Post on 04-Jan-2020
SASTRA DALAM BINGKAI KOMUNITAS BUDAYA :
KEMANFAATAN BUDAYA SEBAGAI UNSUR PEMBANGUN KARYA SASTRA
Muhammad Fadli Muslimin Pascasarjana Ilmu Sastra Unversitas Gadjah Mada
fadlimuslimin@gmail.com
Abstrak
Budaya mengajarkan kita keteraturan hidup dalam memaknai kehidupan, menghargai
berbagai bentuk warisan budaya dari leluhur dengan mengapresiasi budaya tersebut secara
berkesinambungan. Sastra berada dalam lingkup kebudayaan yang ada ditengah-tengah
masyarakat kita dan telah menjadi ciri khas masing-masing individu atau kelompok. Anak muda
mempunyai andil yang besar dalam menjaga kesinambungan ini. Sastra ditangan anak muda
menjadi tongkak regenerasi untuk menjembatani antara sastra dan budaya, butuh sinergitas
antara budaya dan sastra agar terjadi pemahaman komprehensif tentang sastra dalam perspektif
budaya dan sebaliknya. Sastra yang telah bertransformasi kedalam berbagai bentuk karya sastra
menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum muda dewasa ini, minat ini sebaiknya berjalan
berdampingan dengan masyarakat dan kebudayaan sebagai unsur pembangun sebuah karya
sastra. Di tangan kreatifitas anak muda dan semangat dalam membumikan sastra, kebudayaan
tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu komunitas dapat menjadi salah satu wadah untuk
mengekspresikan semangat tersebut. Komunitas berbasis literasi ataupun sastra telah banyak
berkembang di masyarakat Indonesia tetapi jika menempatkan sastra dalam satu ruang saja tidak
cukup, sinergi antara komunitas berbasis budaya dan penggiat sastra perlu untuk membangun
pemahaman lintas sastra dan budaya. Komunitas budaya adalah komunitas yang bergerak
dibdang pelestarian budaya dan apresiasi budaya, perjumpaannya dengan budaya secara
langsung menjadi wahana untuk penggiat sastra. Membingkai sastra dalam budaya berarti
memahami sastra yang imajiner dan budaya sebagai fakta yang ada di masyarakat
Kata kunci : komunitas, lintas budaya dan sastra, anak muda, interaksi, bingkai
PENDAHULUAN
Sastra identik dengan imajinasi dan kreativitas. Karya sastra muncul sebagai buah dari
imajinasi dan kreatifitas, keterlibatan pengarang tak dapat dikesampingkan dalam penciptaan
sebuah karya. Pengarang mampu mewujudkan imajinasi menjadi sebuah karya, menungankan
ide dan gagasan tersebut melalui sebuah tulisan. Imajinasi dan kreatifitas pengarang tidak
muncul begitu saja dengan sendirinya. Pengalaman, pengetahuan, dan ilmu pengarang sangat
menenutukan karya itu sendiri.
Pengalaman, pengetahuan, ilmu adalah hasil upaya dari manusia berkaitan dengan
perjumpaannya dengan dunia. Masyarakat dan budaya sangat mempengaruhi dunia pengarang
karena dari masyarakatlah pengarang lahir dan sumber pengetahuan, pengalaman dan ilmu
pengarang adalah perjumpaannya dengan masyarakat dan budaya yang ada di masyarakat
Budaya menjadi tampak dari kesenian mereka, dari sistem sosial mereka, dari kebiasaan
mereka, dari tradisi mereka, dalam agama mereka.(Elliot, 1948:120) dari hal tersebut pengarang
dapat menjadikan budaya sebagai titik tolak sekaligus menjadi umpan balik terhadap penciptaan
karya sastranya. Tetapi saat ini budaya khususnya kebudayaan sebagai sumber inspirasi
pengarang tergulung oleh modernitas yang merambah keseluruh aspek kehidupan (relevansi
kebudayaan nasional). Banyak usaha untuk tetap menjaga eksistensi kebudayaan yaitu
melakukan pendataan kebudayaan daerah, pertunjukan seni dan budaya, bersastra, dll. Usaha
tersebut tidak terlepas dari semangat masyarakat untuk mentransformasikan kebudayaan yang
ada kedalam entitas baru.
Dewasa ini, individu-individu di masyarakat khususnya anak muda sebagai penggiar sastra
menerjemahkan karya sastra sebagai bentuk ekspresi jiwa dari gagasan-gagasan kemudian
dituliskan menjadi berbagai bentuk, novel, cerpen, puisi, dll. Tetapi proses perumusan ide
tersebut lahir dari buah perjumpaanya dengan modernitas yang telah menggulung kebudayaan
secara sistematis, tidak seperti pengarang pada era angkatan balai pustaka sampai angkatan
reformasi bahkan sampai angkatan 2000-an yang dalam proses penciptaan karyanya terjadi
interaksi antara kebudayaan dengan pengarangnya dan juga kondisi sosial kemasyarakatan pada
masa tersebut yang selanjutnya menghasilkan khasanah ide dan gagasan yang begitu luas untuk
dieksplorasi. Saat ini perjumpaan demikian terutama yang melibatkan anak muda sebagai
pengarang yang berada dalam komunitas terkendala oleh beberapa hal salah satunya
perjumpaan dengan kebudayaan.
Untuk menjembatani kondisi tersebut komunitas sebagai wadah yang tidak terikat oleh
ruang dan waktu yang ada dimasyarakat dan berorientasi sastra dan budaya.
Komunitas telah memainkan peranan di masyarakat dengan sangat baik sebagai tempat
berkumpul, eksistensi diri, dan berbagi informasi. Komunitas terdiri dari berbagai elemen
masyarakat, mulai dari yang muda sampai yang tua, dari Sekolah Menegah Atas Sampai
Mahasiswa, dari pekerja kantoran sampai pekerja swasta, dan dari sastrawan sampai akademisi,
dll. Interaksi didalam komunitas yang melibatkan individu-individu bermuara pada keinginan dan
ketertarikan yang berbeda-berbeda pula. Hal ini disebabkan pengalaman, intelektualitas, dan
hasrat yang beragam. Berbagai elemen masyarakat yang tergabung pada sebuah komunitas
menghasilkan berbagai macam bentuk dan jenis komunitas. Bentuk komunitas dan jenisnya
berimplikasi kepada tujuan individu dalam beraktiviatas dalam komunitas tersebut. Tidaklah
tujuan dasar dari sebuah komunitas akan berbeda dari individu yang berada didalmnya.
Komunitas dalam bentuknya ada yang bersifat independen dan ada juga yang dibawah
dalam sebuah institusi. Komunitas yang sifatnya independen lahir dari kesamaan minat dan
keinginan dalam berekspresi dan berkegiatan, dalam praktiknya komunitas yang berbentuk
independen memilik jenis yang beraneka macam, ada yang berbasis pendidikan, lingkungan,
ilmiah, olahraga, seni, budaya, sastra, literasi dll. Perbedaan ini sebagai bentuk masyarakat yang
heterogen sehingga jenis-jenis komunitas beraneka ragam sesuai dengan minat dan kebutuhan
individu yang tergabung didalamnya.
Masing-masing komunitas tersebut mengusung sebuah tema masing-masing dalam
berkegiatan. Sebuah komunitas literasi akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa
pemberdayaan apresisasi baca dan tulis atau pelatihan kepenulisan yang berkaitan dengan
tujuan komunitas tersebut. Komunitas budaya, sebagai komunitas yang memiliki cakupan yang
cukup luas menyangkut budaya yang ada di masyarakat, komunitas budaya berfokus bagaimana
memperkenalkan budaya-budaya yang ada di Indonesia, melalui konsep kunjungan atau
workshop kebudayaan serta pendataannya. Komunitas sastra pun demikian , melakukan
kegiatan kesusastraan dalam lingkup mengkaji karya sastra, diskusi-diskusi sastra dan produksi
karya sastra.
Ter-ekslusifnya komunitas tidak dapat dihindari seiring kemajemukan masyarakat, dan
keingin masyarakat untuk tergabung dalam sebuah wadah yang tidak dapat ditampung oleh
kemajemukan tersebut, hasrat untuk tampil dalam sebuah tempat dan berekspresi menjadi salah
satu alasan keberadaan komunitas berada di masyarakat.
Data Kemendikbud menyatakan Tercatat pada tahun 2015 terdapat kurang lebih 1.226
komunitas Budaya tersebar diberbagai penjuru Indonesia.
Beranjak dari hal tersebut bahwa komunitas, terutama komunitas budaya berperan
penting dalam mewadahi individu-individu dalam mengekspresikan minat dan tujuan
anggotanya, relevansinya terhadap sastra dirasa sangat penting. Keterlibatan penggiat sastra
yang tergabung dalam komunitas sastra terhadap komunitas budaya terutama praktik
kegiatannya tidak mengindikasikan bahwa tidak terjadinya keseimbangan antara pemenuhan
hasrat dalam bersastra tetapi lebih kepada membuka wilayah-wilayah baru dalam
mengeksplorasi ruang-ruang yang masih tertutup.
Antara penggiat sastra yang tergabung dalam komunitas sastra dan komunitas budaya
dapat bersinergi dalam pelestarian sastra dan budaya-budaya yang ada di Indonesia melalui
berbagai macam cara. Penggiat Sastra menarasikan fenomena-fenomena berdasarkan
perjumpaan nyata dengan kebudayaan melalui karya dan kebudayaan bersumbangsi sebagai
sumber pembentukan karya melalui unsur-unsurnya. Sebagai dimensi pluralitas, sastra
menampilkan keragaman budaya, menembus makna di balik gejala. Menurut Barthes (1977 :159-
161) kemampuan ini bukan sebagai akibat ambiguitas, melainkan sebagai hakikat sastra, yaitu
tenunan itu sendiri, yang memang sudah terkandung dalam keberagaman budaya.
PEMBAHASAN
Membingkai Sastra dalam Komunitas Budaya
Sastra sebagai produk dari kebudayaan mempunyai posisi yang saling berkaitan dan saling
membangun, hakikat yang terbangun antara keduanya berada dalam wilayah yang sama yaitu
aktivitas manusia. Sastra dengan kreativitas dan imajinasinya dalam mengekspresikan hidup
berkaitan dengan emosionalitas sedangkan Kebudayaan berkaitan banyak menyangkut dengan
cipta akal sebagai kemampuan intelektualitas.
Budaya dipahami sebagai cara hidup sebuah masyarakat yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Kebudayaan dalam antropologi adalah totalitas berbagai tingkah laku manusia dan ide-
ide dari sekelompok orang yang mempunyai tradisi bersama yang ditransmisikan dan diperkuat
oleh anggota kelompok (Liliweri,2014:3)
Komunitas sebagai wadah berkumpul dan berekspresi terkadang menjadi jembatan
pemisah antara masyarakat, karena komunitas memberi ruang pemisah antara peminat yang
satu dengan peminat yang lainnya. Disisi lain dengan terjun kedalam sebuah komunitas minat
dan keinginan dapat tersalurkan berdasarkan visi dan misi komunitas tersebut.
Perkembangan komunitas di Indonesia menurut kemendagri sangat signifikan tahun 2013
tercatat jumlah komunitas mencapai 100 ribu, tetapi hanya sekitar 10 persen komunitas yang
aktif melaporkan kegiatannya, berarti ada kurang lebih 90 persen yang tidak melapor atau tidak
produktif. Sedangkan jumlah komunitas budaya hingga tahun 2015 berkisar 1226. Jumlah
tersebut adalah yang tercatat dan belum terhitung komunitas-komunitas yang tidak tercatat di
kemendikbud.
Penggiat sastra sebagai bagian dari masyarakat turun andil dalam membudayakan budaya
menulis dan membaca khusunya karya sastra, sebagain besar penggiat sastra ini adalah anak
muda, terlibatnya anak muda harus dirangkaikan dengan dasar pengalaman ,pengetahuan,dan
ilmu tidak sekedar tampil sebagai pelopor saja atau pelaksana teknis kegiatan. Untuk menambah
‘modal’ menghasilkan karya sastra melalui komunitas berbasis sastra dapat diperoleh salah
satunya melalui perjumpaan-perjumpaan dengan budaya secara langsung melalui sinergitas
dengan komunitas budaya.
Untuk memahami hubungan antara komunitas sastra dan komunitas budaya dalam
kaitan terhadap rutinitas kegiatan secara tekstual dan nontekstual, maka terlebih dahulu akan
dipaparkan mengenai pengenalan dan posisi beberapa komunitas sastra dan budaya yang ada di
masyarakat yang dipilih secara acak dalam konteks keterkinian.
Komunitas Budaya
Komunitas budaya yang berada di Indonesia berkisar 1226-an komunitas, menurut data
yang terdapat di kebudayaan.kemdikbud.go.id berjumlah sekitar 1.226 komunitas hingga tahun
2015. Dalam hal ini yang akan dijadikan bahan rujukan adalah beberapa dari komunitas tersebut
yang dalam kegiatannya masih terhiutung rutin dalam beraktivitas. Dalam kesempatan ini
komunitas yang berhasil dihimpun tersebut semuanya melalui sumber internet dengan
mencermati visa,misi dan kinerja dari komunitas tersebut, Komunitas budaya pertama yang akan
jadi bahasan yaitu Sobat Budaya,
Sobat budaya adalah komunitas anak muda yang bergerak pada bidang pendataan
budaya tradisi Indonesia dan juga melakukan kegiatan-kegiatan apresiasi budaya tradisi
Indonesia. komunitas ini memiliki misi yaitu membangun dan mengembangkan perpustakaan
Digital Budaya Indonesia, Memperkuat perlindungan hukum terhadap budaya Indonesia,
mempromosikan budaya Indonesia, mendorong pendidikan budaya Indonesia, dan partisipasi
sekaligus apresiasi masyarakat kepada budaya Indonesia. Sobat Budaya adalah komunitas anak
muda yang berani mengambil peran yang tidak mudah dalam melestarikan budaya-budaya di
Indonesia. Perwakilan komunitas ini hampir merata di seluruh Indonesia, secara keseluruhan
bidang-bidang yang jadi lingkupnya adalah budaya tradisi yang terdiri dari seni, adat istiadat,
pakaian, tari, dll. dikutip dari website www.sobatbudaya.or.id ,
Komunitas yang kedua adalah “Penyuluh Kebudayaan Indonesia”, dikutip dari
www.savebudaya.com konsep dari penyuluh budaya tidak jauh berbeda dari komunitas budaya
lainnya yaitu berfokus pada pembinaan dan pelestarian budaya melalui pelestarian,
perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan seluruh aspek kebudayaan yang diharapkan
penyuluh budaya dapat terus berkarya dalam menjaga kebudayaan Nusantara yang sangat
beragam. Penyuluhan budaya yang dilakukan melalui 8 aspek ruang lingkup, diantaranya : Aspek
sejarah, Aspek Nilai Budaya dan Tradisi, Aspek Kesenian dan perfilman, Aspek Pelestarian Cagar
Budaya, Aspek permuseuman, Aspek Kesusastraan, Aspek Kepercayaan terhadap Tuhan YME
serta Aspek Arkeologi. Komunitas ini bergerak pada wilayah Manado dan sekitarnya. Komunitas
Penyuluh Kebudayaan Indonesia dalam mencakup aspek-aspek budaya bisa dikatakan luas dalam
menjaga budaya Indonesia.
Komuniatas Historia Indonesia atau biasa disingkat KHI berdiri pada 22 Maret 2003, KHI
adalah organisasi Nirlaba-Independen yang bergerak dalam bidang sejarah, kebudayaan,
pendidikan dan pariwisata. Anggotanya dari komunitas ini adalah banyak anak muda dan tak
sedikit pula berhasil menarik simpati lembaga dan perusahaan . membekali anggotanya dengan
berbagai orientasi dan peljaran budaya serta sejarah sebagai bekal untuk berkegiatan di KHI
selain itu juga berbagai program diselenggarkan oleh KHI yaitu berwisata kota, menjelajahai
kampong-kampung dan menginap di museum.
Jejak Budaya awalnya kegiatan yang dilaksanakn oleh Badan Pengurus Kabupaten Kutai
Kartanegara dan Teruna Dara Kutai Kartanegara 28 Maret-1 Maret 2015. Setelah kegiatan itu
berakhir, selanjutnya atas kesepakatan bersama panitia kegiatan tersebut menjadikan jejek
budaya sebagai sebuah komunitas. Jejak Budaya menitikberatkan pergerakan komunitas
terhadap isu social, budaya, alam, kepariwisataan, dan ekonomi kreatif untuk menemukan
formula sebagai media pendidikan untuk membentuk karakteristik tanpa harus kehilangan nilai-
nilai kebudayaan sebagai jati diri bangsa.karena pada prinsipnya kebudayaan bukan hanya pada
tataran pelsetarian dalm bentuk artefak namun pada tataran bagaimana mengaplikasikan nilai –
nilai,norma etika,sopan –santun ,pranata sosial , untuk menumbuhkan rasa rasa kasih –sayang
terhadap sesama ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Belajar memaknai keudayaan secara luas dalam
kontek aplikasi sebagai berkehidupan berbangsa dan bernegara. Memacu kreatifitas guna
membantu promosi kepariwisataan baik dalam betuk visual ,kerajinan dengan berpegang pada
landasan budhi ,Nurani. Dikutip dari jejakbudayakukar.wordpress.com.
Selain beberapa komunitas budaya tersebut, terdapat komunitas-komunitas lainnya yang
bergerak dibidang serupa yang masih dalam lingkup budaya yaitu, Bentara Muda yang berlokasi
di Jakarta sebagai sarana untuk mendekatkan dan melibatkan generasi muda pada peristiwa
budaya tradisional Indonesia berdiri sejak 8 Agustus 2011, Komunitas Jelajah Budaya (KJB)
berfokus pada kepedulian pada seni, budaya, dan bangunan tua serta peninggalan sejarah
Bangsa berdiri sejak 17 Agustus 2003, Komunitas Jelajah Nusantara Indonesia adalah komunitas
yang bertujuan untuk memperkenalkan budaya masyarakat di sekitar gunung dan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya.
Komunitas Sastra
Pesantren sastra di Yogyakarta, nama yang cukup unik untuk sebuah nama komunitas,
nama tersebut digunakan karena kebanyakan anggotanya adalah anak santri di sebuah Pondok
Pesantren Hasyim Asy’ari di selatan Yogyakarta. Saat ini komunitas ini dikenal sebagai Komunitas
Kutub yang dikelola oleh Lingkar Studi Kutub Yogyakarta, kebanyakan santrinya saat ini banyak
menimba Ilmu di UIN Sunan Kalijaga, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Focus
komunitas ini adalah kajian kesusastraan, dan belajar menulis karya sastra. Tak heran beberapa
penulis lahir dari komunitas ini.
Komunitas sastra Indonesia (KSI) Tangsel, beriri tahun 2009, sebelum itu telah berdiri KSI
induk sejak tahun 1996. Tujuan dari komunitas ini adalah sebagai wadah atau penyalur karya
satra. Baik lisan maupun tulisan yang berada di wilayah Tangerang Selatan. Adapaun kegiatan
yang dilakukan oleh KSI Tangsel yakni diskusi sastra, apresiasi sastra dn menciptkan karya sastra.
Dikutip dari Komunita.id
Rumah Kertas; hidupkan sastra di tengah geliat kemajuan kota, adalah salah satu event
yang telah dilakukan oleh komunitas ini. Rumah kertas adalah nama resmi dari komunitas ini,
berdiri sejak tahun 2012 di Cirebon. Focus dari komunitas ini adalah menghidupkan sastra di
tengah geliat perkotaan, dilakukan dengan pendekatan dari kampus ke kampus, kafe ke kafe,
sekolah halaman perkantoran, bahkan trotoar jalan. Bagi komunitas ini keterbatasan tidak
membuat sastra ditengah kemajuan kota Cirebon mati. Bagi komunitas ini kalau sastra selalu
mengandalkan bantuan dari orang lain, tidak akan maju. Bagaimana sastra bisa hidup kalau
pegiatnya hanya bergantung pada asupan pemerenitah saja. (komunita.id)
Rumpun Nektar : Komunitas Penulis Fiksi Sastra Indonesia, komunitas ini memberi ruang
kepada para penggiat dunia literasi untuk saling berbagai dan berkomunikasi, serta
mengembangkan potensi, minat, bakat, juga semangat agar tepat dengan apa yang diiinginkan.
Agenda-agenda dari dari Rumpun Nektar dapat tergambar melalui misinya yaitu memberikan
kontribusi nyata bagi perkembangan sastra Indonesia, pengetahuan sejarah perkembangan tulis
Indonesia, menigkatkan minat dan kemampuan tulis, wadah berbagai dan belajar dan
mempererat jalin komunikasi antara penulis di Indonesia. Visi dari komunitas ini sangat jelas yaitu
mencetak penulis-penulis muda untuk kemajuan literasi Indonesia.( www.rumpunnektar.com)
Bengkel Sastra UNJ, diinisiasi oleh dosen UNJ yaitu Helvy Tiana Rosa dan Edi Sutarto 3 Juli
2008 dan resmi pada bulan September 2008 melalui program IMHERE . Awalnya ide ini datang
dari mata kuliah apresiasi sastra, apresiasi Drama dll, yang kemudian diintegrasikan menjadi
Bengkel Sastra. Setelah itu komunitas ini menjadi wadah apresiasi drama, sastra, dan penulisan
kreatif bagi beberapa mata kuliah di UNJ. Perkembangan berikutnya adalah komunitas ini
bertransformasi menjadi kantong budaya bagi seniman-seniman muda di Jakarta. Berbagai
pementasan dan kompetisi telah dilakoni Bengkel Sastra. Tahun 2014 Bengkel Sastra UNJ
berganti nama menjadi Bengkel Sastra Jakarta dan tidak lagi berafiliasi dengan Universitas Negeri
Jakarta. Focus komunitas ini adalah apresiasi sastra dan kontes-kontes sastra yang ada di
Indonesia. (sastrahelvy.com)
Studio Pertunjukkan Sastra (SPS) Jogja menjadi salah satu pionir pertunjukkan sastra di
Yogyakarta yang diketuai oleh Hari Leo. Komunitas ini terbentuk tahun 2000, aktif pertunjukan
pembacaan sastra puisi tahun 2005 dengan memberikan ruang bagi seniman maupun
masyarakat umum untuk membaca puisi, lebih tepatnya kolaborasi antara puisi dan music.
Sampai saat ini diusianya yang menginjak 16 tahun sejak kelahirannya tahun 2000, dan telah
melaksanakan kegiatan selama 11 tahun masih tetap eksis dalam perkembangan dunia sastra
khususnya dunia sastra.
Komunitas Sastra Lazuardi berdiri di Lhokseumawe Aceh 2011, komunitas ini memilih
jalur sunyi untuk melaksanakan pertunjukan teater atau pertunjukan sastra lainnya, anggota
komunitas ini membuat sejenis sekolah untuk berlatih teater. Tujuan utama dari komunitas ini
adalah mendidik generasi muda pecinta sastra dan teater di bumi serambi Mekah Aceh
Beberapa komunitas diatas dijadikan rujukan untuk mengenal secara umum landasan dan
tujuan pergerakan Komunitas sastra secara umum, komunitas tersebut dapat mewakili
komunitas-komunitas sastra yang tersebar di Indonesia. Komunitas lain yang dapat dijadikan
rujukan yaitu , Komunitas Pawon Sastra yang berlokasi di solo berdiri sejak tahun 2007 yang
berfokus pada pembuatan bulletin sastra dan disebarluaskan di berbafai kota di Jawa, 1000
Penulis Muda, Arteri, Komunitas Sastra Cah Gubuk, Gerakan Indonesia Membaca Sastra, Jakarta
Nyastra, Kampung Fiksi, Klub Sahara, Komunitas Kanot Bu, Diskusi Sastra PKKH, komunitas sastra
Lembah Kalelawar.dll
Data website http://komunita.id/ menunjukkan jumlah komunitas yang berkategori seni
dan budaya yaitu 700-an, jumlah tersebut telah termasuk komunitas sastra didalamnya. Selain
beberapa komunitas yang jadi rujukan diatas, terdapat banyak komunitas yang tersebar di
Indonesia.
Sastra dan Budaya dalam Bingkai Komunitas
Berdasarkan pembahasan diatas, relevansinya dengan populasi komunitas budaya dan
sastra yang eksis di Indonesia saat ini, menyiratkan bahwa kesadaran masyarakat terutama anak
muda dalam melestarikan kebudayan dan sastra sangat tinggi dan tidak terbatas oleh ruang dan
waktu. Wadah yang berwujud komunitas tersebut menjadi sebuah pilar informal yang
berkembang di masyarakat multicultural untuk menjawab tantangan modernitas kaitannya
dengan pelestarian dan apresiasi budaya dan sastra yang tengah digerus oleh kuatnya arus
modernitas saat ini.
Komunitas budaya setelah ditinjau dari sisi tujuan dan latar belakang pembentukan dan
aktivitasnya memiliki hakikat yang sama, yaitu melestarikan dan apresiasi terhadap warisan
leluhur melalui kebudayaan. Terlepas dari proses dan cara masing-masing komunitas
menjalankan agenda kegiatannya. Sobat Budaya, sebagai komunitas yang memiliki banyak
jaringan yang tersebar hampir di seluruh Indonesia berfokus kepada pendataan produk-produk
kebudayaan, dengan program sejuta Data Budaya dan ekspedisi budaya dan diapresiasi kedalam
“perpustakan digital budaya Indonesia”. Sejalan dengan itu Komunitas penyuluh kebudayaan
Indonesia memiliki agenda kegiatan demikian yaitu penyuluhan budaya melalui kegiatan,
dokumentasi, fasilitasi, sosialisasi, dan inventarisasi nilai dan cagarbudaya terutama di daerah 3T
(Tertinggal, terdepan, terluar). Komunitas Historia Indonesia yang bergerak dalam bidang
sejarah, kebudayaan, pendidikan, dan pariwisata memiliki cakupan yang lebih luas. KHI memiliki
tiga pilar utama yaitu rekatif, Edukatif, dan Menghibur. Dengan melihat visi misi yang digalakan
oleh komunitas ini yang berfokus pada menumbuhkan kesadaran sejarah dan budaya bangsa
sehingga menjadikannya dekat dengan semangat nasionalisme budaya terutama dengan
keterlibatan anak muda.
Komunitas yang berkembang di Indonesia melalui pembahasan di atas tak terlepas dari
semangat zaman untuk sebuah peremajaan, pembelajaran, pengkajian, dan apresiasi sastra.
Tujuan dan latar belakang terbentuknya komunitas-komunitas tersebut pun muncul dari
semangat anak-anak muda dalam mengaktualisasi diri melalaui sebuah pengalaman,
kreativiatas, pertunjukan ataupun pendataan sehingga membuat komunitas budaya kaya akan
sumber pengalaman, pengetahuan, dan ilmu.
Komunitas kutub yang ada di Jogjakarta memfasilatasi anggota-anggotanya untuk mampu
membaca dan menulis karya sastra beserta kajiannya. Tak heran banyak penulis lahir dari
kreativitas komunitas ini. Serupa dengan Komunitas Kutub di Jogjakarta Rumpun Nektar pun
demikian, mencetak penulis-penulis fiksi.
Apresiasi sastra menjadi ajang bagi pecinta sastra dan budaya dalam mengekspresikan
diri, sastra dijadikan media yang tepat untuk aktualisasi diri kedalam sebuah pertunjukan.
Komunitas yang aktif dalam hal ini adalah Bengkel Sastra Jakarta, komunitas ini aktif melakukan
pertunjukan-pertunjukan sastra dan konteks-konteks sastra yang ada di Indonesia. Sejalan
dengan itu, Studio Pertunjukkan Sastra (SPS) Jogja juga memiliki peran yang sama yaitu rutin
megadakan pertunjukan apresiasi sastra dalam hal ini puisi yang telah bertahan selama 11 tahun
dan tetap eksis sebagai jebatan antara anak muda dan sastra.
Berangkat dari latar belakang dan tujuan dari masing-masing komunitas, terdapat ruang
kosong yang sejatinya patut untuk diisi sehingga memberikan khasanah bersastra ataupun
berbudaya dalam lingkup komunitas yang berisikan anak muda tersebut. Ruang tersebut oleh
penggiat sastra yang tergabung di komunitas sastra harus dimanfaatkan sebagai wadah kedua
dalam proses aktualisasi diri secara dinamis, relevansinya dalam menghasilkan produk-produk
sastra berbasis kebudayaan. Ratna mengungkapkan bahwa sastra dan kebudayaan tidak dapat
dipisahkan dan memiliki peranan masing-masing (2015:17)..
Ruang kosong disebabkan oleh kurang terjadinya sinergitas yang cukup, baik disadari
ataupun tidak disadari oleh setiap individu yang terlibat dalam komunitas, penggiat budaya fokus
dengan pelestarian, peremajaan, dan pendataan kebudayaan sementara penggiat sastra fokus
pada kajian sastra dan peningkatan kemampuan menulis anggotanya secara garis besar. Hal
tersebut dalam membangun, melestarikan dan mengapresisasi budaya sangat baik, tetapi
memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada nya ruang kosong menyisakan pertanyaan dan hanya
bisa dijawab dengan sinergitas.
Perkembangan sastra pesat melalui komunitas yang diisi anak muda yang giat dalam
belajar, mengkaji dan mengapresiasi karya sastra tetapi mereka butuh persentuhan langsung
dengan sumber karya sastra tersebut, mengkaji karya sastra dan mengapresiasi karya sastra
dalam bentuk pertunjukan akan menjadi berbeda jika persentuhan dengan sumber pembangun
karya sastra tersebut karena pengarang ataupun apresiator karya sastra mengarang atas dasar
pengalamannya dalam masyarakat (Ratna, 2015 :17). Komunitas budaya dapat menjadi jembatan
yang memadai untuk melakukan perjumpaan langsung dengan sumber pembentuk karya sastra.
Mengingat salah satu focus komunitas budaya bersandar pada pendataan budaya-budaya yang
secara langsung melibatkan individu dalam perjumpaannya dengan budaya tersebut atau
masyarakat social dalam perjalannnya ini diharapkan penggiat sastra dapat berjumpa langsung
dengan objek material yang menjadi unsur pembentuk karya sastra. Dengan melibatkan penggiat
sastra secara langusng terhadap objek materialnya diharapkan terbuka nya ruang-ruang kosong
yang ada pada kebudayaan dan sastra itu sendiri. Mengisi ruang-ruang kosong melalui
perjumpaan langsung, memahami perspektif penggiat sastra daalam memahami budaya
begitupan penggiat kebudayaan yang dapat memahami budaya dalam perspektif sastra. Begitu
seterusnya, sehingga ruang-ruang kosong antara budaya dan sastra dapat saling mengisi dan
melahirnkan khasanah pengetahuan yang lebih komprehensif. Proses belajar melalui
kebudayaan memungkinkan pengarang dapat melahirkan suatu peristiwa yang baru, yang
berbeda atas dasar peristiwa yang sudah ada (Ratna, 2015:17)
Meskipun diakui bahwa dalam memproduksi karya sastra dan apresiasi sastra dapat
ditempuh melalui berbagai macam cara, dan juga sinergitas tanpa sadar dapat dilakukan secara
spontan tetapi jika dipahami titik awalnya mengapa hal tersebut dilaksanakan dengan
memahami ruang-ruang kosong dalam sastra dan budaya kaitannya dengan perkembangan
sastra melalui perjumpaan-perjumpaan secara langsung diyakini bahwa ini dapat meningkatkan
kulitas individu yang terlibat didalam komunitas berkaitan dengan dasar-dasar yang harus
dipahami. Anak muda memiliki peran yang krusial dalam pergerakan komunitas yang ada di
Indonesia, ini memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa ini yang menempatkan anak
muda sebagai garda terdepan pembaharuan Indonesia
Menurut Ratna dalam studi kultural, pengarang pertama mengungkapkan masalah-
masalah besar sekaligus mendasar lebih signifikan yang ada dalam kehidupan manusia dan
masyarakat ( 2015:17) dalam bingkai komunitas budaya penggiat sastra yang terjun sebagai
pengarang karya sastra sekaligus apresiator karya sastra diharapkan mampu untuk menggali
potensi didalam dan melalui kompetensi masyarakat, dalam kontsruksi transindividual (Ratna,
2015:17) karena tidak cukup hanya mendasarkan pada pengalaman secara pribadi melalui
perjumpaannya dengan kebudayaan itu sendiri.
Kemanfaatan Budaya Bagi Penggiat Sastra
Keterlibatan penggiat sastra kedalam kebudayaan memberikan dampak positif guna
memahami wujud kebudayaan dan unsur-unsur kebudayaan. Wujud kebudayaan menurut
Ogburn dan Nimkoff dalam (Urriola, 1989; Assel, 1992; Mowen, 1993, dan Gebner & Macionis,
2011) yang dikutip dari buku Pengantar Studi Kebudayaan Alo Liliweri menyatakan bahwa
kebudayaan itu terbagi kedalam kebudayaan material yang terdiri dari benda-benda konkret
yang nyata, mengacu pada benda-benda fisik, sumber daya dan ruang, identitas dan karakteristik
suatu kelompok, beserta artefak-artefak yang ditinggalkan oleh budaya masa lalu; dan
kebudayaan Non-Material yang terdiri dari benda-benda abstrak misalnya adat istiadat, tradisi,
kebiasaan, prilaku, sikap, kepercayaan, bahasa, sastra, seni,hokum, agama dll., juga mengacu
pada ide-ide nonfisik yang dimiliki sekelompok orang, misalnya keyakinan, nilai-nilai, aturan,
norma, moral, bahasa, organisasi, dan pranata social (2014:12-13)
Sedangkan unsur-unsur kebudayaan menurut Kontjaraningrat dalam bukunya
kebudayaan ,mentalitas, dan Pembangunan (1974) Masyarakat terasing di Indonesia(1993)
mengungkapkan terdapat 7 unsur kebudayaan yaitu system religi dan upacara keagamaan,
system dan organisasi kemasyrakatan, system pengetahuan, bahasa, kesenian, system mata
pencarian hidup, system teknologi dan peralatan (Liliweri, 2014:16) ketujuh unsur kebudayaan
tersebut yang perlu untuk dimanfaatkan penggiat sastra khusunya anak muda dan hal tersebut
dapat diperoleh melalui komunitas budaya.
Dengan keterlibatan penggiat sastra yang berada dalam komunitas tersebut dapat
memupuk pemahaman mendasar tentang unsur-unsur kebudayaan sebagai pembangun dalam
karya sastra yang bersifat imajinatif sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang telah melalui
perjumpaan dengan kebudayan secara langsung. Dalam hal ini seberapa jauh unsur-unsur
pembangun dalam karya sastra mewakili tokoh-tokoh yang ada dimasyarakat dan sebaliknya.
Menjadi saksi terhadap pertemuan budaya dan sastra sebagai khasanah intelektual dan batin.
Melalui proses tersebut terjadilah kaitan antara sastra dan budaya karena kebudayaanlah yang
menetukan keberadaan sastra menurut Ratna.
KESIMPULAN
Arus perubahan setiap zaman berganti dan membawa dampak positif dan negatif, yang
berdampak pada eksistensi budaya dan sastra. Bagi penggiat sastra dan budaya, hal tersebut
menjadi tantangan tersendiri. Sadar akan jati diri bangsa membangkitkan semangat dalam
mempelajarai, melestarikan, dan mengapresiasi setiap bentuk kebudayaan yang ada khususnya
sastra. Tantangan ini semakin berat manakala status sebagai penggiat sastra hanya berada dalam
lingkup sastra itu sendiri, keterlibatan pada budaya menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi. Hal tersebut tidak dapat terwujud jika hanya berjalan sendirian, butuh sebuah wadah untuk
menampung segala minat dan keinginan tersebut, maka komunitas dapat menjadi solusi untuk
itu.
Komunitas milik semua kelompok masyarakat, tidak terkecuali anak muda, sebagai
penerus bangsa, tongkak perubahan ada ditangan mereka. Melalui semangat dan kreativitas
mereka sehingga warna baru dalam sastra dapat terwujud. Berekspresi dalam komunitas
terutama penggiat sastra yang berada dalam komunitas sastra sejatinya tidak menginklusifkan
diri hanya berada dalam tataran kajian, diskusi, apresiasi, dan produksi karya sastra tetapi lebih
dari itu, untuk meningkatkan kapasitas diri dalam mengembangkan khasanah pengalaman,
pengetahuan dan ilmu penting untuk melibatkan diri langsung ke sumbernya; yaitu kebudayaan.
Anak muda sebagai penggiat sastra mensinergikan diri dengan terlibat dalam aktivitas
kebudayaan menjadi sinyal bahwa penggiat sastra harus menyadari untuk mengisi ruang kosong
yang ada pada tubuh mereka, dengan perjumpaan dengan kebudayaan yang ada di masyarakat
selain yang ada disekitar mereka dan menjadi saksi langsung terhadap sumber karya sastra dapat
menjadi inspirasi sekaligus sumber untuk memperkuat dasar sebagai penggiat sastra dalam
mengkaji, mengapresiasi dan memproduksi karya sastra melalui komunitas.
Membingkai sastra dalam komunitas budaya berarti membangun dunia dalam kata, dunia
sebagai kebudayaan dan sastra sebagai kata. Menciptakan keharmonisan dunia melalui rangkain
kata melalui perjumpaan indrawi antara sastra dan kebudayaan
DAFTAR PUSTAKA
Teeuw, A. 2015.Sastra dan Ilmu Sastra Jakarta : Gramedia Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989.Teori Kesusastraan.Jakarta : Gramedia Pustaka Jaya.
Faruk. 2015. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Adi, Ida Rochani. 2016. Fiksi Populer Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra dan Cultural Studies : Representasi Fiksi dan Fakta.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Luxemburg, Jan van et al. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan Dick
Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Kuntowijoyo.1987.Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta : Tiara Wacana
Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa.
Lee, B. 1992. Pragmatics of Community Organization. Mississauga, Ontario: Commonact Press.
(2nd ed.)
Boothroyd, Peter and H. Craig Davis 1993. Community Economic Development: Three
Approaches.
Liliweri, Alo. 2014. Pengantar Studi Kebudayaan.Bandung: Nusa Media.
ALADIN, An.2006. Participatory Lifelong Learning and Information and Communication
Technologies. India : India Initiarive
Boothroyd, Peter & H. Craig Davis.2010.“Community Economic Development : Three Approaches”.Journal of Planning, Education and Research 12(3): 230-240 Siska Nirmala Puspitasari.2016. Pemerintah akan memfasilitasi 334 komunitas Budaya. http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016/06/21/pemerintah-akan-memfasilitasi-334-komunitas-budaya-372397 Anonym. 2015. Langlang Nuswapada. http://sobatbudaya.or.id/langlangnuswapada/ Anonym. Tanpa Tahun. Tentang Kami http://www.savebudaya.com/tentang-kami/ Anonym. Tanpa Tahun. Komunitas Historia Indonesia (KHI) https://www.komunitashistoria.com/about/about-us/ Rachmad Faisal Harahap. 2013.Komunitas Se-Indonesia Kumpul di Senayan. http://news.okezone.com/read/2013/09/28/373/873438/komunitas-se-indonesia-kumpul-di-senayan Yopi Setia Umbara. 2015. Komunitas Kutub, Pesantren Sastra di Yogyakarta. http://www.buruan.co/komunitas-kutub-pesantren-sastra-di-yogyakarta/ Alif Dinilhaq. 2015. Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Tangsel, Wadah Penyalur Karya Sastra http://www.infonitas.com/komunitas/komunitas-sastra-indonesia-ksi-tangsel-wadah-penyalur-karya-sastra/10141 Wirasatriaji. 2014. Tentang Kami. http://www.rumpunnektar.com/p/tentang-kami.html Anonym. 2014. Bengsas; Sebuah Bengkel Sastra yang Indah Bagi Jakarta https://sastrahelvy.com/2014/06/22/bengsas-sebuah-bengkel-sastra-yang-indah-bagi-jakarta/ Kurniyanto. 2012 SPS ingin bangkitkan Sastra di DIY. http://www.solopos.com/2012/08/15/komunitas-sps-ingin-bangkitkan-sastra-di-diy-319289 Annonym.Tanpa Tahun. Profil Jejak Budaya. https://jejakbudayakukar.wordpress.com/tentang-kami/ Annonym.2016. Bentara Budaya. http://www.bentarabudaya.com/komunitas/bentara-budaya-jakarta Annonym.2012. Komunitas Jelajah Nusantara Indonesi http://komjen.blogspot.co.id/ Utami, Eulis. 2016.Komunitas L: Memperjuangkan Sastra dan Teater di Jalur Sunyi http://komunita.id/2016/09/05/komunitas-l-memperjuangkan-sastra-dan-teater-di-jalur-sunyi/