Post on 27-Nov-2015
description
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Total Quality Management atau TQM merupakan suatu sistem dan/atau
pendekatan manajemen organisasi yang bertumpu pada mutu (quality), baik produk,
proses maupun sumber daya organisasi tersebut yang tujuan akhirnya adalah memenuhi
kepuasan pelanggan dan memberikan keuntungan bagi organisasi tersebut, termasuk
didalamnya pemasok dan masyarakat. Total Quality Management sebagai konsep
perbaikan yang dilakukan secara terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di
setiap level organisasi, untuk mencapai kualitas yang ‘excellent’ dalam semua aspek
organisasi melalui proses manajemen.
Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi TQM lebih menekankan
pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, bukan organisasi atau manajer
departemen pengendalian kualitas. Kenyataan bahwa ekspektasi pelanggan bersifat
individual, tergantung pada latar belakang sosial ekonomis dan karakteristik demografis,
mempunyai implikasi penting : kualitas bagi seorang pelanggan mungkin tidak sama
bagi pelanggan lain. Tantangan TQM adalah menyajikan kualitas bagi pelanggan.
TQM mensyaratkan bahwa organisasi harus memelihara standar mutu disegala
aspek bisnis organisasi bersangkutan. Hal ini untuk memastikan bahwa segala sesuatu
dikerjakan dengan benar sejak awal, dan bahwa cacat (defect) dan pemborosan (waste)
harus dihilangkan dari operasional organisasi. Beberapa macam metode TQM adalah
statistical quality control (model ishikawa), model TQM Jepang (kaizen model dan
taguchi method), model Amerika (zero defect/six sigma, model Deming/continuous
quality improvement) dll.
Metode Taguchi dicetuskan oleh Dr. Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat
mendapatkan tugas untuk memperbaiki sistem telekomunikasi di Jepang. Metode ini
merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki
kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya dan resources seminimal
mungkin. Sasaran metode Taguchi adalah menjadikan produk robust terhadap noise,
karena itu sering disebut sebagai Robust Design. Model Taguchi dapat digunakan di
beberapa sector baik manufacture maupun jasa.
Dalam makalah ini, kami akan mencoba menerapkan model taguchi paa
pelayanan ruma sakit. Menurut World Health Organization (WHO), definisi Rumah
Sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarakat,
serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah.
Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikn dan latihan tenaga kesehatan serta pusat
penelitian bio-medik.
Rumah sakit terdiri dari beberapa unit pelayanan, seperti unit rawat jalan, unit
rawat inap, dan instalasi-instalasi (gawat darurat, farmasi, radiologi, laboratorium dll).
Farmasi merupakan salah satu unit yang terdapat dalam rumah sakit. Jaminan mutu
( Quality Assurance ) dalam pengelolaan dan pelayanan obat di Pharmacy Installation
merupakan suatu hal yang perlu dilakukan karena obat yang diinvevestasikan di
Pharmacy Installation menyerap dana yang cukup besar dari anggaran rumah sakit.
Mutu pelayanan farmasi diukur dari tujuh indikator, yaitu rata – rata waktu
penyiapan obat, rata-rata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang
diserahkan sesuai resep, persentase jenis obat yang diserahkan sesuai resep, persentase
penggantian resep, persentase label yang lengkap, dan persentase pengetahuan pasien.
Oleh karenanya, Pharmacy Installation sebagai pelayanan kepada pasien dalam hal obat
perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai harapan pasien, selain
diharapkan memberikan pelayanan medis yang bermutu.
Waktu tunggu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh petugas farmasi untuk
menyiapkan resep obat dari pasien. Waktu ini dimulai dari saat pasien menyerahkan
resep sampai menerima obat dan penjelasan pemakaiannya dari petugas. Lama waktu
tunggu obat merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan dalam hal
manajemen mutu. Masyarakat menilai, jika sebuah Rumah Sakit mengabaikan lama
waktu tunggu dalam mendapatkan pelayanan berarti Rumah Sakit ini belum secara total
memperhatikan kualitas pelayanan. Penentuan waktu tunggu obat/resep dapat dibuat
standartnya menggunakan metode taghuci.
1.2 Tujuan
Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dengan menetapkan standar
pelayanan obat, khususny.a waktu tunggu obat dengan menggunakan metode taghuci.
BAB II. KONSEP KUALITAS
2.1 Metode Taghuci
Desain Taguchi yang bertujuan untuk memungkinkan pemahaman yang lebih besar
variasi daripada banyak desain tradisional dari analisis varians (berikut Fisher). Taguchi
berpendapat bahwa pengambilan sampel konvensional tidak memadai di sini karena tidak
ada cara untuk mendapatkan sampel acak dari kondisi masa depan. Dalam desain Fisher
eksperimen dan analisis varians, percobaan tersebut bertujuan. Untuk mengurangi pengaruh
faktor gangguan untuk memungkinkan perbandingan dari mean pengobatan efek. Variasi
menjadi lebih sentral dalam pemikiran Taguchi.
Model Taguchi baru-baru ini juga diterapkan untuk :
1. bioteknologi,
2. pemasaran
3. periklanan
4. Profesional statistik.
5. mengkritik inefisiensi dari beberapa proposal Taguchi
Metode Taguchi merupakan off-line quality control artinya pengendalian kualitas
yang preventif . Definisi kualitas menurut Taguchi : “kerugian yg diterima masyarakat sejak
produk dikirimkan sampai dengan diterimanya produk di tangan konsumen”.
Filosofi Taguchi terhadap “Kualitas “, adalah:
a. Kualitas harus didesain ke dalam produk dan bukan sekedar memeriksanya.
b. Kualitas terbaik dicapai dengan meminimumkan deviasi dari target.
c. Produk harus didesain sehingga robust terhadap faktor lingkungan yang tidak dapat
dikontrol.
d. Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standar tertentu dan kerugian
harus diukur pada seluruh sistem.
Kelebihan dari penggunaan metode Taguchi adalah :
1. Dapat mengurangi jumlah pelaksanaan percobaan jika dibandingkan dengan
menggunakan percobaan full factorial, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.
2. Dapat melakukan penghematan terhadap rata-rata dan variasi karakteristik kualitas
sekaligus, sehingga ruang lingkup pemecahan masalah lebih luas.
3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik kualitas
melalui perhitungan Average dan Rasio S/N, sehingga faktor- faktor yang
berpengaruh tersebut dapat diberikan perhatian khusus.
Sedangkan kekurangan dari metode Taguchi ini adalah apabila percobaan ini dilakukan
dengan banyak faktor dan interaksi, akan terjadi pembauran beberapa interaksi oleh faktor
utama. Akibatnya, keakuratan hasil percobaan akan berkurang, jika interaksi yang
diabaikan tersebut memang benar-benar berpengaruh terhadap karakteristik yang diamati.
Menurut Robert H. Lochner & Joseph E. Matar (1990), filosofi Taguchi dapat dirangkum
menjadi 7 elemen dasar (seven point Taguchi) :
1. Dimensi penting dari kualitas produk yang diproduksi adalah total kerugian yang
diteruskan oleh produk tersebut ke konsumen.
2. Dalam era ekonomi yang penuh persaingan, perbaikan kualitas secara terus
menerus dan pengurangan biaya adalah penting untuk dapat bertahan dalam
bisnis.
3. Perbaikan yang terus menerus meliputi pengurangan variasi dari karakteristik
produk dari nilai target mereka.
4. Kerugian yang diderita konsumen akibat produk yang bervariasi seringkali
mendekati proporsi deviasi kuadrat dari karakteristik dari nilai targetnya.
5. Kualitas akhir dan biaya proses produksi ditentukan oleh perluasan yang besar
dari desain engineering dari produk dan proses produksinya.
6. Variasi dari produk atau proses dapat dikurangi dengan mengeksploitasikan efek
nonlinear dari parameter produk atau proses pada karakteristik
7. Desain eksperimen statistik dapat digunakan untuk mengidentifikasi setting
parameter dari produk atau proses yang akhirnya dapat mengurangi variasi
2.2 Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian / unit / divisi atau fasilitas di
rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan
untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.
Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum
dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di
bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang
memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggungjawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri pelayanan paripurna yang
mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan
farmasi ; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal dan rawat jalan;
pengendalian mutu dan pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan
seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis
mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan
program rumah sakit secara keseluruhan.
Didalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
standar pelayanan rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system pelayanan kesehatan rumah sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien (patient oriented). Hal tersebut juga terdapat dalam
keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, disebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah
satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu.
Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah pengelolaan mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada
penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan dalam rumah sakit, baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan mau pun untuk
semua unit termasuk poliklinik rumah sakit.
Mutu pelayanan farmasi diukur dari tujuh indikator, yaitu rata – rata waktu
penyiapan obat, rata-rata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang diserahkan
sesuai resep, persentase jenis obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian
resep, persentase label yang lengkap, dan persentase pengetahuan pasien. Oleh karenanya,
Pharmacy Installation sebagai pelayanan kepada pasien dalam hal obat perlu memiliki
karakter mutu pelayanan prima yang sesuai harapan pasien, selain diharapkan memberikan
pelayanan medis yang bermutu.
Dari rata-rata waktu pelayanan yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan
standar sesuai dengan Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008, tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit, dimana dimana standar waktu tunggu pelayanan obat jadi ≤ 30
menit dan standar waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah ≤ 60 menit.
Berikut adalah referensi dari standar pelayanan minimal rumah sakit dan beberapa
penelitian yang sudah dilaksanakan yaitu :
a. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Kepmenkes
No.129/Menkes/SK/II/2008, waktu tunggu pelayanan obat jadi : standar ≤ 30
menit; obat racikan : standar ≤ 60 menit
b. Standar Waktu Pelayanan RS Indera Provinsi Bali, waktu tunggu obat racikan :
15 menit, waktu tunggu obat jadi : 7 menit
c. Standar Waktu Pelayanan RS Islam Fatimah Cilacap, waktu tunggu obat
racikan : 15 menit, waktu tunggu obat jadi : 5 menit
d. Apotek Kimia Farma Pontianak, waktu tunggu obat racikan : 27.96 menit, waktu
tunggu obat jadi : 12.05 menit
e. Instalasi Farmasi out patient RSIA Hermina Bekasi, waktu tunggu obat racikan :
24.14 menit
BAB III
PENERAPAN MODEL
Contoh Penerapan Model Taguchi :
Rumah Sakit Pertamina Cilacap (RSPC) merupakan rumah sakit industri yang didirikan
oleh BUMN milik pemerintah yaitu Pertamina. RSPC diresmikan penggunaanya pada tanggal 16
Mei 1977, dan merupakan rumah sakit yang masuk dalam kategori madya dimana dipersiapkan
untuk pendukung kegiatan operasional Pertamina Refinery Unit IV Cilacap dan sekitarnya.
Dalam upaya “Meningkatkan Mutu Pelayanan Farmasi RSPC” dengan mempersingkat
waktu tunggu, adanya keluhan pasien, lamanya proses racikan, dan antrian resep,
melatarbelakangi masalah yang akan dianalisis. Dalam pelayanan obat dimana pasien harus
menunggu lama karena lamanya waktu penyiapan obat sampai penyerahan obat, tidak
diberikannya atau tidak lengkapnya informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien, pada
tahun ini Instalasi Farmasi melanjutkan program peningkatan mutu pelayanan tahun sebelumnya
dalam hal meningkatkan kecepatan pelayanan resep.
Kegiatan ini akan rutin dilakukan dan di evaluasi setiap tahun, dimana yang akan
dilakukan adalah pengambilan data terhadap kecepatan pelayanan resep out patient, meliputi
waktu pelayanan resep jadi dimana dibedakan menjadi 3 (tiga) macam kategori yaitu 1-3 R/, > 3
R/ dan resep racikan dengan 3 (tiga) sesi waktu yang berbeda yaitu jam 07.00-09.00, 09.00-
12.00, 12.00-15.00, yang kemudian diketahui rata-rata waktu pelayanannya.
Kategori 3 (tiga) sesi waktu ini dibuat karena pada:
1. Kategori jam 07.00-09.00 resep belum bertumpuk dan pada jam tersebut biasanya resep
yang masuk adalah resep ulang atau copy resep, sehingga jumlahnya tidak begitu banyak.
2. Kategori jam 09.00-12.00 menjadi kategori kedua karena pada jam tersebut banyak resep
masuk dari semua pelayanan sehingga terjadi penumpukkan resep dari semua clinic baik
dokter keluarga maupun specialist,
3. Kategori jam 12.00-16.00 periode waktu tersebut terjadi penumpukan resep racikan dari
dokter spesialist, misalnya dokter anak, dokter syaraf, dokter jantung, dll yang rata – rata
mereka hadir pada jam tersebut dan menulis resep racikan.
Dari rata-rata waktu pelayanan yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar
sesuai dengan Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008, tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit, dimana dimana standar waktu tunggu pelayanan obat jadi ≤ 30 menit dan standar
waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah ≤ 60 menit.
Pelaksanaan peningkatan mutu diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pelayanan obat kepada pasien di rumah sakit. Dari hasil tersebut diharapkan Pharmacy
Installation dapat lebih meningkatkan kinerja farmasi di tahun yang akan datang. Program
peningkatan mutu yang akan rutin dilaksanakan setiap tahun adalah evaluasi kecepatan
pelayanan resep. Program peningkatan mutu pada pelayanan farmasi mencakup segala aspek
terkait, termasuk sumber daya manusia, proses dan outcome.
Berikut rekapan hasil survey yang sudah dilaksanakan di Pharmacy Installation RSPC
bulan Juni-November tahun 2009 :
WAKTU R/RATA2 WAKTU TUNGGU (Menit)
07.00-09.00 1-3 R/ 15.07
07.00-09.00 >3 R/ 29.60
07.00-09.00 Racikan 20
TOTAL
09.00-12.00 1-3 R/ 20.38
09.00-12.00 >3 R/ 40.32
09.00-12.00 Racikan 48.6
TOTAL
12.00-16.00 1-3 R/ 28.15
12.00-16.00 >3 R/ 33.04
12.00-16.00 Racikan 45
Dari Data di atas terdapat permasalahan waktu tunggu obat non racikan > 30 menit, sehingga
masalah ini berusaha kami atasi menggunakan metode taguchi.
Langkah-langkah Metode Taguchi atau Robust Design:
1. Penentuan Variabel Tidak Bebas
Variabel tidak bebas : variable yang dapat diukur/measurable characteristic, dalam hal ini
yaitu waktu tunggu obat.
Klasifikasinya : standar < 30 menit
Jika Waktu Tunggu Obat < 30 menit berarti sesuai dengan standar yang ditetapkan
Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor (variable bebas)
Cara untuk mengidentifikasi dapat dilakukan dengan cara brainstorming, flowcharting
dan cause effect diagram. Dalam hal ini, kami menggunakan cause effect diagram dari
Ishikawa.
Waktu pelayanan obat lama
Manusiaa
material
Metode Mesin
3. Pemisahan Faktor Kontrol dan Faktor Gangguan
Faktor control adalah factor yang nilainya ingin kita kendalikan, sedangkan factor
gangguan adalah factor yang nilainya tidak ingin/tidak bias dikendalikan.
Faktor Kontrol :
a. Manusia
Tenaga pelayanan obat perlu ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas pelayanan dan
mengurangi lamanya waktu tunggu obat.
Penambahan skill dan kompetensi tenaga pelayanan obat
Memberikan rangsangan motivasi dengan pemberian reward
b. Material
Ruangan dan peralatan (layout) diatur sehingga memberikan keleluasaan dan kemudahan
akses untuk melayani dan menyiapkan obat.
c. Metode
Membuat penambahan loket penerimaan resep dan penyerahan obat
Standarisasi obat dalam formularium harus lebih disosialisasikan dan dipatuhi
penggnaanya oleh para dokter, mengingat merek dagang obat sangat beragam.
d. Mesin
Penyediaan mesin antrian dan mesin panggil resep jadi di instalasi farmasi.
Faktor Gangguan, misalnya: jumlah pasien yang membludak dalam waktu tertentu atau
peningkatan jumlah kasus kesakitan pada waktu tertentu.
4. Penentuan Jumlah Level dan Nilai Level Faktor
Menggunakan 2 Level Faktor :
a. Waktu Tunggu Obat < 30 menit
b. Waktu Tunggu Obat > 30 menit
5. Identifiksi interaksi faktor kontrol
Jumlah interaksi yang terlalu banyak akan tidak efisien. Maka penentuan dilakukan
hanya antar faktor yang mengalami interaksi saja, dalam hal ini hanya factor waktu
tunggu obat saja.
6. Perhitungan Derajat Kebebasan (Degrees of Freedom)
Perhitungan derajat kebebasan dilakukan untuk menghitung jumlah minimum percobaan
yang harus dilakukan untuk menyelidiki faktor yang diamati.
7. Pemilihan Orthogonal Array (OA)
Orthogonal array digunakan untuk mendesain percobaan yang efisisen dan digunakan
untuk menganalisis data percobaan. Ortogonal array digunakan untuk menentukan jumlah
eksperimen minimal yang dapat memberi informasi sebanyak mungkin semua faktor
yang mempengaruhi parameter. Bagian terpenting dari orthogonal array terletak pada
pemilihan kombinasi level dari variable-variabel input untuk masing-masing eksperimen.
Dalam memilih jenis Orthogonal Array harus diperhatikan jumlah faktor yang diamati
yaitu :
a. Jika semua faktor adalah 2 level : pilih jenis OA untuk 2 level factor
b. Jika semua faktor adalah 3 level : pilih jenis OA untuk 3 level faktor
c. Jika beberapa faktor adalah 2 level dan lainnya 3 level : pilih mana yang dominant
dan gunakan Dummy Treatment, Metode Kombinasi atau Metode Idle Coloumn
8. Penugasan untuk Faktor dan Interaksinya pada Orthogonal Array
Penugasan faktor-faktor baik berupa faktor kontrol maupun gangguan dan interaksi-
interaksinya pada orthogonal array terpilih dengan memperhatikan :
1. Grafik Linear
2. Table Triangular
Kedua hal tersebut merupakan alat bantu penugasan faktor yang dirancang oleh
Taguchi. Grafik linear mengidentifikasi berbagai kolom kemana faktor-faktor dapat
ditugaskan dan kolom berikutnya mengevaluasi interaksi dari faktor-faktor tersebut.
Table triangular berisi semua hubungan interaksi-interaksi yang mungkin antara
faktor-faktor ( kolom-kolom) dalam suatu OA.
9. Persiapan dan Pelaksanaan Percobaan
10. Analisis Data
Pada analisis dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, yaitu meliputi
pengumpulan data, perhitungan serta penyajian data yang sesuai dengan suatu
percobaan yang dipilih.
11. Perhitungan Main Effect
Yang dimaksud dengan main effect adalah pengaruh dari masing-masing faktor dan
interaksi terhadap hasil.
12. Taguchi’s Quality Loss Function
Tujuan dari Quality Control adalah untuk mengontrol atau mengendalikan variasi
fungsional dan masalah-masalah yang berkaitan. Oleh karena tidak adanya evaluasi
secara kuantitatif terhadap masalah kualitas dan kerugian kualitas, masalah-masalah dari
QC dan pemecahannya dilihat secara subyektif. Tujuan dari Quality Cost Function
adalah untuk mengevaluasi secara kuantitatif dari kerugian kualitas yang disebabkan
oleh variasi fungsional.
Dari data tersebut ditemukan :
1. Rata-rata waktu tunggu obat racikan masih < 60 menit, sudah sesuai dengan standar
minimal dari Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008.
2. Rata-rata waktu tunggu obat non racikan masih > 30 menit, sehingga tidak sesuai dengan
standar minimal dari Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008.
Target Value untuk Waktu Tunggu Obat non racikan : 30 menit.
Lower Specification Limit : obat non racikan selesai dalam waktu > 30 menit (tidak sesuai
standar)
Upper Specification Limit : obat non racikan selesai dalam waktu < 30 menit (sesuai standar)
BAB IV
KESIMPULAN
Metode Taguchi adalah salah satu metode peningkatan mutu yang bisa digunakan dalam
bidang manufacturing dan jasa. Metode ini digunakan untuk mengurangi Quality Loss an
menghasilkan produk unggulan atau Robust Desain yang sesuai dengan expectasi pelanggan.
Kami menggunakan metode ini untuk meningkatkan kualitas layanan di instalasi farmasi Rumah
Sakit Pertamina dengan melakukan observasi pada waktu tunggu obat yang disesuaiakan dengan
standar Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008.