Post on 09-Aug-2015
STUDI DAERAH RENTAN ABRASI OLEH ARUS MUNSON TIMUR DENGAN PEMODELAN FISIK
SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA DI PULAU PARANG KEPULAUAN KARIMUNJAWA
Usulan PenelitianUntuk Menyusun Skripsi Sarjana (S1)
Oleh:PINARDO SIDAURUK
K2E008043
PROGRAM STUDI OSEANOGRAFIFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2012
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terdiri dari sekitar 17,500
pulau besar dan kecil, serta mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km,
menjadikan kondisi geografis sebagian besar wilayahnya merupakan daerah
pantai yang memiliki potensi kelautan yang cukup besar. Sebagai Negara
kepulauan, Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang di kelilingi oleh perairan yang
mencakup dua pertiga wilayahnya. Karena itu, Indonesia juga menghadapi
fenomena abrasi yang semakin meluas seiring semakin parahnya iklim dunia.
Ada banyak daerah pantai di Indonesia yang rawan terkena abrasi. Tidak
hanya daerah di sisi luar wilayah darat Indonesia yang berhadapan langsung
dengan samudera seperti pantai barat sumatera, pantai utara Maluku, hingga
daerah pantai selatan di jawa, namun juga daerah yang tak berhadapan dengan
samudera secara langsung, termasuk daerah kepulauan karimunjawa di utara
Jawa.Daerah kepulauan Karimunjawa Pantai utara Jawa. Meskipun dari sisi
usia,jarang terjadi gempa karena di selatan jawa karena usia lempeng yang relatif
lebih tua dibanding di wilayah Sumatera, namun Pantai selatan Jawa tetap rawan
terhadap ancaman gempa dan tsunami.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka dilakukan upaya
untuk mengurangi potensi bencana tersebut yaitu Mitigasi Bencana. Salah satu
upaya mitigasi terhadap bencana abrasi adalah pencegahan berupa pemodelan,
simulasi dan prakiraan bilamana abrasi terjadi. Pemodelan dan simulasi yang
dipakai sebagai upaya Mitigasi umumnya adalah pemodelan Numerik.
Dunia model numerik saat ini sudah sedemikian majunya, sehingga banyak
sekali permasalahan – permasalahan teknik pantai yang bisa dipecahkan cukup
dengan sebuah komputer dan perangkat lunaknya. Banyak hal permasalahan-
permasalahan teknik pantai sering kali tidak bisa dipecahkan dengan hanya
mengandalkan model matematis ataupun secara numerik. Permasalahan yang
kompleks melibatkan interaksi antara gelombang dan struktur bangunan pantai
atau pantai itu sendiri terkadang masih memerlukan model fisik untuk melihat
secara detail bagaimana interaksi itu terjadi, karena banyak sekali permasalahan
yang ternyata hanya bisa dijelaskan apabila efek skala diminimalkan. Oleh karena
itu, untuk meminimalkan gangguan pemodelan akibat efek skala, digunakanlah
pemodelan fisik.
1.2. Tujuan
Penelitian skripsi ini bertujuan untuk menyusun mitigasi bencana dengan
mempelajari mengenai daerah yang berpotensi rentan terkena abrasi oleh arus
munson timur di pulau parang karimunjawa dengan menggunakan pemodelan
fisik.
1.3. Pendekatan masalah
Pulau-pulau di wilayah Indonesia, termasuk Pulau Parang di bagian utara
Jawa rentan terhadap potensi Abrasi yang mengancam keberadaan pulau dan
kehidupan masyarakat. Maka untuk mencegah kerusakan yang parah, dilakukan
upaya Mitigasi Bencana berupa pemodelan, yang dalam hal ini adalah pemodelan
fisik. Dalam menyusun mitigasi bencana untuk mengurangi resiko kerusakan, di
butuhkan studi mengenai keadaan wilayah, sehingga di dapat gambaran wilayah
yang akan di modelkan dengan skala lebih kecil dalam pemodelan fisik, kemudian
dapat dilihat daerah yang berpotensi dan rawan terkena abrasi melalui simulasi,
dan upaya mitigasi dapat dilakukan.
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penyusunan skripsi ini, penulis dapat mengetahui dan memodelkan
secara fisik bilamana abrasi terjadi dan melanda daerah pulau parang
karimunjawa dengan lebih rinci. Hasil penelitian berupa peta daerah rawan potensi
abrasi ini, dapat digunakan sebagai upaya mitigasi bencana oleh pemerintah
daerah dan pihak-pihak terkait dalam usaha untuk menjaga keberlangsungan
hidup masyarakat.
1.5. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu : September 2012
Tempat : Pulau Parang Karimunjawa dan BPPT jogjakarta
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tsunami
Tsunami adalah suatu rangkaian gelombang laut yang terjadi karena
perpindahan cepat dari suatu volume air akibat adanya gangguan impulsif
pada volume air tersebut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya
perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah vertikal (Pond and
Pickard, 1983) atau dalam arah horizontal (Tanioka and Satake, 1995).
Perubahan tersebut disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa
tektonik, letusan gunung api, atau longsoran yang terjadi di dasar laut (Ward,
1982). Dari ketiga sumber tersebut, di Indonesia gempa merupakan penyebab
utama (Puspito dan Triyoso, 1994).
Wilayah Indonesia merupakan salah satu wilayah langganan gempa dan
tsunami. (Latief et al.2000) menyebutkan bahwa sejak tahun 1600 - 1999
telah terjadi 105 kali kejadian tsunami di Indonesia di mana 90% dari total
kejadian disebabkan oleh gempabumi dan sisanya disebabkan oleh kejadian
letusan gunung berapi bawah laut dan tanah longsor.
Penyebab Terjadinya Tsunami
Tsunami terutama disebabkan oleh gempa bumi atau deformasi di
dasar laut. Tsunami yang dipicu akibat gempa di dasar laut, longsoran
ke dalam laut, letusan gunung api dasar laut, atau akibat jatuhnya
meteor yang jarang terjadi
A. Tsunami Akibat Gempa Bumi
Tidak semua Gempa bumi mengakibatkan terbentuknya Tsunami.
Syarat terjadinya Tsunami akibat Gempa bumi adalah:
1. Pusat gempa terjadi di dasar laut
2. Kedalaman Pusat gempa kurang dari 60km
3. Mekanisme pensesarannya adalah sesar naik (thrusting fault) dan
sesar turun (normal fault)
4. Memiliki magnitudo besar M > 7.0 SR
B. Tsunami akibat Letusan gunung api
Tsunami ini terjadi karena letusan gunung api mengakibatkan getaran
dan gangguan impulsive terhadap volume air. Contohnya Tsunami
akibat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883
C. Tsunami Akibat Longsoran
Tsunami ini terjadi akibat masuknya massa longsoran yang tiba-tiba dan
mengakibatkan pergerakan massa air secara tiba-tiba pula. Contohnya
Tsunami di Teluk Lituya akbat 81 juta ton es yang longsor.
2.2. Pemodelan fisik
Pemodelan fisik adalah salah satu jenis pemodelan penyederhanaan
atau penggambaran suatu hal, objek, sistem atau permasalahan dalam
bentuk 3 dimensi. Model fisik mengambil dari sebagian sifat fisik dari
hal-hal yang diwakilinya, sehingga menyerupai sistem yang sebenarnya
namun dalam skala yang berbeda. Walaupun jarang dipakai, model ini
cukup berguna dalam rekayasa sistem. Pemodelan fisik memiliki
keunggulan tersendiri dibandingkan pemodelan secara matematis atau
analisis numerik.
Banyak hal banyak permasalahan-permasalahan teknik pantai
sering kali tidak bisa dipecahkan dengan hanya mengandalkan model
matematis atau pun secara numerik. Permasalahan yang kompleks
melibatkan interaksi antara gelombang dan struktur bangunan pantai
atau pantai itu sendiri terkadang masih memerlukan model fisik untuk
melihat secara detail bagaimana interaksi itu terjadi, karena banyak
sekali permasalahan yang ternyata hanya bisa dijelaskan apabila efek
skala diminimalkan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan gangguan
pemodelan akibat efek skala, digunakanlah pemodelan fisik.
Gambar pengelompokan jenis model
2.3. Mitigasi Bencana
Secara umum mitigasi bencana dapat diartikan sebagai
pengurangan dampak bencana. Atau usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa
maupun harta.
Yang harus kita pahami selanjutnya ialah tentang kerentanan
(vulnerability). Kerentanan (Vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang
menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya
buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau
tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial
dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam
melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap
terhadap dampak bahaya.
Jenis-jenis kerentanan :
A. Kerentanan Materi : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi
yang lemah.
B. Kerentanan Sikap/Motivasi: ketidaktahuan, tidak menyadari,
kurangnya percaya diri, dan lainnya.
C. Kerentanan Sosial: Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat
pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.
Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan dalam menghadapi bencana (UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 ayat
(9)). Kegiatan mitigasi bertujuan untuk meminimalisasi dampak ancaman dalam
tahapannya kegiatan mitigasi dilakukan ketika kita telah melakukan identifikasi
ancaman dengan program-program yang di prioritaskan untuk mengelola
ancaman.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (7)).
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana
pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU No 24 Tahun 2007 Pasal 1
Ayat (8)).
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (UU No. 24 Tahun 2007
Pasal 1 Ayat (10))
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana (UU No 24 tahun 2007 Pasal 1 ayat (11)).
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
pada wilayah pascabencana (UU No 24 tahun 2007 Pasal 1 ayat (12)).
Kegiatan penanggulangan bencana adalah seluruh aspek kegiatan yang
meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum terjadi,
saat terjadi da sesudah terjadi bencana yang dirancang untuk memberikan
kerangka bagi orang perorangan atau komunitas yang berisiko terkena bencana
untuk menghindari risiko, mengendalikan risiko, mengurangi risiko,
menanggulangi maupun memulihkan diri dari dampak bencana.
Penyelenggaraaan penanggulangan bencana adalahserangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehbilitasi dan rekonstruksi.
Pemahaman tentang kegiatan penanggulangan bencana dapat disederhanakan
dalam suatu siklus kegiatan
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi Penelitian
3.1 Bahan
Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah:
Data Primer:
- Data exsitu pemodelan fisik Perairan Pulau parang Karimunjawa yang di
simulasikan
Data Sekunder:
- Data citra MODIS perairan yang menggambarkan pola dan arah arus
- Data bathimetri dan parameter arus
- Data pasang surut
- Data bentuk morfologi dan topografi pantai pulau parang
3.1.2. Alat
Tabel. Alat yang digunakan untuk penelitian dan pengolahan data
No Alat Kegunaan1. Model fisik pantai Sebagai media pemodelan2. Alat simulasi Alat media simulasi3. Seperangkat komputer Mengolah dan menampilkan hasil
pengukuran4. Software SeaDAS Mengolah data citra MODIS5. Arc View Mengolah data dan menampilkan
data6. Microsoft Excel 2007 Perhitungan korelasi.7. GPS Mengetahui lokasi penelitian8. Kapal/Perahu Sarana menuju lokasi9. Ecosounder Mengukur bathimetri10. ADCP Mengukur parameter arus11. Palem pasut Mengukur parameter pasang surut12. Anemo meter Mengukur parameter angin
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat daerah tertentu.
Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan
menerangkan bagaimana pemodelan fisik dapat memperlihatakan apa yang
terjadi dan bagaimana proses serta dampak yang terjadi pada pulau ketika arus
musim munson timur tiba, kemudian menjadikannya sebagai dasar pembentukan
mitigasi pencegahan abrasi.
Metode ini dipilih karena dalam penelitian ini terdapat beberapa faktor
keterbatasan, yaitu waktu yang relatif singkat dan hanya dilakukan pada kurun
waktu tertentu (Suryabrata, 1998).
3.3 Metode Penentuan Lokasi Sampling
Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi sampling adalah metode
Area Probability Sampling. Dalam metode Area Probability Sampling, lokasi
sampling ditentukan berdasarkan pada pembagian area (daerah-daerah) yang
ada pada daerah penelitian. Artinya daerah penelitian dibagi menjadi beberapa
daerah yang lebih sempit, daerah tersebut sudah dianggap mewakili daerah
penelitian. Metode ini digunakan karena setiap daerah mempunyai karakteristik
yang sama sebagai daerah sampling (Narbuko, 2008)
3.4 Metode Pemodelan
Metode yang digunakan untuk memodelkan objek dan sistem yang ada,
adalah dengan menggunakan pemodelan fisik yang menggambarkan objek
secara 3 dimensi.
Simulasi pemodelan dilakukan dengan meniru proses-proses yang terjadi
ketika arus terjadi dengan bantuan model atau gambaran pantai yang di skalakan
lebih kecil. Artinya Simulasi dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga
sistem tersebut dapat dipelajari secara ilmiah (Law and Kelton, 1991)
3.5 Metode Pengambilan Data
3.5.1Perolehan Data Topografi
Data Topografi didapatkan dari data yang dimiliki oleh Bala Taman
Nasional Karimun Jawa (BTNKJ), dan dari survey lapangan.
3.5.2 Perolehan Citra MODIS
Citra MODIS level 2 diperoleh dari situs NASA, yaitu
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/. Situs ini menyedikan data citra MODIS harian
pada seluruh permukaan lautan. Citra yang didapatkan dapat diolah dengan
software SeaDAS. Data yang ditampilkan adalah data suhu permukaan laut dan
klorofil-a.
Dari data citra MODIS harian yang diperoleh, kemudian dipilih citra dengan
tutupan awan tidak melebihi 50% dari daerah yang diamati.
3.5.3 Perolehan data Bathimetri dan Parameter arus
Data bathimetri dan parameter arus lainnya, diperoleh dari pengukuran di
lapangan menggunakan alat-alat yang sudah ada, ADCP dan ecosounder
kemudian di catat
3.5.4 Perolehan data Pasang Surut
Data ini diperoleh dari pengamatan di lapangan menggunakan alat
pengukur pasang surut yang di amati dalam periode waktu tertentu.
3.6 Pengambilan Data dan Verifikasi Data Citra
Pengambilan data dilakukan dengan melihat dan mempelajari secara
berulang simulasi pada model fisik pantai Pulau Parang Karimunjawa pada saat
terkena arus musim munson timur. Dilihat bagaimana proses yang terjadi,
bilamana arus menerpa pulau parang dan bagaimana dampaknya.
Kemudian daerah-daerah yang terkena arus dilihat bagaimana dampaknya
sebelum kemudian di verivikasi dengan data citra yang ada untuk melihat daerah
mana saja yang rawan terkena abrasi. Data yang di dapat digunakan untuk
membuat peta saerah rentan abrasi sebagai upaya mitigasi bencana.
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Alur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menentukan daerah
yang diteliti, yang terkena arus munson timur, kemudian diselidiki data topografi
bentuk serta bathimetri pantai dan perairannya. Setelah itu dilakukan pengukuran
parameter arus dengan ADCP, ecosounder dan alat laiinya, di tambah data
pasang surut dan data citra MODIS untuk melihat alur arus. Data yang ada di
catat dan diolah kedalam bentuk pemodelan fisik.
Hasil data yang di dapat di simulasikan dalam pemodelan fisik untuk
melihat proses yang terjadi ketika arus menerpa pantai pulau parang, sehingga
dapat dilihat bagian mana yang rawan abrasi di pulau tersebut.
Data yang di dapat di analisa dan di gambarkan dalam bentuk hasil peta,
sebagai upaya mitigasi.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, M.L., and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engineering .
Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York
Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting dan M.J Sitepu. 1996. Pengolhan Sumberdaya
Wilayah Pantai dan Laut Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Hutabarat, S., dan S.M. Evans. 1984. Pengantar Oseonografi. UI Press. Jakarta.
Ningsih, N.S. 2002. Diktat Kuliah Oseanografi Fisis. ITB. Bandung
Supangat, Agus dan Susanna. 2002. Oseanografi. Badan Riset Kelautan dan
Perikanan. DKP. Jakarta.
Nybakken, J.W. 1982. Marine Biology: An Ecological Approach. Alih bahasa. H.
Muhammad Eidman. PT. Gramedia: Jakarta
Affeltrnger, B., Alcedo., Amman,W.J., Arnold, M., 2006. Living with Risk, “A
Global Review of Disaster Reduction Initiatives”. Buku terjemahan oleh
MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia), Jakarta.