Post on 08-Apr-2016
description
STANDARISASI NATRIUM HIDROKSIDA
DAN PENGGUNAANNYA UNTUK PENENTUAN
KONSENTRASI ASAM ASETAT
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk memahami dan melakukan standarisasi larutan serta
menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah
digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitaif. Kuantitas zat terlarut dalam
suatu volume larutan itu, di mana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat
dari hubungan dasar berikut ini.
Mol = liter x konsentrasi molar atau mmol = mL x konsentrasi molar.
Perhitungan-perhitungan stoikiometri yang melibatkan larutan yang diketahui
normalitasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan definisi bobot ekuivalen, dua larutan akan
bereaksi satu sama lain dengan tepat bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama
yaitu, jika V1 x N2 = V2 x N2.
Dalam hubungan ini kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga
kedua volum, satuan-satuan itu dapat dipilih secara sembarang.
Larutan-larutan yang mempunyai normalitas yang diketahui sangat berguna walaupun hanya satu
di antara pereaksi itu yang terlarut. Dalam hal ini jumlah gram ekuivalen (atau miliekuivalen)
pereaksi yang tidak terlarut dapat dihitung dengan cara biasa, yaitu dengan membagi massa
contoh dalam gram (atau miligram) dengan bobot ekuivalennya. Jumlah g-ek (atau mek) satu
pereaksi tetap harus sama dengan g-ek (atau mek) zat yang lain (Brady, 1999).
Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisis ini
zat yang akan ditentukan kadarnya, direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui
konsentrasinya, sampai tercapai suatu titik ekuivalen sehingga kepekatan (konsentrasi) zat yang
kita cari dapat dihitung (Syukri, 1999).
Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan satandar
disebut menstandarkan atau membakukan. Larutan standar adalah larutan yang diketahui
konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.
Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut
larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan
standar primer, disebut larutan standar skunder.
Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan
dibawah ini :
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %
2. Harus stabil
3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak meyerap
CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisis tirimetri apabila memenuhi persyaratan
berikut :
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti
dari reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar
Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang
mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi
dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan
standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana
terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi
seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi
sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi (Sukmariah, 1990).
Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen (larutan
normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat
penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam
reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator. Indikator asam basa
adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih
tinggi daripada sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah.
Tabel 1.1 Indikator untuk asam dan basa
Nama Jangka pH dalam
mana terjadi
perubahan warna
Warna asam Warna basa
Kuning metil 2 – 3 Merah Kuning
Dinitrofenol 2,4 - 4,0 Tak berwarna Kuning
Jingga metil 3 – 4,5 Merah Kuning
Merah metil 4,4 – 6,6 Merah Kuning
Lakmus 6 -8 Merah Biru
Fenophtalein 8 – 10 Tak berwarna Merah
Timolftalein 10 -12 Kuning Ungu
Trinitrobenzena 12 -13 Tak berwarna jingga
Sumber : Keenan, 1984.
Titrasi asam basa yaitu sebagai berikut:
1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
Misal : HCl + NaOH NaCl + H2O
2. Titrasi asam lemah dan basa kuat
Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat.
Misal : Asam asetat dengan NaOH
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
3. Titrasi basa lemah dan asam kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.
Misal : NH4OH dan HCl
NH4OH + HCl NH4Cl + H2O
4. Titrasi asam lemah dan basa lemah
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Misal :
Asam asetat dan NH4OH
CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O
pH larutan tergantung dari harga Ka dan Kb
Bila Ka > Kb larutan bersifat asam
Bila Kb < Ka larutan bersifat basa (Sukmariah, 1990).
III. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi gelas arloji, gelas beker 100 mL,
pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur, erlenmeyer 100 mL, labu takar 100 mL, dan buret 50
mL.
B. BAHAN
Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam oksalat dihidrat
(H2C2O4.2H2O), larutan standart NaOH 0,1 N, akuades, cuka makan komersial, dan indikator
fenophtalein.
IV. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat dan Penggunaannya untuk Standarisasi
Larutan NaOH.
a. Sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O) ditimbang dengan
menggunakan gelas arolji dan neraca analitik.
b. Asam Oksalat dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker 100 mL, tambahkan 25-
30 mL akuades, kemuadian diaduk hingga larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan
sedikit akuades, dan masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan
asam oksalat tersebut.
c. Larutan asam oksalat dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudiam gelas beker
dibilas dengan sedikit akuades, air bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar.
d. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tepat tanda batas dan dikocok hingga
homogen.
e. Buret yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan akuades kemuadian dikeringkan.
f. Larutan asam oksalat yang telah dibuat dimasukkan ke dalam buret 50 mL.
g. 10 mL larutan NaOH yang akan distandarisasi dimasukkan kedalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator fenophtalein.
h. Larutan NaOH dititrasi dengan larutan asam oksalat dari buret.
i. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan kemudian dicatat volume
asam oksalat yang digunakan untuk titrasi.
j. Dilakukan titrasi kembali sebanyak dua kali dan dihitung rata-rata volume asam oksalat
yang digunakan dari tiga kali titrasi yang telah dilakukan
2. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka Komersial.
a. 2 mL asam cuka komersial dituangkan kedalam labu takar 250 mL dengan menggunakan
pipet ukur.
b. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas kemudian labu takar tersebut
ditutup dan dikocok hingga larutan homogen.
c. 15 mL asam cuka yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian
sebanyak 2-3 tetes indikator fenophtalein ditambahkan kedalam larutan tersebut.
d. Buret yang akan digunakan dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan.
e. Larutan standart NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi di masukkan ke dalam buret.
f. Larutan asam cuka encer dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M dalam buret.
g. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan dan dicatat volume NaOH yang
digunakan.
h. Dilakukan kembali titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung volume rata-rata yang digunakan
saat titrasi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
No. Percobaan Pengamatan
1.
2.
- Ditambahkan 2 tetes indikator fenoftalein
ke dalam erlenmeyer yang berisi NaOH
- Dititrasi larutan NaOH dengan larutan
asam oksalat yang ada di dalam buret.
- Perubahan warna.
- Asam cuka didalam gelas ukur.
- Diencerkan asam cuka didalam labu takar
dengan akuades.
- Ditambahkan 2 tetes indikator fenoftalein
ke dalam erlenmeyer yang berisi asam
cuka encer.
Volume NaOH = 10 mL
Volume titrasi = 4,9 mL
Ungu menjadi bening
Volume = 10 mL
Volume = 250 mL
Volume = 10 mL
Volume titrasi = 0,45 mL
Bening menjadi ungu
- Dititrasi larutan asam cuka encer dengan
larutan standar NaOH 0,1 M didalam
buret.
- Perubahan warna yang terjadi.
2. Perhitungan
I. Standarisasi Larutan NaOH
Konsentrasi Larutan Asam Oksalat
Diketahui : Massa asam oksalat = 1,26 gr
Mr asam oksalat = 126 gr
Volume larutan asam oksalat = 100 mL = 0,1 L
Molaritas asam oksalat =(massa asam oksalat/ Mr asamoksalat)
= Volume larutan asam oksalat
= (1,26/126) mol = 0,1 mol/L
= 0,1 L
Ditanya : Normalitas asam oksalat = ………?
Jawab : H2C2O4 2H+ + C2O4-
Normalitas asam oksalat = n. M
= (2 ek / mol) x (0,1 mol/L)
= 0,2 ek/L
Penentuan Konsentrasi NaOH
Diketahui : Volum NaOH saat titrasi = 10 mL
Volum rata-rata asam oksalat saat titrasi = 4,9 mL
Normalitas asam oksalat = 0, 2 ek/L
Pada saat titik ekuivalen
(N.V)asam = (N.V)basa
(N.V)oksalat = (N.V)NaOH
0,2 ek /L. Voksalat = NNaOH. 10 mL
NNaOH = 0,2 ek/L. 4,9 mL
10 mL
= 0,098 N ≈ 0,01 N
b. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka
Diketahui : Volum asam asetat yang dititrasi = 10 mL
Volum rata-rata NaOH untuk titrasi = 0,45 mL
Normalitas NaOH digunakan untuk titrasi = 0,098 N
Ditanya : Normalitas asam asetat yang dititrasi = …………..?
Jawab : Pada saat titik ekivalen titrasi
jumlah ekuivalen asam = jumlah ekuivalen basa
(N.V)asam = (N.V)basa
N asetat .Vasetat = N NaOH . VNaOH
N asetat . 10 mL = 0,098 . 0,45
N asetat = 0,098 . 0,45
10
N asetat = 0,00441 mol/L
= 4,41 x 10-3 mol/L
Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat = 1 ek/mol,
sehinngga :
CH3COOH CH3COO- + H+
Masetat = Nasetat / n
= 4,41 x 10-3 /1
= 4,41 x 10-3 M
Karena pengenceran yang dilakukakn sebanyak 50x maka konsentrasi asam asetat
setelah diencerkan dapat dihitung sebagai berikut;
4,41 x 10-3 x 50 = 0,2205 N
Konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut;
(M.V) sebelum pengenceran = (M.V) setelah pengenceran
M sebelum pengenceran = Masetat. (250 mL / 10 mL)
= 0,2205 x (25)
= 5,5125 M
Konsentrasi asam asetat dinyatakan dalam persentase (b/v) adalah
%CH3COOH (b/v) = Masetat x Mrasetat x (1L/1000 mL) x 100
= Masetat (M).60 (gr/mol) x (1L/1000 mL) x 100
= 5,5125 x 60 (1/1000) x 100
= 33,075 % (b/v)
Jadi, konsentrasi asam asetat 33,075 gr dalam 100 mL pelarut air.
B. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini kita melakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar
asam asetat dalam asam cuka komersial, yang beredar di pasaran. Di mana pada percobaan
ini digunakan asam cuka botol cap sendok. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri
karena kadar komposisi ditetapkan berdasarkan volum pereaksi (konsentrasi diketahui).
Penggunaan analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan
standarnya. Karena NaOH merupakan larutan standar sekunder, maka sebelum digunakan
terlebih dahulu larutan NaOH tersebut distandarisasi dengan larutan asam oksalat yang
merupakan suatu standar primer.
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa
antara asam oksalat dan larutan standar NaOH 0,1 N dan asam asetat dengan larutan standar
NaOH. Pada pembuatan larutan standar asam oksalat indikator yang digunakan yaitu
fenophtalein. Perubahan warna yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah
menjadi bening dengan warna asal mula adalah ungu. Jangka pH pada saat terjadi
perubahan warna adalah berkisar antara 8-10. Perubahan warna ini terjadi karena telah
tercapainya titik ekuivalen, yaitu titik di mana jumlah larutan standar NaOH dengan larutan
asam oksalat. Volume larutan asam oksalat yang diperlukan untuk titrasi sebanyak 4,9 mL.
Pada penentuan Konsentrasi asam asetat terjadi reaksi antara asam lemah (CH3COOH)
dengan basa kuat (NaOH). Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu.
Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat sebesar 1 ek/mol.
Reaksi yang terjadi pada saat penitrasian adalah :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Pada proses penitrasian antara asam asetat dengan larutan standar NaOH 0,1 M terjadi
perubahan warna dimana setelah ditetesi indikator fenophtalein sebanyak 2 tetes warna
yang terjadi yaitu bening menjadi berwarna ungu. Seperti halnya dengan titrasi di atas,
perubahan warna ini terjadi pada pH dengan kisaran 8-10. Penyebab perubahan warna ini
karena telah terjadi pencapaian titik ekuivalen. Volume NaOH yang diperlukan pada saat
titrasi sebanyak 0,45 mL.
Pada penentuan konsentrasi NaOH didapat normalitas NaOH sebesar 0,098 N,
sedangkan pada penentuan konsentrasi asam asetat dalam asam cuka didapat normalitas
asetat sebesar 4,41 x 10-3 N. Setelah itu nilai ini digunakan untuk mencari konsentrasi asetat
sebelum pengenceran maka didapat hasil sebesar 5,5125 M. Konsentrasi asam asetat yang
dinyatakan dalam persentase sebesar 33,075 %.
VII. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Standarisasi larutan bertujuan untuk menetukan konsentrasi dari larutan standar.
2. Pada penentuan konsentrasi NaOH didapatkan normalitas NaOH sebesar 0,098 N, sedangkan
pada penentuan konsentrasi asam asetat dalam asam cuka didapat normalitas asetat sebesar
4,41 x 10-3 N.
3. Persentase asam asetat cap sendok sebesar 33,075 %.
4. Analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai berapa banyak komposisi suatu
komponen dalam sampel.
DAFTAR PUSTAKA