Post on 29-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata sel punca mulai populer digunakan dunia kedokteran sekitar
pertengahan 2008, kosa kata tersebut diambil dari kata stem cell yang mulai populer
digunakan tahun 1950 sejak ditemukannya tahun 1908, istilan “stem cell” pertama
kali diusulkan oleh histolog Rusia, Alexander Maksimov, pada kongres hematologi
di Berlin. Ia mempostulatkan adanya sel induk yang membentuk sel darah. Tahun
1978, terbukti teori ini betul dengan ditemukannya sel-sel punca darah di sumsung
tulang manusia. Sel tersebut dikenal sebagai hematopoietic stem cell1.
Sel punca adalah sel yang belum terspesialisasi yang mempunyai kemampuan
atau potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik yang
membentuk berbagai jaringan tubuh. Menurut kamus Oxford (1999), stem sel
merupakan sel yang belum berdiferensiasi yang berasal dari organisme multiseluler
yang mampu berkembang menjadi sel-sel setipe, yang selanjutnya akan
berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel lainnya. Stem sel juga disebut sel punca,
sel induk, dan sel batang2.
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan sel punca embrionik (embryonic
stem cell) dalam bidang kedokteran amat besar, namun sumber sel punca embrionik
ini merupakan masalah etika yang perlu mendapat perhatian1.
Berkembangnya penelitian sel punca dan penggunaan sel punca dalam tujuan
untuk mengobati penyakit pada manusia akan mengakibatkan timbulnya masalah
dalam hal etik. Hal utama terkait dengan masalah etik adalah sumber sel punca
tersebut1.
Isu bioetika utama dalam penelitian dan penggunaan stem cell adalah
penggunaan sel punca embrio terutama tentang sumber sel tersebut yaitu embrio.
Dalam hal ini akan dibahas mengenai penggunaan sel punca dalam bidang
kedokteran ditinjau dari bioetik. 1
11 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
2 Renatha Deska Chanesia. Bioteknologi Farmasi Sel Punca (stem cell). Universitas Jendral
Soedirman. Purwokerto. 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi inti penulisan makalah ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan sel punca ?
2. Apa fungsi dan jenis-jenis dari sel punca ?
3. Apa saja karakteristik sel punca ?
4. Bagaimana mekanisme terapi alternatif dengan sel punca?
5. Bagaimana kaidah bioetik dalam penelitian dan penerapan sel punca ?
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1. Memberikan informasi umum tentang sel punca.
2. Mengkaji mengenai sumber sel punca dalam kaidah bioetik kedokteran.
3. Mengetahui aspek biomedik dari sel punca dalam bidang kedokteran.
1.4 Manfaat Makalah ini
1. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan mengenai sel punca dan
melatih kemampuan mengkaji suatu masalah.
2. Bagi pembaca dapat meningkatkan penetahuan mengenai sel punca dan
masalah etik yang ada pada praktik penggunaan sel punca dalam bidang
kedokteran.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Sel Punca
Pada dekade terakhir perhatian dan penelitian dalam bidang sel punca (sel
punca ) mengalami kemajuan yang amat pesat. Hal ini tidak terlepas dari upaya
manusia untuk mengobati penyakit-penyakit yang sudah tidak mungkin untuk diobati
lagi baik secara konservatif maupun operatif. Para ahli saat ini telah mulai menengok
dan meneliti kemungkinan penggunaan sel punca untuk mengobati penyakit-penyakit
atau kelainan-kelainan yang tak mungkinlagi untuk diobati dengan obat-obatan atau
tindakan operatif, khususnya penyakit degeneratif maupun kelainan lainnya seperti
trauma, keganasan dan sebagainya. Selain itu sel punca juga digunakan dalam
penelitian untuk mencari obat-obat baru pada tingkat laboratorium maupun untuk
mempelajari patogenesis penyakit3.
Sel punca merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi
yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di
dalam tubuh. Sel punca juga berfungsi sebagai sistem perbaikan untuk mengganti
sel-sel tubuh yang telah rusak demi keberlangsungan hidup organisme. Saat sel
punca terbelah, sel baru mempunyai potensi untuk tetap menjadi sel punca atau
menjadi sel dari jenis lain dengan fungsi yang lebih khusus, misalnya sel otot, sel
darah merah atau sel otak1.
Sel punca memiliki sifat penting yang sangat berbeda dengan sel lain1:
Sel punca belum merupakan sel dengan spesialisasi fungsi tetapi dapat
memperbaharui diri dengan pembelahan sel bahkan setelah tidak aktif
dalam waktu yang panjang.
Dalam situasi tertentu, sel punca dapat diinduksi untuk menjadi sel
denganfungsi tertrntu seperti sel jaringan maupun sel organ yang
mempunyai tugas sendiri.
Berdasarkan kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dibagi menjadi
(Saputra,2006) 4:
31 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
2 Ahmad Aulia Jusuf. Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embrionic Stem
Cells) dan Potensi Pengembangannya. 2008.
1. Totipotent
Sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel.Yang
termasuk dalam sel punca totipotent adalah zigot. Sel ini merupakan sel
embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk
berbagai jenis sel termasuk membentuk satu individu yang utuh.
Disamping mempunyaikemampuan untuk membentuk berbagai sel pada
embrio sel totipotent juga dapat membentuk sel-sel yang menyusun
plasenta4.
2. Pluripotent
Sel punca yang dapat berdeferensiasi menjadi 3 lapisan germina
(ectoderm, mesoderm, endoderm) tetapi tidak dapat menjadjaringan
ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel
puncas pluripotent adalah embryonic sel puncas4.
3. Multipotent
Sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi banyak jenis sel misalnya
hemopoetic sel punca yang terdapat pada sumsum tulang yang
mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel
yang terdapat dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan trombosit. Contoh
lainnya adalah neural sel puncas yang mempunyai kemampuan
berdifferensiasi menjadisel saraf dan sel glia4.
4. Unipotent
Sel punca yang hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Berbeda dengan
non sel puncas, sel puncas mempunyai sifat masih dapat mempebaharui
atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya
erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi menjadi sel
darah merah4.
44 Ahmad Aulia Jusuf. Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embrionic Stem
Cells) dan Potensi Pengembangannya. 2008.
Peneliti medis meyakini bahwa penelitian sel punca berpotensi untuk
mengubah keadaan penyakit manusia dengan cara digunakan memperbaiki jaringan
organ tubuh tertentu4.
II.2. Klasifikasi Sel punca
Berdasarkan sumbernya sel punca dibagi menjadi
1. Zigot, yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu ovum
(fertilisasi)
2. Embryonic sel puncas, yaitu sel-sel stem yang diperoleh dari inner
cell mass dari suatu blastocyst (embrio yang terdiri atas 50-150 sel,
kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan).
Berdasarkan asalnya sel punya berasal dari sel embrio, sel germinal atau
benih embrionik, sel punca fetal, sel punca dewasa, sel punca hematopoetik, sel
punca mesenkimal1.
Sel punca embrio adalah sel induk yang diambil dari embrio pada fasae
blastosit (5-7 hari setelah pembuahan). Massa sel bagian dalam mengelompok dan
mengandung sel-sel induk embrionik. Sel-sel diisolasikan dari massa sel bagian
dalam dan dikurtur secara in vitro. Sel induk embrional dapat diarahkan menjadi
semua jenis sel yang dijumpai pada organisme dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel
otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal, dan sel jenis lainnya. Sel stem ini mempunyai sifat
dapat berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal pada
kondisi tertentu dan dapat diarahkan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai sel
yang terdifferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, neuron, hepatosit dan sebagainya1.
Sel germinal/benih embrionik induk/primordial (primordial germ cell) dan
prekursor sel germinal diploid ada sesaat pada embrio sebelum mereka terasosiasi
dengan sel somatik gond dan kemudian menjadi germinal. Sel germinal embrionik
manusia/human embrionic germ cells (hEGCs) termasuk sel punca yang berasal dari
sel germinal primordial dari janin berumur 5-9 minggu. Sel punca jenis ini meiliki
sifat pluripotensi1.
Sel punca fetal adalah sel primitif yang dapat ditemukan pada organ-organ
fetus (janin) seperti sel punca hematopoetik fetal dan progenitor kelenjar pankreas.
5
1 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
Sel punca neural fetal ynag ditemukan pada otak janin menunjukkan kemampuan
untuk berdeferensiasi menjadi sel neuron dan sel glia (sel pendukung pada sistem
saraf pusat) 1.
Salah satu macam sel induk dewasa adalah sel induk hematopoetik
(hematopoetic stem cell), yaitu sel induk pembentuk darah yang mampu membentuk
sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah yang sehat, sumber sel induk
hematopoetik adalah sumsum tulang, darah tepi dan darah tali pusar1.
Sel punca msenkimal dapat ditemukan pada stroma sumsum tulang belakang,
periosteum, lemak dan kulit. MSC termasuk sel induk multipotensi yang dapat
berdefernsiasi menjadi sel-sel tulang, otot, ligamen, tendon dan lemak1.
II.3 Aplikasi dan Penggunaan Kutur Sel punca
Sel puncas dapat digunakan untuk keperluan baik dalam bidang riset
maupun pengobatan. Adapun penggunaan kultur sel puncas adalah sebagai berikut:
(Saputra,2006) 4
1. Terapi gen sel punca khususnya hematopoietic digunakan sebagai
pembawa transgen kedalam tubuh pasien dan selanjutnya dilacak apakah
sel puncas ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien.
Adanya sifat self renewing pada sel punca menyebabkan pemberian sel
punca yang mengandung transgen tidak perlu dilakukan berulang – ulang.
Selain itu hematopoetic sel puncas juga dapat berdifferensiasi menjadi
bermacam-macam selsehingga transgen tersebut dapat menetap
diberbagai macam sel4
2. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada
organisme termasuk perkembangan organisme dan perkembangan
kanker4
3. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru
terutama untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan4
4. Terapi sel (cell based therapy)
Sel punca dapat hidup diluar tubuh manusia, misalnya di cawan Petri.
Sifat ini dapat digunakan untuk melakukan manipulasi pada sel puncas
61 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
4 Ahmad Aulia Jusuf. Stem Cell dan Perannya di Masa Depan. Departemen Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
3 Cells) dan Potensi Pengembangannya. 2008.
yang akanditransplantasikan ke dalam organ tubuh untuk menangani
penyakit-penyakittertentu tanpa mengganggu organ tubuh4.
II.4 Bioetika pada Penelitian Sel punca
Berkembangnya penelitian sel punca dan penggunaan sel punca dalam upaya
untuk mengobati penyakit pada manusia akan mengakibatkan timbulnya masalah
dalam hal etik. Hal utama terkait dengan masalah etik adalah sumber sel punca
tersebut. Berbagai masalah etika yang perlu dipikirkan adalah1 :
1. Apakah penelitian embrio manusia secara moral dapat dipertanggung
jawabkan?
2. Apakah penelitian embrio yang menyebabkan kematian embrio
merupakan pelanggaran terhadap hak azasi manusia (HAM) dan
berkurangnya penghormatan terhadap mahluk hidup?
3. Apakah penyala gunaan dapat diketahui dan dikendalikan ?
4. Apakah pegunaan embrio sisa proses bayi tabung pada penelitian
diperbolehkan ?
5. Apakah penelitian khusus embuat embrio untuk digunakan
diperbolehkan?
Isu bioetika utama dalam penelitian dan penggunaan sel punca adalah
penggunaan sel punca embrio terutama tentang sumber sel tersebut yaitu embrio.
Sumber embrio adalah hasil abortus, zigot sisa IVF dan hasil pengklonan.Pengklonan
embrio manusia untuk memperoleh sel punca merupakan isu yang sangat
menimbulkan kontroversi. Hal ini terkait dengan isu ”awal kehidupan”
dan penghormatan terhadap kehidupan itu sendiri. Pengklonan embrio manusia
untuk memperoleh sel punca menimbulkan kontroversi karena berhubungan
dengan pengklonan manusia yang ditentang oleh semua agama1.
Dalam proses pemanenan sel punca embrio terjadi kerusakan pada embrio
dan menyebabkan embrio tersebut mati. Adanya anggapan bahwa embrio berstatus
sama dengan manusia menyebabkan hal tersebut tidak dapat diterima. Perdebatan
yang cukup ramai adalah mengenai status moral embrio, apakah embrio harus
diperlakukan sebagai manusia atau sebagai sesuatu yang berpotensi untuk menjadi
manusia atau sebagai jaringan hidup tubuh lainnya. Lebih jauh lagi apakah embrio
71 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
4 Ahmad Aulia Jusuf. Stem Cell dan Perannya di Masa Depan. Departemen Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
5 Cells) dan Potensi Pengembangannya. 2008.
yang berkembang dianggap sebagai mahluk hidup. Penggunaan sel punca yang
berasal dari surplus zigot pembuatan bayi tabung sendiri juga menimbulkan
kontroversi. Pendapat yang moderat mengatakan ketimbang surplus zigot itu
dibuang, sebaiknya dipakai saja untuk penelitian.Sebaliknya ada juga yang
berpendapat bahwa sisa itu harus dipelihara hingga zigot itu mati1.
II. 5 Masalah Etika Mengenai Sel punca
Pengobatan penyakit secara konvensional dilakukan dengan pemberian zat-
zat kimia yang disebut dengan obat-obatan kimia. Pengobatan dengan bahan kimia
ini, di satu sisi kadang menyembuhkan, namun di sisi lain sering pula muncul efek
samping yang tidak diinginkan. Sehingga obat kimia sering pula mendapat sebutan
madu dan racun. Teknik pengobatan penyakit semacam ini, akan mulai tergeser
dengan teknik pengobatan lain yakni penggantian spare part manusia. Dengan
demikian, kalau ada seseorang menderita penyakit jantung, bukan diberikan obat-
obat kimia, namun diberikan sel-sel baru yang akan menggantikan jantung yang
rusak tersebut. Teknologi inilah yang disebut dengan Teknologi Sel punca5.
Sel punca atau sel punca atau sel induk merupakan yang belum
berdeferensiasi (belum terspesialisasi menjadi sel tertentu), mempunyai potensi
untuk dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Sel punca atau sel induk selain
mampu berdiferensiasi menjadi berbagai sel matang , juga mampu meregenerasi
dirinya sendiri. Kemampuan tersebut memungkinkan sel punca (sel induk) menjadi
sistem perbaikan tubuh dengan cara menyediakan sel-sel baru selama organisme
bersangkutan hidup, atau dengan prinsip sel-sel yang rusak akibat penyakit dapat
diganti dengan sel-sel yang baru5.
Sejauh ini, penggunaan sel stem embrionik masih dibayangi masalah etika
(Kusmaryanto, 2005; Tadjudin, tanpa tahun). Permasalahan etika itu muncul karena
sumber sel induk adalah berupa embrio. Etika yang dilanggar adalah menyembuhkan
dengan cara membunuh (embrio tidak dapat melangsungkan kehidupannya karena
diambil inner cell mass-nya). Di sisi lain, sel induk dari embrio ini ini lebih
berpotensi berkembang menjadi berbagai jenis sel yang menyusun aneka ragam
organ tubuh. Secara ringkas, yang menjadi pokok permasalahan adalah status embrio
itu sendiri5.
81 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
5 Djati, M.S. Diskursus Teknologi Embryonic Stem Cells
Dikemukakan lebih lanjut oleh Ibrahim (2003), sejak berupa sperma, jadi
sebelum terjadinya konsepsi (pembuahan) sudah merupakan living material. Akan
tetapi karena Nabi s.a.w membolehkan azl (sexual interruptus atau sanggama
terputus) yang menyebabkan terjadinya kematian sperma yang tertumpahkan itu,
maka berarti boleh mematikan sperma. Sedang jika sperma tersebut telah menyatu
dengan ovum yakni telah terjadi konsepsi, sekalipun belum menjadi manusia karena
belum diberi ruh, namun membunuhnya sudah terlarang. Hal ini didasarkan pada
pandangan bahwa zigot tersebut merupakan cikal bakal manusia yang secara fisik
sudah terbentuk dengan dua unsur fisik utamanya, yaitu sperma dan ovum, walaupun
belum dapat disebut manusia5.
Kusmaryanto (2005) mengatakan hak paling dasar adalah hak untuk hidup.
Hidup manusia secara biologis dimulai sejak selesainya proses pembuahan dimana
faktor-faktor kehidupan manusia yang berasal dari ayah dan ibu bersatu dan
membentuk genom (perangkat gen) yang baru. Ini berarti sejak selesainya proses
pembuahan, embrio sudah mempunyai hak untuk hidup. Dengan demikian,
penggunaan sel punca atau sel induk dari embrio telah mengundang kontroversi. Di
sinilah bioetika berperan untuk memberikan keputusan terkait teknologi sel punca5.
Upaya yang dilakukan menghadapi kontroversi ini antara lain dengan cara
memperoleh embrio yang etis, yakni membuat embrio partenogenetik (embrio yang
tidak dihasilkan dari pembuahan ovum oleh sperma). Pembentukannya dilakukan
dengan penyuntikan suatu protein sperma pada sel telur yang memicu proses
fertilisasi dan sel telur mulai membelah. Pembelahan sel telur ini hanya dapat
berkembang sampai stadium blastosis dan sel induk embrio kemudian dapat dipanen
(Tadjudin, tanpa tahun). Cara lain adalah dengan transfer inti DNA yang sudah
diubah sehingga hasil fertilisasi tidak dapat berkembang jadi embrio atau fetus. Ia
berhenti pada stadium blastosis. Menurut pendukung gagasan ini, gumpalan sel yang
terbentuk tidak dapat disebut embrio karena tidak sempurna, dan dapat diambil sel
puncanya5.
Kloning embrio manusia untuk memperoleh sel induk juga menimbulkan
kontroversi karena berhubungan dengan kloning manusia atau kloning reproduksi
yang ditentang semua agama. Dalam proses pemanenan sel induk dari embrio terjadi
kerusakan pada embrio yang menyebabkannya mati. Pandangan bahwa embrio
95 Djati, M.S. Diskursus Teknologi Embryonic Stem Cells
mempunyai status moral sama dengan manusia menyebabkan hal ini sulit diterima.
Oleh karena itu, pembuatan embrio hanya untuk tujuan penelitian merupakan hal
yang tidak dapat diterima banyak pihak5.
Perdebatan tentang status moral embrio berkisar tentang apakah embrio harus
diperlakukan sebagai manusia atau sesuatu yang berpotensi sebagai manusia, atau
sebagai jaringan hidup. Pandangan yang moderat menganggap suatu embrio berhak
mendapat penghormatan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin tua usia
embrio, kian tinggi tingkat penghormatan yang diberikan. Pandangan liberal
menganggap embrio pada stadium blastosis hanya sebagai gumpalan sel dan belum
merupakan manusia sehingga dapat dipakai untuk penelitian. Namun, pandangan
konservatif menganggap blastosis sebagai makhluk hidup5.
Untuk menghindari kontroversi terkait sel punca dari embrio, Thomson dan
Yamanaka menemukan pembuatan sel punca dari sel-sel kulit, dan dengan teknik
yang sama bisa membuat sel telur dan sel sperma dari sel kulit. Sel sperma dan sel
telur kemudian dipertemukan, dan terbentuk embrio yang digunakan untuk keperluan
riset. Membuat embrio untuk hanya untuk keperluan riset, dan bukan untuk
diimplantasikan ke dalam rahim, juga dianggap sebagai pelanggaran etika yang tidak
bisa diterima5.
Di dalam Islam sendiri, sel punca dari embrio inipun masih menimbulkan
kontroversi. Terkait dengan status embrio, ada pula pendapat yang menganggapnya
tidak sebagai manusia atau sebagai makhluk bernyawa, manakala ia masih dalam
tahap awal (blastosis). Lebih lanjut, embrio-embrio yang kemudian ‘harus’
dihancurkan setelah diambil sel puncanya, tidak dipandang sebagai pembunuhan
makhluk hidup, karena mereka tidak pernah hidup sebelumnya5.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw.) pernah bersabda, “Jika
nutfah (gumpalan darah hasil percampuran semen laki-laki dan perempuan) telah
lewat 42 malam, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya, lalu dia
membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya,
dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku,
apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah
kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim)
105 Djati, M.S. Diskursus Teknologi Embryonic Stem Cells
Di dalam riwayat lain dikatakan, “(jika nutfah telah lewat) 40 malam.”
Pandangan ini diperkuat oleh keputusan yang diberikan oleh Rasulullah (saw.) terkait
aborsi janin. Imam Bukhari dan Imam Muslim, keduanya meriwayatkan hadits dari
Abu Hurairah (ra.) bahwa, “Rasulullah (saw.) memberi keputusan dalam masalah
janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang digugurkan, dengan satu ghurrah,
yaitu seorang budak laki- laki atau perempuan..” Satu ghurrah adalah diyat yang
setara dengan 1/10 diyat orang dewasa (jika diyat orang dewasa 100 ekor unta, maka
diyat aborsi adalah 10 ekor unta). Ghurrah ini dibayarkan jika sang janin telah
menunjukkan organ-organ manusia, seperti jemari tangan dan kaki, dan lain-lain,
yang mengindikasikan bahwa sang janin telah berkembang menjadi manusia
sempurna, meski ruh-nya baru dimasukkan oleh Allah pada hari ke-120. Oleh karena
itu kezaliman terhadap manusia dilarang dan hal ini juga berlaku kepada janin,
namun tidak berlaku bagi embrio yang berusia belum genap 40 hari5.
Berdasarkan aspek hukum Undang-undang Republik Indonesia no 36 tahun
2009 tentang kesehatan pasal 70 mengatakan1 :
(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan
reproduksi.
(2) Sel puncasebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel
punca embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengeai sel punca sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
Ketentuan umum tentang sel punca Dalam Peraturan Menteri Nomor
833/Menkes/Per/IX/2009 tentang penyelenggaraan pelayanan sel punca menteri
kesehatan republic Indonesia 6 :
Pasal 1
(1) Sel punca adalah sel tubuh manusia dengan kemampuan istimewa
memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri ( self regenerate/self
renewal) dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain
111 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
5 Djati, M.S. Diskursus Teknologi Embryonic Stem Cells
6 Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 833/Menkes/Per/IX/2009
(2) Sel punca embrionik adalah sel punca yang berasal dari blastosit berupa
sisa embrio dari invitro fertilization (IVF) ataupun dari sel blank
( unspesialized);
(3) Sel punca non embrionik adalah sel punca dewasa yang berasal dari tali
pusat ( cord blood), susum tulang (Bone Marrow PunctionBMP), dan
darah tepi ( Peripheral Blood) serta berbagai jaringan lain;
(4) Pelayanan sel punca adalah tindakan medis yang dilakukan dalam rangka
pengambilan, penyimpanan, pengolahan, pendistribusian, pemusnahan
dan pemberian terapi sel punca non embrionik;
(5) Fasilitas pelayanan adalah sarana kesehatan tempat dilakukannya
pelayanan sel punca dan riset terepan
(6) Bank Sel Punca adalah unit dalam rumah sakit atau di luar rumah sakit
yang memenuhi persyaratan untuk menerima, melakukan seleksi,
menyipn, mendistribusikan dan atau memusnahkan sesuai dengan
prosedur standar yang ditetapkan oleh instalasi sel punca
(7) Laboratorium riset terapan sel punca adalah laboratorium penunjang yang
memenuhi persyaratan untuk melakukan uji sari infeksi, uji kualitas, uji
diferensiasi dan berbagai penelitian terapan sel punca.
(8) Donor sel punca adalah orang yang menyumbangkan sel punca untuk
kepentingan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
(9) Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan.
Pasal 2 Mengenai Persyaratan Pelayanan Sel Punca, Sumber Sel Punca6 :
(1) Sumber sel punca yang dipergunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan adalah sel punca non- embrionik yang berasal dari donor
manusia.
(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperjualbelikan
Pasal 3
(1) Donor sel punca adalah bersifat sukarela tana amrih
126 Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 833/Menkes/Per/IX/2009
(2) Sel Punca hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan medic
bagi donor itu sendiri atau orang ain untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan
(3) Penggunaan sel punca untuk kepentingan orang lain atau kepentingan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus mendapat perserujuan dari donor yang bersangkutan.
(4) Pemanfaatan sel punca untuk kepentingan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai ketentuan perundang- undangan
Faktor yang mendukung disediakannya pedoman penyelenggaraan pelayanan
sel punca berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor
834Menkes/SK/IX/20097 :
1. Pengalaman penggunaan sel punca untuk mengobati berbagai penyakit di
Indonesia
2. Telah tersedianya fasilitas saranan pengadaan sel punca di berbagai
rumah sakit pendidikan di Indonesia meskipun masih terbatas
3. Ketersediaan tenaga ahli
Faktor- fator yang mendorong disediakannya pedoman pelayanan sel punca
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor
834Menkes/SK/IX/20097 :
1. Semakin banyak peminat dalam penyimpanan sel punca antara lain bank
darah tali pusat umbilical cord banking
2. Pengalaman di Negara maju menunjukan dapat terjadinya
penyelanggaraan aspek etik maupun medikolegal dalam penelitian
maupun pelayanan sel punca, misalnya penggunaan sel punca embrional.
Prinsip dari falsafah pelayanan ini berorientasi pada aspek bioetik, yaitu 7:
1. Kehidupan harus dihormati sejak awal pembuahan, yaitu sejak dibuahinya
sel telur oleh sperma
2. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan sel punca sangat penting
untuk dikembangkan di Indonesia beserta berbagai kebijakan dan
pengaturan hukumnya yang bersumber dari kaidah bioetika universal atau
13
7 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor 834Menkes/SK/IX/2009
kaidah – kaidah yang sekurang-kurangnya secara internasional sudah
diterima.
3. Pengembangan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia di Indonesia
khususnya laboratorium harus diperkuat agar bangsa Indonesia dapat
menguasai dan berada sejajar dengan bangsa lain dalam ilmu dan
teknologi sel punca,
4. Klonasi terapeutik mengunakan sel punca non embrionik dapat dilakukan
di Indonesia baik oleh penelit dalam negeri maupn penelitian atau
penyedia jasa sel punca dari luar negeri, sepanjang memenuhi standard an
berbagai perundangan di Indoneia yang mejamin informed consent dan
best clinical practice
5. Reproductive stem cell, sel punca embrionik pluripoten dan totipoten
dilarang karena menggangu martabat manusia
6. Non embrionik (adult stem cell) diperbolehkan tapi tidak boleh
mempergunakannya untuk kepentingan lain kecuali atas ijin
7. Observasi sel selama penyimpanan harus sesuai standar untuk mengetahui
adanya perubahan mutasi yang berkaitan dengan efektivitas terapi
8. Pemanfaatan sel punca ini berdimensi lintas profesi yang berkaitan
dengan hak manusia sehinga perlu komitmen atau dorongan ilmuwan dan
masyarakat
9. Perkembangan penelitian sel punc sampai saat ini masih berlanjut, oleh
karena itu pelaksaan pelayanan medik sel punca di RS Pendidikan
Rujukan dan fasilitas pelayanan sel punca di luar rumah sakit oleh
swasta/pemerintah, harus merupakan bagian dari mata rantai
pengembangan ilmu pengetahuan dasar kedokteran serta dipandang aset
nasional.
Dalam proses pemanenan embrio dapat terjadi kerusakan embrio dan
menyababkan embrio tersebut mati. Adanya anggapan bahwa embrio berstatus sama
dengan manusia menyebabkan hal tersebut tidak dapat diterima. Perdebatan yang
cukup ramai adalah mengenai status moral embrio, apakah embrio harus
diperlakukan sebagai manusia atau sebagai sesuatu yang berpotensi untuk menjadi
14
manusia atau sebagai jaringan hidup tubuh lainnya. Lebih jauh lagi apakah embrio
yang berkembang dianggap sebagai makhluk hidup1.
Penggunaan sel punca yang berasal dari surplus zigot pembuatan bayi tabung
sendiri juga menimbulkan kontroversi. Pendapat yang moderat mengatakan dari pada
surplus zigot itu dibuang, sebaiknya dipakai saja untuk penelitian. Sebaliknya ada
juga yang berpendapat bahwa sisa itu harus dipelihara hingga zigot mati1.
151 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari permasalahan sel punca ini antara lain
adalah hadirnya solusi baru dalam pengobatan berbagai penyakit termasuk penyakit
degeneratif, penyakit autoimun dan penyakit keganasan, yaitu dengan transplantasi
sel punca yang dihasilkan dari berbagai sumber seperti zigot,embrio, atau fetus. Hal
ini yang melahirkan pro-kontra dalam penelitian sel punca karena melanggar etika.
Sel punca yang berasal dari embrio masih bertentangan dengan aspek hukum, etika
dan agama di Indonesia.
III.2 Saran
Penggunaan sel punca dalam ilmu kedokteran dan medikolegal dapat
diterapkan dengan tetap mengikuti kaidah bioetika yang berlaku sesuai dengan
undang-undang dasar dan Peraturan Menteri Kesehatan. Penerapan ilmu dan
teknologi sel punca dapat turut serta memajukan bangsa Indonesia dalam bidang
kesehatan dunia.
16
DAFTAR PUSTAKA
1 Thontowi Djauhari NS. Sel Punca. Universitas Muhammadiah Malang. 2010.
2 Renatha Deska Chanesia. Bioteknologi Farmasi Sel Punca (stem cell).
Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. 2012.
3 Ahmad Aulia Jusuf. Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embrionic Stem
Cells) dan Potensi Pengembangannya. Departemen Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
4 Ahmad Aulia Jusuf. Stem Cell dan Perannya di Masa Depan. Departemen
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
5 Djati, M.S. Diskursus Teknologi Embryonic Stem Cells dan Kloning dari
Dimensi Bioetika dan Relegiositas (Kajian Filosofis dari Pengalaman
Empirik). Jurnal Universitas Paramadina. 2003.
6 Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
833/Menkes/Per/IX/2009 tentang penyelenggaraan pelayanan sel puca
menteri kesehatan republic Indonesia.
7 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor
834Menkes/SK/IX/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Medis Sel Punca.
17