Post on 04-Feb-2021
i
STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK
DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA KARYA NANING PRANOTO:
PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Stefania Benga Haban
Nim: 164114027
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Februari 2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skripsi
STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK
DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA KARYA NANING PRANOTO
PERSPEKTlF PIERRE BOURDIEU
g;.)
----fI Telah diserujui,;-[.1. r ~;l rJ;lllt
I
Pembimbing I
Stefania Benga Haban
1641140hy~~
~'j);U
I 1• r.
Skripsi
STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK
DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA KARYA NANING PRANOTOPERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Stefimia Benga Haban
NIM; 164114027
,,(,,
o~
Nam Lengka
Ketua
Sekretaris
Anggota
-0,,; v
Dekan Fakultas Sastra
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
,
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kuIipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta 17 Februari 2020
-Stefania Benga Haban
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
Untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama
NIM
: Stefania Benga Haban
: 164114027
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perspustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang beIjudul Strukturisasi
Kekuasaan dan Kekerasan Simbolik dalam Novel Bella Donna Nova Karya
NaDing Pranoto Perspektif Pierre Bourdieu
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
hak menyimpan, mengalihkan dalarn bentuk lain, mengelo1anya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet
atau media lainnya untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royaliti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian peri'fyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Hanya pada Tuhan tempat pengharapan yang pasti.
Dan hanya doa Ibu tempat berlabuhnya kesuksesan.
-Fani Stefani-
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Ibu luar biasa, Ayah, Adik-adik dan para keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
proses penyelesaian skripsi ini berjalan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan penyelesaian Program Strata satu (S-1) Program Studi Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Banyak pihak yang membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih terhadap seluruh pihak
yang sudah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yaitu:
1. Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum. sebagai pembimbing I. Terima
kasih atas segala masukan, dorongan, bimbingan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum. sebagai pembimbing II. Terima kasih
atas segala masukan, dorongan, bimbingan dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
3. Bapak Sony Christian Sudarsono S.S., M.A. sebagai Dosen Pembimbing
Akademik Angkatan 2016. Terima kasih telah membimbing, memotivasi
dan mendukung saya selama proses perkuliahan hingga mencapai titik ini.
4. Para dosen, Bapak Hery Antono, M.Hum., (alm.) P. Ari Subagyo,
M.Hum. (alm.) Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Ibu Maria
Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A. Terima kasih telah membagikan
banyak ilmu selama berproses di Prodi Sastra Indonesia.
5. Karyawan sekretariat Prodi Sastra Indonesia. Terima kasih telah
membantu saya dalam mengurusi bagian administratif selama proses
perkuliahan.
6. Teman-teman Sastra Indonesia Angkatan 2016, terima kasih atas segala
kebersamaan yang kita rajut bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Keluarga penulis, Ibu Martina Busa yang sudah berkorban penuh selama
proses perkuliaban hingga mencapai titik ini. Ayab yang selalu
mendoakan saya, adik-adik yang selalu memotivasi serta Sababat baik
Fl3lISiskus Ambronsius yang selalu mendukung selama berproses.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas perhatian dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Namun
demikian, kekurangan tersebut merupakan tangung jawab penulis. Segala
saran dan kritik dari segala pihak terhadap penulis akan penulis terima
dengan besar hati. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak orang.
Yogyakarta, 17 Februari 2020
Penulis
Stefania Benga Haban
",;; ...
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRAK
Haban, Stefania Benga.2020. “Strukturasi Kekuasaan dan Kekerasan Simbolik
dalam Novel Bella Donna Nova Karya Naning Pranoto Perspektif Pierre
Bourdieu”. Skripsi S-1. Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik dalam
novel Bella Donna Nova berdasarkan perspektif Pierre Bourdieu. Tujuan penelitian
ini adalah (i) mendeskripsikan strukturisasi kekuasaan dan (ii) mendeskripsikan
kekerasan simbolik dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.
Penelitian ini menggunakan paradigma MH. Abrams dengan pendekatan
diskursif. Penelitian ini menggunakan teori strukturasi kekuasaan dan kekerasan
simbolik yang dikemukakan teori Pierre Bourdieu. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah studi pustaka. Metode analisis data yang digunakan adalah metode
analisis isi. Hasil analisis data disajikan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian akan meliputi dua hal; (i) deskripsi strukturasi kekuasaan yang meliputi
modal, kelas, habitus, arena, dan (ii) deskripsi kekerasan simbolik yang ditemukan
dalam novel Bella Donna Nova.
Strukturasi kekuasaan yang ditemukan yaitu 1) modal ekonomi yang
didominasi oleh Don Miguel Alexandro, Bella Donna Nova dan keluarga Hapsoro,
modal sosial didominasi oleh Bella Donna Nova dan keluarga Hapsoro, modal
simbolik dikuasai oleh Kunti dan Bella Donna Nova, modal budaya. Dalam modal
budaya ditemukan a) modal budaya dalam kondisi “menubuh” modal ini dikuasai
oleh Bella Donna Nova dan Kunti b) modal budaya dalam kondisi terobjektivikasi
didominasi oleh Hapsoro dan Bastian c) modal budaya dalam kondisi yang
terlembagakan dimiliki oleh Bella Donna Nova dan Kunti. 2) kelas borjuis kecil
didominasi oleh Lala sebagai asisten Bella Donna Nova, kelas populer didominasi
oleh Otte dan Carla, kelas dominan ditemukan a) kelas dengan besarnya kepemilikan
modal dimiliki oleh Don Michado de Saosui-baron b) kelas dengan lebih banyaknya
modal ekonomi dimiliki oleh Don Miguel Alexandro c) kelas yang lebih lemah
dimiliki oleh Kunti dan Hapsoro 3) habitus ditemukan a) habitus kelas dominan
didominasi oleh Bella Donna Nova dan Kunti b) habitus kelas borjuis kecil
didominasi oleh Kunti dan Hapsoro c) habitus kelas populer didominasi oleh kaum
biarawati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
4) arena pada dasarnya adalah tempat persaingan dan perjuangan. Arena yang
dominan ditemukan adalah arena sosial yang berlangsung di Brazil oleh anak-anak
jalanan, arena domestik yang menggambarkan posisi perempuan dapat terangkat
kelas sosialnya apabila menikahi laki-laki yang memiliki modal besar yakni Bella
Donna Nova menikahi Don Miguel Alexandro, arena pendidikan didominasi oleh
pendidikan Bella Donna Nova yang berlangsung di Brazil, arena ekonomi yang
dimiliki oleh keluarga Hapsoro, Bella Donna Nova dan masyarakat Brazil serta arena
budaya yang menonjolkan budaya-budaya Indonesia, Brazil dan Afrika; Bentuk
kekerasan simbolik yang ditemukan yaitu a) kekerasan simbolik eufemisme yang
dilakukan Hapsoro kepada Kunti b) kekerasan simbolik mekanisme sensorisasi yang
ditemukan (i) kekuasaan dan kekerasan yang dilakukan para penjahat dan aparat
pemerintahan Brazil kepada Bella Donna Nova (ii) kriminal yang dilakukan Bella
Donna Nova kepada polisi Brazil dan seorang laki-laki bertopeng yang membunuh
Bella Donna Nova.
Kata kunci : struktur kekuasaan, kekerasan simbolik, modal, kelas, habitus, arena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Haban, Stefania Benga.2020. "The structural Power and Symbolic Violence in
the Novel Bella Donna Nova by Naning Pranoto through the Perspective of
Pierre Bourdieu". Bachelor Thesis. Indonesian Literature Study Program.
Faculty of Literature, Sanata Dharma University.
This study examines the structure of power and symbolic violence in the novel
Bella Donna Nova based on the perspective of Pierre Bourdieu. The study aims to
achieve the following objectives (i) to describe the structuring of power and (ii) to
describe symbolic violence in the novel Bella Donna Nova by Naning Pranoto.
This study employs the paradigm of M.H Abrams with a discursive approach
as well as the theory of power structuration and symbolic violence put forward by
Pierre Bourdieu. Data collection method used in this study is that of literature review
with its data analysis utilizing the content analysis method. The results of data
analysis are presented with a descriptive qualitative method. The results of the study
illustrate two things; (i) description of power structuration which includes capital,
class, habitus, arena, and power and violence and (ii) description of symbolic
violence found in the novel Bella Donna Nova.
The power structure are 1) economic capital dominated by Don Miguel
Alexandro, Bella Donna Nova and the Hapsoro family, social capital was dominated
by Bella Donna Nova and the Hapsoro family, symbolic capital was controlled by
Kunti and Bella Donna Nova, and cultural capital. In cultural capital, three conditions
are identified namely a) in the "embodied" condition this capital is controlled by
Bella Donna Nova and Kunti b) in the objectified condition is dominated by Hapsoro
and Bastian c) in the institutionalized condition is owned by Bella Donna Nova and
Kunti. 2) petty-bourgeois class, is dominated by Lala as Bella Donna Nova's
assistant, the popular class is dominated by Otte and Carla, dominant class this study
suggests three distinct classes a) class with a large share of capital ownership, owned
by Don Michado de Saosui-baron b) class with more economic capital owned by Don
Miguel Alexandro c) weaker class owned by Kunti and Hapsoro 3) whereas in
habitus the finding demonstrate the following a) dominant class habitus dominated
by Bella Donna Nova and Kunti b) petty bourgeois class habitus dominated by Kunti
and Hapsoro c) popular class habitus dominated by nuns.
4) The arena is basically a place of competition and struggle. The dominant
arena takes place in Brazil by street children. Domestic arena that illustrates the
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
position of women can be lifted her social class if she married to men who have large
capital namely Bella Donna Nova married to Don Miguel Alexandro. Education
arena is dominated by Bella Donna Nova which took place in Brazil, the economic
arena owned by the Hapsoro family, Bella Donna Nova and the Brazilian community
as well as the cultural arena that highlighted by the cultures of Indonesia, Brazil and
Africa; The forms of symbolic violence identified are a) symbolic violence of
euphemism committed by Hapsoro to Kunti b) symbolic violence of sensory
mechanism point out (i) power and violence committed by criminals and Brazilian
government officials to Bella Donna Nova (ii) crimes committed by Bella Donna
Nova to a Brazilian police and a masked man who killed Bella Donna Nova.
.
Keywords: Power structures, symbolic violence, capital, class, habitus, and arena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................ ix
ABSTRACT ................................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7 1.4 Manfaat Hasil Penelitian .............................................................................. 7 1.4.1 Manfaat Teoretis .......................................................................................... 7 1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................................ 8 1.5 Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9 1.6 Landasan Teori ............................................................................................ 11 1.6.1 Strukturasi Kekuasaan .................................................................................. 11 1.6.1.1 Modal .......................................................................................................... 12 1.6.1.2 Kelas ............................................................................................................. 13 1.6.1.3 Habitus ......................................................................................................... 14 1.6.1.4 Arena ............................................................................................................ 15 1.6.1.5 Kekerasan Simbolik ……………………………………………………... 16 1.6.2 Kerangka Berpikir ........................................................................................ 18 1.7 Metode Penelitian......................................................................................... 19 1.7.1 Jenis Penelitian ............................................................................................. 19 1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 20 1.7.3 Metode Analisis Data ................................................................................... 21 1.7.4 Metode Penyajian Analisis Data .................................................................. 21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1.7.5 Sumber Data ................................................................................................. 21 1.8 Sistematika Penyajian .................................................................................. 22
BAB II STRUKTURISASI KEKUASAAN DALAM NOVEL BELLA DONA
NOVA
KARYA NANING PRANOTO ................................................................ 23
2.1 Pengantar ...................................................................................................... 23 2.2 Modal ........................................................................................................... 24 2.2.1 Modal Ekonomi ............................................................................................ 25 2.2.2 Modal Sosial ................................................................................................ 32 2.2.3 Modal Budaya .............................................................................................. 40 2.2.3.1 Kondisi “Menubuh” ..................................................................................... 41 2.2.3.2 Kondisi Terobjektifikasi............................................................................... 44 2.2.3.3 Kondisi yang Terlembagakan ...................................................................... 47 2.2.4 Modal Simbolik ............................................................................................ 48 2.3 Kelas ............................................................................................................. 52 2.3.1 Kelas Dominan ............................................................................................. 52 2.3.1.1 Kelas dengan Besarnya Kepemilikan Modal ............................................... 53 2.3.1.2 Kelas dengan Lebih banyaknya Modal Ekonomi ........................................ 54 2.3.1.3 Kelas yang Lebih Lemah ............................................................................. 55 2.3.2 Kelas Borjuis Kecil ...................................................................................... 56 2.3.3 Kelas Populer ............................................................................................... 57 2.4 Habitus ......................................................................................................... 59 2.4.1 Habitus Kelas Dominan ............................................................................... 60 2.4.2 Habitus Kelas Borjuis Kecil ......................................................................... 62 2.4.3 Habitus Kelas Populer .................................................................................. 64 2.5 Arena ………………………………………………… ............................... 66 2.6 2.4 Rangkuman .................................................................................................. 69
BAB III KEKERASAN SIMBOLIK DALAM NOVEL BELLA DONA
NOVA
KARYA NANING PRANOTO ................................................................ 72
3.1 Pengantar ...................................................................................................... 72 3.1.1 Kekerasan Simbolik Eufemisme................................................................... 74 3.1.2 Kekerasan Simbolik Mekanisme sensorisasi ............................................... 76 3.1.2.1 Kekuasaan dan Kekerasan............................................................................. 76
3.1.2.2 Kriminal ........................................................................................................ 81
3.2 Rangkuman ................................................................................................... 83
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 85
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.2 Saran .................................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 89
LAMPIRAN ............................................................................................................. 92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra tidak sekadar hadir sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan
segala aspek kehidupan manusia. Lebih dari itu, sastra merupakan cerminan tentang
masyarakat yang tertuang dalam berbagai karya yang ditulis oleh para seniman.
Wellek dan Warren dalam Teori Kesusastraan (2016:4) menegaskan bahwa sastra
adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni; Sedangkan studi sastra adalah
cabang ilmu pengetahuan. Sastra tidak hanya menjadi cerminan bagi masyarakat saja,
melainkan sastra sudah menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Melalui berbagai
proses permasalahan dan kisah kehidupan manusia, sastra seolah mengalir dengan
berbagai variasi alur, latar dan setting yang selalu menjadi momen untuk dibukukan
dan menjadi bahan penelitian. Pendekatan umum yang dilakukan terhadap hubungan
sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai
potret kenyataan sosial (Wellek dan Warren 2016:5).
Sastra sebagai dokumen sosial tersebut, juga terdapat dalam novel yang
merupakan salah satu bentuk karya sastra berjenis prosa karena bentuknya yang tak
sepadat puisi dan tak seringkas cerpen. Novel merupakan karangan prosa yang
panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Novel ini mampu menjabarkan secara detail konflik yang menjadi alur utama cerita.
Novel ini juga mampu memuat pemikiran penulis secara menyeluruh.
Objek penelitian ini adalah novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.
Naning Pranoto merupakan novelis dan cerpenis yang berasal dari Yogyakarta.
Karya-karya besarnya yang sudah beredar luas antara lain, novel Mumi Beraroma
Minyak Wangi (2001), Miss Lu (2003), Musim Semi Lupa Singgah di Shizi (2003),
Bella Donna Nova (2004), Azalea Jingga (2005), (Sekuntum Ruh dalam Merah
(2011), Wajah Sebuah Vagina (2004), serta Sebilah Pisau Dari Tokyo (2003)
(kumpulan cerita pendek). Beberapa novel di antaranya lebih menyoroti kehidupan
perempuan yang secara tidak langsung terjadi dalam kehidupan nyata.
Novel ini mengisahkan seorang lelaki bernama Hapsoro. Hapsoro adalah
seorang pelukis. Sedangkan sang istri berprofesi sebagai wartawati dan bertugas di
Rio de Janeiro, Brazil selama dua minggu. Diceritakan bahwa Hapsoro sangat
mencintai istrinya Kunti. Akan tetapi selama perjalanan di Rio de Jeneiro mereka
berkenalan dengan seorang wanita kaya raya dan sangat cantik. Maka timbullah niat
buruk dari Hapsoro untuk menginginkan dan menyetubuhi wanita yang bernama
Bella Donna Nova tersebut.
Bella Donna merupakan seorang perempuan yang memiliki kisah kelam yang
sangat memilukan, yakni sewaktu berusia sepuluh tahun ia diperkosa lima kali.
Dalam usia tiga belas tahun ia melahirkan. Lalu pada umur lima belas ia diperkosa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
oleh lima laki-laki sekaligus. Kemudian dinikahi oleh seorang lelaki tua kaya yang
menjadikan Bella Donna sebagai budak seks bertahun-tahun hingga ajal
menjemputnya. Alkisah, Bella menjadi janda kaya sepeninggalan suaminya. Hidup
berlimpah harta serta menjadi terkenal karena kecantikannya Bella Donna Nova juga
dikenal dengan kemurahan hatinya lewat berbagai uluran tangan kepada masyarakat
di Rio de jeneiro sehingga dijuluki bak santa.
Jiwa sosial Bella Donna ternyata banyak ditentang berbagai pihak
pemerintahan Rio de jeneiro dengan berbagai alasan politik dan juga kekuasaan
kelas-kelas atas. Oleh sebab itu, berbagai usaha pemerintah dihalalkan untuk
memberantas kelas borjuis kecil yang tak bersalah. Atas dasar itulah, Bella Donna
merasa ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintahan Brazil atas usaha dan kerja
kerasnya untuk menolong kaum papa yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah
Brazil.
Maka timbullah perjuangan dan perlawanan Bella Dona terhadap
pemerintahan Brazil yang juga melibatkan Hapsoro dan Kunti. Perjuangan Bella
Dona melawan pemerintahan Brazil untuk melindungi anak-anak yang dijadikan
korban oleh pemerintah berakhir dengan kekerasan yang dilakukan oleh Bella Donna
yang menembak mati seorang anggota polisi Brazil hingga tewas. Bella Donna
akhirnya menjadi buronan di negeranya sendiri, ribuan media memberitakan kasus
terbesar sepanjang sejarah yang dialami Bella Dona yang melibatkan Kunti dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Hapsoro sebagai saksi atas perjuangan Bella Dona sampai pada akhirnya Bella Donna
meninggal karena ditembak mati oleh seorang laki-laki memakai topeng harimau.
Berikut ini akan diilustrasikan adanya penggunaan kekuasaan yang sewenang-
wenang dari para pemerintah terhadap rakyatnya dalam novel Bella Donna Nova
melalui kutipan berikut ini.
“Kulihat layar TV sedang menayangkan sebuah favela yang
dipenuhi asap dan digaduhi dentuman-dentuman tembakan. Di
dalamnya, terlihat polisi-polisi yang malang melintang mengejar
remaja-remaja dan anak-anak yang lari pontang panting. Para
polisi menggunakan tameng dan pelindung wajah yang mirip
topeng. Senapan-senapannya siap siaga dan sebagian
memuntahkan peluru. Sebagian dari anak-anak dan remaja
berlarian ketakutan itu mandi darah. Ada juga yang berjatuhan
penuh luka, lalu terinjak-injak. Jeritan pilu dan pedih terdengar di
sana-sini” (Pranoto, 2004:160).
“Begitu itu kalau polisi Rio melakukan operasi sapu jagad untuk
pembersihan penyalur dan pengedar obat bius. Anak-anak yang
tidak berdosa jadi korban.” (Pranoto, 2004:161).
Kutipan di atas merupakan penggambaran kekuasaan pemerintahan Brazil
yang semena-mena dalam menjalankan tugas - tugasnya. Di lain sisi, tujuan utama
dari penggusuran favela milik Bella Nova dikarenakan adanya unsur persaingan yang
berada di balik kasus yang dibalut dalam operasi sapu jagad tersebut. Hal ini
merupakan salah satu indikasi adanya strukturasi kekuasaan yang menarik untuk
dikaji secara akademik.
Berikut ini akan diilustrasikan adanya persoalan kekerasan simbolik dalam
novel Bella Donna Nova melalui kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
“Ah, Nova! Nova! Nova! Nova lagi!
Aku jadi malu terhadap diriku sendiri. Dari laki-laki yang
lemah. Diri laki-laki yang mudah tergoda. Diri laki-laki yang
tak tahan iman dan uji. Kalau begitu, aku ini laki-laki macam
apa? Laki-laki kelas ‘kacang-kacangan’ atau kelas ‘tempe
gembus? Kalau saja Kunti tahu, ia pasti akan kecewa berat
karena aku lemah dan mudah tergoda, serta mengkhianati
cintanya. Atau, karena aku egois sehingga aku bertindak
demikian?” ( Pranoto, 2004: 124)
“Kubiarkan pancuran airnya dan membuncah itu membasuh
sekujur tubuhku yang baru saja terbenam dalam fantasi biruku
terhadap Nova, meski yang kujadikan pelampiasan adalah
Kunti. Ooohhh … alangkah kejinya aku. Kalau begitu, benar
kata pepatah bahwa laki-laki itu mirip anjing bila sedang
dikuasai nafsu birahinya. Maka, bila suatu hari nanti Kunti tahu
dustaku dan lalu ia mengataiku “anjing’, maka aku takkan
membantahnya. Kubiarkan diriku dimaki-maki demikian
karena aku memang layak dimakinya: anjing!” (Pranoto,
2004:152).
Dalam kasus di atas, terjadi kekerasan simbolik yang dilakukan oleh Hapsoro
kepada istrinya Kunti. Kekerasan simbolik itu diperlihatkan oleh Hapsoro yang pada
akhirnya mengkhianati istrinya yang merupakan teman baik Bella Donna Nova.
Sementara Kunti, tidak menyadari adanya kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.
Terdapat dua alasan pokok peneliti meneliti novel Bella Donna Nova karya
Naning Pranoto yakni terkait alasan pemilihan objek material dan alasan pemilihan
objek formal.
Pertama, terdapat tiga alasan peneliti mengkaji novel Bella Donna Nova
karya Naning Pranoto sebagai objek material adalah sebagai berikut (1) Novel Bella
Donna Nova mendapat banyak perhatian seperti karya-karya Naning Pranoto
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
lainnya. (2) Novel Bella Donna Nova merupakan novel yang mengangkat isu-isu
kekerasan simbolik dan kekuasaan yang masih kurang diteliti oleh peneliti lain . (3)
Masih sangat sedikit yang menggunakan objek materialnya sebagai bahan penelitian
baik sastra maupun bahasa.
Kedua, adapun dua alasan peneliti mengkaji teori sastra perspektif Pierre
Bourdieu sebagai objek formal antara lain sebagai berikut. (1) Teori Pierre Bourdieu
mampu mengungkap alasan-alasan peristiwa tertentu. (2) Teori Pierre Bourdieu
cukup aplikatif dalam karya sastra.
Penelitian ini akan mendeskripsikan strukturasi kekuasaan dan kekerasan
simbolik dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto. Pembahasan
tersebut dilakukan guna mengungkapkan bentuk strukturasi kekuasaan dan kekerasan
simbolik terhadap tokoh-tokoh perempuan dalam novel Bella Donna Nova karya
Naning Pranoto.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana strukturasi kekuasaan dalam novel Bella Donna Nova karya
Naning Pranoto?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.2.1 Bagaimana kekerasan simbolik yang terjadi di dalam novel Bella Donna Nova
karya Naning Pranoto?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1.3.1 Mendeskripsikan strukturasi kekuasaan yang mencakup modal, kelas, habitus,
arena dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto. Hal ini akan
dibahas dalam Bab II.
1.3.2 Mendeskripsikan kekerasan simbolik dalam novel Bella Donna Nova karya
Naning Pranoto. Hal ini akan dibahas dalam Bab III.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil d ari penelitian ini akan memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.
Manfaat-manfaat tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis merupakan manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan.
Manfaat praktis adalah manfaat untuk profesi pekerjaan tertentu. Novel yang sudah
dipilih dalam penelitian ini adalah novel yang mengandung permasalahan kekuasaan,
kekerasan dan permasalahn sosial yang sangat dekat dengan kehidupan nyata kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Terlebih yang berkaitan erat dengan permasalahan kekerasan perempuan dan
permasalahan ekonomi.
Penelitian ini akan menghadirkan berbagai masalah yang sangat dekat dengan
masalah sosial yang ada di sekitar kita. Masalah-masalah yang diulas akan
memberikan pemahaman mengenai permasalahan baik kekerasan simbolik maupun
masalah-masalah sosial yang sering terjadi di masa sekarang.
Selanjutnya, penelitian ini juga menghadirkan relasi kekuasaan yang berkaitan
dengan modal, kelas, habitus, arena. Permasalahan ini adalah permasalahan yang
sering terjadi sehingga dapat diketahui penyebab permasalahan dari hal-hal yang
terjadi menurut perspektif Pierre Bourdieu.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
orang-orang yang bergelut dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya yang bergelut
dalam bidang sastra. Penelitian ini mengangkat tentang strukturasi kekuasaan dan
kekerasan simbolik yang sering kita jumpai dalam kehidupan saat ini agar bisa
menjadi bahan referensi penelitian, menambah wawasan pembaca dan diharapkan
agar penelitian ini bisa menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik secara
umum pernah dibahas oleh Barata (2017) sebagai tugas akhir yang diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia Program
Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembahas berikutnya
adalah Melisha (2018) sebagai tugas akhir yang menjadi syarat untuk memperoleh
gelar sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Universitas Sanata Dharma.
Barata (2017) dalam skripsinya berjudul “Struktur Kekuasaan dan Kekerasan
Simbolik dalam Cerpen “Ayam”, “suatu malam suatu warung”, dan “Tahi” dalam
sekumpul Cerpen Hujan Menulis Ayam Karya Sutardji Calzoum Bachri”
menemukan empat hasil penelitian, sebagai berikut. Terdapat empat modal di dalam
kumpulan cerpen tersebut, yaitu: modal ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik.
Kelas-kelas di dalam kumpulan cerpen tersebut dipengaruhi oleh kekuatan modal
masing-masing tokoh. Dalam cerpen tersebut kelas dominan diisi oleh para penyair di
cerpen “ Ayam” dan suatu malam suatu warung”, tokoh aku dalam cerpen “Tahi”.
Kelas borjuasi kecil diisi oleh pekerja pemotong dahan, pembuat kopi atau
jamu di dalam cerpen “ayam” sedangkan didalam cerpen “Suatu malam suatu
warung” adalah pemiliki warung . Cerpen “Tahi” tidak menghadirkan adanya kelas
borjuis kecil. Kemudian kelas popular diisi oleh orang-orang yang tinggal di pinggir
sungai dalam cerpen “ayam”, pelacur tua dalam cerpen “suatu malam suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
warung”, dan orang yang peminta-minta dalam cerpen “tahi”. Ada pun Habitus dan
Arena yang ditampalkan dalam cerpen tersebut lebih pada kehidupan sosial
masyarakat menengah kebawa dan yang terakhir adalah kekerasan simbolis berupa
mekanisme eufeminisme dan mekanisme sensoriasi terjadi. Kelompok yang
mendapat kekerasan menganggap kekerasan itu sebuah kebenaran. Akan tetapi di
akhir cerita akan nada penyesalan dan kesadaran dari tokoh-tokoh yang melakukan
kekerasan tersebut.
Di akhir penelitiannya, Barata menyimpulkan bahwa kekerasan simbolik ada
dalam kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam, walaupun kelas-kelas yang ada di
dalamnya tidak sangat mencolok digambarkan perbedaannya. Kekerasan yang terjadi
diwarnai dengan banyaknya simbol-simbol yang dihadirkan di dalam cerpen tersebut.
Akan tetapi ada hal-hal baru yang coba dimunculkan dari ketiga cerpen tersebut
dalam upaya penciptaan dunia baru.
Melisha (2018) dalam penelitiannya mengenai kekerasan simbolik orde baru
dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori perspektif Pierre Bouerideu menunjukkan
bahwa kekerasan simbolik perspektif Pierre Bourdieu meliputi bahasa sebagai alat
utama kekerasan simbolik, mekanisme kekerasan simbolik dan kekerasan simbolik
orde baru. Ada pun penemuan dua mekanisme kekerasan simbolik dalam novel
Pulang karya Leila S. Chudori yakni eufeminisme dan mekanisme sensorisasi.
Penelitan ini juga menemukan adanya lima jenis kekerasan simbolik orde baru di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
antaranya adalah kekerasan simbolik terhadap organisasi PKI, masyarakat Tionghoa,
ruang publik, keturunan PKI, dan yang terakhir eksil politik.
1.6 Landasan Teori
Pierre-Felix Bourdieu lahir di Desa Denguin (Distrik Pyrenees Atlantiques),
di selatan Prancis pada 1 Agustus 1930. Ayahnya adalah seorang petugas pos desa.
Bourdieu belajar filsafat bersama Louis Althusser di Paris. Bourdieu merupakan
intelektual yang aktif terlibat dalam gerakan-gerakan sosial dan politik. Ia
memberontak melawan mekanisme-mekanisme dominasi sosial dan membela
kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan tertindas. Ia memimpin sebuah komisi
yang merefleksikan mengenai isi pengajaran yang diminta oleh Presiden Francois
Mitterand.
Bourdieu dikenal para pendidik atas penjelasannya mengenai bagaimana
kelompok sosial yang terdidik (kelompok atau kelas professional) menggunakan
modal kebudayaann (culture capital) sebagai strategi untuk mempertahankan atau
mendapatkan status dan kehormatan dalam masyarakat. Berikut ini akan dipaparkan
penjelasan teori Pierre Bourdieu yang terdiri atas strukturasi kekuasaan, modal,
kelas,habitus, arena dan kekuasaan dan kekerasan.
1.6.1 Strukturasi Kekuasaan
Dalam sebuah relasi selalu ada yang mendominasi dan didominasi antara dua
kelompok atau individu. Perbedaan itu menghasilkan relasi kekuasaan. Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
(Masco, 1996: 212) strukturasi merupakan proses di mana struktur sosial saling
ditegakkan oleh para agen sosial, dan bahkan masing-masing bagian dari struktur
mampu bertindak melayani bagian yang lain.
Hasil akhir dari strukturasi adalah serangkaian hubungan sosial dan proses
diorganisasikan di antara kelas, jender, ras dan gerakan sosial yang masing-masing
berhubungan satu sama lain.
1.6.1.1 Modal
Modal (kapital) dapat dimaknai sebagai sekumpulan sumber daya (baik materi
ataupun nonmateri) yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan. Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok
tertentu, akan menentukan posisi mereka dalam struktur sosial (Martono, 2012: 32).
Dijadikan sebagai alat untuk memproduksi kekuasaan dan ketidaksetaraan. Bourdieu
juga mengkategorikan jenis-jenis modal, yaitu modal sosial (social capital), modal
budaya (cultural capital), modal simbolik (symbolic capital).
Modal sosial menunjukkan semua sumber daya yang aktual atau potensial
yang terkait dengan pemilikan jaringan, hubungan saling mengenal atau saling
mengakui yang memberi anggotanya dukungan modal yang dimiliki bersama. Modal
sosial dapat diwujudkan dalam bentuk praktis atau keterlembagakan. Modal sosial
terwujud dalam keanggotaan/kelompok yang terikat, seperti keluarga, sekolah dan
sebagainya. Modal budaya merujuk pada keahlian individu, baik sikap, cara bertutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kata, berpenampilan, cara bergaul, dan sebagainya. Modal budaya punya tiga bentuk,
yaitu menubuh (disposisi tubuh), terobjektifikasi (benda budaya), dan terlembagakan
(ada pengakuan resmi lembaga). Modal juga memiliki peran dalam hal kekuasaan,
modal merupakan bentuk simbolik dari kekuasaan. Modal simbolik sebuah bentuk
modal yang berasal dari jenis lain, yang dikenali dan diakui sebagai sesuatu yang sah
dan natural. Misalnya, pemilihan tempat tinggal wisata, hobi, tempat makan, dan
sebagainya. Menurut Bourdieu, modal simbolik merupakan sumber kekuasaan yang
krusial (Martono, 2012:33).
1.6.1.2 Kelas
Kelas adalah sistem representasi kelompok sosial yang ditentukan oleh akses
ke kegiatan budaya tertentu yang pada dasarnya tidak setara, sesuai dengan
kepemilikan sosial (Haryatmoko, 2016:54). Kelas terdiri dari tiga kelompok, yaitu
kelas dominan, kelas borjuis kecil, dan kelas populer.
Menurut Haryatmoko (2012:46) Kelas dominan adalah kelas pemilik modal
utama dan terbesar yang dapat menentukan budaya yang berlaku. Kelas borjuis kecil
adalah kelas yang memiliki keinginan tinggi untuk menaikan tangga sosial.
Sementara kelas populer menjadi kelas penerima dominasi dan tidak memiliki posisi
tolak terhadap budaya dominan. Dapat disimpulkan bahwa kelas populer hampir tidak
memiliki modal sama sekali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
1.6.1.3 Habitus
Habitus dapat dirumuskan sebagai sebuah sistem disposisi-disposisi (skema-
skema persepsi, pikiran, dan tindakan yang diperoleh dan bertahan lama). Habitus
merupakan gaya hidup (lifestyle), nilai-nilai (values), watak (dispositions), dan
harapan (expectation) kelompok sosial tertentu. Sebagian habitus dikembangkan
melalui pengalaman. Individu belajar tentang apa yang berada di luar kehidupan,
bagaimana mereka berhasil dalam berbagai kegiatan, bagaimana orang lain merespon
aktivitas dirinya jika mereka melakukan cara yang tidak biasanya (Martono,
2012:36).
Konsep habitus juga dapat dimaknai dalam beberapa hal. Pertama, habitus
sebagai sebuah pengondisian yang dikaitkan dengan syarat-syarat keberadaan suatu
kelas. Kedua, habitus merupakan hasil keterampilan yang menjadi tindakan praktis
(yang tidak harus disadari) yang kemudian diterjemahkan menjadi sebuah
kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial
tertentu. Habitus pada akhirnya menjadi sumber penggerak tindakan, pemikiran, dan
representasi. Ketiga, habitus merupakan kerangka penafsiran untuk memahami dan
menilai realitas sekaligus menghasilkan praktek-praktek kehidupan yang sesuai
dengan struktur objektif. Habitus menjadi dasar kepribadian individu. Keempat,
keberadaan nilai atau norma dalam masyarakat menggarisbawahi bahwa habitus
merupakan sejumlah etos, maksudnya bila menyangkut prinsip-prinsip atau nilai-nilai
yang dipraktikkan, bentuk moral yang diinternalisasikan dan tidak mengemuka dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
kesadaran, namun mengatur perilaku sehari-hari (bukan etika), yang merupakan
refleksi teoritis mengenai moral yang diargumentasi, diungkapkan, dan dikonfirmasi.
Kelima, habitus merupakan struktur sistem yang selalu berada dalam proses
restrukturisasi. Jadi, praktik–praktik dan representasi kita tidak sepenuhnya bersifat
deterministik (pelaku atau aktor dapat memilih), namun juga tidak sepenuhnya bebas
pilihannya ditentukan oleh habitus (Martono, 2012:37).
Jadi, setiap kelas akan memiliki habitus yang berbeda-beda. Habitus ini
pulalah yang kemudian dipaksakan kelas dominan kepada kelas terdominasi. Kelas
dominan akan selalu memaksakan habitusnya melalui berbagai mekanisme
kekuasaan.
1.6.1.4 Arena
Arena adalah area pertarungan dan perjuangan (Haryatmoko, 2016:50).
Setiap arena pasti memiliki aturan main dan logikanya serta semua arena dapat
membangkitkan keyakinan bagi para aktor mengenai sesuatu yang dipertaruhkan.
Arena disebut juga dengan pasar. Pihak dengan akumulasi modal tertinggi
akan menjadi kelas dominan, untuk memenangkan kompetisi, diperlukan strategi
penempatan. Strategi penempatan adalah maksimalisasi capital yang dimiliki pada
sebuah arena sosial tertentu dengan waktu yang tepat (Ningtyas, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
1.6.1.5 Kekerasan Simbolik
Kekerasan simbolik, menurut Bourdieu (Jenkins,2004:157) adalah pemaksaan
sistem simbolisme dan makna (misalnya kebudayaan) terhadap kelompok atau kelas
sedemikian rupa sehingga hal itu dialami sebagai sesuatu yang sah. Legitimasinya
meneguhkan relasi kekuasaan yang menyebabkan pemaksaan tersebut berhasil.
Selama dia diterima sebagai sesuatu yang sah, kebudayaan memperkuat dirinya
melalui relasi kekuasaan tersebut, memberikan kontribusi kepada reproduksi
sistematis mereka. Ini diraih melalui suatu proses salah mengenali (misrecognition),
suatu proses di mana relasi kekuasaan tidak dipersepsikan secara objektif, namun
dalam bentuk yang menjadikan mereka absah dimata pemeluknya.
Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut
berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah kekuasaan. Ketika sebuah
kelas mendominasi kelas yang lain, maka di dalam proses dominasi tersebut akan
menghasilkan sebuah kekerasan. Kekerasan muncul sebagai upaya kelas dominan
untuk melenggangkan dominasi atau kekuasaannya dalam struktur sosial. Jadi,
kekuasaan dan kekerasan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan
(Martono, 2012: 39-40).
Secara bergantian, Bourdieu menggunakan istilah ‘kekerasan simbolik’
(symbolic violence), ‘kuasa simbolik’ (symbolic power), dan ‘dominasi simbolik’
(symbolic dominance) untuk merujuk pada hal yang sama. Kekerasan simbolik dapat
dilakukan melalui dua cara (Haryatmoko, 2003). Pertama, eufemisme. Eufemisme
biasanya membuat kekerasan simbolik menjadi tidak tampak, bekerja secara halus,
tidak dapat dikenali, dan dapat dipilih secara ‘tidak sadar’. Kedua, mekanisme
sensorisasi yang menjadikan kekerasan simbolik nampak sebagai bentuk sebuah
pelestarian semua bentuk nilai yang di anggap sebagai ‘moral kehormatan’, seperti:
kesantunan, kesucian, kedermawanan, dan sebagainya yang biasanya dipertentangkan
dengan ‘moral yang rendah’ seperti: kekerasan, kriminal, ketidakpantasan, asusila,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
kerakusan, dan sebagainya. Terakhir, kekuasaan simbolik merupakan kekuasaan
menciptakan dunia. Pelaku sosial dapat memiliki kekuasaan untuk menciptakan atau
menghancurkan, memisahkan atau menyatukan, dan yang lebih penting lagi dengan
menggunakan kekerasan simbolik, ia dapat memberikan nama atau membuat definisi:
maskulin/feminim, atas/bawah, kuat/lemah, baik/buruk, atau benar/salah (Martono,
2012:40).
Kekerasan simbolik adalah suatu konsep penting dalam ide teoretis Bourdieu.
Makna konsep ini terletak pada upaya actor-aktor sosial dominan menerapkan suatu
makna sosial dan representasi realitas yang diinternalisasikan kepada actor lain
sebagai sesuatu yang alami dan abash, bahkan makna sosial tersebut kemudian
dianggap benar oleh actor lain tersebut (Martono, 2012:39).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
1.6.2 Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang dipaparkan untuk meneliti karya sastra di atas, maka
berikut ini akan dituangkan ke dalam bentuk bagan berupa gambar kerangka berpikir
sebagai berikut.
Kerangka Berpikir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
1.7 Metode Penelitian
Metode digunakan sebagai alat seperti teori, yang berfungsi untuk
memecahkan masalah sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Metode
menurut Ratna (2004:34) merupakan cara-cara, strategi untuk memahami realitas,
langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.
Metode Penelitian ini menggunakan teknik baca dan teknik catat. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan
data – data dicari dari sumber- sumber tertulis.
1.7.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan paradigma M H. Abrams. Paradigma
Abrams menjelaskan empat pendekatan yang terdiri atas pendekatan ekspresif,
pendekatan objektif, pendekatan mimetik, dan pendekatan pragmatik. Dalam (Taum,
2017:4) menjelaskan paradigma Abrams direposisikan agar memperoleh dua
tambahan pendekatan. Pendekatan tersebut yakni pendekatan eklektik dan pendekatan
diskursif. Menurut (Taum,2017:4) pendekatan eklektik adalah pendekatan yang
menggabungkan secara selektif beberapa pendekatan untuk memahami sebuah
fenomena. Sementara pendekatan diskursif adalah pendekatan yang menitikberatkan
pada diskursus (wacana sastra) sebagai sebuah praktik diskursif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan diskursif. Istilah “ diskursif”
mengacu pada pengertian wacana. Diskursus adalah cara menghasilkan pengetahuan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
beserta praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk
atasnya, relasi kekuasaan yang ada dibalik pengetahuan dan praktik-praktik sosial di
belakangnya. Taum (2017:5) menambahkan bahwa ktitik sastra diskursif
menunjukkan area baru objek penelitian sastra yang belum dirambah oleh teori
kritik sastra yakni teks-teks sastra dan teks-teks non sastra sebagai representasi
kekuasaan yang dibangun melalui praktik-praktik diskursif. Penelitian ini
menggunakan teori Pierre Bourdieu untuk mengaji strukturasi kekuasaan dan
kekerasan simbolik dalam karya satra.
Objek material penelitian ini adalah novel Bella Donna Nova karya Naning
Pranoto, sedangkan objek formal dalam penelitian ini adalah Strukturasi Kekuasaan
dan Kekerasan Simbolik Perspektif Pierre Bourdieu.
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode studi pustaka, teknik simak dan teknik catat. Metode studi pustaka ini
digunakan untuk mendapatkan data –data dalam novel Bella Donna Nova karya
Naning Pranoto, buku-buku referensi dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan objek
material dan objek formal dalam penelitian ini. Sedangkan teknik simak digunakan
untuk menyimak teks dalam karya sastra yang akan menjadi bahan penelitian. Teknik
catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung penulis
dalam memecahkan rumusan masalah (Sudaryanto, 1993: 135).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
1.7.3 Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
isi. Metode analisis isi akan membantu memecahkan permasalahan yang terajadi
dalam karya sastra tersebut dengan menggunakan landasan berpikir Pierre Bourdieu
dalam teori strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik. Dalam hal ini, isi tersebut
yang diprioritaskan untuk dianalisis.
1.7. 4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan
deskriptif kualitatif yakni mendeskripsikan analisis ke dalam kalimat-kalimat. Isi dari
deskripsi tentang penelitian ini adalah analisis strukturasi kekuasaan dan kekerasan
simbolik yang terdapat dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.
1.7.5 Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini mengenai strukturasi kekuasaan dan kekerasan
simbolik dalam karya sastra ini adalah sebagai berikut:
Judul buku : Bella Donna Nova
Pengarang : Naning Pranoto
Tahun Terbit : 2004
Penerbit : Grasindo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
1.8 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini akan dilaporkan dalam bentuk
yang sistematis ke dalam bab-bab. Setiap bab memiliki peran yang berbeda dalam
penyajian yang berkaitan dengan penelitian ini. Pada dasarnya penelitian terhadap
novel Bella Donna Nova akan dibagi menjadi tiga bagian, yakni bagian awal, bagian
tengah dan bagian akhir.
Pada bagian awal berisi satu bab yang di dalamnya terdapat beberapa sub bab.
Bagian awal adalah bab I yang berisis pendahuluan terhadap penelitian ini. Adapun
dalam bab I terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
hasil penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, kerangka berpikir, pendekatan dan
metode penelitian, dan sistematika penyajian.
Pada bagian tengah berisi bab II tentang pemahaman mengenai karya sastra
dengan cara membedah unsur karya sastra dan mendeskripsikan strukturasi
kekuasaan yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Selanjutnya, pada bab III berisi
tentang kekerasan simbolik yang terdapat dalam karya sastra dengan menggunakan
teori Pierre Bourdieu.
Pada bagian akhir dari penelitian ini berisi penutup dari penelitian ini.
Penulis akan membuat kesimpulan dari seluruh hasil analisis dalam novel yang
terpilih yakni Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
BAB II
STRUKTURASI KEKUASAAN DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA
KARYA NANING PRANOTO
2.1 Pengantar
Dalam penelitian ini penulis secara mendalam akan memaparkan strukturasi
kekuasaan yang meliputi modal, kelas, habitus, dan arena. Tujuan dari pemaparan
menegenai strukturasi kekuasaan ini adalah untuk meneliti lebih lanjut bentuk-bentuk
strukturasi kekuasaan yang terdapat dalam novel Bella Donna Nova karya Naning
Pranoto.
Untuk membatasi data yang akan diolah oleh peneliti, maka akan dipilih
tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan objek penelitian
atau yang secara khusus memiliki ciri khas yang mencolok dan sesuai dengan inti
permasalahannya. Untuk itu, ciri-ciri khas dari inti permasalahannya akan dipaparkan
secara komprehensif dalam pembahasan.
Pada pembahasan pertama peneliti akan mengulas modal karena kepemilikan
modal membentuk posisi kelas. Lalu pembahasan berikutnya adalah habitus yang
menunjukkan kebiasaan hidup tiap kelas dalam arena. Sehingga dari pembagian kelas
yang ada, dapat dilihat berbagai bentuk kekuasaan dan kekerasan yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2.2 Modal
Istilah modal sering dijumpai dalam bidang ekonomi. Modal dimaknai
sebagai sekumpulan sumber daya (baik materi maupun nonmateri) yang dimiliki
seseorang atau kelompok tertentu yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan.
Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu akan menentukan posisi
mereka dalam struktur sosial. Menurut (Bourdie, 2004) apabila materi ini dimiliki
seorang individu (orang atau sekelompok orang) secara privat atau bersifat eksklusif,
memungkinkan mereka memiliki energi sosial dalam bentuk kerja yang diretifikasi
maupun yang hidup.
Semakin tinggi kepemilikan modal seseorang, semakin tinggi derajat
sosialnya di mata masyarakat. Kepemilikan modal yang besar disebut sebagai kapital
(Bourdieu, 1984,114). Sementara Haryatmoko (2006: 36) menjelaskan bahwa
interaksi sosial menghasilkan hubungan-hubungan dominasi antarindividu dan
kelompok. Salah satu sistem interaksi tersebut adalah budaya. Budaya yang berlaku
biasanya adalah budaya penguasa.
Modal dibagi menjadi empat jenis, yaitu modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya dan modal simbolik. Pemetaan hubungan kekuasaan didasarkan atas
kepemilikan kapital-kapital dan komposisi kapital tersebut (Haryatmoko, 2016:46).
Masing-masing modal memiliki perannya masing-masing di dalam sebuah arena
(Barata, 2017: 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.2.1 Modal Ekonomi
Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu, akan menentukan
posisi mereka dalam struktur sosial. Modal ekonomi merupakan sumber daya yang
bisa menjadi sarana produksi dan sarana finansial. Modal ini paling mudah
dikonversikan ke kapital-kapital lain (Haryatmoko, 2016:45). Modal ekonomi
mencakup alat-alat reproduksi (mesin, tanah, buruh), materi (pendapatan, benda-
benda), dan uang. Bouerdieu menganggap modal ekonomi sebagai hal yang penting
karena modal ekonomi merupakan modal yang secara langsung bisa ditukar,
dipatenkan sebagai hak milik individu.
Modal ekonomi merupakan jenis modal yang relatif paling independen dan
fleksibel karena modal ekonomi secara mudah bisa digunakan atau ditransformasi
ke dalam ranah-ranah lain serta fleksibel untuk diwariskan pada orang lain.
Dalam novel Bella Donna Nova, modal ekonomi terbesar dimiliki oleh Don
Miguel Alexandro. Don adalah suami suami Nova yang memiliki perbedaan umur
sekitar empat puluh tahun dan memiliki harta kekayaan berlimpah. Berikut ini
beberapa kutipan beserta penjelasan mengenai modal ekonomi keluarga Don Miguel
Alexandro.
(1) “ Biografi itu saya tulis bukan bermaksud untuk membuat sensasi atau mencari popularitas, melainkan untuk memompakan
semangat hidup kepada perempuan mana saja yang pernah
mengalami nasib seperti saya, hidup papa, dan diperkosa!”mata
Nova menerawang, suaranya lirih. “itu terjadi tidak hanya sekali,
tetapi berkali-kali. Saya pikir, saya akan mati konyol karena ulah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
para bajingan tengik itu. Tetapi, tampaknya skenario alur hidupku
digariskan Yesus tidak sekelam yang kuduga dan pernah sangat
kutakuti. Yesus memberikan cahaya obor kehidupan begitu penuh
kasih kepadaku. Semua itu diberikannya melalui tangan-tangan
dan kemurah hati Daddy….”
“…….siapa Daddy itu?” sela Kunti.
Aku juga ingin tahu.
“…..suami saya, Don Miguel Alexandro!” sahut Nova cepat.
“……saya memanggilnya” Daddy! Terus terang, karena Don jauh
lebih tua dari saya. Hampir empat puluh tahun. Barangkali Anda
sudah pernah mendengar ini? .(Pranoto, 2004:105).
(2) Apa yang saya berikan sebetulnya bukan milik saya, tetapi milik almarhum Daddy. Tangan saya sebagai jembatan,” Nova terharu.
“kalau ingat fungsi saya jadi jembatan untuk perbuatan mulia ini
karena harta Daddy, saya jadi lupa akan sisi negatif Daddy yang
pernah menjadikan saya sebagai budak nafsu (Pranoto, 2004:114).
(3) Ini kawasan Prudente de Morais. Rumah orang-orang kaya. Tanah di sini harganya selangit,” si sopir menjelaskan. kemudian,
ia berbisik, “ Donna Nova dapat rumah di sini dari warisan
almarhum suaminya-Don Miguel Alexandro (Pranoto, 2004:84).
(4) …Soalnya begini, cerita yang beredar di masyarakat adalah sikap Daddy terhadap saya yang tampak dari luar. Yang pertama adalah
hal yang luar biasa, yaitu seorang Don Miguel Alexandro mau
menikahi saya. “Ya, saya, si gembel rombeng yang pernah
diperkosa berkali-kali, kemudian jadi janda dengan satu anak. Hal
kedua, Don lalu memanjakan saya dan anak saya dengan harta
yang melimpah ruah …. (Pranoto, 2004:108).
Dalam kutipan (1) - (4) perihal Daddy atau Don Miguel merupakan tokoh
pemilik modal ekonomi terbesar yang memiliki harta warisan berlimpah yang
hidupnya penuh kesepian karena ditinggalkan oleh mantan istrinya Donna Silvia de
Lopez. Setelah menduda cukup lama, akhirnya pada suatu kesempatan Don Miguel
akhirnya terangsang oleh kemolekan tubuh dan kecantikan Bella Dona yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
kemudian menjadi istrinya. Setelah membangun rumah tangga yang cukup lama Don
Miguel akhirnya meninggal karena penyakit tua yang dideritanya. Maka modal
ekonomi terbesar berikutnya jatuh pada Bella Donna Nova. Berikut kutipannya.
(5) “ Terima kasih,” bisik Nova serak. Itulah yang ingin saya ungkapkan. Jadi, apa yang dilihat orang tidak semanis yang saya
alami, bukan? Yang dilihat orang sifatnya hanya material.
Dangkal. Mereka tidak melihat ke dalam yang namanya batin.
Maka, begitu Daddy meninggal, materi yang ditinggalkannya
sebagian besar saya pergunakan untuk melanjutkan langkah-
langkah mulia Bunda Margaretta (Pranoto, 2004:112).
(6) “Ya, Anda membangun favela itu?” Tanya Kunti
“…..masih ada yang lain. Saya bangun beberapa pargue ecologico ya,
taman lingkungan hidup untuk pelatihan kerja pertanian, peternakan,
dan perikanan bagi anak-anak papa yang disebut anak jalanan. Nanti,
kalau anda berdua jadi ke Sao Paulo, silahkan mampir kesalah satu
pargue saya di Moraes. Letaknya kira-kira dua ratus kilometre dari
Sao Paulo. Tak jauh dari Moraes, ya di Tatui, ada juga pargue yang
didirikan oleh sahabat saya, Lilian Afonso. Dia mantan bintang
telenovela yang kemudian terjun sebagai penggerak LSM. Saya kira,
dia amat layak anda wawancarai. Terus terang, pola kerja saya banyak
meniru dia. Lilian guru saya” (Pranoto, 2004:113).
Dalam kutipan (5) dan (6) kepemilikan modal ekonomi Bella Dona dapat
memberikan kehidupan bagi orang lain. Terbukti dari segala pemberian Nova kepada
anak-anak jalanan dan kepada kaum papa membuktikan bahwa kehidupan ekonomi
Nova sangat berkelimpahan sehingga ia sanggup memberi kepada orang lain. Modal
ekonomi selanjutnya tokoh Cleza de Peres yang dikisahkan menjadi salah satu orang
terkaya di Brasil oleh Bella Donna. Berikut kutipanya.
(7) “…….dengarkan dulu,” Kunti mengiba. “soalnya, tadi aku ketemu Nova di konferensi. Dia bilang kalau lukisanmu bagus, teman-
temannya akan minta jenengan lukisan, antara lain Nyonya Cleza
de Peres. Dia orang terkaya di Rio. Dia tadi datang berbicara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
tentang pengalamannya mengelola panti asuhan untuk anak-anak
favela dan memberi penyuluhan kesehatan untuk para WTS.
Orangnya cantik dan unik. Masa ke seminar bawa-bawa anjing. O,
iya, Cleza itu mirip-mirip benar dengan Liz Taylor!” (Pranoto,
2004:157).
(8) Selain dibanjiri makanan lezat, acara penutupan konfrensi juga dibanjiri doa. Semua peserta tampak semangat berdoa untuk arwah
para anak favela yang jadi korban peluru, juga bagi keselamatan
Bella Donna Nova, kawan-kawannya, dan para biarawati asuhan
Bunda Margaretta. Pada acara akhir dibuka pengumpulan dana
untuk biaya pengobatan anak-anak favela yang terluka. Acara ini
dipimpin oleh Cleza de Perez yang kata Kunti merupakan
perempuan Brasil yang cantik, selain Nova. Ia juga pekerja sosial
dan termasuk salah seorang perempuan terkaya di Brasil. (Pranoto,
2004:207).
(9) Secara fisik belum. Maksudnya, saya belum ikut dia ke Filipina. Tetapi sudah menitipkan uang sedikit untuk membantu Lilian
membeli mesin jahit dan bahan-bahan cita untuk praktik menjahit
mereka (Pranoto, 2004:113).
(10) “……….itu dia, sopirku datang,” kata Nova kemudian, sambil menunjuk VW-Combi bercat putih yang meluncur dari arah timur.
Pikirku, ke mana sedan mewahnya yang dipakai tadi siang?
(Pranoto, 2004:49).
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Nova memiliki modal terbesar
setelah suaminya Don Miguel meninggal dan seluruh harta warisannya jatuh kepada
Bella Donna mulai dari rumah beserta isi dan seluruh perusahannya dipegang penuh
oleh Bella Donna.
Pihak lain yang juga memiliki modal ekonomi adalah keluarga Hapsoro
seorang pelukis yang istrinya adalah seorang wartawati cerdas yang mendapat tugas
ke negara Brasil dan berhasil menjalin hubungan baik dengan Bella Donna Nova.
Berikut ini kutipannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
(11) …..Jenengan nyusul saya, ya? Lusa berangkat…
sanguine? Kita tidak punya uang. Uang yang ada kan cadangan biaya
sekolah anak-anak kita nanti (Pranoto, 2004:3).
(12) Kini aku menyaksikan fio-dental warna-warni juga untuk menuruti kehendak Kunti, sang kebangganku! Kulihat mereka
yang mengenakan fio-dental adalah para garota yang bersantai di
Pantai Ipanema, gugusan Pantai Copacabana yang berpasir putih.
Butir-butirnya yang kemilau dijilati ombak-ombak berbuih
(Pranoto, 2004:5).
(13) Aku juga tengah berada di Farme de Armoedo dalam ingar-bingarnya samba, serta warna-warninya garota yang berfio-dental
dan bersenam dengan gerakan erotis seiring irama samba yang
eksotis. Selain itu, banyak juga orang yang berjemur diri sambil
berpeluk-cumbu dengan kekasihnya, cara yang berwajah seperti
para bintang telenovela (Pranoto, 2004:6).
(14) ”Ah, seharusnya Jeng makan siang saja di hotel. Aku bisa beli roti atau kue-kue di sini.” Kusayangkan mengapa ia meninggalkan
makan siangnya di hotel tempat seminar. Memang, hotel
tempatnya seminar tak jauh dari area Farme de Armoedo, tetapi
kalau ia mondar-mandir akan lelah. Apalagi seminarnya sampai
malam”(Pranoto, 2004:10).
(15) “Yuk, yuk, kuceritakan sambil mencari makanan. Mas, jenengan mau makan siang apa? Roti atau nasi? Ada nasi enak
yang lauknya ikan di restoran sana. Sebelum jenengan kemari, aku
dan kawanku wartawati dari Argentina, makan di restoran itu.
Enak sekali. Ikannya dibumbui seperti rendang. Jenengan pasti
cocok, makan nasi hangat dengan lauk ikan,” Kunti menunjuk ke
restoran yang ada di seberang jalan sambil menggandengku.
Kubaca restoran yang ditunjuknya berpalang”gostoso.” Ketika
kulihat di kamus, kata gostoso berarti lezat (Pranoto, 2004:10-11).
(16) “Tentu,” Kunti membelalak. “jenengan dapat pesanan banyak dari nyonya-nyonya casa-grande kenalan dekat Nova. Wah, kita
bisa panen, Mas! (Pranoto, 2006: 156).
(17) Dengan lincahnya. Ia menyebut nama-nama makanan khas Brasil yang asing di telingaku. Kunti memperhatikan dengan
seksama. Diam-diam, aku menghitung makanan yang dipesan
Nova lebih dari sepuluh macam. Kubayangkan harganya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
kalau diukur ke rupiah pasti ratusan ribu. Kunti tak menempatkan
kecemasan sama sekali akan jumlah bon makan yang mesti kami
bayar. Aku juga tidak. Aku dan Kunti memang punya persamaan
sikap dalam mempergunakan uang. Kalau sudah diniati bersenang-
senang, berapa pun kami bayar. Ini bukannya royal, melainkan
berprinsip bahwa kesenangan memang harus dibayar mahal. Maka
kami selalu mengambil sikap, bila tidak punya cadangan uang
cukup, lebih baik tidak bersenang-senang di luar rumah, apalagi
keluar kota dan ke luar negeri. Disamping itu, kalau sedang dinas
luar, Kunti selalu menggunakan uang sakunya dari kantor untuk
bersenang-senang atau membeli buku-buku dan keperluan lainnya
yang diperkirakan berguna untuk mendukung kariernya maupun
karierku. Kunti tak pernah mencanangkan uang saku perjalanan
dinasnya sebagai tabungan. Aku menghormati keputusan dan
sikapnya, serta tak pernah campur tangan apalagi menanyakan
keuangannya. Kunti kuberi kemerdekaan penuh dan mutlak dalam
menggunakan uang dan mencapai tujuan baiknya. Tetapi, aku
selalu ingin diatur Kunti (Pranoto, 2004:65).
Kutipan di atas secara tidak langsung sudah menjelaskan bahwa
perekonomian keluarga Hapsoro yang mampu berjalan-jalan ke Brazil dan makan di
restoran mewah merupakan perekonomian yang tergolong mampu. Sementara Kunti
adalah perempuan hebat yang pandai mengatur pemasukkan dan pengeluaran
keluarga mereka.
Tidak menutup kemungkinan juga bahwa modal ekonomi rendah juga di
dominasi oleh beberapa tokoh. Berikut kutipan modal ekonomi yang tergolong
rendah.
(18) Betapa tidak? Suaminya menikah lagi. Ibuku yang buta huruf memilih hidup menjanda dan menghidupi kelima anaknya dengan
menjadi buruh jahit karung goni delangu. Di samping itu, setiap
sore ia menjual singkong, ubi, dan tahu goreng. Anak-anaknya
didorong giat belajar. Ya, ibuku memang ulet (Pranoto, 2004:4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Pada kutipan di atas dapat dilihat bagaimana perekonomian ibu dari Hapsoro
yang memiliki perekonomian rendah sehingga menuntut sang ibu harus berjuang
untuk menghidupi dan membiayai anaknya hingga ke jenjang pendidikan tinggi.
Tokoh lain yang juga memiliki ekonomi rendah sebelumnya adalah Kunti. Kunti
dikenal sebagai seorang wartawati sukses dengan berbagai kemajuan atas kerja
kerasnya yang membuat namanya terkenal, siapa sangka bahwa masa lalu seorang
Kunti berasal dari keluarga yang memiliki perekonomian rendah. Berikut ini
kutipannya.
(19) Kunti menjadi wartawati dari nol besar. Bagiku
prosesnya sangat fantasis. Dari kampungnya, Ponorogo, ia ke
Jakarta karena kemelaratannya dan hanya berbekal ijazah
SMP. Kemudian, ia magang di sebuah penerbitan majalah
anak-anak sebagai tenaga korektor. Pagi bekerja, sore
melanjutkan sekolah hingga tamat SMA. Selama menjadi
korektor, ia terpacu untuk menulis. Akhirnya, ia bisa menulis
artikel sederhana. Hal inilah yang mendorongnya melanjutkan
kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik, hingga akhirnya diterima
sebagai wartawati di sebuah penerbit surat kabar terbesar dan
paling berpengaruh di Indonesia (Pranoto, 2004:4-5).
Pada kutipan (19) Kunti memiliki ekonomi rendah sebelum mencapai
kesuksesannya sebagai seorang wartawati sukses. Ia berjuang memulai sekolah dan
pekerjaannya tanpa mengenal waktu. Hingga perjuangannya memungkinkan Kunti
sebagai seorang wanita pekerja keras sekaligus keras kepala.
Dalam pembahasan mengenai modal ekonomi, dapat disimpulkan bahwa
pemilik modal ekonomi terbesar dipegang oleh Don Miguel Alexandro seorang duda
kaya raya yang menikahi seorang wanita miskin. Bella Donna Nova istri kedua dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Don Miguel Alexandro, dan yang terakhir adalah pasangan suami istri Hapsoro dan
Kunti. Sementara kepemilikan modal ekonomi rendah dipegang oleh keluarga
Hapsoro dan tokoh utama Kunti sebelum menjadi sukses.
2.2.2 Modal Sosial
Modal sosial menunjuk pada sekumpulan sumber daya yang aktual atau
potensial yang terkait dengan pemikiran jaringan hubungan saling mengenal dan/atau
saling mengakui yang memberi anggotanya dukungan modal yang dimiliki bersama
(Bourdieu melalui Haryatmoko, 2016:33).
Modal sosial mengukur semua sumber daya yang berkaitan dengan
kepemilikkan jaringan sosial berkelanjutan dari semua relasi dan semua orang yang
dikenal. Menurut Haryatmoko (2016: 45) modal sosial merupakan jaringan hubungan
sebagai sumber daya untuk penentuan kedudukan sosial.
Modal sosial dalam bentuk praktis didasarkan pada hubungan yang relatif
tidak terikat seperti pertemanan, sedangkan dalam bentuk yang terlembagakan, modal
sosial terwujud dalam keanggotaan dalam suatu kelompok yang relatif terikat, seperti:
keluarga, suku, sekolah, dan sebagainya.
Dalam novel Bella Donna Nova ditemukan modal sosial pada Dona Nova
yang pada kutipan (5)-(9) menunjukkan pemilik modal ekonomi terbesar setelah
almarhum suaminya Don Miguel Alexandro. Kepemilikan modal sosial Bella Donna
tidak begitu mengherankan, pasalnya tokoh Bella Donna dikenal karena kekayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
serta kebaikan hatinya yang rela berbagi kekayaan dan mau menolong kaum papa
khususnya di lembah favela. Bella Donna disebut bak Santa oleh sebagian besar
masyarakat Brazil karena kebaikan hati dan kecintaannya terhadap masyarakat dan
lingkungan. Modal Sosial Bella Donna dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(20) Hai, Kunti, hai In-done-sia!” seru penumpang mobil putih itu, sambil turun dari jok belakang, kemudian menutup pintu mobil
dengan cepat dan sopirnya segera meluncur (Pranoto, 2004:18)
Belum sempat menanggapi olok-olok Kunti, Nova telah
menggenggam tanganku hangat, sambil berseru, “Apa kabar?”
sapanya dengan bahasa Inggris beraksen renyah. (Pranoto,
2004:20).
(21) Anda berdua saya undang makan malam di restoran langganan saya. Tidak keberatan, kan? (Pranoto, 2004:47).
(22) “Sebetulnya, saya enggan diwawancarai. Nha, saya bicara dengan Anda berdua karena saya merasa bisa dekat dengan Anda
berdua. Maka dari itu tolong, Kunti, apa yang akan Anda tulis
tentang saya tidak usah dikaitkan dengan kehidupan pribadi saya
yang … yaahh… pahit dan tak indah. Pasti Anda berdua sudah
tahu dan mendengar sisi kelam masa kecil dan masa remaja saya
….” (Pranoto, 2004:104).
Kutipan (20) dan (21) menjelaskan pembawaan Bella Donna begitu fleksibel
terhadap siapa pun, terlebih kepada Kunti dan juga kepada Hapsoro yang baru
pertama dijumpainya dalam pertemuan konferensi bersama. Pembawaan Nova
membuat kedekatan di antara mereka semakin dekat dengan karakter dan
pembawaannya yang lugas. Pada kutipan (22) dijelaskan bahwa tali persahabatan
antara Kunti dan Hapsoro bermula pada saat makan malam bersama di sebuah
restoran langganan Bella. Dikisahkan juga bahwa Bella Donna disambut dengan
hormat oleh para pramusaji yang ada direstoran. Bella Donna juga sangat disegani
oleh beberapa pengunjung restoran yang sedang makan malam di tempat itu, sebagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dari para pengunjung itu berdiri lalu memberi salam sekaligus mencium Nova. Tak
lupa Bella Dona juga memperkenalkan kedua sahabat tamu yang sudah dianggap
sebagai sahabatnya kepada para pengunjung di restoran. Dengan sifat Nova yang
begitu antusias dan terbuka kepada semua orang, maka Kunti dan Hapsoro secara
tidak langsung sudah menjadi bagian dari Bella Donna.
(23) “Saya memang tidak pernah bersekolah sebelumnya,”
pengakuan Nova jujur, membuat suaranya terdengar jernih.
“saat bertemu dengan Don, saya buta huruf. Kemudian, setelah
saya menjadi istrinya, ia memanggil beberapa orang guru di
rumah ini untuk mengajar saya. Semua pelajaran dimulai dari
dasar, termasuk membaca, menulis, dan berhitung dalam
angka-angka besar secara tepat. Saya juga belajar bahasa
Portugis secara benar, mengingat sejak lahir hingga berjumpa
dengan Don, saya hanya menguasai Portugis slang dan prokem
yang disebut Portugis jalanan atau bahasa pasar. Ini kelasnya
sangat rendah. Berkat Don, saya bisa menguasai bahasa
Portugis-Brasil dengan baik sekali. Karena itu, saya lalu bisa
menulis puisi (Pranoto, 2004:134).
Pada kutipan (23) dijelaskan bahwa kedekatan sosial antara Bella Donna dan
keluarga Hapsoro sudah benar-benar memasuki kedekatan yang hakiki. Bella Dona
yang berani membuka masa lalunya kepada Kunti menunjukkan bahwa hubungan
sosial di antara mereka bukan hanya sekedar rekan kerja melainkan karena adanya
kepercayaan untuk membangun relasi di antara mereka.
(24) Bella Donna Nova memang bak seorang santa dalam membela kaum papa,”Pak sopir menanggapi dengan
spontan. Aku tahu maksudnya karena ia menebak
kalimat Kunti yang menggunakan kata ‘santa’.
“Bella Donna Nova telah mengorbankan kekayaannya
yang di Barra da Tijuca untuk menolong kami. Taksi
yang Anda naiki ini juga sumbangan dari dia untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
kami kaum papa agar tetap hidup dan bisa makan …,”
Pak Sopir berbicara jelas, sambil meminggirkan
mobilnya untuk memberi jalan pada arak-arakkan
yang panjangnya ratusan meter (Pranoto, 2004:201).
(25) “Benar, warga favela di Rio Utara memang disumbang dua ratus taksi. Kami memang tinggal di
Rio Utara. Setelah mengoperasikan taksi, kami bisa
memperbaiki rumah dan menyekolahkan anak-anak.
Sungguh, ini suatu anugerah Yesus Kristus melalui
uluran kasih kalbu Bella Donna Nova yang harum dan
tulus. Jadi, kalau dia sampai dihukum mati, kami akan
kehilangan tangan mulia seorang utusan Tuhan,” suara
Pak Sopir cemas (Pranoto, 2004:202).
(26) “Yang banyak justru perempuannya,” sahut Nova. “Ini sangat menggembirakan. Artinya, saya bisa
mengentaskan kaum saya dari lembah papa, sebab
perkembangan mental anak-anak perempuan yang
tinggal di favela sangat buruk. Kalau mereka tidak
menjadi WTS, ya dalam usia muda sudah jadi korban
pemerkosaan. Laki-laki itu, tidak tua, selalu saja
mencari pelampiasan nafsu birahinya. Benar-benar
tengik!” Nova geregetan.”Maaf, Anda jangan
tersinggung!” ia melirikku (Pranoto, 2004:132).
Kutipan (25) dan (26) menjelaskan bahwa kepemilikan modal sosial Bella
Donna Nova tidak hanya tertuju kepada kalangan politik maupun semata-mata hanya
pada kelas-kelas yang relevan dengannya. Dalam kutipan ini dapat dilihat bagaimana
seorang perempuan yang berkali-kali mendapat perlakuan tidak adil membangun
relasi yang sangat baik bagi kaum-kaum yang dianggapnya pernah senasib. Berbagai
fasilitas dan kenyamanan diberikan secara percuma atas dasar kemanusiaan.
Kepemilikan modal sosial Nova tumbuh dari kecintaannya keppada semua
masyarakat di Brazil dan memberi keuntungan bagi kaum papa di favela.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Adapun kepemilikan modal sosial antar Bella Dona dengan salah satu asisten
rumah tangganya yang sangat menguntungkan bagi Bella Dona. Berikut kutipannya.
(27) Kunti tertawa sambil berkata, “Habis dia sasaran yang paling dekat. Lagi pula, Nova begitukan karena
merasa dekat dengan Lala. Bukankah Nova
mengatakan bahwa Lala telah dianggap sebagai
ibunya?”
“Iya, aku ingat itu,” aku memang teringat kembali
akan cerita Nova tempo hari, yang mengisahkan
hubungannya dengan lala (Pranoto, 2004:181).
Kutipan (27) di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan modal sosial
Bella Donna juga memberikan manfaat baik bagi Lala dalam hal kekerabatan.
Kepemilikan modal sosial berikutnya adalah keluarga Hapsoro dan Kunti.
Sepasang suami istri yang memiliki hubungan sosial yang sangat baik kepada
beberapa tokoh seperti dalam kutipan berikut.
(28) “Terima kasih Otte,” kini aku yang ganti menepuk-nepuk bahunya. “Anda bersedia kalau istri
saya meminta anda jadi pemandu saat keliling Rio?
Maksud saya, di samping membawa taksi itu, anda
sekalian cerita-cerita mengenai Rio….!” (Pranoto,
2004:85).
(29) “Hap-so-ro,” Otte mengeja namaku dengan mata berbinar-binar, lalu menyambung kalimatnya
yang membuatku terkejut.”Su-kar-no, Su-har-to…
Tuan dari Indonesia. Ya, ya, Indonesia…..,” matanya
memancarkan keharuan (Pranoto, 2004:86).
(30) “Panggil saya Hapsoro. Tidak usah pakai Tuan. Otte, kita bersahabat,” kurangkul Otte yang sejangkung
raksasa. “O,iya, pengetahuanmu tentang negeriku dan
sosial politikmu begitu luas. Dulu belajar di mana?”
aku ingin tahu lebih jauh tentangnya, sambil menunggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
tibanya pukul 15.00-saat pertemuanku dengan Nova
(Pranoto, 2004:87).
Dalam kutipan (28), (29) dan (30) dijelaskan bahwa kepemilikan modal sosial
Hapsoro kepada Otte merupakan kedekatan sosial yang memiliki maksud dan tujuan
tertentu. Tapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa relasi diantara keduanya
terjalin karena adanya keinginan masing-masing. Dalam kutipan (28) Hapsoro
menjadikan Otte sebagai objek untuk menggali infomasi untuk dapat diberikan
kepada Kunti. Dalam kutipan (29) Hapsoro terkejut dengan pengetahuan Otte terkait
Indonesia yang disebutnya satu persatu sehingga meyakinkan Hapsoro akan
pernyataan yang diucapkan Otte. Dalam kutipan (30) Modal sosial antara Hapsoro
terjalin tanpa memandang golongan kelas yang nyatanya berbeda. Kepemilikan
modal Hapsoro mampu membentuk sebuah relasi tanpa pembedaan kelas.
Modal sosial berikutnya ditemukan dalam hubungan keluarga Hapsoro dengan
lingkungan kepolisisan. Dalam hal ini salah satu polisi yang memiliki modal sosial
yang baik kepada Hasoro dan Kunti adalah Saladino. Berikut kutipannya.
(31) “Oba, dengan senang hati malam ini saya akan menemani Anda berdua ke rumah Bella Donna Nova
untuk mengantarkan lukisan itu. Sim, Jam berapa?”
tanyanya kemudian.
“Lebih cepat lebih baik karena besok subuh-subuh
kami akan berangkat ke Sao Paulo,” sahutku.
“Baik, baik, saya akan segera datang!” janji Sadino.
Kalimatnya sangat hangat dan akrab. Aku rasa, ia
seperti bukan seorang polisi (Pranoto, 2004:218)
(32) “Seharusnya, dia jangan jadi polisi, tapi pendeta,” tanggap Kunti kemudian.” Dia baik sekali
dan tidak tegaan. Coba kalau dia berjiwa polisi tulen,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
tentu kita tidak langsung dibebaskan, masih dicecer
terussss….. sampai mencret!” Kunti tertawa-tawa
(Pranoto, 2004:212).
(33) Ya, Saladino! Ini membuatku teringat saat bersamanya keliling Rio. Polisi berpangkat letnan itu
mendampingi kami melihat-lihat Rio, sambil menanyai
perihal Nova. Hal ini berlangsung pada sore hari,
setelah kami diwawancarai TV-Globo, surat kabar
Globo, dan Metro-Rio.
Sebetulnyaa, aku tahu kalau Saladino sedang
‘memeriksa’ kami sebagai saksi Nova, tetapi proses itu
dilakukannya dalam suasana nonformal. Sungguh
aneh. Mengapa bisa demikian? Setahuku, pemeriksaan
‘saksi-saksi’ pasti dilakukan di kantor polisi, dan
terkadang membuat ‘saksi’ stres (Pranoto, 2004:211).
Dalam kutipan (31), (32) dan (33) dapat dijelaskan bahwa kepemilikan modal
diantara Hapsoro, Kunti dan Saladino merupakan hubungan sosial yang terjalin di
atas ranah pemerintahan. Pasalnya, Saladino merupakan seorang polisi berpangkat
letnan yang bersedia membangun ranah sosial dengan keluarga Hapsoro. Pertemuan
singkat dan memiliki banyak tujuan terhadap Hapsoro dan Kunti, membuat sebuah
proses sosial harus dijalankan demi terealisasinya tujuan bagi Saladino. Pada kutipan
(31) kepemilikan modal sosial Saladino sebagai salah satu aparat kepolisian sempat
dipertanyakan oleh Hapsoro dan Kunti akan tetapi hal tersebut dianggap sebagai
sebuah penerimaan dan perlakuan yang baik bagi mereka.
Dalam kutipan (32) dan (33) Hapsoro dan Kunti berusaha membangun
hubungan yang lebih baik dengan Saladino dengan membaca setiap perilaku dan
tuturnya. Meskipun mereka menyadari bahwa hubungan sosial yang dibangun
tersebut memiliki tujuan dalam sebuah penugasan, akan tetapi kepemilikan modal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
yang ditunjukan Hapsoro dan istrinya mampu menepikan hal-hal di luar dugaan dan
dapat memberi keuntungan bagi keduanya untuk segera pulang ke Indonesia.
Modal sosial berikutnya terdapat diantara keluarga Hapsoro dan Lala. Lala
merupakan salah satu asisten rumah tangga yang sudah dianggap sebagai teman dekat
maupun keluarga oleh Bella Dona. Berikut kutipannya.
(34) “Ah, Tuan Hapsoro lucu…,” komentar Lala kemudian. “saya kira, saya tidak akan membaca puisi
lagi. Bukankah anda berdua sudah akan berangkat? Ah,
saya sedih. Pertemuan kita terlalu singkat, ya? Padahal,
saya senang pada istri Anda yang lincah. Tentu juga,
senang pada Anda yang humoris” (Pranoto, 2004:179).
(35) “ Ya mudah-mudahan kami bisa mewujudkannya, La. Anda kan tahu, jarak Indonesia dengan Brasil
begitu jauh.”
“Jarak geografis bukan halangan untuk menjalin