Post on 08-Mar-2019
36
SKRIPSI
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP IKLAN POLITIK
(STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF MENGENAI PERSEPSI SISWA
SMA NEGERI 2 SOLO TERHADAP IKLAN POLITIK SOETRISNO
BACHIR PADA TELEVISI )
Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Dalam Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Oleh:
Isnina Alda
D.1206607
FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai perubahan telah terjadi.
Perubahan keadaan, lingkungan sosial dan ekonomi dalam masyarakat terjadi
secara signifikan. Demikian juga dengan dunia politik. Indonesia telah beberapa
kali mengalami pergantian pemimpin dari berbagai partai politik. Permasalahan
politik dan perekonomian saat ini mengalami kemunduran secara drastis akibat
sistem yang berganti-ganti. Lemahnya perekonomian negara berdampak langsung
kepada masyarakat. Akibat yang paling fatal yang dirasakan rakyat kecil adalah
permasalahan pangan. Harga sembilan bahan pokok naik, masyarakat mulai
mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan makanan dikarena harganya yang tidak
terjangkau.
Pergantian kepemimpinan tampaknya tidak membawa perubahan yang
berarti. Rakyat kecil tetap menjadi korban yang paling merasakan dampak dari
semua kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Diawal bulan juni tahun 2008,
harga BBM kembali mengalami kenaikan. Walaupun pemerintah memberi solusi
BLT (Bantuan Langsung Tunai), tampaknya masyarakat kurang puas dengan
kebijakan tersebut. Disisi lain pemerintah sebagai pengambil kebijakan, berusaha
untuk memberikan solusi terbaik yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
krisis moneter untuk ketiga kalinya dinegara ini. Namun ternyata kebijakan
tersebut menimbulkan kontroversi terutama dikalangan mahasiswa yang mewakili
suara rakyat. Mereka beranggapan seharusnya permasalahan pangan merupakan
38
kunci dari kesejahteraan masyarakat yang harus diutamakan oleh pemerintah.
Terlebih jika pemerintah menginginkan kepercayaan penuh dari masyarakat
selama masa pemerintahan.
Masa-masa seperti ini merupakan masa yang rentan bagi keberadaan
berbagai partai politik. Selama ini kepercayaan masyarakat adalah harapan dan
peluang bagi parpol untuk bisa berkuasa melalui calon yang dtunjuk dalam
pemilu. Keraguan yang melanda masyarakat menyebabkan mereka menjadi apatis
dan memilih untuk masuk kedalam golongan putih (abstein) atau tidak
menyumbangkan suaranya. Hal ini harusnya menjadi perhatian bagi para parpol.
Televisi merupakan media yang dapat diakses oleh hampir keseluruhan
masyarakat dari segala lapisan. Melihat kenyataan ini tidak sedikit dari praktisi
politik memanfaatkan televisi sebagai media untuk menyampaikan visi dan misi
politiknya melalui iklan politik. Iklan politik yang dikeluarkan seolah-olah
mewakili wujud asli sang politisi. Salah satu iklan politik yang saat ini cukup
gencar ditayangkan dibeberapa stasiun televisi adalah iklan politik Soetrisno
Bachir wakil dari partai Amanat Nasional (PAN) dengan slogannya “hidup adalah
perbuatan”. Terlihat dari iklan ini image yang ingin ditampilkan oleh Soetrisno
sangat personal. Ia ingin dikenal sebagai pribadi pemimpin yang ramah, santun,
memperhatikan rakyat, mengayomi dan melayani rakyat dengan sepenuh hati.
Dengan menampilkan iklan politik yang sangat personal, tentunya ia
Soetrisno memiliki harapan masyarakat memiliki persepsi terhadap dirinya sesuai
dengan gambaran yang telah ia berikan pada iklan tersebut. Saat ini pengetahuan
masyarakat yang minim akan iklan politik menyebabkan mereka tidak mengerti
39
bagaimana seharusnya menyikapi munculnya berbagai iklan politik ditelevisi
maupun media lainnya. ‘Masyarakat merasa jenuh akan iklan politik yang
cenderung menyesatkan dan tidak bersifat informatif. Diskusi mengakui, kita
miskin pengalaman sehingga kurang siap mengelola iklan politik”.
‘.http://INILAH.COM%20%20Jangan%20Terkecoh%20Iklan%20Politik.htm”
Dalam beberapa bulan terakhir ditahun 2008 ada berbagai macam iklan
politik yang muncul. Kemunculan beberapa iklan politik dengan frekuensi
penayangan yang cukup sering tentu mendapat tanggapan yang berbeda dari
setiap kalangan. Namun seperti apakah persepsi terhadap iklan politik Sotrisno
Bachir? Untuk kalangan masyarakat memperhatikan perkembangan informasi
dimedia tentunya mengetahui bahwa beberapa tahun yang lalu sosok Soetrisno
Bachir sempat memiliki citra yang kurang baik akibat dari pemberitaan media
mengenai dirinya. Namun usaha-usaha untuk memperbaiki imagenya
dimasyarakat terus dilakukan. Seperti apakah persepsi masyarakat saat ini ketika
menyaksikan iklan politik Soetrisno Bachir saat ini?
Hal ini yang menyebabkan peneliti menjadi tertarik untuk meneliti
bagaimana persepsi yang muncul dimasyarakat, terutama kalangan pemuda yang
masih berusia sekolah khususnya yang berada dikota solo. Para masyarakat muda
ini adalah aset yang berharga bagi para calon pemimpin yang ingin memiliki
pendukung. Hal ini dikarenakan mereka memiliki waktu yang panjang
kedepannya sebagai para pemilih dalam pemilu nanti. Para pemilih pemula ini
memiliki kisaran usia antara 17-18 tahun dan masih mengenyam pendidikan
dibangku SMA.
40
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan oleh peneliti maka
rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah persepsi siswa SMU Negeri 2 Solo terhadap iklan politik
Soetrisno Bachir yang disiarkan ditelevisi?
2. Apakah terdapat perbedaan antara responden laki-laki dan Perempuan
dalam menyikapi iklan politik tersebut?
3. Apakah frekuensi menyaksikan iklan politik berpengaruh terhadap
penilaian responden?
C. Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan maka
peneliti memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa SMU Negeri 2 Solo terhadap
iklan politik Soetrisno Bachir yang ditayangkan ditelevisi.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara responden laki-laki
dan Perempuan dalam menyikapi iklan politik tersebut.
3. Untuk mengetahui apakah frekuensi menyaksikan iklan politik
berpengaruh terhadap penilaian responden.
D. Kerangka Pemikiran dan Landasan Teori
Komunikasi adalah suatu proses yang dimulai semenjak keberadaan
manusia. Melalui komunikasi manusia menyampaikan semua yang dirasakan.
41
Mulai dari keinginan, ide, perasaan suka atau tidak suka, sampai ekspresi (senang,
sedih atau marah). Komunikasi dilakukan manusia dalam berbagai situasi dan
kondisi. Komunikasi adalah proses penyampaian ide atau perasaan melalui simbol
atau kata (tertulis atau lisan) menurut Berelson dan Steiner yang disadur oleh
Mursito BM dalam bukunya Memahami Institusi Media. (Mursito,2006:26).
Komunikasi tidak hanya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari saja, namun
dalam kehidupan berpolitik juga tidak luput dari komunikasi.
Dalam kehidupan berpolitik kita mengenal istilah komunikasi politik.
Dalam hal ini komunikasi politik memiliki pengertian “komunikasi politik ialah
proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada
masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini partai politik
melalui wakilnya berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya
menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah saja, tetapi juga
menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada
pemerintah.”(Surbakti,1992:119).
Dalam komunikasi politik, hal yang ingin dicapai adalah kondisi
harmonis berlanjut secara berkesinambungan dan dapat mengayomi individu yang
berada didalam sistem politik yang dianut oleh suatu negara. Oleh karena itu
komunikasi yang dilakukan oleh partai politik sebagai komunikator adalah
“komunikasi sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan
saling bertukar informasi tersebut untuk mencapai pengertian bersama”.(Ardianto,
2007:67).
42
Dalam penyampaiannya pesan terhadap khalayaknya partai politik
sebagai komunikator melakukan kegiatan komunikasi politik terhadap khalayak.
Salah satu teknik untuk melakukan komunikasi politik yang lazim digunakan
adalah periklanan politik. Terdapat beberapa jenis iklan yaitu periklanan
institusional, periklanan komersial dan non-komersial, periklanan non-komersial
relevan dengan periklanan politik. Periklanan politik adalah pengiklanan citra
(image), daya tarik yang diarahkan untuk membangun reputasi seorang pejabat
publik atau pencari jabatan; menginformasikan khalayak mengenai kualifikasi
seorang politisi, pengalamannya, latar belakangnya dan kepribadiannya, dan
mendorong prospek pemilihan calon yang bersangkutan atau mempromosikan
program atau kebijakan tertentu. Dalam melakukan teknik periklanan politik ini
tentunya tidak lepas dari pertimbangan-pertimbangan propagandis dalam
kaitannya dengan dampak relatif dari kualitas komunikator, pesan-pesan dan
media terhadap kampanye yang mereka lakukan. Ada beberapa faktor yang
dipertimbangkan dalam periklanan politik yaitu:
1. Apakah yang memotivasi khalayak? Ada banyak bias yang
mempengaruhi bagaimana orang mempersepsi obyek politik. Yang
pertama, bahwa affiliasi khalayak pada suatu partai membentuk
keberadaan, sifat dan tingkat respon mereka kepada pesan-pesan
yang berasal dari seorang pemimpin politik. Kedua, khalayak
menunjukkan bias yang positif, yaitu kecenderungan untuk
mengharapkan dan lebih menyukai stimuli positif ketimbang yang
negatif dalam persepsi seseorang dan suatu tendensi untuk
43
menghilangkan respon positif lebih sering daripada respon negatif.
Hal ini membawa implikasi agar para pemimpin pemerintah dan
pencari jabatan, setidak-tidaknya dalam iklan harus “berpikir
positif”.
2. Bagaimana personalitas dan karakteristik sosial khalayak?
Pengiklan politik berkepentingan akan karakteristik sosial karena
dua hal yaitu:
a. Ada kemungkinan pola-pola komunikasi dipengaruhi
oleh faktor demografis seperti umur, seks, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan sebagainya.
b. Suatu himbauan iklan kepada kelompok demografis
tertentu harus menggunakan simbol-simbol dan melalui
media yang sesuai dengan khalayak yang maksudkan.
3. Meskipun mereka berbeda dari propagandis dalam hal mereka tidak
menyaring pesan melalui kelompok yang terorganisir, pengiklan
politik memang mengandalkan para pemimpin opini. (Nasution,
1990:113).
Ada beberapa macam himbauan pesan dalam usaha mempengaruhi
pikiran seseorang, diantaranya: 1). Imbauan rasional didasarkan pada anggapan
bahwa manusia itu mahkluk rasional yang baru bereaksi pada imbauan emosional,
bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan imbauan rasional artinya
meyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti. 2).
Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang
44
menyentuh emosi komunikate. Sudah lama diduga bahwa tindakan manusia lebih
didasarkan kepada emosi daripada hasil pemikiran. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Emil Dovifat menunjukkan bahwa pesan yang menggunakan
imbauan emosional lebih berhasil dibandingkan pesan yang menggunakan
imbauan rasional dalam mempengaruhi perilaku politik pada pemilihan umum. 3).
Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam atau
meresahkan. 4). Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan
komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang mereka inginkan. Namun
sangat sedikit penelitian yang membuktikan penggunaaan ganjaran dalam
komunikasi persuasif. 5). Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif
(motive appeals) yang menyentuh kondisi inheren dalam diri manusia. dengan
menggunakan mahzab psikologi dapat diklasisfikasikan terdapat dua kelompok
besar motif yaitu motif biologis dan motif psikologis. Dari uraian diatas
periklanan politik dikategorikan kedalam imbauan emosional. (Rahmat, 2003:
298-301)
Keberadaan berbagai iklan politik ini mau tidak mau akan memunculkan
berbagai persepsi dikalangan masyarakat yang merupakan komunikan dari partai
politik yang bertindak sebagai komunikator melalui para politisi yang
mempomosikan dirinya untuk mencapai jabatan Presiden dalam PEMILU yang
akan datang. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada pada stimuli inderawi (sensory
stimuli). Beberapa hal yang terlibat dalam menafsirkan makna stimuli inderawi
45
adalah atensi, ekspektasi, motivasi dan memori, menurut Desirato yang sadur oleh
Jalalludin Rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi. (Rahmat, 2003:51)
Dalam penelitian kali ini hal yang akan dipersepsi oleh khalayak berupa
image personal yang ditayangkan melalui pengiklanan politik. Terdapat 2 macam
secara garis besar hal yang dapat dipersepsi oleh manusia yaitu persepsi
interpersonal yaitu istilah yang digunakan untuk manusia sebagai objek persepsi
dan persepsi objek digunakan untuk persepsi terhadap objek selain manusia.
Dengan begitu telah jelas bahwa yang digunakan adalah teori persepsi
interpersonal. Untuk lebih jelasnya perlu diketahui ada empat perbedaan antara
persepsi interpersonal dengan persepsi objek yaitu:
1. Persepsi objek, stimuli ditangkap dengan alat indera kita melalui
benda-benda fisik: gelombang cahaya, gelombang suara,
temperatur dan sebagainya. Persepsi interpersonal, stimuli
mungkin sampai kepada kita melalui lambang-lambang verbal
atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.
2. Bila kita menanggapi objek, hanya menanggapi sifat-sifat luar
objek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek. Pada
persepsi interpersonal kita mencoba memahami apa yang tidak
tampak pada indera kita. Tidak hanya melihat perilakunya, kita
juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita tidak
hanya mencoba memahami bukan hanya tindakannya, tetapi
juga motif tindakan itu. Dengan demikian stimuli menjadi
sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh
46
sifat orang lain dan berbagai dimensi perilakunya. Kita
cenderung memilih stimuli tertentu saja. Ini jelas membuat
persepsi interpersonal menjadi lebih sulit, ketimbang persepsi
objek.
3. Ketika mempersepsi objek, maka objek tidak bereaksi ; kita pun
tidak memberi reaksi emosional padanya. Sedangkan dalam
persepsi interpersonal, faktor-faktor personal khalayak dan
karakteristik orang yang ditanggapi, serta hubungan anda
dengan orang tersebut, menyebabkan persepsi interpersonal
sangat cenderung untuk keliru. Lagipula sangat sulit untuk
menemukan kriteria yang dapat menentukan persepsi siapa yang
keliru.
4. Objek tetap, sedangkan manusia berubah-ubah. Perubahan ini
membingungkan dan akan memberikan informasi yang salah
tentang orang lain. Persepsi interpersonal menjadi mudah salah.
Anehnya betapapun sulitnya kita mempersepsi orang lain, tetapi
tetap berhasil juga memahami mereka. Buktinya kita dapat
bergaul, berkomunikasi, dan dapat menduga tingkah laku
mereka. (Rahmat, 2003: 80-82)
Hal tersebut terjadi dikarena adanya beberapa petunjuk-petunjuk
eksternal yang kita duga dari karakteristik orang yang dapat diamati. Beberapa
petunjuk tersebut terbagi atas dua garis besar yaitu petunjuk verbal dan nonverbal.
47
Petunjuk verbal berupa deskripsi verbal dari pihak ketiga, dimana
seseorang menceritakan objek yang dipersepsi melalui beberapa kata yang
menggambarkan sifat-sifat dari objek tersebut, sehingga khalayak dapat
menyimpulkan seperti apa persepsi mereka terhadap objek.
Petunjuk nonverbal terbagi atas:
1. Petunjuk Proksemik yaitu penggunaan jarak dalam
menyampaikan pesan. Dalam hal ini jarak dibuat individu untuk
menunjukkan tingkat keakrabannya dengan orang lain. Dalam
persepsi, kita dapat melihat sifat seseorang dari jarak yang ia
buat ketika berbicara dan bergaul dengan orang lain, atau tata
ruang yang ia gunakan diruang kerjanya. Misalnya seseorang
dinilai ramah ketika ia berbicara tanpa menciptakan jarak,
diantara meja besar misalnya atau seorang pria dinilai memiliki
hubungan yang dekat dengan wanita jika terlihat dekat dan
sering bersama.
2. Petunjuk Kinesik adalah gerak tubuh personal yang akan
menjadi objek persepsi. Misalnya membusungkan dada
(sombong), menundukkan kepala (merendah), berdiri tegak
(berani), dan menadahkan tangan (bermohon).
3. Petunjuk Wajah, seperti petunjuk kinesik, petunjuk wajah pun
dapat menimbulkan persepsi yang dapat diandalkan. Petunjuk
wajah itu berupa: senyum sebagai tanda bahagia, melotot
sebagai tanda marah, dan seterusnya.
48
4. Petunjuk Paralinguistik, ialah cara bagaimana orang
mengucapkan lambang-lambang verbal. Jadi, jika petunjuk
verbal menunjukkan apa yang diucapkan, petunjuk
paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini
meliputi tinggi rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal
(dialek), dan interaksi (perilaku ketika melakukan komunikasi
atau obrolan). Misal suara keras akan dipersepsi marah atau
menunjukkan hal yang penting. Tempo bicara yang lambat,
ragu-ragu, dan tersendat-sendat, akan dipahami sebagai
ungkapan rendah diri atau kebodohan.
5. Petunjuk Artifaktual meliputi segala macam penampilan
(appearance) sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai,
baju, tas, pangkat, badge, dan atribut-atribut lainnya. (Rahmat,
2003:82-88).
Secara keseluruhan, kita menangkap kesan tentang persona stimuli dari
petunjuk-petunjuk verbal dan nonverbal. Apakah persepsi kita cermat atau tidak?
Mengapa seorang persona stimuli menimbulkan kesan yang berlainan bagi orang
yang berbeda? Disini berperan faktor-faktor personal dari penanggap stimuli
(stimulus perceiver), dari yang melakukan persepsi. Faktor-faktor tersebut antara
lain adalah:
1. Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman
tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita
bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah
49
dihadapi. Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera melihat
hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk
kinesik lainnya. Hal ini juga yang menyebabkan kita dapat
mengetahui maksud dari iklan politik yang dilihat pada televisi,
terlebih tokoh yang muncul adalah orang yang sama secara
berturut-turut.
2. Motivasi, ada beberapa macam motivasi yang pernah diteliti
antara lain: motif biologis, ganjaran dan hukuman, karakteristik
kepribadian, dan perasaan terancam karena persona stimuli.
3. Kepribadian, dalam psikoanalisis ini dikenal proyeksi, sebagai
salah satu cara pertahanan ego. Proyeksi adalah
mengeksternalisasi pengalaman subjektif secara tidak sadar.
Misalnya orang yang melemparkan rasa bersalahnya pada orang
lain, maling teriak maling.(Rahmat, 2003: 89-90)
Persepsi merupakan inti dari komunikasi, karena jika persepsi kita tidak
akurat, tidak mungkin dapat berkomunikasi dengan dengan efektif. Persepsilah
yang menentukan dalam memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain.
Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu semakin mudah dan
semakin sering mereka berkomunikasi, sebagai konsekuensinya, semakin
cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. (Mulyana,
2000:167-168).
50
Ada beberapa hal yang terjadi dalam proses pembentukan persepsi
interpersonal. Proses ini disebut sebagai proses pembentukan kesan (impression
formation) antara lain:
1. Stereotyping adalah pengelompokan terhadap sifat-sifat sesuai dengan
pengalaman terdahulu, misalnya kita mengenal orang asing bernama
Manfred. Segera mengkategorikan ia orang barat dan segera terbentuk
kesan bahwa ia tepat waktu, berbicara terus terang, memiliki
ketrampilan teknologis, dan menganut free sex. Kesan ini muncul
karena begitulah penjelasan mengenai orang barat dalam memori kita.
2. Implisit Personality Theory, memberi kategori berarti memberi konsep.
Misalnya konsep “bersahabat” meliputi konsep ramah, suka menolong,
toleran, tidak mencemooh dan sebagainya.
3. Atribusi, adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik
orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak. (Rahmat,
2003:91-93).
Dari ketiga komponen tersebut dapat diketahui bahwa iklan politiklah
yang mendapat makna dari khalayak. Dalam hal ini komunikator mengiklankan
citra seseorang melalui media tertentu yaitu televisi. Pengiklanan citra ini
dilakukan untuk tujuan kampanye, pembentukan opini dan pembentukan perilaku
khalayak terhadap politik. Pengiklanan ini dilakukan untuk membentuk citra
seorang kandidat yang dicalonkan oleh suatu partai dalam suatu pemilihan.
Atribut politik dan gaya personal seorang kandidat politik, seperti yang
dipersepsi oleh pemberi suara, membentuk citra para pemilih tentang orang yang
51
berusaha untuk menjadi pejabat. Beberapa pemberi suara memilih kandidat
berdasarkan betapa dekatnya sifat yang diharapkan dari yang berkampanye
dengan citra pemberi suara dengan tentang pemegang jabatan yang ideal.
Meskipun kesetiaan terhadap partai mewarnai citra rakyat tentang kandidat, tetapi
tidak terdapat kesamaan satu dengan yang lain. Apalagi, banyak pemberi suara
yang berafiliasi dengan dengan partai karena mereka menyukai kandidat yang
mendapat nominasi. Adapun kemungkinan mereka untuk memihak lawan dari
kandidat partai tersebut dikarenakan mereka membentuk pandangan yang lebih
positif mengenai kandidat dari pihak lawan dibandingkan kandidat mereka
sendiri.
Ada beberapa hal yang dinilai dari kriteria seorang kandidat atau
komunikator yang nantinya akan mempengaruhi citranya dimata khalayak yaitu:
1. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat
komunikator. Kredibilitas sendiri ada dua hal yaitu: a). Kredibilitas
sebagai persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri
komunikator; b). Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator
yang biasanya disebut sebagai komponen-komponen kredibilitas.
Karena kredibilitas itu masalah persepsi, kredibilitas berubah-ubah
tergantung perilaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan
situasi. Ada beberapa komponen kredibilitas diantaranya adalah: 1).
Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan
komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan.
Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap cerdas,
52
mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman atau terlatih. Sebaliknya,
komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak
berpengalaman, tidak tahu atau bodoh. 2). Kepercayaan adalah kesan
komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya.
Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan etis?
Atau apakah ia dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidak adil, dan
tidak etis? 3). Seorang komunikator dianggap dinamisme, bila ia
dipandang memiliki gairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani.
Sebaliknya komunikator yang dianggap tidak dinamis dianggap pasif,
ragu-ragu, lesu, dan lemah 4). Sosiabilitas adalah kesan komunikate
tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul.
5). Kooreientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator
sebagai orang-orang yang mewakili kelompok yang kita senangi,
mewakili nilai-nilai yang kita senangi. 6). Karisma menunjukkan suatu
sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang mengendalikan
komunikate seperti magnet yang menarik benda-benda disekitarnya.
Tokoh-tokoh yang baik dan yang jelek memiliki karisma, bila ia
memiliki pesona yang “gaib” terhadap pengikut-pengikutnya, pesona
yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.
2. Atraksi (attactiveness) pada bagian ini disebutkan bahwa penampilan
seorang komunikator juga mempengaruhi proses berjalannya sebuah
komunikasi. Ada kecenderungan menyenangi orang yang cantik atau
tampan, yang memiliki kesamaan dengan kita, dan memiliki
53
kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Penelitian membuktikan bahwa
orang cantik besar kemungkinannya menjadi komunikator yang efektif.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor atraksi fisik dan kesamaan dalam
hubungannya dengan efektivitas komunikasi, yakni mengubah sikap
atau perilaku.
3. kekuasaan adalah kemampuan untuk menimbulkan ketundukan.
Seperti kredibilitas dan atraksi, ketundukan timbul dari interaksi antara
komunikator dan komunikate. Kekuasaan dapat menyebabkan seorang
komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain,
karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical
resources). Ada lima jenis kekuasaan : 1). Kekuasaan Koersif (coersive
power). Kekuasaan ini menunjukkan kemampuan komunikator
memberikan hukuman kepada komunikate. Ganjaran hukuman dapat
bersifat personal (benci dan kasih sayang) impersonal (kenaikan
pangkat dan pemecatan). 2). Kekuasaan Keahlian (expert power).
Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, ketrampilan,
kemampuan yang dimiliki oleh komunikator. 3). Kekuatan
informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari isi
komunikator tertentu atau memiliki pengetahuan baru yang dimiliki
komunikator. 4). Kekuasaan Rujukan (referent power). Di sini
komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk
menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan
bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga
54
seluruh perilakunya diteladani. 5). Kekuasaan Legal (legitimate
power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma
yang menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu
tindakan. (Rahmat, 2003:257-265).
Pada umumnya khalayak menganggap positif kepada keseluruhan
kandidat yang berbagai macam itu. Namun didalam pandangan yang umumnya
positif itu, sejumlah pemberi suara yang cukup besar mengkhawatirkan atribut
pribadi pada kandidat tersebut. Didalam suatu survei pada kasus Dwight
Eisenhower dan John Kennedy dalam periode 1952 sampai 1972 sifat yang
mendapat label ‘atraksi personal’ mendominasi citra publik tentang kandidat
kepresidenan. Yang lebih khas, para pemberi suara mencari petunjuk tentang
peran politik kandidat itu seperti pengalaman, latar belakang, dan potensi sebagai
pejabat publik. Bagaimanapun, disini mereka biasanya dibatasi oleh bahan mentah
yang tersedia dalam media kampanye. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi
politik berfungsi sebagai segi penting dari penyusun citra pemberi suara tentang
kandidat. (Nimmo, 2000:185-186)
Komunikasi politik dalam ini menggunakan media massa sebagai
channel untuk menyampaikan pesan yaitu berupa iklan poltik kepada khalayak.
Untuk melihat apakah pesan itu diterima dengan baik oleh khalayak adalah
melalui efek media massa itu sendiri terhadap khalayak. Efek media massa adalah
bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau
menggerakkan perilaku kita. Secara garis besar ada 3 jenis efek komunikasi massa
(media massa).
55
1. Efek Kognitif
Media massa memberikan informasi tentang segala sesuatunya kepada
khalayak. Informasi adalah segala sesuatu untuk mengurangi
ketidakpastian. Informasi yang diperoleh ini untuk menstruktur atau
mengorganisasi semua realitas yang tidak terstruktur. Agar realitas itu
tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Gambaran itu
lazim disebut sebagai citra (image). Citra adalah peta anda tentang
dunia. Tanpa citra anda akan berada dalam suasana yang tidak pasti
citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai
dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Melalui
informasi yang disampaikan oleh media massa, citra yang ada dalam
pikiran khalayak terbentuk. Oleh karena itu efek kognitif dari media
massa adalah bagaimana media massa membantu khalayak mempelajari
informasi yang bermanfaat dan mengembangkan ketrampilan kognitif.
2. Efek Afektif
Berbagai kumpulan penemuan menunjukkan bahwa media massa
secara berarti mempengaruhi orientasi afektif, walaupun dampaknya
tidak sebesar pada orientasi kognitif. Dampak dari terpaan media ini
terlihat pada sikap emosional dan rangsangan seksual
3. Efek Behavioral
Pada waktu membicarakan efek kehadiran media massa, secara sepintas
telah disebutkan efek behavioral seperti pengalihan kegiatan dan
penjadwalan kegiatan sehari-hari. Disini terlihat efek pesan media pada
56
perilaku khalayak. Perilaku memiliki bidang yang luas, dan paling
sering dibicarakan ialah efek komunikasi massa pada perilaku sosial
yang sering diterima (efek prososial behavioral) dan pada perilaku
agresif. (Rahmat, 2003:217-239)
Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa khalayaklah yang menentukan
persepsi terhadap kandidat bukan jenis atau bentuk stimuli yang menentukan
persepsi. Khalayak itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal dalam memberikan
respon, diantaranya adalah:
1. Citra personal tentang politik yaitu pikiran, perasaan, dan kesudian
subjektif yang menyusun citra orang tentang politik itu berguna, dan
juga memuaskan bagi orang itu. Citra seseorang membantu dalam
pemahaman, penilaian, dan pengidentifikasian peristiwa, gagasan,
tujuan, atau pemimpin politik. Citra juga membantu memberikan alasan
yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu
hadir sebagaimana tampaknya, tentang preferensi politik, dan tentang
penggabungan dengan orang lain.
2. Interpretasi personal tentang politik. Dengan interpretasi, individu
memperhitungkan segala sesuatu, menyusunnya, dan menanggapi yang
paling menonjol. Proses interpretatif bukan sekedar mata rantai yang
menghubungkan keadaan internal dengan perilaku seseorang.
Sebaliknya melalui interpretasi, orang mengekploitasi pikiran,
perasaan, kesudian, dengan cara yang dipikirkan dan aktif, dan
57
menanggapi objek-objek dalam setting dengan cara yang bermakna
secara subjektif. (Nimmo, 2000:6-10).
E. Definisi Konsepsional Dan Operasional
1. Definisi Konsepsional
Definisi konsepsional merupakan definisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan
dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk
beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu dengan lainnya.
(Singarimbun,1989:33)
· Persepsi Khalayak
§ Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan
makna pada pada stimuli inderawi (sensory stimuli).
(Desiderato,1976:129).
§ Khalayak yang dimaksud adalah kalangan pelajar sekolah
menengah atas yang sedang duduk dikelas 9 khususnya. Dengan
kisaran umur 17-19 tahun. Hal ini dikarenakan mereka adalah
pemilih pemula pada PEMILU tahun 2009 nanti. Pelajar adalah
status yang didapatkan seseorang jika dia masuk sekolah atau
58
sedang bersekolah disebuah lembaga pendidikan.
(http://id.answers.yahoo.com/question/index?)
· Periklanan Politik
Periklanan politik adalah pengiklanan citra (image), daya tarik
yang diarahkan untuk membangun reputasi seorang pejabat publik
atau pencari jabatan; menginformasikan kepada khalayak mengenai
kualifikasi seorang politisi, pengalamannya, latar belakangnya dan
kepribadiannya, dan mendorong prospek pemilihan calon yang
bersangkutan atau mempromosikan program atau kebijakan
tertentu. (Nasution, 1990:113)
2. Definisi Operasional
Menurut Masri Singarimbun, definisi operasional merupakan petunjuk
tentang bagaimana suatu variabel itu diukur. (Singarimbun,1989:23).
Dengan demikian definisi ini merupakan operasionalisasi dari definisi
konsepsional yang telah dijabarkan:
1. Ketertarikan terhadap iklan politik
Indikator yang digunakan untuk mengukur ketertarikan responden
terhadap isi iklan dan pesan yang disampaikan.
1.1 Iklan politik yang pernah ditonton oleh responden merupakan tolok
ukur untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan responden mengenai
iklan-iklan politik Soetrisno Bachir yang ditayangkan ditelevisi.
a). Responden pernah menyaksikan iklan politik Soetrisno Bachir.
59
§ Tinggi bila responden menjawab ya.
§ Sedang bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah bila responden menjawab tidak pernah.
b). Jenis iklan yang pernah disaksikan oleh responden
§ Iklan dengan “hidup adalah perbuatan”.
§ Iklan dengan tema “hidup adalah perbuatan” versi firman
pengusaha waralaba.
§ Iklan dengan tema” hidup adalah perbuatan” stefano
pemenang olimpiade matematika.
§ Iklan dengan tema” hidup adalah perbuatan” versi bidan
Rabiah.
§ Iklan dengan tema “dirgahayu Indonesiaku”.
1.2 Pengetahuan responden terhadap iklan politik tolok ukur untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan responden mengenai iklan
politik yang ditampilkan
a). Iklan politik yang disiarkan merupakan salah satu iklan yang sering
disaksikan oleh responden ketika menonton televisi.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
b). Responden mengetahui tentang iklan politik Soetrisno Bachir yang
ditayangkan ditelevisi.
§ Tinggi, bila responden memilih jawaban ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
60
§ Rendah, bila responden memilih jawaban tidak.
c). Responden sering melihat iklan politik Soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
d). Pernah mencari informasi lebih detail mengenai tokoh Soetrisno
Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
1.3 Isi pesan pada iklan adalah pesan yang ditujukan untuk masyarakat
yang menonton iklan politik.
a). Responden memperhatikan isi pesan pada iklan politik Soetrisno
Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
b). Responden mengerti maksud dari iklan politik Soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
c). Responden menjelaskan maksud iklan politik yang disaksikan
menurut persepsi mereka.
61
d). Isi Iklan politik Soetrisno Bachir yang ditayangkan sesuai dengan
keinginan responden.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawa kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
e). Isi pesan iklan mampu menyajikan informasi yang diinginkan oleh
responden.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
f). Isi iklan politik Soetrisno Bachir yang ditayang sesuai dengan
kenyataan yang diketahui oleh responden.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
g). Isi pesan iklan sesuai dengan tokoh Soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
h). Isi pesan iklan menggambarkan tokoh Soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
62
i). Isi iklan politik Soetrisno Bachir sesuai dengan kebutuhan
masyarakat akan seorang calon pemimpin untuk saat ini.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
j). Responden mengetahui waktu-waktu penayangan iklan politik
Soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
2. Kredibilitas komunikator
2.1 Kredibilitas komunikator adalah seperangkat persepsi komunikate
tentang sifat-sifat komunikator diukur dengan:
a). Responden tertarik untuk mengenal sosok soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
b). Responden mengetahui bahwa Soetrisno Bachir adalah salah
satu kandidat yang mengikuti pemilu 2009.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
63
c). Soetrisno Bachir tepat dicalonkan sebagai salah satu kandidat.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responde menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
d). Anggapan responden terhadap kemampuan memimpin.
Soetrisno Bachir
§ Tinggi, bila responden menjawab mampu.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak mampu.
e). Kepercayaan responden terhadap kemampuan Soetrisno Bachir
sebagai seorang pemimpin.
§ Tinggi, bila responden menjawab percaya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak percaya.
f). Responden merasa terwakili aspirasinya oleh Soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab terwakili.
§ Sedang, responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak terwakili.
g). Responden mengenal dengan baik sosok Soetrisno Bachir
masyarakat.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
64
h). Responden melihat soetrisno bachir memiliki karisma sebagai
seorang pemimpin.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak
i). Kepribadian Soetrisno Bachir menjadi salah satu pertimbangan
bagi reponden
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Negatif, bila responden menjawab tidak
2.2 Atraksi (attracktivness) adalah pada bagian ini disebutkan bahwa
penampilan seorang komunikator juga mempengaruhi proses
berjalannya sebuah komunikasi.
a). Responden menilai penampilan fisik soetrisno bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
b). Responden menilai cara berbicara Soetrisno Bachir dalam iklan
politiknya
§ Tinggi, bila responden menjawab ya
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
65
c). Responden memperhatikan gestur (mimik dan gerak-gerik)
Soetrisno Bachir dalam iklan politiknya.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
d). Responden merasa memiliki kesamaan pandangan dengan
Soetrisno Bachir bahwa hidup harus diisi dengan hal-hal yang
positif.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
e). Responden merasa memiliki kesamaan nilai “perjuangan hidup”
dalam iklan politik dengan Soetrisno Bachir.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab kadang-kadang.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
2.3 Kekuasaan adalah kemampuan untuk menimbulkan ketundukan.
a). Jabatan calon kandidat sebelum mencalonkan diri menjadi
pertimbangan bagi responden
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
66
b). Responden menganggap informasi dan pengetahuan yang dimiliki
oleh Soetrisno Bachir penting.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang, bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
c). Responden menganggap bahwa Soetrisno Bachir dapat ditiru
perbuatan dan tindakannya sebagai pemimpin.
§ Tinggi, bila responden menjawab ya.
§ Sedang bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah, bila responden menjawab tidak.
d). Responden menganggap Soetrisno Bachir memiliki kemampuan
untuk menjadi seorang pemimpin.
§ Tinggi bila responden menjawab ya
§ Sedang bila responden menjawab ragu-ragu
§ Rendah bila responden menjawab tidak.
e). Responden menganggap Soetrisno Bachir memiliki pengalaman
untuk menjadi seorang pemimpin jika ia terpilih dalam PEMILU
2009.
§ Tinggi bila responden menjawab ya.
§ Sedang bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah bila responden menjawab tidak.
67
f). Menurut responden Soetrisno Bachir tepat dicalonkan sebagai kandidat
presiden dalam PEMILU 2009?
§ Tinggi bila responden menjawab ya.
§ Sedang bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah bila responden menjawab tidak.
g). Menurut responden Soetrisno Bachir tepat dicalonkan sebagai wakil
presiden dalam PEMILU 2009.
§ Tinggi bila responden menjawab ya.
§ Sedang bila responden menjawab ragu-ragu.
§ Rendah bila responden menjawab tidak.
h). Penilaian responden terhadap Soetrisno Bachir.
F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan kebenaran yang dipercaya, maka suatu penelitian
harus dilakukan dengan metode yang benar dan tepat. Metode penelitian
komunikasi adalah menguraikan cara bagaimana suatu penelitian komunikasi
harus dilakukan. Metode penelitian adalah unsur penting didalam suatu penelitian,
karena metode ini memiliki peranan penting dalam upaya mendapatkan data yang
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian.
1. Tipe penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif.
Penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengembangkan konsep dan
68
menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. (Singarimbun,
1989:4)
2. Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survai. Survai adalah penelitian
yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan data yang pokok. (Singarimbun, 1989:24)
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 2 Surakarta yang berlokasi
di jalan Monginsidi No. 40. Penelitian dilakukan khususnya pada siswa siswi
yang berusia 17-18 tahun yaitu siswa-siswi yang duduk dikelas XII, sebagai
pemilih pemula pada pemilu yang akan datang nanti. Adapun alasan yang
melatarbelakanginya adalah:
a. Adanya kedekatan geografis antara peneliti dengan lokasi penelitian.
b. SMA Negeri 2 merupakan salah satu SMU favorit dikota surakarta.
4. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan populasi dari unit analisa yang ciri-
cirinya akan diduga. (Singarimbun, 1989:152). Populasi pada penelitian ini adalah
pelajar Sekolah Menengah Atas yang telah menyaksikan iklan politik Soetrisno
Bachir, dengan kisaran usia 17-18 yang duduk pada kelas XII (3) pada SMA
Negeri 2 Surakarta. SMA Negeri 2 ini dipilih karena merupakan salah satu SMA
favorit dikota Solo, terdiri 3 kelas IPA, 6 kelas IPS, dan 1 kelas BAHASA. Jumlah
keseluruhan kelas XII (3) adalah 10 kelas.
69
Setelah peneliti melakukan pra survei, diketahui bahwa tidak semua
siswa menyaksikan iklan politik tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
dari setiap kelas hanya 8 orang siswa/siswi yang telah menyaksikan iklan politik
tersebut. Artinya hanya ada 80 orang populasi. Melihat hal tersebut peneliti
memutuskan untuk menggunakan keseluruhan populasi sebagai responden atau
sampel didalam penelitian ini.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik Sensus yaitu kadangkala juga disebut cacah jiwa adalah sebuah proses
mendapatkan informasi tentang anggota sebuah populasi (tidak hanya populasi
manusia). Peneliti terlebih dahulu telah melakukan pra survei untuk memastikan
bahwa calon resonden menyaksikan iklan politik yang dimaksud. Setelah pra
survey dilakukan, baru dapat dipastikan jumlah jumlah keseluruhan siswa yang
telah menyaksikan iklan politik tersebut adalah 80 orang. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 80 orang atau dengan kata lain jumlah
sampel sama dengan populasi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sensus).
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data-data yang diperoleh menggunakan metode:
a. Kuesioner
Didalam penelitian kuantitatif, penggunaan kuesioner merupakan hal
pokok untuk pengumpulan data dari responden yang nantinya akan
terkumpul dalam bentuk angka-angka, tabel, analisis statistik dan uraian
serta kesimpulan hasil penelitian.
70
6. Teknik Analisa data
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabulasi
silang. Teknik riset survei pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang akan
disebarkan kepada responden. Hasil yang akan diperoleh dari pengolahan data
dari jawaban kuesioner adalah simbol yang berupa angka. Simbol angka ini kita
sebut kode. Tahapan pertama adalah mengkode semua jawaban dari kuesioner
yang telah disebar. Tahapan itu harus dilaksanakan untuk setiap pertanyaan atau
variabel yang ada pada kuesioner. Pemberian kode untuk setiap jawaban
merupakan isi pokok sebuah buku kode. (Singarimbun,1989:219).
Peneliti kemudian memasukan data kelembaran kode yang telah
diterjemahkan dalam bentuk skor. Langkah selanjutnya adalah memasukkan data
ke dalam lembaran kerja, kemudian membuat tabulasi silang. Analisis tabulasi
silang yang digunakan adalah analisis tabulasi silang dengan dua variabel. Hal ini
dikarenakan didalam penelitiannya, peneliti tidak menggunakan variabel kontrol.
Dalam analisis ini peneliti harus menghitung presentase dari keseluruhan data
yang didapatkan. Hal ini dikarenakan presentase data inilah yang mempengaruhi
benar tidaknya interpretase peneliti. Dalam perhitungan ini presentase responden
untuk setiap kelompok dibuat sedemikian rupa agar mudah melihat hubungan
antara dua variabel. Untuk itu presentase selalu dhitung pada variabel pengaruh,
atau jumlah 100 persen adalah pada kategori variabel pengaruh. Hubungan
variabel-variabel penelitian, dalam ini efek variabel pengaruh terhadap variabel
terpengaruh, dilihat dengan membandingkan distribusi persentase pada kategori-
kategori variabel pengaruh. Jumlah responden untuk setiap kelompok variabel
71
pengaruh juga perlu dicatat karena angka tersebut dibutuhkan dalam interpretasi.
Agar tabel mudah dibaca, variabel terpengaruh biasanya disusun sebagai baris
(vertikal), dan variabel pengaruh disusun sebagai kolom (horizontal).
(Singarimbun, 1989:273-274)
72
BAB II
DESKRIPSI SMA NEGERI 2 SURAKARTA
A SMA NEGERI 2 SURAKARTA
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 yang berlokasi di Jalan
Monginsidi No. 40 Margoyodan, Kecamatan Banjarsari, dan berdampingan
dengan SMA Negeri 1 Surakarta.
B SEJARAH BERDIRINYA SMA NEGERI 2 SURAKARTA
Dalam upaya menelusuri sejarah atau riwayat berdirinya SMA Negeri 2
Surakarta yang berkedudukan di Margoyudan Banjarsari Surakarta, maka Ibu Dra.
Hj. Endang Sri Kusumaningsih, M.Pd selaku Kepala Sekolah pada masa jabatan
2005-2007 telah membentuk Panitia Khusus yang terdiri dari beberapa unsur.
Panitia khusus telah berusaha mencari informasi, mengumpulkan data,
serta keterangan dari berbagai sumber seperti mantan Kepala Sekolah, Guru-guru,
Tata Usaha dan berbagai catatan dokumen yang masih ada.
Dari data dan informasi yang telah terkumpul maka Panitia Khusus telah
mengadakan rapat atau musyawarah beberapa kali dan akhirnya pada hari Kamis
tanggal 15 Desember 2005. Panitia khusus telah mengadakan rapat/musyawarah
di SMA Negeri 2 Surakarta, yang dipimpin atau difasilitasi oleh Ibu Dra. Hj.
Endang Sri Kusumaningsih, M.Pd selalu Kepala Sekolah. Dari rapat tersebut
dihasilkan:
73
a. Pada tanggal 15 Desember 1949 di Margoyudan dan Sala telah di buka
dengan resmi ( SK. No. XX/12/1949 ).
a. SMA Negeri A/B-I
b. SMA Negeri A/B-II
Dalam perjalanan dan perkembangan selanjutnya SMA Negeri A/B-II
pernah berubah-ubah nama (a) menjadi SMA Negeri II-A dan akhirnya sekarang
dikenal dengan nama SMA Negeri 2.
Setelah mendengarkan saran, usul pendapat dan keterangan dari berbagai
sumber yang didukung oleh beberapa dokumen historis yang ada, maka Panitia
atau Tim Khusus yang di bentuk oleh Ibu Dra. Hj. Endang Sri Kusumaningsih,
M.Pd pada hari Kamis tanggal 15 Desember 2005, dalam musyawarah akhirnya
disepakati dan disetujui bahwa yang dianggap sebagai hari lahirnya SMA Negeri
2 Surakarta adalah pada hari :
Rabu Pahing Tanggal 17 Agustus 1951
Kebetulan tanggal 17 Agustus 1951 itu bertepatan dengan peringatan Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-6, sehingga hari tersebut mempunyai arti
dan makna yang dalam dari segi historis maupun philosofis bagi SMA Negeri 2
Surakarta.
C Visi SMA Negeri 2.
Mampu menjadi SMA unggulan yang berwawasan IPTEK, Seni, Olahraga
dan IMTAQ dengan indikator sebagai berikut :
1. Unggul dalam hal kedisiplinan dan ketertiban.
2. Unggul dalam penguasaan perangkat teknologi modern.
3. Unggul dalam perolehan NEM.
4. Unggul dalam persaingan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru)
74
5. Unggul dalam bidang Fisika,Kimia, Biologi dan Matematika.
6. Unggul dalam penguasaan bahasa Inggris dan bahasa Jerman.
7. Unggul dalam Kesenian dan Olahraga.
8. Unggul dalam bidang Kesenian.
D Misi SMA Negeri 2.
1. Menumbuhkan semangat disiplin tinggi kepada seluruh warga sekolah.
2. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efesien,
sehingga mencapai hasil yang optimal.
3. Mendorong semangat seluruh warga sekolah untuk lebih berprestasi sesuai
bakat minatnya.
4. Membantu siswa untuk mengenali potensi dirinya agar dapat dikembangkan
secara optimal (meliputi bidang agama, bahasa, seni, budaya, olahraga dan
ilmu pengetahuan), sehingga memiliki kepercayaan diri yang kuat dan
mampu bersaing masuk perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang favorit.
5. Mendorong meningkatkan penghayatan dan pengamatan agama dan budi
pekerti luhur dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan persaudaraan
yang sejati.
6. Mendorong dan memfasilitasi segala bentuk kegiatan untuk meningkatkan
sumber daya warga sekolah, sehingga lebih dapat meningkatkan kualitas
dirinya.
7. Membawa warga sekolah untuk menjadi agen perubahan kearah perubahan
kehidupan masyarakat.
Indikator dari Ketercapaian Visi dan Misi tersebut antara lain :
1. Meningkatnya penggunaan Laboratorium IPA, Laboratorium Bahasa
dan Laboratorium Komputer.
2. Meningkatnya akademik siswa yang ditandai dengan semakin
meningkatnya peringkat, nilai ujian murni siswa dan kenaikan
presentase siswa yang diterima di PTN dan PTS yang bonafid.
3. Meningkatnya prestasi non akademik siswa yang ditandai dengan
semakin banyaknya kejuaraan yang diperoleh.
75
4. Meningkatnya prestasi guru dan karyawan dalam karier profesional
dan karier jabatan.
5. Meningkatnya disiplin siswa dari perhitungan siswa yang tidak tertib
dan disiplin adalah 0,915 % tiap bulan.
Dengan Rumus = Jumlah siswa yang tertib x 100 % Jumlah
Hari efektif x jumlah siswa
E Keadaan Lingkungan Fisik.
SMA Negeri 2 Surakarta berada di Jalan Monginsidi No. 40 Margoyodan,
Kecamatan Banjarsari, dan berdampingan dengan SMA Negeri 1 Surakarta. Lebih
tepatnya SMA Negeri 2 Surakarta dibatasi oleh:
a.
b.
c.
d.
Sebelah Barat
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Utara
:
:
:
:
SD Kristen Margoyudan
SMA Negeri 1 Surakarta
Jalan Raya Monginsidi
Perumahan Penduduk
Margoyudan ini dikenal dengan lingkungan pendidikan karena selain
SMA Negeri 2 Surakarta, terdapat beberapa sekolah lainnya seperti SMK Kristen,
SMP Warga, SMA Warga, SMA Kristen Monginsidi, SMA Widya Pratama,
IAKS (Institut Agama Kristen Surakarta), SMIT Tunas Pembangunan, SMA
Kristen 1, SMP Negeri 4 dan ASKI.
Jika dilihat dari kondisi lingkungan di SMA Negeri 2 Surakarta yang juga
merupakan tempat kegiatan belajar mengajar, maka dapat dikatakan keadaan
lingkungan belajar siswa cukup terjamin ketenangan dan keamanannya.
76
SMA Negeri 2 Surakarta jauh dari kebisingan dan kerawanan yang bisa
mengganggu ketenangan belajar. Hanya saja tata ruangan yang terlalu sesak
berjejal inilah yang menyebabkan suasana belajar menjadi kurang tenang. Untuk
itu pada bulan-bulan akhir tahun 1996 mulai diadakan rehabilitasi. Dengan
dilaksanakannya program ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan
dan taraf kepercayaan masyarakat pada sekolah ini.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa.
Dalam hal ini lingkungan belajar siswa dapat dibagi menjadi 2 macam antara lain:
a). Lingkungan Fisik Sekolah :
a. Berupa bangunan dan perlengkapan belajar siswa yang ada di sekolah
antara lain :
Luas tanah : 6454 m2
Luas Bangunan : 4672 m
Lahan kosong : 600 / 410
Tabel 1. 1 Bangunan–bangunan di SMA Negeri 2
Baik No Jenis Ruang
Jumlah Luas
1 Ruang Kelas 31 2632
2 Laboratorim Fisika 1 99
3 Laboratorium Kimia 1 99
4 Laboratorium Biologi 1 102
5 Laboratorium Bahasa 1 93
6 Laboratorium Komputer 2 192
7 Ruang Perpustakaan 1 324
8 Ruang UKS 1 14
77
9 Alua Serbaguna 1
10 Koperasi Toko 1 20
11 Ruang BK 1 85
12 Ruang Tata Usaha 1 68
13 Ruang Kepala Sekolah 1 24
14 Ruang Wakasek 1 24
15 Ruang OSIS 1 9
16 Ruang Ibadah / Masjid 1 154
17 Gudang 1 72
18 Rumah Penjaga Sekolah 2 74
19 Kamar Mandi / WC Guru 2 tempat 24
20 Kamar Mandi / WC Siswa 3 temat 99
21 Kantin 3 81
Sumber: SMA Negeri 2
Tabel 1.2 Peralatan dalam ruang kelas
no Alat – alat Jumlah
1 Komputer -
2 TV -
3 LCD -
4 VCD Pleyer -
5 Radio / Tape Recorder -
6 Sound system 1
7 AC / Kipas Angin 1
8 Meja 20
9 Kursi 40
10 Papan Tulis 1
11 Papan Pengumuman 1
12 Meja kursi guru 1
Sumber: SMA Negeri 2
78
Tabel 1.3 Peralatan dalam Lab Bahasa
No Alat – alat Jumlah
1 Master Control 1 Unit
2 TV 1 Unit
3 Radio / Tape Recorder 1 Unit
4 VCD Pleyer 1 Unit
5 Headsheet + Mic Siswa 44 Unit
6 AC / Kipas Angin 2 Unit
7 Penyedot debu 1 Unit
8 Meja / kursi siswa 9 Papan Tulis
Sumber: SMA Negeri 2
Tabel 1.4 Peralatan dalam lab Multimedia
No Alat – alat Jumlah
1 Server 1
2 Komputer ( Client ) 41
3 LCD 1
4 Headsheet + Microphone 41
5 Internet ( Puskom ) 1
6 Internet ( Speedy ) 1
7 AC / Kipas Angin 3
8 Sofwere Lab. Bahasa 5
9 Sofwere Pembelajaran 25
10 Papan Tulis 1
11 Papan Pengumuman
12 Meja kursi guru 1 set
13 Meja Kursi Komputer 14 Set
Sumber: SMA Negeri 2
Tabel 1.5 Peralatan Lab. Komputer
No Alat – alat Jumlah
1 Server 1
2 Komputer ( Client ) 39
3 Internet ( Puskom ) 1
79
4 Internet ( Speedy ) 1
5 Radio / Tape Recorder -
6 AC / Kipas Angin 3
7 Meja kursi guru 1
8 Meja Kursi Komputer
siswa
39
12 1
Sumber: SMA Negeri 2
Table 1.6 Peralatan dalam Perpustakaan
Sumber: SMA Negeri 2
No Alat – alat Jumlah
1 Jumlah Judul buku 3127 Eks
2 Jml Buku seluruhnya 38.590 eks
3 TV 1
4 Komputer 1
5 Meja Kursi baca siswa 10 / 40
6 AC / Kipas Angin
7 Meja Kursi petugas 1 set
8 Rak Buku
9 Katalok
10 Rak Majalah
11 Almari
80
Tabel 1.7 Peralatan dalam Ruang Tata Usaha
No Alat – alat Jumlah
1 Komputer 3
2 Mesin Ketik 3
3 Meja Kursi 7
4 Telpon 1
5 Enterkom 1
6 AC / Kipas Angin 2
7 Almari Kayu / Besi/ Kaca 7
8 Wartel 1
9 Foto Copy 1
Sumber: SMA Negeri 2
Tabel 1.8 Peralatan dalam Ruang Wakasek
No Alat – alat Jumlah
1 Komputer 4
2 Printer 3
3 Secenner 1
4 Riso 1
5 Almari kayu / besi 4
6 AC / Kipas Angin 1
7 Mejak / kursi komputer 4
8 Meja / kursi 2
9
Sumber: SMA Negeri 2
Tabel 1.9 Peralatan dalam Ruang BK
No Alat – alat Jumlah
1 Komputer 1
2 Meja Kursi 6
3 Almari 1
4 AC / Kipas Angin 1
5
Sumber: SMA Negeri 2
Selain ruangan-ruangan tersebut terdapat pula tanaman-tanaman
dihalaman yang bermacam-macam tanaman ditanam dipot dan dihalaman depan
81
sekolah. Dengan adanya tanaman-tanamam tersebut membuat lingkungan nampak
lebih bersahaja serta memberikan kesejukan dan kesegaran.
F Guru dan Karyawan.
Tabel 1.10 Jumlah Guru Berdasarkan Mata Pelajaran
Jumlah
No. Mapel Jml
Guru
Jml
Guru
Tetap
Kekurangan Kelebihan GB GTT
1 Agama Islam 3 1 - -
2 Agama Kristen 1 1 - -
3 Agama Katolik 1 1 - -
4 Agama Hindu - - - -
5 Ketrampilan 4 - - 2 -
6 PPKn / Tata Negara 4 4 - 1 -
7 Penjaskes / Orkes 4 3 - 1 -
8 Kesenian - -
9 Bahasa Indonesia 7 7 - 2 -
10 Bahasa Inggris 8 8 - -
11 Matematika 6 - -
12 Fisika 6 - -
13 Biologi 5 - -
14 Kimia 4 - -
15 Sejarah 3 - -
16 Geografi 2 - -
17 Sosiologi / Antropologi 4 - -
18 Ekonomi / Akuntansi 3 - -
19 Bimbingan dan Konseling 7 - -
20 Bahasa Jerman 1 - -
21 Bahasa Jawa 2 - -
22 TIK 4 - -
Sumber: SMA Negeri 2.
46
Tabel 1.11 Keadaan Tenaga Edukatif dan Administrasi SMA Negeri 2 Surakarta Per Juli 2008.
Sumber: SMA Negeri
Pegawai Negeri Sipil Golongan
I II III IV Tenaga
Jenis
Kelamin
A B C D JML
A B C D JML
A B C D JML
A B C D JML JML
KET
Edukatif P 8 1 3 12 28 1 29 41
L 1 2 3 6 23 1 24 30
JUMLAH 9 1 2 6 18 51 2 53 71
Adminis P
L 3 1 1 5 1 1 1 3 - 8
No
JUMLAH 3 1 1 5 1 1 1 3 8
47
G Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING SMA
NEGERI 2 SURAKARTA
KETERANGAN
: Garis Komando
: Garis Koordinasi
: Garis Konsultasi
Sumber : SMA Negeri 2
BP Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah Tenaga ahli
Instansi lain
Guru Mata
Pelajaran Guru
Pembimbing
Tata Usaha
Siswa
Wali Kelas
atau Guru Pembina
48
49
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenai iklan politik Soetrino
Bachir yang ditayangkan ditelevisi dalam persepsi siswa SMU Negeri 2 Solo.
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden yang telah menyaksikan penayangan iklan politik
Soetrisno Bachir. Responden dalam penelitian ini adalah para siswa-siswi SMU
Negeri 2 Solo, sebanyak 80 orang, dengan kisaran usia 17-18 tahun, duduk di
kelas XII (3).
A KARAKTERISTIK RESPONDEN.
Tabel 2.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
N = 80 Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Laki-Laki 31 38,75%
Perempuan 49 61,25%
Total 80 100%
Sumber: data Primer (Identitas responden
Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini
kebanyakan berjenis kelamin perempuan.
50
Tabel 2.2
Identitas Responden Berdasarkan Agama N = 80
Agama Jumlah prosentase
Islam 74 92,5%
protestan 3 3.75%
Katolik 3 3.75%
Hindu - -
Budha - -
Total 80 100%
Sumber: data Primer (Identitas responden)
Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa responden penelitian ini dominan
beragama islam.
B PERSEPSI SISWA SMU NEGERI 2 SOLO TERHADAP IKLAN
POLITIK SOETRISNO BACHIR.
Pada penelitian ini indikator yang digunakan adalah: pengenalan terhadap
iklan, pengetahuan tentang iklan, pengetahuan mengenai isi iklan, pengetahuan
tentang Pemilu 2009, kredibilitas komunikator, atraksi komunikator, dan
kekuasaan komunikator. Dari ketujuh indikator tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang persepsi siswa SMU Negeri 2 Solo terhadap iklan
politik Soetrisno Bachir. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
51
a. Pengenalan Terhadap Iklan.
Tabel 2.3 Pengetahuan Responden Mengenai Keberadaan Iklan
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Pernah 54 67,5%
Kadang-Kadang 26 32,5%
Tidak pernah - -
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 1).
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui dengan baik keberadaan iklan tersebut. Hal ini dinyatakan dengan
67,5% responden menyatakan bahwa mereka pernah menonton iklan politik ini.
Hal ini cukup baik mengingat tayangan iklan politik ini yang cukup terbatas pada
jam-jam tertentu.
52
Tabel 2.4 Versi Iklan Politik Yang Ditonton Responden
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Versi “hidup adalah
perbuatan”
40 50%
Versi “Firman pengusaha
waralaba”
13 16,5%
Versi “Stefano pemenang
olimpyade matematika”
12 15%
Versi “bidan Rabiah” 1 1,25%
Versi “dirgahayu
kemerdekaan”
14 17,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no2)
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 50 % (40 orang) responden
menyaksikan iklan politik versi “Hidup Adalah Perbuatan”. Dari tabel ini dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden lebih mengenal sosok Soetrisno
Bachir dari iklan politik Versi Hidup Adalah Perbuatan“. Hal ini sangat wajar
sebab frekuensi penayangan iklan ini cukup sering dibandingkan dengan iklan
politik dengan tema lainnya.
53
b. Pengetahuan Tentang Iklan.
Tabel 2.5 Tingkat Perhatian Responden Terhadap Isi Iklan Politik
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 23 28,75%
Kadang-Kadang 42 52,5%
Tidak 13 18,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 3)
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 52,5% (42 orang) responden
hanya kadang-kadang memperhatikan isi iklan. Dari tabel ini dapat disimpulkan
bahwa kebanyakan responden tidak memperhatikan isi iklan. Mereka hanya
sebatas tahu bahwa iklan tersebut adalah iklan politik Soetrisno Bachir. Sangat
disayang disayangkan hanya 28,75% responden yang memperhatikan iklan ini
dengan sungguh-sungguh.
Tabel 2.6 Tingkat Keseringan Responden Dalam Menyaksikan Iklan Politik
N = 80 Kategori Jawaban Jumlah Prosentase
Ya 15 18,75%
54
Kadang-Kadang 46 57,5%
Jarang 19 23,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 4).
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 57,5% (46 orang) responden
menonton iklan ini kadang-kadang. Dapat disimpulkan bahwa iklan politik ini
hanya menjadi tayangan yang disaksikan selintas lalu saja bukan tayangan yang
ingin disaksikan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat dilihat dari responden
yang hanya kadang-kadang saja menyaksikan iklan ini
Tabel 2.7 Tingkat Pemahaman Responden Terhadap Maksud Iklan Politik
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Mengerti 42 52,5%
Ragu-Ragu 21 26,25%
Tidak mengerti 17 21,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 5).
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 52,5% (42 orang) responden
mengerti maksud dari iklan politik yang ditayangkan. Dari tabel ini disimpulkan
bahwa sebagian besar responden mengerti akan maksud iklan politik yang mereka
saksikan. Hal ini cukup baik, meskipun iklan politik ini hanya dianggap tayangan
selintas lalu bagi responden namun mereka cukup memahami maksud iklan ini.
Tabel 2.8 Tingkat Keingintahuan Responden Tentang Sosok Soetrisno Bachir
N = 80
55
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 8 10%
Kadang-Kadang 10 12,5%
Tidak 62 77,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 6)
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 77,5% (62 orang) responden
tidak memiliki keinginan untuk mencari informasi tentang Soetrisno Bachir. Dari
tabel ini dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden tidak
memiliki motivasi untuk lebih mengenal dan mengetahui informasi tentang sosok
Soetrisno Bachir secara lebih detil. Hanya 10% (8 orang) responden memiliki
keinginan untuk mengetahui informasi tentang sosok Soetrisno Bachir
Perolehan data yang didapatkan dengan memberikan 4 pertanyaan untuk
mengetahui pengetahuan responden mengenai iklan politik yang ditayangkan
dalam bentuk 4 pertanyaan dengan 3 alternatif jawaban yang memiliki bobot nilai
1 - 3.
Range = Nilai tertinggi – nilai terendah
= 12 – 4
= 8
Interval = Range
Jumlah kelas
= 8
3
= 2,67 dibulatkan menjadi 3
Tabel 2.9
56
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Iklan Politik N = 80
Kategori jawaban Jumlah nilai F %
Baik 9-12 27 33,75%
Cukup Baik 5-8 46 57,5%
Tidak Baik 1-4 7 8,75%
Total - 80 100
Sumber: data primer (pertanyaan no 3-6)
Tabel distribusi diatas menunjukkan pengetahuan responden tentang iklan
Soetrisno Bachir. Hasil yang didapat dari pengetahuan responden tentang iklan
politik sebanyak 57,5% (46 responden) memiliki pengetahuan yang “cukup baik”
tentang iklan politik Soetrisno Bachir.
Secara umum, pengetahuan responden tentang iklan politik Soetrisno
Bachir sudah cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan. Unsur-unsur seperti
tingkat perhatian responden terhadap iklan politik, frekuensi responden dalam
menyaksikan iklan, pemahaman responden mengenai iklan, dan motivasi
responden untuk mengenal sosok Soetrisno Bachir harus lebih diperhatikan.
Dinilai secara umum unsur frekuensi responden menyaksikan iklan politik cukup
menentukan, sebab jam tayang yang sesuai akan menentukan frekuensi responden
dalam menyaksikan iklan politik dan tentunya akan mempengaruhi motivasi
responden untuk lebih mengenal sosok Soetrisno Bachir sebagai salah satu
kandidat presiden atau wakil presiden.
c. Pengetahuan Mengenai Isi Iklan.
57
Tabel 3.1 Tingkat Pemahaman Responden Terhadap Maksud Iklan Politik
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Mengerti 42 52,5%
Ragu-Ragu 21 26,25%
Tidak mengerti 17 21,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 7).
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 52,5% (42 orang) responden
mengerti maksud dari iklan politik yang ditayangkan. Dari tabel ini disimpulkan
bahwa responden mengerti maksud iklan politik yang mereka saksikan. Hal ini
dibuktikan dengan jawaban-jawaban dari responden yang mengerti maksud dari
iklan ini. Dari 42 oang responden tersebut, sebanyak 18 menjawab makna iklan
ini adalah “melakukan perbuatan berguna dan bertanggung jawab terhadap negara
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik melalui perjuangan”. Sebanyak 10
orang responden menjawab bahwa makna iklan ini adalah “memajukan bangsa
melalui perbuatan positif dan bermakna”. Sebanyak 7 orang responden menjawab
bahwa iklan ini adalah “kampanye untuk pemilihan calon presiden dan wakil
presiden”. Sebanyak 5 orang responden menjawab bahwa iklan ini bermakna
“melakukan pengorbanan dalam hidup agar dirinya berguna bagi orang lain dan
negara”. Sebanyak 2 orang responden menjawab bahwa iklan ini adalah “pesan
politik dari Soetrisno Bachir”.
Tabel 3.2 Tingkat Kesesuaian Iklan Dengan Keinginan Responden
N = 80
58
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Sesuai 20 25%
Kadang-Kadang 43 53,75%
Tidak Sesuai 17 21,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 9)
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 53,75% (43 orang) responden
merasa iklan politik yang mereka saksikan hanya kadang-kadang sesuai dengan
keinginan mereka. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahkan responden merasa
bahwa iklan politik yang mereka saksikan kadang-kadang sesuai dengan
keinginan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa iklan politik yang disajikan masih
dianggap belum mampu memberikan informasi yang sesungguhnya dibutuhkan
oleh responden untuk lebih mengenal sosok Soetrisno Bachir.
Tabel 3.3 Kemampuan Iklan Menyajikan Informasi Bagi Responden
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 22 27,5%
Kadang-Kadang 35 43,75%
Tidak 23 28.75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 10)
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 43,75% (35 orang) responden
merasa bahwa iklan politik tersebut hanya kadang-kadang memberi informasi
yang mereka butuhkan. Dapat disimpulkan bahwa iklan politik ini dianggap hanya
59
kadang-kadang saja mampu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
responden. Hanya sedikit dari responden yang merasa bahwa iklan ini mampu
memberikan informasi yang mereka perlukan.
Tabel 3.4 Kemampuan Iklan Memberikan Gambaran Tentang Sosok Soetrisno Bachir
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Sesuai 24 30%
Ragu-Ragu 40 50%
Tidak Sesuai 16 20%
Total 80 100%
Sumber : data primer (pertanyaan no 11)
Dari tabel diatas diketahui bahwa 50% (40 orang) responden meragukan
bahwa iklan ini memberikan gambaran yang sesuai dengan sosok Soetrisno
Bachir yang sesungguhnya. Dapat disimpulkan bahwa responden merasa bahwa
iklan ini diragukan memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang Soetrisno
Bachir. Keragu-raguan ini memiliki kemungkinan mengarah pada
ketidakpercayaan responden terhadap informasi yang disajikan dalam iklan ini
60
Tabel 3.5 Tingkat Kesesuaian Antara Iklan Dengan Fakta Yang Responden Ketahui
Tentang Soetrisno Bachir N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Sesuai 21 26,25%
Ragu-Ragu 35 43,75%
Tidak Sesuai 24 30%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 12)
Dari tabel ini sebanyak 43,75% (35 orang) responden menyatakan ragu-
ragu bahwa iklan politik yang mereka saksikan sesuai dengan fakta yang mereka
ketahui tentang sosok Soetrisno Bachir. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan
bahwa responden meragukan bahwa iklan tersebut sesuai dengan fakta yang
mereka ketahui tentang sosok Soetrisno Bachir. Keragu-raguan ini disebarkan
oleh minimnya pengetahuan responden tentang informasi sosok Soetrisno Bachir.
Tabel 3.6 Pengetahuan responden Tentang Jam Tayang Iklan Politik
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 3 3,75%
Ragu-Ragu 15 18,75%
Tidak 62 77,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 13)
Dari tabel ini diketahui sebanyak 77,5% (62 orang ) responden tidak
mengetahui jam tayang iklan politik tersebut. Dari tabel tersebut dapat
61
disimpulkan bahwa responden tidak mengetahui jam penayangan iklan politik
tersebut. Ketidaktahuan ini disebabkan oleh pemilihan jam tayang yang tidak
sesuai dengan kemungkinan responden dapat menyaksikan iklan politik ini
ditayangkan. Dapat disimpulkan kemungkinan besar responden menyaksikan
tayangan ini secara tidak sengaja. Sehingga mereka tidak mengetahui secara pasti
jam penayangan iklan politik ini.
Tabel 3.7 Tingkat Kesesuaian Iklan Dengan Kebutuhan Masyarakat Tentang Seorang
Pemimpin N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 20 25%
Ragu-Ragu 48 60%
Tidak 12 15%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 14)
Dari tabel diatas diketahui bahwa 60% (48 orang) responden merasa ragu-
ragu bahwa iklan politik Soetrisno Bachir sesuai dengan kebutuhan masyarakat
akan sosok seorang pemimpin. Dapat disimpulkan bahwa responden meragukan
62
iklan politik ini sudah sesuai dengan gambaran sosok pemimpin yang saat ini
dibutuhkan oleh masyarakat. Keragu-raguan responden ini bisa disebabkan oleh
isi dari informasi yang menurut mereka masih dipertanyakan kebenarannya.
Sehingga responden merasa bahwa iklan ini belum tentu dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat akan sosok seorang pemimpin yang ideal.
Perolehan data yang didapatkan dengan mengajukan pertanyaan untuk
mengetahui 7 pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan responden
mengenai iklan politik Soetrisno Bachir dalam bentuk 7 pertanyaan dengan 3
alternatif jawaban yang memiliki bobot nilai 1 -3.
Range = Nilai tertinggi – Nilai terendah
= 21 – 7
= 14
Interval = Range
Jumlah kelas
= 14
3
= 4,67 dibulatkan menjadi 5
Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Isi Iklan
N = 80 Kategori jawaban Jumlah nilai F %
Baik 16-21 26 32,5%
Cukup Baik 10-15 46 57,5%
Tidak Baik 5-9 8 10%
Total - 80 100
Sumber: data primer (pertanyaan no 7-14)
63
Tabel frekuensi diatas menggambarkan sejauh mana pemahaman
responden terhadap isi iklan politik. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak
57,5% (46 orang) mengetahui isi iklan politik ini dengan “cukup baik”.
Secara umum responden mengetahui iklan ini dengan cukup baik. Namun
pengetahuan responden mengenai jam tayang iklan cukup memprihatinkan.
Kebanyakan responden tidak mengetahui jam tayang dari iklan. Hal ini juga
berkaitan dengan rendahnya motivasi responden untuk lebih mengenal sosok
Soetrisno Bachir. Dari fakta yang ada didapat disimpulkan bahwa kebanyakan
responden yang menonton iklan dikarenakan unsur ketidaksengajaan sehingga
responden tidak memiliki motivasi mereka untuk mengetahui lebih jauh sosok
Soetrisno Bachir
d. Pengetahuan Tentang Pemilu 2009.
Tabel 4.1 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pemilu Yang Akan Diadakan
PadaTahun 2009 N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Mengetahui 15 18,75%
Ragu-Ragu 59 73,75%
Tidak Mengetahui 6 7,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 15)
64
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 73,75% (59 orang) responden
menyatakan ragu-ragu bahwa mereka mengetahui pemilu akan diadakan pada
tahun 2009. Dari tabel diatas diketahui bahwa responden menyatakan keragu-
raguan bahwa mereka mengetahui mengenai pemilu tahun 2009. Hal ini
memperlihatkan betapa kurangnya sosialisasi mengenai pemilu dikalangan
pemilih pemula yang terlihat jelas bahwa sebagian besar dari mereka tidak tahu
pasti kapan pemilu akan diadakan.
Tabel 4.2 Responden Memiliki Konsep Ideal Seorang Pemimpin
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 54 67,5%
Ragu-Ragu 11 13,75%
Tidak 15 18,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 16)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 67,5% (54 orang) responden
menyatakan memiliki konsep ideal seorang pemimpin. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa secara umum responden memiliki konsep ideal tentang
seorang pemimpin. Hal ini menyatakan bahwa kalangan pemilih pemula
sesungguhnya telah memiliki kepedulian dan keinginan berpartisipasi dalam
menentukan pemimpin seperti apa yang mereka inginkan kelak untuk memimpin
Indonesia melalui Pemilu 2009 ini.
Tabel 4.3 Tingkat ketertarikan responden untuk mengetahui kandidat
Pada Pemilu 2009
65
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 34 42,5%
Kadang-Kadang 29 36,5%
Tidak 17 21,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 18)
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 42,5% (34 orang) respoden
memiliki ketertarikan untuk mengetahui siapa kandidat pada Pemilu 2009. Dari
tabel ini disimpulkan bahwa responden memiliki keinginan untuk mengetahui
siapa saja kandidat dalam Pemilu 2009. Hal ini menunjukkan bahwa kalangan
pemilih pemula memiliki motivasi untuk tahu siapa saja yang akan berpartisipasi
dalam Pemilu 2009 ini.
Perolehan data yang didapat dengan memberikan 3 pertanyaan untuk
mengetahui pengetahuan responden tentang Pemilu 2009 dalam bentuk 3
pertanyaan dengan 3 alternatif jawaban yang memiliki bobot nilai 1 – 3.
Range = Nilai tertinggi- nilai terendah
= 9 -3
= 6
Interval = Range
Jumlah kelas
= 6
3
= 2
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pemilu 2009
66
N = 80 Kategori jawaban Jumlah nilai F %
Baik 7-9 58 72,5%
Cukup Baik 4-6 20 25,25%
Tidak Baik 1-3 2 2,5%
Total - 80 100
Sumber: data primer (pertanyaan no 15-18)
Dari tabel frekuensi diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 72,5% (58
orang) responden mengetahui tentang Pemilu 2009 dengan “baik”.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa responden mengetahui tentang
Pemilu 2009 dengan baik. Namun yang harus diperhatikan lebih lanjut adalah
mengenai sosialisasi kandidat yang akan mengikuti Pemilu. Sebab akan sangat
terlambat jika sosialisasi tersebut hanya dilakukan sebulan sebelum Pemilu
diadakan. Responden tentunya akan menilai kejelasan visi dan misi kandidat
tersebut sebelum memutuskan untuk memilih. Namun dengan minimnya
sosialisasi akan mempersempit wawasan dan pengetahuan responden terhadap
informasi mengenai visi misi kandidat maupun partai yang mengusung mereka.
e. Kredibilitas Komunikator.
Tabel 5.1 Tingkat Ketertarikan Responden Untuk Mengenal Soetrisno Bachir
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 30 37,5%
Ragu-Ragu 17 21,25%
Tidak 33 41,25%
67
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan 19)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 41,25% (33 orang) responden tidak
memiliki ketertarikan untuk mengenal sosok Soetrino Bachir. Dari tabel ini dapat
disimpulkan bahwa kebanyakan responden merasa tidak memiliki ketertarikan
untuk mengenal sosok Soetrisno Bachir. Ketidaktertarikan ini tentunya
disebabkan karena sosialisasi yang kurang dari tim sukses. Sehingga tidak dapat
disalahkan bahwa pemilih pemula tidak memiliki motivasi untuk lebih mengenal
sosok Soetrisno Bachir.
Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pencalonan Soetrisno Bachir
Dalam Pemilu 2009 N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 67 83,75%
Ragu-Ragu 8 10%
Tidak 5 6,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 20)
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 83,75% (67 orang) responden
mengetahui bahwa Soetrisno Bachir adalah salah satu kandidat dalam Pemilu
2009. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa responden mengetahui tentang
pencalonan Soetrisno Bachir dalam Pemilu 2009.
Tabel 5.3 Penilaian Responden Terhadap Pencalonan Soetrisno Bachir Dalam Pemilu 2009
68
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 24 30%
Ragu-Ragu 51 63,75%
Tidak 5 6,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 21)
Dari tabel ini diketahui sebanyak 63,75% (51 orang) responden meragukan
ketepatan pencalonan Soetrisno Bachir dalam Pemilu 2009. Dari tabel diatas
dapat disimpulkan bahwa responden meragukan pencalonan Soetrisno Bachir
dalam Pemilu 2009. Keraguan pada pemilih pemula ini patut diperhatikan, apakah
disebabkan oleh kurangnya informasi yang mereka miliki mengenai Soetrisno
Bachir dan visi misinya atau memang terdapat rasa ketidakpercayaan dalam diri
pemilih pemula tersebut terhadap kemampuan Soetrsno Bachir.
Tabel 5.4 Penilaian Responden terhadap Kemampuan Memimpin Soetrisno Bachir
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 13 16,25%
69
Ragu-Ragu 61 76,25%
Tidak 6 7,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 22)
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 76,25% (61 orang) responden
menyatakan ragu-ragu terhadap kemampuan Soetrisno Bachir dalam memimpin.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden meragukan kemampuan
Soetrisno Bachir dalam memimpin. Keraguan responden disebabkan oleh
motivasi yang rendah untuk mengenal sosok Soetrisno Bachir. Sehingga informasi
mengenai Soetrisno Bachir yang mereka miliki sedikit sekali sehingga mereka
tidak mengetahui sejauh mana kemampuan Soetrisno Bachir sebagai seorang
pemimpin.
Tabel 5.5 Tingkat kepercayaan respoden terhadap Soetrisno Bachir Dalam Memimpin
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 9 11,25%
Ragu-Ragu 65 81,25%
Tidak 6 7,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 23)
Dari tabel ini diketahui bahwa 81,25% (65 orang) responden menyatakan
ragu-ragu terhadap kepemimpinan Soetrisno Bachir. Dari tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa responden ragu-ragu terhadap kepemimpinan Soetrisno
70
Bachir. Informasi yang minim mengenai Soetrisno Bachir yang mereka miliki,
menyebabkan mereka tidak mengetahui sejauh mana kemampuan Soetrisno
Bachir sebagai seorang pemimpin, sehingga timbulkan keraguan terhadap sosok
Soetrisno Bachir.
Tabel 5.6 Tingkat Kepercayaan Responden Terhadap Soetrisno Bachir Dalam
Mewakili Aspirasi N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 12 15%
Ragu-Ragu 57 71,25%
Tidak 11 13,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 24)
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 71,25% (57 orang) responden
ragu bahwa Soetrisno Bachir dapat mewakili aspirasi mereka. Dari tabel diatas
dapat disimpulkan bahwa responden ragu Soetrisno Bachir dapat mewakili
aspirasi mereka. Sudah dapat disimpulkan bahwa keraguan ini juga disebabkan
bahwa responden sendiri sudah meragukan apakah Soetrisno Bachir dapat
menjadi pemimpin yang baik. Jika hal itu saja sudah diragukan tentu saja
berikutnya mereka akan ragu apakah Soetrisno Bachir dapat mewakili aspirasi
mereka.
Tabel 5.7 Tingkat Pengenalan Responden Terhadap Soetrisno Bachir
N = 80
71
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 13 16,25%
Ragu-Ragu 43 53,75%
Tidak 25 30%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 25)
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 53,75% (43 orang) responden
ragu-ragu jika mereka mengenal dengan baik sosok Soetrisno Bachir. Dari tabel
diatas dapat disimpulkan bahwa responden ragu-ragu jika mereka mengenal sosok
Soetrisno Bachir dengan baik. Hal ini jelas disebabkan oleh kurangnya informasi
mengenai Soetrisno Bachir yang mereka miliki sedikit sekali.
Tabel 5.8 Penilaian Responden Terhadap Karisma Soetrisno Bachir
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 28 35%
Ragu-Ragu 45 56,25%
Tidak 7 8,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 26)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 56,25% (45 orang) responden
menyatakan ragu-ragu jika Soetrisno Bachir memiliki karisma. Dari tabel diatas
dapat disimpulkan bahwa responden meragukan bahwa Soetrisno Bachir memiliki
karisma seorang pemimpin.
Tabel 5.9
72
Penilaian Responden Tentang Pengaruh Kepribadian Soetrisno Bachir Terhadap Pencalonan Dalam Pemilu 2009
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 37 46,25%
Ragu-Ragu 36 45%
Tidak 7 8,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 27)
Dari tabel ini diketahui sebanyak 46,25% (37 orang) responden
menyatakan bahwa kepribadian Soetrisno Bachir akan mempengaruhi pecalonan
dirinya dalam Pemilu. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden
menyatakan bahwa kepribadian Soetrisno Bachir berpengaruh terhadap
pencalonannya dalam Pemilu 2009. Dalam pandangan pemilih pemula
kepribadian mempengaruhi pencalonan Soetrisno Bachir dalam Pemilu, sebab
kepercayaan pada responden timbul karena penilaian yang dilakukan oleh
responden terhadap kepribadian dan keseharian sosok Soetrisno Bachir.
Perolehan data yang didapat dengan memberikan 9 pertanyaan untuk
mengetahui kredibilitas komunikator dalam bentuk 9 pertanyaan dengan 3
alternatif jawaban yang memiliki bobot nilai 1 – 3.
Range = Nilai tertinggi- nilai terendah
= 27 -3
= 24
Interval = Range
Jumlah kelas
73
= 24
3
= 8
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Pandangan Responden Terhadap Kredibilitas Komunikator
N = 80 Kategori jawaban Jumlah nilai F %
Baik 19-27 50 62,5%
Cukup Baik 10-18 29 36,25%
Tidak Baik 1-9 1 1,25%
Total - 80 100
Sumber: data primer (pertanyaan no 15-18)
Pada tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 62,5% (50 orang) responden
beranggapan Komunikator pada iklan Politik ini yaitu Soetrisno Bachir memiliki
kredibilitas yang “baik”.
Secara umum kredibilitas Soetrisno Bachir dimata responden sudah baik.
Ada beberapa hal yang harus perhatikan untuk menjaga anggapan ini seperti
menjaga kepercayaan masyarakat, memperhatikan citra yang ditimbulkan oleh
perilaku dalam mesyarakat, sosialisasi. Hal tersebut menentukan penilaian
masyarakat terhadap kredibilitas Soetrisno Bachir sebagai seorang komunikator
dan kemungkinan juga kredibilitasnya sebagai seorang pemimpin jika ia terpilih
dalam Pemilu 2009.
74
f. Atraksi Komunikator.
Tabel 6.1 Penilaian Responden Terhadap Penampilan Soetrisno Bachir dalam Iklan Politik
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 30 37,5%
Ragu-Ragu 31 38,75%
Tidak 19 23,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 28)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 38,75% (31 orang) responden ragu,
apakah mereka melakukan penilaian terhadap Soetrisno Bachir. Dari tabel diatas
dapat disimpulkan bahwa responden merasa ragu apakah mereka melakukan
penilaian terhadap penampilan Soetrisno Bachir dalam iklan politiknya. Keraguan
ini disebabkan oleh karena kebanyakan responden menyaksikan tayangan iklan ini
secara tidak sengaja, sehingga dapat dipastikan bahwa tingkat kesungguhan
mereka dalam menyaksikan iklan ini rendah. Sangat besar kemungkinan mereka
tidak melakukan penilaian terhadap sosok Soetrisno Bachir dalam iklan politik
ini.
75
Tabel 6.2 Penilaian Responden Terhadap Cara Berbicara Soetrisno Bachir Dalam Iklan
Politik N =80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 22 27,5%
Ragu-Ragu 42 52,5%
Tidak 16 20%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 29)
Dari tabel ini diketahui sebanyak 52,5% (42 orang) responden menyatakan
ragu apakah mereka menilai cara berbicara Soetrisno Bachir dalam iklan politik.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden merasa ragu apakah mereka
melakukan penilaian terhadap cara berbicara Soetrisno Bachir dalam iklan
politiknya. Keraguan ini disebabkan oleh karena kebanyakan responden
menyaksikan tayangan iklan ini secara tidak sengaja, sehingga dapat dipastikan
bahwa tingkat kesungguhan mereka dalam menyaksikan iklan ini rendah. Sangat
besar kemungkinan mereka tidak melakukan penilaian terhadap cara berbicara
sosok Soetrisno Bachir dalam iklan politik ini.
Tabel 6.3 Penilaian Responden Terhadap Gestur Soetrisno Bachir Dalam Iklan Politik
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
76
Ya 20 25%
Ragu-Ragu 40 50%
Tidak 20 25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 30)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 50% (40 orang) responden
menyatakan ragu apakah mereka menilai gestur Soetrisno Bachir dalam iklan
politiknya. Dari tabel ini disimpulkan bahwa responden merasa ragu apakah
mereka menilai gestur Soetrisno Bachir didalam iklan politiknya. Keraguan ini
disebabkan oleh karena kebanyakan responden menyaksikan tayangan iklan ini
secara tidak sengaja, sehingga dapat dipastikan bahwa tingkat kesungguhan
mereka dalam menyaksikan iklan ini rendah. Sangat besar kemungkinan mereka
tidak melakukan penilaian terhadap gestur sosok Soetrisno Bachir dalam iklan
politik ini.
Tabel 6.4 Tingkat Kesamaan Pandangan Responden Dengan Soetrisno Bachir Mengenai
“Hidup Harus Diisi Dengan Hal-Hal Yang Posistif” N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 71 88,75%
Ragu-Ragu 5 6,25%
Tidak 4 5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 31)
77
Dari tabel ini diketahui sebanyak 88,75% (71 orang) responden
menyatakan mereka sependapat dengan pandangan Soetrisno Bachir dalam iklan
politiknya. Dari tabel diatas disimpulkan bahwa responden sependapat dengan
pandangan Soetrisno Bachir mengenai “hidup harus disi dengan hal-hal yang
positif” dalam iklan politiknya.
Tabel 6.5 Tingkat Kesamaan Nilai Responden Dengan Soetrisno Bachir Tentang
“Perjuangan hidup” Dalam Iklan Politik N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 57 71,25%
Ragu-Ragu 21 26,25%
Tidak 2 2,5%
total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 32)
Dari tabel diats diketahui sebanyak 71,25% (57 orang) responden
menyatakan sependapat tentang nilai perjuangan hidup. Dari tabel diatas
disimpulkan bahwa responden sependapat dengan nilai perjuangan hidup
Soetrisno Bachir yang menjadi pesan dalam iklan politiknya.
Tabel 6.6 Tingkat Perhatian Responden Terhadap Pesan Soetrisno Bachir
Dalam Iklan Politik N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 34 42,5%
78
Ragu-Ragu 37 46,25%
Tidak 9 11,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 33)
Dari tabel ini diketahui bahwa sebanyak 47,25% (37 orang) responden
ragu apakah mereka memperhatikan pesan dari iklan politik tersebut. Dari tabel
diatas disimpulkan bahwa responden merasa ragu apakah mereka memperhatikan
pesan dari iklan politik tersebut.
Perolehan data yang didapat dengan memberikan 6 pertanyaan untuk
mengetahui atraksi komunikator dalam bentuk 6 pertanyaan dengan 3 alternatif
jawaban yang memiliki bobot nilai 1 – 3.
Range = Nilai tertinggi- nilai terendah
= 18 -3
= 15
Interval = Range
Jumlah kelas
= 15
3
= 5
Tabel 6.7 Distribusi Frekuensi Pandangan Responden Terhadap Atraksi Komunikator
N = 80 Kategori jawaban Jumlah nilai F %
Baik 13-18 61 76,25%
Cukup Baik 7-12 17 21,25%
Tidak 1-6 2 2,5%
79
Total - 80 100
Sumber: data primer (pertanyaan no 19-27)
Dari tabel tersebut diketahui bahwa sebanyak 76,25% (61 orang)
responden menyatakan bahwa Soetrisno Bachir sebagai komunikator sudah
memiliki atraksi yang “baik”.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa reponden beranggapan bahwa
sebagai seorang komunikator, Soetrisno Bachir memiliki atraksi yang baik. Dapat
kita lihat dengan rendahnya frekuensi pengetahuan responden terhadap jam tayang
iklan menyebabkan tingkat rendahnya tingkat efektifitas iklan dalam
menyampaikan pesan dari komunikator. Iklan menjadi sia-sia jika jangkauan
khalayak yang ingin dicapai tidak terpenuhi. Oleh karena itu jam tayang iklan
harus lebih diperhatikan.
g. Kekuasaan Komunikator.
Tabel 7.1 Penilaian Responden Tentang Jabatan Soetrisno Bachir Terhadap
Pencalonannya dalam Pemilu N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 23 28,75%
Ragu-Ragu 30 37,5%
Tidak 27 33,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 34)
Dari tabel diatas dapat diketahui sebanyak 37,5% (30 orang) responden
menyatakan ragu jika jabatan Soetrisno Bachir saat ini akan berpengaruh terhadap
80
pencalonannya dalam Pemilu. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
responden ragu jika jabatan Soetrisno Bachir akan berpengaruh terhadap
pencalonannya didalam Pemilu 2009. Hal ini dipengaruhi oleh kemungkinan
anggapan responden bahwa jabatan sebelum Soetrisno Bachir mengikuti
pencalonan presiden dianggap tidak berpengaruh dalam Pemilu nanti.
Tabel 7.2 Penilaian Responden Terhadap Informasi Dan Pengetahuan Yang Dimiliki
Soetrisno Bachir N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 53 66,25%
Ragu-Ragu 20 25%
Tidak 7 8,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 35)
Dari tabel ini diketahui sebanyak 66,25% (53 orang) responden menilai
informasi dan pengetahuan yang dimiliki Soetrisno Bachir berpengaruh terhadap
pencalonannya dalam Pemilu. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
responden menganggap informasi dan pengetahuan yang Soetrisno Bachir miliki
berpengaruh terhadap pencalonannya dalam Pemilu 2009. Anggapan ini tentu saja
81
didasarkan pengetahuan responden terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh
Soetrisno Bachir nantinya akan berguna jika ia terpilih dalam Pemilu sebagai
presiden atau wakil presiden.
Tabel 7.3
Penilaian Responden Terhadap Tindakan Soetrisno Bachir Sebagai Pemimpin Dalam Kesehariannya
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 22 27,5%
Ragu-Ragu 47 58,75%
Tidak 11 13,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 36)
Tabel ini diketahui sebanyak 58,75% (47 orang) responden menyatakan
ragu terhadap tindakan Soetrisno Bachir sebagai Pemimpin dalam kesehariannya
dapat dijadikan contoh. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden ragu
apakah tindakan Soetrisno Bachir sebagai pemimpin dalam keseharian bisa
dijadikan contoh. Keraguan ini disebabkan oleh kemungkinan responden pernah
menyaksikan pemberitaan media yang bersifat negatif mengenai sosok Soetrisno
Bachir sebelum tayangan iklan politiknya beredar.
Tabel 7.4 Tingkat Kepercayaan Responden Terhadap Kemampuan Soetrisno Bachir
Dalam Memimpin N = 80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 23 27,5%
82
Ragu-Ragu 51 63,75%
Tidak 6 7,5%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 37)
Dari tabel tersebut diketahui sebanyak 63,75% (51 orang) responden
menyatakan ragu terhadap kemampuan Soetrisno Bachir dalam memimpin. Dari
tabel diatas disimpulkan bahwa responden meragukan kemampuan Soetrisno
Bachir dalam memimpin. Informasi yang minim mengenai Soetrisno Bachir yang
mereka miliki, menyebabkan mereka tidak mengetahui sejauh mana kemampuan
Soetrisno Bachir sebagai seorang pemimpin, sehingga timbulkan keraguan
terhadap sosok Soetrisno Bachir.
Tabel 7.6 Penilaian Responden Terhadap Pengalaman Soetrisno Bachir Sebagai Pemimpin
N = 80 Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 24 30%
Ragu-Ragu 47 58,75%
Tidak 9 11,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 38)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 58,75% (47 orang) responden
menyatakan ragu bahwa Soetrisno Bachir memiliki pengalaman memimpin jika
dia terpilih dalam Pemilu Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa responden
83
meragukan pengalaman sebagai pemimpin yang dimiliki Soetrisno Bachir jika ia
terpilih dalam Pemilu 2009. Informasi yang minim mengenai Soetrisno Bachir
yang mereka miliki, menyebabkan mereka tidak mengetahui sejauh mana
kemampuan dan pengalaman Soetrisno Bachir sebagai seorang pemimpin,
sehingga timbulkan keraguan terhadap pengalaman sosok Soetrisno Bachir.
Tabel 7.7 Penilaian Responden Terhadap Soetrisno Bachir Dalam Pencalonannya
Sebagai Wakil Presiden N =80
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 23 28,75%
Ragu-Ragu 48 60%
Tidak 9 11,25%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 39)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 60% (48 orang) responden
menyatakan ragu jika Soetrisno Bachir tepat dicalonkan sebagai wakil presiden.
Dari tabel tersebut disimpulkan bahwa responden ragu jika Soetrisno Bachir tepat
dicalonkan sebagai wakil presiden. Informasi yang minim mengenai Soetrisno
Bachir yang mereka miliki, menyebabkan mereka tidak mengetahui sejauh mana
kemampuan Soetrisno Bachir sebagai seorang pemimpin, sehingga timbulkan
keraguan terhadap sosok Soetrisno Bachir apakah ia tepat jika dicalonkan sebagai
wakil presiden.
Tabel 7.8 Penilaian Responden Terhadap Soetrisno Bachir Dalam Pencalonannya
Sebagai Presiden N =80
84
Kategori jawaban Jumlah Prosentase
Ya 26 32,5%
Ragu-Ragu 47 58,75%
Tidak 7 8,75%
Total 80 100%
Sumber: data primer (pertanyaan no 40)
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 58,75% (47 orang) responden
menyatakan ragu apakah Soetrisno Bachir tepat dicalonkan sebagai Presiden. Dari
tabel ini dapat disimpulkan bahwa responden ragu apakah sosok Soetrisno Bachir
tepat jika dicalonkan sebagai kandidat presiden dalam Pemilu 2009. Informasi
yang minim mengenai Soetrisno Bachir yang mereka miliki, menyebabkan
mereka tidak mengetahui sejauh mana kemampuan Soetrisno Bachir sebagai
seorang pemimpin, sehingga timbulkan keraguan terhadap sosok Soetrisno Bachir
apakah ia tepat untuk dicalonkan sebagai presiden dalam Pemilu 2009 ini.
Perolehan data yang didapat dengan memberikan 7 pertanyaan untuk
mengetahui anggapan responden terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh
komunikator dalam bentuk 7 pertanyaan dengan 3 alternatif jawaban yang
memiliki bobot nilai 1 – 3.
Range = Nilai tertinggi- nilai terendah
= 21 -3
= 18
Interval = Range
Jumlah kelas
= 18
3
85
= 6
Tabel 7.9 Distribusi Frekuensi Anggapan Responden Mengenai Kekuasaan Komunikator
N = 80 Kategori jawaban Jumlah nilai F %
Baik 16-21 43 53,75%
Cukup Baik 10-15 33 41,25%
Tidak Baik 5-9 4 5%
Total - 80 100
Sumber: data primer (pertanyaan no 3-6)
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 53,75% (43 orang) responden
beranggapan bahwa kekuasaan sebagai komunikator yang dimiliki oleh sosok
Soetrisno Bachir secara umum “baik”.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa responden menganggap bahwa
Soetrisno Bachir sebagai komunikator memiliki kekuasaan yang cukup
berpengaruh. Dalam pencalonannya nanti, kekuasaan ini akan berperan dalam
mendukung sosialisasi maupun kampanye yang dilakukan oleh PAN. Namun
perlu diperhatikan keraguan-raguan responden terhadap kemampuan Soetrisno
Bachir dalam memimpin, pencalonannya sebagai kandidat presiden dan wakil
presiden. Keragu-raguan ini dampak berdampak negatif terhadap pencalonan
Soetrisno Bachir dalam Pemilu 2009.
C ANALISIS DATA
Setelah mengetahui hasil dari tabel distribusi frekuensi, maka berikut ini
akan dilihat sejauh mana hubungan antara masing-masing variabel pertanyaan.
86
Beberapa variabel akan dianalisa untuk mengetahui hubungan antara jenis
kelamin dengan indikator-indikator pada penelitian ini.
Tabel 8.1 Tabulasi Silang Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Pengetahuan tentang iklan
politik Jenis Kelamin Pengetahuan
Tentang Iklan Laki-Laki
N = 31
Perempuan
N = 49
Baik 45,16 % 67,35 %
Cukup Baik 38,71 % 28,57 %
Tidak Baik 16,13 % 4,08 %
Total 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.1 dan 2.9
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa responden memiliki
pengetahuan yang “baik” terhadap iklan politik ini. Dibuktikan dengan sebanyak
45,16% dari 31 orang responden laki-laki dan 67,35 % dari responden perempuan
menyatakan mereka mengetahui iklan politik ini dengan baik. Selain itu
responden pria juga paling banyak yang tidak memiliki pengetahuan tentang iklan
politik ini dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari 31 orang responden, yang tidak
memiliki pengetahuan tentang iklan ini dengan baik, sebanyak 16,13 % adalah
responden laki-laki. Hal ini disebabkan oleh responden perempuan lebih sering
berinteraksi dengan media elektronik yaitu televisi dibandingkan dengan
responden laki-laki. Kebanyakan responden laki-laki lebih memilih untuk
melakukan aktivitas diluar rumah dibandingkan menonton televisi. Hal ini sesuai
dengan apa yang dinyatakan oleh Mursito BM dalam bukunya Memahami
87
Institusi Media bahwa ‘khalayak sendiri juga melakukan seleksi, yakni memilih
media yang sesuai dengan keinginan dan keperluannya. Selain itu khalayak juga
mengontrol apa yang mereka dengarkan, saksikan atau baca.” (Mursito,2006:58-
59).
Tabel 8.2 Tabulasi Silang Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Pengetahuan Tentang Isi
Iklan Politik Jenis Kelamin Pengetahuan
Tentang Isi Iklan
Politik
Laki-Laki
N = 31
Perempuan
N = 49
Baik 32,26 % 32,65 %
Cukup Baik 50,06 % 57,14 %
Tidak Baik 9,68 % 10,21 %
Total 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.1 dan 3.8
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang
mencolok antara responden laki-laki dan perempuan mengenai pengetahuan
mereka terhadap isi iklan politik. Padahal jika dilihat dari tingkat frekuensi
menyaksikan iklan, responden wanita cenderung memiliki intensitas yang lebih
tinggi dalam menyaksikan iklan jika dibandingkan dengan responden laki-laki.
Responden laki-laki lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan
aktivitas diluar rumah jika dibandingkan dengan responden wanita. Hal ini
menunjukkan bahwa responden laki-laki memiliki motivasi yang kuat untuk
mengetahui iklan politik ini, meskipun frekuensi mereka dalam menyaksikan
iklan politik ini lebih jarang jika dibandingkan dengan responden perempuan.
88
Tabel 8.3 Tabulasi Silang Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Pengetahuan Tentang
Pemilu 2009 Jenis Kelamin Pengetahuan
Tentang Pemilu
2009
Laki-Laki
N = 31
Perempuan
N =49
Baik 80,64 % 67,35 %
Cukup Baik 19,36 % 28,57 %
Tidak Baik - 4,08 %
Total 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.1 dan 4.4
Dengan melihat tabel diatas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
responden laki-laki memiliki pengetahuan tentang Pemilu 2009 yang baik dan
cukup baik jika dibandingkan dengan responden perempuan. Hal ini dibuktikan
dengan keseluruhan responden laki-laki memiliki pengetahuan tentang Pemilu
2009 dengan “baik” sebanyak 80,64 % dari 31 orang responden yang
berpengetahuan “baik” tentang Pemilu 2009. Responden perempuan yang
memiliki pengetahuan baik hanya 60,35 %dari 48 orang responden. Hal
menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih memiliki motivasi dan keinginan
untuk tahu dan terlibat dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan
datang. Meskipun mereka tidak mengikuti iklan politik yang begitu gencar
ditayangkan ditelevisi.
Tabel 8.4 Tabulasi Silang Hubungan Antara Jenis kelamin dan Kredibilitas Komunikator
Anggapan Tentang Jenis Kelamin
89
Kredibilitas
Komunikator
Laki-Laki
N = 31
Perempuan
N = 49
Baik 51,61 % 71,43 %
Ragu-Ragu 45,16 % 28,57 %
Tidak Baik 3,22 % -
Total 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.1 dan 5.10
Dengan melihat tabel diatas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan
responden perempuan beranggapan bahwa kredibilitas Soetrisno Bachir sebagai
komunikator baik dan cukup baik. Hal ini dibuktikan dari 49 responden
perempuan yang beranggapan kredibilitas komunikator baik, sebanyak 71,43 %.
Sedangkan responden laki-laki hanya 51,61 % yang beranggapan “ baik” untuk
kredibilitas Soetrisno Bachir. Hal ini terjadi karena responden perempuan lebih
intens dalam menyaksikan tayangan iklan politik. Sehingga citra Soetrisno Bachir
yang dibentuk oleh iklan politik sebagai Komunikator yang memiliki kredibilitas
diterima dengan baik oleh responden perempuan. Selain itu sebagian besar dari
responden perempuan juga memiliki pandangan positif terhadap kredibilitas
komunikator. Hal ini seperti “teori jarum hipodermik, dimana khalayak
diasumsikan pasif, suatu kelompok orang yang patuh, bila diberi pesan yang kuat
akan menerima dan menyerap pesan apa saja yang disampaikan media massa. Hal
ini dinyatakan oleh Tubbs, Stewart L & Sylvia Moss yang disadur oleh Mursito
BM dalam bukunya Memahami Institusi Media. Khalayak seperti ini dapat
dimanipulasi untuk membeli produk apa saja yang diiklankan secara nasional,
90
atau memilih kandidat yang paling sering dimunculkan di TV atau radio”.
(Mursito, 2006:59). Hal ini dibuktikan dengan pernyataan sebagian besar
responden perempuan. Sebanyak 25 orang dari 49 responden perempuan
beranggapan bahwa sosok yang “bijaksana, tegas, berkarisma, sederhana,
bertanggung jawab, memiliki sifat yang positif, berpengalaman, berwibawa, teguh
berjuang, memiliki jiwa pemimpin, berwawasan luas, senang bersosialisasi, dan
dapat dijadikan panutan.
Tabel 8.5 Tabulasi Silang Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Atraksi Komunikator
Jenis Kelamin Anggapan Tentang
Atraksi
Komunikator
Laki-Laki
N = 31
Perempuan
N = 49
Baik 70,97 % 79,59 %
Ragu-Ragu 22,58 % 20,41 %
Tidak Baik 6,45 % -
Total 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.1 dan 6.7
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden perempuan juga
beranggapan bahwa atraksi komunikator “baik”. Hal ini dibuktikan dari sebanyak
49 orang responden perempuan, sebanyak 79,59 % beranggapan atraksi
komunikator “baik”. Hal ini disebabkan responden perempuan lebih
memperhatikan penampilan komunikator yang didalam iklan digambarkan
sebagai berpenampilan rapi dan berwibawa, sosok yang merakyat, memperdulikan
pendidikan dan kesehatan rakyat. Semua citra yang ditampilkan melalui iklan
91
politik ini menjadi realitas bagi responden. Padahal sesungguh semua itu hanyalah
“sebuah pencitraan yang para caleg, calon presiden dan calon wakil presiden yang
dilukiskan melalui iklan politik. Tapi realitasnya sulit untuk direalisasikan
dikehidupan nyata.” Menurut Tinarbuko dalam bukunya yang berjudul Iklan
Politik Dalam Realitas Media. (Tinarbuko, 2009:19). Tampaknya responden
perempuan beranggapan positif terhadap atraksi komunikator dan menerima
dengan baik citra bentukan iklan politik terhadap Soetrisno Bachir
Tabel 8.6 Tabulasi Silang Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Kekuasaan Komunikator
Jenis Kelamin Anggapan Tentang
Kekuasaan
Komunikator
Laki-Laki
N = 31
Perempuan
N = 49
Baik 48,39 % 55,10 %
Ragu-Ragu 38,71 % 44,90 %
Tidak Baik 12,90 % -
Total 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.1 dan 7.9
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden perempuan
beranggapan bahwa komunikator memiliki kekuasaan yang berpengaruh “baik”
terhadap pencalonannya dalam Pemilu 2009. Berbeda dengan responden laki-laki,
masih ada diantara responden yang beranggapan bahwa kekuasaan komunikator
tidak banyak berpengaruh terhadap pencalonan komunikator dalam Pemilu 2009.
Hal ini menandakan bahwa responden laki-laki termasuk responden yang aktif.”
Bentuk dari keaktifan khalayak ini seperti membeli surat kabar pilihan;
92
mengontrol apa yang didengarkan, saksikan, atau baca; menonton film bioskop
yang disukai; memilih suatu acara televisi dari sekian acara televisi yang tersedia.
Khalayak juga dapat mengontrol pesan media daripada komunikasi tatap muka”.
(Mursito,2006:59-60). Hal ini dibuktikan dengan kurang dikenalnya sosok
Soetrisno Bachir dikalangan sebagian besar responden laki-laki. Meskipun
Komunikator memiliki jabatan vital pada Partai Amanat Nasional.
Berikut ini adalah beberapa variabel yang akan dianalisa untuk
mengetahui hubungan antara frekuensi menyaksikan iklan politik dengan persepsi
khalayak terhadap kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan komunikator pada iklan
politik Soetrisno Bachir.
Tabel 9.1 Tabulasi Silang Antara Frekuensi Menyaksikan Iklan Politik Dan
Kredibilitas Komunikator Frekuensi Menyaksikan Iklan Anggapan
Terhadap
Kredibilitas
Komunikator
Sering
N = 17
Kadang-
Kadang
N = 48
Jarang
N = 15
Baik 52,94 % 66,67 % 53,33 %
Ragu-Ragu 47,06 % 33,33 % 40 %
Tidak baik - - 6,07 %
Total 100 % 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.6 dan 5.10
Tabel diatas menjelaskan bahwa frekuensi menyaksikan iklan politik,
mempengaruhi penilaian responden terhadap komunikator. Hal ini terbukti bahwa
93
responden yang menyatakan kredibiltas komunikator “baik”, mulai dari responden
dengan frekuensi “sering” menyaksikan iklan politik, hingga responden dengan
frekuensi “jarang”. Responden menerima citra bentukan media dengan respon
yang cukup baik dan beranggapan bahwa Soetrisno Bachir memiliki kredibilitas
yang baik sebagai seorang komunikator. Pada dasarnya reponden telah memiliki
konsep ideal kredibilitas seorang komunikator. Didalam pandangan 54 orang
responden, komunikator telah memenuhi kredibilitas tersebut. Konsep ideal
tersebut antara lain“berwibawa, pandai, bertanggung jawab, dapat membangun
indonesia, tidak mengobral janji, memperhatikan masyarakat kecil berasal dari
generasi muda, bijaksana, tegas, terbuka, pintar, berpengetahuan luas, mau
berkorban untuk rakyat jujur, adil, tidak memihak pada golongan tertentu, dan
tidak berasal dari kalangan militer.
Tabel 9.2 Tabulasi Silang Hubungan Antara Frekuensi Menyaksikan Iklan Politik Dan
Atraksi Komunikator Frekuensi Menyaksikan Iklan Anggapan
Terhadap Atraksi
Komunikator
Sering
N = 17
Kadang-
Kadang
N = 48
Jarang
N = 15
Baik 64,71 % 83,33 % 46,67 %
Ragu-Ragu 35,29 % 16,67 % 40 %
Tidak baik - - 13,33 %
Total 100 % 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.6 dan 6.7
94
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara frekuensi menyaksikan iklan politik dengan anggapan responden terhadap
atraksi komunikator. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa intensitas responden
menyaksikan iklan berpengaruh dalam hal penilaian mereka terhadap
komunikator. Responden dengan intensitas “sering” dan “kadang-kadang”
beranggapan “baik” dengan prosentase 64,71 % dan 83,33 % untuk atraksi
Soetrisno Bachir sebagai komunikator. Hal ini menunjukkan bahwa media
berpengaruh dalam menentukan persepsi dan anggapan responden terhadap
komunikator. Disini berlaku teori jarum hipodermik dimana khalayak pasif dan
menerima informasi dari media sebagai realita yang sesungguhnya. Intensitas
responden menyaksikan iklan merupakan pendukung dari efek teori hipodermik
ini. Sehingga tujuan iklan yang berusaha mempersuasif dan membentuk citra
positif komunikator dimata khalayak tercapai.
Tabel 9.3 Tabulasi Silang Hubungan Antara Frekuensi Menyaksikan Iklan Politik Dan
Kekuasaan Komunikator Frekuensi Menyaksikan Iklan Anggapan Tentang
Kekuasaan
Komunikator
Sering
N = 17
Kadang-
Kadang
N = 48
Jarang
N = 15
Baik 64,71 % 54,17 % 46,67 %
Ragu-Ragu 29 % 43,75 % 40 %
Tidak baik 6,29 % 2,08 % 13,33 %
Total 100 % 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.6 dan 7.9
95
Dari tabel diatas diketahui bahwa frekuensi menyaksikan iklan politik
berpengaruh terhadap anggapan khalayak terhadap kekuasaan komunikator.
Responden yang sering menyaksikan iklan menyatakan bahwa kekuasan
komunikator memiliki pengaruh positif terhadap komunikator dalam
keikutsertaannya dalam Pilpres 2009 nanti. Meskipun kiprah Soetrisno Bachir
terbilang baru dalam dunia politik Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa peran
media berupa iklan politik mampu membentuk citra positif dimata khalayak.
Menurut Tinarbuko dalam bukunya yang berjudul Iklan Politik Dalam Realitas
Media menyatakan bahwa “... karakteristik iklan politik memang didedikasikan
untuk memunculkan citra diri para caleg sesempurna mungkin. Secara teoristis ,
iklan politik diposisikan sebagai media penyampai pesan verbal visual dari para
caleg kepada calon pemilih. Selanjutnya, khalayak calon pemilih secara subjektif
akan menyaring dan menyeleksi informasi yang ada. Pola penyaringan dan
penyeleksian informasi disesuaikan dengan sistem kognisi dan ideologinya
masing-masing”. (Tinarbuko, 2009:36). Hal inilah yang terjadi, dimata responden
sosok Soetrisno Bachir menjadi semakin terkenal setelah berbagai iklan politiknya
ditayangkan dimedia elektronik dan media cetak. Agaknya dampak dari jabatan
beliau sebagai ketua umum Partai Amanat Nasional, mampu menimbulkan rasa
segan dan hormat terhadap beliau pada diri responden.
96
Berikut ini adalah beberapa variabel yang akan dianalisa untuk
mengetahui hubungan antara tingkat perhatian terhadap iklan politik dengan
persepsi khalayak terhadap kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan komunikator pada
iklan politik Soetrisno Bachir.
Tabel 10.1 Tabulasi Silang Hubungan Antara Tingkat Perhatian Responden Dan
Kredibilitas Komunikator Tingkat Perhatian Khalayak Anggapan
Terhadap
Kredibilitas
Komunikator
Memperhatikan
N = 23
Kadang-
Kadang
N = 43
Tidak
Memperhatikan
N = 15
Baik 73,91 % 57,14 % 33,33 %
Ragu-ragu 26,09 % 42,86 % 60 %
Tidak baik - - 6,67 %
Total 100 % 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.5 dan 5.10
Dengan melihat tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat perhatian
terhadap iklan politik berpengaruh terhadap anggapan responden pada kredibilitas
komunikator. Tingkat perhatian responden terhadap iklan ini berpengaruh positif
terhadap anggapan mereka pada kredibilitas komunikator. Responden yang
memperhatikan iklan ini dengan baik, sebanyak 79,31 % menyatakan bahwa
97
kredibilitas komunikator dinilai “baik”. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
perhatian terhadap iklan politk berpengaruh positif terhadap penilaian responden
mengenai kredibilitas komunikator. Realita bentukan media berupa informasi
mengenai kredibilitas yang dimiliki Soetrisno Bachir yang disampaikan melalui
iklan politik diterima dengan baik oleh khalayak, sehingga tujuan persuasi iklan
politik telah sampai kepada khalayak sebagai calon pemilih. Hal yang serupa juga
dikemukakan oleh Tinarbuko dalam bukunya Iklan Politik Dalam Realitas Media
bahwa “iklan politik dengan pesan verbal dan visual yang aduhai dianggap
mampu merayu perasaan terdalam dari sebagian besar calon pemilih.
...Dengan andalan visualisasi peci, deretan gelar akademik, dan aktivitas
menyantuni orang miskin, diyakini mampu mencitrakan sosok caleg dan kandidat
presiden yang agamis, intelek, dan perhatian kepada rakyat.” (Tinarbuko,
2009:30-31). Terbukti bahwa tingkat perhatian responden pada iklan politik
mampu mempengaruhi penilaian mereka terhadap kredibilitas komunikator pada
iklan ini. Komunikator dianggap memiliki kredibilitas yang baik seperti iklan
politik yang telah mereka saksikan.
Tabel 10.2 Tabulasi Silang Hubungan Antara Tingkat Perhatian Responden Dan
Atraksi Komunikator Tingkat Perhatian Khalayak Anggapan
Terhadap Atraksi
Komunikator
Memperhatikan
N = 23
Kadang-
Kadang
N = 42
Tidak
Memperhatikan
N = 15
Baik 91,30 % - 40 %
98
Ragu-ragu 8,70 % 100 % 46,67 %
Tidak baik - - 13,33 %
Total 100 % 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.5 dan 6.7
Dengan melihat tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat perhatian
terhadap iklan politik berpengaruh terhadap anggapan responden pada atraksi
komunikator. Tingkat perhatian responden terhadap iklan ini berpengaruh positif
terhadap anggapan mereka pada atraksi komunikator. Khususnya penampilan
komunikator pada iklan poltik ini. Responden yang memperhatikan iklan ini
dengan baik, sebanyak 90,30 % menyatakan bahwa atraksi komunikator dinilai
“baik”. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perhatian terhadap iklan politik
berpengaruh positif terhadap penilaian responden mengenai atraksi komunikator.
Citra bentukan media yang disampaikan melalui iklan politik kepada khalayak
diterima dengan baik oleh khalayak, sehingga tujuan pencitraan komunikator
melalui iklan politik telah sampai kepada khalayak sebagai calon pemilih. Hal
yang serupa juga dikemukakan oleh Tinarbuko dalam bukunya Iklan Politik
Dalam Realitas Media bahwa “karena para caleg dan kandidat presiden tidak
dikenal oleh rakyat sebagai calon pemilih. Oleh karena itu upaya instan dilakukan
guna mengakomodasikan pencitraan dirinya, maka satu-satunya jalur hanya lewat
iklan politik. Mereka berpendapat bahwa berbagai media iklan diyakini
mempunyai kekuatan superkuat.” (Tinarbuko, 2009:30). Terbukti bahwa tingkat
perhatian responden pada iklan politik mampu mempengaruhi penilaian mereka
99
terhadap atraksi komunikator pada iklan ini. Komunikator dinilai menarik dan
memiliki penampilan yang berwibawa dan berkarisma dimata khalayak.
Tabel 10.3 Tabulasi Silang Hubungan Antara Tingkat Perhatian Responden Dan
Kekuasaan Komunikator Frekuensi Menyaksikan Iklan Anggapan
Terhadap
Kekuasaan
Komunikator
Memperhatikan
N = 23
Kadang-
Kadang
N = 42
Tidak
Memperhatikan
N = 15
Baik 60,87 % 52,28 % 26,67 %
Ragu-Ragu 34,78 % 47,62 % 53,33 %
Tidak baik 4,35 % - 20 %
Total 100 % 100 % 100 %
Sumber: tabel 2.5 dan 7.9
Dengan melihat tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat perhatian
terhadap iklan politik berpengaruh terhadap anggapan responden pada kekuasaan
komunikator. Tingkat perhatian responden terhadap iklan ini berpengaruh positif
terhadap anggapan mereka pada kekuasaan komunikator. Khususnya penampilan
100
komunikator pada iklan poltik ini. Responden yang memperhatikan iklan ini
dengan baik, sebanyak 60,87 % menyatakan bahwa kekuasaan komunikator
dinilai “baik”. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perhatian terhadap iklan politk
berpengaruh positif terhadap penilaian responden mengenai kekuasaan
komunikator. Informasi yang terdapat dalam iklan politik mengenai kemampuan,
pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang dimiliki oleh komunikator
menimbulkan perasaan kagum dan anggapan bahwa komunikator memiliki
kekuasaan yang “baik” untuk mempengaruhi khalayak sebagai calon pemilih. Hal
yang serupa juga dikemukakan oleh Tinarbuko dalam bukunya Iklan Politik
Dalam Realitas Media bahwa “...disana, dituliskan dua atau tiga huruf singkatan
gelar akademis. Mereka haqul yaqin bahwa gelar akademis S1, magister, ataupun
doktor menjadi aksesoris diri yang diharapkan mampu mendongkrak daya tarik
aura fisiknya dihadapan publik calon pemilih. Mereka menempuh jalan semacam
itu karena gelar akademik sampai detik ini masih dipercayai mampu
merepresentasikan kesuksesan pendidikan formal.”(Tinarbuko, 2009:48) Terbukti
dengan anggapan responden bahwa sosok Soetrisno Bachir merupakan sosok
cerdas, berwawasan luas dan memiliki pengalaman dan kemampuan dalam
memimpin. Terlihat jelas bahwa kekuasaan komunikator dalam hal pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan mampu menimbulkan rasa kagum terhadap
khalayak.
101
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN.
Dari data yang didapatkan dan analisis yang dilakukan oleh peneliti maka
kesimpulannya adalah:
· Umumnya responden menerima dengan baik apa yang disampaikan iklan
politik Soetrisno Bachir. Responden beranggapan bahwa informasi yang
diberikan melalui iklan politik mengenai sosok Soetrisno Bachir, diterima
dengan baik dan dianggap mewakili kenyataan yang mereka ketahui.
Dapat dilihat bahwa iklan politik merupakan senjata ampuh kampanye
bagi setiap caleg maupun kandidat yang akan mengikuti pilpres. Iklan
politik cukup efektif untuk membentuk persepsi dan pandangan khalayak
terhadap citra seseorang. Jika iklan politik ini digunakan dengan sebaik-
baiknya maka teori efek jarum hipodermik akan membuat pola pikir
khalayak menjadi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator.
· Terdapat perbedaan antara responden laki-laki dan perempuan dalam
menyikapi iklan politik ini. Responden perempuan cenderung lebih sering
menyaksikan iklan politik ini jika dibandingkan dengan responden laki-
laki. Hal ini disebabkan responden laki-laki lebih lebih banyak melakukan
aktivitas diluar rumah dibandingkan dengan responden wanita. Namun
mengenai pengetahuan tentang isi iklan politik baik responden perempuan
maupun laki-laki, sama-sama memiliki pengetahuan yang baik terhadap isi
iklan politik ini. Untuk pengetahuan mengenai Pemilu 2009, jumlah
102
responden laki-laki yang berpengetahuan baik tentang pemilu lebih banyak
jika dibandingkan dengan responden perempuan. Meskipun frekuensi
menyaksikan iklan, responden perempuan lebih sering dibandingkan
dengan responden laki-laki. Untuk kredibilitas komunikator, jumlah
responden perempuan yang beranggapan “baik” lebih banyak
dibandingkan dengan responden laki-laki. Salah satu penyebab hal ini
terjadi adalah intensitas responden wanita dalam menyaksikan iklan politik
ini. Sedangkan anggapan terhadap atraksi dan kekuasaan dari
komunikator, tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara responden
laki-laki dan perempuan.
· Frekuensi menyaksikan iklan dan tingkat perhatian khalayak terhadap
iklan politik memiliki pengaruh terhadap persepsi khalayak terhadap
komunikator. Semakin tinggi tingkat perhatian khalayak terhadap iklan
politik, semakin baik persepsi khalayak terhadap iklan politik dan
komunikator. Begitu juga dengan tingkat frekuensi menyaksikan iklan.
Semakin sering frekuensi menyaksikan iklan politik, maka semakin baik
persepsi khalayak terhadap kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan
komunikator dalam iklan politik dan komunikatornya.
· Pemilih pemula merupakan aset berharga bagi partai dan komunikator
politik yang mencari dukungan. Namun untuk mempengaruhi pola pikir
mereka maka para komunikator dan partai harus mampu membaca seperti
apa keinginan yang dimiliki oleh para pemilih pemula ini. Sebab diusia
yang masih belia, mereka memiliki motivasi yang cukup besar untuk
103
mengetahui seperti sosok komunikator politik yang bermunculan dalam
iklan politik. Dengan menjaring pemilih pemula sebagai pendukung
adalah salah satu bentuk investasi bagi komunikator dalam usaha untuk
mencapai visi dan misi partai, sebab dengan usia yang masih belia
tentunya mereka memiliki banyak kesempatan untuk mengikuti Pemilu.
· Responden beranggapan sosialisasi mengenai sosok Soetrisno Bachir
masih kurang maksimal. Hal ini terbukti dengan pernyataan 26 orang
responden yang menyatakan bahwa mereka tidak mengenal Soetrisno
Bachir dengan baik dan 11 orang responden menyatakan bahwa mereka
meragukan kemampuan komunikator sebab minimnya informasi mengenai
komunikator.
B SARAN.
Setelah menuliskan beberapa kesimpulan diatas, maka beberapa hal yang
dapat peneliti sarankan adalah:
· Iklan politik efektif digunakan untuk mempengaruhi persepsi khalayak.
Mengetahui kenyataan ini seharus komunikator politik dapat
memanfaatkannya dengan baik, tidak hanya sebagai media pembentuk
citra positif saja tetapi menjadikan iklan politik sebagai media sosialisasi
yang tepat bagi tujuan-tujuan politik. Dengan cara membuat iklan politik
yang ideal yang dapat menyentuh para khalayak untuk menyaksikan dan
memperhatikan informasi-informasi yang disampaikan melalui iklan
politik tersebut.
104
· Khalayak saat ini bukan lagi khalayak pasif yang menerima semua
informasi dan menelannya begitu saja. Khalayak saat ini aktif dan mulai
menyaring informasi-informasi yang mereka terima. Seharusnya
komunikator politik lebih jeli dan berhati-hati dalam memilih dan
mengolah informasi yang akan ditayangkan dalam iklan politik. Terlalu
banyak ide yang ditampilkan dalam bentuk visual justru membuat
khalayak tidak tertarik. Seperti yang dinyatakan Tinarbuko dalam bukunya
Iklan Politik Dalam Realitas Media bahwa “jika visualisasi iklan terlalu
banyak mengangkat beragam ide, akan membuat pemirsa tidak tergerak
hatinya untuk melihat dan buru-buru memindahkan chanel lain lewat
kotak remote control. Dengan demikian, tayangan iklan televisi itu telah
gagal dilihat dari aspek tontonan. Fenomena semacam itu banyak pula
ditemui pada iklan politik yang ditayangkan diberbagai stasiun televisi.”
(Tinarbuko, 2009:7).
· Sosialisasi terhadap partai, caleg ataupun kandidat presiden dan wakil
presiden dari setiap partai seharusnya dilakukan tidak hanya menjelang
Pemilu saja. Sosialisasi sosok komunikator politik seharusnya dilakukan
sejak lama. Hal ini sangat penting sebab jika khalayak saja tidak mengenal
komunikator dengan baik, bagaimana mungkin mereka akan tertarik untuk
melihat iklan mengenai komunikator politik. Sosialisasi komunikator
politik bisa dilakukan dengan cara menjaga perilaku, memperlihatkan pola
pikir yang sehat dalam berpolitik, dan kinerja yang nyata politik dalam
usaha memajukan bangsa.
105
· Pencitraan politik seperti iklan politik sangat penting dalam demokrasi,
karena melalui iklan politik ini berbagai kepentingan, ideologi dan pesan
politik dapat dikomunikasikan. Tetapi iklan politik ini harus dilandasi
etika politik karena iklan politik tidak hanya untuk mengumpulkan calon
pemilih sebanyak-banyaknya melalui persuasi dan retroika. Akan tetapi
lebih penting lagi membangun masyarakat politik yang sehat, cerdas, dan
berkelanjutan.
106
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto,Elvinaro dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa Suatu
Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Mursito, Memahami Institusi Media, Surakarta: Lindu Pustaka, 2006.
Mulyana, Dedy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000.
Nasution, Zulkarimein, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990.
Nimmo, Dan, Komunikasi Politik Khalayak dan Efek, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1989.
Rahmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001.
------------------, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2003.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta:
LP3ES, 1989.
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 1992.
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung: CV Pustaka Setia, 2003.
Tinarbuko, Sumbo, Iklan Politik Dalam Realitas Media, Yogyakarta:
Jalasutra, 2009
Sumber lain:
107
Ari Kusumastuti Suryani Dewi, “Tanggapan Khalayak Terhadap Program
Musik”, Skripsi, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2004.
Patma Kartikasari, ”Laporan Observasi Program Pratek Pengalaman
Lapangan di SMA Negeri 2 Surakarta”, Surakarta: Universitas Sebelas
Maret, 2008.
Afian, M Alfan, Politik Itu Personal,
http://alfanalfian.multiply.com/journal/item/255/Politik_Itu_Personal,
10.59 wib.07-08-2008
SB, Belva, Jangan Terkecoh Iklan Politik,
http://INILAH.COM%20%20Jangan%20Terkecoh%20Iklan%20Politi
k.htm, 11.23 wib. 07-08-2008
Sensus
http://id.wikipedia.org/wiki/Sensus 19:34. 16-08-2009
Endra Re093, Bagi kalian apa sih artinya pelajar?.
http://id.answers.yahoo.com/question/index?, 10.15 wib. 07-08-2008
Trisnanto,adhy, Iklan Politik Dalam Pilkada.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/28/x_nas.html 10.30 wib.
07-08-2008