Post on 21-Jul-2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus,
karena gigi tersebut sudah tidak dapat lagi dirawat. Pencabutan gigi yang ideal
merupakan pencabutan sebuah gigi atau akar gigi yang utuh tanpa menimbulkan
rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin pada jaringan penyangganya.
(Ismardianita, 2013)
Tindakan pencabutan gigi dapat menimbulkan bahaya bagi penderita, oleh
karena itu dasar pembedahan harus dipahami, walaupun sebagian besar tindakan
pencabutan gigi dapat dilakukan di tempat praktek. Dalam beberapa kasus perlu
dilakukan di rumah sakit, oleh karena ada pertimbangan kondisi sistemik
penderita.tindakan pencabutan gigi dengan teknik yang cermat dan didasari
pengetahuan serta ketrampilan merupakan faktor utama dalam melakukan
pencabutan. Jaringan hidup harus ditangani dengan hati hati, tindakan yang kasar
akan mengakibatkan kerusakan atau bahkan kematian jaringan. (Ismardianita,
2013)
WHO menetapkan kesehatan mulut yang baik sebagai indicator kesehatan
dan merupakan salah satu tujuan global yang harus dicapai. Dimana 85% dari
populasi harus memiliki gigi yang lengkap pada usia 18 tahun. Masyarakat yang
memiliki penghasilan yang rendah, pencabutan gigi dapat menjadi alternatif yang
lebih mudah dan lebih murah. Riset kesehatan dasar pada tahun 2007 melaporkan,
1
2
bahwa rata-rata kerusakan gigi penduduk Indonesia adalah lima perorang, dimana
kasus pencabutan merupakan komponen terbesar yaitu empat gigi yang sudah
dicabut atau indikasi pencabutan. (Riskesdas 2007 : Dixit et al, 2010)
Gigi posterior lebih sering dicabut dibandingkan dengan gigi anterior.
Salah satunya gigi molar pertama permanen. Gigi molar pertama adalah gigi
permanen yang pertama erupsi di rongga mulut yaitu di usia 6-7 tahun dan
beresiko terkena karies jika tidak ada langkah langkah pencegahan yang tepat.
Gigi molar pertama termasuk gigi posterior yang mempunyai ukuran
terbesar dari semua gigi yang berfungsi untuk proses pengunyahan yaitu untuk
menggiling dan menghancurkan makanan. Karena fungsinya ini maka gigi molar
pertama sangat rentan terhadap karies. Selain itu gigi molar juga berperan penting
dalam bicara dan menentukan relasi atau bentuk wajah seseorang. (Hadyanawati
2002 : Ong et al 2006 : Dixit et al, 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh omer sefjan janjua et al di Pakistan tahun
2009 mengenai pencabutan gigi molar pertama permanen dengan total 470 pasien,
mengemukakan bahwa karies merupakan penyebab paling umum dengan 281
kasus pencabutan (59,8% ) pada semua kelompok usia dan jenis kelamin diikuti
dengan periodontitis yaitu sebesar 109 kasus pencabutan (23,2%) molar pertama
permanen. Molar mandibula lebih sering dicabut (62,7%) dibandingkan dengan
molar maksila (37,3%). Gigi molar mandibula kiri memiliki frekuensi yang paling
sering dicabut pada penelitian ini. (Janjua et al, 2011)
3
Survey yang dilakukan di Singapore oleh Grace Ong. Jinn-Fei Yeo,
Sameer Bhole mengenai alasan dilakukan pencabutan gigi mengemukakan bahwa
dari total 272 gigi yang telah di cabut, hasilnya menunjukkan bahwa persentasi
dari pencabutan gigi yang disebabkan karena penyakit periodontal dan karies
hampir sama yaitu 35,8% dan 35,4%. Terdapat peningkatan pada kasus
periodontal yang berhubungan dengan usia yaitu pada pasien dibawah 40 tahun
76% dari kehilangan gigi karena alasan periodontal pada pasien di bawah 40
tahun. (Onget et al, 2006)
Survey yang dilakukan Lesolang RR, Motloba DP, Lalloo R pada tahun
1998-2004 menyatakan bahwa 60% dari gigi yang dicabut adalah gigi molar atas
dan molar bawah. Alasan utama dari cabut gigi adalah karies (47,9%) dan
periodontitis (22,6%). Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Richard et al
pada tahun 2001 di South Wales menunjukkan dari 558 kasus cabut gigi, karies
59%, penyakit periodontal 29,1%, preprostetik 1%, alasan orthodontic 5,5%,
trauma 1,2%, keinginan pasien 2,4% dan 6,2% alasan lainnya. (Richardet al
2001 : Lesolang et al, 2005)
Berdasarkan masalah dan latar belakang diatas menimbulkan
keingintahuan yang lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pencabutan molar pertama permanen di RSGM Baiturrahmah.
4
1.2. Rumusan Masalah
Menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi pencabutan gigi molar
pertama permanen di RSGM Baiturrahmah.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencabutan molar
pertama permanen di RSGM Baiturrahmah.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab
pencabutan gigi molar pertama permanen dengan frekuensi terbesar.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab pencabutan gigi
molar pertama permanen dengan frekuensi terbesar berdasarkan jenis
kelamin.
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab
pencabutan gigi molar pertama permanen dengan frekuensi terbesar
berdasarkan kelompok usia.
d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab pencabutan gigi
molar pertama permanen berdasarkan region gigi molar yang dicabut.
e. Untuk memenuhi tugas akhir.
5
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Bidang Institusi
a. Memberikan gambaran mengenai alasan pencabutan gigi molar
pertama permanen di RSGM Baiturrahmah.
b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan gigi dalam merencanakan
program pencegahan kehilangan gigi permanen.
1.4.2. Bidang Akademis
Untuk menambah informasi dan sebagai bahan perbandingan untuk
peneliti lain.
1.4.3. Bagi Peneliti
a. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan di bidang
kedokteran gigi terutama di bagian bedah mulut.
b. Untuk menambah pengalaman penulis dalam melakukan penelitian.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Molar Pertama Permanen
Gigi molar tetap pertama merupakan gigi tetap permanen pertama yang
erupsi pada lengkung rahang pada umur sekitar 6-7 tahun, gigi molar pertama
dianggap penting dalam perkembangan oklusi. Gigi molar pertama permanen juga
merupakan kunci oklusi tetap dari gigi geligi tetap lainnya dan fungsinya sangat
penting dalam pengunyahan.
Molar pertama adalah gigi ke enam dari garis median. Pada umumnya gigi
ini adalah gigi paling besar dari semua gigi, letaknya distal dari gigi molar 2. Gigi
ini terdiri dari molar pertama atas dan molar pertama bawah. (Budipramana 2001 ;
Balogh dan fehrenbach, 2006)
Karena perannya sangat penting dalam lengkung rahang dan berperan
besar dalam pengunyahan menyebabkan gigi molar pertama permanen paling
berisiko terkena karies, dibandingkan dengan gigi tetap lainnya. Karena bentuk pit
dan fissurnya yang dalam sehingga sisa makanan dan plak lebih mudah terkumpul
di daerah tersebut sehingga sulit dibersihkan.
Gigi molar pertama permanen mandibula lebih rentan terkena karies
dibandingkan gigi molar pertama maksila. (Budipramana, 2001 ; Hadnyanawati,
2002)
Bila gigi tersebut terkena karies, dapat berakibat pencabutan,yang
menimbulkan resiko baru seperti perubahan posisi gigi, mempengaruhi oklusi,
6
7
sendi rahang, dan proses mastikasi yang berdampak pada penyerapan nutrisi
makanan. (Lilis S, 2013)
2.1.1. Anatomi Gigi Molar Pertama Permanen
Gigi terdiri atas dua bagian yaitu mahkota gigi atau korona dan akar
gigi atau radiks. Bagian terluar mahkota gigi dilapisi oleh email, email
disebut juga dengan enamel. Di bagian dalam email terdapat tulang gigi atau
dentin dan pada bagian yang paling dalam terdapat pulpa. Pada pulpa
terdapat kapiler, arteri, vena dan saraf. Bagian terluar akar gigi tidak
memiliki email, tetapi memiliki semen. Bagian akar gigi tertanam dalam
tulang rahang yang ditutupi oleh gusi atau gingival.
Gigi molar satu mandibula adalah gigi ke-6 dari garis median. Pada
umumnya gigi ini merupakan gigi terbesar di rahang bawah. Gigi ini
mempunyai 5 cups yang tumbuh baik yaitu 2 cups bukal (cups mesio lingual
dan cups disto bukal), 1 cups distal dan 2 cups lingual (cups mesio lingual
dan disto lingual). Mempunyai 2 akar yang tumbuh baik yaitu 1 mesial dan
1 distal, yang lebar buko lingual dan pada apeksnya jelas terpisah. Kadang
kadang terdapat 3 akar yaitu 2 mesial dan 1 distal. (Itjingningsih WH, 1995 :
29)
2.1.1.1. Bagian-Bagian Gigi Molar Pertama Permanen
Gigi molar pertama permanen mempunyai beberapa bagian,yaitu :
a. Akar gigi, adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang
rahang dikelilingi oleh jaringan periodontal.
8
b. Mahkota gigi, adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cups adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada
mahkota. (Sihotang, 2010)
Gambar 1. Permukaan Oklusal Gigi M1 Permanen
2.1.1.2. Bentuk Gigi Molar Pertama Permanen
Mahkota gigi molar mempunyai empat atau lima cuspid mayor,
terdapat dua cuspid dengan lebar sama yang terletak di bagian lingual.
Mesiodistal gigi molar mandibula lebih luas daripada bukolingual.
Sedangkan gigi molar maksila molar mandibula lebih luas daripada
bukolingual.
Gigi molar maksila memiliki bagian bucolingual yang lebih luas.
Sehingga dari pandangan oklusal, mahkota gigi molar mandibula persegi
panjang, dengan empat sisi, atau pentagonal dengan lima sisi. Gigi molar
pertama permanen merupakan gigi yang besar dan kuat dari seluruh gigi di
rongga mulut. (Baloght dan Fehrenbach 2006 : Janjua et al, 2011)
9
2.1.1.3. Permukaan-Permukaan Gigi
Nama nama yang dipakai untuk menunjukkan permukaan gigi
adalah :
a. Permukaan oklusal : permukaan pengunyahan gigi molar dan gigi
pre-molar.
b. Permukaan mesial : permukaan paling dekat garis tengah tengah tubuh.
c. Permukaan lingual : permukaan paling dekat lidah di rahang
bawah, di rahang atas disebut permukaan palatal.
d. Permukaan distal : permukaan paling jauh dari garis tengah.
e. Permukaan bukal : permukaan paling dekat bibir dan pipi.
(Sihotang, 2010)
2.1.2. Fungsi Gigi Molar Pertama Permanen
Gigi molar pertama permanen merupakan gigi yang paling penting di
rongga mulut dan memegang peranan penting dalam proses pengunyahan
dan sebagai pedoman erupsi gigi permanen posterior. Selain itu gigi geligi
juga berperan penting pada waktu bicara dan menentukan bentuk wajah
seseorang. (Hadnyanawati ; 2002)
Gigi ini juga dapat mempertahankan dimensi vertikal wajah,
diantaranya menjaga hubungan dimensi vertikal, mencegah protusi dagu,
dan menjaga penampilan. Gigi molar pertama permanen juga dapat menjaga
kontinuitas lengkung gigi sehingga menjaga posisi gigi lainnya tetap berada
pada lengkung gigi yang normal, fungsi gigi molar pertama permanen yang
terakhir berperan dalam estetik wajah, yaitu dengan menjaga pipi sehingga
10
tetap normal dan menjaga posisi dagu agar memiliki jarak yang proporsional
dengan hidung. (Marit, 2007)
2.2. Pencabutan Gigi Permanen
Pencabutan gigi adalah prosedur yang menyatukan prinsip prinsip
pembedahan dan banyak prinsip prinsip fisik dan mekanik. Ketika prinsip prinsip
tersebut diaplikasikan secara benar, maka gigi dapat tercabut secara utuh dari
prosesus alveolar tanpa akibat selanjutnya. (Hupp et al, 2008)
2.2.1. Indikasi Pencabutan
Gigi dicabut dengan berbagai alasan, seperti :
a. Karies.
b. Pulpitis Irreversible.
c. Nekrosis Pulpa.
d. Penyakit Periodontal.
e. Gigi Impaksi.
f. Gigi Berlebih (Supernumery Teeth).
g. Keperluan Orthodontic.
h. Gigi Fraktur.
(Ismardianita, 2013 )
2.2.1.1. Karies
Karies merupakan alasan yang paling sering diterima untuk
melakukan pencabutan gigi yang tidak mungkin lagi bisa untuk di restorasi,
dan karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel,
11
dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik
dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan. Tandanya adalah
adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh
kerusakan bahan organiknya. (Ismardianita 2013 ; Bakar 2012)
Penyakit karies gigi merupakan masalah utama dalam rongga
mulut. Menurut survey yang dilakukan dimana anak umur 8-10 tahun
merupakan satu kelompok yang rentan terhadap penyakit gigi dan mulut
karena umumnya anak anak pada umur tersebut masih mempunyai perilaku
dan kebiasaan diri yang kurang menunjang terhadap kesehatan gigi. (Sinta
Silaban, 2011)
Karies gigi merupakan penyakit kronis nomor satu di dunia dan
prevalensi penyakit tersebut meningkat pada jaman modern. Peningkatan
tersebut dihubungkan dengan perubahan pola dan jenis makanan.
Penyebaran penyakit karies dilihat sebagai fenomena gunung es. Karies gigi
disebabkan oleh erosi atau pengikisan jaringan keras yaitu enamel dan
dentin oleh asam. (Ramadhan, 2010)
Data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut
menjadi masalah dunia yang dapat mempengaruhi kesehatan secara umum
dan kualitas hidup. National Institution of Health di Amerika Serikat
melaporkan bahwa karies gigi menjadi penyakit kronis yang paling sering
diderita anak umur 5-17 tahun, yang kasusnya lima kali lebih banyak
dibanding asma dan tujuh kali dari demam akibat alergi. Jika tidak diobati,
karies gigi dapat menyebabkan sakit, gangguan penyerapan makanan,
12
memengaruhi pertumbuhan tubuh anak dan hilangnya waktu sekolah. (Data
global, 2007)
Riset kesehatan dasar tahun 2007 dari Departemen Kesehatan
Republik Indonesia menunjukkan sebanyak 89% anak-anak di bawah usia
12 tahun mengalami karies gigi. Selain itu 43,4% masyarakat Indonesia
berusia 12 tahun ke atas mempunyai karies aktif dan 67,2% memiliki
pengalaman karies. Data terbaru yang dirilis oleh Oral Health Media Centre
pada April 2012, memperlihatkan sebanyak 60-90% anak usia sekolah dan
hampir semua orang dewasa di seluruh dunia memiliki permasalahan gigi.
(Riskesdas, 2007)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007) propinsi Aceh
tahun 2007, menunjukkan prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut
sebesar 30,5%. Sebesar 59,1% penduduk berumur 12 tahun keatas,
mengalami karies pada giginya yang belum ditangani/ karies aktif untreated,
pada laki laki 41,2% dan perempuan 40,9%, di perkotaan 39,5% dan di
perdesaan 41,5 % prevalensi karies aktif meningkat dengan bertambahnya
umur.
Hingga saat ini, karies masih merupakan masalah kesehatan baik di
Negara maju maupun berkembang. Indeks karies di Indonesia saat ini
berkisar 2,2 untuk semua kelompok,sedangkan indeks karies di negara-
negara berkembang adalah 1,2. Target indeks karies yang ditetapkan oleh
WHO untuk tahun 2010 adalah 1,0.
13
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004,
prevelansi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan tergolong lebih tinggi
jika dibandingkan dengan Negara berkembang lainnya. Karies menjadi salah
satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut masyarakat Indonesia.
Prevalensi edentolus di Indonesia dilaporkan mencapai 24% pada usia >65
tahun, sedangkan target pencapaian pada tahun 2020 adalah meningkatnya
jumlah individu yang mempunyai >21 gigi asli pada usia 35-44 tahun dan
65-74 tahun.
SKRT tahun 2001 menunjukan bahwa motivasi untuk menambal
gigi masih sangat rendah yaitu 4-5%, sementara besarnya kerusakan gigi
yang belum ditangani dan memerlukan penambalan atau pencabutan
mencapai 82,5% dan ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan.
(Sondang dan Hamada, 2008)
Terjadinya karies pada permukaan licin yang dapat terlihat secara
klinis dibutuhkan waktu lebih kurang 18 bulan. Karies pada tahap awal tidak
menimbulkan rasa sakit namun pada tahap lanjut dapat menimbulkan rasa
sakit, baik pada gigi yang terkena karies maupun daerah di sekitar gigi
tersebut. Rasa sakit ini awalnya didahului oleh sakit yang ringan pada saat
gigi berkontak dengan makanan dan minuman panas ataupun dingin.
Jika kavitas dan invasi bakteri semakin dalam pada email dan
dentin gigi, rasa sakit akan muncul sesekali dan semakin tajam. Jika invasi
bakteri sampai ke pulpa maka akan menyebabkan rasa sakit yang berdenyut.
Invasi bakteri pada pulpa yang terjadi terus menerus akan menyebabkan
14
jaringan pulpa menjadi nekrosis. Keadaan nekrosis biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit, namun keadaan ini akan berlanjut menjadi abses,
akhirnya gigi tersebut tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dicabut.
(Tampubolon, 2005)
a. Etilogi Karies Gigi
Faktor etiologi karies terdiri atas faktor etiologi primer yang
langsung mempengaruhi biofilm dan faktor modifikasi yang tidak langsung
mempengaruhi biofilm. Terdapat empat faktor utama yang memegang
peranan yaitu faktor host, mikroorganisme, substrat dan waktu. Yang
digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang tindih.
Karies dapat terjadi, jika keempat faktor tersebut harus saling
mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik,
substrat yang sesuai dan waktu yang lama. Faktor resiko terjadinya karies
adalah pengalaman karies, oral hygine, penggunaan flor, jumlah bakteri,
saliva dan pola makan. ( Sondang dan Hamada, 2008 )
Gambar 2. Skema Karies Sebagai Penyakit Multifaktorial
15
b. Patogenesis Karies
Proses terjadinya karies dimulai dari interaksi biofilm dan dengan
jaringan gigi sehingga menghasilkan lesi pada gigi. aktifitas metabolic pada
biofilm tidak dapat dilihat secara langsung, namun lesi karies dapat tampak
secara nyata. Terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan terhadap
terjadinya karies yang disebut dengan bakteri kariogenik.
Bakteri kariogenik dapat mengubah gula menjadi asam
(asidorgenik), produksi ekstraseluler dan intraseluler polysakarida yang
terdapat pada plak, dimana intraseluler polysakarida dapat digunakan
sebagai energy dan dapat berubah menjadi asam, sehingga terjadi penurunan
PH saliva. Terdapat 300 bakteri pada plak. Bakteri yang terdapat pada
biofilm selalu mengalami metabolisme sehingga menyebabkan fluktuasi PH.
PH turun yang menyebabkan kehilangan mineral gigi yang disebut
dengan demineralisasi, sedangkan pada peningkatan PH terjadi
remineralisasi. Akumulasi demineralisasi dan remineralisasi dapat
menyebabkan kehilangan mineral gigi dan lesi karies akan terlihat.
Proses demineralisasi pada jaringan keras gigi akan menyebabkan
kerusakan matriks organic gigi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi
bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke
jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri. Banyak factor yang
mempengaruhi proses metabolic seperti komposisi dan ketebalan plak,
sekresi saliva dan komposisi saliva, makanan dan konsentrasi ion floride,
akan memberikan kontribusi kehilangan mineral gigi dan kecepatan
16
terjadinya lesi (Kidd 2005 ; Fejerskov dan Kidd 2008 ; Sondang dan
Hamada, 2008).
c. Klasifikasi Karies
Lesi karies dapat diklasifikasikan dengan berbagai jenis. Lesi karies
berdasarkan letak anatomis dapat ditemukan pada pit dan fisur atau pada
permukaan gigi yang halus. Lesi dimulai dari email (karies email) hingga
sampai ke dentin dan sementum akar (karies akar). Karies primer merupakan
karies pada gigi yang belum direstorasi, sedangkan lesi karies yang muncul
setelah tambalan disebut karies sekunder (karies rekuren).
Karies residual merupakan demineralisasi dari jaringan gigi sebelum
gigi ditambal. (Kidd, 2005) Lesi karies juga bisa diklasifikasikan
berdasarkan aktifitasnya. Lesi karies yang progresif disebut lesi karies aktif.
Sedangkan lesi karies yang terbentuk lebih awal dan kemudian berhenti
disebut lesi karies inaktif (arrested). Konsep klasifikasi karies berdasarkan
aktifitasnya ini diperlukan untuk menentukan perawatan, lesi karies aktif
memerlukan perawatan. (Kidd, 2005)
Karies rampan merupakan karies aktif dengan berbagai jenis pada
pasien yang sama, sehingga melibatkan permukaan gigi yang awalnya tidak
terkena karies. Hal ini dapat terlihat pada gigi permanen pada usia remaja
yang disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk dan mengkonsumsi
makanan yang mengandung kariogenik. Karies rampan dapat terjadi pada
orang dengan reduksi saliva (hyposalivation) misalnya pada orang dengan
radiasi kelenjar saliva. (Kidd, 2005)
17
d. Permukaan Gigi Yang Mudah Terserang Karies
Permukaan gigi yang mudah terserang karies adalah pit dan fisur
pada permukaan oklusal gigi molar dan premolar. Pit bukal molar dan pit
palatal insisivus, permukaan halus di daerah aproksimal sedikit kebawah di
titik kontak, email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi
gingival, permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat
melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingival, tepi tumpatan terutama
tumpatan yang mengemper dan permukaan gigi yang berdekatan dengan
gigi tiruan dan jembatan.
Pit dan fisur, merupakan daerah dengan frekuensi perkembangan
karies paling tinggi, sehingga merupakan karies yang paling sering dijumpai
pada orang muda sebelum terjadi resesi gingival. Resesi gingival yang
dialami ada pasien usia lanjut dapat merupakan lokasi utama terjadinya
karies. Kerentanan lokasi permukaan gigi dipengaruhi oleh berbagai factor
misalnya letak gigi yang tidak beraturan, kesukaran pembersihan permukaan
gigi. (Kidd dan Smith, 2002)
2.2.1.2. Pulpitis Ireversible
Pulpitis merupakan peradangan pulpa yang dapat berlangsung akut
maupun kronik. Perjalanan lesi karies pada dentin yang lambat, sehingga
menimbulkan stimulus pada pulpa yang berasal dari toksin bakteri, panas
dan tekanan osmotic dari lingkungan sekitarnya. Jika proses karies berlanjut
maka akan menyebabkan bakteri dapat mencapai pulpa sehingga pulpa
18
terekspos oleh karies sehingga terjadi peradangan akut yang bersifat local
dan kemudian akan berkembang menjadi peradangan kronik. (Kidd, 2005)
Pulpitis irreversible adalah suatu keadaan inflamasi yang persisten,
dapat simptomatik atau asimtomatik yang disebabkan suatu rangsang yang
berbahaya. Pulpitis irreversible dapat berlangsung akut ataupun kronis.
Pulpitis irreversible menyebabkan vitalitas jaringan pulpa tidak dapat lagi
dipertahankan, tetapi gigi masih dapat dipertahankan di dalam rongga mulut
setelah dilakukan perawatan endodontic. (Tarigan, 2006)
Gigi yang mengalami nekrosis pulpa ataupun pulpitis irreversible
yang tidak dapat dilakukan perawatan endodontic, maka harus dilakukan
pencabutan gigi permanen. Keadaan yang menyebabkan perawatan
endodontic tidak dapat dilakukan,misalnya pada gigi yang memiliki akar
pendek, saluran akar yang mengalami klasifikasi, gigi yang panjang
mahkotanya sama atau lebih dari panjang tulang pendukung akar sehingga
harus dilakukan pencabutan gigi permanen.
Gigi yang tidak dapat direstorasi baik dengan tumpatan maupun
dengan mahkota pasak, atau telah dilakukan perawatan endodontic namun
gagal karena tidak dapat mengurangi rasa sakit ataupun drainase juga harus
dilakukan pencabutan gigi permanen. Pencabutan juga dilakukan bila pasien
menolak perawatan endodontic berkaitan dengan alasan social-ekonomi dan
tingkat pendidikan pasien. (Tampubolon 2005 ; Hupp et al, 2008) Pulpitis
irreversible terbagi menjadi :
19
a. Pulpitis Irreversible Akut
Rasa sakit yang timbul karena panas atau dingin atau rasa sakit yang
timbul secara spontan, bisa beberapa menit atau berjam-jam, rasa sakit tetap
ada walupun iritasi telah hilang. Etiologi pulpitis irreversible adalah bakteri
yang masuk ke pulpa melalui proses penjalaran karies gigi, rangsangan
kimia, termal dan mekanis. (Widyawati, 2010)
Pulpitis irreversible memiliki gejala diantaranya rasa sakit pada
permulaan akan bertambah dengan rangsangan berupa perubahan
temperature secara tiba tiba terutama dingin, rangsangan manis atau asam,
tekanan dari sisa makanan yang masuk kedalam kavitas, rasa sakit akan
bertambah jika penderita dalam keadaan berbaring. Rasa sakit biasanya
berlangsung agak lama walaupun penyebab telah dihilangkan.biasanya rasa
sakit yang dikeluhkan berupa sakit menurusuk, tajam atau menyentak
nyentak. (Widyawati, 2010)
Secara klinis dapat terlihat adanya karies yang dalam dan meluas
sampai ke pulpa dimana pulpa sudah terbuka. Pemeriksaan lain berupa
pemeriksaan termal, perkusi, palpasi dan mobilitas tes normal. (Tarigan,
2006)
b. Pulpitis Irreversible Kronis
Pulpitis irreversible kronis terbagi menjadi dua :
1. Pulpitis Irreversible Kronis Asimptomatik
Pulpitis irreversible akut karena reaksi inflamasi dapat menghasilkan
mikroabses. Merupakan peradangan akut dari jaringan pulpa yang sangat
20
nyeri dan disertai pembentukan mikroabses.secara mikroskopis terlihat
pulpa terbuka dan terlihat daerah abses atau suatu daerah nekrotik.
Pulpa berusaha melindungi diri dan membatasi daerah mikroabses
dengan jaringan fibrosa. Bila hal ini terjadi dibawah tumpatan atau karies
lama, perasaan nyeri jadi sangat hebat dan secara histologis dijumpai
mikroorganisme bersama sama limfosit, sel plasma dan makrofag (pulpitis
akut supuratif). Bila proses karies berlanjut dan menembus pulpa maka akan
terlihat suatu daerah ulserasi atau pulpitis ulseratif kronis.
Disini terjadi pembentukan ulkus pada permukaan jaringan pulpa
disekitar daerah perforasi. Keadaan ini biasanya terjadi pada orang yang
masih muda usia karena daya tahan tubuh masih baik (pulpitis ulseratif
kronis). Rasa sakit tidak begitu hebat walaupun pulpa terbuka, kadang
kadang tidak terasa kecuali bila ada makanan yang masuk kedalam kavitas/
melalui tumpatan yang bocor. Walaupun demikian rasa sakitnya tidaklah
begitu hebat, hal ini disebabkan karena jaringan saraf pada bagian
permukaan telah mengalami degenerasi. (Widyawati, 2010)
2. Pulpitis Hiperplastik Kronik (Pulpa Polip)
Polip pulpa merupakan hasil dari peradangan jaringan pulpa yang
terbuka (pada usia muda) yang ditandai dengan pembentukan jaringan
granulasi, kadang kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena
iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama. (Tarigan 2006 ; Widyawati,
2010)
21
Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri
telah menginvasi jaringan pulpa. Atap pulpa mempunyai pensyarafan
terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa, sehingga saat di invasi oleh
bakteri maka akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut.
(Tarigan, 2006)
2.2.1.3. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan
dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara
tiba tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Nekrosis pulpa terjadi akibat inflamasi kecuali jika diikuti oleh
trauma mekanis maka jaringan pulpa akan dengan cepat rusak sebelum
terjadinya inflamasi. (Tarigan 2006 ; Widyawati, 2010) Nekrosis pulpa
terbagi menjadi dua tipe yaitu :
A. Nekrosis koagulasi yaitu bagian jaringan yang dapat larut mengendap
atau jaringan berubah menjadi padat. Pengejuan (caseation) adalah suatu
bentuk nekrosis koagulasi dimana terjadi perubahan jaringan menjadi
masa seperti keju yang terdiri dari protein yang mengental, lemak dan
air. (Tarigan 2006 ; Widyawati, 2010)
B. Nekrosis likuefaksi yaitu perubahan jaringan pulpa kedalam masa lunak
atau cair oleh enzim proteolitik. Hasil akhir dari dekomposisi pulpa
adalah HgS, protein, substansi lemak, air, dan karbondioksida. Hasil
lanjutan seperti indol, skatol, putresin dan kadaverin menimbulkan
busuk yang keluar dari saluran akar. Keadaan demikian disebut gangren
22
pulpa yaitu kemudian jaringan pulpa gigi dalam keadaan membusuk
karena invasi bakteri. (Tarigan 2006 ; Widyawati, 2010)
Gejala gejala nekrosis pulpa :
1. Gigi dengan nekrosis pulpa pada umumnya tidak memberikan keluhan.
2. Biasanya ditandai dengan :
a. Perubahan warna gigi, mula mula kelihatan perubahan translusensi
gigi tersebut, kemudian berubah warna dari keabu-abuan sampai
kecoklat-coklatan.
b. Pada waktu preparasi kavitas tidak terasa apa-apa, sehingga sampai
kamar pulpa tertembus dan biasanya disertai dengan bau busuk.
3. Gigi dapat terasa sakit bila minum air hangat/ panas, karena adanya
ekspansi dari gas dalam ruang pulpa/ saluran akar yang menyebabkan
tekanan pada ujung syaraf sensoris dari jaringan vital didekatnya.
(Widyawati, 2010)
2.2.1.4. Penyakit Periodontal
Salah satu alasan yang umum yang digunakan pada pencabutan
gigi adalah periodontitis yang hebat dan meluas. Jika pada periodontitis
kronis yang hebat telah ada, maka akan terjadi kehilangan tulang dan
mobility gigi yang bersifat irreversible. Situasi ini menyebabkan gigi
hypermobile harus dicabut. (Hupp et al, 2008)
Penyakit periodontal memiliki prevalensi yang tinggi pada
beberapa populasi. Studi epidemiologi menunjukan bahwa penyakit
periodontal merupakan penyebab kedua kehilangan gigi. Penyakit
23
periodontal merupakan salah satu penyakit yang meluas dalam kehidupan
masyarakat, sehingga mereka menganggap bahwa penyakit ini sebagai
sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Seperti karies gigi, penyakit periodontal juga mengalami
perkembangan yang lambat dan jika tidak dirawat dapat menyebabkan
kehilangan gigi. Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal
adalah gingivitis dan periodontitis. Periodontitis dijumpai pada usia antara
20-40 tahun dengan perkembangan penyakit yang lambat.
Pada periodontitis proses peradangan sudah sampai ke jaringan
yang lebih dalam dan apabila tidak dirawat maka akan dapat menyebabkan
kehilangan gigi. (Situmorang 2005 ; Moreira et al, 2007)
a. Etiologi
Faktor-faktor etiologi penyakit gingival dan periodontal dapat
diklasifikasikan dengan berbagai cara. Berdasarkan peranannya dalam
menimbulkan penyakit, faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan atas:
faktor etiologi primer berupa dental plak (plak bakteri), dan faktor etiologi
sekunder (faktor pendorong) yang mempengaruhi efek dari faktor etiologi
primer.
Penumpukan plak dental sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah
seseorang tidak melakukan prosedur hygiene oral. Plak tampak sebagai
masa globular berwarna putih, keabua-abuan, atau kuning. Umumnya
dijumpai pada sepertiga gingival permukaan gigi, karena pada daerah
tersebut tidak terganggu oleh gesekan makanan maupun jaringan.
24
Penumpukan plak lebih sering terjadi pada retakan,pit, fisur permukaan pada
gigi, dibawah restorasi yang mengemper, dan sekitar gigi yang erupsi tidak
teratur. (Daliemunthe, 2008)
b. Patogenesis
Periodontitis hampir selalu didahului oleh gingivitis. Perubahan
gingivitis menjadi periodontitis diduga dimodifikasi oleh potensi patogenik
plak atau daya tahan penjamu. Daya tahan penjamu yang dimaksud
mencakup aktifitas imunologis dan mekanisme yang berkaitan dengan
jaringan lainnya seperti derajat fibrosis gingiva, kemungkinan juga lebar
gingiva cekat dan reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung
disekitar lesi inflamasi.
Namun, pada periodontitis terjadi pembentukan saku periodontal,
kehilangan tulang dan pola kerusakan tulang, trauma oklusi, migrasi
patologis, mobility gigi dan resesi gingiva. Penjalaran penyakit periodontal
berjalan lambat namun kontinu. Pembentukan saku periodontal merupakan
langkah awal terjadinya periodontitis, dimana saku periodontal mengalami
periode tenang (quiescence) dan periode eksaserbasi (eksaserbation).
Periode tenang ditandai dengan berkurangnya respon inflamasi dengan
sedikit atau tanpa kehilangan tulang dan perlekatan jaringan ikat.
Periode eksaserbasi dimulai dari keberadaan plak yang tidak melekat
(yang dibentuk oleh bakteri anaerob, motil dan gram negative), dimana telah
terjadi kehilangan tulang dan pendalaman saku. Periode eksaserbasi ini
dapat berlangsung dalam beberapa hari, minggu, bulan dan kemudian diikuti
25
oleh periode tenang yang dinamakan periode remisi. Periode tenang dan
eksaserbasi ini juga dikenal dengan periode aktifitas dan inaktifitas. Secara
klinis periode aktif ditandai dengan proses peradangan gingival spontan atau
pada probing dan jumlah eksudat yang lebih banyak.
Secara histopatologis, epitel terlihat licin dan ulserasi dan infiltratnya
didominasi oleh sel-sel plasma dan leukosit polymorphonukleus.
Pengamatan bakteriologis dangan mikroskopis lapangan gelap menunjukan
proporsi yang tinggi dari organism motil dan spirochaeta. Setelah beberapa
waktu kehilangan tulang dapat terlihat secara radiografis. (Daliemunthe,
2008)
c. Pemeriksaan Klinis
Pengukuran klinis pada penyakit periodontal yang termasuk indikasi
untuk pencabutan gigi meliputi : mobility gigi, hilangnya perlekatan dan
furkasi merupakan kriteria utama dalam menentukan pencabutan pada gigi
yang mengalami penyakit periodontal. Pengukuran pada gigi dengan
prognosis yang buruk :
1. Jarak dari cemento enamel junction (CEJ) ke sulkus gingiva dengan
menggunakan probe William’s, kerusakan periodontal diperkirakan 5,0
mm atau lebih melalui pemeriksaan klinis yang dilakukan.
2. Derajat mobiliti gigi, hanya gigi dengan derajat III (mobility hebat
faciolingual dan atau mesiodistal, kombinasi dengan perpindahan secara
vertikal) yang diindikasikan untuk pencabutan.
26
3. Derajat furkasi berdasarkan klasifikasi Glickman’s, hanya furkasi derajat
IV yang diindikasikan untuk pencabutan. (Chrysanthakopoulos : 2011)
d. Penjalaran Penyakit Pulpa Dapat Kejaringan Periodontal
Pulpa yang mengalami infeksi berat atau nekrosis dapat
menyebabkan peradangan periodontal melalui saluran akar atau tubulus
dentin. Kerusakan jaringan periodontal yang disebabkan oleh penyebaran
penyakit pulpa dapat bersifat bacteria, mekanis dan kimiawi. Dalam proses
peradangan, yang paling berperan adalah perubahan jaringan pulpa yang
terkena infeksi yang umumnya bersifat kronis.
Protein mengalami denaturasi dan toksin yang dibebaskan pada
proses pengrusakan pulpa dapat menjalar dan menimbulkan reaksi yang
bersifat infeksi pada jaringan periodontal. Eksudat yang dihasilkan
menentukan tulang penyangga sehingga dapat mengakibatkan resorbsi
tulang. Gambaran radiografi dapat membantu menegakkan diagnosis pada
periapeks yang menunjukan adanya granuloma, abses atau kista. (Tarigan,
2006)
2.2.1.5. Indikasi Lainnya
Indikasi pencabutan gigi selain yang disebutkan diatas adalah
sebagai berikut : gigi yang retak, gigi terpendam, gigi supernumerary, terapi
radiasi, gigi yang terlibat dalam rahang yang patah. (Hupp et al, 2008)
2.2.2. Kontra Indikasi Pencabutan
Secara umum, kontraindikasi pencabutan gigi dibagi atas
kontraindikasi lokal dan kontraindikasi sistemik. Pasien dengan
27
kontraindikasi yang bersifat sistemik meliputi kondisi pasien yang tidak
memungkinkan untuk mendapatkan terapi bedah. Pasien dengan
kontraindikasi sistemik memerlukan pertimbangan khusus untuk dilakukan
pencabutan (bukan berarti pencabutan merupakan kontraindikasi mutlak).
Pencabutan bisa dilakukan dengan syarat pasien sudah berada dalam
pengawasan dokter ahli dan penyakit yang menyertainya bisa dikontrol
dengan baik. Ini penting diperhatikan untuk menghindari terjadinya
komplikasi, baik sebelum, saat maupun setelah dilakukan pencabutan.
Dengan berkonsultasi, bisa didapatkan rekomendasi atau izin dari
dokter spesialis mengenai waktu yang tepat untuk melakukan pencabutan
tanpa terjadi komplikasi yang membahayakan pasien serta tindakan
pendamping yang diperlukan sebelum atau sesudah dilakukan pencabutan.
(Ismardianita, 2013)
2.2.2.1. Kontra Indikasi Sitemik
Kontraindikasi sistemik dapat mencegah pencabutan karena
keadaan sistemik pasien seperti kemampuan tubuh pasien untuk
mengkompromi pembedahan tersebut. Salah satu kontraindikasi sistemik
yang disebut dengan penyakit metabolisme berat yang tidak terkontrol
seperti diabetes yang berat dan penyakit ginjal dengan uremia berat. Pasien
dengan diabetes yang ringan atau diabetes berat yang terkontrol dengan baik
bisa dirawat seperti pasien yang normal. (Hupp et al, 2008)
Pasien dengan leukemia yang tidak terkontrol dan lymphoma tidak
boleh melakukan pencabutan gigi sampai keganasannya dapat terkontrol.
28
Komplikasi yang berpotensi adalah infeksi karena sel darah putih tidak
berfungsi dan pendarahan yang parah sebagai hasil dari jumlah platelet yang
inadekuat. (Hupp et al, 2008)
Kehamilan merupakan kontraindikasi yang bersifat relative. Pasien
yang hamil pada trimester pertama dan trimester ketiga kemungkinan harus
menunda pencabutan yang akan dilakukannya. Akhir trimester pertama dan
bulan pertama dari trimester akhir lebih aman daripada pertengahan
trimester bagi pasien yang akan melakukan pencabutan sederhana tanpa
komplikasi, tapi untuk prosedur pembedahan yang lebih ekstensi sebaiknya
ditunda sampai pasien melahirkan.
Pasien dengan gangguan pendarahan hebat, seperti hemophilia, atau
kerusakan platelet hebat tidak boleh dilakukan pencabutan sampai
koagulophaty telah kembali normal. Pasien yang sedang mendapat berbagai
macam pengobatan jika melakukan pembedahan maka harus selalu
diperhatikan. (Hupp et al, 2008)
2.2.2.2. Kontra Indikasi Lokal
Ada banyak kontra indikasi lokal untuk pencabutan gigi. Namun
yang paling penting dan paling kritis adalah riwayat terapi kanker.
Pencabutan pada area radiasi akan menyebabkan osteonekrosis. Gigi yang
menjadi tempat tumbuhnya tumor, terutama tumor malignan, tidak harus
dicabut. Prosedur pembedahan pada ekstraksi dapat menyebabkan
penyebaran sel dank arena hal itu akan mempercepat proses metastasis.
Pasien dengan perikoronitis berat karena molar tiga terpendam tidak boleh
29
dicabut sampai perikoronitisnya telah dilakukan perawatan. Kontra indikasi
lokal yang terakhir adalah abses dentoalveolar akut. (Hupp et al, 2008)
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif, yaitu
untuk mengetahui faktor faktor apa sajakah yang mempengaruhi pencabutan gigi
molar pertama permanen di RSGM Baiturrahmah Padang periode Januari sampai
Desember 2012.
3.2. Populasi
Semua rekam medis pasien yang mengunjungi bagian bedah mulut yang
telah melakukan pencabutan gigi molar pertama permanen di RSGM
Baiturrahmah periode Januari sampai Desember 2012 dengan jumlah total 588
rekam medis.
3.3. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total
sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian sesuai
dengan criteria inklusi. (Sabri dan Hastono : 2010)
Rumus besar sampel adalah :
n = N
1+N (d2)
n = 556
1 + 556 (0.05)2
N = 232,630
31
Keterangan :
n = Besarnya sampel
N = Besarnya populasi adalah 556
d = Presisi atau derajat kepercayaan yang diinginkan pada penelitian ini
digunakan 5% atau 0,01.
Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak
233 kasus pencabutan gigi molar pertama permanen. (Nasir dan Muhith ; 2011)
kriteria inklusi penelitian pasien yang melakukan pencabutan gigi molar pertama
permanen periode Januari sampai Desember 2012. Sedangkan kriteria ekslusi
penelitian ini adalah pasien yang kehilangan gigi molar pertama permanen.
3.4. Variabel
Variabel penelitian = infeksi karies, pulpitis irreversible, nekrosis pulpa,
penyakit periodontal, fraktur dan indikasi lainnya.
3.5. Definisi Operasional Variabel
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi SkalaPencabutan gigi Merupakan suatu tindakan untuk
mengeluarkan gigi dari soketnya.
Nominal
Gigi molar pertama
permanen
Merupakan gigi permanen yang pertama
kali erupsi di dalam rongga mulut dan
berperan sebagai kunci oklusi.
Nominal
Usia Lama hidup pasien dalam tahun sampai usia
terakhir yang di tulis pasien di dalam rekam
medis.
Ordinal
32
Jenis kelamin Laki-laki dan Perempuan NominalKaries Gigi permanen yang memerlukan
pencabutan dengan penyebab utama berupa
karies tanpa penyakit pulpa termasuk radiks,
gigi yang sudah mengalami perawatan
endodontic
Nominal
Pulpitis irreversible Karies yang tidak terawat dan menembus
jaringan pulpa sehingga vitalitas jaringan
pulpa tidak dapat lagi dipertahankan lagi.
Termasuk pulpa polip dan pulpitis
irreversible kronis pulpa terbuka.
Nominal
Nekrosis pulpa Nekrosis pulpa adalah kematian yang
merupakan proses lanjutan dari radang
pulpa akut maupun kronis atau terhentinya
sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat
trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya. Termasuk
didalamnya gangrene pulpa dan gangrene
radik.
Nominal
Penyakit periodontal Penyakit yang mengenai jaringan
pendukung yang menyebabkan kegoyangan,
abses periodontal atau nyeri jaringan
periodontal.
Nominal
Penyebab lain Semua penyebab pencabutan gigi permanen
selain karies, pulpitis irreversible, nekrosis
pulpa, penyakit periodontal, termasuk
didalamnya fraktur, gigi dengan lesi
patologis, trauma, perikoronitis, impaksi,
malposisi gigi dan lain-lain.
Nominal
3.6. Persyaratan Etik
33
Berisi izin untuk melakukan penelitian yang akan dilampirkan pada
halaman lampiran dan surat selesai penelitian.
3.7. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di ruangan rekam medis RSGM Baiturrahmah
padang. Rekam medis yang diambil terhitung dari Januari sampai Desember 2012.
Pemilihan tempat penelitian berguna untuk efektifitas jarak dan waktu dalam
penelitian sehingga mempermudah dalam pengumpulan data.
3.8. Alat dan Bahan
Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang dikumpulkan melalui
rekam medis pasien RSGM Baiturrahmah Padang yang telah melakukan
pencabutan gigi molar pertama permanen periode Januari sampai Desember 2012.
3.9. Cara Kerja
1. Menentukan jumlah populasi yaitu semua pasien yang melakukan
Pencabutan gigi permanen di bagian bedah mulut RSGM Baiturrahmah.
2. Menentukan kriteria sampel yang akan dijadikan subjek penelitian yaitu
Pasien yang melakukan pencabutan gigi molar pertama permanen yang
Tercatat dalam rekam medis periode Januari sampai Desember 2012.
3. Mencari besar sampel minimal yang akan diambil sebagai subjek
Penelitian dengan menggunakan rumus.
4. Menentukan teknik pengambilan sampel, yaitu total sampling.
34
5. Mengumpulkan rekam medis periode Januari sampai Desember 2012
yang memenuhi kriteria.
6. Mencatat faktor penyebab pencabutan yang terdapat pada rekam medis
Pasien.
7. Mengumpulkan hasil dan mengolah data.
3.10. Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
PASIEN
RSGM BAITURRAHMAH
Rekam Medis
Pasien Dengan Yang Melakukan Pencabutan M1 Permanen Sebanyak 280 Kasus Pencabutan
Penyebab Pencabutan
Karies Penyakit Periodontal
Penyebab Lainnya
Kumpulkan Hasil
Analisa Data