Post on 25-Oct-2015
Yuri Alpha Fawnia
0211100118
A. PENGANTAR TENTANG SENGKETA LINGKUNGAN
1.1. PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SENGKETA LINGKUNGAN
HIDUP
Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2009, Lingkungan Hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sengketa Lingkungan Hidup adalah
perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/
atau telah berdampak pada lingkungan hidup.1 Umumnya sengketa lingkungan hidup
dipicu oleh kerusakan atau pencemaran lingkungan yang menimbulkan kerugian pada
suatu pihak tertentu, bisa masyarakat, pemerintah maupun sector swasta. Kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup ini menyebabkan perselisihan yang disertai dengan
tuntutan atau klaim terhadap suatu hak atas lingkungan, dapat berupa tuntutan untuk ganti
rugi, tuntutan untuk pemulihan lingkungan hidup menjadi seperti sediakala, maupun
tuntutan atas hak tertentu atas lingkungan hidup yang dijamin oleh UU No. 32 Tahun
2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
1.2. SENGKETA LINGKUNGAN DAN MEKANISME PERADILAN
Konsekuensi suatu Negara hukum adalah menempatkan hukum diatas segala
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Negara dan masyarakat diatur dan
diperintah oleh hukum, bukan diperintah oleh manusia. Hukum berada di atas segala-
galanya, kekuasaan dan penguasa tunduk kepada hukum. Salah satu unsure Negara
hukum adalah berfungsinya kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dilakukan oleh
badan peradilan. 2
1 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup2 Handri Wirastuti dan Rahadi Wasi Bintoro, “Sengketa Lingkungan dan Penyelesaiannya”, Jurnal FH Unsoed
Dalam hal ini tidak ada badan lain yang berkedudukan sebagai tempat mencari
penegakan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice) apabila timbul
sengketa atau pelanggaran hukum.3
1.3. GANTI RUGI DALAM SENGKETA LINGKUNGAN
Ganti rugi dalam sengketa lingkungan diawali dengan Perbuatan Melawan Hukum
yang kemudian berkembang menjadi Asas Tanggung Jawab Mutlak. Asas tanggung
jawab mutlak (strict liability) merupakan salah satu jenis pertanggung jawaban
perdata (civil liability). Pertanggung jawaban perdata dalam konteks penegakan
hukum lingkungan merupakan instrumen hukum perdata untuk mendapatkan ganti
kerugian dan biaya pemulihan lingkungan akibat pencemaran dan atau perusakan
lingkungan. Pertanggung jawaban perdata tersebut mengenal 2 (dua) jenis
pertanggung jawaban : 1. pertanggung jawaban yang mensyaratkan adanya unsur
kesalahan (fault based liability) 2. pertanggung jawaban mutlak/ketat (strict liabil-ity)
suatu pertanggung jawaban tanpa harus dibuk-tikan adanya unsur kesalahan (fault)
Konsep pertama teroebut dikenal sebagaimana yang termuat dalam ketentuan pasal
1365 KUH Perdata yaitu perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum
berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan penggugat membuktikan adanya
unsur kesalahan (fault).4 Mengandalkan unsur kesalahan dalam konteks pesatnya
perkembangan keilmuan dan teknologi sering-kali menimbulkan kesulitan dalam
memprediksi risiko yang timbul dari suatu kegiatan (industri). Melihat keterbatasan
dari fault based liability ini maka mungkin terjadi timbulnya pencemaran atau
perusakan lingkungan tanpa dapat dikenakan pertanggung jawaban. Fault based
liability juga memungkinkan pence-mar atau perusak lingkungan terbebas dari
pertang-gung jawaban perdata apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah
melakukan upaya maksimal pencegahan pencemaran melalui pendekatan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (dengan melaksanakan RKL dan RPL secara
konsisten)5 Oleh karena itu, sejak adanya UU No. 23 Tahun 1997 tentang
3 M. Yahya Harahap, 2004, Beberapa Tinjauan Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal 344 Dessy Andrea Muslim, PENERAPAN ASAS TANGGUNG JAWAB MUTLAK DALAM KASUS LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN NEGERI, www.eprints.undip.ac.id, 2010, diakses 22 Apri 20135 Ibid.
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Azas yang dianut adalah tanggung jawab mutlak
(Strict Liability), begitu juga dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menganut azas ini, sehingga tidak perlu
dibuktikan adanya kesalahan, tetapi cukup membuat potensi tersebut terjadi, maka
dapat dijadikan dasar gugatan.
B. PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA
1.1. MODEL PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN
System penyelesaian sengketa meliputi sarana pemilihan hak melalui pengadilan
maupun upaya penjajagan perdamaian di luar pengadilan.6Dalam penyelesaian
sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan dapat dituntut adanya ganti kerugian
dan pemulihan lingkungan yang didukung oleh konten UU No. 32 Tahun 2009 yang
mengatur adanya prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability).
1. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui jalur Litigasi
Litigasi sangat formal terkait pada hukum acara, para pihak berhadap-hadapan
untuk saling beragumentasi, mengajukan alat bukti, pihak ketiga (hakim) tidak
ditentukan oleh para pihak dan keahliannya bersifat umum, prosesnya bersifat
terbuka atau transaparan, hasil akhir berupa putusan yang didukung pandangan
atau pertimbangan hakim. Kelebihan dari litigasi adalah proses beracara jelas dan
pasti sudah ada pakem yang harus diikuti sebagai protap. Adapun kelemahan
litigasi adalah proses lama, berlarut-larut untuk mendapatkan putusan yang final
dan mengikat menimbulkan ketegangan antara pihak permusuhan; kemampuan
pengetahuan hukum bersifat umum; tidak bersifat rahasia; kurang
mengakomodasi kepentingan yang tidak secara langsung berkaitan dengan
sengketa.7 Mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dapat ditempuh
oleh perorangan, pemerintah, organisasi lingkungan maupun sekelompok
masyarakat (class action). Class action atau disebut pula dengan actro popularitas
diartikan dalam Bahasa Indonesia secara beragam disebut pula dengan gugatan
perwakilan, gugatan kelompok.8 Masyarakat berhak mengajukan gugatan
6 Dr. Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup, cet.1, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005), hal.109 7 www.dalyerni.multiply.com, diakses 20 April 20138 www.emakalah.com Makalah Penyelesaian Sengketa Lingkungan , diakses 20 April 2013
perwakilan apabila terdapat sebuah masalah lingkungan hidup yang merugikan
masyarakat tersebut, misalnya kasus pencemaran lingkungan oleh limbah sebuah
perusahaan yang mencemari sungai pada suatu desa. Hal yang terpenting dari
suatu gugatan perwakilan adalah adanya kesamaan (commonality) yaitu kesamaan
dalam hal mengalami peristiwa atau masalah dalam mengalami kerugian,
penderitaan oleh sebab-sebab yang dasar atau sumbernya sama.9 Gugatan
perwakilan ini menuntut ganti rugi. Kemudian jenis lainnya adalah legal standing,
yang apabila diartikan secara luas yaitu akses orang perorangan,
kelompok/organisasi di pengadilan sebagai pihak penggugat.10 Namun tidak
semua organisasi dapat mengajukan gugatan legal standing ini, melainkan harus
memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya persyaratan tersebut maka secara
selektif keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui dan berhak untuk
mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan. Namun dalam
gugatan legal standing, yang dituntut bukanlah ganti kerugian seperti dalam
gugatan class action yang bersifat keperdataan. Gugatan legal standing menuntut
adanya pemulihan lingkungan hidup pada keadaannya seperti sediakala karena
organisasi lingkungan dalam hal ini mewakili ekologi sebagai subjeknya.
Mekanisme gugatan dapat pula diajukan melalui jalur pidana sebagai salah satu
bentuk penyelesaian sengketa secara litigasi. Berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana maka terdapat aturan tentang penerapan doktrin strict
liability dan vicarious liability, dalam UU No. 32 Tahun 2009 dianut prinsip strict
liability, dimana seseorang sudah dapat dipertanggungjawabkan untuk tindak
pidana tertentu meskipun pada diri orang itu tidak ada kesalahan (mens rea).11
2. Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui jalur Non-Litigasi
Jalur non-litigasi adalah mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan
diluar pengadilan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian sengketa
melihat adanya faktor peluang untuk menyelesaikan masalah dengan baik
terutama karena ada unsure tawar-menawar dan harapan keberhasilan yang
9 www.emakalah.com, Loc. Cit, diakses 20 April 201310 Sulistiono, Jurnal Elsam 2007, hal. 111 Dr. Siswanto Sunarso, op.cit, hal 141
langgeng.12 Dalam menentukan mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan
perlu dipahami setidaknya enam aspek khusus, yaitu karakteristik kasus,
kelembagaan, hukum, pemberdayaan masyarakat, dukungan public dan kemauan
politik. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat
menggunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan,
untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.13 Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan pilihan para pihak dan
bersifat sukarela. Para pihak juga bebas untuk menentukan lembaga penyedia jasa
yang membantu penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Lembaga penyedia jasa
menyediakan pelayanan jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan
menggunakan bantuan arbiter atau mediator atau pihak ketiga lainnya. Apabila
para pihak telah memilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya
tersebut dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak
yang bersengketa atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri
dari perundingan. Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusakan dan/atau menjamin adanya tindakan guna mencegah timbulnya dampak
negatif terhadap lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini
tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup.14 Adapun model
penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat ditempuh dengan jalur arbitrase,
mediasi, konsiliasi dan negosiasi. 1) Arbitrase adalah suatu proses yang mudah
yang dipilih oleh para pihak secara sukarela karena ingin agar perkaranya diputus
oleh juru pisah yang netral sesuai pilihan dimana keputusan mereka berdasarkan
dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima
12 Ibid,hal 11213 Ibid, hal 11914 www.ojosokgelem.com, Alternatif Penyelesaian sengketa Lingkungan diluar Pengadilan, diakses 20 April 2013
putusan tersebut secara final dan mengikat. 15 2) Mediasi adalah menggunakan
seorang penengah yang bersifat netral untuk membantu menyelesaikan sengketa
lingkungan hidup, mediator dapat bersifat pasif maupun aktif. 3) Konsiliasi adalah
upaya untuk mempertemukan keinginan para pihak yang bersengketa, upaya
untuk membawa para pihak melakukan negosiasi. 4)Negosiasi adalah proses
tawar-menawar antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk menemukan
persetujuan tentang hal-hal yang menimbulkan sengketa.
C. HAK GUGAT
15 Ibid.
1. HAK GUGAT PERORANGAN
Hak untuk menggugat secara perorangan adalah hak untuk menggugat berkaitan dengan
hak sebagai warga Negara yang dilindungi Undang-undang lain.
2. HAK GUGAT KELOMPOK (CLASS ACTION)
Masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan
dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 91 ayat 1 UU PPLH).
Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan ini disebut class action, yaitu sekelompok
korban mewakili sejumlah korban lainnya untuk bertindak mengajukan gugatan ke
pengadilan atas kerugian yang diderita, yang memiliki sifat kesamaan masalah, fakta
hukum, dan tuntutan.16 Dalam gugatan class action terdapat dua subjek penggugat, yaitu
sejumlah kecil penggugat yang mewakili sebagai wakil dari kelompok, dan kedua, yaitu
para korban yang diwakili yang berjumlah besar, bisa satu desa ataupun satu wilayah,
yang disebut anggota kelompok. Keuntungan dari gugatan class action adalah meskipun
para korban umumnya bersifat massal atau banyak, tetapi cukup diwakili oleh beberapa
orang dan tidak perlu harus memberikan surat kuasa satu persatu kepada mereka yang
mewakilinya. Inilah hal yang paling pokok membedakannya dengan gugatan biasa.17
Selain itu class action juga dapat menghemat biaya dibanding jika mengajukan gugatan
secara sendiri-sendiri yang juga akan mengakibatkan penumpukan perkara. Class action
berbeda dengan legal standing, perbedaannya adalah 1) semua anggota kelas sama-sama
langsung mengalami atau menderita suatu kerugian, 2) Tuntutannya dapat berupa ganti
kerugian berupa uang (monetary damage) dan/atau tuntutan pencegahan (remedy) atau
tuntutan berupa perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
(injunction) yang sifatnya deklaratif.18 Sehingga yang ditonjolkan disini adalah kesamaan
nasib pada anggota kelas, baik yang mengajukan tuntutan sebagai wakil dari kelompok
maupun sejumlah besar anggota kelompok yang diwakili. Meskipun tuntutan dapat
berupa ganti rugi maupun hal lainnya, namun umumnya yang diminta oleh masyarakat
16 N.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, ed. 2, (Jakarta:Erlangga, 2004), hal 33417 Ibid.18 www.albar.wordpress.com, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Secara Litigasi maupun Non-Litigasi serta Tinjauan Gugatan Class Action dan Legal Standing di Peradilan Indonesia
adalah ganti kerugian atas rusaknya lingkungan hidup yang berdampak pada kawasan
tempat tinggal mereka.
3. HAK GUGAT LSM (NGO’S LEGAL STANDING)
Hak gugat organisasi lingkungan hidup diatur dalam pasal 92 UU No.32 Tahun
2009, dan merupakan salah satu jenis standing selain citizen suit. Dalam legal standing,
kecakapan LSM tampil dimuka pengadilan didasarkan pada suatu asumsi bahwa LSM
sebagai wali (guardian) dari lingkungan. Pendapat ini berangkat dari teori yang
dikemukakan oleh Professor Christoper Stone, dimana dalam artikelnya yang dikenal
luas di Amerika Utara yang berjudul Sholud Tress Have Standing. Dalam teori ini
memberikan hak hukum (legal right) kepada objek‐objek alam (natural objects) dan
menurut Stone hutan, laut, atau sungai sebagai objek alam layak memiliki hak hukum dan
adalah tidak bijaksana jika dianggap sebaliknya hanya karena sifatnya yang
inanimatif(tidak dapat berbicara). 19 Sehingga LSM bertindak untuk mewakili ekologi
sebagai subjeknya. Legal standing ini pertama kali dikenal dalam praktek peradilan di
Indonesia tahun 1988 yaitu ketika PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Yayasan
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) terhadap lima instansi pemerintah dan
PT IIU.20 Urgensi adanya standing ini didasari oleh dua factor, yaitu Faktor kepentingan
masyarakat luas dan factor penguasaan sumber daya alam oleh Negara. Sebelum adanya
hukum positif yang mengatur legal standing di Indonesia, terdapat beberapa kasus legal
standing yang menarik seperti Kasus Walhi vs PT Indorayon Utama, Kasus Walhi vs
Kejaksaan Negeri Mojokerto, dan Kasus Walhi vs Presiden RI. Perbedaan antara legal
standing dengan gugatan class action adalah : 1) organisasi tersebut tidak mengalami
kerugian langsung, kerugian dalam konteks gugatan organisasi (legal standing) lebih
dilandasi suatu pengertian kerugian yang bersifat public, 2) tuntutan organisasi (legal
standing) tidak dapat berupa ganti kerugian berupa uang, kecuali ganti kerugian yang
telah dikeluarkan organisasi untuk penanggulangannya objek yang dipermasalahkannya
dan tuntutannya hanya berupa permintaan pemulihan (remedy) atau tuntutan berupa
perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (injunction) yang
bersifat deklaratif.21
4. HAK GUGAT PEMERINTAH
19 www.elsam.or.id, diakses 20 April 201320 www.rangselbudi.com, diakses 20 April 2013
Hak gugat pemerintah diatur dalam Pasal 90 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah dapat mengajukan hak
gugat ini apabila terdapat usaha atau kegiatan yang merugikan lingkungan hidup. Amanat
dan peletakan landasan mengenai kedudukan dan kepentingan hukum pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dalam mengajukan gugatan perdata untuk kepentingan
lingkungan sangatlah penting. Disamping untuk memperkuat aspek legalnya dalam
mengajukan gugatan perkara di pengadilan (standi in judicio), juga mempunyai tujuan
untuk memulihkan kualitas lingkungan yang telah tercemar dan/atau rusak. 22 Hal ini
merupakan implementasi dari adanya welfare staat, dimana ada kewajiban pemerintah
untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. Negara menjadi staatsbemoenies
yang menghendaki Negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan
social masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, disamping
menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde).23 Tugas administrasi Negara dalam
welfare state ini menurut Lemaire adalah bestuurzorg yaitu menyelenggarakan
kesejahteraan umum.24 Berkaitan dengan tugas administrasi Negara atau pemerintah
untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, harus diingat bahwa lingkungan adalah
salah satu isu yang paling krusial diantara perebutan isu yang ada dalam suatu
Negara,karena apabila kita berbicara tentang lingkungan, maka itu bukanlah hanya
semata-mata untuk pemakaian generasi masa kini saja, tetapi juga kita harus memikirkan
kelangsungan ekologi untuk tetap memiliki daya dukung yang memadai untuk generasi-
generasi selanjutnya. Maka sudah sepantasnya pemerintah memiliki hak gugat, untut
menuntut ganti kerugian kepada usaha atau kegiatan yang menyebabkan kerugian
lingkungan. Lingkungan rusak menyebabkan masyarakat tidak sejahtera karena
kerusakan lingkungan berarti rusaknya kediaman dan juga kesehatan sehingga berarti
pemerintah gagal untuk menjalankan fungsinya dalam membangun welfare staat.
5. CITIZEN LAWSUIT
21 www.wonkdermayu.wordpress.com, Tinjauan Mengenai Gugatan Class Action dan Legal Standing, diakses 20 April 201322 www.medan.tribunnews.com, Pemerintah tidak menggunakan Hak Gugat, diakses 20 April 201323 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, cet.6 (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hal 1524 Bachsan Mustafa, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1990), hal 40
Citizen Lawsuit merupakan jenis standing selain bentuk legal standing. Citizen Lawsuit atau
dapat pula disebut action popularis ini sebenarnya tidak dikenal dalam system hukum
keperdataan Indonesia, karena yang dituntut dalam Citizen Lawsuit adalah ganti rugi, namun
merupakan adaptasi dari hukum perdata asing. Asas dasar utama yang penting dalam hukum
acara perdata kita adalah asas point d'interet point d'action , yang berarti bahwa barangsiapa
mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan. Kepentingan di sini
bukan asal setiap kepentingan, tetapi kepentingan hukum secara langsung, yaitu kepentingan
yang dilandasi dengan adanya hubungan hukum antara penggugat dan tergugat dan hubungan
hukum itu langsung dialami sendiri secara konkrit oleh penggugat.25 Asas penting lainnya
dalam hukum acara perdata adalah asas actori incumbit probatio yang berarti barangsiapa
mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak
atau peristiwa itu (Pasal 163 HIR). Penggugat harus membuktikan adanya hubungan antara
dirinya dengan hak atau kepentingan.Menurut Syahdeini, yang dimaksud dengan actio
popularis adalah prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara
perwakilan. Dalam hal ini, pengajuan gugatan ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga
negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum.26 Dengan demikian setiap
anggota warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau
pemerintah atau siapa saja yang yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-
nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam actio
popularis, hak mengajukan gugatan bagi warga negara atas nama kepentingan umum adalah
tanpa syarat, sehingga orang yang mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak harus orang
yang mengalami sendiri kerugian secara langsung, dan juga tidak memerlukan surat kuasa
khusus dari anggota masyarakat yang diwakilinya.27 Sehingga intinya citizen Lawsuit adalah
mekanisme bagi Warga Negara untuk menggugat tanggung jawab penyelenggara Negara atas
kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga Negara., merupakan gugatan yang
mengatasnamakan kepentingan seluruh Warga Negara atau kepentingan public, untuk
melindungi Warga Negara dari kemungkinan terjadinya kerugian akibat tindakan maupun
25 Brierly Napitupulu, Antara Actio Popularis dan Citizen Lawsuit, www.magisterhukum-kenotariatan.blogspot.com, diakses 21 April 201326 Ela Laela Fakhriah, Actio Popularis (Citizen Lawsuit) dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (Artikel Pustaka Unpad), hal.227 Prof. Sudikno Mertokusumo, www.hukumonline.com, Gugatan Actio Popularis dan Batas Kewenangan Hakim, diakses 21 April 2013
pembiaran dari Negara yang seharusnya tidak terjadi karena merupakan implementasi dari
Undang-undang, dan penggugat tidak perlu membuktikan adanya kerugian yang bersifat
langsung. Namun, citizen lawsuit tidak dikenal dalam sistem hukum di Indonesia, sehingga
dalam praktik banyak hakim tidak seragam dalam memutus gugatan citizen lawsuit ini. Ada
yang menerima ada yang menolak. 28 Meskipun terjadi ketidakseragaman antara hakim yang
ada di Indonesia, namun biasanya gugatan Citizen Lawsuit tidak ditolak oleh pengadilan,
sehingga tetap diajukan oleh orang yang berkepentingan. Karakteristik tergugat dalam citizen
Lawsuit ini adalah tergugat dalam Gugatan Citizen Lawsuit adalah Penyelenggara Negara,
Mulai dari Presiden dan Wakil Presiden sebagai pimpinan teratas, Menteri dan terus sampai
kepada pejabat negara di bidang yang dianggap telah melakukan kelalaian dalam memenuhi
hak warga negaranya. Dalam hal ini pihak selain penyelenggara negara tidak boleh
dimasukkan sebagai pihak baik sebagai Tergugat maupun turut tergugat. 29 Selain itu dalam
hal pengajuan Gugatan Citizen Lawsuit, penggugat harus memiliki “standing” untuk
melakukan gugatan Citizen LawSuit ini. Apabila tidak maka Tergugat dapat menuntut
pembatalan gugatan Citizen LawSuit apabila penggugat tidak memiliki “standing” untuk
menjadi penggugat Citizen Law Suit. Di dalam sistem hukum yang berlaku di Amerika
Serikat, persoalan “Standing” merupakan persoalan penting karena berkaitan dengan
kewenangan atau jurisdiksi pengadilan. Seperti yang dikatakan oleh Michael D. Axline “…
because standing involves the question of whether a court has jurisdiction to hear a
particular controversy,….“30 Di Amerika Serikat, perkembangan hukum “standing”
didasarkan pada pendapat yang bersumber dari putusan The Supreme Court yang
menentukan bahwa siapapun “yang dirugikan” dengan tindakan lembaga negara dapat
mengajukan gugatan melawan para agen pemerintah untuk pelanggaran kewajiban yang telah
ditentukan oleh Kongres.Jika ada pihak lain (individu atau badan hukum) yang ditarik
sebagai Tergugat/Turut Tergugat maka Gugatan tersebut menjadi bukan Citizen Lawsuit lagi,
karena ada unsur warga negara melawan warga negara. Gugatan tersebut menjadi gugatan
biasa yang tidak bisa diperiksa dengan mekanisme Citizen Lawsuit.31
28 www.hukumonline.com, Calon Hakim Agung Tak Paham Citizen Lawsuit, diakses 21 April 201329 Cekli Setya Pratiwi, www.ceklipratiwi.staff.umm.ac.id, Karakteristik Tergugat dalam Citizen Lawsuit, diakses 21 April 201330 Ibid.31 Ibid.
6. UU NO. 32 TAHUN 2009 PASAL 90-93
Pasal 90
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di
bidang lingkungan hidup, berwenang untuk mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan
tertentu terhadap usaha dan atau kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan
hidup dan atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan
hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. ( Pasal 90 Ayat 2).32 Dalam
penjelasannya, dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup”
adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang bukan merupakan hak milik privat.
Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan serta pemulihan fungsi lingkungan hidup guna menjamin tidak akan
terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.33 Hal ini merupakan
implementasi dari fungsi pemerintah atau administrasi Negara sebagai alat untuk
mewujudkan welfare staat di Indonesia, dimana implementasi dari welfare staat tertuang
dalam konstitusi, dan salah satu hak yang dimiliki Warga Negara adalah hak atas
lingkungan yang baik dan sehat, dan UU No. 32 Tahun 2009 menjamin hal tersebut agar
dapat terjadi. Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam
lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat
melakukan tindakan pemerintahan tanpa dasar kewenangan. 34
32 Brierly Napitupulu, Loc.cit33 www.prolingkungan.blogspot.com, Penjelasan UU No.32 Tahun 2009, diakses 21 April 201334 Iskatrinah, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara, www.kunami.wordpress.com, diakses 21 April 2013
Namun dalam welfare state terdapat diskresi, dan tujuannya untuk mensejahterakan
rakyat. Apabila pemerintah bisa melakukan diskresi untuk tujuan pelayanan terhadap
rakyat, apalagi kewajiban konstitusional yang ada implementasinya dalam Undang-
undang. Maka sudah seharusnya pemerintah memanfaatkan dengan semaksimal mungkin
keberadaan dari hak gugat pemerintah tersebut agar Negara tidak perlu menanggung
kerugian lingkungan hidup yang bukan disebabkan oleh bencana alam.
Pasal 91
Hak Gugat Masyarakat
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan
dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum,
serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.35
Merupakan gugatan dimana satu orang/lebih yang mewakili kelompok mengajukan
gugatan untuk diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang
jumlahnya banyak yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil
kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud;Wakil Kelompok, yang dimaksud
dalam gugatan perwakilan adalah satu orang atau lebih (banyak orang) yang
menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok
orang yang lebih banyak jumlahnya;Anggota Kelompok, merupakan sekelompok
orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili
oleh wakil kelompok di pengadilan.36 Konsep gugatan class action baik di dalam
doktrin maupun praktiknya, terdiri dari dua jenis. Pertama, class action yang
menuntut ganti rugi dalam bentuk uang. Kedua, gugatan yang hanya mengajukan
permintaan deklaratif atau injunction tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk uang.37
35 UU No. 32 Tahun 2009, www.komisiinformasi.go.id, diakses 21 April 201336 www.tanyahukum.com, Class Action, diakses 21 April 201337 www.hukumonline.com, Objek Class Action Terbatas?, diakses 21 April 2013
Perbedaan yang prinsipil antara gugatan perwakilan (class actions) dengan hak gugat
organisasi (legal standing) antara lain: dalam gugatan perwakilan (class actions). 1)
seluruh anggota kelas (class representatives dan class members) sama-sama langsung
mengalami atau menderita suatu kerugian, 2) tuntutannya dapat berupa ganti kerugian
berupa uang (monetary damage) dan/atau tuntutan pencegahan (remedy) atau tuntutan
berupa perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (injunction)
yang sifatnya deklaratif.)38 Erman Rajagukguk, dkk., memberikan pengertian, class
actions adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok orang yang mempunyai
kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat atau
digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota
kelompok.39 Lebih lanjut Erman Rajagukguk, dkk., menyatakan keterlibatan pengadilan
dalam gugatan class actions sangat besar setiap perwakilan untuk maju ke pengadilan
harus mendapat persetujuan dari Pengadilan dengan memperhatikan: a. class actions
merupakan tindakan yang paling baik untuk mengajukan gugatan. b. mempunyai
kesamaan tipe tuntutan yang sama. c.penggugatnya sangat banyak, d. perwakilan
layak/patut.40Pengaturan mengenai hak gugat masyarakat ini kemudian diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan
Perwakilan Kelompok. Dengan berbagai produk hukum sebagai dasar penerapannya,hak
gugat masyarakat dan kelompok ini telah banyak dilakukan belakangan ini. Hal ini
membuktikan bahwa semakin banyaknya kepedulian masyarakat yang ada di Indonesia
guna menjaga dan ikut serta secara aktif meminimalisir pelanggaran terhadap undang-
undang mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Contoh dari gugatan
yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya adalah kasus rokok Bentoel yang terjadi di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,Kasus pencemaran sungan Ciujung yang diajukan di
Pengadilan Negeri Jakarta Utara,kasus pembakaran lahan di Riau yang diajukan melalui
pengadilan Negeri Pekanbaru,dan Gugatan Walhi terhadap PT.Indorayon Utama.41
38 Erna Herlinda, Tinjauan Tentang Gugatan Class Action dan Legal Standing di Peradilan Tata Usaha Negara, www.repository.usu.ac.id, hal 239 Erman Rajagukguk,dkk., Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:PT Mandar Maju, 2000), hal 7140 Ibid.41 Ferli Hidayat, Class Action dan Legal Standing, www.ferli1982.wordpress.com, diakses 21 April 2013
Pasal 92
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu
tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2
(dua) tahun.42
Legal standing atau hak gugat organisasi “sebenarnya” hanya dikenal didalam sistem
hukum Anglo Saxon. Namun sejak diterimanya gugatan Walhi dan kemudian diadopsi
didalam UU no. 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup dan kemudian diteruskan
didalam UU no. 32 Tahun 2009, mekanisme gugatan dengan cara “hak gugat organisasi”
sudah menjadi mekanisme yang diterima secara hukum.43 Ada beberapa persyaratan
dimana organisasi dapat menjadi para pihak dalam perkara-perkara yang berkaitan
dengan Lingkungan Hidup karena UU No.32 Tahun 2009 sendiri bersifat limitative.
Sedangkan gugatan yang ditujukan tidak berkaitan dengan “ganti rugi”, hanya
membicarakan perbaikan terhadap mekanisme lingkungan hidup. Pengadilan kemudian
memeriksa terhadap persyaratan itu sehingga organisasi tersebut dapat menjadi para
pihak didalam persidangan. Sedangkan terhadap pihak tergugat, gugatan organisasi
merupakan cara untuk melakukan “perbaikan” terhadap proses aktivitas lingkungan
hidup yang “dianggap” keliru oleh mekanisme sebagaimana diatur didalam UU no. 32
Tahun 2009.44 Pendapat yang memberikan hak gugat kepada suatu organisasi/lembaga
swadaya masyarakat (legal standing) berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Prof.
42 UU No.32 Tahun 2009, www.komisiinformasi.go.id, diakses 21 April 201343 www.istilahhukum.wordpress.com, diakses 21 April 201344 Ibid.
Christoper Stone, yang memberikan hak hukum kepada objek-objek alam (natural object)
seperti hutan, laut, sungai, gunung sebagai objek alam yang layak memiliki hak hukum
dan adalah tidak bijaksana jika dianggap sebaliknya dikarenakan sifatnya yang inanimatif
(tidak dapat berbicara) tidak diberi suatu hak hukum.45 Selanjutnya Stone berpendapat,
organisasi lingkungan yang memiliki data dan alasan untuk menduga bahwa suatu
proyek/kegiatan bakal merusak lingkungan, kelompok tersebut dapat mengajukan
permohonan kepada pengadilan agar mereka ditunjuk sebagai wali (guardian) dari objek
alam tersebut untuk melakukan pengawasan maupun pengurusan terhadap objek alam
terhadap indikasi pelanggaran atas hak hukum.46 Secara konvensional hak gugat hanya
bersumber pada prinsip “tiada gugatan tanpa kepentingan hukum.” Kepentingan hukum
yang dimaksud disini adalah kepentingan yang berkaitan dengan kepemilikan atau
kepentingan material berupa kerugian yang dialami secara langsung. Perkembangan
hukum hak gugat konvensional berkembang secara pesat seiring pula dengan
perkembangan hukum yang menyangkut hajat hidup orang banyak dimana seseorang atau
organisasi dapat bertindak sebagai penggugat walaupun tidak memiliki kepentingan
hukum secara langsung, tetapi dengan didasari oleh suatu kebutuhan untuk
memperjuangkan kepentingan masyarakat luas atas pelanggaran hak-hak public seperti
lingkungan hidup, perlindungan konsumen, serta hak-hak sipil dan politik. Sehingga
meskipun organisasi tidak memiliki kepentingan langsung, tetapi LSM atau organisasi
bertindak sebagai wakil dari ekologi dan masyarakat luas karena lingkungan menyangkut
hajat hidup orang banyak.
Pasal 93
Gugatan Administratif
(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara
apabila:
a. badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal;
45 Mas Achmad Santosa, dkk., Petunjuk Pelaksanaan Gugatan Perwakilan Makalah Topic 7, Civil Liability for Environmental Damage Indonesia, yang disampaikan dalam pelatihan hukum lingkungan di Indonesia bekerjasama dengan Australia, Desember 1999 – September 2000, ICEL, hal 53.46 Proyek Pembinaan Teknis Yustisial MARI, 1998, hal. 75.
b. badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan
yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau
c. badan atau pejabat tata usaha Negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan
yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
(2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara mengacu pada
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.47
Gugatan yang diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara sesuai dengan Pasal 1 Ayat
5 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, apabila didalam
ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui upaya administrasi, maka seseorang atau
Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.48 Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat dalam hal ini berkaitan dengan
masalah tertib administrasi, yaitu amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan. Tertib
administrasi penting karena berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban,49 yaitu siapa
yang akan bertanggungjawab apabila terjadi sengketa maupun masalah lingkungan
dikemudian hari, karena masalah lingkungan hidup yang merupakan sebuah isu krusial
bernegara tidak dapat dilepaskan dari masyarakat dan juga adanya sengketa, sehingga
tertib administrasi dalam hal lingkungan yaitu amdal (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan), UKL-UPL dan juga Izin Lingkungan merupakan tertib yang harus dipatuhi
oleh pelaku usaha selaku Warga Negara yang baik dan taat asas.
7. PERBANDINGAN DENGAN UU NO.23 TAHUN 1997 PASAL 37-38 DAN UU
NO.18 TAHUN 2008 PASAL 36-37
UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 37
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau
melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang
merugikan perikehidupan masyarakat.
47 UU No. 32 Tahun 2009, www.komisiinformasi.go.id, diakses 21 April 201348 Jhon Dewangga, Hukum Acara PTUN dan Subyek Obyeknya, www.jhondewangga.wordpress.com, diakses 21 April 201349 www.hubdat.web.id, Tertib Administrasi itu Penting, diakses 21 April 2013
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan
pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.50
Dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa yang dimaksud hak mengajukan gugatan
perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak
mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan
permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.51 Perbedaannya dengan Pasal 91 UU No. 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai Hak Gugat
Masyarakat adalah tidak adanya ketentuan bahwa instansi pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Kemudian dalam UU PPLH terbaru, masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan bagi
dirinya sendiri maupun bagi masyarakat apabila terdapat kerugian karena
pencemaran/kerusakan lingkungan, tidak hanya yang merugikan perikehidupan
masyarakat saja seperti dalam UU No. 23 Tahun 1997. Ketentuan mengenai hak gugat
masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada UU PPLH,
sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 1997 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 terdapat penguatan demokrasi lingkungan melalui
akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak
masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 52
Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.50 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.djlspe.esdm.go.id, hal 17, diakses 21 April 201351 UU no.23 Tahun 1997, ibid, hal 4052 www.yessca.blogspot.com, Perbandingan UU No. 4 Tahun 1982, UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009, diakses 21 April 2013
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan
untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya
atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan :
a. berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan
dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.53
Dalam penjelasan Pasal 38 dinyatakan, berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan
hanya terbatas gugatan lain, yaitu :
a. memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan tindakan
hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena
mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;
c. memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk membuat
atau memperbaiki unit pengolah limbah. Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran
riil adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi
lingkungan hidup.54
Perbedaan antara kedua UU tersebut adalah dalam UU No.32 Tahun 2009 adanya
pencantuman klausul bahwa organisasi harus telah melakukan kegiatan sesuai dengan
anggaran dasarnya selama minimal 2 tahun, Pasal 92 ayat 2 c UU PPLH “telah
melaksanakan kegiatan nyata sesuaidengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua)
tahun.”55, dibandingkan dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang tidak mencantumkan syarat limitative mengenai waktu tersebut, yang penting
telah melaksanakan kegiatan sesuai anggaran dasarnya.
UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
53 UU No. 23 Tahun 1997, www.bk.menlh.go.id, hal 17 diakses 22 April 201354 Ibid, hal 4155 UU No.32 Tahun 2009, Loc.cit
Pasal 36
Gugatan Perwakilan Kelompok
Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan
sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok.56
Perbandingan dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah dalam UU PPLH, masyarakat diberi keterangan dapat
mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat, sedangkan dalam
UU No. 18 Tahun 2008 hanya untuk kelompok. Persamaannya, kedua UU tersebut sama-
sama mengatur mengenai gugatan perwakilan kelompok atau class action, dimana yang
diutamakan adalah perasaan senasib antara wakil dari kelompok dan sejumlah besar
anggota kelompok yang diwakili, sehingga memiliki tuntutan yang sama.
Pasal 37
Hak Gugat Organisasi Persampahan
(1) Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan
sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan
untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah;
c. telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun57
Hak gugat organisasi persampahan ini memiliki kesamaan dengan hak gugat organisasi
lingkungan yang diatur dalam Pasal 92 UU No. 32 Tahun 2009, kecuali masalah
pelaksanaan anggaran dasar, dimana dalam organisasi lingkungan harus dilaksanakan
selama minimal dua tahun, sedangkan dalam organisasi persampahan harus dilaksanakan
minimal satu tahun.
56 UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan sampah, www.bk.menlh.go.id, diakses 22 April 201357 Ibid.
8. PERMA NO.1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN
KELOMPOK
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 merumuskan gugatan Perwakilan
Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih
yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri
dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki
kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok
dimaksud. Dalam perma No.1 Tahun 2002, dirumuskan adanya Wakil kelompok, satu
orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus
mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya;
Anggota kelompok adalah sekelompok orang dalam jumlah banyak yang menderita
kerugian yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan;
Sub kelompok adalah pengelompokan anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih
kecil dalam satu gugatan berdasarkan perbedaan tingkat penderitaan dan/atau jenis
kerugian.58
58 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok, www.hukum.unsrat.ac.id, diakses 22 April 2013