Post on 25-Jun-2015
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Apabila kita berbicara tentang pajak, banyak sekali pemikiran-pemikiran yang terbesit
didalam pikiran bahwa membayar pajak adalah suatu tidak penting bagi kita, pajak itu hanya
bikin pusing saja ada pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan,
dsb. Ada yang berpendapat bahwa ngurusin pajak itu buat apa lebih baik kita mengurusi diri kita
sendiri buat makan aja masih ngems-ngemis dijalan daripada kita mengurusi pajak malah kita
yang gak makan nantinya, ada yang bilang buat apa bayar pajak, pajak itu yang menikmati
pemerintah hasilnya, kita cuman membayar pajak, kita dijadikan sapi perahnya pemerintah. Kita
banting tulang mencari uang dengan keringat mereka malah seenaknya saja meminta uang kita.
ada yang bilang membayar pajak itu hanyalah akal-akalan pemerintah untuk bisa menambah
kekayannya saja, ada yang setuju membayar pajak karena memlihat fungisnya berguna untuk
masyarakat banyak, tetapi ada yang acuh dan acuh saja mereka malas memberikan pendapat dan
bayar saja toh aku juga masih kaya mau pajak sbesar apapun bisa kubayar Dan masih saja
pendapat diluar sana pendapat-pendapat tentang pajak. Anda tentu saja tidak mungkin lupa
dengan kasus-kasus yang namanya sangat terkenal sampai dibuatkan lagu yaitu si “GAYUS
TAMBUNAN” dan “PAULUS TUMEWU” . hal ini membuat saya berpikir ada dua pemikiran
yang saya ambil yaitu positif dan negative dari pajak kalau hal ini dibiarkan tanpa dijelaskan apa
itu pajak dalam dan pentingnya membayar pajak lama-lam rakyat indonesia terpecah menjadi
dua pemikiran :
Pemikiran yang pertama bahwa membayar pajak itu hanya sia-sia belaka dan merugikan
diri sendiri. Saya sebagai masyarakat Indonesia hanya dianggap sebagai sapi perah saja.
Fasilitas yang mana mau dibangun sama pemerintah buktinya saja seperti jembatan
daerah Kalimantan Timur atau tepatnya tenggarong bisa rubuh seperti itu.
Pemikiran yang kedua membayar pajak itu penting selain itu sebagai kewajibanku sebgai
masyarakat bangsa Indonesia, membayar pajak adalah salah satu caraku untuk bersinergi
dengan bahwa banyak bangsa ini dan membantu membangun fasilitas yang dibutuhkan
oleh masyarakat Indonesia serta fasilitas kemanan Negara.
Hal ini tentu saja secara tidak langsung membuat perepecahan dimasyarakat, ada yang pro
dengan pajak dan ada yang kontra dengan pajak, bahkan lebih parahnya lagi masyarakat
Indonesia ada yang tidak mau membayar pajak padahal kita tau bahwa pajak itu sangat berguna
bagi bangsa Indonesia. kalu tidak membayar pajak dari manakah lagi pendapatan Negara kita ini,
kalau tidak membayar pajak, darimankah fasilitas penting yang selama ini kita nikmati seperti
halnya sekolah, rumah sakit, dll. Dan yang terpenting lagi bagaimana nasib msyarakat yang
kurang beruntung seperti halnya saya sebagai penulis ini yang masih beruntung bersekolah dan
bisa membaca dan menulis. Uang yang kita berikan kepada perintah itu termasuk disana di
alokasilan oleh pemerintah gunannya untuk mensejahterakan rakyat-rakyat yang didaerah
pelosok yang masih kekurangan air bersih, masih kekurangan pangan, masih kekurangan
fasilitas rumah sakit dan yang penting lagi didesa-desa pelosok yang jauh dari keramainan kota
tersebut masih belum bisa membaca dan menulis. Ini hanya sekedar pendapat saya untuk lebih
jelasnya mari kita membahas tentang pengertian pajak, fungsinya, asas-asas membayar pajak dan
yang paling penting dalam makalah ini saya akan membahas tentang kasus-kasus pajak dan
analisis serta penyelesaiannya. Agar semuanya jelas dan tak ada lagi terjadi dualisme antara
pemerintah dan masyarakat dalam urusan pajak.
RUMUSAN MASALAH
Secara singkat saya disini akan saya jabarkan sejarah, tujuan, fungsi, asas-asas dalam hukum
pajak, jenis-jenis pajak serta bagaimana analisis penerapan hukum tentang kasus pajak “ Paulus
Tumewu" ?
PEMBAHASAN
SEJARAH SINGKAT PAJAK
1 Apabila ditinjau dari sejarahnya, masalah pajak ini sudah ada sejak jaman dahulu kala,
walaupun saat itu belum dinamakan pajak. Pada jaman dahulu tersebut “ pajak “ yang dimaksud
merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela, yang diberikan oleh rakyat kepada rajanya.
Besar kecilnya pemberian sukarela tersebut ditentukan/ditetapkan oleh pihak rakyat.
Perkembangan selanjutnya pemberian itu berubah menjadi pemberian yang sifatnya dipaksakan
dalam arti pemberian tersebut bersifat wajib, dan segala ketentuannya ditetapkan oleh negara
secara sepihak.
Pemberian yang bersifat wajib tersebut yang juga biasa disebut dengan upeti. Maka yang
semula merupakan pemberian berubah menjadi pungutan. Namun menurut negara bahwa
pungutan yang dikenakan tersebut adalah sesuatu hal yang wajar karena kebutuhan negara akan
dana semakin besar dalam rangka untuk memelihara kepentingan negara, yang meliputi
kebutuhan untuk mempertahankan negara dan melindungi rakyatnya dari serangan musuh, serta
untuk melaksanakan pembangunan.
Dengan demikian sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan negara baik dibidang ekonomi, sosial maupun kenegaraan. Dan
dari perkembangan pemungutan pajak tersebut, hingga kini yang namanya pungutan tersebut
tetap ada, yaitu yang disebut dengan pajak. Dimana segala ketentuan tentang pemungutan pajak
tersebut tidak lagi ditentukan oleh rakyat sepihak atau ditentukan oleh negara secara sepihak,
tetapi ditentukan oleh rakyat dan negara secara bersama-sama.
Tujuan Pajak dan Fungsi Pajak
1 http://ndeso-go-blog.blogspot.com/2011/12/sejarah-pajak.html
2 Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari
tujuan negara. Dengan demikian tujuan pajak harus diselaraskan dengan tujuan negara yang
menjadi landasan tujuan pemerintah. Baik tujuan pajak maupun tujuan negara semuanya berakar
pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan negara.
Oleh karena itu tujuan dan fungsi pajak tidak mungkin lepas dari tujuan dan fungsi yang
mendasarinya. Sehingga pajak yang dipungut dari masyarakat hendaknya dipergunakan untuk
keperluan masyarakat itu sendiri.
Masalah pajak itu sendiri adalah masalah masyarakat dan negara. Dan setiap orang yang
hidup dalam suatu negara pasti atau harus berurusan dengan masalah pajak. Oleh karena itu
masalah pajak juga menjadi masalah seluruh rakyat dalam negara tersebut. Dengan demikian
setiap orang sebagai anggota masyarakat harus mengetahui segala permasalahan yang
berhubungan dengan pajak, baik fungsinya, asas-asasnya, jenis-jenis pajak yang berlaku
dinegaranya, tata cara pembayarannya serta hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.
3Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,
uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
2 http://ndeso-go-blog.blogspot.com/2011/12/fungsi-pajak.html
3 http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak#Fungsi_pajak
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai
kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan
fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya
dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Asas pemungutan
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
4Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan
tentang asas pemungutan pajak, antara lain
4 http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak#Asas_pemungutan
a. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal
"The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan
dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap
wajib pajak.
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan
UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau
asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak
(saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak
lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
b. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar
kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin
tinggi pajak yang dibebankan.
Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan
yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-
kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak
sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
c. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga
dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan,
pajak untuk barang-barang mewah
Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk
kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana
harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya)
dan besarnya biaya pajak.
Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau
badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu
saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk
keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-
undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh
negara untuk mengenakan pajak. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai
asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan
pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk
mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle):
berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima
atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang
pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau
apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.
2. Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi
atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Contoh:
Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia
akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan
(nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan
pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh
penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan
yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan
pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas
nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income. Terdapat beberapa
perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau
kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada
kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara
untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah
yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili)
atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal
penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas
sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan
dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas
yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di
mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat
dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Jenis Pajak
Setelah kita mengetahui sejarah singkat itu pajak tujuan dan funsgsi pajak itu sendiri serta
asas-asasnya mari sekarang bagaiman kita pelajari tentang jenis-jenis pajak. 5Di tinjau dari segi
Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
Pajak Negara
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang
terdiri dari:
Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Bea Materai
Bea Masuk
Pajak Daerah
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak#Jenis_Pajak
Pajak Provinsi terdiri dari:
1. Pajak Kendaraan Bermotor;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4. Pajak Air Permukaan; dan
5. Pajak Rokok.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
ANALISIS TERHADAP PENERAPAN HUKUM DALAM KASUS PAJAK PAULUS
TUMEWU
Setelah kita mengetahui sejarah pajak, tujuan pajak, jenis pajak serta asas-asas pajak
sekrang mari kita masuk dalam bagian penting makalah penting yaitu analisis kasus pajak oleh
Paulus Tumewu. kita tahu salah satu ciri dari sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah 6self
6 http://kedanta.tripod.com/karya.html http://pajaktaxes.blogspot.com/2011/02/sistem-self-assessment.html
assessment system. Sistem tersebut lebih memandang Wajib Pajak sebagai subjek dan bukan
objek semata. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak menurut undang-undang sekarang sama dengan
fiskus . Agar suatu Self assessment system berhasil, tidak hanya diperlukan pengetahuan yang
cukup dari wajib pajak. Tanpa dilandasi oleh kesadaran , kejujuran, dan kedisiplinan yang
memadai, maka kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak (WP) dapat disalahgunakan.
Untuk itu Administrasi perpajakan harus berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian
administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan,
dan penerapan sanksi perpajakan.
Salah satu pengendalian administrasi pemungutan pajak adalah dengan adanya kewajiban
untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan lengkap seperti yang
tercantum dalam Pasal 3 UU KUP, Seperti yang kita ketahui belakangan ini muncul pemberitaan
berbagai kasus pajak seperti kasus “Gayus Tambunan” dan “Paulus Tumewu”, tapi yang menjadi
ANALISIS dari makalah ini adalah 7kasus penghentian penyidikan kasus Penggelapan Pajak
“Paulus Tumewu” yang Berdasar hasil penyelidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana
perpajakan yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan karena tidak melaporkan sebagian
penghasilan (telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan oleh UU No 28
tahun 2007 ) yaitu, menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan telah P-21 (berkas dinyatakan lengkap) oleh Kejaksaan atas dasar
surat permohonan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, agar Jaksa Agung
mengeluarkan surat untuk menghentikan kasus Paulus Tumewu. Surat permohonan itu dibuat
atas surat permohonan dari Paulus Tumewu yang telah melunasi utang pajaknya ke Menkeu (Sri
Mulyani). Yang akhirnya Dibalas Menkeu dengan memberi disposisi ke Sekjen Depkeu yang
menyatakan Paulus dikenakan denda 400 persen dari hutang pokok pajak. Paulus meminta
Menkeu mengusulkan ke Jaksa Agung menghentikan penyidikan dan penuntutan atas dirinya.
Dan akhirnya memang berkas kasus pidana pajak “Paulus Tumewu” yang telah P-21 itu
tidak berlanjut ke Pengadilan. Padahal di dalam ketentuan Pasal 39 itu sanksi pidananya bukan
alternatif tetapi kumulatif yaitu pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
7 http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=9134&q=perpajakan&hlm=95
(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
sehingga pemberhentian penyidikan/ pengeluaran 8SKPP tersebut oleh sebagian kalangan di
anggap ada intervensi dari Menteri Keuangan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam berbagai macam literatur dapat ditemukan
berbagai pengertian atau definisi tentang pajak dari berbagai pakar yang satu sama lain ada
kesamaan dan ada juga perbedaan, sehingga supaya pengertian atau definisi ini bisa diterima
semua kalangan maka di ambillah pengertian. 9“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Undang-undang KUP sendiri telah
mengalami tiga kali perubahan sejak diundangkan pertama kali dengan UU Nomor 6 Tahun
1983 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1984. Perubahan pertama dilakukan dengan UU Nomor
9 Tahun 1994 dan mulai berlaku 1 Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan dengan UU Nomor
16 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Perubahan terakhir dilakukan dengan
UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008 sampai sekarang. Dalam
pajak sendiri ada berbagai macam sistem pemungutan di antaranya, yaitu :
1. Official Assessment System : suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan
undang-undang pemerintah (fiskus) diberi wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang.
2. Self Assesment system : Self assessment merupakan suatu sistem perpajakan yang
memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk :
berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP {nomor
pokok wajib pajak);
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak
terutang.
8 SKPP merupakan kewenangan Penuntut Umum (Jaksa Penuntut Umum yang diberikan tugas sebagai penuntut umum dalam menangani suatu perkara) alasa-alasan yang mendasari Penuntut Umum mengambil tindakan ini adalah tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara tersebut ditutup demi hukum.9 Undang-Undang KUP (UU 28/2007) yang tercatum dalam pasal 1 angka 1
3. With Holding System : suatu system pemungutan pajakyang berdasarkan undang-
undang memberi kepercayaan /wewenang kepada pihak ketiga(bukan pemerintah
dan bukan wajib pajak (WP) yang bersangkutan ) untuk memotong atau
memungut pajak yang wajib dipotong /dipungut dari wajib pajak (WP) yangwajib
membayarnya
Undang-undang KUP sendiri menganut system pemungutan pajak Self Assessment System. Jiwa
Self Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP yang berbunyi :
Setiap WP wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya SKP.
Jumlah Pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Apabila Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) mendapatkan bukti jumlah pajak yang
terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.
Dari bunyi Pasal 12 UU KUP tersebut dapat dilihat bahwa penghitungan pajak yang
terutang pembayarannya ke Kas Negara, dan pelaporannya diserahkan sepenuhnya kepada WP
serta tidak didasarkan pada SKP yang diterbitkan administrasi pajak. Perhitungan, pembayaran
dan pelaporan yang dilakukan WP tersebut dianggap benar (sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan) sepanjang Dirjen Pajak tidak dapat membuktikan sebaliknya.
Pada prinsip self assessment beban pembuktian (bahwa pajak terutang yang telah dilaporkan
adalah tidak benar) berada di pihak fiskus (Dirjen Pajak). SKP hanya diterbitkan oleh fiskus
apabila perhitungan wajib pajak tersebut tidak benar berdasarkan pada suatu pembuktian oleh
fiskus.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Sistem pemungutan pajak dengan self assessment
ini mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporan secara teratur tentang besarnya
pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP). Artinya,
keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh Wajib Pajak. Lepas dari
kesadaran kewargaan dan solidaritas nasional, lepas pula dari pengertian tentang kewajibannya
terhadap Negara, pada sebagian besar di antara rakyat tidak akan pernah meresapi kewajibannya
membayar pajak sedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan, bila ada
sedikit kemungkinan saja, maka pada umumnya cenderung untuk meloloskan diri dari setiap
pajak. Dalam usaha perlawanan inilah, terletak faktor utama dari perlawanan terhadap pajak,
yang dapat dibedakan ke dalam :
a. Perlawanan pasif : Perlawanan pasif ini terdiri dari hambatan-hambatan
yang mempersukar pemungutan pajak dan erat hubungannya dengan struktur
ekonomi suatu Negara, dengan perkembangan intelektual dan moral
penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri.
b. Perlawanan aktif : Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan,
yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk
menghindari pajak.
Dari berbagai macam perlawanan terhadap pajak ini kemudian dengan berdasar pada self
assessmet system ini, maka dalam undang-undang KUP ini mewajibkan si wajib pajak (WP)
untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), yang dimaksud Surat Pemberitahuan (SPT)
ini sendiri seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang KUP, yaitu : Surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal
3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan
ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;
lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak
dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
Jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yang harus diisikan dalam
SPT. Bahkan kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar
dan lengkap ini juga ada sanksi pidananya seperti yang tercantum dalam UU KUP Pasal
38, yaitu :
a. Setiap orang yang karena kealpaannya: tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13A UU KUP, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Dan juga di Pasal 39 ayat
(1) KUP menyatakan bahwa, Setiap orang yang dengan sengaja:
Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau
tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;
Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap;
Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29;
Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya;
Midak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen
lain;
Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan
secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (11); atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau
dipungut. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Dari isi pasal-pasal di atas bisa dilihat bahwa kedua-duanya memiliki sanksi pidana baik di
Pasal 38 UU KUP yang karena kealpaan juga Pasal 39 UU KUP khusunya ayatnya 1 yang
karena kesengajaan. Tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaan ketentuan di bidang
perpajakan itu ada 2 jenis penegakan hukum, yaitu :
1. Penegakan Hukum Administrasi: Penegakan hukum administrasi lebih menekankan
pada perbuatannya. Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh aparat pemerintah
dibidang pajak, jadi bukan oleh hakim.
2. Penegakan Hukum Pidana: Penegakan hukum pidana dilakukan melalui melalui proses
peradilan. Dalam rangka penegakan hukum pidana di mungkinkan adanya kumulasi
eksternal atas penerapan sanksi. Penerapan sanksi kumulatif secara eksternal adalah
pengenaan sanksi administrasi dan pengenaan sanksi pidana secara sekaligus. Di dalam
hukum pidana ada berbagai macam cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, yaitu:
a. Stelsel Alternatif: Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang
alternatif yaitu norma dalam UU.
b. Stelsel Kumulatif: Stelsel kumulatif ini ditandai dengan cirri khas adanya kata
“dan”.UU Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang
menganut stelsel ini. Dengan adanya kata “dan”, maka hakim harus menjatuhkan
pidana dua-duanya.
c. Stelsel Alternatif Kumulatif: Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas,
berdasarkan stelsel alternatif kumulatif ini, ditandai dengan ciri “dan/atau”. Suatu
UU yang menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim untuk menjatuhkan
pidana apakah alternatif (memilih) ataukah kumulatif (menggabungkan).
Bila dianalisa dari cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, maka Pasal 38 UU KUP ini
menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan alternatif karena di dalam isi pasalnya
menggunakan kata atau antara sanksi denda dan penjaranya, sedangkan untuk Pasal 39 ayat (1)
UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif karena
menggunakan kata dan antara sanksi denda dan penjaranya. Lalu bagaimana dengan penerapan
kasus Paulus Tumewu seperti yang telah di jelaskan sebelumnya di latar belakang, untuk kasus
Paulus Tumewu ini memang menurut jaksa berdasarkan hasil penyidikan, Paulus diduga
melakukan tindak pidana perpajakan karena telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU
nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum
perubahan oleh UU No 28 thun 2007 yang isinya pada intinya sama. Tetapi meskipun Pasal 39
ayat (1) ini menganut penerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif , dalam UU KUP ini baik
yang tahun 2000 maupun yang tahun 2007 juga di Pasal 44B menyatakan bahwa :
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat permintaan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi
utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya
dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda
sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau
yang tidak seharusnya dikembalikan.
Bila melihat isi Pasal 44B ini. Maka, apa yang di lakukan Menteri Keuangan dan Jaksa
Agung ini adalah sudah sesuai dengan undang-undang apabila memang sebelum masuk ke
Pengadilan Paulus Tumewu telah melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang
tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4
(empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.
PENUTUP
KESIMPULAN
1) Dapat disimpulkan bahwa, Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara, pajak
memiliki tujuan dan fungsi, pajak juga memiliki asas-asas yang tujuan akhirnya ditujukan
kepada kesejahteraaan masyarakat bangsa Indonesia juga. Tanpa pajak, sebagian besar
kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai
dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan.
Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah
sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari
pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa
aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai
dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang
semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa
peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
2) Dapat disimpulkan pula bahwa dalam kasus pajak ini memang benar Paulus Tumewu
sudah memenuhi unsur–unsur untuk dipidana sesuai ketentuan-ketentuan yang ada ada
dalam UU KUP khususnya pasal 38 dan 39 ayat 1 penegakan hukum dalam tindak pidana
pajak yang berkaitan dengan kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan dengan
benar dan lengkap menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum Perpajakan adalah :
a. Apabila karena kealpaan maka penerapan sanksinya / stelsel pemidanaannya alternatif
seperti yang tercantum dalam Pasal 38 UU KUP
b. Apabila karena kesengajaan maka penerapan sanksinya / stelsel pemidanaannya
kumulatif seperti yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) UU KUP
Tetapi bila melihat kita melihat kembali kedalam isi Pasal 44B UU KUP ini baik yang tahun
2000 maupun yang tahun 2007 ini. Maka, tindakan yang di lakukan Menteri Keuangan dan Jaksa
Agung dengan mengehentikan penyidikan kasus pajak oleh Paulus Tumewu itu sudah sesuai
dengan ketentuan yang ada dan tercantum dalam pasal tersebut.
SARAN
Penekanan penerapan sanksi pidana itu harus lebih di tekankan pada tindak pidana yang di
lakukan oleh pegawai Dirjen Pajak ini ber, sedangkan kepada wajib pajak lebih baik di tekankan
penerapan sanksi administrasi untuk kepentingan penerimaan Negara, dan juga saya harapkan
kepada seluruh wajib pajak janganlah melakukan perbuatan yang dilakukan oleh Gayus
Tambunan dan Paulus Tumewu, apalagi seperti yang dilakukan Paulus Tumewu yaitu tindak
pidana dalam perpajakan yang berhubungan yaitu, menyampaikan surat pemberitahuan dan
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, serta mafia pajak lain yang masih
berkeliaran diluar sana, jadilah warga Indonesia yang baik jadilah wajib pajak yang taat
membayar pajak karena sebenarnya yang menikmati hasil pajak itu sendiri adalah kita bukan
pemerintah, ingatlah tujuan pajak itu bukan untuk individu-individu tertentu tetapi digunakan
untuk mensejahterkan masyarakat Indonesia namun memang faktanya rakyat Indonesia hanya
sebagian yang sejahtera tetapi percayalah pemerintah tidak diam saja dalam hal ini mereka selalu
berusaha untuk membuat seluruh masyarakat Indonesia ini sejahtera.
Daftar Pustaka
Bahan lainnya :
http://ndeso-go-blog.blogspot.com/2011/12/sejarah-pajak.html diakses tanggal 9 Desember 2012
http://ndeso-go-blog.blogspot.com/2011/12/fungsi-pajak.html diakses tanggal 9 Desember 2012
http://kedanta.tripod.com/karya.html diakses 10 Desember 2012
http://pajaktaxes.blogspot.com/2011/02/sistem-self-assessment.html diakses 10 Desember 2012
http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=9134&q=perpajakan&hlm=95 diakses
10 Desember 2012
http://denden-imadudin.blogspot.com/2010/06/analisis-terhadap-penerapan-hukum-dalam.html
diakses 10 Desember 2012
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/04/21/137543/16/1/Kronologi-Kasus-Penggelapan-
Pajak-Paulus-Tumewu Rabu 21 April 2010 diakses 10 Desemebr 2012
http://www.dutamasyarakat.com/artikel-29080-ani-dibidik-kasus-adik-edy-tanzil.html diakses 8
Desember 2012
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang KUP (UU 28/2007) yang tercatum dalam pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU KUP
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU KUP
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU KUP
HUKUM PAJAK
Sejarah, tujuan, fungsi, asas-asas dalam hukum pajak, jenis-jenis pajak serta
analisis penerapan hukum tentang kasus pajak “ Paulus Tumewu "
Oleh
YANELS GARSIONE DAMANIK
115010107111103
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
2012