kelahiran. baik janin dalam keadaan hidup atau mati.
Indikasi
Bortus tertunda (missed abortion)
Telur kosong (Blighted Ovum)
Molahidatidosa
Abortus insipiens
Abortus incomplet
Ketuban pecah dini
Kehamilan lewat waktu
Pertumbuhan janin terhambat (pjj) berat
Kematian janin dalam rahim
Alasan-alasan mengapa seorang wanita
memilih terminasi kehamilan (induced abortion)
Di Amerika Serikat, seorang wanita memilih terminasi kehamilan, karena ia tidak ingin
melanjutkan kehamilannya, dengan alasan bahwa memiliki anak dalam kehidupannya dapat
mengakibatkan masalah-masalah yang kompleks, sehingga kualitas hidupnya terancam.
Alasan-alasannya, biasanya pertimbangan pragmatis, sedangkan pembenaran (justifikasinya)
mengikutsertakan etika, moral dan juga sering sekali rasional.
Dengan bermacam-macam alasan seorang wanita memilih terminasi kehamilan :
1. Ia mungkin seorang yang menjadi hamil di luar pernikahan
2. Pernikahannya tidak kokoh seperti yang ia harapkan sebelumnya
3. Ia telah cukup anak, dan tidak mungkin dapat membesarkan seorang anak lagi
4. Janinnya ternyata telah terpapar (exposed) pada suatu substansi teratogenik.
5. Ayah anak yang dikandungnya bukan suaminya
6. Ayah anak yang dikandungnya bukan pria / suami yang diidamkan untuk perkawinannya
7. Kehamilannya adalah akibat perkosaan
8. Wanita yang hamil menderita penyakit yang berat
9. Ia memiliki alasan eugenik, ingin mencegah lahirnya bayi dengan cacat bawaan
Indikasi-indikasi tersebut di atas dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian :
1. Alasan kesehatan
2. Alasan mental
3. Alasan cacat bawaan si janin
4. Alasan seksual
Persiapan untuk terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan harus dilakukan dalam kerangka kerja hukum dan terbatas : hukum yang
relevan bervariasi antara pemerintah Australia dan pemerintah Selandia Baru. Para praktisi harus
mengenal kondisi daerahnya.
Tidak semua wanita yang memutuskan untuk melakukan terminasi kehamilan akan melakukan
terminasi, dan proses pengambilan keputusan ini harus didukung oleh praktisi kesehatan yang
terkait, dengan spesifikasi informasi yang akurat dan dukungan dan konseling kritis.
Berdasarkan kondisi klinis setiap perempuan, kebutuhan dan preferensi, preparasi untuk
terminasi kehamilan meliputi :
Konfirmasi kehamilan dan penilaian gestasi berdasarkan sejarah klinis dan pengujian, tes
kehamilan dan/atau pengujian ultrasound.
- untuk menghindari prosedur yang tidak perlu jika seorang perempuan tidak hamil atau
keguguran sudah terjadi;
- untuk memeriksa kehamilan ektopik; dan
- untuk meyakinkan pemilihan prosedur yang tepat.
Beberapa penelitian melaporkan pengujian ultrasound rutin : meskipun ultrasound
diperlukan, tetapi tidak diperhitungkan oleh RCOG sebagai syarat penting dalam
pelaksanaan aborsi untuk semua kasus. Ultrasound mungkin diperlukan untuk menilai
gestasi secara lebih tepat jika ditawarkan aborsi medis.
Sejarah umum dan pengujian untuk menilai resiko medis.
Golongan darah dan status Rhesus
- untuk mengidentifikasi Rhesus negatif pada perempuan untuk pemberian Anti-D, untuk
mencegah imunisasi Rhesus dan tindak lanjutnya pada saat kehamilan.
Antibiotik profilaktik atau tes untuk infeksi genital.
Rencana kontrasepsi berkelanjutan setelah terminasi.
A. pengahiran kehamilan sampai umur kehamilan 12 minggu
Persiapan
keadaan umum memungkinkan yaitu Hb > 10 gr % tekann darah baik
pada abortus (febrilis infeksiosa), diberikan dahulu antibiotika parenteral sebelum
dilakukan kuretase tajam atau tumpul
pada abortus tertunda (miseed abortion), dilakukan pemeriksaan laboraturium
tambahan yaitu:
- pemriksan trombosit
- fibrinogen
- waktu pendarahan
- waktu pembekuan
- waktu protrombin
tindakan
o kuretase vakum
o kuretase tajam
o dilatasi dan kuretase tajam
B. pengahiran kehamilan > 12 minggu sampai 20 minggu
1. misoprostol 200 ug intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertma
2. pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya
3. kobinasi pemasangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes
oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal
60 tetes per menit
C. pengakhiran kehamilan
1. misoprostol 100 ug intravaginal, yang dapat diulangi satu kali 6 jam sesudah pemberian
pertama.
2. pemasangan batang laminaria selama 12 jam
3. pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam Dektrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai
maksimal 60 tetes permenit
4. kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun janin mati
5. kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati
D. Usia kehamilan > 28 minggu
1. misoprostol 50 ug intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertama
2. pemasangan metrolia 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pemasangan serviks (tidak
efektif bila dilakukan pada KPD)
3. pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam Dektrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai
maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida
sebanyak 2 labu.
4. kombinasi ketiga cara diatas
Induksi abortus secara medis
Sepanjang sejarah, banyak bahan pernah dicoba sebagai abortifasien oleh wanita yang berupaya
keras untuk tidak hamil. Umumnya yang terjadi bukan abortus tetapi penyakit sistemik yang
serius atau bahkan kematian. Bahkan saat ini, hanya terdapat sedikit obat abortifasien yang
efektif dan aman.
Terminasi medik akan lengkap saat 6-48 jam setelah pemakaian pil pervaginam.
Untuk mengontrol nyeri anda akan diberikan obat. Beberapa wanita lebih menyukai terminasi
medika oleh karena lebih prepersi. Keberhasilan terminasi medik 95%. Jika terminasi medik
tidak berhasil, harus dilakukan prosedur vakum
Jika melakukan terminasi vakum pada 12 minggu pertama kehamilan ini akan mendilatasi atau
membuka lebar serviks (pembukaan natural keuterus) kemudian tube plastik steril diletkan pada
kedalam uterus. Jaringan kehamilan dan saluran uterus akan disedot oleh suction. Pada beberapa
kasus anada akan ditanya sehari sebelum akan dilakukanya laminaria dimasukan kedalam
serviks. Atau akan diberikan beberapa tablet misoprostol untuk dimasukan kedalam vagina
sebelum prosedur dilakukna. Kedua cara diatasdapat membantu melunakan serviks. mereka
dapat melakukna prosedur dengan aman. Untuk mengontrol nyeri saat dilkukan prosedur, anda
akan diberikan pengobatan untuk melupuhkan area dan obat peroral untuk tidur (penenang).
Oksitosin
Pemberian oksitosin dosis tinggi dalam sedikit cairan intra vena dapat menginduksi abortus pada
kehamilan trimester ke dua salah satu reagen yang kami buktikan adalah campuran 10 amp
oksitosin 1 ml (10 IU/ml) kedalam 1000 ml larutan ringer laktat. Larutan ini mengandung 100
mU oksitosin per ml. Infus intravena dimulai dengan kecepatan 0,5 ml/mnt (50 mU/mnt).
Kecepatan infus ditabah setiap 15-30 menit sampai maksimum 2 ml/mnt (200mU/mnt). Apa bila
pada kecepatan infus ini belum terjadi kontraksi yang efektif, konsentrasi oksitosin didalam
cairan infus ditigkatkan. Sebaiknya larutan yang telah diinfuskan dibuang sebagian dan sisahkan
500 ml, yang mengandung konsentrasi 100 mU oksitosin per ml. Ke dalam 500 ml ini
ditabahkan lima ampul oksitosin. Larutan yng berbentuk sekarang mengandung oksitosin 200
mU/ml dan kecepatan infus dikurangi menjadi 1 ml/mnt (200 mU/mnt) kecepatan infus kembali
ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai 2 ml /mnt (400 mU/mnt) dan kecepatan ini
dibiarkan selama 4 atau 5 jam atau sampai janin dikelurkan
Larutan hiperosmotik intraamnion
Agar terjadi abortus pada trimester ke dua, dapat dilakukan penyuntikan 20 sampai 25 persen
salin atau urea 30 sampai 40 persen kedalam kantung amnion untuk merangsang kontraksi uterus
dan pembukaan serviks. Cara ini jarang digunakan, amerika serikat american college of
obsterikan and gynecologists (1987), cara telah digantikan oleh dilatasi dan evakusi. Manfaat
dari teknik dilatasi atau evakuasi antara lain adalah kecepatan, biaya lebih rendah, dan lebih
jarang menyebabkan nyeri dan trauma emosi.
Salin hipertonik dapat menimbulkan penyulit serius, termasuk kematian penyulit lain mencakup:
1. krisis hiperosmolar akibat masuknya salin hipertonik kedalam sirkulasi ibu
2. gagal jantung
3. syok septik
4. peritonitis
5. perdarahan
6. koagulasi intravaskular diseminata
7. intoksikasi air
urea hiperosmotik
urea 30 sampai 40 persen yang dilarutkan dalam larutan dektrosa 5% disuntikan kedalam
kantung amnion, diikuti oleh oksitosin intravena dengan kecepatan sekitar 400 mU/ml. Urea plus
oksitosin adalah abortifasien yang sama efektifnya seperti Salin hipertonik, tetapi lebih kecil
kemungkinanya untuk menimbulkan toksisitas. Urea plus prostaglandin F 2a yang disuntikkan ke
dalam kantung amnion juga sama efektifitas.
prostaglandin
karena kekurangan metode-metode medis lain dalam menginduksi abortus, prostaglandin dan
beragam anolognya digunakan secara luas untuk mengahiri kehamilan, terutama pada trimester
kedua. Senyawa-senyawa yang sering digunakan adalah prostaglandin E2, prostaglandin F2a dan
anolog tertentu khususnya 15-metil prostaglandin F2a metil ester, PGE,-metil ester (gameprostat)
dan misiprostol.
Prostaglandin E2
Aplikasi lokal gel prostglandin E (dinoproston) banyak digunakan untuk pematangan serviks. Proses pematangan serviks yang dipicu oleh prostaglandin sering mencakup inisiasi persalinan. Pemakaian prostaglandin E dosis rendah meningkatkan kemungkinan keberhasilan induksi, mengurangi insidensi persalinan yang berkepanjangan, dan mengurangi dosis oksitosin maksimal dan total. Sekitar separuh dari wanita yang mendapat prostaglandin E, memasuki peralinan dalam 24 jam pertama.
Pemberian
Dianjurkan diberikan di kamar bersalin. Pasien tetap berbaring selama paling sedikit 30 menit setelah aplikasi, diperlukan observasi 30 menit sampai 2 jam. Apabila tidak ada perubahan pada aktivitas uterus atau frekuensi denyut jantung janin setelah periode ini pasien dipindahkan atau dipulangkan. Apabila terjadi kontraksi, pada 4 jam pertama , dan bula kontraksi teratur, pemantauan denyut jantung dan tanda – tanda vital harus dicatat.
Efek Samping
Efek sistemik yang bisa terjadi adalah demam, muntah, dan diare akibat prostaglandin E. Hasil yang diperoleh pada neonatus bisa menyebabkan skor apgar rendah.
Prostaglandin E1
Misoprostol (cytotec) adalah suatu prostaglandi E 1 sintetik dan saat ini tersedia dalam sediaan tablet g untuk mencegah ulkus peptikum. (Obat ini digunakan titak diindikasikan resmi ) sebagai pematangn serviks prainduksi persalinan. Mesoprostol adalah obat murah dibandingkan dengan gel dinoproston 0,5 mg. Obat ini setabil pada suhu kamar mudah diberikan peroral atau dimasukan kedalam vagina ,tetapi jarang ke serviks
Misoprstol vagina
Studi awal mngisaratkan bahwa tablet misoprostol dimasukan kedalam vagina lebih baik secara efektifitas dibandingkn gel prostaglandin E2 intrservikal. Pemakaian misoprostal intravginal dalam 25 g (seperempat tablet 100g) pemakian ini dianggap dapat mengurangi kebutuhan oksitosin mencapai anggka persalinan pervaginam 24 jam induksi yang lebih tinggi, dan secara bermakna menurun interval antara induksi sampai melahirkan
Dosis 50 g menyebabkan peningkatan takisistol, pengeluaran mekonium, dan aspirasi mekonium, secara bermakna dibandingkan dengan gel prostaglandin E2. juga dapat meninggkatkan insiden resiko seksio sesaria akibat hiperstimulasi uterus dibandingkn dengan dioproston. Dosis 25g setiap tiga jam menyebabkan penurunan secara bermakna efek merugikan dibandingkan dengan dosis 50 g. Laporan-laporan mengenai ruptur uteri pada wanita dengan riwayat bedah uterus sebelum menyebkan pemakian isoprostol di kontrsindikasikan para wanita ini, dalam sebuah laporan ruptur uteri pada 5 diantara 89% dengan riwayat seksio sesaria yang
diinduksi dengan mesoprostol dibandingkan dengan hanya satu dari 423 wanita serupa yang idak diberikan misoprostol (p= 0,0001)
Misoprostol oral
Windrim dkk melaporkan bahwa misoprostol peroral memiliki efektifvitas untuk pematangan serviks dan menginduksi persalinan dengan pemberian intravaginal. Bennet dan rekan (1998) serta toppozada dkk (1997) mendapat adanya pemendekan interval sampai pelahiran pada aplikasi vaginal tetapi lebih, sering terjadi frekuensi denyut jantung jain. Adair dkk (1998) menyimpulkan bahwa aflikasi oral dan vagina sama efektifnya tetapi dosis oral 200g berkitan dengan peninggktan kelainan kontraktilitas uterus. Wing (1999) melaporkan bahwa 50g misoprostol peroral kurang efektif dibandingkan dengan 25g misoprostol pervaginam untuk pematangan srviks dan menginduksi persalinan. Para ahli penelitian (wing Dkk, 2000) kemudian melaporkan bahwa bawa dosis oral 100 g sama efektifitasnya dengan dosis 25 g intravaginal.
Tehnik
Prostaglandin dapat bekerja dapat bekerja secara efektif pada serviks dan uterus apabila:
1. dimasukan ke vagina sebagai supositoria atau pesarium tepat didekat serviks2. diberikan sebagai gel melalui sebuah kateter kedalam kanalis cerpikalis dan bagian paling
bawah uterus secara ektraovular3. disuntikkan intra muskular4. disuntikan kedalam kanun amnion melalui amniosentesi5. diminum peroral
mifepriston
antiprogesteron oral ini telah digunakan untuk menimbulkan abortus pada gestasi dini, baik
tersendiri atau dikobinasikan dengan prostglandin oral. Efektipitas obat ini sebagai abortifasien
didasarkan pada afinitas reseftornya yang tinggi terhadap tempat pengikatan progestron dosis
tunggal 600 mg yang diberikan sebelum gestasi 6 minggu menyebabkan abortus pada 85%
kasus.
Pada kehamilan trimester pertama yang tidak tumbuh, mifepriston dosis tunggal 600 mg memicu
ekspulsi pada 82% wanita
Epostan
Inhibitor hidroksisteroid-3 dehidrigenase ini menghambat sintesis progesteron endogen.
Apabila diberikan dalam 4 minggu setelah hitungan pertama hait terahir, obat ini akan
memicu abortus pada sekitar 85% wanita. Respon klinis mungkin berkaitan dengan kadar
progesteron endogen dalam darah. Mual adalah efek samping yang tersering, dan apa bila
abortusnya tidak komplit terdapat resiko perdarahan. Antiprogestin yang lain.
METODE TERMINASI KEHAMILAN
Kehamilan dapat dihentikan dengan menggunakan metode bedah atau medis, atau kombinasi
keduanya. Bab ini menekankan pada metode yang berbeda, apa yang bisa diharapkan semua
perempuan dari setiap metode, seberapa baguskah cara kerja metode ini, dan apa resiko dan efek
sampingnya.
Kuretase suction yang pertama digambarkan secara mendetail karena metode ini adalah metode
yang paling sering digunakan di Australia dan Selandia Baru, dan banyak informasi mengenai
aplikasinya selama dua sampai tiga dekade terakhir.
Metode Bedah
Sebagian besar informasi tentang aborsi bedah dan komplikasinya dilaporkan dalam serangkaian
kasus dan penelitian kelompok, beberapa diantaranya tergolong penelitian yang sangat
signifikan. Tinjauan Cochrane menunjukkan ketidakcukupan data untuk membuat rekomendasi
berdasarkan percobaan acak tentang metode bedah untuk terminasi kehamilan muda.
Terminasi bedah mencakup penggunaan obat-obatan dan teknik-teknik lain sebelumnya untuk
melembutkan dan memperbesar serviks.
Tehnik bedah untuk aborsi .
Kehamilan dapat dikeluarkan secara bedah melalui serviks yang telah dibuka atau melalui
abdomen dengan histerotomi atau histerektomi.
Tehnik abortus
Tehnik bedah
Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus
Kuretase
Aspirasi vakum ( kuretase isap)
Dilatasi dan evakuasi (D&E)
Dilatasi dan ektraksi (D&E).
Aspirasi haid
Laparotomi
Histerotomi
Histeroktomi
Teknik medis
Oksitosin intravena
Cairan hiperosmotik intraamnion
o Salin 20 %
o Urea 30%
Prostaglandin E2, F2a dan analognya
o Injeksi intramnion
o Injeksi ektraovular
o Injeksi vagina
o Injeksi parentral
o Injeksi oral
Antiprosgesteron – RU 486 (mifepriston) dan epostan
Preparasi Serviks
Preparasi serviks dapat dilakukan sebelum kuratase, tergantung usia gestasi dan gambaran klinis
lainnya dan secara rutin dilakukan sebelum dilatasi dan evakuasi.
Metode mempersiapkan serviks adalah :
Dilator osmotik (ruang laminaria atau dilator hidrofilik) ditempatkan dalam serviks,
dimana dilator menyerap kelembaban dan menyebar dengan lambat agar serviks
membuka. Proses ini mungkin memerlukan waktu beberapa jam sampai satu hari atau
lebih dan lebih umum digunakan dalam terminasi trisemester kedua. Komplikasi dilator
osmotik, termasuk fragmen dan infeksi yang tertahan, baru-baru ini telah ditinjau
kembali.
Satu agen farmakologis, biasanya prostaglandin seperti misoprostol atau gemeprost;
terbukti bahwa mifepriston juga dapat digunakan untuk tujuan ini.
Preparasi serviks terbukti meningkatkan dilatasi dasar dan mengurangi tenaga yang diperlukan
untuk mencapai dilatasi yang cukup sebelum kuretase. Percobaan acak yang terkontrol
menunjukkan penurunan dalam perdarahan selama operasi berlangsung dan dokter bedah secara
subyektif menilai serviks lebih mudah untuk berdilatasi. Satu penelitian besar juga menemukan
penurunan yang signifikan pada durasi perdarahan dan pengobatan infeksi pelvik pada
perempuan yang sebelumnya mendapat pengobatan prostaglandin, diperkirakan karena evakuasi
uterus yang lebih mudah setelah preparasi.
Menurut penelitian kelompok retrospektif, trauma serviks tidak sering terjadi jika serviks
dipersiapkan sebelum dilatasi, dengan beberapa bukti dimana insiden perforasi uterus berkurang
setelah preparasi serviks.
Pengeluaran secara digital
Tindakan ini dilakukan untuk menolong penderita ditempat-tempat yang tidak ada fasilitas
kuretase, sekurang-kerangnya untuk menghentikan pendarahan. Hal ini sering kita lakukan pada
keguguran yang sedang berlangsung (abortus incipiens) dan keguguran (abortus incompletus).
Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembukaan serviks uteri yang
dapat dilalui oleh satu jari longgar dan kavum uteri cukup luas karena manipulasi ini akan
menimbulkan rasa nyeri, maka sebaiknya dilakukan dalam narkosa umum intervena (ktalar) tau
anastesi (bimanual) jari telunjuk tangan kanan dimasukan kedalam jalan lahir untuk
mengeluarkan hasik konsepsi sedangkan tangan kiri mengeluarkan memegang korpus uteri untuk
memfiksasi melalui dinding perut. Dengan mengunakan jari, kikislah hasil konsepsi sebanyak
mungkin atau sebersih munkin
Kuretase Suction
Kuretase suction adalah prosedur bedah minor yang merupakan metode utama yang digunakan di
Australia dan Selandia Baru untuk terminasi kehamilan tiga bulan pertama.
Prosedur
Preparasi serviks dapat atau tidak dapat digunakan lebih dulu.
Anestesi bisa total bisa lokal, dengan atau tanpa pembiusan oral atau intravenous; metode ini
akan tergantung pada kesediaan klinik tertentu dan pilihan ibu hamil.
Serviks didilatasi dengan menggunakan dilator logam untuk mengakomodasi kuret suction yang
dipilih, kuretase dilakukan dengan menggunakan penghisap bertenaga listrik pada daerah yang
akan dikuret, dan rongga uterus kemudian dapat diperiksa dengan forceps jaringan dan/atau kret
logam.
Kuretase tajam sebaiknya tidak digunakan Agen oksitoksik dapat diberikan secara intravenous
untuk menstimulasi uterus berkontraksi dan menurut hasil penelitian dapat mengurangi
perdarahan, meskipun efek hemorrhage yang berpotensi membahayakan jiwa belum dinilai.
RCOG tidak memberikan rekomendasi dan WHO merekomendasikan untuk tidak menggunakan
agen oksitoksik rutin dengan kuretase suction.
Efek samping
Dapat menyebabkan nyeri selama dilakukan terminasi dan membutuhkan analgetik.
Perdarahan berlangsung selama 18 hari dan diikuti adanya spoting.
Dan dapat meyebabkan kehilangan sebagian darah (Anemia)
Muntah, jika mengunakan prostaglandin, dari obat-obatan anastesi
Komplikasi
Perporasi uterus
Trauma servikal
Kuretase (kerokan)
Kuretase adalah cara membersikan hasil konsepsi memakai alat kuretase, penolong harus
menolong melakukan pemerikaan dalam untuk menentukan letak unteru, keadaan serviks dan
besarnya uterus. Gunnya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.
Persiapan sebelum melakukan kuretase
Persiapan penderita
- lakukanlah pemeriksaan umum tekanan darah, nadi, keadaan jantung dan paru-paru
dan sebagainya.
- Pasanglah infus cairan sebagai profilaksis.
Persiapan alat-alat kuretase.
Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia dalam bak alat dalam keadaan aseptik berisi:
Sepekulum dua buah
Sonde uterus
Cunam muzeux atau cunam porsio
Berbagai ukuran busi Hegar
Bermacam-macam ukuran sendok kuret
Cunam abortus, kecil dan besar
Pinset dan klem
Kain steril dan sarung tangan dua pasang
Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi
Pada umumnya diperlukan anastesi infiltrasi lokal atau umum secara intravena dengan
Ketalar.
Tehnik kuretase
1. tentukan letak rahim, yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam alat-alat yang dipakai
umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukan alat-alat
harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi segalah arah (fase
raute) dan perforasi
2. bendungan rahim (sondage) masukan bendungan rahim sesuai dengan letak rahim dan
tentukan panjang atau dalamya bendungan rahim caranya adalah setelah ujung sonde
terasa membentur pundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakan pada porsio dan tariklah
sonde keluar lalu baca berapa cm dalam rahim.
3. Dilatasi bila pembukaan serviks belum cukup untuk memasukan sendok kuret, lakukanlah
terlebih dahulu didilatasi dengan dilatator atau baugie Hegar. Peganglah busi seperti
memgang pensil dan masukanlah hti-hati sesui letak rahim. Untuk sendok kuret terkecil
biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar no 7 . untuk mencegah kemungkinan
perforasi usahakanlah memakai sndok kuret yang agak besar, dengan diatasi yang lebih
besar.
4. kuretase, seperti dilakukan , pakailah sendok kuret yang agak besar memasukanya bukan
dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya mulailah denagan bagian tengah .
pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda berigi) karena lebih epektif dan lebih terasa
saat melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengkur kelapa)
dengan demikian kita tahu bersi atau tidaknya hasil kerokan.
5. cunam abortus, pada abortus insipien dimana kelihatan jaringan pakailah cunam abortus
untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainya. Dengn demikian
sendok kuret hanya dipakai untuk mmbersikan sisa-sisa yang ketinggalan saja.
6. perhatian, memegang, memasukan dan menarik alt-alat haruslah hati-hati lkukanlah
dengan lembut sesui dengan arah dan letak rahim.
Kuretase rahim
Adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum. Alat ini terdiri dari kanul kuret
berbagai ukuran yang dihubngkan dengan pompa vakum atau sumber vakum lainya. Untuk
vakum kuretase ini diperlukan tekanan negatif sekitar 700 mmhg
Tehnik kuretase vakum
1. kanul ukuran yang sesuai dengan pembekuan dimasukn kedalam kavum uteri.
2. kanul dihubungkan dengan sumber vakum, baik elektrik ataupun serupa semprit besar
3. kanul digerakan pelan-pelan dari atas kebawah kemudian diputar sampai 180 derajat
sehingga rahim seluruhnya keluar dalam satu penampungan atau dalam semprit
kelebihan cara kuretase vakum
- kurang menimbulkan trauma, rasa nyeri dalam perdarahan
- jarang terjadi ferporasi karena yang dipakai adalah kanul plastik dibandingkan
sendok kuret dari logam
- waktu yang dipergunakan begitu pula dilatasiserviks ebih singkat an dapat dipakai
pada pembukaan kecil.
Dilatasi dan kuretasi
Abortus bedah dilakukan mula-mula dengan mendilatasi serviks dan kemudian mengosongkan
uterus dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam) secara mekanis, melakukan aspirasi vakum
(kuretase isap) atau keduanya tehnik untuk vakum manual dini baru-baru ini diulas oleh
Macisaac dan jones (2000). Kemudian terjadi penyulit termasuk perforasi uterus, laserasi
serviks, perdarahan, pengeluaran janin dan plasenta yang tidak lengkap, dan infeksi meningkat
setelah trimester pertama. Atas alasan ini kuretase atau aspirasi vakum seyogyanya dilakukan
sebelum minggu ke 4 .
Untuk usia gestasi diatas 16 minggu, dilakukan dilatasi dan evakuasi (D&E), tindakan ini berupa
dilatasi serviks lebar diikuti oleh destruksi dan evakuasi mekanis bagian-bagian janin. Setela
janin seluruhnya dikeluarkan, digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan
plasenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ektraksi (D&X) serupa dengan (D&E) kecuali
bahwa pada (D&X) bagian janin pertama kali diektraksi melalui serviks yang telah membuka
untuk mempermuda dilakukan tindakan
Tanpa adanya penyakit sistemik pada ibu, kehamilan biasanya diakiri dengan kuretase atau
evakuasi/ ektraksi tanpa rawat inap. Apa bila abortus tidak dilakukan lingkup rumah sakit, perlu
tersedia pasilitas dan kemampuan untuk resusitasi jantung paru yang efektif dan akses segera
kerumah sakit.
Teknik dilatasi dan kuretasi
Bibir cervik anterior dijepit dengan tenakulum berigi. Anasttik lokal misalnya lidokain 1 atau 2
persen sebanyak 5 ml disuntikan secara bilateral kedalam serviks cara lain, digunakan blok
paraservikal.
Uterus disonde degan hati-hati untuk mengidentifikasi status os internum dan untuk meastikan
ukuran dan posisi uterus. Serviks dipelebar lebih lanjut dengan dilator hegar atau pratt sapai
kuret isap aspirator vakum dengan ukuran diaeter yang meadai dapat diasukan. Jari ke empat dan
ke lima tangan yang dimasukan dilator harus diletakan diperineum dan bokong sewaktu dilator
didorong melewati os internum. Hal ini merupakan pengamanan tambahan agar tidak terjadi
perporasi uterus.
Kemudian digunakan kuretase isap untuk mengasapirasi produk kehamilan. Aspirator vakum
digerakan diatas permukaan secara sistematis agar seluruh rongga uterus trcakup. Apa bila hal ini
telah dilakukan dan tidak ada lagi jaringan yang terisap, dilakukan kuretasi tajam dengan hati-
hati apa bila diperkirakan masih terdapat potongan janin atau plasenta. Kuret tajam lebih efektif
dan bahaya yang ditimbulkannya seharusnya tidak lebih besar dari pada yang ditimbulkan oleh
intrumen tumpul. Perporasi uterus jarang terjadi pada saat kuret digerakan kebawah, tetapi dapat
terjadi saat measukan setiap intrumen kedalam uterus. Manipulasi harus dilakukan dengn ibu jari
dan teluju.
Pda kasu-kasu yang telah melewati gestasi 16 minggu, janin di ektraksi, biasanya dalam
potongn-potongan, dengan mengunakan forsep Sopher atau serupa dengan intrumen destruktif
lainya. Abortus tahap lanjut tidak tidak menyenakan bagi dokter dan paramedis dan lebih
berbahaya bagi wanita yang bersangkutan. Resiko perforasi dan leserasi uterus meningkat akibat
janin yang lebih besar dan uterus yang lebih tipis
Perlu ditekankan kembali bahwa morbiditas segera atau belakangan, dapat dijga apa bila:
1. servik telah cukup membuka tanpa trauma sebelum mengupayakan pengeluaran janin
dan jaringan gstasi
2. pengeluaran hasil konsepsi dilakukan tanpa menyebabkan perporasi uterus
semua jaringan kehamilan dikeluarkan
DAFTAR PUSTAKA
1. www.MJFAI 2005,61;151-154
2. www.ranzcog. Edu.au
3. www.pdf
4. Cunningham, F, Gant, N, Leveno, J, Gillstrap III L, Hauth, J, Wenstrom K. OBSTETRI
WILLIAM, edisi 21. EGC, Jakarta, 2004. Hal 151-153
5. Cunningham, F, Gant, N, Leveno, J, Gillstrap III L, Hauth, J, Wenstrom K. OBSTETRI
WILLIAM, edisi 21. EGC, Jakarta, 2004. Hal 968-970
6. Mochtar, R. OBSTETRI OPERATIF dan OBSTETRI SOSIAL, jilid 2. EGC, Jakarta, 1998.
Hal 41-46
7. Sofi Rifayani Krisnandi, pedoman diagnosis dan trapi obstetri dan ginekologi, pakultas
kedokteran unuversitas padjadjaran dandung 2005; hal 24-25.
8. Winkjosastro, H, ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta, 2002. Hal 905 – 93
Cardiotocography (CTG) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat kontraksi maupun tidak. Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraksi. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak baik.
Cara pengukuran Cardiotocography hampir sama dengan doppler hanya kalau pada Cardiotocography yang ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit.
Pengertian UmumSuatu alat untuk mengetahui kesehatan janin di dalam rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.Pemeriksaan Cardiotocography penting dilakukan pada setiap ibu hamil untuk pemantauan kondisi janin terutama dalam keadaan :- Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid, penyakit infeksi kronis, dll)- Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth Retriction)- Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)- Polihidramnion (air ketuban berlebih)Pemeriksaan Cardiotocography :- Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.- Waktu pemeriksaan selama 20 menit,- Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi.- Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan pertolongan yang sesuai.- Konsultasi langsung dengan dokter kandungan
Mekanisme pengaturan DJJ : (normal 120-160dpm)- SSSimpatis, yang bekerja pada miokardium, dmn dengan obat (beta adrenergik) akn
merang/ meningkatkan kekuatan otot jantung, frek & curah jantung.
- SSParaS, sebagian besar dipeng o/ N.Vagus yang b’asal dr batang otak.Bekerja pd nodul SA dan AV serta neuron. Rang/ Nvagus (ex asetilkolin) akan menurunkan kerja jantung, frek & curah jantung, sedangkan hambatan pd Nvagus (ex atropin) akn meningkatkan kerja, frek & curah jantung.
- Baroreseptor, letaknya diarkus aorta dan sinus karotid, dimana saat tekanan tinggi pd daerah tersebut, maka reseptor-reseptornya akan merang/ nvagus untuk menurunkan kerja, frek dan cjantung
- Kemoreseptor yang terletak di aorta dan badan karotid (bagian perifer) serta di batang otak (sentral), dimana berf/ dalam pengaturan kadar CO2 dan O2 pd darah dan cairan otak. Pd saat O2 turun dan CO2 naik, maka reseptor sentral akn mengakibatkan takhikardi sehingga aliran darah bnyk dan O2 meningkat pd darah & cairan otak
- SSPusat, berfungsi mengatur variabilitas DJJ. Pd keadaan tidur dimana aktivitas otak tidak ada, maka variabilitas menurun.
- St hormonal, pd keadaan stress (asfiksia) maka adrenal mengeluarkna epi&norepi untuk meningkatkan kerja, frek dan cjantung.
Karakterisitik DJJ : Basa fetal hearth rate, yakni baseline dan variabilitas disaat tidak ada gerakan dan
kontraksi ut. Reactivity, merupakan perubahan pola DJJ saat ada gerakan dan kontraksi.
Baseline RateNormal 120-160dpm, ada juga yang membuat 120-150 dpm. Takhikardi jika djj > 160dpm, dan bradikardi jika djj < 120dpm.Takhikardi dapat terjadi pada keadaan : (Hipoksia janin (ringan / kronik), Kehamilan preterm (<30 minggu), Infeksi ibu atau janin, Ibu febris atau gelisah, Ibu hipertiroid, Takhiaritmia janin, Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik.).
Variabilitas DJJSuatu gbrn osilasi yg tdk teratur yg tampak pd rekaman djj, dan merupakan hasil dr interaksi antara s.simpatis (kardioakselerator) dg s.para (kardiodeselerator). pada keadaan hipoksia variabilitas akan menurun sampai menghilang. Dibedakan atas dua periode : variabilitas jangka pendek dan jangka panjang. Jangka panjang dibedakan lagi : normal (6-25dpm), berkurang (2-5dpm), menghilang (<2dpm) dan saltatory (>25dpm).
Perubahan periodik DJJSuatu perubahan pola djj yg berhubungan dengan kontraksi & gerakan janin (akselerasi dan deselerasi)Indikasi CTG : Hipertensi, DMG, gerak janin kurang, riw. obstetri jelek, PRM, postterm, oligohidramnion, polihidramnion, gamelli, iugr, ibu dengan penyakit penyerta, kehamilan dengan anemia. - (Sumber Ensiklopedi Kedokteran).- See more at: http://www.duniaalatkedokteran.com/2010/10/cardio-tocography-ctg.html#sthash.JipJNHNH.dpuf