Post on 11-Mar-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STUDI EVALUASI PEMANFAATAN
DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH CHT)
DI SURAKARTA TAHUN 2008 - 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas da Memenuhi
Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
M D CARNEGIE JOKO F 1108513
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Ilmu itu segala sesuatu yang tersimpan didada bukan di buku catatan.
(Al Ghozali)
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu
(Qs. Al Baqarah: 45)
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaannya sendiri.
(Ar. Ra’d : 11)
Seorang Ahli adalah orang yang tahu jalan, mencarikan jalan dan
menunjukkan jalan.
(John Maxwell)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Setiap lembar dari penyelesaian skripsi ini merupakan
wujud dari keagungan dan kasih sayang yang di berikan
Allah SWT kepada hamba-Nya. Ini kupersembahkan
Kepada :
1. Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-
Nya
2. Kedua orang tuaku yang paling aku sayangi.
Terimakasih atas kerja kerasnya, dorongan, doa-doanya
3. Mas M. Agung Khoirudin & keluarga, Mas Yassir Arafat
& keluarga terima kasih atas semua nasehat-nasehatnya.
Tanpa nasehatmu aku tidak bisa seperti ini.
4. Teman-teman baikku
5. Almamaterku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
dengan seluruh rahmat dan hidayah-Nya yang dilimpahkan pada kita semua,
meskipun dengan kemampuan dan waktu yang terbatas akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “STUDI EVALUASI
PEMANFAATAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH
CHT) DI SURAKARTA TAHUN 2008 – 2010”.
Sebagai salah satu syarat untuk mecapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan Skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak . dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah
membantu penyusunan Skripsi ini, khususnya kepada:
1. Drs. Harimurti M.Si selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan
pengarahan, petunjuk, nasehat, dan bimbingan.
2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Supriyono, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan, Drs.
Sutanto selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
4. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
5. Kedua orang tua, dan kakak-kakakku yang telah memberikan kasih sayang
yang begitu berharga dalam hidupku.
6. Semua Teman-teman Jurusan Ekonomi Swadana Transfer 2008 terima
kasih atas bantuan, semangat, dukungan dan doa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
7. Teman-teman di Bahari Kos atas semua bantuannya, dan Semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
hingga penulisan Skripsi ini selesai.
8. Untuk teman keseharianku, dalam tuntunan masa depan bagi sebagian
orang mungkin gak begitu terlihat berarti, namun bagiku segala yang
kualami engak pernah luput dari semangat mereka, semangat penghuni
rumah kecil (little apartment nusukan) dengan berbagai kenangan konyol
yang gak begitu mudah untuk dilupakan. “This word i’m wrote when my
friend’s “Asep” goes to Surabaya to find job”.
9. Anggar makasih atas bantuanmu,tanpa kamu skripsiku mungkin akan
lebih lama mengerjakannya,makasih atas bantuan doa dan dorongan
semangatnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dari berbagai pihak
untuk kesempurnaan penulisan Skripsi ini .
Surakarta, Januari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN ABSTRAK.................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 13
A. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau ................................ 13
1 Peningkatan kualitas bahan baku ...................................... 13
2 Pembinaan Industri ........................................................... 14
3 Pembinaan lingkungan sosial ............................................ 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
4 Sosialisasi ketentuan di bidang cukai................................. 15
5 Pemberantasan barang kena cukai illegal ......................... 16
B. Paradigma Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau ................ 20
1. Departemen Keuangan ................................................. .. 22
2. Departemen Perindustrian dan Perdagangan ………….. 25
3. Departemen Pertanian ………………………………... 28
C. Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau di Inonesia Dilihat Dari
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dan
Peruntukannya ......................................................................... 31
D. Penelitian Terdahulu ............................................................... 34
E. Kerangka Pemikiran ................................................................ 35
F. Hipotesis................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 38
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 38
B. Jenis dan Penelitian ................................................................. 38
C. Jenis dan sumber Data.............................................................. 39
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 39
E. Metode Analisis Data .............................................................. 41
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 42
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ........................................ 42
1. Keadaan Geografi .............................................................. 42
2. Wilayah administratif ......................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3. Kependudukan ................................................................... 44
4. Pendidikan .......................................................................... 46
5. Keadaan Ekonomi .............................................................. 47
6. Tenaga Kerja ...................................................................... 48
B. Analisis Dan Pembahasan ........................................................ 50
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 70
A. Kesimpulan ............................................................................. 73
B. Saran ........................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran ................................................................ 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Golongan Pengusaha Hasil Tembakau ........................................... 23
Tabel 2. 2 Target dan Realisasi Penerimaan Cukai Anggaran Pendapatan
Belanja Negara 2005-2010 ............................................................... 25
Tabel 2. 3 Kasus Pita Cukai PalsuTahun 2006-juli 2009 ................................ 27
Tabel 2. 4 Penetapan Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau Tahun Anggaran 2009 ................................................... 31
Tabel 4. 1 Pembagian Wilayah Administratif Kota Surakarta Tahun 2008 .... 43
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Tiap
Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008 ...................................... 45
Tabel 4.3 Penduduk Usia % Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi ... 46
Tabel 4.4 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut
Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota
Surakarta Tahun 2007 – 2008 (Jutaan Rupiah) ................................ 47
Tabel 4.5 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota
Surakarta Tahun 2008 ...................................................................... 49
Tabel 4.6 Peranan Penerimaan DBHCHT Terhadap Pendapatan Daerah
Tahun anggaran 2008-2010 ............................................................. 49
Tabel 4.7 Anggaran Realisasi DBHCHT Tahun 2008-2010 Kota Surakarta .. 59
Tabel 4.8 Penggunaan DBHCHT Tahun 2008 Kota Surakarta ....................... 49
Tabel 4.9 Penggunaan DBHCHT Tahun 2009 Kota Surakarta ....................... 63
Tabel 4.10 Penggunaan DBHCHT Tahun 2010 Kota Surakarta ..................... 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK M D Carnegie Joko. F 1108513. Studi Evaluasi Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) Di Surakarta Tahun 2008 – 2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Januari 2012.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan hukum dalam pembangunan ekonomi di Surakarta terkait dengan Industri Hasil Tembakau, menganalisis kebijakan dan peraturan DBHCHT di Surakarta, mengetahui perkembangan nilai anggaran dan realisasi DBHCHT di Surakarta serta mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan dana DBHCHT pertahun di Surakarta.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan metode statistik deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, studi pustaka, dan observasi. Teknik analisis data menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif dengan cara menginterprestasikan tabel, grafik ataupun data yang kemudian melakukan uraian untuk menarik kesimpulan.
Hasil penelitian disimpulkan: bahwa DBH CHT dialokasikan ke kota Surakarta melalui provinsi sesuai dengan ketetapan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.9 tahun 2009 dan PMK No.20/PMK.07/2009, Dana alokasi DBH CHT tersebut nantinya akan dikelola dan dialokasikan ke setiap SKPD terkait oleh Walikota;
Kata kunci : Distribusi Dana Bagi Hasil Cukai tembakau, Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
M D Carnegie Joko. F 1108513. Utilization Evaluation Studies DBH Tobacco
Products Excise (DBH CHT) In Surakarta Year 2008 to 2010. Thesis, Surakarta:
Faculty of Economics, University of Surakarta Eleven March. In January 2012.
The purpose of this study was to determine the role of law in economic
development in Surakarta associated with the Tobacco Products Industry,
analyzing the policies and regulations DBHCHT in Surakarta, up to date with the
budget and realization DBHCHT in Surakarta and to know the activities carried
out with funds DBHCHT annually in Surakarta.
This study uses qualitative methods and using descriptive statistical
methods. Data collection techniques using interviewing techniques, library
studies, and observations. Techniques of data analysis using qualitative
descriptive analysis method by means interpret tables, graphs or data which then
performs the description to draw conclusions.
The study concluded: that DBHCHT allocated to the city of Surakarta in
accordance with the provisions through the province of Central Java Governor
Decree No.9 of 2009 and PMK No.20/PMK.07/2009, DBHCHT the allocation of
funds will be managed and allocated to each SKPD related by Mayor;
Key words: Distribution of Tobacco Excise DBH, DBH Allocation of Tobacco
Excise
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting
di dunia termasuk Indonesia. Produk tembakau yang utama
diperdagangkan adalah daun tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok
merupakan produk bernilai tinggi, sehingga bagi beberapa negara
termasuk Indonesia berperan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai
salah satu sumber devisa, sumber penerimaan pemerintah dan pajak
(cukai), sumber pendapatan petani dan lapangan kerja masyarakat (usaha
tani dan pengolahan rokok) (Muchjidin Rahmat, 2009:2).
Tembakau adalah jenis komoditi yang dikenakan cukai oleh
negara. Penerapan cukai terhadap tembakau sudah dilaksanakan pada
zaman kerajaan di Indonesia. Para pedagang yang melakukan perdagangan
di Indonesia harus membayar cukai terlebih dahulu sebelum diperbolehkan
menjual dagangannya (barrier tarif). Selain membayar cukai, para
pedagang juga harus membayar pula barang persembahan untuk raja,
bendahara, tumenggung, dan syahbandar yang membawahinya.
Keseluruhan persembahan ini berjumlah 1% atau 2% dari nilai barang
yang dibawa masuk, besarnya ditetapkan oleh syahbandar yang
bersangkutan (Mahmul Siregar: 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Namun, adakalanya pedagang memberikan jumlah yang lebih dari
yang diharuskan, dengan maksud agar syahbandar dapat ”membujuk” raja
dan pegawai-pegawainya agar perdagangannya lebih berhasil. Jika
pedagang menetap pada suatu daerah, termasuk orang Melayu, harus
membayar pajak 3%, disamping itu mereka harus membayar 6% pajak
kerajaan (3% untuk orang Melayu). Pengutipan cukai tembakau pada
zaman kerajaan tersebut di atas masih berlangsung sampai sekarang.
Penerimaan negara terutama dari cukai dalam lima tahun terakhir
memperlihatkan peningkatan rata-rata 13,64% dari Rp. 29 triliun pada
tahun 2004 menjadi Rp. 49 triliun pada tahun 2008.4 Pengutipan cukai
tembakau tersebut dilakukan dengan cara yang legal, didasarkan pada
peraturan perundangundangan (Marwati Djoned: 1992: 153).
Industri Hasil Tembakau secara umum merupakan penyumbang
cukai terbesar di berbagai negara penghasil tembakau di dunia, juga bagi
Indonesia. Cukai Industri Hasil Tembakau menyumbang Rp. 54,4 triliun
pada tahun 2009, dana yang begitu besar ini jauh lebih tinggi dari
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan serta pajak jenis lainnya di luar
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Sirait:
2009:83).
Industri rokok memiliki posisi peringkat ke-34 dari 66 sektor I-O
perekonomian di Indonesia pada tahun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa
industri rokok berperan penting dalam memberikan kontribusi Produk
Domestik Bruto di Indonesia. Industri hasil rokok ternyata tergolong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
industri yang memiliki nilai keterkaitan output ke depan dan belakang
tidak terlalu tinggi. Sumbangan untuk sektor tembakau dan sektor industri
rokok terhadap Produk Domestik Bruto secara nasional adalah Rp. 46,195
triliun. Besar pendapatan nasional yang akan hilang apabila sektor
tembakau dan industri rokok tidak dimasukkan dalam perekonomian
nasional adalah Rp. 46,195 triliun (Yuriandi: 2010: 3).
Industri Hasil Tembakau berkontribusi bagi penerimaan negara
melalui cukai. Pengutipan cukai tembakau sekarang ini memperlihatkan
peningkatan rata-rata 13,64% dari Rp. 29 triliun pada tahun 2004 menjadi
Rp. 49 triliun pada tahun 2008. Cukai hasil tembakau tersebut
menyumbang Rp. 50,2 triliun yang merupakan jumlah penerimaan cukai
pada tahun 2008.10 Pada tahun 2009 penerimaan negara dari cukai hingga
akhir Oktober mencapai Rp. 46,201 triliun. Pada tahun 2010 ini
ditargetkan penerimaan negara dari cukai adalah sebesar Rp. 55,9 triliun
(Sirait: 2009: 83).
Berdasarkan gambaran tersebut, maka pada dasarnya penerimaan
cukai dari Industri Hasil Tembakau berupa rokok memiliki potensi yang
cukup besar dalam meningkatkan peranannya sebagai salah satu sumber
dana pembangunan. Dari sisi penerimaan negara berupa devisa, nilai
ekspor tembakau dan hasil tembakau juga memegang peranan yang cukup
penting. Meskipun mengalami sedikit perlambatan pertumbuhan pada
tahun 2008, namun secara keseluruhan nilai ekspor tembakau
menunjukkan tren yang terus meningkat. Secara rata-rata nilai ekspor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
tembakau mencatat pertumbuhan sebesar 9,2% dalam lima tahun terakhir,
dengan rata-rata nilai ekspor mencapai sebesar US$. 65,7 juta dalam kurun
waktu tahun 2004 – tahun 2008.
Industri Hasil Tembakau memiliki sumbangan yang besar terhadap
penyerapan tenaga kerja. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, baik
langsung maupun tidak langsung, pada tahun 2008 Industri Hasil
Tembakau mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6,1 juta orang dengan
rincian petani tembakau 2 juta orang, petani cengkeh 1,5 juta orang, tenaga
kerja di pabrik rokok sekitar 600 ribu orang, pengecer rokok/ pedagang
asongan sekitar 1 juta orang, dan tenaga kerja percetakan, periklanan,
pengangkutan serta jasa transportasi sekitar 1 juta orang.
Salah satu obyek yang dapat menjadi sumber penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah cukai rokok. Dengan
berkembangnya industri rokok di Surakarta, pemerintah daerah memiliki
potensi yang cukup besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD)-nya. Hal ini berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan
No.84/PMK.07/2008 mengenai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(DBH CHT). Pada tahun 2010, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(DBH CHT) digunakan untuk pembinaan kemampuan dan keterampilan
kerja masyarakat di lingkungan Industri Hasil Tembakau dan daerah
penghasil bahan Industri Hasil Tembakau, peningkatan sarana dan
prasarana kelembagaan pelatihan bagi tenaga kerja Industri Hasil
Tembakau. Hal ini dilakukan semata untuk mengentaskan kemiskinan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di
daerah penghasil tembakau. Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau (DBH CHT) ini sudah dilaksanakan berdasarkan Undang-
Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai diatur bahwa dari penerimaan
cukai hasil tembakau dialokasikan 2% kepada daerah penghasil tembakau.
Selanjutnya mengenai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(DBH CHT) yang dibagikan kepada setiap provinsi masih minim. Dari
pendapatan pemerintah melalui cukai memberikan masukan bagi
penerimaan negara sebesar Rp. 54,4 triliun pada tahun 2009 yang diterima
oleh Surakarta adalah Rp. 1,42 miliar pada tahun 2008, sedangkan pada
tahun 2009 (alokasi sementara) akan mendapatkan Rp. 3,9 miliar. Untuk
pemerintah provinsi Surakarta, dengan jatah 30% dari total Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) Sumut, maka pada tahun 2008
mendapat Rp. 428,09 juta, dan tahun 2009 mendapat Rp. 1,17 miliar.
Ketentuan soal Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) ini
jelas memberikan dampak yang signifikan pada pendapatan daerah, meski
dengan nilai yang tidak besar, dan dengan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau (DBH CHT) yang sudah baku dan tidak memungkinkan
adanya improvisasi lain oleh pemerintah daerah. Terhambatnya
perkembangan Industri Hasil Tembakau juga dipicu dengan maraknya
kampanye anti merokok di Eropa yang mengakibatkan Tembakau Deli
dari Surakarta berkurang. Dapat dilihat data dari PT. Perkebunan
Nusantara 2 yang bidang usahanya bergerak dalam sektor perkebunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tembakau terjadi pengurangan lahan untuk ladang pertanaman yakni 475
ladang di tahun 2009 menjadi 452 ladang dengan produksi seluas 0,8 ha.
Dengan berkurangnya jumlah ladang tersebut mengakibatkan produksi
tembakau deli menurun yakni di tahun 2008 mencapai 2.270 bal yang
masing-masing bal berukuran sekitar 72 – 80 kg dan di tahun 2009
kembali menurun menjadi 750 – 800 bal karena sedikitnya pertanaman.
Berdasarkan hasil lelang 2009 sebanyak 2.270 bal, yang mampu terjual
hanya berkisar 1.500 bal dengan rata-rata harga €. 30,-/kg. Untuk sisa
produksi yang belum terjual tersebut yakni 770 bal akan dilelang kembali
di tahun 2010 ditambah dengan produksi tanam tahun 2009.
Iklan rokok juga sebagai hambatan Industri Hasil Tembakau,
sebelum Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) disusun
pada setiap negara sudah didengung-dengungkan mengenai gerakan anti
rokok yang kian hari kian menguat. Menurut Mantan Kepala Badan
Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Anggito Abimanyu mengenai
iklan kampanye anti rokok bahwa ” kampanye anti rokok ini juga
menghambat perkembangan Industri Hasil Tembakau dan mempengaruhi
penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara secara drastis” (Jakarta
: Harian Suara Pembaruan, tanggal 17 Maret 2010).
Hambatan Industri Hasil Tembakau tidak sampai Framework
Convention on Tobacco Control melainkan sampai ke permasalahan
domestik yaitu mengenai infrastruktur, keamanan, transaction cost yang
tinggi, maraknya rokok illegal, semakin banyak peraturan daerah tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
larangan merokok di tempat-tempat tertentu. Mengenai infrastruktur yang
menjadi penghambat dalam perkembangan Industri Hasil Tembakau
adalah tentang kurangnya daya listrik menimbulkan biaya tambahan bagi
perusahaan rokok untuk menyediakan motor diesel (genset) dan juga
bahan bakarnya yang tidak lain membutuhkan biaya tambahan ekstra,
jalan raya yang masih banyak rusak menyebabkan pengiriman barang
menjadi lambat. Masalah keamanan juga menjadi faktor penting bagi
perusahaan rokok atau Industri Hasil Tembakau untuk berkembang
(Yuriandi: 2012: 10).
Transaction cost dapat dikaitkan dengan adanya pungli dan juga
retribusi-retribusi akibat perda-perda yang notabene meningkatkan
pendapatan daerah. Seperti pembuatan izin-izin usaha yang tidak satu
pintu, setiap perusahaan rokok yang ada harus mempunyai izin-izin usaha
yang diurus satu persatu. Mulai dari Surat Keterangan Domisili dari
kelurahan yang ditandatangani oleh Camat. Selanjutnya ke Surat Izin
Usaha Perusahaan, Surat Izin Gangguan, dan Tanda Daftar Perusahaan
yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Setiap izin
yang dikeluarkan selalu membutuhkan biaya retribusi resmi dari
pemerintah daerah dan juga ’ongkos’ pengurusan yang dikutip melalui
pejabat setempat (Yuriandi: 2012: 10).
Penerapan cukai tembakau sedikit demi sedikit akan mengarah
kepada kebijakan single spesifik atau dapat juga disebut dengan single
tarif, yaitu kebijakan tarif cukai tembakau yang menyamaratakan cukai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
antar setiap golongan Industri Hasil Tembakau baik itu Sigaret Putih
Mesin, Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Dengan diberlakukannya kebijakan single tarif tersebut dapat
memberatkan pelaku usaha dalam skala kecil dan menengah.
Dasar hukum cukai sebagai instrumen pengendali Industri Hasil
Tembakau yaitu Undang-Undang No. 16 Tahun 1956 tentang Pengubahan
dan Penambahan Ordonansi Cukai Tembakau, yang menggantikan
Staatsblad 1932 No. 517 tentang Ordonansi Cukai Tembakau merupakan
produk kolonial Belanda. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 11
Tahun 1995 tentang Cukai menggantikan beberapa perundang-undangan
produk kolonial Belanda tersebut yang sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang 39 Tahun 2007. Tujuan dari cukai adalah untuk
menghambat pemakaian barang-barang yang dikenakan masuk ke dalam
karakteristik undang-undang di atas guna untuk mewujudkan
kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan.
Akhirnya banyak Industri Hasil Tembakau nasional, khusus
berskala kecil dan menengah tidak mampu bertahan dan menutup usaha.
Sedangkan Industri Hasil Tembakau nasional yang lebih besar untuk
tindakan penyelamatan menjual perusahaannya dan diakuisisi oleh
perusahaan-perusahaan multinasional besar, seperti PT. British American
Tobacco, Philip Morris, Japan Tobacco, dan lain-lain. Dengan cara ini,
pasar rokok dalam negeri hanya akan dikuasai oleh Industri Hasil
Tembakau multinasional. Saat ini saja untuk rokok putih, pasar domestik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
lebih kurang 80% dikuasai oleh dua Industri Hasil Tembakau
multinasional, yakni PT. British American Tobacco dan Philip Morris.
Setelah pasar rokok putih dikuasai bukan tidak mungkin selanjutnya
adalah Industri Hasil Tembakau rokok kretek.
Dugaan keterlibatan pihak asing (perusahaan multinasional) sejenis
ini sudah ada sejak lama. Pada tahun 1999 perusahaan rokok kretek
nasional menuding Indonesian Monetary Fund dan Bank Dunia
merupakan perpanjangan tangan perusahaan asing, khususnya dari
Amerika Serikat. Salah satu yang menjadi sasaran adalah pasar rokok
Indonesia yang potensial dan dikuasai oleh produsen kretek. Sebagai
negara berpenduduk 200 juta jiwa lebih dan konsumsi rata-rata per kapita
baru 1.100 batang, Indonesia merupakan pasar yang empuk. Sejumlah
perusahaan kretek menuding Indonesian Monetary Fund berada di balik
penundaan Penetapan Harga Jual Eceran Minimum (HJEM) rokok putih
yang telah dikeluarkan Menteri Keuangan Republik Indonesia 31 Maret
1999. Penundaan tersebut dilakukan selama 2 tahun, sementara ketentuan
yang sama harus sudah berlaku untuk rokok kretek. Kebijakan yang
demikian dipandang tidak adil bagi industri rokok kecil dan menengah.
Masalahnya ada produsen rokok kecil yang menjual rokok berharga
mahal, seperti Wismilak dan Saratoga. Akibat ketentuan ini mereka harus
membayar cukai lebih tinggi karena harga produk mereka yang melewati
batas harga eceran maksimum untuk pabrik sekelasnya. Padahal mereka
tetap saja produsen kecil yang harus hidup diantara para raksasa rokok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Apabila hal diatas terjadi maka yang disulitkan adalah Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Produk yang dijual pelaku-pelaku
usaha kecil dipaksa untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan raksasa
dunia. Sebagai contoh perusahaan lokal Surakarta seperti PT. Sumatera
Tobacco Trading Company dibandingkan dengan PT. British American
Tobacco Indonesia, Tbk yang ditinjau dari sisi produknya. Sudah pasti
perusahaan-perusahaan kecil yang ada akan tutup dan tidak beroperasi
lagi. Salah satu faktor penting yang menjadi daya tarik mengapa cukai
tembakau sering dibicarakan oleh berbagai kalangan masyarakat adalah
peranannya terhadap pembangunan dalam bentuk sumbangan kepada
penerimaan negara khususnya dalam kelompok Penerimaan Dalam Negeri
yang tercermin pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Dana yang didapat dari kebijakan cukai digunakan untuk
pemulihan akibat ari rokok. Digunakan juga untuk pemenuhan bahan baku
berupa tembakau bagi Industri Hasil Tembakau skala menengah-kecil.
Dana yang didapat dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH
CHT) tersebut harus berkontribusi kepada Surakarta. Khususnya untuk
perbaikan infrastruktur agar iklim usaha Industri Hasil Tembakau di
Surakarta membaik, dan menumbuhkan Industri Hasil Tembakau skala
menengah-kecil mengarah ke skala menengah-besar. Terlihat jelas adanya
dilema dalam pengaturan Industri Hasil Tembakau sebagaimana diuraikan
diatas. Setidaknya ada tiga variabel yang saling tarik menarik dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
meregulasi Industri Hasil Tembakau, khususnya regulasi tarif cukai
tembakau, yakni : peningkatan pendapatan negara melalui cukai tembakau,
pengendalian dampak tembakau untuk alasan kesehatan, dan peran
Industri Hasil Tembakau pada perekonomian nasional seperti penerimaan
negara, penyerapan tenaga kerja dan rakyat yang menggantungkan
hidupnya pada keberadaan Industri Hasil Tembakau.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, selanjutnya dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan Kebijakan Dana Bagio Hasil Cukai Hasil
Tembaku (DBHCHT) di kota Surakarta?
2. Bagaimana pertumbuhan nilai anggaran dan realisasi Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta?
3. Bagaimana alokasi dana (DBHCHT) berdasarkan peruntukannya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui peranan
hukum dalam pembangunan ekonomi di Surakarta terkait dengan Industri
Hasil Tembakau. Bertolak dari rumusan masalah maka tujuan dari
penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui perkembangan Kebijakan Dana Bagio Hasil Cukai
Hasil Tembaku (DBHCHT) di kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Untuk mengetahui pertumbuhan nilai anggaran realisasi Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta.
3. Untuk mengetahui alokasi dana (DBHCHT) berdasarkan
peruntukannya di kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi Pemerintah Daerah
Sebagai bahan referensi bagi pemerintah daerah dalam mengambil
kebijaksanaan-kebijaksaan dalam mengatur pemanfaatan Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
2. Bagi Kalangan Akademik
Sebagai bahan masukan bagi para mahasiswa yang ingin
memahami masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
3. Bagi Masyarakat Umum
Sebagai bahan referensi untuk mengetahui kenerja pemerintah
daerah dalam menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) adalah
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia
dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2%
(dua persen). DBH CHT merupakan salah satu kebijakan pemerintah
dalam pengembangan pembangunan di Indonesia atas pemungutan cukai
dari Industri Hasil Tembakau (IHT). DBH CHT digunakan untuk
mendanai (Yuriandi: 2012):
1. Peningkatan kualitas bahan baku
Peningkatan proses produksi industri hasil tembakau berupa bahan
mentah dengan bantuan sarana dan prasarana produksi, bantuan modal
kerja, demo intensifikasi tembakau sebagai bahan baku utama dan
cengkeh sebagai bahan baku tambahan dalam proses pembuatan
rokok. Peningkatan kualitas bahan baku industri hasil tembakau,
meliputi:
a. Standardisasi kualitas bahan baku;
b. Pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin rendah;
c. Pengembangan sarana laboratorium uji dan pengembangan
metode pengujian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
d. Penanganan panen dan pascapanen bahan baku; dan/atau
e. Penguatan kelembagaan kelompok petani bahan baku untuk
industri hasil tembakau.
2. Pembinaan Industri
Kegiatan dalam rangka perbaikan kualitas produk IHT sejak
dari bahan mentah hingga barang siap dipasarkan, termasuk
penyediaan data yang menyajikan informasi yang memuat tentan IHT,
kebutuhan bahan baku IHT, daerah penghasil bahan baku IHT, jumlah
tenaga kerja, jenis IHT yang diproduksi, total produksi IHT periode
tertentu, dan potensi pemakaian cukai. Pembinaan industri hasil
tembakau, meliputi:
a. Pendataan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau
(registrasi mesin/peralatan mesin) dan memberikan tanda khusus;
b. Penerapan ketentuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI);
c. Pembentukan kawasan industri hasil tembakau;
d. Pemetaan IHT berupa kegiatan pengumpulan data yang berkaitan
dengan industri hasil tembakau di suatu daerah, meliputi :
e. Asal daerah bahan baku (tembakau dan cengkih).
f. Kemitraan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan usaha besar
dalam pengadaan bahan baku;
g. Penguatan kelembagaan asosiasi industri hasil tembakau;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
h. Pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar tar dan
nikotin rendah melalui penerapan Good Manufacturing Practices
(GMP).
3. Pembinaan lingkungan sosial
Merupakan tanggung jawab sosial yang dilakukan untuk
membantu penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan
lingkungan, membantu permodalan Usaha Kecil Menengah (UKM)
atau Industri Kecil Menengah (IKM). Pembinaan lingkungan sosial,
meliputi :
a. Pembinaan kemampuan dan ketrampilan kerja masyarakat di
lingkungan IHT dan/atau daerah penghasil bahan baku IHT;
b. Penerapan manajemen limbah industri hasil tembakau yang
mengacu kepada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL);
c. Penetapan kawasan tanpa asap rokok dan pengadaan
tempat khusus untuk merokok di tempat umum; dan/ atau
d. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan
fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap
rokok
4. Sosialisasi ketentuan di bidang cukai
Proses pengenalan dan pemahaman tentang penggunaan pita
cukai rokok, pentingnya pendapatan dari cukai rokok untuk
pembangunan, dampak penggunaan pita cukai rokok illegal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
5. Pemberantasan barang kena cukai illegal
Kegiatan yang bertujuan untuk meminimalisir peredaran rokok
illegal, meningkatkan penggunaan cukai rokok resmi dan memberikan
efek jera kepada pelaku. Pemberantasan barang kena cukai ilegal,
meliputi:
a. Pengumpulan informasi hasil tembakau yang dilekati pita cukai
palsu di peredaran atau tempat penjualan eceran;
b. Pengumpulan informasi hasil tembakau yang tidak dilekati pita
cukai di peredaran atau tempat penjualan eceran; dan
c. Pengumpulan informasi barang kena cukai berupa etil alkohol dan
minuman mengandung etil alkohol yang ilegal di peredaran atau
tempat penjualan eceran.
d. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan pengumpulan informasi
ditemukan indikasi adanya hasil tembakau yang dilekati pita
cukai palsu, hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai, atau
etil alkohol dan minuman mengandung etil alcohol yang ilegal di
peredaran atau tempat penjualan eceran, walikota menyampaikan
informasi secara tertulis kepada DJBC.
Dana bagi hasil cukai merupakan bagian kapasitas fiskal yang
perhitungannya disesuaikan dengan formula Dana Alokasi Umum (DAU)
yang setiap tahun ditetapkan dalam pembahasan RAPBN. Pembagian,
pengelolaan, dan penggunaan pembagian dana bagi hasil cukai hasil
tembakau kepada kabupaten/kota penyumbang cukai hasil tembakau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dihitung berdasarkan kontribusi penerimaan cukai hasil tembakau pada
kabupaten/kota tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
No.20/PMK.07/2009. Pembagian DBH CHT untuk masing-masing
daerah provinsi/kabupaten/kota diatur oleh gubernur dan diusulkan untuk
mendapatkan persetujuan dan penetapan oleh Menteri Keuangan, dengan
komposisi :
a. 30 % untuk provinsi penghasil
b. 40% untuk kabupaten/kota daerah penghasil
c. 30% untuk kabupaten/kota lainnya
Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas
penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan
Industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang
cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai illegal yang berasal
dari DBH CHT yang dibuat di Indonesia. Apabila hasil pemantauan dan
evaluasi anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan Industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai,
dan/atau pemberantasan barang kena cukai illegal dari dana bagi hasil
cukai hasil tembakau mengidikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan
akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundagan yang belaku.
Atas penyalahgunaan alokasi tersebut dapat diberikan sanksi
penangguhan hingga penghentian penyaluran DBH CHT serta apabila
dalam pelaksanaan pengalokasian ke setiap SKPD terdapat sisa alokasi,
Penganggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) DBH CHT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dianggarkan kembali dalam APBD Tahun Anggaran berikutnya untuk
membiayai kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Pengalokasian DBH CHT melalui mekanisme sebagai berikut :
1. Penetapan Alokasi DBH CHT
Penetapan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang
dialokasikan kepada provinsi dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Besaran alokasi DBH CHT per tahun ditetapkan dalam UU
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan
pembagian alokasi DBH CHT per provinsi;
c. Gubernur menetapkan pembagian untuk provinsi, kabupaten,
dan kota di wilayahnya masing-masing dengan komposisi : 30%
untuk provinsi, 40% untuk kabupaten/kota penghasil, dan 30%
kabupaten/kota lainnya;
d. Menteri Keuangan memberikan persetujuan atas pembagian
alokasi yang ditetapkan Gubernur dengan Peraturan Menteri
Keuangan
2. Penyaluran DBH CHT
Penyaluran DBH CHT dari pusat yang dialokasikan kepada
provinsi hingga ke kota Surakarta dengan penjelasan sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a. Penyaluran dilaksanakan secara triwulanan
b. Penyaluran dilaksanakan dengan cara memindahbukukan dari
rekening kas umum negara ke masing-masing rekening kas
umum daerah
c. Penyaluran triwulan I sampai dengan III dihitung dari
penetapan alokasi sementara
d. Penyaluran triwulan I dilaksanakan pada bulan Maret sebesar
20%, triwulan II dilaksanakan pada bulan Juni sebesar 30%
dan triwulan III dilaksanakan pada bulan September sebesar
30%
e. Penyaluran triwulan IV sebesar selisih antara penetapan
alokasi definitif dengan dana yang telah disalurkan pada
triwulan I sampai dengan III
f. Penyaluran triwulan I dilakukan setelah Direktorat Jenderal
Perimbangan dan Keuangan (DJPK) menerima laporan
konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH
CHT semester II tahun anggaran sebelumnya dari gubernur
dan laporan konsolidasi rancangan program kegiatan dan
anggaran DBH CHT
g. Penyaluran triwulan III dilakukan setelah DJPK menerima
laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan
kegiatan DBH CHT semester I tahun berjalan dari gubernur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
h. Dalam hal laporan konsolidasi penggunaan dana atas kegiatan
DBH CHT sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan 7 tidak
menunjukan adanya realisasi penggunaan, maka penyaluran
DBH CHT ditunda sampai dengan disampaikannya laporan
konsolidasi penggunaan dana atas kegiatan DBH CHT
3. Pelaporan DBH CHT
Pelaporan DBH CHT atas alokasi dana ke tiap kota, dapat dirinci
sebagai berikut :
a. Awal tahun gubernur menyampaikan laporan konsolidasi
rancangan program kegiatan dan anggaran DBH CHT dari
masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota;
b. Tanggal 20 Juli gubernur menyampaikan laporan konsolidasi
penggunaan dana atas kegiatan DBH CHT semester I dari
masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota;
c. Tanggal 20 Desember gubernur menyampaikan laporan
konsolidasi penggunaan dana atas kegiatan DBHCHT semester
II dari masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota
B. Paradigma Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau
Setelah mengetahui sejarah bea cukai dan Industri Hasil
Tembakau, selanjutnya akan dibahas mengenai paradigma kebijakan tarif
cukai hasil tembakau. Apabila berbicara mengenai paradigma maka tidak
terlepas dari pandangan berbagai pihak terhadap kebijakan tarif cukai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
hasil tembakau. Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk
pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan
membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan
menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu
Menurut Thomas Kuhn Paradigma hukum adalah pandangan
terhadap positivisme hukum yang berlaku berkaitan dengan cukai hasil
tembakau. Adapun yang berkaitan dengan paradigma hukum kebijakan
tarif cukai hasil tembakau, antara lain, (Sirait, 2009:14) :
1. Departemen Keuangan
Dari paradigma Departemen Keuangan mengenai kebijakan
tarif cukai hasil tembakau di Indonesia yang berbicara mengenai
pendapatan negara melalui penerimaan negara. Negara mendapat
pemasukan dari pengutipan cukai yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah Departemen
Keuangan. Pengutipan cukai ini dilakukan Pemerintah melalui
Departemen Keuangan, Direktorat Bea dan Cukai adalah dengan
mengeluarkan Peraturan Menteri Kuangan No. 181/PMK.011/2009,
tanggal 16 November 2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Peraturan Menteri Keuangan ini mencabut dan menyatakan tidak
belaku lagi Peraturan Menteri Keuangan mengenai tarif cukai hasil
tembakau sebelumsebelumnya, yaitu : 1) Peraturan Menteri
Keuangan No. 43/PMK.04/2005; 2) Peraturan Menteri Keuangan
No. 118/PMK.04/2006; 3) Peraturan Menteri Keuangan No.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
134/PMK.04/2007; dan 4) Peraturan Menteri Keuangan No.
203/PMK.011/2008.
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau adalah
mengenai GolonganPengusaha Pabrik Hasil Tembakau, Batasan
Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram Hasil
Tembakau Buatan Dalam Negeri, dan Tarif Cukai dan Harga Jual
Eceran Minimum Hasil Tembakau yang Diimpor. Adapun
pengaturan penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau yang
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.011/2009
tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau di atas dapat dilihat pada tabel
yang tertera sebagai lampiran pada peraturan tersebut, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Tabel 2.1 Golongan Pengusaha Hasil Tembakau
No urut
Golongan Pengusaha Pabrik
Hasil Tembakau
Batasan Jumlah Produksi
Jenis Golongan
1. Sigaret Kretek Mesin
I II I
Lebih dari 2 milyar batang Tidak lebih dari 2 milyar batang Lebih dari 2 milyar batang
2. Sigaret Putih Mesin
I Tidak lebih dari 2 milyar batang
3. Sigaret Kretek Tangan atau Sigaret Putih Tangan
II I II
Tidak lebih dari 2 milyar batang Lebih dari 2 milyar batang Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar batang
4. Tembakau Iris
Tanpa Golongan
Tanpa batasan jumlah produksi
5. KLM atau Klobot
Tanpa Golongan
Tanpa batasan jumlah produksi
6. Hasil Pengelolaan Tembakau
Tanpa Golongan
Tanpa batasan jumlah produksi
Sumber : Lampiran I, Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Pemerintah memutuskan kenaikan cukai hasil tembakau
sebesar 7% yan gdilaksanakan pada 1 Februari 2009 untuk
mengendalikan konsumsi rokok dan mencapai target penerimaan
cukai senilai Rp. 53.30 triliun. Kenaikan setoran Industri Hasil
Tembakau ini harus dibarengi penurunan konsumsi rokok. Untuk
mencapai target tersebut, pemerintah akan menekan pertumbuhan
konsumsi rokok di level 5% dengan menaikkan beban cukai rokok
rata-rata sebesar 7%. Peraturan tersebut di atas juga mengatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
penyederhanaan jumlah golongan pabrik, dari tiga golongan menjadi
dua golongan untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret
Putih Mesin (SPM). Untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) tetap
terdiri dari tiga golongan. Pemerintah dari waktu ke waktu akan terus
melakkukan penyederhanaan golongan pabrik menjadi dua jenis,
yakni Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Kretek Tangan. Untuk
Sigaret Putih Mesin, akan dimasukkan dalam kategori Sigaret Kretek
Mesin.
Inilah yang disebut simplifikasi tarif atau sama dengan single
tariff. Jadi, Industri Hasil Tembakau kecil dipaksa untuk bersaing
melawan raksasa Industri Hasil Tembakau. Berikutnya dapat dilihat
penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau dari tahun 2005
sampai 2009, sebagai berikut :
Tabel 2.2 Target dan Realisasi Penerimaan Cukai
Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005-2010
Tahun
Target (Rp. Triliun)
Realisasi (Rp. Triliun)
Realisasi (Rp. Triliun)
2005 32.24 33.26 103.16 2006 38.52 37.80 98.13 2007 42.03 44.70 106.35 2008 45.72 51.25 112.10 2009 53.30 - -
Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2010.
Dari sisi penerimaan negara, benar bahwa penerimaan negara
melalui cukai sangat tinggi dan terealisasi dengan baik. Departemen
keuangan sudah bekerja dengan baik sehingga dana tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
mendapatkan angka yang baik. Namun, tanpa disadari oleh
pemerintah kebijakan tersebut dapat menyulitkan Industri Hasil
Tembakau untuk bertahan.
2. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam hal
kebijakan tarif cukai hasil tembakau berperan dalam hal
merumuskan Roadmap Industri Hasil Tembakau yang merupakan
aplikasi dari prioritas atas aspek tenaga kerja, penerimaan dan
kesehatan, diantaranya dengan menghilangkan rokok ilegal dan pita
cukai palsu. Beredarnya rokok ilegal dan pita cukai palsu berarti
tidak ada penerimaan negara dari sektor cukai tembakau. Beredarnya
rokok ilegal dan pita cukai palsu yang merupakan hambatan dari
penerimaan negara pasti membuat gerah pemerintah, maka
Pemerintah melalui Departemen Perindustrian dan Perdangangan
mengeluarkan rencana kerja di dalamRoadmap Industri Hasil
Tembakau tersebut yang terbagi dalam beberapa jangka waktu,
yaitu74 :
a. Tahun 2007-2010 yang merupakan jangka pendek, urutan
prioritas pada aspek : tenaga kerja – penerimaan negara –
kesehatan.
b. Tahun 2010-2015 atau jangka menengah, urutan prioritas pada
aspek : penerimaan negara – kesehatan – tenaga kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
c. Tahun 2015-2020 atau jangka panjang, prioritas pada aspek
kesehatan melebihi aspek tenaga kerja dan penerimaan negara.
Disamping penerimaan negara menjadi berkurang,
persaingan bisnis hasil tembakau juga menjadi tidak sehat karena
produk tembakau ilegal bisa menjual dengan harga lebih murah dari
yang legal. Bila hal ini terjadi maka jumlah produk hasil tembakau di
pasaran meningkat, dan masyarakat dapat memperoleh dengan
mudah akibatnya berdampak pada kesehatan masyarakat karena
konsumsi tembakau yang meningkat.
Kerugian negara dari tindak pidana terkait pita cukai palsu
yang ditangani Ditjen Bea dan Cukai selama 2009 mencapai sekitar
Rp. 1,5 triliun. Kerugian tersebut adalah dari penggerebekan
percetakan pita cukai palsu yang dilakukan di seluruh wilayah
Indonesia. Peredaran pita cukai palsu tersebut terus meningkat dari
tahun ke tahun dengan melihat tabel di bawah ini. Apabila dilihat
dari cara memproduksi pitacukai tersebut adalah dengan
menjalankan kegiatan pita cukai palsu secara tertutup dengan kedok
kegiatan penjualan.
Tabel 2.3 Kasus Pita Cukai Palsu dari Tahun 2006 – Juli 2009
Tahun Jumlah Kasus yang Ditangani
2006 31 2007 146 2008 750 2009 415
Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Republik Indonesia, 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Disini Departemen Perindustrian dan Perdagangan lebih
berperan dalam menjaga kestabilan penerimaan negara dalam hal
cukai hasil tembakau. Dapat dilihat pada Tabel 5 di atas bahwa
proses law enforcement begitu gencar dilakukan oleh Dirjend Bea
dan Cukai bersinergi dengan POLRI (Kepolisian Republik
Indonesia) dalam melakukan pengawasan pita cukai palsu tersebut.
Setiap departemen pemerintahan mempunyai pandangan yang
berbeda-beda dalam hal cukai hasil tembakau tersebut dikarenakan
ada tugas yang berbeda pula pada setiap departemennya. Perbedaan
persepsi yang ada ini tidak mungkin untuk disatukan melihat
perbedaan tanggung jawab dan wewenang dari setiap departemen.
3. Departemen Pertanian
Pada Departemen Pertanian dalam hal kebijakan tarif cukai
hasil tembakau adalah melalui perkembangan dari jumlah lahan yang
digunakan dalam pertanian tembakau dan penelitian-penelitian untuk
mencari substitusi produk. Departemen Pertanian mendukung
sepenuhnya perkembangan lahan dan penelitian mengenai
pengembangan tembakau tersebut. Isu strategis untuk komoditas
tembakau adalah ditetapkannya rokok sebagai salah satu industri
prioritas. Industri rokok di Indonesia menggunakan 80% bahan baku
tembakau lokal. Tembakau cerutu merupakan komoditas ekspor
yang sudah terkenal sejak lama. Areal pertanaman tembakau setiap
tahun mencapai 220.000 ha, sekitar 60% di Jawa Timur, selebihnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tersebar di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan
Nusa Tenggara Barat. Pada umumnya tembakau diusahakan oleh
petani berskala kecil, hanya sebagian yang diusahakan oleh Badan
Usaha Milik Negara dan Perusahaan Swasta.
Sumbangan tembakau terhadap pendapatan petani dan negara
cukup besar. Usaha tani dan industri tembakau dapat menghidupi 10
juta jiwa yang meliputi 4 juta petani, 600.000 orang tenaga kerja di
pabrik-pabrik rokok, 4,5 juta orang yang terlibat dalam perdagangan,
dan 900.000 orang terlibat dalam transportasi dan periklanan.
Tembakau memberikan sumbangan pendapatan negara dalam bentuk
cukai dan devisa dari ekspor tembakau. Kendala-kendala yang
dihadapi dalam pengembangan tembakau adalah rendahnya
produktivitas dan beragamnya mutu yang dihasilkan, serta tekanan
masyarakat internasional terkait isu kesehatan.
Oleh karena itu Departemen Pertanian menggalakkan
penelitian yang diarahkan pada peningkatan produktivitas dan mutu
tembakau serta mengurangisenyawa-senyawa yang mempengaruhi
kesehatan perokok misalnya kandungan nikotin yang lebih rendah.
Apabila dilihat dari sisi petani tembakau, tembakau sebagai tanaman
industry yang merupakan pilihan oleh petani dalam berusaha tani.
Pilihan yang dipilih petani tersebut didasarkan pada pemikiran dan
kondisi yang sangat rasional dan menguntungkan. Petani pada
prinsipnya tidak memilih menanam komoditas tembakau apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
tanaman tersebut tidak memberikan keuntungan.80 Pemilihan petani
berusaha tani tembakau mendapatkan perlindungan dari Undang-
Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Dalam Pasal 6 Ayat (1) menyebutkan bahwa : ”Petani memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan
pembudidayaannya”.
Berdasarkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman, hak-hak petani sebagai seorang
warga negara mendapat perlindungan hukum. Seperti diketahui
bahwa berbagai jenis tanaman memiliki sifat lokal dan spesifik,
misalnya kelapa sawit kurang sesuai ditanam di Pulau Jawa.
Demikian juga dengan tembakau memiliki sifat dan lokalisasi dan
spesifik. Artinya, tanaman ini sangat sesuai apabila ditanam pada
wilayah-wilayah tertentu, seperti Madura, Bojonegoro, Besuki,
Sleman, Temanggung, Deli, Lombok, dan lainnya. Sifat yang lokal
dan spesifik tersebut sangat sesuai dengan pola tanam yang
telahdilaksanakan oleh para petani di masing-masing lokasi
penanaman tembakau. Oleh karena itu, sangat naif sekali apabila
petani diminta untuk mengurangi atau mengendalikan tanaman
tembakau. Apabila hal ini dilakukan maka perusahaan-perusahaan
rokok akan mengalami kesulitan dalam bahan baku untuk membuat
rokok. Kesulitan bahan baku tersebut akan dipenuhi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
melakukan impor daun tembakau, yang pada akhirnya dapat
mengurangi devisa negara.
Jika sudah mengancam pengurangan devisa negara, pastilah
pemerintah sudah mulai mengambil sikap untuk mempertahankan
penerimaan negara tersebut. Pengurangan devisa berasal dari
masuknya barang impor ke dalam negeri. Berbagai upaya ditempuh
untuk menggalakkan kembali pertanian tembakau, salah satunya
adalah dengan mengembangkan penelitian terhadap tembakau
rendah nikotin dan tar untuk mengurangi dampak rokok terhadap
kesehatan.
C. Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau di Indonesia Dilihat Dari
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dan
Peruntukannya
Setelah dana cukai hasil tembakau dikutip selanjutnya akan
dikumpulkan oleh pemerintah untuk dikembalikan kembali kepada
masyarakat, disebut Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)). Semua peraturan yang
diterapkan dalam pembagian ini ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Keuangan. Dimulai dari cukai hasil tembakau dan dasar pembagian
kepada daerah. Sedangkan untuk penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau (DBHCHT) hanya diketahui oleh daerah masing-masing
karena penggunaannya menggunakan metode block grant.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 2.4 Penetapan Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau Tahun Anggaran 2009
No Daerah Jumlah
1 Surakarta 2.764.989.068
2 Boyolali 3.425.770.857
3 Sukoharjo 2.772.201.919
4 Wonogiri 2.483.494.026
5 Sragen 2.640.937.713
6 Klaten 5.208.380.679
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2009
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) diberikan melalui
transfer ke rekening masing-masing daerah melalui Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan yang dibawah Departemen Keuangan yang
dipimpin oleh Menteri Keuangan dengan dasar Peraturan Menteri
Keuangan No. 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. 84 Pada Pasal 21
ketentuan ini menyebutkan bahwa pelaksanaanpenyaluran Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dilakukan triwulanan.
Penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) tersebut
akan dilakukan apabila telah disampaikannya laporan konsolidasi, yaitu
laporan penggunaan dana yang tandatanganin oleh Gubernur.
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)
tersebut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan No.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau, pada Pasal 2 peraturan ini menyebutkan bahwa :
1. “Penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2007, digunakan untuk mendanai kegiatan :
a. Peningkatan kualitas bahan baku;
b. Pembinaan industri;
c. Pembinaan lingkungan sosial;
d. Sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau
e. Pemberantasan barang kena cukai ilegal.
2. Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan,
mendorong, dan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-
masing”.
Dalam peraturan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau (DBH CHT) seluruhnya digunakan untuk menanggulangi
permasalahan yang timbul dari tembakau tersebut, seperti para petani
yang kesulitan bibit dan pupuk harus diberikan jalan keluar dengan
cara memberikan bibit dan pupuk gratis melalui Dinas Pertanian
masing-masing daerahnya. Cara yang lebih real lagi adalah dengan
memberikan para petani tembakau tersebut informasi mengenai daftar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
harga pasaran dari tembakauagar petani tidak menjual dengan harga
yang sudah ditentukan oleh Industri Hasil Tembakau tersebut
(tengkulak).
Dalam hal penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau (DBH CHT) untuk pembinaan Industri Hasil Tembakau
dilakukan dengan cara memberikan kemudahan dalam pengurusan
izin-izin terkait usaha industri rokok tersebut. Apabila Industri Hasil
Tembakau ingin mengekspor produksinya banyak sekali
tahapantahapan yang harus dilaluinya, seperti pembuatan Nomor
Registrasi Produk (NRP). Pembuatan Nomor Registrasi Produk
tersebut harus menggunakan Tanda DaftarPerusahaan (TDP) dan Izin
Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi. Pengurusan izin terkait ekspor tersebut
memiliki hambatan dalam hal pungutan liar yang dilakukan oleh para
pegawai-pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
(Depperindag). Setelah izin-izin tersebut selesai dikeluarkan oleh
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, belum bisa digunakan untuk
mengekspor masih ada lagi pengurusan Nomor Registrasi Produk di
pusat. Hal ini yang membuat para pengusaha Industri Hasil Tembakau
kesulitan dalam mengekspor produk mereka. Dalam pembahasan bab
ini ditemukan bahwa ada pandangan yang berbeda-beda dari setiap
departemen pemerintah terkait dengan kebijakan tarif cukai hasil
tembakau. Namun keadaan seperti ini diluruskan kembali oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
pemerintah dengan mengeluarkan Roadmap Tembakau 2007 – 2020
dengan pembangunan bertahapnya.
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang menganalisis penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau telah beberapa kali dilakukan oleh beberapa orang dan
sebagian besar mengatakan bahwa penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau masih jauh dari efisiensi dalam pemanfaatannya maupun
transparansinya.
Ditis (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemanfaatan
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta” dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif menyimpulkan bahwa
penggunaan dana Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau masih kurang
efisien dan belum sinkron dengan penggunaan yang seharusnya serta
nominal anggaran yang direalisasikan belum optimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Ika (2010) berjudul “Analisis
Alokasi Dana Bagi Hasil Tembakau di Kota Surakarta” dengan metode
deskriptif mengatakan bahwa alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau masih belum jelas dasar dan tolok ukur pembagiannya
terumatam pada tahun awal pelaksanaan. Serta realisasi penggunaan
alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau masih belum dilaksanakan
secara baik dari segi jumlah realisasi maupun jenis kegiatan realisasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
E. Kerangka Pemikiran
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau diambilkan dari 2% cukai
tembakau yang diterima sebuah daerah. Dana ini dialokasikan untuk
pengembangan pembangunan di daerah yang berkaitan contohnya
perbaikan infrastruktur, pemulihan akibat-akibat rokok serta
menumbuhkan industri rokok skala kecil-menengah
Untuk itu daerah yang mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau dalam hal ini kota Surakarta sudah sewajarnya
mengembangkan peraturan dan realisasi penggunaan Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau secara tepat dan efisien.
Secara skematis kerangka pemikiran dapat dijabarkan sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 2.1
Sistematis Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran
Karakteristik dan Potensi Pajak cukai di Kota
Surakarta
Potensi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di
kota Surakarta
Perkembangan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota
Surakarta
Analisis deskriptif terhadap anggaran dan realisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau
Analisis terhadap realisasi Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau
Analisis terhadap alokasi anggaran Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau
Kebijakan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau kota
Surakrta secara tepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disajikan sebelumnya
maka disusun hipotesis sebagai berikut ini :
1. Kebijakan dan peraturan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
di kota Surakarta belum mengalokasikan dana secara tepat dan
efisien.
2. Perkembangan distribusi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
di kota Surakarta belum secara tepat membagi distribusi dana
untuk kegiatan-kegiatan yang seharusnya disponsori DBHCHT.
3. Perkembangan nilai realisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau di kota Surakarta mengalami lonjakan yang cukup
signfikan dari tahun ke tahun.
4. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan dana Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau pertahun di kota Surakarta belum sesuai
dengan peraturan di tahun awal tapi membaik di tahun berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau yang didapatkan dari prosentase pajak cukai kota Surakarta.
Variabel yang digunakan adalah nilai anggaran, nilai realisasi beserta
SKPD yang mendapatkan pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau (DBHCHT). Batasan dalam penelitian ini adalah :
1. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau kota Surakarta tahun
2008-2010
2. Realisasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
beserta SKPD yang mendapatkan pembagiannya di kota
Surakarta tahun 2008-2010
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian deskiptif yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan alat analisis dengan metode kualitatif dan menggunakan
metode Statistik deskriptif dimana menggambarkan karakteristik subjek
ataupun obyek penelitian secara terperinci, ringkas, jelas dan sistematis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sumber Data Primer :
Data diperoleh langsung dari Kantor Dinas Kota Surakarta. Peneliti
melakukan wawancara dengan pejabat Kantor Dinas Kota Surakarta.
Contoh : Data yang diperoleh adalah data nominal anggaran dan
realisasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota
Surakarta.
2. Sumber Data Sekunder :
Data diperoleh dari sumber lain yang masih berkaitan dengan
penelitian. Data diperoleh dan dibaca oleh penulis atau referensi
lainnya yang dapat digunakan sebagai tambahan penelitian, data
tersebut diantarannya Undang-Undang yang mengatur Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau dan proses perancangan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Metode pengumpulan Data
a) Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab
secara langsung dengan bertatap muka dan berdialog yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dilakukan peneliti terhadap pimpinan dan karyawan Kantor Dinas
Kota Surakarta untuk meperoleh informasi yang lengkap.
Contoh : Data penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
di kota Surakarta tahun 2008-2010
b) Studi Pustaka
Suatu teknik yang menggunakan buku atau referensi sebagai teknik
mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan yang
diteliti.
Contoh : Undang-Undang yang mengatur alokasi Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau
2. Sumber Data
a) Sumber Data Sekunder
Data diperoleh langsung dari Kantor Dinas Kota Surakarta. Peneliti
melakukan wawancara dengan pejabat Kantor Dinas Kota
Surakarta Data diperoleh dari sumber lain yang masih berkaitan
dengan penelitian. Data diperoleh dan dibaca oleh penulis atau
referensi lainnya yang dapat digunakan sebagai tambahan
penelitian, data tersebut diantarannya Undang-Undang yang
mengatur Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan proses
perancangan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
E. Metode Analisis Data
Dalam sebuah penelitian teknik analisis data merupakan bagian
yang sangat penting karena pada bagian menyusun data yang diperlukan
secara sistematis dan komprehensif. Pada tahap ini data dikerjakan dan
dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-
kebenaran yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang
diajukan dalam sebuah penelitian.
Dalam mengolah dan menganalisis data yang diperoleh, penulis
menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif yaitu dengan cara
menginterprestasikan (membaca, menyimak, dan membandingkan) tabel,
grafik ataupun data yang kemudian melakukan uraianuntuk menarik
kesimpulan, sehingga data yang terkumpul berhubungan satu dengan yang
lainnya secara sistematis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
1. Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Surakarta terletak antara 110° 45’ 15” dan
110° 45’ 35” Bujur Timur dan antara 7° 36’ dan 7° 56’ Lintang Selatan.
Wilayah Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo” merupakan
dataran rendah dengan ketinggian ± 92 m dari permukaan laut.dan berada
diantara pertemuan kali/ sungai-sungai Pepe, Jenes, dan Bengawan Solo.
Suhu udara rata-rata di Kota Surakarta berkisar antara 24,8°C sampai
dengan 28,1°C, beriklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 6 mm –
949 mm yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan,
kelembaban udara berkisar antara 66 % sampai dengan 84 %, tekanan
udara antara 1007,30 mb – 1016,10 mb, dengan arah angin antara 01 knot
sampai dengan 15 knot.
Batas wilayah Kota Surakarta sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan di sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Wilayah Administratif
Kota Surakarta mempunyai luas wilayah mencapai 44,06 km2.
Luas wilayah kota Surakarta terbagi menjadi 5 kecamatan, 51 kelurahan,
2.645 RT, dan 592 RW. Kelima kecamatan tersebut yaitu : Kecamatan
Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan
Jebres, dan Kecamatan Banjarsari. Berikut ini pembagian wilayah
administratif kota Surakarta Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administratif Kota Surakarta Tahun 2008
No Kecamatan Luas (Km2)
% Kelurahan
%
RT
%
RW
%
1
Laweyan
8,64
19,62
11
21,57
452
17,09
105
17,74
2
Serengan
3,19
7,24
7
13,73
332
12,56
75
12,66
3
Pasar Kliwon 4,82
10,94
9
17,64
424
16,03
100
16,90
4
Jebres
12,58
28,57
11
21,57
605
22,87
145
24,49
5
Banjarsari
14,81
33,63
13
25,49
832
31,45
167
28,21
Jumlah
44,04
100
51
100
2.645
100
592
100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berdasarkan pada tabel 4.1 di atas, dari kelima kecamatan yang ada
di wilayah kota Surakarta, kecamatan yang mempunyai luas wilayah
paling besar yaitu Kecamatan Banjarsari (14,81 km2) yang mencakup
hampir 33,63% dari total keseluruhan luas wilayah Kota Surakarta,
sedangkan kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling kecil adalah
Kecamatan Serengan (3,19 km2). Kemudian dengan cakupan wilayah
administratif yang luas tersebut, Kecamatan Banjarsari mempunyai jumlah
kelurahan paling banyak dari pada wilayah administrasi yang lain yaitu
sebanyak 13 kelurahan, jumlah RT sebanyak 832 RT, dan jumlah RW
sebanyak 167 RW.
3. Kependudukan
Menurut data yang tercatat pada kantor Badan Pusat Statistik Kota
Surakarta, jumlah penduduk Kota Surakarta sebanyak 564.853 jiwa,
dengan rincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 279.324 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan sebanyak 286.529 jiwa. Berikut ini
perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan tingkat
kepadatan tiap kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan Kota Surakarta Tahun 2008.
No Kecamatan Luas(Km2)
% Laki-laki
% Perempuan
% Jumlah % Tingkat
Kepadatan (Jiwa/ Km2)
1 Laweyan 8,64
19.62 54.14
19.39 55.766
19.46 109.930
19.46 12.723
2 Serengan
3,19
7.25 31.23
11.19 32.295
11.27 63.58
11.25 19.899
3
Pasar Kliwon
4,82 10.95 43.12 15.45 44.808 15.64 87.980 15.58 18.272
4 Jebres
12,58
28.56 70.46
25.24 71.826
25.07 142.292
25.19 11.311
5 Banjarsari
14,81
33.62 80.29
28.73 81.834
28.56 161.093
28.52 10.945
Jumlah 44,04
100 27924
100 286.59
100 564.853
100 Rata-rata
14.63
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2008 (diolah).
Berdasarkan pada tabel 4.2 diatas, jumlah penduduk yang paling
banyak terdapat di wilayah Kecamatan Banjarsari sebanyak 161.093 jiwa
atau 28,52% dari total penduduk di kota Surakarta dan jumlah penduduk
yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Serengan sebanyak 63.558 jiwa
(11,25%). Jumlah penduduk laki-laki paling banyak terdapat di wilayah
Kecamatan Banjarsari sebanyak 80.259 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan paling banyak juga terdapat di wilayah Kecamatan Banjarsari
sebanyak 81.834 jiwa. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk paling
tinggi terdapat di Kecamatan Serengan dengan tingkat kepadatan
penduduk mencapai 19.899jiwa/ km2 dan tingkat kepadatan penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
paling rendah terdapat di Kecamatan Banjarsari dengan tingkat kepadatan
penduduk mencapai 10.945jiwa/ km2.
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk Kota Surakarta adalah jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan yang telah dan sedang ditempuh,
dalam hal ini pendidikan formal. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Kota Surakarta, tingkat pendidikan penduduk Kota Surakarta
dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.3
Penduduk Usia 5 Tahun ke atas Menurut Pendidikan Tertinggi
No Pendidikan Laki-laki % Perempuan % Jumlah %
1 Tidak Punya Ijasah SD
35.616 16,22 40.068 17,80 75.684 17,02
2 SD 40.704 18,53 51.092 22,69 91.796 20,64
3 SMP Umum/ Kejuruan
42.824 19,50 43.248 19,21 86.072 19,35
4 Madrasah Tsanawiyah
567 0,10 456 0,28 848 0,19
5 SMU 49.820 22,68 42.824 19,02 92.644 20,83
6 Madrasah Aliyah
1.696 0,77 636 0,28 2332 0,52
7 SMK 19.080 8,69 20.988 9,32 40.068 9,01 8 Diploma I/II 2.120 0,96 4.028 1,79 6.148 1,38 9 Akademi/D III 9.752 4,44 8.692 3,87 18.444 4,15 10 D.IV/S1 16.112 7,34 12.296 5,46 28.408 6,39 11 S2/S3 1.696 0,77 636 0,28 2.332 0,52
Jumlah 219.632 100 225.144 100 444.776 100 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2008 (diolah).
Berdasarkan pada tabel 4.3 diatas, pendidikan yang paling tinggi
yang ditamatkan penduduk di wilayah Kota Surakarta yang jumlahnya
paling besar adalah tamatan SMU sebanyak 92.644 jiwa atau 20,83% dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
total penduduk yang menempuh pendidikan di kota Surakarta. Sedangkan
untuk urutan yang kedua adalah penduduk dengan lulusan SD sebanyak
91.796 jiwa (20,64%). Kemudian untuk yang ketiga adalah penduduk
dengan lulusan SMP Umum/ Kejuruan sebanyak 86.072 jiwa (19,35%).
5. Keadaan Ekonomi
PDRB merupakan salah satu cerminan dari tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB suatu wilayah, maka
semakin tinggi tingkat kemajuan pembangunan di wilayah tersebut.
Perkembangan PDRB Kota Surakarta berdasarkan harga konstan dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.4
Perkembangan Produk Domestik RegionalBrutoMenurutLapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota Surakarta
Tahun 2007-2008 (Jutaan Rupiah)
No Sektor 2007 % 2008 % %
Pertumbuhan 2007-2008
1. 2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
9.
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan & komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2.899,10
1.828,17
1.173.422,60
96.867,33 528.770,39
1.126.471,69
428.864,77
425.590,18
519.573,14
0,07
0,04
27,88
2,26 11,85
26,04
9,95
9,88
12,03
2.886,18
1.733,60
1.200.606,83
103.020.58 583.669,88
1.211.208,49
449.973,94
449.992,44 546.669,38
0,06
0,04
27,45
2,26 12,86
26,68
9,91
9,91
12,04
-0,44
-5,17
2,31
6,35 10,38
7,52
4,92
5,73 5,21
PDRB 4.304.287,37 100 4.538.761,32 100 5,44
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2008 (diolah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Berdasarkan pada tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa
sumbangan terbesar terhadap PDRB Kota Surakarta tahun 2007 sampai
dengan tahun 2008 berasal dari sektor industri pengolahan. Pada tahun
2008 sektor industri pengolahan memberikan sumbangan pada PDRB
sebesar 1.200.606,83 juta rupiah atau 27,45% dari total PDRB kota
Surakarta. Sumbangan yang besar juga diberikan dari sektor perdagangan,
hotel, dan restoran sebesar 1.211.208,49 juta rupiah (26,17%). Hal ini
dapat dimengerti karena sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran merupakan penyangga utama
perekonomian Kota Surakarta.
6. Tenaga Kerja
Salah satu modal utama dalam perkembangan roda pembangunan adalah
tenaga kerja. Berdasarkan data yang tercatat pada kantor Badan Pusat
Statistik Kota Surakarta, jumlah tenaga kerja yang bekerja sebanyak
261.143 jiwa. Berikut ini perkembangan penduduk yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan di Kota Surakarta Tahun 2008, dapat dilihat pada tabel
4.5 dibawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 4.5 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Kota Surakarta Tahun 2008 Mata
Pencaharian
Jumlah Persentase (%)
Petani 4.56 0,11 Buruh Tani 4.29 0,11 Pengusaha 7.954 1,98
Buruh industri 70.034 17,46 Buruh Bangunan 62.759 15,64
Pedagang 32.374 8,07 Angkutan 15.776 3,93
PNS/TNI/POLRI 26.424 6,58 Pensiunan 22.683 5,65 Lain-lain 162.290 40,45 Jumlah 401.179 100
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2008
Sementara itu jika dilihat berdasarkan mata pencaharian penduduk pada
tahun 2008 jumlah yang paling sedikit adalah penduduk bermata
pencaharian sebagai petani baik itu pada pertanian milik sendiri maupun
sebagai buruh tani, dengan total sebanyak 885 orang. Hal ini tentunya
disebabkan karena sempitnya lahan pertanian di Kota Surakarta yang
luasnya hanya mencakup 149,32 Ha atau 3,39% dari luas wilayah
seluruhnya (4.404,06 Ha). Sedangkan jumlah terbanyak adalah penduduk
bermata pencaharian diluar bidang pertanian, penguasaha, buruh industri
dan bangunan, pedagang, angkutan dan PNS yang mencakup 162.290
orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Perkembangan Kebijakan DBHCHT Kota Surakarta
Dana Alokasi DBHCHT yang dikelola oleh gubernur disalurkan
kepada kota Surakarta sesuai dengan besar kontribusinya dalam
penyetoran cukai tembakau. Dana alokasi DBH CHT diterima oleh kota
Surakata setiap tiga bulan, Walikota Surakarta penerima DBH CHT
membuat laporan alokasi penggunaan dana atas pelaksanaaan kegiatan
peningkatan kualitas bahan baku tembakau, pembinaan industri,
pembinaan sosial, sosialisasi di bidang cukai dan pemberantasan barang
kena cukai ilegal setiap enam bulan kepada Gubernur.
Untuk penyaluran dana atas DBH CHT, Walikota Surakarta
membuat dan menyampaikan rancangan program kegiatan serta
penganggaran DBH CHT kepada Gubernur sebelum tahun anggaran
berjalan. Penganggaran dana tersebut diperoleh dari PMK (Peraturan
Menteri Keuangan) atas alokasi definitif ataupun alokasi Indikatif DBH
CHT oleh Menteri Keuangan sebelum tahun anggaran, PMK yang
diberikan kemudian digunakan sebagi pedoman oleh TAPD (Tim
Penganggaran Pemerintah Daerah) kota Surakarta untuk rencana
pengganggaran dan pengalokasian dana ke setiap SKPD.
Gubernur menyampaikan laporan konsolidasi rancangan program
kegiatan dan anggaran DBH CHT dari masing-masing kota kepada
Menteri Keuangan, Menteri Keuangan memberikan persetujuan atas
pembagian alokasi DBH CHT yang ditetapkan oleh Gubernur, dana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
alokasi DBHCHT akan disalurkan melalui Gubernur kepada kota
Surakarta. Dana alokasi DBH CHT ditransfer dari kas umun negara ke
kas umum daerah.
Setelah mengevaluasi pelaksanaan ketentuan penggunaan DBH
CHT pada tahun anggaran, Walikota menyampaikan laporan atas
penggunaaan DBH CHT. Walikota menyampaikan laporan atas
penggunaaan DBH CHT untuk semester pertama sebelum tanggal 20 Juli
dan untuk semester kedua sebelum tanggal 10 Desember setiap tahun
anggaran.
Penggunaan DBH CHT atas alokasi dana disalurkan kota
Surakarta kepada setiap SKPD dan penggunaannya digunakan untuk
kegiatan peningkatan kualitas bahan baku tembakau, pembinaan industri,
pembinaan sosial, sosialisasi di bidang cukai dan pemberantasan barang
kena cukai illegal. Kota Surakarta tidak melaksanakan kegiatan
peningkatan kualitas bahan baku karena kota Surakarta bukan sebagai
penghasil bahan baku pengadaan bahan industri tembakau. Bahan baku
yang digunakan tiga IHT di Surakarta yaitu PT. Minapadi Makmur, PT
Djitoe dan PT. Kerbau masih dipasok dari Kudus, Boyolali,
Temanggung, Nganjuk, Purwokerto, Semarang dan kota penghasil
tembakau lainnya.
Pada tahun 2008 perkembangan nilai anggaran yang diberikan
pemerintah kota Surakarta atas dasar PMK ( Peraturan Menteri
Keuangan) untuk alokasi DBH CHT yaitu sebesar Rp. 1.158.259.124,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
untuk 4 SKPD antara lain adalah Hukum HAM, Disperindag,
Diskominfo, Satpol PP.
Pada tahun 2009 nilai anggaran yang diberikan lebih banyak dari
tahun 2008 dikarenakan program-program yang dilakukan tahun
sebelumnya perlu pengembangan untuk menjadi lebih baik, yaitu sebesar
Rp. 3.329.480.000,00 untuk 12 SKPD antara lain adalah
DISPERINDAG, DISOSNAKER, DPPKA, BAPPEDA, DINKES, BLH,
Administrasi Pemerintahan, Hukum HAM, DISKOMINFO, DISPORA,
Administrasi Ekonomi dan Satpol PP.
Tahun 2010 nilai anggaran yang didistribusikan kepada SKPD
mengalami penurunan dalam jumlah keseluruhan dari total tahun 2009
yaitu sebesar Rp. 2.913.664.000,00 dikarenakan melihat dari pencapaian
kinerja yang hampir 100% di tahun 2009 dan program-program yang
sudah berjalan maka di tahun 2010 di lengkapi dan dikembangkan untuk
menjadikan lebih baik, dan SKPD yang mendapatkan distribusi anggaran
antara lain adalah Disperindag, Dinsosnaker, DPPKA, bag. Eko,
DINKES, DINKES, BLH, BAPPEDA, Diskominfo, Hukum HAM,
Bag.Eko.
2. Pertumbuhan nilai anggaran dan realisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau di Kota Surakarta
Sebagai salah satu sumber penerimaan daerah, Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) mempunyai peranan yang sangat
penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) khususnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dalam penerimaan daerah yang senantiasa mengalami peningkatan
maupun penurunan dari tahun ke tahun. DBH CHT dianggarkan pertama
kali di Kota Surakarta pada tahun 2008 hingga memasuki tahun ke empat
pada tahun 2011 ini. Dalam tabel berikut dapat dijelaskan besar peranan
DBH CHT terhadap Pendapatan daerah Kota Surakarta.
Tabel 4.6
Anggaran dan Realisasi DBH CHT 2008-2010 Kota Surakarta
No Kegiatan
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
1 Peningkatan Kualitas
Bahan Baku
2 Pembinaan Industri 300.000.000 287.999.400
1.678.664.000
1.385.597.500
3 Pembinaan 2.739.500.000
2.651.308.400 860.000.000 774.725.500
Lingkungan Sosial
4 Sosialisasi di 783.259.124 54.578.500 239.980.000 236.047.375 375.000.000 360.057.500
Bidang Cukai
5 Pemberantasan barang 375.000.000
54.578.500 50.000.000 45.117.000
Kena Cukai Ilegal
total 1.158.259.124
257.940.125
3.329.480.000
3.220472.175
2.913.664.000
2.250.380.500
Sumber : Administrasi Perekonomian kota Surakarta
Pada tabel 4.6 dapat di jelaskan bahwa anggaran dan realisasi
DBHCHT pada kurun waktu 2008-2009 mengalami peningkatan
sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan dilihat dari jumlah
total nya. Menurut kegiatannya yang dilakukan DBHCHT meliputi
Peningkatan Kualitas Bahan Baku, Pembinaan Industri, Pembinaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Lingkungan Sosial, Sosialisasi di Bidang Cukai, dan Pemberantasan
Barang Kena Cukai Ilegal.
Tahun 2008 merupakan tahun pertama penganggaran DBH CHT
di kota Surakarta sebesar Rp1.158.259.124,- dari total pendapatan kota
Surakarta sebanyak Rp717.583.491.821,- DBH CHT menyumbang
peranan 0,0017% Pada tahun kedua penganggaran peranan tersebut
mengalami peningkatan menjadi 0,0048% dengan nilai nominal DBH
CHT sebesar Rp3.329.480.000,- dari total penerimaan daerah
Rp692.871.252.526,-. Tahun Ketiga penganggaran DBH CHT menurun
menjadi 0,0035% sebesar Rp2.913.664.000,- dari Pendapatan Surakarta
Rp817.108.827.816,-.
Penurunan penerimaan alokasi dana DBH CHT disebabkan
adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang ditetapkan dalam PMK
No.181/PMK.011/2009 serta pembatasan dalam perolehan pita cukai
bagi setiap IHT untuk menjalankan proses pengolahan tembakau menjadi
hasil tembakau (rokok). IHT tersebut memproduksi rokok namun pita
cukai dibatasi penggunaannya dan berbeda jenis pita cukai antara satu
IHT dengan IHT lainnya. Tahun 2010 IHT dituntut untuk menargetkan
hasil produksinya dan membeli pita cukai tersebut sesuai dengan target
produksi rokok. Apabila dalam proses pengolahan rokok pita cukai sudah
habis dan rokok yang diproduksi melebihi pita cukai yang dibeli maka
rokok tersebut tidak diijinkan beredar, karena rokok tersebut illegal tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
adanya pita cukai yang melekat. Pita Cukai hanya dapat diperoleh setelah
masa tertentu sesuai dengan peraturan kantor cukai setempat.
Kebijakan pembatasan cukai tersebut dilaksanakan guna menekan
penggunaan rokok illegal dan dampak rokok pada masyarakat umum,
dan berbanding terbalik dengan penerimaan Negara atas cukai yang
disetor oleh IHT karena semakin terbatasnya pita cukai maka semakin
sedikit jumlah cukai yang dibayarkan kepada Negara.
Pengalokasian DBH CHT selama tiga tahun terakhir mengalami
kenaikan dan penurunan tergantung kebijakan yang ditetapkan oleh
provinsi dan menteri keuangan sebagai pusat kebijakan. Anggaran dan
realisasi penerimaan DBH CHT dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel 4.7 Anggaran dan Realisasi DBH CHT 2008-2010
Kota Surakarta
t.a ANGGARAN REALISASI SISA
KENAIKAN (PENURUN
AN)
REALISASI (%)
2008 1.158.259.124
257.940.125 900.318.999
- 20.91
2009 3.329.480.000
3.120.821.175 208.658.825
2.171.220.876
93.73
2010
2.913.664.000
2.520.380.500
393.283.500
(415.816.000)
86.50
Sumber : Administrasi Perekonomian kota Surakarta
Dari tabel diatas dapat dijelaskan, Tahun 2008 masih mengalami
kesulitan terbukti hanya 20,91% realisasi dari anggaran yang
dianggarkan. SILPA tahun 2008 dianggarkan kembali pada tahun 2009,
sehingga jumlah anggaran pada tahun 2009 menjadi Rp3.329.480.000,-
dan terealisasi sebesar Rp3.120.821.175,- atau sebesar 93,73 %. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
tahun 2010 dana yang dianggarkan menurun disebabkan oleh kenaikan
tarif cukai hasil tembakau serta pembatasan perolehan pita cukai bagi
IHT, anggaran dana tersebut menjadi Rp2.913.664.000,- dan terealisasi
sebesar 86,50% atau sebesar Rp2.520.380.500,-. SILPA tahun 2009 dan
tahun 2010 dianggarkan kembali pada tahun 2011 dan masih berjalan
dalam proses alokasi
a) Alokasi DBH CHT tahun 2008 Kota Surakarta
Penggunaan alokasi dana DBH CHT disalurkan kepada setiap
SKPD sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan dan
penggunaannya untuk peningkatan kualitas bahan baku tembakau,
pembinaan industri, pembinaan sosial, sosialisasi di bidang cukai
dan pemberantasan barang kena cukai illegal. Penggunaan alokasi
DBH CHT di kota Surakarta hingga ke SKPD pelaksana pada tahun
2008 dapat dilihat dalam penjelasan berikut :
Tabel 4.8 Penggunaan DBH CHT Tahun Anggaran 2008
Kota Surakarta
Program Anggaran Realisasi Sisa Pencapaian Kinerja
(%) SKPD
Sosialisasi ketentuan di
Bidan g Cukai
100.000.000 100.000.000 0 100,00 Hukum HAM
208.647.499 28.750.000 179.897.499 13,78 Disperindag
474.611.625 74.611.625 400.000.000 15,72 Diskominfo
783.259.124 203.361.625 579.897.499 25,96
Pemberantasan BKC
illegal
Total
375.000.000
1.158.259.124
54.578.500
257.940.125
320.421.500
900.318.999
14,55
22,27
Satpol PP
Sumber : Administrasi Perekonomian kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Data diatas menjelaskan, Bagian Hukum dan HAM
menggunakan dana atas alokasi DBHCHT untuk Fasilitasi sosialisai
Perundang-undangan di bidang cukai pencapaian kinerja sebesar
100% atau sebesar Rp100.000.000,-. Dinas Perindustrian dan
Perdagangan digunakan dalam penyediaan sarana informasi yang
dapat diakses masyarakat keterkaitannya dengan informasi yang
diberikan kepada IHT sebagai penghasil cukai hasil tembakau,
terealisasi sebesar 13,78% dengan nominal Rp28.750.000,- dana
tersebut digunakan untuk pengadaan peralatan pelengkap sarana
program inkubasi teknologi solo technopark. Dinas Komunikasi dan
Informatika menganggarkan dana tersebut untuk Jasa cetak buku
sosialisasi aturan cukai dan pembuatan video cukai terealisasi
sebesar Rp74.611.625,- dari anggaran Rp474.611.625,- atau
terealisasi sebesar 15,72%. Kerjasama pengembangan kemampuan
aparat Polisi Pamong Praja dengan TNI/POLRI dan kejaksaan
dianggarkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dengan dana DBH
CHT Rp54.578.500,- dan tersisa Rp320.421.500,- atau terealisasi
sebesar 14,55% dari anggaran. Dari seluruh program dan kegiatan
SKPD tahun 2008 tersisa Rp900.318.999,- dari total anggaran
sebesar Rp1.158.259.124,- Dana SILPA DBH CHT 2008
dianggarkan kembali dalam APBD Tahun Anggaran 2009 untuk
membiayai kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
b) Alokasi DBH CHT tahun 2009 Kota Surakarta
Pada tahun 2009 atau tahun kedua penganggaran, DBH CHT
mengalami peningkatan sebesar Rp2.171.220.876,- menjadi
Rp3.329.480.000 dan dialokasikan ke 12 (dua belas) Satuan Kerja
Pemerintah Dareah (SKPD) pelaksana kota Surakarta. Dalam
Program peningkatan kualitas bahan baku kota Surakarta tidak
menjalankan kegiatan tersebut karena kota Surakarta bukan sebagai
penghasil bahan baku pengadaan bahan industri tembakau. Bahan
baku yang digunakan di solo masih dikirim dari Kudus,
Temanggung dan kota penghasil tembakau lainnya.
Berikut akan dijelaskan dalam tabel alokasi penggunaan
DBHCHT pada tahun 2009 oleh 12 (dua belas) Satuan Kerja
Pemerintah Dareah Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel 4.9 Penggunaan DBH CHT Tahun Anggaran 2009
Kota Surakarta
PROGRAM ANGGARAN REALISASI SISA Pencapaian
Kinerja (%)
SKPD
Peningkatan Kualitas Bahan
Baku
0 0 0 0
Pembinaan Industri
100.000.000 96.779.000 3.221.000 93.17 Disperindag
100.000.000 93.830.000 6.170.000 93.83 Disperindag 100.000.000 97.390.400 2.609.600 97.39 Dinsosnaker 300.000.000 287.999.400 12.000.600 96.00
Pembinaan Lingkungan
Sosial
2.362.500.000 2.344.780.000 17.720.000 99.25 DPPKA
75.000.000 73.769.900 1.230.100 98.36 BAPPEDA 70.000.000 69.083.000 917.000 98.69 DINKES 160.000.000 105.325.000 54.675.000 65.83 DINKES 12.000.000 2.899.000 9.101.000 24.16 DINKES 60.000.000 55.451.500 4.548.500 92.42 BLH 2.739.500.000 2.651.308.400 88.191.600 96.78
Sosialisasi
Ketentuan di Bidang Cukai
30.000.000 30.000.000 0 100.00 Administrasi Pemerintahan
30.000.000 30.000.000 0 100.00 Hukum HAM 25.000.000 24.545.000 455.000 98.18 Diskominfo 30.000.000 30.000.000 0 100.00 DISPORA 124.980.000 121.502.375 3.477.625 97.22 Adm. Eko 239.980.000 236.047.375 3.932.625 98.36
Pemberantasan BKC ilegal
50.000.000 45.117.000 4.883.000 92.00 Satpol PP
Total 3.329.480.000 3.220.472.175 109.007.843 96.73 Sumber : Administrasi Perekonomian kota Surakarta
Data tabel menunjukkan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
menggunakan anggaran dana tersebut pendataan IHT di kota
Surakarta yaitu PT. Kerbau, PT. Mina Padi dan PT Djitoe serta
bantuan dan latihan klaster industri dana yang dibutuhkan sebesar
Rp186.995.000,- untuk pembiayan dua kegiatan tersebut atau
sebesar 93,5% pencapaian kinerja dari Rp200.000.000,- yang
dianggarkan. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
melakukan pelatihan kerja dan terealisasi sebesar Rp97.390.000,-
atau sebesar 97,39% dari anggaran Rp100.000.000,- , kedua SKPD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka
program Pembinaan Industri dengan total realisasi Rp287.999.400,-
dengan pencapaian kinerja 96,00% dari anggaran Rp300.000.000,-
Program Pembinaan lingkungan Sosial dilakukan oleh empat
SKPD dengan pencapaian kinerja sebesar 96,78% dan biaya
Rp2.651.308.400,- dari Rp2.739.500.000,- anggaran. Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset mengalokasikan dana
DBHCHT untuk Hibah penguatan ekonomi masyarakat dengan
penggunaan dana sebesar Rp2.344.780.000,- dari anggaran
Rp2.362.500.000,- atau pencapaian kinerja sebesar 99,25%. Badan
Pengawas Daerah melakukan perencanaan atas dana alokasi
DBHCHT untuk tahun berikutnya memerlukan dana sebesar
Rp73.769.900,- atau 98,36% dari anggaran Rp75.000.000,-.
Pembuatan smoking area, pengadaan alat bantu uji paru-paru,
pemeriksaan kesehatan kerja telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan
dengan pengeluaran Rp177.307.000,- dari anggaran Rp242.000.000,-
atau 73,27% pencapaian kinerja. Pelatihan composting oleh Badan
Lingkungan Hidup dalam program pembinaan sosial atas dampak
negatif adanya industri tembakau tercapai 92,42% kinerjanya dengan
biaya Rp55.451.000,- dari Rp60.000.000,- anggaran.
Sosialisasi ketentuan di bidang cukai dilakukan dengan cara
sosialisasi aparatur, masyarakat dan pelajar oleh Bagian administrasi
Pemerintahan, Bagian Hukum HAM serta Dinas Pendidikan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Olahraga telah terealisasi 100% dengan anggaran Rp90.000.000,-
Dinas Komunikasi dan Informasi telah melakukan pengembangan
komunikasi, informasi, dan media massa dalam sosialisasi cukai
dengan biaya Rp24.545.000,- dengan pencapaian kinerja 98,18%
dari anggaran Rp25.000.000, Bagian Administrasi Perekonomian
menggunakan dana sebesar Rp121.502.375,- dengan pencapaian
kinerja 97,22% dari anggaran sebesar Rp124.980.000,- untuk
kesekretariatan. Program ini telah melakukan pencapaian kinerja
sebesar 9,75% dari anggaran Rp239.980.000,- dengan total
pengeluaran dari lima SKPD sebesar Rp236.047.375,-
Program Pemberantasan Barang Kena Cukai Ilegal dilakukan
oleh Satuan pamong Praja. Pemberantasan cukai illegal oleh satuan
pamong praja bertujuan untuk meningkatkan keamanan lingkungan
adanya cukai illegal, termasuk rokok tanpa pita cukai tercapai
90,23% pencapaian kinerja dengan pengeluaran sebesar
Rp45.117.000,- dari anggaran Rp50.000.000,-
c) Alokasi DBH CHT tahun 2010 Kota Surakarta
Tahun Ketiga penganggaran yaitu tahun 2010 mengalami
penurunan jumlah alokasi DBHCHT sebesar Rp415.816.000,-
Sehingga anggaran DBHCHT menjadi Rp2.913.664.000,- Penurunan
tersebut disebabkan karena adanya kenaikan tarif cukai hasil
tembakau yang sesuai PMK No.181/PMK.011/2009 serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
pembatasan perolehan pita cukai bagi IHT untuk menjalankan proses
pengolahan tembakau menjadi hasil tembakau.
Kebijakan pembatasan cukai tersebut dilaksanakan guna
menekan penggunaan rokok illegal dan dampak rokok pada
masyarakat umum, dan berbanding terbalik dengan penerimaan
Negara atas cukai yang disetor oleh IHT karena semakin terbatasnya
pita cukai maka semakin sedikit jumlah cukai yang dibayarkan
kepada Negara.
Tarif cukai yang naik menjadi beban bagi IHT karena dengan
bertambahnya tarif tersebut IHT harus dapat merencanakan hasil
produksi untuk proses produksi ke depan. Dari hasil wawancara
penulis dengan pemilik IHT di Surakarta yaitu PT. Kerbau, PT.
Minapadi Makmur dan PT. Djitoe, pemilik IHT tidak berani
mengambil resiko dengan membeli stock pita cukai berlebihan
karena belum tentu penjualan pada tahun tersebut sama besarnya
dengan pita cukai yang dibeli. Begitu pun sebaliknya, apabila IHT
membeli pita cukai dibawah produksi rokok, rokok tersebut tidak
dapat diedarkan atau dijual karena tidak dilekati pita cukai,
sedangkan untuk memperoleh pita cukai hanya pada masa tertentu
sesuai dengan peraturan kantor cukai setempat dan pita cukai antara
IHT satu dengan IHT lain berbeda (brand/merk pita cukai berbeda-
beda).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
IHT belum dapat menempatkan kedua kebijakan baru
tersebut yaitu pembatasan pita cukai dan kenaikan tarif cukai karena
faktor resiko yang akan ditanggung dan efisiensi dana yang
dikeluarkan atas cukai yang disetor terhadap pembelian pita cukai.
Berikut akan disajikan tabel penggunaan DBHCHT tahun 2010 di
kota Surakarta yang dianggarkan dan dilaksanakan oleh 10 (sepuluh)
Satuan Kerja Pemerintah Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 4.10 Penggunaan DBH CHT TahunAnggaran 2010
Kota Surakarta
PROGRAM ANGGARAN REALISASI SISA Pencapaian
Kinerja (%)
SKPD
Peningkatan Kualitas Bahan Baku
0 0 0 0
Pembinaan Industri
50.000.000 93.165.000 2.057.000 95.89 Disperindag
50.000.000 93.830.000 11.631.000 76.74 Dinsosnaker 1.447.200.000 97.390.000 277.000.000 80.86 DPPKA 131.464.000 129.085.500 2.378.500 98.19 Bag. Eko
1.678.664.000
1.385.597.500 293.066.500 82.54
Pembinaan Lingkungan
Sosial
600.000.000 563.997.300 3.002.700 94.00 DINKES
75.000.000 74.764.000 236.000 99.69 DINKES 50.000.000 9.539.500 40.460.500 19.08 DINKES 60.000.000 55.800.000 4.200.000 93.00 BLH 75.000.000 70.624.700 4.375.300 94.17 Bapeda
860.000.000
774.725.500 85.274.500 90.08
Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai
75.000.000 73.572.000 1.428.000 98.10 Diskominfo
150.000.000 139.465.000 10.535.000 92.98 Hukum HAM 150.000.000 147.020.000 2.979.500 98.01 Bag. Eko
375.000.000
360.057.000 14.942.500 96.60
Pemberantasan BKC ilegal
0 0 0 0
Total 2.913.664.000 2.520.380.500 393.283.500 86.50 Sumber : Administrasi Perekonomian kota Surakarta
Dari data tabel dijelaskan, Program peningkatan kualitas
bahan baku masih belum dilakukan oleh kota Surakarta karena kota
Surakarta belum menjadi kota penghasil bahan baku pengadaan
bahan industri tembakau. Pemberantasan barang Kena Cukai illegal
tidak dianggarkan pada tahun ini karena proses pengolahan hasil
tembakau oleh IHT di kota Surakarta telah sesuai dengan ketetapan
dan peraturan daerah.
Program Pembinaan Industri dilakukan oleh Dinas
Perindustrian Perdagangan dengan fasilitasi pengembangan
incubator tehnologi dan bisnis, dana yang dianggarkan sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Rp50.000.000,- dan terealisasi Rp47.943.000,- atau 95,89%
pencapaian kinerja. Rekuitmen pelatihan tenaga kerja dilaksanakan
oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan biaya
Rp38.369.000,- dan pecapaian kerja 76,74% dari anggaran
Rp50.000.000,-, Penguatan ekonomi masyarakat dilakukan kembali
oleh DPPKA dengan pencapaian kerja 80,86% dari anggaran
Rp1.447.200.000,- dan terealisasi Rp1.170.200.000,-.
Pengembangan klaster bisnis dilakukan oleh Bagian perekonomian
dengan anggaran Rp131.464.000,- dan pengeluaran biaya yang
digunakan sebesar Rp129.085.500,- atau 98,19% pencapaian kinerja.
Program Pembinaan Industri membutuhkan dana Rp1.385.597.500,-
dari anggaran Rp1.678.664.000,- dan masih tersisa Rp293.066.500,-
Pembinaan lingkungan sosial memerlukan dana
Rp774.725.500,- dan tersisa Rp85.274.500,- dari anggaran
Rp860.000.000,- dilakukan oleh Dinas kesehatan dengan pengadaan
mobil klinik, pembuatan smoking area, dan bantuan pengobatan
dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp138.300.800,- dari
Rp725.000.000,- anggaran. Badan Lingkungan hidup melakukan
pelatihan dan supervisi composting dengan pencapaian kinerja 93%
dari anggaran Rp60.000.000,- serta kajian perokok aktif/pasif di
kawasan bisnis oleh Badan Pengawas Daerah dengan dana
Rp70.624.700,- atau 94,17% dari Rp75.000.000,- anggaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Program sosialisasi ketentuan di bidang cukai dilakukan
oleh 3 (tiga) SKPD dengan biaya Rp360.057.500,- tersisa
Rp14.942.500,- dari anggaran Rp375.000.000,- Penyusunan raperda
cukai dilaksanakan Bagian Hukum HAM dengan pencapaian kinerja
92,98% dari anggaran Rp150.000.000,- atau terealisasi
Rp139.465.000,- Monitoring evaluasi penggunaan DBHCHT
dianggarkan kepada SKPD pelaksana Bagian perekonomian dengan
anggaran Rp150.000.000,- dan terealisasi 98,01% pencapaian
kinerja atau Rp147.020.500,-.
3. Alokasi dana Dana Bagi hasil Cukai Hasil Tembakau berdasarkan
peruntukannya.
Penggunaan alokasi dana bagi hasil cukai tembakau yang di
salurkan kepada SKPD sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan
dan penggunaannya untuk peningkatatan kualitas bahan baku tembakau ,
pembinaan sosial, sosialisasi di bidang cukai dan pemberantasan barang
kena cukai ilegal adalah dengan program setiap tahunnya yaitu :
Pada tahun 2008 program-program yang dibuat oleh SKPD antara lain
a. Program-program tentang Sosialisasi kententuan di Bidang Cukai
ditangani oleh 4 SKPD antara lain adalah Hukum HAM mempunyai
kegiatan Fasilitas Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan
dibidang Cukai, sedangkan SKPD Disperindag mempunyai kegiatan
Penyediaan Sarana Informasi yang dapat diakses Masyarakat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
dengan uraian untuk Pembelian Note Book Toshiba Satelite M300,
LCD Proyektor Sanyo PDG-DSU 21, Komputer, Camera Kodak
Easy Share C 713, Printer Canon MP 145, dan SKPD Diskominfo
mempunyai program Cetak Buku, Pembuatan Dokumentasi, Belanja
Modal dengan uraian: Jasa Cetak Buku Sosialisasi aturan Cukai, Jas
Pembuatan Video Cukai, dan Belanja Modal Pengadaan alat-alat
angkutan darat bermotor Station Wagon.
b. Program-program tentang pemberantasan BKC Ilegal ditangani oleh
1 SKPD yaitu Satpol PP, mempunyai program/ kegiatan
Pemeliharaan Kamtramtibnas dan pencegahan Tindak Kriminal,
kerjasama Pengembangan Kemampuan Aparat Polisi Pamong Praja
dengan TNI/POLRI dan Kejaksaan.
Pada tahun 2009 Program - program yang dibuat oleh masing-masing
SKPD antara lain
a. Program - program tentang Sosialisasi kententuan di Bidang Cukai
ditangani oleh 5 SKPD antara lain adalah Adm.Pem mempunyai
kegiatan Sosialisasi Aparatur, Hukum HAM mempunyai kegiatan
Sosialisasi Masyarakat, Diskominfo mempunyai kegiatan
Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Masa, DISPORA
mempunyai kegiatan Sosialisasi Pelajar, dan Adm. Eko sebagai
Sekretariat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
b. Program - program tentang pemberantasan BKC Ilegal ditangani
oleh 1 SKPD yaitu Satpol PP mempunyai kegiatan Pemberantasan
Cukai Ilegal/Peningkatan Keamanan Lingkungan.
c. Program – program tentang pembinaan Industri ditangani oleh 2
SKPD antara lain adalah Disperindag mempunyai kegiatan GMP/
Pendataan Pemakai IHT, Bantuan dan Latihan, dan
DISOSNAKERTRANS mempunyai kegiatan Pelatihan Pekerja.
d. Program – program tentang Pembinaan Lingkungan Sosial ditangani
oleh 4 SPKD antara lain adalah DPPKA mempunyai kegiatan Hibah
Penguatan Ekonomi Masyarakat RT, BAPPEDA mempunyai
kegiatan Perencanaan/Study , DINKES mempunyai kegiatan
Pembuatan Smoking Area, Pengadaan Alat Uji Paru dan
Pemeriksaan Kesehatan Pekerja, BLH mempunyai kegiatan
Pelatihan Komposting.
Pada tahun 2010 Program - program yang laksanakan oleh masing-
masing SKPD antara lain
a. Program - program tentang Sosialisasi kententuan di Bidang Cukai
ditangani oleh 3 SKPD antara lain adalah Hukum HAM mempunyai
kegiatan Penyusunan Raperda Cukai, Diskominfo mempunyai
kegiatan Sewa Billboard, Bag. Eko mempunyai kegiatan Monitoring,
Evaluasi dan Pelaporan berjalannya kesekretariatan DBHCHT.
b. Program – program tentang pembinaan Industri ditangani oleh 4
SKPD antara lain adalah Disperindag mempunyai kegiatan Fasilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Pengembangan Inkubator Teknologi dan Bisnis,
DISOSNAKERTRANS mempunyai kegiatan Rekruitmen Pelatihan
Pencari Kerja, DPPKA mempunyai kegiatan Penguatan Ekonomi
Masyarakat, Bag. Eko mempunyai kegiatan Pengembangan Klaster
Bisnis.
c. Program – program tentang Pembinaan Lingkungan Sosial ditangani
oleh 3 SPKD antara lain adalah DINKES mempunyai kegiatan
Pengadaan Mobil Laboratorium Paru, Pembuatan Smoking Area,
Bantuan pengobatan, BLH mempunyai kegiatan Pelatihan dan
Supervisi Komposting dan BAPPEDA mempunyai kegiatan Kajian
Perokok Aktif/ Pasif di Kawasan Bisnis.
Setiap tahun dan setiap SKPD mengalami perubahan dalam
penggunaan dana alokasi DBH CHT dikarenakan memang pada tahun itu
sendiri melihat perkembangan program – program yang dilakukan
berkembang atau tidak, bertujuan supaya lebih optimal dalam
penggunanan DBH CHT dikarenakan dana alokasi itu sendiri, jika masih
tersisa akan digunakan pada tahun selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya
yang berhubungan dengan alokasi DBHCHT di kota Surakarta, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. DBH CHT dialokasikan ke kota Surakarta melalui provinsi sesuai dengan
ketetapan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.9 tahun 2009 dan PMK
No.20/PMK.07/2009, Dana alokasi DBH CHT tersebut nantinya akan
dikelola dan dialokasikan ke setiap SKPD terkait oleh Walikota.
2. Tahun 2008 perkembangan nilai anggaran untuk alokasi DBH CHT yaitu
sebesar Rp. 1.158.259.124,00 untuk 4 SKPD antara lain adalah Hukum
HAM, Disperindag, Diskominfo, Satpol PP.Pada tahun 2009 nilai
anggaran yang diberikan sebesar Rp. 3.329.480.000,00 untuk 12 SKPD
antara lain adalah DISPERINDAG, DISOSNAKER, DPPKA,
BAPPEDA, DINKES, BLH, Administrasi Pemerintahan, Hukum HAM,
DISKOMINFO, DISPORA, Administrasi Ekonomidan Satpol PP. Tahun
2010 nilai anggaran yang didistribusikan kepada SKPD yaitu sebesar Rp.
2.913.664.000,00 dan SKPD yang mendapatkan distribusi anggaran antara
lain adalah Disperindag, Dinsosnaker, DPPKA, bag. Eko, DINKES,
DINKES, BLH, BAPPEDA, Diskominfo, Hukum HAM, Bag.Eko.
3. Perkembangan nilai realisasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau di Kota
Surakarta dari tahun 2008-2009 mengalami peningkatan, dari Rp.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
257.940.125,00 menjadi Rp 3.220.472.175,00. Dari data tersebut
mengalami kenaikan sebesar 1187,30%. Namun pada tahun 2010
penerimaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau mengalami penurunan
sebesar 21,74% yaitu menjadi Rp 2.520.389.500,00.
4. Pada tahun 2008 program-program yang dibuat oleh SKPD tentang
Sosialisasi kententuan di Bidang Cukai dan tentang pemberantasan BKC
Ilegal. Tahun 2009 Program - program yang dibuat oleh masing-masing
SKPD antara lain tentang Sosialisasi kententuan di Bidang Cukai tentang
pemberantasan BKC Ilegal tentang pembinaan Industri dan Pembinaan
Lingkungan Sosial. Tahun 2010 Program - program yang laksanakan oleh
masing-masing SKPD adalah tentang Sosialisasi kententuan di Bidang
Cukai tentang program pembinaan Industri dan program Pembinaan
Lingkungan Sosial
B. Saran
1. Dengaan adanya kebijakan dan peraturan DBHCHT di Surakarta
seharusnya tetap di awasi dan dipantau supaya kinerja setiap SKPD (
Satuan Kinerja Pemerintah Daerah ) sesuai dengan program yang
dilaksanakan dan berdampak positif pada masyarakat.
2. Meningkatkan anggaran DBH CHT untuk memperluas cakupan kegiatan
yang bermanfaat dan juga mengoptimalkan distribusi alokasi dana DBH
CHT jika perlu mengajak kerjasama pihak atau badan swasta untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
merealisasikan lebih baik dalam program-program yang dijalankan SKPD
yang diberi anggaran setiap tahunnya.
3. Seharusnya nilai realisasi yang meningkat drastis dari tahun 2008 ke tahun
2009 da tahun 2010 disertai realisasi pencapaian kinerja yang bagus juga,
karena dengan dana yang sangat besar, saya sebagi peneliti kurang
mengetahui realisasi dari masing – masing SKPD yang bersentuhan
dengan industri dan terutama bagi masyarakat.
4. Kegiatan – kegiatan yang dilakukan masing – masing SKPD harus di
informasikan kepada masyarakat atau pihak – pihak yang bersentuhan baik
langsung atau tidak langsung, dimana bertujuan untuk partisipasi seluruh
pihak dalam kegiatan, selain itu peneliti kurang menjumpai kegiatan-
kegiatan dari alokasi dana DBH CHT yang di kerjakan masing-masing
SKPD.