Post on 22-Mar-2017
UU No.11 Tahun 1967 Vs.UU No.4 Tahun 2009
NIKKA SASONGKO
120140204016
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY MASTER DEGREE
ENERGY SECURITY MAJOR 2015
Hukum & Pengusahaan Energi | Prof. Hikmahanto Juwono
Isi UU
UU Nomor 11 Tahun 1967
UU Nomor 4 Tahun 2009
37 Pasal dan 12 Bab 175 Pasal dan 26 Bab
Kandungan Tambang
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Segala bahan galian (unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam)
Lebih spesifik yaitu mineral dan Batubara
Golongan Bahan Tambang
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
a. golongan bahan galian strategis
b. golongan bahan galian vital
c. golongan bahan galian yang Non strategis & Non Vital
a. mineral radioaktif, b. mineral logam, c. mineral bukan logam
dan batuan, d. batubara
Penguasaan Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Pemerintah • Dikuasai negara, diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah
• Pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR menetapkan kebijakan untuk kepentingan dalam negeri
Kewenangan Pengelolaan
UU Nomor 11 Tahun 1967
UU Nomor 4 Tahun 2009
a. Bahan galian golongan strategis dan vital oleh Menteri
b. Bahan galian golongan Vital dan Non strategis-Non Vital oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
1. Bupati/Walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berada dalam satu wilayah Kabupaten/Kota
2. Gubernur apabila WIUP berada pada lintas Wilayah Kab/Kota
3. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah Provinsi
Pengawasan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Terpusat kepada Menteri
Pembinaan dan Pengawasan terhadap pemegang IUP dan IUPK dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya, sedangkan untuk IPR merupakan tugas Bupati/Walikota
Penggunaan Lahan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Dalam penggunaan lahan dilakukan pembatasan tanah yang dapat diusahakan
Pembatasan tanah yang dapat diusahakan dan sebelum memasuki tahap operasi produksi pemegang IUP/IUPK wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak atas tanah
Wilayah Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Tidak diatur secara jelas. Hanya disebutkan bahwa tidak meliputi : tempat-tempat kuburan, tempat-tempat yang dianggap suci, pekerjaan-pekerjaan umum, misalnya jalan-jalan umum, jalan-jalan, jalan kereta api, saluran air listrik, gas dan sebagainya. Tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan lain, bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik-pabrik.
a. WUP (Wilayah Usaha Pertambangan)
b. WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat)
c. WPN (Wilayah Pencadangan Negara)
Bentuk Perizinan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
• Kuasa Pertambangan (KP), • Surat Ijin Pertambangan
Daerah (SIPD), • Surat Izin Pertambangan
Rakyat (SIPR), • Kontrak Karya (KK)/
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
• Izin Usaha pertambangan (IUP)
• Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
• Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
a. Investor domestik (KP, SIPD, PKP2B)
b. Investor asing (KK, PKP2B)
a. IUP (Izin Usaha Pertambangan) diberikan pada badan usaha, koperasi dan perseorangan (pasal 38)
b. IPR (Izin Pertambangan Rakyat) diberikan pada penduduk setempat, naik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan atau koperasi (pasal 67), dengan luas terperinci (pasal 68)
c. IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) diberikan pada badan usaha berbadan hukum Indonesia, baik BUMN, BUMD, maupun swasta. BUMN dan BUMD mendapat prioritas (pasal 75)
Pelaksana Usaha Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri
b. Perusahaan Negara
c. Perusahaan Daerah
d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan Daerah
e. Koperasi
f. Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1)
g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah dengan Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1)
h. Pertambangan Rakyat
a. Pemegang IUP atau IUPK
b. Badan Usaha
c. Koperasi
d. Perseorangan sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan oleh klasifikasi Menteri.
Tahapan Usaha Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
• Penyelidikan Umum • Eksplorasi • Eksploitasi • Pengolahan & Pemurnian • Pengangkutan • Penjualan
• IUP Eksplorasi meliputi kegiatan :
- penyelidikan umum
- eksplorasi
- studi kelayakan
• IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan :
- Konstruksi
- penambangan
- pengolahan dan pemurnian
- serta pengangkutan dan penjualan
Perizinan Usaha
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Permohonan
• Lelang untuk mineral logam dan batubara
• Permohonan Wilayah untuk mineral bukan logam dan batuan perijinan
Jangka Waktu Perizinan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
• KP/KK/PKP2B Penyelidikan Umum (1+1 Tahun),
• KP/KK/PKP2B Eksplorasi (3 Tahun + 2 x 1 Tahun),
• KK/PKP2B Studi Kelayakan (1 + 1 Tahun),
• KK/PKP2B Konstruksi (3 Tahun),
• KP/KK/PKP2B Operasi Produksi/Eksplotasi termasuk
pengolahan dan pemurnian serta pemasaran (30
Tahun + 2 x 10 tahun)
- IUP Eksplorasi mineral logam (8 tahun) terdiri dari
Penyelidikan umum (1 tahun), Eksplorasi (3 tahun + 2x1
tahun) dan studi kelayakan (1+1 tahun);
- IUP Eksplorasi Batubara (7 tahun) terdiri dari
Penyelidikan Umum (1 tahun), Eksplorasi (2 tahun + 2x1
tahun) dan Studi Kelayakam (2 tahun);
- IUP Operasi Produksi mineral dan Batubara (20 tahun +
2 x 10 tahun) terdiri dari konstrulsi (3 tahun) dan
kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan (20 tahun)
Hak dan Kewajiban UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
1. Keuangan :
a. KP, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. KK/PKP2B, tetap pada saat kontrak ditandatangani
2. Lingkungan (sedikit diatur)
3. Nilai tambah (hanya diatur didalam kontrak)
4. Pemanfaatan tenaga kerja setempat (tidak diatur)
5. Kemitraaan pengusaha lokal (tidak diatur)
6. Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (tidak diatur)
1. Keuangan : membayar pendapatan negara dan daerah : Pajak, PNBP, iuran (pasal 128-133)
2. Lingkungan:
a. Good mining practices (pasal 95)
b. Reklamasi, pasca tambang dan konservasi yang telah direncanakan, beseta dana yang disediakan (pasal 96-100)
3. Pemegang IUP operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri untuk Nilai Tambah (pasal 103-104)
4. Mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat (pasal 106)
5. Saat tahap operasi produksi, wajib mengikutsertakan pengusaha lokal (pasal 107)
6. Menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (pasal 108)
7. Wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan/atau nasional seperti konsultasi dan perencanaan (pasal 124)
Divestasi
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Tidak diatur
Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah, Pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional
Sanksi
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
- Ketentuan pidana diatur tetapi aturan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. Hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah. Sanksi pidana /kurungan sangat sedikit (Pasal 31,32,33)
- Tidak ada sangsi pidana terhadap pemberi/penerbit izin
• Sanksi Administratif yang cukup keras kepada pemegang IUP, IPR, atau IUPK jika melakukan pelanggaran berupa : peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi dan/atau pencabutan IUP, IPR, atau IUPK (Pasal 151, 152).
• Pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda pasling banyak 10 Miliar (Pasal 158, 159,160)
KELEBIHAN UNDANG-UNDANG NO. 4
TAHUN 2009
1. Ditiadakannya sistem kontrak karya, maka Pemerintah menjadi pihak yang memberi ijin kepada pelaku usaha di industri pertambangan mineral dan batubara.
2. Undang-Undang ini telah mengatur dan memperhatikan masalah mengenai pengelolaan dan pelestarian lingkungan akibat kegiatan eksplorasi.
3. Telah diatur distribusi kewenangan yang jelas antara penyelenggaraan kebijakan pertambangan umum.
4. Adanya kepastian hukum pemberian sanksi bagi pelaku pelanggaran usaha pertambangan.
5. Pemerintah menetapkan prioritas nasional seperti Domestic Market Obligation (DMO), nilai tambah hasil tambang, divestasi, dan lain-lain.
6. Telah diatur mekanisme pengusahaan mulai dari sistem pelelangan, luas wilayah, jangka waktu, dan lain-lain.
7. Hak-hak masyarakat telah dilindungi mulai dari kewajiban pengembangan masyarakat dan perlindungan lingkungan di sekitar tambang.
8. UU Minerba juga mengakomodasi kepentingan daerah, dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk dapat menjalankan fungsi perencanaan, pembatasan luas wilayah, dan jangka waktu izin usaha pertambangan.
9. Terdapat pasal yang mengatur tentang batasan wilayah maksimal operasi pertambangan.
KELEMAHAN UNDANG-UNDANG
NO. 4 TAHUN 2009 1. UU ini tidak mengatur secara tegas dan eksplisit perihal kewajiban
memasok kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
2. UU Minerba masih belum mengatur secara jelas mengenai divestasi.
3. Tidak jelas dan tegasnya jumlah besaran sesungguhnya penerimaan negara dari pajak dan non pajak.
4. Kewenangan pemberian IUP diberikan kepada pemerintah daerah, namun belum disertai dengan kerangka acuan strategi kebijakan pertambangan nasional yang jelas.
5. UU Minerba juga tidak mampu mengintervensi dan memperbaiki kontrak-kontrak pertambangan yang telah ada sebelumnya.
6. UU Minerba cenderung masih memuat ketentuan yang bersifat sangat umum.
7. Tidak diakuinya Hak Veto rakyat dan tidak adanya perlindungan masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan.
8. Terancamnya kawasan hutan lindung dan hutan adat karena adanya alih fungsi hutan setelah ada izin dari pemerintah.
9. Adanya kontradiktif dengan UU Lingkungan Hidup yang mengakui legal standing organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan terhadap perusahaan yang merusak lingkungan.
10. Beberapa pasal yang dinilai tidak memperhatikan masyarakat yang justru terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan
11. Kurangnya Transparansi & akuntabilitas
SARAN DAN REKOMENDASI
Pemerintah perlu menetapkan arah kebijakan dan strategi sektor pertambangan nasional yang jelas, terukur dengan menuangkannya ke dalam sebuah dokumen kebijakan pertambangan nasional yang bersifat resmi dan mengikat dalam aturan dan pelaksanaannya.
Pemerintah juga seharusnya mulai concern mengenai transparansi.
https://www.youtube.com/watch?v=dTPN4sfQYMM