Post on 25-Apr-2019
SKRIPSI
KUALIFIKASI DEMONSTRASI ANARKIS SEBAGAI TINDAK PIDANA
(Studi Kasus Putusan No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks)
OLEH
NURUL HIKMA
B111 11 154
BAGIAN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
i
HALAMAN JUDUL
KUALIFIKASI DEMOSTRASI ANARKIS SEBAGAI TINDAK PIDANA
(Studi Kasus Putusan No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks)
Disusun dan Diajukan Oleh
NURUL HIKMA
B111 11 154
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi
Sarjana Hukum Dalam Bagian Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
NURUL HIKMA (B111 11 154), dengan judul skripsi “Kualifikasi
Demonstrasi Anarkis Sebagai Tindak Pidana” (Studi Kasus Putusan
No.1309/Pid.B/2012/PN.MKS)” dibawah bimbingan M. Syukri Akub
dan Hj.Nur Azisa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Pasal 170
KUHP dalam perkara No.1309/Pid.B/2012/ PN.Mks sudah sesuai dengan
ketentuan hukum acara pidana dan untuk mengetahui pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap delik dimuka umum
melakukan kekerasan terhadap barang yang mengakibatkan rusak dalam
perkara putusan No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks.
Penelitian ini dilaksanakan di instansi Pengadilan Negeri Makassar.
Untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan teknik
pengumpulan data berupa penelitian pustaka, penelitian lapangan dengan
melakukan wawancara langsung terhadap narasumber pada instansi
tersebut. Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara deskriktif
kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan
atas permasalahan.
Hasil penelitian ini menghasilkan: a) Penerapan hukum pidana
terhadap demonstrasi anarkis dalam putusan No.1309/Pid.B/
2012/PN.Mks telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kitab
Undang-undang Hukum Pidana Pasal 170 ayat (1) KUHPidana, Jo. Pasal
64 ayat (1) KUHPidana Hakim dalam menjatuhkan pidana penjara
terhadap para Terdakwa memiliki banyak pertimbangan, mulai dari
tuntutan Penuntut Umum, terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan pasal
yang didakwakan dan tidak ada alasan pembenar sehingga dinyatakan
bersalah, serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan sehingga
terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai dengan
putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, dengan menjalani pidana
penjara masing-masing selama 4 (empat) bulan 22 (dua puluh dua)
hari,dan 4 (empat) bulan 17 (tujuh belas) hari dan membayar biaya
perkara sebesar RP.2000,- (dua ribu rupiah)
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
karena Rahmat dan Nikmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan
kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terkhusus
kepada kedua orang tua penulis yang tak henti-hentinya memberikan
dukungan, motivasi dan doa, ayahanda tercinta Capt H. Muhammad
Kurdin, M.mar dan ibunda tercinta Hj. Masriani Mapparenta. Penulis
menyadari tanpa doa dan dukungan dari kedua orang tua, penulis tidak
akan mampu menjadi yang sekarang ini. Terima kasih kepada adik-adik
penulis Rahmat Syaputra, Rio Kusrianto, dan Alisya Salsa Bila.dan
terima kasih kepada semua pihak keluarga yang selalu memotivasi
penulis. Dan spesial buat kekasihku Sirajuddin, S.H. yang selalu
memberikan perhatian, Support, motivasi, dan inspirasi dan selalu menjadi
tempat curahan hati penulis, terima kasih sudah menjadi kekasih terbaik
buat penulis.
Pada akhirnya skripsi yang merupakan tugas akhir dalam
menyelesaikan studi strata 1 ini dapat terselesaikan. Dengan segala
keterbatasan penulis, maka terselesaikanlah skripsi dengan judul
“Kualifikasi Demonstrasi Anarkis Sebagai Tindak Pidana” (Studi
Kasus Putusan No. 1309/Pid.B/2012/PN.Mks).
Dengan segala kerendahan hati, maka penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Kepada pimpinan Fakultas Hukum Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H.,
M.Hum. (Dekan), Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. (WD I), Dr.
Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H. (WD II), Dr. Hamzah Halim, S.H.,
M.H. (WD III) terima kasih atas bantuannya selama penulis berada di
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
vii
2. Bapak Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H.,M.H., selaku Pembimbing I dan
Ibu Hj. Nur Azisa, S.H.,M.H selaku pembimbing II, yang selalu
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan guna penyusunan
skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H.,M.H., serta Prof. Dr. Muhadar,
S.H.,M.S., dan Ibu Hj. Haeranah, S.H.,M.H. terima kasih atas
kesediaannya menguji penulis, dan menerima skripsi penulis yang
masih sangat jauh dari yang penguji harapkan.
4. Seluruh Dosen, Pegawai dan Karyawan Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, terimakasih atas bantuan serta dukungan
moralnya selama proses perkuliahan.
5. Kepada Instansi Pengadilan Negeri Makassar, terimakasih atas
bantuannya selama penulis melakukan penelitian.
6. Kepada para sahabat-sahabatku Siti Nirah Ariesty, Nur Alimah
Zainuddin, Andi Nursatanggi M, Reski Dian Utami, Fitriani Irianti,
Wahyuni Zakaria, Andi Atika, dan Nadia Ananda Elsanti, Elfira
Iriani, Fatimah Wardha, Hardianti, Zulfikawati, Retno Anissa, Ani.
yang selalu memberi bantuan, yang selalu bersama dalam suka
maupun duka dan menjadi motivasi dalam hidup penulis. Hanya
ungkapan terima kasih yang bisa penulis berikan, semua kebaikan
kalian tak akan pernah penulis lupakan. Tak ada kenangan yang lebih
indah daripada kenangan tentang para sahabat-sahabatku yang
tercinta.
7. Kepada teman-teman KKN Gelombang 87 Desa Mulamenre’e Kec.
Ulaweng Kab. Bone Ita Masita Arifin, Andika, Fitriani Muhammad,
Marwansyah, Hj. Warni Suwaib, Fitrini Irianti dan Lutfi Al-Haad.
Terima kasih atas pelajaran tentang sebuah kerjasama tim. Dan tidak
lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fitri selaku
Kepala Desa yang telah memberikan bantuannya selama penulis
menjalani KKN.
viii
8. Kepada seluruh teman-teman Mediasi Angkatan 2011 yang tidak
sempat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dan motivasinya.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
bagi semua pihak yang membantu. Skripsi ini tentunya masih banyak
kekurangan-kekurangan yang perlu dikoreksi, namun penulis berharap
agar skripsi ini dapat memberikan manfaat. Segala kerendahan hati
penulis mengucapkan terimakasih bagi semua pihak yang membantu
dan mendo’akan penulis.
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Makassar, 12 Februari 2015
Penulis
NURUL HIKMA
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................. i
Pengesahan Skripsi ..................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing ............................................................ iii
Abstrak ......................................................................................... iv
Kata Pengantar ............................................................................ v
Daftar Isi ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..............................................................
............................................................................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 8
D. Kegunaan Penelitian ........................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 10
A. Tinjauan Umum tentang Delik ............................................. 10
1. Pengertian Delik .............................................................. 10
2. Unsur Delik Sebagai Syarat Pemidanaan ........................ 12
3. Penggolongan Delik Dalam Buku II KUHP ...................... 17
B. Pengertian Delik Ketertiban Umum ..................................... 19
C. Pengertian Demonstrasi Anarki ........................................... 22
1. Pengertian Demonstrasi ........................................... 22
2. Pengertian Anarkis ................................................... 26
D. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan ............ 28
1. Jenis dan Macam Putusan Hakim dalam Perkara
Pidana ............................................................................. 30
2. Pertimbangan Aspek Yuridis, Filosofis, dan Sosiologis
dalam Putusan Hakim ..................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 33
A. Lokasi Penelitian ................................................................. 33
x
B. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 33
C. Metode Pengumpulan Data ................................................. 34
D. Analisis Data ....................................................................... 34
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN ................................................... 35
A. Penerapan Pasal 170 KUHP Terhadap Demonstrasi Anarkis
Nomor Putusan 1309/ Pid.B/ 2012/ PN/Mks ........................ 35
1. Identitas Terdakwa ........................................................ 35
2. Posisi Kasus .................................................................. 36
3. Dakwaan Penuntut Umum ............................................. 40
4. Tuntutan Penuntut Umum .............................................. 41
5. Komentar Penulis .......................................................... 42
B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Memutuskan Perkara
Pidana pada Demonstrasi Anarkis Nomor Putusan 1309/
Pid.B/ 2012/ PN/Mks ........................................................... 55
1. Pertimbangan Hakim ..................................................... 56
2. Amar Putusan ................................................................ 64
3. Komentar Penulis .......................................................... 66
BAB V PENUTUP .......................................................................... 68
1. Kesimpulan .................................................................... 68
2. Saran ............................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia menganut sistem demokrasi dalam sistem
pemerintahannya, terlepas dari kritik-kritik mengenai demokrasi dalam
sistem kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi dalam suatu negara
dianggap berada ditangan rakyat negara itu sendiri. Kekuasaan itu
pada hakikatnya berasal dari rakyat, dikelolah oleh rakyat, dan untuk
kepentingan seluruh rakyat itu sendiri.
Dianut dalam prakteknya prinsip demokratis atau kedaulatan
rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan
perundang undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan
perasaan keadilan yang hidup ditengah masyarakat. Hukum dan
perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan
diterapkan secara sepihak oleh dan /atau hanya untuk kepentingan
penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Karena hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin
kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin
kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa terkecuali.
Dengan demikian, negara hukum (rechtstaat) yang berkembang
2
bukanlah absolute rechtstaat, melainkan democratische rechtstaat
atau negara hukum yang demokrasi.
Menyampaikan pendapat dimuka umum merupakan contoh dari
kebebasan berpendapat dan dianut oleh democratische rechtstaat
yang bertujuan untuk menyuarakan kepentingan umum, agar
pemerintah dalam menjalankan kewenangannya tidak mengurangi
rasa keadilan dalam masyarakat.
Sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi,
Indonesia telah membentuk Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum
Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa : “Demonstran atau demonstrasi
adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara
demonstratif di muka umum”. Dengan dibentuknya undang-undang ini
diharapkan masyarakat dapat melakukan kegiatan menyampaikan
pendapat dimuka umum dengan bebas namun tetap menjungjung
tinggi kebebasan yang bertanggung jawab.
Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu
hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-undang
Dasar 1945 yang berbunyi :
"kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang,"
3
Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan
dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang
berbunyi :
"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas. "
Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam
menyampaikan pikiran secara lisan, tulisan, dan sebagainya tetap
harus dipelihara agar seluruh tatanan sosial kelembagaan baik
infrastruktur maupun supra struktur tetap terbebas dari penyimpangan
atau pelanggaan hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan,
dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan
hukum sehingga tidak menciptakan disintregasi sosial, tetapi justru
harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab,
sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum
dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang
antara lain menetapkan sebagai berikut :
1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh.
2. Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh
4
undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;
3. Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan dan asas perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dikaitkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi
materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya
hukum dan hak asasi manusia, pemerintah Republik Indonesia
berkewajiban mewujudkan dalam bentuk sikap politik yang aspiratif
terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.
Bertitik tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang
dilihat dari sisi kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan
hubungan antar bangsa maka kemerdekaan menyampaikan pendapat
di muka umum sebagaimana ditentukan pada penjelasan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum harus berlandaskan:
1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; 2. asas musyawarah dan mufakat; 3. asas kepastian hukum dan keadilan; 4. asas proporsionalitas; 5. asas manfaat.
Kelima asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang
bertanggung jawab dalam berpikir dan bertindak untuk menyampaikan
pendapat di muka umum. Berdasarkan atas kelima asas kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka
pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan untuk :
5
a. Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah
satu hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
b. Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan
berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan
menyampaikan pendapat;
c. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya
partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai
perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi.
d. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan
kepentingan perorangan atau kelompok.
Seiring dengan dinamika masyarakat yang semakin maju,
dibentuknya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum ternyata
menimbulkan masalah baru yang juga sangat meresahkan
masyarakat. Pihak-pihak yang melakukan penyampaian aspirasi
melalui media demonstrasi ternyata tidak mengindahkan aturan yang
ada. Sehingga banyak hak warga negara yang terabaikan dalam
pelaksanaan demonstrasi.
Lembaga kepolisian juga sangat diharapkan berperan penting
untuk mengamankan proses demokrasi yang berjalan sebagai mana
tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara yang berisi :
6
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.
Polisi diharapkan mampu menjaga keamanan masyarakat
terhadap aksi-aksi demonstrasi yang terjadi. Di sisi lain, polisi harus
berhadapan dengan sekelompok orang yang melakukan demonstrasi,
yang bertindak anarkis dalam pelaksanaan demonstrasi.
Demonstrasi anarkis yang dilakukan sejumlah mahasiswa di
beberapa Universitas di Makassar mengenai kenaikan harga BBM
bersubsidi memperlihatkan perilaku mahasiswa yang tidak menghargai
demokrasi. Demonstran yang dilakukan sejumlah mahasiswa menolak
kenaikan BBM bersubsidi berakhir bentrok dengan masyarakat
setempat maupun dengan aparat kepolisian. Kondisi ini tentu saja
mengganggu proses Makassar menjadi kota yang lebih baik melainkan
akan menjadikan kota Makassar sebagai kota demo yang anarkis. Aksi
demonstran yang dilakukan mahasiswa di setiap Universitas mendapat
sorotan dari masyarakat dan pihak-pihak tertentu, tindakan yang di
lakukan mahasiswa akan berdampak negatif terhadap calon investor
akan jaminan keamanan dan kenyamanan hidup di masyarakat.
Aksi demo anarkis yang diperlihatkan para mahasiswa di kota
Makassar benar-benar tidak menunjukkan perilaku intelektual, dimana
mahasiswa yang dikenal sebagai orang intelek yang merupakan
harapan dari masyarakat untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi
7
lebih baik, malah mempertontonkan perilaku seperti halnya orang yang
tidak berpendidikan. Di samping itu orang-orang dari luar akan menilai
mahasiswa di kota Makassar sebagai mahasiswa pendemo yang
berperilaku preman.
Aksi demonstran mahasiswa menolak kenaikan BBM bersubsidi
pada tahun 2012 dan puncaknya pada tahun 2014 yang menyebabkan
korban luka baik dari pihak mahasiswa maupun aparat kepolisian yang
datang mengamankan pada saat itu. Akibat dari tindakan mahasiswa
tersebut sejumlah jalan menjadi macet sehingga tentu saja
mengganggu ketentraman masyarakat khususnya para pengguna
jalan. Maka saat sekarang ini sangat dibutuhkan tindakan dari
pemerintah maupun dari aparat kepolisian untuk mengambil langkah
yang tegas. Demonstran atau demonstrasi sangat dihargai tetapi
demonstran anarkis yang menyebabkan pengrusakan maka hukum
harus ditegakkan. Orang yang melakukan demonstran yang
menyebabkan terjadinya tindak pidana harus diproses sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas, dan kenyataan yang menunjukkan
bahwa demonstrasi yang terjadi khususnya di kota Makassar sering
kali berakhir anarkis dan selalu mengganggu ketentraman masyarakat
umum maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Kualifikasi Demonstrasi Anarkis Sebagai Tindak Pidana” (Studi
Kasus Putusan No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks)
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka
adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan Pasal 170 KUHP dalam perkara
No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks sudah sesuai ketentuan hukum
pidana ?
2. Bagaimanakah putusan dan pertimbangan hakim dalam kasus
demonstrasi anarkis dalam perkara pidana
No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui penerapan Pasal 170 KUHP dalam perkara
No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks sudah sesuai dengan ketentuan
hukum pidana.
2. Untuk mengetahui putusan dan pertimbangan hakim dalam
kasus demonstrasi anarkis dalam perkara pidana
No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks
9
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk
perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan bagi
pihak yang berkompeten di bidang hukum pada umumnya dan bidang
hukum pidana pada khususnya terutama bagi yang berhubungan
dengan demonstrasi anarkis. Hasil penelitian ini juga sebagai sarana
untuk memperluas wawasan bagi para pembaca, dan untuk memberi
masukan untuk masyarakat khususnya mahasiswa agar tidak
berperilaku anarkis didalam menyampaikan pendapat.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Delik
1. Pengertian Delik
Kata “delik” berasal dari bahasa latin, yakni delictum, dalam
bahasa jerman disebut delict, dalam bahasa Perancis disebut delit,
dan dalam bahasa Belanda disebut delict. Kamus besar Bahasa
Indonesia, arti delik diberi batasan yakni, “perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran undang-undang
tindak pidana”.
Menurut Van Der Hoeven (Leden Marpaung, 2005:7) rumusan
tersebut tidak tepat karena yang dapat dihukum bukan perbuatannya
tetapi manusianya.
Moeljatno (Leden Marpaung, 2005:7) memakai istilah
“peristiwa pidana” kata “Delik” Menurut beliau, kata “Tindak” lebih
sempit cakupannya dari pada “Perbuatan”. Kata “tindak” tidak
menunjukkan pada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya
menyatakan keadaan yang konkrit.
Utrecht (Leden Marpaung, 2005:7) memakai istilah “peristiwa
pidana” karena yang ditinjau adalah peristiwa (fiet) dari sudut hukum
pidana. Adapun Tirtaamidjaja (Leden Marpaung, 2005: 7)
menggunakan istilah “pelanggaran pidana” untuk kata “delik”.
11
Mengenai “delik dalam arti starfbaar feit, para pakar hukum pidana
masing-masing memeberikan defenisi sebagai berikut :
Menurut Simons (Leden Marpaung, 2005:8) delik adalah suatu
tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan secara sengaja
ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut
dapat dipertanggung jawabkan dan oleh undang-undang telah
dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.
Menurut Van Hamel (Leden Marpaung, 2005:8), delik adalah
suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain.
Menurut Vos (Andi Hamzah, 2007:48) delik adalah suatu
kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberi
pidana, jadi suatu kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang
dan diancam dengan pidana.
Dalam ilmu hukum pidana dikenal delik formil dan delik materil,
yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang perumusannya
menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana oleh undang-undang, disini dirumuskan dari perbuatan jelas.
misalnya Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Adapun delik materil
adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang
dilarang dan ancaman dengan pidana oleh undang-undang. Dengan
kata lain hanya disebut rumusan dari akibat perbuatan Misalnya pasal
338 KUHP tentang pembunuhan.
12
2. Unsur Delik Sebagai Syarat Pemidanaan
Setelah membahas mengenai pengertian delik maka dapat
dibahas mengenai unsur-unsur delik sebagai syarat-syarat
pemidanaan. Menurut Adami Chazawi (2005:79) unsur tindak pidana
secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua sudut pandang yaitu
sudut pandang teoritik dan sudut pandang undang-undang. Sudut
pandang teoritik memisahkan unsur-unsur pidananya menurut
pandangannya masing-masing. Pandangan yang pertama yakni
pandangan monolistik, seperti unsur yang diberikan oleh Simons dan
Bauman. Pandangan dualistic seperti yang dianut oleh Moeljatno
yang memberikan unsur delik adalah adanya perbuatan manusia,
perbuatan tersebut memenuhi rumusan dalam undang-undang dan
bersifat melawan hukum.
Unsur rumusan tindak pidana dari sudut pandang undang-
undang dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Unsur Tingkah Laku
Tingkah laku harus dimasukkan dalam unsur tindak pidana
atau unsur delik karena, tindak pidana berbicara mengenai
larangan berbuat sesuatu.
b. Unsur Melawan Hukum
Melawan Hukum adalah suatu sifat yang tercela atau
terlarang perbuatannya. Tercelanya suatu perbuatan dapat
lahir dari undang-undang ataupun dari masyarakat.
13
c. Unsur Kesalahan
Unsur kesalahan ini bersifat subjektif, karena unsur ini
melekat pada diri pelaku. Unsur kesalahan adalah unsur
yang menghubungkan perbuatan dan akibat serta sifat
melawan hukum perbuatan pelaku.
d. Unsur Akibat Konstitutif
Unsur kesalahan konstitutif terdapat pada tindak pidana
dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana,
tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai
syarat pemberat pidana dan tindak pidana dimana akibat
merupakan syarat dipidananya pembuat.
e. Unsur Keadaan yang Menyertai
Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak pidana
berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam
perbuatan yang dilakukan
f. Unsur Syarat Tambahan
Unsur syarat tambahan dapatnya dituntut pidana. Hanya
terdapat pada delik aduan. Artinya unsur ini hanya timbul
jika delik tersebut diadukan, seperti delik persidangan.
g. Unsur Syarat Tambahan Untuk Memperberat Pidana
Unsur ini merupakan alasan diperberatnya pidana, bukan
unsur atau syarat selesainya tindak pidana.
14
h. Unsur Syarat Tambahan Untuk Dapatnya di Pidana
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah
unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah
perbuatan dilakukan yang menentukan apakah
perbuatannya dapat dipidana atau tidak.
i. Unsur Objek Hukum Tindak Pidana
Unsur ini sangat terkait dengan unsur tingkah laku. Unsur ini
adalah unsur kepentingan hukum yang harus dilindungi dan
dipertahankan dalam rumusan tindak pidana.
j. Unsur Kualitas Subjek Hukum Tindak Pidana
Maksud dari unsur ini adalah sejauh mana kualitas subjek
hukum dalam melakukan tindak pidana, karena dalam
tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh subjek-subjek
tertentu saja, seperti Pasal 375 dan pasal 267 KUHP dan
lain-lain.
k. Unsur Syarat Tambahan Memperingan Pidana
Unsur ini dibagi atas dua yaitu yang bersifat objektif seperti
pada nilai atau harga objek tindak pidana secara ekonomis
dalam pasal-pasal tertentu seperti pencurian ringan,
penggelapan ringan, dan lain-lain. Bersifat subjektif artinya
faktor yang memperingan pelaku tindak pidana terletak
pada pelaku tindak pidana itu sendiri.
15
Adapun unsur-unsur delik terdiri atas unsur subjektif dan unsur
objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk
kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya.
Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan keadaan-keadaan, yaitu didalam keadaan-keadaan mana
tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindakan pidana adalah :
1) kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
2) maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging
seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP
3) Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya
didalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,
pemalsuan, dan lain-lain
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad seperti
yang terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal
340 KUHP.
5) Perasaan takut yang antara lain terdapat didalam rumusan
tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari suatu tindakan pidana adalah :
1) Sifat melawan hukum atau waderrechtelicjkheid
2) Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang
pegawai negeri didalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415
16
KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari
perseroan terbatas didalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.
3) Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat
Menurut Satochid (Leden Marpaung, 2005 :10) unsur delik
terdiri atas unsur objektif dan unsur subjektif.
Unsur objektif adalah unsur yang terdapat diluar diri manusia
yaitu berupa :
1. Suatu tindakan
2. Suatu akibat
3. Keadaan (omstandigheid)
Semuanya itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang. Unsur Subjektif adalah unsur-unsur dari perbuatan
yang dapat berupa :
1. Kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan
(toerekeningsvatbaarheid).
2. Kesalahan (schuld)
Van Apeldoorn (Bambang Poernomo, 1982:103)
menyatakan bahwa unsur delik itu tersendiri dari unsur objektif yang
berupa adanya suatu kelakuan yang bertentangan dengan hukum
(onrechtmatig/waderrechtelijk) dan unsur subjektif yang berupa
adanya seorang pembuat (dader) yang mampu bertanggung jawab
17
atau dapat dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid) terhadap
kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu.
3. Penggolongan Delik Dalam Buku II KUHP
Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi
atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen).
Kejahatan dibahas dalam Buku II KUHP secara lebih spesifik.
Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan
kepentingan hukum. Ada tiga macam kejahatan yang dikenal dalam
Buku II KUHP yakni:
1) Kejahatan Terhadap Negara
Kejahatan terhadap Negara dapat diartikan secara konkret
sebagai tindak pidana yang ditujukan terhadap kepentingan
hukum dari Negara didalam KUHP yang diatur dalam Bab I,
II, III, IV, VIII, IX, dan XXVIII Buku II KUHP. Sebagai
contohnya adalah Penyerangan terhadap Presiden atau
Wakil Presiden yang terdapat pada Pasal 104 KUHP,
Penganiayaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden pada
pasal 131 KUHP, Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil
Presiden pada Pasal 134 KUHP.
2) Kejahatan Terhadap Harta Benda
Kejahatan harta benda diatur dalam Buku II KUHP. Adapun
jenis kejahatan harta benda yang diatur dalam KUHP, adalah
sebagai berikut :
18
Pencurian pada Pasal 362 KUHP sampai dengan 367
KUHP, pemerasan dan pengancaman pada Pasal 368
sampai 371 KUHP, penggelapan mulai Pasal 372 sampai 377
KUHP, penipuan pada Pasal 378 sampai dengan Pasal 395
KUHP, pengrusakan barang mulai Pasal 406 sampai dengan
Pasal 412 KUHP, Penadahan yaitu pada Pasal 480 KUHP.
3) Kejahatan Terhadap Badan Dan Nyawa Orang
Kejahatan terhadap nyawa adalah penyerangan terhadap
nyawa orang lain. Dalam hal ini suatu kejahatan terhadap
nyawa diatur dalam Pasal 338 sampai dengan Pasal 350
KUHP. Suatu kejahatan terhadap nyawa dapat dilakukan
dengan sengaja karena kelalaian atau kealpaan atau karena
tindak pidana lain, yang mengakibatkan kematian yang diatur
didalam KUHP Pasal170 dan Pasal 351 ayat (3).
Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat
3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Adanya wujud perbuatan;
b. Adanya suatu kematian (orang lain);
c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan
akibat kematian (orang lain).
Tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dapat terjadi
dalam kerusuhan-kerusuhan yang sering terjadi ditanah air
sebagai ungkapan dari perasaan-perasaan tidak puas
19
terhadap sesuatu hal yang melibatkan sejumlah banyak
orang. Dalam kerusuhan-kerusuhan seperti itu seringkali
terdapat banyak orang yang melibatkan diri didalamnya,
tanpa adanya sesuatu unsur schuld pada diri mereka masing-
masing melainkan hanya karena terpengaruh oleh kegiatan-
kegiatan atau teriakan-teriakan massa, sehingga cara berfikir
mereka itu sebenarnya sudah tidak bersifat otonom lagi.
Itulah sebabnya mengapa pembentuk undang-undang telah
memberikan ancaman pidana yang lebih ringan terhadap
pelaku-pelaku dari perbuatan menghilangkan nyawa orang
lain dalam peristiwa-peristiwa semacam itu dibandingkan
dengan ancaman-ancaman pidana dalam Pasal-pasal KUHP
lainnya terhadap pelaku-pelaku dari tindak pidana yang
sejenisnya.
B. Delik Ketertiban Umum
1. Pengertian Delik Ketertiban Umum
Tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama
termasuk dalam jenis kejahatan terhadap ketertiban umum,
sebagaimana yang diatur dalam Buku KUHP, yakni Pasal 170 ayat
(1).
Adapun bunyi Pasal 170 KUHP adalah sebagai berikut :
“Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
20
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal ini sebagai berikut :
1) Barangsiapa. Hal ini menunjukkan kepada orang atau pribadi
sebagai pelaku
2) Di muka umum. Perbuatan ini dilakukan ditempat dimana publik
dapat melihatnya
3) Bersama-sama, artinya dilakukan oleh sedikit-dikitnya dua orang
atau lebih. Arti kata bersama-sama ini menunjukkan bahwa
perbuatan itu dilakukan dengan sengaja (delik dolus) atau memiliki
tujuan yang pasti, jadi bukanlah merupakan ketidaksengajaan
(delik culpa).
4) Kekerasan, yang berarti mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani yang tidak kecil dan tidak sah. Kekerasan dalam pasal ini
biasanya terdiri dari “merusak barang” atau “penganiayaan”.
5) Terhadap orang atau barang. Kekerasan itu harus ditujukan
kepada orang atau barang sebagai korban.
Kekerasan yang dilakukan sesuai Pasal 170 sudahlah tentu
dilakukan oleh para pelaku dalam waktu yang bersamaan ataupun
dalam waktu yang berdekatan dengan syarat ada kesepakatan dan
kesepahaman untuk berbuat tindak kekerasan tersebut terhadap
orang atau barang
Unsur kekerasan dalam Pasal 170 KUHP merupakan indikasi
bahwa delik ini adalah delik formil, sebab yang dilarang adalah
21
perbuatan kekerasan bukan akibat dari kekerasan tersebut yang
dilarang. Kekerasan terhadap sasaran kejahatan yaitu orang atau
barang dengan kekerasan fisik dan dilakukan secara bersama-sama.
Menurut Simons (Lamintang 2010:445) kata kejahatan terhadap
ketertiban umum yang sifatnya kurang jelas atau vaag atau yang
menurut sifatnya dapat diartikan secara lebih luas dari arti yang
sebenarnya menurut pembentuk undang-undang atau yang menurut
sifatnya sangat rekbaar, oleh pembentuk undang-undang telah dipakai
untuk menyebutkan sekumpulan kejahatan, yang menurut sifatnya
dapat menimbulkan bahaya bagi maatschappelijke orde en rust, atau
dapat mendatangkan bahaya bagi ketertiban dan ketenteraman
umum.
Menurut Van Bemmelen dan Van Hattum (Lamintang
2010:446) telah menyebutkan kejahatan-kejahatan yang diatur dalam
buku II Bab V KUHP sebagai kejahatan terhadap berfungsinya
masyarakat dan negara.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, orang dapat menarik
kesimpulan bahwa pendapat Simons yang mengatakan bahwa kata-
kata kejahatan terdapat ketertiban umum sifatnya vaag dan rekbaar
ternyata adalah benar, karena menurut penjelasan yang terdapat
didalam Memorie Van Toelichting, kejahatan yang diatur dalam buku II
Bab V KUHP bukanlah kejahatan yang secara langsung ditujukan :
22
a) Terhadap keamanan dari negara
b) Terhadap tindakan-tindakan dari alat-alat perlengkapannya atau
c) Terhadap tubuh atau harta kekayaan dari seseorang tertentu,
melainkan kejahatan-kejahatan yang dapat mendatangkan bahaya
bagi kehidupan bermasyarakat atau bagi maatschappleijkel even
dan yang dapat menimbulkan gangguan bagi ketertiban alamiah
didalam masyarakat atau bagi de natuurlijke orde der maatscfhappij
C. Pengertian Demonstrasi Anarkis
1. Pengertian Demonstrasi
Demonstran adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan
sekumpulan orang di hadapan umum. Demonstran biasanya
dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau
penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula
dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh
kepentingan kelompok. Demonstran umumnya dilakukan oleh
kelompok mahasiswa yang menentang kebijakan pemerintah, atau
para buruh yang tidak puas dengan perlakuan dari majikannya.
Namun demonstran juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lain
dengan tujuan tertentu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. “Demonstrasi” berarti
pernyataan protes yang dikemukakan secara massal. Dari pengertian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa demonstran sama dengan
demonstrasi.
23
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu
Demos yang berarti rakyat dan Cratos atau Cratein yang berarti
pemerintahan atau kekuasaan. Jadi Demos- Cratos atau Demos-
Cratein berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Oleh
sebab itu rakyat mempunyai pengaruh dan peranan yang sangat
penting dalam suatu pemerintahan. Dalam suatu negara demokrasi
dikenal bahwa kekuasaan tertinggi berada pada tangan rakyat, yang
merupakan komponen utama dari suatu pemerintahan negara.
Demonstran atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk
realisasi dari demokrasi itu sendiri, untuk itu pemerintah dalam hal ini
harus memperhatikan dan melindungi para pengdemonstran dari
ancaman bahaya sehingga proses penyampaian aspirasi rakyat dapat
berjalan dengan lancar. Tetapi meskipun kemerdekaan dan
kebebasan adalah hak asasi setiap orang sebagai mana dikatakan
dalam pembukaan UUD 1945, namun kebebasan atau kemerdekaan
itu bukanlah kebebasan liar dan tanpa tujuan.
Dalam praktik demonstrasi, kebebasan atau kemerdekaan
untuk menyampaikan aspirasi tidak berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. banyak aksi demonstran yang berakhir dengan
kerusuhan dan mengarah pada tindakan yang anarkis. Tindakan
anarkis yang terjadi dilakukan oleh para pengdemonstran itu sendiri
Demonstran merupakan bentuk ekspresi berpendapat.
Demonstran adalah hak warga negara. Tetapi, inilah hak yang bisa
24
mengerikan, karena umumnya demonstran yang melibatkan ribuan
orang berlangsung dengan tanpa arah yang dapat berujung anarki
sehingga menimbulkan tindak pidana. Demonstran adalah hak
demokrasi yang dapat dilaksanakan dengan tertib, damai, dan
intelek.Ini merupakan sebuah contoh yang sangat bagus, yang
mestinya juga ditiru oleh mereka yang gemar unjuk rasa, yang
senang turun ke jalan.
Dalam menyampaikan pendapat di muka umum yang dilakukan
dengan berdemonstran merupakan salah satu cara dalam
menyampaikan keinginan kepada pemerintah. Tapi kadangkala
pendapat yang disampaikan ini tidak didengar ataupun tidak sesuai
dengan harapan. Keadaan seperti ini ditambah dengan faktor-faktor
lain seperti adanya hasutan dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan
tindakan anarkis, ataupun karena adanya perasaan frustrasi akibat
suatu keadaan, maka timbullah anarki.
Demonstran atau gerakan rakyat merupakan hal yang sudah
wajar terjadi di negara-negara yang menganut paham demokrasi.
Apalagi ketika suatu rezim atau pemerintahan sudah dirasa tidak baik
atau melenceng dari jalannya, biasanya mahasiswa yang paling kritis
terhadap hal itu dan segera melakukan demonstran ke jalan.
Mahasiswa dengan semangat dan gejolak masa muda serta sifat
kritis yang ada dalam otaknya, dengan begitu semangat melakukan
demonstran dan menuntut terjadinya perubahan. Pokoknya setiap
25
ada sesuatu yang tidak beres di pemerintahan, mahasiswa pastinya
turun ke jalan dan segera menyuarakan perubahan.
Perwujudan kehendak warga negara secara menyampaikan
pikiran secara lisan, tulisan, dan sebagainya tetap harus dipelihara
agar seluruh tatanan sosial kelembagaan baik infrastruktur maupun
suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggan
hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan, dan arah dari
proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum
sehingga tidak menciptakan disintregasi sosial, tetapi justru harus
dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
Sejalan dengan tujuan tersebut di atas rambu-rambu hukum
harus memiliki karakteristik otonom, responsif, dan mengurangi atau
meninggalkan karakteristik yang represif. Dengan berpegang teguh
pada karakteristik tersebut maka undang-undang tentang
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, merupakan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif,
sehingga di satu sisi dapat melindungi hak dan warga negara sesuai
dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan di sisi lain dapat
mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat
mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam
pembentukan dan penegakan hukum. Undang-undang ini mengatur
bentuk dan tata penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak
mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak
maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.
26
2. Pengertian Anarkis
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ”Anarki” berarti
hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau
ketertiban dan kekacauan (dalam suatu negara). Sedangkan ”anarkis”
artinya penganjur (penganut) paham anarkisme atau orang yang
melakukan tindakan anarki.
Selanjutnya, di wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/anarkisme
Akses tgl 10 Oktober 2014) menjelaskan pengertian tentang
anarkisme: Anarkisme adalah suatu paham yang mempercayai bahwa
segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah
lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap
kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta
perangkatnya harus ditiadakan.
Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan untuk
menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik, ekonomi,
maupun sosial). Para anarkis berusaha mempertahankan bahwa
anarki, ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat
diterapkan dalam sistem social dan dapat menciptakan kebebasan
individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir
dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang
saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Atau dalam
tulisan Bakunuin yang terkenal: “kebebasan tanpa sosialisme adalah
ketidakadilan, dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan
dan kebrutalan”.
27
Anarki terjadi ketika sekelompok orang berkumpul bersama
untuk melakukan tindak kekerasan, biasanya sebagai tindakan
pembalasan terhadap perlakukan yang dianggap tidak adil ataupun
sebagai upaya penentangan terhadap sesuatu. Alasan yang sering
menjadi penyebab anarki misalnya kesejahteraan masyarakat yang
tidak terpenuhi, kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat,
dan lain sebagainya.
Anarkis berkaitan erat dengan kekerasan. Istilah kekerasan
(Thomas Santoso, 2002:11) digunakan untuk menggambarkan
perilaku, baik yang secara terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan
baik yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (diffensive),
yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Anarki adalah
kekacauan (chaos) fisik yang menimpa masyarakat sipil berupa
bentrokan antar manusia, perkelahian massal, sampai pembunuhan,
penjarahan, dan perusakan sarana dan prasarana umum, maupun
fasilitas pribadi ataupun tindak pidana lainnya. Karena itu, anarki tidak
menghasilkan suatu perubahan positif dalam tatanan masyarakat
melainkan hanya menimbulkan kerusakan fisik dan trauma sosial
(ketakutan yang mencekam masyarakat).
Jadi, Demonstrasi Anarkis adalah suatu gerakan protes yang
merupakan wujud nyata kekecewaan masyarakat yang diwarnai
dengan aksi kekerasan. Sejak era reformasi kebebasan mengeluarkan
pendapat adalah hal besar bagi masyarakat, karena selama 30 tahun
28
lebih pemerintahan masa Orde Baru, akhirnya sekarang tiada hari
tanpa demonstasi. Akan tetapi demonstrasi sekarang tidak lagi
berlangsung tertib.
D. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Pertimbangan hakim adalah dasar-dasar yang menjadi
pertimbangan dalam membuat suatu putusan. Hakim dalam membuat
putusan haruslah memprhatikan unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur
objektifnya. Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, selanjutnya hakim
mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan dan memberatkan
putusan yang akan dijatuhkannya nanti. Pertimbangan hakim dinilai dari
faktor hukum dan nonhukum yang kesemuanya itu haruslah disertakan
dalam putusan. Faktor hukum seperti pengulangan tindak pidana
(residive), merupakan tindak pidana berencana, dll. Sedangkan faktor
nonhukum seperti sikap terdakwa dipersidangan dan alasan-alasan lain
yang meringankan. Pertimbangan-pertimbangan hukum inilah yang akan
dijadikan acuan terhadap putusan hakim nantinya apakah putusan
tersebut terdapat hal-hal yang memberatkan terdakwa atau hal-hal yang
meringankan terdakwa kesemuanya merupakan peranan tanggung jawab
hakim dalam penjatuhan keputusan.
Proses penjatuhan putusan oleh hakim di pengadilan terutama
dalam perkara pidana, merupakan suatu proses kompleks dan sulit
dilakukan sehingga memerlukan pelatihan, pengalaman, dan
kebijaksanaan. Dalam proses penjatuhan putusan tersebut, seorang
29
hakim harus meyakini apakah seorang terdakwa melakukan tindak
pidana atau tidak.
Setelah menerima dan memeriksa suatu perkara, selanjutnya
hakim akan menjatuhkan keputusan, yang dinamakan putusan hakim
yang merupakan pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu, yang diucapkan dalam sidang pengadilan yang
terbuka untuk umum, yang bertujuan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara.
Tugas dan fungsi hakim diatur lebih lanjut dalam Undang-undang
No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur
tugas pokok hakim yaitu memeriksa, mengadili, dan memutuskan
perkara. Hakim harus bertanggung jawab atas penetapan dan putusan
yang dibuatnya serta didalam membuat pertimbangan hukum hakim
harus berdasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.
Ada dua faktor yang harus diperhatikan oleh hakim dalam
menjatuhkan pidana, yaitu hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Faktor-faktor yang memberatkan yaitu member keterangan yang berbelit-
belit, tidak mengakui perbuatannya, meresahkan masyarakat, merugikan
negara, dan sebagainya.
Faktor-faktor yang meringankan merupakan refleksi sikap yang baik
dari terdakwa dan faktor yang memberatkan dinilai sebagai sifat yang
jahat dari terdakwa. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU No. 4
Tahun 2004 yang menyatakan bahwa dalam mempertimbangkan berat
30
ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan
yang jahat dari terdakwa. Berkaitan dengan hal itu, penjelasan Pasal 28
ayat (2) menegaskan bahwa sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari
terdakwa wajib diperhatikan hakim dalam mempertimbangkan pidana
yang akan dijatuhkan.
Menjadi seorang hakim merupakan tanggung jawab yang berat dan
tugas yang tidak mudah karena tugas seorang hakim adalah memutus
suatu perkara yang dapat menentukan apakah seorang terdakwa
bersalah. Oleh karena itu hakim yang diberikan kewenangan
memutuskan suatu perkara tidak sewenang-wenang dalam memberikan
putusan karena menyangkut nilai kemanusiaan dan nilai keadilan.
1. Jenis dan Macam Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana ada 2
(dua) jenis putusan dalam KUHAP, yaitu :
a. Putusan sela, yaitu putusan yang dijatuhkan bila suatu perkara
diperiksa, tapi belum masuk materinya.
b. Putusan akhir, yaitu putusan yang dijatuhkan bila pemeriksaan
suatu perkara telah selesai sampai dengan materi perkaranya,
perbedaan dari keduanya terletak pada sejauh manakah suatu
perkara pidana telah diperiksa oleh hakim.
Berdasarkan Pasal 191 KUHAP, dapat disimpulkan 2 (dua) macam
sifat putusan, yaitu :
1. Putusan pemidanaan, yaitu putusan yang bersifat menghukum
terdakwa karena yang bersangkutan terbukti secara sah dan
31
meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang
didakwakan penuntut umum.
2. Putusan yang bukan pemidanaan, ada 2 (dua) macam yaitu :
a) Putusan bebas dari segala dakwaan yaitu bila dakwaan tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
sebagaimana yang didakwakan penuntut umum.
b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum yaitu bila dalam
persidangan terdakwa benar-benar melakukan tindak pidana
tetapi oleh hukum yang bersangkutan tidak dapat dipidana
karena dua alasan, yaitu : alasan pemaaf, bila tindak pidana
yang dilakukan oleh seseorang diluar kesadarannya, sehingga
dimaafkan oleh hukum, yang diatur dalam Pasal 44 KUHP,
alasan pembenar yaitu bila tindak pidana yang dilakukan
seseorang menyimpang dari ketentuan hukum akan tetapi
berhubung perbuatannya dilakukan atas dasar keadaan
memaksa, hal ini dapat dibenarkan oleh hakim dalam Pasal 49
KUHP.
Berdasarkan, Pasal 195 KUHAP, semua putusan pengadilan hanya
sah dan mempunyai ketentuan hukum apabila diucapkan disidang
terbuka untuk umum. Jadi sahnya suatu putusan pengadilan harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Membuat hal-hal yang diwajibkan (Pasal 197 ayat (1) dan ayat
(2)).
b) Diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
32
2. Pertimbangan Aspek Yuridis, Filosofis dan Sosiologis dalam
Putusan Hakim
Aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan
berpatokan kepada Undang-undang yang berlaku. Hakim sebagai
aplikator Undang-undang, harus memahami dengan mencari Undang-
undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi. Hakim
harus menilai apakah Undang-undang tersebut adil, ada manfaatnya, atau
memberikan kepastian hukum jika ditegakkan, sebab salah satu tujuan
hukum itu unsurnya adalah menciptakan keadilan.
Aspek filosofis, merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran
dan keadilan, sedangkan Aspek sosiologis mempertimbangkan tata nilai
budaya yang hidup dalam masyarakat. Aspek filosofis dan sosiologis,
penerapannya sangat memerlukan pengalaman dan pengetahuan yang
luas serta kebijaksanaan yang mampu mengikuti nilai-nilai dalam
masyarakat yang terabaikan. Pencantuman ketiga unsur tersebut tidak
lain agar putusan dianggap adil dan diterima masyarakat.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada
Kantor Pengadilan Negeri (PN) Makassar untuk memperoleh data
mengenai “Kualifikasi Demonstrasi Anarkis Sebagai Tindak
Pidana” (Studi Kasus Putusan No.1309/Pid.B/2012/PN.Mks)
Dipilihnya lokasi tersebut, karena data yang di peroleh sebagai
bahan analisis, cukup tersedia pada instansi tersebut.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2
(dua) yaitu:
1. Data primer, yaitu data mengenai putusan No.1309/Pid.B/2012/
PN.Mks yang diperoleh atau bersumber langsung dari instansi yang
bersangkutan yakni pada lokasi penelitian di Pengadilan Negeri
Makassar.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil kajian pustaka
berupa buku-buku, kamus, literatur perundang-undangan, internet,
koran, majalah, dan lain-lain yang ada relevansinya dengan
penelitian ini.
34
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diinginkan selama melakukan
penelitian, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data
melalui:
1. Penelitian pustaka (library research). Pengumpulan data pustaka
diperoleh dari berbagai data yang berhubungan dengan hal-hal
yang diteliti, berupa buku dan literatur-literatur yang berkaitan
dengan penelitian ini.
2. Penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini
ditempuh dengan cara wawancara (interview) langsung kepada
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar
D. Analisis Data
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam penelitian ini,
maka penulis menggunakan analisis kualitatif yaitu pengolahan data
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan untuk
mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diteliti dalam skripsi
ini, dan selanjutnya diuraikan secara deskriptif.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan Pasal 170 KUHP Terhadap Demonstrasi Anarkis
(Putusan No.1309/Pid.B/2012/PN.MKS)
Pada bab ini penulis akan memaparkan dan menganalisis hukum
pidana dalam penanganan tindak pidana pada demonstrasi anarkis.
Untuk memahami penerapan hukum terhadap hal tersebut, maka
penulis dalam hal ini bersandar pada putusan No.1309/ Pid.B/ 2012/
PN.MKS.
1. Identitas Terdakwa :
I. Nama Lengkap : APRIANUS PASUUDUNG ALIAS. KARCA
ALIAS. APRI
Tempat Lahir : Toraja
Umur/ Tanggal Lahir: 22 Tahun/ 22 April 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : BTN Angkatan Laut B 8 No. 18, Kota
Makassar
Agama : Kristen
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : SMA
36
II. Nama Lengkap : GIDION GRACE PANGENDONGAN
Tempat Lahir : Pangli (Tanah Toraja)
Umur/ Tanggal Lahir : 26 Tahun/ 12 Juli 1985
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal :Jl. Biring Romang, Kampus Ukip Kel.
Kapasa, Kec Tamalanrea, Kota Makassar
Agama : Kristen
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : SMA
2. Posisi Kasus
Terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias Karca Alias Apri dan Terdakwa
II Gidion Grace Pangendongan bersama-sama Lk. Bartholomeus
Patadungan Pulle Alias Barto, Lk. Yansin Ta’bi Tambaru, Paris Tulak,
Jeheskiel W. gwrimu Alias Jeki, Lk. Ardyanto Menduruk Alias Ian, Lk.
Eben, Lk. Gonna, Lk. Arnol, Yogi, Lk. Ippang, (masing-masing masuk
dalam daftar pencarian orang) Pada hari Rabu tanggal 06 Juni 2012
sekitar pukul 10.00 wita dan hari Kamis tanggal 07 Juni 2012 sekitar
pukul 15.00 wita serta pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012 sekitar
pukul 15.00 wita dan pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012 sekitar
pukul 11.00 wita, bertempat di jl. Biring Romang, Kel. Kapasa, Kec.
Tamalanrea Kota Makassar tempatnya di kampus UKIP Makassar
Para Terdakwa dengan terang-terangan dan dengan tenaga
37
bersama, menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang.
awalnya para Terdakwa bersama-sama dengan Lk.Bartholemeus dan
Lk. Yansin Tambaru mempertanyakan perihal proposal permintaan
dana taksis yang diajukan oleh Para Terdakwa untuk kegiatan
Mahasiswa dari Himpunan Tehnik Mesin kepada Agus Salim Selaku
PR III, namun permintaan tersebut tidak dipenuhi sehingga Para
Terdakwa bersama-sama dengan sejumlah Mahasiswa lainnya tidak
terima atas penolakan tersebut, selanjutnya pada Hari Rabu tanggal
06 Juni 2012, Para Terdakwa bersama dengan Lk. Bartholemeus dan
beberapa orang lainnya dengan sejumlah 20 (dua puluh) orang
memaksa masuk ke dalam ruangan Rektor UKIP, namun usaha
tersebut dihalangi oleh Saksi Allin dan beberapa Staf Kampus UKIP.
Merasa terhalang untuk masuk kedalam ruangan Rektor UKIP
Terdakwa II Gidion Grace menarik salah satu kursi, dan diwaktu yang
hampir bersamaan 2 (dua) orang Mahasiswa yang tidak diketahui
dengan pasti identitasnya juga menarik masing-masing 1 (satu) kursi,
setelah itu Terdakwa I Aprianus dibantu beberapa orang Mahasiswa
yang juga tidak diketahui identitasnya menarik meja Saksi Allin yang
diatasnya terdapat komputer selanjutnya kursi dan meja di tarik keluar
dan dijadikan sebagai tempat orasi sedangkan kursi-kursi tersebut
dibakar oleh peserta unjuk rasa, dan tidak berselang lama kemudian
Lk. Bartholomenus bersama dengan Para Terdakwa dan sejumlah
peserta unjuk rasa kembali mencoba masuk kedalam Ruangan
38
Rektor dengan cara membobol pintu samping Ruang Rektor setelah
berhasil masuk kedalam ruangan tersebut para peserta unjuk rasa
melampiaskan kemarahannya dengan merusak dan menghamburkan
semua yang ada didalam ruangan Rektor berupa meja, kursi serta
beberapa barang yang lainnya. Dan sekitar pukul 12.30 wita, saksi
Prof .Dr. Pasolang Pasapang, S.H.,M.H selaku Rektor UKIP tiba di
gedung Rektorat dan menemui peserta unjuk rasa di loby Rektorat
dan menyampaikan rasa kekecewaannya atas tindakan anarkisme
yang dilakukan peserta unjuk rasa namun dari pihak unjuk rasa yang
diwakili oleh Terdakwa I Aprianus dan Lk. Yansin serta Lk.
Bartholomeus malah meminta surat pengunduran dari Saksi Agus
Salim selaku PR III.
Kemudian keesokan harinya pada hari Kamis tanggal 07 Juni 2012,
sekitar pukul 10.00 para terdakwa bersama Para Terdakwa dan
sejumlah peserta unjuk rasa lainnya kembali melakukan aksi unjuk
rasa di dalam Kampus UKIP dan aksi tersebut berakhir dengan
tindakan anarkisme, dimana beberapa orang diantara peserta unjuk
rasa kembali melakukan kekerasan terhadap Gedung Rektorat
dengan cara melempar kaca jendela gedung Rektorat lantai satu dan
lantai dua yang mengakibatkan kaca Jendela Gedung Rektorat
menjadi pecah. Selanjutnya pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012,
sekitar pukul 16.00 wita, Saksi Achmat Thomas yang sedang itu
mengecet dibantu oleh Lk. Korpis, PR I, dan Lk. Robert dan Saksi
39
Petrus Ma’na didatangi oleh Lk. Bartholemeus bersama-sama dengan
teman-temannya yang merupakan Mahasiswa Tehnik Mesin
termasuk Para Terdakwa, menyampaikan untuk menghentikan
kegiatan tersebut dikarenakan persoalan kampus tersebut belum
selesai, setelah menyampaikan hal tersebut Lk. Bartholemeus
kemudian berorasi di dalam Gedung Rektorat dan tidak berselang
lama kemudian sekitar 20 (dua puluh) orang masuk kedalam Gedung
Rektorat dan langsung melakukan pengrusakan terhadap kaca-kaca
jendela Ruang LPM dan kaca-kaca Jendela Ruangan PR I dan
Ruangan Penjamin Mutu yang berada di lantai 2 dan kaca kamar
mandi dengan menggunakan batu dan beberapa peserta unjuk rasa
menggunakan potongan besi setelah itu peserta unjuk rasa keluar
dari Gedung Rektorat dan dengan menggunakan batu kemudian
kembali melempar kaca jendela bagian Depan Lantai 2 Gedung
Rektorat termasuk Lk. Bhartolomeus dan terdakwa I Aprianus yang
melakukan pelemparan dan kemudian mengangkat meja kemudian
dibakar bersama dengan spanduk penerimaan Maba dan Denah
Lokasi Kampus sambil Terdakwa I Aprianus dan Lk. Bhartolomeus
dan Lk. Paris mengumpulkan teman-temannya dan melakukan orasi
hingga sekitar pukul 22.00 wita dan selanjutnya pada hari Senin,
tanggal 11 Juni 2012, dimulai sejak pukul 00.00 wita hingga pukul
15.30 wita, para peserta unjuk rasa lainnya kembali melakukan aksi
pengrusakan terhadap fasilitas Kampus yaitu pengrusakan terhadap
Ruang Rektor dan Ruang PR II sera Ruang Fakultas Ekonomi
40
dengan cara merusak kursi, meja, dan pintu kaca serta computer dan
juga melakukan pengrusakan di ruang LPPM dengan cara merusak
kursi, meja, lemari serta printer dan AC yang terdapat disetiap
ruangan dan kemudian melakukan pengrusakan terhadap Ruang
Foto Copy dengan cara merusak mesin bersama dengan Komputer
LMP yang saat berada di dalam Ruangan Foto Copy tersebut dan
khusus untuk Terdakwa II Gidion Grace kemudian melakukan
pengrusakan terhadap jendela kaca gedung Rektorat Kampus UKIP
dengan menggunakan potongan besi sebanyak beberapa kali yang
mengakibatkan kaca jendela tersebut menjadi pecah yang dilakukan
oleh Terdakwa II pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012, sekitar pukul
11.00 wita.
3. Dakwaan Penuntut Umum
Berdasarkan kasus Putusan No. 1309/Pid.B/2012/PN.Mks dengan
berpedoman pada Berita Acara pemeriksaan perkara maka jaksa
menyusun dakwaan secara alternatif sebagai berikut :
Kesatu :
Perbuatan Terdakwa diduga melanggar ketentuan dalam Pasal 170
ayat (1) KUHPidana, Jo.Pasal 64 ayat (1) KUHPidana;
Atau
Kedua :
Perbuatan Terdakwa diduga melanggar ketentuan dalam Pasal 406
ayat (1) KUHPidana, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke– 1 KUHPidana, jis.
Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
41
4. Tuntutan Penuntut Umum
Penuntut umum didepan persidangan telah membacakan
berkas perkara, dan mendengar keterangan saksi dan terdakwa dan
telah memperlihatkan barang bukti yang diajukan di persidangan dan
juga mendengar jaksa penuntut umum yang telah dibacakan pada
saat sidang dilaksanakan, yang pada pokoknya agar Majelis Hakim
dalam amar putusannya menyatakan, sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa I APRIANUS Alias Karca Alias APRI dan
Terdakwa II GIDION GRACE PANGENDONGAN, telah terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “Dengan
tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang
yang dilakukan secara berlanjut”, Melanggar Pasal 170 ayat
(1) Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa dengan Pidana
Penjara masing-masing selama 6 (enam) bulan dikurangi
selama para terdakwa menjalani tahanan dengan perintah agar
para terdakwa tetap berada dalam tahanan;
3. Menyatakan barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah mesin AC, Merk Sharp;
- 1 (satu) buah print/Foto copy merk conon;
- 1 (satu) buah Dispenser Merk Miyako;
- 1 (satu) buah rangka alumunium;
- 1 (satu) buah rangka kursi besi yang terbakar;
42
- 1 (satu) buah Kalkulator Merk Citizen;
- 1 (satu) buah stand kunci pintu utama;
- 2 (dua) buah pecahan kaca bening;
- 2 (dua) buah batu gunung atau kali;
- 3 (tiga) buah paping blok;
4. Menetapkan supaya para terdakwa dibebani biaya perkara
sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah)
5. Komentar Penulis
Berdasarkan putusan perkara No. 1309/ Pid.B/ 2012/
PN.MKS, menyatakan bahwa Terdakwa I Aprianus Alias Karca Alias
Apri dan Terdakwa II Gidion Grace Pangendongan terbukti bersalah
melakukan tindak pidana “Dimuka umum melakukan kekerasan
terhadap barang yang mengakibatkan rusak”
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 170 Ayat
(1) KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan
kekerasan terhadap orang atau barang,diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan. “
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal ini yaitu :
1) Barangsiapa. Hal ini menunjukkan kepada orang atau pribadi
sebagai pelaku
2) Di muka umum. Perbuatan ini dilakukan ditempat dimana publik
dapat melihatnya
43
3) Bersama-sama, artinya dilakukan oleh sedikit-dikitnya dua orang
atau lebih. Arti kata bersama-sama ini menunjukkan bahwa
perbuatan itu dilakukan dengan sengaja (delik dolus) atau memiliki
tujuan yang pasti, jadi bukanlah merupakan ketidaksengajaan
(delik culpa).
4) Kekerasan, yang berarti mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani yang tidak kecil dan tidak sah. Kekerasan dalam pasal ini
biasanya terdiri dari “merusak barang” atau “penganiayaan”.
5) Terhadap orang atau barang. Kekerasan itu harus ditujukan
kepada orang atau barang sebagai korban.
Berbeda dengan Pasal 406 ayat 1 yang berbunyi :
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau
menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
milik orang lain, diancam dengan pidan penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana dengan paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.”
Unsur Subjektif :
1) Dengan Sengaja (opzettelijh)
a. Perbuatan merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau
menghilangkan barang harus dilakukan dengan sengaja.
b. Pelaku harus mengetahui bahwa yang dirusakkan, dibikin tak
dapat dipakai atau dihilangkan adalah suatu barang yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.
44
c. Pelaku harus mengetahui perbuatan merusakkan, membikin
tak dapat dipakai atau menghilangkan barang itu bersifat
melawan hukum.
Unsur Objektif :
1. Merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan
2. Suatu benda
3. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
4. Secara melawan hukum (wanderrechtelijkeheid)
Berdasarkan penjelasan kedua Pasal tersebut kekerasan
yang dilakukan sesuai Pasal 170 KUHP ayat (1) sudahlah tentu
dilakukan oleh para pelaku secara bersama-sama dimuka umum
dalam waktu yang tidak terlalu lama ataupun dalam jangka waktu
yang berdekatan dengan syarat ada kesepakatan dan
kesepahaman untuk berbuat tindakan kekerasan terhadap orang
atau barang.
Perbedaan yang paling mendasar Pasal 170 ayat (1) KUHP
adalah dilakukannya tindakan itu dihadapan orang banyak atau
diruang publik dan tindak kekerasan tersebut dilakukan oleh 2 (dua)
orang atau lebih. Sedangkan Pasal 406 ayat (1) KUHP hal ini tidak
dibedakan, apakah dilakukan diruang tertutup untuk umum ataupun
diruang publik dan pelakunya dapat berupa individu.
Ancaman hukuman Pasal 170 ayat (1) KUHP lebih berat
dibandingkan Pasal 406 ayat (1) KUHP. ancaman hukuman pada
45
pasal 170 ayat (1) KUHP, tentang sanksi hukum bagi para pelaku
kekerasan terhadap orang atau barang dimuka umum diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan,
sedangkan pada Pasal 406 ayat (1) KUHP dengan akibat yang
sama, yaitu kekerasan terhadap barang, pelaku diancam dengan
hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau
denda paling banyak empat Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus).
Hal ini juga diungkapkan oleh Hakim Nathan Lambe,
S.H.,M.H. pada wawancara tanggal 5 Januari 2015 beliau
mengatakan bahwa :
Dilihat dari kejadian dalam perkara No. 1309/Pid.B/2012/PN.Mks tindak pidana yang dilakukan oleh Para Terdakwa Pasal 170 ayat (1) KUHP lebih kuat ancaman pidananya dibandingkan dengan Pasal 406 ayat (1) KUHP karena pasal 406 ayat (1) KUHP hanya dipidana dua tahun delapan bulan dan di Pasal tersebut tidak ada aturan yang dilakukannya kekerasan terhadap barang tersebut di dalam atau di luar ruangan yang dapat dilihat oleh publik, sedangkan Pasal 170 ayat (1) KUHP diterangkan bahwa perbuatan seseorang dilakukan dimuka umum yang dapat dilihat langsung oleh publik dipidana lima tahun enam bulan. Jadi Pasal 170 ayat (1) KUHP yang memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang dilakukan Para Terdakwa yang dilakukan dimuka umum.
Sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas, Jaksa
Penuntut Umum telah menghadapkan Para Terdakwa
dipersidangan dengan dakwaan yang disusun secara alternatif
dengan mendasarkan pada Pasal-pasal KUHP yaitu : Kesatu,
melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP, Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP,
46
atau Kedua, melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Adapun alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum
untuk membuktikan Dakwaan tersebut, brupa :
1. Keterangan Saksi
Keterangan saksi-saksi yang didengar dalam persidangan
dengan dibawah sumpah yang masing-masing : Saksi “Ir.
Corvis Rantererung, MT”, Saksi “Petrus Ma’na”, Saksi “Allin”,
Saksi “Prof. Dr. Pasolang Pasapan”, Saksi “Agus Salim”, Saksi
“Josefine”, Saksi “Herman Banggalangi”, Saksi “Leo Sumule”,
Saksi “a de Charge Erna a de Charge akaria”, Saksi a de
Charge Hendritono”. Saksi-saksi tersebut sebelum memberikan
keteranganya telah mengucapkan sumpah dan janji, dan
keterangan para saksi di persidangan tidak ada paksaan atau
tekanan dan bukan merupakan pertanyaan yang menjerat serta
merupakan keterangan yang ia lihat, dengar, dan dialami
sendiri.
2. Keterangan Terdakwa
Dipersidangan telah didengar keterangan terdakwa I Aprianus
Alias Karca Alias Apri dan Terdakwa II Gidion Grace
Pangendongan Alias Gidion dan keterangannya tersebut pada
beberapa bagian pokok sesuai dengan keterangan para saksi
yang telah memberikan keterangannya didepan pengadilan
47
dibawah sumpah dalam mengenai terjadinya pengrusakan
terhadap fasilitas Kampus UKIP Makassar.
3. Barang bukti yang telah diajukan dipersidangan berupa :
1 buah mesin AC, Merk Sharp, 1 buah print/ foto copy merk
Canon, 1 buah Dispenser Merk Miyako, 1 buah rangka
alumunium, 1 buah rangka kursi besi yang terbakar, 1 (satu)
buah Kalkulator Merk Citizen, 1 buah stand kunci pintu utama, 2
buah pecahan kaca bening, 2 buah batu gunung atau kali, 3
buah paping blok.
Menimbang, bahwa apabila ketentuan Pasal 170 ayat (1)
KUHPidana, Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dalam dakwaan
Kesatu dan nketentuan Pasal 406 ayat (1) KUHPidana, Jo.Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHPidana, Jis.Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dalam
dakwaan kedua dihubungan dengan fakta-fakta hukum yang
terungkap dipersidangan, maka Majelis Hakim karena
kewenangannya memilih dakwaan Kesatu Pasal 170 ayat (1)
KUHPidana yang bagian inti delik (delicts bestanddelen), adalah
“secara terang-terangan dan dengan tenaga bersama melakukan
kekerasan terhadap barang”, perbuatan Para Terdakwa diduga
melanggar ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana, Jo Pasal 64
ayat (1) KUHPidana, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Unsur “Barang siapa”
2. Unsur “Melakukan kekerasan”
48
3. Unsur “Dimuka umum atau terang-terangan”,
4. Unsur “Bersama-sama”,
5. Unsur “Ditujukan kepada barang yang mengakibatkan barang
menjadi rusak”,
6. Unsur “Perbuatan tersebut dilakukan secara berlanjut” ;
Ad. 1. Unsur “Barang siapa” :
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barangsiapa
adalah siapa saja subjek hukum penyandang hak dan kewajiban.
Subjek hukum tersebut dapat berupa “individu” (naturelijk person)
atau “Badan hukum” (Rechtspersoon) ;
Menimbang, bahwa Terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias
Karca Alias Apri dan keterangan Terdakwa II Gidion Grace
Pangendongan, adalah subjek hukum berupa individu sebagai
penyandang hak dan kewajiban, dimana Para Terdakwa, ternyata
dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Penuntut
Umum dan Majelis Hakim dengan baik dan benar, termasuk
menjawab pertanyaan Hakim Ketua Majelis, bahwa merekalah
Terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias Karca Alias Apri dan
keterangan Terdakwa II Gidion Grace Pangendongan sebagaimana
identitas Para Terdakwa tersebut termasuk dalam Surat Dakwaan
Penuntut Umum, sedemikian adalah benar dan tidak terdapat
kekeliruan mengenai orangnya.
49
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur ke-1
“Barang siapa” telah terpenuhi;
Ad.2. Unsur “Melakukan Kekerasan”:
Menimbang, bahwa bahwa yang dilarang dalam unsur ini
adalah perbuatan kekerasan yang merupakan tujuan dan bukan
merupakan alat atau daya upaya untuk mencapai kekerasan, yang
dilakukan dapat mengakibatkan mati pada orang lain;
Menimbang, bahwa dari keterangan Saksi Ir. Corvis Lapadang
Rantererung, MT”, Saksi Petrus Ma’na, Saksi Allin, Saksi Prof.Dr.
Pasolang Pasapan, Saksi Agus Salim, Saksi Herman Banggalangi,
Saksi Leo Samule, Saksi Yosefin, dihubungkan dengan keterangan
Terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias Karca Alias Apri dan
keterangan Terdakwa II Gidion, dihubungkan lagi dengan barang
bukti, dan petunjuk yang didasarkan pada persesuaian antara alat
bukti lainnya, maupun persesuaian antara alat bukti dengan barang
bukti, maka terungkap fakta-fakta hukum di persidangan sebagai
berikut :
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum sebagaimana
terungkap di atas, dapat disimpulkan tentang fakta bahwa, benar
pada hari Rabu tanggal 06 Juni 2012, sekitar pukul 11.00 bertempat
diruang Rektor Ukip Makassar, Para Terdakwa telah melakukan
perbuatan kekerasan terhadap barang yakni melakukan perbuatan
50
menendang daun pintu bagian samping Ruang Rektor, sehingga pintu
bagian samping Ruangan Rektor rusak dan jebol, selanjutnya Para
Mahasiswa pelaku aksi demonstran termasuk Para Terdakwa masuk
kedalam Ruang Rektor, selanjutnya terdakwa I Aprianus duduk di
kursi Rektor dan menyatakan : enak jadi Rektor, dan selanjutnya pada
hari Minggu tanggal 10 Juni 2012 sore hari, Saksi Yosefine melihat
Terdakwa I Aprianus mengambil potongan kayu meja tersebut dan
dengan menggunakan kayu tersebut untuk merusak tanaman baik
yang ada di pot maupun yang tertanam, Saksi Yosefine juga melihat
Terdakwa I Aprianus ikut mengangkat meja, dan Saksi Herman
Banggalangi juga menjelaskan, dari setiap aksi unjuk rasa yang
dilakukan oleh Para Mahasiswa tersebut, Saksi Herman Banggalangi
selalu melihat Terdakwa I Aprianus ada didalam rombongan
Mahasiswa pengunjuk rasa tersebut.
Pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012 sekitar jam 10.00 wita,
saat Saksi Allin baru tiba di Kampus UKIP, dari jarak 5 (Lima) meter,
Saksi Allin melihat Terdakwa II Gidion melakukan pengrusakan
dengan cara memecah kaca-kaca yang sudah pecah dengan
menggunakan potongan besi, walaupun keterangan Saksi-saksi
tersebut dibantah oleh Para Terdakwa, namun bantahan Para
Terdakwa tersebut ternyata tidak dapat melumpuhkan alat bukti
keterangan saksi-saksi di bawah sumpah;
51
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsure ke-2 (dua)
“Melakukan Kekerasan”, telah terpenuhi;
Ad.3. Unsur “Dimuka umum atau terang-terangan” :
Menimbang, bahwa yang dimaksud dalam unsur ini adalah
kekerasan yang dilakukan di muka umum atau disebut juga dengan
kejahatan terhadap ketertiban umum, yaitu perbuatan melakukan
kekerasan tersebut Para Terdakwa lakukan ditempat orang banyak
(publik) dapat melihat;
Menimbang, dari keterangan Saksi Ir.Corvis Lapadang
Rantererung, “MT”, Saksi Petrus Ma’na, Saksi Allin, Saksi
Prof.Dr.Pasolang Pasapan, Saksi Agus Salim, Saksi Herman
Banggalangi, Saksi Leo Samule, Saksi Yosefin, dihubungkan dengan
keterangan Terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias Karca Alias Apri
dan keterangan Terdakwa II Gidion Grace Pangendongan,
dihubungkan lagi dengan barang bukti, dan petunjuk yang didasarkan
pada persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti
lainnya, maupun persesuaian antara alat bukti dengan barang bukti,
maka terungkap fakta-fakta hukum di persidangan sebagai berikut :
bahwa, benar tempat dimana perbuatan kekerasan tersebut dilakukan
oleh Para Terdakwa adalah di dalam lingkungan Kampus UKIP
Makassar di jl. Biring Romang, kel. Kapasa, Kec. Tamalanrea, Kota
Makassar, tempat perbuatan kekerasan tersebut dilakukan (Locus
52
delicti) adalah di tempat umum yaitu dimana orang banyak(publik)
dapat melihat, dan perbuatan Para Terdakwa tersebut telah
menimbulkan keresahan ditengah Mahasiswa disekitar Kampus UKIP
Makassar khususnya, dan Para Mahasiswa di Kota Makassar pada
umumnya, maka perbuatan Para Terdakwa tersebut dapat dikwalifisir
sebagai kejahatan terhadap ketertiban umum ;
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan
tersebut, Majelis Hakim berpendapat unsur ke-3 (tiga) “Dimuka umum
atau terang-terangan”, telah terpenuhi;
Ad. 4. Unsur “Bersama-sama”:
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan bersama-sama
dalam unsur ini adalah dua atau lebih orang bekerja sama secara
sadar dan bersama-sama melakukan perbuatan-perbuatan yang
secara keseluruhan mewujudkan delik;
Menimbang, dari keterangan saksi Ir.Corvis Rantererung, MT”,
Saksi Petrus Man’na, Saksi Allin, Saksi Prof. Dr. Pasolang Pasapan,
Saksi Agus Salim, Saksi Herman Banggalangi, Saksi Leo Samule,
Saksi Yosefin, dihubungkan dengan keterangan terdakwa I Aprianus
Pasuudung Alias Karca Alias Apri dengan keterangan terdakwa II
Gidion Grace Pangendongan, dihubungkan lagi dengan barang bukti,
dan petunjuk yang didasarkan pada persesuaian antara alat bukti
yang satu dengan alat bukti lainnya, maupun persesuaian antara alat
bukti dengan barang bukti, maka terungkap fakta-fakta hukum di
persidangan sebagai berikut :
53
Perbuatan para terdakwa tersebut dilakukan secara
bersama-sama dan dengan tenaga bersama dengan cara melakukan
kekerasan terhadap barang berupa melakukan perbuatan menendang
daun pintu bagian samping Ruang Rektorat, sehingga pintu tersebut
menjadi rusak dan jebol, perbuatan kekerasan terhadap barang-
barang tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan sengaja dan
dengan tenaga bersama mewujudkan delik, maka perbuatan
terdakwa dapat dipandang sebagai pelaku- Peserta (medeplegen);
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan
sebagaimana tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa
unsur ke-4 (empat). “bersama-sama”. Telah terpenuhi;
Ad.5. Unsur “Ditujukan kepada barang yang mengakibatkan
rusak”
Menimbang, bahwa dalam unsur ini, kekerasan yang
dilakukan tersebut harus ditujukan kepada barang baik itu kepunyaan
sendiri atau kepunyaan orang lain, dalam unsur ini di isyaratkan
bahwa kekerasan dilakukan untuk mengganggu ketertiban umum ;
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum sebagaimana
tersebut di atas, dapat disimpulkan tentang fakta bahwa, benar
perbuatan kekerasan yang dilakukan Para Terdakwa terhadap
barang-barang milik UKIP Makassar, berupa daun pintu dan kaca
serta mencabut dan merusak pot bunga yang dilakukan dengan cara
menendang, mencabut, dengan tangan dan memukul dengan
54
potongan kayu dan besi, adalah perbuatan kekerasan yang ditujukan
terhadap barang yang mengakibatkan barang menjadi rusak dan tidak
dapat dipakai lagi, berupa sehelai daun pintu samping Ruang
Rektorat, kaca jendela dan tanaman bunga beserta potnya, dan
dengan perbuatan kekerasan tersebut telah menimbulkan keresahan
di tengah-tengah kehidupan Kampus UKIP Makassar khususnya dan
masyarakat Kampus Kota Makassar pada umumnya, maka perbuatan
kekerasan tersebut telah mengganggu ketertiban umum;
Ad.6. Unsur “Perbuatan tersebut dilakukan secara berlanjut”
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap
di persidangan, dari keterangan Majelis Hakim berpendapat bahwa
perbuatan Para Terdakwa bersama dengan sejumlah Mahasiswa
lainnya yang melakukan pengrusakan dimulai pada hari Rabu tanggal
06 Juni 2012, dan dilanjutkan pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012
serta pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012 selama beberapa hari
berasal dari suatu pelaksanaan keputusan yang terlarang menurut
undang-undang, oleh karenanya itu perbuatan Para Terdakwa
tersebut telah melahirkan beberapa tindak pidana yang sejenis yaitu
tindak pidana dengan tenaga bersama melakukan kekerasan
terhadap barang, dan antara perbuatan yang satu dengan perbuatan
yang lain tidak dipisahkan suatu jangka waktu relatif cukup lama,
maka unsur ke-6 (enam) “perbuatan tersebut dilakukan secara
berlanjut telah terpenuhi;
55
Berdasarkan uraian di atas maka penulis berpendapat
bahwa penerapan hukum terhadap Delik Dimuka umum melakukan
kekerasan terhadap yang dilakukan secara berlanjut dalam
putusan N0. 1309/Pid.B/2012/PN.MKS telah sesuai dengan delik
yang dilakukan oleh terdakwa, sebagaimana dalam unsur-unsur
yang mencocoki rumusan delik.
B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Memutuskan Perkara Pidana
pada Demonstrasi Anarkis (Putusan No.1309/Pid.B/2012/PN.MKS)
Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek
penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Putusan
hakim berguna bagi terdakwa untuk mendapatkan kepastian hukum
tentang statusnya. Dalam menjatuhkan putusan, keputusan hakim
harus mencerminkan keadilan, akan tetapi persoalan keadilan tidak
akan berhenti dengan pertimbangan hukum semata-mata, melainkan
persoalan keadilan biasanya dihubungkan dengan kepentingan individu
para pencari keadilan, dan itu berarti keadilan menurut hukum sering
diartikan dengan sebuah kemenangan dan kekalahan oleh pencari
keadilan.
Berikut ini penulis akan menguraikan mengenai pertimbangan
hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar No.1309/ Pid.B/
2012/ PN.MKS, yaitu sebagai berikut :
56
1. Pertimbangan Hakim
Menimbang, bahwa Para Terdakwa dihadapkan di depan
Persidangan oleh Penuntut Umum dengan Surat Dakwaan No.Reg.
Perk : PDM - 122/ MKS/ Ep. 1/ 08/ 2012, tertanggal 23 Agustus
2012, tertanggal 3 September 2012, sebagai berikut :
Kesatu :
Bahwa ia Terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias Karca Alias Apri dan Terdakwa II Gidion Grace Pangendongan bersama-sama Lk. Bartholomeus Patadungan Pulle Alias Barto, Lk. Yansin Ta’bi Tambaru, Paris Tulak, Jeheskiel W. gwrimu Alias Jeki, Lk. Ardyanto Menduruk Alias Ian, Lk. Eben, Lk. Gonna, Lk. Arnol, Yogi, Lk. Ippang, (masing-masing masuk dalam daftar pencarian orang) Pada hari Rabu tanggal 06 Juni 2012 sekitar pukul 10.00 wita dan hari Kamis tanggal 07 Juni 2012 sekitar pukul 15.00 wita serta pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012 sekitar pukul 15.00 wita dan pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012 sekitar pukul 11.00 wita, bertempat di jl. Biring Romang, Kel. Kapasa, Kec. Tamalanrea Kota Makassar tempatnya di kampus UKIP Makassar atau setidak-tidaknya pada tempat tertentu yang dapat dilihat atau dilalui umum atau setidak-tidaknya pada tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar yang berwenang mengadili, Para Terdakwa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama, menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, jika antara beberapa perbuatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, yang Para Terdakwa lakukan dengan cara, sebagai berikut :
Bahwa, awalnya para Terdakwa bersama-sama dengan Lk.Bartholemeus dan Lk. Yansin Tambaru mempertanyakan perihal proposal permintaan dana taksis yang diajukan oleh Para Terdakwa untuk kegiatan Mahasiswa dari Himpunan Tehnik Mesin kepada Agus Salim Selaku PR III, namun permintaan tersebut tidak dipenuhi sehingga Para Terdakwa bersama-sama dengan sejumlah Mahasiswa lainnya tidak terima atas penolakan tersebut, selanjutnya pada Hari Rabu tanggal 06 Juni 2012, Para Terdakwa bersama dengan Lk. Bartholemeus dan beberapa orang lainnya dengan sejumlah 20 (dua puluh) orang memaksa masuk ke dalam ruangan Rektor UKIP, namun usaha tersebut dihalangi oleh Saksi Allin dan beberapa Staf Kampus UKIP. Merasa terhalang untuk masuk kedalam ruangan Rektor UKIP Terdakwa II Gidion Grace menarik salah satu kursi, dan diwaktu yang hampir bersamaan 2
57
(dua) orang Mahasiswa yang tidak diketahui dengan pasti identitasnya juga menarik masing-masing 1 (satu) kursi, setelah itu Terdakwa I Aprianus dibantu beberapa orang Mahasiswa yang juga tidak diketahui identitasnya menarik meja Saksi Allin yang diatasnya terdapat komputer selanjutnya kursi dan meja di tarik keluar dan dijadikan sebagai tempat orasi sedangkan kursi-kursi tersebut dibakar oleh peserta unjuk rasa, dan tidak berselang lama kemudian Lk. Bartholomenus bersama dengan Para Terdakwa dan sejumlah peserta unjuk rasa kembali mencoba masuk kedalam Ruangan Rektor dengan cara membobol pintu samping Ruang Rektor setelah berhasil masuk kedalam ruangan tersebut para peserta unjuk rasa melampiaskan kemarahannya dengan merusak dan menghamburkan semua yang ada didalam ruangan Rektor berupa meja, kursi serta beberapa barang yang lainnya. Dan sekitar pukul 12.30 wita, saksi Prof .Dr. Pasolang Pasapang, S.H.,M.H selaku Rektor UKIP tiba digedung Rektorat dan menemui peserta unjuk rasa diloby Rektorat dan menyampaikan rasa kekecewaannya atas tindakan anarkisme yang dilakukan peserta unjuk rasa namun dari pihak unjuk rasa yang diwakili oleh Terdakwa I Aprianus dan Lk. Yansin serta Lk. Bartholomeus malah meminta surat pengunduran dari dari Saksi Agus Salim selaku PR III ;
Bahwa, keesokan harinya pada hari Kamis tanggal 07 Juni 2012, sekitar pukul 10.00 para terdakwa bersama Para Terdakwa dan sejumlah peserta unjuk rasa lainnya kembali melakukan aksi unjuk rasa di dalam Kampus UKIP dan aksi tersebut berakhir dengan tindakan anarkisme, dimana beberapa orang diantara peserta unjuk rasa kembali melakukan kekerasan terhadap Gedung Rektorat dengan cara melempar kaca jendela gedung Rektorat lantai satu dan lantai dua yang mengakibatkan kaca Jendela Gedung Rektorat menjadi pecah ;
Bahwa, selanjutnya pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012, sekitar pukul 16.00 wita, Saksi Achmat Thomas yang sedang itu mengecet dibantu oleh Lk. Korpis, PR I, dan Lk. Robert dan Saksi Petrus Ma’na didatangi oleh Lk. Bartholemeus bersama-sama dengan teman-temannya yang merupakan Mahasiswa Tehnik Mesin termasuk Para Terdakwa, menyampaikan untuk menghentikan kegiatan tersebut dikarenakan persoalan kampus tersebut belum selesai, setelah menyampaikan hal tersebut Lk. Bartholemeus kemudian berorasi di dalam Gedung Rektorat dan tidak berselang lama kemudian sekitar 20 (dua puluh) orang masuk kedalam Gedung Rektorat dan langsung melakukan pengrusakan terhadap kaca-kaca jendela Ruang LPM dan kaca-kaca Jendela Ruangan PR I dan Ruangan Penjamin Mutu yang berada di lantai 2 dan kaca kamar mandi dengan menggunakan batu dan beberapa peserta unjuk rasa menggunakan potongan besi setelah itu peserta unjuk
58
rasa keluar dari Gedung Rektorat dan dengan menggunakan batu kemudian kembali melempar kaca jendela bagian Depan Lantai 2 Gedung Rektorat termasuk Lk. Bhartolomeus dan terdakwa I Aprianus yang melakukan pelemparan dan kemudian mengangkat meja kemudian dibakar bersama dengan spanduk penerimaan Maba dan Denah Lokasi Kampus sambil Terdakwa I Aprianus dan Lk. Bhartolomeus dan Lk. Paris mengumpulkan teman-temannya dan melakukan orasi hingga sekitar pukul 22.00 wita dan selanjutnya pada hari Senin, tanggal 11 Juni 2012, dimulai sejak pukul 00.00 wita hingga pukul 15.30 wita, para peserta unjuk rasa lainnya kembali melakukan aksi pengrusakan terhadap fasilitas Kampus yaitu pengrusakan terhadap Ruang Rektor dan Ruang PR II sera Ruang Fakultas Ekonomi dengan cara merusak kursi, meja, dan pintu kaca serta computer dan juga melakukan pengrusakan di ruang LPPM dengan cara merusak kursi, meja, lemari serta printer dan AC yang terdapat disetiap ruangan dan kemudian melakukan pengrusakan terhadap Ruang Foto Copy dengan cara merusak mesin bersama dengan Komputer LMP yang saat berada di dalam Ruangan Foto Copy tersebut dan khusus untuk Terdakwa II Gdion Grace kemudian melakukan pengrusakan terhadap jendela kaca gedung Rektorat Kampus UKIP dengan menggunakan potongan besi sebanyak beberapa kali yang mengakibatkan kaca jendela tersebut menjadi pecah yang dilakukan oleh Terdakwa II pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012, sekitar pukul 11.00 wita ;
Bahwa, akibat perbuatan Terdakwa bersama-sama Lk. Bartholomeus Patadungan Pulle Alias Barto, Lk. Yansin Ta’bi Tambaru, Paris Tulak, Jeheskiel W. gwrimu Alias Jeki, Lk. Ardyanto Menduruk Alias Ian, Lk. Eben, Lk. Gonna, Lk. Arnol, Yogi, Lk. Ippang, (masing-masing masuk dalam daftar pencarian orang)menyebabkan Gedung Rektorat Kampus UKIP dan sejumlah Peralatan Kantor lainnya berupa Meja, Kursi, AC, mengalami kerusakan dan tidak dapat dipakai lagi sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak Kampus UKIP setidak-tidaknya sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) ;
Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 170 ayat (1) KUHPidana, Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana ;
ATAU
Kedua :
Bahwa, terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias. Karca Alias. Apri dan Terdakwa II Gidion Pangendongan, bersama-sama Lk. Bartholomeus Patadungan Pulle Alias Barto, Lk. Yansin Ta’bi Tambaru, Paris Tulak,
59
Jeheskiel W. gwrimu Alias Jeki, Lk. Ardyanto Menduruk Alias Ian, Lk. Eben, Lk. Gonna, Lk. Arnol, Yogi, Lk. Ippang, (masing-masing masuk dalam daftar pencarian orang) Pada hari Rabu tanggal 06 Juni 2012 sekitar pukul 10.00 wita dan hari Kamis tanggal 07 Juni 2012 sekitar pukul 15.00 wita serta pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012 sekitar pukul 15.00 wita dan pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012 sekitar pukul 11.00 wita, bertempat di jl. Biring Romang, Kel. Kapasa, Kec. Tamalanrea Kota Makassar tempatnya di kampus UKIP Makassar atau setidak-tidaknya pada tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar yang berwenang mengadili, Para Terdakwa baik sebagai yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain jika anatara beberapa perbuatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, dengan cara sebagai berikut ;
Bahwa, awalnya Para Terdakwa bersama-sama dengan Lk. Bartholomeus dan Lk. Yansin Tambaru mempertanyakan perihal Proposal Permintaan Dana Taktis yang diajukan oleh Para Terdakwa untuk kegiatan Mahasiswa dari Himpunan Anak Teknik Mesin kepada Saksi Agus Salim tidak dipenuhi, sehingga Para Terdakwa bersama-sama dengan sejumlah Mahasiswa lainnya yang tergabung dalam Mahasiswa Teknik Mesin tidak terima atas penolakan tersebut, selanjutnya pada hari Rabu tanggal 06 Juni 2012 Para Terdakwa bersama Lk. Bartholomeus dan beberapa orang lainnya dengan sejumlah 20 (dua puluh) orang memaksa masuk kedalam Ruangan Rektorat UKIP namun usaha tersebut dihalangi oleh Saksi Allin dan beberapa Staf karena merasa terhalangi masuk kedalam Ruangan Rektorat UKIP Terdakwa II Gidion Grace menarik salah satu kursi yang ada didalam ruangan tersebut dan diwaktu yang hamper bersamaan 2 (dua) orang mahasiswa yang tidak diketahui secara pasti identitasnya juga menarik masing-masing 1 kursi, setelah itu Terdakwa I Aprianus dengan dibantu beberapa orang Mahasiswa lainnya yang juga tidak diketahui secara pasti identitasnnya menarik meja Saksi Allin yang diatasnya terdapat Komputer yang terlebih dahulu diletakkan oleh Para Terdakwa di bawah lantai dan selanjutnya kursi dan meja tersebut ditarik keluar ruangan melalui ruangan Loby setelah itu disimpan di halaman depan kantin dan terhadap meja kerja Saksi Allin oleh Mahasiswa dijadikan sebagai tempat orasi sedangkan kursi-kursi tersebut dibakar oleh peserta unjuk rasa, dan tidak berselang lama kemudian Lk. Bartholomeus bersama dengan Para Terdakwa dan sejumlah peserta Unjuk rasa lainnya kembali
60
mencoba masuk kedalam ruangan Rektor dengan cara membobol pintu samping Ruang Rektorat yang terbuat dari kayu dan setelah berhasil masuk kedalam ruangan tersebut Para peserta unjuk rasa kemudian melampiaskan kemarahannya dengan merusak dan menghancurkan semua yang ada didalam ruangan Rektorat berupa meja kerja, dan kursi serta beberapa barang lainnya, dan sekitar pukul 12.30 wita, Saksi Prof. Dr. Pasolang Pasapang, S.H., M.H selaku Rektor UKIP tiba di gedung Rektorat dan langsung menemui peserta unjuk rasa di Loby Rektorat dan dalam pertemuan tersebut Saksi Prof.Dr. Pasolang Pasapang, S.H., M.H menyampaikan rasa kekecewaannya atas tindakan anarkisme peserta unjuk rasa namun dari pihak peserta unjuk rasa pada saat tersebut yang diwakili oleh Terdakwa I Aprianus dan Lk. Yansin erta Lk. Bartholomeus malah meminta surat pengunduran dir dari Saksi Agus Salim selaku PR III ;
Bahwa, keesokan harinya pada hari Kamis tanggal 07 Juni 2012, sekitar pukul 10.00 para terdakwa bersama Para Terdakwa dan sejumlah peserta unjuk rasa lainnya kembali melakukan aksi unjuk rasa di dalam Kampus UKIP dan aksi tersebut berakhir dengan tindakan anarkisme, dimana beberapa orang diantara peserta unjuk rasa kembali melakukan kekerasan terhadap Gedung Rektorat dengan cara melempar kaca jendela gedung Rektorat lantai satu dan lantai dua yang mengakibatkan kaca Jendela Gedung Rektorat menjadi pecah ;
Bahwa, selanjutnya pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012, sekitar pukul 16.00 wita, Saksi Achmat Thomas yang sedang itu mengecet dibantu oleh Lk. Korpis, PR I, dan Lk. Robert dan Saksi Petrus Ma’na didatangi oleh Lk. Bartholemeus bersama-sama dengan teman-temannya yang merupakan Mahasiswa Tehnik Mesin termasuk Para Terdakwa, menyampaikan untuk menghentikan kegiatan tersebut dikarenakan persoalan kampus tersebut belum selesai, setelah menyampaikan hal tersebut Lk. Bartholemeus kemudian berorasi di dalam Gedung Rektorat dan tidak berselang lama kemudian sekitar 20 (dua puluh) orang masuk kedalam Gedung Rektorat dan langsung melakukan pengrusakan terhadap kaca-kaca jendela Ruang LPM dan kaca-kaca Jendela Ruangan PR I dan Ruangan Penjamin Mutu yang berada di lantai 2 dan kaca kamar mandi dengan menggunakan batu dan beberapa peserta unjuk rasa menggunakan potongan besi setelah itu peserta unjuk rasa keluar dari Gedung Rektorat dan dengan menggunakan batu kemudian kembali melempar kaca jendela bagian Depan Lantai 2 Gedung Rektorat termasuk Lk. Bhartolomeus dan terdakwa I Aprianus yang melakukan pelemparan dan kemudian mengangkat meja kemudian dibakar bersama dengan spanduk penerimaan Maba dan Denah Lokasi Kampus sambil Terdakwa I Aprianus dan Lk. Bhartolomeus dan Lk. Paris mengumpulkan teman-temannya
61
dan melakukan orasi hingga sekitar pukul 22.00 wita dan selanjutnya pada hari Senin, tanggal 11 Juni 2012, dimulai sejak pukul 00.00 wita hingga pukul 15.30 wita, para peserta unjuk rasa lainnya kembali melakukan aksi pengrusakan terhadap fasilitas Kampus yaitu pengrusakan terhadap Ruang Rektor dan Ruang PR II sera Ruang Fakultas Ekonomi dengan cara merusak kursi, meja, dan pintu kaca serta komputer dan juga melakukan pengrusakan di ruang LPPM dengan cara merusak kursi, meja, lemari serta printer dan AC yang terdapat disetiap ruangan dan kemudian melakukan pengrusakan terhadap Ruang Foto Copy dengan cara merusak mesin bersama dengan Komputer LMP yang saat berada di dalam Ruangan Foto Copy tersebut dan khusus untuk Terdakwa II Gdion Grace kemudian melakukan pengrusakan terhadap jendela kaca gedung Rektorat Kampus UKIP dengan menggunakan potongan besi sebanyak beberapa kali yang mengakibatkan kaca jendela tersebut menjadi pecah yang dilakukan oleh Terdakwa II pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012, sekitar pukul 11.00 wita ;
Bahwa, akibat perbuatan Terdakwa bersama-sama Lk. Bartholomeus Patadungan Pulle Alias Barto, Lk. Yansin Ta’bi Tambaru, Paris Tulak, Jeheskiel W. gwrimu Alias Jeki, Lk. Ardyanto Menduruk Alias Ian, Lk. Eben, Lk. Gonna, Lk. Arnol, Yogi, Lk. Ippang, (masing-masing masuk dalam daftar pencarian orang)menyebabkan Gedung Rektorat Kampus UKIP dan sejumlah Peralatan Kantor lainnya berupa Meja, Kursi, AC, mengalami kerusakan dan tidak dapat dipakai lagi sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak Kampus UKIP setidak-tidaknya sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) ;
Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 406 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Dalam perkara ini Terdakwa I dipersidangan didampingi oleh
Kuasa Hukum yaitu Najamuddin,S.H dan Drs. Muh. Alif Hamat Yusuf,S.H
keduanya Advocat/ Pengacara dan Terdakwa II dipersidangan didampingi
Oleh Ilham Harjuna,S.H, Agus Haikal,S.H, Wahidin Kamase,S.H, Dede
Arwinsyah,S.H.,M.H, Abdul Aziz Saleh,S.H, Julianto Asis,S.H, Sulaiman
Samsuddin,S.H, Ansi Masni,S.H, Riswal Saputra, S.H, dan Ahmad
Tawakal Paturusi, S.H.
62
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya selanjutnya
Jaksa Penuntut umum mengajukan alat bukti berupa keterangan saksi-
saksi yang didengar dalam persidangan dengan di bawah sumpah yang
masing-masing : Saksi “Ir. Corvis Rantererung, MT”, Saksi “Petrus Ma’na”,
Saksi “Allin”, Saksi “Prof. Dr. Pasolang Pasapan”, Saksi “Agus Salim”,
Saksi “Josefine”, Saksi “Herman Banggalangi”, Saksi “Leo Sumule”, Saksi
“a de Charge Erna a de Charge akaria”, Saksi a de Charge Hendritono”,
dihubungkan dengan keterangan Terdakwa I Aprianus Pasuudung Alias.
Karca Alias. Apri dan keterangan Terdakwa II Gidion Grace
Pangendongan, dihubungkan lagi dengan barang bukti ;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Terdakwa didakwa dengan
Surat Dakwaan yang disusun secara Alternatif, maka menjadi
kewenangan dan keleluasan bagi Majelis Hakim memilih salah satu
Dakwaan yang paling sesuai untuk diterapkan dengan perbuatan
Terdakwa dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang terungkap
dipersidangan.
Menimbang, bahwa selama proses pemeriksaan perkara ini digelar
dipersidangan, Majelis Hakim tidak menemukan fakta-fakta sebagai
alasan-alasan pembenar ataupun alasan-alasan pemaaf yang dapat
dijadikan pertimbangan untuk menghapuskan sifat melawan hukum dari
perbuatan Para Terdakwa tersebut, maka atas diri dan perbuatan Para
Terdakwa tersebut harus mempertanggung jawabkan tindak pidana yang
telah dilakukannya.
63
Menimbang, bahwa dari rangkaian pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, dan dengan telah terpenuhinya seluruh unsur-unsur
ketentuan dalam Pasal 170 ayat (1) KUHPidana, Jo. Pasal 64 ayat (1)
KUHPidana dan tidak ditemukannya alasan pembenar dan/atau alasan
pemaaf atas diri dan perbuatan Para Terdakwa, Maka Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa Para Terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dimuka Umum
Melakukan Kekerasan Terhadap Barang Yang Mengakibatkan Barang
Menjadi Rusak”
Menimbang, bahwa mengingat sifat tindak pidana yang dilakukan,
maka sudah sepatutnya apabila atas diri dan perbuatan Para Terdakwa
tersebut dijatuhi hukuman berupa pidana penjara yang setimpal dengan
perbuatannya.
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman, lebih dahulu
akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan sebagai berikut :
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan Para Terdakwa telah menimbulkan kerugian materil
dan moril terhadap UKIP Makassar ;
Hal-hal yang meringankan :
Para Terdakwa belum pernah dihukum ;
Para Terdakwa pada dasarnya adalah pribadi yang baik dan
Para Terdakwa telah dijatuhi Saksi pemecatan sebagai
Mahasiswa oleh UKIP Makassar ;
64
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Para Terdakwa ditahan, dan
demi adanya kepastian hukum tentang status penahanannya Para
Terdakwa tersebut, maka sudah sepatutnya apabila lamanya pidana yang
dijatuhkan, dikurangkan sepenuhnya dari masa penahanan yang telah
dijalankan tersebut ;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Terdakwa ditahan dan tidak
terdapat alasan untuk mengalihkan status penahanannya, mengingat agar
putusan perkara ini mempunyai kepastian agar dapat segera dijalankan,
maka sudah sepatutnya apabila Para Terdakwa dinyatakan tetap berada
dalam tahanan ;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Terdakwa dinyatakan
bersalah dan dijatuhi pidana, maka Para Terdakwa dibebani lagi untuk
membayar ongkos perkara, yang sebesarnya akan disebutkan dalam
amar putusan.
2. Amar Putusan
MENGADILI
1. Menyatakan Terdakwa I Aprianus Alias KARCA Alias APRI dan
Terdakwa II GIDION GRACE PANGENDONGAN Alias GIDION,
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “DIMUKA UMUM MELAKUKAN KEKERASAN
TERHADAP BARANG YANG MENGAKIBATKAN RUSAK”
2. Menghukum Terdakwa I APRIANUS Alias KARCA Alias APRI
dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan 22 (dua puluh
65
dua) hari, Dan Terdakwa II GIDION GRACE PANGENDONGAN
Alias GIDION, dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan
17 (tujuh belas) hari ;
3. Menetapkan pidana yang dijatuhkan dikurangkan sepenuhnya
dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh Para Terdakwa ;
4. Menetapkan agar Para Terdakwa segera dikeluarkan dari Rumah
Tahanan Klas I Kota Makassar
5. Menetapkan barang bukti, berupa :
1 (satu) buah mesin AC, Merk Sharp;
1 (satu) buah print/Foto copy merk conon;
1 (satu) buah Dispenser Merk Miyako;
1 (satu) buah rangka alumunium;
1 (satu) buah rangka kursi besi yang terbakar;
1 (satu) buah Kalkulator Merk Citizen;
1 (satu) buah stand kunci pintu utama;
2 (dua) buah pecahan kaca bening;
2 (dua) buah batu gunung atau kali;
3 (tiga) buah paping blok.
6. Membebani Para Terdakwa untuk membayar ongkos perkara
masing-masing sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah)
66
3. Komentar Penulis
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus
mencerminkan rasa keadilan. Hakim dituntut untuk mempunyai
keyakinan dengan mengaitkan keyakinan tersebut dengan alat-alat
bukti yang sah serta menciptakan hukum sendiri yang berdasarkan
keadilan yang tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai sumber
dari segala hukum. Selain itu, Hakim dalam menjatuhkan putusan tidak
hanya berdasarkan pertimbangan yuridis tetapi terdapat juga
pertimbangan sosiologis yang mengarah pada latar belakang
terjadinya kekerasan.
Berdasarkan wawancara Hakim Nathan Lambe,SH.,M.H. pada
Tanggal 5 Januari 2015 beliau mengatakan bahwa :
Sanksi pidana yang diberikan kepada para pelaku demonstrasi yang berujung anarkis dalam Putuan No. 1309/Pid.B/2012/PN.Mks. memang tidak berat hukumannya yang hanya berupa pidana penjara masing-masing 4 bulan karena hakim memandang pelaku merupakan pelajar yang juga sudah mendapat sanksi cukup berat yaitu pemecatan (Drop Out) sebagai Mahasiswa UKIP Makassar sehingga pelaku tidak dapat melanjutkan proses belajarnya sebagai mahasiswa. Dengan sanksi tersebut, dirasa sudah cukup berat karena mengingat pelaku masih mempunyai masa depan yang cerah dan belum lagi beban psikologis para pelaku dan keluarga pelaku. Para Terdakwa juga mahasiswa yang kritis tetapi cara menyampaikannya itu yang berlebihan sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak kampus yang tidak dapat dihitung secara materi.
Adapun hal yang meringankan dakwaan Para Terdakwa ialah
terdakwa belum pernah dihukum dan Para Terdakwa pada dasarnya
adalah pribadi yang baik. Terdakwa mengakui dan menyesali
perbuatannya, dan berjanji tidak akan mengulanginya. pihak dari
67
Kampus UKIP Makassar telah memaafkan perbuatan para terdakwa,
dan para terdakwa ingin melanjutkan pendidikannya di perguruan
tinggi UKIP Makassar namun keinginannya tersebut ditolak dan tidak
dapat diterima oleh pihak kampus.
Menurut penulis sebaiknya pihak kampus mempertimbangkan
masa depan para pelaku dengan tidak memecat atau men- drop out
pelaku, akan tetapi dipindahkan ke kampus lain dan diberi bimbingan
secara khusus baik secara akademik maupun secara religius. Hal
tersebut dianggap dapat melanjutkan masa depannya dan memulihkan
psikologi pelaku, yang niat pada awalnya bukan merusak untuk
melakukan kejahatan namun semata-mata menyampaikan aspirasi.
Berdasarkan analisis penulis tentang pertimbangan hukum
hakim dalam menjatuhkan sanksi dalam perkara putusan No.
1309/Pid.B/2012/PN.MKS, bahwa sanksi yang diberikan sudah tepat
jika melihat dari hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan dari
terdakwa. Dari perbuatan tersebut, tindak pidana yang dikenakan
hukuman penjara merupakan efek jera dari perbuatannya itu.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian di atas, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan hukum pidana oleh majelis Hakim Pengadilan
Makassar dalam Putusan Nomor 1309/Pid.B/2012/PN.MKS yang
menyatakan bahwa terdakwa I Aprianus Alias Karca Alias Apri dan
Terdakwa II Gidion Grace Pangendongan terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dimuka umum
dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang
diatur dalam Pasal 170 ayat (1), Jo. Pasal 64 ayat (1) sudah tepat,
hal itu sesuai dan telah didasarkan pada fakta-fakta dipersidangan,
alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, barang bukti dan
keterangan Terdakwa. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar
menjatuhkan sanksi pidana dengan menjalani pidana penjara
selama 4 (empat) bulan 22 (dua puluh dua) hari dan 4 (empat)
bulan 17 (tujuh belas) hari dan dibebani untuk membayar ongkos
perkara masing-masing sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah).
2. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang mengadili perkara
dengan putusan Nomor 1309/Pid.B/2012/PN.MKS mempunyai
beberapa pertimbangan yaitu tuntutan jaksa Penuntut Umum,
terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan Pasal yang didakwakan
69
dan tidak ada alasan pembenar, sehingga dinyatakan bersalah,
serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Adapun
pertimbangan Majelis Hakim yang telah memutuskan perkara ini
yaitu karena perbuatan para terdakwa mengakibatkan Kampus
UKIP Makassar mengalami kerusakan yang mengakibatkan
kerugian materil dan moril dari perbuatan para terdakwa.
B. Saran
Adapun saran yang dapat dikemukakan sehubungan dengan
penulisan skripsi ini adalah :
1. Dalam penerapan Pasal 170 KUHP terkait kasus Putusan No.
1309/Pid.B/2012.PN.MKS sudah sesuai dengan ketentuan hukum
pidana. Sebelum menjatuhkan suatu sanksi pidana, harus selalu
memperhatikan apa sebenarnya tujuan pemidanaan itu, yang tidak
hanya mutlak sebagai pembalas (teori absolut) dari tindak pidana
yang dilakukan terdakwa, tetapi juga memperhatikan masa-masa
yang akan datang para terdakwa (teori relatif).
2. Bagi para hakim sebelum memutuskan suatu perkara, hendaknya
selalu melaksanakan amanat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang
menyebutkan bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat. Karena hakim bukan saja penegak
hukum, tetapi juga penegak keadilan
70
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi, 2005. Hukum Pidana Bagian I. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Andi Hamzah. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari retribusi ke Reformasi. Pradnya Paramita, Jakarta.
Amir Ilyas. 2012. Asas-asas Hukum Pidana. Rangkang Education: Yogyakarta
Bambang Poernomo, 1982. Asas-asas Hukum Pidana, Graha Indonesia,Jakarta.
Bismar Siregar, 1983,Hukum Acara pidana, Bina Cipta, Jakarta
Bisma Siregar, 1983, Hukum Acara Pidana, Bina Cipta, Jakarta
J.E Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro, 1989, Parados Dalam Kriminilogi, Jakarta: Rajawali
Leden Marpaung, 2005. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika: Jakarta.
Moeljatno,1980.Asas-asas Hukum Pidana,Bina Aksara, Jakarta .
P.A.F Lamintang., 2010. Delik-Delik Khusus: Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara. Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika
_________, 2012.Delik-Delik Khusus: Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh,& Kesehatan. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika
Ahmad Rifai, 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim. Sinar Grafika, Jakarta
R. Djamali Abdoel, 2007, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
R.Soesilo, 1994. KUHP dan penjelasannya.politea. Bogor
Thomas Santoso, 2002, Teori-Teori Kekerasan, Jakarta: Ghalia
71
Sumber-Sumber Lain:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, 2002, Jakarta: Balai Pustaka
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998.Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak asasi manusia.
http://peradilandiindonesia.blogspot.com/2012/03/kejahatan-dan-pelanggaran-terhadap.html
http://id.anorchopedia.org/Anarkisme
http://id.wikipedia.org/wiki/anarkisme
72