Post on 02-Feb-2016
description
PNEUMOKONIOSIS PADA PEKERJA TAMBANG
Nurul Widya Effrani 102011001
Kevin Anggana Chandra 102012040
Maria Sarche Kuna 102012117
Ayudhea Tannika 102012298
Rudy Setiady 102012323
Atvionita Sinaga 102012369
Andrew Danny 102012460
Nur Adibah Binti Zukelfali 102012488
Yoshevine Lorisika Ginting 102012524
RUMUSAN MASALAH• Seorang laki-laki 45 tahundatang dengan keluhan batuk sejak 1 tahun terakhir.
MIND MAPSeorang laki laki 45 tahun dengan
keluhan batuk sejak satu tahun
terakhirpenatalaksanaananamnesis
Diagnosis klinis dan okupasi
Pemeriksaan penunjang prognosis
Pemeriksaan fisik Terapi
HIPOTESIS • Pasien laki-laki 45 tahun tersebut menderita Pneumokoniosis.
1. DIAGNOSIS KLINIS• Anamnesis
• Identitas
• RPS
• RPD
• Riwayat pekerjaan
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan penunjang.
• Rongen paru
• Tes fungsi paru
• Pemeriksaan sputum
2. PAJANAN YANG DIALAMIData didapat dari anamnesis yang teliti. Dapat berupa deskripsi pekerjaan secara
kronolgis, periode pekerjaan, apa yg diproduksi, bahan yang digunakan dsby.
LANJUTAN 3. Apakah ada hubungan pajanan dengan penyakit?
4. Jumah pajanan?
5. Faktor individu berperan?
6. Faktor lain di luar pekerjaan?
7. Menentukan diagnosis okupasi
PNEUMOKONIOSIS PAK
PNEUMOKONIOSIS • Segolongan penyakit yang ditimbulkan oleh karena penimbunan debu dalam paru.
Tergantung nama dari debu dan etiologinya masing-masing, maka nama penyakitnya pun berbeda;
• Silikosis
• Asbetosis
• Coal Worker’s Pneumokoniosis(CWP)/ Pneumokoniosis batu bara.
PATOFISIOLOGI• Proses bernapas udara masuk – terpajan partikel debu yg ada di tambang
• Ukuran partikel debu
• Partikel debu yang masuk kedalam bronkus bronkiolus dan alveoli.
PENATALAKSANAAN• Terapi medika mentosa
• Terhadap kausal (bila mungkin)
• Pada umumnya PAK ireversible, sehingga terapi sering kali hanya simptomatis saja. Contoh; Silikosis (irreversible), terapi hanya mengatasi sesak nafas dan nyeri dada.
• Terapi non medika mentosa
• Edukasi
• Pindah bagian.
PENCEGAHAN • Primer
• Sekunder
• Tersier
KESIMPULAN Penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja merupakan suatu fenomena gunung es. Kasus yang terdiagnosis sangat sedikit sedangkan pada kenyataannya banyak sekali kasus yang salah didiagnosis sebagai diagnosis klinis akibat tidak terlalu memperhatikan aspek pekerjaan pada saat anamnesis pasien. Penegakkan diagnosis okupasi sangat penting untuk mengontrol dan mengendalikan penyakit akibat kerja di lingkungan kerja yang berdampak langsung terhadap produktivitas tenaga kerja. Pencegahan merupakan upaya yang harus diutamakan terlebih dahulu karena kerusakan yang ditimbulkan penyakit akibat kerja bersifat ireversibel. Penanganan dan pencegahan dini perlu dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja.