Post on 31-Oct-2020
STRATEGI DAN PERAN NEGARA DALAM
PEMBUBARAN GERAKAN RADIKAL DI INDONESIA
Studi Atas Pembubaran HTI Tahun 2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Barri Zilhaq Vindia
11141120000038
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
v
ABSTRAK
Skripsi ini berusaha untuk menjelaskan bagaimana suatu negara memiliki
peran penting dalam menyikapi suatu organisasi radikal di dalam masyarakat.
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 2017 akan menjadi fokus utama
dalam skripsi ini. Strategi yang digunakan pemerintah adalah dengan
mengeluarkan Perppu No. 2 sebagai pengganti UU No. 17 Tahun 2013, yaitu
peraturan terkait organisasi masyarakat. Pembubaran HTI ini menjadi suatu
diskursus menarik karena melahirkan pandangan pro maupun kontra baik di
kalangan elit maupun masyarakat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui teknik
pengumpulan data dengan wawancara terhadap narasumber terkait yang kemudian
dianalisa secara deskriptif. Penulis menggunakan teori negara dalam menganalisa
tujuan serta fungsi sebuah negara dalam menjalankan tugasnya, salah satunya
sebagai badan keamaan bagi masyarakat serta teori fundamentalisme agama
dalam menganalisa bagaimana ormas HTI sebagai ormas yang memiliki visi dan
misi yang begitu radikal di mata negara.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa faktor-faktor dan bukti-bukti apa
saja yang digunakan pemerintah untuk membubarkan ormas HTI. Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menilai apa yang dilakukan
pemerintah sudah benar karena bukti-bukti yang ada dapat
dipertanggungjawabkan. Apa yang dilakukan pemerintah semata-mata untuk
menjaga keutuhan Indonesia sebagai negara dan bangsa.
Kata Kunci: Radikalisme, HTI, Pembubaran HTI, Perppu
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillah penulis panjatkan syukur kehadirat
Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan kemudahan kepada penulis
sehingga skripsi dengan judul “Strategi dan Peran Negara Dalam Membubarkan
Gerakan Radikal di Indonesia: Studi Atas Pembubaran HTI 2017” dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang selalu menjadi tauladan bagi seluruh umat islam.
Banyaknya hambatan yang dialami dalam penulisan ini dapat terlewati berkat
do’a dan dukungan tiada henti yang senantiasa dipanjatkan oleh kedua orang tua
beserta keluarga. Penulis akui bahwa terselesaikannya skripsi ini melibatkan
begitu banyak orang, dan dalam kesempatan ini penulis berkeinginan untuk
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Ali Munhanif, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP).
3. Adi Prayitno, M.IP. selaku dosen pembimbing yang begitu baik dan sabar
meluangkan waktu, tenaga serta pikiran untuk membimbing penulis
sampai bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik yang
telah membantu dan memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
vii
5. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik yang selalu
memberikan inspirasi kepada mahasiswa begitupun kepada penulis.
6. Para dosen tercinta selama penulis menuntut ilmu di FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima
kasih telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
7. Teman-teman seperjuangan Ilmu Politik B, Nadya Nurul Milla, Anita
Aprilia Sari, Hisyam Jauhari, Muhammad Mardhiyulloh, Hammardan
Gazalba Harahap, Alvin Esa Priatna, Harumbi Prasetya, Fitra Aditya,
Reno Meidi, Nafiah, Wofa Triansah, Randy Andita, Muhammad Aprizal,
Nur Najmawan, Aufarmario, Igman Yudha, Rizki Syahputra, Yasser
Pratama Hutabarat, Fahmil Rozi, Indra.Terima kasih untuk tahun-tahun
yang begitu berharga, terima kasih telah menjadi teman sekaligus
keluarga.
8. Teman-teman seperjuangan skripsi, Muhammad Fariz, Silmi Adinda dan
Reni Rentika Wati.
9. Kepada Sarah Fadhilah yang selalu menemani proses pengerjaan skripsi
ini.
10. Teman-teman KKN BANDA NEIRA 075 yang telah banyak membantu
selama proses penulisan skripsi.
viii
Penulis berharap segala dukungan dan doa ini mendapatkan balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada siapapun yang telah berkontribusi dalam penulisan skripsi ini. Semoga
skripsi ini bisa bermanfaat baik dalam segi akademik maupun praktis.
Jakarta, 17 Mei 2019
Barri Zilhaq Vindia
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................ iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ........................................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 13
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 14
F. Metode Penelitian ......................................................................................... 17
G. Sistematika Penulisan ................................................................................... 20
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Teori Negara ................................................................................................. 22
a. Tujuan Negara ............................................................................................ 23
b. Fungsi Negara ........................................................................................... 25
c. Hegemoni Negara ...................................................................................... 27
B. Radikalisme .................................................................................................. 29
v
x
BAB III PERTUMBUHAN RADIKALISME DI INDONESIA
A. Sejarah Hizbut Tahrir ................................................................................... 35
a. Berdirinya Hizbut Tahrir ............................................................................ 35
b. Hizbut Tahrir Indonesia ............................................................................. 42
c. Upaya Membangun Masyarakat Islami ...................................................... 43
B. Isu Radikalisme ............................................................................................ 46
a. Radikalisme di Indonesia ........................................................................... 46
b. Negara Sebagai Counter Radikalisme ....................................................... 50
BAB IV PRO DAN KONTRA PEMBUBARAN HTI
A. Faktor-Faktor pembubaran HTI ................................................................... 56
B. Landasan Hukum Pembubaran Ormas ......................................................... 58
C. HTI Menggugat ............................................................................................ 61
D. Respons Kementerian Hukum dan HAM ..................................................... 64
E. Masa Depan Doktrin HTI ............................................................................. 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 74
B. Saran ............................................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia adalah negara yang memiliki begitu banyak pulau, suku, agama,
ras dan golongan karena Indonesia adalah negara multikultural. Setiap golongan
masyarakat memiliki latar belakang, sudut pandang dan pemikiran yang berbeda.
Perbedaan inilah yang dapat memunculkan pertikaian seperti halnya paham
radikalisme, gerakan radikalisme banyak muncul dalam kalangan agama. Di
beberapa negara Islam, gerakan keagamaan ini lahir di saat proses demokratisasi
sedang berjalan begitupun dengan Indonesia.
Radikalisme merupakan paham yang dianut sekelompok masyarakat yang
berkeinginan untuk menjalani hidup yang lebih baik tetapi dengan cara yang tidak
benar. Demokrasi yang seharusnya dapat melahirkan tatanan masyarakat yang
egaliter dan inklusif, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Radikalisme dapat lahir karena beberapa hal, salah satunya adalah karena
lemahnya pemahaman agama. Paham ini akan sangat mudah merasuki kepada
mereka yang bertujuan menyelewengkan ajaran agama. Tetapi sebagian
masyarakat menilai radikalisme sebagai hal yang positif karena dapat
mewujudkan kepentingan mereka.1
1 Nur Syam, Tantangan Multikulturalisme Indonesia dari Radikalisme Menuju
Kebangsaan (Yogyakarta: Percetakan Kanisius, 2009) h. 232-233
2
Beberapa contoh gerakan radikal keagamaan yang terjadi di Indonesia
adalah dengan munculnya kelompok keagamaan yang berhaluan keras seperti
Front Pembela Islam (FPI), Darul Islam, Ikhwanul Muslimin begitupun dengan
Hizbut Tahrir Indonesia.2 HTI adalah ormas yang solid dan memiliki jaringan
lebih luas dibandingkan dengan ormas lainnya dan yang paling radikal karena
tidak hanya bercita-cita menegakan syariat islam tetapi juga berkeinginan untuk
mendirikan Khilafah Islam.
Pada 1980, organisasi radikal tumbuh dan berkembang luas di Indonesia,
seperti Hizbut Tahrir. Ormas ini masuk ke Indonesia pada tahun 1982-1983
dengan membawa semangat berdakwah dan memiliki cita-cita membangun negara
Islam di negara ini. Awal pergerakan ormas Hizbut Tahrir diawali dengan dakwah
terkait pemahanan Khilafah di kampus pada tahun 1980 melalui Jaringan
Lembaga Dakwah Kampus.3 Karena kondisi politik yang tidak memungkinkan,
HTI tidak bisa muncul ke permukaan pada masa itu.
Kemudian pada 1998, di awali reformasi yang ditandai dengan lengsernya
rezim otoriter Suharto maka dimulainya era keterbukaan di Indonesia yang
membuka peluang bagi ormas yang dulu “terkunci” ruang geraknya akhirnya
dapat memunculkan statusnya ke permukaan, begitupun dengan ormas Hizbut
Tahrir yang pada akhirnya dapat muncul ke tengah masyarakat.
2 Natamarga Rimbun, Wahabi di Arus Radikalisme Islam di Indonesia,
https://unpad.academia.edu. Diakses pada 13 Februari 2019 3 Taufiq Adnan Amal, dkk, Politik Syariat Islam dari Indonesia Hingga Nigeria (Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2004) h. 41
3
Pada 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari kekuasaannya dan
digantikan oleh wakilnya yaitu B.J. Habibie, ini menandakan telah terjadi
reformasi bagi negara Indonesia di mana bangsa ini telah diduduki oleh penguasa
otoriter selama berpuluh-puluh tahun.4 Pasca reformasi negara Indonesia
mengubah sistem negara menjadi demokrasi, 5
hal ini dilakukan guna memberikan
masyarakat ruang lebih untuk “bersuara” dalam menentukan masalah-masalah
pokok kehidupan.6
Sejalan dengan prinsip demokrasi, yaitu tentang pemuatan HAM. Salah
satu HAM yang diatur di dalam konstitusi adalah terkait kebebasan berserikat
yang dijamin dalam Pasal 28 e Ayat 3. Kebebasan dalam berserikat pada masa
Orde Baru telah diatur dalam UU No. 8 Tahun 1985. Akan tetapi melihat kondisi
sekarang, banyak pasal yang sudah tidak relevan lagi terkait aturan pengaturan
ormas. Pada tahun 2013 pemerintah melakukan revisi terkait UU ormas dengan
UU No. 17 Tahun 2013, di dalamnya tercantum tata kelola ormas terutama yang
terkait akan transparansi dan akuntabilitas.
Menurut Pasal 59 Ayat 2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Masyarakat terkait organisasi masyarakat dilarang untuk:
1. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau
golongan.
4 Manunggal K. Wardaya, Konstitusionalisme Dalam Dinamika Negara Hukum (Bandar
Lampung: Indepth Publishing, 2014) h. 121 5 Manunggal K. Wardaya, Konstitusionalisme Dalam Dinamika Negara Hukum, h. 17
6 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,
2000) h. 19
4
2. Melakukan penyalahgunaan, penistanaan atau penodaan terhadap
agama yang dianut di Indonesia.
3. Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan kesatuan
republik Indonesia.
4. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan
ketertiban umum atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
5. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak
hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sejak terlaksana konferensi berskala internasional di Senayan yang
diadakan oleh Hizbut Tahrir yang dihadiri oleh para tokoh Hizbut Tahrir dan
tokoh organisasi lainnya, Hizbut Tahrir secara resmi mengumumkan dirinya sah
di mata hukum untuk melakukan segala macam bentuk aktifitasnya secara terbuka
pada tahun 2000. Hizbut Tahrir resmi mengganti namanya menjadi Hizbut Tahrir
Indonesia.7
Sebagai bagian dari Hizbut Tahrir, HTI juga sangat menekankan akan
pentingnya sistem Khilafah di dalam sebuah negara demi menerapkan hukum
Islam secara optimal. Bagi HTI untuk menerapkan hukum Islam sangat
dibutuhkan sebuah legitimasi dari negara. Oleh karena itu, mereka percaya akan
pentingnya mendirikan kembali sistem kekhilafahan Islam.
Mengutip Rancangan Undang-Undang Dasar Daulah Khilafah milik
Hizbut Tahrir, Abu Bakar Muhamad bin Ismail dalam bukunya Mengenal Lebih
7 Endang Turmudzi dan Riza Sihabudin, Islam dan Radikalisme di Indonesia (Jakarta:
LIPI Press, 2006) h. 267
5
Dekat Hizbut Tahrir Indonesia menyebut bahwa khalifah mewakili umat dalam
kekuasaan dan pelaksanaan syara. Dia bertanggungjawab salah satunya terhadap
politik dalam dan luar negeri, serta urusan militer. Khalifah diangkat oleh umat
tetapi umat tak berhak memberhentikan khalifah. Jabatan khalifah tidak dibatasi
waktu. Kekhilafahan akan menerapkan hukum Islam (syariah) yang mengatur
segala interaksi sosial, politik, ekonomi dan budaya.8
Selain penerapan syariah, khilafah juga untuk memperkuat ukhwah
(persaudaraan) dan dakwah Islam. Ismail mengatakan, saat ini ketiga hal itu tak
berjalan efektif karena tidak ada institusi (kekhilafahan) dan kepemimpinan
politik (khalifah) sebagaimana dicita-citakan Hizbut Tahrir.9
Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing yaitu staat (bahasa
Belanda dan Jerman), state (bahasa Inggris), etat (bahasa Prancis). Kata staat,
state, dan etat diambil dari bahasa latin, yaitu status atau statum yang artinya
keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap. Kata status atau statum lazim diartikan sebagai standing atau station
(kedudukan), yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia
sebagaimana diartikan dalam istilah statuscivitas atau statusrepublicae.10
Menurut terminologi, negara diartikan sebagai sebuah organisasi tertinggi
di antara suatu kelompok masyarakat dan mereka memiliki cita-cita bersama yaitu
8 Wishnugroho Akbar, CNN Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia: Menyebar Khilafah di
Bumi Nusantara, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170814022839-20-234474/hizbut-
tahrir-indonesia-menyebar-khilafah-di-bumi-nusantara. Diakses pada 11 Maret 2019 9 Wishnugroho Akbar, CNN Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia: Menyebar Khilafah di
Bumi Nusantara, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170814022839-20-234474/hizbut-
tahrir-indonesia-menyebar-khilafah-di-bumi-nusantara. Diakses pada 11 Maret 2019 10
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008) h. 31
6
untuk bersatu. Mereka hidup di suatu kawasan serta memiliki sistem
pemerintahan yang berdaulat.11
Dapat diartikan bahwa negara adalah sebuah alat
dari masyarakat, dan memiliki kekuasaan untuk mengatur kegiatan masyarakat
serta menertibkan semua gejala yang terjadi di dalamnya.12
Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa negara adalah sebuah
organisasi besar yang memiliki kedudukan tertinggi di antara organisasi lainnya
yang bersifat tegak dan tetap. Fungsi utama negara adalah menertibkan kegiatan
masyarakat secara struktural.
Dalam rangka tersebut, negara mempunyai dua tugas yaitu: Pertama,
mengendalikan dan mengatur gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang
bertentangan satu sama lain agar tidak antagonistik yang dapat membahayakan.
Kedua, mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan
ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.13
Negara
menentukan kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan dengan satu
sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional.
Indonesia adalah negara hukum14
yang menjunjung tinggi konstitualisme15
di mana masyarakat maupun pemerintah wajib untuk mendedikasikan
kesejahteraan demi stabilitas pemerintahan, sebagaimana tercantum dalam alinea
11
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani, h. 91 12
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani, h. 33 13
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani, h. 33 14
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 15
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administras Negara Indonesia (Bandung: FHPM Univ.
Padjajaran, 1960) h. 21
7
ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berasaskan hukum
dan memiliki tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Dapat kita
simpulkan bahwa Negara Indonesia dalam setiap tujuan yang ingin dicapai harus
dilandaskan dengan hukum yang sah.
Bagir Manan mengatakan bahwa pemerintah bertanggungjawab untuk
mewujudkan keadilan sosial dan menjaga ketertiban di dalam masyarakat,
sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa
negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut berperan aktif dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dalam hal ini ketertiban dan
keamaan adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan.16
Menurut Muchsan bahwa terdapat empat fungsi Indonesia sebagai sebuah
negara. Pertama, fungsi keamaan dan ketertiban yaitu sebagai alat perlindungan
masyarakat akan kehidupannya, hak kepemilikan maupun hak-hak lainnya dan
semua ini sesuai dengan aturan menurut perundang-undangan. Kedua, fungsi
kesejahteraan, termasuk di dalamnya pelayanan sosial dan kesejahteraan sosial.
Hal ini bermaksud untuk mewujudkan akan kesejahteraan rakyat dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia. Ketiga, fungsi pendidikan yaitu untuk
membangun karakter berbangsa dan bernegara serta meningkatkan kepedulian
16
Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Perspektif Hukum (Jakarta:
Rajawali Press, 2009) h. 14
8
berbudaya dan sebagainya. Keempat, fungsi mewujudkan ketertiban serta
kesejahteraan dunia.17
Ormas merupakan organisasi penyaluran pendapat. Ormas adalah
perkumpulan diisi oleh orang yang memiliki kesamaan aspirasi, kepentingan,
kegiatan yang ikut andil dalam pembangunan nasional. Terlahirnya sebuah ormas
diharapkan dapat menjadi penyalur anggotanya dalam pembangunan nasional
yang bermanfaat bagi masyarakat sejalan dengan tujuan pembangunan nasional
maka banyak sekali masyarakat yang mendukung keberadaan organisasi ini dalam
rangka mencapai tujuan nasional.18
Ormas merupakan lembaga non-pemerintah yang keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia.
Ormas dibutuhkan karena dapat menjadi wadah penyalur pendapat dan opini
masyarakat untuk ikut serta dalam mencapai masyarakat adil dan makmur.
Dalam tujuan dari organisasi kemasyarakatan tersebut setiap organisasi
mempunyai tujuan yang sama berdasarkan dengan bidangnya masing-masing.
Dalam hal ini setiap organisasi memiliki satu atau lebih tujuan, yang intinya ikut
serta dalam pembangunan demi tercapainya cita-cita nasional.19
Faktanya, ada
saja oknum-oknum dari anggota organisasasi ini yang melakukan pelanggaran,
mengganggu ketertiban umum dan meresahkan masyarakat. Ormas yang
17
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan
Tata Usaha Negara di Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 2000) h. 8 18
Eryanto Nugroho, Peneliti Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK),
Http://www.scribd.com/doc/10012426/analisii-singkat-atas-permendagri-38. Diunduh pada
tanggal 10 Desember 2017 19
Yuniarti Dwi Pratiwi, Peran Organisasi Kemasyarakatan Dalam Menjaga Keutuhan
NKRI, http://lembagakeris.net/peran-organisasi-kemasyarakatan-dalam-menjaga-keutuhan-nkri/.
Diakses pada 17 Mei 2018
9
melakukan pelanggaran ataupun sampai melakukan kekerasan, dapat dikenakan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis hingga pencabutan surat keterangan
terdaftar.20
Salah satu fungsi negara adalah sebagai alat keamanan, yaitu untuk
melindungi rakyatnya baik itu keamanan ekstern maupun intern. Pada 19 Juli
2017, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) resmi dibubarkan21
langkah pemerintah
dalam membubarkan HTI semakin kuat setelah disahkannya hasil Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pemerintah sendiri sudah menemepuh langkah panjang dalam pembubaran
HTI, atas dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
Kementerian Hukum dan HAM. Alasan riil HTI dibubarkan adalah karena
kegiatan mereka berpotensi mengancam keamanan negara, politik maupun
mengancam keamanan rakyat. Menkopolhukam Wiranto menegaskan bahwa
setidaknya ada tiga alasan mengapa pemerintah membubarkan Ormas HTI:22
Pertama, HTI dinilai tidak menjalankan perannya guna membangun cita-
cita nasional. Kedua, aktifitas yang diselenggarakan oleh HTI terindikasi kuat
melawan tujuan, asas serta ciri seperti yang telah tertulis pada Pancasila maupun
UUD. Ketiga, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh ormas HTI terbukti nyata
menimbulkan benturan di tengah masyarakat. Hal ini dapat mengancam keamanan
20
Yuniarti Dwi Pratiwi, Peran Organisasi Kemasyarakatan Dalam Menjaga Keutuhan
NKRI, http://lembagakeris.net/peran-organisasi-kemasyarakatan-dalam-menjaga-keutuhan-nkri/.
Diakses pada 17 Mei 2018. 21
Ambaranie Nadia Kemala Movanita, HTI Resmi Dibubarkan Pemerintah,
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/10180761/hti-resmi-dibubarkan-pemerintah. Diakses
pada 25 Oktober 2017 22
Majalah Info Singkat Hukum, Vol. IX, No. 10/II/Puslit/Mei/2017
10
serta ketertiban masyarakat dan berpotensi mengancam negara Indonesia sebagai
negara kesatuan.”Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah
bertentangan dengan tujuan, asas dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UU
nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas,” ujar Wiranto.23
Namun pemerintah tidak bisa serta merta membubarkan HTI. Berdasarkan
UU Ormas saat itu, maka pembubaran ormas harus disetujui terlebih dahulu oleh
pengadilan. Presiden Joko Widodopun akhirnya menerbitkan peraturan
pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2017 tentang
Organisasi Masyarakat.24
Perppu tersebut merevisi sejumlah norma yang terdapat pada UU Ormas,
salah satunya terkait pembubaran ormas tidak harus melewati jalur pengadilan.
Pemerintah dapar langsung membubarkan ormas yang dinilai melanggar hukum.
Penerbitan Perppu tersebut tidak menyalahi aturan hukum dan dinilai lebih
cepat dibandingkan melalui mekanisme yang diatur dalam UU Ormas. Langkah
tersebut dilakukan karena pemerintah harus segera mempertahankan keamanan
dan ketertiban negara.
Keikutsertaan HTI dalam Aksi 212 pun diduga kuat memiliki motif politik
lain, salah satunya untuk melengserkan Presiden Jokowi. Polisi sudah menangkap
sejumlah orang yang diduga merencanakan makar tersebut, Ust. Ismail Yusanto
selaku juru bicara HTI juga diduga menjadi salah satu makar.
23
Nurmulia Rekso Purnomo, Wiranto Jelaskan 5 Alasan Pemerintah Bubarkan HTI,
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/05/08/wiranto-jelaskan-5-alasan-pemerintah-bubarkan-
hti. Diakses pada 21 Desember 2017 24
Kompas, Jalan Panjang Pemerintah Bubarkan HTI, http://nasional.kompas.com.
Diakses 8 Mei 2018
11
Aksi di jalanan yang ikut memanaskan Pilkada DKI Jakarta serta
propaganda yang dibuat “menolak pemimpin kafir” telah menjangkau ke pelosok
Jakarta, dengan menggunakan spanduk yang terpasang di masjid-masjid, khutbah
shalat jumat untuk menolak kedatangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot
Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) dalam kampanyenya hingga dorongan untuk
menolak menyalati jenazah pendukung Ahok.
Kekuatan organisasi ini terlihat pada pengaruh propagandanya yang
bersifat sektarian, yang hanya bisa diterima pada kalangan masyarakat tertentu.
Hal inilah yang dianggap sebagai pintu masuknya radikalisme agama di tengah
masyarakat. HTI dengan gamblang mengkampanyekan Khilafah, termasuk juga
menolak pemimpin kafir dalam Pilkada DKI Jakarta.25
Melihat dari sepak terjangnya, aktifitas HTI melakukan propaganda
penegakan sistem Khilafah di Indonesia adalah untuk mengilustrasikan kegagalan
dari sistem demokrasi serta mempertanyakan tafsiran Pancasila dan selanjutnya
memberi solusi tunggal yaitu penegakan sistem Khilafah di Indonesia.
Dasar negara Pancasila selama ini mampu untuk menyatukan
kemajemukan di Indonesia. Oleh karena itu, orang atau kelompok yang bertujuan
untuk menghalangi eksitensi Pancasila layak disikapi dengan tegas serta bijak
oleh negara maupun oleh masyarakat.“Pembubaran HTI itu memang proses yang
25
Mawa Kresna, Pilkada DKI Jakarta Berujung Pemberangusan HTI,
https://tirto.id/pilkada-dki-jakarta-berujung-pemberangusan-hti-coxH. Diakses pada 21 Desember
2017
12
sudah ditempuh. Pemerintah punya hak mengatakan tidak sesuai dengan Pancasila
untuk HTI,”26
Ujar Ma’ruf Amin.
Seperti yang sudah dikatakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Ma’ruf Amin, kajian-kajian yang telah dilakukan MUI telah memberikan hasil
akan fakta bahwa HTI pernah mendeklarasikan diri sebagai Ormas anti Pancasila.
Banyaknya penolakan aktifitas HTI di daerah karena beberapa data membeberkan
beberapa pelanggaran yang terjadi di daerah dan selalu menyuarakan Khilafah. Ini
sudah cukup menjadi alasan pemerintah membubarkan ormas tersebut. Bukan
hanya itu, pemerintahpun mencium adanya gerakan bawah tanah HTI yang dapat
membahayakan keamanan negara yakni berupa strategi, metode, termasuk strategi
yang dimulai dari tahap perekrutan sampai pada perebutan kekuasaan.27
Kehadiran negara amat dibutuhkan dalam fenomena ini, bagaimanapun
sudah terlihat jelas dampak yang sudah terjadi dan yang akan terjadi seperti
maraknya demo yang mengatasnamakan agama di media maupun di daerah.
Munculnya kecurigaan antar masyarakat, redupnya rasa toleransi antar pemeluk
agama. Hal ini akan berdampak seperti yang dikhawatirkan Menkopolhukam
Wiranto jika hal ini tidak segera ditindaki akan mengancam keutuhan NKRI.
Untuk itu penulis merasa perlu untuk membuat suatu penelitian yang berjudul
Strategi dan Peran Negara Dalam Membubarkan Gerakan Radikal di
Indonesia, Studi Atas Pembubaran HTI Tahun 2017.
26
Joko Panji Sasongko, MUI Sebut Pegang Bukti Otentik soal HTI Anti-Pancasila,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170719144559-12-228888/mui-sebut-pegang-bukti-
otentik-soal-hti-anti-pancasila. Diakses pada 21 Desember 2017 27
Ferio Pristiawan Ekananda, Kenapa HTI Baru Sekarang Dibubarkan? Ini Jawaban
Pemerintah, https://news.okezone.com/read/2017/05/12/337/1689419/kenapa-hti-baru-sekarang-
dibubarkan-ini-jawaban-pemerintah,. Diakses pada 21 Desember 2017
13
B. Pertanyaan Penelitian
Sesuai dengan penjabaran pernyataan masalah pada bagian awal, maka
peneliti menyusun pertanyaan yang berkesinambungan untuk mendapat pokok-
pokok permasalahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pertanyaan-
pertanyaan ini diharapkan dapat mengarah pada tema besar penulisan skripsi, oleh
karena itu pertanyaan-pertanyaan disusun sebagai berikut:
a. Mengapa pembubaran Ormas HTI perlu dilakukan?
b. Apa strategi dan peran negara dalam membubarkan Ormas HTI?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui urgensi perlunya Ormas HTI dibubarkan
b. Mengetahui strategi dan peran negara dalam membubarkan Ormas HTI
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari karya ilmiah ini, penulis berharap dapat menjadi referensi bagi
khalayak banyak untuk mendapatkan info-info baru akan peran-peran negara apa
saja di negara Indonesia ini. Terkhusus negara memiliki fungsi sebagai alat
keamanan untuk melindungi seluruh rakyatnya baik ancaman dari luar maupun
dari dalam.
Begitupun dengan hasil yang telah didapat penulis di dalam karya ilmiah
ini, diharapkan bagi banyak orang untuk bisa memandang akan kasus pembubaran
ormas HTI pada tanggal 19 Juli 2017 dengan lebih bijak, dan tanpa memihak pada
pihak manapun.
14
Hasil penelitian ini juga diharapkan bagi penulis menjadi suatu karya yang
dapat dibanggakan dan juga bernilai edukatif.
E. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa hasil penelitian yang membahas tentang peran lembaga
terhadap gerakan radikal di Indonesia.
Pertama. pada skripsi yang berjudul Radikalisme Islam dan Upaya
Deradikalisasi Paham Radikal28
oleh Abu Rokhmad, beliau membahas tentang
bagaimana peran pendidikan di sekolah berupaya dalam pencegahan gerakan
radikal ormas-ormas di Indonesia. Dengan mengambil peran guru serta peran dari
kurikulum. Sedangkan penelitian penulis, mengambil peran serta starategi negara
dalam mempersempit gerakan radikal di Indonesia, strategi yang dimaksud seperti
memberlakukan aturan-aturan terhadap ormas-ormas yang berpotensi melakukan
gerakan radikal, dan penulis fokus kepada Ormas HTI.
Kedua, hasil skripsi Arianti, mahasiswi Universitas Hasanuddin fakultas
hukum yang berjudul Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Aksi Organisasi
Masyarakat Front Pembela Islam (FPI) Dalam Kaitannya Dengan Konflik
Keagamaan di Kota Makassar.29
Arianti secara terperinci mendeskripsikan
bagaimana upaya lembaga pemerintahan dalam meredam konflik keagamaan
organisasi masyarakat FPI di Makassar beserta upaya penanggulangannya.
28
Abu Rokhmad, Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal
(Universitas Diponegoro Semarang, 2012) 29
Arianti, Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Aksi Organisasi Masyarakat Front
Pembela Islam (FPI) Dalam Kaitannya Dengan Konflik Keagamaan di Kota Makassar
(Universitas Hasanuddin, 2014)
15
Sedangkan penulis membahas peran serta strategi negara (pemerintah)
menyangkut pembubaran organisasi masyarakat HTI pada 19 Juli 2017.
Ketiga, Anzar Abdullah, dalam jurnalnya yang berjudul Gerakan
Radikalisme dalam Islam: Perspektif Historis.30
Jurnal ini menjelaskan
radikalisme dalam Islam di era kontemporer ini lebih menekankan terhadap
respons Islam atas Barat. Kelompok Islam radikal ini menolak sekularisme Barat
yang memisahkan agama dan politik. Oleh karena itu muncul gerakan yang
bercita-cita membangun khilafah Islamiyah, termasuk di Indonesia dengan adanya
kehendak kelompok Islam radikal yang ingin mendirikan negara Islam dibawah
satu komando khilafah. HTI adalah salah satu organisasi yang bersifat radikal
dalam hal ide politiknya.
Sedangkan penulis fokus kepada peran serta strategi negara Indonesia
dalam menyikapi sebuah organisasi yang memiliki paham radikal, di sini
membahas HIzbut Tahrir Indonesia. Sedangkan jurnal di atas hanya berkutat pada
bagaimana respons organisasi berhaluan radikal terhadap sekularisme Barat.
Keempat, jurnal yang ditulis oleh Erna Sari Dwi dan Ma’arif Jamuin
Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia31
dalam jurnal ini menjelaskan
tentang perjalan HTI, pemikiran-pemikiran HTI dan infiltrasi-infiltrasi yang
dilakukan di Indonesia. Dalam upaya pencegahan gerakan radikal, dalam jurnal
30
Anzar Abdullah, “Gerakan Radikalisme dalam Islam: Perspektif Historis”. Addin. Vol.
10. No. 1 (Februari 2016) 31
Erni Sari Dwi dan Ma’arif Jamuin ”Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di
Indonesia”, Suhuf, Vol. 27, No. 2 (November 2015)
16
ini pencegahannya mengarah kepada individu dari masyarakatnya seperti bersikap
waspada dan menambah pengetahuan tentang keIslaman dan kebangsaan.
Di dalam skripsi ini fokus membahas pada peranan negara bagaimana
menyikapi sebuah organisasi yang berahaluan paham radikal. Skripsi ini
menjelaskan mengapa ormas HTI dicap organisasi radikal oleh pemerintah dan
pada akhirnya pemerintah mengambil jalan untuk membubarkan organisasi ini.
Kelima, jurnal Radikalisme di Indonesia dari M. Thoyyib32
menjelaskan bagaimana fenomena gerakan radikalisme menjamur di
Indonesia, dijelaskan mulai dari masa Orde Baru hingga saat ini. Tulisan ini
menunjukkan bahwa gerakan ormas radikal muncul disebabkan oleh berbagai
faktor, baik internal maupun eksternal dengan tujuan ingin menjadikan Islam
sebagai pijakan perpolitikan Indonesia, baik itu dengan mendirikan negara
Islam atau menancapkan peraturan daerah syariah di daerah maupun pusat.
Pada penulisan skripsi ini penulis berusaha membatasi pembahasan
pada ormas HTI, di mana ormas ini memiliki cita-cita untuk membangun
negara Khilafah di Indonesia. Karena hal ini terjadi banyak kericuhan di
daerah-daerah, banyaknya penolakan terhadap non-muslim maupun maraknya
kelompok yang dicap radikal. Hal inilah yang menjadi faktor utama
pemerintah mengeluarkan Perppu No. 2 2017 di mana ormas yang berpotensi
melahirkan perpecahan dalam masyarakat akan dikenakan sanksi tegas hingga
pencabutan badan hukumnya.
32
M. Thoyyib, “Radikalisme di Indonesia”, TA’LIM, Vol. 1, No. 1 (Januari 2018)
17
F. Metode Penelitian
a. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Di dalam setiap karya ilmiah, pasti menyesuaikan dengan metodologi
penelitian yang relevan. Bagi seorang peneliti, memahami metodologi yang
dipakai ke dalam karya ilmiah adalah wajib. Metodologi penelitian merupakan
seperangkat pengetahuan akan langkah-langkah yang sistematis dan logis yang
berfungsi sebagai cara dalam pencarian data yang relevan dengan masalah-
masalah terkait.
Dalam dunia pendidikan pendekatan penelitian yang terkenal terbagi
menjadi dua pendekatan penelitian yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan
kuantitatif. Penulis memakai pendekatan kualitatif ke dalam karya ilmiah ini.
Untuk melakukan penelitian, seseorang dapat menggunakan metode
penelitian tersebut sesuai dengan masalah, tujuan, kegunaan dan kemampuan
yang dimilikinya. Menurut Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif adalah suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan
peristilahannya.33
Penelitian kualitatif adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mendapatkan suatu fakta dan penelitian ini tergolong ke dalam penelitian ilmiah
yang dibangun atas dasar teori-teori yang berkembang dari suatu penelitian dan
33
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) h. 62
18
dapat dipertanggungjawabkan atas dasar empirik. Jadi, di dalam penelitian
kualitatif bukan hanya menyajikan data-data apa adanya melainkan juga berusaha
untuk menunjukan korelasi sebagai faktor yang ada, yang berlaku meliputi sudut
pandang atau proses yang sedang berlangsung.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan peneliti di dalam karya ilmiah
ini adalah jenis deskriptif kualitatif yaitu penelitian mempelajari suatu masalah
yang ada serta tata cara kerja yang berlaku. Penelitian ini bermaksud untuk
mendeskripsikan fenomena atau gejala yang telah atau sedang terjadi. Di
dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, pencatatan, analisis dan
menginterpretasikan kondisi yang telah atau sedang terjadi. Dapat dikatakan
bahwa penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai
keadaan yang telah atau sedang terjadi.34
Bahwasannya penelitian deskriptif
kualitatif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan
nyata yang telah terjadi ataupun yang sedang berlangsung. 35
Pada hakikatnya penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujuan membuat
deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta atau fenomena yang diselidiki.36
34
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1999)
h. 26 35
Convelo G. Cevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian (Jakarta: Universitas
Indonesia, 1993) h. 71 36
Convelo G. Cevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian, h. 73
19
b. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumen dan wawancara. Dokumen meliputi, keputusan dan hasil-hasil
muktamar, fatwa organisasi, serta hasil putusan sidang PTUN. Pihak yang
diwawancarai adalah pihak dari HTI selaku tergugat dan Menkopolhukam selaku
penggugat serta seorang pengamat politik yang kompeten.
Dalam penelitian terkait “Strategi dan Peran Negara Dalam
Membubarkan Gerakan Radikal di Indonesia, Studi Kasus Pembubaran HTI
2017”, dengan menggunakan teori negara dan radikalisme. Langkah yang
dilakukan oleh peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber, seperti hasil-
hasil muktamar, artikel, wawancara dengan Juru Bicara HTI Ismail Yusanto dan
Menkopolhukam Sri Yunanto serta Ali Munhanif selaku pengamat politik.
c. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data dimulai dengan
bekerja menggali dan mengumpulkan data-data terkait dari teknik pengumpulan
data yang dilakukan oleh penulis. Setelah data terkumpul maka dilanjutkan
kepada tahap reduksi data, yaitu proses mentransformasi dari data yang didapat,
seperti mentranskripkan hasil dari wawancara-wawancara yang telah dilakukan,
20
dokumentasi dan dilanjutkan dengan pengolahan data.37
Pengolahan data ini
dilakukan dengan cara mengelompokkan data ke dalam beberapa kategori,
menjelaskan ke dalam bagian-bagian serta melakukan perpaduan dan menyusun
ke dalam teori dan menggabungkam dengan temuan penting untuk dipelajari dan
terakhir adalah membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
maupun orang lain.38
Selain itu data-data yang telah didapat akan dianalisis oleh
teori negara dan fundamentalisme agama yang terdapat dalam kerangka teoretis.
G. Sistematika Penulisan
Bab I, merupakan bagian pendahuluan yang menjelaskan keadaan objek
dan metode yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, juga termasuk mengulas
sedikit penelitian terdahulu yang masih relevan. Adapun rincian dari bab pertama
adalah: pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II, menjelaskan teori yang digunakan, adapun teori yang digunakan
adalah teori negara di dalamnya membahas, (1) Tujuan Negara, (2) Fungsi negara
dan (3) Hegemoni negara dan teori kedua adalah teori radikalisme.
Bab III, memaparkan tentang pertumbuhan radikalisme di Indonesia,
Pertama, sejarah Hizbut Tahrir yang meliputi, (1) berdirinya Hizbut Tahrir, (2)
Hizbut Tahrir Indonesia, dan (3) upaya membangun masyarakat islami. Kedua,
37
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif (Yogyakarta: Erlangga, 2009) h. 147 38
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta Bandung, 2006)
h. 275
21
isu radikalisme yang meliputi, (1) radikalisme di Indonesia dan (2) Negara
Sebagai Counter Radikalisme.
Bab IV, menyajikan analisisa terkait Pro dan Kontra Pembubaran HTI.
Dalam pembahasan ini mengupas tentang (1) faktor-faktor pembubaran HTI, (2)
landasan hukum pembubaran HTI, (3) HTI menggugat, (4) Respons Kementerian
Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (5) Masa Depan Doktrin HTI.
Bab V adalah bab terakhir dari karya ilmiah ini yang berisikan kesimpulan
peneliti terkait informasi-informasi yang didapat melalui analisa-analisa yang
telah dilakukan, serta saran bagi seluruh orang terkhusus mereka yang fokus
membahas tentang pembubaran HTI 2017.
22
BAB II
KERANGKA TEORETIS
Kerangka teori pada bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang dijadikan
pisau analisa dalam melihat fenomena-fenomena politik yang dibahas pada skripsi
ini yaitu pembubaran Ormas HTI. Dalam kerangka bab ini terdapat dua teori besar
yang dijelaskan yaitu teori negara dan teori radikalisme.
A. Teori Negara
Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.39
Sedangkan menurut Weber negara
adalah kelompok korporasi yang dikoordinasikan secara imperatif, di mana dalam
melaksanakan tugasnya adalah dengan menggunakan kekuatan maupun ancaman
fisik yang sah.40
Negara adalah sebuah badan hukum yang bersifat memerintah dan dalam
penerapannya, negara dapat menggunakan kekuatan fisik yang sah untuk
melaksanakan aturannya. Weber tidak menyatakan bahwa kekuatan adalah satu-
satunya cara yang digunakan negara tetapi merupakan cara yang dimiliki dan
tidak dapat dipisahkan dari sifatnya.41
Sedangkan menurut Miriam Budiardjo, bahwa negara adalah suatu alat
dari masyarakat yang mempunyai sebuah kekuatan yang berfungsi sebagai
pengatur kegiatan manusia di dalam suatu masyarakat dan juga sebagai penertib
39
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2013) h. 17 40
Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Yogyakarta Liberty, 2005) h. 629 41
Soehino, Ilmu Negara, h. 629
23
gejala-gejala yang dapat terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Negara adalah
satu-satunya organisasi legal yang memiliki hak untuk memaksakan
kewenangannya kepada semua golongan masyarakat di dalam suatu wilayah.42
Negara menetapkan cara dan batas sampai di mana kekuasaan dapat
digunakan di dalam kehidupan bersama. Negara dapat mengintegrasi dan
membimbing kegiatan sosial dari penduduk ke arah tujuan bersama. Negara
memiliki dua tugas. Pertama, mengendalikan dan mengatur gejala kekuasaan
yang asosial, yaitu yang bertentangan satu sama lain. Kedua, mengorganisir dan
mengintegrasi kegiatan manusia demi tercapainya tujuan masyarakat keseluruhan.
Negara menentukan kegiatan-kegiatan tersebut menuju tujuan nasional.43
Negara
tercipta sebagai wadah bangsa untuk mencapai cita-cita bangsa itu sendiri.
a. Tujuan Negara
Setiap negara mempunyai tujuan tertentu. Apa yang dituju bagi negara
maupun ke arah mana suatu organisasi negara ditujukan merupakan persoalan
yang penting, sebab dengan tujuan inilah yang akan menjadi pedoman betapa
negara dibentuk dan dikendalikan serta bagaimana kehidupan rakyatnya diatur
sesuai dengan tujuan itu. Tujuan negara dalam hal ini juga dapat diartikan sebagai
visi negara yang secara umum ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan,
kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya.44
42
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 47 43
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 47-48 44
I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2012) h. 45
24
Negara adalah lembaga sosial yang diadakan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Sebagai lembaga sosial, negara tidak diperuntukan memenuhi
kebutuhan khusus dari segolongan orang tertentu, tetapi untuk memenuhi
keperluan dari seluruh rakyat negara tersebut.45
Tidak ada suatu negara yang tidak mempunyai tujuan. Setiap negara
memiliki tujuannya masing-masing, tetapi pada umumnya tujuan negara adalah
memelihara dan menjamin hak asasi, yaitu: (1) hak hidup, (2) hak atas badan, (3)
hak atas harta benda, (4) hak kehormatan dan (5) hak kemerdekaan.46
Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi konstitusional
menegaskan tujuan negaranya ialah: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)
mencerdaskan kehidupan bangsa dan (4) mewujudkan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.47
Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
merupakan tujuan yang perlu diwujudkan bersama melalui pelembagaan suatu
negara. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai berupa perlindungan internal dan
ketertiban dunia eksternal merupakan ancaman dan tantangan yang perlu
direalisasikan dengan sebaik-baiknya berdasarkan prinsip kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
45
Ni’matul Huda, Ilmu Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) h. 54 46
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010) h. 49-50 47
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, h. 57
25
b. Fungsi Negara
Berkaitan dengan fungsi negara dalam pengelolaan pemerintahan dapat
ditemukan beberapa fungsi negara yang bersifat universal, yaitu adanya kewajiban
suatu negara untuk mewujudkan kepentingan masyarakat atau yang lebih tepat
dikatakan kepentingan umum, tanpa melihat kepada bentuk atau sistem
pemerintahan yang dibangun oleh negara yang bersangkutan. Fungsi negara yang
dimaksud yakni:
Pertama, fungsi regular atau fungsi pengaturan. Fungsi ini adalah fungsi
utama dari sebuah negara, di mana negara adalah penggerak jalannya roda
pemerintahan. Jika tidak adanya pelaksanaan fungsi tersebut, maka secara dejure
negara itu tidak ada. Sebab melaksanakan fungsi tersebut akan berdampak
langsung kepada masyarakat keseluruhan.48
Fungsi regular ini meliputi:49
1. Fungsi politik, merupakan kewajiban negara yang pertama kali muncul
setelah negara tersebut lahir. Aspek yang termasuk dalam fungsi ini
adalah: Pertama, pemeliharaan ketenangan dan ketertiban. Tujuan dari
pelaksanaan fungsi ini adalah dalam rangka menanggulangi tindakan
baik secara preventif maupun secara represif terhadap gangguan yang
berasal dari masyarakat itu sendiri. Kedua, pertahanan dan keamanan.
48
Bohari, Hukum Anggaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) h. 6-7 49
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan
Tata Usaha Negara di Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 2000) h. 3
26
Pelaksanaan fungsi ini diperuntukan terhadap ancaman dan agresi dari
pihak luar yang membahayakan eksistensi negara itu sendiri.
2. Fungsi diplomatik, negara tidak akan dapat hidup sempurna tanpa
berhubungan dengan negara lain. Inilah yang merupakan hakikat dari
fungsi diplomatik. Negara berhubungan dengan negara lain atas dasar
persahabatan yang bertanggungjawab, bukan atas dasar penjajahan.
setiap negara harus saling menghormati kedaulatan masing-masing
sehingga menghindari terjadinya eksploitasi kepentingan.
3. Fungsi yuridis. Dalam pelaksanaan fungsinya, negara harus dapat
menjamin adanya rasa keadilan dalam masyarakat. Dalam konteks ini
negara berkewajiban untuk mengatur tata cara bernegara dan
bermasyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya konflik
yang terjadi di masyarakat. Setelah permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat, maupun negara itu sendiri harus dapat dikembalikan
kepada hukum sah.
4. Fungsi administrasi. Fungsi ini mengharuskan agar negara
berkewajiban menata birokrasinya, demi mewujudkan tujuan sebuah
negara. Penataan birokrasi dimaksud bukan atas dasar kemauan negara
semata, akan tetapi selalu bersumber pada aturan hukum yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Kedua, fungsi pembangunan. Pembangunan pada hakikatnya merupakan
perubahan yang terencana, dilakukan secara terus-menerus untuk menuju pada
suatu perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan negara dimaksud
27
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, secara tegas dikemukakan bahwa untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia.50
Sedangkan menurut Muchsan bahwa terdapat empat fungsi Indonesia
sebagai sebuah negara. Pertama, fungsi keamaan dan ketertiban yaitu sebagai alat
perlindungan masyarakat akan kehidupannya, hak kepemilikan maupun hak-hak
lainnya dan semua ini sesuai dengan aturan menurut perundang-undangan. Kedua,
fungsi kesejahteraan, termasuk di dalamnya pelayanan sosial dan kesejahteraan
sosial. Hal ini bermaksud untuk mewujudkan akan kesejahteraan rakyat dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia. Ketiga, fungsi pendidikan yaitu
untuk membangun karakter berbangsa dan bernegara serta meningkatkan
kepedulian berbudaya dan sebagainya. Keempat, fungsi mewujudkan ketertiban
serta kesejahteraan dunia.51
c. Hegemoni Negara
Hegemoni dalam bahasa Yunani disebut eugomonia, selaras dengan yang
tertulis di encyclopedia, bahwa hegemoni pada prakteknya adalah untuk
menunjukan bentuk dominasi posisi yang dapat diklaim oleh negara-negara kota
50
J.C.T. Simorangkir dan B. Mang Reng say, Tentang dan Sekitar Undang-Undang
Dasar 1945 (Jakarta: Jembatan, 1982) h. 51
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan
Tata Usaha Negara di Indonesia, h.8
28
secara individual, contohnya apa yang sudah dilakukan oleh negara kota Athena
dan Sparta terhadap negara-negara lain yang sejajar.52
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan
sekelompok manusia yang kemudian disebut bangsa. Negara memiliki suatu
kewibawaan atau kekuatan yang dapat memaksakan kehendaknya kepada semua
orang.53
Negara memiliki sifat khusus yang merupakan manifesta dari kedaulatan
yang dimilikinya dan ini hanya terdapat pada organisasi selayaknya sebuah
negara, dan sifat ini tidak terdapat pada asosiasi maupun organisasi lainnya. Sifat-
sifat negara tersebut antara lain:54
1. Sifat memaksa. Agar peraturan perundang-undangan dapat ditaati oleh
setiap kalangan masyarakat. Memaksa dalam hal ini adalah negara
mempunyai kewenangan untuk melakukan kekerasan fisik, dan hal ini
sah di mata hukum. Sarana untuk melakukan itu adalah; polisi, tentara
dan lain sebagainya.
2. Sifat monopoli. Negara dapat memonopoli dalam menetapkan tujuan
bersama dalam masyarakat. Artinya negara dapat menyatakan bahwa
suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang untuk
hidup dan meluas di suatu negara atau wilayah. Hal ini dikarenakan
52
Heru Hendarto, Mengenal Konsep Hegemoni Gramsci: dalam Diskursus
Kemasyarakatan dan Kemanusiaan (Jakarta: Gramedia, 1993) h. 73 53
Soehino, Ilmu Negara, h. 143 54
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 49-51
29
karena mereka dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat
maupun cita-cita nasional.
3. Sifat mencakup semua. Semua peraturan perundang-undangan (misal:
keharusan membayar pajak) berlaku untuk semua orang tanpa
terkecuali. Hal ini bermaksud untuk tidak membiarkan seseorang
berada di luar ruang lingkup aktifitas negara. Karena hal ini dapat
menghambat tercapainya cita-cita masyarakat.
B. Radikalisme
Radikalisme berasal dari bahasa latin yaitu radix yang artinya akar, untuk
mencapai kemajuan, paham radikal melakukan suatu perubahan dan perombakan.
Dalam perspektif ilmu sosial, radikalisme adalah suatu keinginan untuk merubah
status quo yang sudah ada dengan cara menghancurkan status qou tersebut secara
total kemudian menggantikannya dengan yang baru.55
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, radikalisme adalah sebuah paham atau aliran yang
menginginkan suatu perubahan dengan cara kekerasan.56
Adapun pengertian radikalisme menurut para tokoh. Pertama, menurut
Sartono Kartodirjo radikalisme adalah suatu gerakan sosial dengan menolak
seluruh aturan sosial yang sedang berjalan dengan menunjukan kebencian yang
kuat kepada yang sedang berkuasa.57
Sedangkan menurut KH. Hasyim Muzadi,
radikal, radikalisme dan radikalisasi adalah suatu hal yang berbeda. Radikal
55
Edi Susanto, “Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pesantren”, Tadris
(Vol. 2, No. 1, 2007) h. 3 56
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990) h. 354 57
Sartono Kartodirjo, Ratu Adil (Jakarta: Sinar Harapan, 1995) h. 38
30
adalah suatu pemikiran yang mendalam sampai ke akar-akarnya dan pemikiran ini
sangat diperbolehkan selagi itu masih dalam sebatas pemikiran saja, karena
pimikiran seseorang tidak dapat dijadikan sebuah tindak kejahatan atau diadili
kecuali pemikiran tersebut berubah menjadi sebuah tindakan yang salah.58
Radikalisme adalah sebuah pemikiran radikal yang telah menjadi ideologi
atau madzhab. Sedangkan radikalisasi adalah tindakan seseorang yang begitu
reaktif dikarenakan adanya ketidakadilan di masyarakat. Bentuk ketidakadilan ini
bisa dalam beberapa faktor seperti ekonomi, politik, ataupun ketidakadilan dalam
penegakan hukum.59
Apabila masalah-masalah dan ketidakadilan masih terjadi di
masyarakat, maka radikalisasi akan tetap muncul.
Radikalisme Islam adalah suatu gerakan pemurnian ajaran Islam yaitu
kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang
telah diamalkan oleh generasi awal Islam. Gerakan ini dipelopori oleh kelompok
salafiyah (wahabi) yang semula hanya dalam hal ibadah, namun dalam
perkembangannya kini telah menyentuh dimensi intelektual dan politik.60
Kelompok Islam radikal tidak hanya memandang Islam sebagai sebuah
agama saja yang hanya memberikan pedoman terhadap amalan-amalan dalam
ibadah, tetapi Islam juga dianggap sebagai pedoman hidup yang mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia dan menjadi sebuah solusi dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan kehidupan di masyarakat. Pandangan ini berdampak
58
Abu Rokhmad, “Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal”, Wali
Songo (Vol. 20, No. 1, 2012) h. 82-83 59
Abu Rokhmad, “Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal”, h. 83 60
Emna Laisa, “Islam dan Radikalisme”, Jurnal Islamuna (Vol 1 No 1, 2014) h. 4
31
kepada keinginan kelompok Islam radikal untuk menjadikan syariat Islam sebagai
landasan bernegara.
Adapun empat kriteria tentang Islam radikal yaitu: Pertama, memiliki
keinginan untuk merubah tata nilai dan sistem yang telah ada, dengan keyakinan
ideologi dan sifat fanatik yang begitu tinggi. Kedua, apabila ada kelompok lain
yang dianggap bertentangan dengan mereka, maka mereka akan melakukan
aksiaksi yang keras bahkan bertindak kasar. Ketiga, kelompok radikal memiliki
ciri khas baik dari segi penampilan ataupun ritual sebagai identitas mereka.
Keempat, kelompok Islam radikal dalam menyebarkan pahamnya bergerak secara
geriliya, meskipun ada juga yang dengan terang-terangan.61
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gerakan Islam radikal,
antara lain sebagai berikut: Pertama, faktor agama. Kehidupan umat manusia di
dunia yang sudah jauh dari nilai agama oleh karena itu perlu adanya semangat
Islamisasi secara global sebagai suatu solusi untuk memperbaiki permasalahan-
permasalahan yang terjadi (penerapan sistem Khilafah Islamiyah di muka bumi).
Kedua, faktor sosial-politik. Dalam peradaban global, umat Islam sangat
tidak diuntungkan dengan sistem yang diterapkan oleh negara Barat, terjadinya
ketimpangan sosial yang merugikan kelompok muslim sehingga kelompok
muslim melakukan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi tersebut.
61
Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi
(Jakarta: Gema Insani Press, 2006) h. 243
32
Perlawanan tersebut mengatasnamakan agama dengan melakukan gerakan
radikalisme.62
Ketiga, faktor pendidikan. Rendahnya jenjang pendidikan seseorang
membuat orang tersebut minim dalam mendapatkan informasi, ditambah dengan
pemahaman keagamaan seseorang yang tidak begitu mendalam sehingga orang
tersebut dengan mudah menerima informasi ataupun ilmu dari seseorang yang
memiliki pemikiran radikal. Orang yang rendah pemahaman keagamaannya dapat
dipengaruhi dan didoktrin dengan pemahaman keagamaan yang radikal sehingga
orang tersebut dapat bertindak radikal pula.
Keempat, faktor kultural. Negara Barat dikenal dengan sistem
sekularismenya yaitu sistem pemisahan antara agama dengan negara. Paham ini
dianggap oleh kelompok Islam telah mengotori budaya bangsa Timur dan umat
Islam. Dengan paham sekularisme dapat membahayakan moralitas umat Islam
dan membuat sendi-sendi kehidupan umat Islam termarjinalisasikan,63
Kelima, faktor ideologis anti westernisasi. Menurut kelompok Islam
radikal dalam menegakkan syariat Islam simbol-simbol Barat harus dihancurkan.
Adanya westernisasi membuat umat Islam menjadi tertinggal dan terbelakang,
karena ketidakmampuan kelompok Islam radikal bersaing dalam budaya dan
peradaban global oleh karena itu mereka menggunakan jalur kekerasan.64
62
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalis, Modernisme, Hingga
Post-Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996) h. 18 63
Musa Asy'arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-qur'an (Yogyakarta: 1992)
h. 95 64
Emna Laisa, “Islam dan Radikalisme”, h. 7
33
Ada dua makna Islam radikal, yaitu sebagai wacana dan aksi. Radikal
dalam wacana hanya keinginan atau pemikiran untuk mendirikan negara Islam,
tanpa adanya tindakan kekerasan. sedangkan radikal dalam aksi adalah keinginan
wacana tersebut direalisasikan dalam bentuk aksi atau tindakan kekerasan atas
nama agama.65
Dalam makna yang kedua, gerakan Islam radikal dalam
mewujudkan tujuannya untuk mendirikan khilafah Islamiyah di Indonesia, mereka
menggunakan jalur kekerasan dan menentang hukum yang berlaku. Untuk
melakukan perlawanan kelompok Islam radikal membangun opini bahwa posisi
pemerintah saat ini adalah bentuk yang thaghut.66
Dalam perkembangan politik di Indonesia, gerakan Islam radikal dapat
dibagi menjadi tiga bentuk jika dilihat dari awal mula berdiri dan
perkembangannya. Pertama, kelompok yang ingin menerapkan syariat Islam
dalam kehidupan bermasyarakat tanpa harus mendirikan negara Islam atau
merubah bentuk negara menjadi khilafah Islamiyah. Contoh dari kelompok ini
yaitu Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Jihad. Kelompok ini hanya ingin
menerapkan syariat Islam di masyarakat, namun cara mereka cenderung
menggunakan pendekatan kekerasan. Kedua, kelompok yang memperjuangkan
berdirinya Negara Islam Indonesia, kelompok ini dinamai NII/DI-TII yang
diprakarsai oleh Kartosoewiryo sebagai imam NII. Kelompok ini telah berhasil
ditumpas dan dilarang keberadaannya, meskipun pada saat ini kelompok ini masih
ada dalam jumlah yang kecil tanpa memakai struktur organisasi kenegaraan NII.
65
Ismail Hasani dan Bonar T.N, Dari Radikalisme Menuju Terorisme (Jakarta: Pustaka
Masyarakat Setara, 2012) h. 11 66
Emna Laisa, “Islam dan Radikalisme”, h. 7
34
Ketiga, kelompok yang ingin mendirikan khilafah Islamiyah di Indonesia,
kelompok ini diwakili oleh HTI.67
Dalam metode perjuangan HTI ada yang
disebut dengan istilamu al-hukmi yaitu pengambil alihan kekuasaan. Di beberapa
negara Timur Tengah, Hizbut Tahrir telah melakukan upaya pengambilalihan
kekuasaan dan tindakan ini membuat organisasi tersebut dilarang. Begitupun di
Indonesia, HTI menganggap bahwa sistem demokrasi itu haram dan Pancasila
harus dilenyapkan,68
kemudian mereka menawarkan sistem khilafah Islamiah
sebagai solusinya.
67
Nur Khalik Ridwan, Regenerasi NII: Membedah Jaringan Islam Jihadi di Indonesia
(Jakarta: Erlangga, 2008) h. 9-12 68
Erni Sari Dwi dan Ma’arif Jamuin ”Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di
Indonesia”, Suhuf, Vol. 27, No. 2, 2015, h. 158-159
35
BAB III
PERTUMBUHAN RADIKALISME DI INDONESIA
A. Sejarah Hizbut Tahrir
a. Berdirinya Hizbut Tahrir
Menurut John L. pada pertengahan abad 20, sejarah Islam didominasi oleh
dua tema, yaitu; (1) imperialisme eropa dan (2) perjuangan dalam mencapai
kemerdekaan.69
Merdekanya negara-negara Islam dari penjajahan barat akhirnya
melahirkan kecenderungan ideologis yang digolongkan menjadi empat jenis,
Pertama, tradisional islami, yang dipelopori oleh ulama-ulama konservatif.
Kedua, sekuler nasionalis, yang diwaliki oleh pegawai-pegawai negeri tingkat
tinggi, tokoh militer serta minoritas kaum Muslim yang telah mengalami
westernisasi. Ketiga, reformis radikal Islam, yang mencerminkan mereka kelas
menengah dan menengah ke bawah. Keempat, komunis yang didukung
kebanyakan oleh kelas-kelas bawah.70
Kecenderungan-kecenderungan ideologis tersebut yang pada akhirnya
menentang penjajahan atas imperialisme barat. Kecenderungan ini yang kemudian
melahirkan gerakan-gerakan sosial-politik yang berjuang untuk menentang
penjajahan. Di antara gerakan-gerakan sosial-politik yang lahir di awal abad 20
adalah Ikhwanul Muslimun, dilanjutkan pada tahun 1928 kemudian lahir Jama’at
Islami pada tahun 1941. Keduanya lahir dengan motif yang sama yaitu menentang
69
John L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?. Terj. Alwiyah Adurrahman
dan MISSI (Bandung: Mizan, 1996) h. 59 70
M. Amien Rais, Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta (Bandung: Mizan, 1999) h.
137
36
segala macam bentuk penjajahan dan mengembalikan kehidupan bangsa arab
kepada jalan yang islami.71
Kemudian, beberapa tahun kemudian lahirlah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir
adalah partai politik Islam yang berbasis transnasionalisme. Hizbut Tahrir
berkembang di lebih dari empat puluh negara.72
Hizbut Tahrir Indonesia awalnya
bernama Partai Pembebasan Islam. Hizbut Tahrir didirikan oleh Taquyuddin an-
Nabhani pada tahun 1953M, beliau adalah seorang Qadhi di Mahkamah Agung
Hafia, Palestina dan juga seorang Salumnus di Unversitas al-Azhar Kairo, Mesir73
dan juga seorang politikus yang mahir. Beliau lahir di dalam keluarga yang
berilmu karena kedua orang tua beliau adalah seorang yang ahli Fiqh. Kakek
beliau juga seorang ulama besar dan juga seorang hakim.74
Setelah berkembang sekitar enam tahun di Yerussalem, Hizbut Tahrir
akhirnya memperluas jangkauannya ke luar dari wilayah Yerussalem, dimulai
dengan mendirikan cabang di Libanon pada tahun 1959.75
Hizbut Tahrir
menyatakan diri sebagai partai politik yang berlandaskan ideologi Islam, politik
merupakan aktifitasnya dan Islam adalah ideologinya.
Dahulu Hizbut Tahrir adalah salah satu kekuatan politik yang
revolusioner, mereka sangat menentang rezim Utsmani. Dan kini mereka tampil
sebagai kekuatan politik reaksioner dalam menghadapi kuatnya dampak
71
Yusril Ihka Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam
(Jakarta: Paramadina, 1999) h. 86 72
Jajang Jahroni J., Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004) h. 162 73
Khamami Zada, Arif R. Arafah, Diskursus Politik Islam (Jakarta: LSIP, 2013) h. 82 74
Tim Hizbut Tahrir, Manifesto Hizbut tahrir untuk Indonesia: Indonesia, Khilafah dan
Penyatuan Kembali Dunia Islam (Jakarta: HTI Press, 2009) h. 17 75
Hussein, Membentuk Jama’atul Muslimin (Jakarta: Gema Insani Press, 1991) h. 244
37
globalisasi. Hizbut Tahrir mengganggap dampak globalisasi yang dibawa oleh
barat telah gagal membawa nilai-nilai perdamaian serta kesejahteraan bagi
manusia di dunia ini.76
Hizbut Tahrir adalah sebuah organisasi politik yang melakukan gerakan-
gerakan politik, bukan hanya sekedar perkumpulan yang beragendakan agama.
Tujuan didirikannya organisasi ini adalah membantu umat Islam dari
keterpurukan, terbebas dari pengaruh barat baik dari segi sistem, opini dan lain
sebagainya. Selain itu tujuan berdirinya organisasi ini adalah untuk membangun
negara Islam, di mana sistem yang dijalankan adalah sistem yang berbasis agama.
77
Pasca terjadinya perang dunia 1 dan 2 di kawasan Jazirah Arab, Afrika dan
Asia Tenggara, kultur Islam yang semula menjadi pedoman di negara-negara
tersebut mengalami perubahan yang lumayan besar yang gencarnya gerakan-
gerakan dari negara Barat. Selain mengambil alih peran sosial dengan tujuan
untuk mengambil alih kekuasaan, negara-negara Barat juga berupaya untuk
menjatuhkan simbol kekuasaan Islam. Hal ini terlihat dari paham nasionalisme
yang disebar oleh mereka.78
Pertengahan abad 20 adalah masa kemunduran bagi umat Islam yang
paling parah dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.79
Kekalahan di perang
76
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Penerjemah
Alimandan (Jakarta: Kencana, 2004) h. 593 77
Tim Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir
(Bogor: Thariqul Izzah, 2007) h. 4 78
Tim Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, h. 9 79
As-Suyuti, Tarikh Khulafa (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000) h. 230
38
dunia 1 diikuti dengan keruntuhan Kekhilafahan Turki Utsmani menjadi awal dari
kemunduran Islam.80
Jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi pada tahun 1948 memberikan
keyakinan kepada Taqiyuddin bahwasannya hanya gerakan yang terorganisir dan
memiliki akar pemikiran Islam yang kuat sajalah yang dapat mengembalikan
kekuatan umat Islam.81
Untuk menanggapi menjamurnya dominasi barat di dunia, lahirlah
gerakan-gerakan yang mengatasnamakan agama dengan bentuk sebagai kelompok
ataupun partai. Namun sangat disayangkan, lahirnya gerakan-gerakan ini belum
cukup kuat untuk melawan dominasi barat tersebut.
Lahirnya Hizbut Tahrir karena perjalanan kegagalan terus-menerus yang
dirasakan gerakan Islam. Hal ini membuat para ulama bersama Syaikh
Taqiyuddin untuk mendirikan sebuah partai, yaitu partai pembebasan. Tujuan
dilahirkannya partai ini adalah untuk menegakan kembali masa kejayaan Islam
dan mendirikan Khilafah Islamiyah.82
Ada beberapa hal yang menyebabkan berdirinya Hizbut Tahrir,83
Pertama,
faktanya umat Islam berangsur-angsur mulai bertentangan akan metode serta
kajian yang telah digariskan dalam mempelajari Islam. Kedua, kebencian serta
serangan tiada henti yang diarahkan dunia barat kepada agama Islam. Dunia barat
yang selalu mencela Islam dengan cara yang dibuat-buat serta menjatuhkan Islam
80
As-Suyuti, Tarikh Khulafa, h. 231 81
Farid Wadjd, Majalah Al-Wa’ie, no. 55 (Bogor: Hizbut Tahrir Indonesia, 2005) h. 35 82
Tim Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, h. 4 83
Abdullah, Mahafim Hizbut Tahrir (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2001) h. 13-20
39
dari hukum-hukumnya, sementara hukum-hukum Islam adalah hukum yang tidak
bisa lagi diragukan akan kebenarannya baik dalam memecahkan masalah maupun
hal-hal yang menyangkut dunia. Ketiga, akibat dari menyusutnya Daulah
Islamiyah yang diawali dengan banyaknya negara-negera Islam yang melepaskan
diri dan pada akhirnya tunduk di bawah kepemimpinan yang kufur, dilanjutkan
dengan lenyapnya Daulah Islamiyah. Faktor-faktor inilah yang melahirkan
pesimisme di dalam benak kaum Muslim akan terlahirnya Daulah Islamiyah,
yang pada hakekatnya hanya dengan mendirikan Daulah Islamiyah lah kaum
Muslim dapat menerapkan hukum Islam secara sempurna. Hal inilah yang
mengakibatkan kaum Muslim bersedia tunduk pada kepemimpinan kufur.
Keempat, kemerosotan umat dalam berbagai aspek kehidupan, terutama aspek
politik, serta terperangkapnya umat dalam penjajahan.84
Dengan alasan-alasan inilah Hizbut Tahrir dilahirkan. Berkeinginan untuk
menegakan kembali kejayaan umat Islam di kawasan negeri-negeri Arab.
Mendirikan sebuah negeri Islam yang diharapkan dapat menjadi wilayah sentral
Islam. Dengan menerapkan hukum Islam secara sempurna dan dapat mengemban
dakwah ke seluruh dunia.
Di mata kelompok Hizbut Tahrir, Khilafah Islamiyah adalah bentuk
negara yang sempurna. Khilafah Islamiyah merupakan sistem pemerintaham
84
Abu Afif, Mengenal Hizbut Tahrir, Partai Politik Islam Ideologis (Bogor: Pustaka
Thoriqul Izzah, 2002) h. 10
40
Islam yang menegakan hukum-hukum berdasarkan syariat Islam dan menjalani
dakwah dan jihad kepada seluruh penduduk dunia.85
Pada masa kepemimpinan Abdul Khadir, pemikiran Hizbut Tahrir
menyebar luas hingga menjangkau ke luar daratan Arab, seperti Eropa, Australia
tidak terkecuali dengan Asia. Di Asia sendiri termasuk Indonesia, Hizbut Tahris
dapat masuk oleh Abdurrahman al-Baqdadi.86
al-Baqdadi datang ke Indonesia
bertepatan dengan masa Orde Baru, masa di mana tidak dilegalkannya ideologi
lain selain Pancasila dan UUD.87
Hal ini menjadi hambatan bagi al-Baqdadi dalam
dakwahnya.
Adapun faktor pesatnya perkembangan HTI, Pertama, Hizbut Tahrir
mempunyai ide-ide (fikrah) yang begitu cemerlang, jernih serta murni. Hal-hal ini
merupakan faktor mengapa Hizbut Tahrir begitu digemari di tengah-tengah
masyarakat terutama pada kalangan muda. Kedua, Hizbut Tahrir mempunyai
metode (thariqah) tersendiri untuk mencapai tujuan dari ide-idenya. Hizbut Tahrir
adalah organisasi yang modernis, yang berorientasi pada pembinaan, pengkaderan
dan pembangunan jaringan (networking). Para pengikut Hizbut Tahrir memiliki
sifat dan karakter yang khas. Salah satu prinsip dasar perjuangan Hizbut Tahrir
adalah senantiasa kooperatif dengan para penguasa.88
85
Saefuddin Zuhri, Menjemput Kembalinya Sang Khalifah (Jakarta: Nizham Press, 2007)
h. 15-16 86
Nur Hanifah, Pergerakan Hizbut tahrir Indonesia: Aktifitas HTI di IPB (Depok: Skripsi
UI, 2007) h. 39 87
UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Ideologi Tunggal 88
Jajang Jahroni J., Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, h. 162
41
HTI merupakan organisasi yang dikelola dengan sangat profesional,
keanggotaannya rapih dan militan, agenda mereka tersusun jelas dan mampu
beradaptasi dengan keadaan perubahan kondisi sosial-politik di dalam
masyarakat. Hal-hal seperti inilah yang membuat Hizbut Tahrir begitu diminati di
kalangan masyarakat, Hizbut Tahrir dianggap sebagai gerakan Islam alternatif
ketika gerakan-gerakan Islam lainnya mengalami kegagalan.
Agenda-agenda politik yang diusung oleh HTI seringkali berkaitan dengan
anti-globalisasi. Hal ini dikarenakan keprihatinan terhadap kaum Muslim yang
termajinalkan di negerinya sendiri, serta besarnya pengaruh dari paham-paham
barat yang masuk. HTI bercita-cita untuk membentuk suatu masyarakat Islam
yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Bahwasannya Islam adalah solusi dari
permasalahan kehidupan pribadi, bermasyarakat serta bernegara.
Faktanya saat ini negara-negara Islam mengalami kemunduran yang luar
biasa dalam peran politik luar negerinya.89
Di sisi lain kita semua bisa merasakan
bagaimana peran Amerika dan sekutunya berusaha untuk memecah belah umat
Islam. Politik belah bamboo yang berhasil dilakukan adalah salah satu bukti nyata
keberhasilan Amerika untuk memperlemah kekuatan umat Islam. Sekarang ini
paham nasionalisme mendominasi di banyak negara-negara Islam.
Sekarang, misi kebangkitan Khilafah Islamiyah yang menekankan
bagaimana caranya menegakan serta menerapkan syariat Islam di seluruh penjuru
dunia, menjadi misi utama bagi kelompok-kelompok Hizbut Tahrir. Dalam
89
Farid Wadjdi, Bungan Rampai Syariat Islam (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2002)
h. 219
42
pandangan partai politik internasinal yang membentuk kekuatannya di Indonesia,
tentu sistem Kekhilafahan menjadi masuk akal untuk diterapkan di Indonesia.
Dampak globalisasi yang menyebabkan meningkatnya homogenitas, seperti
bagaimana dollar bisa menjadi mata uang dunia atau bahasa inggris menjadi
bahasa internasional atau terbentuknya Uni Eropa yang menunjukan integritas
negara-negara eropa. Dari tiga poin itu, lantas mengapa Khilafah Islamiyah tidak
memungkinkan untuk menjadi sistem kekuasaan yang terpusat. Dan juga dampak
globalisasi pun memberikan dampak yang negatif bagi Islam sendiri dalam
berbagai bentuk, seperti subordinasi, marginalisasi, stereotip dan lain sebagainya,
sebagaimana Amerika dan sekutunya dapat melebelkan gerakan-gerakan
fundametalisme Islam sebagai gerakan terorisme. Hal-hal tersebut semakin lama,
semakin menyudutkan posisi Islam di mata dunia.
b. Hizbut Tahrir Indonesia
Dalam konteks di Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) baru dalam
level “gerakan moral” politik yang dilakukan pada dua agenda yaitu; Tablig akbar
dan demonstrasi. Dua agenda ini yang dimanfaatkan HTI untuk menyuarakan
gagasan politik islamnya. Gagasan akan konsep khilafah akan terus diperjuangkan
HTI walaupun gerakan-gerakannya tidak mengikuti jalur hukum formal, seperti
mengadakan seminar-seminar, diskusi serta rapat-rapat umum lainnya.
Para kader, petinggi maupun simpatisan Hizbut Tahrir beranggapan bahwa
menegakan sistem Islam di negeri ini adalah kewajiban, mereka menganggap
bahwa sistem demokrasi yang sedang berjalan di negeri ini adalah kesesatan.
43
Melihat dari sejarah perjuangan Nabi yang berhasil menegakan Islam di Madinah
dan terus memperluar pengaruhnya yang telah terjadi kurang lebih sepuluh tahun
lamanya. Karena sejarah tersebut, Hizbut Tahrir yakin bahwa menegakan Islam di
negeri ini dapat tercapai.
c. Upaya Membangun Masyarakat Islami
Hizbut Tahrir selalu melakukan berbagai cara yang sistematis guna
mencapai cita-cita mereka yaitu untuk dapat melahirkan kembali kehidupan yang
islami bagi masyarakat, dan hal ini dapat terlaksana jika ditopang dengan SDM
yang mumpuni dalam hal memahami betul arah perjuangan umat Islam. Oleh
karena itu, Hizbut Tahrir melakukan berbagai metode guna mencapai cita-cita
tersebut. Metode itu dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu:90
1. Tahapan Tsaqif, yaitu tahapan pembinaan dan pengkaderan guna
melahirkan bibit-bibit unggul yang dapat meyakini fikrahnya Hizbut
Tahrir dan pada akhirnya dapat membentuk kerangka sebuah partai.
2. Tahapan Tafa'ul atau tahapan untuk berinteraksi dengan umat, hal ini
dilakukan untuk mengembangkan dakwah Islam. Interaksi yang
dimaksud adalah menggiring opini masyarakat akan masalah-masalah
yang sedang terjadi sekarang ini dan mencari solusi untuk diterapkan
ke dalam realitas kehidupan.
3. Tahapan Istilamiil Hukmi (pengambil alihan kekuasaan). Bagi mereka
untuk menerapkan hukum Islam secara praktis dan totalitas, sekaligus
90
Hizbut Tahrirut Tahrir, Strategi Dakwah Hizbut Tahrirut Tahrir (Depok: Pustaka
Thariqul Izzah, 2000) h. 57
44
juga untuk menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia
adalah dengan mengambil alih kekuasaan di suatu negara maupun
wilayah.
Ketiga tahapan tersebut harus berjalan dengan serentak dan bertahap,
maksudnya adalah tahap pertama dimulai dengan pendekatan serta memberikan
pemahaman terkait Islam (menurut pandangan Hizbut Tahrir). Dengan
memberikan pemahaman ini diharapkan dapat memberikan ilmu sampai
pencerahan spiritual. Secara pribadi walaupun Hizbut Tahrir memberikan edukasi
agamis secara cuma-cuma, tetapi mereka pun berharap bagi masyarakat untuk ikut
menjadi anggota Hizbut Tahrir. Bagi Hizbut Tahrir, mereka yang sudah paham
akan ajaran-ajaran yang tertuang dalam al-Qur’an maupun Sunnah dirasa sudah
cukup, karena diamsusikan bahwa mereka dapat mengamalkan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-harinya.
Inti dan maksud dari sistem pengkaderan Hizbut Tahrir adalah
pembentukan karakter dan kepribadian untuk setiap orang akan pentingnya ajaran-
ajaran Islam. Dengan pola, Hizbut Tahrir akan lebih fokus kepada para kalangan
muda, karena diharapkan para muda-mudi dapat meneruskan perjuangan ke
depannya. Setelah tahap pembentukan kader sudah mantap yang pada akhirnya
melahirkan ambisi jihad di setiap diri kader, dilanjutkan dengan membangun
komunikasi kepada kelompok-kelompok Islam lainnya, tentu saja mereka yang
memiliki visi misi yang sama yaitu mendirikan negara Islam. Bagi Hizbut Tahrir
menjalin hubungan dengan kelompok-kelompok lain adalah keharusan guna
mensukseskan proses sosialisasi ajaran-ajaran Islam.
45
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah penyadaran melalui opini dan
penggalangan kekuatan, karena saat ini umat Islam berada dalam dominasi produk
ideologi barat (kapitalisme dan sosialisme). Negara barat dengan gencar-
gencarnya melakukan peperangan dengan kaum Muslim di berbagai belahan
dunia. Agresi yang dilakukan bermaksud untuk menyebarkan pengaruh dan
dominasinya ke negara-negara kecil, terutama negara-negara Islam yang memliki
sumber daya alam yang melimpah.
Tahapan yang terakhir adalah fase di mana perjuangan umat Muslim sudah
tercapai. Bagi Hizbut Tahrir tahapan ini bisa tercapai karena pertolongan dari
Allah. Ketika sistem khilafah terbentuk, umat Muslim dapat dengan leluasa
mensosialisasikan ide-ide, pandangan serta konsep-konsepnya. Membangun
kejayaan bagi Islam menurut Hizbut Tahrir haruslah di bawah satu payung politik
yaitu di bawah naungan Daulah Islam, dengan khilafah sebagai sistem
pemerintahannya. Menurut sistem Khilafah bagi Hizbut Tahrir adalah sebuah
negara yang dipimpin oleh satu orang yang diangkat dan disumpah oleh kaum
Muslim, dan seorang pemimpin yang menjalankan pemerintahan dengan asas al-
Qur’an dan Sunnah, dan mengemban risalah ke seluruh penjuru dunia dengan
dakwah dan jihad.91
91
http//www.al-islam.or.id. Diakses pada 6 Agustus 2018
46
B. Isu Radikalisme
a. Radikalisme di Indonesia
Isu-isu radikalisme mulai menguat pada rezim pemerintahan Jokowi, isu
ini dianggap tidak terlalu mengancam bagi stabilitas keamanan negara pada rezim
sebelumnya. Paham radikalisme dianggap menjadi ancaman terberat bagi negara
Indonesia, apa lagi jika paham ini bertransformasi menjadi gerakan terorisme
yang dapat melahirkan bentuk intimidasi, kekerasan hingga pembunuhan. Salah
satu alasan diterbitkannya Perppu No. 2 Tahun 2017 adalah karena pemerintah
mensinyalir adanya ormas yang dalam kegiatannya mengacu pada paham
radikalisme, dan dalam hal ini adalah ormas HTI. Pemerintah menganggap bahwa
paham yang dianut HTI bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
dan berkeinginan untuk mengubah eksitensi dari NKRI. Faktor pendorong
munculnya gerakan radikalisme, yaitu:92
Pertama, faktor sosial-politik. Gejala kekerasan agama lebih tepat dilihat
sebagai gejala sosial-politik dari pada gejala keagamaan. Gerakan yang secara
salah kaprah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat
akar permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka
historisitas manusia masyarakat. Sebagaimana ungkapan Azyumardi Azra bahwa
memburuknya posisi negara-negara muslim dalam konflik utara-selatan menjadi
penolong utama munculnya radikalisme.
92
Jajar Zarkasy dan Thobib Al-Asyhar, Radikalisme Agama dan Tantangan Kebangsaan
(Jakarta: Direktorat Jendral Bimas Islam Kemenag RI) h. 11-12
47
Kedua, faktor emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab
gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya
adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu.
Kelompok gerakan yang muncul di tengah masyarakat dengan mengatasnamakan
agama secara terang-terangan memperlihatkan emosi kemarahan menolak
pemimpin yang dianggap kafir. Propaganda dan demo besar-besaran sebagai
wujud kemarahan yang diperlihatkan di depan media serta di berbagai daerah.
Sikap agresif yang dilakukan kelompok yang mengatasnamakan agama sulit
terditeksi apakah itu karena murni memperjuangkan agama, kurang pahamnya
akan ajaran agama atau hanya sebagai kendaraan elit politik tertentu. Emosi
keagamaan masyarakat adalah sebagai suatu getaran jiwa yang dapat
menggerakan mereka untuk melakukan aktifitas religi. Bagi kelompok yang
memiliki sikap perilaku beragama secara agresif dan memiliki akal budi yang
melebur dalam kemarahan dapat melakukan pengrusakan dan membunuh
pemimpin yang dianggap kafir.
Ketiga, faktor kultural. Faktor ini juga memiliki andil yang cukup besar
yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang
secara kultural, sebagaimana diungkapkan oleh Musa Asy’ari bahwa di dalam
masyarakat selalu ditemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring
kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor
kultural di sini adalah sebagai antitesa terhadap budaya sekularisme Barat.
Sekularisme di Indonesia selalu dikait-kaitkan dengan kapitalisme, liberalisme,
atheisme sebagai sebuah paham anti agama. Sekularisme Barat dianggap sebagai
48
paham anti agama karena menentang suatu agama diberi hak istimewa dalam
pengambilan kebijakan dalam sebuah negara. Nilai-nilai agama yang diterapkan
masyarakat dalam kehidupan harus sama rata dan tidak boleh terlalu diunggulkan
terutama dalam pengambilan keputusan negara karena sekularisme menganggap
agama sebagai privatisasi individu yang tidak boleh mengalami intervensi dari
orang lain. Oleh karena itu, bagi kelompok yang mengatasnamakan agama
berusaha melepas dari jeratan kebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
agam Islam. Melalui sebuah organisasi keagamaan beberapa kelompok
keagamaan melakukan pemberantasan terhadap budaya sekularisme dengan cara
radikal.
Keempat, faktor ideologis anti westernisme. Westernisme merupakan
suatu pemikiran yang membahayakan muslim dalam mengaplikasikan syariat
Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi penegakan syariat
Islam. Ideologi fundamentalisme sebagai ideologi anti westernisme.
Kelima, faktor kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan pemerintah di
negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi
dan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer
maupun ekonomi dari negara-negara besar.
Terkait isu radikalisme di Indonesia, pemerintah selalu mengkaitkan pola
gerakan radikal berasal dari golongan-golongan keagamaan, terkhusus mereka
yang tergolong dari agama Islam. Menurut Dr. Komaruddin Hidayat, menguatnya
gerakan paham radikal yang terjadi di rezim Jokowi karena adanya pembiaran
49
yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Pada masa
pemerintahan SBY, paham seperti ini cenderung tumbuh subur karena tidak
adanya tindakan apapun.93
Rezim Jokowi dinilai tidak cermat dalam menetapkan indikator-indikator
mengenai karakteristik organisasi yang tergolong ke dalam kelompok yang
berpaham radikal dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, karena hal
ini dapat mengakibatkan suatu organisasi kemasyarakatan dapat tanpa sengaja
keluar dari batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemerintah. Begitupun karena
minimnya mengenai kesadaran hidup berbangsa yang bersifat pancasialis, karena
maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang tanpa kita sadari itu semua
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.94
Tidak adanya indikator-indikator yang dikeluarkan oleh pemerintah,
mengakibatkan penilaian yang subjektif. Karena hal ini, asumsi terkait batasan-
batasan apa saja yang dapat dikategorikan melanggar hanya diketahui oleh
pemerintah saja dengan tanpa memberi ruang bagi publik untuk menilai tindak
pelanggaran sebuah ormas sehingga tidak terdapat aspek keadilan bagi ormas
yang dicurigai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
93
Putu Merta Surya Putra, Komaruddin Hidayat: Radikalisme Era Jokowi Akibat
Kebijakan SBY, https://www.liputan6.com/news/read/3064535/komaruddin-hidayat-radikalisme-
era-jokowi-akibat-kebijakan-sby. Diakses pada 21 Oktober 2018 94
http://uin-suka.ac.id/id/berita/detail/1437/pancasila-pondasiuntuk-menangkal-
radikalisme. Diakses pada 21 Oktober 2018
50
b. Negara Sebagai Counter Radikalisme
Negara Kesatuan Republik Indonesia tengah diguncang oleh tindakan
oknum-oknum yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi suatu
agama, dalam hal ini oknum yang mengatasnamakan Islam sebagai dasar gerakan
mereka. Apabila Ideologi negara sudah tidak kokoh maka akan berdampak
terhadap ketahanan nasional. Meningkatnya kasus radikalisme saat ini tak lepas
dari lemahnya sikap pemerintah dalam mengatasi tumbuhnya kelompok atau
perseorangan yang menyimpang dari komitmen NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan
Bhineka Tunggal Ika. Tidak adanya sikap tegas pemerintah membuat TNI/Polri
ragu bertindak. Masyarakat juga kurang peduli terhadap masalah ini. Kondisi ini
bisa berkembang di lingkungan masyarakat luas.
Berbagai opini dan pendapat dari berbagai kalanganpun bermunculan. Ada
yang berpendapat bahwa maraknya aksi radikalisme agama timbul akibat
lemahnya dan tidak seriusnya pemerintah dalam menangani kasus radikalisme
yang semakin berkembang akhir-akhir ini.
Meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia menjadi fenomena
sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan ataupun dihilangkan.
Bangsa Indonesia harus menyadari bahwa paham anti pancasila saat ini ada dan
berkembang pesat di masyarakat. Berbagai seminar dan dialog telah digelar untuk
mengupas persoalan ini mulai dari pencarian sebab hingga sampai pada
penawaran solusi, namun tidak kunjung memperlihatkan adanya suatu titik terang.
51
Beberapa faktor pendorong berkembangnya gerakan radikal di Indonesi,95
Pertama, lemahnya penegakan hukum mencapai 28,0%. Kedua, rendahnya
tingkat pendidikan dan lapangan kerja mencapai 25,2 %. Ketiga, lemahnya
pemahaman ideologi Pancasila mencapai 14,6%. Keempat, kurangnya dialog
antar umat beragama mencapai 13,9%. Kelima, kurangnya pemahaman agama
mencapai 4,9%. Keenam, ketidakpuasan terhadap pemerintah mencapai 2,3%.
Ketujuh, kesenjangan ekonomi mencapai 1,6%.
Dari fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa peran pancasila sangat
dibutuhkan dalam menumpas radikalisme agama di Indonesia. Pancasila sebagai
ideologi berarti suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita
mengenai sejarah masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari
kebudayaan Indonesia, oleh karena itu Pancasila dalam pengertian ideologi ini
sama artinya dengan pandangan hidup bangsa atau falsafah hidup bangsa.
Pancasila sebagai dasar negara yang mulai dilupakan sebagian besar
masyarakat Indonesia, mulai diangkat lagi ke permukaan. Sebagai masyarakat
plural bangsa Indonesia telah disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika, bukan oleh
satu agama saja. Bangsa ini mulai memperbincangkan kembali kesadaran untuk
memahami dan mengamalkan nilai Pancasila. Masyarakat seperti tercerahkan
bahwa selama ini Pancasila telah mati, merapuhkan NKRI dan membuka celah
bagi mereka yang ingin bertindak makar. Pancasila harus kembali menjadi
95
Aukha Uli, NKRI Harga Mati: Menangkal Gerakan Radikalisme dan Faham Anti
Pancasila yang Berkembang di Indonesia,
https://www.kompasiana.com/aukha/595d9c513a32727f7f336f22/nkri-harga-mati-menangkal-
gerakan-radikalisme-dan-faham-anti-pancasila-yang-berkembang-di-indonesia?page=all. Diakses
pada 15 Juli 2019
52
philosophische grondsag, falsafah dan pandangan hidup bangsa seperti yang
dicita-citakan oleh Ir. Soekarno.96
Oleh karena itu, segenap warga negara Indonesia wajib menjadikan
Pancasila sebagai pandangan hidup kesehariannya. Tak boleh lagi ada perdebatan
mengenai hukum Pancasila dalam suatu agama, karena pada hakikatnya Pancasila
tidak bertentangan dengan agama manapun. Justru para bapak bangsa Indonesia
selalu memasukkan sila Ketuhanan dalam setiap perumusan dasar negara. Itu
bukti bahwa kesadaran mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara harus
sejalan dengan kehidupan beragama di Indonesia.
Dialog antar umat beragama harus dikembangkan di Indonesia. K.H.
Hasyim Muzadi mengungkapkan, radikalisme berkembang akibat pembenaran
tanpa mengakui eksistensi agama yang lain. Kelompok radikal mengklaim agama
dan kelompoknya yang paling benar. Kesadaran pluralisme beragama perlu
dikembangkan lagi, agar tidak tercipta kebencian dan permusuhan antar umat
beragama. Di sinilah peran Pancasila amat dibutuhkan di mana pola pikir umat
beragama tidak boleh melihat sesuatu dengan sudut pandang agamanya saja,
namun juga harus lewat sudut pandang kebangsaan, dengan kata lain harus
terlebih dahulu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.97
Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran penting dalam
mencegah radikalisme. Revitalisasi lembaga, badan dan organisasi
96
Aukha Uli, NKRI Harga Mati: Menangkal Gerakan Radikalisme dan Faham Anti
Pancasila yang Berkembang di Indonesia 97
Hasyim Muzadi, Radikalisme Bukan Berasal dari Indonesia,
https://www.antaranews.com/berita/571117/hasyim-muzadi-radikalisme-bukan-berasal-dari-
indonesia. Diakses pada 15 Juli 2019
53
kemahasiswaan intra maupun ekstra kampus juga memiliki peran penting dalam
hal ini. Organisasi-organisasi yang ada di kampus memegang peranan penting
untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme ini melalui pemahaman
keagamaan dan kebangsaan yang komprehensif dan kaya makna. Di sini peran
mahasiswa dalam mencegah paham radikal sangat penting bagi generasi muda di
Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini harus melakukan langkah kongkrit dan nyata
agar masyarakat memiliki pemahaman mengenai pancasila dengan baik dan benar
serta pemerintah hendaknya membentuk suatu progam yang mampu
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh:98
Pertama, memasukkan kembali Pendidikan Pancasila ke dalam kurikulum
pendidikan SD, SMP, SMA, hingga Universitas agar para generasi muda memiliki
wawasan kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi sehingga dapat fokus
membangun bangsa tidak mudah terjerat oleh paham radikalisme agama. Kedua,
pemerintah harus segera mengontrol organisasi massa yang berpotensi melakukan
makar terhadap ideologi Pancasila. Dalam hal ini termasuk pula organisasi yang
anarkis dan tidak sejalan tujuan organisasinya dengan UUD, Pancasila, NKRI dan
Bhineka Tunggal Ika. Ketiga, ormas Islam moderat harus mampu menguatkan
andilnya dengan menolak segala macam bentuk radikalisme dan
fundamentalisme. Hal itu bisa dilakukan dengan berperan aktif membantu
pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya.
98
Aukha Uli, NKRI Harga Mati: Menangkal Gerakan Radikalisme dan Faham Anti
Pancasila yang Berkembang di Indonesia
54
Untuk menjalankan langkah itu, pemerintah harus berdiri di garda depan
sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap keamanan warga
negaranya. Ketegasan dan keseriusan negara dalam melindungi warganya,
menciptakan rasa aman, serta mencegah aksi kekerasan akibat radikalisme
keagamaan ini menjadi amanah konstitusi yang mendesak dilakukan. Dalam hal
ini, pemahaman kembali Pancasila sebagai pilar bangsa dan pilihan terhadap
paham keagamaan yang toleran dan moderat harus menjadi agenda yang
dipertimbangkan. Ketegasan negara dan dukungan dari masyarakat tentu akan
menjadi kekuatan strategis guna membendung faham radikalisme keagamaan ini.
Sudah saatnya semua pihak mulai mengesampingkan ego pribadi,
kelompok, maupun kedaerahan. Oleh karena semua yang dimiliki bangsa
indonesia ini merupakan aset bersama yang menjadi tanggungjawab bersama
untuk menjaganya. Adapun yang lebih penting lagi, jiwa nasionalisme yang mulai
pudar harus kita pupuk kembali demi keutuhan NKRI. Upaya untuk menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sangat diperlukan, sekarang marilah kita
bersama-sama belajar dari sejarah bangsa ini agar kita tidak lagi tergelincir di
masa depan.
Jangan sampai persatuan dan kesatuan yang telah dibina selama ini dan
telah menjadi senjata yang sangat ampuh bagi pejuang untuk memerdekakan
bangsa ini rusak hanya karena rasa ego dan menang sendiri. Bangsa Indonesia
masih mempunyai perjalanan panjang dan menjadi tugas setiap insan negeri ini
untuk membawa arah bangsa Indonesia lebih baik dari sebelumnya termasuk para
generasi muda yang menjadi tulang punggung penerus bangsa.
55
BAB IV
PEMBUBARAN HTI
A. Faktor-Faktor Pembubaran HTI
Pada tanggal 12 Mei 2017 ormas HTI resmi dibubarkan atas dasar
pertimbangan pemerintah. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa kegiatan-
kegiatan yang dilakukan ormas HTI dapat mengancam keutuhan NKRI. Tidak
hanya untuk HTI, tetapi untuk seluruh ormas yang berniat mengubah NKRI akan
dibubarkan melalui jalur hukum.99
Wiranto selaku Menkopolhukam menegaskan bahwa berdasarkan fakta-
fakta di lapangan dan juga setelah melalui proses panjang pengamatan, telah
menunjukan bahwa gerakan-gerakan dakwah HTI tidak hanya beranah religius,
tetapi telah memasuki ranah politik. Wiranto khawatir, dakwah yang seperti ini
dapat mengancam keutuhan NKRI. Setidaknya ada beberapa alasan pemerintah
membubarkan ormas HTI, yaitu:100
Pertama, HTI ingin mendirikan negara Khilafah. Bagi HTI konsep
Khilafah adalah satu-satunya model pemerintahan dalam Islam. Di dalam negara
Khilafah seluruh rakyat harus tunduk kepada seorang pemimpin (Khalifah).
Karena keyakinan ini, HTI tidak percaya dengan konsep NKRI karena
perwujudan dari sistem demokrasi yang mereka anggap konsep seperti ini tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Kedua, HTI tidak mempercayai Pancasila dan UUD
99
KOMPAS, Pemerintah Mengambil Sikap, 9 Mei 2017, h. 1/4 100
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, h. 3
56
1945 serta tidak mempercayai demokrasi dan sistem pemilihan umum. Apabila
saat ini HTI menerimanya, maka itu dilakukan hanyalah dalam retorika dan hanya
untuk sementara. Prinsip dan tujuan HTI suatu saat nanti Indonesia harus menjadi
bagian dari khilafah Islam. Ketiga, dalam doktrin HTI menyebutkan bahwa semua
negara di dunia merupakan dar el-kufur (rumah orang kafir) dan dar al-harb
(rumah yang boleh diperangi). Keempat, HTI ingin mengubah kedaulatan rakyat
menjadi kedaulatan Tuhan. Khalifah hanya untuk laki-laki Muslim, bahasapun
hanya menggunakan bahasa arab. Kelima, HTI menganggap demokrasi, HAM,
kesetaraan gender dan pluralisme adalah paham kafir.
Dalam konsep negara Khilafah yang dibayangkan oleh HTI adalah
lahirnya negara baru yang bernama Darul Islam (negara Islam). Hal ini akan
terjadi ketika sudah memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Hukum yang diterapkan di
negara tersebut adalah hukum Islam. (2) Pemerintahan di negara tersebut
dikendalikan penuh oleh kaum Muslim. Sedangkan bagi non-Muslim, mereka
adalah warga kelas dua yang tidak memiliki hak politik yang sederajat.101
Selain dari fakta-fakta di atas, telah terjadinya bentrokan serta pengusiran
oleh masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan HTI di berbagai pelosok daerah.
Misalnya yang telah terjadi sepanjang bulan April 2017, data menyebutkan
setidaknya terdapat empat kali pembubaran akan kegiatan HTI di berbagai
daerah.102
101
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, November 2017, h. 3 102
Majalah Info Singkat Hukum, Vol. IX, No. 10/II/Puslit/Mei/2017
57
Melihat fakta-fakta di atas, sudah jelas bahwa ormas HTI bertentangan
dengan nilai-nilai yang tertuang pada Pancasila dan UUD 1945. Oleh sebab itu
pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah untuk membubarkan ormas
ini tepat, melihat dari dampak yang akan terjadi jika HTI tetap dibiarkan dan akan
terus melakukan kegiatannya. Berkaca pada negara-negara lain yang sudah lebih
dulu membubarkan ormas Hizbut Tahrir, pemerintah mengambil sikap untuk
membubarkan juga ormas tersebut.
Sebagai negara yang berlandaskan hukum, pemerintah tentu harus selalu
mengacu pada konstitusi yang ada untuk setiap kebijakan yang mereka buat dan
tentu saja harus menjunjung tinggi proses demokrasi ke dalam setiap
penerapannya, sebab HAM harus selalu dilindungi oleh payung hukum. Dengan
demikian pula terkait pembubaran ormas HTI ini, pemerintah harus melalui
proses dan tahapan hukum yang berlaku.
B. Landasan Hukum Pembubaran Ormas
UU tentang Ormas dibuat untuk memberikan aturan-aturan yang
komprehensif terkait persoalan ormas. Di dalam UU Ormas menegaskan bahwa
UU Ormas adalah wadah bagi siapapun untuk menjalankan kebebasan berserikat,
berkelompok dan mengeluarkan pendapatnya, semua ini adalah buah hasil dari
Hak Asasi Manusia. Di negara Indonesia sendiri, terbentuknya ormas diharapkan
dapat ikut andil berpartisipasi guna membangun tujuan serta cita-cita nasional.
Persolanan sekarang adalah munculnya ormas-ormas yang dinilai
pemerintah bersebrangan dengan cita-cita nasional dan pada akhirnya dapat
58
mengganggu eksitensi Indonesia sebagai negara bangsa. Dari pihak ormas sendiri,
mereka menyangkal bahwa mereka tidak ikut berpartisipasi positif guna
membangun cita-cita nasional dan menilai pemerintah sewenang-wenang dalam
mengambil kebijakan.
Menurut penulis, terkait akan dibubarkannya badan hukum HTI oleh
pemerintah adalah upaya pemerintah dalam menjalankan tugasnya, yaitu upaya
perlindungan negara terhadap hak asasi manusia lainnya dan bukan sebagai
bentuk sewenang-wenang pemerintah dalam upaya pembatasan hak kebebasan
berserikat. Karena sudah tegas diatur dalam konstitusi Pasal 28 j Ayat (2) Tahun
1945 yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak asasi dan kebebasan
secara individu maupun kolektif, setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia lainnya dan wajib taat kepada pembatasan yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang tersebut. Hal ini semata-mata bertujuan untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil dengan pertimbangan moral, nilai-nilai, agama,
kesamaan dan ketertiban umum lainnya dalam masyarakat yang demokratis.103
Dari sudut pandang hukum, ormas HTI dianggap telah melakukan
pelanggaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 59 ayat (4) UU tentang ormas,104
bahwa adanya larangan bagi ormas untuk menganut, mengembangkan serta
menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Begitu pula dengan Pasal 21 UU tentang ormas, bahwa ormas memiliki kewajiban
103
Lihat Undang-Undang Dasar Pasal 28 & Ayat (2) 104
Lihat Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 59 Ayat (4)
c
59
antaranya adalah wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan
NKRI dan wajib menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian bagi
masyarakat.105
Di dalam kerangka hukum UU tentang ormas, jika HTI dianggap telah
melanggar aturan-aturan tersebut, maka terlebih dulu dapat dikenai sanksi
administratif, sesuai pada Pasal 60 Ayat (1) UU tentang ormas.106
Terdapat
beberapa sanksi yang tertuang pada Pasal 61, yaitu:107
1. Peringatan tertulis.
2. Penghentian bantuan dan/atau hibah.
3. Penghentian sementara kegiatan.
4. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan
hukum.
UU tentang ormas ini juga menentukan bahwa sebelum menjatuhkan
sanksi administratif kepada ormas yang bersangkutan, pemerintah perlu
melakukan upaya persuasif.108
Terkait dengan hal ini, faktanya pemerintah
melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa
Kemendagri sudah banyak memberikan peringatan kepada HTI,109
meskipun
pernyataan ini dibantah oleh pihak HTI. Juru bicara HTI, Ismail Yusanto
105
Lihat Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 21 106
Lihat Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 60 Ayat (1) 107
Lihat Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 61 108
Lihat Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 60 Ayat (2) 109
Wawancara dengan Sri Yunanto(Kemenpolhukan), 1 September 2018, Jakarta
60
mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah menerima surat peringatan ataupun
teguran dari pemerintah.110
C. HTI Menggugat
“Kita merasa dirugikan atas keputusan Menkopolhukam karena
pencabutan status hukum ini. Karena hal ini kita tidak bebas dalam
melakukan kegiatan, seperti berdakwah, membuat seminar dan lain-lain.
Adapun penolakan di tengah-tengah masyarakat kepada anggota-anggota
kita. Oleh karena itu, kita merasa perlu untuk melakukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).”111
HTI berpendapat bahwa keputusan yang dikeluarkan Menteri Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertentangan pula dengan Asas-
Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).112
Dalam salah satu poin yang diutarakan oleh pemerintah terkait faktor
dibubarkannya HTI adalah bahwa HTI dinilai tidak berperan positif guna
membangun cita-cita nasional. Tetapi HTI membantah itu, karena faktanya sudah
lebih dari 25 tahun ormas HTI telah melakukan kegiatan-kegiatan dakwahnya
secara intensif di seluruh wilayah di Indonesia dan ini terbukti telah memberikan
kontribusi yang positif bagi pembangunan SDM negeri ini.
110
Wawancara dengan Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), 31 Agustus 2018, Jakarta 111
Wawancara dengan Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), 31 Agustus 2018, Jakarta 112
Dokumen Gugatan HTI dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Oktober
2017, h. 3
61
HTI menganggap bahwa krisis yang dialami di negara ini seperti korupsi
dan lain-lain berpangkal dari lemahnya integritras SDM yang ada. Selain itu, HTI
juga terlibat dalam usaha menjaga negeri ini dari ancaman neo-liberalisme dan
neo-imperialisme dengan jalan mengkritisi berbagai peraturan perundangan liberal
yang akan merugikan bangsa dan negara seperti UU Migas, UU SDA, UU
Penanaman Modal, juga UU Sisdiknas dan lainnya, juga menentang gerakan
separatisme dan upaya disintegrasi.
Ormas HTI pun juga terlibat dalam kegiatan sosial seperti mengirim
relawan untuk membantu korban bencana alam di berbagai wilayah di Indonesia,
seperti Tsunami Aceh (2004), gempa Jogjakarta (2006) dll. Karena hal-hal di atas,
HTI menilai atas tudingan-tudingan negatif yang dilemparkan kepada mereka
tidaklah benar, sementara mereka-mereka yang korupsi, menjual aset negara
dibiarkan saja. 113
Bagi HTI bahwa identitas, asas dan tujuan berdirinya ormas ini
adalah sesuatu hal yang normal dan sah dan tidak ada hal-hal yang bertentangan
dengan dasar negara maupun Pancasila, HTI pun mengakui keberadaan NKRI.
Mengaku sebagai organisasi dakwah, kegiatan-kegiatan yang dilakukan
HTI tidak lain adalah menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat.
Tidak ada yang disampaikan oleh HTI, baik itu terkait aqidah, syakhsiyyah,
syariah, dakwah maupun khilafah dan lainnya kecuali ajaran Islam. Dan menurut
UU yang ada, ajaran Islam tidak pernah disebut sebagai paham yang bertentangan
dengan Pancasila. Oleh karena itu tudingan bahwa kegiatan HTI bertentangan
dengan Pancasila adalah tidak benar dan sama sekali tidak bertentangan dengan
113
Wawancara dengan Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), 31 Agustus 2018, Jakarta
62
peraturan perundangan yang ada. HTI berpendapat bahwa saat ini tengah
berlangsung politisasi Pancasila, yakni menjadikan Pancasila sebagai alat untuk
mensingkirkan lawan politik dengan alasan anti Pancasila, sementara yang
menuduh tak lebih baik dari yang dituduh.114
“Perppu Ormas itu bakal membuka pintu diktatorisme gaya baru. Terlihat
dari beberapa hal. Pertama, dihapuskannya proses pengadilan dalam
mekanisme pembubaran Ormas. Artinya, pemerintah menjadi pihak
tunggal yang berhak menilai, menuduh dan mengadili sekaligus memvonis
sebuah Ormas yang dianggapnya melanggar ketentuan. Dengan
dihapusnya pengadilan, maka tidak ada lagi ruang bagi Ormas untuk
membela diri. Ini ciri utama diktatorisme yang represif dan otoriter.
Kedua, kaburnya pengertian paham atau ajaran yang disebut
bertentangan dengan Pancasila. Dalam UU yang lama, paham yang
disebut Anti Pancasila itu cukup jelas didefinisikan, yakni Ateisme,
Komunisme, Leninisme dan Marxisme. Dalam Perppu ini ada tambahan
frasa “dan paham lain yang akan mengganti Pancasila dan UUD 1945”.
Apa yang maksud dengan paham lain? Tidak jelas. Padahal itu frasa ada
dalam penjelasan. Jadi penjelasan yang menimbulkan ketidakjelasan.
Ketiga, terdapat ketentuan pemidanaan terhadap individu yang menjadi
anggota dan pengurus Ormas bila Ormasnya terbukti melanggar larangan
yang disebut dalam Pasal 59 Ayat 4 khususnya dengan pemidanaan yang
sangat berat, yakni hukuman penjara minimal 5 tahun hingga seumur
114
Wawancara dengan Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), 31 Agustus 2018, Jakarta
63
hidup. Artinya, Perppu ini menganut prinsip kejahatan asosiasi. Yakni
orang dipidanakan bukan oleh karena perbuatannya tapi oleh karena
kesertaannya dalam sebuah korporasi. Ini tentu sangat berbahaya.
Keempat, Perppu ini juga membuka ruang bagi pengadilan pikiran dan
keyakinan. Sesuatu yang selama ini ditolak keras, melalui Perppu ini
justru dilakukan, sebagaimana disebut dalam Pasal 59 Ayat 4. Menganut
itu kan sesuatu yang ada dalam pikiran dan keyakinan.”115
Bagi Ismail Yusanto, tujuan diterbitkan Perppu ini adalah untuk
membungkam kelompok-kelompok yang dirasa tidak sejalan dengan asas-
asas Pancasila. “Perppu ini akan menjadi alat untuk menekan siapa saja
dengan alasan-alasan politis yang dibuat-buat.”116
D. Respons Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan
Kementerian Hukum dan HAM memberikan jawaban terkait gugatan yang
dilontarkan dari pihak HTI, jawaban ini bermaksud untuk menguraikan tentang
dasar alasan HTI dibubarkan melalui SK pencabutan status badan hukum.
Kemenpolhukam berpendapat bahwa SK yang dikeluarkan tidak bertentangan dan
sah di mata hukum, karena:117
Pertama, ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang
yang dimaksud dalam menerbitkan SK pembubaran HTI adalah Dirjen
Administrasi Hukum Umum atas nama Menteri Hukum dan HAM sesuai dengan
Pasal 61 Ayat (3) Perppu Ormas yang menyatakan bahwa sanksi administratif
115
Wawancara dengan Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), 31 Agustus 2018, Jakarta 116
Wawancara dengan Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), 31 Agustus 2018, Jakarta 117
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, November 2017, h. 11-13
64
berupa pencabutan SK dan pencabutan status badan hukum langsung dilakukan
oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Hukum dan HAM.118
Kedua, SK dibuat dengan prosedur. Prosedur yang dimaksud adalah
Menteri yang menyelenggarakan pemerintahan dibidang hukum dan HAM dapat
meminta pertimbangan dari instansi terkait.119
Mengacu pada pasal tersebut,
penerbitan SK telah melalui pertimbangan intansi terkait yang dimaksud yaitu
Kementerian Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Ketiga, substansi yang sesuai dengan objek keputusan. Adapun substansi
yang dimaksud bahwa dalam SK yang diterbitkan telah memberikan sanksi
berupa pencabutan status badan hukum, terhadap ormas yang mengancam
kedaulatan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pemerintah menjelaskan bahwa HTI telah mengingkari asas-asas umum
yang berlaku untuk organisasi kemasyarakatan yang berpedoman pada Pancasila
dan UUD 1945 di dalam NKRI. Pengingkaran yang dilakukan oleh HTI tersebut
dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif untuk mengganti Pancasila
dengan sistem khilafah dan dapat mengancam bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara, pengingkarannya antara lain:120
Pertama, HTI mendaftarkan diri sebagai Organisasi Kemasyarakatan,
faktanya HTI adalah organisasi politik yang memiliki tujuan, yaitu merebut
kekuasaan. Kedua, HTI di Indonesia sendiri memiliki tujuan politik yang sama
118
Lihat Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 61 Ayat (3) 119
Lihat Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 61 Ayat (4) 120
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, November 2017, h. 14-15
65
dengan organisasi politik Hizbut Tahrir yang berada di negara lain, yaitu untuk
membubarkan sistem suatu negara bangsa termasuk di dalamnya NKRI dan
menggantinya dengan sistem Khilafah. Ketiga, HTI telah mengadopsi,
menerjemahkan dan menerbitkan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami
Hizbut Tahrir (AD Dustur Al-Islami), yang ditulih oleh pendirinya Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani. Keempat, HTI juga telah mengadopsi, menerjemahkan
dan menerbitkan buku Peraturan Hidup Dalam Islam. Yang ditulis oleh Syaikh
Taqiyuddin sendiri. Kelima, HTI berulang kali melakukan kegiatan di berbagai
daerah yang terbukti bertentangan bahkan hendak mengganti Pancasila. Keenam,
pada 12 Agustus 2007, HTI mengadakan konfrensi tentang Khilafah di Gelora
Bung Karno. Ketujuh, Pada 2 Juni 2013, HTI mengadakan Muktamar Khilafah di
Gelora Bung Karno Kedelapan, Di dalam anggarannya, HTI mencantumkan
NKRI, Pancasila dan UUD 1945, tetapi kenyataannya mereka mengingkari
keberadaan NKRI, Pancasila dan UUD 1945 di setiap kegiatannya.
Faktanya, HTI melakukan indoktrinasi politik melalui media atau forum
seperti dakwah, diskusi, seminar, pengajian, penerbitan buku dan unjuk rasa.
Dalam penyampaian doktrin-doktrinnya tersebut, HTI selalu mengangkat isu
terkait kondisi sosial-politik dari sisi negatifnya saja, sebagai bentuk bobroknya
pemerintah dan Undang-Undang. Karena konstitusi dan dasar negara Pancasila
adalah produk dari dar el-kufur dan itu bertentangan dengan ajaran Islam.121
121
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, November 2017, h. 15
66
HTI menganggap bahwa syariat Islam adalah salah satu hukum positif
NKRI. Namun sebenarnya dalih yang disampaikan oleh HTI tersebut
mengandung logika berpikir yang keliru dan manipulatif. Hukum syariat Islam
adalah hukum yang secara jelas, tegas dan nyata hanya berlaku kepada warga
negara Indonesia yang beragama Islam saja. Sedangkan HTI ingin mendirikan
suatu Daulah Khilafah Islamiyah yang berdasarkan akidah Islamiyah sebagai
dasar negara dan memberlakukan syariat Islam bagi seluruh warga negaranya
tanpa terkecuali.122
“...misalkan Hizbut Tahrir berhasil menjadikan sistem negara menjadi
khilafah, perempuan-perempuan tidak bisa memilih di pemilu, begitupun
dengan non-Muslim. Negara Indonesia mengakui enam suku agama yang
memiliki hak dan kewajiban yang sama, sedangkan tidak bagi Hizbut
Tahrir, perempuan dan non-Muslim menjadi warga kelas dua, tidak punya
hak pilih. Sampai bahasapun akan diubah menjadi bahasa arab,
sedangkan ada UU nya itu dan sumpah pemuda, bahasa persatuan.
Indonesia negara demokrasi dan Hizbut Tahrir mengharamkan
demokrasi. Dari sini jelas bahwa HTI bertentangan dengan Pancasila dan
NKRI.”123
122
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, November 2017, h. 15 123
Wawancara dengan Sri Yunanto(Kemenpolhukan), 1 September 2018, Jakarta
67
Adapun kekeliruan HTI terkait paham Khilafahnya dari pandangan
tersebut, terdapat dua hal yang penting untuk disampaikan, antara lain:124
Pertama, pertentangan antara paham khilafah dengan konsep NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sangatlah nyata, karena:
a. Konsep negara yang dianut HTI adalah negara agama, bukan negara
hukum. Prinsip ini ditegaskan oleh Taqiyuddin An-Nabhani dalam
Daulah Islam.
b. Undang-Undang Dasar dalam sistem Daulah Khilafah Islamiyah
bukanlah UUD 1945 melainkan Akidah Islamiyah. Hal ini disebutkan
dalam Daulah Islamiyah.
c. Paham khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif, sebagaimana yang ditulis oleh Taqiyuddin An-
Nabhani.
d. HTI menyatakan bahwa konsep demokrasi dan HAM sebagai paham
kafir.
e. Prinsip kekhilafahan bertentangan dengan prinsip equality before the
law karena hak kaum Muslim lebih besar dibandingkan umat
beragama lainnya, sebagaimana ketentuan yang tertulis dalam Undang-
Undang Dasar Khilafah Hizbut Tahrir.
Kedua, fatwa MUI hasil ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia ketiga
tahun 2009 di Padang Panjang tanggal 24-26 Januari, yaitu fatwa tentang masail
124
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, November 2017, h. 17-19
68
asasiyah wathaniyah (masalah-masalah strategis kebangsaan) menyatakan antara
lain:
a. Kesepakatan bangsa Indonesia untuk membentuk NKRI dengan
Pancasila sebagai falsafah bangsa dan UUD 1945 sebagai konstitusi
merupakan ikhtiar untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur
kesejahteraan bersama di mana kesepakatan ini mengikat seluruh
elemen bangsa.
b. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk baik suku, ras, budaya
maupun agama. Oleh karenanya bangsa Indonesia sepakat untuk
mengidealisasikan bangsa ini sebagai bangsa yang majemuk dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
c. Umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa ini harus terus
menjaga konsensus nasional tersebut.
d. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, setelah proklamasi 1945,
Islam memandang posisi umat beragama merupakan bagian warga
bangsa yang terikat oleh komitmen kebangsaan sehingga harus hidup
berdampingan secara damai dengan prinsip mu’ahadah dan
muwatsaqah, bukan posisi muqatalah.
Adapun paham yang dianut, dikembangkan dan disebarluaskan oleh HTI
pada kenyataannya dapat menimbulkan bahaya tersendiri bagi kehidupan
69
berbangsa dan bernegara karena menimbulkan kecendrungan terjadinya kekerasan
fisik dan potensi konflik horizontal dalam upaya mencapai tujuan, di antaranya:125
Pertama, adanya seruan terhadap militer untuk mengambil alih kekuasaan
dan menyerahkan kepada HTI. Kedua, adanya penolakan dari elemen masyarakat
lain terhadap paham yang disebarluaskan, sehingga menimbulkan gesekan di
masyarakat. Ketiga, adanya fakta bahwa terdapat tokoh-tokoh radikal, baik yang
sudah berstatus terpidana maupun yang belum menjalani proses hukum, yang
mempunyai paham yang sama dan terafiliasi dengan HTI.
E. Masa Depan Doktrin HTI
Faktanya, wacana pembubaran ormas anti Pancasila sudah lama
diwacanakan tetapi pihak pemerintah yang masih ragu untuk bertindak. Pasca
Pilkada DKI yang akhirnya dimenangkan oleh Paslon Anies dan Sandi, serta
adanya dugaan peran ormas-omas radikal anti Pancasila yang memenangkan
pasangan tersebut dan ditambahnya isu-isu politik yang mengancam keutuhan
bangsa, membuat pemerintah semakin yakin dan membulatkan tekad untuk
mengeluarkan suatu regulasi baru, yaitu dibentuknya Perppu tentang organisasi
kemasyarakatan.
Terdapat tiga cara yang dapat diambil oleh pemerintah terkait keberadaan
ormas Hizbut Tahrir: pertama, mengakui Hizbut Tahrir sebagai organisasi resmi,
kedua, tidak mengakui tetapi juga tidak untuk melarangnya, ketiga, melarangnya.
125
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, November 2017, h. 19-20
70
Dari ketiga pilihan tersebut, pemerintah Indonesia akhirnya memilih untuk
membubarkan serta melarang organisasi Hizbut Tahrir.
Dengan bermodalkan Perppu No. 2, pemerintah Indonesia akhirnya
dengan resmi mencabut badan hukum ormas HTI. Argumen yang digunakan
adalah bahwa kehadiran HTI ini dapat mengancam NKRI, karena ormas ini
mengusung visi menegakan negara Islam berbasis sistem Khilafah.
Setelah dibubarkannya HTI, maka tantangan sesungguhnya bagi
pemerintah adalah memastikan bahwa paham yang dianut oleh ormas ini ikut
“bubar” seiring dengan ormasnya. Faktanya para anggota dan simpatisan Hizbut
Tahrir di beberapa negara tetap bertahan dan memegang teguh visi dan misinya
meskipun sudah dilarang oleh pemerintah. Sebagai contoh, di negara Kirgistan,
Kazakstan, Tajikistan, Mesir, Turki, Banglades dan Pakistan, mantan anggota
Hizbut Tahrir ternyata sampai saat ini masih melanjutkan perjuangan mereka
secara terselubung meski telah dinyatakan ilegal oleh pemerintah.
Rencana pembentukan ormas baru sebagai pengganti HTI sangat mungkin
dilakukan. Para kader dan simpatisan HTI masih dapat kembali berkumpul dan
berserikat dengan organisasi lain. Hal seperti ini amat sangat mungkin terjadi bagi
HTI.
Kondisi seperti ini persis seperti apa yang telah terjadi di negara-negara
yang lebih dulu membubarkan ormas Hizbut Tahrir. Para mantan Hizbut Tahrir di
beberapa negara terlihat memanfaatkan kondisi ini lalu mengisi ruang kosong dan
71
menjadi saluran perlawanan masyarakat dan kelompok-kelompok etnis tertentu
yang miskin dan tertindas.126
Kemungkinan lain yang akan terjadi adalah para anggota atau simpatisan
HTI berpindah haluan dan memilih untuk ikut bergabung dengan partai politik.
Mereka akan memilih untuk ikut bergabung dengan partai yang memiliki ideologi
yang mirip dengan HTI, seperti: PKS, PPP, PAN dan PBB. Hal ini amat sangat
mungkin terjadi mengingat partai politik yang bersifat pragmatis, mereka tidak
menganggap pentingnya suatu identitas atau ideologi agama yang mereka anut.
Selama dapat menguntungkan elektoral, meraka akan sangat terbuka untuk
menampung suatu kelompok tanpa melihat rekam jejak kelompok tersebut.
Bahkan partai politik sendiri akan menawarkan jabatan yang menggiurkan selama
itu dapat menguntungkan mereka.127
Prediksi akan bergabungnya mantan HTI dengan partai politik atau dengan
berdirinya partai baru, dianggap lebih aman dan realistis untuk dilakukan. Karena
dengan berpegang dengan partai politik, cita-cita HTI untuk mendirikan negara
Khilafah amat sangat mungkin terjadi karena dapat tersalurkan secara
konstitusional. Jika hal ini terjadi, tentu akan lebih sulit bagi pemerintah untuk
bertindak. 128
Keterlibatan HTI dalam menyalurkan kekuatannya melalui pihak oposisi
sudah terlihat, misalnya pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. HTI kerapkali
126
CRCS UGM, Setelah HTI Dibubarkan: Konsistensi atau Kompromi?,
https://crcs.ugm.ac.id/id/berita-utama/11189/setelah-hti-dibubarkan-konsistensi-atau-
kompromi.html. Diakses pada 14 Oktober 2018 127
Wawancara dengan Ali Munhanif, 26 November 2018, Jakarta 128
Wawancara dengan Ali Munhanif, 26 November 2018, Jakarta
72
melakukan demonstrasi untuk menolak pencalonan Ahok yang terduga telah
menistakan Al-Qur’an. Atas fenomena ini, HTI menunjukan bahwa dia tidak
sejalan dengan pejuang Syariah lainnya, karena yang diinginkan mayoritas Islam
adalah dijatuhkannya hukuman pidana bagi Ahok karena telah menistakan Al-
Qur’an.
Doktrin lain ormas Hizbut Tahrir adalah kembalinya Khilafah adalah janji
Allah yang kelak pasti akan datang. Hal inilah yang menyebabkan gigihnya
perjuangan mereka untuk berdakwah. Doktrin-doktrin tersebut jugalah yang
membuat anggota Hizbut Tahrir melakukan sesuatu tidak hanya atas
pertimbangan taktis gerakannya saja tetapi karena adanya keyakinan teologis
bahwa bagi Muslim yang meninggal tidak dalam kondisi berbaiat pada imam
ataupun Khalifah maka dia mati dalam keadaan mungkar. Bagi mereka jika
Khilafah belum berdiri selama masa hidupnya, mereka akan selalu gigih untuk
mendirikan Khilafah, karena mereka tidak mau tunduk pada sistem dan rezim
sekuler yang tentu saja dengan balasan surga.
Setelah kita melihat berbagai macam doktrin HTI di atas, dapat dipastikan
bawah gerakan ini tidak akan pernah hilang di Indonesia. Walaupun organisasinya
telah resmi dibubarkan, tetapi pemikiran untuk memperjuangkan negeri Khilafah
akan terus diperjuangkan oleh anggota dan simpatisannya dengan model gerakan
dan identitas perjuangan yang berbeda.
73
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang apa saja peran serta strategi pemerintah dalam
menyikapi organisasi radikal di Indonesia, terutama ormas HTI, bisa kita tarik
kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, HTI adalah gerakan dakwah tetapi dalam dakwah itu terdapat
subtansi yang mengandung suatu gerakan politik dan gerakan politik yang dianut
adalah membangun kekhilafahan. Konsep Khilafah adalah konsep yang berupaya
untuk mentiadakan konsep negara bangsa. Dalam perkembangannya di Indonesia,
HTI menjadi gerakan politik yang mempengaruhi opini publik untuk mengganti
eksitensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 dengan konsep Khilafah.
Kedua, strategi pemerintah dalam membubarkan HTI diawali saat
Menkopulhukam Wiranto memberikan pernyataan kepada pers terkait alasan
pemerintah dalam membubarkan organisasi tersebut. Langkah pemerintah
selanjutnya adalah penerbitan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang
(Perppu) No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat, urgensi
dikeluarkannya Perppu ini karena dinilai lebih jika dibandingkan melalui
mekanisme yang diatur dalam UU Ormas.
Ketiga, HTI resmi dibubarkan karena beberapa faktor yaitu; (1) HTI ingin
mendirikan negara Khilafah. (2) HTI tidak mempercayai Pancasila dan UUD
74
1945 serta tidak mempercayai demokrasi dan sistem pemilihan umum. (3) Doktrin
HTI menyebutkan bahwa semua negara di dunia merupakan dar el kufur (rumah
orang kafir) dan dar al-harb (rumah yang boleh diperangi). (4) HTI ingin
mengubah kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan Tuhan. Khalifah hanya untuk
laki-laki Muslim, dan bahasa hanya menggunakan bahasa arab. (5) HTI
menganggap demokrasi, HAM, kesetaraan gender dan pluralisme adalah paham
kafir.
Keempat, upaya pembubaran HTI bukanlah upaya pembatasan hak
kebebasan berserikat. Hal tersebut adalah bentuk usaha pemerintah dalam
menjalankan tugasnya, yaitu upaya perlindungan negara terhadap hak asasi
manusia lainnya. Karena sudah tegas diatur dalam konstitusi Pasal 28j Ayat (2)
Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak asasi dan
kebebasan secara individu maupun kolektif, setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia lainnya dan wajib taat kepada pembatasan yang telah ditetapkan
oleh Undang-Undang. Hal ini semata-mata bertujuan untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil dengan pertimbangan moral, nilai-nilai, agama, kesamaan dan
ketertiban umum lainnya dalam masyarakat yang demokratis.
Ketiga, visi dan misi ormas HTI tidak akan pernah hilang di Indonesia ini,
walaupun secara hukum HTI resmi dibubarkan, tetapi para kader serta simpatisan
tidak akan pernah berhenti untuk menjalankan dakwah. Hal seperti ini karena
doktrin yang begitu kuat yang ditanamkan kepada anggota-anggotanya.
75
B. Saran
1. Saran yang pertama diperuntukan kepada pihak pemerintah adalah untuk
lebih peka terhadap isu-isu radikalisme di Indonesia ini. Terkait dengan
pembubaran HTI, dirasa kurangnya pemerintah dalam melakukan diskusi
maupun musyawarah terhadap pihak HTI terkait persoalan Khilafah.
2. Untuk HTI, diharapkan bagi para petinggi-petinggi HTI untuk lebih
openmind terkait Khilafah, karena persoalan Khilafah ini tidak hanya
terpaku pada ranah politik maupun bentuk negara saja. Sistem Khilafah
terjadi pada masa Khulafatu ar-Rasyidin di mana sistem seperti inilah
yang dirasa memungkinkan untuk diterapkan pada masa itu.
3. Bagi masyarakat diharapkan untuk selalu meyikapi persoalan seperti ini
dengan objektif.
x
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku:
Abdullah. 2002. Mahafim Hizbut Tahrir. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia.
Afif, Abu. 2002. Mengenal Hizbut Tahrir, Partai Politik Islam Ideologis. Bogor:
Pustaka Thoriqul Izzah.
Amal, Taufiq Adnan, dkk.2004. Politik Syariat Islam dari Indonesia Hingga
Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet.
As-Suyuti. 2000. Tarikh Khulafa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Astawa, I Gde Pantja dan Suprin Na’a. 2012. Memahami Ilmu Negara & Teori
Negara. Bandung: Pt. Refika Aditama.
Asy'arie, Musa. 1992. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-qur'an.
Yogyakarta.
Azra, Azyumardi. 1996. Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalis,
Modernisme, Hingga Post-Modernisme. Jakarta: Paramadina.
Bohari. 1995. Hukum Anggaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Busroh, Abu Daud. 2010. Ilmu Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Cevilla, Convelo G. dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Esposito, John L. 1996. Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?. Bandung: Mizan.
xi
Hanifah, Nur. 2007. Pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia: Aktifitas HTI di IPB.
Depok: Skripsi UI.
Hasani, Ismail dan Bonar T.N. 2012. Dari Radikalisme Menuju Terorisme.
Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara.
Hendarto, Heru. 1993. Mengenal Konsep Hegemoni Gramsci: dalam Diskursus
Kemasyarakatan dan Kemanusiaan. Jakarta: Gramedia.
Hizbut Tahrirut Tahrir. 2000. Strategi Dakwah Hizbut Tahrirut Tahrir. Depok:
Pustaka Thariqul Izzah.
Huda, Ni’matul. 2010. Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
Husaini, Adian. 2006. Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Gema Insani Press.
Hussein. 1991. Membentuk Jama’atul Muslimin. Jakarta: Gema Insani Press.
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga.
Jahroni J., Jajang. 2004. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Kartodirjo, Sartono. 1995. Ratu Adil. Jakarta: Sinar Harapan.
Khalik Ridwan, Nur. 2008. Regenerasi NII: Membedah Jaringan Islam Jihadi di
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Mahendra, Yusril Ihka. 1999. Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik
Islam. Jakarta: Paramadina.
Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara.
xii
MD, Moh. Mahfud. 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Muchsan. 2000. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Nurlinda, Ida. 2009. Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Perspektif Hukum.
Jakarta: Rajawali Press.
Rais, M. Amien. 1999. Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta. Bandung:
Mizan.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana.
Simorangkir, J.C.T. dan B. Mang Reng say. 1982. Tentang dan Sekitar Undang-
Undang Dasar 1945. Jakarta: Jembatan.
Soehino. 2005. Ilmu Negara. Yogyakarta: Yogyakarta Liberty.
Sudarto. 1995. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Bandung.
Syam, Nur. 2009. Tantangan Multikulturalisme Indonesia Dari Radikalisme
Menuju Kebangsaan. Yogyakarta: Percetakan Kanisius.
Tim Hizbut Tahrir. 2007. Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut
Tahrir. Bogor: Thariqul Izzah.
Tim Hizbut Tahrir. 2009. Manifesto Hizbut tahrir untuk Indonesia: Indonesia,
Khilafah dan Penyatuan Kembali Dunia Islam. Jakarta: HTI Press.
xiii
Turmudzi, Endang dan Sihabudin, Riza. 2006. Islam dan Radikalisme di
Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
Ubaedillah, A. dan Abdul Rozak. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila,
Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah.
Utrecht, E. 1960. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Bandung:
FHPM Univ. Padjajaran.
Wadjdi, Farid. 2002. Bungan Rampai Syariat Islam. Jakarta: Hizbut Tahrir
Indonesia.
Wardaya, Manunggal K. 2014. Konstitusionalisme Dalam Dinamika Negara
Hukum. Bandar Lampung: Indepth Publishing.
Zada, Khamami dan Arif R. Arafah. 2013. Diskursus Politik Islam. Jakarta: LSIP.
Zarkasy, Jajar dan Thobib Al-Asyhar. Radikalisme Agama dan Tantangan
Kebangsaan. Jakarta: Direktorat Jendral Bimas Islam Kemenag RI.
Zuhri, Saefuddin. 2007. Menjemput Kembalinya Sang Khalifah. Jakarta: Nizham
Press.
B. Sumber Internet:
“HTI Resmi Dibubarkan Pemerintah.” Ambaranie Nadia Kemala Movanita.
Diakses 25 Oktober 2017
(http://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/10180761/hti-resmi-
dibubarkan-pemerintah).
“Jalan Panjang Pemerintah Bubarkan HTI.” Kompas. 8 Mei 2018
(http://nasional.kompas.com).
xiv
“Kenapa HTI Baru Sekarang Dibubarkan? Ini Jawaban Pemerintah.” Ferio
Pristiawan Ekananda. Diakses 21 Desember 2017
(https://news.okezone.com/read/2017/05/12/337/1689419/kenapa-hti-baru-
sekarang-dibubarkan-ini-jawaban-pemerintah).
“Komaruddin Hidayat: Radikalisme Era Jokowi Akibat Kebijakan SBY.” Putu
Merta Surya Putra. Diakses 21 Oktober 2018
(https://www.liputan6.com/news/read/3064535/komaruddin-hidayat-
radikalisme-era-jokowi-akibat-kebijakan-sby).
“MUI Sebut Pegang Bukti Otentik soal HTI Anti-Pancasila.” Joko Panji
Sasongko. Diakses 21 Desember 2017
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170719144559-12-
228888/mui-sebut-pegang-bukti-otentik-soal-hti-anti-pancasila).
“Peneliti Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK).” Eryanto Nugroho.
Diunduh 10 Desember 2017
(Http://www.scribd.com/doc/10012426/analisii-singkat-atas-permendagri-
38).
“Peran Organisasi Kemasyarakatan Dalam Menjaga Keutuhan NKRI.” Yuniarti
Dwi Pratiwi. Diakses 17 Mei 2018 (http://lembagakeris.net/peran-
organisasi-kemasyarakatan-dalam-menjaga-keutuhan-nkri/).
“Pilkada DKI Jakarta Berujung Pemberangusan HTI.” Mawa Kresna. Diakses 21
Desember 2017 (https://tirto.id/pilkada-dki-jakarta-berujung-
pemberangusan-hti-coxH).
xv
“Radikalisme Bukan Berasal dari Indonesia.” Hasyim Muzadi. Diakses pada 15
Juli 2019 (https://www.antaranews.com/berita/571117/hasyim-muzadi-
radikalisme-bukan-berasal-dari-indonesia).
“Setelah HTI Dibubarkan: Konsistensi atau Kompromi?” CRCS UGM. Diakses
14 Oktober 2018 (https://crcs.ugm.ac.id/id/berita-utama/11189/setelah-hti-
dibubarkan-konsistensi-atau-kompromi.html).
“Wahabi di Arus Radikalisme Islam di Indonesia.” Natamarga Rimbun. Diakses
13 Februari 2019 (https://unpad.academia.edu).
“Wiranto Jelaskan 5 Alasan Pemerintah Bubarkan HTI.” Nurmulia Rekso
Purnomo. Diakses 21 Desember 2017
(http://www.tribunnews.com/nasional/2017/05/08/wiranto-jelaskan-5-
alasan-pemerintah-bubarkan-hti).
http//www.al-islam.or.id. Diakses pada 6 Agustus 2018
NKRI Harga Mati: Menangkal Gerakan Radikalisme dan Faham Anti Pancasila
yang Berkembang di Indonesia. Aukha Uli. Diakses pada 15 Juli 2019
(https://www.kompasiana.com/aukha/595d9c513a32727f7f336f22/nkri-
harga-mati-menangkal-gerakan-radikalisme-dan-faham-anti-pancasila-
yang-berkembang-di-indonesia?page=all).
C. Sumber Undang-Undang:
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Pasal 28 & Ayat (2)
Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 21
xvi
Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 59 Ayat (4) c
Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 60 Ayat (1)
Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 60 Ayat (2)
Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 61
Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 61 Ayat (3)
Undang-Undang No. 17 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 61 Ayat (4)
UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Ideologi Tunggal
D. Sumber Majalah, Jurnal dan Koran:
Abdullah, Anzar. 2016. “Gerakan Radikalisme dalam Islam: Perspektif Historis”.
Addin. Vol. 10, No. 1
Ina. 2017 Mei 2017. Pemerintah Mengambil Sikap. KOMPAS (h. ¼)
Laisa, Emna. 2014. “Islam dan Radikalisme”. Jurnal Islamuna. Vol 1, No 1.
Majalah Info Singkat Hukum, Vol. IX, No. 10/II/Puslit/Mei/2017
Rokhmad, Abu. 2012. “Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham
Radikal”. Wali Songo. Vol. 20, No. 1.
Sari Dewi, Erni dan Ma’arif Jamuin. 2015. ”Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI
di Indonesia”. Suhuf, Vol. 27 No. 2
Susanto, Edi. 2007. “Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di
Pesantren”. Tadris. Vol. 2, No. 1
Thoyyib, M. 2018. “Radikalisme di Indonesia”, TA’LIM, Vol. 1, No. 1
Wadjd, F. 2005. Majalah Al-Wa’ie, no. 55. Bogor: Hizbut Tahrir Indonesia
xvii
E. Sumber Wawancara:
Wawancara dengan Ali Munhanif, 26 November 2018, Jakarta
Wawancara dengan Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), 31 Agustus 2018, Jakarta
Wawancara dengan Sri Yunanto (Kemenpolhukam), 1 September 2018, Jakarta
F. Sumber Dokumen:
Dokumen Gugatan HTI dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Oktober 2017
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta. November 2017