Post on 15-Mar-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY DISCLOSURE)
DALAM PENYIDIKAN PERKARA MONEY LAUNDERING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIC OF THE PHILIPPINES
CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001
Oleh :
EKA WINARNI E. 1106024
SKRIPSI
ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Hukum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRAK EKA WINARNI. E. 1106024. 2010. STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY DISCLOSURE) DALAM PENYIDIKAN PERKARA MONEY LAUNDERING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIC OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi).2010.
Penulisan Hukum ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclosur) dalam penyidikan perkara money laundering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Rebuplic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Loundering act of 2001 dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut.
Dilihat dari tujuan penelitian, penulisan hukum ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatife bersifat preskriptif. Sumber data sekunder yang digunakan berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi yaitu dokumen peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara money loundering baik yang ada di Indonesia maupun di Philipina. Dalam hal ini sumber data yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Anti Money Laundering Act of 2001 dan juga bahan-bahan kepustakaan lainnya. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dengan cara menginventarisasi dan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, tulisan-tulisan dan dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Tehnik analisis data dengan model kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Rebuplic of the Philippenes code No. 9106 on Anti Money Loundering act of 2001 persamaan konsep pembukaan rahasia bank dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memberikan mekanisme kepada penegak hukum untuk dapat membuka rekening setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Kewenagan ini diserahkan kepada penegak hukum untuk membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau terdakwa dengan tujuan memudahkan dalam penanganan perkara. Perbedaan diantara keduanya dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Laporan Keuangan (PPATK), sedangkan di Filipina dibentuk sebuah dewan yang disebut dengan Anti Money Laundering Council (AMACL). Faktor yang mempengaruhi persamaan dan perbedaan diantara kedua Negara tersebut karena adanya kepentingan bangsa dan rakyat dalam rangka pencegahan dan penanganan tindak pidana money laundering yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan umum. Sedangkan faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan dan pengaturan pembukaan rahasia bank karena adanya mekanisme hukum dan prosedur dalam penanganan hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana money laundering yang berbeda diantara kedua Negara tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRACT EKA WINARNI. E. 1106024. A COMPARATIVE STUDY ON THE REGULATION OF BANK SECRECY DISCLOSURE IN INVESTIGATING THE MONEY LAUNDERING CASE ACCORDING TO ACT NO. 15 OF 2003 ABOUT THE MONEY LAUNDERING CRIMINAL ACTION AND REPUBLIC OF PHILIPPINE CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010.
This research aims to find out the regulation similarity and the difference bank secrecy disclosure regulation in investigating the money laundering case according to Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Republic of the Philippines code no. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001 and to find out the factors causing such similarity and difference.
Viewed from the objective of research, this study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature. The secondary data sources used were public document and official notes, namely, the legislation document relating to good money laundering case emerging in both Indonesia and Philippine/ in this case the data source used was Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Anti Money Laundering Act of 2001, as well as other literature. Technique of collecting data used was secondary data documentation. Technique of collecting data employed was library study by collecting and ordering data relevant to the problem studied, by inventorying and leaning the legislation, books, writing and document relevant to the problem the writer studied. Technique of analyzing data used was qualitative model.
Considering the research it can be found that according to Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Republic of the Philippines code no. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001, the similarity of bank secrecy disclosure concept in investigating the money laundering criminal action is basically conducted in the attempt of providing the mechanism to the law enforcer to be able to open every one’s account assumed committing the money laundering criminal action. This authority is given to the law enforcer to open the account of everyone reported, the accused in the purpose of facilitating the case handling. The difference between them is that in the attempt of preventing and eradicating the money laundering criminal action in Indonesia it has been established the Reporting and Financial Report Transaction Analysis Centre (PPATK), while in Philippine it has been established a council called Anti Money Laundering Council (AMACL). The factors causing the similarity and difference among the two countries is because the presence of the nation’s and people’s interest in the attempt of preventing and eradicating the money laundering criminal action that can result in big lost for the public interest. While the factors causing the difference and the regulation of bank secrecy disclosure is the presence of law mechanism and procedure of dealing with the law in preventing and eradicating the money laundering criminal action that is different among the two countries.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4 dengan
sangat jelas menerangkan bahwa tujuan dibentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembukaan (mukadimah)
UUD 1945 ini mengandung banyak dimensi kehidupan bangsa, antara lain
meliputi kemanusiaan, sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum dan tata
pergaulan internasional yang harus dipelihara dan dikembangkan sesuai
dengan kepentingan nasional. (Tim Penyusun, Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Jakarta, 2006, hlm. 1).
Sampai saat ini, setelah Indonesia merdeka dan berdaulat, tujuan
negara untuk menyejahterakan rakyat belum tercapai. Banyak kendala
yang dihadapi untuk mencapai tujuan-tujuan negara tersebut. Sejak
terjadinya krisis moneter pada tahun 1998, pemerintah belum juga mampu
untuk mengembalikan tingkat pertumbuhan ekonomi seperti sebelum
krisis, bahkan kita semakin terpuruk ke dalam penderitaan. Banyak pakar
berpendapat bahwa keterpurukan bangsa ini terutama disebabkan oleh
lemahnya penegakan hukum khususnya dalam penanganan perkara pidana.
(Tim Penyusun, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta,
2006, hlm. 2)
Penegakan hukum yang banyak disorot oleh dunia internasional
adalah penegakan dalam tindak pidana pencucian uang (money
laundering). Penanganan perkara ini dinilai masih bersifat tebang pilih,
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kurangnya political will dan moral hazard dari pemegang kekuasaan, serta
belum ada harmonisasi dari seluruh peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Diakui atau
tidak, pemberantasan tindak pidana pencucian uang menghadapi kendala
baik bersifat teknis maupun non teknis. Pemikiran agar Indonesia membuat
suatu undang-undang tentang pencucian uang telah ada sejak Orde Baru
mulai berkuasa. (Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, PT. Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta, 2004. hlm. ix)
Perhatian dunia internasional terhadap praktek pencucian uang
semakin meningkat setelah Financial Action Task Force on Money
Laundering (FATF) menyusun dan mengeluarkan the Forty
Recommendations, yaitu sebuah kerangka dasar bagi upaya pemberantasan
pencucian uang dan dirancang sebagai pedoman yang dapat di-
implementasikan secara universal. FATF adalah sebuah lembaga antar
pemerintah (intergovernmental body) yang dibentuk oleh G-7 Summit di
Paris pada Juli 19 89, yang bertujuan mengembangkan dan meningkatkan
kebijakan untuk memberantas praktek pencucian uang di dunia. (Siahaan,
NHT, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2002. hlm. 111).
Bulan Juni 2001, secara mengejutkan Indonesia ditetapkan sebagai
negara yang tidak kooperatif dalam memberantas praktek-praktek pencucian
uang oleh FATF. Sebagai konsekuensinya Indonesia dimasukan dalam NCCT
list (non-cooperative countries and territories) bersama 16 belas negara
lainnya. Dimasukannya Indonesia ke dalam FATF blacklist berdasarkan
pada berbagai pertimbangan, yaitu belum adanya peraturan perundang-
udangan yang menyatakan pencucian uang sebagai tindak pidana, terdapat
loopholes (kekosongan hukum) dalam pengaturan lembaga keuangan
terutama lembaga keuangan non-bank, terbatasnya sumber daya dalam
pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, serta minimnya kerjasama
internasional dalam upaya memerangi kejahatan pencucian uang. (Yunus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Husein, Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
Prosiding,Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, hlm. 35).
Berbagai kelemahan yang dimiliki Indonesia pada saat itu,
permasalahan ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mengkriminalisasi praktek pencucian uang merupakan kelemahan dasar dan
fatal, karena tanpa adanya kriminalisasi terhadap pencucian uang maka
tindakan menyembunyikan dan/atau menyamarkan harta kekayaan hasil
dari suatu kejahatan merupakan tindakan yang dibenarkan menurut hukum di
Indonesia. Oleh karena itu FATF menganggap bahwa Indonesia belum
eligible untuk dapat masuk dalam pergaulan antar bangsa. Reaksi yang
terjadi di dalam negeri atas dimasukannya Indonesia ke dalam NCCT list
bermacam-macam. Beberapa pakar berpendapat bahwa pemerintah tidak
perlu menghiraukan desakan internasional, dengan alasan bahwa Indonesia
bukan anggota dari FATF, karena FATF sendiri bukan sebuah organisasi
internasional atau badan dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sehingga Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk tunduk terhadap badan
ini. Secara formal hal demikian dapat diterima, bahwa memang FATF bukan
suatu badan atau organisasi internasional yang dapat memaksakan kebijakan-
kebijakannya terhadap negara diluar anggota.
Pengesahan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 sebagai
perbaikan-perbaikan atas kekurangan dari Undang-Undang No.15 Tahun
2002, sekali lagi tidak serta merta mengeluarkan Indonesia dari daftar
negara-negara dan wilayah yang tidak kooperatif dalam usaha pencegahan
dan pemberantasan pencucian uang (NCCT list). Dikeluarkannya Indonesia
dari daftar hitam (balcklist) adalah sangat tergantung dari pelaksanaan
dan penegakan undang-undang tersebut. Implementasi UU TPPU sangat
penting, bukan saja guna menghindari sanksi (counter measures) dari
FATF, tetapi juga bertujuan agar berbagai predicate offences (tindak
pidana awal) yang merupakan sumber uang haram dapat diberantas atau
paling tidak dikurangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Telah diketahui, bahwa melalui pencucian uang pelaku tindak
pidana dapat menyembunyikan dan menyamarkan, lalu pada tahap
selanjutnya dapat menggunakan hasil dari tindak pidana itu secara bebas.
Sifat dari tindak pidana pencucian uang adalah sulit di lacak (untraceable),
tidak ada bukti tertulis (paperless), tidak kasat mata (discernible), dillakukan
dengan cara yang rumit (intricrate) dan karena didukung oleh teknologi
canggih, maka juga bersifat sophisticated. Dengan adanya sifat -sifat tersebut,
maka menjadi sangat sulit untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
ini.
Usaha untuk mencegah dan memberantasan tindak pidana
pencucian uang perlu dilakukan pelacakan, pembukaan, pembekuan, dan
penyitaan atas aset atau rekening dari tersangka atau terdakwa pelaku
pencucian uang. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah
memberikan suatu mekanisme dan aturan dalam melakukan penyelidikan,
penyidikan dan pemeriksaan di persidangan ter hadap kasus atau perkara
tindak pidana pencucian uang. Akan tetapi sampai saat ini masih
terdapat kendala dan hambatan dalam penerapannya.
Kendala-kendala dalam rangka penegakan hukum tindak pidana
pencucian uang, antara lain menyangkut:
1. Pembukaan rahasia bank, pemblokiran dan permintaan keterangan
mengenai rekening nasabah;
2. Penyitaan dana yang diduga berasal dari tindak pidana;
3. Pemeriksanaan atau penyelidikan;
4. Perlindungan saksi, ahli dan pelapor (whistle blower);
5. Tukar-menukar informasi antara pihak terkait;
6. Mengenai alat bukti, dan pembuktian di persidangan;
7. Proses hukum pemberian sanksi administratif;
8. Pemberkasan perkara dan tata cara pembuatan dakwaan;
Berbicara mengenai kendala dan hambatan dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian di Indonesia selama 5 (lima) tahun
terakhir, maka perlu dikemukakan mengenai pembukaan rahasia bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
guna mencari atau melacak harta kekayaan serta menggunakan rahasia bank
tersebut dalam pembuktiaan kesalahan terdakwa di persidangan. Pembukaan
rahasia bank menjadi elemen penting dalam proses penyidikan dan
pembuktian dalam rangka pemeriksaan perkara pencucian uang.
Rahasia bank dan pengecualiannya diatur dalam Undang-Undang
No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang. Walaupun demikian, pembukaan rahasia bank bukanlah suatu
perkara yang mudah dilakukan. Adanya beragam penafsiran atas beberapa
aturan dalam UU TPPU, menjadikan pembukaan transaksi atau rekening
milik tersangka atau terdakwa sering menghadapi masalah.
Aturan tentang pengecualian rahasia bank yang diatur dalam UU
TPPU belum jelas dan mengandung pengertian yang ambigu, sehingga
sangat menyulitkan penyidik atau hakim dalam memeriksa perkara. Selain
itu, pengaturan pembukaan rahasia bank yang diatur dalam UU TPPU
menimbulkan pertentangan antara UU TPPU dengan UU Perbankan. Juga
perlu dipertanyakan apakah pembukaan rahasia bank yang diatur dalam UU
TPPU dapat mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di
Indonesia.
Berbeda dengan penanganan tindak pidana pencucian uang yang ada di
negara lain seperti Philipina, di negara tersebut penanganan terhadap tindak
pidana pencucian uang dapat dilaksanakan dengan baik. Di Philipina juga
mempunyai dasar hukum sebagai pedoman dalam pelaksanaan penanganan
terhadap tindak pidana pencucian uang (money loundering) yaitu Republik Of
The Philippines Code No. 9160 On Anti Money Laundering Act Of 2001.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis ingin
mengangkat permasalahan yang terkait dengan penangan terhadap tindak
pidana pencucian uang yang ada di Indonesia dan di Philipina sebagai bagan
pembahasan dalam penelitian ini. Untuk itu dalam penelitian ini penulis
memberikan judul : “STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN
KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
DISCLOSURE) UNTUK KEPENTINGAN PEMERIKSAAN PERKARA
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UU NO. 25
TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
DENGAN REPUBLIK OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON
ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001”.
B. Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian diperlukan adanya perumusan masalah untuk
mengidentifikasikan persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak
dicapai menjadi jelas, tegas, terarah, serta tercapainya sasaran yang
diharapkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis akan merumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia
bank (bank secrecy disclouser) dalam pemeriksaan perkara pencucian
uang menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money
Loundering Act of 2001 ?
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya persamaan dan
perbedaan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis
melalui penelitian yang berhubungan dengan rumusan masalah yang sudah
ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan yang terbagi dua,
yaitu:
1. Tujuan obyektif
a. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan konsep
pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclouser) dalam penyidikan
perkara money laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines
code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001.
b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan
dan perbedaan tersebut.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan jelas sebagai bahan
untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan dalam
mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan pengetahuan
serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan
hukum yang sangat berarti bagi penulis.
c. Untuk lebih meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah
penulis dapatkan di Fakultas Hukum, khususnya di bidang Hukum
Acara Pidana.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
1) Hasil penelitian dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas
permasalahan dari sudut teori.
2) Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang
karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
3) Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan
teori yang diperoleh sehingga menambah penegatahuan, pengalaman
dan dokumentasi ilmiah.
b. Manfaat praktis
1) Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang
diteliti.
2) Dapat memberikan data dan informasi mengenai pengaturan prinsip
mengenal nasbah dalam Perundang-undangan yang menagtur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku di Indonesia
dan Filipina.
3) Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan secara langsung dalam penelitian ini.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini
adalah penelitian hukum doctrinal. Penelitian yang digunakan bersifat
normative, yaitu penelitian yang difokuskan pada bahan pustaka atau data
sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian
dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan
dengan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (Bank Secrecy
Disclosure) dalam penyidikan perkara money laundering menurut UU No.
25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republik
of the Philippines code No. 9106 anti money laundering act of 2001 ( Peter
Mahmud Marzuki. 2006 : 35 ).
2. Sifat Penelitian
Berdasarkan dengan masalah yang diajukan penulis, maka
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian
yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum,
nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan
norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
Dalam penelitian ini penulis ingin memperoleh gambaran yang
nyata dan jelas tentang komparasi hukum pengaturan konsep pembukaan
rahasia bank (bank secrecy disclosure) dalam penyidikan perkara money
laundering menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160
on Anti Money Laundering Act of 2001.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
3. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder berupa
dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official
records), yaitu dokumen peraturan perundangan yang berkaitan dengan
masalah money loundering baik yang ad di Indonesia maupun di Philipina.
Disamping sumber data yang berupa leteratur-literatur baik berupa artikel,
jurnal penelitian maupun hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh data yang diperoleh dari
bahan pustaka, seperti dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai
dengan penelitian yang dibahas.
Dari sudut kekuatan mengikatnya, data sekunder dapat
digolongkan ke dalam :
a. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum atau bahan pustaka
yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara yuridis,
adapun yang penulis gunakan adalah :
1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
3) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.
4) UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
5) Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money
Loundering Act of 2001
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti misalnya, hasil karya ilmiah para sarjana yang
terkait dalam penelitian ini, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari
kalangan hukum, dan seterusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya
adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, internet dan seterusnya.
5. Teknik Pengumpul Data
Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
cara pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan
perundangan, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk
kemudian dikategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka untuk
mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan.
6. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan logika
deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian
ini dengan menggunakan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian
dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-
dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian
sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab
permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik dari sumber
penelitian yang diolah sehingga pada akhirnya dapat diketahui persamaan
dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank dalam
penyidikan perkara money laundering menurut UU No. 25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines
code No. 9106 in Anti Money Loundering act of 2001 dan faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut.
Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud motede deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
mayor (pernyataan besifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan
atau counclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Dalam logika
deduktif untuk penalaran umum yang bersifat premis mayornya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan
menurut Johny Ibrahim, mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta logika
deduktif merupakan suatu tehnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang
bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Johnny Ibrahim,
2006: 249).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum,
maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab
terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan
hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang
digunakan dalm penyusunan penulisan hukum ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang
menjadi landasan dalam penulisan hukum ini. Adapun
mengenai teori-teori tersebut antara lain mengenai tinjauan
umum tentang perbandingan hukum, tinjauan umum tentang
konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclouser)
dalam penyidikan perkara money laudering, tinjauan umum
tentang tindak pidana pencucian uang, tinjauan umum tentang
ketentuan hukum tentang Undang-Undang Anti Pencucian
Uang, dan tinjauan umum tentang Republic of the Philippines
code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan
hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan
masalah yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang
dibahas dalam bab ini yaitu yang pertama mengenai ruang
lingkup perbandingan konsep pembukaan rahasia bank (bank
secrecy disclouser) dalam penyidikan perkaran money
laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines
code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001. Yang
kedua mengenai faktor-faktor yang menyebabkan persamaan
dan perbedaan tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang
dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses
meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan
kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan
hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Perbandingan Hukum
a. Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum
Istilah perbandingan hukum, dalam bahasa asing, diterjemahkan:
comparative law (bahasa Inggris), vergleihende rechstlehre (bahasa
Belanda), droit comparé (bahasa Perancis). Istilah ini, dalam
pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat, sering diterjemahkan
lain, yaitu sebagai conflict law atau dialihbahasakan, menjadi hukum
perselisihan, yang artinya menjadi lain bagi pendidikan hukum di
Indonesia (Romli Atmasasmita, 2000: 6).
Istilah yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini, adalah
perbandingan hukum (pidana). Istilah ini sudah memasyarakat di
kalangan teoritikus hukum di Indonesia, dan tampaknya sudah sejalan
dengan istilah yang telah dipergunakan untuk hal yang sama di bidang
hukum perdata, yaitu perbandingan hukum perdata. Untuk
memperoleh bahan yang lebih lengkap, maka perlu dikemukakan
definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal.
Rudolf B. Schlesinger, seperti yang dikutip oleh Romli
Atmasasmita, mengatakan bahwa perbandingan hukum merupakan
metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan
yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum
bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu
cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur
hukum asing dari suatu masalah hukum (Romli Atmasasmita, 2000: 7).
Winterton, seperti yang dikutip oleh Romli Atmasasmita
mengemukakan, bahwa perbandingan hukum adalah suatu metode
yaitu perbandingan sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan (Romli
Atmasasmita, 2000: 7).
Perbandingan hukum adalah metoda umum dari suatu
perbandingan dan penelitian perbandingan yang dapat diterapkan
dalam bidang hukum. Para pakar hukum ini adalah: Frederik Pollock,
Gutteridge, Rene David, dan George Winterton (Romli Atmasasmita,
2000: 8).
Lemaire mengemukakan, seperti yang dikutip oleh Romli
Atmasasmita, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan
(yang juga mempergunakan metoda perbandingan) mempunyai
lingkup: (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya,
sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya (Romli
Atmasasmita, 2000: 9).
Hesel Yutena mengemukakan definisi perbandingan hukum
sebagai berikut: Comparative law is simply another name for legal
science, or like other branches of science it has a universal humanistic
outlook ; it contemplates that while the technique nay vary, the
problems of justice are basically the same in time and space
throughout the world. (Perbandingan hukum hanya suatu nama lain
untuk ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari suatu
ilmu sosial, atau seperti cabang ilmu lainnya perbandingan hukum
memiliki wawasan yang universal, sekalipun caranya berlainan,
masalah keadilan pada dasarnya sama baik menurut waktu dan tempat
di seluruh dunia) (Romli Atmasasmita, 2000: 9).
Romli Atmasasmita yang berpendapat perbandingan hukum
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum
(pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan mempergunakan
metoda perbandingan (Romli Atmasasmita, 2000: 12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Karakteristik Sistem “Common Law” dan sistem “Civil Law”
1) Karakteristik sistem hukum Inggris pada umumnya, khususnya
dalam hukum pidana dan acara pidana.
Pertama. Sistem hukum Inggris bersumber pada :
a) Custom, merupakan sumber hukum yang tertua di Inggris.
Lahir dan berasal dari (sebagian) hukum Romawi. Tumbuh
dan berkembang dari kebiasaan suku Anglo Saxon yang hidup
pada abad pertengahan. Pada abad ke 14 Custom melahirkan
“common law” dan kemudian digantikan dengan precedent.
b) Legislation; berarti undang-undang yang dibentuk melalui
parleman. undang-undang yang dibentuk itu disebut statutes.
Sebelum abad ke 15, legislation bukanlah merupakan salah
satu sumber hukum di inggris. Pada masa itu undang-undang
dikeluarkan oleh Raja dan “Grand-Council” (terdiri dari kaum
bangsawan terkemuka dan Penguasa Kota London). Selama
abad ke 13 dan 14 Grand Council kemudian dirombak dan
terdiri dari dua badan yaitu, Lords dan Common; kemudian
dikenal sebagai Parlemen (Parliament). Sampai abad ke 17,
Raja dapat bertindak tanpa melalui Parlemen. Akan tetapi
sesudah abad ke 17 dengan adanya perang saudara di Inggris,
telah ditetapkan bahwa di masa yang akan datang semua
undang-undang harus memperoleh persetujuan Parlemen sejak
tahun 1832 dengan Undang-Undang Pembaharuan (Reformasi
Act), House of Common merupakan suatu badan yang
demokratis dan mewakili seluruh penduduk Inggris dan karena
itu merupakan wakil perasaan keadilan seluruh rakyat Inggris.
Sejak saat itu Legislation merupakan salah satu sumber hukum
yang penting sejak Code Napoleon (1805) dikembangkan,
Inggris telah mengambil manfaat dari apa yang terjadi di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Perancis, dan legislation dipergunakan sebagai alat
pembaharuan hukum di Inggris.
c) Case-law, sebagai salah satu sumber hukum Inggris
mempunyai karakteristik yang utama. Seluruh hukum
kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat tidak melalui
Parlemen, akan tetapi dilakukan oleh para hakim, sehingga
dikenal dengan istilah ”Judge-made law”. Setiap putusan
hakim di Inggris merupakan precedent bagi hakim yang akan
datang, sehingga lahirlah doktrin Precedent sampai sekarang.
Kedua. Sebagai konsekwensi dipergunakannya case-law
dengan doktrin precedent yang merupakan ciri utama maka sistem
hukum Inggris tidak sepenuhnya menganut asas legalitas.
Ketiga. Bertitik tolak dari doktrin precedent tersebut, maka
kekuasaan hakim di dalam sistem hukum Common Law sangat luas
dalam memberikan penafsiran terhadap suatu ketentuan yang
tercantum dalam undang-undang. Bahkan hakim di Inggris
diperbolehkan tidak sepenuhnya bertumpu pada ketentuan suatu
undang-undang jika diyakini olehnya bahwa ketentuan tersebut
tidak dapat diterapkan dalam kasus pidana yang sedang
dihadapinya. Dalam hal demikian hakim dapat menjatuhkan
putusannya sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan atau melaksanakan
asas precedent sepenuhnya. Dilihat dari segi kekuasaan hakim
Inggris yang sangat luas dalam memberikan penafsiran tersebut,
sehingga dapat membentuk hukum baru, maka nampaknya sistem
hukum Common Law kurang memperhatikan kepastian hukum.
Keempat. Ajaran Kesalahan dalam sistem hukum Common
Law (Inggris) dikenal melalui doktrin Mens-Rea yang dilandaskan
pada maxim: “Actus non est reus nisi mens sit rea”, yang berarti:
“suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali
jika pikiran orang itu jahat”. Ajaran Mens-Rea ini dalam sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
hukum Inggris dirumuskan berbeda-beda tergantung dari
kwalifikasi delik yang dilakukan seseorang. Pada sistem hukum
Common Law, doktrin Mens-Rea secara klasik diartikan setiap
perkara pelanggaran hukum yang dilakukan adalah disebabkan
karena pada diri orang itu sudah melekat sikap batin yang jahat
(evil will), dan karenanya perbuatan tersebut dianggap merupakan
dosa. Lord Denning, seorang hakim terkemuka di Inggris
memberikan komentar atas doktrin Mens-Rea, dengan mengatakan:
“In order that an act should be punishable it must be morally
blame-worthy”. Sedangkan Jerome Hall, mengatakan bahwa
Means-Rea adalah “a voluntary doing of morally wrong act
forbidden by penal law”. (Roeslan Saleh,1982:23 sebagaimana
telah dikutip oleh Romli Atmasasmita, 2000: 37)
Kelima. Dalam sistem Common Law (Inggris)
pertanggungjawaban pidana tergantung dari ada atau tidaknya: a)
actus-reus dan b) mens-rea. Namun demikian unsur “mens-rea” ini
adalah merupakan unsur yang mutlak dalam pertanggungjawaban
pidana dan harus ada terlebih dulu pada perbuatan tersebut sebelum
dilakukan penunt`utan (Roeslan Saleh,1982:28). Dewasa ini dalam
peraturan perundangan modern unsur “mens-rea” ini tidak lagi
dianggap sebagai syarat utama, misalnya pada delik-delik tentang
ketertiban umum atau kesejahteraan umum.
Keenam. Sistem hukum Inggris dan negara-negara yang
menganut sistem Common Law tidak mengenal perbedaan antara
Kejahatan dan Pelanggaran. Sistem Common Law membedakan
tindak pidana (secara klasik) dalam: Kejahatan berat atau
“felonies”, kejahatan ringan atau “misdemeanors” dan kejahatan
terhadap negara atau “treason”. Setelah dikeluarkannya “Criminal
Law Act” (1967) pembedaan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
a) Indictable Offences, adalah kejahatan-kejahatan berat yang
hanya dapat diadili dengan sistem Juri melalui pengadilan yang
disebut Crown Court.
b) Summary Offences, adalah kejahatan-kejahatan kurang berat
yang hanya dapat diadili oleh suatu pengadilan (magistrate
court) tanpa dengan sistem Juri.
c) Arrestable Offence, adalah kejahatan-kejahatan yang diancam
dengan hukuman di bawah 5 (lima) tahun kepada seorang
pelaku kejahatan yang belum pernah melakukan kejahatan.
Penangkapan terhadap pelaku tersebut dilakukan tanpa surat
perintah penangkapan. Klasifikasi terbaru mengenai tindak
pidana dalam sistem hukum pidana Inggris dicantumkan dalam
criminal law act tahun 1977 yang akan diuraikan secara khusus
dalam bab mengenai klasifikasi Tindak Pidana.
Ketujuh. Sistem hukum acara pidana yang berlaku di
negara-negara Common Law pada prinsipnya menganut “sistem
Accusatoir” atau yang secara populer dikenal dengan sebutan
“Advesary Sistem”. Sistem accusatoir atau Adversary sistem
menempatkan tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan
dan pemeriksaan di muka sidang-sidang pengadilan sebagai subjek
hukum yang memiliki hak (asasi) dan kepentingan yang harus
dilindungi.
Kedelapan. Sistem pemidanaan yang berlaku pada umumnya
negara-negara yang menganut sistem Common Law adalah bersifat
komulatif. Sistem pemidanaan tersebut memungkinkan seseorang
dituntut dan dijatuhi pidana karena melakukan lebih dari satu
tindak pidana. Jika kesemua tuntutan tersebut terbukti di muka
sidang pengadilan maka pelaku tindak pidana tersebut dijatuhi
sekaligus semua ancaman hukuman yang dikenakan kepadanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2) Karakteristik Sistem Hukum Belanda pada umumnya, khususnya
dalam hukum pidana dan acara pidana
Pertama. Sistem hukum Belanda (Civil Law Sistem)
bersumber pada :
a) Undang-Undang Dasar;
b) Undang-undang;
c) Kebiasaan case-law;
d) Doktrin
Peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum
pidana umum adalah sebagai berikut :
a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Penal Code atau
Wetboek van Strafrecht).
b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Code of Crime
Procedure atau Wetboek van Strafvordering).
c) Undang-Undang tentang Susunan, organisasi, kekuasaan dan
tugas-tugas Pengadilan dan Sistem Penuntutan (Judicial Act
atau Wet op de Rechterlijke Organisatie).
Kedua. Karakateristik kedua dari sistem hukum Belanda
(Civil Law Sistem) adalah dianutnya asas legalitas atau “the
principles of legality”. Asas ini mengandung makna sebagi berikut:
a) Tiada suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana, kecuali
telah ditentukan dalam undang-undang terlebih dahulu.
Undang-undang dimaksud adalah hasil dari perundingan
Pemerintah Parlemen.
b) Ketentuan undang-undang harus ditafsirkan secara harfiah dan
pengadilan tidak diperkenankan memberikan suatu penafsiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
analogis untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak
pidana.
c) Ketentuan undang-undang tidak berlaku surut.
d) Menetapkan bahwa hanya pidana yang tercantum secara jelas
dalam undang-undang yang boleh dijatuhkan.
Dalam praktik penyelesaian perkara pidana di negeri
belanda prinsip legalitas dan penafsiran yang diperbolehkan dari
prinsip tersebut diserahkan sepenuhnya kepada para pelaksana /
praktisi hukum, seperti, jaksa dan hakim. Mengingat penafsiran
yang bersifat kaku terhadap ketentuan undang-undang menurut
asas legalitas ini, maka peranan putusan Mahkamah Agung
menjadi lebih penting. (Romli Atmasasmita, 2000 : 48)
Ketiga. Dianutnya asas legalitas sebagaimana diuraikan
dalam butir kedua diatas, sangat berpengaruh terhadap soal
pertanggungjawaban pidana (criminal liability atau strafbaarheid).
Syarat umum bagi adanya pertanggungjawaban pidana menurut
hukum pidana Belanda adalah adanya gabungan antara perbuatan
yang dilarang dan pelaku yang diancam dengan pidana. Perbuatan
pelanggaran hukum dari pelaku harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a) Bahwa perbuatan tersebut (berbuat atau tidak berbuat)
dilakukan seseorang.
b) Diatur dalam ketentuan undang-undang termasuk lingkup
definisi pelanggaran.
c) Bersifat melawan hukum.
Ketiga syarat bagi adanya suatu pertanggungjawaban
pidana tersebut di atas sesungguhnya merupakan suatu konstruksi
gabungan dari syarat-syarat adanya sifat pertanggungjawaban
pidana dan kekecualian-kekecualian dari pertanggungjawaban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
pidana. Dalam soal pertanggungjawaban pidana sistem hukum
pidana Belanda (Civil Law) menganut asas kesalahan pada
perbuatannya (dodex-strafrecht).
Keempat. Dianutnya asas legalitas dalam sistem hukum
pidana Belanda mengakibatkan keterikatn hakim terhadap isi
ketentuan undang-undang dalam menyelesaikan perkara pidana.
Hakim tidak diperbolehkan memperluas penafsiran terhadap isi
ketentuan undang-undang sedemikian rupa sehingga dapat
membentuk delik-delik baru.
Kelima. Sistem hukum pidana belanda mengenal
pembedaan antara Kejahatan (Misdrijven) dan Pelanggaran
(Overtredingen). Pembedaan dimaksud berasal dari perbedaan
antara mala in se dan mala prohibita yaitu perbedaan yang dikenal
dalam hukum Yunani. Mala in se adalah perbuatan yang disebut
sebagai kejahatan karena menurut sifatnya adalah jahat. Sedangkan
Mala prohibita, suatu perbuatan yang dilarang. Pembedaan antara
kejahatan karena undang-undang menetapkan sebagai perbuatan
yang dilarang. Pembedaan anatara kejahatan dan pelanggarab
tersebut semula didasarkan atas pertimbangan tentang adanya
pengertian istilah “rechtedelict” dan ”wetdelict”; namun perbedaan
tersebut tidak dianut lagi dalam doktrin. Perbedaan kejahatan dan
pelanggaran dewasa ini didasarkan atas ancaman hukumannya;
kejahatan memperoleh ancaman hukum yang lebih berat dari
pelanggaran.
Keenam. Sistem peradilan yang dianut di semua negara
yang berlandaskan “Civil Law Sistem” pada umumnya adalah
sistem Inquisatoir. Sistem Inquisatoir menempatkan tersangka
sebagai objek pemeriksaan baik pada tahap pemeriksaan
pendahuluan maupun pada tahap pemeriksaan di muka sidang
pengadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Ketujuh. Sistem pemidanaan yang dianut pada umumnya
di negara-negara yang berlandaskan civil Law Sistem adalah sistem
pemidanaan Alternatif dan Alternatif-kumulatif, dengan batas
minimum dan maksimum anaman pidana yang diperkenankan
menurut Undang-Undang.
Sesungguhnya apabila kita telusuri karakteristik yang
melekat pada kedua sistem hukum sebagaimana telah diuraikan di
atas, pendekatan dari segi historis, khususnya mengenai
perkembangan hukum pidana di Eropa Continental yang menganut
sistem “Civil Law” lebih menonjol dan lebih menampakkan dirinya
keluar dari batas wilayah yuridiksi sistem “Common Law”.
Perkembangan penerapan sistem “Civil Law” di negara dunia
ketiga pada awalnya dipaksakan jika dibandingkan dengan
penerapan penggunaan sistem “Common Law” di negara-negara
bekas jajahan-jajahannya. Sebagai contoh penggunaan dan
pemakaian sistem hukum Belanda di Indonesia dan sistem hukum
Inggris dan Malaysia atau Singapura. Satu-satunya karakteristik
yang sama antara kedua sistem hukum (legal sistem) tersebut
adalah bahwa keduanya menganut falsafah dan doktrin liberalisme
(Romli Atmasasmita, 2000: 50).
2. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank
a. Rumusan Pengertian Rahasia Bank dan Tindak Pidana Rahasia Bank
Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mula-
mula ialah Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi
kemudian telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.
Pengertian rahasia bank oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1992
diberikan oleh Pasal 1 angka 16 yang lengkapnya berbunyi sebagai
berikut: Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
keuangan dan hal-hal dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini telah diubah yang
baru oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Oleh Undang-undang
itu rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 angka 28 Undang-
undang No. 10 Tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Selain dari memberikan rumusan dari pengertiannya Undang-
undang Perbankan juga memberikan rumusan mengenai delik rahasia
bank. Undang-undang No. 7 Tahun 1992 memberikan rumusan delik
rahasia bank sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 Tahun 1992 ialah
bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang
keadaan keuangan dan hal-hal dari nasabahnya yang wajib
dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 42, 43 dan
44.
Rumusan delik rahasia bank tersebut diatas telah diubah
dengan rumusan yang baru, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (1) dari Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Rumusan yang baru
ini lengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pasal 40 bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. Kedua
rumusan itu sangat berbeda. Tindak pidana rahasia bank menurut
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 51 ialah kejahatan. Sanksi
tindak pidana rahasia bank ditentukan dalam Pasal 47 ayat (2) yaitu
pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun dan denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,-
(empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan
milyar rupiah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b. Rahasia Bank Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang
Salah satu faktor penghalang bagi penegak hukum untuk
dapat berhasil mengungkapkan tindak pidana pencucian uang adalah
ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat di Negara yang bersangkutan.
Menyadari hal tersebut maka Tim yang merancang Undang-undang
No. 25 Tahun 2003 telah memberikan pengecualian kepada penyidik,
penuntut umum, dan hakim untuk memperoleh keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya dengan cara menyimpang dari
ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam Undang-undang No. 7
Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10
Tahun 1998. Menurut Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana
Pencucian Uang, untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak
pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum atau hakim
berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan
mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tersangka, atau
terdakwa Pasal 33 ayat (2) Undang-undang tersebut menentukan
bahwa dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud ayat (1)
terhadap penyidik, penuntut umum atau hakim tidak berlaku ketentuan
Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan
transaksi keuangan lainnya.
Yang dimaksud dengan Penyedia Jasa Keuangan dalam Pasal
33 ayat (1) adalah Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang
yaitu setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa
lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas
pada bank, lembaga penyimpanan dan penyelesaian pedagang valuta
asing, dana pensiun perusahaan asuransi dan kantor pos. Sedangkan
yang dimaksud dengan Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 33 ayat (1) adalah Harta Kekayaan sabagaimana dimaksud pada
Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
semua benda bergerak atau tidak bergerak baik yang berwujud maupun
tidak berwujud. Dengan demikian ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-
undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut merupakan tambahan
pengecualian terhadap berlakunya ketentuan rahasia bank yang telah
ditentukan dalam Undang-undang Perbankan.
Agar penggunaan fasilitas pengecualian yang diberikan
oleh Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak digunakan
secara serampangan atau disalahgunakan, maka Pasal 33 ayat (3) dan
ayat (4) dari Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut
memberikan rambu-rambu bagi penyidik, penuntut umum atau hakim
dalam mengajukan permintaan keterangan kepada penyedia jasa
keuangan. Ditentukan oleh Pasal 33 ayat (3).
Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis dengan
menyebutkan secara jelas mengenai:
1. Nama dan jabatan penyidik, penuntut umum atau hakim
2. Identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK,
tersangka, atau terdakwa
3. Tindak Pidana yang bersangkutan atau didakwakan, dan
4. Tempat harta kekayaan benda
Sementara itu Pasal 33 ayat (4) menentukan: Surat
permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) harus ditandatangani oleh:
1. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala
Kepolisian Daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik
2. Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi
dalam hal permintaan diajukan oleh penuntut umum
3. Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan
Dari ketentuan Pasal 33 Undang-undang Tindak Pidana
Pencucian Uang tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengecualian
terhadap ketentuan rahasia bank dalam rangka pemberantasan dan
penindakan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang yang telah
memasuki tahap penyidikan. Artinya, nasabah penyimpan harus
menjadi tersangka. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, maka
keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya tidak
boleh diungkapkan oleh bank.
c. Tindak Pidana yang menyangkut Rahasia Bank
Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan
oleh Pasal 47 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang berkaitan
dengan rahasia bank yang pertama ialah tindak pidana yang dilakukan
oleh mereka tanpa membawa perintah atau izin dari Pemimpin Bank
Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafilisasi
untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal
itu ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2). Kedua ialah tindak pidana yang
dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau
pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindak Pidana tersebut ditentukan
oleh Pasal 47 ayat (2). Untuk lebih jelasnya dikutip bunyi lengkap
Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 10 Tahun 1998
sebagai berikut:
1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari
Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,
Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja bank atau pihak terafiliasi
untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan
paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus milyar rupiah)
2. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank ataupun pihak
terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat
milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan
milyar rupiah)
Sehubungan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) tersebut
diatas, yang perlu dipermasalahkan apakah pihak yang memaksa dapat
dituntut telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 47 ayat (1)
sekalipun pihak yang memaksa tidak sampai berhasil membuat pihak
bank atau pihak teralifiliasi memberikan keterangan yang diminta
secara paksa. Ataukah pihak yang memaksa dapat dikenai pidana
karena melakukan percobaan tindak pidana Pasal 47 ayat (1)
3 Tinjauan Umum Tentang Pengaturan Pencucian Uang (Money
Laundering)
a. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)
Sebenarnya tidak ada definisi yang universal dan komprehensif
mengenai pencucian uang. Pihak penuntut dan lembaga penyidik
kejahatan, kalangan perusahaan dan pengusaha, negara maju ataupun
berkembang, atau negara negara dunia ketiga masing masing
mempunyai definisi atau pengertian tersendiri berdasarkan pemikiran,
prioritas, dan perspektif yang berbeda. Definisi untuk tujuan
penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk tujuan
penyidikan. Dalam hal ini,
a) Welling mengemukakan bahwa, Money laundering is the process
by which one conceals the existence, illegal source, or illegal
application of income, and than disguises that income to make it
appear legitimate (Pencucian Uang adalah suatu proses di mana.
seseorang menyembunyikan keberadaan dari sumber yang tidak
sah, atau mengubah uang yang tidak sah tersebut dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
menjadikannya seolah-olah uang tersebut berasal dari pendapatan
yang sah). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2)
b) Fraser mengemukakan bahwa, Money Laundering is quite simply
the process through which dirty money (proceed of crime), is
washed through dean or legitimate sources and interprices so that
the bad guys may more safety enjoy their ill'golten gains
(Pencucian Uang adalah suatu proses di mana seseorang
menyembunyikan atau menyimpan uang yang kotor (berasal dari
kejahatan) kemudian dicuci menjadi bersih, atau dalam hal ini
menjadikan atau merubah sumber yang tidak sah menjadi bersih
atau sah, sehingga mereka bisa menikmati keuntungan yang
mereka peroleh dari itu). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2)
c) Menurut Pamela H. Busy dalam bukunya yang berjudul "White
Collar Crime, Cases and Materials", menyatakan Money
Laundering is the concealment of the existance, nature or illegal
source of illicit fund in such a manner that the funds will appear
legitimate of discovered (Pencucian Uang adalah suatu perbuatan
merahasiakan atau menyembunyikan atau menyimpan uang yang
berasal dari sumber yang tidak sah, dalam hal ini uang kotor,
sehingga uang kotor tersebut dijadikan seolah olah berasal dari
sumber yang sah). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2)
d) Chaikin memberikan defnisi pencucian uang sebagai The process
by wich conceals or disguises that true nature, source, disposil ion,
movement or ownerships of money for whatever reason (Pencucian
Uang adalah suatu proses di mana perbuatan merahasiakan atau
menyembunyikan baik dalam hal asal usul, sumber, pergerakan,
maupun kepemilikan uang dengan cara ataupun alasan yang dibuat
sedemikan rupa untuk menghilangkan jejak uang tersebut). (Sutan
Remy Sjahdeini, 2004: 2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
e) Financial Action Task Force on Money Laundering atau FATF
yang dibentuk oleh G 7 Summit di Paris tahun 1982 juga tidak
memberikan definisi mengenai pencucian uang, akan tetapi
memberikan uraian mengenai pencucian uang sebagai The goal of
the large number of criminal act is to generate ofprofilfor the
individual or group that carries out the act. Money Laundering is
the processing. of this criminals proceeds to disguise their illegal
origin. This process is of critical importance, as it enables that
criminals to enjoy this profits whitout the joepardissing their
course. Illegal arm sales, smugling, and the activities of organized
crime induding for example drug traficking and prostitution rings
can generate huge sums. Embezlement, insider trading, bribery,
and computer fraud schems can also produce large profits and
create the intensive to legitimise the ill'gotten through money
laundering (Pencucian Uang adalah suatu proses yang merupakan
perbuatan atau aktivitas menyembunyikan atau merahasiakan, atau
menyimpan hasil dari sebagian besar tindak kejahatan, dengan
menyembunyikan sumber ataupun asal usul uang kotor atau tidak
sah, adanya perdagangan gelap, penyelundupan, ataupun tindak
kejahatan terorganisasi lainnya seperti halnya penjualan dan
peredaran narkoba, jaringan prostitusi, sehingga memang dapat
menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar dari kegiatan
tersebut).
f) When a criminals activity generate substancial profits, the
individuals or groups involved must find away to control the fund
whitout attracting attention to the underlaying activity or the
persons involved Criminals do this by disguising the source,
changing the form, or moving the funds to a place where they are
les fikely to attract attention (Ketika aktivitas ataupun tindak
kejahatan tersebut menghasilkan sebuah keuntungan, baik secara
individu maupun kolektif terlibat ternyata keberadaannya tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
dapat terdeteksi. Tindak kejahatan pencucian uang dapat dilakukan
dengan berbagai macam metode antara lain dengan
menyembunyikan sumber, merubah format, maupun dengan cara
memutar dana atau uang kotor tersebut dari suatu tempat ke tempat
yang lain sehingga tidak dapat terdeteksi). (Sutan Remy Sjahdeini,
2004: 3)
g) Sedangkan Konvensi Perserikatan Bangsa bangsa, The United
Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs, and
Psychotropic Substances of 1988 mengartikan tindak pidana
pencucian uang sebagai The convention or transfer of property,
knowing that such property is derived from any serious offence or
offences, or from act of perticipation in such offence or offences,
for the purpose of concealing or disguising the illicit of the
property or of assisting any person who is involved in the
commission of such and offence or offences to evade the legal
consequences of his action, or the concealment or disguise of the
true neture, source, location, disposition, movement, right with
respect to or ownership of property, knowing that such property is
derived from a serious (indictable) offence or offences or from an
act of participation in such an offence or offences (Pencucian Uang
adalah suatu proses penyerahan maupun perpindahan harta
kekayaan, di mana diketahui bahwa harta kekayaan tersebut
didapatkan dari tindak kejahatan atau dalam hal ini diperoleh dari
keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut, dengan tujuan untuk
merahasiakan atau menyembunyikan baik sumber ataupun
pihak pihak yang terlibat dari adanya konsekuensi atas
undang undang atas tindakannya itu, maupun dengan cara
penyamaran dari sumber aslinya, asal usul, dengan penempatan,
pergerakan yang berkenaan dengan harta kekayaan tersebut,
dengan diketahui sebelumnya bahwa harta kekayaan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
diperoleh dari tindak kejahatan, maupun keikutsertaan dalam
tindak kejahatan tersebut).
h) Menurut Black’s Law Dictionary, Money Laundering is term used
to describe invesement or other transfer of money flowing from
racketeering, drug transaction and other illegal sources into
legitimate channels so that its originals source can not be traced
(Pencucian Uang adalah istilah yang digunakan dalam menjelaskan
aktivitas, dalam hal menguraikan atau memindahkan asal usul yang
tidak sah menjadi seolah olah sah, sehingga sumber asalnya tidak
dapat diusut ataupun dideteksi).
i) Hal demikian berbeda dengan Undang undang Pencucian Uang
Malaysia atau Anti Money Laundering Act of 2001, yang
menyebutkan bahwa money laundering means the act of a person
who :
(a) engages, directly or indirectly, in a transaction that nvolves
proceeds of any unlawful activity;
(b) acquires, receives, possesses, disguises, transfers, converts,
exchanges, carries, disposes, uses, removes from or brings into
Malaysia proceeds of any unlawful activity; or
(c) conceals, disguises or impedes the establishment of the true
nature, origin, location, movement, disposition, title of, rights
with respect to, or ownership of, proceeds of any unlawful
activity;
Pencucian Uang adalah perbuatan seseorang yang :
(a) melakukan/terlibat (langsung/tidak) dalam suatu transaksi harta
kekayaan yang berasal dari perbutan melawan hukum
(b) Memperoleh, menerima, memiliki, menyemnyikan,
mentransfer, mengubah, menukar, membawa, menyimpan,
menggunakan, memindahkan dari atau membawa ke Malaysia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
harta kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan
hukum
(c) Menyembunyikan, menyamarkan atau merintangi penentuan
asal usul, tempat, penyaluran, penempatan, hak-hak yang
terkait dengan atau kepemilikan dari harta kekayaan yang
berasal dari perbuatan yang melawan hukum).
j) Kemudian dalam amandemen UU TPPU yang baru lalu, definisi
pencucian uang adalah Perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa keluar negeri, atau perbuatan lainnya atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan
hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan,
mengaburkan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
sehingga seolah olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Sehingga dari beberapa definisi tersebut di atas bahwa yang
dimaksud sebagai pencucian uang dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Pencucian uang adalah rangkaian kegiatan yang merupakan
proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap
uang yang berasal dari kegiatan dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari
pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan
terhadap tindak pidana dengan cara memasukkan uang tersebut
kedalam sistem keuangan sehingga uang tersebut kemudian dapat
dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.
b. Tahap-tahap Tindak Pidana Pencucian Uang
Sebenarnya tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu
tindakan pencucian uang yang sangat kompleks, namun para pakar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang menjadi tiga
tahap, yaitu:
1) Placement, yakni dengan mengubah uang tunai hasil kejahatan
menjadi aset yang legal, dimana ini merupakan suatu tahapan
atau proses menempatkan uang hasil kejahatan ke dalam
sistem keuangan. Dalam tahapan ini perbuatan yang dilakukan
berupa pergerakan fisik dari uang tunai dengan maksud untuk
mengaburkan atau memisahkan sejauh mungkin uang hasil
kejahatan dari sumber perolehannya.
2) Layering, yaitu suatu proses yang dilakukan para pelaku
kejahatan setelah uang hasil kejahatan itu masuk ke dalam
sistem keuangan (bank) dengan cara melakukan transaksi lebih
lanjut dengan maksud untuk menutupi asal usul uang. Proses
ini juga dapat berupa penggunaan uang baik di dalam negeri
ataupun di negeri manapun di luar negeri melalui electronic
funds transfer.
3) Integration, yakni pelaku menggunakan uang hasil kejahatan
tersebut untuk kegiatan ekonomi yang sah karena merasa aman
bahwa kegiatan yang dilakukannya seolah tanpa berhubungan
dengan aktivitas ilegal sebelumnya.
Kemudian selain hal- hal di atas yang merupakan tahapan-
tahapan proses pencucian uang, karakteristik yang selanjutnya
dapat dijelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang melibatkan
penjahat kelas atas atau kejahatan kerah putih, yang pelakunya
mempunyai kedudukan tinggi secara politik maupun dalam
hubungan ekonomi. Di samping adanya sejumlah karakteristik
yang umumnya melekat pada White Collar Crime adalah sebagai
berikut (Hazel Croall, 1992 sebagaimana dikutip oleh Harkristuti
Harkrisnowo, 2001: 4) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
1) Low Visibility, bahwa kejahatan kerah putih yang memang
super canggih sangat dimungkinkan tidak kasat mata, sehingga
akan sangat sulit diraba.
2) Complexity, dimana kejahatan kerah putih sangat kompleks,
hal tersebut dimungkinkan dengan banyaknya campur tangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Diffusion of Responsibility, dalam perkara perkara kejahatan
kerah putih selalu terjadi ketidakjelasan pertanggungjawaban
pidana, yang hal ini juga tidak terlepas dari sifat kejahatan
kerah putih yang memang sangat terselubung dengan rapi.
4) Diffusion of Victims, berawal dari pemanfaatan teknologi yang
super canggih, kemudian dengan metode kejahatan yang
terselubung, maka akan mengakibatkan pula ketidakjelasan
korban yang memang sangat luas akibatnya.
Selain itu juga, tindak kejahatan pencucian uang sebagai
bentuk kejahatan yang dilakukan secara terorganisir, dan terjadinya
dapat melintasi batas negara sebagai kejahatan transnasional,
dimana menggunakan sepenuhnya kemajuan teknologi dan
informasi sebagai modus operandi kejahatan berdimensi baru.
c. Modus Kejahatan Pencucian Uang
Pencucian uang dimulai dengan perbuatan secara
memperoleh uang kotor, dalam hal ini terdapat dua cara utama
(Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 120) :
1) Tax Evasion, atau pengelakan pajak, dengan cara ini seseorang
memperoleh uang dengan legal, akan tetapi kemudian
melaporkan jumlah keuangan yang tidak sebenarnya supaya
didapatkan perhitungan pajak yang lebih sedikit dari yang
sebenarnya. Yang kemudian cara ini mengembang kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
variasi yang bersifat collusion, dimana sangat dimungkinkan
ditempuhnya jalan terobosan secara ilegal, mengingat rumitnya
birokrasi di negara kita, maka tindakan-tindakan yang
termasuk kategori penyuapan sungguh merajalela. Modus
tersebut juga timbul sebagai akibat dari mekanisme ilegal
dengan cara memotong sejumlah pajak, sehingga akan
menimbulkan dua segi kriminalisasi pencucian uang, yakni
wajib pajak dan petugas pajak (Robert Klitgaard dan Kimberly
Ann Elliot, 1998).
2) Melalui cara-cara kriminal, atau yang jelas-jelas melanggar
hukum. Cara seperti ini sangat beragam jumlahnya, seperti
dalam hasil amandemen UU TPPU, yaitu korupsi (corruption),
penyuapan (bribery), penyelundupan barang (smuggling),
penyelundupan imigran (people smuggling), perbankan, pasar
modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan
manusia, (women and children trafficking), perdagangan
senjata gelap (arms trafficking), penculikan, terorisme,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian,
prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan,
serta tindak pidana lain yang diancam pidana penjara 4 tahun
atau lebih.
Perolehan uang secara kriminal di atas dilakukan secara
bawah tanah (underground business), bahkan di bidang
perdagangan umum juga termasuk sebagai praktik yang tergolong
dirty money.
d. Metode Pencucian Uang
Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana para pelaku
pemutihan uang melakukan pencucian uang, sehingga bisa dicapai
hasil dari uang ilegal menjadi uang legal. Sebenarnya di atas sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dijelaskan beberapa hal mengenai modus modus pencucian uang,
tetapi secara metodiknya dapat dikenal tiga metode dalam
kejahatan pencucian uang, yang terdiri sebagai berikut (Business
News, 2001):
1) Metode Buy and Sell Conversions, metode ini dilakukan
melalui transaksi barang barang dan jasa. Katakanlah suatu
aset dapat dibeli dan dijual kepada konspirator yang bersedia
membeli atau menjual secara lebih mahal dari harga normal
dengan mendapatkan laba ataupun diskon. Selisih harga
dibayar dengan uang ilegal dan kemudian dicuci secara
transaksi bisnis. Barang atau jasa itu dapat diubah seolah-olah
menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau
perusahaan yang ada di suatu bank.
2) Metode Offshore Conversions, dengan cara ini uang kotor,
dikonversi ke suatu wilayah yang merupakan tempat yang
sangat aman bagi penghindaran pajak (tax heaven money
laundering center) untuk kemudian didepositokan di bank
yang berada di wilayah tersebut. Di negara negara yang
termasuk atau bercirikan seperti tersebut di atas memang
terdapat sistem hukum perpajakan yang tidak ketat, terdapat
sistem rahasia, bank yang sangat ketat, birokrasi bisnis yang
cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang
ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung
kegiatan demikian, para pelakunya biasanya memakai jasa-jasa
pengacara, akuntan atau konsultan keuangan dan para
pengelola dana yang handal untuk memanfaatkan segala celah
yang ada di negara itu.
3) Metode Legitimate Business Conversions, metode ini
dilakukan dengan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai
cara pengalihan atau pemanfaatan dari sesuatu hasil uang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
kotor. Hasil uang kotor hu kemudian dikonversi secara
transfer, cek atau alat pembayaran lain untuk disimpan di
rekening bank lainnya. Biasanya para pelaku bekerjasama
dengan suatu perusahaan yang rekeningnya dapat
dipergunakan sebagai terminal untuk menampung uang kotor.
4 Tinjauan Umum Tentang Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
Untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana
pencucian uang, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur kewenangan penyidik,
penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan
perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada
Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur
kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta
keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan
setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau
terdakwa.
Sebelum dikeluarkannya undang-undang no. 25 tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, undang-undang yang
berlaku adalah undang-undang no. 15 tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang terdiri dari 10 Bab, 46 Pasal. UU ini berisi
ketentuan umum mencakup subjek hukum, harta kekayaan,
penyedia jasa keuangan, transaksi, transaksi keuangan yang
mencurigakan, dokumen dan tentang Pusat Pelaporan dan Analisis
Keuangan atau PPATK.
Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang dirasakan belum memenuhi standar internasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang
sehingga perlu diubah, agar upaya pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif.
Perubahan dalam undang-undang tersebut antara lain meliputi :
a) Cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak
hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang
keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan
keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku
tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk
Penyedia Jasa keuangan yang ada di masyarakat namun belum
diwajibkan menyeampaikan laporan transaksi keuanagn dan
sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk penyedia jasa
keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 .
b) Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan
mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal
dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga
berasal dari hasil tindak pidana.
c) Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai
yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena
tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk
menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung
kepada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh.
d) Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk
mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan
harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak
pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana.
e) Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan
mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
kerja menjadi tidak lebih dari tiga hari kerja setelah Penyedia
Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan
mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang
diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak
pidana pencucian uang dapat segera dilacak.
f) Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan
penyusunan dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik
(anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk
mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya
pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi
efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang.
g) Ketentuan kerjasama bantuan timbal balik di bidang hukum
(mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi
penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan
dalam rangka penegakkan hukum pidana pencucian uang.
Dengan adanya ketentuan kerjasama bantuan timbal balik
merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan
komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersama-
sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian
uang. Kerjasama internasional telah dilakukan dalam forum
yang tidak hanya bilateral namun regional dan multilateral
sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para
pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang
terorganisasi.
Namun demikian, pelaksanaan kerjasama bantuan timbal
balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing
negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Dengan awal pengaturan anti pencucian uang di Indonesia
yang banyak kelemahan, maka dalam amandemen pertama definisi
yang sebelumnya tidak dicantumkan, maka dicantumkan dalam
Pasal 1angka (1) UU No. 25 Tahun 2003 yang isinya sebagai
berikut : Pencucian uang adalah menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan
lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan, atau manyamarkan asal usul harta kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Dari definisi tersebut di atas, tampak ciri dari kejahatan ini,
yaitu bahwa kejahatan ini bukan kejahatan tunggal tetapi kejahatan
ganda. Pencucian uang merupakan kejahatan yang bersifat follow
up crime atau kejahatan lanjutan atas hasil kejahatan utama (core
crime). Penentuan core crime dalam pencucian uang pada
umumnya disebut sebagai predicate offence atau unlawful actifity
atau predicate offense, yaitu menentukan jenis kejahatan apa saja
yang hasilnya dilakukan proses pencucian uang. Selain itu dalam
kejahatan pencucian uang terdapat dua kelompok pelaku yaitu
kelompok yang berkaitan langsung dengan core crime yang disebut
principle violater dan kelompok kedua yang sama sekali tidak
berkaitan langsung dengan core crime misalnya penyedia jasa
keuangan, baik lembaga perbankan maupun non perbankan,
akuntan atau bahkan para lawyer. Kelompok kedua ini disebut
sebagai aiders atau abettors.
Dari definisi tersebut dikembangkan menjadi dua kreteria
yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 3 dan 6) dan tindak
Pidana yang berkaitan dengan Pencucian uang (Pasal 8 dan 9),
yang masing-masing Pasal tersebut adalah :
1. Pasal 3 :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Setiap orang yang dengan sengaja :
a. Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyediaan
jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak
lain.
b. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia
jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain baik
atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.
c. Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak
pidana, baik perbuatan atas namanya maupun atas nama
pihak lain;
d. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak
pidana baik atas namanya sendiri ataupun atas nama pihak
lain;
e. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya maupun
atas nama pihak lain.
f. Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, atau
g. Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil
tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga
lainnya, dengan maksud untuk meyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dipidana
karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). Unsur obyektif
(actus reus) dari Pasal 3 tersebut sangat luas dan karena
merupakan inti delik maka harus dibuktikan. Unsur
obyektif tersebut terdiri dari menempatkan , mentransfer,
membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau
menyumbangkan, menitipkan , mebawa ke luar negeri,
menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan.
Sedangkan unsur subyektifnya (mens rea) yang juga
merupakan inti delik adalah sengaja, mengetahui atau patut
diduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan,
dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan
harta tersebut.
2. Pasal 6 :
Setiap orang yang menerima atau menguasai :
a. Penempatan
b. Pentransferan
c. Pembayaran
d. Hibah
e. Sumbangan
f. Penitipan
g. Penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
Unsur obyektif Pasal 6 tersebut adalah menerima atau
menguasai: penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahui atau
patut diduga berasal dari hasil tindak pidana. Sedangkan unsur
subyektif atau mens reanya adalah mengetahui atau patut diduga
bahwa harta kekayaan yang didapat merupakan hasil tindak pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Kemudian dalam UUTPPU juga mengatur tentang tindak pidana
yang berkaitan dengan pencucian uang yaitu : Pasal 8 yang isinya
sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan dengan sengaja tidak
menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit
Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
3. Pasal 8
Adapun Pasal 13 ayat (1) yang ditunjuk oleh Pasal 8
tersebut adalah sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan wajib
menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud
dalam Bab V, untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Transaksi keuangan mencurigakan;
b.Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah
kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau
lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dilakukan dalam satu
kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja.
Unsur obyektif atau actus reus dalam Pasal 8 tersebut
adalah tidak menyampaikan laporan kepada PPATK, transaksi
keuangan mencurigakan, transaksi keuangan yang dilakukan secara
tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah) atau lebih mata uang asing yang nilainya setara
dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi
dalam satu hari kerja. Sedangkan unsur subyektifnya adalah sengaja.
Pasal 9 : Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa
rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau lebih
mata uang asing yang nilainya serta yang dibawa ke dalam atau
keluar wilayah NKRI dipidana dengan pidana denda paling sedikit
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Dalam Pasal 9 ini unsure
obyektifinya (actus reus-nya) adalah tidak melaporkan uang tunai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
berupa rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau
lebih uang asing yang nilainya setara yang dibawa ke dalam atau ke
luar wiyah NKRI. Hal ini perlu dipahami bahwa uang itu tidak harus
berasal dari kajahatan yang penting adalah kewajiban melaporkan
Bea Cukai sebagaimana diatur sebagaimana diatur dalam Pasal 16
ayat (1). Perumusan Pasal 8dan 9 yang menunjuk rumusan perbuatan
Pasal 13 dan tujuan pelaporan ke lembaga yang diatur dalam Pasal
16 terlalu jauh, sehingga menyulitkan dalam penerapan. Subyek
hukum Pasal 8 adalah penyedia jasa keuangan.
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan Kerangka Pemikiran :
Dalam penyelesaian perkara pidana dalam persidangan dipengadilan
harus melewati beberapa tahap, salah satu diantaranya adalah tahap
penyidikan. Dalam hal ini penyidikan merupakan tahap yang penting dalam
Penyidikan Perkara Money
Laundering
Undang-undang No 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian
Republik Of The Philippines Code No. 9160 on Anti Money
Laundering
Faktor-faktor yang penyebab terjadinya persamaan dan perbedaan
Persamaan Perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
penyelesain perkara money laundering. Dalam penelitian ini akan
membandingkan bagaimana penyidikan perkara money laundering menurut
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Laundering
Act of 2001. Setelah dilakukan perbandingan dari dari masing-masing
peraturan, maka dapat diketahui perbedaan, persamaan dari masing-masing
proses penyidikan. Dengan adanya perbedaan dan persaaman juga dapat diteliti
mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dan
persamaan mengenai penyidikan perkara money laundering. Sehingga dapat
ditemukan konsep hukum yang diperoleh berdasarkan hasil perbandingan.
Untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang,
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan
tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan
kepada Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur
kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta keterangan
dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah
dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa.
Selain kekhususan diatas, undang-undang ini juga mengatur mengenai
persidangan tanpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa yang telah
dipanggil tiga kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undagan tidak hadir, maka majelis hakim dengan putusan sela dapat
meneruskan pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Pembukaan Rahasia Bank (Bank
Secrecy Disclosure) untuk Kepentingan Pemeriksaan Perkara Money
Laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines Code No. 9160 on
Anti Money Loundering Act of 2001
1. Pengaturan Rahasia Bank dalam UU No. 25 tahun 2003
a. Kriminalisasi Pencucian Uang
Kriminalisasi kegiatan pencucian uang di Indonesia pada
dasarnya telah dimulai sejak pemerintah mengundangkan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang. Adanya kerugian-kerugian akibat praktek pencucian uang,
mendasari lembaga legislatif dan eksekutif untuk mengundangkan
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pemikiran ini
didasari pula oleh konsep kriminalisasi yang dikemukakan oleh
Sudarto seperti di bawah ini :
“ kriminalisasi merupakan suatu proses penetapan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi tindak pidana. Dengan kriminalisasi dimaksudkan proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana”.(Soedarto, 1986: 151).
Mengacu pada kriteria sebuah perbuatan dapat dipidana, yang
menurut Soedarto adalah :
1) Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila;
sehubungan dengan ini, maka (penggunaan) hukum pidana
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan dan
pengayoman masyarakat;
2) Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi
dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak
dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian
(materiil dan spirituil) atas warga masyarakat;
3) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip
“biaya dan hasil” (cost-benefit principle)
4) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas
atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum,
yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overblasting).
Menurut Muladi (1990: 3), selain alasan-alasan di atas terdapat
alasan lain yang tidak kalah pentingnya:
” alasan-alasan adaptif, yakni KUHP nasional pada masa mendatang harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan baru, khususnya perkembangan Internasional yang sudah disepakati oleh masyarakat”.
Dengan demikian, melakukan kriminalisasi berarti mengadakan
usaha pembaharuan hukum pidana yang disesuaikan dengan
kebutuhan saat ini dan untuk kepentingan masa yang akan datang
yang diformulasikan dalam bentuk perundang-undangan. Usaha
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang tidak
berhenti pada kriminalisasi kegiatan pencucian uang dalam hukum
positif saja, akan tetapi perlu ditindaklanjuti dengan penegakan
hukum.
b. Proses Penegakan Hukum UU Pencucian Uang
Soeryono Soekanto mengatakan, dalam melakukan penegakan
hukum harus diperhatikan keselarasan nilai dan kaidah. Menurutnya
penegakan hukum adalah : (Soeryono Soekanto, 1983: 13)
” ....Kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
mantab dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup”.
Penegakan hukum dikatakan sebagai social control, berarti
diperlukannya campur tangan pemerintah dalam pengawasan dan
pengaturan tingkah laku anggota masyarakat melalui hukum pidana.
Menurut Prof. Simons, hukum pidana adalah:
“ sejumlah peraturan-peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang berwenang un tuk menentukan peraturan-peraturan pidana, dan apabila hal ini dilanggar timbulah hak dari negara untuk melakukan penuntutan, menjalankan pidana dan melaksanakan pidana”.(Simon dalam S.R. Sianturi, 1982: 15)
Rumusan di atas mengandung pengertian bahwa hukum pidana
harus merupakan hukum positif yang berisi larangan dan/atau
keharusan yang berlaku bagi setiap orang dan harus di buat oleh
pemerintah atau pejabat berwenang sebelum perbuatan terjadi.
Rumusan tersebut sejalan dengan ruang lingkup berlakunya hukum
pidana yaitu berdasarkan asas legalitas (Moeljanto, 1987: 25).
Dewasa ini kejahatan yang dilakukan oleh perorangan,
organisasi ataupun korporasi dalam wilayah negara atau melintasi
batas negara semakin meningkat. Kejahatan lintas batas tersebut tidak
lagi hanya yurisdiksi satu negara, karena seringkali dampaknya tidak
hanya dirasakan oleh satu negara saja akan tetapi akan berakibat buruk
terhadap negara lain. Hal demikian dalam menimbulkan masalah
yurisdiksi antar negara yang berkepentingan dalam kasus pidana yang
bersifat lintas batas teritorial (Romli Atmasasmita, 2000: 5).
Beberapa kejahatan lintas batas teritorial yang tergolong dalam
kejahatan kerah putih (white collar crime), seperti tindak pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
perbankan, penyelundupan imigran, perdagangan senjata gelap, illegal
logging, trafficking, korupsi, penipuan dan penggelapan pajak telah
menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar. Uang atau harta
kekayaan yang diperoleh dari berbagai tindak pidana tersebut pada
umumnya tidak langsung digunakan atau dibelanjakan oleh pelaku,
karena apabila langsung digunakan akan mudah dideteksi oleh
penegak hukum, sumber dari harta kekayaan tersebut.
Pelaku kejahatan akan mengusah akan agar harta kekayaan
tersebut terlebih dahulu masuk ke dalam suatu sistem keuangan
(financial system) yang sah, dengan tujuan agar harta yang dihasilkan
dari tindak pidana tersebut tidak dapat atau sulit untuk dilacak oleh
penegak hukum. Harta kekayaan bagi organisasi kejahatan ibarat
bahan bakar bagi sebuah kendaraan. Apabila alliran bahan bakar itu
diputus, maka organisasi kejahatan akan semakin lemah dan kemudian
berhenti beroperasi.
Oleh karena harta kekayaan merupakan sesuatu yang vital bagi
keberadaan organisasi, maka usaha untuk menyembunyikan,
mengaburkan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan merupakan
strategi yang harus dilakukan oleh pelaku agar terbentuk “dinding
pemisah” antara harta kekayaan dengan tindak pidana yang meng
hasilkannya, sehingga pelaku mempunyai kebebasan untuk menikmati
atau mengunakan hartanya. Perbuatan yang telah disebutkan diatas
merupakan konsep sederhana dari pencucian uang (money
laundering).
Salah satu sektor yang sangat mendukung pelaku kejahatan
untuk melakukan pencucian uang adalah sistem perbankan (banking
system). Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)
memperkirakan $ 300 miliar - $ 600 miliar uang hasil kejahatan telah
dimasukan dan dicuci melalui sektor perbankan (US Government.
Secretary of Treasury and Attorney General, 2000: 6-7). Berdasarkan
data IMF (International Monetary Fund) hasil kejahatan yang dicuci
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
melalui sektor ini mencapai $1.500 miliar pertahun, jumlah ini
sebanding dengan 11%-12% GDP (gross domestic product) dunia
(Yunus Husein, 2001: 31-40).
Ketertarikan pelaku untuk melakukan pencucian uang dalam
sistem ini disebabkan adanya keunggulan-keunggulan dari sistem
perbankan. Keunggulan itu antara lain, pertama, bank menawarkan
jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan secara cepat, aman, mudah
dan lintas batas negara (transnational) karena melibatkan teknologi
komunikasi dan informasi (ICT/ information and communication
technology) yang semakin canggih. Kedua, pemberian insentif berupa
bunga simpanan yang relatif tinggi sehingga sangat menguntungkan
penyimpan. Ketiga, penghargaan dan penerapan prinsip-prinsip
kerahasiaan bank (bank secrecy principle) secara ketat.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini (2007) menerangkan bahwa
rahasia bank sangat terkait dengan kepercayaan nasabah untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
suatu bank ialah kepatuhan terhadap kewajiban rahasia bank. Dalam
hukum positif di Indonesia, pengaturan mengenai rahasia bank
terdapat dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Pengertian rahasia bank adalah “Segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
Simpanannya” (Pasal 1 Angka 28 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan).
Kegiatan pencucian uang memiliki akibat negatif yang sangat
besar bagi sektor perekonomian dan penegakan hukum. Menurut
Pemerintah Kanada dalam sebuah kertas kerja yang dikeluarkan pada
Oktober 1998, disebutkan ada beberapa kerugian yang ditimbulkan
oleh kegiatan pencucian uang terhadap masyarakat. Kerugian-
kerugian tersebut adalah sebagai berikut: (Departement of Justice
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Canada, Solicitor General Canada, Electronic Money Laundering: An
Environmental Scan, October 1998).
1) Pencucian uang memungkinkan penjual dan pengedar narkoba,
penyelundup dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas
kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan
hukum dalam pemberantasannya serta peningkatan biaya
perawatan dan pengobatan kesehatan bagi masyarakat pencandu
narkoba;
2) Kegiatan pencucian uang berpotensi untuk merongrong keuangan
masyarakat (financial community) sebagai akibat dari besarnya
uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk
melakukan korupsi bertambah besar sejalan dengan meningkatnya
peredaran uang haram dalam jumlah yang signifikan;
3) Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari sektor
pajak dan secara tidak langsung merugikan wajib pajak
(masyarakat) yang jujur serta mengurangi kesempatan kerja yang
legal.
Kegiatan pencucian uang dapat menyebabkan berkurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, yang pada akhirnya
akan mengganggu sistem keuangan dan pembayaran nasional dan
internasional. Pencucian uang juga dapat mengurangi kepercayaan
negara lain terhadap suatu negara (contohnya Indonesia), karena
dinilai tidak mampu mengatasi kegiatan pencucian uang. Terakhir,
pencucian uang menimbulkan ketidakpastian hukum dan instabilitas
keamanan nasional (Siahaan, 2002: 28).
Mengingat kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian
uang sangat besar, baik bagi masyarakat, sektor perekonomian dan
perbankan maupun negara, maka kriminalisasi yang kemudian
dilanjutkan dengan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang
dinilai sebagai langkah yang tepat dalam usaha mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Ketentuan mengenai Pencucian Uang diatur dalam Undang -
Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No.25 Tahun
2003. Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat kita lihat dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang,
yaitu sebagai berikut:
” Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”.
Pasal 6 ayat (1) Undang -Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang menyatakan bahwa, setiap orang yang menerima atau menguasai
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan
atau penukaran Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, dapat dinyatakan telah
melakukan tindak pidana pencucian uang (Pasal 6 (1) Undang-Undang
Tindak Pidana Pencucian Uang).
Diundangkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana Telah Diubah Dengan
Undang -Undang No. 25 Tahun 2003 merupakan suatu usaha dari
Pemerintah Indonesia untuk melakukan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Berdasarkan undang-undang ini, setiap transaksi perbankan yang
mencurigakan wajib dilaporkan oleh penyedia jasa k euangan kepada
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
c. Wewenang dalam Upaya Paksa
Penerapan ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat dapat
menjadi penghalang bagi aparat penegak hukum untuk menanggulangi
tindak pidana ini. Walaupun Undang-Undang Perbankan telah
memberikan pengecualian rahasia bank dalam hal terjadinya tindak
pidana, akan tetapi pengecualian itu kurang mengatur secara khusus
mengenai pembukaan rahasia bank dalam kaitannya dengan tindak
pidana pencucian uang. Pengecualian rahasia bank juga diatur dalam
Pasal 33 ayat (1) UU TPPU, yakni:
“ Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK , tersangka, atau terdakwa”
Pasal ini memberikan suatu mekanisme pembukaan rahasia bank
(lifting bank secrecy) bagi aparat penegak hukum. Pembukaan rahasia
bank tersebut sangat diperlukan untuk memperoleh segala keterangan
mengenai transaksi atau harta kekayaan yang tersimpan atas diri
tersangka atau terdakwa dalam sistem perbankan.
Dalam pembukaan rahasia bank di Indonesia terdapat berbagai
permasalahan. Pembukaan rahasia bank dalam perkara-perkara tindak
pidana pencucian uang mengandung berbagai permasalahan yang
mendasar, baik mengenai syarat formal pengajuan surat permintaan
keterangan maupun hal lain yang terkait dengan pembukaan rahasia
bank dalam perkara tindak pidana pencucian uang.
Permasalahan dalam pembukaan rekening tersangka atau
terdakwa timbul oleh karena Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang, tidak jelas atau kurang memadai dalam memberikan
aturan mengenai pembukaan rahasia bank dalam perkara tindak pidana
pencucian uang. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi antara
lain sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
1) Mengenai pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani surat
permintaan keterangan apabila pejabat yang berwenang
berhalangan;
Pada penjelasan Pasal 33 ayat (4) UU TPPU, dengan tegas
menyatakan bahwa:
“ Dalam hal Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah, atau Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi berhalangan, penandantanganan dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk”.
Penjelasan diatas memberikan pedoman bagi penyidik dan
penuntut dalam melakukan pembukaan rekening tersangka atau
terdakwa, terutama mengenai penandatanganan surat permintaan
keterangan rekening tersangka atau terdakwa. Penandatanganan
surat dapat lakukan oleh pejabat yang ditunjuk apabila pejabat
berwenang berh alangan. Penjelasan diatas hanya ditujukan
kepada pihak penyidik (polisi) dan penuntut umum (jaksa), sedang
kepada pengadilan (hakim) yang memeriksa perkara, tidak
diberikan penjelasan apapun, misal dalam hal hakim ketua majelis
berhalangan, tidak ditentukan apakah hakim anggota boleh
menandatangani, atau perlu ditunjuk seorang hakim ketua majelis
yang baru oleh ketua pengadilan, juga tidak jelas apakah Ketua
Pengadilan Negeri, Tinggi atau Ketua Mahkamah Agung
dibolehkan untuk menandatangani surat pemintaan apabila pejabat
yang berwenang berhalangan.
Penunjukan pejabat untuk menandatangani surat pemintaan
juga menimbulkan masalah. Undang-undang tidak menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
apakah penunjukan pejabat dapat dilakukan secara permanen atau
hanya selama pejabat yang berwenang berhalangan. Pada
prakteknya penunjukan ini bersifat permanen, padahal dalam
penjelasan Pasal 33 ayat (4) UU TPPU dinyatakan bahwa
penandatanganan dapat dillakukan oleh pejabat yang ditunjuk
apabila pejabat yang berwenang berhalangan.
Tujuan dari penunjukan pejabat untuk menandatangani surat
permintaan adalah untuk memudahkan langkah aparat dalam
mengungkap perbuatan dan menindak pelaku tindak pidana
pencucian uang, akan tetapi penunjukan permanen yang terjadi
dalam praktek sekarang ini, tidak sesuai dengan undang-undang,
dengan demikian hal tersebut akan berakibat adanya penolakan
dari penyedia jasa keuangan untuk memberikan keterangan.
Dikhawatirkan pula keterangan dan/atau alat bukti yang diperoleh
dari pembukaan rahasia bank (yang surat permintaannya cacat
hukum), tidak dapat di jadikan sebagai keterangan dan alat bukti
yang sah secara hukum dalam persidangan.
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang seharusnya
mengatur secara jelas dan menyeluruh mengenai penandatanganan
surat permintaan keterangan dalam hal pejabat yang berwenang
berhalangan, mengingat surat permintaan keterangan ini
merupakan langkah penting dalam penyidikan perkara tindak
pidana pencucian uang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Mengenai penandatanganan surat permintaan keterangan
rekening, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
seharusnya memuat aturan sebagai berikut:
a) Penandatanganan surat permintaan pembukaan rekening dapat
dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri, Tinggi, atau
Mahkamah Agung dalam hal hakim ketua majelis yang
memeriksa perkara beralangan;
b) Penunjukan pejabat untuk menandatangani surat permintaan
pembukaan rekening dalam hal pejabat yang berwenang
berhalangan, harus ditegaskan bahwa penandatanganan surat
permintaan keterangan hanya dapat dilakukan apabila pejabat
yang berwenang berhalangan, sehingga penunjukan tidak
dapat secara permanen.
c) Mengenai pembukaan rekening perusahaan, apabila tersangka
atau terdakwa merupakan pemilik atau pengurus suatu
perusahaan;
Pengecualian rahasia bank yang diatur dalam Undang-
Undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak memberikan
pengaturan yang lengkap dan jelas mengenai pembukaan rekening
perusahaan dimana terdakwa merupakan pemilik atau
pengurusnya. Pasal 33 ayat (1) UU TPPU menyatakan bahwa:
“ Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai Harta Kekayaan setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa”.
Pengertian setiap orang adalah orang-perseorangan atau
korporasi, yang mana korporasi adalah kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang.)
Jadi menurut pasal diatas rekening setiap orang (pribadi
dan/atau korporasi) dapat dibuka oleh penegak hukum sepanjang
telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka atau terdakwa. Sekali
lagi tidak terdapat keterangan yang menjelaskan kapan rekening
pribadi dan/atau korporasi dapat dibuka oleh penegak hukum, baik
dalam UU TPPU maupun penjelasannya. Walaupun dikatakan
bahwa apabila seorang pelaku tindak pidana pencucian uang
bertindak atas nama pribadi maka hanya rekening pribadinya yang
dapat dibuka oleh penegak hukum, sedangkan apabila tersangka
atau terdakwa beritindak atas nama korporasi dan tindakannya
sesuai dengan anggaran dasar korporasi maka, baik rekening
perusahaan dapat dimintakan pembukaan oleh penegak hukum,
akan tetapi undang-undang tetap tidak dapat menjelaskan bagaim
ana bila tindakan dari pelaku tidak dapat dikategorikan tindakan
pribadi atau tindakan atas nama korporasi yang sesuai dengan
anggaran dasar perusahaan. Dalam praktek seringkali sulit untuk
dipisahkan antara tindakan pribadi seorang pemilik atau peng urus,
dengan tindakan atas nama korporasi.
Adanya kesulitan untuk menyimpulkan apakah tindakan
pelaku merupakan perbuatan atas nama pribadi atau korporasi
akan menimbulkan permasalahan bagi pelaksanaan pembukaan
rekening. Selain itu, tanpa adanya aturan yang jelas dan tegas yang
mengatur mengenai pembukaan rekening perusahaan, maka
dikhawatirkan keterangan yang didapat melalui pembukaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
terhadap rekening perusahaan tidak akan diterima oleh hakim
sebagai alat bukti yang sah, karena mengandung permasalahan
hukum ketika mendapatkan bukti-bukti itu.
Mengenai permasalahan tersebut diatas, seharusnya
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang mampu
memberikan solusi yang tepat. Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang seharusnya memberikan suatu pengaturan yang
komprehensif mengenai pembukaan rekening korporasi dalam hal
tersangka atau terdakwa merupakan direksi atau pengurus suatu
perusahaan.
Pembukaan rekening perusahaan dapat dilakukan bilamana
dalam melakukan tindakannya, tersangka atau terdakwa bertindak
atas nama perusahaan, yaitu sesuai dengan anggaran dasar
perusahaan tersebut. Pada sisi lain, rekening perusahaan tidak
dapat dibuka apabila tersangka atau terdakwa bertindak diluar
kewenangannya sebagai direksi atau pengurus suatu perusahaan.
Tindakan direksi diluar kewenangannya biasa disebut ultra vires,
yakni: (Herlien Budiono, 2007: 253)
“ suatu tindakan yang dilakukan oleh direksi, yang berada di
luar kewenangannya, melampaui maksud dan tujuan
perseroan dan tidak berdasarkan anggaran dasar
perseroan”.
Sejalan dengan pendapat diatas, Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas terutama Pasal 92 ayat
(1) dan ayat (2), dan Pasal 97 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 92 ayat (1) dan (2) UU Perseroan Terbatas
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
dipandang tepat, dalam batas yang ditent ukan dalam Undang-
Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 97 ayat (1), (2) dan (3) UU Perseroan Terbatas
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Berdasarkan ketentuan diatas dapat dipahami bahwa direksi
berkewajiban untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
anggaran dasar perseroan. Kelalaian yang dilakukan oleh direksi,
tindakan diluar maksud dan tujuan perseroan, termasuk tindakan
melampaui kewenangan, berakibat pada tanggung jawab penuh
direksi secara pribadi (Herlien Budiono, 2007: 253).
Mengacu pada uraian diatas, maka setiap perbuatan yang
tergolong dalam tindak pidana pencucian yang dilakukan oleh
direksi di luar kewenangannya, harus dipertanggungjawabkan
secara pribadi. Dengan demikian pembukaan rekening perusahaan
dimana tersangka atau terdakwa merupakan pengurus suatu
korporasi, tidak dapat dilakukan oleh penyidik.
2) Mengenai pembukaan rekening pihak-pihak yang terkait dengan
tersangka atau terdakwa;
Dalam proses pencucian uang (money laundering),
seringkali uang hasil tindak pidana dipecah ke dalam beberapa
rekening. Pelaku tindak pidana pencucian uang mungkin saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
memindahkan sebagian dana yang tersimpan di rekeningnya
kepada beberapa rekening milik orang lain dalam jumlah yang
relatif kecil, ataupun sebaliknya, tersangka atau terdakwa tindak
pidana pencucian
3) Mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada Penyedia Jasa
Keuangan apabila tidak memberikan keterangan.
Menurut Pasal 33 ayat (1) UU TPPU, penyidik, penuntut umum
dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana pencucian uang
memiliki wewenang untuk membuka rekening setiap orang yang
telah dilaporkan ol eh PPATK, tersangka atau terdakwa. Melalui surat
permintaan pembukaan rekening yang diajukan oleh penegak hukum
kepada penyedia jasa keuangan (bank), penegak hukum
diperkenankan untuk mengecualikan ketentuan rahasia bank yang
diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
d. Ketentuan Pembukaan Rahasia Bank
Ketentuan dalam pembukaan rahasia bank terkait dengan
penangan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada
bab V, menerangkan bahwa setiap lembaga keuangan wajib
melaporkan transaksi keuangan kepada PPATK yang menyangkut
transaksi keuangan mencurigakan, seperti : transaksi keuangan yang
dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang
nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun
beberapa kali transaksi dalam 1(satu) hari kerja.
e. Tata Cara Pembukaan Rahasia Bank
Tata cara pembukaan rahasia bank terkait dengan penangan
tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dijelaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
bahwa dalam kaitannya dengan adanya transaksi keuangan yang
mencurigakan, seperti yang dijelaskan pada ketentuan Undang-
Undang Tindak Pencucian Uang, maka perlu dilakukan tata cara
pembukaan rahasia bank sebagai berikut:
1) Dalam transaksi di atas dilakukan paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah diketahui oleh Penyedia Jasa Keuangan.
2) Penyampaian laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara
tunai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
transaksi dilakukan.
3) Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
h tidak berlaku untuk transaksi yang dikecualikan.
4) Transaksi yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi transaksi
antarbank, transaksi dengan Pemerintah, transaksi dengan bank
sentral, pembayaran gaji, pensiun, dan transaksi lainnya atas
permintaan Penyedia Jasa Keuangan yang disetujui oleh PPATK.
1) Penyedia Jasa Keuangan wajib membuat dan menyimpan daftar
transaksi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4).
2) Ketentuan mengenai bentuk, jenis, dan tata cara penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala PPATK.
Dalam penanganan tindak pidana pencucian uang pelaksanaan
kewajiban pelaporan oleh Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk
bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai rahasia
bank. Penyedia jasa keuangan, pejabat, serta pegawainya tidak dapat
dituntut baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan
kewajiban pelaporan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Setiap orang yang membawa uang tunai ke dalam atau keluar
wilayah Negara Republik Indonesia berupa rupiah sejumlah
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, harus melaporkan
kepada Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Direktorat Jendral Bea dan
Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi yang
diterimanya selama jangka waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK.
Direktorat Jendral Bea dan Cukai wajib memberitahukan kepada
PPATK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah mengetahui adanya
pelanggaran.
Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga harus
memuat rincian mengenai identitas orang yang membuat laporan.
Apabila diperlukan PPATK dapat meminta informasi tambahan dari
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa rupiah sejumlah
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, yang dibawa oleh
setiap orang dari atau ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Setiap orang yang melakukan hubungan usaha dengan Penyedia
Jasa Keuangan wajib memberikan identitasnya secara lengkap dan
akurat dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Penyedia Jasa
Keuangan dan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan.
Penyedia Jasa Keuangan wajib memastikan pengguna jasa keuangan
bertindak untuk diri sendiri atau untuk orang lain. Dalam hal
pengguna jasa keuangan bertindak untuk orang lain, Penyedia Jasa
Keuangan wajib meminta informasi mengenai identitas dan dokumen
pendukung dari pihak lain tersebut.
Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk bank, identitas dan
dokumen pendukung yang diminta dari pengguna jasa keuangan harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyedia
Jasa Keuangan wajib menyimpan catatan dan dokumen mengenai
identitas pengguna jasa keuangan sampai dengan 5 (lima) tahun sejak
berakhirnya hubungan usaha dengan pengguna jasa keuangan tersebut.
Dengan adanya laporan tersebut maka akan dapat dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
penyidikan terhadap laporan transaksi keuangan yang mencurigakan
tersebut.
2. Pengaturan Rahasia Bank dalam Republic of the Philippines Code No.
9160 on Anti Money Loundering Act of 2001
a. Kriminalisasi Pencucian Uang
Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money
Loundering Act of 2001 pada dasarnya merupakan kebijakan negara
untuk melindungi dan menjaga integritas dan kerahasiaan rekening
bank dan untuk memastikan bahwa Filipina tidak akan digunakan
sebagai tempat pencucian uang hasil kegiatan yang melanggar hukum.
Hal ini konsisten dengan kebijakan luar negerinya, dimana negara
akan memperluas kerjasama dalam penyelidikan dan penuntutan
transnasional orang yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang di
manapun berkomitmen. Hal ini sesuai dengan bunyi bagian 2 dalam
Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering
Act of 2001 yang berbunyi :
“ It is hereby declared the policy of the State to protect and preserve the integrity and confidentiality of bank accounts and to ensure that the Philippines shall not be used as a money laundering site for the proceeds of any unlawful activity. Consistent with its foreign policy, the State shall extend cooperation in transnational investigations and prosecutions of persons involved in money laundering activities wherever committed”
Dalam konsep pembukaan rahasia bank terkait dengan
penyelidikan tindak pidana pencucian uang di Filipina berdasarkan
Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering
Act of 2001 pada bagian 4 menjelaskan bahwa tindak pidana
pencucian uang merupakan kejahatan dimana hasil dari kegiatan yang
melanggar hukum yang ditransaksikan, sehingga membuatnya tampak
berasal dari sumber yang sah. Hal ini dilakukan oleh sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
1) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau
properti mewakili, melibatkan, atau berhubungan dengan, hasil
kegiatan yang melanggar hukum, transaksi antara atau mencoba
untuk bertransaksi mengatakan instrumen moneter atau properti.
2) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau
properti melibatkan hasil kegiatan yang melanggar hukum,
melakukan atau tidak melakukan perbuatan sebagai hasil dari yang
ia memfasilitasi tindak pidana pencucian uang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (a) di atas.
3) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau
properti yang diperlukan di bawah Undang-undang ini harus
diungkapkan dan diajukan dengan Anti-Money Laundering
Council (AMLC), gagal untuk melakukannya.
Secara yurisdiksi kasus pencucian uang. di Filipina ditangani di
pengadilan persidangan daerah memiliki yurisdiksi untuk mencoba
semua kasus pada pencucian uang. Mereka yang dilakukan oleh
pejabat publik dan orang pribadi yang dalam konspirasi dengan
pejabat publik tersebut harus berada di bawah yurisdiksi
Sandiganbayan.
b. Proses Penegakan Hukum UU Pencucian Uang
Pengaturan tentang penuntutan tindak pidana pencucian uang di
Filipina menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti
Money Loundering Act of 2001 diatur sebagai berikut :
1) Setiap orang mungkin akan dikenakan biaya dengan dan dihukum
baik tindak pidana pencucian uang dan kegiatan yang melanggar
hukum sebagaimana terdefinisikan.
2) Melanjutkan setiap yang berkaitan dengan kegiatan yang
melanggar hukum harus diberikan didahulukan dari penuntutan
pelanggaran atau pelanggaran di bawah Undang-undang ini tanpa
mengurangi pembekuan dan solusi lainnya yang disediakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Ketentuan pidana dalam tindakan pidana pencucian uang
menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money
Loundering Act of 2001 terdiri dari :
1) Hukuman atas Tindak Pidana Pencucian Uang. Hukuman penjara
mulai dari tujuh (7) untuk empat belas (14) tahun dan denda tidak
kurang dari tiga juta peso Filipina (Php 3,000,000.00) tetapi tidak
lebih dari dua kali nilai instrumen moneter atau properti yang
terlibat dalam pelanggaran, akan dikenakan atas seseorang
dihukum berdasarkan Bagian 4 (a) Undang-undang ini. Hukuman
penjara dari empat (4) untuk tujuh (7) tahun dan denda tidak
kurang dari Satu juta lima ratus ribu peso Filipina (Php1,
500,000.00) tetapi tidak lebih dari tiga juta peso Filipina (Php3,
000,000.00), harus mposed atas seseorang dihukum berdasarkan
Bagian 4 (b) Undang-undang ini. Hukuman penjara dari 6 (enam)
bulan sampai dengan empat (4) tahun atau denda tidak kurang dari
seratus ribu peso Filipina (Php100, 000.00) tetapi tidak lebih dari
lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00), atau keduanya ,
harus dikenakan pada seseorang dihukum berdasarkan Bagian 4
(c) dari Undang-undang ini.
2) Hukuman untuk Kegagalan untuk Jauhkan Records. Hukuman
penjara dari enam (6) bulan untuk satu (1) tahun atau denda tidak
kurang dari seratus ribu peso Filipina (Php100, 000.00) tetapi
tidak lebih dari lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00),
atau keduanya, harus dikenakan pada seseorang dihukum
berdasarkan Bagian 9 (b) Undang-undang ini.
3) Pelaporan Berbahaya. Setiap orang yang, dengan niat jahat, atau
dengan itikad buruk, laporan, atau file yang tidak berdasar
informasi yang lengkap atau salah relatif terhadap transaksi
pencucian uang terhadap setiap orang akan subject12 untuk denda
sebesar enam (6) bulan sampai dengan empat (4) tahun penjara
dan denda tidak kurang dari seratus ribu peso Filipina (Php100,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
000.00) tetapi tidak lebih dari lima ratus ribu peso Filipina
(Php500, 000.00), atas kebijakan pengadilan: Menyediakan, itu
pelaku tidak berhak untuk memanfaatkan keunggulan Hukum
Masa Percobaan. Jika pelaku perusahaan, asosiasi, kemitraan atau
badan hukum, hukuman dikenakan pada petugas yang
bertanggung jawab, sebagai kasus mungkin, yang berpartisipasi
dalam tindak pidana atau yang harus sadar diijinkan atau gagal
untuk mencegah nya komisi. Jika pelaku adalah suatu badan
hukum, pengadilan dapat menangguhkan atau mencabut izin. Jika
pelaku adalah alien, ia wajib, di samping hukuman yang
ditentukan di sini, akan dideportasi tanpa proses lebih lanjut
setelah melayani di sini denda yang ditentukan. Jika pelaku adalah
pejabat publik atau karyawan, dia harus, di samping hukuman
yang ditentukan di sini, menderita diskualifikasi mutlak abadi atau
sementara dari kantor, sebagai kasus mungkin. Setiap pejabat
publik atau karyawan yang dipanggil untuk bersaksi dan menolak
untuk melakukan hal yang sama atau sengaja gagal untuk bersaksi
harus menderita hukuman yang sama yang ditetapkan di sini.
4) Pelanggaran Kerahasiaan. Hukuman penjara mulai dari tiga (3)
sampai delapan (8) tahun dan denda tidak kurang dari lima ratus
ribu peso Filipina (Php500, 000.00) tetapi tidak lebih dari Satu juta
peso Filipina (Php1, 000,000.00), dikenakan pada orang yang
dihukum karena pelanggaran di bawah Bagian 9 (c).
Sistem insentif dan penghargaan khusus ini dibentuk untuk
diberikan kepada lembaga pemerintah yang tepat dan personil
perusahaan yang dipimpin dan memprakarsai penyidikan, penuntutan,
dan keyakinan orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran dihukum.
Undang-undang ini tidak boleh digunakan untuk penganiayaan
politik atau pelecehan atau sebagai alat untuk menghambat persaingan
dalam perdagangan dan perdagangan. Tidak ada kasus pencucian uang
dapat diajukan terhadap dan tidak ada aset harus dibekukan, melekat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
atau dilepaskan untuk merugikan calon untuk pemilihan kantor selama
masa pemilu.
Dalam tiga puluh (30) hari dari efektivitas Undang-undang ini,
Bangko Sentral ng Pilipinas, Komisi Asuransi dan Securities and
Exchange Commission akan menyebarluaskan peraturan dan
ketentuan untuk melaksanakan secara efektif ketentuan Undang-
undang ini. Said aturan dan peraturan akan diserahkan kepada
Kongres Komite Pemantau pproval. lembaga Covered harus
merumuskan uang masing-masing program pencegahan pencucian
sesuai dengan Undang-undang ini termasuk, namun tidak terbatas
pada, penyebaran informasi tentang kegiatan pencucian uang dan
pencegahan, deteksi dan pelaporan, dan pelatihan petugas yang
bertanggung jawab dan personil lembaga tertutup.
Dalam rangka menjamin pengawasan pelaksanaan undang-
undang ini dilakukan dengan ini menciptakan Komite Pemantau
Kongres terdiri dari tujuh (7) anggota dari Senat dan tujuh (7) dari
anggota DPR. Para anggota dari Senat diangkat oleh Presiden Senat
berdasarkan perwakilan proporsional dari pihak atau koalisi di
dalamnya dengan setidaknya dua (2) Senator mewakili minoritas.
Anggota dari DPR diangkat oleh Ketua juga berdasarkan perwakilan
proporsional dari pihak atau koalisi di dalamnya dengan setidaknya
dua (2) orang anggota yang mewakili minoritas. Komite Pemantau
harus memiliki kekuatan untuk menyebarluaskan peraturan itsown,
untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini, dan untuk
meninjau atau merevisi peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh
Anti-Money Laundering Council dalam waktu tiga puluh (30) hari
dari penetapan kata aturan.
The AMLC harus dilengkapi dengan alokasi awal Dua puluh
lima juta peso Filipina (Php25, 000,000.00) yang bisa ditarik dari
pemerintah nasional. Alokasi untuk tahun berikutnya harus
dimasukkan dalam UU Alokasi Umum. Jika terdapat ketentuan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
bagian dari Undang-undang ini atau aplikasi resminya kepada orang
atau keadaan yang dianggap tidak valid, ketentuan lain atau bagian
dari Undang-undang ini, dan penerapan ketentuan tersebut atau bagian
untuk orang lain atau keadaan, tidak akan terpengaruh demikian.
Semua undang-undang, dekrit, perintah eksekutif, aturan dan
peraturan atau bagiannya, termasuk ketentuan Undang-Undang
Republik Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-
undang Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-
undang Nomor 8791, sebagaimana telah diubah dan lainnya yang
serupa hukum, sebagai are14 tidak konsisten dengan UU ini, dengan
ini dicabut, diubah atau dimodifikasi sesuai.
Undang-undang ini berlaku harus mengambil lima belas (15)
hari setelah pengumuman lengkap dalam Berita Resmi atau dalam
setidaknya dua (2) surat kabar nasional sirkulasi umum. Ketentuan-
ketentuan Undang-undang ini tidak berlaku untuk deposito dan
investasi yang dilakukan sebelum efektifitasnya.
c. Wewenang dalam Upaya Paksa
Konsep pengaturan tentang penanganan tindak pidana pencucian
uang di Filipina berdasarkan Republic of the Philippines code No.
9160 in Anti Money Loundering Act of 2001, dilakukan dengan
membentuk sebuah dewan yang peran untuk mengatasi masalah
tindak pidana pencucian yang disebut dengan Anti-Money Laundering
Council (AMLC). Anti-Money Laundering Council (AMLC) ini
diciptakan dan harus terdiri dari Gubernur Bank Sentral Pilipinas
sebagai ketua, Komisaris Komisi Asuransi dan Ketua Securities and
Exchange Commission sebagai anggota. The AMLC harus bertindak
secara bulat dalam melaksanakan fungsinya sebagai didefinisikan di
bawah ini:
1) Untuk meminta dan menerima laporan transaksi tertutup dari
lembaga tertutup;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
2) Untuk memberi perintah ditujukan kepada Otoritas Pengawas
sesuai atau lembaga tertutup untuk menentukan identitas
sesungguhnya dari pemilik instrumen moneter atau properti
subyek laporan transaksi yang ditutupi atau permintaan bantuan
dari suatu Negara asing, atau diyakini oleh Dewan , berdasarkan
bukti-bukti substansial, harus, secara keseluruhan atau sebagian,
dimanapun berada, mewakili, melibatkan, atau terkait dengan,
langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan
cara apapun, hasil dari kegiatan yang melanggar hukum;
3) Untuk menjalankan proses perampasan sipil dan semua proses
perbaikan lainnya melalui Kantor Pengacara Umum;
4) Menyebabkan pengajuan keluhan dengan Departemen Kehakiman
atau Ombudsman untuk penuntutan tindak pidana pencucian uang;
5) Untuk melakukan investigasi terhadap transaksi meliputi, kegiatan
pencucian uang dan pelanggaran lain undang-undang ini;
6) Untuk membekukan instrumen moneter atau properti diduga hasil
kegiatan yang melanggar hukum;
7) Untuk melaksanakan tindakan yang dianggap perlu dan
dibenarkan di bawah Undang-undang ini untuk melawan
pencucian uang;
8) Untuk menerima dan mengambil tindakan sehubungan dengan,
setiap permintaan dari negara asing untuk bantuan dalam operasi
mereka sendiri anti pencucian uang yang disediakan dalam
Undang-undang ini;
9) Untuk mengembangkan program pendidikan tentang efek merusak
pencucian uang, metode dan teknik yang digunakan dalam
pencucian uang, berarti layak untuk mencegah pencucian uang dan
cara yang efektif untuk mengadili dan menghukum pelaku dan
10) Untuk meminta bantuan dari setiap cabang, departemen, biro,
kantor, badan atau perangkat dari pemerintah, termasuk BUMN
dan dikendalikan, dalam melakukan setiap dan semua operasi anti-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
pencucian uang, yang mungkin termasuk penggunaan nya
personil, fasilitas dan sumber daya untuk pencegahan yang lebih
tegas, deteksi dan penyidikan tindak pencucian uang dan
penuntutan pelanggar.
The AMLC ini diberi wewenang untuk membentuk sekretariat
yang akan dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif yang akan
diangkat oleh Dewan untuk jangka waktu lima (5) tahun. Dia harus
menjadi anggota Bar Philipina, setidaknya tigapuluh lima (35) tahun
dan memiliki karakter moral yang baik, integritas dan kejujuran tak
diragukan lagi dikenal. Semua anggota Sekretariat harus telah
melayani setidaknya selama lima (5) tahun baik di Komisi Asuransi,
Komisi Sekuritas dan Bursa atau Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP)
dan harus memegang posisi permanen penuh waktu dalam BSP.
d. Ketentuan Pembukaan Rahasia Bank
Dalam upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang di
Filipina menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti
Money Loundering Act of 2001. Persyaratan identifikasi pelanggan
dan penyimpanan catatan. Yang teridiri dari :
1) Identifikasi Nasabah Lembaga Covered harus menetapkan dan
mencatat identitas sebenarnya dari klien berdasarkan dokumen
resmi. Mereka harus memelihara sistem verifikasi identitas
sebenarnya dari klien mereka dan, dalam kasus klien perusahaan,
memerlukan sistem verifikasi keberadaan hukum dan struktur
organisasi, serta kewenangan dan identifikasi semua orang yang
mengaku bertindak atas nama mereka. Ketentuan hukum untuk
sebaliknya meskipun, rekening anonim, account dengan nama
fiktif, dan semua rekening sejenis lainnya harus benar-benar
dilarang. Peso dan mata uang asing non-memeriksa nomor
rekening akan diizinkan. BSP dapat melakukan pengujian tahunan
hanya terbatas pada penentuan keberadaan dan identitas
sebenarnya dari pemilik rekening tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
2) Penyimpanan Catatan, semua catatan dari seluruh transaksi
lembaga tertutup harus dipelihara dan disimpan dengan aman
selama lima (5) tahun dari tanggal transaksi. Sehubungan dengan
rekening ditutup, catatan pada identifikasi pelanggan file account,
dan korespondensi bisnis, harus disimpan dan aman disimpan
setidaknya selama lima (5) tahun dari tanggal ketika mereka tutup.
Pelaporan Transaksi Covered. - Covered lembaga harus
melaporkan kepada AMLC semua tercakup transaksi dalam 5
(lima) hari kerja dari terjadinya daripadanya, kecuali Otorita
Pembimbing bersangkutan mengatur waktu yang lebih lama tidak
lebih dari sepuluh (10) hari kerja. Saat melaporkan meliputi
transaksi ke AMLC, meliputi lembaga dan perwira mereka,
karyawan, perwakilan, agen, penasehat, konsultan atau asosiasi
tidak akan dianggap telah melanggar Undang-Undang Republik
Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-undang
Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Undang-Undang
Republik Nomor 8791 dan hukum yang serupa lainnya, tapi
dilarang berkomunikasi, secara langsung atau tidak langsung,
dengan cara apapun atau dengan cara apapun, untuk setiap fakta
bahwa laporan transaksi tertutup dibuat, isi daripadanya, atau
informasi lain di hubungan tambahan. Dalam kasus pelanggaran
daripadanya, petugas yang bersangkutan, karyawan, perwakilan,
agen, penasehat, konsultan atau asosiasi lembaga tertutup, harus
bertanggung jawab kriminal. Namun, tidak ada administrasi,
proses pidana atau perdata, akan dusta terhadap setiap orang
karena telah membuat laporan transaksi tercakup dalam tugas
kinerja secara berkala dan dengan itikad baik, apakah atau tidak
hasil laporan tersebut dalam setiap tuntutan pidana berdasarkan
Undang-undang ini, atau yang lainnya Filipina hukum. Saat
melaporkan meliputi transaksi ke AMLC, meliputi lembaga dan
perwira mereka, karyawan, perwakilan, agen, penasehat, konsultan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
atau asosiasi dilarang berkomunikasi, secara langsung atau tidak
langsung, dengan cara apapun atau dengan cara apapun, untuk
setiap orang, perusahaan, media, fakta bahwa laporan transaksi
tertutup dibuat, isi daripadanya, atau informasi lainnya dalam
sehubungan. Baik pelaporan tersebut dapat dipublikasikan atau
ditayangkan dengan cara atau bentuk oleh media massa, surat
elektronik, atau perangkat sejenis lainnya. Dalam kasus
pelanggaran daripadanya, petugas yang bersangkutan, karyawan,
perwakilan, agen, penasehat, konsultan atau asosiasi lembaga
tertutup, atau media harus diadakan kriminal bertanggung jawab.
Setelah penentuan yang menyebabkan ada kemungkinan bahwa
setiap deposit atau account yang serupa dengan cara apapun yang
berkaitan dengan kegiatan melanggar hukum, yang AMLC dapat
mengeluarkan perintah pembekuan, yang akan berlaku segera, pada
account untuk jangka waktu tidak melebihi lima belas (15) hari.
Pemberitahuan kepada deposan bahwa account-nya telah dibekukan
akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan urutan membeku.
deposan harus memiliki tujuh puluh dua (72) jam setelah diterimanya
pemberitahuan untuk menjelaskan mengapa urutan beku harus
diangkat. The AMLC memiliki tujuh puluh dua (72) jam untuk
membuang penjelasan deposan. Jika gagal untuk bertindak dalam
tujuh puluh dua (72) jam dari diterimanya penjelasan deposan, urutan
beku akan secara otomatis dibubarkan. Lima belas (15) hari
membekukan urutan AMLC dapat diperpanjang atas perintah
pengadilan, asalkan lima belas (15) hari periode harus dibunyikan
menunggu keputusan pengadilan untuk memperpanjang jangka waktu
tersebut. Tidak ada pengadilan akan mengeluarkan perintah
penahanan sementara atau tulisan dari perintah terhadap suatu perintah
pembekuan dikeluarkan oleh AMLC kecuali Pengadilan Banding atau
ourt Agung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang
Republik Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-
undang Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-
undang Nomor 8791, dan hukum lain, mungkin AMLC menyelidiki
atau memeriksa deposit tertentu atau investasi dengan lembaga
perbankan atau keuangan non-bank lembaga atas perintah dari
pengadilan yang kompeten dalam kasus pelanggaran Undang-undang
ini jika telah ditetapkan bahwa ada kemungkinan bahwa penyebab
deposito atau investasi yang terlibat dalam cara apa pun yang
berkaitan dengan pelanggaran pencucian uang: Menyediakan, itu
ketentuan ini tidak berlaku untuk deposito dan investasi dilakukan
sebelum berlaku efektifnya Undang-undang ini.
Dalam Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money
Loundering Act of 2001 juga mengatur tentang opsi yang gagal
diperoleh ketentuan, dimana opsi tersebut terdiri dari :
1) Opsi yang Gagal Diperoleh Sipil. Bila ada laporan yang dibuat
ransaction tertutup, dan pengadilan telah, dalam permohonan yang
diajukan untuk tujuan memerintahkan penyitaan instrumen
moneter atau properti, secara keseluruhan atau sebagian, secara
langsung atau tidak langsung, yang terkait dengan laporan, Revisi
Aturan Pengadilan pada perampasan sipil akan berlaku.
2) Klaim atas Aktiva gagal dieksekusi. Di mana pengadilan telah
mengeluarkan perintah perampasan instrumen moneter atau
properti dalam penuntutan pidana bagi setiap tindak pidana
pencucian uang didefinisikan berdasarkan Bagian 4 dari Undang-
undang ini, pelaku atau orang yang mengaku tertarik di dalamnya
mungkin berlaku, oleh diverifikasi petisi, untuk suatu pernyataan
yang sama sah milik dia dan untuk pemisahan atau pengecualian
dari instrumen moneter atau properti tambahan yang sesuai.
Diverifikasi permohonan diajukan dengan pengadilan yang
diberikan penghakiman keyakinan dan urutan perampasan, dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
waktu lima belas (15) hari dari tanggal urutan perampasan, di
default yang mengatakan pesanan akan menjadi final dan
executory. Ketentuan ini berlaku baik dalam perampasan perdata
dan pidana.
3) Pembayaran Pengganti Opsi yang Gagal. Di mana pengadilan
telah mengeluarkan perintah perampasan instrumen moneter atau
properti subjek tindak pencucian uang didefinisikan dalam Bagian
4, dan berkata agar tidak dapat ditegakkan karena setiap instrumen
moneter tertentu atau properti tidak dapat, dengan due diligence,
ditemukan, atau telah diubah secara substansial, 9 hancur,
berkurang nilai atau tidak berharga yang diberikan oleh setiap
tindakan atau kelalaian, secara langsung atau tidak langsung,
disebabkan pelaku, atau telah disembunyikan, dihapus, diubah
atau dialihkan untuk mencegah hal yang sama dari yang
ditemukan atau untuk menghindari penyalahgunaan daripadanya,
atau berada di luar Filipina atau telah ditempatkan atau dibawa di
luar yurisdiksi pengadilan, atau telah campur aduk dengan
instrumen moneter lain atau properti milik baik pelaku sendiri atau
orang ketiga atau entitas, rendering sehingga sulit sama untuk
mengidentifikasi atau dipisahkan untuk tujuan perampasan,
pengadilan dapat, bukannya menegakkan urutan perampasan
instrumen moneter atau properti atau bagiannya atau kepentingan
di dalamnya, sesuai perintah pelaku divonis untuk membayar
jumlah yang sama dengan nilai instrumen kata moneter atau
properti. Ketentuan ini berlaku baik dalam perampasan perdata
dan pidana.
e. Tata Cara Pembukaan Rahasia Bank
Dalam penyelidikan tindak pidana pencucian uang di Filipina
menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money
Loundering Act of 2001 juga dapat dilakukan dengan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
1) Permintaan bantuan dari negara asing. Apabila suatu Negara asing
membuat permintaan untuk bantuan dalam penyidikan atau
penuntutan suatu tindak pidana pencucian uang, AMLC dapat
melakukan permintaan atau menolak untuk mengeksekusi sama
dan menginformasikan kepada Negara asing atas alasan yang sah
untuk tidak melaksanakan permintaan atau untuk menunda
eksekusi tersebut. Prinsip-prinsip kebersamaan dan harus timbal
balik, untuk tujuan ini, harus diakui setiap saat.
2) Kekuasaan AMLC untuk UU Permintaan Bantuan dari negara
asing. The AMLC dapat mengeksekusi suatu permohonan
bantuan dari Negara asing dengan:
3) Melacak, membekukan, menahan dan menyita aset diduga hasil
kegiatan yang melanggar hukum dalam prosedur yang ditetapkan
dalam Undang-undang ini;
4) Pemberian informasi yang dibutuhkan oleh Negara Asing dalam
prosedur yang ditetapkan dalam Undang-undang ini, dan
5) Mengajukan permohonan perintah dari perampasan instrumen
moneter atau properti di pengadilan: Menyediakan, bahwa
pengadilan tidak akan mengeluarkan perintah tersebut kecuali
aplikasi tersebut disertai dengan salinan otentik dari perintah
pengadilan di Negara meminta memerintahkan perampasan kata
moneter instrumen atau milik orang yang telah dihukum karena
suatu tindak pencucian uang di Negara meminta, dan sertifikasi
atau surat pernyataan pejabat yang kompeten meminta Negara
yang menyatakan bahwa keyakinan dan urutan perampasan adalah
final dan tidak ada banding lagi terletak dalam hal baik.
6) Memperoleh Bantuan dari Negara asing. The AMLC dapat
membuat permintaan kepada setiap Negara asing untuk bantuan
dalam :
a) Melacak, membekukan, menahan dan menyita aset diduga
hasil kegiatan yang melanggar hukum;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
b) Memperoleh informasi yang diperlukan sehubungan dengan
transaksi 10 tertutup, tindak pidana pencucian uang atau hal-
hal lain secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan
hal tersebut,
c) Sejauh yang diijinkan oleh hukum Negara asing, menerapkan
dengan pengadilan yang tepat di dalamnya selama-perintah
untuk memasukkan tempat milik atau dalam kepemilikan atau
kontrol , salah satu atau semua orang yang disebutkan dalam
permintaan, dan / atau pencarian atau semua orang tersebut
bernama dalamnya dan / atau menghapus dokumen, materi
atau objek yang disebutkan dalam permintaan: Menyediakan,
Bahwa dokumen-dokumen yang menyertai permintaan dalam
mendukung aplikasi yang telah disahkan telah sesuai dengan
hukum yang berlaku atau peraturan dari Negara asing, dan
d) Mengajukan permohonan perintah dari perampasan instrumen
moneter atau properti di pengadilan yang tepat di Negara
asing: Menyediakan, Itu disertai permintaan oleh salinan
otentik dari urutan trialcourt daerah memerintahkan
perampasan mengatakan instrumen moneter atau properti
sebuah pelaku dihukum dan surat pernyataan panitera yang
menyatakan bahwa keyakinan dan urutan perampasan bersifat
final dan yang tidak menarik lainnya adalah terdapat pada
sehubungan dengan baik.
7) Pembatasan Permintaan Bantuan Timbal Balik. The AMLC
dapat menolak untuk memenuhi permintaan untuk bantuan di
mana tindakan dicari oleh permintaan bertentangan dengan
ketentuan Undang-Undang atau pelaksanaan permintaan
cenderung akan merugikan kepentingan nasional Filipina kecuali
ada perjanjian antara Filipina dan meminta Negara berkaitan
dengan penyediaan bantuan sehubungan dengan tindak pencucian
uang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
8) Persyaratan untuk Permintaan Bantuan Timbal Balik dari Negara
asing. - Permintaan bantuan timbal balik dari suatu Negara asing
harus :
a) Pastikan bahwa penyidikan atau penuntutan sedang dilakukan
sehubungan dengan pelanggaran pencucian uang;
b) Negara dengan alasan pada yang setiap orang yang sedang
diselidiki atau dituntut untuk pencucian uang atau rincian
keyakinannya;
c) Memberikan keterangan yang cukup mengenai identitas dari
kata orang,
d) Memberikan keterangan yang cukup untuk mengidentifikasi
lembaga tertutup diyakini memiliki informasi, dokumen ,
materi atau objek yang dapat bantuan terhadap penyidikan atau
penuntutan;
e) Meminta dari institusi yang bersangkutan tertutup informasi,
dokumen, materi atau objek yang dapat bantuan terhadap
penyidikan atau penuntutan;
f) Menentukan cara dalam dan kepada siapa yang mengatakan,
informasi, dokumen, bahan atau benda yang diperoleh
berdasarkan permintaan, yang akan diproduksi;
g) Berikan semua keterangan yang diperlukan untuk penerbitan
oleh pengadilan di Negara yang diminta dari writs, perintah
atau proses yang diperlukan oleh Negara meminta, dan
h) Mengandung informasi lain seperti dapat membantu dalam
pelaksanaan request.11
9) Otentikasi Dokumen, untuk keperluan Bagian ini, dokumen adalah
otentik jika sama ditandatangani atau disahkan oleh hakim, hakim
atau petugas atau setara, Negara meminta, dan disahkan oleh
sumpah atau janji seorang saksi atau disegel dengan seorang
pejabat atau stempel publik menteri, Sekretaris Negara, atau
pejabat di atau, pemerintah Negara meminta, atau dari orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
administrasi pemerintah atau departemen wilayah meminta,
protektorat atau koloni. Sertifikat otentikasi juga dapat dilakukan
oleh seorang sekretaris dari kedutaan atau kedutaan, Konsul
Jenderal, Konsul, Konsul wakil, agen konsuler atau petugas
apapun dalam pelayanan asing Filipina ditempatkan di Negara
asing di mana catatan disimpan, dan disahkan oleh segel
kantornya.
10) Ekstradisi. Filipina harus bernegosiasi untuk penyertaan tindak
pidana pencucian uang sebagai tindak pidana terdefinisikan antara
diekstradisi dalam semua perjanjian di masa depan.
3. Persamaan dan Perbedaan
a. Persamaan
Persamaan terhadap konsep pembukaan rahasia bank dalam
penyelidikan tindak pidana pencucian uang antara Undang-Undang
No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering
Act of 2001 pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memberikan
mekanisme atau fasilitas kepada penegak hukum untuk dapat
membuka rekening setiap orang yang diduga atau didakwa melakukan
tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang diberikan oleh
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada di
Indonesia dan di Filipina diserahkan kepada penegak hukum untuk
membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau
terdakwa, dengan tujuan selain memudahkan dalam penanganan
perkara, juga dimaksudkan untuk mengatur kewenangan penyidik,
penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemeriksaan dalam
perkara tindak pidana pencucian uang. Selain itu kedua ketentuan
dalam pembukaan rahasia bank terhadap penyelidikan tindak pidana
pencucian uang yang ada di Indonesia dan di Filipina, apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
diindikasi adanya tindak pidana pencucian uang terhadap rekening
tersebut akan dilakukan pemblokiran atau pembekuan.
b. Perbedaan
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang yang ada di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang
No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka
dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Laporan Keuangan
(PPATK), sedangkan dalam rangka pencegaan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang yang ada di Filipina sesuai dengan
Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering
Act of 2001, maka dibentuk sebuah dewan yang disebut dengan Anti-
Money Laundering Council (AMLC). Dimana peran PPATK dalam
pencegahan dan penanganan tindak pidana pencucian uang PPATK
mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Mengumpulkan, menyimpan, menganalis, mengevaluasi informasi
yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini;
2) Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat
oleh Penyedia Jasa Keuangan;
3) Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan;
4) Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang
tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-undang ini;
5) Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa
Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-
undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan
membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang
mencurigakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
6) Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang;
7) Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi
tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan;
8) Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis
transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam)
bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
Penyedia Jasa Keuangan.
Sedangkan Anti-Money Laundering Council (AMLC) dalam
menjalankan perannyannya dalam pencegahan dan penanganan tindak
pidana pencucian uang mempunyai fungsi :
1) Untuk meminta dan menerima laporan transaksi tertutup dari
lembaga tertutup;
2) Untuk memberi perintah ditujukan kepada Otoritas Pengawas
sesuai atau lembaga tertutup untuk menentukan identitas
sesungguhnya dari pemilik instrumen moneter atau properti
subyek laporan transaksi yang ditutupi atau permintaan bantuan
dari suatu Negara asing, atau diyakini oleh Dewan, berdasarkan
bukti-bukti substansial, harus, secara keseluruhan atau sebagian,
dimanapun berada, mewakili, melibatkan, atau terkait dengan,
langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan
cara apapun, hasil dari kegiatan yang melanggar hukum;
3) Untuk menjalankan proses perampasan sipil dan semua proses
perbaikan lainnya melalui Kantor Pengacara Umum;
4) Menyebabkan pengajuan keluhan dengan Departemen Kehakiman
atau Ombudsman untuk penuntutan tindak pidana pencucian uang;
5) Untuk melakukan investigasi terhadap transaksi meliputi, kegiatan
pencucian uang dan pelanggaran lain undang-undang ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
6) Untuk membekukan instrumen moneter atau properti diduga hasil
kegiatan yang melanggar hukum;
7) Untuk melaksanakan tindakan yang dianggap perlu dan
dibenarkan di bawah Undang-undang ini untuk melawan
pencucian uang;
8) Untuk menerima dan mengambil tindakan sehubungan dengan,
setiap permintaan dari negara asing untuk bantuan dalam operasi
mereka sendiri anti pencucian uang yang disediakan dalam
Undang-undang ini;
9) Untuk mengembangkan program pendidikan tentang efek merusak
pencucian uang, metode dan teknik yang digunakan dalam
pencucian uang, berarti layak untuk mencegah pencucian uang dan
cara yang efektif untuk mengadili dan menghukum pelaku dan
10) Untuk meminta bantuan dari setiap cabang, departemen, biro,
kantor, badan atau perangkat dari pemerintah, termasuk BUMN
dan dikendalikan, dalam melakukan setiap dan semua operasi anti-
pencucian uang, yang mungkin termasuk penggunaan nya
personil, fasilitas dan sumber daya untuk pencegahan yang lebih
tegas, deteksi dan penyidikan tindak pencucian uang dan
penuntutan pelanggar.
Terdapat perbedaan waktu dan besarnya nominal dalam
penyelidikan dan penuntutan terhadap adanya indikasi tindak pidana
pencucian uang yang pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the
Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001.
Pembukaan rahasia bank yang ada pada ketentuan hukum yang
ada di Indonesia melalui Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang dan Republic of the Philippines code
No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya
merupakan pengecualian dari pengecualian terhadap berlakunya
ketentuan rahasia bank yang telah diatur dalam ketentuan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
berlaku. Dimana ketentuan terhadap rahasia bank dalam rangka
pemberantasan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan
apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang telah memasuki
tahap penyidikan. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, maka
keterangan tentang nasabah tidak boleh diungkap oleh pihak bank.
4. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis terhadap perbedaan dan persamaan
antara Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pencucian
Uang dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money
Loundering Act of 2001. Faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan
dalam pengaturan tentang pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan
tindak pidana money loundering antara Undang-Undang No. 25 Tahun
2003 Tentang Tindak Pencucian Uang dan Republic of the Philippines
code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya
pembukaan rahasia bank merupakan tindakan pengecualian karena
ditujukan untuk pencegahan dan penangan tindak pidana money
loundering, karena akan dihasilkan dampak yang merugikan terhadap
kepentingan bangsa dan masyarakat terhadap adanya tindak pidana mony
loundering apabila tidak diindetifikasi secara lebih cepat, karena hal ini
menyangkut kepentingan negara dan rakyat. Sedangkan faktor yang
menyebabkan terjadimya perbedaan dalam pengaturan tentang pembukaan
rahasia bank dalam penyelidikan tindak pidana money loundering antara
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang dengan dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti
Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya dikarenakan adanya
perbedaan mekanismen dalam prosedur peradilan diantara kedua negara
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
B. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Pembukaan Rahasia Bank
Kepentingan Pemeriksaan Perkara Money Laudering menurut UU No. 25
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of
the Philippines Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001
a. Kelebihan dan Kelemahan UU Pencucian Uang Indonesia
Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang pada dasarnya tidak mengatur secara tegas sanksi hukum
baik sanksi pidana maupun denda yang dikenakan pada tindak pidana
pencucian uang. sehingga dalam hal ini penegakan hukum terhadap tindak
pidana pencucian uang yang ada di Indonesia menurut Undang-Undang
No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terkesan
belum ditegakkan secara tegas. Berbeda dengan ketentuan hukum yang
ada di Filipina tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana
pencucian uang di mana di dalam ketentuan Republic of the Philippines
Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 secara tegas
menetapkan sanksi pidana maupun denda terhadap pelanggaran ketentuan
dalam Undang-Undang ini, sehingga dalam penegakan hukum terhadap
tindak pidana pencucian uang terkesa telah dilaksanakan dengan tegas.
b. Kelebihan dan Kelemahan UU Pencucian Uang Philipina
Dalam ketentuan Republic of the Philippines Code No. 9160 on Anti
Money Loundering Act of 2001 secara tegas menetapkan sanksi pidana
maupun denda terhadap pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang
ini, sehingga dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian
uang terkesa telah dilaksanakan dengan tegas. Berbeda dengan ketentuan
hukum yang ada dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang pada dasarnya tidak mengatur secara
tegas sanksi hukum baik sanksi pidana maupun dendan yang dikenakan
pada tindak pidana pencucian uang. sehingga dalam hal ini penegakan
hukum terhadap tindak pidana pencucian uang yang ada di Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang terkesan belum ditegakkan secara tegas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini,
maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Persamaan terhadap konsep pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan
tindak pidana pencucian uang antara Undang-Undang No.25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Republic of the Philippines
code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya
dilakanakan dalam rangkan memberikan mekanisme atau fasilitas kepada
penegak hukum untuk dapat membuka rekening setiap orang yang diduga
atau didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang
diberikan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada
di Indonesia dan di Filipina diserahkan kepada penegak hukum untuk
membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau
terdakwa, dengan tujuan selain memudahkan dalam penanganan perkara,
juga dimaksudkan untuk mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum
dan hakim dalam melakukan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana
pencucian uang. Dalam ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan
Filipina apabila terjadi indikasi adanya tindak pidana pencucian uang,
maka akan segera dilakukan pemblokiran atau pembekuan terhadap
rekening nasabah tersebut. Pembukaan rahasia bank merupakan
pengecualian terhadap ketentuan pemberlakuan rahasia bank menyangkut
kepentingan adanya tindakan pencucian uang karena dianggap bahwa
pencucian uang akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi
masyarakat.
2. Terdapat perbedaan dalam prosedur penuntutan dan penyelidikan antara
ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2003
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the
Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001. Dimana
85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
jangka waktu dan besar nominal yang dapat dijadikan batasan terhadap
dugaan terjadinya tindak pidana pencucian yang ada di Indonesia dan di
Filipina. Dalam pengawasan terhadap pencegahan dan penanganan tindak
pidana pencucian uang di Indonesia dilaksanakan olh PPATK sendangkan
di Filipina dilaksankan oleh AMLC.
3. Faktor yang mempengaruhi adanya persamaan dalam pengaturan tindak
pidana money loundering diantara kedua negara tersebut pada dasarnya
karena adanya kepentingan bangsa dan rakyat dalam rangka pencegahan
dan penangan tindak pidana money loundering dapat menimbulkan
dampak kerugian yang lebih besar bagi kepentingan umum. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan dalam pengaturan
pembukaan rahasia bank karena adanya mekanisme hukum dan prosedur
dalam penanganan hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak
pidana money loundering yang berbeda diantara kedua negara tersebut..
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini,
maka dapat berikan kesimpulan berkaitan dengan penelitian ini yaitu :
1. Perlu perbaikan terhadap ketenuan dalam rahasia bank, baik yang diatur
dalam Undang-Undang Perbankan yang berlaku maupun Undang-Undang
Tindak Pidana Pencucian Uang untuk dapat memersempin ruang gerak
terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang yang
dilakukan melalui lembaga perbankan.
2. Perlu adanya peningkatan kinerja, partisipasi dan koordinasi antar pihak
terkait dalam pelaksanaan pengawasan seperti PPATK yang aeda di
Indonesia dan AMLC di Filipina terhadap pencegahan dan penanganan
tindak pidana pencucian uang khususnya yang melalui lintas batas
teritorial untuk menjaga komitmen negaranya masing-masing.
3. Pembukaan rahasia bank diharapkan dapat dilakukan dengan sebaik-
baiknya agar tetap dapa menjaga kredibilitas bank terkait keperayaan
nasabah terhadap lembaga perbankan yang ada.