Post on 06-Dec-2015
description
Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta
ANDRIANYAH14/373283/PHK/8457
UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003)
A. Pendahuluan
Pengertian sistem dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan
“Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Definisi ini menjelaskan
bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu. Keterpaduan komponen – komponen pendidikan tersebut tidak lain
adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam sitem pendidikan nasional, kita
mengenal adanya tiga komponen utama pendidikan, yakni peserta didik, guru, dan
kurikulum.
Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah
dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN.
Dan yang kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua
Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional, Indonesia hanya
memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-
undang Nomor 4 tahun 1950.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan perUndang-undangan, bahwa
seharusnya antara falsafah, ideologi, dan Undang-undang, Keppres, Kepmen, dan PP harus
selalu mengacu/bersumber pada falsafah dan ideologi atau aturan/kebijakan yang lebih atas.
Namun pada kenyataannya peraturan tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan, terbukti masih
banyak dijumpai atauran-aturan/kebijakan yang masih kontroversial. Di bawah ini adalah
contoh-contoh hasil keputusan yang masih kontroversi dan belum sesuai dengan
aturan/kebijakan yang lebih tinggi.
1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/
Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta
ANDRIANYAH14/373283/PHK/8457B. Analisis ( Identifikasi Masalah )
Kontroversi PP dan UU Sisdiknas Tentang Ujian Akhir Nasional (UAN) :
Dalam UU Sisdiknas pasal 58 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa Evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Pemerintah hanya punya
wewenang melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan, sebagaimana tercantum dalam pasal 59 ayat (1). Sangat jelas bahwa dalam UU
Sisdiknas bahwa, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam evaluasi hasil belajar, karena itu
merupakan kewenangan guru. Disisi lain PP 19 tahun 2005 yaitu pada pasal 63 ayat (1)
menyatakan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan
penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Pasal tersebut sehingga memunculkan Ujian Akhir
Nasional (UAN), yang mengambil alih peran guru sebagai pengevaluasi hasil belajar. Dengan
demikian, semakin jelas bahwa penyelenggaraan UN, dengan payung hukumnya PP 19/2005
tersebut tidak sesuai dengan UU sisdiknas, payung hukum yang ada diatasnya.
Kontroversi UU Sisdiknas dan UUD 1945 Tentang Dana Pendidikan :
Salah satu faktor yang menjadi penentu utama bagi perkembangan dan kemajuan
pendidikan nasional kita, tidak lain adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan yang
diatur dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, yang berbunyi: “Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pasal 31 ayat (4) UUD 45 tersebut
merupakan garis batas yang mengatur pendanaan pendidikan, yakni sekurang-kurangnya 20%
dari ABBN dan APBD. Namun, dalam UU Sisdiknas pasal 49 ayat (1) kembali menyatakan
bahwa, Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap. Hal tersebut
tentu sangat bertolak dengan amanat konstitusi yang tertuang dalam Pasal 31 ayat (4) UUD
1945. Alasannya, Menurut skenario progresif yang diajukan pemerintah, sebagai wujud
implementasi kata “bertahap” dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas, anggaran
pendidikan dari 6,6 % APBN Tahun 2004 dengan kenaikan rata-rata 2,72 % dari anggaran
tahun sebelumnya baru akan mencapai persentase 20 % pada tahun 2009. Menuruti skenario 1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/
Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta
ANDRIANYAH14/373283/PHK/8457tersebut, maka seharusnya pada tahun 2005 ini besarnya anggaran pendidikan adalah sebesar
8,2 % dari nilai APBN. Kenyataannya, dalam APBN 2005 pemerintah hanya mengalokasikan
dana pendidikan sebesar 5 – 6 % saja ( jurnal BMK No 13 ).
Kontroversi UU Sisdiknas dan UUD 1945 Tentang Sekolah Berbasis Internasional (SBI)
UU sisdiknas dinilai melegalkan kastanisasi dalam dunia pendidikan, hal ini tercermin
dalam pasal 50 ayat 3 UU. Yakni, Sisdiknas membagi sekolah menjadi berbagai strata yang
dipengaruhi oleh besaran pembayaran yakni; Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Standar Nasional (SSN), dan Sekolah
Reguler.
Padahal jika diteliti lebih jauh mengenai perUndang-undangan diatasnya, yakni pasal 31 ayat
(3) UUD 1945. Pasal tersebut menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan pendidikan nasional, bukan pendidikan intenasional. Jadi, sangat jelas
bahwa UU Sisdiknas tersebut bertolak belakang dengan UUD 1945.
C. Saran / Inovasi
Berdasarkan temuan pada ulasan di atas, penulis kemudian merumuskan saran
sebagai berikut :
1. Bahwa penyelenggaraan ujian nasional harus ditempatkan secara proporsional. Oleh
karena. Pihak pemerintah melalui Depdiknas harus merancang sistem ujian atau penilaian
yang sistematis, bertahap dan berkelanjutan.
2. Nilai ujian nasional dapat dijadikan salah satu syarat kelulusan, namun perlu adanya grade
( tingkatan ) kelulusan disetiap daerah. Kelulusan dapat dikategorikan berdasarkan hasil
akreditasi.
3. Pembentukan sekolah bertaraf internasional berpotensi mengikis rasa bangga dan karakter
nasional. Hal ini bertentangan dengan konstitusi yang menganjurkan pemerintah untuk
semakin meningkatkan rasa bangga dan membina karater bangsa. Selain itu,
pembentukan sekolah RSBI melahirkan perlakuan berbeda pemerintah terhadap sekolah dan
siswa. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 31 Ayat 1.
1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/
Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta
ANDRIANYAH14/373283/PHK/84574. Membangun pendidikan yang setara internasional tidak harus mencantumkan label bertaraf
internasional. Sistem pendidikan di dalamnya juga berdampak mengurangi pembangunan jati
diri nasionaAyat 2 Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak dan kewajiban menjalankan
pendidikan.
1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/