Post on 01-Jan-2016
description
PEMBALUTANPENGERTIANMembalut adalah tindakan untuk menyangga atau menahan bagian tubuh agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.
TUJUAN1. Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya2. Mencegah terjadinya pembengkakan3. Menyokong bagian badan yang cidera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser4. Menutup agar tidak kena cahaya, debu dan kotoran
ALAT DAN BAHAN1. Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga2. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi3. Pita adalah pembalut gulung4. Plester adalah pembalut berperekat5. Pembalut yang spesifik6. Kassa steril
1. Mitella adalah pembalut berbentuk segitigaa. Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50 – 100 cm.b. Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang terbentuk bulat atau untuk menggantung bagian anggota badan yang cederac. Pembalut ini bisa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan, pinggul, telapak kaki dan untuk menggantung tangan
d. Cara membalut dengan mitela : Salah satu sisi mitella dilipat 3 – 4 cm sebanyak 1 – 3 kali Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan diluar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan b, atau diikatkan pada tempat lain maupun dapat dibiarkan bebas, hal ini tergantung pada tempat dan kepentingannya
e. Gambar cara membalut dengan mitela : Luka pada atap tengkorak Luka pada dada Lengan yang cedera Telapak kaki
2. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasia. Pembalut ini adalah mitella yang dilipat – lipat dari salah satu sisi segitiga agar beberapa lapis dan
berbentuk seperti pita dengan kedua ujung – ujungnya lancip dan lebarnya antara 5 – 10 cmb. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis dan kaki terkilir
c. Cara membalut dengan dasi : Pembalut mitella dilipat – lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan masing – masing ujung lancip Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat arahnya saling menarik Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
d. Gambar cara membalut dengan dasi : Luka pada mata Luka pada dagu Luka pada ketiak Luka pada sikub3. Pita adalah pembalut gulunga. Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan elastis. Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena kassa mudah menyerap air, darah dan tidak mudah bergeser (kendor)b. Macam – macam pembalut dan penggunaanya : Lebar 2,5 cm : biasa untuk jari – jari Lebar 5 cm : biasa untuk leher dan pergelangan tangan Lebar 7,5 cm :biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki Lebar 10 cm : biasa untuk paha dan sendi panggul Lebar > 10 – 15 cm : biasa untuk dada, perut dan punggung
c. Cara membalut dengan pita : Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang lain secukupnya
d. Gambar cara membalut dengan pita : Pada kepala Pada lengan Pada tumit Pada telapak tangan
4. Plester adalah pembalut berperekata. Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulangb. Khusus untuk penutup luka, biasa dilengkapi dengan obat anti septikc. Cara membalut luka dengan plester Jika ada luka terbuka : luka diberi obat antiseptik, tutup luka dengan kassa, baru lekatkan pembalut plester Jika untuk fiksasi (misalnya pada patah tulang atau terkilir) : balutan plester dibuat ”strapping” dengan membebat berlapis – lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakkan tertentu perlu kita yang masing – masing ujungnya difiksasi dengan plester
5. Pembalut yang spesifika. Snelverband adalah pembalut pita yang sudah ditambah dengan kassa penutup luka dan steril, baru dibuka pada saat akan dipergunakan, sering dipakai pada luka – luka lebar yang terdapat pada badanb. Sufratulle adalah kassa steril yang telah direndam dengan obat pembunuh kuman. Biasa dipergunakan pada luka – luka kecil
6. Kassa sterila. Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang sudah diberi obat – obatan (antibiotik, antiplagestik)b. Setelah ditutup kassa itu kemudian baru dibalut
PROSEDUR PEMBALUTAN 1. Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini :a. Bagian dari tubuh yang mana ?b. Apakah ada luka terbuka atau tidak ?c. Bagaimana luas luka tersebut ?d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak ?2. Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan ! dapat salah satu atau kombinasi3. Sebelum dibalut jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut yang mengandung desinfektan atau dislokasi perlu direposisi4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :a. Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasib. Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lainc. Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderitad. Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan berlapis, lapis yang paling bawah letaknya disebelah distale. Tidak mudah kendor atau lepas
PEMBIDAIAN
PENGERTIANBidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi)
TUJUAN PEMBIDAIAN 1. Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah2. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah3. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah4. Mengurangi rasa nyeri5. Mempercepat penyembuhan
MACAM – MACAM BIDAI1. Bidai kerasUmumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2. Bidai traksiBidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.Contoh : bidai traksi tulang paha
3. Bidai improvisasiBidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
4. Gendongan/Belat dan bebatPembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.Contoh : gendongan lengan
PRINSIP PEMBIDAIAN1. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cidera ( korban yang dipindahkan)2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan
SYARAT – SYARAT PEMBIDAIAN1. Siapkan alat – alat selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur dulu pada anggota badan korban yang tidak sakit3. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah6. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai7. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas
GAMBAR PEMBIDAIAN PADA PATAH TULANG TUNGKAI BAWAHGAMBAR PEMBIDAIAN PADA PATAH TULANG LENGAN ATAS
EVAKUASI
Saat tiba di lokasi kita mungkin menemukan bahwa seorang korban mungkin harus dipindahkan. Pada situasi yang berbahaya tindakan cepat dan waspada sangat penting. Penanganan korban yang salah akan menimbulkan cedera lanjutan atau cedera baru.
MEKANIKA TUBUHPenggunaan tubuh dengan baik untuk memfasilitasi pengangkatan dan pemindahan korban untuk mencegah cedera pada penolong.Cara yang salah dapat menimbulkan cedera. Saat mengangkat ada beberapa hal yang harus diperhatikan :• Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat• Gunakan tungkai jangan punggung• Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh• Lakukan gerakan secara menyeluruh dan upayakan agar bagian tubuh saling menopang• Bila dapat kurangi jarak atau ketinggian yang harus dilalui korban• Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahapHal-hal tersebut di atas harus selalu dilakukan bila akan memindahkan atau mengangkat korban. Kunci yang paling utama adalah menjaga kelurusan tulang belakang. Upayakan kerja berkelompok, terus berkomunikasi dan lakukan koordinasi.Mekanika tubuh yang baik tidak akan membantu mereka yang tidak siap secara fisik.
MEMINDAHKAN KORBANKapan penolong harus memindahkan korban sangat tergantung dari keadaan. Secara umum, bila tidak ada bahaya maka jangan memindahkan korban. Lebih baik tangani di tempat. Pemindahan korban ada 2 macam yaitu darurat dan tidak darurat1. Pemindahan DaruratPemindahan ini hanya dilakukan bila ada bahaya langsung terhadap korbanContoh situasi yang membutuhkan pemindahan segera:• Kebakaran atau bahaya kebakaran
• Ledakan atau bahaya ledakan• Sukar untuk mengamankan korban dari bahaya di lingkungannya :– Bangunan yang tidak stabil– Mobil terbalik– Kerumunan masa yang resah– Material berbahaya– Tumpahan minyak– Cuaca ekstrim• Memperoleh akses menuju korban lainnya• Bila tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi korban, misalnya melakukan RJPBahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah memicu terjadinya cedera spinal. Ini dapat dikurangi dengan melakukan gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala dan leher semaksimal mungkin.Beberapa macam pemindahan darurat• Tarikan baju• Tarikan selimut atau kain• Tarikan bahu/lengan• Menggendong• Memapah• Membopong• Angkatan pemadam
2. Pemindahan BiasaBila tidak ada bahaya langsung terhadap korban, maka korban hanya dipindahkan bila semuanya telah siap dan korban selesai ditangani.Contohnya :• Angkatan langsung• Angkatan ekstremitas (alat gerak)
POSISI KORBANBagaimana meletakkan penderita tergantung dari keadaannya.• Korban dengan syok• Tungkai ditinggikan• Korban dengan gangguan pernapasan• Biasanya posisi setengah duduk• Korban dengan nyeri perut• Biasanya posisi meringkuk seperti bayi• Posisi pemulihan• Untuk korban yang tidak sadar atau muntahTidak mungkin untuk membahas semua keadaan. Situasi di lapangan dan keadaan korban akan memberikan petunjuk bagaimana posisi yang terbaik.
PERALATAN EVAKUASI• Tandu beroda• Tandu lipat• Tandu skop / tandu ortopedi/ tandu trauma• Vest type extrication device (KED)• Tandu kursi• Tandu basket• Tandu fleksibel• Kain evakuasi• Papan spinal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Transportasi Pasien
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan
aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
Seperti contohnya alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan korban
dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS yang lainnya. Pada setiap
alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi (bila
memungkinkan ada 1 orang dokter). Prosedur untuk transport pasien antaralain
yaitu :
Prosedur Transport Pasien :
1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh.
Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah
diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat
bantu jalan nafas (airway).
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans.
Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke
rumah sakit.
3. Posisikan dan amankan pasien.
Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat ke
usungan.
4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan
digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan
kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan
spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans
dijalankan.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat.
7. Periksa perbannya.
8. Periksa bidainya.
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
10. Naikkan barang-barang pribadi.
11. Tenangkan pasien.
2.2 Teknik Pemindahan Pada Pasien
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti
pemindahan pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat
transport seperti ambulance, dan branker yang berguna sebagai pengangkut
pasien gawat darurat.
1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat membutuhkan
bantuan klien. Pada pemindahan klien ke brankar menggunakan penarik
atau kain yang ditarik untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke
branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga
klien dapat dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan
kain pengangkat. Pemindahan pada klien membutuhkan tiga orang
pengangkat
2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi
Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum
pemindahan. Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan
punggung kursi sejajar dengan bagian kepala tempat tidur. Emindahan yang
aman adalah prioritas pertama, ketika memindahkan klien dari tempat tidur
ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang tepat.
3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
a. Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawanan
b. Letakan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada dan tangan
yang jauh ari perawat, sedikit kedapan badan pasien
c. Letakan kaki pasien yang terjauh dengan perawat menyilang di atas kaki
yang terdekat
d. Tempatkan diri perawat sedekat mungkin dengan pasien
e. Tempatkan tangan perawat di bokong dan bantu pasien
f. Tarik badan pasien
g. Beri bantal pada tempat yang diperlukan.
2.3 Jenis-Jenis dari Transportasi Pasien
Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua : Transportasi gawat
darurat dan kritis .
a. Transportasi Gawat Darurat :
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila
diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit.
Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.
Mekanikan saat mengangkat tubuh gawat darurat
Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang
paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi
pada tutlang tersebut juga paling kuat.
Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga
terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan
paha, bukan dengan punggung.
Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat
1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang akan
2. diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan
3. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit
sebelahnya
4. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat
5. Tangan yang memegang menghadap kedepan
6. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak
maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm
7. Jangan memutar tubuh saat mengangkat
8. Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita
b. Transportasi Pasien Kritis :
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada
satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan
monitoring dan terapi.
Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa
aturan, yaitu:
1. Koordinasi sebelum transport
Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap
untuk menerima pasien tersebut serta membuat rencana terapi
Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar
dokter dan perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien
Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama
transport dan evaluasi kondisi pasien
2. Profesional beserta dengan pasien: 2 profesional (dokter atau perawat)
harus menemani pasien dalam kondisi serius.
Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan
pengalaman CPRatau khusus terlatih pada transport pasien kondisi
kritis
Profesioanl kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus
menemanipasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang
membutuhkan urgent action
3. Peralatan untuk menunjang pasien
Transport monitor
Blood presure reader
Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan
tambahan cadangan30 menit
Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan
volume/menit, pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection
alarm and high airway pressure alarm.
Mesin suction dengan kateter suction
Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium
bicarbonat
Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus
dengan baterai
Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut
4. Monitoring selama transport.
Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut: Level 1=wajib,level
2=Rekomendasi kuat, level 3=ideal
Monitoring kontinu: EKG, pulse oximetry (level 1)
Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi , respiratory rate (level 1
pada pasien pediatri, Level 2 pada pasien lain).
2.4 Transport Pasien Rujukan
Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan
kesehatan ken pelayanan kesehatan lainnya.
System rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadnya penyerangan
tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara
vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional, da tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
Tujuan Rujukan
Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan
pada fasilitas pelayanan keseshatan yang lebih mampu sehinngga jiwanya
dapat terselamtkan, dengan demikian dapat meningkatkan AKI dan AKB
Cara Merujuk
Langkah-langkah rujukan adalah :
1. Menentukan kegawat daruratan penderita
a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang
tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka
segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat,oleh karena
itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembatu dan puskesmas.
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut
harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus
menentukan kasus manayang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang
harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta
dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam
perjalanan ke tempat rujukan.
c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila
penderita tidak mungkin dikirim.
5. Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
6. Pengiriman Penderita
7. Tindak lanjut penderita :
a) Untuk penderita yang telah dikembalikan
b) Harus kunjungan rumah, penderita yang memerlukan tindakan lanjut
tapi tidak melapor
Jalur Rujukan
Alur rujukan kasus kegawat daruratan :
1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke :
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin atau bidan di desa
c. Puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke :
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan di desa
BASIC LIFE SUPPORT
(BANTUAN DASAR HIDUP)
PendahuluanJika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini
terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilahBANTUAN HIDUP DASAR (BHD).
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.
Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.
Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).
Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal.
A = Airway control atau penguasaan jalan nafasB = Breathing Support atau bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan
menghentikan perdarahan besar
Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian : penilaian respons, pernafasan dan nadi.
Penilaian respons.Setelah memastikan keadaan aman, maka penolong yang tiba
ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini. Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.
Aktifkan sistem SPGDTDi beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat
Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.
Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)
Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.
Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.
Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang
paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu.
Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas
a. Angkat Dagu Tekan Dahi :
Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang.
b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)
Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal.
Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang
Pemeriksaan Jalan Nafas
Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.
Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.
Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.
C. Membersihkan Jalan Nafas
- Posisi PemulihanBila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan
adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.
Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
- Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.
BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya
untuk memberikan bantuan pernafasan.Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:
a. Menggunakan mulut penolong:
1. Mulut ke masker RJP 2. Mulut ke APD 3. Mulut ke mulut / hidung
b. Menggunakan alat bantu
Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)
Frekuensi pemberian nafas buatan:Dewasa : 30 kali kompresi, 2 kali pernapasanAnak & Bayi : 30 kali kompresi, 2 kali pernapasan (1 penolong)
15 kali kompresi, 2 kali pernapasan (2 penolong)
Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:- Penyebaran penyakit- Kontaminasi bahan kimia- Muntahan penderita
Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan di atas.
Beberapa tanda-tanda pernafasan:
Adekuat (mencukupi)- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)
Kurang Adekuat (kurang mencukupi)- Gerakan dada kurang baik- Ada suara nafas tambahan- Kerja otot bantu nafas- Sianosis (kulit kebiruan)- Frekuensi kurang atau berlebihan- Perubahan status mental
Tidak Bernafas- Tidak ada gerakan dada dan perut- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.
CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.
Penekanan dilakukan pada bagian tengah tulang dada. Kedalaman penekanan sekitar 3-5 cm (sesuaikan dengan keadaan pasien).
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.
Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian BLS
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung
(cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase : bantuan hidup dasar,
bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih
difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan
penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses
yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik
ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan
circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah
menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi
otak dari kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti
selama 3-4 menit.
2.2 Langkah-Langkah BLS (Sistem CAB)
1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas secara
visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2. Melakukan panggilan darurat.
3. Circulation :
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan
memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan
dengan melakukan kompresi dada.
Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban.
Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Penentuan lokasi
ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum,
kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum.
Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak
menekan dada.
Gambar 1 Posisi tangan
Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban
berada di tempat tidur
Gambar 2 Chest compression Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik)
Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Kedalaman kompresi
untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter
anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).
4. Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan
nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu
mendorong dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head
Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban
dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan
mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan
gigi Rahang Atas.
Gambar 3 Head Tilt & Chin Lift
Gambar 4 Jaw Thrust5. Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara
ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
Pastikan hidung korban terpencet rapat
Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
Berikan satu ventilasi tiap satu detik
Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.
Gambar 5 Pernafasan mulut ke mulut Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan
pernafasan mulut ke hidung korban.
Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-
2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.
Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 – 8
detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi
dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa
denyut nadi kembali setiap 2 menit.
Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance
airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8
detik/kali.
6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli
datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10
detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
7. Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang
ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut
dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP
selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan
RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas
ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.
2.3 Perbedaaan Langkah-Langkah BLS Sistem ABC dengan CAB
No ABC CAB
1 Memeriksa respon pasien Memeriksa respon pasien termasuk
ada/tidaknya nafas secara visual.
2 Melakukan panggilan darurat dan
mengambil AED
Melakukan panggilan darurat
3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) Circulation (Kompresi dada dilakukan
sebanyak satu siklus 30 kompresi,
sekitar 18 detik)
4 Breathing (Look, Listen, Feel,
dilanjutkan memberi 2x ventilasi
dalam-dalam)
Airway (Head Tilt, Chin Lift)
5 Circulation (Kompresi jantung +
nafas buatan (30 : 2))
Breathing ( memberikan ventilasi
sebanyak 2 kali, Kompresi jantung +
nafas buatan (30 : 2))
6 Defribilasi
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup
tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular
Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP
yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera
(early defibrillation).
Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses
pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat
pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka
kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus
kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya.
Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam
algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah
prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi
dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa
mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya
dapat melakukan kompresi dada.
2.4 Penggunaan Sistem ABC Saat ini :
1. Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional
(A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat.
2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP
sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.
2.5 Emergency Medical Service
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu system
yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya komponen-
komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output)
serta dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan
melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan. Alasan kenapa upaya pertolongan
penderita harus dipandang sebagai satu system dapat diperjelas dengan skema di bawah ini :
Injury & Pre Hospital Hospital Stage Rehabilitation
First Responder
Ambulance Service 24
jam
Emergency Room
Operating Room
Intensif Care Unit
Ward Care
Fisical
Psycological
Social
Berdasarkan skema di atas, kualitas hidup penderita pasca cedera akan sangat bergantung
pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada
bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian penderita
mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan
dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus mengalami perdarahan dan tidak
dihentikan selama periode Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi
gagal ginjal.
Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut waktu emas (The Golden periode).
Satu jam pertama juga sangat menentukan sehingga dikenal istilah The Golden Hour. Setiap
detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang waktu terbuang
tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan hidup korban. Terdapat 3
faktor utama di Pre Hospital Stage yang berperan terhadap kualitas hidup penderita nantinya
yaitu :
Siapa penolong pertamanya
Berapa lama ditemukannya penderita,
kecepatan meminta bantuan pertolongan
Penolong pertama seharusnya orang awam yang terlatih dengan dukungan pelayanan
ambulan gawat darurat 24 jam. Ironisnya penolong pertama di wilayah Indonesia sampai saat
tulisan ini dibuat adalah orang awam yang tidak terlatih dan minim pengetahuan tentang
kemampuan pertolongan bagi penderita gawat darurat.. Kecepatan penderita ditemukan sulit kita
prediksi tergantung banyak faktor seperti geografi, teknologi, jangkauan sarana tranport dan
sebagainya. Akan tetapi kualitas bantuan yang datang dan penolong pertama di tempat kejadian
dapat kita modifikasi.
Pada fase rumah sakit, Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan
masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan
dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah
tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu
komponen penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari
ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal
perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.
Uraian singkat di atas kiranya cukup memberikan gambaran bahwa keberhasilan
pertolongan bagi penderita dengan criteria gawat darurat yaitu penderita yang terancam nyawa
dan kecacatan, akan dipengaruhi banyak factor sesuai fase dan tempat kejadian cederanya.
Pertolongan harus dilakukan secara harian 24 jam (daily routine) yang terpadu dan terkordinasi
dengan baik dalam satu system yang dikenal dengan Sistem Pelayanan gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). Jika bencana massal terjadi dengan korban banyak, maka pelayanan gawat darurat
harian otomatis ditingkatkan fungsinya menjadi pelayanan gawat darurat dalam bencana
(SPGDB). Tak bisa ditawar-tawar lagi, pemerintah harus mulai memikirkan terwujudnya
penerapan system pelayanan gawat darurat terpadu.
Komponen penting yang harus disiapkan diantaranya :
1. Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan memperpendek
masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan
meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti syok hipovolemia akibat kehilangan darah
yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun
yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi
diteruskan. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong,
bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan), bagaimana kordinasi
untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung.
2. Pendidikan
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong yang
memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian
atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan karena cara
tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit
dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat
dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi &
tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi
penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
Menguasai teknik mengontrol perdarahan
Menguasai teknik memasang balut-bidai
Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Golongan orang awam lain yang sering berada di tempat umum karena bertugas sebagai
pelayan masyarakat seperti polisi, petugas kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki
kemampuan tambahan lain yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat
dalam kondisi :
Penyakit anak
Penyakit dalam
Penyakit saraf
Penyakit Jiwa
Penyakit Mata dan telinga
Dan lainya sesuai kebutuhan sistem
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada masyarakat
yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal secara berkala
dan berkelanjutan. Pelatihan formal di intansi-intansi harus diselenggarakan dengan
menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang
sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam
memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.
3. Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya dan personalnya.
Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara. Alat tranportasi penderita ke
rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa
kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun dengan
ambulan biasa yang tidak memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu
wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.
4. Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini berlaku di
Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta memiliki jamsostek, masyarakat
miskin mempunyai ASKESKIN. Orang berada memiliki asuransi jiwa
5. Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara periodic untuk
menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.