Tugas Politik Hukum Andriansyah

6
Tugas : Politik Hukum Program Magister Hukum Kesehatan Universitas Gajah Mada Yogyakarta ANDRIANYAH 14/373283/PHK/8457 UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003) A. Pendahuluan Pengertian sistem dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan “Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Definisi ini menjelaskan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu. Keterpaduan komponen – komponen pendidikan tersebut tidak lain adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam sitem pendidikan nasional, kita mengenal adanya tiga komponen utama pendidikan, yakni peserta didik, guru, dan kurikulum. Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. Dan yang kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua Undang- undang yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional, 1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 1989 2. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003 3. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem- pendidikan-nasional/

description

politik hukummagisster hukum kesehatan universitas gajah mada

Transcript of Tugas Politik Hukum Andriansyah

Page 1: Tugas Politik Hukum Andriansyah

Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta

ANDRIANYAH14/373283/PHK/8457

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003)

A. Pendahuluan

Pengertian sistem dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan

“Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait

secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Definisi ini menjelaskan

bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling

terkait secara terpadu. Keterpaduan komponen – komponen pendidikan tersebut tidak lain

adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam sitem pendidikan nasional, kita

mengenal adanya tiga komponen utama pendidikan, yakni peserta didik, guru, dan

kurikulum.

Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah

dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989

tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN.

Dan yang kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua

Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional, Indonesia hanya

memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-

undang Nomor 4 tahun 1950.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan perUndang-undangan, bahwa

seharusnya antara falsafah, ideologi, dan Undang-undang, Keppres, Kepmen, dan PP harus

selalu mengacu/bersumber pada falsafah dan ideologi atau aturan/kebijakan yang lebih atas.

Namun pada kenyataannya peraturan tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan, terbukti masih

banyak dijumpai atauran-aturan/kebijakan yang masih kontroversial. Di bawah ini adalah

contoh-contoh hasil keputusan yang masih kontroversi dan belum sesuai dengan

aturan/kebijakan yang lebih tinggi.

1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/

Page 2: Tugas Politik Hukum Andriansyah

Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta

ANDRIANYAH14/373283/PHK/8457B. Analisis ( Identifikasi Masalah )

Kontroversi PP dan UU Sisdiknas Tentang Ujian Akhir Nasional (UAN) :

Dalam UU Sisdiknas pasal 58 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa Evaluasi hasil

belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan

perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Pemerintah hanya punya

wewenang melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan, sebagaimana tercantum dalam pasal 59 ayat (1). Sangat jelas bahwa dalam UU

Sisdiknas bahwa, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam evaluasi hasil belajar, karena itu

merupakan kewenangan guru. Disisi lain PP 19 tahun 2005 yaitu pada pasal 63 ayat (1)

menyatakan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri

atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan

penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Pasal tersebut sehingga memunculkan Ujian Akhir

Nasional (UAN), yang mengambil alih peran guru sebagai pengevaluasi hasil belajar. Dengan

demikian, semakin jelas bahwa penyelenggaraan UN, dengan payung hukumnya PP 19/2005

tersebut tidak sesuai dengan UU sisdiknas, payung hukum yang ada diatasnya.

Kontroversi UU Sisdiknas dan UUD 1945 Tentang Dana Pendidikan :

Salah satu faktor yang menjadi penentu utama bagi perkembangan dan kemajuan

pendidikan nasional kita, tidak lain adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan yang

diatur dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, yang berbunyi: “Negara memprioritaskan

anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pasal 31 ayat (4) UUD 45 tersebut

merupakan garis batas yang mengatur pendanaan pendidikan, yakni sekurang-kurangnya 20%

dari ABBN dan APBD. Namun, dalam UU Sisdiknas pasal 49 ayat (1) kembali menyatakan

bahwa, Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap. Hal tersebut

tentu sangat bertolak dengan amanat konstitusi yang tertuang dalam Pasal 31 ayat (4) UUD

1945. Alasannya, Menurut skenario progresif yang diajukan pemerintah, sebagai wujud

implementasi kata “bertahap” dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas, anggaran

pendidikan dari 6,6 % APBN Tahun 2004 dengan kenaikan rata-rata 2,72 % dari anggaran

tahun sebelumnya baru akan mencapai persentase 20 % pada tahun 2009. Menuruti skenario 1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/

Page 3: Tugas Politik Hukum Andriansyah

Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta

ANDRIANYAH14/373283/PHK/8457tersebut, maka seharusnya pada tahun 2005 ini besarnya anggaran pendidikan adalah sebesar

8,2 % dari nilai APBN. Kenyataannya, dalam APBN 2005 pemerintah hanya mengalokasikan

dana pendidikan sebesar 5 – 6 % saja ( jurnal BMK No 13 ).

Kontroversi UU Sisdiknas dan UUD 1945 Tentang Sekolah Berbasis Internasional (SBI)

UU sisdiknas dinilai melegalkan kastanisasi dalam dunia pendidikan, hal ini tercermin

dalam pasal 50 ayat 3 UU. Yakni, Sisdiknas membagi sekolah menjadi berbagai strata yang

dipengaruhi oleh besaran pembayaran yakni; Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Rintisan

Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Standar Nasional (SSN), dan Sekolah

Reguler.

Padahal jika diteliti lebih jauh mengenai perUndang-undangan diatasnya, yakni pasal 31 ayat

(3) UUD 1945. Pasal tersebut menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan pendidikan nasional, bukan pendidikan intenasional. Jadi, sangat jelas

bahwa UU Sisdiknas tersebut bertolak belakang dengan UUD 1945.

C. Saran / Inovasi

Berdasarkan temuan pada ulasan di atas, penulis kemudian merumuskan saran

sebagai berikut :

1. Bahwa penyelenggaraan ujian nasional harus ditempatkan secara proporsional. Oleh

karena. Pihak pemerintah melalui Depdiknas harus merancang sistem ujian atau penilaian

yang sistematis, bertahap dan berkelanjutan.

2. Nilai ujian nasional dapat dijadikan salah satu syarat kelulusan, namun perlu adanya grade

( tingkatan ) kelulusan disetiap daerah. Kelulusan dapat dikategorikan berdasarkan hasil

akreditasi.

3.  Pembentukan sekolah bertaraf internasional berpotensi mengikis rasa bangga dan karakter

nasional. Hal ini bertentangan dengan konstitusi yang menganjurkan pemerintah untuk

semakin meningkatkan rasa bangga dan membina karater bangsa. Selain itu,

pembentukan sekolah RSBI melahirkan perlakuan berbeda pemerintah terhadap sekolah dan

siswa. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 31 Ayat 1.

1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/

Page 4: Tugas Politik Hukum Andriansyah

Tugas : Politik HukumProgram Magister Hukum KesehatanUniversitas Gajah Mada Yogyakarta

ANDRIANYAH14/373283/PHK/84574. Membangun pendidikan yang setara internasional tidak harus mencantumkan label bertaraf

internasional. Sistem pendidikan di dalamnya juga berdampak mengurangi pembangunan jati

diri nasionaAyat 2 Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak dan kewajiban menjalankan

pendidikan.

1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 19892. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 20033. http://farhansyaddad.wordpress.com/2010/07/07/undang-undang-sistem-pendidikan-nasional/