Post on 23-Jul-2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha budi daya pertanian telah berkembang sejak dilaksanakannya pola
pertanian menetap sekitar 10.000 tahun yang lalu, yang dibarengi dengan makin
mantapnya pemukiman menetap. Pada saat itu, manusia juga mulai melakukan
pengumpulan dan penyimpanan bahan makanan bagi pemenuhan kebutuhan
hidupnya. Di Indonesia, perkembangan pertanian telah berlangsung sejak lama,
yang terutama didasarkan pada budi daya padi sawah. Namun, sistem pertanian
yang selama ini dikenal dan dilaksanakan merupakan sistem pertanian yang
dilakukan secara horizontal. Mengingat salah satu tantangan atau permasalahan
pertanian yang saat ini mulai dirasakan yaitu semakin terbatasnya lahan, maka
perlu dikembangkan cara bertani yang hemat lahan dengan teknologi dan metode
sederhana dan secara ekonomi layak serta dapat diterima oleh anggota
masyarakat. Dalam hal ini, nampaknya perlu dikembangkan pola bertani secara
vertikal atau vertikultur. (Sutarminingsih, 2003).
Vertikultur diambil dari istilah verticulture (dari Bahasa Inggris: vertical
dan culture), yang berarti sistem budi daya pertanian secara vertikal atau
bertingkat. Dikenal pula dengan istilah tanaman berjenjang. Cara bercocok tanam
vertikultur sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau sawah. Perbedaannya
terletak pada lahan yang digunakan. Secara khusus, berococok tanam vertikultur
merupakan konsep usaha berococok tanam di lahan sempit (Efendi, 2013).
58
Vertikultur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan-bahan dan
peralatan yang ada di sekitar kita. Umumnya pola bertanam ini dilaksanakan
dengan menggunakan pipa paralon dan bambu, namun selain itu vertikultur juga
dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan botol-botol bekas air mineral. Selain
meminimalisir biaya, pemanfaatan botol-botol bekas air mineral sebagai wadah
media tanam dinilai sebagai gaya hidup yang ramah lingkungan.
Setiap harinya, aktivitas manusia tidak pernah lepas dari pengkonsumsian
air mineral yang mana setelah dikonsumsi, botol bekas air mineral tersebut
dibuang. Tentu hal ini dapat menambah tumpukan sampah, padahal jenis sampah
anorganik seperti ini dapat diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Salah satunya ialah dengan menggunakannya kembali sebagai wadah media
tanam untuk pola bertanam vertikultur. Selain bisa menghasilkan sayuran sebagai
sumber kesehatan dan memperindah pekarangan, pemanfaatan botol bekas air
mineral ini juga sangat mendukung pendekatan 3R yakni reduce, reuse, dan
recycle, dimana limbah anorganik berupa botol bekas air mineral digunakan
kembali (reuse) sebagai peralatan (Soeleman, 2013).
Dalam bercocok tanam, pilihan tanaman menjadi pertimbangan penting,
selain menyiasati kesempitan lahan. Agar mendapat hasil memadai, tanaman
harus memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, atau semusim. Setidaknya
tanaman itu berakar pendek, seperti kangkung, selada, dan bayam (Efendi, 2013).
Kangkung tergolong sayur yang sangat populer, karena banyak
peminatnya. Berasal dari India yang kemudian menyebar ke Malaysia, Burma,
Indonesia, Cina Selatan, Australia, dan bagian negara Afrika. Di Indonesia,
58
kangkung banyak ditanam di Pulau Jawa khususnya di Jawa Barat, Irian Jaya,
dan Aceh Besar (Anonymous, 2012). Sama halnya dengan sayuran pada
umumnya, tanaman kangkung juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.
Berbagai macam zat gizi terdapat dalam tanaman kangkung dengan komposisi
yang berbeda-beda. Di dalam setiap 100 gram kangkung mentah terkandung
komposisi gizi seperti pada tabel.
Tabel 1. Kandungan gizi kangkung per 100 gram
Kandungan Gizi Jumlah
Kalori 17 kalori
Protein 2,5 gr
Lemak 0,03 gr
Vitamin A 4600 IU
Vitamin B 10-20 IU
Vitamin C 14 mgr
Sumber : Revi Marsusi, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat. 2010. Budidaya Kangkung.
Seorang pakar kesehatan Filipina : Herminia de Guzman Ladion
memasukkan kangkung dalam kelompok “Tanaman Penyembuh Ajaib” sebab
berkhasiat untuk penyembuh penyakit sembelit juga sebagai obat yang sedang
diet. Selain itu, akar kangkung juga berguna sebagai obat bagi penyakit wasir
(Anonymous, 2012).
Di tengah harga bahan makanan yang terus meninggi, menanam sayuran
di pekarangan rumah dapat menjadi solusi tersendiri. Ada banyak jenis sayuran
58
yang dapat ditanam di pekarangan, namun bila menginginkan hasil yang cepat,
tanaman kangkung bisa menjadi pilihan. Jenis sayuran ini hanya membutuhkan
waktu sekitar tiga minggu untuk panen. Tidak hanya untuk menghemat saja,
bertanam kangkung juga dapat dijadikan sebagai peluang bisnis (Ngantung,
2013).
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah wajar jika budidaya kangkung
dilakukan dengan menerapkan pola bertanam vertikultur. Dengan memanfaatkan
lahan sempit ataupun pekarangan yang ada di sekitar rumah, masyarakat dapat
dengan mudah memperoleh sayuran kangkung untuk dikonsumsi sehari-hari.
Selain itu, pemanfaatan botol bekas sebagai wadah tanam juga dinilai sebagai
gaya hidup ramah lingkungan dimana masyarakat mendukung aksi Go Green
dengan mengurangi penumpukan sampah anorganik. Dengan demikian, lahan
sempit termanfaatkan, polusi berkurang, dan pekarangan pun menjadi lebih
indah.
B. Tujuan dan Kegunaan
Praktik lapangan ini bertujuan untuk :
1. Memanfaatkan lahan sempit sebagai media untuk membudidayakan sayuran
kangkung.
2. Mengurangi penumpukan sampah anorganik dengan memanfaatkan botol
bekas air mineral sebagai wadah media tanam.
3. Menampilkan keindahan (ekstetika) dari bangunan vertikultur dan pengaturan
tanaman yang disusun secara vertikal dan horizontal.
58
Kegunaan praktik lapangan ini antara lain :
1. Sebagai masukan dan ajakan bagi masyarakat untuk memanfaatkan lahan
sempit yang dimiliki sebagai media untuk bercocok tanam.
2. Sebagai sumber pustaka yang dapat menambah pengetahuan tentang
budidaya kangkung secara vertikultur botol bekas dan juga berguna bagi
penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
58
A. Sistematika dan Botani
Menurut Rukmana (2005), kedudukan tanaman kangkung dalam tatanama
(sistematika) tumbuhan diklasifikasikan dalam :
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomea reptans Poir
Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari
satu tahun. Batang tanaman berbentuk bulat panjang, berbuku-buku, banyak
mengandung air (herbaceous), dan berlubang-lubang. Batang tanaman kangkung
tumbuh merambat atau menjalar dan percabangannya banyak. Tanaman
kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabang akarnya
menyebar ke semua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60-100 cm
dan melebar secara mendatar pada radius 100-150 cm atau lebih (Rukmana,
2005).
Tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya
terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun
umumnya seperti jantung-hati, ujung daun runcing ataupun tumpul, permukaan
daun sebelah atas berwarna hijau-tua, dan permukaan daun bagian bawah
berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhannya, tanaman kangkung dapat
berbunga, berbuah dan berbiji. Bentuk bunga seperti “terompet” dan daun
58
mahkota bunga berwarna putih atau merah-lembayung. Buah kangkung
berbentuk bulat, telur yang didalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk biji
kangkung bersegi-segi atau agak bulat, berwarna cokelat atau kehitam-hitaman,
dan termasuk biji berkeping dua. Biji kangkung ini berfungsi sebagai alat
perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 2005).
Kangkung banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan bahan-bahan
mineral, terutama zat besi yang sangat berguna untuk pertumbuhan serta
kesehatan badan. Batang muda dan daun kangkung dapat disayur tumis, pecel,
dan lotek. Cara memasaknya hampir serupa dengan memasak bayam, yakni
jangan terlalu lama merebusnya, karena kangkung itu akan menjadi tidak enak
(berlendir). Ada juga yang menyantapnya sebagai lalap, namun rasanya agak
getir. Fungsinya dalam tubuh ialah untuk menenangkan syaraf (sebagai obat
tidur) dan akarnya penting untuk mengobati penyakit wasir (Sunaryono, 1996)
B. Syarat Tumbuh
Tanaman kangkung tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh yang
sulit. Syarat yang penting adalah air yang cukup, terutama untuk kangkung air.
Bagi kangkung darat apabila kekurangan air, maka pertumbuhannya akan
mengalami hambatan. Kangkung dapat ditanam di dataran tinggi maupun dataran
rendah. Waktu tanam yang baik bagi kangkung darat ialah pada musim hujan
(Marsusi, 2010)
1. Iklim
58
Iklim merupakan salah satu faktor penting di dalam usaha tanaman
sayuran. Oleh karena itu hendaknya petani sayuran memiliki pengetahuan
tentang iklim, sehingga mereka dapat menentukan atau memilih jenis sayuran
yang harus ditanam di suatu tempat pada saatnya (Kanisius, 1992)
Tanaman kangkung dapat tumbuh baik sepanjang tahun, baik itu di
daerah beriklim panas maupun dingin, dimana jumlah curah hujan yang baik
untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 500-5000 mm/tahun. Pada musim
hujan, pertumbuhan tanaman kangkung sangat cepat dan subur, asalkan di
sekelilingnya tidak terdapat rumput liar (Anonymous, 2012).
Kangkung tergolong kuat dalam menghadapi panas matahari yang begitu
terik dan kemarau yang panjang. Apabila ditanam di tempat yang agak ternaungi,
maka kualitas daun bagus dan lemas. Kualitas daun yang seperti ini sangat
disukai oleh konsumen dibanding daun yang agak keras, yang umumnya hasil
pertanaman di tempat yang terlalu panas (Anonymous, 2012).
Menurut Rukmana (2005), kangkung mempunyai daya adaptasi yang
cukup luas terhadap kondisi iklim dan tanah di daerah tropis, sehingga dapat
ditanam di berbagai daerah atau wilayah di Indonesia. Kangkung dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi ± 2000 m
dpl dan diutamakan lokasi lahannya terbuka atau mendapat sinar matahari yang
cukup. Di tempat ternaungi, tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi)
namun kurus.
2. Tanah
58
Di dunia pertanian, tanah merupakan alat produksi untuk menghasilkan
produk pertanian. Tanah sebagai alat produksi, memiliki peranan antara lain
sebagai tempat pertumbuhan tanaman, penyedia unsur-unsur makanan, sumber air
bagi tanaman, dan tempat peredaran udara untuk bernafasnya akar tanaman. Oleh
karena itu, tanaman sayuran membutuhkan tanah yang dalam, gembur, serta
banyak mengandung bahan organis. Tanah semacam ini dapat menahan air.
Demikian juga tanah lempung berpasir, sebab tanah berpasir bersifat gembur dan
berstruktur remah, sedangkan tanah lempung menahan air. Tanah yang terlalu
asam mengganggu pertumbuhan tanaman (Kanisius, 1992).
Kangkung darat menghendaki tanah yang subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi oleh keasaman tanah.
Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang, karena akan
menyebabkan akar tanaman mudah membusuk. Bagi pertumbuhannya, tanaman
kangkung membutuhkan tanah datar, sebab tanah yang memiliki kelerengan
tinggi tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik. Tanaman ini dapat
tumbuh bagus jika penanaman dilakukan pada tanah yang gembur dan subur
dengan pH 6,0-7,0 dengan kelembapan 80 %-90 % (Anonymous, 2012).
C. Vertikultur
1. Pengertian
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa Inggris. Istilah
ini berasal dari dua kata, yaitu vertical dan culture. Di bidang pertanian,
pengertian verticulture adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
58
vertikal atau bertingkat. Suatu teknik atau cara budidaya tanaman semusim
(khususnya sayuran) pada lahan terbatas yang diatur secara bersusun
menggunakan bangunan atau model wadah tertentu dengan menerapkan paket
teknologi maju, serta komoditas yang diusahakan bernilai ekonomi tinggi. Garis
besarnya, vertikultur adalah bercocok tanam secara bertingkat atau bersusun.
Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan
bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang
digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5
batang tanaman. Dengan sistem vertikultur bisa untuk 20 batang tanaman
(Harmanto, 2000).
Vertikultur bukan hanya sekedar kebun vertikal, namun ide ini akan
merangsang seseorang untuk menciptakan keragaman hayati di pekarangan yang
sempit sekalipun. Struktur vertikal memudahkan pengguna membuat dan
memeliharanya. Pertanian vertikultur tidak hanya sebagai sumber pangan, tetapi
juga menciptakan suasana alami yang menyenangkan serta menjadi media
kreativitas untuk memperoleh hasil panen yang sehat dan berkualitas (Lukman,
2011).
Harmanto (2000) mengemukakan, banyak sedikitnya tanaman yang akan
dibudidayakan bergantung pada model wadah yang digunakan. Dari pengalaman
yang dilakukan, semua sudut rumah dapat dimanfaatkan untuk menanam
sayuran. Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi petani atau
perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman
sebanyak-banyaknya.
58
2. Fungsi dan Manfaat Vertikultur bagi Daerah Perkotaan
Menurut Sutarminingsih (2003), upaya pengembangan dan
permasyarakatan vertikultur di daerah perkotaan, antara lain memiliki fungsi dan
manfaat sebagai berikut :
1. Menciptakan keasrian, keserasian, dan keindahan lingkungan kota yang
dipenuhi dengan berbagai sarana/prasarana perkotaan dan pemukiman padat
penduduk.
2. Konservasi sumber daya tanah yaitu dengan mengelola dan
memanfaatkannya secara bijaksana agar ketersediaannya dapat terus
berlanjut.
3. Konservasi sumber daya air, sebab dengan penghematan penggunaan air
berarti ketersediaan air dapat lebih terjamin pada masa-masa yang akan
datang.
4. Mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro perkotaan, sehingga kondisi
perkotaan menjadi lebih sejuk dan nyaman.
5. Berjalannya proses daur ulang limbah perkotaan (sampah dapur, kotoran
ternak) yang dimanfaatkan sebagai kompos/pupuk kandang.
6. Sebagai alternatif kesempatan kerja bagi para pencari kerja ataupun
meningkatkan pendapatan warga masyarakat agar dapat lebih memperbaiki
kualitas kehidupan keluarganya.
7. Upaya memenuhi kebutuhan bahan pangan perkotaan dan menjaga
keberlanjutannya.
58
3. Kelebihan dan Kekurangan
Budidaya tanaman secara vertikultur memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan vertikultur adalah sebagai berikut :
a. Menghemat lahan.
b. Menghemat air.
c. Mendukung pertanian organik, karena lebih menganjurkan
penggunaan pupuk alami (pupuk kandang dan kompos) dan sesedikit
mungkin menggunakan pestisida anorganik.
d. Bahan-bahan yang digunakan sebagai wadah media tanam, dapat
disesuaikan dengan kondisi setempat/ketersediaan bahan yang ada.
e. Umur tanaman relatif pendek.
f. Pemeliharaan tanaman relatif sederhana.
g. Dapat dilakukan oleh siapa saja yang sungguh-sungguh berminat
dengan tanaman (Sutarminingsih, 2003).
Kekurangan sistem vertikultur adalah sebagai berikut :
a. Rentan terhadap serangan jamur.
b. Membutuhkan investasi awal yang dibutuhkan cukup tinggi, terutama
untuk membuat bangunan.
c. Apabila menggunakan atap plastik, harus dilakukan penyiraman tiap
hari.
d. Memerlukan tangga atau alat khusus yang dapat dinaiki untuk
pemeliharaan dan pemanenan di bagian atas (Harmanto, 2000).
58
4. Wadah Media Tanam Vertikultur Botol Bekas
Sebenarnya ada banyak jenis bahan di sekitar kita yang dapat digunakan
sebagai wadah media tanam bagi tanaman yang dibudidayakan secara vertikultur.
Adapun syarat penting yang harus dimiliki oleh bahan-bahan tersebut adalah
cukup awet digunakan, mudah diperoleh, dan relatif murah (Sutarminingsih,
2003).
Model, bahan, ukuran, dan wadah vertikultur sangat banyak, tinggal
disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Pada umumnya wadah berbentuk
persegi panjang, segi tiga atau dibentuk mirip anak tangga, dengan beberapa
undakan atau rak. Bahan dapat berupa bambu atau pipa paralon, kaleng bekas,
botol bekas, bahkan lembaran karung beras karena salah satu filosofi dari
vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita (Lukman,
2011).
Pada prinsipnya, pemanfaatan botol bekas sama dengan penggunaan pot
pada umumnya. Botol bekas digunakan sebagai wadah media tanam dan tempat
menanam berbagai jenis tanaman yang diinginkan, yang mana setelahnya
ditempatkan pada rak yang terbuat dari bambu atau kayu. Penempatan wadah
media tanam harus disusun sedemikian rupa agar tanaman dapat memperoleh
sinar matahari secara optimal (Sutarminingsih, 2003).
D. Budidaya Kangkung
58
Tanaman kangkung merupakan sayuran yang dapat ditanam, baik di
perairan, sungai, maupun di darat. Kangkung darat dapat tumbuh di semua jenis
tanah. Agar dapat tumbuh secara optimal, tanaman kangkung membutuhkan
curah hujan 500-5000 mm/tahun, tanah yang gembur dan subur, dan berada pada
ketinggian 1-2000 m dpl. Sementara itu pertumbuhan kangkung tidak
dipengaruhi oleh keasaman tanah (Setyaningrum, 2011).
1. Penyiapan Benih
Menurut Sutarminingsih (2003), agar tanaman yang diusahakan atau
dibudidayakan nantinya memberikan hasil yang optimal, maka biji yang akan
dipersiapkan sebagai benih harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Dihasilkan dari tanaman/buah yang baik dan sehat (unggul).
2. Biji harus murni, artinya bersih dan tidak tercampur dengan varietas lainnya.
3. Bebas dari hama dan penyakit.
4. Mempunyai daya kecambah dan daya tumbuh yang tinggi.
Benih umumnya dapat dikatakan baik bila mempunyai daya tumbuh antara 75% -
95%. Antara benih satu jenis sayuran dengan jenis lainnya, pada dasarnya
mempunyai daya tumbuh yang berbeda-beda atau belum tentu mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dalam jangka waktu yang sama.
Kangkung berkembang biak dengan biji maupun setek batang. Untuk
budidaya kangkung air menggunakan setek batang, sementara kangkung darat
menggunakan benih. Benih kangkung biasanya dapat dibeli di toko pertanian,
karena terjamin kualitasnya dan telah bersertifikat. Kebutuhan benih kangkung
58
untuk lahan penanaman seluas 100 m2 adalah 100 g. Benih yang akan ditanam
sebaiknya direndam di dalam air hangat terlebih dahulu selama 30 menit, lalu
dikering –anginkan (Setyaningrum, 2011).
2. Penanaman
Untuk penanaman di pot botol bekas dibutuhkan media khusus mengingat
suplai unsur hara pada tanaman sangat mengandalkan media tanam tersebut.
Media tanam yang tepat untuk bertanam sayuran dalam wadah ini yaitu
campuran dari tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Campurkan
kedua macam media tanam tersebut dengan perbandingan masing-masing 1/3
bagian. Formula media tanam ini memiliki kelebihan, antara lain ringan, aliran
air berjalan lancar, dan terbebas dari soil borne diseases dan biji-biji gulma
(Nuriela dkk, 2008).
Penanaman benih kangkung perlu dijarangkan agar pertumbuhannya
optimal. Apabila tanaman kangkung tunbuh terlalu rapat, tanaman akan
cenderung tumbuh tinggi dengan diameter batang dan lebar daun yang terlalu
kecil. Penjarangan tanaman dilakukan jika pertumbuhan terlalu rapat. Usahakan
kerapatan tanaman sekitar 1-2 tanaman per 1 cm panjang alur penanaman
(Agromedia, 2010).
Penjarangan sebaiknya dilakukan pada saat tanaman berumur 10-15 hari
setelah tanam. Caranya, cabut tanaman yang paling kecil di antara rumpun
tanaman di alur-alur yang tampak terlalu rapat. Penjarangan bertujuan untuk
58
menghasilkan kangkung dengan vigor kekar dan daun-daun yang lebar,
sehinggakesegarannya lebih tahan lama (Agromedia, 2010)
Adapun penanaman kangkung darat lebih baik dilakukan pada sore hari
yaitu pukul 16.00-18.00. Hal ini bertujuan agar setelah ditanam, benih tidak
langsung mendapat udara kering sehingga cepat berkecambah (Anonymous,
2012).
3. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Menurut Kanisius (1992), tanaman sayuran membutuhkan banyak air,
terlebih tanaman yang tumbuh subur dan cepat. Sayuran daun mengandung air ±
90%. Tetapi pada siang hari yang terik, banyak air yang hilang menguap,
sedangkan pada malam hari hampir tak ada penguapan. Oleh karena itu, waktu
penyiraman yang baik ialah pada sore hari (Kanisius, 1992).
Perlu diketahui bahwa maksud penyiraman ialah untuk menggantikan air
yang sudah banyak menguap pada siang hari, mengembalikan kekuatan tanaman
kepada keadaan tanaman di malam hari, dan penambahan terhadap tanaman
yang kekurangan air. Pemberian jumlah air pada setiap tanaman sayuran tidaklah
sama. Hal ini sangat tergantung kepada banyak faktor, antara lain jenis tanaman,
keadaan cuaca, umur tanaman, dan keadaan tanah (Kanisius, 1992).
Penyiraman tanaman kangkung pada fase awal pertumbuhan dapat
dilakukan sebanyak 2-3 hari sekali atau dengan melihat tingkat kekeringan
tanah. Pada tingkat pertumbuhan yang lebih lanjut, perlu dilakukan pada pagi
58
dan sore hari agar kehilangan air melalui penguapan pada siang harinya dapat
segera tergantikan. Sehingga dengan demikian, keesokan harinya tanaman dapat
menjadi sehat dan segar kembali (Sutarminingsih, 2003).
b. Penyiangan
Penyiangan terhadap gulma perlu dilakukan, mengingat gulma tersebut
dapat menghalangi pertumbuhan tanaman dan merebut zat-zat makanan yang
dibutuhkan tanaman. Selain itu, gulma tersebut justru dapat menjadi tempat
hidup atau sumber makanan bagi hama dan penyakit yang nantinya dapat
menyerang tanaman pokok (Sutarminingsih, 2003).
Baik kangkung darat maupun kangkung air memerlukan penyiangan.
Penyiangan dilakukan dengan mencabuti gulma yang tumbuh di sekitar
tanaman. Tujuannya agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Gulma dapat
dicabut dengan tangan atau tanahnya dicangkul agar akar gulma juga ikut
terangkat dan mudah diambil (Setyaningrum, 2011).
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk mencukupi atau menambah zat-zat makanan
yang berguna bagi tanaman dari dalam tanah, atau dengan kata lain supaya zat-
zat makanan untuk tanaman itu bertambah. Dalam rangka memperoleh hasil dan
mutu yang tinggi pada usaha-usaha pertanaman sayuran perlu dilakukan
berbagai usaha, sehingga zat-zat hara yang dapat diserap itu menjadi siap untuk
diserap (Kanisius, 1992).
58
Usaha-usaha tersebut dilakukan dengan jalan pemupukan; misalnya pada
tanah liat dipupuk dengan DS, kapur, pasir, dan sebagainya. Sedangkan tanah-
tanah pasir dan tanah berat bisa dipupuk dengan pupuk organik. Pemupukan itu
tidak hanya sekedar menambah zat-zat hara dalam tanah, tetapi juga supaya zat-
zat makanan yang tidak mudah diserap oleh tanaman itu menjadi mudah. Di sini
pupuk itu tidak dihisap oleh tanaman, melainkan untuk memperbaiki struktur
tanah (Kanisius, 1992).
Menurut Lukman (2011), pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk organik,
seperti kompos, pupuk kandang, atau bokashi. Limbah dapur atau daun-daun
kering bisa dimanfaatkan untuk membuat pupuk bokashi. Pupuk bokashi adalah
hasil fermentasi bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kandang, dan
lain-lain) dengan teknologi EM. Bokashi digunakan sebagai pupuk organik
untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman.
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk urea yang mana
diberikan hanya sekali dengan cara melarutkannya dalam air lalu
menyiramkannya pada tanaman kangkung. Perlu diperhatikan agar pada waktu
menebar pupuk, jangan sampai ada butir pupuk yang tersangkut atau menempel
pada daun, sebab akan menyebabkan daun menjadi layu (Anonymous, 2012).
d. Pengendalian Hama dan Penyakit
Menurut Sutarminingsih (2003), hama dan penyakit merupakan salah satu
faktor pembatas dalam usaha budidaya pertanian. Maksudnya adalah bahwa bila
58
hama atau penyakit kemudian datang dan menyerang tanaman yang kita
usahakan, maka kemungkinan produksi tanaman tersebut akan terganggu atau
menurun. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengendalian hama dan
penyakit secara tepat, sehingga produksi tanaman tetap dapat dipertahankan dan
bahkan mungkin ditingkatkan.
Marsusi (2010) mengemukakan, hama yang menyerang tanaman kangkung
adalah ulat grayak (Spodoptera litura F) dan kutu daun (Myzus persicae Sulz).
Penyakit yang menyerang batang tanaman kangkung adalah penyakit karat putih
yang disebabkan oleh Albugo ipomoea reptans. Gejala penyakit ini yaitu adanya
pustul-pustul (bintik berwarna putih di sisi daun sebelah bawah batang). Apabila
diperlukan, gunakan pestisida yang benar-benar aman dan cepat terurai seperti
pestisida biologi atau pestisida nabati.
Ulat yang menyerang daun kangkung sama jenisnya dengan ulat daun
yang menyerang tanaman sayuran daun lainnya. Ulat ini menyerang pucuk dan
daun muda kangkung. Akibatnya, daun muda dan pucuk tanaman menjadi
berlubang-lubang. Jika serangan sudah sampai ke titik tumbuh tunas,
pertumbuhan tanaman akan terhambat. Cara mengatasinya dengan
menyemprotkan insektisida yang tepat, seperti March 50 EC, Proclaim 5 SG,
Decis 2,5 EC, dan Buldok 25 EC (Agromedia, 2010).
Selain menggunakan beberapa insektisida seperti di atas, ulat daun
kangkung juga dapat dibasmi dengan menggunakan insektisida alami.
Insektisida alami dapat dibuat sendiri dengan bahan dan cara yang mudah.
Siapkan bahan-bahan berupa 1 kg semak babandotan, dan 7 liter air bersih.
58
Semua bahan tersebut ditumbuk sampai hancur. Tambahkan 7 liter air pada
adonan tersebut, aduk rata, kemudian saring. Cara aplikasinya, encerkan dengan
perbandingan 1 bagian air ramuan dengan 15 bagian air bersih (Agromedia,
2010).
4. Panen
Panen merupakan kegiatan paling akhir dalam pembudidayaan tanaman
sayuran. Agar tanaman sayuran yang dibudidayakan dapat menghasilkan
produksi dalam jumlah dan kualitas yang baik, maka pemungutan hasil atau
pemanenan harus dilakukan berdasarkan umur panen yang optimal. Sehingga
dengan demikian, pemanenan tidak dilakukan terlalu awal maupun terlalu
lambat (Sutarminingsih, 2003).
a. Penentuan Ciri dan Umur Panen
Sutarminingsih (2003) mengatakan bahwa umur tanaman dan beberapa ciri
fisik tanaman seperti misalnya tingkat pertumbuhan tanaman serta ukuran dan
warna buah, dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan umur panen
yang optimal. Seperti misalnya kangkung cabut, ketika dipanen pada umur 25
hari, batang yang dimiliki masih lunak atau selada keriting yang dipanen pada
umur 35 hari telah memiliki daun berukuran besar berwarna hijau segar dan
batang belum memanjang.
Ada perbedaan waktu antara pemanenan kangkung air dan kangkung darat.
Bila kangkung air dapat dipanen setelah berumur dua bulan, maka kangkung
darat dapat dipanen lebih dulu yaitu 25-40 hari setelah tanam. Pemanenan
58
kangkung darat dapat dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman yang
masih muda sekitar 20 cm atau mencabut sampai ke akar jika tinggi tanaman
telah mencapai 20 cm. Adapun keuntungan pemanenan dengan cara memotong
batang ialah kangkung dapat dipanen secara terus-menerus (Setyaningrum,
2011).
b. Cara Pemanenan
Pemanenan sayuran dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda,
tergantung pada macam atau jenis sayurannya. Namun demikian, pada umumnya
terdapat 3 cara pemanenan sayuran yang sering dilakukan, yaitu :
1. Dipetik, misalnya cabai, tomat, terung, dan kacang-kacangan.
2. Dipotong, misalnya petsai, selada, kol, kangkung, dan seledri.
3. Dicabut, misalnya bayam, kangkung, bawang merah, bawang putih, selada,
dan wortel (Sutarminingsih, 2003).
Pemanenan dilakukan terhadap kangkung yang telah memiliki batang
besar dan daun lebar. Sebelum dicabut, media tanam harus dibasahi terlebih
dahulu untuk memudahkan pencabutan. Setelah media tanam cukup basah, cabut
tanaman beserta akarnya untuk mempertahankan kesegaran tanaman dalam
waktu lama (Agromedia, 2012)
c. Periode Panen
Panen dilakukan satu kali selama 2-3 minggu. Setiap kali sehabis panen
biasanya akan terbentuk cabang-cabang baru. Setelah 5 kali panen atau 10-11
kali panen, maka produksi kangkung akan menurun baik secara kuantitas
maupun kualitas. Jika sudah terlihat berbunga, sisakan ± 2 cm untuk
58
dikembangkan menjadi biji, dimana memakan waktu 40 hari sampai dapat
dikeringkan (Anonymous, 2012).
d. Pengumpulan, pembersihan, dan penyimpanan
Kangkung yang baru dipanen dikumpulkan dan kemudian disatukan
sebanyak 15-20 batang kangkung dalam satu ikatan. Sebelum dikumpulkan
menjadi satu, sayuran harus terlebih dahulu dibersihkan. Pembersihan bertujuan
untuk mencegah masukanya mikroba dari kotoran yang melekat, memperkecil
resiko adanya bahaya residu pestisida, dan untuk lebih mempercantik
penampilan. Pembersihan dapat dilakukan cara menghilangkan bagian-bagian
yang tidak berguna, seperti misalnya daun busuk, daun tua, dan bagian lain yang
tidak dikonsumsi (Sutarminingsih, 2003).
Sebelum dijual langsung ke konsumen, ada kalanya sayuran tersebut
harus ditampung (disimpan) terlebih dahulu. Dalam hal ini, tempat yang
digunakan untuk menyimpannya harus bersih dan mempunyai ventilasi yang
cukup agar sirkulasi udara segar dapat berjalan dengan baik. Agar tidak cepat
layu, kangkung yang telah diikat, dicelupkan ke dalam air tawar bersih, lalu
ditiriskan dengan menggunakan anjang-anjang (Sutarminingsih, 2003).
58
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu
Praktik lapangan ini akan dilaksanakan di lahan klinik Agribisnis Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Dimulai
pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Desember 2013. Pemilihan lokasi ini
dilakukan dalam rangka pemanfaatan lahan kosong yang telah disiapkan dan juga
dengan pertimbangan untuk melakukan pengamatan secara intensif.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik lapangan ini adalah :
Tabel 2. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Cangkul 1 buah Lahan
Parang 1 buah Botol Bekas
Meteran 1 buah Benih Kangkung
Cutter 1 buah Pupuk Kandang
Palu 1 buah Pupuk Urea
Air
Bambu
Kawat
Paku
58
C. Metode Praktik Lapangan
Praktik lapangan ini akan dikerjakan dengan melakukan budidaya dan
observasi secara langsung. Adapun aktivitas budidaya meliputi persiapan
bangunan vertikultur, persiapan benih, persiapan wadah media tanam berupa
botol bekas, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan disertai dengan
dokumentasi selama aktivitas budidaya berlangsung.
D. Metode Pengumpulan Data
Untuk menunjang kelengkapan proposal praktik lapangan mengenai
budidaya tanaman kangkung, maka dikumpulkan dua macam data, yaitu data
primer dan data sekunder.
Data primer untuk praktik lapangan ini diperoleh dengan cara melakukan
pengamatan langsung terhadap semua kegiatan yang akan dilaksanakan. Data
sekunder berupa kepustakaan dari instansi-instansi terkait atau apapun yang
terkait dengan praktik lapangan ini.
E. Jadwal Kegiatan Praktik Lapangan
Kegiatan praktik lapangan dalam budidaya tanaman kangkung ini akan
dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Desember. Untuk jadwal kegiatannya
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
58
Tabel 3. Jadwal kegiatan praktik lapangan
No Kegiatan Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan proposal praktik
lapangan
X
2 Pelaksanaan praktik lapangan
a. Persiapan lahan X
b. Pembuatan bangunan
vertikultur
X
c. Pengisian tanah X
d. Penanaman X
3 Pemeliharaan
a. Penyiraman X X X X X
b. Penyiangan X X X X
c. Pemupukan X X X
4 Panen X
5 Penyusunan laporan praktik
lapangan
X X X
Keterangan : X mewakili satu minggu
58
IV. KEADAAN UMUM DAERAH
A. Landasan dan Batasan Wilayah Administrasi
Kegiatan Praktik Lapangan dilaksanakan di lahan praktik klinik agribisnis
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Universitas Sriwijaya terletak di Kecamatan Inderalaya Utara, Kabupaten Ogan
Ilir dengan luas 712 hektar, yang terletak 38 km ke arah selatan Kota Palembang.
Secara administratif, Universitas Sriwijaya terletak di Desa Tanjung Seteko yang
termasuk dalam wilayah Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Provinsi
Sumatera Selatan. Berikut batas-batas wilayah Universitas Sriwijaya secara
administratif :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sungai Rambutan
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Indralaya
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Pering dan Desa Payakabung
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muara Penimbun dan Desa
Pemulutan
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya menempati areal seluas ± 400
ha, yang mana terletak di Zona C Kampus Unsri Indralaya dan di sayap selatan
Gedung Perpustakaan Pusat. Sejak tahun 2001 sampai tahun 2009, Fakultas
Pertanian memiliki lima jurusan dan sepuluh program studi, namun sejak tahun
ajaran 2009/2010 dilakukan penggabungan (merger) program studi menjadi
berikut :
58
1. Program Studi Agroekoteknologi (merger dari PS Agronomi, PS Ilmu Tanah
dan PS Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan)
2. Program Studi Agribisnis (merger dari PS Agribisnis dan PS Penyuluhan &
Komunikasi Pertanian)
3. Jurusan Teknologi Pertanian dengan Program Studi Teknik Pertanian dan
Teknologi Hasil Pertanian
4. Program Studi Peternakan
5. Program Studi Budidaya Perairan
6. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
B. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Fakultas Pertanian diantaranya
adalah gedung kuliah dua lantai dengan jumlah kelas sebanyak 14 buah dan
dilengkapi dengan 4 ruangan WC, gedung Dekanat Fakultas Pertanian berlantai
III, Kantor-kantor tiap jurusan, musholah, lapangan parkir, laboratorium di tiap
jurusan, bus dosen dan karyawan Fakultas Pertanian, jaringan internet dan kebun
percobaan mahasiswa.
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian sendiri memiliki beberapa sarana dan
prasarana berupa Laboratorium Biometrika yang digunakan untuk melayani
praktikum pengolahan data statistika di bidang Sosial Ekonomi Pertanian dan
Laboratorium Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang digunakan untuk
melayani praktikum di bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.
Laboratorium Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atau biasa disebut
58
Lab. KPM terdiri dari 3 studio yaitu Studio Audio Visual, Studio Radio, dan
Studio Fotografi dan Media Cetak.
C. Lahan Praktik Klinik Agribisnis
Lahan Praktik Klinik Agribisnis merupakan tempat pelaksanaan praktik
lapangan yang berada di bawah koordinasi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
yang mana diketuai oleh Bapak Ir. Mirza Antoni, M.Si dan dijaga oleh Bapak
Yatno. Lahan praktik ini terletak di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
yang luas arealnya mencapai 3,5 hektar. Umumnya lahan praktik ini digunakan
oleh mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian untuk melaksanakan kegiatan
praktik lapangan.
58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Budidaya kangkung secara vertikultur dengan pemanfaatan botol bekas
dilakukan dengan 6 tahapan kegiatan, yaitu (1) Persiapan lahan; (2) Pembuatan
bangunan vertikultur; (3) Pengolahan tanah; (4) Penanaman benih kangkung; (5)
Pemeliharaan tanaman dan (6) Pemanenan.
A. Persiapan Lahan
Lahan praktik klinik agribisnis terletak di atas bentang alam yang datar. Jenis
tanah di lahan ini berwarna hitam dan mengandung sedikit liat. Sebagian lahan
praktik digunakan untuk pembudidayaan tanaman hortikultura, sementara lahan yang
tidak terpakai dibiarkan begitu saja tanpa pemeliharaan, sehingga banyak ditumbuhi
rumput, semak berukuran tinggi, dan akar tanaman liar.
Dalam praktik lapangan ini, yang ingin ditekankan ialah bagaimana sebuah
lahan sempit bisa digunakan untuk menghasilkan tanaman kangkung yang bisa
dikonsumsi. Oleh karena itu, lahan yang digunakan untuk praktik lapangan hanya
berukuran 3 m x 2 m, yang berletakkan tepat di sisi depan lahan budidaya kacang
panjang. Setelah pengukuran, dilakukan penebasan terhadap rerumputan, semak, dan
akar-akar tanaman liar. Adapun persiapan lahan dilakukan dalam satu hari. Kondisi
lahan yang dipenuhi oleh semak berukuran tinggi dan berdaun tajam membuat
persiapan lahan cukup terkendala.
58
B. Pembuatan Bangunan Vertikultur
Bangunan vertikultur bisa dibuat dari bahan apa saja, baik itu bambu ataupun
pipa paralon, tinggal disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Dalam praktik
lapangan ini, bangunan vertikultur dibuat dari bambu dengan pertimbangan lebih
ekonomis dibandingkan pipa paralon. Selain itu, penggunaan bambu juga sesuai
dengan model bangunan yang diinginkan. Untuk membuat bangunan vertikultur,
dibutuhkan 4 buah bambu berukuran besar, yang mana bambu-bambu tersebut
dipotong hingga menghasilkan ± 15 bilah bambu berukuran kecil. Pemotongan
bambu ini dilakukan dengan bantuan parang. Setelah bambu-bambu kecil tersebut
dihasilkan, setiap bambu ditanam di dalam tanah agar berdiri kokoh. Selain 15
bambu yang dibuat berjajar, beberapa bambu dengan ukuran lebih besar dipasang di
sisi kanan dan kiri untuk menyangga 15 bambu tersebut agar lebih kokoh.
Setelah bangunan vertikultur jadi, 60 buah potongan botol bekas air mineral
dipasang di tiap-tiap bambu. Sebanyak 15 botol dipasang di sisi atas dan 15 lainnya
dipasang di sisi bawah dan begitu juga dibaliknya (sisi bambu bagian belakang).
Sebelum memasangnya, terlebih dahulu botol yang utuh dipotong menjadi dua
bagian, kemudian dilubangi sebanyak 5 lubang di sisi kiri dan kanan untuk
membuang air berkelebihan supaya tidak tergenang. Untuk memasang botol pada
bambu, digunakan kawat untuk mengikat, agar botol melekat kuat pada bambu.
58
Gambar 1. Botol bekas air mineral yang dipotong menjadi dua bagian
Berdasarkan letak media tanam, jenis teknologi budidaya ini dibagi menjadi
vertikultur bertingkat, vertikultur berdiri, dan vertikultur bergantung. Dalam hal ini,
teknologi budidaya yang digunakan adalah vertikultur bertingkat, dimana wadah
media tanam berupa botol bekas air mineral ditata berjenjang ke atas menggunakan
kaki penopang. Adapun pemanfaatan botol bekas air mineral ini ditujukan untuk
mengurangi penumpukan sampah anorganik.
Pembuatan bangunan vertikultur ini memerlukan waktu dua hari, dimulai dari
pemotongan bambu, penyusunan bambu hingga berdiri kokoh, penataan wadah
media tanam pada bambu, hingga dilakukan pengecatan terhadap bambu. Pengecatan
dilakukan dengan menyapukan cat berwarna ungu pada bambu dengan tujuan
menunjang nilai estetika. Selain pengecatan, nilai estetika juga ditunjang dengan
tampilan lahan yang rata, rapi, dan bersih dari bekas-bekas penebasan maupun
serpihan bambu.
58
Gambar 2. Wadah media tanam ditata berjenjang ke atas
C. Pengolahan Tanah
Tanah yang akan digunakan diambil dari areal sekitar lahan, kemudian
dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Seperti yang
diungkapkan oleh Sarwono. H (1987), bahan organik memiliki peran penting karena
membantu menahan air, sehingga ketersediaan air tanah lebih terjaga dan membantu
granulasi tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur yang akan memperbaiki aerasi
tanah dan perkembangan sistem perakaran. Setelah tanah dan pupuk kandang
dicampur menjadi satu, tanah dimasukkan ke dalam tiap botol hingga mencapai ¾
botol, lalu dibiarkan selama semalam.
58
Gambar 3. Tanah diambil dari areal sekitar lahan
Gambar 4. Pupuk kandang
58
Gambar 5. Pengisian tanah ke dalam botol
D. Penanaman Benih Kangkung
Setelah dilakukan pengolahan tanah, benih kangkung dapat ditanam satu
malam setelahnya. Sebelum penanaman dilakukan, terlebih dahulu dilakukan
pelubangan dengan menusukkan batang kayu ke dalam tanah pada kedalaman 3-5
cm. Jenis benih yang akan ditanam merupakan benih varietas unggul bermerk HASA
SEED dengan daya tumbuh 81 %. Benih kangkung berbeda dengan benih tanaman
lainnya yang pada umumnya berwarna hitam dan berukuran kecil, benih kangkung
justru berwarna cokelat dan berukuran lebih besar.
Penanaman benih kangkung dimulai dengan memasukkan 5 benih ke dalam
tiap botol, lalu menutupnya dengan tanah di sekitarnya. Setelah penanaman benih
dilakukan, benih langsung disiram agar benih kangkung mudah tumbuh. Aktivitas
penanaman benih kangkung ini dilakukan pada sore hari, tepatnya pada tanggal 3
58
November 2013. Adapun benih yang dihabiskan berjumlah ± 320 benih. Mengingat
benih tidak seutuhnya tumbuh 100 %. Penanaman benih juga dilakukan di botol yang
menggantung pada bambu, yang ditujukan untuk penyulaman.
Gambar 6. Kemasan benih kangkung tampak depan
Gambar 7. Kemasan benih kangkung tampak belakang
58
Gambar 8. Benih kangkung berwarna cokelat dan berukuran besar
E. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman
Umumnya tidak semua benih yang ditanam dapat tumbuh 100% secara
sempurna. Tumbuhnya benih secara tidak sempurna dapat diakibatkan oleh
beberapa hal, salah satunya adalah tanaman diserang oleh hama dan penyakit.
Tindakan penyulaman dilakukan dengan membuang benih yang tidak tumbuh
atau membuang tanaman yang tumbuh secara tidak sempurna dan menggantinya
dengan bibit yang baru.
Tujuh hari setelah penanaman, dilakukan penyulaman, agar tanaman yang
mati atau pertumbuhannya tidak sempurna diganti dengan tanaman yang baru.
Pada kegiatan praktik lapangan ini, terdapat lima botol atau delapan lubang
tanam yang tidak menghasilkan tanaman kangkung, sehingga dapat dikatakan
58
benih hanya tumbuh 97,3 %. Penyulaman dilakukan pada sore hari agar bibit
yang ditanam tidak mati akibat terlalu panasnya sinar matahari. Sebelumnya,
bibit yang akan disulam telah dipersiapkan terlebih dahulu di areal yang berbeda,
yaitu di botol yang dipasang menggantung pada bambu seperti pada gambar 10.
Gambar 9. Hanya dua benih yang mengalami pertumbuhan
Gambar 10. Benih yang dipersiapkan untuk penyulaman
58
2. Penyiraman
Tanaman kangkung memerlukan banyak air dalam pertumbuhannya. Oleh
karena itu, tanaman kangkung tidak boleh kekurangan air dan tanahnya harus
tetap lembab serta tidak terlalu kering. Penyiraman dilakukan tergantung pada
keadaan curah hujan dan tanah di areal penanaman. Bila tidak ada hujan,
penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada sore hari, sedangkan bila hari hujan,
dosis penyiraman dikurangi bahkan tidak dilakukan penyiraman sama sekali, bila
hujan sangat deras. Pengurangan dosis penyiraman pada hari hujan ditujukan
untuk menghindari pembusukan akar dan batang. Adapun penyiraman dilakukan
dengan menggunakan ember berukuran besar, dengan memanfaatkan keran air
yang ada di sekitar lahan klinik agribisnis. Tiap tanaman disiram dengan dosis
yang cukup agar air tidak sampai menggenang di dalam botol.
Gambar 11. Penyiraman memanfaatkan keran air di sekitar lahan praktik
58
3. Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada minggu ke tiga dan ke empat sejak
dilakukannya penanaman. Adapun pemupukan dilakukan pada sore hari dengan
menggunakan pupuk kandang yang telah dicampur dengan air. Terdapat sedikit
kesulitan pada saat melakukan penanaman, dimana keberadaan tanaman di dalam
botol membuat pemberian pupuk tidak bisa dilakukan secara leluasa seperti
pemupukan pada lahan. Saat melakukan pemupukan, beberapa daun kangkung
terkena pupuk yang berwujud cair itu, sehingga satu hari setelahnya, beberapa
daun menguning.
Gambar 12. Beberapa daun menguning karena terkena cairan pupuk
4. Penyiangan gulma
Penyiangan gulma dilakukan satu minggu setelah penanaman. Gulma-
gulma kecil telah tumbuh sejak tanaman berkecambah, berumur satu minggu
hingga tinggi tanaman kangkung mencapai > 25 cm. Aktivitas penyiangan gulma
58
dilakukan tanpa batas waktu. Artinya, apabila terlihat gulma di sekitar tanaman,
gulma segera dicabut. Sama halnya dengan aktivitas pemupukan, penyiangan
terhadap gulma-gulma tersebut juga mengalami kesulitan. Keberadaan tanaman
dan gulma yang berdampingan di dalam botol membuat gulma menjadi sulit
dicabut, sehingga tidak jarang beberapa gulma tertinggal di dalam botol.
Ditambah lagi, posisi 15 botol di bagian atas cukup menyulitkan untuk melihat
keberadaan gulma dan menyianginya.
Gambar 13. Gulma kecil pada saat benih berkecambah
58
Gambar 14. Gulma pada saat tanaman berumur satu minggu
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemberantasan hama dan penyakit merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan hasil dan produksi yang tinggi. Bila suatu hama
dan penyakit menyerang tanaman, maka harus ditanggulangi karena bila tidak
segera diberantas, akan menyebabkan kerugian. Tanaman kangkung termasuk
tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit.
Dalam praktik lapangan ini, hama yang paling sering menyerang tanaman
kangkung ialah Walang Sangit (Leptocorixa acuta Thunb). Saat melakukan
pengamatan, seringkali walang sangit terlihat hinggap di setiap tanaman
kangkung. Selain walang sangit, terdapat juga kutu daun (Aphid) yang
menyebabkan daun kangkung menjadi melengkung, akibat kutu daun menghisap
cairan tanaman tersebut. Untuk mengendalikan kedua hama ini tidak memerlukan
58
pestisida, melainkan hanya dengan membasminya dan membersihkannya dari
tanaman kangkung dengan menggunakan tangan.
Sementara itu, penyakit yang sering menyerang tanaman kangkung ialah
penyakit bercak daun. Gejala diperlihatkan berupa bercak cokelat secara tidak
beraturan pada daun. Untuk menghindari tersebarnya penyakit ini, tanaman
kangkung yang sakit atau telah terserang segera dicabut.
Gambar 15. Walang Sangit (Leptocorixa acuta Thunb)
Gambar 16. Kutu Daun (Aphid) di balik daun kangkung
58
Gambar 17. Daun kangkung melengkung akibat kutu daun
Gambar 18. Bercak cokelat pada daun kangkung
F. Panen
Panen merupakan kegiatan akhir dari pembudidayaan tanaman sayuran.
Umumnya tanaman kangkung bisa dipanen setelah berumur + 30 hari. Pada
praktik lapangan ini, tanaman kangkung dipanen pada saat berumur 45 hari atau
58
1 ½ bulan, saat pertumbuhan batang mencapai 25 cm atau lebih dan ukuran daun
cukup besar. Pemanenan dilakukan dengan memotong pada bagian pangkal
tanaman sekitar 2 cm di atas permukaan tanah. Hal ini ditujukan untuk
pemanenan yang bisa dilakukan berulang-ulang hingga sepuluh kali.
Setelah pemanenan, tanaman kangkung dikumpulkan dan dibersihkan.
Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat dan
dilakukan dengan menghilangkan bagian-bagian yang tidak layak konsumsi,
seperti daun yang kuning, tua, dan busuk. Setelah dibersihkan, sebanyak 15
kangkung disatukan dalam satu ikatan. Agar tidak cepat layu, kangkung yang
telah diikat, dicelupkan kembali ke dalam air tawar bersih. Dari 300 benih yang
ditanam, dihasilkan 20 ikat pada panen pertama.
Gambar 19. Tanaman kangkung berumur dua minggu
58
Gambar 20. Tanaman kangkung berumur tiga puluh hari
Gambar 21. Pemanenan dengan cara memotong pangkal tanaman
58
Gambar 22. Tanaman kangkung yang telah dipotong bagian pangkalnya
Gambar 23. Pembersihan kangkung di air tawar bersih
58
Gambar 24. Tanaman kangkung yang sudah diikat
58
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari praktik lapangan yang telah dilaksanakan, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kegiatan budidaya kangkung dengan teknik vertikultur dapat dilakukan di
lahan sempit berukuran 3 m x 2 m dengan tahapan-tahapan yang sama
dengan pembudidayaan umumnya, yaitu dimulai dengan penyiapan lahan,
pembuatan bangunan vertikultur, pengolahan tanah, penanaman,
pemeliharaan, dan pemanenan.
2. Kegiatan budidaya kangkung dengan teknik vertikultur dapat dilakukan
dengan memanfaatkan sampah anorganik berupa botol bekas air mineral,
yang mana botol yang semula utuh dipotong menjadi dua bagian, lalu
masing-masing digunakan sebagai wadah media tanam.
3. Penggunaan bambu, pengaturan tanaman secara berjenjang ke atas,
pengecatan, dan tampilan lahan yang rata, bersih, dan rapi telah membuat
pembudidayaan tanaman ini memiliki nilai keindahan (estetika).
B. Saran
Saran yang dapat diberikan melalui praktik lapangan ini adalah sebagai
berikut :
1. Pengaturan tanaman secara vertikal, terutama di bagian atas, cukup
menyulitkan praktikan untuk melakukan penyiraman, pemupukan, dan
58
penyiangan gulma. Sebaiknya pengaturan tanaman secara vertikal dibuat
sampai batas jangkauan tubuh praktikan saja, atau gunakan tangga dan alat
bantu lainnya untuk melakukan pemeliharaan.
2. Dalam melakukan pemupukan, sebaiknya butir atau cairan pupuk tidak
menempel pada daun, agar daun tidak layu dan menguning.
58
LAMPIRAN
58
Kolam ikan
136 m46,5 m
12 m
14 m
140 m
30 m16 m
T
Pintu masuk
Kebun batang bawah karet
0,5 ha
Lahan praktik mahasiswa
1 ha
Koleksi buah-buahan
0,5 ha
Jalan kebun
Tanaman sayuran dan palaw
ija/ dan praktik mahasisw
a (1 ha)
Tanman hias
Jalan kebun
Jalan kebun
Tanaman lengkeng di sepanjang jalan
Tanaman lengkeng di sepanjang jalan
Rumah jaga
Lampiran 1. Denah Rencana Pemanfaatan Lahan Praktik Lapangan Klinik Agribisnis
58
185 m
Lampiran 2.Hasil Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Tertinggi
Tanaman di
Botol
10-11-13 17-11-
13
24-11-13 1-12-13 8-12-13 15-12-13
1 6 cm 11 cm 18,1 cm 25,2 cm 31,1
cm
35,7 cm
2 4,5 cm 9,1 cm 16 cm 23,1 cm 29 cm 34,3 cm
3 6,2 cm 11,2 cm 18,2 cm 25,5 cm 31,3
cm
38,7 cm
4 6 cm 10,5 cm 17,3 cm 25,3 cm 31,5
cm
38,4 cm
5 5,1 cm 10,1 cm 17 cm 24,9 cm 30,2
cm
37,8 cm
6 3,2 cm 9,2 cm 16,4 cm 21,4 cm 27,5
cm
34,5 cm
7 3,7 cm 9,7 cm 16,9 cm 21,7 cm 27,8
cm
34,9 cm
8 4,5 cm 10,5 cm 17,4 cm 23 cm 29,3
cm
36,7 cm
9 4,7 cm 10,7 cm 17,7 cm 23,6 cm 29,8
cm
36,9 cm
10 4,1 cm 9,1 cm 16 cm 24 cm 30,1
cm
37,6 cm
11 5,7 cm 11,7 cm 16,8 cm 24,5 cm 30,6
cm
38,4 cm
12 5,1 cm 12 cm 18,8 cm 24,3 cm 30,2
cm
38,6 cm
13 5 cm 11,3 cm 18,2 cm 24,8 cm 30,9
cm
38,9 cm
14 6,3 cm 11,3 cm 18,4 cm 25,3 cm 31,5
cm
39,1 cm
15 8,1 cm 14,2 cm 21,3 cm 27,1 cm 34,4 42,8 cm
58
cm
16 6 cm 12,1 cm 19 cm 25,1 cm 31,1
cm
38,8 cm
17 8 cm 14 cm 20,3 cm 26,9 cm 34,2
cm
40,3 cm
18 4,4 cm 11,4 cm 18,1 cm 24,4 cm 30,5
cm
38,7 cm
19 7,9 cm 16,2 cm 24,3 cm 27 cm 33,8
cm
40 cm
20 5,3 cm 11,2 cm 19,1 cm 24,7 cm 31,1
cm
38,2 cm
Catatan : Sampel diambil secara acak
Lampiran 3. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Tinggi Tanaman Terrendah
Tanaman di
Botol
10-11-13 17-11-
13
24-11-13 1-12-13 8-12-13 15-12-13
1 4,1 cm 9 cm 14,1 cm 21 cm 27,1 cm 32,3 cm
2 3,8 cm 8,3 cm 13,2 cm 20,1 cm 26,2 cm 31,3 cm
3 4,3 cm 9,4 cm 14,1 cm 21,2 cm 27,3 cm 32,5 cm
4 3,9 cm 8,3 cm 13,4 cm 20,3 cm 26,4 cm 31,3 cm
5 3,2 cm 8 cm 13,1 cm 20,2 cm 26,5 cm 31,4 cm
6 3,7 cm 8,2 cm 13,5 cm 20,6 cm 26,7 cm 31,8 cm
7 3,1 cm 7,9 cm 12,8 cm 19,7 cm 25,5 cm 30,6 cm
8 3,8 cm 8,9 cm 13,8 cm 20,2 cm 26,3 cm 31,4 cm
58
9 3 cm 8,1 cm 13,3 cm 20 cm 26,1 cm 31 cm
10 3,2 cm 8,4 cm 13,5 cm 20,3 cm 26,4 cm 31,5 cm
11 4,3 cm 9,5 cm 14,4 cm 21,3 cm 27,4 cm 32 cm
12 4,1 cm 9,1 cm 14,3 cm 21,1 cm 27,2 cm 31,9 cm
13 3,8 cm 8,9 cm 13,8 cm 20,9 cm 27 cm 31,9 cm
14 4,8 cm 9,3 cm 14,2 cm 21,3 cm 27,4 cm 32,1 cm
15 5,5 cm 10 cm 15,2 cm 22,3 cm 28,4 cm 33,3 cm
16 4,1 cm 9,2 cm 14,3 cm 21,4 cm 27,5 cm 32,6 cm
17 5,3 cm 10,3 cm 15,4 cm 22,5 cm 28,7 cm 33,6 cm
18 3,1 cm 8,4 cm 13,2 cm 20,5 cm 26,8 cm 31,9 cm
19 5,1 cm 9,3 cm 14,2 cm 21,3 cm 27,5 cm 32,6 cm
20 3,9 cm 9,1 cm 14,3 cm 21,4 cm 27,3 cm 32,4 cm
Lampiran 4. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Tertinggi
Tanaman di Botol 10-11-
13
17-11-13 24-11-13 1-12-13 8-12-13 15-12-13
1 3 7 9 11 12 13
2 3 8 9 10 11 12
3 2 6 8 10 11 13
4 3 7 9 10 11 13
5 2 8 10 11 13 13
6 2 7 9 9 10 12
7 2 6 8 9 9 11
58
8 2 6 9 10 11 11
9 3 6 9 11 11 13
10 2 4 7 9 9 10
11 2 4 6 8 10 11
12 2 7 9 10 10 11
13 2 6 8 9 11 11
14 2 7 8 9 10 12
15 2 6 8 9 11 11
16 2 6 9 9 10 10
17 2 6 9 10 11 12
18 2 6 8 10 10 11
19 3 6 8 9 10 12
20 3 6 8 10 11 13
Lampiran 5. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Terrendah
Tanaman di Botol 10-11-
13
17-11-13 24-11-13 1-12-13 8-12-13 15-12-13
1 2 4 6 8 10 12
2 2 4 6 8 9 11
3 2 2 5 7 9 10
4 2 3 5 8 10 12
5 2 3 4 7 9 11
6 2 3 5 7 9 10
58
7 2 3 5 7 9 12
8 3 5 6 7 9 11
9 3 4 5 8 9 11
10 2 4 6 8 10 12
11 2 4 6 7 9 10
12 3 6 7 8 10 12
13 3 7 7 8 10 12
14 2 6 7 7 9 11
15 2 6 6 8 9 10
16 3 4 5 8 10 12
17 3 5 6 7 9 11
18 3 5 7 8 10 12
19 2 3 5 8 10 12
20 3 6 7 7 9 11
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan
58
Pengisian tanah ke dalam botol
Satu hari setelah penanaman
58
Bangunan vertikultur tampak depan
Bangunan vertikultur tampak belakang
58
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia, Redaksi. 2010. 16 Tip Jitu Bertanam Tanaman Buah dan Sayuran. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Anonymous. 2012. Kangkung. (Online). http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id.Diakses pada 27 Oktober 2013.
Efendi, M. Noor. 2013. Tebar “Virus” Vertikultur dalam Suara Merdeka PerekatKomunitas Jawa Tengah terbit 21 April 2013.
Harmanto, Ning. 2000. “Sawah” Mini di Atas Kamar. Grasindo, Jakarta.
Kanisius, Aksi Agraris. 1992. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Lukman, Liferdi. 2011. Membudidayakan Sayuran secara Vertikultur dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 33 Nomor 4, 2011. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Lukman, Liferdi. 2011. Teknologi Budidaya Tanaman secara Vertikultur. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Marsusi, Revi. 2010. Budidaya Kangkung. Balai Pengkajian Teknologi PertanianKalimantan Barat.
Ngantung, Daniel. 2013. Hemat dan Untung Bertanam Kangkung di Rumah, Ini Caranya.(Online).http://www.tribunnews.com/lifestyle/2013/06/20/hemat-
dan-untung-bertanam-kangkung-di-rumah-ini-caranya. Diakses pada 27 Oktober 2013.
Nuriela, Ida., Yati S dan Y. Yulia. 2008. Taman Sayur. Penebar Swadaya,Jakarta.
Rukmana, Rahmat. 2005. Bertanam Kangkung. Kanisius, Yogyakarta.
Setyaningrum, Hesti Dwi dan C. Saparinto. 2011. Panen Sayur Secara Rutin di Lahan Sempit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeleman, Soeparwan dan D. Rahayu. 2013. Halaman Organik. Agromedia Pustaka, Jakarta.
58
Sunaryono, Hendro. 1996. Kunci Bercocok Tanam Sayuran-sayuran Penting di Indonesia. Sinar Baru Algesindo, Bandung.
Sutarminingsih, Lilies. 2003. Vertikultur Pola Bertanam Secara Vertikal. Kanisius, Yogyakarta.
58