Standarisasi Natrium Hidroksida

17
STANDARISASI NATRIUM HIDROKSIDA DAN PENGGUNAANNYA UNTUK PENENTUAN KONSENTRASI ASAM ASETAT I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan praktikum ini adalah untuk memahami dan melakukan standarisasi larutan serta menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel. II. TINJAUAN PUSTAKA Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitaif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan itu, di mana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini. Mol = liter x konsentrasi molar atau mmol = mL x konsentrasi molar. Perhitungan-perhitungan stoikiometri yang melibatkan larutan yang diketahui normalitasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan definisi bobot ekuivalen, dua larutan akan bereaksi satu sama lain dengan tepat bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama yaitu, jika V 1 x N 2 = V 2 x N 2.

description

standarisasi NaOH

Transcript of Standarisasi Natrium Hidroksida

STANDARISASI NATRIUM HIDROKSIDA

DAN PENGGUNAANNYA UNTUK PENENTUAN

KONSENTRASI ASAM ASETAT

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan praktikum ini adalah untuk memahami dan melakukan standarisasi larutan serta

menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah

digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitaif. Kuantitas zat terlarut dalam

suatu volume larutan itu, di mana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat

dari hubungan dasar berikut ini.

Mol = liter x konsentrasi molar atau mmol = mL x konsentrasi molar.

Perhitungan-perhitungan stoikiometri yang melibatkan larutan yang diketahui

normalitasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan definisi bobot ekuivalen, dua larutan akan

bereaksi satu sama lain dengan tepat bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama

yaitu, jika V1 x N2 = V2 x N2.

Dalam hubungan ini kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga

kedua volum, satuan-satuan itu dapat dipilih secara sembarang.

Larutan-larutan yang mempunyai normalitas yang diketahui sangat berguna walaupun hanya satu

di antara pereaksi itu yang terlarut. Dalam hal ini jumlah gram ekuivalen (atau miliekuivalen)

pereaksi yang tidak terlarut dapat dihitung dengan cara biasa, yaitu dengan membagi massa

contoh dalam gram (atau miligram) dengan bobot ekuivalennya. Jumlah g-ek (atau mek) satu

pereaksi tetap harus sama dengan g-ek (atau mek) zat yang lain (Brady, 1999).

Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisis ini

zat yang akan ditentukan kadarnya, direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui

konsentrasinya, sampai tercapai suatu titik ekuivalen sehingga kepekatan (konsentrasi) zat yang

kita cari dapat dihitung (Syukri, 1999).

Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan satandar

disebut menstandarkan atau membakukan. Larutan standar adalah larutan yang diketahui

konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.

Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:

1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,

kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut

larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.

2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian

melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan

standar primer, disebut larutan standar skunder.

Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan

dibawah ini :

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.

Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %

2. Harus stabil

3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak meyerap

CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).

Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisis tirimetri apabila memenuhi persyaratan

berikut :

1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak

terlalu lama.

2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti

dari reaktan.

3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.

4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar

Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang

mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi

dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan

standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana

terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi

seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi

sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi (Sukmariah, 1990).

Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen (larutan

normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat

penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam

reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator. Indikator asam basa

adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih

tinggi daripada sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah.

Tabel 1.1 Indikator untuk asam dan basa

Nama Jangka pH dalam

mana terjadi

perubahan warna

Warna asam Warna basa

Kuning metil 2 – 3 Merah Kuning

Dinitrofenol 2,4 - 4,0 Tak berwarna Kuning

Jingga metil 3 – 4,5 Merah Kuning

Merah metil 4,4 – 6,6 Merah Kuning

Lakmus 6 -8 Merah Biru

Fenophtalein 8 – 10 Tak berwarna Merah

Timolftalein 10 -12 Kuning Ungu

Trinitrobenzena 12 -13 Tak berwarna jingga

Sumber : Keenan, 1984.

Titrasi asam basa yaitu sebagai berikut:

1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.

Misal : HCl + NaOH NaCl + H2O

2. Titrasi asam lemah dan basa kuat

Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat.

Misal : Asam asetat dengan NaOH

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

3. Titrasi basa lemah dan asam kuat

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.

Misal : NH4OH dan HCl

NH4OH + HCl NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Misal :

Asam asetat dan NH4OH

CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O

pH larutan tergantung dari harga Ka dan Kb

Bila Ka > Kb larutan bersifat asam

Bila Kb < Ka larutan bersifat basa (Sukmariah, 1990).

III. ALAT DAN BAHAN

A. ALAT

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi gelas arloji, gelas beker 100 mL,

pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur, erlenmeyer 100 mL, labu takar 100 mL, dan buret 50

mL.

B. BAHAN

Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam oksalat dihidrat

(H2C2O4.2H2O), larutan standart NaOH 0,1 N, akuades, cuka makan komersial, dan indikator

fenophtalein.

IV. PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat dan Penggunaannya untuk Standarisasi

Larutan NaOH.

a. Sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O) ditimbang dengan

menggunakan gelas arolji dan neraca analitik.

b. Asam Oksalat dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker 100 mL, tambahkan 25-

30 mL akuades, kemuadian diaduk hingga larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan

sedikit akuades, dan masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan

asam oksalat tersebut.

c. Larutan asam oksalat dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudiam gelas beker

dibilas dengan sedikit akuades, air bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar.

d. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tepat tanda batas dan dikocok hingga

homogen.

e. Buret yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan akuades kemuadian dikeringkan.

f. Larutan asam oksalat yang telah dibuat dimasukkan ke dalam buret 50 mL.

g. 10 mL larutan NaOH yang akan distandarisasi dimasukkan kedalam erlenmeyer

kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator fenophtalein.

h. Larutan NaOH dititrasi dengan larutan asam oksalat dari buret.

i. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan kemudian dicatat volume

asam oksalat yang digunakan untuk titrasi.

j. Dilakukan titrasi kembali sebanyak dua kali dan dihitung rata-rata volume asam oksalat

yang digunakan dari tiga kali titrasi yang telah dilakukan

2. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka Komersial.

a. 2 mL asam cuka komersial dituangkan kedalam labu takar 250 mL dengan menggunakan

pipet ukur.

b. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas kemudian labu takar tersebut

ditutup dan dikocok hingga larutan homogen.

c. 15 mL asam cuka yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian

sebanyak 2-3 tetes indikator fenophtalein ditambahkan kedalam larutan tersebut.

d. Buret yang akan digunakan dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan.

e. Larutan standart NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi di masukkan ke dalam buret.

f. Larutan asam cuka encer dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M dalam buret.

g. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan dan dicatat volume NaOH yang

digunakan.

h. Dilakukan kembali titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung volume rata-rata yang digunakan

saat titrasi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

No. Percobaan Pengamatan

1.

2.

- Ditambahkan 2 tetes indikator fenoftalein

ke dalam erlenmeyer yang berisi NaOH

- Dititrasi larutan NaOH dengan larutan

asam oksalat yang ada di dalam buret.

- Perubahan warna.

- Asam cuka didalam gelas ukur.

- Diencerkan asam cuka didalam labu takar

dengan akuades.

- Ditambahkan 2 tetes indikator fenoftalein

ke dalam erlenmeyer yang berisi asam

cuka encer.

Volume NaOH = 10 mL

Volume titrasi = 4,9 mL

Ungu menjadi bening

Volume = 10 mL

Volume = 250 mL

Volume = 10 mL

Volume titrasi = 0,45 mL

Bening menjadi ungu

- Dititrasi larutan asam cuka encer dengan

larutan standar NaOH 0,1 M didalam

buret.

- Perubahan warna yang terjadi.

2. Perhitungan

I. Standarisasi Larutan NaOH

Konsentrasi Larutan Asam Oksalat

Diketahui : Massa asam oksalat = 1,26 gr

Mr asam oksalat = 126 gr

Volume larutan asam oksalat = 100 mL = 0,1 L

Molaritas asam oksalat =(massa asam oksalat/ Mr asamoksalat)

= Volume larutan asam oksalat

= (1,26/126) mol = 0,1 mol/L

= 0,1 L

Ditanya : Normalitas asam oksalat = ………?

Jawab : H2C2O4 2H+ + C2O4-

Normalitas asam oksalat = n. M

= (2 ek / mol) x (0,1 mol/L)

= 0,2 ek/L

Penentuan Konsentrasi NaOH

Diketahui : Volum NaOH saat titrasi = 10 mL

Volum rata-rata asam oksalat saat titrasi = 4,9 mL

Normalitas asam oksalat = 0, 2 ek/L

Pada saat titik ekuivalen

(N.V)asam = (N.V)basa

(N.V)oksalat = (N.V)NaOH

0,2 ek /L. Voksalat = NNaOH. 10 mL

NNaOH = 0,2 ek/L. 4,9 mL

10 mL

= 0,098 N ≈ 0,01 N

b. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka

Diketahui : Volum asam asetat yang dititrasi = 10 mL

Volum rata-rata NaOH untuk titrasi = 0,45 mL

Normalitas NaOH digunakan untuk titrasi = 0,098 N

Ditanya : Normalitas asam asetat yang dititrasi = …………..?

Jawab : Pada saat titik ekivalen titrasi

jumlah ekuivalen asam = jumlah ekuivalen basa

(N.V)asam = (N.V)basa

N asetat .Vasetat = N NaOH . VNaOH

N asetat . 10 mL = 0,098 . 0,45

N asetat = 0,098 . 0,45

10

N asetat = 0,00441 mol/L

= 4,41 x 10-3 mol/L

Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat = 1 ek/mol,

sehinngga :

CH3COOH CH3COO- + H+

Masetat = Nasetat / n

= 4,41 x 10-3 /1

= 4,41 x 10-3 M

Karena pengenceran yang dilakukakn sebanyak 50x maka konsentrasi asam asetat

setelah diencerkan dapat dihitung sebagai berikut;

4,41 x 10-3 x 50 = 0,2205 N

Konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut;

(M.V) sebelum pengenceran = (M.V) setelah pengenceran

M sebelum pengenceran = Masetat. (250 mL / 10 mL)

= 0,2205 x (25)

= 5,5125 M

Konsentrasi asam asetat dinyatakan dalam persentase (b/v) adalah

%CH3COOH (b/v) = Masetat x Mrasetat x (1L/1000 mL) x 100

= Masetat (M).60 (gr/mol) x (1L/1000 mL) x 100

= 5,5125 x 60 (1/1000) x 100

= 33,075 % (b/v)

Jadi, konsentrasi asam asetat 33,075 gr dalam 100 mL pelarut air.

B. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini kita melakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar

asam asetat dalam asam cuka komersial, yang beredar di pasaran. Di mana pada percobaan

ini digunakan asam cuka botol cap sendok. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri

karena kadar komposisi ditetapkan berdasarkan volum pereaksi (konsentrasi diketahui).

Penggunaan analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan

standarnya. Karena NaOH merupakan larutan standar sekunder, maka sebelum digunakan

terlebih dahulu larutan NaOH tersebut distandarisasi dengan larutan asam oksalat yang

merupakan suatu standar primer.

Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa

antara asam oksalat dan larutan standar NaOH 0,1 N dan asam asetat dengan larutan standar

NaOH. Pada pembuatan larutan standar asam oksalat indikator yang digunakan yaitu

fenophtalein. Perubahan warna yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah

menjadi bening dengan warna asal mula adalah ungu. Jangka pH pada saat terjadi

perubahan warna adalah berkisar antara 8-10. Perubahan warna ini terjadi karena telah

tercapainya titik ekuivalen, yaitu titik di mana jumlah larutan standar NaOH dengan larutan

asam oksalat. Volume larutan asam oksalat yang diperlukan untuk titrasi sebanyak 4,9 mL.

Pada penentuan Konsentrasi asam asetat terjadi reaksi antara asam lemah (CH3COOH)

dengan basa kuat (NaOH). Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu.

Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat sebesar 1 ek/mol.

Reaksi yang terjadi pada saat penitrasian adalah :

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

Pada proses penitrasian antara asam asetat dengan larutan standar NaOH 0,1 M terjadi

perubahan warna dimana setelah ditetesi indikator fenophtalein sebanyak 2 tetes warna

yang terjadi yaitu bening menjadi berwarna ungu. Seperti halnya dengan titrasi di atas,

perubahan warna ini terjadi pada pH dengan kisaran 8-10. Penyebab perubahan warna ini

karena telah terjadi pencapaian titik ekuivalen. Volume NaOH yang diperlukan pada saat

titrasi sebanyak 0,45 mL.

Pada penentuan konsentrasi NaOH didapat normalitas NaOH sebesar 0,098 N,

sedangkan pada penentuan konsentrasi asam asetat dalam asam cuka didapat normalitas

asetat sebesar 4,41 x 10-3 N. Setelah itu nilai ini digunakan untuk mencari konsentrasi asetat

sebelum pengenceran maka didapat hasil sebesar 5,5125 M. Konsentrasi asam asetat yang

dinyatakan dalam persentase sebesar 33,075 %.

VII. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Standarisasi larutan bertujuan untuk menetukan konsentrasi dari larutan standar.

2. Pada penentuan konsentrasi NaOH didapatkan normalitas NaOH sebesar 0,098 N, sedangkan

pada penentuan konsentrasi asam asetat dalam asam cuka didapat normalitas asetat sebesar

4,41 x 10-3 N.

3. Persentase asam asetat cap sendok sebesar 33,075 %.

4. Analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai berapa banyak komposisi suatu

komponen dalam sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi 2. Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Syukri.1999. Kimia Dasar 2. ITB, Bandung.