Post on 29-Jun-2015
TEKNIK KOROSI
1. Pengertian Korosi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korosi adalah proses, perubahan, atau
perusakan yang disebabkan oleh reaksi kimia. Atau proses kimia atau elektrokimia yang
kompleks yang merusak logam melalui reaksi dengan lingkungannya. Secara umum korosi
adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan
berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.
Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah
perkaratan besi. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara)
mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia
karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
2. Laju Reaksi Korosi
Setelah proses korosi berjalan selama waktu tertentu, produk korosi diangkat dari media
korosi, dicuci dengan hati-hati dengan menggunakan sikat yang halus. Selanjutnya dimasukan
ke dalam oven pada suhu 400 C selama 5 menit, kemudian ditimbang sebagai berat akhir.
Berat awal dari baja adalah berat baja sebelum direndam ke dalam larutan. Kecepatan korosi
dihitung dengan rumus berikut :
Laju reaksi korosi = Berat Awal - Berat Akhir
Luas Baja x Waktu Perendaman
3. Reaksi Korosi
Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.x H2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-
merah. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi berlaku sebagai anode, dinama besi
mengalami oksidasi.
Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e E0 = + 0,44 V
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi yang berlaku
sebagai katode, dimana oksigen tereduksi.
O2(g) + 2 H2O(l) + 4e → 4 OH-(aq) E0 = + 0,40 V
Atau O2(g) + 4 H+(aq) + 4e → 2 H2O(l) E0 = + 1,23 V
Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi
(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3.x H2O, yaitu karat besi.
Maka reaksi yang terjadi :
Anode : 2 Fe(s) → 2 Fe2+(aq) + 4e E0 = + 0,44 V
Katode : O2(g) + 2 H2O(l) + 4e → 4 OH-(aq) E0 = + 0,40 V
Reaksi Sel : 2 Fe(s) + O2(g) + 2H2O(l) → 2 Fe2+(aq) + 4OH-
(aq) E0reaksi = + 0,84 V
Ion Fe2+ tersebut kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dengan reaksi :
4Fe2+(aq) + O2(g) + (4 + 2n) H2O → 2Fe2O3 . nH2O + 8H+
(aq)
Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan dan bagian mana
yang bertindak sebagai katode bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau
perbedaan rapatan logam itu. Korosi besi memerlukan oksigen dan air.
Reaksi-reaksi yang Terjadi pada Proses Korosi Logam
Mekanisme korosi tidak terlepas dari reaksi elektrokimia. Proses elektrokimia
melibatkan perpindahan elektron-elektron. Perpindahan elektron merupakan hasil reaksi
redoks (reduksi-oksidasi). Mekanisme korosi melalui reaksi elektrokimia melibatkan reaksi
anodik dan reaksi katodik.
a) Reaksi Anodik ( Oksidasi )
Reaksi Anodik terjadi di daerah anode. Reaksi anodik (oksidasi) diindikasikan melalui
peningkatan valensi atau produk elektron-elektron. Reaksi anodik yang terjadi pada proses
korosi logam, yaitu : M → Mn+ + ne
Proses korosi dari logam M adalah proses oksidasi logam menjadi satu ion (n+) dalam
pelepasan n elektron. Harga dari n bergantung dari sifat logam sebagai contoh besi :
Fe → Fe2+ + 2e
b) Reaksi Katodik (Reduksi)
Reaksi katodik terjadi di daerah katode. Reaksi katodik diindikasikan melalui
penurunan nilai valensi atau konsumsi elektron-elektron yang dihasilkan dari reaksi anodik.
Beberapa reaksi katodik yang terjadi selama proses korosi logam, yaitu :
- Pelepasan gas hidrogen
2 H+ + 2e → H2
- Reduksi oksigen
O2 + 4 H+ + 4e → 2 H2O
O2 + 2 H2O + 4e → 4 OH-
- Reduksi ion logamGambar 1. Korosi pada logam
Fe3+ + e → Fe2+
- Pengendapan logam
3Na+ + 3e → 3Na
- Reduksi ion hidrogen
O2 + 4 H+ + 4e → 2 H2O
4. Jenis Korosi
Bentuk-bentuk korosi dapat berupa korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran,
korosi celah, korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosion
fatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion induced hydrogen), korosi
intergranular, selective leaching, dan korosi erosi.
- Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak di seluruh permukaan logam,
oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi pengurangan
dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata
berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan
akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan
kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya
perawatan (preventive maintenance).
- Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan dan berada di
lingkungan korosif. Salah satu dari logam tersebut akan mengalami korosi, sementara
logam lainnya akan terlindung dari serangan korosi. Logam yang mengalami korosi
adalah logam yang memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak
mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial lebih tinggi.
- Korosi sumuran adalah korosi lokal yang terjadi pada permukaan yang terbuka akibat
pecahnya lapisan pasif. Terjadinya korosi sumuran ini diawali dengan pembentukan
lapisan pasif di permukaannya, pada antarmuka lapisan pasif dan elektrolit terjadi
penurunan pH, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif secara perlahan-lahan dan
menyebabkan lapisan pasif pecah sehingga terjadi korosi sumuran. Korosi sumuran ini
sangat berbahaya karena lokasi terjadinya sangat kecil, tetapi dalam sehingga dapat
menyebabkan peralatan atau struktur patah mendadak.
- Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah di antara dua komponen.
Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata di luar dan di
dalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat
oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) di luar celah masih banyak,
akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan
permukaan logam yang di dalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang
terkorosi.
- Korosi retak tegang, korosi retak fatik, dan korosi akibat pengaruh hidogen adalah bentuk
korosi dimana material mengalami keretakan akibat pengaruh lingkungannya. Korosi
retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan tarik statis di
lingkungan tertentu, seperti : baja tahan karat sangat rentan terhadap lingkungan klorida
panas, tembaga rentan di larutan amonia dan baja karbon rentan terhadap nitrat. Korosi
retak fatik terjadi akibat tegangan berulang di lingkungan korosif. Sedangkan korosi
akibat pengaruh hidogen terjadi karena berlangsungnya difusi hidrogen ke dalam kisi
paduan.
- Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam akibat
terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang terjadi pada
baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada temperatur 425 – 815 oC
karbida krom (Cr23C6) akan mengendap di batas butir. Dengan kandungan krom di bawah
10%, di daerah pengendapan tersebut akan mengalami korosi dan menurunkan kekuatan
baja tahan karat tersebut.
- Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah
satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada paduan tembaga-seng.
Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total
terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan
terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke elektrolit.
Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh lain selective leaching
terjadi pada besi tuang kelabu yang digunakan sebagai pipa pembakaran. Berkurangnya
besi dalam paduan besi tuang akan menyebabkan paduan tersebut menjadi porous dan
lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah pada pipa.
- Kombinasi antara fluida yang korosif dan kecepatan aliran yang tinggi menyebabkan
terjadinya korosi erosi, seperti yang terjadi pada pipa baja yang digunakan untuk
mengalirkan uap yang mengandung air. Pengukuran laju korosi dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Pengukuran yang paling sederhana biasanya dilakukan dengan cara
mengukur kehilangan logam (berdasarkan perbedaan beratnya). Meskipun demikian
beberapa metoda pegukuran laju korosi yang dapat diterapkan antara lain adalah dengan
mengukur ion logam yang terdapat di lingkungan, mengukur konduktivitas lingkungan,
mengukur berat jenis lingkungan atau berdasarkan reaksi dengan metoda elektrokimia
5. Dampak atau Akibat Korosi
Dalam kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada berbagai jenis
logam. Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang memakai komponen logam
seperti seng, tembaga, besi-baja, dan sebagainya. Seng untuk atap dapat bocor karena
termakan korosi. Demikian juga besi untuk pagar tidak dapat terbebas dari masalah korosi.
Jembatan dari baja maupun badan mobil dapat menjadi rapuh karena peristiwa alamiah yang
disebut korosi. Selain pada perkakas logam ukuran besar, korosi ternyata juga mampu
menyerang logam pada komponen-komponen renik peralatan elektronik, mulai dari jam
digital hingga komputer, serta peralatan-peralatan canggih lainnya yang digunakan dalam
berbagai aktivitas umat manusia, baik dalam kegiatan industri maupun di dalam rumah
tangga.
Korosi merupakan masalah teknis dan ilmiah yang serius. Di negara-negara maju
sekalipun, masalah ini secara ilmiah belum tuntas terjawab hingga saat ini. Selain merupakan
masalah ilmu permukaan yang merupakan kajian dan perlu ditangani secara fisika, korosi juga
menyangkut kinetika reaksi yang menjadi wilayah kajian para ahli kimia. Korosi juga menjadi
masalah ekonomi karena menyangkut umur, penyusutan, dan efisiensi pemakaian suatu bahan
maupun peralatan dalam kegiatan industri. Milyaran Dolas AS telah dibelanjakan setiap
tahunnya untuk merawat jembatan, peralatan perkantoran, kendaraan bermotor, mesin-mesin
industri serta peralatan elektronik lainnya agar umur konstruksinya dapat bertahan lebih lama.
Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh korosi tidak hanya biaya langsung seperti pergantian
peralatan industri, perawatan jembatan, konstruksi dan sebagainya, tetapi juga biaya tidak
langsung seperti terganggunya proses produksi dalam industri serta kelancaran transportasi
yang umumnya lebih besar dibandingkan biaya langsung.
Akibat dari korosi secara umum adalah sebagai berikut :
- Biaya pemeliharaan membengkak karena penggantian material, biaya perbaikan, dll.
- Produktivitas/ kapasitas produksi menurun akibat produksi berhenti atau total shut-
down.
- Menimbulkan kontaminasi atau pencemaran pada produk, misalnya makanan dan
minuman.
- Gangguan kesehatan dan keselamatan kerja.
- Mengurangi umur berbagai barang atau bangunan sehingga menyebabkan degradasi
atau kerusakan lingkungan hidup.
6. Faktor-faktor Korosi
Faktor yang berpengaruh dan mempercepat korosi yaitu :
a. Air dan kelembapan udara
Air merupakan salah satu faktor penting untuk berlangsungnya proses korosi. Udara
yang banyak mengandung uap air (lembap) akan mempercepat berlangsungnya proses
korosi.
b. Elektrolit
Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk melangsungkan
transfer muatan. Hal itu mengakibatkan elektron lebih mudah untuk dapat diikat oleh
oksigen di udara. Oleh karena itu, air hujan (asam) dan air laut (garam) merupakan
penyebab korosi yang utama.
c. Adanya oksigen
Pada peristiwa korosi adanya oksigen mutlak diperlukan.
d. Permukaan logam
Permukaan logam yang tidak rata memudahkan terjadinya kutub-kutub muatan, yang
akhirnya akan berperan sebagai anode dan katode. Permukaan logam yang licin dan
bersih akan menyebabkan korosi sukar terjadi, sebab sukar terjadi kutub-kutub yang
akan bertindak sebagai anode dan katode.
e. Letak logam dalam deret potensial reduksi
Korosi akan sangat cepat terjadi pada logam yang potensialnya rendah, sedangkan
logam yang potensialnya lebih tinggi justru lebih awet.
7. Pencegahan Korosi
- Dicat
Cat menghindarkan kontak besi dengan udara dan air.
- Melumuri dengan oli atau minyak
Cara ini diterapkan untuk berbagai perkakas dan mesin, oli atau minyak mencegah
kontak besi dengan air.
- Dibalut dengan plastik
Berbagai macam barang, misalnya rak piring dan kerancang sepeda dibalut dengan
plastik. Plastik mencegah kontak besi dengan udara dan air.
- Tin plating (pelapisan dengan timah)
Biasanya kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi dilapisi dengan timah. Pelapisan
dilakukan secara elektrolisis, yang disebut electro plating. Timah tergolong logam yang
tahan karat. Besi yang dilapisi timah tidak mengalami korosi karena tidak adanya
kontak dengan oksigen (udara) dan air. Akan tetapi, lapisan timah hanya melindungi
besi selama lapisan utuh (tanpa cacat). Apabila lapisan timah ada yang cacat, misalnya
tergores, maka timah justru mendorong atau mempercepat korosi besi. Hal itu terjadi
karena potensial reduksi besi lebih negatif daripada timah :
Eº Fe = -0,44 V; Eº Sn = -0,44 V
Oleh karena itu, besi yang dilapisi timah akan membentuk suatu sel elektrokimia
dengan besi sebagai anode. Dengan demikian timah mendorong korosi besi.
- Galvanisasi (pelapisan dengan zink)
Pipa besi, tiang telepon, badan mobil, dan berbagai barang lain dilapisi dengan zink.
Berbeda dengan timah, zink dapat melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya
tidak utuh. Hal itu terjadi karena suatu mekanisme yang disebut perlindungan katode.
Oleh karena potensial reduksi besi lebih positif daripada zink, maka besi yang kontak
dengan zink akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode. Dengan
demikian, besi terlindungi dan zink yang mengalami oksidasi.
- Cromium plating (pelapisan dengan kromium)
Besi atau baja juga dapat dilapisi dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung
yang mengkilap, misalnya untuk bemper mobil. Cromium plating juga dilakukan
dengan elekrolisis. Sama seperti zink, kromium juga dapat memberi perlindungan
sekalipun lapisan kromium itu ada yang rusak.
- Sacrificial protection (pengorbanan anode)
Magnesium adalah logam yang jauh labih aktif (berarti lebih mudah berkarat)
daripada besi. Jika logam magnesium dikontakkan dengan besi, maka magnesium itu
akan berkarat, tetapi besi tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja yang
ditanam dalam tanah atau badan kapal laut. Secara periodik, batang magnesium harus
diganti.
Korosi Aluminium (Perlindungan Katodit)
Aluminium, juga zink dan kromium, merupakan logam yang lebih aktif daripada
besi. Sebenarnya, aluminium berkarat dengan cepat membentuk oksida aluminium
(Al2O3). Akan tetapi, perkaratan segera terhenti setelah lapisan tipis oksida terbentuk.
Lapisan itu melekat pada permukaan logam, sehingga melindungi logam di bawahnya
terhadap perkaratan berlanjut. Lapisan oksida pada permukaan aluminium dapat dibuat
lebih tebal melalui elektrolisis, yang disebut anodizing. Aluminium yang telah
mengalami anodizing digunakan untuk membuat panci dan berbagai perkakas dapur,
bingkai, kerangka bangunan (panel dinding), serta kusen pintu dan jendela. Lapisan
oksida aluminium lebih mudah dicat dan memberi warna yang lebih terang.
8. Korosi di Industri
Pabrik gula merupakan suatu pabrik yang mengolah tebu menjadi gula kristal atau
biasa disebut sebagai gula pasir. Dalam proses produksinya digunakan bahan utama berupa
tebu dan bahan penunjang berupa susu kapur [Ca(OH)2], gas belerang (SO2), Flokulant dan
Asam Sulfat (H3PO4). Bahan pendukung dari pembuatan gula tersebut merupakan bahan-
bahan kimia yang mempunyai resiko tinggi untuk mengakibatkan suatu bencana jika bereaksi
dengan suatu senyawa yang lain. Selain dari bahan yang bisa meningkatkan resiko bencana,
bisa juga dilihat dari limbah yang dihasilkan berupa nira, tetes tebu dan endapan kerak yang
jika masuk ke sungai akan mencemari sungai. Mesin juga mempunyai peranan dalam
meningkatkan resiko bencana dengan terjadinya korosi karena bahannya terbuat dari besi.
Korosi tidak dapat dihindari, tetapi dapat diperlambat lajunya. Korosi berpotensi terjadi
di Pabrik gula karena bahan konstruksinya banyak terbuat dari logam khususnya besi.
Potensi Korosi di Pabrik Gula
Peralatan di pabrik gula yang terbuat dari logam sangat rentan terhadap serangan korosi.
Terlebih lagi nira sebagai bahan baku proses pembuatan gula mempunyai kondisi asam,
sehingga berpotensi untuk menimbulkan korosi di peralatan. Proses produksi di pabrik gula
secara garis besar dibagi menjadi empat tahapan proses, yaitu :
Tahap 1 : Ekstraksi tebu menjadi nira mentah (Gilingan)
Tahap 2 : Nira mentah menjadi Nira Encer (Pemurnian)
Tahap 3 : Nira Encer menjadi Nira Kental (Penguapan)
Tahap 4 : Nira Kental menjadi Gula Kristal (Kristalisasi dan Pemisahan)
Pada tiap tahapan proses tersebut ada berbagai hal yang dapat menimbulkan serangan korosi.
Stasiun Ketel (Boiler)
Boiler atau ketel merupakan jantung dari pabrik gula. Fungsi dari ketel adalah untuk
menyediakan uap yang digunakan untuk proses, yaitu di gilingan, pemanasan nira, penguapan
nira, pemasakan nira kental, dan pemutaran. Ketel terdiri pipa-pipa dimana lingkungannya
terus menerus kontak dengan air dan uap. Dengan adanya kontak tersebut besar kemungkinan
terjadinya erosi pada permukaan pipa.
Stasiun Gilingan
Gilingan berfungsi untuk memerah nira yang terdapat dalam tebu. Pada proses ini tebu
digiling menggunakan rol yang terbuat dari bahan Stainless Steel atau Carbon Steel. Potensi
terjadinya korosi di rol gilingan cukup besar. Hal itu disebabkan karena keausan dari
peralatan. Keausan terjadi karena adanya gesekan antara ampas dengan rol gilingan. Dengan
banyaknya gesekan yang terjadi, maka rol akan menjadi aus sehingga menimbulkan korosi.
Selain itu karakteristik dari nira yang dihasilkan bersifat asam, sehingga menjadi media yang
baik untuk terjadinya korosi.
Unit Pemurnian
Proses pemurnian nira bertujuan untuk menghilangkan bukan gula yang ada dalam nira.
Pada saat ini kebanyakan pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi untuk
memurnikan nira. Pada proses sulfitasi digunakan tobong belerang untuk memproduksi gas
SO2 sebagai bahan pembantu.
Unit Penguapan
Proses penguapan di Pabrik gula menggunakan evaporator. Pada evaporator
permasalahan korosi menelan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan unit lain. Pada
proses penguapan ini permasalahan yang sering terjadi adalah timbulnya kerak di dinding
pipa evaporator (baik di sisi nira maupun di sisi uap). Korosi dan erosi menjadi salah satu
masalah serius yang dihadapi oleh evaporator karena tingginya laju dari zat cair dan uap yang
ada dalam evaporator. Selain itu kemungkinan terjadinya entrainment di evaporator juga bisa
menyebabkan terjadinya korosi. Karena itu berbagai upaya dilakukan untuk mencegah
entraintment diantaranya dengan penggunaan mist eliminator.
Perpipaan
Pada industri gula perpipaan yang digunakan sebagian besar pipa tertutup, yaitu untuk
mengalirkan nira, strop, air, uap, masakan. Pada sistem perpipaan rentan terjadi korosi karena
laju dari fluida yang besar dapat menyebabkan erosi pada pipa.
9. Senyawa-senyawa yang Bersifat Korosif
Suatu zat korosif adalah salah satu yang akan menghancurkan atau merusak permukaan
atau substansi lain dengan kontak ke dalamnya. Korosi biasa disebut “karat” dalam kehidupan
sehari-hari. Karat yang umum adalah asam kuat dan basa kuat, atau larutan terkonsentrasi
asam lemah dan basa lemah tertentu. Jenis-jenis bahan korosif diklasifikasikan menjadi :
a. Asam
asam kuat yang paling umum adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida (H2
SO4, HNO3 dan HCl). Beberapa dengan konsentrasi asam lemah, misalnya asam
format dan asam asetat.
b. Basa
Kaustik atau alkali, seperti natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH).
Logam alkali dalam bentuk logam (misalnya unsur natrium), dan Hidrida alkali dan
logam alkali tanah, seperti natrium hidrida, berfungsi sebagai basa kuat dan hidrat
yang dapat bersifat kaustik. Beberapa basa dengan konsentrasi lemah, seperti
ammonia dalam bentuk anhidrat atau dalam larutan terkonsentrasi.
c. Agen terdehidrasi seperti fosfor pentoksida, kalsium oksida, seng klorida anhidrat,
juga unsur logam alkali.
d. Oksidator kuat seperti hidrogen peroksida terkonsentrasi.
e. Halogen elektrofilik : unsur fluor, klor, brom, dan yodium, serta garam elektrofilik
seperti sodium hipoklorit atau senyawa N-kloro seperti chloramine-T; halida ion tidak
korosif.
f. Halida halida organik dan asam organik seperti asetil klorida dan chloroformate
benzyl.
g. Asam anhidrida.
h. Agen Alkylating seperti dimetil sulfat.
i. Beberapa bahan organik seperti fenol ("asam karbol").
10. Korosi yang Disebabkan oleh Manusia
Kecelakaan kerja dan bencana merupakan suatu kejadian yang tidak dapat diprediksi
dan diduga sebelumnya, karena terjadinya secara tiba-tiba. Penyebab bencana bisa bermacam-
macam, bisa karena ulah manusia dan bisa juga karena kesalahan teknis berupa kesalahan
sistem. Pentingnya antisipasi bencana bisa dilihat pada kejadian dari pabrik yang pipa-
pipanya mengalami korosi. Aliran dari pipa kemudian mengalir ke sungai sehingga dapat
merugikan masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut. Selain dari bahan yang bisa
meningkatkan resiko bencana, bisa juga dilihat dari limbah yang dihasilkan berupa endapan
kerak yang jika masuk ke sungai akan mencemari sungai. Mesin juga mempunyai peranan
dalam meningkatkan resiko bencana. Umur mesin yang sudah lama dan maintenance yang
jelek bisa mengakibatkan terjadinya korosi pada mesin karena bahan dari mesin yang terbuat
dari besi. Sebagai contoh pada stasiun penguapan, jika pipa yang mengalirkan nira pekat
terjadi korosi maka akan menyebabkan terjadinya kebocoran pada pipa tersebut. Hal ini
terjadi dikarenaan ulah manusia yang kurang tepat dalam usaha perawatan mesin-mesin
pabrik sehingga berdampak pada lingkungan hidup. Metodologi penanggulangan resiko
bencana tersebut adalah dengan melakukan studi pendahuluan, disaster identification, dan
risk mitigation. Penanganan dari segi struktural bisa dari layout pabrik atau saluran
pembuangan yang lebig baik dan berbahan anti korosi. Sedangkan untuk non-struktural bisa
dengan perbaikan kebijakan perusahaan mengenai resiko bencana atau bisa juga dengan
pelatihan-pelatihan karyawan.
11. Korosi yang Disebabkan oleh Alam
Salah satu gejala yang disebabkan oleh alam adalah hujan asam. Hujan asam
dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material, seperti batu kapur,
pasir besi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat
terjadi pada bagunan tua serta monumen termasuk candi dan patung. Hujan asam
dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal
pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan
merusak batuan.
a. Korosi pada kendaraan bermotor
Hujan asam membuat sesuatu yang terbuat dari besi menjadi lebih mudah
berkarat. Asam merupakan salah satu larutan elektrolit dan larutan elektrolit lebih
cepat bereaksi daripada larutan non-elektrolit. Pada sebagian besar industri sepeda
motor, jelas hujan asam sangat merugikan. Rangka dan roda yang terbuat bahan
utama berupa besi. Selain itu komponen mesin motor penggerak juga terbuat dari
logam sehingga kemungkinan terjadi pengkorosian. Pengguna sepeda terutama pada
Negara-negara berkembang dirugikan dengan pH asam yang disebabkan oleh hujan
asam. Negara maju seperti Jerman dengan industri mobilnya yang sangat maju telah
mengantisipasi terjadinya korosi pada mobil-mobil baru dengan material penyusun
yang sudah dikembangkan.
b. Korosi pada bangunan tua
Hujan asam juga menyebabkan mengeroposnya bangunan-bangunan yang
mengandung kalsium. Hal ini disebabkan karena asam dapat dengan mudah bereaksi
dengan kalsium (Ca). Deposisi asam baik basa maupun kering dapat merusak
bangunan yang terbuat dari batu, logam, atau material lain, bila diletakkan di area
terbuka dalam waktu yang lama. Kerusakan akibat korosi ini bernilai mahal apalagi
bila terjadi pada kota-kota bersejarah.
Usaha untuk mengendalikan hujan asam ialah (1) menggunakan bahan bakar
dengan kandungan belerang rendah, (2) mengurangi kandungan belerang sebelum
pembakaran dengan menggunakan teknologi tertentu, (3) pengendalian pencemaran
selama pembakaran untuk mengurangi emisi SO2 dan NOx menggunakan teknologi
lime injection in multiple burners (LIMB) sehingga emisi SO2 dapat dikurangi
sampai 80% dan NOx 50%, (4) pengendalian setelah pembakaran dengan gas ilmiah
hasil pembakaran dengan fle gas desulfurization (FGD), (5) mengaplikasikan prinsip
3R (Reuse, Recycle, Reduce).
12. Manfaat Korosi Untuk Penyimpanan Limbah
Sumber bekas radium memerlukan penanganan yang khusus dalam penyimpanan
limbah karena mempunyai waktu paruh yang panjang dan radium selalu melepaskan gas
radon yang berbahaya bagi lingkungan atau manusia. Sumber bekas Radium
kebanyakan berasal dari rumah sakit dapat berbentuk jarum ataupun lempengan.
Kondisioning sumber bekas Radium adalah suatu rangkaian proses pengunkungan
limbah sumber bekas radium dalam tabung/kapsul yang terbuat dari stainless steel atau
bahan anti karat dan dilakukan penutupan dengan pengelasan dan selanjutnya disimpan
dalam Long Term Storage Shield (LTSS) yaitu wadah limbah berbentuk selinder jejal
berdiameter 275 mm dan tinggi 250 mm dengan sepuluh lubang untuk penyimpanan
sumber bekas radium terkapsulasi, terbuat dari logam timbal (Pb) dan lapisan luar
berupa baja
Proses kondisioning sumber bekas radium dilakukan sebelum penyimpanan
sementara dalam jangka panjang untuk mencegah terlepasnya bahan radioaktif dan
membatasi. Stainless steel harus mampu menahan tekanan gas radon yang terbentuk selama
jangka waktu penyimpanan. Demikian dalam penutupan kapsul dengan pengelasan harus
dilakukan uji kebocoran. LTSS yang berisi kapsul selanjutnya ditempatkan dalam shell
drum, yaitu suatu tabung terbuat dari matriks beton, dan disimpan dalam penyimpan
sementara (interim storage).
Immobilisasi/kondisioning dan pengepakan limbah biasanya akan meningkatkan
suatu peningkatan volume limbah yang akan disimpan dan dibuang. Dalam
mengevaluasi teknik reduksi volume yang berbeda-beda, limbah-limbah harus dicacah.
Penyimpanan dari limbah yang telah diimmobilisasi dan dipak dapat dibuang untuk
periode waktu yang berbeda-beda dengan bermacam-macam cara di daerah tempat
penyimpanan yang berbeda-beda tipenya (permukaan, di bawah permukaan,
berventilasi, shielding variabel dsb). Tipe penyimpanan akan mempengaruhi pemilihan
kontainer dan bentuk, juga lamanya daya tahan terhadap korosi, keburukan yang
melebihi waktu penyimpanan dan kemungkinan penyelamatan kembali. Keistimewaan
umum dari operasi penyimpanan yang berbeda-beda ialah bahwasanya limbah tersebut
dapat dipindahkan apabila diperlukan. Jadi kemasan limbah itu harus diselamatkan
kembali apabila periode waktu penyimpanannya telah habis dan direncanakan untuk
periode waktu penyimpanan berikutnya.
13. Penanganan Korosi
Gambar 2. Bagan proses pengendalian korosi
Metoda yang digunakan untuk menangani masalah korosi adalah Cladding. Merupakan
penyatuan dua jenis logam/metal yang berbeda. Contoh kecilnya adalah pada setrikaan rumah,
dimana indikator pemutus arus untuk memanaskan digunakan dua jenis logam yang berbeda,
tetapi disatukan. Ketika diatur untuk memanaskan, salah satu logam akan lebih panas dari
yang lainnya, sehingga logam yang memiliki kapasitas panas lebih rendah akan menekuk.
Namun dalam hal korosi, umumnya cladding digunakan sebagai teknik pencegahan korosi
yang tidak jauh berbeda dengan sacrificial anodic protection. Pada cladding, logam yang
ingin dilindungi dicladd dengan logam yang memiliki elektronegatifan lebih kecil, atau lebih
tepatnya lebih elektropositif. Ini dimaksudkan agar elektron yang akan menyerang logam
yang ingin dilindungi akan mengalir ke logam yang lebih elektropositif ini sehingga korosi
terjadi pada logam yang lebih elektropositif (dalam kata lain lebih mudah terkorosi). Namun
Desain dan Proses manufacturingyang sempurna
Kualitas peralatan
KeandalanPerawatan Penggunaan
Fungsi yang baik Umur yang panjang
terdapat kekurangan metode ini karena umumnya proteksi cladding ini tidak sempurna
melindungi logam karena berbagai faktor.
Gambar 3. Diagram proses pengendalian korosi di industri
Keterangan :
- Bagian Produksi : mengerti kondisi operasi yang tidak menghasilkan resiko
timbulnya korosi.
- Bagian Engineering : membuat perencanaanoperasi dan design yang didasari oleh
pengetahuan kondisi yang memungkinkan terjadinya korosi.
- Bagian Maintenance dan Inspeksi : mengerti mekanisme korosi yang mungkin terjadi
pada peralatan, bagaimana menginspeksinya dan bagaimana menanggulanginya.
- Bagian Logistik : melakukan pengadaan dengan pengetahuan mengenai kesalahan
dari pemilihan material atau resikodari pengadaan peralatan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi.
14. Korosi yang Disebabkan oleh Mikroba
Pernah diketemukan produk korosi (karat-karat besi) cukup banyak bersama-sama
segerombolan bakteri di suatu tempat dalam sistem water treatment. Kumpulan bakteri yang
bersifat korosif adalah bakteri yang dalam metabolismenya menjadikan sulfur dan atau
senyawanya sebagai unsur yang penting, misalnya bakteri pengoksidasi sulfur : Thiobacillus
thio-oxidans, dan bakteri pereduksi sulfat : Genus Desulfovibrio atau Desulfotomaculum.
Salah satu kelompok dari berjuta-juta kelompok makhluk hidup yang ada di alam semesta ini,
ada bakteri yang dikenal bernama SRB. SRB sesungguhnya adalah singkatan dari Sulphate
Reduction Bacteria atau Bakteri Pereduksi Sulfat.
Pengendalian oleh Top Management
Usaha Pengendalian
Korosi Terpadu di Industri
Divisi Engineering
Divisi Maintenance dan Inspeksi
Divisi Logistik
Divisi Logistik
Bakteri secara garis besar digolongkan menjadi dua golongan yaitu bakteri aerob dan
anerob. Bakteri Aerob artinya dia membutuhkan oksigen untuk hidup, sedangkan Bakteri
Anaerob sebaliknya : bila ada oksigen dia akan mati, namun akan tumbuh subur dan gemuk
bila kandungan oksigen di lingkungannya sangat kecil. Sedangkan hubungannya dengan
istilah pengoksidasi dan pereduksi di atas, maka bakteri pengoksidasi sulfat adalah bakteri
aerob, sedangkan bakteri pereduksi sulfat adalah bakteri anaerob. SRB ini termasuk dalam
golongan bakteri anaerob.
Besi dan baja karbon biasanya mempunyai laju korosi yang rendah
dalam air netral terdeaerasi (oksigennya telah hilang) dan di dalam
larutan garam karena hanya terjadi reaksi reduksi katodik :
2 H2O + 2e- → H2 + 2 OH-
Bakteri anaerob pereduksi sulfat (sulphate reducing bacteria atau
SRB) akan menyebabkan korosi pada struktur baja yang ditimbun
dalam tanah, dengan pembentukan lapisan tak protektif seperti FeS
dan Fe2O3.H2O, bila SRB pada awalnya tidak aktif. Bila SRB aktif
sejak awal, maka produk korosi yang terbentuk adalah FeS dan
sedikit FeCO3, pada pH 7.
Mikroba ini menyebabkan terjadinya proses korosi dengan bentuk serangan korosi
merata, sumuran, ataupun sel konsentrasi. Mekanisme korosi oleh bakteri dapat
dikelompokkan dalam proses-proses berikut :
1. Memproduksi sel aerasi diferensial.
2. Memproduksi metabolit korosif.
Pak Kuhr dan Vlught menyebutkan bahwa korosi oleh SRB dalam lingkungan anaerob
dan netral, reaksi katodiknya tidak mungkin berupa reduksi O2 ataupun reduksi H+. Namun
serangan korosi yang terjadi bisa sangat parah, berarti ada reaksi katodik lain yang
berlangsung, yang melibatkan SRB. Pak Kuhr dan Vlught menyatakan bahwa SRB
menggunakan hidrogen katodik untuk reduksi dissimilasi sulfat menurut reaksi sebagai
berikut :
- Reaksi anodik : 4 Fe → 4 Fe2+ + 8 e-
- Dissosiasi air : 8 H2O → 8 H+ + 8 OH-
- Reaksi katodik : 8 H+ + 8 e- → 8 H
- Depolarisasi Katodik oleh Bakteri Pereduksi Sulfat :
SO42- + 8 H → S2- + 4 H2O
- Produk Korosi :
Fe2+ + S2 → FeS dan 3 Fe2+ + 6 OH- → 3 Fe(OH)2
- Reaksi Keseluruhan :
4 Fe + SO42- + 4 H2O → 3 Fe(OH)2 + FeS + 2 OH-
Salah satu species pendukung korosivitas SRB adalah bakteri besi berfilamen.
Organisma ini mengoksidasi besi yang terlarut di dalam larutan menjadi ferric hydrate yang
tak larut yang membentuk sarung yang menutupi sel-sel dan memproduksi semacam batang
yang berbentuk filamen.
Beberapa varietas dapat mengoksidasi dan mengkonsentrasi mangan (Mn). Namun
pengaruh utamanya adalah membentuk dan menumbuhkan tubercles di dalam air, seperti
yang dikemukakan oleh Dexter. Varietas ini bersifat aerob dan akan menghabiskan oksigen
yang ada di bawah tubercles (tuberkel). Di dalam endapan lendir terdapat bakteri berfilamen
yang hidup bersama-sama dengan bakteri pereduksi sulfat, dan bergabung dengan produk
korosi dari stainless steel.
Pencegahan Korosi yang disebabkan oleh SRB ini hampir sama dengan pencegahan
korosi yang disebabkan oleh penyebab lain, yakni meniadakan salah satu faktor dari 4 (empat)
faktor penyebab korosi yaitu : anoda, katoda, elektrolit, dan jembatan arus. Antara lain dengan
pemilihan material, proteksi katodik, pemakaian inhibitor, dan pemakaian cat. Namun karena
SRB adalah makhluk hidup, maka perlu dipakai inhibitor atau cat yang sekaligus bersifat dan
berfungsi sebagai biosida (pembunuh bakteri atau mikroorganisma).