Post on 28-Dec-2015
description
Keberadaan dunia jurnalistik Indonesia tentu saja tidak lepas dari sejarah jurnalistik
Indonesia itu sendiri. Begitupun dengan keberadaan para jurnalis Indonesia. Mereka
ada tentu saja karena sejarah jurnalistik Indonesia. Sebuah sejarah yang mendasari
kegiatan jurnalisme di Indonesia.
Berbicara mengenai sejarah jurnalistik Indonesia sudah pasti tidak bisa lepas dari
sejarah jurnalistik dunia. Perkembangan jurnalistik di Indonesia juga tidak luput dari
pengaruh jurnalistik di negara lainnya.
Sejarah Jurnalistik Indonesia – Berakar pada Sejarah Jurnalistik Dunia
Sejarah Jurnalistik dunia yang ikut memengaruhi cerita sejarah jurnalistik Indonesia
dimulai jaman Romawi Kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-44 SM).
Pada saat itu, terdapat acta diurna yang memuat semua hasil sidang, peraturan baru,
keputusan-keputusan senat dan berbagai informasi penting yang ditempel di sebuah
pusat kota yang disebut Stadion Romawi atau “Forum Romanum” .
Kata diurna sendiri berarti harian atau setiap hari, dan acta yang berarti catatan. Kata-
kata ini kemudian berkembang menjadi journal (jurnal) yang berarti catatan. Journal
menjadi dasar dari kata journalistik atau journalism yang kita kenal hingga sekarang.
Kata ini juga dikenal dalam perjalanan sejarah jurnalistik Indonesia.
Sejarah jurnalistik di kawasan Asia pertama kali terjadi di Cina. Sejarah jurnalistik di
kawasan Asia ini, juga ikut serta dalam “pembentukan” cerita sejarah jurnalistik
Indonesia yang notabene sama-sama berasal dari kawasan Asia. Surat kabar pertama
kali terbit di Cina tahun 911, yaitu Kin Pau. Surat Kabar ini milik pemerintah ketika
zaman Kaisar Quang Soo. Tidak berbeda dengan di Jaman Caesar, Kin Pau berisi
keputusan rapat, hasil musyawarah dan berbagai informasi dari Istana.
Jauh sebelum terkenal di kawasan Asia, istilah jurnalistik lebih dulu akrab dengan
masyarakat Eropa. Di Eropa tidak jelas siapa pelopor pertamanya. Namun, padi 1605,
Abraham Verhoehn di Antwerpen Belgia mendapat izin mencetak Nieuwe
Tihdininghen. Akhirnya, pada 1617, selebaran ini dapat terbit 8 hingga 9 hari sekali.
Sejarah jurnalistik yang terjadi di Eropa, dapat dipastikan menyebar hingga kawasan
Asia, dan ikut berpartisipasi dalam pembentukan cerita sejarah jurnalistik Indonesia
maupun negara-negara yang ada di kawasan Asia lainnya.
Beranjak ke Jerman, di tahun 1609, terbitlah surat kabar pertama bernama Avisa
Relation Order Zeitung. Pada 1618, muncul surat kabar tertua di Belanda bernama
Coyrante uytItalien en Duytschland. Surat kabar ini diterbitkan oleh Caspar
VanHilten di Amsterdam. Kemudian surat kabar mulai bermunculan di Perancis
tahun 1631, di Itali tahun 1636 dan Curant of General newsterbit, surat kabar pertama
di Inggris yang terbit tahun 1662.
Berbicara mengenai sejarah jurnalistik Indonesia, semua itu tidak bisa lepas dari
pengaruh sejarah jurnalistik yang ada di berbagai negara, khususnya negara-negara
yang ada di kawasan Eropa. Pengaruh-pengaruh tersebut menyebar tentu saja melalui
beberapa cara. Salah satunya yang memungkinkan masuknya istilah jurnalistik ke
Indonesia adalah melalui penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara yang ada di
Eropa seperti Belanda.
Sejarah Jurnalistik Indonesia
Sebagai ‘anjing’ pengawas kekuasaan, perkembangan jurnalistik di Indonesia selalu
berkaitan erat dengan pemerintahan dan gejolak politik yang terjadi. Cerita sejarah
jurnalistik Indonesia mulai merebak pada masa pergerakan. Berdasarkan sejarah,
jurnalistik Indonesia dibagi menjadi 3 golongan.
1. Pers Kolonial
Sejarah jurnalistik Indonesia pertama dimulai oleh orang-orang Belanda. Saat itu
dibangun sebuah persatuan jurnalistik. Persatuan jurnalistik tersebut dikenal juga
dengan istilah Pers Kolonial. Pers Kolonial merupakan pers yang dibangun oleh
orang-orang Belanda di Indonesia. Pada Abad ke-18, muncul surat kabar berama
Bataviasche Nouvellesd. Sejak saat itu bermunculan surat kabar dengan bahasa
Belanda yang isinya bertujuan untuk membela kaum kolonialis.
2. Pers Cina
Berkembangnya dunia jurnalistik di Indonesia juga taklepas dari pengaruh orang-
orang Cina. Sejarah jurnalistik Indonesia yang berhubungan dengan kaum dataran
Cina ini dimulai dari kemunculan surat kabar yang dibuat oleh orang-orang Cina.
Media ini dibuat sebagai media pemersatu keturunan Tionghoa di Indonesia.
3. Pers Nasional
Sejarah jurnalistik Indonesia yang sesungguhnya dimulai saat gerakan Pers Nasional
muncul pada abad ke-20 di Bandung dengan nama Medan Priayi. Media yang dibuat
oleh Tirto Hadisuryo atau Raden Djikomono, diperuntukan sebagai alat perjuangan
pergerakan kemerdekaan. Tirto Hadisuryo akhirnya dianggap sebagai pelopor peletak
dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia.
Sejarah Jurnalistik Indonesia – Dari Penguasa hingga Industri
Sejarah jurnalistik Indonesia menjadi tonggak berkembangnya Pers Indonesia itu
sendiri. Terlebih setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Mulailah bermunculan berbagai surat kabar baru. Jika dilihat berdasarkan situasi
politik dan pemerintahan yang terjadi sejak kemerdekaan hingga saat ini, pers di
Indonesia mengalami beberapa fase sebagai berikut.
1. Pers sebagai Alat Perjuangan
Sejarah jurnalistik Indonesia terus bergulir. Setelah reformasi, pers dibutuhkan
sebagai alat pemersatu bangsa. Dari tahun 1945 hingga 1950 masih ada pergolakan
untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Fungsi pers di sini sebagai pemberi
informasi dan sebagai alat provokasi untuk mengajak rakyat agar mau berjuang
bersama.
Beberapa surat kabar yang ada saat itu adalah Soeara Merdeka (Bandung), Berita
Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta
Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Surat kabar tersebut menjadi saksi bisu
cerita sejarah jurnalistik Indonesia.
2. Pers Partisipan (Pers sebagai Alat Politik)
Pada 1950 -1960, setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, pergolakan
politik di dalam negara pun mulai terjadi. Pers di Indonesia mulai terjebak menjadi
media politik. Surat kabar menjadi alat propaganda tiap partai politik. Tiap-tiap surat
kabar menjadi alat untuk menjatuhkan partai lain sehingga situasi negara semakin
panas dan menjadi kacau. Tahun-tahun ini menjadi tahun penuh cerita dramatis dalam
perjalanan sejarah jurnalistik Indonesia.
Di masa Orde Baru, pers dengan adanya penggabungan beberapa partai politik
membuat hubungan antara pers dan partai politik saat itu menjadi putus. Pers menjadi
lebih independen dan tidak terpengaruh dalam hal pemberitaan.
Ketika itulah pers mulai berani sebagai alat kritik pemerintahan. Untuk itu, Presiden
Soeharto langsung melakukan tindakan pembekuan terhadap pers yang berani
melakukan kritik terhadap pemerintah.
Sejak saat itu, pers seperti ketakuatan. Informasi yang diberikan sangat sempit
cakupannya. Tidak ada yang berani menentang penguasa saat itu. Sejarah jurnalistik
Indonesia memang benar-benar memaparkan cerita-cerita menarik bagi warga
jurnalisme itu sendiri.
3. Pers sebagai Alat Pengawas Pemerintahan
Sejarah jurnalistik Indonesia tidak selamanya menyuguhkan cerita-cerita dramatis. Di
tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai bangkit. Pers mulai berani bertindak sebagai
alat pengawas pemerintahan. Kritik pun mulai berani dilancarkan, dan pers mulai
menunjukkan taringnya. Maka tumbanglah rezim Soeharto di tahun 1998. Penyerahan
jabatan kepada BJ Habibie disambut dengan suka cita. Departemen Penerangan mulai
ditiadakan, sehingga pers mendapatkan kembali kebebasannya.
4. Pers sebagai Industri
Masa-masa suram sejarah jurnalistik Indonesia perlahan mulai kembali cerah. Sejak
tumbangnya Soeharto, hingga sekarang pers mulai bermunculan. Semakin banyaknya
media massa ini tentu membuat mereka harus bersaing untuk tetap hidup dan
mendapat perhatian masyarakat. Maka pers semakin kreatif dalam pengemasan
informasinya.
Tidak hanya pemberitaan tentang politik dan situasi negara saja, pers kini mulai
memperhatikan keingintahuan masyarakat akan sebuah informasi, seperti musik, gaya
hidup, kuliner, ekonomi dan lainnya. Pers kini sudah masuk dalam ranah industri.
Perjalanan panjang dari sejarah jurnalistik Indonesia memang melahirkan banyak hal.
Sebuah perjalanan panjang yang pada akhirnya membawa pers Indonesia dalam
keadaan seperti sekarang ini.